Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Tineaversikolor lebih sering terjadi di area dengan temperatur dan kelembapan relatif
yang lebih tinggi seperti Kalimantan Barat. Perbandingan prevalensi antara daerah panas dan
dingin adalah 50 : 1.5-6 Secara Epidemiologi, penyakit ini ditemukan pada semua ras.
Frekuensi berdasarkan jenis kelamin berbeda antara penelitian satu dengan lainnya. Ada yang
mengatakan sama antara laki-laki dan perempuan dan ada pula yang mengatakan dominan
pada pria maupun sebaliknya.Faktor resiko tinea versikolor meliputi suhu lingkungan tinggi,
kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter, defisiensi imun, pengobatan dengan
glukokortikoid, pengangkatan glandula adrenal, penyakit Cushing, kehamilan, malnutrisi,
supresi sistem imun, kontrasepsi oral, dan luka bakar. Pada anak-anak, pemakaian minyak
seperti minyak kelapa merupakan predisposisi terjadinya penyakit ini(Andriani, 2012)

Tinea versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada lapisan tanduk kulit yang disebabkan
oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare. Infeksi  jamur kulit cukup banyak
ditemukan di Indonesia, yang merupakan negara  tropis beriklim panas dan lembab, apalagi
bila higiene juga kurang sempurna. Tinea versicolor terjadi karena keadaan yang
mempengaruhi keseimbangan antara hospes dengan jamur tersebut, diduga adanya faktor
lingkungan diantaranya kelembaban kulit  Prevalensi Tinea versicolor lebih tinggi pada masa
pubertas yaitu kelompok usia 10-19 tahun(Wardana, 2017)
B.  Rumusan Masalah

1. Pengertian Panu
2. Etiologi Panu
3. Patofisiologi Panu
4. Epidemiologi Panu
5. Gambaran Klinis Panu
6. Pencegahan Panu
7. Pengobatan Panu
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengerian panu
            Tinea versikolor merupakan infeksi jamur  superfisial pada pada pigmen kulit stratum
korneum menimbulkan warna yang lebih terang atau gelap yang disebabkan oleh Malassezia
furfur. (Ayu, Dewi, & Warganegara, 2016)
B. Etiologi Panu
            Panu disebabkan oleh Malassezia, jamur lipofilik dimorfik, juga dikenal sebagai
Pityrosporum. Ini adalah komponen flora kulit normal. Hingga saat ini, 14 spesies Malassezia
telah diidentifikasi. Spesies utama dalam pityriasis versicolor adalah Malassezia furfur,
Malassezia globosa, Malassezia sympodialis. (Karray & Mickinney, 2018)
C. Patofisiologi Panu
            Malassezia adalah komensal kulit yang sehat, dan paling umum di daerah berminyak
seperti wajah, kulit kepala, dan punggung. Namun, Malassezia dapat menyebabkan pityriasis
versicolor ketika dikonversi ke bentuk filamen yang patogen. Faktor-faktor yang
menyebabkan konversi patogen ini meliputi kecenderungan genetik, kondisi lingkungan
seperti panas dan kelembaban, defisiensi imun, kehamilan, kulit berminyak, dan penggunaan
lotion dan krim berminyak. (Karray & Mickinney, 2018)
D. Epidemiologi Panu
            Pityriasis versikolor telah dilaporkan di seluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi pada
kondisi hangat dan lembab. Prevalensinya setinggi 50% di negara tropis dan serendah 1,1%
di daerah beriklim dingin seperti Swedia. Pityriasis versikolor lebih sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda mungkin karena peningkatan produksi sebum oleh kelenjar
sebaceous yang memungkinkan lingkungan yang lebih kaya lipid di mana Malassezia dapat
tumbuh. Pityriasis versicolor mempengaruhi pria dan wanita secara setara dan tidak ada
dominasi etnis tertentu. (Karray & Mickinney, 2018)
E. Gambaran Klinis Panu
            Bentuk tidak teratur sampai beraturan, batas tidak jelas sampai difus. Panu dapat
ditemukan pada punggung dan terkadang dapat ditemukan juga pada ketiak, lipat paha,
lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit. Faktor yang mempengaruhi infeksi diantaranya
penderita dengan terapi steroid, malnutrisi, herediter dan penyakit kronik. (Ayu et al., 2016)

Baca Juga: Makalah DBD


Baca Juga: Makalah Analisis Kualitas Udara
F. Pencegahan Panu

            Untuk melakukan pencegahan, dapat dilakukan beberapa cara ini, yaitu:


1. Jaga kebersihan tubuh dengan rutin mandi setelah beraktivitas atau mengalami
keringat berlebihan;
2. Hindari menggunakan pakaian yang terlalu ketat;
3. Gunakan pakaian dengan bahan yang nyaman dan dapat menyerap keringat;
4. Hindari penggunaan produk kulit yang sebabkan kulit memproduksi minyak secara
berlebihan;
5. Hindari paparan sinar matahari secara langsung dalam jangka waktu yang cukup
lama;
6. Gunakan tabir surya ketika kamu melakukan aktivitas di luar ruangan dalam waktu
yang cukup lama;
7. Jika sebelumnya kamu mengalami penyakit panu, tidak ada salahnya untuk cegah
penyakit ini kembali muncul dengan penggunaan krim antijamur pada area yang
pernah alami penyakit panu.

G. Pengobatan Panu
            Obat topikal dianggap sebagai terapi lini pertama untuk pityriasis versicolor.
Perawatan topikal dibagi menjadi agen antijamur nonspesifik (sulfur ditambah asam salisilat,
selenium sulfida 2,5%, dan seng-pyrithione) yang terutama menghilangkan jaringan mati dan
mencegah invasi lebih lanjut, dan obat antijamur spesifik, yang memiliki efek fungisida atau
fungistatik. Agen antijamur termasuk imidazol (clotrimazole 1%, ketoconazole 2%,
econazole, isoconazole, miconazole), ciclopirox olamine 1%, dan allylamine (terbinafine
1%). Ketoconazole adalah pengobatan topikal yang paling umum digunakan untuk mengobati
tinea versicolor/jamu, dapat diaplikasikan sebagai krim (dua kali sehari selama 15 hari) atau
dalam larutan berbusa (dosis tunggal). (Karray & Mickinney, 2018)
BAB III PENUTUP 
A. Kesimpulan

Tinea versikolor merupakan infeksi jamur  superfisial pada pada pigmen kulit stratum
korneum menimbulkan warna yang lebih terang atau gelap yang disebabkan oleh Malassezia
furfur. Panu disebabkan oleh Malassezia, jamur lipofilik dimorfik, juga dikenal sebagai
Pityrosporum. Ini adalah komponen flora kulit normal. Malassezia adalah komensal kulit
yang sehat, dan paling umum di daerah berminyak seperti wajah, kulit kepala, dan punggung.
Prevalensinya setinggi 50% di negara tropis dan serendah 1,1% di daerah beriklim dingin
seperti Swedia. Bentuk tidak teratur sampai beraturan, batas tidak jelas sampai difus. Obat
topikal dianggap sebagai terapi lini pertama untuk 
pityriasis versicolor.

B. Saran

Menjaga kesehatan merupakan kewajiban semua orang. Semoga dengan makalah ini dapat
menjadi sumber refrensi terkait penyakit panu

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, D. (2012). DISTRIBUSI KEJADIAN TINEA VERSIKOLOR PADA ANAK


SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) 53 SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA
BERDASARKAN KARAKTERISTIK DAN FAKTOR RESIKO (Vol. 66). UNIVERSITAS
TANJUNGPURA.
Ayu, D., Dewi, P., & Warganegara, E. (2016). Manfaat Bawang Putih (Allium Sativum Linn.)
pada Pengobatan Infeksi Fungal Tinea Versicolor (Panu). Manfaat Bawang Putih (Allium
Sativum Linn.) Pada Pengobatan Infeksi Fungal Tinea Versicolor (Panu), 5, 33–37.
Karray, M., & Mickinney, W. P. (2018). Tinea (Pityriasis) Versicolor.
Wardana, S. S. (2017). Hubungan Higiene Personal Terhadap Kejadian Tinea Versicolor pada
Santri Pria di Pondok Pesantren Darussa’adah Mojo Agung, Lampung Tengah.

Anda mungkin juga menyukai