Anda di halaman 1dari 36

HILYAH THOLIBIL ‘ILMI – perhiasan bagi penuntut ilmu Karya Syaikh Bakar Abu

Zaid
(bagian-1)

Ini adalah kitab kecil (kutaib). Syaikh lahir di Najed, KSA.


Sebagai penuntut ilmu hendaknya dihiasi dengan adab yang Syaikh utarakan
dalam kutaib ini.
Perhiasan ini harusnya membuat terlihat indah bagi orang lain.
Kitab ini telah disyarah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, ditulis
oleh Khauri Said.
Kitab ini sangat penting bagi penuntut ilmu, karena berisi adab-abad sebagai
penuntut ilmu (dengan teman, kepada guru, terhadap ilmu dst).
ADAB adalah 2/3 ilmu. Karena disetiap disiplin ilmu ada adabnya.
Para ulama terdahulu, lebih menekankan adab dalam menuntut ilmu.
Seorang ulama mengatakan bahwa beliau belajar adab selama 40 tahun.
Ibnul Mubarok berkata,
‫ وتعلمنا العلم عشرين‬،ً‫تعلمنا األدب ثالثين عاما‬
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami
mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Dahulu, para penuntut ilmu mengeluarkan biaya dan usaha yang tidak sedikit
untuk mendapatkan ilmu, namun ilmu mereka berkah.
Sekarang ini mudah bagi kita akses ilmu namun ilmunya tidak berkah…
ADAB akan menghiasi penuntut ilmu di tengah-tengah masyarakat (awam), dan
ini akan mempermudah dakwah kepada orang-orang awam.

ADAB penuntut ilmu terkait diri sendiri


1. Yakini bahwa ilmu (yang sedang dipelajari) adalah ibadah.
Syaikh Bakar Abu Zaid mengatakan Pokok dasar dari perhiasan pada diri
penuntut ilmu adalah kita harus paham betul bahwa ilmu adalah ibadah.
Sampai-sampai seorang ulama mengatakan ilmu adalah sholat, dan ilmu adalah
ibadah hati (jiwa).
Menuntut ilmu bagian dari jihad.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
۟ ‫ِين َو ِليُنذ ُِر‬
‫وا قَ ْو َم ُه ْم‬ ِ ‫وا فِى ٱلد‬ َ ‫وا َكآفَّ ًۭةً ۚ فَلَ ْو ََل نَف ََر ِمن ُك ِل فِ ْرقَ ٍۢة ِم ْن ُه ْم‬
۟ ‫طآئِف ًَۭة ِل َيتَفَقَّ ُه‬ ۟ ‫۞ َو َما َكانَ ٱ ْل ُمؤْ ِمنُونَ ِل َين ِف ُر‬
َ‫ِإ َذا َر َجعُ ٓو ۟ا ِإ َل ْي ِه ْم َل َع َّل ُه ْم َيحْ َذ ُرون‬
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.
Surat At-Taubah (9) Ayat 122
Dan Rasulullah ‫ ﷺ‬menjelaskan,
‫َّللا َحتَّى يَ ْر ِج َع‬ َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ُه َو فِى‬
ِ َّ ‫س ِبي ِل‬ َ ‫َم ْن خ ََر َج فِى‬
ِ َ‫طل‬
“Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah

sampai ia kembali.”
Duduknya kita dalam majelis ilmu adalah dalam rangka membela agama Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫من يرد هللا به خيرا يفقهه في الدين‬
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia

dalam masalah agama (ini).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


Namun kita perlu hati-hati dalam memilih majelis ilmu.
Ilmu tidak ada sesuatu apapun (ibadah sunnah) yang bisa menandingi menuntut
ilmu asal niatnya benar (Imam Ahmad).
Niat dikatakan benar bila ketika dia niatkan untuk angkat kebodohan dirinya dan
orang lain (dengan cara disampaikan).
Matan lanjutan: “Syarat nya adalah ikhlas, memurnikan hanya untuk Allah”
Allah berfirman,
‫لزك َٰوةَ ۚ َو ٰ َذلِكَ ِدينُ ٱ ْلقَ ِي َم ِة‬ ۟ ُ ‫صلَ ٰوةَ َويُؤْ ت‬
َّ ‫وا ٱ‬ ۟ ‫صينَ لَهُ ٱلدِينَ ُحنَفَا ٓ َء َويُ ِقي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ ِ ‫ّلل ُم ْخ ِل‬ ۟ ‫َو َما ٓ أ ُ ِم ُر ٓو ۟ا ِإ ََّل ِل َي ْعبُد‬
َ َّ ‫ُوا ٱ‬
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.
Surat Al-Bayyinah (98) Ayat 5
dari umar bin khattab bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda:
‫إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى‬
“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan

sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa
yang diniatkannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Matan lanjutan : Ketika seorang penuntut ilmu hilang keikhlasan, maka ada
perubahan dari sebaik-baiknya ibadah menjadi seburuk-buruknya pelanggaran
dalam Islam.
Dalam sebuah hadits ada tiga golongan yang pertama kali diseret ke dalam
neraka, salah satunya adalah penuntut ilmu yang tidak ikhlas.
TIDAK ada yang bisa menghancurkan ikhlas dalam menuntut ilmu kecuali riya
dan summah.
Riya biasa terjadi sebelum dan sedang beramal
Summah terjadi setelah beramal.
Riya ada dua..
Riyatul syirik, adalah riya yang sebagian karena Allah dan sebagian bukan karena
Allah.
Riyatul Ikhlas, 100% bukan karena Allah.
Ikhlas adalah perintah Allah
Dikatakan seseorang Ikhlas (Syaikh Utsaimin)
1. Niatkan saat menuntut ilmu adalah ini adalah perintah Allah.

2. Niatkan untuk menjaga syariat Allah

3. Niatkan untuk membela syariat Allah

4. Niatkan untuk ikuti semua yang disampaikan oleh Nabi ‫ﷺ‬


Matan lanjutan : pastikan kita hindari sesuatu yang dapat mencemari niat kita.
Seperti cinta kepada popularitas, terlihat menonjol, cari ilmu untuk cari harta
dunia.
Adanya larangan ulama akan hal “seorang penuntut ilmu supaya terkenal”
Tergelincirnya para penuntut ilmu kadang terjadi bila dia ingin bahas sesuatu
yang buat dia terkenal.
Sufyan Ats Tsauri, “Dulu kami dimudahkan paham Al Qur’an, tapi setelah aku
sering terima hadiah dari pemimpin maka sekarang aku sulit memahami Al
Qur’an.”
Itulah sebabnya para ulama yang sholeh tidak mudah menerima hadiah dari
pemimpin.
Matan lanjutan : maka berpegang teguh dengan tali yang kokoh supaya tidak
tercemar niat ikhlas kita.
Kerahkan segala kemampuan untuk ikhlas. Dan harus ada ketakutan yang besar
agar tidak jatuh kepada hal yang hilangkan keikhlasan.
Tidak ada sesuatu yang berat yang aku obati kecuali menjaga keikhlasan (Imam
Ats Tsauri).
(bagian-2)
Sebagai penuntut ilmu hendaknya dihiasi dengan adab yang Syaikh utarakan
dalam kutaib ini.
Perhiasan ini harusnya membuat terlihat indah bagi orang lain.
1. Hendaknya seorang penuntut ilmu mengetahui bahwa ilmu yang kita pelajari
adalah seafdhol-afdholnya ibadah.
Syarat ibadah adalah
ikhlas dan
Menggabungkan sifat yang gabungkan dunia dan akhirat yaitu cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Allah ‫ ﷻ‬berfirman.
َ ُ‫ّلل فَٱتَّبِعُونِى يُحْ بِ ْب ُك ُم ٱ َّّللُ َويَ ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم ۗ َوٱ َّّلل‬
ًۭ ُ‫غف‬
‫ور َّر ِح ًۭيم‬ َ َّ ‫قُ ْل إِن ُكنت ُ ْم ت ُ ِحبُّونَ ٱ‬
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. QS Ali-Imran (3) Ayat 31
Ayat ini adalah bukti nyata kepada Rasulullah ‫ﷺ‬,terutama dalam masalah agama.
Dalam urusan dunia kita dibebaskan asalkan tidak bertentangan dengan syariat
yang telah dijelaskan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬.
Orang yang sedang jatuh cinta akan berusaha untuk mendapatkan keridhaan
atau sesuatu yang dicintai kekasihnya..
Demikian juga dalam hal ibadah, pembuktian cinta kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Bila Nabi ‫ ﷺ‬melarang maka kita harus tinggalkan. Bila Nabi ‫ ﷺ‬memerintahkan
maka kerjakan.
Hendaknya kecintaan seseorang mencintai Rasulullah ‫ ﷺ‬hendaknya membawa
kita kepada mengikuti Rasulullah ‫ ﷺ‬bahkan dalam urusan dunia (perkara
mubah).
Matan lanjutan
Dua syarat diatas adalah dua dasar yang harusnya menghiasi ibadah seseorang.
Dua perkara ini jadi mahkota seseorang, Seseorang penuntut ilmu (sudah ikuti
majelis ilmu), *hendaknya untuk bertakwa* kepada Allah baik dalam kesendirian
maupun dalam kondisi di muka umum.
Dengan takwa akan mempermudah menyerap ilmu.
Allah berfirman,
‫سيِـَٔاتِ ُك ْم َويَ ْغ ِف ْر لَ ُك ْم‬ َ ‫ّلل يَجْ عَل لَّ ُك ْم فُ ْرقَا ًۭنًا َويُك َِف ْر‬
َ ‫عن ُك ْم‬ ۟ ُ‫يَ ٰـٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا إِن تَتَّق‬
َ َّ ‫وا ٱ‬
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan
memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-
kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Surat Al-Anfal (8) Ayat 29
Furqan bisa diperoleh dengan ilmu dan ilmu diperoleh dengan belajar.
Furqan juga bisa didapat dari firasat seorang mukmin.
Contoh firasat adalah apa yang Umar bin Khaththab dapat ilham tentang
pengharaman khamr dan wajibnya menutup aurat dengan hijab.
Furqan juga didapat dengan banyak istighfar
ِ ‫َّللاُ َوَل تَ ُك ْن ِل ْلخائِنِينَ خ‬
َ َّ ‫) َوا ْستَ ْغ ِف ِر‬105( ً ‫َصيما‬
‫َّللا‬ َّ َ‫اس بِما أَراك‬
ِ َّ‫ق ِلتَحْ ُك َم بَيْنَ الن‬ِ ‫تاب بِ ْال َح‬
َ ‫ِإنَّا أَ ْنزَ ْلنا ِإلَيْكَ ْال ِك‬
ً ‫غفُورا ً َر ِحيما‬ َ َّ ‫( ِإ َّن‬106)
َ َ‫َّللا كان‬
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepada kamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Qs
An Nisa 105-106.

Perhiasan selanjutnya
2. *Jadilah kalian yang berpegang teguh di atas orang-orang sholeh terdahulu
(salafus sholeh)*, yaitu jalan para sahabat, tabi’in dan Tabiut Tabiin serta ikuti
mereka dalam semua bab agama.
Salaf artinya terdahulu.
Orang-orang yang ikuti salafus sholeh harus dalam semua hal agama (adab,
akhlak, muamalah, ibadah, aqidah dst).
Orang-orang yang berusaha mengikuti salafus sholeh sering dinisbatkan pada
mereka, salafi.. (namun seringkali dijumpai orang yang berusaha menjauhkan
dari kebaikan ini dengan memberi label tambahan wahabi).
Dan banyak orang yang mengaku salafi (pengikut salafus shaleh) namun tidak
mengikuti semua bab atau hal yang dilakukan oleh para salafus shaleh.
Sebagai penuntut ilmu, Jadi lah orang yang unggul dalam ikuti jejak Rasulullah
‫ﷺ‬.
Dalam perkara apapun dan *tinggalkan debat.*
Penyakit penuntut ilmu adalah suka debat.
Selanjutnya Syaikh menasihati untuk menjauhi berdalam-dalam ilmu kalam
(mantiq).
Ilmu filsafat sudah ada 700 tahun sebelum Masehi.
Imam Syafi’i berkata “hukumanku pada orang-orang yang perdalam ilmu kalam
adalah dipukul dengan pelepah kurma dan dikatakan inilah orang yang
mendalami ilmu kalam.”
Syarat pelajari ilmu kalam
1. Bekal ilmu syari (Al Qur’an dan Sunnah) sudah hebat, untuk benteng syubhat
2. Tujuannya untuk membantah kesesatan dalam ilmu kalam.
Imam Ad Daaruqudny – tidak ada yang aku benci melebihi ilmu kalam.
Adz-Dzahabi (Syafi’iyah) mengatakan orang-orang yang meninggalkan ilmu
kalam dan meninggalkan debat, inilah para pengikut salafus shaleh sejati.
Syaikh melanjutkan : Kaidah ilmu kalam dalam memahami sifat Allah.
1. Apabila ada nash yang jelaskan sifat Allah dan sesuai akal maka dibenarkan.
2. Sifat Allah dalam Al Qur’an dan Sunnah yang tidak sesuai dengan akal, maka
ditolak. Dengan cara yang halus (takwil) atau kasar.
3. Apabila ada nash yang menceritakan sifat Allah namun akal tidak sampai maka
mereka berdiam diri.
Bagi mereka akal lebih tinggi dari naql (Al Qur’an dan Sunnah).
Ibnu Taimiyyah mengatakan Ahlussunnah Wal jamaah adalah kaum muslimin
yang murni, adalah orang-orang yang ikuti para salafus shaleh dalam seluruh
aspek agama.

(bagian-3)

Sebagai penuntut ilmu hendaknya dihiasi dengan adab. Perhiasan ini harusnya
membuat terlihat indah bagi orang lain.
Yang terkait jiwa adalah :
Duduknya penuntut ilmu adalah ibadah.
Harus serius dalam menuntut ilmu.

*Yang ketiga, selalu hadirkan pada diri kita rasa takut kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.*
Yaitu dengan cara melestarikan simbol-simbol keislaman yang ada pada dirinya,
dan menampakkan sunnah, menyebarkan dalam bentuk amalan dan
mendakwahkannya.. Maka hiasi diri dengan karakter/akhlaq Islam.
Contoh, menebarkan salam, pelihara jenggot
Imam Ahmad mengatakan *sumber ilmu adalah tumbuhnya rasa takut kepada
Allah.*
Kaum orientalis itu punya hafalan Qur’an dan hadits sangat banyak namun tidak
menimbulkan rasa takut kepada Allah.
Apakah ilmu kita bermanfaat? Chek dengan apakah kita semakin takut kepada
Allah.
Khosyatullah, takut kepada Allah disertai dengan ilmu (Asma dan sifat) dan
pengagungan.
Khouf = takut kepada Allah, tidak disertai ilmu..
Khouf biasanya digunakan manusia dengan manusia, karena lemahnya
seseorang.
Syaikh Utsaimin ; manusia apabila mengetahui Allah dengan benar maka inilah
yang akan menimbulkan rasa takut kepada Allah.
Allah berfirman,
‫ّلل ِم ْن ِعبَا ِد ِه ٱ ْلعُلَ َم ٰـٓؤ ُ۟ا‬
َ َّ ‫إِنَّ َما يَ ْخشَى ٱ‬
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama.
Surat Fathir (35) Ayat 28.
Sertakan rasa takut kepada Allah pada saat bersama orang-orang dan saat
sendirian.
*Rasa takut kepada Allah ini yang paling penting adalah saat kita bersendirian.*
Sebaik-baik makhluk adalah orang yang paling takut kepada Allah, dan tidak ada
yang takut kepada Allah kecuali orang yang alim.
Seseorang dikatakan alim saat dia mengamalkan ilmunya.
Dalam Islam hanya ada dua, tuntunan untuk mengerjakan (wajib dan Sunnah)
dan tuntunan untuk meninggalkan (makruh dan haram).
Dan tidak mungkin seorang alim beramal dengan ilmunya kecuali ketika adanya
rasa takut kepada Allah.
Khatib Al Baqdadi, menceritakan perkataan Ali bin Abi Thalib : *Sesungguhnya
ilmu itu mengajak kepada amalan. Apabila kita menolak ajakan tersebut maka
pergilah ilmu itu..*
Ilmu yang tidak diamalkan akan meninggalkan orang tersebut.
Siapa yang disebut Alim? Syaikh Utsaimin : Alim yang rabbani.. Yaitu yang
mendidik (diri sendiri dan orang lain)
Contoh ilmu yang tidak menimbulkan rasa takut..
Kamus Al Munjib (kamus besar bahasa Arab) adalah orang Nasrani
Indeks hadits (8-9 jilid) yang memudahkan kita mencari hadits diselesaikan
dalam 70 tahun, dibuat oleh kaum orientalis.
Rasulullah ‫ ﷺ‬mengabarkan tiga golongan manusia yang pertama kali masuk
neraka karena tidak ikhlas adalah ahli ilmu (Ahli Qur’an); orang yang mati
fisabilillah (Mujahidin); dan orang kaya (Dermawan).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ۚ ‫ظا ِم َّما ُذ ِك ُر ْوا بِ ٖه‬ ًّ ‫س ْوا َح‬ ِ ‫ع ْن َّم َوا‬
ُ َ‫ض ِع ٖه ۙ َون‬ َ ‫ض ِه ْم ِم ْيثَا قَ ُه ْم لَعَنّٰ ُه ْم َو َجعَ ْلنَا قُلُ ْوبَ ُه ْم ٰق ِسيَةً ۚ يُ َح ِرفُ ْونَ ْالـ َك ِل َم‬
ِ ‫فَبِ َما نَ ْق‬
َ‫َّللا ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِيْن‬ ْ ‫ع ْن ُه ْم َوا‬
َ ّٰ ‫صفَحْ ۗ ا َِّن‬ َ ‫ف‬ ُ ‫ع ٰلى َخآئِنَة ِم ْن ُه ْم ا ََِّل قَ ِلي ًْال ِم ْن ُه ْم فَا ْع‬ َ ‫َط ِل ُع‬َّ ‫َو ََل تَزَ ا ُل ت‬

“(Tetapi) karena *mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka dan

Kami jadikan hati mereka keras membatu*. Mereka suka mengubah firman
(Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang
telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan
melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka
(yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka.
Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 13)
Yahudi lupa dengan ilmu yang mereka pelajari.. Mereka mengenal Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬melebihi mengenal keluarganya..
Namun mereka tidak beriman kepada Rasulullah ‫ﷺ‬.

*Yang keempat, adalah tanamkan pada diri kita bahwa Allah selalu
mengawasi kita*.
Yaitu ketika bersama orang lain dan sendirian.
Selalu iringkan khauf (takut) dan roja (harap).. Keduanya bagaikan kedua sayap
seekor burung yang harus jalan beriringan bersama.
Hendaknya seorang penuntut ilmu datang kepada Allah dengan totalitas.. Lisan
dipenuhi dengan dzikir
Tidak merasa terbebani dengan hukum Allah.
Yang harus ada pada seseorang penuntut ilmu dan ibadah lainnya..
1. Rasa mahabah (cinta kepada Allah)
2. KHOUF (rasa takut kepada Allah)
3. Roja, husnudzon, berharap amalnya diterima dan masuk surga.
Kita harus selalu merasa bahwa Allah selalu memantau kita setiap saat. (Syaikh
Utsaimin).
‫ي ْالقَيُّو ُم ََل تَأ ْ ُخ ُذهُ ِسنَة َوَل ن َْوم‬
ُّ ‫َّللاُ ََل ِإلَهَ ِإَل ه َُو ْال َح‬
َّ
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus
mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk, dan tidak tidur.
Kalau kita tetap bermaksiat saat sendirian maka sungguh merugi orang-orang
seperti ini.
Orang seperti ini menjadikan Allah lebih rendah dari orang.
Sebagian ulama (termasuk Syaikh Utsaimin) memberi rincian antara KHOUF dan
roja..
Kalau keadaan sedang ingin melakukan ketaatan maka unggulkan roja
Bila ada dorongan nafsu kemaksiatan maka harus unggulkan rasa takut kepada
Allah..
Bila sakit yang berat yang kira-kira akan sampai sakaratul maut, maka yang
diunggulkan adalah roja (harapan). Misalnya harapan amalannya diterima..
Bila saat sehat, muda maka unggulkan rasa takut kepada Allah…
Pembahasan kelima adalah seorang penuntut ilmu harus punya sifat tawadhu,
menjauhkan diri dari sifat angkuh dan sombong yang akan menjauhkan diri dari
ilmu.
Orang yang menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain, maka dia tidak akan
dapat manfaat dari orang yang dia anggap rendah.
Orang sombong itu jauh dari ilmu.
Air tidak akan mengalir dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi.
Manusia bisa Allah angkat derajat dan bisa direndahkan derajat nya karena ilmu.

(bagian-4)
Sebagai penuntut ilmu hendaknya dihiasi dengan adab. Perhiasan ini harusnya
membuat terlihat indah bagi orang lain.
Telah kita bahas adab yang terkait pada kejiwaan atau kepribadian
1. Keyakinan bahwa menuntut ilmu adalah ibadah
2. Hendaknya berpegang teguh seperti orang-orang sholeh ketika mereka
menuntut ilmu
3. Selalu sertakan rasa takut kepada Allah
4. Selalu merasa diawasi oleh Allah ‫ﷻ‬
Kita bahas yang berikutnya
5. Hendaknya hiasi dengan kerendahan hati dan jauhilah kesombongan*
Jaga kerendahan hati, kesucian diri, santun, sabar. Dan hendaklah rendah hati
diatas kebenaran dan tenang seperti seekor burung. (saking khusyu maka
burung yang hinggap di pundak kita tidak terbang).
Hendaknya menanggung kesabaran kehinaan penuntut ilmu (di sama ratakan –
dari kemuliaan dunia).
Betapa banyak orang-orang terhalangi menuntut ilmu karena kesombongan
dirinya.
Misalnya.. Ah Ustadz lokal, ah sudah pernah ngaji dengan ustadz lain dst.
Syaikh Utsaimin : Seorang penuntut ilmu hendaknya menjaga kemuliaan dirinya
dan harus bersabar, saat orang awam merendahkan dirinya, atau gangguan dari
teman penuntut ilmu.
Penulis (Syaikh Bakar) mengatakan berhati-hatilah dengan hal-hal yang
membatalkan adab ini, yaitu sombong yang akan datangnya dosa dan bukti ada
akal yang cacat.
Demikian juga dalam hal amal, karena tidak mau amalkan ilmu karena
kesombongan.
Yang ini termasuk kemunafikan.. Karena seakan-akan sudah berpenampilan
mengetahui banyak ilmu namun tidak mau mengamalkan ilmu tersebut.
Dulu orang-orang salafus shaleh sangat berhati-hati dalam sikap sombong ini.
Contohnya..
Al Anshy ketika keluar masjid (menuntut ilmu) menempelkan tangan kanan
diatas tangan kiri.. Karena beliau kuatir tangan itu melakukan kemunafikan..
Syaikh menjelaskan, hal itu karena Al Anshy menjaga supaya tidak ada ayunan
tangan yang terlihat kesombongan..
Syaikh melanjutkan bahwa diantara dosa pertama yang memaksiati Allah adalah
ujub dan sombong.
Iblis enggan mengikuti perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam.
Dan terhalang untuk mendapatkan ilmu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ٓ
ِ ‫َواِ ْذ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم ٰلئِ َك ِة اِنِ ْي َجا ِعل فِى ْاَلَ ْر‬
ِ ُ‫ض َخ ِل ْيفَةً ۗ قَا لُ ْۤ ْوا اَتَجْ عَ ُل فِ ْي َها َم ْن يُّ ْف ِس ُد فِ ْي َها َويَ ْس ِفك‬
ۚ ‫الد َما ٓ َء‬
َ‫ِس لَـكَ ۗ قَا َل اِنِ ْۤ ْي اَ ْعلَ ُم َما ََل تَ ْعلَ ُم ْون‬
ُ ‫سبِ ُح بِ َح ْمدِكَ َونُقَد‬
َ ُ‫َونَحْ نُ ن‬
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak

menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak


menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan
kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman,
“Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.””
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30)
ٓ َ ‫علَى ْال َم ٰلٓئِ َك ِة فَقَا َل اَ ْن ٍۢبِـئ ُ ْونِ ْي بِا َ ْس َما ٓ ِء ْٰۤهؤ‬
َ‫َُل ِء ا ِْن ُك ْنت ُ ْم صٰ ِدقِيْن‬ َ ‫ض ُه ْم‬ َ ‫علَّ َم ٰا َد َم ْاَلَ ْس َما ٓ َء ُكلَّ َها ث ُ َّم‬
َ ‫ع َر‬ َ ‫َو‬
“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia

perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama


semua (benda) ini, jika kamu yang benar!””
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 31)
Adam lah yang mengajari nama-nama semua benda.
Sikap meremehkan kepada orang-orang yang membawa kebenaran adalah
sikap kesombongan.
Pepatah Arab mengatakan : *Ilmu itu adalah musuh bagi orang yang sombong,
sebagaimana air tidak mungkin mengalir ke tempat yang lebih tinggi.*
Hendaknya penuntut ilmu selalu menginjakkan kaki ke bumi (tidak sombong).
Kita harus berusaha curiga pada diri sendiri bahwa kita ini banyak kekurangan.
Adab berikutnya
6. Qonaah dan zuhud
Qonaah = ridha pada yang telah diberikan Allah kepada kita.
Zuhud = meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat
Wara’ = meninggalkan sesuatu yang membahayakan akhirat.
*Jadi zuhud > wara’ (zuhud lebih tinggi)*.
Kita harus berusaha merasa cukup atas apa yang kita dapatkan dari Allah.
Syaikh Bakar mengatakan zuhud pada hakikatnya meninggalkan yang haram dan
menjauhkan sesuatu dapat menggenggam yang haram, dan tinggalkan syubhat
atas sesuatu yang ada pada orang lain.
Ada praktek yang keliru, misalnya berpakaian lusuh namun untuk makan saja
harus meminta-minta.
Zuhud : biasa saja saat mendapat nikmat dunia dan biasa saja saat nikmat
tersebut diambil.
Allah berfirman,
۟ ‫علَ ٰى َما فَاتَ ُك ْم َو ََل تَ ْف َر ُح‬
‫وا ِب َما ٓ َءاتَ ٰى ُك ْم ۗ َوٱ َّّللُ ََل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْخت ٍَۢال فَ ُخور‬ َ ْ ‫ِل َكي َْال تَأ‬
َ ‫س ْو ۟ا‬
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
sombong lagi membanggakan diri,
Surat Al-Hadid (57) Ayat 23
Contoh Imam Abu Hanifah yang kaya raya namun sangat dermawan. Sampai-
sampai menyediakan asrama, dan segala fasilitas gratis kepada penuntut ilmu
yang berguru kepada nya.
Contoh lain adalah Ibnu Mubarok.
Kisah zuhud lainnya adalah Syaikh bin Baz yang menolak fasilitas mubah dari
kerajaan dan gajinya banyak digunakan untuk membantu para penuntut ilmu.
Beliau wafat dalam keadaan meninggalkan banyak hutang (yang telah dihalalkan
oleh pemberi hutang).
Atsar dari Imam Syafi’i.. Andai kata ada orang yang mau berwasiat (harta)
maka hendaklah dia wasiatkan kepada orang yang cerdas (orang-orang zuhud).
Orang-orang tersebut pasti akan kelola harta tersebut untuk kemuliaan Islam.
Zuhud dalam bermuamalah adalah meninggalkan perkara muamalah yang
haram, syubhat..
Di dunia ini carilah sesuatu yang berpahala untuk akhirat..
Allah berfirman,
‫َصيبَكَ ِمنَ ال ُّد ْنيَا‬ َ ‫َّار ْاْلَ ِخ َرةَ َو ََل تَ ْن‬
ِ ‫سن‬ َّ َ‫َوا ْبت َِغ فِي َما آَتَاك‬
َ ‫َّللاُ الد‬
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)


duniawi” (QS. Al Qashshash: 77).
Jangan sampai penuntut ilmu yang ingin praktek zuhud tapi malah mencoreng
nama diri dan keluarganya.
Syaikh Muhammad Al Singkity (Muritania).. Ulama besar yang dunia nya sedikit,
bahkan sampai tidak tahu nilai mata uang.
Beliau tahu jalan untuk mendapatkan dunia dan mampu namun beliau memilih
untuk tidak melakukan hal tersebut.
Para shahabat Muhajirin yang ikut hijrah Rasulullah ‫ ﷺ‬meninggalkan harta
mereka di Mekkah. Mereka menjadi miskin saat hijrah.
Maka nya ada ahlu shuffah.
Abu Hurairah adalah salah satu Ahlu Shuffah dalam menuntut ilmu.
Mereka Qonaah dan Allah mulia kan dengan ilmu.
ADAB berikutnya adalah penuntut ilmu hiasi diri dengan akhlak yang baik.
(bagian-5)
Telah dijelaskan perhiasan : Rendah hati dan tidak sombong, dan punya sifat
qonaah serta zuhud.
Kita lanjutkan…
*Hiasi diri kita dengan keindahan ilmu.*
Yaitu dengan sikap yang baik, perilaku yang sholeh.
Konkretnya adalah dengan tetap tenang, wibawa, khusyu (konsentrasi) , rendah
hati dan konsisten dalam kebenaran dan jauhilah dengan hal-hal yang
berlawanan dengan dirinya.
Artinya tidak sembarangan dalam lisan dan sikap/tindakan.
Ibnu Sirin: “Dulu kami belajar sikap sebagaimana kita belajar ilmu.”
Roja bin Haiwah kepada seorang laki-laki : “ceritakan kepada kami, tapi jangan
ceritakan kepada kami orang-orang pemalas. Dan jangan ceritakan kami orang-
orang yang suka mencela” (jangan ikuti pemalas dan yang suka mencela).

“Wajib hukumnya bagi penuntut ilmu hadits (dan lainnya) untuk menjauhi

beberapa perkara :
banyak main, melakukan perbuatan yang sia-sia, melakukan perbuatan yang
tidak baik, perbuatan tertawa yang terbahak-bahak, terlalu banyak
tertawa/canda (jangan sampai kecanduan dalam canda), boleh canda kecil dan
jarang selama candaan tidak keluar batas kesopanan dan dari dari metode ilmu
yang dipelajari/disampaikan.
Banyak bercanda akan menurunkan muruah (wibawa) seseorang.
Syaikh Bakar berkata, “Siapa orang yang memperbanyak sesuatu maka dia akan
dikenal dengan sesuatu itu. Oleh karena itu penuntut ilmu harus menjaga
sesuatu yang akan menurunkan kewibawaan dirinya.”
Al Ahnab bin Qais mengatakan, “Hindari untuk berbicara tentang perempuan
dan makanan karena Sesunguhnya aku benci laki-laki yang suka cerita
perempuan apalagi sampai ada unsur porno dan terlalu terlalu sering bicara
urusan perutnya”.
Syaikh Bakar mengatakan, “Amirul mukminin pernah berkata – Orang yang
menghiasi dirinya dengan sesuatu yang tidak ada pada dirinya, maka Allah akan
hinakan dirinya.”
*Penuntut ilmu hendaknya menjaga kesopanan/kesantunan, dan menjaga
sesuatu yang membawa kesantunan*
Konkretnya, Yaitu jaga diri untuk selalu amalkan akhlak yang baik dengan selalu
nampakan wajah yang ceria.
Dengan menebarkan salam kecuali dua orang yaitu :
orang yang sudah di hajr/boikot (oleh penguasa – untuk memberi pelajaran) ini
terjadi pada pada sahabat Ka’ab bin Malik.
Dan orang kafir kecuali mereka ucapkan salam terdahulu. (salam adalah doa
keselamatan).
Bisa membantu meringankan beban orang lain.
Menjaga diri dari sifat sombong dan tetap jaga kemuliaan diri.

*Jaga jiwa kesatria pada dirinya*


Harus berani sampaikan kebenaran.
Sebagai contoh sikap Ali bin Abi Thalib yang berani menggantikan posisi Nabi ‫ﷺ‬
di tempat tidur Nabi saat hijrah ke kota Madinah.
Kisah lain adalah Abu Dzar Al Ghifari (pemuda Yastrib/Madinah yang
datang ke Mekkah) saat masuk Islam dan menampakkan keislamannya dengan
bangga umumkan Islamnya di hadapan orang-orang Quraisy dengan berhala-
berhalanya (yang saat itu kondisi Islam belum kuat). Sampai-sampai orang-orang
Quraisy itu menyiksa Abu Dzar dan diselamatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib.
Penuntut Ilmu tidak lepas dan akhlak baik dan berusaha untuk tidak
terlepas dari jalan yang baik walaupun perlu biaya, dicerca, dicela.dst.
Sampai kita mengira bahwa tidak ada orang lain yang mendahului amalan itu.

(bagian-6 )
Yang telah dipelajari Qonaah, zuhud, hiasi diri dengan ilmu, santun, sopan…
Memiliki sifat laki-laki, tidak mudah menyerah
Kita lanjutkan dengan
*Meninggalkan kemewahan dunia*
Agar tetap konsentrasi dalam menuntut ilmu.
Seperti mengirimkan anak ke pesantren yang mana tidak setiap yang anak
inginkan ia dapatkan di dalamnya.
Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian keimanan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِ ‫إِ َّن ْالبَ َذاَةَ ِمنَ ْاْل ْي َم‬
‫ان‬
Sesungguhnya hidup sederhana termasuk cabang dari iman. Ash-Shahihah
Umar bin Khaththab mengajarkan anaknya sifat kesederhanaan padahal saat itu
Umar berhasil menaklukkan dua kerajaan besar.
Umar bin Khaththab sering blusukan malam dan sempat mendengar
pembicaraan antara seorang anak perempuan dan ibunya (atau neneknya). Ibu
tersebut ingin mencampur susu jualannya dengan air. Namun anak perempuan
itu menolak karena takut kepada Allah ‫ﷻ‬.
Maka Umar akhirnya menikahkan anaknya dengan anak perempuan
tersebut dan lahirlah dari perempuan itu keturunan yang bernama Umar bin
Abdul Aziz. Yang terkenal akan keadilan, kemakmuran dst.
Rasulullah ‫ ﷺ‬selalu mendapat bagian ghanimah yang besar namun
Rasulullah ‫ ﷺ‬selalu mendidik putri-putrinya dengan kesederhanaan.
Fatimah radhiallahu anhaa, putri Rasulullah ‫ ﷺ‬juga sederhana,
mengerjakan pekerjaan rumah sampai tangannya kapalan.
Dalam sebuah hadits,
‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫الر َحى فَأَتَى النَّب‬َّ ‫َت َمات َْلقَى ِم ْن أَثَ ِر‬ ْ ‫شك‬ َ ‫سالَ ُم‬ ِ َ‫ع ْنهُ أَ َّن ف‬
َ َ‫اط َمة‬
َّ ‫علَ ْي َها ال‬ َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ َ ‫قَا َل‬
ِ ‫ع ِلي َر‬
ُ‫سلَّ َم أَ ْخبَ َرتْه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ فَلَ َّما َجا َء النَّ ِب‬،‫ فَأ َ ْخبَ َرتْ َها‬،َ‫شة‬
َ ِ‫عائ‬َ ‫ت‬ ْ ‫ فَ َو َج َد‬،ُ‫ت فَلَ ْم ت َِج ْده‬ْ َ‫طلَق‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ َ‫ فَاْن‬،‫سبْي‬ َ ‫َو‬
: ‫ فَقَا َل‬،‫ فَ َذ َهبْتُ َِلقُ ْو َم‬،‫ضا ِج َعنَا‬ َ ‫ َوقَ ْد اَ َخ ْذنَا َم‬،‫سلَّ َم ِإلَ ْينَا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫َّللا‬َّ ‫صلَّى‬ َ ‫ى‬ ُّ ‫اط َمةَ فَ َجا َء النَّ ِب‬
ِ َ‫ئ ف‬ِ ِِ ‫ج‬ ِ ‫شةُ ِب َم‬
َ ِ‫عائ‬
َ
!‫سأ َ ْلت ُ َمانِى؟‬ َ ُ ‫ أََلَ أ‬: ‫ َوقَا َل‬،‫صد ِْرى‬
َ ‫ع ِل ُم ُك َما َخي ًْرا ِم َّما‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ َحتَّى َو َجدْتُ ب ُْر َد قَ َد َم ْي ِه‬،‫ فَقَ َع َد بَ ْينَنَا‬،‫علَى َمكَا نِ ُك َما‬ َ
َ ُ ‫ َوت‬، َ‫ تُك َِب َرا أَ ْر َب ًعا َو ثَالَثِيْن‬،‫اج َع ُك َما‬
‫ فَ ُه َو َخيْر لَ ُك َما‬، َ‫ َوتَحْ َم َدا ثَالَثَةً َوثَالَثِيْن‬، َ‫س ِب َحاثَالَثًا َوثَالَثِيْن‬ ِ ‫ض‬َ ‫ِإ َذا أَ َخ ْذت ُ َما َم‬
‫م ْن خَادِم‬.
ِ

“Ali berkata, Fathimah mengeluhkan bekas alat penggiling yang

dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangai Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Fathimah bertolak, namun tidak bertemu
dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya.
Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan
Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak
berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata. ‘Tetaplah di
tempatmu’. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan
dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata. ‘Ketahuilah, akan
kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari pada apa yang engkau minta
kepadaku. *Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah 34 kali, bertasbihlah
33 kali, dan bertahmidlah 33 kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang
pembantu*“. HR Bukhari dan Muslim
Ali bin Abi Thalib tidak pernah meninggalkan dzikir tersebut walaupun
dalam keadaan genting sekalipun. Ali dan Fatimah mengatakan bahwa setelah
itu mereka bisa mengatasi kesulitan demi kesulitan, semua terasa mudah atas
pertolongan Allah ‫ﷻ‬.
Rasulullah ‫ ﷺ‬juga mengajarkan kepada shahabat untuk sederhana,
sesekali tidak pakai alas kaki..
Dari Tabi’in yang Mulia Abdullah bin Buraidah rahimahullah,
َ‫ أَ َما إِنِي لَ ْم آتِك‬: ‫ فَقَا َل‬.‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ فَقَد َِم‬،‫ص َر‬ ُ ‫ضالَةَ ب ِْن‬
ْ ‫عبَيْد َوه َُو بِ ِم‬ َ َ‫ب النَّبِي ِ ﷺ َر َح َل إِلَى ف‬ ِ ‫ص َحا‬ ْ َ‫أَ َّن َر ُج ًال ِم ْن أ‬
‫ َو َما ه َُو؟‬: ‫ قَا َل‬.‫َّللا ﷺ َر َج ْوتُ أَ ْن يَ ُكونَ ِع ْندَكَ ِم ْنهُ ِع ْلم‬ ِ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫س ِم ْعتُ أَنَا َوأَ ْنتَ َحدِيثًا ِم ْن َر‬
َ ‫ َولَ ِكنِي‬،‫زَ ائِ ًرا‬
َ ‫َّللا ﷺ َكانَ يَ ْن َهانَا‬
‫ع ْن َكثِير‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ إِ َّن َر‬:َ‫ض؟ قَال‬ ُ ‫ش ِعثًا َوأَ ْنتَ أَ ِم‬
ِ ‫ير ْاأل َ ْر‬ َ َ‫ فَ َما ِلي أَ َراك‬:َ‫ قَال‬.‫ َك َذا َو َك َذا‬:َ ‫قَال‬
‫ي أَحْ يَانًا‬ ْ
َ ‫ي ﷺ يَأ ُم ُرنَا أَ ْن نَحْ تَ ِف‬ُّ ِ‫ كَانَ النَّب‬:َ ‫[ح َذاء]؟ قَال‬ ِ َ‫علَيْك‬َ ‫ فَ َما ِلي ََل أَ َرى‬:َ‫ قَال‬.ِ‫اْل ْرفَاه‬ ِ َ‫ِمن‬
“Ada seorang sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang melakukan

perjalanan jauh untuk menjumpai sahabat Fadhalah bin Ubaid yang ada di Mesir.
Tatkala berjumpa dengannya ia berkata, ‘Maksud kedatanganku ke sini bukanlah
sekedar mengunjungimu. Akan tetapi aku dan engkau telah mendengar sebuah
hadits dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Aku berharap engkau memiliki ilmu
tentang hadits tersebut.’ Fadhalah berkata, ‘Hadits apa itu?’ Dia menjawab,
‘Hadits yang begini dan begini.’
Setelah itu selesai maka beliau berkata kepada Fadhalah, ‘Mengapa
engkau terlihat berpakaian lusuh padahal engkau pemimpin di wilayah ini?’
Fadhalah menjawab, ‘Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wassallam
melarang kita untuk banyak berpenampilan mewah’. Beliau bertanya lagi,
‘Mengapa engkau terlihat tidak memakai alas kaki?’
Fadhalah menjawab, ‘Dahulu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah
memerintahkan kita untuk berjalan tanpa alas kaki sesekali waktu’.” [HR. Abu
Dawud dan Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud]
Bukan hal yang haram atau makruh untuk memakai sesuatu yang mewah,
namun hal ini untuk hiasi diri sebagai penuntut ilmu..supaya mudah konsentrasi
dalam menuntut ilmu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ْ ‫َواَ َّما ِب ِن ْع َم ِة َر ِبكَ فَ َحد‬
‫ِث‬
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan

bersyukur).”
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 11)
Sederhana itu bukan tampak kumal, pakaian compang comping.
Hadits Umar bin Khaththab, Jibril yang menjelma dalam bentuk manusia
yang memakai pakaian putih bersih, rambut bersih.

*Menghiasi diri dengan berpaling dari majelis-majelis sia-sia*


Sia-sia asa dua macam.
1. tidak memberi mudhorot
2. Akan membahayakan akhirat (ini yang dimaksudkan).
Syaikh berkata, “Jangan lewat (bahkan duduk) di majelis atau forum yang ada
pembicaraan kemungkaran, karena itu adalah perbuatan bodoh. Sungguh ini
adalah dosa kamu dan fitnah bagi para penuntut ilmu”.
Misalnya.. Seorang yang ngajar di majelis ilmu terlihat oleh orang-orang awam
di suatu bioskop.. Maka fitnah akan ilmu dan penuntut ilmu..
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan. Allah Ta’ala berfirman,
ِ ‫اْلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬
‫ان‬ ِ ْ ‫علَى‬
َ ‫َو ََل تَعَ َاونُوا‬
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al

Maidah: 2).
ُ ‫َّللا يُ ْكف َُر بِ َها َويُ ْستَ ْهزَ أ ُ بِ َها فَ َال تَ ْقعُدُوا َم َع ُه ْم َحتَّى يَ ُخو‬
‫ضوا‬ ِ َّ ‫ت‬ِ ‫س ِم ْعت ُ ْم آَيَا‬ ِ ‫علَ ْي ُك ْم فِي ْال ِكتَا‬
َ ‫ب أَ ْن ِإ َذا‬ َ ‫َوقَ ْد ن ََّز َل‬
‫غي ِْر ِه ِإنَّ ُك ْم ِإ ًذا ِمثْلُ ُه ْم‬
َ ‫فِي َحدِيث‬
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran

bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan


(oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga
mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu
berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. An Nisa’: 140).
Karena jika seseorang duduk bersama-sama dalam acara maksiat, maka ia
akan semisal dengan mereka dan akan mendapatkan hukuman serta dihukumi
bermaksiat.
Bila seseorang nongkrong dengan orang-orang yang suka minum khamr,
maka dia harus tinggalkan mereka, bukan hanya duduk walaupun hatinya
mengingkari perbuatan tersebut.

*Jauhi hal-hal yang kacau*


Pasar/mal adalah tempat yang dibenci Allah. Banyak ucapan palsu, transaksi riba
di dalamnya.
Kalau ke pasar seperlunya nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ َّ ‫َض ْال ِب َال ِد ِإلَى‬
‫َّللا أَس َْواقُ َها‬ ُ ‫ َوأَ ْبغ‬، ‫اج ُدهَا‬
ِ ‫س‬ ِ َّ ‫أَ َحبُّ ْال ِب َال ِد ِإلَى‬
َ ‫َّللا َم‬
Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci
oleh Allah adalah pasar. (HR. Muslim).
Imam Syafi’i pernah terganggu hafalan nya karena berjalan lewat pasar.
Maka beliau selanjutnya mencari jalan lain yang tidak melewati pasar.
Tempat kacau lainnya adalah tempat demo,apalagi bila sampai anarkis
Jauhilah tempat-tempat semacam ini, karna kesalahan bisa dimulai dari tempat
tersebut.

*Hendaknya menghiasi diri dengan kelemahlembutan*


Lemah lembut tapi tegas. Tegas itu jelas, pasti, gak basa-basi.
Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah sosok yang paling memiliki sifat lemah lembut dan sangat
tegas.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad
mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Rasulullah ‫ ﷺ‬ketika dakwah Juga lembut..
Beliau ‫ ﷺ‬berkata, “Wahai orang-orang kafir” Wahai adalah panggilan yang
lembut Dan tegas dengan menyatakan bahwa mereka kafir.
)4( ‫عبَ ْدت ُ ْم‬
َ ‫عابِد َما‬ َ ‫) َو ََل أَ ْنت ُ ْم‬2( َ‫) ََل أَ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُدُون‬1( َ‫قُ ْل يَا أَيُّ َها ْالكَافِ ُرون‬
َ ‫) َو ََل أَنَا‬3( ‫عابِدُونَ َما أَ ْعبُ ُد‬
‫ِين‬
ِ ‫يد‬َ ‫) لَ ُك ْم دِينُ ُك ْم َو ِل‬5( ‫عابِدُونَ َما أَ ْعبُ ُد‬
َ ‫( َو ََل أَ ْنت ُ ْم‬6)
Katakanlah, “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang
kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku
tidak pernah men]adi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalianlah
agama kalian, dan untukkulah agamaku.” Dan dipertegas pada ayat-ayat
berikutnya.
Syaikh Bakar menjelaskan ucapan penuntut ilmu yang lembut akan menjinakkan
jiwa yang liar (yang akan dinasihati).
‫علَى َما‬ ِ ‫علَى ْالعُ ْن‬
َ ‫ف َو َماَلَ يُ ْع ِطي‬ ِ ‫الر ْف‬
ِ ‫ق َما َلَ ي‬
َ ‫ُعط ِِي‬ َ ‫الر ْفقَ َويُ ْع ِطى‬
ِ ‫علَى‬ ِ ‫ب‬ َ َّ ‫شةُ إِ َّن‬
ُ ‫َّللا َرفِيْق ي ُِح‬ َ ِ‫عائ‬
َ ‫يَا‬
ُ‫ِس َواه‬
“Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan.

Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada


kekerasan dan sifat-sifat lainnya” HR Muslim.
Nabi ‫ ﷺ‬juga bersabda,
ُ‫ش ْيء إَِلَّ زَ انَهُ َوَلَ يُ ْنزَ عُ ِم ْن شَيء إَِلَّ شَانَه‬
َ ‫الر ْفقَ َلَيَ ُكونُ فِي‬
ِ َّ‫إِن‬
“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah.

Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek.

(bagian-7 )
Telah dibahas : Penuntut ilmu sebaiknya berupaya tinggalkan kemewahan
dan berusaha hindari majelis yang sia-sia, berpaling dari kekacauan, dan hiasi
diri dengan lembah lembut.

*Memusatkan perhatian/konsentrasi*
Syaikh berkata : Hiasi diri dengan memperhatikan, karena siapa yang
memperhatikan dia akan mendapatkan ilmu.
Penuntut ilmu tidak hanya sekedar perhatian pada materi yang diajarkan
tapi saat bicara juga harus perhatian akan apa yang diucapkan, tidak ceplas-
ceplos.
Jangan sampai menyesal di akhirat kelak.
Hati-hati dalam bermedsos.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ص ُمت‬ ِ ْ‫اّلل َو ْاليَ ْو ِم ا‬
ْ َ‫ْلخ ِر فَليَقُ ْل َخي ًْرا أَ ْو ِلي‬ ِ َّ ِ‫َم ْن َكانَ يُؤْ ِمنُ ب‬
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia

berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih)


Tidaklah mengherankan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
bahwa menjaga lisan adalah di antara pokok kebaikan. Diriwayatkan dari sahabat
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dalam sebuah hadits yang panjang, di akhir
hadits disebutkan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫أَ ََل أ ُ ْخ ِب ُركَ ِب َم َال ِك َذلِكَ ُك ِل ِه‬
“Maukah Engkau aku kabarkan dengan sesuatu yang menjadi kunci itu semua?”

Aku menjawab, “Ya, wahai Nabi Allah.”


Lalu beliau memegang lisannya, dan bersabda,
‫علَيْكَ َه َذا‬ َّ ‫ُك‬
َ ‫ف‬
“Tahanlah (lidah)-mu ini.”

Aku bertanya, “Wahai Nabi Allah, (apakah) sungguh kita akan diadzab
disebabkan oleh perkataan yang kita ucapkan?”
Beliau menjawab,
‫صائِ ُد أَ ْل ِسنَتِ ِه ْم‬
َ ‫َاخ ِر ِه ْم ِإ ََّل َح‬ َ ‫علَى ُو ُجو ِه ِه ْم أَ ْو‬
ِ ‫علَى َمن‬ َ َّ‫ َوه َْل يَ ُكبُّ الن‬،‫ثَ ِكلَتْكَ أ ُ ُّمكَ يَا ُم َعا ُذ‬
ِ َّ‫اس فِي الن‬
َ ‫ار‬
“(Celakalah kamu), ibumu kehilanganmu wahai Mu’adz! Tidaklah manusia itu

disungkurkan ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka, melainkan


karena hasil ucapan lisan mereka.” (HR. Tirmidzi)

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.


ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
‫ب‬ ِ ‫ار أَ ْبعَ َد َما بَيْنَ ْال َم ْش ِر‬
ِ َّ‫ يَ ْن ِز ُل بِ َها فِي الن‬،‫إِ َّن ْالعَ ْب َد لَيَتَ َكلَّ ُم بِ ْال َك ِل َم ِة‬
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih

dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan
barat.” (HR. Muslim)
Hati-hati share berita, harus check dulu..
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
َ ‫َكفَى بِ ْال َم ْر ِء َك ِذبًا أَ ْن يُ َحد‬
َ ‫ِث بِ ُك ِل َما‬
‫س ِم َع‬
“Cukup seseorang dikatakan dusta, jika ia menceritakan segala apa yang ia

dengar.” (HR. Muslim)


Kita juga harus memilih kalimat yang tidak menyulitkan orang lain. Juga harus
memperhatikan saat diskusi.
Penuntut ilmu juga harus memperhatikan soal yang ditanyakan, supaya tidak
keluar jawaban yang asal-asalan.

*Hiasi diri dengan tekun, istiqomah serta teliti*


Apalagi dalam masalah yang penting.
Kaidah..
‫من ثبت نبت‬
“man tsabata nabata = Barangsiapa siapa yang tekun, dia pasti tumbuh”
Kita harus tekun dalam menimba ilmu, dalam Bermajelis.. Jangan berpindah-
pindah majelis (dengan bab yang sama).
Jangan jadikan kekurangan kita dalam memahami pelajaran (susah paham),
menjadi alasan untuk tidak istiqomah..
Ingatlah pahala kebaikan dalam keistiqomahan.
Kita harus yakin bahwa Ilmu yang kita pelajari pasti bermanfaat, bila kita belum
rasakan saat ini, manfaat nya akan kita dapatkan di akhirat kelak.
Allah ‫ ﷻ‬tidak akan menyia-nyiakan amal sholeh hamba-Nya.

*Perhatian akan metode dan tahapan dalam menuntut ilmu*


Seperti dalam sekolah kita ikuti tahap SD, SMP, SMA dst.
Begitu juga dalam belajar agama.
Syaikh mengatakan “Barangsiapa yang belum menguasai Al Ushul (dasar
keilmuan), maka tidak akan berhasil mengetahui ilmu tersebut.”
Misal penuntut ilmu ingin belajar sifat sholat, jangan langsung ke perbandingan
mahdzab tapi fokus pada satu mahdzab dulu.
Kaidah lain, siapa yang ingin menuntun ilmu dalam jumlah yang banyak dalam
waktu, maka dipastikan ilmu itu akan cepat hilangnya. (tidak seperti sistem kebut
semalam).
Itulah perlu belajar secara bertahap.
Kaidah : terlalu banyak ilmu yang kita pelajari secara bersamaan, maka bisa
mengacaukan pemahaman ilmu yang lain.
Mestinya penuntut ilmu harus bangun dulu pondasi di setiap disiplin ilmu,
misalnya bahasa Arab, belajar dulu kitab Al Jurumiyah..
Tauhid misalnya Al Qawaidhul Arba, kitab Tauhid dst
Syaikh juga menjelaskan dasar-dasar ilmu itu harus dihafalkan..
*Ilmu itu hafalan* bukan catatan.
SELAIN itu perlu setoran hafalan ilmu tersebut kepada yang lebih paham (guru).
Seperti Imam Syafi’i yang setoran hafalan kitab Muwatha’ (Hadits dengan matan
dan sanad) kepada Imam Malik.
Dalam menuntut ilmu agama, jangan otodidak.. Kata para ulama “siapa yang
guru belajar bukunya (baca sendiri), maka kesalahan akan lebih besar dari
kebenarannya”.
Karena itu hanya dipahami dengan kemampuan dirinya yang terbatas.
Ambillah ilmu dengan cara bertahap.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
‫ع ٰلى ُم ْكث َّون ََّز ْل ٰنهُ تَ ْن ِزي ًْال‬ َ ‫َوقُ ْر ٰا نًا فَ َر ْق ٰنهُ ِلتَ ْق َراَ ٗه‬
َ ‫علَى النَّا ِس‬
“Dan Al-Qur’an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad)

membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya


secara bertahap.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 106)
Para sahabat dulu belajar dengan mempelajari 10 ayat – 10 ayat.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
َ ُ‫علَ ْي ِه ْالـقُ ْر ٰا نُ ُج ْملَةً َّوا ِح َدة ً ۛ ك َٰذلِكَ ۛ ِلنُثَ ِبتَ ِب ٖه ف‬
‫ـؤا َدكَ َو َرت َّ ْل ٰنهُ ت َْرتِي ًْال‬ َ ‫َوقَا َل الَّ ِذيْنَ َكف َُر ْوا لَ ْو ََل نُ ِز َل‬
“Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan

kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu


(Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-
angsur, perlahan, dan benar).” (QS. Al-Furqan 25: Ayat 32)
Beberapa perkara dalam menuntut ilmu harus kita jaga.
1. Hafalkan yang ringkas-ringkas dari disiplin ilmu
2. Setoran hafalan kepada gurunya (supaya dapat Faidah)
3. Hindari menyibukkan diri dengan hal-hal yang besar, misalnya buku-buku tebal
yang mungkin susah dipahami.
4. Jangan berpindah dari buku ringkas kecil ke buku ringkas yang lain dengan
tanpa alasan.
5. Hendaknya menulis Faidah-Faidah yang dia dapatkan dari buku yang sedang
dibaca.
6. Fokuskan dan tingkatkan jiwa kita pada ilmu yang kita pelajari.
Menuntut ilmu banyak gangguan.

(bagian-8 )
Kita Lanjutkan…
*Talaqi, belajar langsung*..(kepada guru)*
Ilmu agama tidak bisa dipelajari dengan otodidak.
Seorang penuntut ilmu harus punya kunci-kunci ilmu.
Misalnya belajar ilmu alat, BAHASA Arab, kadang persiapan perlu 3 tahun. Ilmu
alat lainnya adalah Dasar ilmu tafsir…, Dasar hadits, Dasar FIQIH, dst.
Banyak terjadi penyimpangan karena belajar sendiri.
Syaikh Bakar mengatakan : Hukum asal belajar adalah talkin, baru Kemudian
Talaqi..
Ambillah ilmu dari perkataan langsung guru, Jangan dari Buku.
Agama ini dijaga dengan sanad.
Orang yang berkata, “Berkata Syaikh Kami.”, padahal dia tidak ketemu langsung
dengan Syaikh tersebut, hanya baca buku Syaikh tersebut.. Hal ini tidak boleh.
*Faidah belajar langsung dengan guru.*
1. Jalan pintas untuk dapat ilmu.
Ilmu yang disampaikan dalam 1 jam bisa jadi Syaikh perlu persiapan baca
beberapa kitab dan waktu yang tidak sedikit.
2. Mudah memahami, dengan penjelasan langsung.
3. Agar terjaga hubungan penuntut ilmu dengan gurunya
Matan : Siapa yang belajar ilmu tanpa guru, maka bisa dipastikan tidak dapat
ilmu.
Ilmu itu adalah ketrampilan.. Maka kita perlu ahli yang membuat ketrampilan
tersebut.
Matan : belajar Talaqi adalah kesepakatan ulama. Ada pendapat Syad, dari Syaikh
Ali bin Ridwan yang membolehkan belajar sendiri. Namun ini banyak
dikomentari dan dibantah oleh banyak ulama.
Misal Imam Adz Dzahabi, mendapati bahwa beliau belajar tanpa guru.
Kalau kita baca biografi para ulama maka kita dapati penyebutan para guru dan
muridnya..
KITAB para ulama dulu ditulis tidak ada titik, sehingga susah membedakan antara
ba, ta, tsa. Antara Jim, ha, lho dst..
Yang bila tanpa talaqi akan terjadi banyak kesalahan.
Contoh bila salah baca..
Firman Allah..
{‫َّللا ِم ْن ِع َبا ِد ِه ْالعُلَ َما ُء‬
َ َّ ‫} ِإنَّ َما َي ْخشَى‬
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. (Fathir: 28)
Bila dibaca Innama YakhsyallahU min ‘ibaadi Ulamaaa, maka artinya jadi sangat
salah.. (Sesungguhnya Allah TAKUT kepada Ulama).
Ibnu Kholdun berkata, “barangsiapa yang belajar ilmu dasar tanpa guruy, yakin
nya itu hanyalah dugaan”

(bagian-9 )
Kita Lanjutkan…
18 *MENJAGA KEHORMATAN GURU/SYAIKH/ULAMA/Ustadz)*
Walaupun usia guru / ustadz tersebut lebih muda usianya.
Ilmu itu tidak diambil dari buku-buku langsung, mestinya diambil dari seorang
guru yang mumpuni yang memiliki kunci-kunci supaya kita tidak tergelincir.
Maka hormati guru adalah sikap indikasi kesuksesan, keberhasilan dan taufiq
dari Allah.
Guru bukanlah Nabi, sehingga tidak maksum, namun kita bisa mengkoreksi
kesalahan dengan cara yang ma’ruf.
Dalam forum yang resmi (misalnya dalam majelis ilmu), kita harus menghormati
guru dengan adab-adab yang mulia.
Misalnya…
1. Sikap duduk yang baik,sopan.
2. Sikap saat berbicara (jangan angkat suara di hadapan guru, Jangan banyak
bicara, jangan berdebat, jangan menyela/memotong pembicaraan dst).
3. Sikap baik saat bertanya (jangan terlalu banyak bertanya sehingga
mengganggu kenyamanan beliau)
4. Cara membuka lembaran-lembaran buku
5. Mendengar dengan seksama.
6. Jaga cara kita berjalan saat bersama guru..
7. Jangan memanggil guru dengan nama saja, tetapi dengan kehormatan..
Misalkan Yaa Ustadz Fulan..
Hindari memanggil Ustadz dari jauh… Kecuali jika ada udzur.. Dekati dulu baru
memanggilnya.
Allah berfirman,
ً ‫ض ُك ْم بَ ْع‬
‫ضا‬ ِ ‫اء بَ ْع‬
ِ ‫ع‬َ ‫سو ِل بَ ْينَ ُك ْم َك ُد‬
ُ ‫الر‬ َ ‫ََل تَجْ عَلُوا ُد‬
َّ ‫عا َء‬
Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan
sebagian kalian kepada sebagian (yang lain). Qs An Nur ayat 63.
Kata ‫عا َء‬
َ ‫ ُد‬memiliki dua tafsir,
1. Panggilan kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬harus beda dengan panggilan kepada orang
lain
2. Ajakan Rasulullah ‫ ﷺ‬itu beda dengan ajakan orang lain.
Sebagaimana tidak layaknya kita tidak memanggil orang tua kita dengan
namanya saja. Guru/ustadz itu bagaikan orang tua kita.
8. Hendaknya selalu berusaha menghormati forum belajar, menunjukkan rasa
gembira terhadap pelajaran, dan ambil manfaat darinya.
Walaupun pelajaran saat itu membosankan dan kita sudah paham, maka tetap
tampakkan rasa gembira kita.
Ilmu ushul fiqih adalah kunci ilmu, ilmu yang sangat penting. Yang bisa membuka
pemahaman pada ilmu fiqih, ilmu tafsir dst.
9. Jika kita tahu kesalahan atau kekhilafan guru, Jangan sampai hal itu
menjatuhkan kedudukannya di matamu. Karena sikap seperti ini akan
menyebabkan kita tidak mendapatkan ilmu. Dan seseorang tidak ada yang
selamat dari kesalahan.
Dalam hal perkataan Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak pernah salah, dalam hal perbuatan
Rasulullah ‫ ﷺ‬mungkin pernah salah, misalnya lupa ketika shalat, wajah masam
kepada orang buta, Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah haramkan madu untuk diri beliau ‫ﷺ‬.
Bentuk maksum nya, Allah langsung menegur Rasulullah ‫ﷺ‬.
10. Hindari hal-hal yang membuat kesal guru, hindari menguji/ngetest guru dan
uji kesabaran.
11. Jika kita pandang ingin pindah kepada guru lain, maka mintalah izin kepada
guru kita. Hal ini lebih memelihara sikap hormat kepadanya dan lebih menjaga
hatinya agar tetap mencintai dan menyayangim
Bisa jadi Faidah tambahan adalah kita akan mendapatkan nasihat tambahan.
Bila tidak izin, bisa jadi guru atau Ustadz tersebut suudzon dengan pindah nya
kita kepada guru lain.

(bagian-10 )
Kita lanjutkan..
*19. Modal penuntut ilmu ada pada gurunya*
Sehingga guru tidak boleh menampakkan adab yang tidak baik. Karena murid
adalah peniru ulung.

*Harus meneladani akhlak dan sifat mulia gurunya.*


Zaman Imam Ahmad, menurut riwayat yang shahih muridnya bisa sampai 4 – 5
ribu. Teknologi saat itu akan sulit untuk jamaah sebesar itu.
Kenapa begitu banyak jamaah padahal mereka belum tentu bisa mendengar
suara sang Imam. Tidak lain hanya ingin belajar akhlak dan sifat yang mulia.
Jangan terlalu taklid kepada guru dengan meniru persis guru dalam hal gaya
bicara, gaya pakaian, gaya jalan, penampilan.. Kecuali bila contoh tersebut sudah
dicontohkan oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬sehingga niatnya mencontoh Rasulullah ‫ﷺ‬.
Yang kita ikuti adalah akhlak dan sifat-sifat yang mulia nya..

*20. Berusaha menjaga semangat mengajar guru*


Semangat guru tergantung sejauh mana semangat murid mendengarkan
pelajaran dari guru.
Juga tergantung reaksi indera kita terhadap guru dalam pelajaran.
Oleh karena itu jangan sampai kita menjadi wasilah dalam menghambat ilmu
dengan sikap kita yang kurang baik.
Contohnya adalah sikap malas, tampak bosan, bersandar, serta kurang atau tidak
konsentrasi.
Majelis ilmu adalah tempat mulia, seharusnya tempat dimana kita tampakkan
kebahagian kita.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ‫س ِكينَةُ َو‬
‫غ ِشيَتْ ُه ُم‬ َّ ‫علَ ْي ِه ُم ال‬ ْ َ‫سونَهُ بَ ْينَ ُه ْم ِإَلَّ نَزَ ل‬
َ ‫ت‬ َ ‫َّللا َويَتَ َد‬
ُ ‫ار‬ َ ‫َّللا يَتْلُونَ ِكت‬
ِ َّ ‫َاب‬ ِ َّ ‫ت‬ ِ ‫َو َما اجْ تَ َم َع قَ ْوم فِى بَيْت ِم ْن بُيُو‬
َّ ‫الرحْ َمةُ َو َحفَّتْ ُه ُم ْال َمالَئِ َكةُ َو َذك ََر ُه ُم‬
‫َّللاُ فِي َم ْن ِع ْن َده‬ َّ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah

(masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun


kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka akan dinaungi rahmat, mereka
akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi
para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya” (HR. Muslim).
Majelis ilmu adalah majelis yang menjadi penentu di akhirat.
Khatib Al Baghdadi rahimahullah berkata, “Hak ilmu adalah hendaknya ia tidak
diberikan kepada orang yang tidak menginginkannya, jangan disodorkan kepada
orang yang tidak berniat kepadanya. Jika seorang pembicara melihat kelesuan
pada pendengar, hendaklah ia diam. Karena sebagian ahli adab mengatakan :
semangat pembicara itu tergantung kepada kadar pemahaman pendengar.”.
Ilmu itu punya hak dan penuntut ilmu wajib menunaikan kewajiban nya.
Abdillah rahimahullah berkata, “Berbicaralah kepada orang-orang selama
mereka mengarahkan pandangan mata kepadamu, jika kau lihat kelesuan pada
mereka, berhentilah”.
*21. Menulis Yang disampaikan Guru*
Saat mudzakarah, saat guru menyampaikan. Ini tergantung dengan cara guru,
kapan sebaiknya murid dibolehkan untuk mencatat.
Diantara adabnya adalah meminta izin kepada guru untuk mencatat.
Juga tampakkan penuntut ilmu mencatat sambil menatap kepada guru.
Jangan fokus hanya mencatat semua kata dari guru tapi harus konsentrasi dalam
memahami perkataan gurunya, dengan memperhatikan atau menatap kepada
gurunya supaya bisa ambil banyak faidah.
*22 Hindari ambil ilmu dari ahli bid’ah*
Ahli bid’ah adalah yang memiliki aqidah yang menyimpang.
Misalnya dalam memahami sifat-sifat Allah, tidak sesuai dengan yang diajarkan
Rasulullah ‫ ﷺ‬dan pemahaman para sahabat radhiallahu’anhum.
Karena banyak orang-orang yang menolak sifat-sifat Allah dengan logikanya yang
terbatas.
Juga jangan sampai juga ambil ilmu dari guru yang disampaikan adalah kurafat,
misalnya bisa terbang, bisa jalan di atas air dst.
Karomah tidak bisa diulangi.. Hanya diberikan oleh Allah tanpa disangka-sangka.
Wali Allah itu orang yang beriman dan bertakwa.
Jangan ambil ilmu dari seseorang yang mengaku bisa mengetahui masa depan.

Anda mungkin juga menyukai