Anda di halaman 1dari 32

MEMAKNAI

KEHIDUPAN
MELALUI
CERPEN

Kurikulum 2013

Sani Arofah, S.Pd.


1
A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat ………………………………………………………………………..….4


2. Relevansi ………………………………………………………………………………………..4
3. Petunjuk Belajar………………………………………………………………………………5

B. INTI
1. Capaian Pembelajaran ……………………………………………………………………5
2. Subcapaian Pembelajaran ………………………………………………………………5
3. Uraian Materi ………………………………………………………………………………….7
a). Mengidentifikasi Unsur Pembangun Karya Sastra dalam Teks
Cerpen …………………………………………………………………………………………………7
b). Menyimpulkan Unsur-unsur Pembangun Teks Cerpen ……………….21
4. Forum Diskusi ……………………………………………………………………………….26

C. PENUTUP
1. Rangkuman ……………………………………………………………………………………27
2. Tes Formatif …………………………………………………………………………………27

DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting bagi peserta didik SMP/MTs
dan SMA/SMK/MA. Oleh karena bahasa Indonesia menjadi media utama untuk
memahami ilmu pengetahuan serta sebagai sarana berinteraksi dan berekspresi. Dalam
pelajaran bahasa Indonesia dipelajari pengetahuan dan keterampilan berbahasa berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulis, untuk kegiatan formal
maupun nonformal.
Peserta didik dituntut berperan aktif dalam pembelajaran. Modul atau materi ajar
ini diharapkan dapat menjadi salah satu media peserta didik untuk mendayagunakan
segala potensi dan sumber dayanya untuk kreatif dan selalu berpartisipasi, baik dalam
pembelajaran dalam kelas maupun luar kelas. Diharapkan para peserta didik tidak hanya
memahami materi, tetapi juga mampu menerapkan isi materi.
Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara
mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri
karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca
dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung. Modul
sebagai alat atau sarana pembelajaran berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara
mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.
Bagi seorang pengajar maupun instruktur, modul tentunya memiliki berbagai
macam manfaat. Di antaranya memberikan kepuasan bagi pengajar karena dengan
adanya modul tingkat keberhasilan peserta didik menjadi naik karena kompetensi atau
pengetahuan yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik sudah terarah dan jelas.
Keberadaan modu juga memberikan kesempatan bagi pengajar dalam memberikan
bantuan individual kepada setiap peserta didik tanpa mengganggu kelas. Karena dengan
adanya modul, pengajar tidak harus menjelaskan semua materi dalam modul, melainkan
hanya menjelaskan materi yang perlu-perlu saja, seperti meringkas materi pengajaran
yang diberikan. Modul disusun dalam bentuk unit-unit kecil sehingga pembaca dapat
membatasi materi yang akan dikuasai dan tidak meluas sehingga tujuan pembelajaran
dapat dicapai pembaca dengan mudah.
Oleh sebab itu, penulis membuat modul dan bahan pendukung pengajaran
kesastraan yaitu Unsur-Unsur Pembangun Karya Sastra pada Teks Cerpen dalam

3
Kurikulum 2013.Modul ini diharapkan bisa dipakai oleh guru, peserta didik, atau
khalayak umum lainya karena materi Teks Cerpen dalam Kurikulum 2013 merupakan
salah satu materi pembelajaran di sekolah. Dengan dekimian, penyusunan modul ini
diharapkan dapat menjadi buku penunjang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Pada kegiatan belajar ini akan mempelajari Unsur-Unsur Pembangun Karya Sastra pada Teks
Cerpen (1) hakikat cerpen, (2) struktur teks cerpen, (3) unsur pembangun teks cerpen dan (4)
menyimpulkan unsur pembangun teks cerpen. Lingkup pembahasan setiap subbab tersebut
disesuaikan dengan pembelajaran sastra tingkat SMP/MTs yang tercantum dalam Kompetensi Dasar.

2. Relevansi

Modul ini relevan untuk mendukung pembelajaran teks cerpen di tingkat


SMP/MTs dan yakni memberikan informasi tambahan pada pserta didik tentang teks
cerpen dengan memperhatikan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dari teks
cerpen, di antaranya hakikat pembelajaran teks cerpen, unsur pembangun teks cerpen,
dan menyimpulkan unsur pembangun teks cerpen. Setelah mempelajari modul bahan ajar
ini, penulis berhara ppeserta didikmampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
khususnya kompetensi mengenai unsur-unsur pembangun karya sastra pada teks cerpen.

3. Petunjuk Belajar

Terdapat beberapa hal yang perlu dipehatikan terkait dengan pembelajaran kali
ini.

1. Bacalah dengan cermat berbagai materi yang terdapat pada modul ini agar Anda dapat
memahami setiap materi yang disajikan.
2. Berilah tanda-tanda tertentu dan catatan khusus bagian-bagian yang Anda anggap
penting.
3. Anda harus mengaitkan materi baru dengan materi sebelumnya.

4
4. Anda juga harus mengaplikasikan materi yang sudah dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Buatlah rangkuman setelah selesai membaca modul ini. Tidak perlu melihat
rangkuman yang sudah ada dalam modul ini. Rangkuman yang terdapat dalam modul
ini digunakan sebagai pembanding.
6. Untuk mengetahui penguasaan materi yang telah Anda baca, kerjakan tugas atau
latihan yang terdapat pada modul ini. Kerjakan dengan sungguh-sungguh tanpa
melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Setelah selesai mengerjakan, Anda boleh
mencocokkan dengan kunci jawaban.

INTI

1. Capaian Pembelajaran (CP)

Mampu memahami unsur pembangun yang terdapat dalam teks cerpen.

Mampu menyimpulkan unsur-unsur pembangun cerpen dengan bukti yang mendukung

2. Subcapaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar ini, kamu diharapkan dapat:

1. Mampu menjelaskan hakikat cerpen.


2. Mampu menjelaskan unsur pembangun teks cerpen.
3. Mampu menyimpulkan unsur pembangung dalam teks cerpen dengan bukti yang
mendukung.

Peta Konsep

Teks Cerpen

Unsur Pembangun
Pengertian Cerpen Cerpen

1. Tema
2. Alur
3. Penokohan 5
4. Latar
5. Sudut Pandang
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi


3.5 Mengidentifikasi unsur pembangun 3.5.1 Menyebutkan unsur pembangun
karya sastra dalam teks cerita karya sastra dalam sebuah teks
pendek yang dibaca atau didengar cerita pendek yang dibaca.
3.5.2 Menjelaskan unsur pembangun
karya sastra yang terdapat dalam
teks cerita pendek
yang dibaca.

4.5 Menyimpulkan unsur-unsur 4.5.1 Menunjukkan bukti yang


pembangun karya sastra dengan mendukung unsur pembangun
bukti yang mendukung dari cerita karya sastra dari cerita pendek
pendek yang dibaca atau didengar yang dibaca.
4.5.2 Menyimpulkan unsur-unsur
pembangun karya sastra dengan
bukti yang mendukung dari cerita
pendek yang dibaca.

Tujuan Pembelajaran :

Melalui kegiatan pembelajaran model Discovery Learning, peserta didik diharapkan


dapat:
1. Menyebutkan unsur pembangun karya sastra dalam sebuah teks cerita pendek yang
dibaca dengan tepat.
2. Menjelaskan unsur pembangun karya sastra yang terdapat dalam teks cerita pendek yang
dibaca dengan benar.
3. Menunjukkan bukti yang mendukung unsur pembangun karya sastra dari cerita pendek
yang dibaca dengan tepat.
4. Menyimpulkan unsur-unsur pembangun karya sastra dengan bukti yang mendukung dari
cerita pendek yang dibaca dengan benar.

6
3. Uraian Materi

A. Mengidentifikasi Unsur Pembangun Karya Sastra dalam Teks Cerita Pendek


Cerpen dapat diibaratkan seperti rumah, rumah dapat berdidri kokh karena dibentuk
oleh unsur-unsur pembangun yakni pondasi, tiang, dinding, atap, pintu, jendela, dan lain-lain.

Demikian halnya dengan cerita pendek, karya sastra ini juga dibangun oleh beberapa komponen.
Unsur-unsur pembangyn apakah yang menopang terbentuknya sebuah cerpen? Mari kita Uraian
simakmterlebih dahulu cerpen berikut.

 Memahami Teks Cerita Pendek

EMAK DAN SEPOTONG ROTI

CASWATI

Siang itu begitu terik. Pancaran sinar matahari tanpa ampun membakar punggung Emak yang
tengah mengumpulkan batu-batu kali dari sungai yang mengering. Tampaknya, kemarau sudah
kelewatan. Padahal, sekarang sudah memasuki bulan Desember. Bulan yang disebut-sebut sebagai
bulan hujan. Namun, hujan justru di bulan ini tidak turun meski setetes. Akibatnya, bisa dilihat
sendiri. Hampir semua lahan persawahan mengering, menyisakan pohon pari yang menguning
kering; tidak ada rumput liar yang tumbuh menghijau; hanya ada batang-batang pohon kering yang
terus menerus menggugurkan daunnya setiap kali angin berhembus. Hah… sepertinya kemarau
sudah makin menggila. Lihatlah, satu-satunya sungai yang kami jadikan sumber air pun mengering,
seolah dihisap tanpa bekas, meninggalkan batu-batu terjal yang membisu.

Tentu saja ini membuat keadaan desa kami makin terpuruk. Harus diakui, desa kami memang
termasuk desa miskin yang sering dilanda kekeringan saat musim kemarau. Namun, desa kami
belum pernah seterpuruk ini; sumber kehidupan kami mengering tanpa sisa sehingga membuat para
penduduk desa meninggalkan sungai kerontang itu dan mencari sumber air di tempat lain.

7
Kecuali Emak. Bisa dibilang Emak adalah satu-satunya penduduk yang masih setia
mendatangi sungai kerontang itu. Bukan. Bukan untuk mengambil sisa-sisa air sungai kerontang itu
yang pasti. Seperti penduduk lain, Emak pergi ke gunung untuk mendapatkan air. Setiap hari Emak
datang ke sungai itu karena sebuah pekerjaan.

Sejak memasuki kemarau tahun lalu, Emak tidak lagi bekerja sebagai buruh tani, melainkan
sebagai pengumpul dan pemecah batu kali. Memang, pekerjaan ini tampak—dan memang—terlalu
kasar untuk seorang wanita seperti beliau. Namun, setidaknya, bagi Emak dengan pekerjaannya ini ia
bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, menyekolahkan kedua anaknya yang kini duduk di bangku
kelas XII SMA dan kelas 1 sekolah dasar.

Namun, sepertinya bukan awal kemarau tahun lalu bukanlah awal yang membuat Emak
menjadi wanita pekerja keras macam sekarang. Tepatnya, Emak menjadi tulang punggung keluarga
sejak meninggalnya bapak empat tahun lalu akibat epidemi yang melanda desa kami. Ya benar.
Sejak saat itulah Emak harus menjadi ibu sekaligus kepala rumah tangga yang menafkahi kedua
anaknya, Dani dan Dina.Emak memulai pekerjaannya sebagai buruh cuci. Namun, karena tetangga
kami kurang membutuhkan tenaganya, Emak berpindah menjadi buruh tani. Sayang, desa kecil kami
sering dilanda kekeringan berkepanjangan. Tidak banyak petani yang menggarap sawahnya karena
terlalu sering dirugikan oleh ulah kemarau yang angkuh.

Sebelumnya, Emak juga pernah menjadi buruh pikul di pasar. Akan tetapi, tubuhnya yang
kurus dan ringkih membuatnya tidak bisa terlalu lama melakoni pekerjaan itu, belum lagi upah yang
tidak seberapa, tidak sebanding dengan tenaga dan keringat yang beliau keluarkan. Tidak sebanding
juga dengan sakit pinggang yang sering Emak rasakan setiap malam.

Akhirnya, Emak memutuskan untuk menjadi pengumpul dan pemecah batu kali. Emak
mempunyai alasan sendiri mengapa beliau memilih pekerjaan kasar itu. Bagi Emak, tidak selamanya
kemarau dan kekeringan yang sering melanda desa selalu membawa kerugian dan penderitaan.
Setidaknya, walaupun kemarau lebih sering meneteskan keringatnya daripada meneteskan air dari
langit, kemarau masih memberinya kehidupan. Bagi Emak keringnya air sungai tidak berarti
mengeringnya harapan untuk hidup seperti yang selama ini dikeluhkan banyak penduduk. Justru
dengan mengeringnya air sungai, Emak mempunyai peluang dan harapan untuk terus hidup.

Setiap hari, seusai mengantar Dina sekolah, Emak memulai pekerjaannya mengumpulkan dan
memecahkan batu-batu dengan modal serok bambu dan palu besi berdiameter sepuluh senti. Emak
lakoni pekerjaan kasarnya dengan penuh kesabaran. Dengan harapan dari setiap butir batu yang

8
beliau kumpulkan; dari palu besi yang beliau pukulkan; dan dari setiap keringat yang menetas dari
kening dan tubuhnya, dapat memberi penghidupan yang layak untuk dua buah hatinya.

Keinginannya sederhana. Emak hanya ingin Dani dan Dina tidak merasakan kesulitan dan
kesengsaraan seperti yang beliau rasakan selama ini. Emak tidak ingin kedua anaknya merasa
kekurangan selama beliau masih bisa berdiri dengan kedua kakinya. Wanita paroh baya berwajah
tirus ini biarlah beliau yang susah payah, banting tulang memeras keringat, asal kedua anaknya bisa
makan, bisa sekolah, bisa jajan, dan yang jelas lebih bahagia darinya. Dan demi mereka juga, Emak
rela tidak makan asal Dina dan Dani makan tiga kali sehari.

Emak juga berharap, dari jerih payahnya mengumpulkan dan memecahkan batubatu itu,
beliau bisa menjualnyake tukang bangunan. Tidak banyak memang yang Emak peroleh dari kerja
kerasnya selama lima hari atau seminggu. Biasanya Emak memperoleh 40 ribu sampai 50 ribu rupiah
untuk satu gerobak batu kali yang telah beliau pecah.

Untunglah, Dani si anak sulung selalu membantunyameski sebenarnya Emak tidak sampai
hati melihat anak gadisnya melakukan pekerjaan kasar itu. Jujur saja, Dani cukup senang bisa
membantu Emak bekerja, walaupun hanya mengangkuti batu dari kali ke bawah pohon nangka di
tepian sungai.

Kebetulan ini adalah hari Minggu. Hari untuk membantu Emak mengumpulkan dan
memecahkan batu-batu kali. Bagi gadis berjilbab ini, hari Minggu dalam kamusnya bukan hari di
mana bisa tidur nyenyak hingga siang bolong atau bermalas-malasan di kursi empuk sambil
menonton acara televisi. Juga bukan hari untuk bersantai, jalanjalan atau bersenang-senang dengan
teman seumurannya.

Hari Minggu bagi Dani adalah hari untuk membantu Emak, mengingat tidak setiap hari ia
bisa membantu Emak. Setiap pagi Dani harus berangkat sekolah selepas subuh dan baru sampai di
rumah begitu azan Asar berkumandang—pada saat itu, biasanya Emak sudah selesai bekerja.

Makanya, begituia selesai membersihkan rumah, memasak, mencuci dan beresberes rumah,
sesegara mungkin ia menyiapkan diri membantu Emak. Sambil membawa Peralatan seperti yang
dibawa Emak, Dani menggandeng adik semata wayangnya melewati jalan terjal berumput kering
yang agak menurun ke arah sungai.

Dari kejauhan tampak Emak dengan baju hijau kusam tengah duduk sambil memecah batu kali di
bawah sebatang pohon nangka yang mulai kehabisan daun.

9
Dani langsung duduk di sebelah Emak, sementara si kecil Dina dibiarkan bermainmain batu di
sekitar mereka.

“Batu yang Emak kumpulkan banyak juga,” kata Dani sambil mulai memukulkan palu besinya.

“Kau seharusnya tidak di sini,” ucap Emak membuat kening Dani berkerut. Dia lalu menatap Emak
lekat-lekat, tetapi Emaksama sekali tidak balas menatapnya.

“Emak bilang apa?” Dani tak mengerti.

“Kau pulanglah. Ajak adikmu main. Emak bisa lakukan ini sendiri.” Tandasnya sambil terus
memukulkan palu, memecah batu, memecah kegersangan siang yang membisu.

Dani terenyak, bingung memandangi Emak yang tiba-tiba terasa asing. Kenapa? Ada apa?

“Kau dengar Emak ‘kan?” Tiba-tiba nada bicara Emak meninggi. Tentu saja ini membuat Dani
maupun Dina mengerjap. Selama ini Dani tak pernah mendengar Emak bicara sedingin ini, apalagi
tanpa menatapnya.

  “Tapi….”

“Emak tidak pernah menyuruhmu membantu,” potong Emak makin keras memukulkan palunya,
memecah batu hingga berkeping-keping.

Masih kurang percaya, Dani akhirnya beranjak. Sambil menggandeng adiknya, dia berjalan
perlahan meninggalkan Emak yang sama sekali tidak menatapnya. Dani menoleh, memandangi
Emak yang menunduk sambil tak henti-hentinya memukulkan palu.

Dani menghela nafas, dia melangkah lagi. Kenapa Emak begitu? Marahkah Emak padaku? Pikirnya.

Tepat pada langkahnya yang kelima, Dani dikejutkan dengan jeritan Emak yang memantul
dari satu sisi tebing yang lain. Sekonyong-konyong, dua kakak beradik itu menoleh. Dani, matanya
langsung membelalak begitu melihat tangan kiri Emak terkulai di atas tumbukan batu dengan darah
yang mengucur deras, sementara palu besi yang semula digunakan untuk memecah batu tergeletak
tak berguna.

10
“Emak!” Pekik Dani langsung menubruk tubuh Emak yang bersandar di batang pohon. Wajah tirus
itu pucat, bibirkeringnya gemetar, keringat di keningnyamakin santer mengalir, mata cekungnya
terpejam.

“Innalillahi, Emak!” Dani berusaha menyentuh tangan kiri Emak sehalus mungkin, tetapi justru
membuat Emak makin mengerang kesakitan. Danibingung. Ia ingin membantu Emak, tetapi ia tak
tahu harus melakukan apa, harus mulai dari mana. Terlebih tubuh Emak tiba-tiba lemas seperti tanpa
tulang.

“Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?” gumamnya sambil berusaha menyandarkan kepala
Emak di dadanya.

“Dina, cepat panggilkan Lik Sukur dan Pak Ghozi. Cepat!” serunya pada Dina yang sejak tadi hanya
memandang bingung. Tanpa komentar, bocah bertubuh mungil itu lantas berlari meninggalkan Emak
dan Mbaknya.

“Emak, bertahanlah.” Ucap Dani bergetar tidak kuasa memandangi luka menganga di tangan kiri
Emak. Dani bahkan hampir menangis dengan keadaan Emak yang makin melemah. Ditambah lagi
cairan merah kental itu tidak henti-hentinya mengucur, mewarnai tumpukan batu kelabu yang sekian
lama beliau kumpulkan sedikit demi sedikit.

“Daaaan…” ucap Emak lirih nyaris tak terdengar, membuat Dani harus sedikit mendekatkan
kepalanya.

“Ma… maaf… maafkan Emak…” ucap Emak lagi terbata, menahan perih yang teramat sangat. Perih
yang membuat semuakekuatannya terhempas ke awan, perih yang membuatnya tidak bisa melakukan
apa pun meski hanya sekadar membuka mata. Ya, perih yang melampaui batas kemanusiaan.

Sejak tangan kirinya terluka dan tidak bisa bekerja, Emak jadi sangat pendiam. Wajah
sendunya jadi murung. Belakangan ini, Emak sering menghabiskan waktu untuk melamun selama
berjam-jam di bale-bale rumah. Tampak jelas di wajah senjanya Emak memikirkan sesuatu, sesuatu
yang membuatnya tampak frustasi. Beberapa kali Dani memergoki Emak menangis. Setiap kali
didekati dan ditanya, Emak selalu menjawab tidak apa-apa, selalu bersikap seolah beliau baik-baik
saja.

Jujur, Dani semakin khawatir dengan keadaan Emak. Terlebih tangan kiri Emak yang terluka
belum sempat tersentuh tangan dokter karena kendala biaya. Luka di tangan Emak hanya diobati

11
dengan obat seadanya dan getah daun pinisilin yang ditanam di kebun belakang. Akibatnya, luka
menganga itu meradang, membengkakkan bagian yang lain.

Dani yakin luka itu sudah menginfeksi tangan Emak. Ia sebenarnya ingin membawa Emak ke
bidan desa dengan sisa uang hasil penjualan batu beberapa hari lalu. Hanya saja Emak selalu
menolak dengan alasan bahwa Dani dan Dian lebih membutuhkannya untuk ongkos sekolah. Emak
juga menegaskan bahwa tangannya baik-baik saja dan akan segera sembuh. Dan yang dapat Dani
lakukan tentu saja menuruti kata-kata Emak, merawatnya dengan curahan kasih dan perhatian yang
tiada pernah mengering.

Usai salat Subuh, usai menyiapkan sarapan dan menyelesaikan hampir semua pekerjaan
rumah, seharusnya Dani cepat berangkat sekolah karena jarak 10 km yang ditempuh dengan jalan
kaki sering membuatnyaterlambat sampai di sekolah. Entah kenapa, pagi ini Dani merasa khawatir
meninggalkan Emak. Dia merasa begitu karena sudah tiga hari ini kesehatan Emak makin menurun.
Ditambah lagi sejak kemarin siang Emak tidak dapat beranjak dari ranjang.

“Emak ingin memberimu sesuatu, tetapi Emak tidak yakin apakah Emak bisa. Kau minta apa?”

“Terima kasih, Mak. Doa dan kasih Emak sudah lebih dari cukup untuk Dani.” Dani lantas
menakupkan telapak tangan kanan Emak dipipinya yang mulus. Tangan Emak terasa panas, juga
lemas seperti tanpa tenaga.

“Kalau begitu, kau pergilah. Nanti kau bisa kesiangan. Emak akan baik-baik saja.” Kata Emak pelan
masih dengan tersenyum.“Dani tidak masalah membolos sehari ini, Mak. Dani akan merawat Emak
sampai Emak benar-benar sembuh.”Emak menggeleng pelan, pelan sekali sambil memejamkan
matanya yang sayu.

“Tidak. Kau harus sekolah. Kau harus menjadi yang terbaik seperti yang sering kau katakan pada
Emak.”

“Tapi, Mak,” lanjut Dani, “Hari ini Dani ada kelas sore. Itu artinya Dani akan pulang sampai
malam.”Emak tersenyum tipis, itu pun terkesan dipaksakan,

“Kau pergilah sekolah. Tunaikan kewajibanmu sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang
tua. Emak tidak meminta apa pun padamu selain keberhasilanmu, kebahagiaanmu agar tidak
bernasib seperti Emak.”Berat, Dani menurut juga.

12
“Baiklah, Mak. Dani berangkat. Assalamualaikum…” ucapnya sambil mengecup punggung tangan
kanan Emak.

Emak tersenyum memandangi punggung anak sulungnya yang tampak bersahaja. Emak tidak
menyangka bahwa anak sulungnya telah tumbuh menjadi gadis cantik berhati mulia. Namun, ada
sebuah rasa yang tiba-tiba menyesakkan dadanya. Sesuatu yang menyusup, menggetarkan hati dan
pikirannya. Sesuatu yang membuatnyakecewa pada dirinya sendiri.

Emak lalu menoleh pada Dina yang sejak tadi berdiri disampingnya. Pelan Emak berkata,

“Kau lihat Mbakmu itu, Din? Kau harus seperti dia, ya?” dan, si kecil Dina pun mengangguk tegas.

Samar-samar dari balik pekatnya malam, Dani bias melihat lampu rumahnya menyala, menembus
sela-sela gedhegdinding rumahnya. Sementara suara azan tanda salat Isya yang berkumandang dari
surau tua yang berdiri kokoh di ujung jalan seolah menyambut kepulangannya dari sekolah.

Pelan, Dani mendorong pintu bambu rumahnya. Sambil mengucap salam, ia lantas masuk.
Tampak olehnya, di ruang tengah berlantai tanah dengan beberapa kursi bambu dan sebuah meja
yang sudah reot, Emak dan Dina tengah menunggunya. Dani tersenyum manis melihat tatapan polos
adiknya, sementara Emak menelungkupkan kepala di atas meja. Sepertinya Emak sangat kelelahan,
pikir Dani.

Senyum Dani makin mengembang ketika matanyamembentur bayangan sepotong roti tar
dengan sebatang lilin kecil yang menyala. Roti sederhana yang Dani yakin dibeli Emak di toko kue
di ujung jalan desa. Roti yang selaluEmak berikan setiap kali anakanaknya ulang tahun. Jadi, ini
yang ingin Emak berikan untukku? Pikir Dani setengah ingin menangis karena terlalu senang.
Bagaimana mungkin Emakmenyempatkan diri membeli sepotong roti sementara tangannya yang
terluka dibiarkan tak tersentuh dokter? Terawang Dani.

“Ini untuk Mbak Dani.” Kata Dina memecah keheningan. Mata jernihnya menatap Dani, “Emak
bilang minta dibangunkan kalau Mbak Dani pulang.”

Dani tersenyum lantas mengangguk. Ia berjalan ke sebelah kiri Emak lalu mendekatkankepalanya ke
kepala Emak yang menelungkup. Pelan ia berkata, “Emak…”Emak bergeming. Tampaknya Emak
telah terlelap.

“Emak, Dani pulang…” lanjut Dani kali ini sambil merangkul bahu Emak.

13
Masih belum ada jawaban.

Tiba-tiba seberkas rasa khawatir menjalar ke sekujur tubuhnya. Perlahan tapi pasti. Kekhawatiran itu
menyurutkan senyum di bibir mungilnya. Ya, kekhawatiran yang dirasakan bersama dengan rasa
dingin dari punggungEmak.

“Emak!” kini Dani sedikit mengguncangkan bahu ringkih itu hingga kepala wanita Separuh baya itu
terkulai begitu saja di lengannya. Sejenak, Dani pandangi wajah Emak yang pasih. Tiga detik
kemudian ada sesuatu yang ia rasakan, sesuatu yang berbeda, sesuatu yang belum sempat ia pikirkan.

Wajah tirus Emak pucat pasih dengan seulas senyum dingin mengembang di bibir kering yang jarang
tersentuh air. Matanya terpejam rapat, rapat sekali seperti orang tidur. Dani pias. Entah kenapa tiba-
tiba tulang-tulangnyaseperti dilolos satu persatu.

Dani seperti tersadar, ia baru saja kehilangan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang pergi bersama
dengan sebatang lilin yang meleleh di atas sepotong roti, sesuatu yang pergi bersama nyala lilin yang
berkedip-kedip tertiup angin, sesuatu yang pergi diiringi semayup suara iqomah dari surau tua di
ujung jalan…..

Sementara si kecil Dina memandangi dua anggota keluarganya bergantian. Kepolosannya menjadi
saksi perjuangan Emak mengumpulkan dan memecahkan batu-batu kali demi sepotong roti untuk
anak yang beliau kasihi.

Persembahan untuk Emak

Wanita mengagumkan dalam hidupku

Caswati, lahir di Jakarta, 23 September 1989 Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gajah Mada,

bertempat tinggal di GMNU, Jalan H.O.S. Cokroaminoto TR III/890B, Gg. Ngadimulyo, Sudagaran,
Yogyakarta, telepon

sumber : https://lareassalam.wordpress.com/2016/05/05/teks-cerpen-emak-dan-sepotong-roti/

Aktivitas 1

14
Jawablah pertanyan-pertanyaan berikut sesuai dengan isi cerpen di atas.
1. Menurutmu, apa yang menjadi daya pikat cerpen tersebut?
2. Menurutmu, siapa saja tokoh yang ada di dalam cerpen tersebut?
3. Jelaskan sikap apa yang patut dicontoh dari Dani dalam cerpen tersebut?

 Mengenal dan Mengidentifikasi Unsur-Unsur Pembangun Teks Cerpen


Dalam KBBI cerpen merupakan kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam
satu situasi (pada suatu ketika). Sesuai namanya, cerpen merupakan cerita yang pendek
yang habis dibaca dalam sekali duduk. Panjang cerpen berkisar 1000-1500 kata. Dibaca
dalam sekali duduk tentu bukan dalam makna yang sesungguhnya. Namun, hal itu berarti
cerpen memerlukan waktu baca yang tidak lama karena tidak terlalu panjang.

Cerpen dapat dikumpulkan dalam sebuah buku kumpulan cerpen atau antologi
cerpen. Antologi cerpen dapat ditulis oleh seorang pengarang, tetapi dapat juga ditulis
oleh banyak pengarang. Judul antologi cerpen biasanya diambil dari salah satu judul
cerpen yang ada di dalamnya.

Cerpen memiliki ragam cerita. Ada yang berncerita mengenai romansa, keluarga,
persahabatan, misteri, horror, kritik sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.

Unsur-unsur yang menopang terbentuknya sebuah cerpen yaitu ada unsur intrinsik dan
ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur pembentuk yang ada di dalam cerita, terdiri dari tema, alur,
tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Unsur ekstrinsik
merupakan unsur yang ada di luar dari cerita, yakni pengarang, pola piker, keyakinan, sosial,
budaya, dan hal-hal lain yang mempengaruhi terbentuknya cerpen.

a. Tema

Tema merupakan inti cerita atau gagasan dasar yang menopang karya sastra. Tema

menjadi dasar pembangun seluruh cerita. Oleh karena itu, tema bersifat menjiwai seluruh bagian

cerita. Sebagai contoh cerpen dapat bertema keadilan, kekeluargaan, persahabatan, dan

sebagainya

b. Alur

15
Alur cerita adalah peristiwa yang saling berkaitan berdasarkan urutan atau hubungan
tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar urutan waktu, kejadian, serta
hubungan sebab-akibat. Dalam alur cerpen, cerita tidak dibuat kompleks seperti novel.
Konfliknya lebih sederhana dan singkat karena hanya fokus pada satu peristiwa dan tokoh.

c. Penokohan

Penokohan adalah pelaku dalam cerita, sedangkan penokohan adalah karakter dan watak
yang dimiliki tokoh dalam cerita. Baik tokoh serta penokohan digambarkan secara jelas dalam
teks cerpen. Ada yang diceritakan langsung oleh pengarang melalui narasinya, ada pula dapat
diketahui melalui tingkah laku tokoh saat beradegan dalam cerita

d. Latar

Latar atau setting adalah penggambaran waktu, tempat, dan sosial dalam cerita fiksi. Latar
tempat berhubungan dengan masalah “kapan” menunjuk pada waktu terjadinya peristiwa- peristiwa
yang terdapat dalam cerita. Latar tempat yaitu penggambaran lokasi atau tempat terjadinya peristiwa
dalam cerita. Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Misalnya tentang kebiasaan hidup,
adat istiadat, keyakinan, dan sebagai nya.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang atau point of view adalah cara penulis memandang tokoh-tokoh
cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Umumnya penulis
menempatkan diri pada posisi orang ketiga dengan menggunakan kata dia atau nama
orang, juga orang pertama dengan menggunakan kata aku atau saya.

Untuk memperjelas gambaran tentang unsur pembangun teks cerpen, cermatilah


contoh analisis unsur pembangun teks cerpen “Emak dan Sepotong Roti”

16
N Unsur Pembangun Data/Alasan
o

1 Tema perjuangan seorang ibu


2 Alur  Alur Maju. Karena dalam cerpen
menceritakan kehidupan dalam
keluarga tersebut dengan menceritakan
secara urut ke depan.
3 Penokohan Tokoh seorang ibu (emak) yang
pekerja keras, Dani yang rajin
membantu ibu, dan Dina yang penurut.
4 Latar Latar waktu : Siang dan malam hari.
Latar Tempat : Desa, sungai, gunung,
pasar, bawah sebatang pohon
nangka, bale-bale rumah
Latar suasana:
Bahagia, dan sedih
5 Sudut Pandang Orang ketiga. Penulis tidak terlibat
dalam peristiwa cerita.

Setelah mencermati cara menganalisis unsur pembangun teks cerpen di atas,


bacalah teks cerpen berikut dengan seksama !

Selembar Surat

Sudah larut malam Amil tidak beranjak dari meja belajarnya, matanya tidak lelah menulusuri
buku yang sedang ia pegang. Otaknya menangkap ribuan kata sesekali dahinya mengernyit jika ada
satu kata yang membuatnya bingung.

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Matanya pun mulai terasa memberat bahkan
tubuhnya sudah lelah tapi Amil tidak berhenti ia harus belajar lebih giat ini semua demi cita-citanya
untuk masuk ke peguruan tinggi. Ini semua ia lakukan demi ayahnya ia tidak ingin ayahnya dianggap
sebelah mata oleh orang-orang. Hidup miskin memang sulit ayahnya yang hanya bekerja sebagai
pemulung selalu dicaci karna ingin menyekolahkan anaknya jika saja dirinya tidak lulus SD.

17
Amil sudah mendaftar untuk masuk ke universitas ternama ia sudah menunggu sebulan
lamanya tapi tidak ada pemberitahuan. Ia jadi resah bahkan sekarang buku yang dibacanya tidak lagi
dibaca membiarkan Amil dengan segala pemikirannya.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Memampangkan seorang pria paruh baya dengan senyum
teduhnya, ia menghampiri Amil yang tengah melamun mengelus puncak kepalanya.
“Ada apa mil?” Tanyanya. Tangan keriput itu tidak henti-hentinya mengelus rambut anaknya.
Amil sontak terkejut ia segera mendongak setelah tahu itu ayahnya Amil tersenyum lalu
menggeleng.

“Amil kalo ada masalah cerita sama bapak, jangan simpan sendiri. Kamu ini kayak gak punya
bapak kalo ada masalah diem. Cerita selagi bapak masih ada. Bapak masih sanggup menuhin
permintaan anak kecil bapak.”

Mata Amil berkaca-kaca ia segera memeluk pria paruh baya itu yang selama ini
menghidupinya. Bahkan saat istrinya meninggal bapak masih sanggup merawat dan menjaganya
hingga sebesar ini. Sungguh entah sekuat apa hati dan tangan bapak sehingga mampu menahan
cacian dari orang, bapak hanya bisa tersenyum dan lagi tangan kasar yang memeluknya itu sangat
kuat mendorong gerobak sampah hanya untuk menghidupinya, Amil mengeratkan pelukan. “Amil
sayang bapak. Kalo gak ada bapak mungkin Amil gak ada, bapak selalu jadi pahlawan buat Amil.”
Seketika suasana berubah haru, Amil akan sedih jika itu menyangkut tentang bapaknya.

Tubuh rapuh itu bergetar, tertawa dengan perkataan anaknya ia menggeleng pelan sambil
menepuk punggung Amil penuh kasih sayang. “Kamu ini mil udah gede, gak malu sama bapak atau
sama badan kamu?” Ujar bapak bercanda wajah keriput itu menciptakan lengkungan dikedua
bibirnya ia tidak ingin suasana terlalu sedih ia hanya ingin Amil kuat. Bapak tahu dengan perangai
Amil anaknya selalu sedih jika menyangkut tentangnya.

“Bapak harus nganterin Amil kalau Amil pakai jas sekolah yang semua orang mau!”
“Bapak udah tua, umur gak ada yang tahu.”

Amil mendongak menatap bapaknya yang juga menatapnya teduh matanya kembali berkaca-
kaca, satu isakan lolos di mulutnya disusul dengan air mata berjatuhan.
“Bapak! Jangan ngomong gitu Amil nggak suka! Bapak pasti akan anterin Amil buat jadi orang
sukses!” Bapak hanya diam. Membiarkan Amil menangis terisak. Mata keriput itu memandang
kearah depan dengan sendu matanya ikut berkaca-kaca mendengar isakan menyakitkan Amil.
“Amil ingat kata bapak, jika kamu mau sesuatu buat sesuatu! Meskipun banyak yang menghinamu

18
abaikan, buat jadi perjuangan bapak nggak sia-sia. Hidup itu rumit mil jika kamu tidak keras maka
dunia yang akan keras pada kamu!”

Hingga keesokan harinya, Amil mendapatkan surat dari kantor pos. Jantungnya berpacu
dengan cepat bahkan tangannya bergetar. Amil menatap surat yang di tangannya penuh harap
semoga penantiannya tidak sia-sia dengan hati-hati Amil membukanya lalu membaca, setitik air
mata jatuh di pipinya ia tidak menganga tidak percaya ia lulus, dengan hasil memuaskan masuk ke
dalam universitas impian Amil berteriak, “BERHASIL!” Amil langsung bersujud kearah kiblat
tangannya memukul lantai bahagia ia menangis haru ini bukan tangisan kesedihan melainkan
kebahagiaan, Amil berdiri dari sujudnya ia kembali membaca untuk memastikan dengan jelas. Di
kertas tertera namanya dan universitas ternama ia kembali menangis memeluk surat itu. “Pak! Amil
berhasil pak!” Tangisnya haru.

Bapak yang sedang dalam perjalanan pulang, terheran mendengar tangisan saat sesampainya
di rumah. Jantung bapak berdetak kuat tanpa berpikir panjang bapak segera melepas gerobak
sampahnya dan berlari ke dalam rumah, “MIL!” Bapak berteriak lalu dengan tergesa-gesa membuka
kamar Amil. Terlihat anaknya sedang menangis serta ditangannya ada selembar surat entah apa itu.
Bapak segera berjalan Amil menepuk pundak Amil khawatir, “kamu kenapa mil?” Tanya bapak,
Amil mengangkat wajahnya segera memeluk bapak dengan dengan berlinangan air mata. “Pak! Amil
lulus dengan hasil memuaskan.”

Bapak terkejut segera melepas pelukannya menatap Amil dengan sorot harap. “Bener mil?
Kamu lolos?” Amil mengangguk mantap, bapak mengucapkan syukur lalu bersujud bangga. Amil
menatap bapak haru semua usahanya dan kerja keras bapak tidak sia-sia. Tapi amil menunggu
hampir lima menit bapak belum bangun juga dari sujudnya ia khawatir. Amil merunduk menyentuh
pundak bapak namun tubuh bapak terjatuh dengan mata tertutup rapat serta wajah pucat.

“BAPAK!” Amil menganga ia menangis tersedu-sedu menggoyangkan tubuh bapak berharap


ini hanya khayalan semata. Dada Amil terasa sesak ia semakin histeris justru yang didapatkannya
tubuh bapak kaku seperti tidak ada kehidupan. Amil menyangka ini hari terakhir bapak jika ia tahu ia
akan menemani serta merawat bapak namun itu sudah terlanjur Amil hanya bisa menangisi
kepergian bapak. Kini tugas bapak sudah selesai banyak pengorbanan yang ia lakukan itu semua
demi Amil, anak kesayangannya setelah istrinya. Tugas bapak sudah selesai.

Cerpen Karangan: X-xana

Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 19 September 2021 dan dipublikasikan di
situs  Cerpenmu.com

19
Sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-kehidupan/selembar-surat.html

Aktivitas 2

Identifikasilah unsur-unsur pembangun cerpen di atas!

N Unsur Pembangun Data/Alasan


o

B. Menyimpulkan Unsur-Unsur Pembangun Teks Cerita Pendek

Setelah berhasil mengidentifikasi unsur-unsur pembangun cerpen, kamu akan


belajar menyimpulkan unsur-unsur pembangun teks cerpen tersebut beserta bukti
pendukung.

Bacalah teks cerpen berikut.

H-1

Oleh: Nida An Khafiyya Alhadyie

Aku menyibak kalender, 16 Agustus 2020. Hah, ternyata besok adalah hari yang sangat
penting bagi negaraku. 17 Agustus, hari kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana bisa aku tidak
menyadari ini. Huft. Aku berbaring –lagi di atas tempat tidurku. Menatap langit-langit kamar dengan
kosong. Aku menerka-nerka tentang apa yang terjadi 75 tahun yang lalu di hari yang sama.
Diketiknya naskah proklamasi, kah? Ah tidak, naskah proklamasi diketik pada hari yang sama itu
dibacakan. Hmm,16 Agustus 1945? Ah, aku tahu, hari dimana Peristiwa Rengasdengklok terjadi,
kan? Sepertinya iya. Entah kenapa, aku mulai membayangkan Presiden dan Wakil Presiden pertama
Republik Indonesia, Soekarno dan Hatta, yang diculik oleh sejumlah pemuda –Ck, lagi-lagi aku lupa
nama-namanya dan didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Aku

20
ingat sekali saat guru PKN ku mengatakan peristiwa itu terjadi pada pukul 03.00. WIB. Tunggu,
sekarang jam berapa?

Aku meraba nakas kecil disamping tempat tidurku. Meraih benda canggih yang akhir-akhir
ini selalu di genggaman. Handphone. Huh, hari-hari karantina ini dipenuhi dengan pancaran radiasi
dari benda yang satu ini. Tapi sayangnya, aku tidak bisa membenci benda ini karena ia juga
membantuku untuk online class. Baik, sekarang jam 01.47 WIB. Masih ada 1 jam lebih sebelum
“penculikan” itu dilakukan. Kira-kira apa yang dilakukan golongan muda, ya? Berunding, kah?
Sepertinya iya. Ck, mereka sangat hebat. Berani speak up atau menyuarakan pendapat. Bukankah
jika tak ada “pergejolakan” dari golongan muda maka tidak ada yang namanya “proklamasi 17
Agustus 1945”?. Maksudku, golongan tua juga sangat berperan dalam peristiwa ini. Aku salut
dengan golongan tua yang juga mau berunding bersama golongan muda. Disinilah kita bisa tahu
bahwa pendapat kaum muda di tahun kemerdekaan dulu, sangat-sangat dihargai dan setidaknya
dipertimbangkan. Apakah sekarang hal itu masih ada? Atau milenial sekarang yang malah lalai
dalam “kewajiban” mereka membela negara? Ah, aku tidak tahu. Tapi sepertinya iya, sebagian dari
mereka sudah lalai. Tapi tunggu, aku juga termasuk milenial, kan?

Segera aku bangkit dan terduduk di kasur seraya mengerutkan kening. Tiba-tiba saja
aku menanyakan pertanyaan yang belum pernah hinggap di pikiranku sebelumnya. Apa arti
eksistensiku di bangsa ini? Lihatlah, 75 tahun yang lalu, persis hari ini, kaum muda telah
“merombak” takdir bangsa Indonesia bermodalkan dengan keinginan gigih mereka untuk merdeka.
Secara langsung, mereka membawa dampak dan perubahan besar bagi bangsa Indonesia. Bahkan
sampai sekarang, kita bisa merasakan dampak dan eksistensi mereka. Wah, aku tak bisa
membayangkan. Semangat juang mereka sangat hebat. Apakah milenial sekarang juga bisa seperti
mereka?

Aku menghela napas. Apakah AKU bisa seperti mereka? Salah, bukan masalah bisa atau
tidaknya, tapi aku HARUS bisa seperti mereka. Tidak, tidak, ini bukan tentang jam 3 nanti aku akan
“menculik” presiden dan wakil presiden. Aku hanya ingin hidup dengan useful, aku mau semua
waktu dan energi yang aku habiskan itu berguna bagi orang banyak, khususnya bagi negaraku
sendiri. Intinya, aku nggak mau hidup secara egois. Karena menurutku, sia-sia hidup jika hanya
memikirkan diri sendiri. Aku sebagai kaum milenial ini harus punya caranya sendiri untuk bisa
membuktikan bahwa aku useful bagi bangsa dan negara. Jika kaum muda pada tahun penjajahan
berjuang melawan musuh, maka aku harus berjuang melawan kemalasan –masalah khas milenial.

Aku bangkit dari tempat tidur, mengambil laptop yang akhir-akhir ini sudah jarang aku
gunakan. Lihatlah, bahkan monitornya saja sudah berdebu. Aku ini mempunyai hobi menulis. Tapi
dulu. Dengan rutinitasku -belajar yang sekarang, rasanya nggak sempat untuk menulis, atau aku yang

21
terlalu malas? Entahlah, sepertinya iya. Baiklah, sekarang, aku sudah memutuskan dengan cara apa
aku harus mendedikasikan hidupku sebagai kaum milenial bagi bangsa dan negara. Aku. Akan.
Berkarya. Sudah sepatutnya kaum milenial untuk menciptakan “karya”nya sendiri dibandingkan
harus bergantung dari karya orang lain. Emang bisa dengan menulis? Jangan remehkan penulis, bro.
Andrea Hirata? Beliau sudah menerima banyak penghargaan internasional melalui buku-bukunya
yang sangat bermanfaat bagi dunia literasi maupun pendidikan. Dan yang lebih harunya, aku pernah
membaca sebuah artikel yang menuliskan bahwa Andrea Hirata meneriakkan “Indonesia, Indonesia,
merdeka, merdeka!” saat penganugrahan gelar doktor honoris causa kepada dirinya dari Universitas
Warwick, Inggris. Aku bisa membayangkan betapa bangganya Andrea Hirata menyerukan kalimat
itu disertai dengan tepuk tangan riuh penonton bak proklamasi kemerdekaan. Andrea Hirata adalah
satu di antara beberapa orang lainnya yang sudah mendedikasikan karya-karyanya untuk
mengharumkan nama Republik Indonesia. Dan aku, juga ingin seperti itu. Tapi aku akan
melakukannya dengan cara yang lebih modern.

Aku mulai membuka salah satu platform ternama di dunia, blogspot. Aku memutuskan untuk
menulis di platform ini. Aku percaya, nge-Blog adalah salah satu cara dari beribu cara yang ada
untuk mulai berkarya dan berprestasi ala kaum milenial. Kita memang tidak bisa mengangkat senjata
demi membela negara seperti yang dilakukan golongan muda pada zaman penjajahan. Tapi kita,
kaum milenial, bisa menunaikan kewajiban membela negara dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi yang ada. Mesti dengan menulis? Nggak juga. Tergantung dengan pilihan dan passion
yang kalian miliki. Dan tergantung, dengan pilihan kalian yang mau hidupnya useful atau unuseful.

Tanpa sadar, bibirku terus tersenyum membaca postingan Blog lamaku. Hah, ternyata aku
benar. Jika tidak memulai maka aku tidak akan pernah tahu hal apa saja yang akan menunggu di
masa depan dikarenakan postingan kecil ini. Aku bangga. Setidaknya aku bukan salah satu dari
milenial unuseful yang hanya berkomentar jahat di postingan instagram artis-artis ternama. Tapi
sekarang, mereka yang berkomentar di postingan instagramku. Ah, aku tidak peduli dengan
komentar-komentar jahat. Karya-karyaku hanya diperuntukkan bagi diriku, orangtuaku, dan orang-
orang yang mendukungku, dan yang pasti, negaraku tercinta. Republik Indonesia.

Aku melirik handphone ku. Jam 15.00 WIB. Waktu yang sama saat aku menekan tombol
“publikasikan” untuk postingan “H-1” yang sudah berumur 7 tahun ini. Ck, waktu berjalan dengan
cepat, ya. 7 tahun dengan cepat berlalu dan aku tak sabar untuk menyambut hari esok, 17 Agustus
2027.

Sumber: http://www.smpitnurulishlah.sch.id/news/kumpulan-cerpen-karya-siswa-smp-it-nurul-ishlah

22
Setelah membaca teks cerpen di atas coba kamu tentukan unsur pembangun yang ada pada
teks tersbut kemudian jelaskan dengan bukti yang terdapat pada kutipan cerpen tersebut.

Unsur Simpulan dan Bukti


(…….)
Kutipan Cerpen
Unsur Simpulan dan Bukti
(…….)
Kutipan Cerpen
Unsur Simpulan dan Bukti
(…….)
Kutipan Cerpen
Unsur Simpulan dan Bukti
(…….)
Kutipan Cerpen
Unsur Simpulan dan Bukti
(…….)
(…….)
Unsur Simpulan dan Bukti
(…….)
Kutipan Cerpen

Setelah kamu melakukan latihan di atas dengan menyimpulkan unsur-unsur pembangun


pada teks cerpen dengan bukti yang mendukung, kamu dapat memperhatikan hasil analisis yang
sudah dikerjakan dengan cara menyimpulkan unsur-unsur pembangun pada teks cerpen dengan
bukti yang mendukung sebagai berikut.

Unsur Simpulan dan Bukti


Latar Tempat Kamar
Kutipan Cerpen Aku berbaring lagi di atas tempat tidurku. Menatap langit-
langit kamar dengan kosong
Unsur Simpulan dan Bukti

23
Latar Waktu 16 Agustus 2020
Kutipan Cerpen Aku menyibak kalender, 16 Agustus 2020. Hah, ternyata besok
adalah hari yang sangat penting bagi negaraku. 17 Agustus, hari
kemerdekaan Republik Indonesia
Unsur Simpulan dan Bukti
Alur Maju
Kutipan Cerpen Karena tidak ada bagian yang menceritakan masalalu tokoh
Unsur Simpulan dan Bukti
Amanat Berkaryalah demi mengharumkan Negara Republik Indonesia
Kutipan Cerpen Kita memang tidak bisa mengangkat senjata demi membela
negara seperti yang dilakukan golongan muda pada zaman
penjajahan. Tapi kita, kaum milenial, bisa menunaikan
kewajiban membela negara dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi yang ada. Mesti dengan menulis
Unsur Simpulan dan Bukti
Penokohan Pengarang dalam menampilkan watak tokoh yaitu berjiwa
patriotism, percaya diri dan optimis
Kutipan Cerpen  Apa arti eksistensiku di bangsa ini? Lihatlah, 75 tahun yang
lalu, persis hari ini, kaum muda telah “merombak” takdir
bangsa Indonesia bermodalkan dengan keinginan gigih
mereka untuk merdeka. Secara langsung, mereka membawa
dampak dan perubahan besar bagi bangsa Indonesia.
Bahkan sampai sekarang, kita bisa merasakan dampak dan
eksistensi mereka. Wah, aku tak bisa membayangkan.
Semangat juang mereka sangat hebat. Apakah milenial
sekarang juga bisa seperti mereka? (Patriotisme)
 Aku mulai membuka salah satu platform ternama di
dunia, blogspot. Aku memutuskan untuk menulis
di platform ini. Aku percaya, nge-Blog adalah salah satu
cara dari beribu cara yang ada untuk mulai berkarya dan
berprestasi ala kaum milenial. (Optimis dan Percaya Diri)
Unsur Simpulan dan Bukti
Sudut Pandang Pengarang sebagai pelaku utama dan narator
Kutipan Cerpen Aku menyibak kalender, 16 Agustus 2020. Hah, ternyata besok
adalah hari yang sangat penting bagi negaraku. 17 Agustus, hari
kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana bisa aku tidak
menyadari ini. Huft. Aku berbaring –lagi di atas tempat
tidurku. Menatap langit-langit kamar dengan kosong. Aku
menerka-nerka tentang apa yang terjadi 75 tahun yang lalu di
hari yang sama.

24
Forum Diskusi

Carilah sebuah teks cerpen, kemudian simpulkan unsur-unsur pembangun pada teks cerpen
tersebut dengan bukti yang mendukung dalam kutipan cerpen tersbut.

C. PENUTUP

1. Rangkuman

Cerpen (cerita pendek) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Sebuah cerpen
mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa, dan pengalaman. Tokoh
dalam cerpen tidak mengalami perubahan nasib. Cerpen sebagai karya sastra menggambarkan suatu
peristiwa yang mengandung pesan dan dihubungkan dengan realita dalam bungkusan imajinasi, serta
dapat dipahami oleh pembaca. Sehingga pembacapun memperoleh pengalaman batin dalam
menikmati nilai dan etika yang terdapat di dalamnya.

25
Unsur intrinsik cerpen terdiri dari tema, alur,penokohan, latar, dan sudut pandang. Tema pada
cerpen memiliki pengisahan lebih singkat, biasanya hanya terdapat tema utama. Daya pikat sebuah
teks cerpen sangat ditentukan oleh keterampilan sang penulis dalam menyatukan unsur-unsur cerita
di atas. Dengan demikian, teks cerpen mampu merangsang minat pembaca untuk mengetahui jalan
cerita selanjutnya

2. Tes Formatif

1. Bacalah kutipan cerpen berikut!


1) Bagaimana mungkin seseorang mengenal Pak Prawiro? 2) Ia hanya seorang tua yang
tidak pernah bercerita tentang dirinya sendiri. 3) mungkin umurnya 60, mungkin 70, tapi
bisa juga 55. 4) Bukankah banyak orang bisa kelihatan lebih tua dari umurnya?
Dikutip dari: Seno Gumira Ajidarma, “Banjir” dalam Dunia Sukab, Jakarta, Noura Books,2016
Kalimat yang menunjukkan tokoh Pak Prawiro memiliki pribadi tertutup ditandai
angka….
A.1)
B.2)
C.3)
D.4)
2. Bacalah kutipan cerita berikut!
Detik mengangkat jangkar. Menit-menit memasang layar. Dua hidup entah ke mana
berlabuh. Subuh itu langit kian kelabu. Dari pepohonan kehidupan gugur daun demi daun.
Ranting dan dahan membisu. Sendiri dalam bayang, hanya sepi terasa.
Dikutip dari: N. Marewo, “Dua Anak Muda Berdasi Sutra” dalam Lalat-lalat dan Burung-
Burung bangkai, Yogyakarta, Jendela, 2004.
Hal yang paling menonjol dari kutipan tersebut adalah…
A.penggambaran latar
B.Kebahasaan C.latar
waktu
D.pesan cerita

3. Bacalah kutipan cerpen berikut dengan saksama!


Menurut Ibu yang didengarnya dari Ayah, sebab terjadi penikaman terhadap opzichter
Belanda itu karena opzichter itu selalu mengganggu istri-istri mereka, dan rupanya kuli-
kuli kontrak itu sudah gelap matanya, tidak dapat lagi menahan hati melihat opzichter itu
mengganggu istri-istri mereka. Lalu, mereka memutuskan ramai-ramai menyerang si

26
opzichter.
(Kuli Kontrak: Mochtar Lubis)
Penyebab konflik dalam cerita tersebut adalah….
A. penyerangan terhadap opzichter
B. opzichter menyerang kuli kontrak
C. opzichter mengganggu istri-istri kuli kontrak
D. istri-istri kuli kontrak mengganggu opzichter

4. Bacalah kutipan cerita berikut!


“Selanjutnya, masalah pengobatan dana perawatan, biar nanti seluruh guru di sini
memikirkan,” tegas Bu Eli. Pak Bon bersikeras tidak mau dibawa ke rumah sakit. Pak
Bon memang seorang berpendirian kuat. Meskipun bukan orang kaya, ia tidak mau
dibantu begitu saja. Semua guru yang mengunjunginya, hanya menggelengkan kepala,
kagum akan keteguhan Pak Bon.
Cara pengarang menggambarkan watak tokoh Pak Bon adalah….
A. dialog antartokoh
B. diceritakan pengarang
C. diceritakan tokoh lain
D. tindakan tokoh

5. Bacalah kutipan cerpen berikut dengan saksama!


Dari kamar ibu yang tertutup melata kabut. Kabut itu berjelanak dari celah bawah pintu.
Merangkak memenuhi ruang tengah, ruang tamu, dapur, kamar mandi, hingga merebak
ke teras depan.
Orang-orang mengira bahwa rumah kami tengah sesak dilalap api. Tapi kian waktu
mereka kian bosan membicarakannya, karena mereka tak pernah melihat api sepercik
pun menjilati rumah kami. Yang mereka lihat hanya asap tebal yang bergulung-gulung.
Kabut. Pada akhirnya, mereka hanya akan saling berbisik, “Begitulah rumah pengikut
setan, rumah tanpa Tuhan, rumah itu pasti sudah dikutuk.”
Dikutip dari: https://cerpenkompas.wordpress.com/2012/07/08/kabut-ibu/#more-1609
Latar tempat dalam kutipan cerpen tersebut adalah….
A. kamar ibu
B. ruang tengah
C. teras depan

27
D. rumah

6. Bacalah kutipan cerpen berikut dengan saksama!


Perkenalan saya dengan Abdullah Ibnu Ummi Maktum, tanpa sengaja. Hari ketiga Subuh
di Masjidilharam. Saya celingukan dan bingung kehilangan sandal. Sebenarnya saya
agak panik. Sandal yang disimpan di rak, raib entah ke mana. Biasanya saya
memasukkannya ke dalam tas tentengan. Namun, saya ingin menguji: masa sih, bisa
hilang sandal di masjid paling besar dan suci di jagad raya ini. Mungkin saya lupa nomor
rak penyimpanannya. Atau mungkin Allah sedang menguji sangkaan saya itu. Duh, saya
harus nyeker (tanpa alas kaki) pulang ke hotel.

yang ditimbulkan dalam cerita tersebut adalah….


A. Tokoh Aku lupa nomor rak pentimpanan sandal.
B. Tokoh Aku pulang ke hotel tanpa menggunakan alas kaki.
C. Tokoh Aku kehilangan sandal di Masjidilharam.
D. Tokoh Aku sedang Salat Subuh di Masjidilharam.

7. Bacalah kutipan cerita berikut!


1) Saya tidak suka kamu menasihati saya”, kata Namsu sambil menunjuk jidat Kusni,
“janganlah merasa punya ilmu banyak!”
2) “Bukan begitu, Nam, hidup ini harus saling mengisi, mengingatkanlah,”Kusni
sedikit membela.
3) ”Boleh kamu mengingatkan dengan pengetahuanmu, tapi jangan lagi kepada
saya!” kata Namsu ketus sambil ngeloyor entah ke mana.
4) Kusni terdiam lama di bangku tunggu yang di teras kelurahan sambil mengelus-elus
dahinya.
Bukti watak Namsu sombong berdasarkan kutipan cerita tersebut ditandai oleh nomor….
A. (1) dan (3)
B. (2) dan (4)
C. (1) dan (4)
D. (2) dan (3)

8. Bacalah kedua kutipan cerita berikut!


Teks 1

28
Sedari subuh berkumandang halaman rumah sudah kadung kuyup. Ah, mungkin gemuruh
langit semalam lupa menyapu bersih rintik-rintiknya. Membawa pesan nabastala di antara
embun dan kaca-kaca jendela; perihal itu, dunia sepanjang hari kemarin hanya
candramawa.
“Masih terlalu pagi,” gumamku menelungkup kembali. Kantuk nyaris meninabobokan
mata tadinya, namun getar gawai gagalkan rencana rehat akhir pekan tuk bersantai ria.
Penelpon atas nama ibu itu terpampang pada layar ponsel. Tumben sekali, ada apa?
Sayup-sayup kudengar suara beliau menawarkan menu sarapan pagi ini.
“Nak, hari ini mau Ibu masakkan apa untuk dikirimkan?”
Teks 2
Sebuah papan nama tergantung di pintu satu ruangan rumah sakit umum daerah
Yogyakarta. Di sana tertulis nama dr. Zainab Azalia, SpKK.
Seorang pemuda berusia 28 tahun sembari menggandeng ibunya dengan sungkan
mengetuk pintu ruangan itu. Sang dokter dari dalam ruangan mempersilakan masuk.
Abdul, nama pria tersebut. Ia masuk merangkul pundak ibunya yang bernama Sarah ke
dalam ruangan dokter spesialis kulit. Sarah sudah sepekan menggaruk- garuk tangan dan
area wajahnya, termasuk ketika datang ke ruangan Dokter Zainab. Saking keras
menggaruk, kulit Sarah mengalami luka.

Perbedaan penyajian cerita berdasarkan kedua kutipan cerita di atas adalah….


A. Teks 1 diawali dengan pengenalan tokoh dan berbahasa lugas Teks 2
diawali dengan latar waktu dan menggunakan majas
B. Teks 1 diawali dengan latar waktu dan mengandung majas Teks
2 diawali dengan latar tempat dan berbahasa lugas
C. Teks 1 diawali dengan pengenalan latar dan konflik Teks 2
diawali dengan pengenalan tokoh dan konflik
D. Teks 1 diawali dengan pengenalan tokoh dan latar
Teks 2 diawali dengan aksi tokoh dan pengenalan latar

9. Sedari subuh berkumandang halaman rumah sudah kadung kuyup. Ah, mungkin gemuruh
langit semalam lupa menyapu bersih rintik-rintiknya. Membawa pesan nabastala di antara
embun dan kaca-kaca jendela; perihal itu, dunia sepanjang hari kemarin hanya
candramawa.
“Masih terlalu pagi,” gumamku menelungkup kembali. Kantuk nyaris meninabobokan mata
tadinya, namun getar gawai gagalkan rencana rehat akhir pekan tuk bersantai ria.
Penelpon atas nama ibu itu terpampang pada layar ponsel. Tumben sekali, ada apa?
Sayup-sayup kudengar suara beliau menawarkan menu sarapan pagi ini.

29
“Nak, hari ini mau Ibu masakkan apa untuk dikirimkan?”
Unsur yang paling menonjol dari kutipan cerita tersebut adalah….
A. latar waktu
B. amanat
C. gaya bahasa
D. penokohan

10 Yang bukan termasuk unsur intrinsic cerpen adalah……


A. Alur
B. Penokohan
C. Biografi Penulis
D. Sudut Pandang

KUNCI JAWABAN

1. B

2. B

3. C

4. B

5. D

6. B

30
7. A

8. B

9. C

10. C

Daftar Pustaka
Agus Trianto, Titik Harsiati , dan E. Kosasih. 2018. Bahasa Indonesia.Jakarta : Kementrian dan
Pendidikan Kebudayaan.

Kusmarwanti. 2019. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Modul 3 Kesastraan. Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Edukatif. 2016. Mahir Berbahasa Indonesia Untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta : Erlangga

Caswati. 2007. Antologi Puisi dan Cerpen Hasil Lomba dalam Rangka Bulan Bahasa.Yogyakarta:

Balai Bahasa Yogyakarta. Tersedia [online]


https://lareassalam.wordpress.com/2016/05/05/teks-cerpen-emak-dan-sepotong-roti/

SMP IT Nurul Islah. 2020. Kumpulan Cerpen Karya Siswa. Tersedia [online]
http://www.smpitnurulishlah.sch.id/news/kumpulan-cerpen-karya-siswa-smp-it-nurul-ishlah

31
32

Anda mungkin juga menyukai