Anda di halaman 1dari 4

Adab & Etika Menuntut Ilmu

Seorang penuntut ilmu wajib hukumnya memperhatikan adab dalam setiap


Langkah proses menuntut ilmu. Karena derajatnya (ilmu) terutama ilmu syar’i
memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam, begitu pula ilmu lainnya. Amal
perbuatan tanpa ilmu adalah sia-sia seperti pohon yang tak berbuah. Namun ilmu
tanpa memperhatikan adab juga sia-sia, karena Allah SWT tidak akan memberikan
keberkahan ilmu bagi orang yang tidak memperhatikan adab. Adab sebelum ilmu,
ilmu sebelum amal. Berikut 11 adab bagi penuntut ilmu dalam islam diantaranya:

1. Pergi dan duduknya ke majelis ilmu wajib ikhlas hanya karena Allah Ta'ala,
tanpa adanya riya' dan tujuan lainnya.

Dalam kitab hadist yang masyhur salah satunya adalah karya Imam An-
Nawawi Rahimahullah, Arba’in Nawawiyyah pada bab niat dijelaskan bahwa setiap
amalan benar-benar tergantung pada niat, dan amal akan dibalas berdasarkan apa
yang kita niatkan.
Maka seorang penuntut ilmu perlu memperhatikan sejauh mana ia mengawal
niat karena Allah SWT dari awal hingga akhir belajarnya. Karena tidak dipungkiri
setiap penuntut ilmu pasti terselip niat-niat yang tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Apalagi seorang awam yang baru atau belum lama dalam berjuang
menuntut ilmu, perlu untuk mengantisipasi akan hal ini.

2. Berdo'a kepada Allah Ta'ala sebelum dimulainya majelis ilmu supaya


ilmunya diberkahi, yaitu dengan ditambahkan ilmu, diberi pemahaman dan
dimudahkan dalam mengamalkannya.
Berdoa adalah ibadah yang tidak boleh dilupakan, berdoa merupakan adab
kita terhadap Allah SWT. Doa yang biasa nya diucapkan dalam menuntut ilmu
adalah doa pembuka hati dan doa sebelum belajar. Kemudian doa memohon ilmu
yang bermanfaat dan berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat.

3. Bersegera datang ke majelis ilmu dan tidak terlambat, datangnya terlebih


dahulu sebelum ustadznya.
Bersegera mendatangi majelis ilmu merupakan tanda bahwa kita telah siap
menerima ilmu dan tanda kesungguhan dalam menuntut ilmu serta salah satu adab
terhadap guru. Salah satu manfaat yang didapatkan ketika datang lebih awal ke
majelis ilmu adalah kita dapat memilih tempat terbaik untuk kita belajar.
4. Jika majelis ilmu ada di masjid, maka sebelum duduk hendaknya
mengerjakan shalat sunnah tahiyatul masjid.
Dalam hadis yang diriwayatkanoleh Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah
shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda,

‫إَذ ا َد َخ َل َأَح ُد ُك ْم اْل َم ْس ِج َد َفْل َي ْر َك ْع َر ْك َع َت ْي ِن َقْب َل َأْن َي ْج ِلَس‬

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat
sebelum dia duduk.” (HR. Al-Bukhari no. 537 & Muslim no. 714).

Apapun aktifitas kita ketika dilakukan didalam masjid maka sebaiknya melaksanakan
sholat 2 rakaat terlebih dahulu, karena ada perintah dari Nabi SAW. Melakukannya
adalah suatu kebaikan yang akan dibalas oleh Allah SWT. Bisa jadi dengan begitu
Rahmat dan ridho Allah turun kepada kita dalam proses menuntut ilmu.

Bersambung…

5. Apabila bercampur di antara jamaah wanita dan pria, maka hendaknya


diberikan pembatas atau hijab di antara mereka untuk menghindari fitnah, atau
bisa mengadakan majelis ilmu di tempat tertentu khusus untuk para wanita.

Dalam menuntut ilmu kita juga harus memperhatikan jamaah, terutama bagi
penyelenggara majelis ilmu hendaknya memperhatikan kondisi jamaahnya. Jika
bercampur antara laki-laki dan Perempuan maka wajib adanya penghalang atau
pembatas disediakan untuk menghindari berbagai fitnah. Dengan adanya pembatas
tersebut akan membuat jamaah merasa aman, nyaman, tenang serta fokus dalam
menuntut ilmu.

6. Tidak menyuruh kepada orang lain untuk berdiri, pindah atau menggeser
dari tempat duduknya.

Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tidak boleh seseorang menyuruh
orang lain untuk berdiri dari tempat duduknya lalu ia duduk di situ, akan tetapi
longgarkanlah dan luaskanlah”. [HR Muslim juz 4, hal. 1714 no 28]
Telah datang larangan dari Nabi SAW tentang hal ini, maka setiap dari penuntut ilmu
wajib memperhatikannya. Karena hal ini juga termasuk kedalam etika atau adab
dalam menuntut ilmu. Bahkan Allah SWT memerintahkan untuk berlapang-lapang
dalam majelis dan Ikhlas menerima jika seorang penuntut ilmu tersebut menempati
tempat yang tersisa. Allah SWT berfirman:

‫ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ِقْي َل َلُك ْم َتَفَّسُحْو ا ِفى اْلَم ٰج ِلِس َفاْف َس ُحْو ا َي ْف َس ُهّٰللا َلُك ْۚم‬
‫ِح‬
‫َو ِاَذ ا ِقْي َل اْنُشُز ْو ا َفاْنُشُز ْو ا َي ْر َفِع ُهّٰللا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا ِم ْنُك ْۙم َو اَّلِذ ْي َن ُاْو ُتوا اْل ِع ْل َم‬
‫َد َر ٰج ٍۗت َو ُهّٰللا ِبَم ا َت ْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. [QS. Al-Mujaadalah : 11].

7. Tidak meletakkan tangan kiri ke arah belakang, karena itu adalah perilaku
kaum yang dimurkai (HR. Abu Dawud no. 4848).

Syirrid bin Suwaid radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah pernah melintas di


hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang
aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, “Adakah engkau duduk
sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?” (HR. Abu Daud no. 4848.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Yang dimaksud dengan al maghdhub ‘alaihim adalah orang Yahudi sebagaimana


kata Ath Thibiy. Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata bahwa yang dimaksud dimurkai di
sini lebih umum, baik orang kafir, orang fajir (gemar maksiat) , orang sombong,
orang yang ujub dari cara duduk, jalan mereka dan semacamnya. (‘Aunul Ma’bud,
13: 135)
Duduk macam diatas merupakan duduk yang dilarang karena menyerupai duduknya
para orang yang gemar bermaksiat. Maka sebagai penuntut ilmu hendaknya
memperhatikan dan saling mengingatkan agar tidak melakukannya. Mengapa
Rasulullah SAW melarang perbuatan tersebut? Karena perbuatan tersebut
merupakan tasyabbuh (aktivitas menyerupai) orang-orang yang di murkai oleh Allah
SWT. Ada suatu hadis yang menjadi penegas akan hal ini yaitu

‫َم ْن َتَش َّب َه ِبَقْو ٍم َفُهَو ِم ْن ُهْم‬

‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR
Abu Dawud, hasan).
8. Hendaknya segera mendekat kepada ustadz saat dia akan memulai kajian.

Ada di dalam suatu hadist disebutkan bahwasanya:

Dari Abu Waqid Al-Laitsiy, ia berkata, "Pada suatu waktu Rasulullah SAW sedang
duduk di masjid bersama orang banyak, kemudian datang tiga orang. Yang dua
orang langsung maju menghadap Rasulullah SAW, sedangkan yang seorang lagi
berpaling lalu pergi. Perawi berkata : Lalu dua orang tersebut berhenti pada majlis
Rasulullah SAW. Adapun salah satu diantaranya melihat tempat yang masih longgar
di dalam majlis tersebut, kemudian ia duduk padanya. Dan yang satunya lagi duduk
di belakang mereka. Sedangkan orang yang ketiga langsung berpaling lalu pergi.
Setelah selesai, kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Maukah aku beritahukan
kepada kalian perihal tiga orang tersebut ? Adapun yang satu orang, ia mencari
keridlaan Allah, maka Allah-pun ridla kepadanya. Yang satunya lagi, ia malu kepada
Allah, maka Allah Ta’aalaa-pun malu kepadanya. Sedangkan yang satunya lagi, ia
berpaling, maka Allah-pun berpaling pula darinya. [HR. Bukhari juz 1, hal. 24].
Hadist tersebut memiliki banyak makna diantaranya ketika seorang guru sudah ada
dihadapannya ada beberapa tipe penuntut ilmu, ada diantaranya yang langsung
datang mendekat kepada sang guru, ada yang malu-malu, ada pula yang duduk di
paling belakang bahkan ada pula yang berpaling dari majelis. Semua hal tersebut
memiliki balasan masing-masing.
Namun satu yang pasti, bagi para penuntut ilmu yang memperhatikan hal ini adalah
penuntut ilmu yang memiliki kesungguhan belajar yang tinggi. Maka, ketika guru
sudah datang ia langsung bersiap untuk menyimak apa yang disampaikan.

Sumber :

https://rumaysho.com/2482-duduk-bersandar-yang-dimurkai.html
https://muslim.or.id/22750-fatwa-ulama-batasan-dalam-menyerupai-orang-kafir.html
https://muslim.or.id/18829-shalat-tahiyatul-masjid.html
Brosur MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN (MTA) PUSAT Ahad, 20 Maret 2022/17
Sya’baan 1443 Brosur No.: 2072/2112/IA ADABUL MAJLIS DAN THALABUL ‘ILMI

Anda mungkin juga menyukai