Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS STRUKTUR DAN PENCITRAAN DALAM TEKS DAN PEMENTASAN

DRAMA ASY-SYAITHAN FII KHUTHR


Oleh: Firman Bagus Saputra (B0519018)

1. Pendahuluan
Taufiq Al-Hakim adalah salah satu sastrawan modern asal Alexandria, Mesir. Beliau
lahir pada tanggal 9 Oktober 1898 dan meninggal pada tanggal 26 Juli tahun 1987. Beliau
banyak menulis novel dan naskah drama yang bertemakan religi, metafisis, dan filsafat. Di antara
karya-karya beliau yang terkenal adalah Ahl Al-Kahf (1933), Al-Malik Udib (1949), dan Sirr Al-
Muntahirah (1929).
Asy-Syaithan Fii Khuthr adalah salah satu bagian dari antologi naskah drama karya dari
Taufiq Al-Hakim yang berjudul Sirr Al-Muntahirah. Naskah ini menceritakan tentang seorang
filsuf yang didatangi oleh setan yang sedang gelisah. Setan tersebut hendak meminta bantuan
kepada filsuf untuk memikirkan jalan terbaik guna menjauhkan setan dari bahaya yang akan
mendatanginya di masa yang akan datang. Kemudian setan menceritakan akan adanya
peperangan besar yang akan terjadi di masa depan yang akan membinasakan umat manusia.
Setan kemudian meminta filsuf untuk mencegah peparangan itu. Namun filsuf menolak karena
tidak adanya imbalan dari setan. Kemudian, istri dari filsuf tersebut datang sambil memarahi
filsuf. Kemudian perdebatan cukup panjang terjadi hingga sang istri tahu ada setan di antara
mereka berdua dan mengusirnya. Kemudian setan memberitahu bahwa perang yang diceritakan
setan adalah perang antara filsuf dan istrinya. Lalu setan kabur meninggalkan filsuf.
Naskah drama ini kemudian dipentaskan dan diunggah di Youtube pada tanggal 12 Mei
2018 oleh sebuah channel bernama Teater Sinden1. Penulis akan membandingkan struktur dan
pencitraan antara naskah drama dan pementasan yang dilakukan oleh Teater Sinden, serta
perbandingan gagasan yang diperlihatkan antara naskah drama dan pementasannya.
2. Pembahasan
Drama memiliki beberapa unsur penyusun, antara lain: al-fikrah (gagasan), asy-
syakhshiyyah (penokohan), as-shira (konflik), al-charakah (gerakan), al-chiwar (percakapan),
dan al-bina (setting) (Badr 1411 H: 188-192; bdk. Asy-Syayib, 1964). Berikut merupakan hasil
analisis yang dilakukan pada naskah drama Asy-Syaithan Fii Khuthr dan pementasan yang
dilakukan Teater Sinden.
a) Al-fikrah (gagasan)
Gagasan utama, tema atau ide dasar diartikan sebagai ide yang melatari serta
mengaturnya jalan cerita dari awal hingga akhir (Badr, 1411 H atau Al-fikratul-Assasiyyah).
Taufiq Al-Hakim dalam naskah drama Asy-Syaithan Fii Khuthr menampakkan kerakusan yang

1
Pementasan Teater Sinden { Naskah Setan Dalam Bahaya } - YouTube
dimiliki manusia sehingga terjadi peperangan. Antara naskah dan pementasan tidak memiliki
perbedaan dalam penyampaian gagasan yang ingin ditunjukkan Taufiq Al-Hakim.
b) Asy-syakhshiyyah (penokohan)
Penokohan diartikan sebagai orang atau sosok yang muncul yang berperan dalam
pementasan drama. Salah satu cara untuk mengetahui watak tokoh, dapat dilihat melalui dialog,
profesi, aktifitas, dan tata busana yang ditampilkan dalam drama dan pementasan. Dalam naskah
Asy-Syaithan Fii Khuthr, tokoh filsuf digambarkan memiliki watak yang realistis, cerdas, dan
egois. Penggambaran ini didasarkan pada dialog antara filsuf dan setan, dimana filsuf meminta
kepada setan untuk memberikan upah atas pekerjaan filsuf, yaitu berfikir. Taufiq Al-Hakim
menggambarkan setan dengan suatu sosok yang sopan, ini dibuktikan pada dialog antara setan
dan filsuf ketika setan meminta bantuan kepada filsuf dengan kata-kata yang sopan. Sedangkan
istri filsuf memiliki watak yang pemarah dan egois, dibuktikan dengan dialog antara filsuf
dengan istrinya, istrinya merasa berkuasa di rumah tersebut.
Antara naskah drama dan pementasan tidak terdapat perbedaan pada penokohan,
keduanya memiliki 3 tokoh yaitu filsuf, setan, dan istri filsuf.
c) As-shira (konflik)
Konflik adalah pertentangan antara kebaikan serta kejahatan yang terdapat dalam drama
yang ditampilkan oleh tokoh. Dalam Asy-Syaithan Fii Khuthr, terdapat konflik antara filsuf dan
istrinya dimana keduanya beradu argumen mengenai siapa penguasa di rumah mereka. Hal ini
dtunjukkan pada naskah drama dan juga pementasan. Sehingga tidak ada perbedaan penyajian
konflik dalam keduanya.
d) Al-charakah (gerakan)
Gerakan merupakan salah satu bagian penting yang terdapat dalam drama. Tanpa adanya
gerakan, sebuah drama tidak dapat dinikmati oleh pembaca naskah maupun penonton
pementasan. Dalam naskah drama Asy-Syaithan Fii Khuthr, memiliki beberapa persamaan
dengan pementasan yang dilakukan Teater Sinden, antara lain:
 Terdapat peragaan filsuf mengangkat telepon Ketika larut malam.
 Terdapat gerakan filsuf menawarkan rokok kepada setan.
Keduanya juga memiliki beberapa perbedaan dalam gerakan, antara lain:
 Tidak terdapat gerakan filsuf menyalakan rokok dalam pementasan.
 Tidak terdapat gerakan setan kabur di akhir perbincangan dalam pementasan.

e) Al-chiwar (percakapan)
Dialog antar tokoh dalam sebuah drama sangatlah penting untuk mengetahui alur dan
konflik yang ada dalam sebuah drama. Dialog juga merupakan salah satu perbedaan antara
drama dengan karya sastra lain seperti prosa yang tidak harus memiliki dialog. Dalam nasah
drama Asy-Syaithan Fii Khuthr, alih bahasa menjadikan adanya beberapa perbedaan penyajian
dialog guna mempermudah penonton memahami isi yang ditampilkan dalam drama. Namun
keduanya memiliki percakapan yang sama-sama runtut dari awal hingga akhir percakapan.
f) Al-bina (setting)
Dalam drama, terdapat pembagian babal (scene) untuk menampilkan alur cerita. Dalam
naskah Syaithan Fii Khuthr hanya terdapat satu babak yang membangun sebuah cerita. Di dalam
pementasan pun hanya memiliki satu babak. Sehingga keduanya tidak memiliki perbedaan.
3. Penutup
Dalam naskah Syaithan Fii Khuthr dan pementasan Teater Sinden terdapat banyak
kesamaan. Menskipun begitu, keduanya memiliki beberapa perbedaan guna mempermudah
penonton dalam memahami cerita.

Anda mungkin juga menyukai