Anda di halaman 1dari 13

Analit: Analytical and Environmental Chemistry

Volume 4, No. 01, April 2019

PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR METIL


PREDNISOLON DALAM SEDIAAN DRY INJECTION DENGAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Dewi Kurnia1, Eny Tri Pujilestari1, Indro Pamudjo1
1
Prodi Sarjana Farmasi, Sekolah Tinggi farmasi Bandung

dewi.kurnia@stfb.ac.id

Artikel Info ABSTRAK


Diterima Penetapan kadar metil prednisolon berdasarkan United States Pharmacopeia
tanggal (USP) adalah menggunakan kolom L3 4 mm x 25cm dan eluen butil klorida : butil
12.12.2018 klorida jenuh air : tetrahidrofuran : metanol dan asam asetat glasial (95:95:14:7:6).
Tetrahidrofuran memiliki sifat oksidatif sehingga dapat merusak kolom. Oleh karena
Disetujui itu, dilakukan pengembangan metode penetapan kadar metil prednisolon dengan cara
publikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan kolom C18 dengan fase
tanggal
gerak asetonitril : metanol (45:55); laju alir 1,0 ml/menit; panjang gelombang 243 nm,
30.04.2019
dan volume penyuntikan 20 µL. Pada hasil validasi diperoleh nilai linieritas yang baik
Kata kunci : (r = 0,9969).. Hasil perolehan kembali (% recovery) = 100,38% – 101,17%. Dari hasil
dry injection, uji presisi diperoleh % RSD sebesar 0,12% yang memenuhi syarat ≤ 2. Dari hasil
KCKT, metil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengembangan metode dan hasil validasi tersebut
prednisolon, dapat digunakan untuk analisis penetapan kadar metil prednisolon dalam sediaan dry
pengembangan injection.
metode

ABSTRACT
Determination of methyl prednisolone levels based on United States Pharmacopeia (USP) using L3
column 4 mm x 25cm and eluent buthyl chloride: water saturated buthyl chloride: tetrahydrofuran :
methanol and glacial acetic acid (95:95:14:7:6). Tetrahidrofuran has oxidative properties that can damage
the column. Therefore, a method of determining the levels of methyl prednisolone by means of High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) using C18 column with acetonitrile: methanol (45:55)as
eluent, flow rate 1.0 ml / min, wavelength 243 nm, and 20 μL injection volume. In the validation results
obtained a good linearity value (r = 0,9969). The result of recovery 100,38 - 101,17%. From the result of
precision test was obtained % RSD equal to 0,12% which fulfill requirement ≤ 2. All the research results
can be concluded that the development of methods and results validation can be used for the analysis of
determination of methyl prednisolones in dry injection supply

.
PENDAHULUAN
Industri farmasi mempunyai peranan penting dalam peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dengan memproduksi obat yang bermutu dan berkualitas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin tercapainya target dalam memenuhi

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 13
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

permintaan obat yang berkualitas, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan harus
memberikan panduan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Metil prednisolon adalah obat kortikosteroid atau glukokortikoid sintetis. Seperti
kebanyakan adrenokortikal steroid, metil prednisolon biasanya digunakan sebagai obat anti
inflamasi (Kwon, 2002). Obat ini dipasarkan di Amerika Serikat dan Kanada dengan merk Medrol
dan Solu Medrol. Obat ini tersedia sebagai obat generik. Metil prednisolon termasuk dalam Daftar
Obat Esensial WHO karena metil prednisolon merupakan daftar obat-obatan yang dibutuhkan
dalam sistem kesehatan dasar.
Menurut USP 38 penetapan kadar metil prednisolon menggunakan KCKT dengan pelarut
sampel maupun larutan baku menggunakan kloroform : asam asetat glasial (97:3) dengan eluen
butil klorida : butil klorida jenuh air : tetrahidrofuran : metanol dan asam asetat glasial
(95:95:14:7:6) menggunakan detektor UV 254 nm, kolom L3 4 mm x 25cm, kecepatan alir 1,0
ml/min. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V penetapan kadar metil prednisolon menggunakan
KCKT dengan eluen air : tetrahidrofuran : dimetilsulfoksida : butanol (149:40:10:1) dan pelarut
sampel maupun larutan baku yaitu campuran air : tetrahidrofuran: asam asetat glasial (72:25:3)
(Depkes RI, 2014). Penggunaan tetrahidrofuran dalam analisis rutin dapat menurunkan kinerja
kolom (Major, 2003). Untuk itu, perlu dilakukan modifikasi eluen yang tidak merusak terhadap
kolom.
Metode analisis baku seringkali dimodifikasi untuk menyesuaikan kondisi dengan
peralatan yang tersedia di laboratorium pengujian. Modifikasi ini harus divalidasi untuk
memastikan pelaksanaan pengujian yang sesuai dari metode analisis(Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi penggunaan eluen terhadap metode analisis yang
telah dipublikasikan dan validasi dari modifikasi tersebut menggunakan KCKT. Modifikasi
metode yang dilakukan pada optimasi fase gerak berdasarkan kelarutan sampel.

METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT UFLC (Ultra Fast Liquid
Chromatography) Shimadzu dengan pompa LC-20AT, detektor UV-Vis SPD-20A, system
controller CBM-20A, kolom phenomenex C18 panjang 150 x 3,90 mm, timbangan analitik Mettler
Toledo, Ultrasonic bath, penyaring vakum beserta filter berpori milipore 0,45 µl. Bahan yang

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 14
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

digunakan adalah metil prednisolon dalam sediaan dry injection, baku pembanding metil
prednisolon, asam asetat glasial p.a (J.T. Baker), kloroform p.a (J.T. Baker), asetonitril HPLC ultra
gradient solvent (J.T. Baker), metanol HPLC ultra gradient solvent (J.T. Baker).
Prosedur
Pembuatan Larutan Induk Metil Prednisolon
Sebanyak 50,0 mg baku pembanding metil prednisolon ditimbang seksama kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml. Dilarutkan dalam campuran pelarut asam asetat glasial :
kloroform (3:97) kemudian disonifikasi selama 15 menit dan ditambah lagi pelarut asam asetat
glasial : kloroform (3:97) dan ditandabataskan..
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum untuk Analisis
Serapan ultraviolet larutan standar metil prednisolon dalam asam asetat glasial : kloroform
(3:97) pada panjang gelombang 200 – 400 nm dipindai menggunakan Spektrofotometer UV untuk
menentukan panjang gelombang maksimumnya.
Optimasi Fase Gerak
Larutan standar metil prednisolon diinjeksikan sebanyak 20 µL pada komposisi fase gerak
asetonitril : metanol pada perbandingan (80:20); (70:30); (60:40) ; (50:50); (45:55); (40:60)
dengan kecepatan alir 0,8 – 1,0 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang maksimum
kemudian dicatat data mengenai waktu retensi, luas puncak, jumlah plat teoritis, resolusi, faktor
kapasitas dan asimetrisitasnya.
Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar metil prednisolon diinjeksikan sebanyak 20 µL ke alat KCKT dengan fase
gerak yang telah ditentukan, diulangi sebanyak 6 kali. Kemudian dihitung jumlah plat teoritis,
resolusi, faktor kapasitas, asimetrisitas, dan % RSD.
Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas
Larutan blanko dibuat menggunakan pelarut asam asetat glasial: kloroform (3:97) dan deret
larutan standar metil prednisolon dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12 bpj (b/v). Kemudian
dipreparasi sesuai prosedur kemudian diinjeksikan ke alat KCKT. Dilakukan analisis regresi linier
luas puncak terhadap konsentrasi deret larutan standar dan dibuat kurva kalibrasinya dengan
persamaan garis regresi linier (y = bx + a).

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 15
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

Limit Deteksi (LoD) dan Limit Kuantitasi (LoQ)


Larutan sampel metil prednisolon pada sediaan dry injection dipreparasi seperti prosedur
uji kesesuaian sistem. Kemudian 20 µL larutan sampel diinjeksikan pada alat KCKT. Setelah itu
dianalisis berdasarkan persamaan kurva kalibrasi larutan standar metil prednisolon sebanyak 6 kali
penginjeksian sampel.
Uji Selektivitas
Setelah diketahui panjang gelombang maksimum dari hasil penentuan panjang gelombang
maksimum untuk larutan metil prednisolon yaitu 243 nm. Selanjutnya, dibuat larutan baku dan
larutan uji metil prednisolon. Kemudian diinjeksikan ke alat KCKT sebanyak 20µl dan dicatat
waktu retansinya. Hasil kromatogram metil prednisolon larutan baku dan larutan uji harus
menunjukkan waktu retensi yang sama.
Akurasi dan Presisi
Untuk keperluan uji akurasi dibuat larutan sampel metil prednisolon pada sediaan dry
injection dengan konsentrasi 100 mg (80%), 125 mg (100%) dan 150 mg (120%). Setelah itu
dipreparasi sesuai prosedur uji kesesuaian sistem. Larutan sampel tersebut diambil 20 µL dan
diinjeksikan ke dalam alat KCKT kemudian diulangi sebanyak 6 kali. Hasil yang diperoleh
dihitung persentase akurasi dan perolehan kembali dari masing-masing larutan tersebut. Nilai rata-
rata % akurasi disyaratkan ≤ 2%. Sedangkan nilai perolehan kembali dihitung dengan rumus:

konsentrasi sampel yang diperoleh


% Perolehan kembali = x 100%.
konsentrasi sebenarnya

Untuk keperluan uji presisi dibuat larutan sampel metil prednisolon pada sediaan dry
injection dengan menimbang sampel sebanyak 6 kali. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur uji
kesesuaian sistem. Larutan sampel tersebut diambil 20 µL dan diinjeksikan ke dalam alat KCKT.
Kemudian dihitung % RSD dari masing-masing konsentrasi dengan syarat batas nilai % RSD ≤
2%.
Penetapan Kadar Metil Prednisolon pada Sediaan Dry Injection
Sampel metil prednisolon ditimbang 125 mg dimasukkan ke corong pisah dan
ditambahkan 20 ml pelarut kloroform : asam asetat glasial (97:3). Kemudian dikocok selama 3
menit dan didiamkan hingga terbentuk 2 fase. Setelah itu diambil fase bawah dan dimasukkan ke

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 16
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

dalam labu takar 100 ml. Proses ekstraksi dalam corong pisah diulangi 2 kali hingga sampel larut
sempurna. Larutan sampel dalam labu takar 100 ml ditambah pelarut kloroform : asam asetat
(97:3) hingga tanda garis batas dan dihomogenkan. Kemudian dilakukan pengenceran 25 kali
dengan memipet dengan seksama 1,0 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabu takar 25 ml
dan ditambahkan pelarut hingga tanda garis batas. Setelah itu dilakukan pengenceran 5 kali dengan
memipet dengan seksama 5,0 ml dimasukkan labu takar 25 ml dan ditambahkan pelarut hingga
tanda garis batas lalu disaring dengan mikrofilter 0,45 µm.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengembangan metode analisis penetapan kadar metil prednisolon dalam sediaan dry
injection dilakukan dengan memodifikasi komposisi eluen yang digunakan. Sampel tersebut
dipilih karena metil prednisolon termasuk dalam Daftar Obat Esensial WHO (daftar obat-obatan
yang dibutuhkan dalam sistem kesehatan dasar). Metil prednisolon dikenal sebagai obat
antiinflamasi yang dipasarkan dalam bentuk tablet dan dry injection. Pengembangan metode
analisis bertujuan untuk memperoleh metode analisis yang bebas galat, memberikan informasi
analitik yang baik, mudah dilakukan dalam waktu singkat, murah dan cepat.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan menggunakan larutan standar metil
prednisolon dengan konsentrasi 10 µg/ml (b/v). Hasil pengukuran serapan maksimum
menunjukkan bahwa metil prednisolon memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang
243 nm sebagaimana yang ditunjukn oleh Gambar 1. Pengukuran serapan maksimum dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometri UV. Metil prednisolon dapat diukur dengan
spektrofotometer UV karena memiliki gugus kromofor yaitu hidroksil (-OH) dan karbonil (C=O)
sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Pada alat spektrofotometer diatur rentang panjang
gelombang 200 – 400 nm kemudian dimasukkan blanko dan larutan standar. Setelah itu dilakukan
pemindaian spektrum. Serapan sampel yang diukur pada panjang gelombang maksimum berada
pada rentang serapan antara 0,2 – 0,8.

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 17
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

Gambar 1. Spektrum metil prednisolon

Gambar 2. Rumus struktur metil rednisolon

Optimasi Fase Gerak


Fase gerak merupakan parameter penting dalam pemisahan dengan kromatografi terutama
KCKT. Penentuan fase gerak yang digunakan berdasarkan pertimbangan sifat kepolaran sampel
yang akan dipisahkan. Sistem pemisahan yang biasa digunakan pada analisis metil prednisolon
dengan KCKT adalah fase terbalik. Fase diam yang digunakan yaitu kolom C18 yang bersifat non
polar. Eluen yang digunakan memiliki selektivitas berlainan dalam fungsinya sebagai fase gerak.
Metode elusi yang digunakan untuk pengoptimuman fase gerak menggunakan metode elusi
isokratik. Interaksi yang cukup rendah antara asetonitril dan metanol dengan fase diam disebabkan
oleh sifat semi polar kedua fase gerak tersebut berdasarkan nilai indeks kepolaran yaitu metanol
5,1 dan asetonitril 5,8. Sebaliknya, interaksi relatif lebih kuat kedua pelarut tersebut dengan
komponen sampel menyebabkan seluruh komponen sampel keluar bersamaan dengan pelarut
dalam waktu yang relatif cepat.

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 18
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

Tabel 1. Optimasi komposisi fase gerak dan laju alir

Laju alir perbandingan Laju alir perbandingan Laju alir perbandingan


(mL/mnt) asetonitril : (mL/mnt) asetonitril : (mL/mnt) asetonitril :
MeOH MeOH MeOH
80 : 20 80 : 20 80 : 20
70 : 30 70 : 30 70 : 30
60 : 40 60 : 40 60 : 40
0,8 1,0 1,2
50 : 50 50 : 50 50 : 50
45 : 55 45 : 55 45 : 55
40 : 60 40 : 60 40 : 60
Keterangan : Pada larutan standar metil prednisolon dengan konsentrasi 10 µg/ml,
panjang gelombang 243 nm dan volume penyuntikan sebanyak 20 µl.

Tabel 2. Hasil optimasi komposisi fase gerak dan laju alir

Jml
Laju alir Komposisi waktu Luas lempeng Tailing Faktor
(mL/mnt) fase gerak retensi area teoritis factor Resolusi kapasitas
80 : 20 1,726 6245905 1739,014 1,353 3,012 0,964
70 : 30 1,714 6307144 2477,207 1,394 2,745 0,945
60 : 40 1,690 6379791 2949,905 2,162 3,942 0,901
1,0
50 : 50 1,681 6436357 2734,177 2,207 3,818 0,884
45 : 55 1,607 6631900 2670,152 0,968 1,566 1,062
40 : 60 1,584 5017266 1145,644 3,324 1,995 0,762
Keterangan : Pada larutan standar metil prednisolon dengan konsentrasi 10 µg/ml, laju alir
1,0 ml/menit, panjang gelombang 243 nm dan volume penyuntikan sebanyak 20 µl.

Sampel dilarutkan menggunakan pelarut sampel campuran kloroform dan asam asetat yang
berfungsi untuk menarik metil prednisolon. Penggunaan asam asetat juga diketahui dapat
meningkatkan waktu retensi dan resolusi. Peningkatan waktu retensi menyebabkan komponen
sampel keluar dari kolom tidak bersamaan dan secara langsung akan meningkatkan resolusi dari
puncak yang dihasilkan (Johnson dan Stevenson, 1991). Pada penelitian ini diperoleh fase gerak
optimum untuk analisis metil prednisolon dengan KCKT adalah asetonitril : metanol dengan
perbandingan 45:55 (v/v) dengan laju alir 1,0 ml/menit, volume injeksi 20 µl pada panjang
gelombang 243 nm.
Analisis metil prednisolon dengan instrumen KCKT dilakukan menggunakan kolom C18
dan detektor UV. Berdasarkan hasil puncak kromatogram maka ditetapkan campuran asetonitril :

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 19
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

metanol dengan perbandingan 45:55 (v/v) sebagai fase gerak optimum. Pada komposisi tersebut
diperoleh resolusi krotatogram paling baik di lihat dari rendahnya nilai tailing factor yang
dihasilkan. Data macam-macam kombinasi fase gerak yang diujikan pada pencarian fase gerak
optimum disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Uji Kesesuaian Sistem


Uji Kesesuaian sistem dilakukan dengan penggunaan larutan standar metil prednisolon 10
bpj (b/v) dengan pengulangan 6 kali penginjeksian pada alat KCKT. Pada uji kesesuaian sistem
terdapat parameter untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis meliputi jumlah plat
teoritis, resolusi, tailing factor, faktor kapasitas dan nilai koefisien variasi dari serangkaian injeksi.
Syarat utama suatu sistem dinyatakan sesuai adalah % RSD dari luas area yaitu ≤ 2% (Gandjar dan
Rohman, 2007). Berikut adalah data hasil pengujian kesesuain sistem yang disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. Hasil pengujian rata-rata kesesuaian sistem
Parameter uji Persyaratan Hasil uji
Jml plat teoritis (N) > 2500 2645,669
Tailing factor (TF) ≤2 0,9433
Faktor kapasitas (k) 1 - 10 1,0692
% RSD ≤ 2% 0,23%
Resolusi (Rs) ≥ 1,5 1,5657
Keterangan : Pada larutan standar metil prednisolon dengan
konsentrasi 10 µg/ml.

Jumlah plat teoritis (N) adalah banyaknya distribusi keseimbangan dinamis yang terjadi di
dalam suatu kolom. Dalam proses pemisahan diharapkan menghasilkan harga N yang besar. Pada
umumnya efisiensi kolom KCKT meningkat dengan semakin kecilnya ukuran partikel yang ada
di dalam kolom (Gandjar dan Rohman, 2007). Hasil rata-rata perhitungan jumlah plat teoritis
diperoleh 2645,669 yang memenuhi syarat uji kesesuaian sistem yaitu > 2500 sehingga dihasilkan
pemisahan yang lebih baik.
Tailing factor (TF) adalah terjadinya pengekoran pada kromatogram sehingga bentuk
kromatogram menjadi tidak simetris. Kromatogram yang mempunyai nilai TF = 1 menunjukkan
bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Sedangkan nilai TF > 1

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 20
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar nilai TF maka
kolom yang dipakai semakin kurang efisien (Gandjar dan Rohman, 2007). Dari hasil pengukuran
diperoleh rata-rata nilai TF sebesar 0,9433 yang mendekati 1 sehingga kromatogram bersifat
simetris.
Faktor kapasitas (k’) merupakan ukuran retensi suatu komponen dalam kolom. Jika nilai
k’ kecil, maka komponen tertahan sebentar dalam kolom. Jika nilai k’ lebih besar, maka pemisahan
baik tetapi waktu yang dibutuhkan untuk analisis lebih lama dan puncaknya melebar. Sehingga
ditentukan nilai k’ optimum antara 1 – 10. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai k’ sebesar 1,0692
yang memenuhi syarat uji kesesuaian sistem.
Penentuan sistem presisi dilakukan setelah larutan baku diinjeksikan beberapa kali
sehingga diperoleh % RSD dari respon puncak yang dapat diukur baik sebagai tinggi puncak atau
luas area puncak. Dari hasil pengukuran 6 kali penginjeksian larutan baku diperoleh % RSD
sebesar 0,23% yang memenuhi persyaratan uji kesesuaian sistem yaitu ≤ 2% sehingga dinyatakan
presisi.
Resolusi (Rs) adalah perbandingan antara jarak 2 puncak pada tinggi maksimal dengan
rata-rata lebar dasar kedua puncak. Pada saat nilai Rs = 1 menunjukkan bahwa pemisahan masing-
masing puncak telah mencapai pemisahan base line nilai Rs = 1,5. Nilai Rs yang semakin besar
menunjukkan pemisahan yang lebih baik dan nilai Rs yang lebih kecil menunjukkan pemisahan
yang lebih jelek. Tumpang tindih antara 2 puncak pada suatu nilai Rs akan menjadi sangat
berpengaruh pada saat salah satu dari kedua puncak tersebut jauh lebih kecil daripada yang lainnya.
Nilai rata-rata Rs dari hasil pengukuran sebesar 1,5657 menunjukkan terjadi pemisahan yang baik
karena mendekati 1,5.

Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas

Dari larutan baku metil prednisolon 2,4,6,8,10,12 bpj (b/v) disaring dengan membran filter
0,45 µm kemudian masing-masing larutan baku tersebut diinjeksikan ke dalam alat KCKT
sehingga diperoleh luas area. Setelah pengukuran diperoleh data luas area standar metil
prednisolon pada Tabel 4.

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 21
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

Tabel 4. Luas area deret standar metil prednisolon

Konsentrasi
Luas area
(ppm)
2 4539435
4 5023364
6 5593332
8 6266638
10 6608890
12 7101577

Dari data diatas, kemudian dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan luas area.
Kurva kalibrasi larutan standar metil prednisolon dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar 3.

Gambar 3. Kurva kalibrasi larutan standar metil prednisolon

Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi linier y = 260580x + 4031480 dan nilai
koefisien relasinya (r) = 0,9969. Nilai koefisien relasi (r) yang diperoleh mendekati 1 sehingga
kurva kalibrasi yang dihasilkan baik karena hubungan antara luas area (y) dengan konsentrasi (x)
linier.

Penentuan Nilai Batas Limit Deteksi


(LoD) dan Batas Limit Kuantitasi (LoQ)

Uji batas deteksi dan batas kuantitasi dilakukan untuk mengetahui batas deteksi dan kuantitasi
terendah dari sampel yang masih dapat menghasilkan data dengan akurasi dan presisi yang baik

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 22
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

(Harmita, 2004). Batas deteksi yang diperoleh dari hasil pengujian sebesar 0,9873 µg/ml dan batas
kuantitasi 3,2909 µg/ml.

Penentuan Uji Selektivitas


Uji selektivitas dilakukan dengan penyuntikan 6 kali standar metil prednisolon dengan
konsentrasi 10 bpj (b/v) dan 6 kali larutan sampel dengan konsentrasi 10 bpj. Syarat untuk uji
selektivitas adalah jika hasil kromatogram larutan standar metil prednisolon memiliki waktu
retensi yang hampir sama dengan larutan sampel. Dari hasil pengujian selektivitas diperoleh hasil
sebagaimana pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengujian rata-rata selektivitas

Larutan Uji Rata-rata waktu Retensi


Standar 1,6086
Sampel 1,6020

Dari hasil tersebut maka metode ini dinyatakan selektif terhadap senyawa yang ditetapkan
kadarnya. Uji ini dilakukan untuk memperoleh kepastian tidak terjadinya gangguan oleh senyawa
lain yang terdapat pada sampel metil prednisolon sehingga memberikan hasil pengukuran yang
terbebas dari pengaruh matriks.

Penentuan Uji Akurasi


Uji akurasi dilakukan pada 3 konsentrasi sampel yaitu 8 µl/ml (80%), 10 µl/ml (100%),
dan 12 µl/ml (120%). Kemudian dihitung pula nilai perolehan kembali (% recovery). Hasil
perhitungan pengujian rata-rata akurasi diperoleh range perolehan kembali (%recovery) antara
100,38% – 101,17% sebagaimana terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil pengujian rata-rata akurasi


konsentrasi (%) bobot rata-rata (mg) % perolehan kembali
80 100,43 100,93
100 125,53 100,61
120 150,43 100,84

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 23
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

Penentuan Uji Presisi


Uji presisi dilakukan pada 6 kali penimbangan sampel dengan konsentrasi 10 bpj (b/v).
Pengujian dilakukan intra day yaitu dalam 1 hari dan inter day (selama 3 hari berturut-turut).
Syarat hasil uji presisi adalah simpangan baku relatif (% RSD) ≤ 2 (Harmita, 2004). Hasil uji rata-
rata presisi intra day dan inter day diperoleh % RSD sebesar 0,12%. Hasil ini memenuhi syarat
yaitu ≤ 2 sehingga hasil analisis dinyatakan presisi.

Penetapan Kadar Metil Prednisolon


dalam Sampel Sediaan Dry Injection

Dari hasil penetapan kadar metil prednisolon dalam sediaan dry injection diperoleh hasil
sebagaimana pada Tabel 7.

Tabel 7. Kadar metil prednisolon dalam sediaan dry injection

Berat sampel Kadar metil prednisolon


(mg) (%)
125,5 100,13
125,3 100,14
125,8 100,27
125,0 100,05
125,7 100,09
125,6 100,01

KESIMPULAN
Optimasi metode analisis metil prednisolon diperoleh hasil bahwa metil prednisolon pada
sediaan dry injection dapat dianalisis menggunakan kolom Phenomenex C18 dengan kondisi
optimum fase gerak asetonitril : metanol (45:55) dengan laju alir 1,0 ml/menit pada panjang
gelombang 243 nm. Pengembangan metode analisis baru ini dinyatakan valid dengan dipenuhinya
syarat-syarat pada validasi metode. Bila akan dilakukan pengujian lebih lanjut, disarankan untuk
lebih memastikan validitas metode baru dengan pengujian ulang menggunakan material standar
pembanding terserfifikasi (SRM) fluorometolon untuk mengetahui kadar metil prednisolon ester
(17-metil prednisolon hemisuksinat) dan metil prednisolon bebas sehingga dapat dihitung kadar
metil prednisolon on the dried basis (ODB).

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 24
Analit: Analytical and Environmental Chemistry
Volume 4, No. 01, April 2019

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian Vol. I No.3 Halaman : 117-135.
Johnson, E.L dan Stevenson, R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Penerjemah : Kosasih
Padmawinata. Bandung : ITB Press.
Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta : EGC.
Kwon, Younggil. 2002. Handbook of Essential Pharmacokinetics Pharmacodynamics and Drug
Metabolism. New York : Kluwer Academic Publishers
Majors., R.E,. 2003. The Cleaning and Regeneration of Reversed-Phase HPLC Columns. Column
Watch. Agilent Technology: USA.

doi: http://dx.doi.org/10.23960/aec.v4.i1.2019.p13-25
Anal.Environ.Chem.Anal.Environ.Chem. 25

Anda mungkin juga menyukai