Anda di halaman 1dari 8

Kak Erlan Iskandar

TELADAN YANG BAIK

Parenting
Sunnah
10 Al Muharram 1441 H

Parenting
Sunnah

TELADAN YANG BAIK


Oleh : Kak Erlan Iskandar
PILAR PENTING

Diantara pilar yang paling penting dalam pendidikan anak ialah


orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya.

Jika orang tua memerintahkan mereka berbuat kebaikan, maka


orang tua harus bersemangat untuk menjadi yang paling
bersegera mengerjakannya.

Jika orang tua melarang anak-anak dari perbuatan keburukan,


maka orang tua menjadi yang paling menjauhi perbuatan
keburukan tersebut.

Janganlah sampai bahasa cakapnya di satu lembah, sedangkan


realita sikapnya di lembah lainnya, sehingga akan muncul di
benak anak adanya kontradiktif, kebingungan dan kegoncangan
yang besar. Hal ini akan menyebabkan anak-anak
mencampakkan perintah orang tua dan bersikap masa bodoh
dengan pengarahan dan pendidikan orang tuanya.

Hendaklah kita menghadirkan firman Allah ketika mencela


keburukan pada Bani Israil,

"Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan,


sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?"
(QS. Al Baqarah : 44)

1
Ingatlah pula penuturan Nabi Syu'aib kepada kaumnya di dalam
firman Allah,

"Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku


larang darinya." (QS. Hud : 88)

Allah juga berfirman,

"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan


sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Itu sangatlah dibenci di sisi
Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."
(QS. Ash Shaff : 2-3)

Sungguh para ulama menyebutkan bahwa keteladanan dengan


bahasa perbuatan itu lebih berpengaruh dan berkesan daripada
mengajarkan dengan bahasa lisan.

2
MEMBERSAMAI ANAK DALAM KETAATAN

Mari kita belajar poin ini dari teladan kita, bapaknya para nabi,
yakni Nabi Ibrahim.
Allah Ta'ala berfirman:

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah


bersama Ismail (seraya berdoa), Ya Tuhan kami, terimalah (amal)
dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha
Mengetahui." (QS. Al Baqarah : 127)
Setelah penyebutan nama Nabi Ibrahim, terdapat huruf wau athaf
sebelum nama Nabi Ismail, yang mana hal ini menunjukkan
bahwa ada keikutsertaan antara seorang ayah dan anak dalam
menjalankan sebuah amal ketaatan.
Tidak hanya sekedar menyuruh, tanpa memberikan teladan.
Namun, Nabi Ibrahim mengajarkan, memberikan teladan hingga
membersamai anaknya dalam proyek kebajikan; membangun
rumah Allah ta’ala.
ini pelajaran mahal bagi orang tua yang menyuruh anaknya
muroja’ah dan menghafal Qur’an, namun tidak memberi
keteladanan, justru malah sibukan HP-an.
Ini pelajaran berharga bagi orang tua yang menyuruh anaknya
untuk santun berbicara; namun tidak memberi keteladanan, justru
malah yang sering menggaduhkan rumah dengan amarah dan
teriakan.
Bahkan...
Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim tak hanya memberikan contoh
kepada kita untuk semangat membersamai anak-anak dalam
ketaatan.
3
Namun, lebih dari itu, Nabi Ibrahim pun mengajarkan pentingnya
menanamkan rasa mahabbah, roja’ dan khauf kepada anak-anak
kita. Ini bagian penting dari kurikulum pengajaran terhadap anak
kita. Yang tentu saja butuh pembahasan khusus terkait
perinciannya.
Dari kisah ini, kita diajarkan untuk tidak hanya fokus pada
pengerjaan amal, akan tetapi harus perhatian pula apakah amalan
yang kita lakukan itu diterima atau tidak oleh Allah ta’ala.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah melakukan amalan istimewa,
yakni membangun rumah Allag ta’ala, mereka berdua berdoa,

“Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah


Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Ketika merenungi ayat ini, salah seorang ulama bernama Wuhaib
Ibnul Ward sampai menangis sembari berkata,

“Wahai kekasih Ar-Rahman (Nabi Ibrahim alaihissalam), engkau


adalah orang yang membangun pondasi rumah Allah Ar Rahman,
namun engkau juga yang merasa khawatir jika amalmu tidak
diterima.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/253-254; Dinukil dari Tsamaratul Ilmi
Al Amal, hal. 17)

Seberapa sering kita membaca ayat Al Baqarah 127 ini? Adakah


kita sudah mengambil pelajaran?

4
ORANG TUA MENJADI SHALIH DAN MUSHLIH

Guru kami, Ustadz Aris Munandar pernah berujar,


“Selayaknya, ketika sudah menjadi orang tua, sudah diberi
momongan; menjadi makin semangat beramal ketaatan.”
Mungkin ini diantara hikmah mengapa setiap tahun kita sebagai
orang tua perlu mengenang kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Supaya kita berkaca, apakah kita sudah semangat dalam
mengerjakan amal ketaatan dan memberikan keteladanan?
Dalam memberikan teladan, seorang tabi'in Sa’id bin Al-Musayyib
pernah berkata kepada anaknya,

“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini


karenamu (agar kamu menjadi shalih, pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa
Al-Hikam, 1: 467)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan,

“Manakala seseorang bertakwa kepada Allah dalam mendidik


anaknya dan menempuh metode yang sesuai syariat dalam
mengarahkan anaknya, maka aku tidaklah mengira melainkan
Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan hidayah kepada
anak-anaknya.” (Fataawaa Nuur ‘ala ad-Darb 2/24)
Mari kita berusaha menjadi orang tua yang shalih dan mushlih.
Shalih untuk pribadi, mushlih (men-saleh-kan) untuk anak-anak
kita.
Semoga Allah berikan taufiq kepada kami dan ayah bunda
sekalian.

Anda mungkin juga menyukai