Dinukil dari kitab Kitabul Ilmi Edisi Indonesia Tuntunan Ulama Salaf Dalam
Menuntut Ilmu Syar’i Bab Adab dalam Menuntut Ilmu Syar'i Penerjemah Abu
Abdillah Salim bin Subaid Penerbit Pustaka Sumayyah Ebook compiled by
Akhukum fillah Abu Harun As Salafy reCompiled Ibnu Majjah abu Salsabiila,
dengan memberi baris pada beberapa teks Hadits
Tujuan dalam menuntut ilmu adalah untuk (mengharapkan) wajah Allah dan
untuk (memperoleh kebaikan) kehidupan akhirat. Allah telah menganjurkan dan
memberikan motivasi untuk menuntut ilmu di dalam firman-Nya,
Pujian terhadap ulama di dalam Al-Qur'an telah cukup dikenal. Apabila Allah
memuji sesuatu atau memerintahkannya, maka hal tersebut menjadi suatu
amaliah ibadah. Jika demikian maka dalam menuntut ilmu wajib untuk
mengikhlaskan diri hanya bagi Allah, yaitu dengan jalan seorang harus
meniatkan (mengharapkan) wajah Allah. Jika seseorang meniatkan dalam
menuntut ilmu syari'at itu untuk meraih ijazah yang akan dia gunakan untuk
mencapai suatu kedudukan ataupun status tertentu, maka sesungguhnya
Rasulullah bersabda,
ﺐ ﺑِِﻪ ﻴﺼِ ﷲ ﻋﱠﺰ و ﺟ ﱠﻞ ﻻَ ﻳـﺘَـﻌﻠﱠﻤﻪ إِﻻﱠ ﻟِﻴ ِ ﻣﻦ ﺗَـﻌﻠﱠﻢ ِﻋ ْﻠﻤﺎ ِﳑﱠﺎ ﻳـﺒـﺘـﻐَﻰ ﺑِِﻪ وﺟﻪ
َ ْ ُ ُُ َ َ َ َ َ ُْ َ َ ُْ ً َ َ ْ َ
اﳉَﻨ ِﱠﺔ ﻳـَ ْﻮَم اﻟْ ِﻘﻴَ َﺎﻣﺔ
ْ فَ ﺿﺎ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َﱂْ َِﳚ ْﺪ َﻋ ْﺮ
ً َﻋَﺮ
"Barangsiapa mempelajari ilmu yang diharapkan dengannya wajah Allah ‘Azza
wa Jalla, namun dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta
dunia maka dia tidak akan mencium wangi surga di Hari Kiamat."1
Maksudnya adalah mencium baunya. Dan ini merupakan ancaman yang keras.
Tapi jika ada seorang penuntut ilmu yang mengatakan saya ingin memperoleh
ijazah bukan lantaran ingin mendapatkan bagian dari harta dunia akan tetapi
sistem (yang ada) menjadikan ukuran seorang ulama adalah ijazahnya. Kami
katakan, jika seseorang berniat memperoleh ijazah dalam rangka memberi
kemanfaatan kepada orang lain baik dalam bidang pengajaran, administrasi,
atau dalam bidang lainnya maka hal tersebut merupakan niatan yang lurus,
tidak membahayakan dirinya sedikitpun, karena niatan tersebut benar.
Allah memerintahkan untuk berilmu, maka jika engkau mempelajari ilmu berarti
engkau telah menunaikan perintah Allah Azza wajalla.
____________
Footnote:
1 HR. Ahmad juz 2 hal 338, Abu Dawud dalam Kitabul 'Ilmi Bab: Thalabul 'Ilmi
li Ghairillah, Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah Bab: Al-Intifa'u bil 'Ilmi wal
Amalihi bihi, Hakim dalam Al-Mustadrak juz 1 hal 160, Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushannaf juz 8 hal. 543, Al-Ajuri dalam Akhlaqul 'Ulama hal. 142, Akhlaqul
Ahlil Qur 'an hal. 128 no. 57. Al-Hakim berkata, "Hadits shahih dan perawinya
tsiqah."
رﻓﻊ اﳉﻬﻞ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ وﻋﻦ ﻏﲑﻩ:اﻷﻣﺮ اﻟﺜﺎﱐ 2. Menghilangkan
kebodohan dari dirinya dan orang lain.
َﺧَﺮ َﺟ ُﻜ ْﻢ
أ ﱠ او ﻞ ﻌ ﺟ و ﺎﺌـ ﻴﺷ نَ ﻮ ﻤ ﻠ
َ ﻌ ـ ﺗ ﻻ ﻢ ﻜُ ِ
ﺎﺗ ﻬﻣﱠُأ ِ
ﻮن ﻄ
ُ ﺑ ﻦ ِ
ﻣ
ْ ُ َ َ َ َ َ ًَْ ُ ْ َ ْ َ ُْ
ﺼ َﺎر َواﻷﻓْﺌِ َﺪ َة ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ ْﺸ ُﻜُﺮو َن ﻟَ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱠﺴ ْﻤ َﻊ
َ َْواﻷﺑ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan kamu tidak
mengetahui sesuatupun dan Allah memberikanmu pendengaran, penglihatan
dan hati agar kamu bersyukur." (An-Nahl: 78)
Apakah termasuk syarat mengambil manfaat ilmu adalah dengan cara duduk
di masjid dalam suatu halaqah ataukah mengambil manfaat ilmu tersebut
pada semua kondisi?
Jawabnya: dengan (jawaban) kedua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
2 HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Anbiya’ Bab: Maa Dzakara ‘an Bani Israil
3 اﻟﺪﻓﺎع ﻋﻦ اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ:اﻷﻣﺮ اﻟﺜﺎﻟﺚ. Membela Syari'at.
Dengan menuntut ilmu ia juga mempunyai niat untuk membela syari'at (Islam).
Sebab kitab-kitab tidak dapat membela syari'at (secara langsung) dan
pembelaan syari'at ini tidak dapat dilakukan kecuali oleh orang yang
mengembannya. Jika seorang Ahlul Bid'ah datang ke suatu perpustakaan yang
dipenuhi berbagai macam kitab syari'at yang tidak terhitung jumlahnya, lalu dia
berbicara dengan kebid'ahan dan mengikrarkannya maka saya yakin tidak akan
ada satu kitab pun yang akan membantahnya. Lain halnya jika Ahlul Bid'ah
tersebut berbicara dengan kebid'ahannya di hadapan seorang yang berilmu
(ulama) untuk mengikrarkan kebid'ahannya, tentu penuntut ilmu tersebut akan
membantah dan menghabisi ucapannya dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Oleh
karena itu, seorang penuntut ilmu harus meniatkan belajarnya untuk membela
syari'at.
Pembelaan terhadap syari'at Islam tidak mampu dilakukan kecuali oleh orang-
orang yang memiliki senjata. Apabila kita memiliki berbagai macam senjata
yang telah memenuhi gudang persenjataan apakah senjata-senjata itu sanggup
dengan sendirinya menembakkan pelurunya kepada musuh? Ataukah tidak bisa
kecuali dengan orang yang menggerakkannya?
Oleh karena itu saya katakan, sesungguhnya termasuk hal-hal yang wajib untuk
diperhatikan oleh penuntut ilmu adalah masalah pembelaan syari'at ini. Dengan
demikian manusia berada dalam kondisi sangat butuh kepada ulama, dalam
rangka menghadapi tipu daya Ahlul Bid'ah dan segenap musuh-musuh Allah.
Hal itu tidaklah bisa terealisasi kecuali dengan ilmu syari'at yang bersumber dari
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4 رﺣﺎﺑﺔ اﻟﺼﺪر ﰲ ﻣﺴﺎﺋﻞ اﳋﻼف:اﻷﻣﺮ اﻟﺮاﺑﻊ. Berlapang dada dalam
masalah khilafiyah (perbedaan pendapat).
Hati seorang penuntut ilmu harus lapang dalam masalah perbedaan pendapat
yang bersumber dari proses ijtihad. Sebab masalah perbedaan pendapat di
kalangan ulama bisa jadi tergolong masalah yang tidak ada lagi tempat untuk
berijtihad dalam masalah tersebut. Sebab titik masalahnya sudah jelas
(gamblang) sehingga tidak seorangpun memperoleh udzur (alasan) untuk
menyelisihinya.
Bisa jadi masalah tersebut adalah masalah yang masih terbuka pintu ijtihad di
dalamnya, sehingga seseorang bisa diterima alasannya jika menyelisihi
(pendapat yang lain) dalam masalah itu. Bukan berarti ucapanmu akan menjadi
bumerang bagi orang yang menyelisihimu, sebab kalau kita menerima (konsep)
itu maka tentunya kita akan katakan dengan yang sebaliknya ucapannya (bisa)
menjadi bumerang atasmu. Berdasarkan hal tersebut, saya mengingatkan
bahwa akal tidak mempunyai tempat dalam masalah ini, sehingga orang-orang
tidak mempunyai kelonggaran untuk berselisih paham dalam masalah tersebut.
Kalimat "mubtadi'" bukan suatu perkara yang remeh. Apabila ada orang yang
mengatakan itu padaku maka akan timbul ketidaksukaan dalam dadaku sebab
kita adalah manusia biasa.
Silahkan engkau perhatikan, apakah beliau kehendaki hal itu (menaruh lengan
kanan di atas lengan kiri) ketika sujud, ketika ruku', ataukah ketika duduk?
Tidak, namun yang dikehendaki beliau adalah ketika dalam keadaan berdiri,
baik berdirinya itu sebelum ruku' atau sesudahnya.
Jadi kita wajib untuk tidak menjadikan perbedaan pendapat yang muncul di
kalangan ulama sebagai pemicu perpecahan dan persengketaan di antara umat
Islam. Sebab kita semua mendambakan kebenaran dan kita semua
menjalankan apa yang dipahami dari proses ijtihad mereka. Selama masih
sebatas itu, maka kita tidak diperkenankan untuk menjadikan hal tersebut
sebagai pemicu permusuhan dan perpecahan di antara ulama. Sebab perbedaan
pendapat itu senantiasa muncul di kalangan ulama, bahkan pada zaman Nabi
sekali pun. Kalau begitu, penuntut ilmu berkewajiban untuk bersatu padu dan
mereka tidak menjadikan perbedaan pendapat semacam ini sebagai sebab
untuk saling menjauhi dan saling membenci satu sama lain.
Sebaliknya, yang wajib jika engkau berbeda pendapat dengan rekanmu
berdasar kandungan dalil yang engkau pegang dan dia berbeda pendapat
denganmu berdasarkan dalil yang dia pegang, hal itu justru akan menjadikan
kalian berada di atas jalan yang sama dan kecintaan di antara kalian berdua
pun akan semakin bertambah.
Oleh karena itu kami merasa bersuka cita dan menyambut gembira terhadap
generasi muda kita yang memiliki kecenderungan besar untuk mengadakan
studi banding terhadap berbagai macam masalah dengan menyodorkan dalil-
dalil dan adanya kecenderungan besar untuk membangun ilmu mereka di atas
Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para penuntut ilmu wajib menjadi orang-orang yang bersaudara kendati mereka
berselisih paham dalam sebagian perkara furu' (cabang) dan hendaknya satu
sama lain mengajak dengan cara yang tenang dan bertukar pikiran (diskusi)
dengan tujuan mencari wajah Allah dan tercapainya target ilmu.
Dengan sikap lembut akan terjalin persatuan. Fenomena kerusakan dan sifat
arogan pada sebagian orang akan hilang. Terkadang hal tersebut sampai
menyeret mereka pada pertengkaran dan permusuhan. Dan itu tidak diragukan
lagi akan membuat musuh-musuh kaum muslimin bersorak gembira. Dan
perselisihan yang terjadi di antara umat Islam tergolong aspek yang paling
merugikan umat Islam sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ُ ُ َ
اﺻِﱪُوا إِ ﱠن ا ﱠَ َﻣ َﻊ ِ وأ
ْ ﺐ ِرﳛُ ُﻜ ْﻢ َوﻫَ
َ َ ﺬ
ْ ﺗ
َو ا
ﻮ ﻠ
ُ ﺸ
َ ﻔ
ْ ـﺘ
َ ـ
َ ﻓ ا
ﻮ ﻋ
ُ ﺎز
َ َﻨـَﺗ ﻻو ﻪ
ُ ﻟ
َﻮﺳرو ﱠ
َ ُ ََ َ ُ َا ا
ﻮ ﻴﻌَﻃ
ِ اﻟ ﱠ
َ ﺼﺎﺑ ِﺮ
ﻳﻦ
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-
bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan
bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (Al-Anfal:
46)
Jika demikian halnya, maka orang tersebut tidak berbeda pendapat denganmu,
selama engkau mengakui bahwa dia berbeda pendapat denganmu dengan dalil
yang dia pegang. Lalu dimana (letak) perbedaan pendapatnya? Dengan cara ini
umat akan tetap bersatu padu, meskipun mereka berbeda pendapat dalam
beberapa masalah lantaran adanya dalil yang dipegang oleh masing-masing dari
mereka.
Adapun orang yang keras kepala dan membantah setelah tampak kebenaran,
maka tidak disangsikan lagi bahwa orang tersebut harus disikapi dengan cara
yang setimpal dengan perbuatannya setelah (tampak) pembangkangan dan
penyimpangannya. Setiap keadaan memiliki peringatan yang disesuaikan
dengan kondisinya.
____________
Footnote:
3 HR. Al-Bukhari dalam Kitab Shifatush Shalat Bab: Wadha 'al Yimna 'alal Yusra
(meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri) dan lafadznya dari Sahal bin
Sa'ad berkata: "Manusia disuruh untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan
kiri dalam shalatnya."
اﻟﻌﻤﻞ ﻟﻌﻠﻢ:اﻷﻣﺮ اﳋﺎﻣﺲ 5. Mengamalkan ilmu.
Jika datang berita dari Allah dan Rasul-Nya maka benarkan dan ambillah
dengan penerimaan dan kepatuhan. Janganlah engkau katakan kenapa
begini atau bagaimana ini? Sebab cara penyikapan seperti itu bukan jalan
orang-orang beriman. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
Kita dapati salah seorang dari mereka jika diberitakan sebuah hadits Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam akalnya merasa bingung lalu kita temui orang
tersebut mengemukakan berbagai alternatif yang diharapkan dapat
menghilangkan kebingungannya. Dia menunjukkan keberatannya dan
sebaliknya tidak berusaha mencari kejelasan. Oleh karena itu dia akan
terhalang dari taufiq Allah, walau telah disampaikan hadits Rasulullah
kepadanya. la enggan menerima dan tunduk pada hadits tersebut. Saya
akan membawakan sebuah contoh tentang hal tersebut.
ﲔ ﺣِ ﻳـْﻨ ِﺰُل رﺑـﱡﻨَﺎ ﺗَـﺒﺎرَك وﺗَـﻌ َﺎﱃ ُﻛ ﱠﻞ ﻟَﻴـﻠَ ٍﺔ إِ َﱃ اﻟ ﱠﺴﻤ ِﺎء اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴﺎ
َ َ َ ْ َ َ ََ َ َ
ﻴﺐ ﻟَ ُﻪ ِ ﻮل ﻣﻦ ﻳ ْﺪﻋ ِﻮﱐ ﻓَﺄَﺳﺘ
ﺠ ﻘ ـ ﻴ ـ ﻓ ﺮ ِ
ﻵﺧ ا ِ
ﻞ ﻴﱠ
َ ْ َ ُ َ َْ َ ُ ُ ُ َ ْ ْﺚ اﻟﻠ
ُ ُﻳَـْﺒـ َﻘﻰ ﺛـُﻠ
َوَﻣ ْﻦ ﻳَ ْﺴﺄَﻟُِﲏ ﻓَﺄ ُْﻋ ِﻄﻴَﻪُ َوَﻣ ْﻦ ﻳَ ْﺴﺘَـ ْﻐ ِﻔُﺮِﱐ ﻓَﺄَ ْﻏ ِﻔَﺮ ﻟَ ُﻪ
"Rabb kita turun ke langit dunia, tatkala tersisa sepertiga malam terakhir,
lain Dia berfirman: Barangsiapa berdo'a kepada-Ku Aku akan
mengabulkannya, barangsiapa meminta kepada-Ku Aku akan memberinya,
dan barangsiapa memohon ampun kepada-Ku Aku akan mengampuninya."5
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam telah menuturkan hadits tersebut. Hadits itu
masyhur bahkan mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalan). Tiada seorang
shahabat pun yang angkat bicara dan bertanya, wahai Rasulullah bagaimana
Allah turun? Apakah Arsy-Nya akan kosong ataukah tidak? Dan lain
sebagainya. Namun kita dapati sebagian orang memperbincangkan perkara
semacam ini, bagaimana Allah di atas Arsy-Nya sedangkan Dia turun ke
langit dunia? Dan lontaran-lontaran serupa yang mereka kemukakan.
Andai saja mereka mau menerima hadits ini lantas mereka mengatakan,
Allah ‘Azza wa Jalla bersemayam di atas Arsy-Nya. Sifat ketinggian termasuk
keharusan dari Dzat-Nya. Allah turun sebagaimana yang Dia subhanahu wa
ta’ala kehendaki. Tentunya syubhat-syubhat tersebut akan tersingkirkan dari
diri mereka. Mereka tidak lagi merasa bingung dengan perkara-perkara yang
diberitakan Nabi dari Rabb-nya.
Jika demikian halnya maka kita wajib menerima berita-berita ghaib dari Allah
dan Rasul-Nya dengan ketundukan dan kepasrahan. Kita pun tidak
menyangkalnya dengan apa yang terlintas dalam benak kita baik dari hal
yang bisa dirasakan oleh panca indera atau dengan perkara yang pernah kita
lihat. Sebab perkara yang ghaib berada di atas semua itu.
Contoh dalam masalah tersebut banyak sekali dan saya tidak ingin
memperpanjangnya. Sikap seorang mukmin terhadap hadits-hadits ini
hanyalah menerima dan tunduk dan mengatakan Maha Benar Allah dan
Rasul-Nya, sebagaimana Allah beritakan dalam firman-Nya,
Oleh karena itu setiap orang (harus) membangun amalnya di atas Al-Qur'an
dan As-Sunnah. Tidak merekayasa bid'ah dalam agama Allah, baik dari asal
muasal ibadah tersebut maupun dalam sifatnya. Oleh karena itu kita katakan
bahwa suatu amalan ibadah harus ditentukan oleh syari'at baik dalam
bentuk, tempat, waktu maupun sebabnya. Ibadah harus benar-benar
ditentukan oleh syari'at dalam perkara-perkara ini seluruhnya. Jika ada
orang menetapkan sebuah sebab untuk beribadah kepada Allah tanpa
dilandasi dalil maka kita akan membantahnya dan kita katakan amalan ini
tidak diterima. Karena dia harus menetapkan bahwa sebab itu berasal dari
ibadah tersebut.
أ َْم َﳍُْﻢ ُﺷَﺮَﻛﺎءُ َﺷَﺮﻋُﻮا َﳍُْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟ ِّﺪﻳ ِﻦ َﻣﺎ َﱂْ َْ َذ ْن ﺑِِﻪ ا ُﱠ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan bagi mereka agama yang tidak diizinkan Allah." (Asy Syura':
21)
Mereka berdalil pula dengan sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang
tsabit dalam Ash Shahih (riwayat Muslim) dari hadits Aisyah radhiyallahu
‘anha,
Jika demikian, maka seorang penuntut ilmu wajib untuk beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dengan syari'at yang telah diajarkan oleh Allah
tanpa menambah dan mengurangi. Dia tidak mengatakan, "Sesungguhnya
perkara yang ingin saya tunaikan untuk beribadah kepada Allah adalah hal
yang cocok bagi jiwaku, tenang bagi hatiku dan lapang bagi dadaku." Dia
tidak mengatakan ungkapan seperti itu, walaupun kenyataannya memang
terjadi. Hendaklah ia menimbang amalan tersebut dengan timbangan
syari'at. Jika Al-Qur'an dan As-Sunnah telah mengakuinya, maka ia wajib
untuk menerima dengan mata dan kepalanya (mendengar dan mentaati).
Jika tidak, maka amalan buruk telah diperindah bagi orang itu. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
َ
ِ أَﻓَﻤﻦ ُزﻳِﻦ ﻟَﻪ ﺳﻮء ﻋﻤﻠِ ِﻪ ﻓَـﺮآﻩ ﺣﺴﻨًﺎ ﻓَِﺈ ﱠن ا ﱠ ﻳ
ﻀ ﱡﻞ َﻣ ْﻦ ﻳَ َﺸﺎءُ َوﻳـَ ْﻬ ِﺪي َﻣ ْﻦ َُ َ َ ُ َ ََ ُ ُ ُ َّ ْ َ
ُﻳَ َﺸﺎء
"Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya
yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan itu baik (sama dengan orang yang
tidak ditipu setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya." (Fathir: 8)
ﺐ ﻟِﻨَـ ْﻔ ِﺴﻪ
َﺧْﻴ ِﻪ َﻣﺎ ُِﳛ ﱡ
ِﺐ ﻷ
َﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َﺣ ﱠﱴ ُِﳛ ﱠ
أ ﻦ
َ ُ ُ
ِﻻَ ﻳـ ْﺆ
ﻣ
"Tidaklah beriman seorang di antara kalian sampai ia mencintai bagi
saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya."7
____________
Footnote:
5 HR. Al-Bukhari dalam Kitabut Tahajud Bab: Ad-Du’a wash Shalat minal Lail
dan Muslim dalam Kitabus Shalatil Musafirin Bab: At-Targhib fi Du’a wadz
Dzikri fi Akhiri Lail.
8 Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Al-Imaroh Bab: Al-Amru bil Wafa 'ibi
Bai'atil Khulafail Awali fal Awali.
9 HR. At-Tirmidzi dalam Kitabul Birri wa Shilah Bab: Ma Jaafi Ma 'alil Akhlaq
dan Ahmad dengan lafadz: "Seungguhnya orang yang aku sukai adalah yang
paling bagus akhlaknya." Juz 2 hal. 189, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah
juz 12 hal. 366, Al-Haitsami dalam Majma‘uz Zawaid, dia berkata: “Hadits ini
diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabrani, para perawinya shahih.
6 اﻟﺪﻋﻮة إﱃ ﷲ:اﻷﻣﺮاﻟﺴﺎدس. Berdakwah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Seorang penuntut ilmu hendaknya berdakwah kepada Allah Azza wajalla dengan
ilmunya. Ia berdakwah pada setiap kesempatan baik di masjid, di majelis-
majelis, di pasar, dan di setiap kesempatan. Setelah Allah mengangkat Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul, beliau tidak lantas duduk
(diam) di rumahnya akan tetapi beliau menyampaikan dakwah kepada manusia
dan melakukan mobilitas dakwah.
Al-Hakim (orang yang arif dan bijak) bisa menempatkan berbagai perkara
sesuai tempatnya. Sebab kata 'al-hakim' diambil dari kata 'al-ihkam' yang
bermakna sempuma. Melakukan sesuatu secara sempurna adalah dengan
menempatkan sesuatu pada tempatnya (secara tepat). Oleh karena itu
selayaknya bahkan wajib hukumnya bagi seorang penuntut ilmu menjadi
orang yang arif dan bijaksana dalam mengemban misi dakwah. Allah telah
menyebutkan beberapa tingkatan dalam berdakwah dalam firman-Nya,
ﱠ ْ ْ
اﳊَ َﺴﻨَ ِﺔ َو َﺟ ِﺎد ْﳍُْﻢ ِ ﻟﱠِﱵ ِﻫ َﻲ
ْ ِ ْﳊِ ْﻜ َﻤ ِﺔ َواﻟْ َﻤ ْﻮ ِﻋﻈَِﺔ َ ِّْادعُ إِ َﱃ َﺳﺒِ ِﻴﻞ َرﺑ
ﻚ
َﺣ َﺴ ُﻦ
ْأ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (An-Nahl: 125)
ﻳﻦ ﻇَﻠَ ُﻤﻮا ِﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢﺬِ ﺎب إِﻻ ِ ﻟﱠِﱵ ِﻫﻲ أَﺣﺴﻦ إِﻻ اﻟﱠ
ِ َوﻻ ُﲡَ ِﺎدﻟُﻮا أ َْﻫﻞ اﻟْ ِﻜﺘ
َ ْ
َُ َ َ َ
"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara
yang baik kecuali dengan orang-orang yang dzalim di antara mereka." (Al-
Ankabut: 46)
Kisah yang lain (diriwayatkan) dari Mu'awiyah bin Al-Hakam As-Sulami dia
,berkata
Ketika saya sedang shalat bersama Rasulullah maka ada seorang yang"
bersin lalu saya ucapkan Yarhamukallah' (semoga Allah merahmatimu). Maka
orang-orang pun mengarahkan pandangan mereka kepadaku. Saya katakan,
"Duhai ibuku kehilangan aku, ada apa kalian melihatku?" Mereka lalu
menepuk tangan ke paha-paha mereka. Ketika aku melihat mereka
menyuruh aku diam, akupun diam. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam selesai shalat - dengan bapak dan ibuku! - sungguh aku belum
pernah melihat seorang pengajar pun yang lebih baik pengajarannya dari
beliau shallallahu ‘alahi wa sallam. Demi Allah beliau tidak membentakku,
tidak memukulku, dan tidak mencelaku. Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam
,bersabda
Dari sini kita dapati bahwa dakwah kepada Allah harus dilakukan dengan
.cara hikmah sebagaimana yang telah Allah ‘Azza wa jalla perintahkan
ﻀ َﻌ َﻬﺎ ِﰲ ﻳَ ِﺪ ِﻩ؟
َُﻴ ـ
َ ﻓ ٍ
ر َ ﻦ ِ ﻳـﻌ ِﻤ ُﺪ أَﺣ ُﺪ ُﻛﻢ إِ َﱃ َﲨﺮٍة
ﻣ
ْ َْ ْ َ َْ
Salah seorang dari kalian sengaja mengambil bara api dari neraka dan"
menaruhnya di tangannya?"12
Tatkala Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam telah pergi ada seseorang berkata
kepadanya, "Ambillah cincin itu dan manfaatkanlah." Maka ia berkata, "Demi
Allah, saya tidak akan mengambil cincin yang telah dilemparkan oleh
”.Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam
Metode pembimbingan yang tersirat pada hadits ini (sifatnya) lebih keras.
Sebab setiap keadaan mempunyai peringatan yang sesuai dengan kondisi
tersebut. Demikianlah, setiap orang yang berdakwah kepada Allah
seyogyanya bisa menempatkan berbagai hal pada tempatnya (yang sesuai).
Dan hendaknya ia tidak memukul rata kondisi semua orang. Maksudnya
.adalah agar hal yang bermanfaat dapat tercapai
Coba kita perhatikan keadaan kebanyakan juru dakwah masa sekarang ini.
Kita jumpai sebagian mereka terbawa semangat sehingga banyak orang lari
menjauh dari seruan dakwahnya. Apabila ia menemui ada orang yang
melakukan perbuatan haram maka engkau akan dapati da'i tersebut
menegurnya dengan cara kasar dan keras sambil berkata, "Apakah engkau
"!tidak takut kepada Allah
Kitapun melihat mereka dengan kacamata taqdir, maka kita akan merasa
kasihan dan trenyuh melihat mereka. Kitapun hendaknya bermuamalah
(berinteraksi) dengan cara yang kita pandang sebagai cara yang paling dekat
.untuk tercapainya sasaran dan hilangnya hal yang tidak kita sukai
____________
:Footnote
HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Wudhu Bab: Shabbul Ma’i ‘alal Bauli fil 10
Masjidi (Menyiram Air Kencing yang ada di dalam Masjid) dan Muslim dalam
.(Kitabut Thaharah Bab: Wujubi Ghaslil Bauli (Wajibnya Mencuci Air Kencing
HR. Muslim dalam Kitabul Libas Bab: Tahrimul Khatami Dzahab 'ala Rijal 12
.((Haramnya Cincin Emas bagi Laki-laki
8 أن ﻳﻜﻮن اﻟﻄﺎﻟﺐ ﺻﺎﺑﺮاً ﻋﻠﻰ اﻟﻌﻠﻢ:اﻷﻣﺮ اﻟﺜﺎﻣﻦ. Bersabar dalam
menuntut ilmu.
Maksudnya terus (tekun) belajar, tidak berhenti, tidak pula merasa jemu,
namun dia harus terus belajar disesuaikan dengan kemampuan yang ia miliki. la
pun harus sabar dengan ilmu (yang ia cari) dan tidak merasa bosan. Seseorang
terkadang merasa letih dan meninggalkan suatu pekerjaan apabila ia
terhinggapi rasa jemu. Namun jika ia tetap menekuni ilmu maka ia akan meraih
pahala orang-orang yang sabar di satu sisi. Dan ia akan mendapatkan
kesudahan yang baik pada sisi lainnya. Simaklah firman Allah ‘Azza wa jalla
kepada Nabi-Nya,
Para penuntut ilmu berkewajiban menghormati dan menghargai para ulama dan
hendaknya mereka berlapang dada terhadap munculnya perbedaan pendapat
yang terjadi di kalangan ulama dan orang-orang selain mereka. Hendaknya pula
menanggapi hal itu dengan memberikan udzur kepada orang yang menempuh
jalan keliru menurut pandangan mereka. Ini merupakan titik point yang sangat
penting, sebab sebagian orang ada yang berusaha mencari-cari kesalahan dan
kekeliruan orang lain.
Sehingga mereka dapat mengambil sesuatu yang tidak pantas pada hak orang
tersebut dengan cara mencemarkan nama baiknya di hadapan manusia. Ini
termasuk kesalahan besar. Jika ghibah yang dilakukan kepada orang awam saja
tergolong dosa besar, maka dosa ghibah yang dilakukan terhadap seorang
ulama jauh lebih besar. Sebab dampak negatif perbuatan ghibah tersebut tidak
hanya dirasakan oleh ulama yang bersangkutan saja, tetapi juga terhadap diri
pribadinya sekaligus ilmu syari'at yang ia bawa.
Saya katakan, para pemuda harus menyikapi perbedaan pendapat yang terjadi
di kalangan ulama dengan niat yang baik dan kesungguhan.
Mereka pun hendaknya dapat memaklumi kesalahan dan kekeliruan yang telah
mereka lakukan. Tidak ada penghalang kalau mereka melakukan perbincangan
dengan ulama-ulama tersebut dalam persoalan yang mereka yakini bahwa hal
itu adalah suatu kekeliruan, sehingga mereka dapat menjelaskan kepada ulama
tersebut apakah kekeliruan tersebut berasal dari mereka atau berasal dari
orang-orang yang menyatakan bahwa ulama-ulama tersebut yang keliru?!
ﱠ ﱠ
ِاﳋﻄﱠﺎﺋ
َ َْ آد َم َﺧﻄﱠﺎءٌ َو َﺧْﻴـُﺮ
ﲔ اﻟﺘﱠـ ﱠﻮاﺑُﻮ َن َ ُﻛ ﱡﻞ اﺑْ ِﻦ
"Setiap anak (keturunan) Adam pasti mempunyai kesalahan dan sebaik-baik
orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat."13
Coba bandingkan hal di atas pada dirimu. Andaikan ada seseorang dikuasakan
kepadamu, kemudian orang itu menyebarluaskan ketergelinciran dan
kejelekanmu tapi menyembunyikan kebaikan-kebaikan dan jasamu. Tentunya
engkau akan menganggap orang tersebut telah berbuat jahat kepadamu.
Jika engkau telah melihat hal tersebut pada dirimu, maka wajib pula melihat hal
itu pada orang lain. Sebagaimana yang telah saya isyaratkan tadi, bahwa terapi
dari yang engkau kira sebagai suatu kesalahan adalah dengan jalan
menghubungi orang yang engkau pandang salah agar engkau bisa melakukan
diskusi dengan orang itu. Setelah diskusi maka akan jelas penyikapan yang
harus dilakukan. Betapa banyak manusia setelah diadakan diskusi ternyata
ucapannya benar yang kita telah mengira sebelumnya itu merupakan suatu
kekeliruan.
ﱡ ْ ْ
ﻀﺎ
ً ﻀﻪُ ﺑـَ ْﻌ ِ اﻟْﻤ ْﺆِﻣﻦ ﻟِْﻠﻤ ْﺆِﻣ ِﻦ َﻛﺎﻟْﺒـْﻨـﻴ
ُ ﺎن ﻳَ ُﺸ ﱡﺪ ﺑـَ ْﻌَُ ُ ُ ُ
"Seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan bangunan, satu sama lainnya
saling menguatkan."14
____________
Footnote:
13 HR. Imam Ahmad juz 3 hal. 198 dan At-Tirmidzi dalam Kitab Shifatul
Qiyamah juz 4 hal. 569 no. 2499, Ibnu Majah dalam Kitabuz Zuhud Bab: Dzikru
Taubat, Ad-Darimi dalam Kitab Ar-Riqaq Bab Fit Taubah, Al-Baghawi dalam
Syarhus Sunnah juz 5 hal. 92, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah juz 6 hal. 332, Al-
Hakim dalam Al-Mustadrak juz 4 hal. 273, Al-'Ajluni dalam Kasyful Khafa' juz 2
hal. 120. Al-Hakim berkata: "Sanad hadits ini shahih namun Al-Bukhari dan
Muslim tidak mengeluarkannya." (Al-Mustadrak juz 4 hal. 273). Berkata
Al-‘Ajluni: "Sanadnya kuat." Juz hal. 120.
14 HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Masajid Bab: Tasybiqul Ashabi'i fil Masjidi wa
Ghairihi dan Muslim Kitabul Birri wa Shilah Bab: Tarahumil Mu'minin wa
Ta'athufihim wa Ta'adhudihim.
Para penuntut ilmu wajib untuk mencurahkan perhatian dalam menerima ilmu
dan menimba dari sumber-sumbernya. Seorang penuntut ilmu tidak akan
sukses jika tidak mengawali dengan sumber-sumber ilmu tersebut. Sumber-
sumber tersebut adalah:
Al-Qur'an Al-Karim
Seorang penuntut ilmu wajib mencurahkan perhatian pada Al-Qur'an baik dalam
membaca, menghafal, memahami, dan mengamalkannya. Al-Qur'an adalah tali
Allah yang kokoh dan merupakan dasar ilmu. Kaum Salafus Shalih benar-benar
mencurahkan perhatian yang maksimal kepada Al-Qur'an ini. Disebutkan
perkara-perkara yang menakjubkan tentang antusias (mereka) pada Al-Qur'an.
Engkau dapati salah seorang dari mereka telah hafal Al-Qur'an padahal usia
mereka masih tujuh tahun. Sebagian mereka hafal Al-Qur'an dalam jangka
waktu kurang dari satu bulan. Contoh-contoh tersebut menunjukkan besarnya
antusias mereka terhadap Al-Qur'an. Maka seorang penuntut ilmu wajib
mencurahkan perhatiannya pada Al-Qur'an, menghafalnya dengan dibimbing
seorang pengajar, karena Al-Qur'an diambil dari jalan talaqqiy (mengambil ilmu
langsung dari seorang guru).
Hadits Shahih
Hadits Shahih merupakan sumber kedua dalam syari'at Islam dan merupakan
penjabar Al-Qur'an Al-Karim. Seorang penuntut ilmu wajib menghimpun kedua
hal tersebut dan mencurahkan perhatian kepada keduanya. Ia wajib menghafal
hadits baik teks-teksnya maupun mempelajari sanad, matan-matan, dan
memilah (memisahkan) antara hadits shahih dan hadits dha'if (lemah).
Demikian pula memelihara hadits dilakukan dengan cara membela dan
membantah syubhat-syubhat yang dilontarkan para ahli bid'ah sekitar hadits
Nabi. Penuntut ilmu wajib memegang leguh Al-Qur'an dan hadits shahih. Bagi
penuntut ilmu keduanya bagaikan dua sayap burung, jika salah satu sayap
patah maka burung tersebut tidak bisa terbang. Oleh karena itu janganlah
engkau hanya mencurahkan perhatian pada hadits (semata) namun lalai
terhadap Al-Qur'an atau sebaliknya engkau mencurahkan perhatian pada Al-
Qur'an tapi melalaikan hadits.
Namun jika engkau tanyakan kepadanya tentang satu ayat Al-Qur'an maka
engkau akan lihat penuntut ilmu itu tidak mengetahuinya. Ini merupakan
kesalahan yang besar (fatal). Al-Qur'an dan Al-Hadits harus menjadi dua sayap
bagimu, wahai penuntut ilmu.
Oleh karena itu ulama-ulama besar yang benar-benar ahli di bidangnya, apabila
mereka mempunyai pendapat yang mereka anggap unggul (kuat) mereka
mengatakan,
Beliau tidak mengambil (pendapat) dengan ra'yu (akal)-nya. Oleh karena itu
seorang penuntut ilmu wajib merujuk kepada Al-Qur'an dan hadits Rasul-Nya
shallallahu ‘alahi wa sallam dengan dibimbing para ulama. Merujuk kepada
Kitabullah (Al-Qur'an) dilakukan dengan menghafal, mempelajari, dan
mengamalkan isi kandungannya.
Jika Al-Qur'an turun untuk hikmah tersebut maka kita hendaknya merujuk
kepada Al-Qur'an agar bisa mempelajari kandungannya, mengetahui makna-
maknanya setelah itu merealisasikan ajaran yang dibawa. Demi Allah, sungguh
pada Al-Qur'an terdapat kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat kelak.
ِ ِ
ُض َﻋ ْﻦ ذ ْﻛ ِﺮي ﻓَِﺈ ﱠن ﻟَﻪ
َ َوَﻣ ْﻦ أ َْﻋَﺮ.اي ﻓَﻼ ﻳَﻀ ﱡﻞ َوﻻ ﻳَ ْﺸ َﻘﻰ َ ﻓَ َﻤ ِﻦ اﺗﱠـﺒَ َﻊ ُﻫ َﺪ
ﺿْﻨ ًﻜﺎ َوَْﳓ ُﺸُﺮﻩُ ﻳـَ ْﻮَم اﻟْ ِﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ أ َْﻋ َﻤﻰ
َ ًﻴﺸﺔ َ َِﻣﻌ
"Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya
baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada Hari
Kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 123-124)
Oleh karena itu kita tidak mendapati satu orang pun yang lebih senang
kehidupannya, lebih lapang dadanya, dan lebih tentram hatinya dibandingkan
seorang mukmin meskipun ia miskin. Orang mukmin adalah orang yang paling
bahagia, tenang dan lapang dadanya. Bacalah jika kalian mau firman Allah
subhanahu wa ta’ala,
ُ َ
ِ ﻣﻦ ﻋ ِﻤﻞ ﺻ
ًﺎﳊًﺎ ِﻣ ْﻦ ذَ َﻛ ٍﺮ أ َْو أُﻧْـﺜَﻰ َوُﻫ َﻮ ُﻣ ْﺆِﻣ ٌﻦ ﻓَـﻠَﻨُ ْﺤﻴِﻴَـﻨﱠﻪُ َﺣﻴَﺎ ًة ﻃَﻴِّﺒَﺔ َ َ َ َْ
َﺣ َﺴ ِﻦ َﻣﺎ َﻛﺎﻧُﻮا ﻳـَ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن ْ ِ َﺟَﺮُﻫ ْﻢ ُ َوﻟَﻨَ ْﺠ ِﺰﻳـَﻨـ
ْ ﱠﻬ ْﻢ أ
"Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan." (An-Nahl: 97)
Apakah kehidupan yang baik itu? Jawabannya: Kehidupan yang baik adalah
kelapangan dada dan ketenangan hati, meskipun keadaan seseorang sangat
kekurangan. Dia merasakan ketenangan dalam jiwa dan lapang dadanya. Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
Jika orang kafir tertimpa musibah apakah ia bersabar? Jawabannya: Tidak! Dia
akan sedih dan dunia terasa sempit baginya. Bisa jadi ia akan bunuh diri. Orang
mukmin akan bersabar dan menikmati lezatnya kesabaran, yaitu kelapangan
dan ketenangan. Oleh karena itu ia merasakan kehidupan yang baik. Maka yang
dimaksudkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
Anda adalah Qadhi bagi para Qadhi di Mesir. Anda berada dalam iring-iringan, di
dalam kesenangan, sedangkan saya - yaitu seorang Yahudi - dalam keadaan
tersiksa dan sengsara seperti ini."
ِﺼ
ِ ﺎﳊ
ﺎت ﱠ اﻟ ا
ﻮ ﻠ
ُ ِ إِﻻ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا وﻋ. إِ ﱠن اﻹﻧْﺴﺎ َن ﻟَِﻔﻲ ﺧﺴ ٍﺮ.واﻟْﻌﺼ ِﺮ
ﻤ
َ ََ َ َ ُْ َ َْ َ
اﺻ ْﻮا ِ ﻟ ﱠ
ﺼ ِْﱪ َ اﺻ ْﻮا ِ ْﳊَ ِّﻖ َوﺗَـ َﻮ
َ َوﺗَـ َﻮ
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, nasehat-
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya
menetapi kesabaran." (Al-'Ashr: 1-3)
Adapun orang mukmin hidup senang dengan bermunajat kepada Allah dan
mengingat-Nya. Mereka meyakini ketentuan Allah dan taqdir-Nya. Jika mereka
ditimpa musibah, mereka bersabar dan jika mereka memperoleh kesenangan
mereka bersyukur Mereka berada dalam puncak kebahagiaan. Beda halnya
dengan orang-orang yang tamak pada dunia, keadaan mereka seperti
digambarkan Allah dalam firman Nya,
ﺿﻮا َوإِ ْن َﱂْ ﻳـُ ْﻌﻄَْﻮا ِﻣْﻨـ َﻬﺎ إِ َذا ُﻫ ْﻢ ﻳَ ْﺴ َﺨﻄُﻮ َن ِ
ُ ﻓَِﺈ ْن أ ُْﻋﻄُﻮا ﻣْﻨـ َﻬﺎ َر
"Jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati dan jika
mereka tidak diberi sebahagian dari padanya dengan serta merta mereka
menjadi marah." (At-Taubah: 58)
Adapun merujuk kepada Sunnah Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam telah tsabit di
hadapan kita -Alhamdulillah- tetap terjaga. Para ulama memaparkan hadits
beliau dengan menjelaskan pula hadits-hadits yang didustakan atas nama
beliau. Alhamdulillah, Sunnah tetap terang dan terpelihara. Siapapun bisa
mengakses hadits Nabi, seperti dengan muraja'ah jika itu memungkinkan. Jika
tidak maka dengan bertanya kepada para ulama. Apabila ada orang bertanya,
"Bagaimana caranya anda bisa memadukan antara ucapan yang anda katakan
tadi dengan merujuk kepada Al-Qur'an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi
wa sallam padahal kita temui sebagian orang mengikuti kitab-kitab yang
disusun dalam berbagai madzhab seraya mengatakan, "Saya bermadzhab A,
saya bermadzhab B, saya bermadzhab C!!!" Sampai anda berfatwa kepada
seseorang lantas anda katakan kepadanya, "Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam
bersabda demikian." Lalu dia berkata, "Saya bermadzhab Hanafi, saya Maliki,
saya Hanbali……” Atau dengan ungkapan yang serupa."
Para imam madzhab juga melarang taqlid murni kepada mereka. Mereka
berkata, "Kapanpun kebenaran tampak maka wajib rujuk kepadanya."
Setelah itu kita katakan kepada orang yang membantah kita dengan madzhab A
dan B, "Kami dan anda bersyahadat bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.
Konsekuensi syahadat ini agar kita mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam saja."
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan kita jelas dan terang
tapi saya tidak bermaksud dengan ungkapan ini untuk meremehkan arti penting
merujuk pada kitab-kitab ahli fiqih dan kitab-kitab ulama lainnya. Bahkan
(sebaliknya), merujuk kepada kitab-kitab mereka untuk mengambil manfaat
dari mereka. Dan untuk mengenal metode mereka dalam ber-istinbat terhadap
hukum-hukum syari'at dari dalil-dalilnya termasuk perkara yang tidak mungkin
tercapai melainkan dengan merujuk kepada kitab-kitab tersebut.
Oleh karena kita dapati orang-orang yang tidak mendalami ilmu melalui didikan
para ulama, mereka terjerumus ke dalam banyak ketergelinciran sehingga
memandang suatu masalah dengan pandangan yang sempit dari apa yang
selayaknya mereka telaah. Mereka mengkaji -sebagai contoh- Shahih Al-
Bukhari lalu mereka berpendapat dengan hadits-hadits yang termaktub di
dalamnya padahal dalam hadits-hadits tersebut terdapat hukum yang sifatnya
umum dan khusus, mutlak (tidak terikat) dan muqayyad (terikat) dan apa yang
telah di-mansukh (dicabut pemberlakuannya). Tapi mereka tidak mendapatkan
petunjuk untuk mendapatkan hal tersebut. Maka terjadilah kesesatan yang
besar.
____________
Footnote:
16 HR. Muslim dalam Kitabuz Zuhud Bab: Al-mu’minu Amruhu kulluhu Khairun.
Diantara adab yang seorang penuntut ilmu wajib berhias dengannya adalah
tatsabut dengan berita-berita yang akan dirujuk. Demikian pula dengan hukum
hukum yang akan ditetapkan. Apabila mengambil sebuah berita maka engkau
harus mengkonfirmasinya secara teliti lebih dahulu, apakah berita yang kau
ambil itu shahih atau tidak. Jika berita itu shahih, jangan lantas engkau
menetapkannya akan tetapi periksa dahulu hukumnya dengan teliti.
Boleh jadi berita yang engkau dengar dilandasi suatu kaidah ushul yang tidak
engkau ketahui, lantas engkau menghukumi bahwa itu keliru, padahal pada
kenyataannya hal itu bukan suatu kekeliruan. Lalu bagaimana solusi situasi
semacam ini? Solusinya adalah engkau menghubungi orang yang dinisbatkan
sebagai nara sumber berita itu, lalu engkau katakan, "Dinukil dari anda (berita)
ini dan itu, apakah ini benar?" Setelah itu engkau berdialog langsung
dengannya. Boleh jadi pada awalnya engkau tidak menyukai karena engkau
tidak mengetahui sebab penukilannya. Sehingga,
Maka terlebih dahulu harus dilakukan tatsabut (terhadap sumber berita), baru
kemudian menghubungi sumber berita itu. Engkau tanyakan kepadanya apakah
berita itu benar atau tidak, setelah itu berdiskusi dengan orang itu. Bisa jadi dia
yang benar maka engkau bisa merujuk kepadanya atau bisa jadi engkau yang
benar sehingga dia bisa merujuk kepadamu.
Ada perbedaan antara Tsabat dan tatsabut. Secara lafadz dua kata ini memiliki
kemiripan, namun berbeda dari segi makna.
Tsabat maknanya sabar dan tekun, tidak merasa jemu, tidak gelisah dan tidak
mengambil sedikit-sedikit dari setiap kitab atau sepotong-potong dari setiap
disiplin ilmu lalu meninggalkannya. Karena hal ini (justru) akan merugikan
penuntut ilmu itu sendiri. la menghabiskan waktu tanpa mendapat satu
manfaat. Contohnya, sebagian penuntut ilmu membaca pembahasan ilmu
nahwu, kadang dia membaca Al-Jurumiyah, kadang membaca kitab Qatrunada,
kadang membaca kitab Al-Alfiah. Demikian pula dengan pelajaran Al-Musthalah
(ilmu istilah-istilah hadits), sesekali membaca An-Nukhbah, sesekali membaca
Al-Alfiah Al-Iraqi.
Orang tipe ini sering kali tidak akan memperoleh ilmu. Kalaupun
memperolehnya, ilmu yang diperoleh adalah ilmu masa'il (yang berkaitan
dengan pembahasan masalah/kasus) bukan dalam hal ushul (konsep dasar
ilmu). Dan perolehan berbagai permasalahan bagaikan orang yang
mengumpulkan belalang satu demi satu.
Jadi, ta'sil (pengambilan konsep dasar ilmu), keteguhan serta kemantapan pada
suatu ilmu adalah sesuatu yang penting, lebih mantap dalam hubungannya
dengan kitab yang dibaca dan di-muraja'ah. Demikian juga lebih mantap dalam
hubungannya dengan para syaikh yang engkau ambil ilmunya.
Atau dengan syaikh lainnya dalam pembahasan aqidah dan tauhid dan terus
belajar bersamanya. Hal yang penting, hendaknya engkau terus belajar dan
jangan hanya menjadi sekedar pencicip (berbagai macam ilmu), seperti halnya
seorang lelaki yang hobi cerai. Setiap kali menikahi seorang wanita setelah
hidup bersamanya 7 hari, kemudian dia mentalaknya dan pergi mencari wanita
lain.
Tatsabut juga merupakan perkara yang penting, sebab terkadang orang yang
menukil berita mempunyai kehendak yang tidak baik. Dia menukil suatu berita
yang dapat mencemarkan nama baik orang yang diambil beritanya baik dengan
sengaja atau dengan tendensi tertentu. Terkadang mereka tidak berniat jahat
namun mereka memahaminya dengan sesuatu yang berbeda dengan makna
yang diinginkan. Oleh karena itu wajib tatsabut.
Apabila sesuatu yang dinukil tersebut telah tsabit dengan penyebutan sanadnya
maka sampailah giliran untuk berdiskusi dengan orang yang menukilkannya
sebelum menghukumi pernyataan tersebut, apakah hal itu benar atau tidak.
Sebab boleh jadi akan tampak kebenaran bagimu setelah dilakukan diskusi,
bahwa kebenaran berada di pihak orang yang dinukil ucapannya.
اﳊﺮص ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻢ ﻣﺮاد ﷲ ﺗﻌﺎﱃ وﻣﺮاد:اﻷﻣﺮ اﻟﺜﺎﱐ ﻋﺸﺮ
رﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ 12. Berantusias memahami makna yang
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.
Di sini saya ingin menegaskan suatu poin penting, yaitu bahwa kesalahan
dalam pemahaman boleh jadi jauh lebih berbahaya dibandingkan kesalahan
karena kejahilan (kebodohan). Sebab orang yang berbuat salah lantaran
kebodohan dia akan sadar bahwa dia bodoh sehingga dia akan belajar.
Tetapi orang yang pemahamannya salah dia meyakini bahwa dirinya adalah
orang pandai yang mencocoki kebenaran. Dia meyakini bahwa inilah yang
dimaukan Allah dan Rasul-Nya. Kami akan sajikan beberapa contoh agar
jelas bagi kila tentang pentingnya pemahaman.
Contoh pertama:
ﱠ
َ َاﳉِﺒ
ﺎل ﻳُ َﺴﺒِّ ْﺤ َﻦ َواﻟﻄﱠْﻴـَﺮ َوُﻛﻨﱠﺎ ْ ُﺣ ْﻜ ًﻤﺎ َو ِﻋ ْﻠ ًﻤﺎ َو َﺳ ﱠﺨ ْﺮَ َﻣ َﻊ َد ُاوَد
ﲔ ِﺎﻋﻠ
ِ َﻓ
َ
"Dan (ingatlah kisah) Dawud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan
keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-
kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan
yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian
kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-
masing telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan
gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan
Kamilah yang melakukannya."
"Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu."
Contoh kedua:
Apabila engkau memiliki dua bejana, salah satu berisi air hangat sedangkan
bejana lain berisi air dingin membeku. Saat itu musim dingin. Lalu datanglah
seorang lelaki yang ingin mandi janabat (mandi besar). Ada sebagian orang
berkata, yang lebih utama adalah engkau memakai air dingin sebab
memakai air dingin terdapat kesulitan.
ﱡ
ِ اﳋﻄَﺎ وﻳـﺮﻓَﻊ ﺑِِﻪ اﻟﺪﱠرﺟ
ﻗَﺎﻟُﻮا،ﺎت ْ ِِأََﻻ أَدﻟﱡ ُﻜﻢ ﻋﻠَﻰ ﻣﺎ ﳝَْﺤﻮ ا ﱠ ﺑ
ﻪ
ََ ُ َْ َ َ َ ُ ُ َ َ ْ ُ
ِ إِﺳﺒﺎغُ اﻟْﻮﺿ:ﺎل
ﻮء َﻋﻠَﻰ اﻟْ َﻤ َﻜﺎ ِرِﻩ َ ِ
َ ﻮل ا ﱠ
ﻗ َ ﺑَـﻠَﻰ َ َر ُﺳ
ُ ُ َْ
"Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang sesuatu yang dengannya Allah
akan menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat kalian?" Mereka
berkata, "Mau, ya Rasululluh." Beliau bersabda, "Sempurnakanlah wudhu
walaupun dalam keadaan sulit."18
Seseorang telah berfatwa bahwa menggunakan air dingin lebih utama. Dia
berdalil dengan hadits di atas. Apakah kesalahan tersebut terletak pada
ilmunya ataukah pada pemahamannya? Jawabannya, kesalahan itu terjadi
pada pemahaman karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ إِﺳﺒﺎغُ اﻟْﻮﺿ
ﻮء َﻋﻠَﻰ اﻟْ َﻤ َﻜﺎ ِرِﻩ ُ ُ َْ
"Sempurnakanlah wudhu walaupun dalam keadaan sulit". Beliau tidak
mengatakan, "Engkau pilih air dingin untuk berwudhu." Bedakan kedua
ungkapan tersebut. Kalau saja yang diungkapkan dalam hadits tersebut
adalah ungkapan kedua, tentunya kita katakan, "Ya, pilihlah air dingin." Akan
tetapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sempurnakanlah wudhu
walaupun dalam keadaan sulit."
____________
Footnote:
18 HR. Muslim dalam Kitabut Thaharah Bab: Fadlu Isbaghil Wudhu ‘alal
Makarih.
Akhir []