Anda di halaman 1dari 32

STRATEGI

PEMASARAN INTERNASIONAL
Perkuliahan 5
Lingkungan Sosial-Budaya

Dr. Sonny Subroto Maheri Laksono, M.Si.


No. HP. 08123443943
Email: sonnysubroto@gmail.com
Bio Data
NAMA : Dr. Sonny Subroto Maheri Laksono, MSi.
PENDIDIKAN : S1, S2 dan S3 FIA Univ. Brawijaya Malang

STATUS SEBAGAI PNS:


• Nip. : 19661128 199403 1 007
• Pangkat : Pembina (IVb)
• Jabatan : Sekretaris Balitbangda Kab. Kediri
• Riwayat Jabatan :
➢KaSubDin. Perencanaan Dispenda
➢Ka.SubDin. Pendataan dan Penetapan Dispenda
➢Kabag. Pembangunan
➢Sekretaris DPPKAD
➢Kabag. Organisasi

STATUS DI PERGURUAN TINGGI:


• Institusi : Pascasarjana Uniska Kediri
• NIK. : 1966112820160524.2.70434
• NIDK : 8874010016
• Jabatan : Lektor (Assistant Professor)

MENGAJAR DI : ORGANISASI:
➢ FIA Universitas Brawijaya (Kampus II) Kediri • DPC IPPMI Kediri:
➢ Fakultas Ekonomi Uniska Kediri Dewan Pakar.
➢ STIKES Canda Birawa Kediri • KADIN Kab. Kediri:
➢ UNESA Surabaya Wakil Ketua Umum (WKU)
➢ Pascasarjana UNISKA Kediri Bidang SDM dan
➢ Pascasarjana UNIK Kediri Ketenagakerjaan

• Aktif menjadi narasumber diberbagai workshop, seminar, pelatihan dan bimbingan teknis
yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah dan swasta (Narasumber Nasional).
(Sing tekun bakal tekan,
sing temen bakal tinemu)
❖ Pertemuan ini membahas tentang:
✓ Mengapa kita harus memahami lingkungan budaya?
✓ Pengertian, unsur-unsur budaya serta perbandingan lintas budaya;
✓ Perilaku sosial dan kebiasaan bisnis;
✓ Pengaruh budaya dalam negosiasi di pemasaran internasional.

❖ Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah sesi kuliah ini mahasiswa akan dapat memahami tentang hal-hal
sebagaimana tersebut di atas.
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Interaksi sosial seperti ini merupakan
hal yang umum di negara-negara
barat, namun belum tentu umum di
belahan dunia lain.
Mengapa Kita Harus Memahami
Lingkungan Budaya?
Kotabe & Helsen (2004) menyatakan bahwa
lingkungan budaya adalah lingkungan yg paling rumit
dalam pemasaran global karena seluruh dunia
minimal terdapat 50 bahasa dan 14 agama.
Dua alasan utama:
➢Kekuatan-2 budaya merupakan sebuah faktor
utama dlm membentuk program bauran
pemasaran global perusahaan;
➢Analisis budaya sering kali menunjukan dg tepat
peluang-peluang pasar.
Empat tahapan proses konsumsi dikenal dg
“Paradigma A-B-C-D” (the A-B-C-D Paradigm):
❖Access (Akses). Apakah konsumen memiliki akses fisik
dan/atau ekonomi ke produk/jasa?
❖Buying Behavior (Perilaku Pembelian). Bagaimana
konsumen membuat keputusan unt membeli dipasar
asing? Ini berkaitan dg persepsi, kesetiaan merek/toko,
sikap-2 umum terhadap pemasaran/konsumerisme dan
analisis mendalam mengenai psikis konsumen;
❖Consumption Charateristic (Karateristik Konsumsi).
Faktor-2 apa yg mempengaruhi pola-2 konsumsi al:
orientasi budaya, pengaruh kelas sosial atau kelompok
acuan, dll?
❖Disposal (Pembuangan). Bagaimana konsumen
membuang produk; dijual kembali; didaur ulang, dsb?
Pengertian Budaya
1. Budaya sebagai pemrograman
pikiran secara kolektif;
2. Budaya adalah seperangkat
simbol-simbol;
3. Budaya adalah cara hidup;
4. Budaya sebagai sebuah sistem yg
terintegrasi dari pola-pola
perilaku.
Unsur-unsur Budaya
1. Kehidupan Material atau Budaya
Material;
2. Bahasa (Bahasa lesan/tulis dan isyarat);
3. Interaksi Sosial;
4. Estetika;
5. Agama;
6. Pendidikan;
7. Sistem-sistem Nilai.
Perbandingan Lintas Budaya
Seorang pemasar internasional
haruslah memahami lingkungan budaya-
budaya dari pasar host country agar
kegiatan-kegiatan pemasaran mereka
dapat berjalan efektif dan efisien.
Sesara konseptual gerarti ia harus
mempelajari unsur-unsur yg membentuk
budaya dari host country (negara yg di
tuju).
Perbandingan antara Budaya Berkonteks Tinggi dan Rendah
Faktor/Dimensi Budaya Berkonteks Tinggi Budaya Berkonteks Rendah
Tdk dpt diandalkan-hrs
Ucapan seseorang Merupakan janji
tertulis
Pengacara Kurang penting Sangat Penting
Tanggung jawab terhadap Dipikul oleh pimpinan Dilakukan oleh yg melakukan
kesalahan organisasi tertinggi kesalahan
Masing-2 menjaga ruang
Hubungan antar sesama Erat lingkup pribadi dan menolak
campur tangan orang lain
Polikronis: segala sesuatu Monokronis: waktu adalah
Orientasi Waktu dlm kehidupan hrs ditangani uang; dan linier (satu hal
pada saatnya dikerjakan pd satu saat)
Berjalan berlarut-larut:
sebuah maksud utama dari
Negoisasi Berjalan cepat
pertemuan adalah unt salng
mengenal satu dg lainnya
Tawar nenawar bersaing jarang Umum terjadi
Contoh Negara/regional Jepang, Timur Tengah Amerika Serikat, Eropa Utara
Sumber: Keegan dan Green (2005)
Dimensi Budaya
Lima dimensi budaya di berbagai negara
(4 dimensi disampaikan oleh Hofstede, 1994 serta
Hofstede dan Bond, 1988 menambahkan 1 dimensi):
1. Jarak Kekuasaan (power distance) mengacu pd
tingkat ketidaj seimbangan di antara anggota
masyarakat yg dpt diterima. Indikatornya disebut
power distance index (PDI). Suatu masyarakat yg
PDI-nya tinggi berati masyarakat tsb dpt
menerima ketidakseimbangan sosial yg relatif
tinggi. Semakin tinggi nilai PDI suatu negara
maka semakin besar toleransi bangsa tsb
terhadap ketidakseimbangan sosial dan
sebaliknya.
Ciri-ciri bangsa-bangsa dengan PDI
tinggi adalah:
a) Toleransi yang relatif tinggi terhadap
ketidakseimbangan sosial dan penghasilan;
b) Simbol status sangat berperan;
c) Bos yg ideal adalah seorang diktaktor yg
mempunyai keinginan untuk berbuat baik
atau seseorang pemimpin yang kebapakan.
➢Contoh: bangsa-bangsa dg PDI tinggi
adalah Malaysia, Filipina dan Meksiko.
Sedangkan bangsa-bangsa dengan PDI
rendah bercirikan:
a) Masyarakat cenderung memandang semua
orang setara;
b) Orang yg berkuasa berusaha untuk tampil
sederhana;
c) Status simbol berkurang;
d) Seorang bos yg ideal adalah seorang demokrat
yang penuh dg sumber daya.
➢Contoh: bangsa-bangsa dengan PDI rendah
antara lain Swedia, Norwegia, Denmark dan
Istrael.
2. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty
avoidance). Dimensi budaya ini mengacu pd
sejauh mana suatu bangsa memiliki kecenderungan
utk menghindari ketidakpastian sehingga
memerlukan mekanisme-2 untuk menguranginya.
Indikatornya adalah Uncertainty Avoidance Index
(UAI). Bangsa-2 dg UAI tinggi berarti bangsa tsb
memiliki kecenderungan unt menghindari
ketidakpastian dan memerlukan aturan-2 serta
formalitas kaku, menghargai sesuatu yg alami dan
segar, contohnya: Yunani, Portugis & Jepang.
Sedangkan bangsa-2 dg UAI rendah berati bangsa-2
tsb berani menghadapi ketidakpastian, cenderung
easy-going, inovatif dan berjiwa enterpreneur,
contohnya: Singapura, Hong Kong dan Inggris.
3. Individualisme. Dimensi budaya ini meng-
gambarkan kecenderungan suatu bangsa bersifat
individualis ataukah kolektivis (kekeluargaan).
Indikatornya adalah Individualism Index (IDV).
Fokus bangsa-2 dg IDV tinggi adalah kpd
kepentingan-2 pribadi serta keluarga terdekat
mereka dan kebutuhan rendah unt setia kpd
kelompok, contohnya: Amerika Serikat, Australia
dan Inggris. Sedangkan pd bangsa-2 dg IDV
rendah berati bangsa-2 tsb bersifat kekeluargaan,
berpusat pd kepentingan kelompok, setia kpd
kelompok serta mengharapkan perlindungan dari
kelompoknya, contohnya: Guatamala, Venezuela
dan Indonesia.
4. Maskulinitas, adalah dimensi budaya yg
menggambarkan kecenderungan suatu bangsa
apakah ke arah sifat-2 maskulin (kejantanan)
seperti bersifat tegas, status, keberhasilan,
dorongan unt bersaing dlm masyarakat dan
pencapaian ataukah lebih bersifat feminin
(kewanitaan) seperti solidaritas, kualitas
kehidupan, dan melestarikan lingkungan.
Indikatornya adalah Masculinity Index (MAI).
Bangsa-2 dg MAI tinggi memiliki etos kerja yg
tinggi, seperti: Jepang, Austria dan Italia.
Bangsa-2 dg MAI rendah contohnya: Swedia,
Belanda dan Cile.
5. Long-termism adalah dimensi budaya yg
mengacu pada pembedaan antara masyarakat-2
berorientasi jangka panjang yg pragmatis dg yg
berfokus ke jangka pendek. Bangsa-2 yg
berorientasi long-termism cendrung memiliki
nilai-2 di seputar masa depan seperti
ketekuanan dan hemat, contoh: bangsa dg nolai
long-termism tinggi: Cina, Hong Kong, Jepang
dan Korea Selatan. Sedangkan bangsa-2 yg
berfokus pd jangka pendek menaruh perhatian
pd nilai-2 yg menggambarkan masa kini dan
masa lampau, misalnya Filipina, Kanada, Inggris
dan Amerika Serikat.
Budaya bangsa-bangsa di dunia dapat
juga dibedakan berdasarkan tingkat
homogenitasnya.
❖Ada bangsa yg budayanya tergolong
homophillus artinya budaya bangsa tersebut
relatif homogen, seperti: Jepang dan Korea
Selatan.
❖Kebanyakan budaya bangsa-2 tergolong
heterophillus artinya budaya bangsa
tersebut relatif berbeda-beda, seperti:
Indonesia, Amerika Serikat dan Singapura.
Perilaku-perilaku Sosial
Keegan (2002) memberikan contoh-2 perilaku
sosial yg berbeda antara berbagai bangsa yg
memiliki arti berbeda-beda seperti misalnya:
✓Besendawa adalah perilaku yg sopan bagi orang
Cina/Thionghoa dan berarti orang tersebut puas
dg makanan yg disantapnya, namun tidak bagi
orang Amerika, hal itu merupakan perilaku yg
tidak sopan;
✓Berbasa-basi menanyakan keadaan/kesehatan istri
seseorang merupakan perilaku sosial yg sopan
bagi orang Indonesia tetapi tidak bagi orang Arab,
hal itu dianggap suatu penghinaan;
✓Menyerahkan sesuatu dengan satu tangan
yaitu tangan kanan adalah suatu perilaku
sosial yg biasa bagi orang Indonesia namun
tidak bagi orang Korea atau Jepang
(menunjukan sikap kurang sopan), harusnya
dengan kedua belah tangan.

Jadi, seorang pemasar internasional


harus memahami perilaku-2 sosial yg berlaku
umum di negara dimana mereka berada agar
tidak menemui masalah dlm berhubungan dg
masyarakat atau bangsa di negara tersebut.
Kebiasaan-kebiasaan Berbisnis
Adaptasi adalah sebuah konsep kunci dlm
pemasaran internasional dan kemampuan unt
beradaptasi merupakan suatu sikap yang
krusial. Cateora dan Graham (2002)
mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) kelompok
kebiasaan berbisnis, yaitu:
1. Budaya imperatif adalah kebiasaan-2 dan
harapan-2 bisnis yg harus dipenuhi dan
disesuaikan dg atau dihindari jika
menghendaki agar hubungan berhasil.
2. Budaya adiafora berkaitan dg area
perilaku atau kebiasaan di mana budaya-
budaya orang asing diharapkan untuk
menyesuaikan atau berpartisipasi dlm
budaya penduduk setempat namun tidak
harus melakukan: jika dilakukan lebih
baik namun jika tidak dilakukan juga tdk
berakibat buruk.
3. Budaya ekslusif adalah kebiasaan-2 atau
pola-2 perilaku yg khusus unt penduduk
setempat dan terlarang bagi orang asing.
Pengaruh Budaya dalam Negoisasi
di Pemasaran Internasional
Pengaruh budaya dalam proses negosiasi
sangat kuat tidak hanya di pemesaran
internasional tetapi juga di pemasaran domistik.
Cateora & Graham (2002) menyatakan
bahwa negoisasi-2 tdk terjadi antara stereotip-2
nasional (bangsa); negosiasi-2 dilakukan antara
individu-2, dan faktor budaya sering kali membuat
perbedaan-2 yg sangat besar. Antara pria-wanita,
perbedaan usia dan pengalaman seseorang juga
menimbulkan gaya-2 bernegosiasi yg berbeda.
Cateora & Graham (2005) mengemukakan dan
membahas 4 (empat) jenis masalah dlm bisnis
internasional yg disebabkan oleh perbedaan-2
budaya yaitu masalah pada tataran:
➢Perbedaan bahasa. Masalah penting yg dpt terjadi
krn adanya perbedaan bahasa di antara pihak-2 yg
melakukan negosiasi adalah percakapan
sampingan yg menggunakan bahasa mereka
sendiri yg tidak dpt dimengerti oleh pihak lawan
negosiasinya. Percakapan ini menimbulkan
prasangka yg negatif bahwa pihak yg melakukan
sedang melakukan komunikasi atau diskusi rahasia
yg harus diwaspadai.
➢ Perilaku-perilaku nonverbal. Hal ini tercermin
misalnya dlm perbedaan sikap pd saat berdiam diri
selama proses negosiasi, perilaku interupsi, raut
muka pada saat menatap, dan sentuhan.
➢ Nilai-nilai. Cateora dan Graham (2005) menyebutan
dan membahas empat nilai yaitu: objektivitas, daya
saing, kesetaraan, dan ketepatan waktu.
➢ Perbedaan dalam proses-proses berfikir dan
pengambilan keputusan. Ketika menghadapi sebuah
tugas negoisasi yg rumit, kebanyakan bangsa Barat
membagi tugas besar ke dlm serangkaian tugas-2
kecil (pendekatan uruatan). Sedangkan orang Asia
lebih sering mengambil seluruh isu-2 yg dibicarakan
sekaligus tanpa ada urutan-2 dan konsesi-2 dibuat
atas semua isu scr keseluruhan pd akhir diskusi
(pendekatan menyeluruh).
Implikasi-implikasi dari pengaruh faktor budaya
bagi para manajer dan negosiator (AS & Jepang)
menyebabkan mereka harus hati-hati dlm memilih
anggota tim negosiasinya, manajemen pranegosiasi,
pada saat proses negosiasi serta prosedur-prosedur dan
praktek-praktek tindak lanjut yg tepat.
Atas dasar ini, Cateora dan Graham (2005)
mengemukakan dan membahas empat langkah menuju
negosiasi-negosiasi bisnis internasional yg lebih efektif
dan efisien yaitu:
1) Pemilihan tim negosiasi;
2) Manajemen pranegosiasi;
3) Manajemen negosiasi;
4) Setelah negosiasi.
Selamat belajar,
Semoga sukses,
dan Terus semangat!!!
Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai