Anda di halaman 1dari 42

BUKU PANDUAN

DETEKSI DINI TUBERKULOSIS PADA BALITA


DI TINGKAT MASYARAKAT DAN FKTP

1
Kolaborasi
Direktorat Kesehatan Keluarga
Subtansi Kesehatan Balita dan Anak Pra Sekolah
Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

2
Tim Penyusun

Diterbitkan oleh:
Direktorat Kesehatan Keluarga

Pengarah:
Direktur Kesehatan Keluarga
dr. Erna Mulati M.Sc., CMFM

Penyusun:
Direktorat Kesehatan Keluarga
Subtansi Kesehatan Balita dan Anak Pra Sekolah
dr. Ni Made Diah PLD., MKM
dr. Ario Baskoro, M.Sc (IHM)
dr. Laila Mahmudah, MPH
dr. Alan Vahlevi
Dwi Octa Amalia, SKM

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)


Dr. dr. Finny Fitry Yani, SpA(K)
Dr. Rina Triasih, MMed(Paed), PhD, SpA(K)
Dr. dr. Retno Asih Setyaningrum, SpA(K)
Dr. dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K)

Direktorat P2PML (Pencegahan Direktorat Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML)
Subtansi Tuberkulosis

3
Kata Pengantar
Direktur Kesehtan Keluarga

Syukur Alhamdulillah, Buku Panduan “Deteksi Dini Tuberkulosis pada


Balita di Tingkat Masyarakat dan FKTP” ini selesai disusun. Buku ini disusun
dalam rangka meningkatkan penemuan kasus, tata laksana dan pemberian
pengobatan pencegahan TB pada anak balita melalui integrasi program TB
dengan program lain yang terkait di di layanan primer, baik di Puskesmas
ataupun di tingkat masyarakat. Pelaksanaan program TB balita untuk
terintegrasi dengan pelayanan MTBS, SDIDTK di Puskesmas dan juga
pelayanan pemantauan tumbuh kembang, Kelas Ibu Balita di tingkat
masyarakat.

Buku ini memberikan acuan bagi petugas Puskesmas mulai dari Dokter,
Bidan, dan perawat dalam menemukan kasus dan memberikan tata laksana TB
pada anak balita di Puskesmas, serta dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
berbasis masyarakat yang melibatkan kader posyandu, guru TK, guru PAUD dan
Ibu-ibu di kelas balita. Materi-materi di buku ini ditulis secara singkat, karena
uraian yang lebih lengkap sudah ada di beberapa buku pedoman dan petunjuk
teknis yang sudah diterbitkan sebelumnya.
Tim penyusun menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu mohon kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan buku
ini.
Terima kasih.

Tim Penyusun

4
Daftar Isi

Tim Penyusun ........................................................................................ 1


Kata Pengantar ...................................................................................... 4
Daftar Isi ............................................................................................... 5
Daftar Gambar ....................................................................................... 6
Daftar Tabel .......................................................................................... 7
Daftar Lampiran ..................................................................................... 8
Bab 1. Permasalahan TBC pada Balita ........................................................... 9
Bab 2. Diagnosis dan Pengobatan ................................................................. 9
2.1 Diagnosis TBC pada Anak ............................................................. 10
2.2 Pengobatan ................................................................................ 13
Bab 3. Investigasi Kontak dan Terapi Pencegahan TBC pada Balita ................ 15
3.1 Investigasi Kontak (IK) ..................................................................... 15
3.2 Terapi Pencegahan TBC (TPT) ........................................................... 16
Bab 4. Penemuan Kasus dan Pengobatan TBC pada Balita di Fasilitas Kesehatan
......................................................................................................................................................... 18
4.1. Skrining................................................................................... 19
ii. Skrining di poli KIA ................................................................ 20
iii. Skrining di poli HIV ................................................................ 20
4.2. Diagnosis ................................................................................... 21
4.3 Pengobatan TBC dan pemberian TPT pada Balita................................. 21
Bab 5. Manajemen TBC pada Balita di Masyarakat ........................................ 22
5.1 Skrining TBC di Rumah ................................................................. 22
5.2 Skrining TBC di Posyandu ............................................................. 22
5.3 Skrining TBC di PAUD dan TK ........................................................ 23
5.4 Edukasi TBC di Kelas Balita ................................................................ 24
5.5 Peran Puskesmas pada deteksi balita terduga TBC dari Masyarakat ...... 24
5.6 Lain-lain……………………………………………………………………………………… 25
Bab 6. Pencatatan dan Pelaporan TBC Balita ................................................ 25
Daftar Pustaka ..................................................................................... 42

5
Daftar Gambar

Gambar 1. Alur Diagnosis TBC Anak ................................................................ 12


Gambar 2. Alur Investigasi Kontak TBC pada anak (Buku Juknis ILTB 2020) ... 16
Gambar 3. Integrasi program dan alur penemuan kasus TBC pada balita di
Puskesmas .............................................................................................. 18
Gambar 4. Alur PPencatatan dan Pelaporan Skrining TBC Balita ..................... 18

6
Daftar Tabel

Tabel 1. Sistem skoring diagnosis TBC anak ...................................................... 13


Tabel 2. Dosis OAT kombinasi dosis tetap (KDT) pada anak .......................... 14
Tabel 3. Regimen TPT, lama pemberian dan dosis ............................................. 17
Tabel 4. Alat skrining di Puskesmas .................................................................. 19
Tabel 5. Alat skrining di poli KIA ................................................................ 20
Tabel 6. Kegiatan berbasis masyarakat dan sektor non-kesehatan ................ 22

7
Daftar Lampiran

Lampiran 1 .......................................................................................... 27
Lampiran 2 .......................................................................................... 29
Lampiran 3 .......................................................................................... 30
Lampiran 4 .......................................................................................... 31

8
Bab I
Permasalahan TBC pada Balita

Berdasarkan data WHO Global Tuberculosis Report 2020 Indonesia


menempati urutan kedua sebagai negara dengan kasus tuberkulosis (TBC)
terbanyak di dunia setelah India. Estimasi kasus pada tahun 2019 terdapat
845.000 orang yang menderita TBC dan 17% diantaranya adalah anak.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Program TBC Nasional untuk
meningkatkan tata laksana TBC pada anak di Indonesia. Namun data tahun
2019 menunjukkan bahwa dari sejumlah 3.414.150 orang di Indonesia yang
diperkirakan sakit TBC, dari 17% perkiraan baru 11,92% anak usia 0-14
tahun yang terdiagnosis dan tercatat di Program TBC Nasional. Cakupan
pemberian obat pencegahan TBC pada anak balita yang kontak erat dengan
pasien TBC dewasa juga masih jauh dari yang ditargetkan, yaitu baru 9,4 % pada
tahun 2019.
Anak, terutama balita, merupakan kelompok umur yang rentan tertular
bakteri TBC karena imunitas yang rendah. Deteksi dini TBC pada anak usia < 5
tahun (balita) diperlukan karena sakit TBC pada anak, terutama TB berat, bila
tidak mendapat pengobatan tepat dapat menimbulkan kecacatan bahkan
kematian. Anak sehat yang kontak erat dengan pasien TBC jika tidak diberikan
obat pencegahan akan berisiko sakit dan dapat menjadi sumber infeksi TBC
pada saat dewasa.
Pemberian terapi yang tepat pada anak balita sakit TBC dan pemberian
terapi pencegahan TBC yang benar akan berkontribusi pada target eliminasi
TBC pada tahun 2030, baik di Indonesia maupun di tingkat global. Oleh karena
itu diperlukan upaya tambahan yang komprehensif dan terintegrasi untuk
peningkatan tata laksana TBC pada anak, terutama balita, mulai dari penemuan
kasus, pemberian pengobatan dan pencegahan.

▪ Balita berisiko tinggi tertular TBC dan menderita TBC berat dengan angka
kematian yang tinggi
▪ Pemberian terapi pencegahan TBC pada balita penting untuk mencegah
terjadinya sakit TBC pada balita dan mencegah berkembangnya menjadi sumber
penularan di masa dewasa.

9
Bab II
Diagnosis dan Pengobatan

Bab ini menguraikan secara singkat tentang alur diagnosis dan


pemberian pengobatan TBC pada anak secara umum, yang juga berlaku untuk
balita. Penjelasan lebih lengkap dapat dibaca pada buku Petunjuk Teknis
Managemen TB Anak tahun 2016 Kementerian Kesehatan Rupublik Indonesia.

2.1 Diagnosis TBC pada Anak


Idealnya diagnosis TBC pada anak dapat ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis. Akan tetapi karena mendapatkan sputum dari
anak sering tidak mudah, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinis dan hasil pemeriksaan penunjang.

2.1.1. Gejala TBC

Gejala umum TBC yang sering ditemui pada anak adalah:


i. Demam >2 minggu dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(etiologi demam kronik yang lain telah disingkirkan, seperti infeksi
saluran kemih (ISK), demam tifoid, atau malaria). Demam
umumnya tidak tinggi
ii. Batuk >2 minggu yang bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk
kronik telah disingkirkan
iii. Berat badan (BB) tidak naik atau turun dalam dua bulan berturut-
turut (kemungkinan masalah gizi sebagai penyebab harus
disingkirkan dulu dengan tatalaksana yang adekuat)
iv. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain

Catatan:
Gejala umum TBC pada anak sering juga ditemui pada penyakit lain. Akan
tetapi, salah satu karakteristik gejala TBC adalah bersifat menetap
(berlangsung lebih dari 2 minggu) dan tidak membaik dengan terapi standar

10
• Gejala TBC ekstraparu sesuai organ yang terkena, seperti pembesaran
kelenjar limfonodi pada TBC kelenjar, kejang dan penurunan kesadaran
pada meningitis karena TBC, lumpuh atau kesulitan berjalan pada TBC
skeletal.

2.2.2. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TBC anak


a. Pemeriksaan bakteriologis
o Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau spesimen lain
o Tes Cepat Molekuler (TCM) TBC
o Pemeriksaan biakan sputum
b. Pemeriksaan penunjang lain
o Uji tuberkulin (Mantoux) atau IGRA
o Foto Rontgen toraks
o Pemeriksaan histopatologi

2.2.3. Alur diagnosis TBC pada anak


Gambar 1 merupakan alur diagnosis TBC pada anak yang telah
diterbitkan di buku Petunjuk Teknis Manajemen TBC pada anak tahun 2016.
Implementasi alur ini disesuaikan dengan kondisi dan akses terhadap beberapa
pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan diagnosis TBC
pada anak.

11
Gambar 1. Alur Diagnosis TBC Anak

Keterangan:
*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum
**) Kontak TBC paru dewasa dan kontak TBC paru anak terkonfirmasi
bakteriologis
***) Evaluasi respons pengobatan. Jika tidak ada respons dengan pengobatan
adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk

12
Tabel 1. Sistem skoring diagnosis TBC anak
Parameter 0 1 2 3
Laporan keluarga,
Kontak TBC Tidak jelas - BTA (+)
BTA (-)/tidak tahu
Positif (≥10mm,
Uji tuberkulin atau ≥5mm pada
Negatif - -
(Mantoux) keadaan
imunokompromais)
Klinis gizi buruk
Berat badan/ BB/TB <90%
- atau BB/TB <70% -
keadaan gizi atau BB/U <80%
atau BB/U<60%
Demam yang
- ≥ 2 minggu - -
tidak diketahui
Batuk kronik - ≥ 2 minggu - -
Pembesaran
≥1 cm, lebih dari
kelenjar limfe
- 1 KGB, tidak - -
kolli, aksila,
nyeri
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi Ada
- - -
panggul, lutut, pembengkakan
falang
Gambaran
Foto Rontgen Normal/kelainan sugestif -
-
toraks tidak jelas (mendukung)
TBC

Skor Total

2.2 Pengobatan

• Prinsip pengobatan TBC pada balita sama dengan pada dewasa, terdiri atas
dua fase, yaitu:
i. Fase intensif selama 2 bulan awal
ii. Fase lanjutan selama 4-10 bulan (4 bulan TB biasa, 10 bulan TB berat)
• Obat TBC pada anak diberikan secara harian, baik pada fase intensif
maupun fase lanjutan

13
Tabel 2. Dosis OAT kombinasi dosis tetap (KDT) pada anak

Berat badan Fase intensif (2 bulan) Fase lanjutan (4 bulan)


(kg) RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
>30 OAT dewasa

• Orang tua diminta untuk menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) pasien
TBC anak
• Edukasi kepada orang tua pasien, antara lain:
o Obat paling baik diberikan pada saat perut kosong (misalnya setelah
bangun tidur pagi hari). Anak diperbolehkan makan atau minum susu
30 menit ampai 1 jam setelah minum OAT.
o Obat berwarna merah, rasa manis, dapat larut dalam air, tidak boleh
digerus, tidak boleh diberikan ½ tablet.
o Setelah minum OAT, buang air kecil anak berwarna merah
dan ini merupakan kondisi normal
• Selama pengobatan, kondisi yang harus dipantau adalah:
▪ Berat badan setiap bulan
▪ Gejala TBC menghilang atau bertambah
▪ Efek samping obat
▪ Ketaatan minum obat

14
Bab III
Investigasi Kontak dan Terapi Pencegahan
TBC pada Balita

Bab ini menguraikan secara singkat tentang investigasi kontak (IK) dan
pemberian terapi pencegahan TBC (TPT), yang difokuskan pada balita.
Penjelasan lebih lengkap tentang IK dan pemberian TPT dapat dibaca pada
buku Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) tahun
2020.

3.1 Investigasi Kontak (IK)

• Investigasi kontak merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan


secara dini dan sistematis terhadap balita yang kontak dengan pasien TBC
paru dewasa (kasus indeks), untuk menentukan apakah balita yang kontak
tersebut mengalami sakit TB, infeksi laten TB, atau tidak sakit dan tidak
infeksi.
• Investigasi kontak dapat dilakukan secara aktif dengan kunjungan ke rumah
pasien TBC, atau secara pasif dengan meminta pasien TBC membawa balita
yang kontak erat dengan pasien tersebut ke fasilitas kesehatan untuk
dilakukan pemeriksaan TBC oleh petugas kesehatan.
• Yang dimaksud dengan kontak erat adalah kontak serumah (tinggal
serumah) atau kontak tidak serumah tetapi intensitas kontaknya mirip
dengan kontak serumah, misalnya kontak dengan pengasuh di PAUD atau
tempat penitipan anak, diasuh oleh atau sering berkunjung ke rumah
nenek/kakek yang sakit TBC.
• Pelaksanaan IK pada balita yang kontak erat dengan pasien TBC dapat
dilihat pada Gambar 2. Skrining awal dilakukan berdasarkan pada ada
tidaknya gejala, yaitu demam, batuk, atau masalah BB (BB tidak naik atau
turun)
a. Jika balita yang kontak mempunyai satu atau lebih gejala di atas, rujuk
ke dokter (poli umum) untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk
menentukan ada tidaknya sakit TBC pada balita tersebut.

15
o Jika terbukti sakit TBC, berikan OAT
o Jika tidak terbukti sakit TBC, berikan TPT
- Jika balita yang kontak tidak mempunyai gejala di atas, bisa
langsung diberi TPT.
- Balita yang mendapatkan TPT, jika dalam perjalanannya
menunjukkan gejala TBC, harus dirujuk ke dokter untuk pemeriksaan
lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya TBC pada balita
tersebut.
o Jika terbukti sakit TBC, stop TPT dan berikan OAT
o Jika tidak terbukti sakit TBC, lanjutkan dan selesaikan TPT
sesuai dengan regimen yang diberikan (lihat Tabel 3).

Gambar 2. Alur Investigasi Kontak TBC pada anak (Kementerian Kesehatan 2020, Buku Juknis ILTB 2020)

16
3.2 Terapi Pencegahan TBC (TPT)
• Indikasi: balita kontak dengan penderita TBC dewasa, namun tidak
menunjukkan gejala sakit TBC
• Pilihan obat untuk TPT pada balita ditampilkan di Tabel 3.

Tabel 3. Regimen TPT, lama pemberian dan dosis

Regimen Lama pemberian Dosis

Isoniazid 6 bulan 10 mg/kg BB/hari

INH: 10 mg/kg BB/hari


Isoniazid & Rifampisin 3 bulan
Rif: 15 mg/kg BB

• Selain pilihan di atas, juga ada jenis obat TPT baru yang sudah mulai
diimplementasikan bertahap, yaitu kombinasi Isoniazid dan Rifapentin yang
diberikan seminggu sekali selama 3 bulan (lihat buku Juknis ILTB 2020).
• Khusus untuk anak kontak dengan TB MDR, tapi anak tidak tidak terbukti
sakit TBC, maka TPT yang diberikan juga berbeda, yaitu Levofloxacin &
Ethambutol (lihat buku Juknis TB RO 2020).

17
Bab IV
Penemuan Kasus dan Pengobatan TBC
pada Balita di Fasilitas Kesehatan

Seperti yang telah diuraikan di bab I, penemuan kasus TBC pada balita di
Indonesia saat ini masih kurang. Upaya yang dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan, khususnya di Puskesmas, adalah dengan integrasi program TBC
dengan program lainnya. Gejala TBC yang sering dijumpai pada anak balita
adalah batuk lebih dari 2 minggu, berat badan tidak naik atau turun dan demam
lama. Oleh karena itu skrining dan penemuan kasus TBC pada balita di
Puskesmas, tidak hanya dilakukan di poli umum saja tetapi dapat dilakukan juga
di poli/pelayanan KIA dan poli gizi. Di samping itu, karena TBC merupakan
penyakit komorbid tersering pada anak dengan infeksi HIV, integrasi program
TBC pada balita juga dapat dilakukan dengan program HIV.
Skrining TBC Balita dapat dilakukan di poli KIA, poli gizi, poli HIV atau
IGD dan rawat inap (untuk Puskesmas dengan rawat inap). Secara skematik
integrasi program dan alur penemuan kasus TBC pada balita di Puskesmas
dapat dilihat pada Gambar 3. Skrining tersebut dapat diintegrasikan sesuai
pelayanan program, seperti poli anak melalui pelayanan MTBS dan SDITK.
Jika ditemukan anak yang sesuai dengan kriteria suspek TBC, anak tersebut
dirujuk ke dokter (di poli umum) untuk pelacakan ada tidaknya sakit TBC.
Selanjutnya, jika terbukti sakit TBC, anak diberikan pengobatan dan edukasi.

*termasuk rujukan dari PAUD, Posyandu, dan temuan pada masyarakat (lihat BAB 5)

Gambar 3. Integrasi program dan alur penemuan kasus TBC pada balita di Puskesmas

18
4.1. Skrining
Skrining TBC pada balita di poli umum, poli KIA, poli gizi, poli HIV, IGD atau
rawat inap bisa dilakukan oleh dokter, perawat atau bidan. Alat skrining yang
digunakan di masing-masing lokasi seperti yang tertulis di Tabel 4.

Tabel 4. Alat skrining di Puskesmas

Lokasi Intrumen skrining Petugas


Poli umum Lembar skrining TBC Dokter
Poli KIA Algoritma MTBS, Bidan
Hasil Pelayanan Tumbuh Perawat
Kembang (Buku KIA/SDITK)
Poli Gizi Lembar skrining TBC
Poli HIV Lembar skrining TBC

Semua balita yang berunjung ke Puskesmas, baik sehat atau sakit:


• Dilakukan skrining TBC
• Tanyakan riwayat kontak erat dengan pasien TBC dewasa

i. Skrining di poli umum, poli gizi, IGD, dan rawat inap

a. Gunakan lembar skrining TBC di Puskesmas (Lampiran 1).

Variabel skrining TBC Balita dapat dihasilkan dari pelayanan yang


berlaku sesuai tugas fungsi pengelola program.

b. Tanyakan dan periksa apakah anak mempunyai satu atau lebih


gejala/kondisi berikut:
• Apakah anak tinggal serumah dengan pasien TBC dewasa?
• Apakah anak kontak erat dengan pasien TBC dewasa yang tidak
serumah?
• Apakah anak mempunyai satu atau lebih gejala berikut?
- Batuk lebih dari >2 minggu
- Demam lebih dari >2 minggu
- Berat badan tidak naik atau turun dalam 2 bulan berturut-turut
meskipun sudah diberikan asupan gizi yang adekuat
- Gizi buruk
• Apakah anak terdiagnosis HIV?

19
c. Berdasarkan hasil skrining, anak dapat diklasifikasikan sebagai (lihat
lampiran 1):

• Terduga TBC
• Kontak erat
• HIV
• Bukan terduga TBC
c. Jika diklasifikasikan sebagai terduga TBC, kontak erat atau HIV, rujuk ke
dokter di poli umum.

ii. Skrining di poli KIA


a. Gunakan algoritma MTBS
Tanyakan dan periksa apakah anak mempunyai satu atau lebih
gejala/kondisi berikut menggunakan lembar MTBS (Tabel 5)

Tabel 5. Alat skrining di poli KIA

Keluhan Kriteria Suspek TBC Hal di MTBS


Batuk/sukar bernapas Batuk >2 minggu 2
Demam Demam >2 minggu 4
Status gizi Gizi kurang atau gizi buruk 7
Status HIV Jika infeksi HIV terkonfirmasi 9

b. Gunakan hasil pemantauan tumbuh kembang


• Berat Badan 2 bulan 2 kali berturut-turut tidak naik →
Kurva Pertumbungan BB/U dalam buku KIA atau SDITK
• Status Gizi Buruk → Kurva Pertumbungan BB/TB dalam buku KIA
atau SDITK
c. Jika anak memenuhi satu atau lebih kriteria suspek TBC rujuk anak
ke dokter di poli umumJika anak memenuhi satu atau lebih kriteria
suspek TBC rujuk anakke dokter di poli umum.

iii. Skrining di poli HIV


a. Gunakan lembar skrining TBC di Puskesmas (Lampiran 1).
Variabel skrining TBC Balita dapat dihasilkan dari pelayanan yang
berlaku sesuai tugas fungsi pengelola program.
b. Untuk anak yang sudah terdiagnosis HIV, tanyakan dan periksa apakah
anak mempunyai satu atau lebih gejala/kondisi berikut:
• Apakah anak tinggal serumah dengan pasien TBC dewasa?

20
• Apakah anak kontak erat dengan pasien TBC dewasa yang tidak
serumah?
• Apakah anak mempunyai satu atau lebih gejala berikut?
- Batuk lebih dari >2 minggu
- Demam lebih dari >2 minggu
- Berat badan tidak naik atau turun dalam 2 bulan berturut-turut
meskipun sudah diberikan asupan gizi yang adekuat
- Gizi buruk
• Apakah sudah pernah didiagnosis dan mendapat terapi TBC?
• Apakah sudah pernah mendapat obat pencegahan TBC?
c. Berdasarkan hasil skrining, anak dapat diklasifikasikan sebagai (lihat
lampiran 1):
• Terduga TBC
• Kontak erat, sudah mendapat TPT
• Kontak erat, belum mendapat TPT
• Sedang atau pernah mendapat terapi TBC
• Bukan terduga TBC
d. Jika diklasifikasikan sebagai terduga TBC atau kontak erat belum
mendapat TPT, rujuk ke dokter di poli umum.
4.2. Diagnosis
Diagnosis TBC pada anak balita yang telah dilakukan skrining di poli KIA,
poli Gizi, poli HIV, rawat inap atau IGD, dilakukan oleh dokter sesuai dengan
petunjuk diagnosis TBC pada anak (lihat Bab 3 atau buku Petunjuk Teknis
Managemen TBC Anak tahun 2016 Kementerian Keehatan Republik Indonesia)
4.3 Pengobatan TBC dan pemberian TPT pada Balita
Jika anak balita terdiagnosis TBC:
• Berikan OAT KDT sesuai berat badan dan tipe penyakitnya.
• Berikan edukasi cara meminum OAT seperti pada Bab 2
Jika balita kontak dengan pasien TBC aktif dewasa namun balita tersebut
tidak bergejala TBC maka:
• Berikan TPT
• Berikan edukasi pemberian TPT sesuai dengan penjelasan pada Bab 3

21
Bab 5. Manajemen TBC pada Balita di Masyarakat

Selain integrasi pelayanan di fasilitas kesehatan, keikutsertaan


masyarakat dan sektor di luar bidang kesehatan sangat diperlukan dalam upaya
peningkatan dan perbaikan penanggulangan TBC pada balita secara
keseluruhan. Untuk itu Puskesmas harus berkoordinasi dengan stakeholder
seperti kader Posyandu, guru PAUD, dan lain-lain. Secara ringkas, kegiatan
berbasis masyarakat dan sektor non-kesehatan yang dapat dilakukan
dirangkum pada Tabel 3 berikut:

Tabel 6. Kegiatan berbasis masyarakat dan sektor non-kesehatan

Kegiatan Lokasi Petugas Keterangan


Rumah Orang Tua
Posyandu Kader Skrining gejala dan
Skrining/
PAUD Guru PAUD riwayat kontak TBC
penemuan
TK Guru TK
kasus
Rumah pasien Investigasi
Kader
TBC kontak
Edukasi, Skrining
Edukasi Petugas &Ibu gejala & Investigasi
Kelas balita
kontak

5.1 Skrining TBC di Rumah


• Sasaran: Orang tua balita pengguna Buku KIA dan m-KIA
• Pelaksana: Orang tua
• Alat skrining:
- Intrumen skrining TBC m-KIA (Lampiran 4)
- Kurva pertumbuhan pada Buku KIA
• Lihat apakah balita memiliki satu atau lebih gejala berikut:
- Anak terlihat sangat kurus
- Berat badan tidak naik dua bulan berturut-turut
- Batuk > 2 minggu

22
- Demam > 2 minggu
- Riwayat kontak dengan pasien TBC
• Rujuk ke puskesmas jika ada satu atau lebih gejala di atas

5.2 Skrining TBC di Posyandu


• Sasaran: balita yang datang ke posyandu
• Pelaksana: kader
• Alat skrining:
- Intrumen skrining TBC m-KIA (Lampiran 4), atau
- Lembar skrining TBC di PAUD/TK (Lampiran 3)
- Kurva pertumbuhan pada Buku KIA
• Tanyakan dan lihat apakah balita memiliki satu atau lebih gejala berikut:
- Gizi buruk (Anak terlihat sangat kurus)
- Berat badan tidak naik dua bulan berturut-turut
- Batuk > 2 minggu
- Demam > 2 minggu
- Riwayat kontak dengan pasien TBC
• Rujuk ke puskesmas jika ada satu atau lebih gejala di atas

5.3 Skrining TBC di PAUD dan TK


• Sasaran: balita di PAUD dan TK
• Pelaksana: guru PAUD dan guru TK
• Alat skrining:
- Intrumen skrining TBC m-KIA (Lampiran 4), atau
- Lembar skrining TBC di PAUD/TK (Lampiran 3)
- Kurva pertumbuhan pada Buku KIA
• Tanyakan ke orang tua dan lihat apakah balita memiliki satu atau lebih
gejala berikut:

- Gizi buruk (Anak terlihat sangat kurus)


- Berat badan tidak naik dua bulan berturut-turut
- Batuk > 2 minggu

23
- Demam > 2 minggu
- Riwayat kontak dengan pasien TBC
• Rujuk ke puskesmas jika ada satu atau lebih gejala di atas
Edukasi untuk guru PAUD/TK dan orang tua/masyarakat:
• Anak balita yang diklasifikasikan sebagai terduga TBC dan dirujuk ke
Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut tetap dapat bersekolah.
• Jika ada balita yang terdiagnosis TBC dan mendapatkan pengobatan
OAT, anak tetap dapat bersekolah jika dalam tidak sakit berat.
• Jika ada balita yang mendapatkan terapi pencegahan TBC, anak tetap
dapat bersekolah.
• Sebagian besar anak balita yang menderita TBC tidak menular, jadi
tidakperlu ditakuti dan dipisahkan.

5.4 Edukasi TBC di Kelas Ibu Balita


Kelas Balita merupakan kegiatan yang melibatkan ibu-ibu yang memiliki
anak balita, untuk mengajarkan ibu tentang tumbuh kembang anak yang baik.
Pada kelas ini dapat disampaikan edukasi tentang penyakit TBC yang antara
lain meliputi cara penularan TBC, gejala-gejala TBC anak, deteksi dini dan
manajemen investigasi kontak TBC. Edukasi ini dapat dilakukan dengan alat
bantu berupa lembar edukasi KIE TBC dan buku cerita ‘Horee TB Sembuh’.

5.5 Peran Puskesmas pada deteksi balita terduga TBC dari Masyarakat
Petugas kesehatan KIA di Puskesmas bertanggung jawab dalam
mengelola kesehatan balita di masyarakat. Oleh karena itu petugas
mengajarkan kepada masyarakat mengenai deteksi dini TBC balita dengan
bantuan instrumen yang ada pada buku KIA dan SDIDTK. Jika ada anak
balita yang terduga TBC hasil skrining masyarakat (PAUD, Posyandu, dan
Kelas Balita) maka dilakukan skrining awal menggunakan alur MTBS di poli
KIA/dokter di poli umum. Aktivitas selanjutnya disesuaikan dengan alur
skrining.

24
5.6 Lain-lain
• Anak balita yang diklasifikasikan sebagai terduga TBC dan dirujuk ke
Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut tetap dapat bersekolah.
• Jika ada balita yang terdiagnosis TBC dan mendapatkan pengobatan
OAT, anak tetap dapat bersekolah jika dalam tidak sakit berat.
• Jika ada balita yang mendapatkan terapi pencegahan TBC, anak tetap dapat
bersekolah.
• Sebagian besar anak balita yang menderita TBC tidak menular, jadi tidak
perlu ditakuti dan dipisahkan.

25
Bab 6. Pencatatan dan Pelaporan TBC Balita

6.1 Format pencatatan pelaporan


Pencatatan dan pelaporan deteksi dini TBC bermanfaat untuk
dokumentasi pelaksanaan penemuan kasus baru melalui jalur pelayanan balita
di puskesmas dan masyarakat. Manfaat lain adalah sebagai bekal melakukan
penyelenggaran sekolah sehat. Data pelaporan ke Puskesmas/DKK juga
memerlukan pencatatan dan pelaporan yang baik, untuk kebijakan program
selanjutnya.
Pencatatan dan pelaporan ini dapat dilakukan secara manual ataupun
digital sesuai dengan fasilitas yang ada. Pelaksana dan penanggung jawab di
puskesmas adalah petugas KIA dan petugas P2TB. Data demografi, investigasi
kontak, gejala, dan kesimpulan deteksi dini TBC di masyarakat akan
diintegrasikan dalam aplikasi layanan m- KIA, sedangkan untuk data deteksi
dini TBC melalui bagan MTBS akan terintegrasi ke dalam e-Kohort, dan
kedua data ini akan dikelola oleh petugas KIA. Data balita terduga TBC,
balita TBC, dan balita yang diberi TPT akan dikelola oleh petugas P2TB dan
diinput ke dalam SITB. Kedua aplikasi ini, akan memakai nomer NIK sebagai
jembatan keduanya.
6.2 Data yang dikelola oleh petugas KIA
Adapun data yang terintegrasi ke dalam layanan digital m-KIA yang diisi di
PAUD/TK/Posyandu adalah:
1. Jumlah balita yang dilakukan skrining TBC
2. Jumlah balita yang klasifikasi ‘bukan terduga TBC’
3. Jumlah balita yang klasifikasi ‘kontak erat’
4. Jumlah balita yang klasifikasi ‘terduga TBC
5. Jumlah balita terduga TBC yang dirujuk ke puskesmas

Hasil Pelayanan MTBS dan SDITK dicatatankan dan dilaporkan sesuai


format yang berlaku. Hasil pelayanan skrining TBC Balita dicatatkan dan
dilaporkan oleh petugas P2TB melalui SITB.

26
6.2 Data yang dikelola oleh petugas P2TB
Adapun data yang dikelola oleh petugas P2TB melalui aplikasi SITB
adalah:
6.2.1 Jumlah balita yang kontak erat
6.2.2 Jumlah balita yang terduga TBC
6.2.3 Jumlah balita yang terdiagnosis TBC
6.2.4 Jumlah balita yang mendapat pengobatan OAT
6.2.5 Jumlah balita yang mendapat TPT
6.2.6 Jumlah balita yang menyelesaikan OAT
6.2.7 Jumlah balita yang menyelesaikan TPT

Data-data ini hanya dapat diakses oleh petugas yang ditunjuk, atau
melalui izin kepada Direktorat Kesehatan Keluarga Subtansi Kesehatan
Balita dan Direktorat

6.3 Alur dan Tata Cara Pelaporan TBC


Alur pelaporan TBC balita dimulai dari guru PAUD dan Kader Posyandu ke
petugas KIA Puskesmas, dan semua data akan dikumpul menjadi laporan KIA
Puskesmas. Kemudian diserahkan ke petugas P2TB Puskesmas, yang akan
dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sampai ke Provinsi dan Kementerian
Kesehatan RI melalui SITB.
Gambar 4. Pencatatn dan pelaporan Skrining TBC pada Balita

Kader/Guru Petugas KIA Petugas P2TB


PAUD/TK/RA Puskesmas Puskesmas

P2M Dinkes Provinsi

P2M Dinkes
Kabupaten/Kota

27
Lampitran 1.
Catatan : Variabel skrining TBC Balita dapat dihasilkan dari pelayanan yang
berlaku sesuai tugas fungsi pengelola program.

LEMBAR Nama: Jenis Kelamin: L/P


SKRINING TBC BALITA
DI PUSKESMAS
PUSKESMAS: No RM: Tanggal Lahir:
…………………….
KABUPATEN:…………………….
Tanggal skrining: …../…../………
No Keluhan Ya Tidak
A. Apakah tinggal serumah dengan pasien TBC?
B. Apakah kontak erat dengan pasien TBC yang
tidak tinggal serumah?
C. Apakah ada gejala TBC berikut?
1. Batuk lebih dari 2 minggu
2. Demam lebih dari 2 minggu
3. Berat badan tidak naik atau turun dalam 2
bulan berturut-turut meskipun sudah
diberikan asupan gizi yang adekuat
4. Gizi buruk
D. Terdiagnosis HIV
E Jika anak telah terdiagnosis HIV, tanyakan:
1. Apakah pernah atau sedang diobati TBC
?
2. Apakah pernah atau sedang mendapat
terapi pencegahan TBC ?

28
KLASIFIKASI DAN TINDAK LANJUT
Temuan Klasifikasi Tindak Lanjut
Semua poin dijawab TIDAK Bukan terduga TBC Tidak ada
Poin A atau B saja dijawab YA Kontak erat Rujuk ke dokter
Poin D saja dijawab YA HIV Rujuk dokter
Jika anak TIDAK HIV: Terduga TBC Rujuk ke dokter
Satu atau lebih dari poin C
dijawab YA (dengan atau
tanpa poin lain)
Jika anak HIV: TBC-HIV Lanjutkan obat TBC

Poin E1 dijawab YA
Jika anak HIV: HIV, sudah /sedang Lanjutkan TPT
Poin E2 dijawab YA mendapat TPT
Jika anak HIV: HIV, belum mendapat Rujuk ke dokter
Poin E 2 dijawab tidak TPT untuk penentuan
pemberian TOT

Petugas Skrining

(… ........................ )

29
Lampiran 2

LEMBAR
SKRINING TBC BALITA
Nama: Jenis Kelamin: L/P
DI POSYANDU
PUSKESMAS:
……………………. Posyandu: Tanggal Lahir:
KABUPATEN:……………………. …………………………

Tanggal skrining: …../…../………


No Keluhan Ya Tidak
A. Apakah tinggal serumah dengan pasien TBC?
B. Apakah kontak erat dengan pasien TBC yang
tidak tinggal serumah?
C. Apakah ada gejala TBC berikut?
1. Batuk lebih dari 2 minggu
2. Demam lebih dari 2 minggu
3. Berat badan tidak naik atau turun dalam 2
bulan berturut-turut meskipun sudah
diberikan asupan gizi yang adekuat
4. Gizi buruk

KLASIFIKASI DAN TINDAK LANJUT


Temuan Klasifikasi Tindak Lanjut
Semua poin dijawab TIDAK Bukan terduga TBC Tidak ada
Poin A atau B saja dijawab YA Kontak erat Rujuk ke Puskesmas
Satu atau lebih dari poin C Terduga TBC Rujuk ke Puskesmas
dijawab YA (dengan atau
tanpa poin lain)

Petugas Skrining

(… ........................ )

30
Lampiran 3

LEMBAR
SKRINING TBC BALITA Nama: Jenis Kelamin: L/P
DI PAUD/TK
PUSKESMAS: PAUD/TK: Tanggal Lahir:
……………………. …………………………
KABUPATEN:…………………….

Tanggal skrining: …../…../………


No Keluhan Ya Tidak
A. Apakah tinggal serumah dengan pasien TBC?
B. Apakah kontak erat dengan pasien TBC yang
tidak tinggal serumah?
C. Apakah ada gejala TBC berikut?
1. Batuk lebih dari 2 minggu
2. Demam lebih dari 2 minggu
3. Berat badan tidak naik atau turun dalam 2
bulan berturut-turut meskipun sudah
diberikan asupan gizi yang adekuat
4. Gizi buruk

KLASIFIKASI DAN TINDAK LANJUT


Temuan Klasifikasi Tindak Lanjut
Semua poin dijawab TIDAK Bukan terduga TBC Tidak ada
Poin A atau B saja dijawab YA Kontak erat Rujuk ke Puskesmas
Satu atau lebih dari poin C Terduga TBC Rujuk ke Puskesmas
dijawab YA (dengan atau
tanpa poin lain)

Petugas Skrining

(… ........................ )

31
Lampiran 4
Instrumen Skrining TBC Balita m-KIA
m- KIA (mobile-Kesehatan Ibu dan Anak)

Orang Tua
Cara mendaftar m-KIA
1. Klik tombol “Bergabung” pada tampilan awal aplikasi
2. Isi data pribadi dengan sesuai

3. Klik tombol “DAFTAR” pada tampilan Registrasi Account

32
4. Akun orang tua sudah berhasil dibuat

5. Isi data Anak dengan pilih menu “Anak” dan Isikan data Anak

33
6. Klik tombol simpan pada tampilan Tambah Data Anak
7. Data anak telah tersimpan, untuk skrining TBC Balita, klik tombol Anak
anda

8. Kemudian pilih tombol skrining berbentuk orang di sebelah kanan


bawah tampilan Kontrol Anak

34
9. Isi pertanyaan pada Instrumen Skrining TBC Balita di tampilan Deteksi Dini

10. Klik tombol konfirmasi, akan muncul hasil dan arahan yang harus dilakukan untuk
Balita

Daftar Pustaka

35
Kader
Cara mendaftar m-KIA
1. Klik tombol “Bergabung” pada tampilan awal aplikasi
2. Isi data pribadi dengan sesuai

3. Klik tombol “DAFTAR” pada tampilan Registrasi Account Akun kader sudah berhasil
dibuat

36
4. Pilih tombol pengaturan dipojok kanan atas, lalu pilih “SWITCH MODE”

5. Lengkapi profile wilayah kerja kader, lalu pilih tombol “DAFTARKAN


KADER”

37
6. Klik tombol “Anak”, lalu pilih tombol “Data Anak Dalam Pemantauan”

7. Pilih tombol “Tambah Data Anak” pada tampilan Data Perkembangan


Anak untuk menanbah anak yang akan dipantau

38
8. Isi data Anak dengan pilih menu “Anak” dan Isikan data Anak

9. Klik tombol simpan pada tampilan Tambah Data Anak


10. Data anak telah tersimpan, untuk skrining TBC Balita, klik tombol nama anak yang akan
diskrining

39
11. Kemudian pilih tombol skrining berbentuk orang di sebelah kanan
bawah tampilan Kontrol Anak

40
12. Isi pertanyaan pada Instrumen Skrining TBC Balita di tampilan
Deteksi Dini

13. Klik tombol konfirmasi, akan muncul hasil dan arahan yang harus dilakukan untuk Balita

41
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global tuberculosis report 2020. Geneva:


World Health Organization; 2020.
2. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2020.
3. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Manajemen dan
Tatalaksana TB Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.
4. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten
Tuberkulosis (ILTB). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2020.
5. Kementerian Kesehatan RI. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2018.

42

Anda mungkin juga menyukai