Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

SKENARIO 2 BLOK 5.3


“ Kenapa mata dan badanku kuning??? ”

Tutor : dr. Sugeng Ibrahim, M.Biomed (AAM)

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Rafida Rahmasari (19.P1.0005)
Reista May Anggita (19.P1.0006)
Maria Estevania Anjali Hantoro (19.P1.0014)
Clarissa Sudirman (19.P1.0015)
Teodorus Realino Francsugi (19.P1.0023)
Ezra Clement Lie (19.P1.0031)
Elisabeth Wolda Lusitania Ba (19.P1.0034)
Irine Kurnianingtyas (19.P1.0036)
Angela Fasha Septiani Simamora (19.P1.0037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2021
Kenapa mata dan badanku kuning???

Keluhan Utama:

Panas sumer-sumer sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, panasdisertai mata berwarna
kuning sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Panas dialami pasien sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, panas tidak tinggi, panas
bersifat naik turun sampai normal tidak dipengaruhi oleh waktu. Panas tidak disertai
Menggigil, kejang serta perdarahan tidak dialami pasien. Riwayat mata berwarna kuning
sebelumnya tidak ada. Penderita mengeluh nyeri perut terutama di bagian uluh hati,kadang-
kadang nyeri menjalar ke perut kanan atas.
Pasien juga mengeluh mual namun tidak sampai muntah. BAK berwarna seperti teh tua
dialami 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan BAB normal.

Pemeriksaan fisik:

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra pucat, sklera ikterik. Pada
pemeriksaan paru: pada palpasi: stem fremitus kiri melemah dibandingkan kanan mulai SIC
IV ke bawah, perkusi : paru kiri pekak mulai SIC IV ke bawah, auskultasi : pada paru kiri suara
dasar bronchial, ronchi basah halus di SIC II – IV, mulai SIC IV ke bawah suara nafas tidak
terdengar. Pada pemeriksaan abdomen tampak cembung, venektasi (+), perkusi redup, pekak
sisi (+), pekak alih (+), liver span 9 cm. Pada palpasi : hepar teraba 2 jari bawah arcus costa,
kenyal, tepi tajam, permukaan rata; lien teraba di Schuffner 2, kenyal, tepi tumpul, permukaan
rata.

Pemeriksaan laboratorium: trombositopenia, hipoalbumin, hiperbilirubinemia dan HBsAg (+).


I. Terminologi
1. Demam / Panas : Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan
infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh
normal (>37,5°C).1
2. Mual : Perasaan subjektif yang tidak nyaman pada epigastrium
dan abdomen seperti ingin muntah; biasanya disertai dengan hipersalivasi yang
berfungsi melindungi mulut dan asam lambung.2

3. Sklera Ikterik : Keadaan klinis berupa pewarnaan kuning yang tampak


pada sklera akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh.3
4. Schuffner 2 : Pembesaran lien yang melewati garis khayal dari linea
mid clavicula sinistra hingga umbilicus.4

5. Venektasi : Venektasi adalah pelebaran pembuluh darah vena tanpa


disertai dengan kerusakankatup dan tidak berkelok-kelok yang timbul karena
adanya bendungan atau hambatan alirandarah balik.5

6. Trombositopenia : Trombositopenia adalah jumlah trombosit/platelet


dalam darah berada pada jumlah di bawah normal (150.000/mm3–
400.000/mm3).6

7. Hipoalbumin : Hipoalbuminemia adalah kondisi ketika kadar albumin


dalam darah di bawah normal.7

8. Hiperbilirubinemia : Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum


bilirubin dalam darah sehingga melebihi nilai normal.8

9. Ronchi Basah Halus : Bising terputus-putus yang terdiri atas serangkaian


bising pendek dan terdengar saat inhalasi yang disebabkan adanya cairan di
dalam bronkus yang lebih kecil.9

10. HBsAg : HBsAg (hepatitis B surface antigen) merupakan


material permukaan dari virus hepatitis B.HBsAg merupakan petanda serologik
infeksi virus hepatitis B pertama yang muncul di dalam serum dan mulai
terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pascainfeksi, mendahului munculnya
gejala klinik serta meningkatnya SGPT.1

II. Rumusan Masalah


1. Apa penyebab warna mata menjadi kuning ?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya panas naik turun sampai normal tidak
dipengaruhi oleh waktu ?
3. Apa diagnosis berdasarkan skenario ?
4. Apa penyebab nyeri di ulu hati hingga menjalar ke perut kanan atas ?
5. Apa penyebab BAK berwarna seperti teh (cokelat tua) selama 3 hari yang lalu
?
6. Berapa nilai rujukan normal pemeriksaan laboratorium (trombosit, albumin,
bilirubin) dan interpretasi pemeriksaan HBsAg ?
7. Bagaimana posisi hepar dan lien dalam kondisi normal ?
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik yang telah dilakukan ?

III. Hipotesis
1. Ikterus merupakan suatu kondisi klinis dimana terjadi perubahan warna pada
kulit serta mukosa menjadi kekuningan. Sklera mata menjadi kuning
disebabkan adanya suatu peningkatan kadar bilirubin di dalam darah mencapai
> 2 mg/dl. Ikterus berkaitan dengan masalah radang pada hati (hepatitis),
sumbatan pada saluran empedu (batu empedu), dan pemecahan sel darah merah
yang berlebihan (anemia hemolitik).10

2.
Panas naik turun hingga normal disebut juga demam intermiten .Pada demam
tipe ini kenaikan suhu tubuh hanya beberapa jam dalam sehari dan kembali ke
normal dalam beberapa jam Tipe demam seperti ini biasa ditemukan ditemukan
pada penyakit malaria, kala azar, pyemia, sepsis.11

3. Berdasarkan keluhan utama pasien serta hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,
tanda dan gejala yang hampir mirip yaitu mengarah pada hepatitis. Hepatitis
adalah peradangan sel-sel hati, biasanya disebabkan infeksi (virus, bakteri,
parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak
berlebih, dan penyakit autoimun. Secara umum, hepatitis terbagi menjadi A, B,
C, D dan E yang masing-masing disebabkan oleh virus berbeda.
Hiperbilirubinemia yang dialami pasien dapat disebabkan oleh pembentukan
bilirubin yang melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang
telah diekskresikan dalam jumlah normal. Warna kuning dalam kulit yang
dialami akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak
terkonjugasi, non-polar. Namun untuk mendiagnosis hepatitis lebih spesifiknya
akan dilakukan pemeriksaan fisik, tes fungsi hati, dan serologi melalui sampel
darah.12

4.
Sakit perut sebelah kanan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, mulai dari
yang ringan hingga serius. Meski demikian, kondisi ini umumnya disebabkan
oleh gangguan pada organ tubuh tertentu, seperti hepar, gallblader, atau ginjal
sebelah kanan. Pada wanita, kondisi ini juga dapat terjadi akibat adanya
gangguan pada sisi kanan tuba falopi. Agar penanganan yang tepat dapat
dilakukan, penting untuk mengetahui penyebab dari sakit perut sebelah kanan
Penyebab nya antara lain : 13, 14, 15
1. Appendicitis
2. Kolesistitis
3. Kolelithiasis
4. Kehamilan Ektopik pada wanita
5. Hepatitis

5. Coklat seperti warna teh : sebagai indikator adanya kerusakan atau gangguan
hati seperti hepatitis atau serosis dan dapat menunjukkan proteinuria.16

6. Nilai normal untuk pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut : 17, 18


Trombosit = 165-415 x 103/mm3
Albumin laki-laki dewasa = 4,0-5,0 g/dl
Albumin perempuan dewasa = 4,1-5,3 g/dl
Bilirubin total = 0,3-1,3 mg/dl
Bilirubin direk = 0,1-0,4 mg/dl
Bilirubin indirek = 0,2-0,9 mg/dl
• Interpretasi pemeriksaan HbsAg
Metode ELISA
Positif jika absorbant sampel > CoV
Negatif jika absorbant sampel < CoV
Dengan perhitungan sebagai berikut :
MNC (Mean Negative Control) = Abs NC1 + Abs NC2/2
Jika MNC ≤ 0,05 maka harus dihitung 0,05.
CoV (Cut off Value) = MNC x 2,1'
Metode CIA/Rapid Test
Positif jika terdapat garis pada indikator C dan T
Negatif jika terdapat garis pada indikator C
Invalid jika terdapat garis pada indikator T atau tidak ada garis pada kedua
indikator

7. Posisi Hepar
Hepar terletak di regio hypochondrium dextra dan epigastraium,pada bagian
atas cavum abdominis, dibawah diafragma, dikedua sisi kuadran atas, yang
sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram.
Permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah
terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.

Posisi Lien
Lien terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan bawah
diafragma, terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Lien terpancang ditempatnya
oleh lipatan peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum
suspensorium. Panjangnya berkisar antara 6-13 cm dan berat berkisar 75-120
g.19
8. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra pucat menandakan
anemia dan sklera ikterik menandakan adanya peningkatan bilirubin >3mg/dL

Pada pemeriksaan paru:


Palpasi: stem fremitus kiri melemah dibandingkan kanan mulai SIC IV ke
bawah. Fremitus melemah menandakan ada gangguan hantaran ke dinding dada
(efusi pleura, penebalan pleura, tumor, pneumothorax)
Perkusi : paru kiri pekak mulai SIC IV ke bawah, normalnya paru terdengar
sonor (resonant) saat diperkusi. Suara pekak (flat), dijumpai pada saat
memperkusi hati
Auskultasi : pada paru kiri suara dasar bronchial, ronchi basah halus di SIC II –
IV, mulai SIC IV ke bawah suara nafas tidak terdengar. Suara paru-paru normal
adalah vesikuler inspirasi > ekspirasi Suara dasar bronkial pada paru kiri berarti
ekspirasi lebih jelas, kondisi ini didapati pada kondisi kompresi maupun radang.
Suara dasar bronkial dapat dijumpai pada keadaan pemadatan dari parenkim
paru seperti pada pneumonia dan kompresive atelektase Ronchi basah halus
(moist rales) Timbul letupan gelembung dari aliran udara yang lewat cairan di
area bronchiole.

Pada pemeriksaan abdomen tampak cembung, venektasi (+), perkusi redup,


pekak sisi (+), pekak alih (+), liver span 9 cm.

Venektasi positif menandakan adanya hipertensi porta pada sirosis hati.


Perkusi redup pada area abdomen menandakan Pekak sisi dan pekak alih positif
menandakan adanya asites

Liver span normal : 6-12 cm pada linea medioklavikularis kanan sedangkan


pada linea mid sternalis 4-8 cm. Pada penyakit paru obstruktif pekak hati
menurun tetapi liver span normal.
Liver span melebar : hepatomegali (hepatitis, CHF), efusi pleura kanan.
Liver span menyempit : hepar kecil (sirosis hepatis), udara bebas di bawah
diafragma
Pada palpasi : hepar teraba 2 jari bawah arcus costa, kenyal, tepi tajam,
permukaan rata; lien teraba di Schuffner 2, kenyal, tepi tumpul, permukaan
rata. Menandakan adanya hepatosplenomegaly. 20, 21, 22, 23

IV. Skema

Gangguan pada Hepar

Ikterik

Pemeriksaan
Fisik dan
Penunjang

Hepatitis B

Etiologi Patofisiologi
Faktor Pencegahaan Tata Laksana Komplikasi Prognosis
Resiko

V. Learning Objectives
1. Mengetahui dan mempelajari fungsi dari hepar
2. Mengetahui dan mempelajari etiologi dari Hepatitis B
3. Mengetahui dan mempelajari patofisiologi dari Hepatitis B
4. Mengetahui dan mempelajari faktor resiko dari Hepatitis B
5. Mengetahui dan mempelajari pencegahaan Hepatitis B
6. Mengetahui dan mempelajari tata laksana dari Hepatitis B
7. Mengetahui dan mempelajari pemeriksaan fisik dan penunjang dari Hepatitis
B
8. Mengetahui dan mempelajari komplikasi dari Hepatitis B
9. Mengetahui dan mempelajari prognosis dari Hepatitis B
VI. Belajar Mandiri
1. Hepar adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh serta dapat
dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Hepar juga melakukan beberapa
fungsi :24
1) Memproses secara metabolik ketiga nutrien utama (karbohidrat, protein,
dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna.
2) Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat
dan senyawa asing lain.
3) Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk
pembekuan darah dan mengangkut hormon steroid dan tiroid serta
kolesterol dalam darah.
4) Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5) Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hepar bersama dengan ginjal.
6) Mengekskresikan kolesterol.
7) Membentuk dan mengekskresikan bilirubin yang merupakan produk
penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah

2. Etiologi Hepatitis B
Hepatitis B virus merupakan jenis virus DNA untai ganda, dengan ukuran
sekitar 42 nm yang terdiri dari 7 nm lapisan luar yang tipis dan 27 nm inti di
dalamnya. VHB dapat tetap inaktif ketika disimpan pada suhu 30-32°C
selama paling sedikit 6 bulan dan ketika dibekukan pada suhu -15°C dalam
15 tahun. Virus ini memiliki tiga antigen spesifik yaitu antigen surface,
envelope dan core. Hepatitis B surface antigen (HBsAg) merupakan
kompleks antigen yang ditemukan pada permukaan VHB, dahulu disebut
dengan Australia(Au) antigen atau hepatitis associated antigen (HAA).
Adanya antigen ini menunjukkan infeksi akut atau karier kronis yaitu lebih
dari 6 bulan. Hepatitis B core antigen (HbcAg) merupakan antigen spesifik
yang berhubungan dengan 27 nm inti pada VHB. Antigen ini tidak terdeteksi
secara rutin dalam serum penderita infeksi VHB karena hanya berada di
hepatosit. Hepatitis B envelope antigen (HBeAg) merupakan antigen yang
lebih dekat hubungannya dengan nukleokapsid VHB. Antigen ini bersirkulasi
sebagai protein yang larut di serum. Antigen ini timbul bersamaan atau segera
setelah HBsAg, dan hilang beberapa minggu sebelum HBsAg hilang. Antigen
ini ditemukan pada infeksi akut dan pada beberapa karier kronis.25

3. Patofisiologi Hepatitis B Virus 26, 27


a. Virus hepatitis B dibangun dari kapsul luar yang mengandung HBsAg
(permukaan hepatitis B antigen), inti dalam yang mengandung HBcAg
(antigen inti HBV), dan HBeAg (hepatitis Beantigen).
b. Saat darah terpapar HBV, tubuh memasang respons imun yang
diperantarai sel dengan mengirimkan sel T sitotoksik dan Natural Killer
Cell ke virus dan melepaskan sitokin inflamasi.
c. Semakin besar respons imun, semakin besar peluang untuk melawan
virus.
d. Saat hepatosit terinfeksi HBV, muncul "ground glass" saat HBsAg
menginfiltrasi sel sitoplasma dan jadi pembeda untuk HBV dibandingkan
bentuk lain dari hepatitis.
e. Karena hepatosit terus berproliferasi dan virus terus menginfeksi darah
maka akan terjadi infeksi kronis.

4. Faktor risiko penularan HBV adalah dikelompokkan sebagai nosokomial, paparan


keluarga, atau perilaku berisiko tinggi 28, 29
a. Faktor risiko nosokomial diantaranya riwayat rawat inap, operasi
besar, transplantasi organ, endoskopi, transfusi darah dialisis, dan
perawatan gigi.
b. Risiko terkait keluarga diantaranya riwayat keluarga terinfeksi HBV,
hidup dengan penderita hepatitis B (kemudian diklasifikasikan
sebagai: kontak seksual atau non-seksual), riwayat ibu HBV, dan
riwayat keluarga penyakit hati.
c. Perilaku berisiko tinggi diantaranya tindikan, mencukur teratur di
barber, wasm (metode penyembuhan tradisional menggunakan
kateterisasi), phlebotomy, akupuntur, sirkumsisi, dan berganti-ganti
pasangan.

5. Pencegahan Hepatitis B 30,31


• Penyakit Hepatitis B tidak dapat sembuh secara total akan tetapi dapat
dicegah dengan beberapa hal sebagai berikut :
• Melakukan vaksinasi dengan benar.
• Skrining donor darah dengan teliti.
• Menggunakan alat dialisis secara individual dan untuk pasien Hepatitis B
diperlukannya mesin tersendiri.
• Menggunakan jarum suntik sekali pakai dan membuangnya ke tempat
sampah infeksius.
• Pencegahan untuk tenaga medis dengan menggunakan sarung tangan dan
melakukan segala tindakan dengan aseptis agar terhindar dari cairan tubuh
pasien yang terinfeksi Hepatitis B serta melakukan imunisasi secara rutin.
• Melakukan skrining pada ibu hamil di trimester pertama dan ketiga,
terutama yang beresiko tinggi terinfeksi HBV. Segera setelah lahir, bayi
dapat diberikan imunisasi aktif dan pasif untuk mencegah terinfeksi virus
Hepatitis B.

6. Tatalaksana Hepatitis B
Evaluasi awal untuk menentukan terapi, meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan lab seperti fungsi hati, dan darah lengkap.
a. Hepatitis B kronik
Dilakukan supresi kadar replikasi virus HBV, dengan indikasi :
• Supresi HBV DNA (< 2,000 IU/mL; lebih baik tidak terdeteksi PCR, < 50
IU/mL)
• ALT (SGOT, SGPT) dalam kadar normal.
• Perbaikkan histologis hati.
• HBsAg Clearance
HBsAg tak terdeteksi atau serokonersi ke anti-HBs.
• HBeAge Clearence
HBeAg tak terdeteksi atau serokonersi ke anti-HBe (gambarankan penurunan
replikasi virus dan perbaikkan histologis hati).
5 jenis obat :
-Interferon, lamivudin, Adefovir dipivoxil, Pegylated interferon, Entecavair
b. Hepatitis B Akut
Hanya terapi suportif dan sitomatik, tidak memerlukan tatalaksana anviral,
karena sebagian besar infeksi hepatitis B akut pada dewasa dapat sembuh
spontan. Terapi anviral hanya pada pasien hepatitis fulminan atau pasien
imunokompromais.32

7. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Hepatitis B 33, 34

Pemeriksaan Fisik Hepatitis B

1. Inspeksi : fatigue, ikterus pada kulit dan sklera mata

2. Palpasi : Hepatosplenomegaly

- teraba pembesaran pada hepar sekitar 2-3 cm dibawah arcus costa dengan
konsistensi lembek, tepi tajam, dan nyeri tekan.

- teraba pembesaran limpa/lien ke arah medial dengan metode Schuffner


terbagi menjadi 8 bagian, mulai dari arcus costa kiri sampai umbilicus
adalah Schuffner I –IV dan umbilicus sampai SIAS adalah Schuffner V –
VIII

3. Perkusi : First percussion positif (bunyi pekak dan nyeri ketuk pada arcus
corstarum dextra)

4. Auskultasi : bising usus normal (dewasa 5-30x/menit dan anak 3-5x/menit)

Pemeriksaan Penunjang Hepatitis B

1. Serologi hepatitis B

Serologi virus hepatitis B biasanya terdeteksi 1-12 minggu setelah


infeksi awal dengan penanda virus primer adalah antigen permukaan hepatitis
B (HBsAg). Kehadiran HBsAg biasanya mendahului jumlah yang dapat
dideteksi dari antibodi yang sesuai dengan antigen permukaan (Anti-HBsAg).
Periode waktu antara hilangnya HBsAg dan munculnya Anti-HBsAg disebut
"periode jendela" atau "celah serologis".

Interpretasi penanda serologi :

• HBsAg: Infeksi akut (kurang dari 6 bulan) atau infeksi kronis (lebih dari
6 bulan).
• Anti-HBs: Pemulihan dari infeksi akut atau kekebalan dari vaksinasi.
• HBeAg: Sebagian besar terkait dengan viral load yang tinggi.
• Anti-HBe: Fase replikasi rendah.
• IgM Anti-HBc: Infeksi akut, satu-satunya penanda yang ada pada
periode jendela, dapat muncul selama eksaserbasi infeksi kronis.
• IgG Anti-HBc: Paparan infeksi, infeksi kronis (jika ada bersama dengan
HBsAg), pemulihan dari infeksi akut (jika ada dengan anti-HBs), jika
kehadiran terisolasi dapat menunjukkan infeksi tersembunyi.
• DNA VHB: Mendeteksi viral load. Genotipe hepatitis B memberikan
masukan tentang perkembangan penyakit dan respons terhadap
interferon.

2. Biokimia hati

Pemeriksaan ALT, AST, gamma-glutamyl transpeptidase (GGT),


alkalin fosfatase. bilirubin, albumin, globulin, serta pemeriksaan darah perifer
lengkap dan waktu protrombin. Umumnya akan ditemukan ALT yang lebih
tinggi dari AST, tetapi seiring berkembangnya penyakit menuju sirosis, rasio
tersebut akan berbalik. Bila sirosis telah terbentuk, akan tampak penurunan
progresif albumin, peningkatan globulin, dan pemanjangan waktu protrombin
yang disertai penurunan jumlah trombosit. Pada pasien hepatitis B kronis, perlu
dilakukan pemeriksaan a -fetoprotein untuk mendeteksi karsinoma
hepatoseluler.

3. USG dan biopsi hati

Untuk menilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi


kronis dan sirosis hati.
8. Komplikasi Hepatitis B 35, 36
Sirosis hepatis
Adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel
hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi penurunan
jumlah jaringan normal. Peningkatan jaringan parut akan menimbulkan
distorsi struktur hati yang normal, sehingga dapat terjadi gangguan aliran
darah melalui hati dan gangguan fungsi hati.

Karsinoma hepatoseluler
Hepatokarsinogenesis dapat terjadi dengan adanya ikatan kovalen antara
karsinogen dan DNA. Pada infeksi VHB kronis, diduga terjadi integrasi
genom.VHB dan genom hepatosit atau adanya delesi/translokasi sekuen DNA
tertentu yang dapat mengubah sifat-sifat asli sel hati dan memunculkan
transformasi keganasan. Sel hati yang sudah terintegrasi antarah genom VHB
dan DNA sel hati akan menjadi kebal terhadap respon imun. Kemudian terjadi
proses nekrosis dan kematian sel yang diikuti regenerasi berulang kali dan
diikuti replikasi lebih lanjut oleh sel-sel hati yang telah mengalami
transformasi keganasan.

9. Pada hepatitis B akut, sekitar 95-99% pasien akan sembuh sempurna. Pasien yang
lanjut usia dan disertai dengan kelainan medis lain dapat mengalami penyakit yang
berkelanjutan dan dapat menderita hepatitis berat. Prognosis buruk tampak jika
pada penderita ditemukan asites, edema perifer, dan ensefelopati hepatik.
Tambahan lainnya, Waktu protrombin yang memanjang, kadar albumin serum yang
rendah, hipoglikemia, dan tingginya kadar bilirubin serum mengnandakan penyakit
hepatoseluler yang berat. Pasien dengan tanda klinis dan hasil laboratorium seperti
ini perlu mendapatkan tindakan medis yang segera. Angka kematian pada hepatitis
A dan B sangat rendah ( sekitar 0.1%) tapi meningkat sebanding dengan
peningkatan usia dan penyakit medis lain yang menyertai. Pada pasien dengan
hepatitis B yang dirawat di rumah sakit, angka kematiannya 1%.37

VII. Kesimpulan
Berdasarkan skenario pasien diduga mengalami hepatitis B. Hepatitis B
merupakan peradangan hati yang disebabkan karena infeksi virus hepatitis B. Virus
ini memiliki tiga antigen spesifik yaitu antigen surface, envelope dan core. Faktor
resiko penularan HBV dikelompokkan menjadi nosocomial, paparan keluarga atau
perilaku beresiko tinggi. Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis
pemeriksaan fisik berupa inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dan penunjang
yang terdiri dari pemeriksaan serologi,biokimia hati, USG dan biopsi hati.
Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah terapi suportif dan simtomatis.
Komplikasi yang dapat terjadi dari hepatitis B yaitu sirosis hati dan karsinoma
hepatoseluler Pada hepatitis B akut, sekitar 95-99% pasien akan sembuh sempurna.
prognosis lebih buruk bila ditemukan asites,edema perifer, dan ensefelopati
hepatik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WA Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta:


Elsevier; 2015.
2. Dorland p.846 dan Griffiths. Crash Course Sistem Gastroinestinal, Hepatobilier,
dan Pankreas. 1st ed. Elsevier : Singapore.2020. p.221
3. Rakhmi Rafie.et.al. PENGARUH BERAT BADAN LAHIR RENDAH
TERHADAP IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG
PERINATOLOGI RSUD KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT TAHUN
2016. Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.2017.
4. Bickley, L. S., Szilagyi, P. G. and Hoffman, R. M. Bates’ Guide to Physical
Examination and History Taking. 12th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer. 2017.
5. Wurschmidt F, Bunemann H, Heilmann HP. Small cell lung cancer with and
without superior vena cava syndrome: a multivariate analysis of prognostic factors
in 408 cases. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1995; 33(1):77-82.
6. Consolini DM. Thrombocytopenia in infants and children. Available from
http://pedsinreview.aappublications.org/. Accessed August 11, 2010.
7. Soeters P., Wolfe R., & Shenkin, A. (2019). Hypoalbuminemia: Pathogenesis and
Clinical Significance. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition, 43(2), pp. 181–
93.
8. Apriastuti, D. A (2007). Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO
di R.S.U.D Pandan Arang boyolali. Solo: Fakultas kedokteran UNS.
9. Sulaiman, Ali. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In: Aru W Sudoyo, et al. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 5th Ed. Jakarta: FKUI. 2007;p.420-3.
10. Umar Zein. 2012. Buku Saku Demam. Medan : USU Press
11. Angelin Putri Gozali. Diagnosis, Tatalaksana, dan Pencegahan Hepatitis. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia. Hlm 354-356.2020.
12. Miller, J. Everyday Health (2021). What Is Abdominal Pain? Symptoms, Causes,
Diagnosis, Treatment, and Prevention.
13. Scaccia, A. Healthline (2019). What’s Causing Pain in My Lower Right Abdomen?
14. Payne, J. Patient (2017). Right Lower Quadrant Pain.
15. Perrier, E. T., Johnson, E. C., McKenzie, A. L., Ellis, L. A., & Armstrong, L. E.
2016. Urine colour change as an indicator of change in daily water intake: A
quantitative analysis. European journal of nutrition.
16. Gandasoebrata R. Laboratorium Patologi Klinik. Jakarta : Dian Rakyat. 2014.
17. Chairlain & Estu Lestari. Pedoman Teknik Dasar untuk Laboratorium Kesehatan.
Jakarta : EGC. 2011.
18. Netter, Frank H. 2016. Atlas Anatomi Manusia Bahasa Latin/ Indonesia Edisi 6.
Indonesia: Elsevier.
19. Griffiths. Crash Course Sistem Gastroinestinal, Hepatobilier, dan Pankreas. 1st ed.
Elsevier : Singapore.2020.
20. Philips C, Pande A. Examining the liver – Revisiting an old friend. Int J Health Sci.
2017 Feb 1;6.
21. Mealie CA, Manthey DE. Abdominal Exam. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2019. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459220/
22. Pakzad B, Dadgostarnia M, Salehi AH, et al. Ascites-tap Simulator for Abdominal
Examination and Removal of Ascites Fluid. Adv Biomed Res. 2019 Jan 1;8(1):26.
23. Guyton dan Hall. 2019. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 13. Elsevier.
24. Akbar H. N., 2007. Hepatitis B in: Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. 1st ed. Jakarta:
Jayabadi
25. Lamontagne RJ, Bagga S, Bouchard MJ. Hepatitis B virus molecular biology and
pathogenesis. HR. 2016 Jul 1;2(7):163.
26. Jessica B. Doto, RN, BSN, MICN, PHRN. 2016. Hepatitis B: Pathophysiology,
Protection, and Patients.
27. Tripathi N, Mousa OY. Hepatitis B. [Updated 2021 Jul 18]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
28. Said A. Albusafi, Rahma Al-Harthi, et al. Risk Factors for Hepatitis B Virus
Transmission in Oman. Oman Med J. 2021 Jul; 36(4): e287.Published online 2021
Jul 31. doi: 10.5001/omj.2021.99
29. Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Updated CDC
recommendations for the management of hepatitis B virus-infected healthcare
providers and students. Morb Mortal Wkly Rep Recomm Reports, 61(3), 1-12.
30. Gugun, A. M., & Suryanto. (2009). Peran Imunisasi dalam Pencegahan Hepatitis B
pada Pegawai Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: Mutiara
Medika, 9(2), 75 - 80.
31. Digestive Health Foundation. 2010. Diagnosis and Evaluation, Australian and New
Zealand Chronic Hepatitis B (CHB) Recommendations, Summary & Algorithm
2nd Edition
32. Tripathi N, Mousa OY. Hepatitis B. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555945/
33. Liang TJ. Hepatitis B: the virus and disease. Hepatology. 2009;49(5Suppl):S13-
S21. doi:10.1002/hep.22881
34. PB PAPDI. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jilid Ketiga.
Jakarta: InternaPublishing.
35. Soemoharjo, Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi Kedua.
Jakarta:ECG.Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit
36. Jilid I Edisi V. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.

Anda mungkin juga menyukai