Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

POST SECTIO CAESARIA DIRUANG VK.KEBIDANAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. (HC) Ir. Soekarno
TAHUN 2021/2022

Oleh :
Nafa Martianingsih
21300066

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESARIA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Section caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2010)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Saifuddin,
2012).

2. Indikasi
a. Ibu
1) Panggul sempit.
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
3) Stenosis serviks uteri atau vagina.
4) Plassenta praevia.
5) Disproporsi janin panggul.
6) Rupture uteri membakat.
7) Partus tak maju.
8) Incordinate uterine action.
b. Janin
1) Letak lintang.
a) Letak sungsang (janin besar, kepala defleksi)
b) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang.
c) Presentasi ganda.
d) Kelainan letak pada gemelli anak pertama.
2) Gawat janin.
3) Kontra (Relative)
a) Infeksi intrauterine.
b) Janin mati
c) Syok / anemia berat yang belum diatasi.
d) Kelainan kongenital berat.

3. Klasifikasi
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis.
a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang.
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik.
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena
tidak ada reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture
uteri spontan.
c. Rupture uteri karena luka Sc klasik lebih sering terjading
dibandingkan dengan luka Sc profunda. Ruptur uteri karena
luka bekas Sc klasik sudah dapat terjadi pada akhir
kehamilan, sedangkan pada luka bekas Sc profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptur uteri, dianjurkan
supaya ibu yang telah mengalami Sc jangan terlalu lekas
hamil lagi. Sekurang-kurangnya dapat istirahat selama 2
tahun.
b. Sectio caesarea profunda ( ismika profunda ) : dengan insisi pada
segmen bawah uterus. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah.
2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik.
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum.
4) Perdarahan kurang.
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil.
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri ke kanan dan bwaha sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
2) Keluhan utama pada kandungan kemih post operatif tinggi.
c. Sectio caesarea ekstrapritonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneim parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

4. Patofisiologis dan Pathway.


Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lair secara normal/spontan. Misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu sectio caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf – saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan meninmbulkan rasa nyeri (nyeri akut).

Hambatan Persalinan

SC (Sectio Caesarea)

Tindakan anastesi Proses pembedahan

Penurunan kesadaran Kelemahan fisik Tindakan insisi

Pengaruh anastesi Defisit perawatan diri Inkontinuitas jaringan terputus

Imobillitas Pengeluaran prostaglandin

Intoleransi Aktivitas Nyeri Akut


5. Manifestasi klinis
a. Pre sectio caesarea
1) Kejang parsial (fokal, lokal)
a) Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal
berikut ini :
- Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu
sisi tubuh.
- Tanda atau gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka
merah dilatasi pupil.
- Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar
musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
- Gejala psikis dejavu, rasa takut, visi panoramik.
- Kejang parsial kompleks.
Terdengar gangguan kesadaran.
b) Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
- Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas ditandangan
dengan tatapan terpali yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik.
- Kejang mioklomik
Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok
otot yang terjadi secara mendadak.
- Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang
berlangsung kurang dari 1 menit.
- Kejang atonik
Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk, atau
jatuh ketanah.
b. Post sectio caesarea
1) Nyeri akibat luka pembedahan.
2) Adanya luka insisi pada bagian abdomen.
3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
4) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan.
5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800
ml.
6) Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan
menghadapi situasi baru.
7) Biasanya terpasang kateterisasi urinarius.
8) Auskultasi bising usus tidak terdengan atau samar.
9) Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah.
10) Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler.
11) Pada kelahiran SC tidak direncanakan maka biasanya kurang
paham prosedur.
12) Bonding dan attachmen pada anak yang baru dilahirkan.

6. Pemeriksaan penunjang.
a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pembedahan
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi.
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.
d. Urinalis / kultur urine.
e. Pemeriksaan elektrolit.

7. Penatalaksaan medis.
a. Pemberian cairan.
b. Diet
c. Mobilisasi
d. Kateterisasi
e. Pemberian obat-obatan
f. Perawatan luka
g. Perawatan rutin
h. Perawatan payudara

8. Komplikasi
a. Infeksi pueperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
oeritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan.
Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotikan tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini
lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pemvedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Luka kandung kemih.
d. Embolisme paru – paru.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis.


1. Pengkajian
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kehamila, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara.
d. Data riwayat penyakit
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
2) Integritas ego
3) Makanan dan cairan
4) Neurosensori
5) Nyeri/ketidaknyaman
6) Pernapasan
7) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh
8) Seksualitas.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
b. Intoleransi aktivitas b.d imobilitas
c. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

3. Intervensi (SDKI,SLKI,SIKI)
No SDKI SLKI SIKI
1. Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri
kelemahan tindakan keperawatan Observasi :
Hal : 240 3x24 jam maka dapat 1. Identifikasi kebiasaan
D.0109 melakukan perawatan aktivitas perawatan
diri sendiri, dengan diri sesuai usia.
kriteria hasil : 2. Monitor tingkat
 Kemampuan mandi kemandirian.
meningkat dengan 3. Identifikasi kebutuhan
alat bantu kebersihan
skala 5 diri, berpakaian,
 Kemampuan berhias, dan makan.
mengenakan pakaian Teraupetik :
meningkat dengan 4. Sediakan lingkungan
skala 5 yang teraupetik.
 Kemampuan ke toilet 5. Siapkan keperluan
meningkat dengan probadi.
skala 5 6. Dampingi daalam
 Minat melakukan melakukan perawatan
perawatan diri dengan diri sampai mandiri.
skala 5 7. Fasilitasi untuk
menerima keadaan
Hal : 81 ketergantungan.
L.11103 8. Fasilitasi
kemandirian, bantu
jika tidak mampu
melakukan perawatan
diri.
9. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri.
Edukasi :
10. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan.
Hal : 36
I.09268
2. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan Terapi aktivitas
imobillitas. tindakan keperawatan Observasi :
Hal : 128 3x24 jam maka 1. Identifikasi defisit
D.0056 diharapakan toleransi tingkat aktivitas.
aktivitas meningkat, 2. Identifikasi sumber
dengan kriteria hasil : daya untuk
 Kemudahan dalam meningkatkan
melakukan aktivitas partisipasi yang
sehari-hari meningkat diinginkan.
dengan skala 5. 3. Monitor respons
Hal : 149 emosional, fisik,
sosial, dan spiritual
L.05047 terhadap aktivitas.
Teraupetik :
4. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan
defisit yang dialami.
5. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang
aktivitas.
6. Fasilitasi aktivitas
fisik rutin.
7. Fasilitasi aktivitas
motorik kasar untuk
merelaksasi otot.
8. Libatkan keluarga
dalam aktivitas.
Edukasi :
9. Jelaskan metode
aktivitas fisik.
10. Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih.
11. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif.
Hal : 415
I.05186
3. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi :
tindakan selama 3 jam - Identifikasi lokasi,
pencedera fisik
maka nyeri berkurang karakteristik, durasi,
Hal : 172 dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
 Tingkat nyeri intensitas nyeri.
D.0077
menurun dengan skala - Identifikasi sklala
5 nyeri.
- Identifikasi respon
Hal. 145 nyeri non verbal.
L.08066 - Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri.
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri.
Teraupetik :
- Berikan tehnik
nonfarmakologis.
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
menggunakan nyeri
analgetik secara tepat.
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

Hal. 201
I.08238

4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah peniliaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pasien dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul bari, Saifuddin. 2012. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. YBPSP. Jakarta
Prawirohardjo, Sarowono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai