Anda di halaman 1dari 34

Karakteristik Ayah Idaman

Seorang Muslim sudah semestinya memikirkan masa depan dengan melakukan invesment dengan shodaqoh jariyah, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dan membina anak yang sholeh/-ah. Ketiga aktivitas ini ternyata tercakup dalam proses pendidikan anak. Sebagai seorang ayah tidak boleh menyepelekan urusan anak-anaknya. Disini disamopaikan paling tidak ada 6 karakteristik kepribadian seorang ayah idaman. 1. Keteladanan Suatu pagi, saya terperanjat ketika melihat cara putriku memakai sepatunya. Ia langsung memasukkan kakinya ke dalam sepatu tanpa melepas talinya. Rupanya selama ini ia memperhatikan bagaimana cara saya memakai sepatu. Karena malas membuka simpul tali sepatu, sering kali saya langsung memakainya tanpa membuka dan mengikat simpul tali sepatu. Saya berusaha melarangnya dengan memberikan penjelasan bhw cara memakai sepatu seperti itu bisa mengakibatkan sepatu cepat rusak. Namun hasilnya nihil. Ini merupakan satu contoh nyata bahwa anak, terutama pada usia dini, mudah sekali mencontoh orangtuanya. Tidak perduli apakah itu benar atau salah. Nasehat kita tidak ada manfaatnya, jika kita tetap melakukan apa yang kita larang. Apakah kita sudah memberikan teladan yang terbaik kepada anak-anak kita? Apakah kita lebih sering nonton TV dibandingkan membaca Al-Quran atau buku lain yang bermanfaat? Apakah kita lebih sering makan sambil jalan dan berdiri dibandingkan sambil duduk dengan membaca Basmallah? Apakah kita sholat terlambat dengan tergesa-gesa dibandingkan sholat tepat waktu? Apakah bacaan surat kita itu-itu saja? Allah SWT berfirman dalam surat ash-shaff 61:2-3: "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. " Allah SWT juga mengingatkan untuk tidak bertingkah laku seperti Bani Israil dalam firmanNya dalam surat Al-Baqoroh 2:44 "Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu erpikir?" 2. Kasih Sayang dan Cinta Kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang yang tulus merupakan dasar penting bagi pendidikan anak. Anak-anak usia dini tidak tahu apa namanya, tapi dengan fitrahnya mereka bisa merasakannya. Lihatnya bagaimana riangnya sorot mata dan gerakan tangan serta kaki seorang bayi ketika ibunya akan mendekap dan menyusuinya dengan penuh kasih sayang. Bayi kecilpun sudah mampu menangkap raut wajah yang selalu memberikan kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang dengan tulus, apalagi mereka yang sudah lebih besar. Rasulullah SAW pada banyak hadith digambarkan sebagai sosok ayah, paman, atau kakek yang menyayangi dan mengungkapkan kasih sayangnya yang tulus ikhlas kepada anak-anak. Sebuah kisah yang menarik yang diceritakan oleh al-Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id dari Abu Laila. Dia berkata: "Aku sedang berada di dekat Rasulullah SAW. Pada saat itu aku melihat al-Hasan dan alHusein sedang digendong beliau. Salah seorang diantara keduanya kencing di dada dan perut beliau. Air kencingnya mengucur, lalu aku mendekati beliau. Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan kedua anakku, jangan kau ganggu mereka sampai ia selesai melepaskan hajatnya.' Kemudian Rasulullah SAW membawakan air." Dalam riwayat lain dikatakan, 'Jangan membuatnya tergesa-gesa melepaskan hajatnya.' Bagaimana dengan kita? Sudahkan kita ungkapkan kecintaan kita yang tulus kepada anak-anak kita hari ini?

3. Adil Seringkali kita terjebak oleh perasaan kita sehingga kita tidak berlaku adil, misalnya karena anak kita yang satu lebih penurut dibandingkan anak yang lain atau karena kita lebih suka anak perempuan daripada anak laki-laki dll. Rasulullah SAW bersabda: "Berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu dalam pemberian." (HR Bukhari) Masalah keadilan ini dikedepankan untuk mencegah timbulnya kedengkian diantara saudara. Para ahli peneliti pendidikan anak berkesimpulan bahwa faktor paling dominan yang menimbulkan rasa hasad/ dengki dalam diri anak adalah adanya pengutamaan saudara yang satu di antara saudara yang lainnya. Anak sangat peka terhadap perubahan perilaku terhadap dirinya. Jika kita lepas kontrol, sesegera mungkin untuk memperbaiki, karena anak yang diperlakukan tidak adil bisa menempuh jalan permusuhan dengan saudaranya atau mengasingkan diri (menutup diri dan rendah diri). 4. Pergaulan dan Komunikasi Banyak hadits yang menggambarkan bagaimana kedekatan pergaulan Rasulullah SAW dengan anak-anak dan remaja. Beliau bercanda dan bermain dengan mereka. Seringkali kita berada dalam satu ruangan dengan anak-anak, tapi kita tidak bergaul dan berkomunikasi dengan mereka. Kita asyiik membaca koran, mereka asyiik main video game, atau nonton TV. Atau seringkali kita beraalasan, mana ada waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak? Sebenarnya ada waktu, jika kita mengetahui strateginya. Misalnya, sewaktu menemani anak bermain CD pendidikan di komputer, kita bisa menjelaskan cara mengerjakan/bermainnya, lalu memberi contoh sebentar, lantas bisa kita tinggalkan. Begitu pula dengan buku bacaan dan permainan lainnya. Repotnya ada sebagian ayah yang tidak mau berkumpul dengan anakanak, terutama yang menjelang dewasa karena takut kehilangan wibawa atau kharismanya. Ini pandangan yang keliru. Yang lebih tepat adalah kita jaga keseimbangan, artinya kita tidak boleh terlalu kaku dalam memegang kekuasaan dan kharisma, tetapi juga tidak boleh terlalu longgar. 5. Bijaksana Dalam Membimbing Rasulullah SAW bersabda: "... Binasalah orang-orang yang berlebihan ..." (HR Muslim). Jadi metoda yang paling bijaksana dalam mendidik dan mengarahkan anak adalah yang konsisten dan pertengahan seimbang, yakni tidak membebaskan anak sebebas-bebasnya dan tidak mengekangnya; jangan terlalu sering menyanjung, namun juga jangan terlalu sering mencelanya. Bila ayah memerintahkan sesuatu kepada anaknya, hendaknya ayah melakukannya dengan hikmah, penuh kasih sayang, dan tidak lupa membumbuinya dengan canda seperlunya. Jelaskan hikmah dan manfaatnya, sehingga anak termotivasi untuk melakukannya. Jangan lupa juga untuk memperhatikan kondisi anak dalam melaksanakan perintah atau aturan tersebut. Imam Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa melatih pribadi perlu kelembutan, tahapan dari kondisi yang satu ke kondisi yang lain, tidak menerapkan kekerasan, dan berpegang pada prinsip pencampuran antara rayuan dan ancaman. 6. Berdoa Para nabi selalu berdoa dan memohon pertolongan Allah untuk kebaikan keturunannya. "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala." (Ibrahim:35) Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku." (Ibrahim:39-40). Lihatjuga QS. 25:74, 46:15.

Bersolek Untuk Isteri, Kenapa Tidak?


Suami perlu bersolek untuk isteri? Pertanyaan yang mungkin jarang sekali mencuat dalam wacana kehidupan pasangan suami-isteri (pasutri). Sebab, mungkin kita sudah terbiasa dengan ungkapan isteri harus berdandan untuk suami. Sehingga kita lupa bahwa berdandan bukan hak monopoli isteri. Seolah suami tak dituntut untuk bersolek di hadapan isterinya. Jelas jika pemahaman kita demikian adalah keliru alias kita telah melakukan diskriminasi gender dalam hal bersolek. Padahal Rasulullah saw adalah seorang suami perlente yang selalu menjaga penampilan dan kebersihannya di depan para isteri beliau. Ummul Muminin Aisyah r.a pernah ditanya oleh seseorang; Apa yang pertama kali dilakukan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam setelah masuk rumah? Aisyah menjawab; Bersiwak. (diriwayatkan Muslim). Dalam riwayat lain, Ummul Muminin Aisyah r.a juga berkata; Rasulullah saw bersabda; Bersiwak itu mensucikan mulut dan membuat Rabb ridha. (diriwayatkan Ahmad, An-Nasai, dan At-Tirmidzi). Riwayat di atas mengisyaratkan bahwa seorang suami sebaiknya tidak berpenampilan kumal dan bau jika berhadapan dengan isterinya. Percayalah, baju yang bau dan (apalagi) mulut yang beraroma tidak sedap akan mengganggu kelancaran komunikasi pasutri. Padahal Al Quran memerintahkan para orang beriman untuk menggauli isteri-isteri mereka secara baik. Bahkan Islam memandang perbuatan itu sebagai aktulisasi keimanan seseorang pada Rabbnya (membuat Rabb ridha, ujar Nabi saw). Al Quran juga menegaskan; Dan pergaulilah mereka secara patut/pantas, (An Nisaa : 19). Pesan ini mengisyaratkan, bahwa kepatutan bergaul dengan isteri, meliputi juga soal penampilan dan kebersihan yang harus dijaga seorang suami. Jadi penampilan diri seorang suami yang segar, bersih, dan harum, bukan hanya akan menambah kemesraan hubungan pasutri. Tetapi juga mewujudkan keluarga sakinah yang produktif melahirkan generasi-generasi Al Quran, insya Allah. Hal ini tentu saja juga berlaku di luar rumah. Ketika suami bersama isterinya menghadiri suatu undangan, atau acara apapun, dia sepatutnya bernampilan necis. Artinya, seorang suami hendaklah berpakaian rapi, rambut yang tidak awut-awutan, menebar keharuman serta mulut yang beraroma segar. Dengan begitu si isteri tidak canggung atau rendah diri ketika mendamping suaminya di tempat-tempat publik. Maka, jangan dulu menyalahkan isteri ketika dia misalnya, enggan untuk kita ajak jalan ke luar. Atau bahkan jangan dulu berprasangka negatif, ketika tiba-tiba isteri bersikap dingin tatkala menghadapi kita. Lantas kita mengambil keputusan fatal yang berakibat rumah tangga kita gonjang-ganjing. Sebab, jangan-jangan faktor pemicunya ada pada diri kita sendiri. Sebuah riwayat menceritakan, seorang wanita bersama suaminya menemui khalifah Umar bin Khottob r.a. Dengan wajah penuh harap, si wanita minta pada khalifah agar dia diizinkan bercerai dari suaminya. Wahai Amirul Mukminin, aku bukan diriku dan bukan pula suamiku ini. Bebaskanlah aku darinya, ucap si wanita memelas.

Tapi khalifah Umar r.a tidak segera menjawab permohonan itu. Beliau memandangi keadaan suami si wanita, lalu dia memberi isyarat pada lelaki itu. Si pria diperintahkan untuk pergi dan mandi, memotong kuku, mencukur rambut serta menyisirnya dengan rapi. Maka si lelaki itupun pergi untuk melakukan apa-apa yang diperintahkan khalifah. Tak berapa lama kemudian pria itu kembali lagi. Lalu Umar bin Khottob mengisyaratkan agar dia memegang tangan isterinya yang saat itu melihatnya dengan pangling (tidak mengenalinya lagi pen). Saat itu si wanita betul-betul sudah tidak mengenali bahwa lelaki perlente yang ada di hadapannya tak lain adalah suaminya sendiri. Sehingga si wanita berontak; Wahai hamba Allah, subhanallah, apakah engkau lancang bertindak seperti ini di depan Amirul Mukminin? Melihat adegan itu Amirul Mukminin tersenyum, lalu menjelaskan pada si wanita bahwa lelaki yang menggenggam tangannya itu adalah suaminya. Dengan tersipu akhirnya si wanita berkata pada khalifah, bahwa ia menganulir keputusan dia sebelumnya. Selanjutnya pasutri itu bergandengan tangan dengan mesra. Begitulah seharusnya kalian berbuat bagi isteri kalian. Sesungguhnya mereka (para isteri) senang jika kalian berhias untuk mereka, sebagaimana kalian senang jika mereka bersolek untuk kalian. Dalam riwayat lain, Umar bin Khottob r.a pernah mendengar seorang wanita melantunkan syair ketika sedang thawaf. Di antara wanita itu diberi air yang dingin harum mewangi yang membuat mereka senang da pula yang diberi air yang berubah warnanya dan bau u tidak karena takut pada Allah dia akan lari Umar faham, bahwa wanita itu mengeluhkan bau mulut suaminya. Maka beliau mengutus seseorang untuk memanggil lelaki bersangkutan. Khalifah kemudian melihat ada kelainan pada mulut pria tersebut. Lalu beliau menawarkan dua opsi pada si pria. Yakni memberikan uang 500 dirham dan dia harus menceraikan isterinya, atau tetap mempertahankan perkawinannya asalkan dia mau membersihkan mulut dan memperbaiki penampilannya. Tapi dalam riwayat itu diceritakan, ternyata si pria memilih opsi pertama dan menerima uang 500 dirham, lalu menceraikan isterinya. (sulthoni)

Bangunlah Komunikasi, Kebahagiaan Anda 'kan Lestari


Banyak bahtera keluarga yang oleng atau karam sebelum mendarat di pantai harapan. Bahkan tak sedikit keluarga yang awalnya harmonis, tapi yang terjadi akhirnya, antar anggota keluarga saling sinis. Keluarga yang diharapkan menjadi surga, tiba-tiba berubah jadi neraka. Tahukah Anda, tak jarang di antara faktor penyebabnya berawal dari terputusnya komunikasi suami istri. Maka jangan anggap enteng masalah komunikasi. Karena komunikasi adalah proses membangun jembatan hati dan pikiran pasangan suami istri (pasutri). Lalu pertanyaannya, bagaimana seharusnya seorang suami/istri membangun komunikasi secara baik dengan pasangannya? Untuk mengurai lebih jauh pertanyaan itu, ada baiknya kita perhatikan pertanyaan berikut. Mengapa menikah? Jawaban atas pertanyaan ini harus benar-benar disadari oleh seorang Muslim. Baik mereka yang akan maupun telah menikah. Pertanyaan ini penting, karena menyangkut motif dalam bertindak selanjutnya (pasca pernikahan). Sebagaimana kita ketahui bahwa menikah adalah ibadah. Maka segala yang kita lakukan, mulai dari meminang, menggauli istri, sampai menafkahi dan mendidik anak-anak adalah ibadah. "Nikah itu adalah sunahku!" kata Nabi saw. Karena ia ibadah, sudah seyogyanya pernikahan harus berperan meningkatkan kualitas kesalehan dan ketakwaan para pasutri. Fenomena itu harus tampak bersinar pada segenap sisi wajah kehidupan. Cara berpikir lebih baik, cara bertindak lebih baik, suasana emosional lebih stabil, bahkan karir dan kehidupan finansial juga lebih meningkat. Sebab Allah berfirman; "Jika mereka miskin, niscaya Allah akan memberi mereka kekayaan dan keutamaan-Nya." (Q.S 4:32). Mengapa memilihnya? Tidak semua bisa menjawab pertanyaan ini. Walaupun sesungguhnya jawabannya sangat mendasar dalam kehidupan perkawinan. Ini terkait dengan cinta dan penerimaan masing-masing terhadap pasangannya. Dorongan mencintai dan dicintai adalah fitrah paling dalam yang membuat setiap orang merasa butuh pada pasangannya. Sebesar rasa butuh Anda terhadap pasangan Andaa, sebesar itu pula dorongan untuk merawat hubungan Anda dengan pasangan Anda. Tapi tidak ada orang yang sanggup mencintai dengan kuat kecuali bila ia menerima pasangannya secara wajar, apa adanya. Tak boleh ada penyesalan di belakang hari: "Aduh saya menyesal nikah dengan kamu". Moto "pasangan kita yang paling cantik" harus terus dikokohkan dalam jiwa kita. "Istri/suami saya adalah yang paling cantik/ganteng!". Begitulah seharusnya Anda mensikapi dan memperlakukan pasangan Anda. Sikap ini membuat kita bisa seimbang melihat sisi kuat dan sisi lemah pasangan kita. Inilah makna keseimbangan sikap sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW; "Janganlah seorang Mukmin mencampakkan seorang Mukminah. Jika ia benci salah satu sikapnya, ia akan menyukai sikapnya yang lain."

Hubungan yang produktif Sebagaimana anak-anak merupakan buah cinta-kasih, maka komunikasi hubungan perkawinan hanya akan langgeng jika masing-masing pasangan terus maju dan berkembang dalam hubungan itu. Inilah fungsi hakiki dari setiap hubungan produktif, pertumbuhan dan pengembangan. Maka merawat hubungan, sama seperti menumbuhkan pohon. Kita harus mengembangkan pasangan kita, kadar pengetahuannya, keterampilannya, kepribadiannya, sikapnya, dan sebisa mungkin seluruh sisi kehidupannya. Orang hanya akan sanggup mencintai pasangannya --dalam waktu lama-- kalau ia bermanfaat bagi dirinya. Inilah makna manfaat seperti dalam sabda Rasulullah SAW; "Sebabik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi orang lain." Nyatakan cinta dengan segala cara Ekspresi cinta kita terhadap pasangan kita harus benar-benar lepas, dalam ucapan (verbal) maupun bahasa tubuh dan tindakan (nonverbal). Alkisah seorang sahabat mencintai sahabatnya yang lain, maka Rasulullah memerintahkannya untuk menyatakannya secara verbal kepada yang bersangkutan (Abu Dawud dan Tirmidzi). Rasulullah SAW memerintahkan hal itu kepada sama-sama lelaki. Apalagi tentunya, kita pada pasangan kita. Harus bahasa cinta itu secara verbal dan sering harus dinyatakan di hadapan pasangan kita. Menurut riwayat, Rosulullah SAW tak pernah meninggalkan kata "Aku cinta padamu" pasa istri-istri beliau setiap hari. Seimbang dalam memberi dan menerima Beri yang terbaik untuk mendapatkan yang terbaik. Inilah prinsip untuk meraih sukses berkomunikasi. Jangan malah dibalik: Ingin mendapatkan segalanya, tapi tidak pernah memberi yang terbaik. Orang yang membalik prinsip ini akan selalu gagal dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Ibnu Abbas senang berhias agar nampak handsome (ganteng) di depan istrinya. Itu karena, katanya; "Saya juga ingin berpenampilan cantik di depanku." oleh: Ahmad Heriawan, Lc

Dicari: Suami Coleh!


Jangan salah tafsir dulu membaca judul di atas.Kalimat itu bukan dinisbatkan pada ucapan anak kecil yang baru mulai belajar bicara, mengucapkan "soleh" jadi "coleh". Kata "coleh" yang dimaksud adalah singkatan macho dan saleh. Ada pertimbangan penulis ketika memilih judul itu. Pertama, orang seringkali berasumsi membincang suami saleh seolah melulu berdimensi keagamaan. Artinya suami saleh adalah suami yang ibadahnya kepada Allah rajin. Puasa Senin-Kamis, minimal sebulan sekali tidak pernah bolong. Pun demikian soal salat malam, nyaris tak pernah absen. Minimal sekali per dua pekan.Sementara ia tak pernah mau peduli dengan tugas-tugas kerumahtanggaan isterinya di luar tugas mendidik anak-anak. Kedua, suami saleh seakan dipandang sebagai seorang ahli agama yang tak perlu mengurusi soal-soal kesehatan, kebersihan dan kepantasan. Minimal untuk kepantasan performa diri. Dengan kata lain, sering dianggap kesalehan itu sama sekali tak terkait dengan soal-soal kejantanan dan estetika. Sehingga ia tak perlu mempedulikan aspek kekuatan (olah raga) dan keindahan diri. Padahal Rosulullah berpesan, "Muslim yang dicintai Allah adalah Muslim yang kuat!" Di samping itu, bukankah Allah itu indah dan mencintai keindahan? Jelas pesan di atas bukan semata-mata berorientasi pada perintah persiapan jihad. Tapi ia (pesan itu) memang menjangkau juga aspek rumah tangga. Agar suami yang kuat nyaman dipandang dan tentu bisa memberi kebahagiaan pada pasangannya dalam hubungan suami-isteri. Ketiga, tak sedikit orang berasumsi konotasi suami saleh adalah orang-orang yang pasif. Ia adalah suami yang selalu menunggu layanan dari isteri, tidak berinisiatif melayaninya. Ia seakan selalu meminta untuk dicinta, bukan memberi cinta kepada isterinya. Ia seolah menempati posisi raja yang harus ditaati perintahnya, bukan mitra bagi isteri dan anak-anaknya. Dan seterusnya, dan seterusnya. Paling tidak, ketiga asumsi yang keliru itu kita akan coba luruskan. Jika yang dimaksud saleh pengertiannya adalah taqwa, maka kita tau, tidak ada manusia paling bertaqwa di dunia, kecuali Rasulullah saw. Track record Nabi saw soal keterlibatannya dalam urusan pekerjaan rumah tangga, sungguh luar biasa.Aisyah pernah ditanya: "Apakah yang dikerjakan Rasulullah saw kalau di rumah?" Ia menjawab: "Beliau saw sebagaimana kebanyakan manusia lain, menjahit terompahnya, menambal pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh orang lelaki. Baru bila tiba waktu salat, beliau keluar." (HR. Bukhari) Rasulullah juga amat baik perhatiannya dalam urusan belanja isteri. Sehingga tidak pernah beliau membiarkan isterinya berhutang pada orang lain. Seharusnyalah, suami taqwa (saleh) mampu memberi belanja yang cukup dan menjaga diri isteri agar tidak meminta-minta atau tidak menggantungkan urusan keluarganya pada orang lain. Suami saleh adalah suami yang mandiri, baik secara sikap maupun finansial. Ia tidak akan mengadukan kesulitannya pada seseorang, sekalipun kepada orangtuanya atau keluarganya. Ia tetap menjaga dirinya dengan baik, walaupun dalam keadaan kesulitan, sehingga orang lain menganggap dia orang yang tidak berkekurangan.

Selanjutnya, dalam hal kejantanan Rasul? Jangan ditanya. Sejak awal bahkan Nabi selalu mengingatkan agar para orang tua mengajarkan anak-anak mereka memanah, menunggang kuda, dan berenang. Semua jenis olahraga ini, terang membutuhkan keberanian dan kekuatan, yang konotasinya adalah kedigjayaan (kejantanan). Karena itu hampir tak pernah dicatat oleh sejarah, Rasul mengalami sakit serius. Concern Nabi dalam memelihara kekuatan diri, barangkali terindikasi dari kisah berikut. Diriwayatkan, dalam memberikan pelayanan kebutuhan seksual isterinya, Nabi ternyata melakukannya dengan sangat baik, menarik, dan menggairahkan isterinya. Rosulullah saw dalam kaitan hal ini berpesan; "Cucilah pakaianmu, pangkaslah rambutmu, bersiwaklah, berhiaslah dan bersihkanlah dirimu. Karena sesungguhnya Bani Israil tidak pernah berbuat seperti itu, sehingga wanita-wanita mereka suka berzina." Bahkan dalam hadist berikutnya Nabi berpesan; "Jika seseorang di antara kamu bersenggama, hendaklah ia lakukan dengan kesungguhan. Kemudian, kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya (puas) sebelum isterinya mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia buru-buru mencabut (penisnya) sampai isterinya mendapatkan kepuasan." (HR Abdurrazaq dan Abu Ya'la, dari Anas). Banyak riwayat menyebutkan betapa sikap romantisme Rosul kepada seluruh isteriisteri beliau. Kepada Aisyah misalnya, beliau selalu memanggil dengan sebutan "Ya Humairoh" (artinya si Pipi Merah). Begitupun ketika Rasul menghadapi isteri beliau di di tempat tidur. Ternyata beliau tetap menjaga kebersihan, kejantanan, dan kehalusan, sehingga mampu merangsang isterinya untuk dapat menikmati kebahagiaan bersuami. Sebaliknya, beliau sangat mengecam para suami yang jorok dan tidak rapi pada saat bercumbu dengan isterinya. Sehingga menyebabkan isteri mereka muak dan bosan, sampai-sampai akhirnya (na'udzubillah) mereka melirik lelaki lain. Jadi? Ya tentu saja tidak pantas suami yang dekil, kumel, apalagi loyo, disebut suami saleh. Sebab sifat-sifat tersebut di atas (dekil, kumel, dan loyo) adalah ciri performa para lelaki Yahudi, alias tidak nyunah. Setelah mengulas singkat sikap empati suami pada tugas-tugas isteri. Kemudian kita menyoroti juga soal kemandirian sikap dan kemampuan mencukupi nafkah keluarga yang harus dipenuhi seorang suami saleh. Begitupun soal keperkasaan yang harus diperhatikan seorang suami. Maka aspek terakhir yang tak kalah penting kita soroti adalah soal sikap kepemimpinan suami terhadap isteri. Seorang suami saleh, jelas bukan pemimpin perusahaan apalagi menganggap diri sebagai seorang raja diraja. Ia hakikatnya merupakan mitra ibadah bersama isterinya. Tentunya sifat-sifat otoritarian tak ada dalam kamus kehidupan seorang suami saleh. Yakni sikap memaksa isteri dan anak-anaknya harus taat pada perintahnya, serta menghukumnya jika melanggar. Syahdan, Aisyah dan Hafsah (isteri-isteri Rosulullah saw) pernah membuat mosi minta kenaikan uang belanja. Tapi Nabi tidak memperkenankannya, hingga membuat mereka melakukan aksi protes. Kelakuan para isteri Nabi sempat tembus

ke telinga orangtua mereka. Kedua mertua Nabi, Umar dan Abu Bakar (semoga Allah merahmati mereka), segera bertandang ke rumah Nabi untuk memarahi anak-anak mereka. Imam Ahmad meriwayatkan kisah itu dari Jabir.ra, katanya ; Abu Bakar datang meminta izin kepada Rasulullah saw untuk menghadap. Saat itu Nabi sedang duduk, dan orang-orang bergerombol di depan pintu rumah beliau. Namun Abu Bakar tidak diizinkan masuk. Lalu datang Umar bin Khattab. Tapi ia juga tidak diizinkan masuk. Setelah beberapa saat, baru mereka diizinkan masuk oleh Nabi. Lalu keduanya masuk, sedang Rasulullah saw duduk diam. Para isteri beliau duduk di sekitarnya. "Aku akan berkata kepada Nabi, yang bisa jadi akan membuat beliau tertawa," kata Umar. Lalu ia melanjutkan, "Wahai Rasulullah andaikan aku melihat puti Zaid yang kemudian menjadi isteri Umar meminta nafkah kepadaku, niscaya sudah kupukul lehernya." Mendengar ucapan Umar, beliau saw tertawa hingga gigi gerahamnya kelihatan. Lalu beliau bersabda, "Mereka yang ada di sekitarku ini (para isteri beliau--pen) juga meminta nafkah kepadaku." Kontan Abu Bakar serta Umar bangkit menuju ke tempat Aisyah dan Hafsah. Mereka berdua berkata, "Kalian berdua meminta sesuatu yang tidak dimiliki Rasulullah." Rasulullah saw segera melerai dan melarang Abu Bakar dan umar. Para istri beliau pun berkata, "Demi Allah, sesudah itu kami tidak akan meminta kepada Rasulullah apa-apa yang tidak dimilikinya." Sesaat kemudian kepada Aisyah, Rosulullah saw berkata, "Aku mengingatkan kepadamu satu hal yang lebih disenangi bila kamu mengharapkannyya dengan segera, sehingga kamu dapat berkonsultasi dengan kedua orangtuamu." "Apa itu?" tanya Aisyah. Kemudian beliau membacakan surat Al hzab ayat 28-29. "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: "Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya segera kuberikan mut'ah, dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kalian menginginkan keridhoan Allah dan Rasul-Nya serta kesenangan di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik di antaramu, pahala yang besar." "Apakah engkau mengira aku masih akan meminta saran kepada kedua orang tuaku? Aku memilih Allah dan Rasul-Nya. Aku juga memohon, janganlah engkau memberitahukan pilihanku ini kepada salah seorang di antara istrimu," jawab Aisyah. "Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang bengis. Ia mengutusku sebagai pendidik dan memberi kemudahan," sabda Nabi saw (dikutip dari sumber yang sama). Kalau boleh kita konklusi uraian singkat di atas, maka rumus suami saleh ialah paling tidak ia harus "coleh" -- macho dan saleh. Yakni jasmaninya prima, karena senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan diri. Dengan begitu ia akan selalu giat beribadah,bekerja mencari nafkah, dan prima juga dalam melayani isteri. Di samping tentunya tak kalah urgen, ia harus menjadi orang yang sabar dan lembut terhadap keluarga, serta kepada siapapun tentunya.

Duhai Para Suami....


"Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap istri, dan aku adalah orang yang paling baik diantara sekalian terhadap istri" (At-Turmudzi) Suatu hari, dalam perjalanan pulang ke rumah. Disela-sela kemacetan, saya melihat dengan jelas,seorang lelaki dengan kasar menyuruh perempuan yang sedang diboncengnya untuk turun dari motor. Tampak sekali perempuan itu ketakutan. Air matanya bercucuran, dengan gemetar hati-hati dia turun. Rupanya yang menyebabkan lelaki itu kalap adalah tangisan rewel sang bayi yang sedang digendong. Setelah menumpahkan sumpah serapah pada perempuan tak berdaya itu, dengan seenaknya dia pergi. Tinggallah perempuan itu kebingungan, menggendong bayi mungil yang menangis tak kunjung berhenti. Dua ibu dalam angkot yang sedang saya naiki, spontan turun. "Sabar ya dek, biarin aja si keparat itu pergi" dengus si ibu berbaju biru. "Adek mau kemana? Sekarang adik pulang, kasihan anaknya nangis terus" kali ini ibu yang berbaju hitam bertanya. Perempuan itu gemetar, kelu lidahnya berujar "Ibu, boleh saya pinjam uang 500 untuk ongkos. Suami saya pergi begitu saja tanpa memberi uang". Ibu-ibu tadi spontan membuka tas dan memberinya uang. Dan air mata itu, melimpahi kami rasa kasihan. Hari lain, dalam bis yang mengantarkan saya ke kampung halaman. Di sebelah saya duduk perempuan sederhana, berpakaian sangat sederhana tanpa bawaan yang berarti, hanya mengepit tas kresek berwarna hitam. Tapi yang tidak sederhana, sejak duduk tadi lirih mulutnya berucap "Laa hawlaa Walaa Quwwata Illa billah". Dalam kesempatan selanjutnya saya mengetahui ia sudah berkeluarga dan mempunyai beberapa anak. Suaminya menganggur, dan ia yang menanggung beban nafkah untuk keluarga dengan menjadi buruh kasar di pasar kebayoran. Tapi bukan itu yang membuat dia kurus kering dan sakit-sakitan. Perilaku kasar suaminya yang sering menganiaya dan melecehkannyalah yang membuatnya sangat tersiksa. Tanpa risih dia memperlihatkan telapak tangannya yang melepuh akibat banyak sundutan rokok. "Masya Allah, ibu" refleks saya menutup mulut dengan tangan kanan. Dia tertunduk, dan air mata itu, tertumpah begitu mudah. "Mbak, saya ditinggalin suami pas hamil 7 bulan". Dia mulai bercerita. "Suami saya tertarik wanita lain yang lebih cantik," tambahnya tanpa beban. Kini giliran saya memandangnya lekat, seorang perempuan muda yang tegar, hati saya membatin. Saya mengenalnya baru beberapa bulan. Selama itu saya mengagumi pergulatan hidupnya. Perempuan yang kuat, buktinya sekarang dia membesarkan anak lakilakinya yang berusia hampir setahun seorang diri. Dia bekerja keras meski dengan pekerjaan yang tidak sebanding dengan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan si kecil. "Kalau tidak ada anak ini, entahlah saya mungkin sudah tinggal nama, mati bunuh diri," tambahnya. Saya kagum dengan ketegarannya, tapi ternyata dugaan saya salah, beberapa menit kemudian ia terisak kecil selanjutnya tersedu-sedu. Dan air mata itu, menganak sungai dipipinya yang tak pernah terlihat dipoles bedak.

Saya meyakini masih banyak fenomena tidak manusiawi yang dilakukan para suami terhadap istri. Lihat saja berita-berita di media massa, itu baru yang terekspos. Padahal yang tidak muncul ke khalayak ramai pasti lebih banyak lagi. Perlakuan tidak wajar bahkan kekerasan suami terhadap istri bisa dikatakan persoalan internal rumah tangga. Sebuah aib, sehingga sang istri harus memaksakan diri menelan bulat-bulat pil pahit perlakuan suaminya. Saya pernah melihat seorang ibu yang pura-pura bilang baru jatuh dari kamar mandi hingga memar cukup serius di muka tirusnya, padahal banyak orang tahu dia baru saja dihajar sang suami tercinta. Apa yang menyebabkan suami begitu tega terhadap istrinya? Menurut saya, suami yang demikian tidaklah gentle, karena ia berani hanya pada seorang perempuan. Perempuan yang seharusnya ia lindungi. Perempuan yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang baik karena telah begitu banyak berjasa. Istri adalah perempuan yang mengandung anaknya dengan susah payah dalam hitungan waktu yang tidak sebentar, setelah itu mempertaruhkan nyawa untuk proses melahirkan. Istrinya yang menyediakan makanan untuk seluruh keluarga, bahkan mungkin menyediakan telinga untuk menjadi pendengar yang baik, menyediakan stock kata-kata yang menghibur ketika suami mendapatkan masalah, bahkan mungkin solusi. Apakah ada alasan setelah istri berbuat yang terbaik untuk keluarganya mendapatkan perlakuan yang sewenang-wenang? Kepada para suami, ingatlah istri adalah sesuatu yang istimewa. Sayangilah ia, karena ia adalah penyejuk mata, pembangun rumah tangga yang menjelma surga. Bimbinglah istri dengan lemah lembut, karena ia dicipta dengan banyak anugerah mulia. Jangan pernah mencampakkan istri, untuk kondisi apapun, karena ia adalah ibu dari anak-anak yang kau bina secara bersama. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, jangan pernah meruntuhkan madrasah pembentuk karakter bangsa. Sayangi ia, karena ibumu juga istri dari suami yang menyayangi. Tersenyumlah untuk segala hal yang ia persembahkan kepadamu. Berjanjilah untuk tidak membuatnya mengeluarkan air mata-air mata kedukaan. Tirulah Rasulullah yang selalu berbuat baik kepada para istrinya. Dalam hadistnya beliau menekankan "Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap istri, dan aku adalah orang yang paling baik diantara sekalian terhadap istri" (At-Turmudzi), Bahkan beliau pernah bersabda: "Barang siapa yang menggembirakan seorang wanita (istri), seakan-akan menangis karena takut kepada Allah. Barangsiapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka". Jadi kepada para suami, tunggu apa lagi? (mahabbah12@yahoo.com/Untuk istri-istri sholehah, bersabarlah!)

Keluarga Bahagia : Antara Ada dan Tiada


Harta yang paling berharga adalah keluarga mutiara yang paling indah adalah keluarga Ketika menyimak alunan syair harta yang paling berharga adalah keluarga, saya jadi bertanya-tanya dalam hati: Masih adakah masyarakat di zaman kiwari di tengah gonjang-ganjing perlombaan manusia memburu materi-- peduli dengan harta yang paling berharga itu? Masih adakah masyarakat kiwari yang mau mengapresiasi mutiara yang paling indah itu? Mereka betul-betul menekuni dan berjuang keras membangun keluarga bahagia? Keluarga sakinah? Entah kita juga kian sangsi akan kepahaman masyarakat kita, tentang makna keluarga sakinah. Keluarga di mana seluruh anggotanya memiliki visi dan cita-cita yang sama tentang makna hidup. Keluarga yang berwawasan ketuhanan. Keluarga yang berwawasan etika dan moral tauhid. Yang sama-sama memahami bahwa keluarga adalah sebuah perjalanan panjang merekayasa peradaban masa depan. Kemudian para anggota keluarga itu membangun team-work yang solid dan bahu membahu saling menjaga satu sama lain, agar tidak ada satu pun di antara mereka tergelincir ke dalam kesesatan. Pendek kata, mereka berusaha keras mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan bersama. Ah, jika demikian, betapa luhur sesungguhnya perjuangan keluarga. Adakah keluarga kiwari di era globalisasi memahami makna keluarga sejauh itu? Entahlah. Pantas saja bila Ivone J. Bach, seorang sosiolog Jerman pernah bilang, Bila ada surga di dunia, maka ia adalah keluarga yang harmonis. Yang jelas di planet di mana kita berpijak sekarang, sukses orang sepertinya melulu ditakar oleh materi. Orang sukses adalah mereka yang berpangkat, berharta, dan berkuasa. Begitupun keluarga yang sukses adalah keluarga yang bertempat tinggal di lingkungan elit. Bisa mengikuti gaya hidup ala metropolis. Tapi mereka --sadar atau tidak-- sesungguhnya telah terkotak-kotak menjadi orang yang egois. Sebab mereka tak pernah memiliki empati dengan lingkungannya. Soal hubungan dengan Tuhan? Itu tidak masuk dalam variabel kriteria keluarga bahagia. Tuhan dan kebahagiaan memang sering didikhotomi masyarakat modern. Sehingga sering kita saksikan pemandangan yang entah menggelikan, entah memprihatinkan. Sebut misalnya, pak Ivan (bukan nama sebenarnya). Ia seorang muslim yang tergolong sebagai penyimak setia acara tertentu di tivi. Suatu maghrib ia masih asyik menonton acara kegemarannya. Tiba-tiba adzan maghrib datang. Seorang anak laki-laki Pak Ivan yang masih usia SD segera berlari menuju masjid dekat rumah. Anak lainnya yang perempuan masih di rumah, bercanda dengan para anak tetangga. Agak gaduh suaranya. Pak Ivan yang merasa terganggu keasyikannya menonton, kontan berseru, Ayo jangan berisik, kalau mau ribut di masjid saja sana! Sementara ia sendiri tetap tinggal di rumah.

Barangkali dalam takaran pandangan masyarakat modern, Pak Ivan tergolong lumayan. Karena masih ada anaknya yang mengenal masjid. Walaupun ia sendiri tidak pernah peduli dalam mengarahkan anaknya menjadi cinta masjid. Tapi berapa banyak para ayah yang mengaku muslim tapi sangat awam terhadap Islam? Bukan hanya itu, mereka bahkan alergi dan pobia dengan Islam. Dengan kata lain, mereka tidak pernah bersimpati dan berempati pada Islam dan kaum muslimin. Apalagi bercita-cita untuk membangun team-work keluarga, lalu berusaha keras meniti jalan sebagaimana yang dikehendaki Islam? Agaknya telah muncul semacam kerancuan budaya yang kini berkembang di masyarakat kita. Mereka yang bergelimang di dunia materi, termasuk kaum muslimin tentunya, lalu melupakan Tuhan, ini mungkin tidak masuk dalam lingkup bahasan kita. Yang akan kita soroti adalah betapa sayangnya mereka yang telah memiliki kesadaran beragama (Islam) tapi memahaminya secara sangat awam. Contoh kasus lagi misalnya. Seorang ibu muda mengantar anak perempuannya ke sebuah TPA (Taman Pendidikan Alquran). Si anak yang mungil dan lucu itu mengenakan busana muslimah rapi. Tapi si ibu yang mengantar sang anak, hanya mengenakan (astaghfirullah) celana pendek dan kaos T-shirt. Atau sebaliknya, kasus seorang Ibu Haji (ia baru pulang dari Tanah Suci) yang berjalan dengan anak gadisnya. Sang Ibu berbusana muslimah rapi. Tapi si anak mengiringinya dengan bercelana jean ketat. Kita khawatir bila ada pemahaman, bahwa selagi masih kecil, anak perempuan dijaga pakaiannya. Tapi bila ia telah gadis, dibiarkan bebas berlenggak-lenggok mengobral auratnya. Astaghfirullah. Keluarga bahagia. Betapa idiom itu kian sulit saja kita cerna. Karena mungkin kita telah terbiasa bersaing mengejar gengsi duniawi. Penyakit materialisme itu memang laksana wabah ganas. Serangannya mematikan. Boleh jadi banyak keluarga muslim yang tak mampu lagi mengelaborasi makna keluarga sakinah. Sampai-sampai ajakan teman kepada keluarga kita untuk mempelajari Islam pun, tak jarang kita tolak. Waktu biasanya selalu jadi kambing hitam. Aduh maaf nih, belum ada waktu! Begitu alasan klasik kita. Betulkah kita tak punya waktu untuk memahami Tuhan? Bukankah ini semata-mata lantaran kita tak pernah menganggap Tuhan sebagai sesuatu yang sangat kita pentingkan dalam hidup kita? Kenapa kita punya waktu luang begitu banyak untuk selain Tuhan? Bahkan untuk sekadar be-a-ka (baca: buang air kecil) saja kita pasti punya waktu, walau sesibuk apapun. Kalau begitu, bukankah sama saja kita lebih mementingkan buang hajat ketimbang Tuhan? Astaghfirullah..! Kita yang mengaku muslim, walau sesibuk apapun, seyogyanya harus bisa menyisihkan waktu untuk mengajak keluarga kepada Allah. Ia adalah harta kita paling berharga yang harus kita pelihara sekuat tenaga. Kita harus mampu tampil sebagai play-maker yang mengarahkan seluruh anggota keluarga kita untuk sujud pada Allah. Dialah Sumber Kekuatan, Sumber Kebahagiaan. Keluarga kita harus membangun akses yang kokoh dengan Yang Maha Memberi Kebahagiaan itu selamanya. Agar keluarga kita menjadi keluarga sakinah. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia (yang kafir) dan batu (yang disembah). Di atasnya ada malaikat-malaikat yang kasar lagi keras. (QS 66 : 6) Yukkita jaga harta paling berharga itu dari jilatan api neraka. Bismillah.

Hidup Terasa Manis Bila Hubungan Tetap Harmonis


Bahasan kali ini masih menyangkut soal keta'atan istri kepada suaminya. Bila Rasulullah menganjurkan para istri untuk ta'at, khususnya dalam memenuhi ajakan suaminya, memang cukup beralasan. Ada banyak kebaikan yang didapat seorang suami tatkala hajat seksualnya terpenuhi dengan baik. Tahukah anda, hubungan mesra yang harmonis, dapat menyehatkan jiwa dan raga? Doktor Goudy Geily, penceramah masalah kesehatan di rumah sakit Kerajaan Inggris, London, meyakini bahwa terdapat sejumlah besar kelemahan pada tubuh manusia yang diakibatkan aspek kejiwaannya. Penyakit-penyakit itu antara lain, rasa letih, penurunan kekuatan fisik, rasa sakit di semua persendian, dan rasa sakit pada kulit. Bahwa sakit kejiwaan, menurutnya, secara ilmiah telah dibuktikan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan mempengaruhi perubahan hormonal di dalam tubuh. Meskipun ia mengakui pentingnya hubungan-hubungan lain dalam kehidupan seorang wanita, seperti hubungan dengan anak-anaknya, hubungan dengan keluarga familinya, hubungan dengan keluarga suami, dan hubungan dengan temanteman wanitanya, Namun Dr. Geily meyakini bahwa hubungan secara manusiawi yang paling penting dalam kehidupan laki-laki dan wanita adalah hubungan seksual yang harmonis antara suami dan istri. Ia melihat bahwa kualitas hubungan seksual antara suami dan istri sangat mempengaruhi kualitas hubungan antara keduanya secara keseluruhan. Berikut pernyataannya; "Hubungan seksual antara suami dan istri menduduki peringkat pertama dalam hal pengaruh dan urgensinya dalam hubungan antara keduanya. Bahkan, dalam kondisi kegagalan salah seorang dari keduanya pada aktivitas yang lain, seperti pekerjaan atau bahkan dalam kondisi ketika seluruh sarana dialog di antara mereka telah terputus, maka hubungan intim antara keduanya tetap menjadi sumber yang efektif untuk memuaskan serta mengharmoniskan rasa cinta dan saling menghargai". Pernyataan di atas didukung oleh peneliti yang lain; yakni Dr. Elvis Christoper, Direktur Lembaga Konsultasi Problematika Seksual di Inggris. Beliau mengatakan; "Problematika seksual dan kepekaan seseorang berperan - dalam batas tertentuterhadap terjangkitnya seseorang oleh penyakit di lambung, dada, dan meningkatnya tekanan darah. Sebagaimana ia juga menyebarkan rasa sedih yang berlebihan, lemahnya kekebalan terhadap penyakit lambung serta radang usus pada laki-laki dan wanita." Sebuah penelitian di Kuwait menunjukkan, bahwa prosentase penderita penyakit kanker, organ pernafasan, hati, dan paru-paru di kalangan orang lajang, mencapai enam kali lipat dibanding pada orang-orang yang telah menikah. Kantor Berita Reuter pernah melaporkan hasil sebuah penelitian, bahwa pengobatan terbaik yang nampak pada tahun 1995 bagi penyembuhan penyakit gelisah ialah, hubungan seksual yang harmonis antara suami dan istri. Sementara majalah Man's

Health dalam suatu artikelnya menuturkan; Berbagai kajian mengatakan, bahwa hubungan seksual yang teratur, bukan hanya meringankan tekanan jiwa. Namun dapat memperpanjang usia juga." Sebagian besar kaum Muslimin, mungkin masih menganggap permasalahan seks suami-istri sebagai persoalan tabu dan tak perlu diangkat ke permukaan. Tapi pada kenyataannya, hadits-hadits Rasulullah yang menyoroti soal "kemesraan hubungan suami-istri" cukup banyak. Bahkan Rasulullah setengah "memaksa" kepada kaum perempuan untuk selalu siaga melayani kehendak kencan suaminya. Di bawah ini salah satu perintah Nabi saw tentang cara menjaga keharmonisan hubungan suamiistri. "Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk memenuhi keinginan suaminya, maka hendaklah ia (istri) menurutinya, meskipun sedang berada di dapur," (h.r. Imam Bukhori, Muslim, dan Tirmidzi) Pesan tersirat dari hadits di atas adalah, sesibuk apapun seorang istri berkutat dengan pekerjaannya di dapur, tak bisa menjadi alasan baginya untuk menunda hasrat kencan suaminya. Ia harus peka terhadap isyarat sang suami dan selalu fresh bila berhadapan dengan kekasih tercintanya. Selamat bercinta dengan pasangan anda wahai para suami-istri soleh/solihat, Semoga hubungan harmonis Anda, akan membuahkan hidup yang lebih manis di dunia dan di akhirat. Wallahu a'lam bish showwaab. (sulthoni)

Membangun Surga Dunia


"Jika ada surga di dunia, maka itu adalah keluarga yang harmonis. Dan jika ada neraka di dunia, itu adalah keluarga broken-home." Ungkapan di atas tercetus dari mulut seorang sosiolog wanita Jerman, Ivonne Bach. Sebuah pernyataan jujur dari Ivonne, betapa pentingnya keluarga dalam kehidupan dan peradaban umat manusia. Sayangnya Ivonne tak mengerti jalan untuk mencapai "surga dunia" itu. Jika saja Ivonne tahu, bahwa Islam sangat berkepentingan terhadap upaya mewujudkan surga-surga dunia itu, pasti ia akan mencarinya di dalam Islam. Karena Islam memandang, bahwa pilar utama masyarakat dan bahkan peradaban manusia, sesungguhnya adalah keluarga. Karena petunjuk-petunjuk pembentukan keluarga yang harmonis, begitu lengkap terdapat di dalam Al Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Ini sebagai bukti, betapa besarnya perhatian Islam terhadap keluarga. Kita pasti sepakat bahwa eksistensi moral masyarakat, sangat ditentukan oleh eksistensi moral keluargakeluarga yang terhimpun dalam masyarakat tersebut. Dengan kata lain, bagaimana filosofi yang melatarbelakangi seseorang/masyarakat dalam membangun keluarga, begitulah perilaku dan budaya masyarakat yang akan lahir. Jika niat berkeluarga sebatas pemuasan kebutuhan biologis semata, pasti tidak akan lahir tanggungjawab keluarga tersebut untuk melahirkan generasi yang bermoral dan kuat. Sebaliknya jika niat berkeluarga seseorang lantaran karena

keta'atannya pada Allah SWT, maka ia barengi niat pernikahannya, bukan hanya sebagai pemuasan dahaga biologis semata. Tetapi yang lebih mendasar adalah, pernikahan akan dijadikannya sebagai sarana untuk melahirkan generasi-generasi yang bertaqwa. Surga dunia yang dimaksud Ivonne, jika saja ia mengerti tak lain adalah keluarga Islami. Yakni keluarga yang dibangun di atas fondasi nilai-nilai Tauhid. Keluarga yang diikat oleh kesamaan visi dan misi pengabdian kepada Zat Maha Pencipta. Dari kumpulan keluarga Tauhid itulah insya Allah, akan lahir generasi pejuang kebenaran yang selalu menebarkan rahmat bagi alam semesta. Isyarat untuk mewujudkan keluarga Islami itu setidaknya tercantum di dalam Al Qur'an Surat At Tahrim ayat 6; "Wahai orang-orang beriman, jagalah diri dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya terbuat dari manusia dan batu." Isyarat itu begitu tegas, bahwa keluarga yang merepresentasikan surga dunia sebagaimana yang dimaksud Ivonne, tak lain keluarga yang seluruh anggotanya tunduk dan takut pada aturan Allah 'Azza Wa Jalla. Keluarga yang dilatari oleh niat tulus dan agung para pengendalinya, untuk melakukan rekayasa sosial dan peradaban yang yang dirahmatiNya. Keluarga yang berjalan mengikuti skenario Robbani dalam memenangkan pertarungan rekayasa masa depan. Secara praktis, kita bisa mewujudkan "surga dunia" itu mulai dari hal-hal yang sederhana. Berikut kiat-kiat praktis itu. 1. Pasangan suami-isteri harus menjadi teladan "sosok Islami" bagi seluruh anggota keluarga. Konsekuensi dari itu ialah, para pemimpin keluarga selayaknya harus memahami ajaran Islam secara baik, sehingga mereka bisa menjadi rujukan Islami bagi seluruh persoalan keluarga yang muncul. 2. Menciptakan atmosfer Islami dalam rumah tangga, meliputi perilaku seluruh anggota keluarga, hiasan-hiasan rumah, suara-suara atau musik yang diperdengarkan di dalam rumah setiap hari, bacaan-bacaan yang tersedia, tontonantontonan keluarga, makanan-minuman yang biasa dikonsumsi, penegakan disiplin terhadap waktu-waktu sholat, dan sebagainya. Hendaknya semua harus bermuara pada bukti ketundukan kita kepada Allah 'Azza wa Jalla. 3. Mewajibkan seluruh anggota keluaga mengikuti aktivitas tarbiyah Islamiyah yang berkesinambungan, dengan sumber-sumber kajian yang shohih, dan para pembina yang memiliki kredibilitas baik secara aqidah, akhlaq, maupun pemikiranpemikirannya. 4. Membiasakan para anggota keluarga untuk berkumpul dalam waktu tertentu secara reguler, sebagai sarana evaluasi perjalanan keluarga, apakah ia masih lurus berada pada track "pengabdian kepada Allah". Selain itu pertemuan rutin keluarga itu dapat menjadi ajang sarana "taushiyah keluarga" dan sarana penguat ikatan hati seluruh anggota keluarga. 5. Mengagendakan jadwal-jadwal wisata dakwah bagi keluarga. Entah itu kunjungan ke rumah-rumah para syaikh/ulama yang sholih, maupun kunjungan ke tempattempat panti yatim, pesantren, maupun menghadiri acara-acara ke-Islaman di masjid-masjid.

Mudah-mudahan petunjuk sederhana di atas bisa kita jadikan "platform" untuk mengawali langkah pembentukan "surga dunia" yang kita cita-citakan. Surga yang kelak dari dalamnya lahir para rijal/pemuda Islam yang akan memberi nuansa yang lebih manusiawi bagi kehidupan umat manusia. Semoga ! (sulthoni)

Mending Muji Ketimbang Ngegerutu


Mungkin hati sedikit mangkel ketika mendapatkan isteri telah tertidur pulas waktu kita pulang bekerja malam hari. Padahal bayangan kita, begitu kita menjejakkan kaki di depan pintu, isteri menyambut kita dengan dandanan rapi dan wajah sumringah. Lalu dengan sigapnya dia menyediakan kita air hangat dan hidangan makan malam. Kepenatan pun hilang. Tapi bayangan indah itu buyar total, ketika menghadapi kenyataan. Isteri tak menyambut ramah dan mesra sebagaimana yang kita harapkan. Perlukah kita menyalahkah isteri, karena kita anggap dia tidak perhatian terhadap kita? Perlukah kita menggerutui atau memarahinya lantaran kelalaiannya tak menyambut suami yang lelah sehabis pulang mencari nafkah? Jawabannya tentu tergantung dari sejauh mana objektifitas penilaian kita terhadap dirinya. Kalau kita memvonisnya sebagai isteri yang tidak kompeten, seolah tak ada sisi kebaikan yang ada pada dirinya, mungkin kita akan spontan menegurnya dengan keras. Atau mungkin kita akan berikan ultimatum, bila hal ini terulang lagi kita akan jatuhkan sanksi berat kepadanya. Ekses dari penilaian kita yang terlalu prematur dan cenderung tidak fair itu, jelas sangat mengancam keutuhan bangunan rumah tangga kita. Bukan hanya celah-celah cekcok rumah tangga akan semakin menganga lebar. Tapi juga membahayakan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak-anak kita. Sebab atmosfer di dalam rumah tangga kita dapat dipastikan akan selalu panas, bergelegak, bak api dalam sekam. Namun sebaliknya, jika kita menyikapinya dengan arif dan kepala dingin, tentu bukan bahasa emosi yang akan muncul. Kebaikan-kebaikan isteri kita pasti lebih banyak ketimbang kekurangannya. Dan hanya lantaran dia terlelap tak menyambut kita saat kita pulang bekerja, pasti tidak akan kita jadikan alasan untuk menghapus kebaikan-kebaikannya yang banyak. Mungkin, justru kita akan berbalik iba pada isteri, tatkala kita pulang bekerja tapi isteri kita telah tertidur pulas. Sebab ketika kita berpikir positif, kita akan menilai tidur isteri kita saat itu dengan positif. Bahwa lantaran lelahnya isteri kita menggeluti tumpukan pekerjaan rumah tangga setiap hari, wajar jika ia tertidur pulas pada malam harinya. Itu mungkin penilaian positif kita. Jika kita memilih opsi kedua (positive thinking) terkait dengan kasus di atas, bisa dipastikan simpul ikatan rumah-tangga kita akan terpelihara dan semakin kokoh. Akan terbangun saling pengertian. Hirarki keluarga yang tumbuh dalam rumah tangga kita bukan hirarki atasan dengan bawahan. Tapi hirarki kesetaraan kepemimpinan, yakni sama-sama saling memahami, sama-sama mau belajar dari kekurangan masing-masing, dan sama-sama saling menutupi kekurangan masingmasing. Selanjutnya tanggung jawab rumah tangga akan sama-sama dipikul dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri masing-masing pasangan suami-isteri (pasutri).

Mendayunglah Kalian Hingga ke Tepian


Dimanapun engkau, Dan dalam keadaan apapun, Berusahalah dengan sungguh-sungguh Tuk menjadi seorang pencinta Tatkala cinta benar-benar tiba Dan menyelimutimu Maka selamanya kau akan menjadi seorang pencinta. (Kearifan cinta, Jalaluddin Rumi) Ketika melihat pasangan yang baru menikah, saya suka tersenyum. Bukan apa-apa, saya hanya ikut merasakan kebahagiaan yang berbinar spontan dari wajah-wajah syahdu mereka. Tangan yang saling berkaitan ketika berjalan, tatapan-tatapan penuh makna, bahkan sirat keengganan saat hendak berpisah. Seorang sahabat yang tadinya mahal tersenyum, setelah menikah senyumnya selalu saja mengembang. Ketika saya tanyakan mengapa, singkat dia berujar "Menikahlah! Nanti juga tahu sendiri". Aih... Menikah adalah sunnah terbaik dari sunnah yang baik itu yang saya baca dalam sebuah buku pernikahan. Jadi ketika seseorang menikah, sungguh ia telah menjalankan sebuah sunnah yang di sukai Nabi. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Allah hanya menyebut nabi-nabi yang menikah dalam kitab-Nya. Hal ini menunjukkan betapa Allah menunjukkan keutamaan pernikahan. Dalam firmannya,"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayang diantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kalian yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21). Menikah itu Subhanallah indah, kata Almarhum ayah saya dan hanya bisa dirasakan oleh yang sudah menjalaninya. Ketika sudah menikah, semuanya menjadi begitu jelas, alur ibadah suami dan istri. Beliau mengibaratkan ketika seseorang baru menikah dunia menjadi terang benderang, saat itu kicauan burung terdengar begitu merdu. Sepoi angin dimaknai begitu dalam, makanan yang terhidang selalu saja disantap lezat. Mendung di langit bukan masalah besar. Seolah dunia milik mereka saja, mengapa? karena semuanya dinikmati berdua. Hidup seperti seolah baru dimulai, sejarah keluarga baru saja disusun. Namun sayang tambahnya, semua itu lambat laun menguap ke angkasa membumbung atau raib ditelan dalamnya bumi. Entahlah saat itu cinta mereka berpendar ke mana. Seiring detik yang berloncatan, seolah cinta mereka juga. Banyak dari pasangan yang akhirnya tidak sampai ke tujuan, tak terhitung pasangan yang terburai kehilangan pegangan, selanjutnya perahu mereka karam sebelum sempat berlabuh di tepian. Bercerai, sebuah amalan yang diperbolehkan tapi sangat dibenci Allah. Ketika Allah menjalinkan perasaan cinta diantara suami istri, sungguh itu adalah anugerah bertubi yang harus disyukuri. Karena cinta istri kepada suami berbuah

ketaatan untuk selalu menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dan cinta suami kepada istri menetaskan keinginan melindungi dan membimbingnya sepenuh hati. Lanjutnya kemudian. Saya jadi ingat, saat itu seorang istri memarahi suaminya habis-habisan, saya yang berada di sana merasa iba melihat sang suami yang terdiam. Padahal ia baru saja pulang kantor, peluh masih membasah, kesegaran pada saat pergi sama sekali tidak nampak, kelelahan begitu lekat di wajah. Hanya karena masalah kecil, emosi istri meledak begitu hebat. Saya kira akan terjadi "perang" hingga bermaksud mengajak anak-anak main di belakang. Tapi ternyata di luar dugaan, suami malah mendaratkan sun sayang penuh mesra di kening sang istri. Istrinya yang sedang berapi-api pun padam, senyum malu-malunya mengembang kemudian dan merdu suaranya bertutur "Maafkan Mama ya Pa..". Gegas ia raih tangan suami dan mendekatkannya juga ke kening, rutinitasnya setiap kali suaminya datang. Jauh setelah kejadian itu, saya bertanya pada sang suami kenapa ia berbuat demikian. "Saya mencintainya, karena ia istri yang dianugerahkan Allah, karena ia ibu dari anak-anak. Yah karena saya mencintainya" demikian jawabannya. Ibn Qayyim Al-Jauziah seorang ulama besar, menyebutkan bahwa cinta mempunyai tanda-tanda. Pertama, ketika mereka saling mencintai maka sekali saja mereka tidak akan pernah saling mengkhianati, Mereka akan saling setia senantiasa, memberikan semua komitmen mereka. Kedua, ketika seseorang mencintai, maka dia akan mengutamakan yang dicintainya, seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga, dan seorang suami tentu saja akan mengutamakan istri dalam hal perlindungan dan nafkahnya. Mereka akan sama-sama saling mengutamakan, tidak ada yang merasa superior. Ketiga, ketika mereka saling mencintai maka sedetikpun mereka tidak akan mau berpisah, lubuk hatinya selalu saling terpaut. Meskipun secara fisik berjauhan, hati mereka seolah selalu tersambung. Ada do'a istrinya agar suami selamat dalam perjalanan dan memperoleh sukses dalam pekerjaan. Ada tengadah jemari istri kepada Allahi supaya suami selalu dalam perlindunganNya, tidak tergelincir. Juga ada ingatan suami yang sedang membanting tulang meraup nafkah halal kepada istri tercinta, sedang apakah gerangan Istrinya, lebih semangatlah ia. Saudaraku, ketika segala sesuatunya berjalan begitu rumit dalam sebuah rumah tangga, saat-saat cinta tidak lagi menggunung dan menghilang seiring persoalan yang datang silih berganti. Perkenankan saya mengingatkan lagi sebuah hadist nabi. Ada baiknya para istri dan suami menyelami bulir-bulir nasehat berharga dari Nabi Muhammad. Salah satu wasiat Rasulullah yang diucapkannya pada saat-saat terakhir kehidupannya dalam peristiwa haji wada': "Barang siapa -diantara para suamibersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa -diantara para istri- bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiah, istri fir'aun" (HR Nasa-iy dan Ibnu Majah ). Kepada saudaraku yang baru saja menggenapkan setengah dien, Tak ada salahnya juga untuk saudaraku yang sudah lama mencicipi asam garamnya pernikahan, Patrikan firman Allah dalam ingatan : "...Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami) dan kalian adalah pakaian bagi mereka..." (QS. Al-Baqarah:187)

Torehkan hadist ini dalam benak : "Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan begitu pula dengan istrinya, maka Allah memperhatikan mereka dengan penuh rahmat, manakala suaminya merengkuh telapak tangan istrinya dengan mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya" (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Alkhudzri r.a) Kepada sahabat yang baru saja membingkai sebuah keluarga, Kepada para pasutri yang usia rumah tangganya tidak lagi seumur jagung, Ingatlah ketika suami mengharapkan istri berperilaku seperti Khadijah istri Nabi, maka suami juga harus meniru perlakukan Nabi Muhammad kepada para Istrinya. Begitu juga sebaliknya. Perempuan yang paling mempesona adalah istri yang shalehah, istri yang ketika suami memandangnya pasti menyejukkan mata, ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dengan sepenuh hati dia akan mentaatinya, jua tatkala suami pergi maka dia akan amanah menjaga harta dan kehormatannya. Istri yang tidak silau dengan gemerlap dunia melainkan istri yang selalu bergegas merengkuh setiap kemilau ridha suami. Lelaki yang berpredikat lelaki terbaik adalah suami yang memuliakan istrinya. Suami yang selalu dan selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya. Suami yang menjadi qawwam istrinya. Suami yang begitu tangguh mencarikan nafkah halal untuk keluarga. Suami yang tak lelah berlemah lembut mengingatkan kesalahan istrinya. Suami yang menjadi seorang nahkoda kapal keluarga, mengarungi samudera agar selamat menuju tepian hakiki "Surga". Dia memegang teguh firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 6) Akhirnya, semuanya mudah-mudah tetap berjalan dengan semestinya. Semua berlaku sama seperti permulaan. Tidak kurang, tidak juga berlebihan. Meski riak-riak gelombang mengombang-ambing perahu yang sedang dikayuh, atau karang begitu gigih berdiri menghalangi biduk untuk sampai ketepian. Karakter suami istri demikian, Insya Allah dapat melaluinya dengan hasil baik. Sehingga setiap butir hari yang bergulir akan tetap indah, fajar di ufuk selalu saja tampak merekah. Keduanya menghiasi masa dengan kesyukuran, keduanya berbahtera dengan bekal cinta. Sama seperti syair yang digaungkan Gibran, Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir senyuman ,/i> Semoga Allah selalu menghimpunkan kalian (yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan halal pernikahan) dalam kebaikan. Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan. Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan di setiap gerak dalam keluarga. Jua Allah yang maha menetapkan, mengekalkan ikatan pernikahan tidak hanya di dunia yang serba fana tapi sampai ke sana, the real world "Akhirat". Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian. Allahumma Aamiin.

Barakallahu, untuk para pengantin muda. Mudah-mudahan saya mampu mengikuti tapak kalian yang begitu berani mengambil sebuah keputusan besar, yang begitu nyata menandakan ketaqwaan kepada Allah serta ketaatan kepada sunnah Rasul Pilihan. Mudah-mudahan jika giliran saya tiba, tak perlu lagi saya bertanya mengapa teman saya menjadi begitu murah senyum. Karena mungkin saya sudah mampu menemukan jawabannya sendiri. mahabbah12@yahoo.com

Meremas Mesra Tangan Istri


Rumah tangga. Pernahkah Anda sedikit merenung tentang kata itu? Misalnya, kenapa keluarga disebut pula dengan rumah tangga dalam bahasa Indonesia. Secara kasar, mari sama-sama kita berandai-andai mengurai. Rumah tangga, gambaran sebuah rumah yang untuk mencapainya setiap pelaku harus melewati sebuah tangga. Terkadang tangganya licin dan curam, tapi tak jarang banyak tangga yang landai dan menyenangkan. Tapi pada dasarnya, setiap anak tangga akan menguras tenaga setiap pelakunya untuk menuju rumah yang diidamkan. Berat memang menapaki satu demi satu anak tangga menuju rumah bahagia. Bosan kadang menyelinap dan menggoda, apalagi bagi pasangan yang sudah bersamasama lebih dari lima tahun lamanya. Cekcok sesekali mewarnai perjalanannya. Bahkan tak jarang ada yang gagal melanjutkan putaran roda menapaki anak tangga. Rasulullah pernah bersabda, "Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku." (HR. Tirmidzi & Ibnu Majah) Setelah beberapa lama Anda berkeluarga sudah seberapa jauh kita lupa tentang esensi hadits di atas? Esensi hadits di atas adalah perbuatan baik, manis, lembut yang membuat anggota keluarga kita menjadi lebih bahagia dari biasanya.Lama waktu yang kita tempuh dalam rumah tangga membuat kita terkadang lupa bahwa kita juga harus berbuat baik. Rutinitas dan aktivitas yang itu-itu membuat kita lupa kapan terakhir kali Anda membuat istri atau suami tertawa lepas bahagia. Terkadang kita perlu melakukan hal-hal kecil yang membuat pasangan kita berbunga hatinya. Seperti memuji dan mengatakan betapa cantik istri Anda hari ini dengan gaun warna biru, atau betapa gagah suami Anda dengan dasi warna ungu. Bukankah Rasulullah juga melakukan hal yang sama dengan menyebut istrinya, Aisyah dengan panggilan, "Ya humairoh." "Duhai si Pipi Merah." Satu hal yang tak kalah penting dari puji-pujian ringan adalah menjaga keluarga dari kebathilan. Satu kebathilan yang dilakukan istri atau suami, akan mempengaruhi perjalanan sebuah rumah tangga. Menghiasi rumah tangga kita dengan kebaikan adalah kewajiban, seperti wajibnya kita menjaga keutuhannya. Menghiasi rumah tangga dengan kebaikan memang perlu, sama perlunya dengan berhias diri menyenangkan hati suami atau istri.Terkadang, kita tidak sadar,

kerapian suami, kecantikan istri justru bukan untuk pasangannya sendiri. Suami berangkat berangkat ke tempat kerja dengan baju rapi dan bau wangi, tapi saat di rumah ia hanya mengenakan pakaian kebesaran, sarung butut dan kaos buluk. Mulai sekarang, gantilah penampilan Anda.Tak ada salahnya tubuh Anda beraroma wangi dan pakaian Anda rapi, apalagi untuk suami atau istri. Dan yang tak boleh Anda lupa adalah bersikap dan berlaku mesra. Jarak waktu yang panjang biasanya membuat kita, "pengantin lama" kehilangan kemesraannya. Ingat, kemesraan bukan milik pengantin baru saja. Apalagi Rasulullah pernah bersabda, "Suami-istri yang saling meremaskan tangan, maka berguguran dosa-dosanya." Subhanallah, sungguh indah luar biasa. Bagaimana, jika mulai hari ini Anda dan pasangan Anda menjadi "pengantin baru" kembali? Setuju...(her)

Segarkan Kembali Cinta Anda

Pernikahan, seperti juga hal yang lainnya.Mengalami masa-masa indah, tapi juga mengalami saat-saat membosankan. Tak usah merasa bersalah, jika saat ini cinta Anda pada tali pernikahan sedang mengalami masa surut. Yang perlu Anda lakukan adalah, bagaimana caranya mendatangkan gelombang pasang yang bergelora. How to say I love you Naik turun rasa cinta adalah masalah biasa. Jika Anda dan pasangan sedang berada pada titik rendah cobalah buat kejutan-kejutan yang mesra. Besok cari cara yang menurut Anda paling Indah untuk mengatakan "Aku Cinta Kamu" pada pasangan Anda. Bisa dengan lilin merah jambu seusai suami pulang kerja. Bisa dengan dinner candle light di rumah makan kecil tapi romantis. Tapi bisa juga dengan menatap matanya lama-lama sepenuh jiwa, tak harus berkata-kata. Just do it, dengan cara yang tak biasa. Mengalah yang tidak kalah Mengalah kadang menjadi hal berat yang terpaksa kita lakukan. Tapi itu tak masalah jika demi kesegaran cinta, sesekali, mengalahlah dan manjakan pasangan sehari penuh. Jika Anda suami, ambil cuti beberapa hari dari tempat kerja. Masaklah hari itu, dan service istri Anda layaknya ratu yang sedang turun ke daerah. Jika Anda istri, sesekali lepaslah kaos kaki suami dengan cinta. Rebus air hangat, rendam dan pijat kaki suami Anda. Lakukan semua dengan cinta, insya Allah gelombang pasang akan segera datang. Kembali ke masa kanak Dalam setiap diri manusia ada sifat anak-anak yang selalu mereka bawa. Anda boleh melepaskan gairah kanak-kanak saat berdua bersama pasangan tentunya. Bercanda guraulah seperti saat Anda pengantin baru. Jangan malu, si dia juga mau kok. Tapi yang wajar-wajar lho. Bersama lewati duka Konflik dan luka sering kali singgah dalam hidup rumah tangga. Ada kalanya luka itu cepat kering dan sembuh, tapi tak jarang pula luka itu tersimpan dan menjadi bom waktu. Jangan pernah pendam permasalahan Anda pada pasangan, bahkan dalam hubungan seksual. Bicarakan dengan terbuka dengan sikon yang tepat. Diskusikan semua masalah untuk mencari jalan keluarnya. Bisikkan pada telingan pasangan Anda, bahwa seribu luka akan kita hadapi dan kita kalahkan asal dengan kebersamaan.(her)

Rumahku Surgaku ...


Baiti Jannati, begitu Rasulullah mengilustrasikan kehidupan rumah tangga beliau yang penuh dengan keharmonisan, kebahagiaan, ketenangan, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Rumah tangga yang dibangun bukan atas pondasi syahwat terhadap kecantikan, harta, pangkat, jabatan serta pesona dunia lainnya. Tapi sebuah keluarga yang dibangun karena ketaatan kepada Allah. Sampai akhir zaman keluarga beliau merupakan rujukan utama bagi mereka yang mendambakan syurga dunia. Syurga dunia itu hanya dapat diwujudkan oleh pasangan laki-laki sholeh dan wanita sholehah, yang memahami betul kewajiban masing-masing untuk saling berbagi, mengokohkan kelebihan, dan menutupi segala kekurangan masing-masing. Keikhlasan kita menerima pasangan apa adanya, baik itu fisik, intelektual, ekonomi, keturunan, dan sebagainya, karena kita bukanlah Muhammad yang sempurna, Yusuf yang tampan, Umar bin Khatab yang gagah perkasa, Mushab Bin Umair yang serba kecukupan, Salman Al-farisi yang ahli strategi, Abdurahman Bin Auf yang ahli ibadah. Jangan juga bermimpi dan meninggikan diri, karena kita bukanlah Khadijah yang kaya raya, Aisyah yang cendikiawan, Fatimah yang tabah dan putri seorang pemimpin besar, Ratu Balqis yang cantik jelita, Asma binti Yazid yang kritis dan cerdas, Hafshah binti Umar yang ahli ibadah. Kita hanyalah manusia biasa, yang berusaha memadukan dua unsur menjadi sebuah kekuatan, yang dengannya kita mengharapkan keridhoan dari Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, sumber investasi abadi, serta meneguhkan langkah. Pasangan kita adalah pakaian kita. Siapapun tidak ingin pakaiannya kumuh dan lusuh, ia pasti ingin pakaiannya nyaman, tidak kebesaran, tidak pula kekecilan. Kehati-hatian saat memilih dan membelinya merupakan indikator mendapatkan pakaian yang baik. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kepada para pemuda agar lebih memprioritaskan memilih zatuddin (wanita shalihah) untuk dijadikan pendamping hidupnya. Beliau mengatakan Wanita dinikahi karena empat perkara: Karena hartanya, kecantikannya, nasabnya dan agamanya. Maka pilihlah yang beragama (shalehah) niscaya engkau akan bahagia. (HR. Muttafaqun Alaih) Begitupun kepada wanita, hendaklah ia memilih laki-laki yang baik pemahaman agamanya, yang hatinya tertaut pada rumah Allah, yang dalam pikirannya terpeta semangat memajukan Islam, mempunyai visi dan misi yang jelas dalam membangun keluarga, memiliki wibawa dihadapan istri dan anak-anaknya, memiliki tanggung jawab memberi nafkah, tidak saja batin, tapi juga lahir, termasuk di dalamnya mengajarkan ilmu. Ketika rumah tangga itu telah berlayar, tetapi dalam perjalanannya kita menemukan badai besar yang menghantam, segeralah introspeksi diri atas proses membangun kapal besar rumah tangga kita. Rumah tangga manapun termasuk rumah tangga Rasulullah pernah memiliki masalah. Cuma bedanya, masalah dalam rumah tangga Rasulullah merupakan keindahan yang memberkati. Mungkin proses terbentuknya rumah tangga kita dulunya diselimuti debu dan syahwat dunia, yang menyebabkan ridho dan barakah dari Allah sirna. Sehingga setiap perbedaan sedikit saja dan masalah kecil menjadi prahara. Istri tidak ikhlas melayani suami, suamipun coba-coba berpaling, tidak ada keterbukaan, tidak ada

kejujuran, tidak saling menghargai, tidak saling menyayangi, cinta kasih yang hanya dirajut beberapa bulan berubah jadi dendam dan angkara murka. Inilah yang dinamakan neraka dunia. Astaghfirullah, segeralah mohon ampun kepada Allah atas sisi-sisi hati yang berpaling dari petunjuk-Nya. Kekhilafan tidak melibatkan Allah dalam membuat keputusan panjang akan menyengsarakan tidak saja di dunia, tapi juga kelak diakhirat, satu sama lain akan menjadi musuh. Sebesar apapun kekhilafan kita, lautan ampun dan Maghfirah Allah seluas langit dan bumi. Segeralah menghadap pada-Nya, memohon agar kita diberikan seseorang yang dapat menentramkan hati, menjaga kehormatan diri, meneguhkan langkah, saling mengingatkan dalam ibadah. Karena tidak ada satu pun yang kita lakukan di dunia ini melainkan hanya untuk ibadah kepada Allah. Mudah-mudahan Allah memperkenankan kita mendapatkan suami yang sholeh, yang menggauli istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang, yang mengajarkan istrinya ilmu dunia dan agama. Seorang suami yang memiliki takut dan harap hanya kepada Allah, khusyuk dalam ibadah, giat mencari nafkah, bertanggung jawab terhadap keselamatan istri dan anak-anaknya baik di dunia maupun di akhirat. Mudah-mudahan kita diberikan seorang istri yang taat beribadah, halus dan lembut, terhormat dengan hijab yang menjaga dirinya, yang dalam dirinya berkumpul kebaikan, terdidik dengan tarbiyah islamiyah, ridho melayani suaminya kapanpun, mendidik anak-anaknya secara islami, yang menjadikan keluarga sebagai jembatan menggapai ridho Allah. Rumahku Syurgaku merupakan keinginan setiap insan. Untuk mendapatkannya, jadikanlah keluarga Rasulullah sebagai rujukan utama. Keluarga tersebut telah membuktikan kepada dunia hingga akhir zaman, bahwa tidak ada kebahagiaan dan ketentraman yang melebihi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yang terdiri dari laki-laki yang sholeh dan wanita yang sholehah, yang menjadikan Islam sebagai sumber kekuatannya. (Yesi Elsandra. Untuk wanita sholehah, kau adalah bunga terpelihara)

Kiat Sukses Menjadi Suami Sholeh


Jika ada seorang istri yang sholehah yang selalu memperhatikan, melayani suami dengan segala kebaikan. Ia juga selalu menuruti segala perintah dan memenuhi keinginan sang suami dengan kepatuhan yang sempurna. Menjaga ibadahnya dan selalu mengingatkan suami untuk berlomba mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia menjadi istri yang manis dan selalu hangat disamping suaminya, serta menjadi teman perjalanan yang menyenangkan. Tidak banyak menuntut dan menerima dengan rasa syukur apapun dan seberapapun rezeki yang didapat suami. Bukankah tidak ada alasan lagi bagi sang suami untuk tidak membalasnya dengan menjadi suami yang sholeh, penuh perhatian dan kasih sayang. Demikian beberapa kiat untuk menjadi suami yang sukses: 1. Berdandanlah untuk istri anda, selalu bersih dan wangi. Sesering apakah kita tampil didepan istri dengan pakaian ala kadarnya? Sama halnya dengan suami yang menginginkan istrinya kelihatan manis untuknya, setiap

istri juga menginginkan suaminya berdandan untuknya. Sebagai contoh, ingat, bahwa Rasulullah saw selalu menggosok giginya terlebih dulu sebelum menemui istrinya setelah bepergian. Beliau juga selalu menyukai senyum yang paling manis. 2. Panggillah istri anda dengan nama yang cantik. Rasulullah saw mempunyai nama panggilan untuk istri-istrinya yang sangat mereka sukai. Panggillah istri anda dengan nama yang paling indah baginya dan hindari menggunakan nama-nama yang menyakitkan perasaan mereka. 3. Jangan memperlakukan seorang istri seperti lalat. Kita tidak pernah menghiraukan seekor lalat di dalam kehidupan kita sehari-hari, tahu-tahu dia menjadi penyakit buat kita. Sama halnya seorang istri yang berbuat baik sepanjang hari, jika tidak pernah mendapat perhatian dari suaminya, maka dia juga akan memperlakukan suaminya bagai sebuah penyakit. Jangan sekali-kali perlakukan dia seperti ini; kenali semua kebaikan yang dia lakukan dan pusatkan perhatian padanya. 4. Jika anda melihat kesalahan dari istri anda, cobalah untuk diam dan tidak berkomentar apa pun! Ini adalah cara Rasulullah saw yang biasa dilakukan saat beliau melihat sesuatu yang tidak pantas dilakukan istri-istrinya (radhiyallahu anhuma). Ini adalah teknik bagi seorang Muslim sebagai kepala rumah tangga. 5. Tersenyum untuk istri anda kapan saja anda melihatnya dan memeluknya sesering mungkin. Senyuman adalah shadaqah dan istri anda termasuk ummat muslim juga. Bayangkan hidup dengannya dengan senyum yang selalu tersungging. Ingatlah, sunnah juga menerangkan bahwa Rasulullah saw selalu mencium istrinya sebelum pergi sholat ke masjid, bahkan saat beliau sedang berpuasa. 6. Berterima-kasihlah untuk semua yang dia lakukan untuk anda. Sekecil apapun yang istri anda lakukan buat anda, jangan sekali-kali menganggapnya sebagai hal sepele. Berterima kasihlah, karena ucapan terima kasih anda sungguh berarti bagi istri anda dan akan terukir indah dihatinya. Ambil contoh, ucapkan terima kasih untuk ketika usai makan malam yang dia sediakan. Juga untuk kebersihan rumah dan selusin pekerjaan yang lainnya. 7. Mintalah padanya untuk menulis sepuluh perbuatan terakhir yang telah anda lakukan untuknya yang membuat dia senang. Kemudian pergi dan lakukan itu kembali. Mungkin agak sulit untuk mengenali apa yang membuat istri anda senang. Anda tidak perlu untuk bermain tebak-tebakkan, tanyakan padanya dan kerjakan secara berulang-ulang selama hidup anda. 8. Jangan mengecilkan keinginannya. Hiburlan dia. Kadang-kadang seorang suami perlu mengabulkan permintaan istrinya. Rasulullah saw memberikan contoh buat kita dalam sebuah kejadian ketika Safiyyah radhiyallahu anha menangis karena dia (Safiyyah) berkata bahwa beliau (Rasulullah) memberikan sebuah unta yang lamban. Rasulullah pun menyapu air matanya, menghiburnya, dan membawakannya sebuah unta yang lain.

9. Penuh humor dan bermain-mainlah dengan istri anda. Lihatlah betapa Rasulullah saw pernah bertanding lari dengan istrinya Aisyah radhiyallahu anha di sebuah padang, dan membiarkan Aisyah memenangkannya. Kapan saat terakhir kita melakukan hal seperti itu? 10. Ingatlah selalu sabda Rasulullah SAW: Yang terbaik di antara kalian adalah yang memperlakukan keluarganya dengan baik. Dan aku adalah yang terbaik memperlakukan keluargaku. Cobalah jadi yang terbaik. Sebagai kata akhir: Jangan pernah lupa berdo'a kepada Allah Azza wa Jalla, agar membuat pernikahan anda bahagia. (Bayu/Muhammad al Syarif/IslamWay.com)

Lima Asas Keluarga Penyayang

Sesuatu yang nyata dan pasti bahwa kerukunan diantara keluarga adalah sangat penting dalam mewujudkan satu cara hidup bermasyarakat murni dan bahagia. Islam sebagai sebuah agama suci menekankan secara sungguh-sungguh untuk melahirkan sebuah keluarga penyayang. Karena berangkat dari konsep sebuah keluarga penyayang itulah nanti akan terbentuk sebuah masyarakat dan negara yang kokoh, mantap dan sejahtera. Ada lima asas penting yang mesti dibangun guna membentuk keluarga penyayang, yaitu: Kasih sayang antara suami dan istri Undang-undang Islam melarang dengan tegas pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Karena pergaulan yang demikian lebih banyak membawa mudharatnya. Melalui pergaulan bebas yang tidak diikat dengan ijab kabul (pernikahan) sudah tentu akan melahirkan bentuk kasih sayang yang hanya bersandar kepada pengaruh hawa nafsu semata. Hasil dari keadaan itulah yang akan menjerumuskan ke arah perzinahan, hamil diluar nikah, pengguguran kandungan serta pembuangan anak seperti yang banyak terjadi dalam masyarakat kita kini. Islam menggariskan ketetapan bahwa unsur kekeluargaan yang murni sewajarnya bertolak dari pernikahan yang sah. Agar supaya jalinan kasih sayang antara suami dan istri dapat dilakukan dengan bersih dan berakhlaq. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ar-Ruum, ayat 21: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang." Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad saw bersabda: "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang solehah." Dalam sebuah hadis lain, Nabi Muhammad saw bersabda: "Orang mulia antara kamu adalah mereka yang berlaku baik kepada keluarganya, sebab aku sendiri pun berlaku paling baik terhadap keluargaku sendiri." Kasih sayang antara ibu bapak dengan anak Dari pernikahan antara suami/istri sudah tentu nantinya akan lahir keturunan, yang mana anak adalah amanah dari Allah yang perlu dididik dengan sempurna seperti yang diterangkan dalam dua hadist. Sabda Nabi Muhammad saw: "Wajib atas kamu memberi nafkah kepada mereka dan pakaian mereka yang munasabah" dan

"Seseorang itu akan berdosa dengan sebab dia mensia-siakan mereka yang menjadi tanggungannya." Jika dibanding anak-anak yang lahir di luar nikah yang terbengkalai dan tersisih, anak yang lahir dari hubungan suami istri yang halal akan mempunyai tempat bergantung. Maka kepada kedua ayah dan ibu diletakkan tanggungjawab memberikan pendidikan, asuhan, kasih sayang sempurna. Sabda Nabi Muhammad saw: "Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua ibu bapanya yang bertanggungjawab menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi." Berkaitan dengan hadits diatas, firman Allah SWT dalam surah At-Tahrim, ayat 6 menegaskan pula: "Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari azab api neraka." Kasih sayang antara anak dengan ibu bapak Sebagaimana ibu dan bapak memberikan kasih sayangnya kepada anak-anak, demikianlah juga Islam menganjurkan supaya anak-anak ikut memberikan kasih sayang mereka terhadap kedua ibu bapak mereka. Dari apa yang selalu kita dengar, 'sesungguhnya syurga itu terletak di bawah telapak kaki ibu'. Dengan menyayangi dan mengasihi ibu bapak, disamping mematuhi segala perintah dan nasihat keduanya, berkata-kata dengan mereka pun perlu menggunakan bahasa yang lemah lembut serta beradab, tidak menyinggung perasaan mereka dengan perkataan bernada kebencian, kasar dan menyakitkan. Sebaiknya seorang anak menunjukkan bukti kesyukuran dan rasa terima kasih terhadap jasa kedua orang tuanya yang sudah bersusah payah mendidik dan membesarkannya. Islam menegaskan, salah satu dosa besar ialah durhaka kepada kedua ibu bapa. Dalam surat An-Nisa, ayat 36 Allah berfirman: "Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukannya serta kepada kedua ibu bapak hendaklah kamu berbuat baik." Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw bersabda: "Keridhaan Allah bergantung kepada keridhaan ibu bapak, maka kemurkaan Allah juga bergantung kepada kemurkaan ibu bapak. Barang siapa yang setiap hari berbuat baik terhadap ibu bapak tetapi mengingkari Aku, maka Aku masih ridha kepadanya, namun siapa yang setiap hari meridhai Aku tetapi sebaliknya mendurhakai kedua ibu bapaknya, maka niscaya Aku murka kepadanya." Betapa tingginya nilai keberkatan kasih sayang seseorang anak terhadap ibu bapaknya sudah diterangkan oleh Islam melalui sebuah hadis yang sudah kerap kali kita dengar yaitu: "Apabila mati seseorang Muslim, maka terputuslah hubungannya kecuali tiga perkara yang bisa menyelamatkannya yaitu amal sholeh, shodaqoh dan do'a anak yang sholeh." Kasih sayang terhadap saudara dan tetangga Islam senantiasa menganjurkan supaya umatnya menjalin hubungan kasih sayang, silaturahim dan saling memberi satu sama lainnya. Kasih sayang itu bukan sekedar perlu dipupuk antara suami dan istri, ibu bapak dan anak serta anak dan ibu bapak saja, tetapi silaturahim terhadap saudara yang lain termasuk tetangga juga sangat digalakkan oleh Islam karena hasil dari ikatan kemesraan itu nanti akan menumbuhkan kekuatan ummat yang padu.

Ini jelas disebutkan oleh Nabi Muhammad saw dalam hadist yang berbunyi: "Tidak sempurna iman seseorang sehingga dia mencintai saudara serta tetangganya sama seperti dia mencintai dirinya sendiri." Selain itu Nabi Muhammad saw juga bersabda: "Mereka yang baik diantara kamu ialah Muslim yang menyelamatkan Muslim lain dari perbuatan jahat oleh lidah dan tangannya." Kasih sayang yang dianjurkan Islam juga terbukti dengan amalan yang mewajibkan kita menunaikan zakat, infaq dan shodaqoh. Karena dengan amalan-amalan tersebut, mereka yang berkecukupan akan dapat membantu golongan orang miskin dan dhaif. Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad saw bersabda: "Tidaklah sempurna iman seseorang Muslim jika ia bahagia dan merasa kenyang tetapi di sebelah rumahnya ada tetangganya yang sedih dan lapar." Dan dalam sebuah hadis yang lain Nabi Muhammad saw bersabda: "Amat besar pahala yang akan diberikan kepada seorang Muslim yang apabila aroma masakannya tercium oleh tetangga sebelahnya lalu dia bergegas untuk menyedekahkannya semangkuk." Kasih sayang terhadap masyarakat dan manusia Kasih sayang terhadap masyarakat dan seluruh manusia juga digalakkan oleh Islam. Untuk menjamin kerukunan hidup bermasyarakat, Islam juga mencegah kita berbuat kerusakan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Oleh karena itu Islam melarang kita mengumpat, berkata-kata bohong, fitnah, hasad dan dengki sesama manusia, menjatuhkan martabat orang lain, mencuri, merampok, menganiaya sesama manusia serta membunuh. Sehingga, karena terlalu besar nilai penyayang dan kecintaan Islam terhadap hubungan baik sesama masyarakat manusia, maka memberikan senyuman dan mengucapkan salam kepada orang lain serta tolong-menolong kepada sesama akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah. (Zahari Hasib)

Hati-Hati! Kurang Mesra Bisa Bawa Petaka


Cinta selalu memainkan peran sentral dalam kehidupan setiap makhluk. Siapa bisa menolak pernyataan itu? Ambil contoh sederhana misalnya. Seekor induk ayam tak mungkin mau mengerami telurnya berlama-lama tanpa makan dan minum, kalau saja ia tak cinta pada calon anak-anaknya. Macan pasti sudah memangsa anakanaknya, jika saja binatang buas itu tak cinta pada turunannya. Atas dasar cinta kepada manusia jualah, Allah menciptakan manusia berpasangpasangan. Agar keduanya saling mencurahkan kasih-sayang dan mendapatkan ketenteraman berkeluarga karenanya (cinta dan kasih-sayang). "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untuk kamu isteriisteri dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang berfikir." (QS 30:21) Tak bisa dipungkiri, cinta menjadi pengokoh ikatan keluarga, ikatan suami isteri,

bahkan ikatan sosial dan bangsa. Sepanjang sejarah, kita tidak pernah mendapatkan suatu masyarakat atau bangsa menjadi kokoh tanpa ada rasa cinta sesamanya. Cinta menjadi ikatan sejati yang selalu melahirkan kekuatan dan daya tarung yang tinggi. Dalam konteks kehidupan rumah tangga, suami yang mencintai isteri akan membuat isteri tenang melakoni tugas-tugasnya sebagai isteri dan ibu rumah tangga. Betapapun rutinitas tugas-tugas itu sangat mekanis dan terkesan membosankan. Tapi apabila didasari cinta yang tulus antara keduanya, hati para isteri/ibu terasa plong mengerjakannya. Namun apakah cinta seorang isteri bisa tumbuh dan langgeng hanya karena dicukupi kebutuhan materi dan psikisnya semata? Dengan memberinya barang-barang yang dibutuhkan serta memberikan atensi dan pujian terhadap prestasi pekerjaan rumah tangganya. Tanpa belaian cinta-kasih seorang suami? Jangan dulu kita merasa telah memberikan cinta yang utuh jika care kita baru sebatas itu. Ada satu aspek penting lain sebagai faktor penentu tumbuhnya cinta dan ketenangan hati seorang isteri. Faktor itu adalah aspek kecukupan biologis (kemesraan). Aspek terakhir ini, sesungguhnya juga sangat ditekankan Nabi SAW pada kita agar isteri kita merasakan kepuasan dan ketenangan bathin. Mesra ketika berkumpul bersama seluruh anggota keluarga, dan mesra ketika kita berdua dengan isteri, seyogyanya harus berjalan beriringan. Kemesraan hubungan keluarga dan kemesraan hubungan suami-isteri sesungguhnya satu mata rantai yang tidak bisa dipecah. Ibarat gula dengan rasa manisnya, atau garam dengan rasa asinnya. Sebagai contoh sederhana, bila kita biasa mencium kening anak-anak kita. Kenapa hal itu tidak kita lakukan kepada isteri kita? Bila kita bisa mengatakan pada anak kita, "Mia, papa sayang deh sama Mia!" Kenapa kita tidak berani mengatakannnya kepada isteri kita, "Dinda, abang sungguh cinta pada Dinda!" Ungkapan-ungkapan cinta yang sering diperagakan oleh pasangan suami-isteri (pasutri) di Barat seperti "I love you", sesungguhnya Islam mengajarkan ungkapanungkapan yang jauh lebih mesra dari itu. Rosul mulia bahkan selalu menyapa isterinya Aisyah r.a dengan panggilan"Ya Humairo...!" (Wahai Si Pipi Merah). Sehingga kemesraan yang ingin dibangun Islam dalam kehidupan rumah tangga Muslim, bukanlah kemesraan sesaat. Tapi kemesraan yang tak lapuk oleh hujan, dan tak lekang oleh panas, alias kemesraan yang tidak kenal usia dan momentum. Orang boleh tercengang manyaksikan meriahnya pesta-pesta kawin perak atau kawin emas beberapa pasutri. Tapi kita tidak tahu secara rinci bagaimana mesranya hubungan mereka dalam kehidupan rumah tangga. Padahal Rasul menekankan agar kita selalu bermesraan dengan isteri dalam usia dan momentum apapun. Di tengahtengah keluarga ketika dalam keadaan santai, kita harus mesra dengan isteri dan anak. Di dapur kita harus juga mesra dengan isteri. Bukankah Rasul mulia selalu membantu pekerjaan rumah tangga (dapur) isterinya dengan mesra dan romantis? Memerah susu, menambal baju, menumbuk gandum, menjahit sendal, dan lain sebagainya. Saat bepergian kita pun seyogyanya kudu mesra dengan isteri. Apalagi bila sampai pada tahap hubungan privasi suami-isteri, sudah sepatutnya kita melayani isteri

semesra dan seromantis mungkin. Pasal terakhir ini jangan dianggap remeh. Sebab meremehkan kemesraan hubungan dengan isteri, boleh jadi menimbulkan kebosanan dan berujung pada petaka yang tak kita inginkan. Dalam salah satu haditsnya Nabi SAW berpesan; "Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi isterinya, hendaklah keduanya menutupi (tubuhnya). Janganlah keduanya bertelanjang seperti senggamanya dua ekor keledai. Dan hendaklah ia mengawalinya dengan kata-kata rayuan dan ciuman." (HR Ibnu Majah) Kemesraan di tempat tidur? Kenapa tidak! Justru Alquran maupun Hadits banyak mengisyaratkan pasal hubungan istimewa itu. Jangan dikira karena sifatnya yang sangat istimewa, ia tabu untuk diperbincangkan, sehingga orang hanya tahu lewat rekaan belaka. Padahal untuk membangun kemesraan kehidupan suami-isteri, teknis hubungan istimewa inipun diizinkan untuk dilakukan berdasarkan selera dan untuk mencapai kepuasan masing-masing. Tentu saja hal itu boleh dilakukan selama tidak melanggar prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Islam. Alquran mengisyaratkan hal itu; "Isteri-isterimu bagaikan ladang-ladang kamu. Karena itu, datangilah ladang-ladang kamu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan takutlah kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya kamu akan bertemu Allah, dan berilah kabar gembira (hai Muhammad) orang-orang Mukmin." (Q.S 2 : 223) Ketika menafsirkan ayat di atas Syaikh Ahmad Musthafa Al Maraghi, dalam kitab tafsirnya yang terkenal menjelaskan arti al-hartsu dan annaasyi'tum dalam ayat di atas sebagai berikut; Al-hartsu artinya tempat menaburkan benih atau tanah tempat bercocok tanam. Istri diumpamakan dengan ladang sebab dalam rahim istri itu tempat tumbuh anak (sumber keturunan) seperti tanah untuk menanam atau menebar benih. Annaasyi'tum artinya sekehendak kamu (sebagaimana keinginanmu dalam cara bersenggama), boleh dengan cara berdiri, duduk, dan berbaring; boleh dari depan dan dari belakang, asal sasaran yang dituju adalah tempat menanam yaitu vagina. Diriwayatkan, bahwa latar belakang turunnya ayat di atas berkaitan dengan orangorang Yahudi pada masa Rasulullah SAW. Mereka berpendapat apabila seorang suami menggauli isterinya dari belakang, niscaya anaknya akan lahir cacat; matanya akan menjadi juling. Orang-orang Anshar di Madinah kemudian mengikuti pendapat kaum Yahudi tersebut. Turunlah surat Al-Baqarah ayat 223 yang mematahkan prasangka orang-orang Yahudi itu. Dengan demikian praktek hubungan istimewa suami-isteri, dengan berbagai posisi asal tidak ditujukan pada dubur isteri hukumnya halal. Jika saja pertimbangan pilihan gaya berhubungan itu untuk menumbuhkan kemesraan dan kepuasan suamiisteri. Rasulullah juga menegaskan, "Dari belakang atau dari depan (tidak apa-apa), asalkan pada vagina." (HR Muslim dan Abu Dawud) Jangan anggap remeh aspek yang satu ini. Boleh jadi isteri merasa bosan lantaran tidak tumbuh nuansa kemesraan di dalam rumah tangga. Maklum saja. Bukankah isteri kita juga seorang manusia yang pasti mengalami masa-masa kejenuhan menghadapi tugas-tugas rutin rumah tangga yang tak ada habis-habisnya itu? Insya Allah kemesraan kita bisa menghilangkan rasa kebosanan itu.

Ayo bermesra-mesralah dengan isteri sekarang juga. Agar isteri tidak merasakan kebosanan berada di rumah. Agar anak-anak merasakan kebahagiaan. Agar api cinta seluruh anggota keluarga menjadi terus teraaaang dan terang teruuusss...! (sultoni)

(Selalu) Hangatkan Cinta Anda

Mahligai cinta yang membingkai rumah tangga sepasang suami istri tak selamanya mampu dipertahankan keindahannya. Ia bukan sesuatu yang tak lekang dimakan waktu dan juga tak pudar terkikis dinamika kehidupan. Namun bukan tak mungkin keindahan itu menjadi abadi selamanya, tak terputus oleh perubahan masa dan bahkan tak terhenti oleh perpisahan yang tak mungkin dicegah kejadiannya. Cinta bukanlah sekedar mencium kening pasangan anda setiap pagi atau menjelang tidur, juga tak sebatas kehangatan malam yang diisi dengan riang canda kemesraan. Tidak juga hanya dengan menghadiahkan sesuatu bila dia ulang tahun. Tetapi, cinta lebih dari suatu komitmen yang membutuhkan pemikiran agar selalu bersemi diantara anda. Berapapun usia pernikahan anda, bukan alasan untuk tidak senantiasa memberikan manisnya cinta terhadap pasangan anda atau membiarkan kehambaran mentaburi hari-hari anda bersamanya. Seiring waktu yang berjalan, sebanyak buah hati yang semakin besar, seharusnya juga semakin bertambah kehangatan cinta diantara sepasang suami istri, meski tidak jarang hidupnya hanya sebatas menikmati masamasa tua. Karena justru, totalitas cinta anda kepada pasangan anda dimasa-masa tua akan semakin membuat pasangan anda tersenyum bangga (hingga ke dalam hati) bahwa ia tak pernah salah menjadikan anda pasangan hidupnya. Berpasangan engkau telah diciptakan, dan selamanya engkau akan berpasangan. Begitulah sebagian jawaban sang Guru atas pertanyaan seorang aulia, Al Mitra, tentang perkawinan, seperti dituturkan penyair asal Libanon, Khalil Gibran dalam Sang Nabi. Hidup diyakini semakin punya warna dengan memiliki pasangan. Bukankah Allah telah mengumpulkan yang terserak untuk berpasang-pasangan? Yang dituliskan Gibran bisa sangat tepat, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah keadaan pasangan itu setelah perjalanan yang begitu banyak melalui riak, gelombang, onak dan duri, Masihkah komitmen dan pengorbanan yang diberikan seseorang terhadap pasangannya sama dengan yang pernah diberikannya saat pertama kali cinta bersemi, atau saat awal menapaki rumah tangga, dan berjanji saling setia. Masihkah kelembutan yang dulu dicurahkan dalam belaian-belaian kasih sayang, sama hangatnya dengan sentuhan pertama kali seorang kekasih terhadap disahkan sebagai pasangannya. Jawabannya tentu ada pada bagaimana seseorang itu menempatkan cinta agar senantiasa bersemi, berapapun usia pernikahan mereka. Untuk itu perlu kiranya suatu pemikiran yang berkesinambungan dibangun oleh setiap pasangan tentang bagaimana caranya agar kehangatan cinta tetap melingkari setiap fase perjalanan rumah tangga, agar kelembutan kasih sayang menjadi dasar setiap gerak langkah bersama menuju kebahagiaan dan kedamaian kedamaian. Tidak berlebihan pula jika berharap cinta itu menjadi satu cinta yang tak terpisahkan.

Berikut beberapa tips untuk mempertahankan kehangatan cinta: 1. Menempatkan cinta kepada Allah diatas segala cinta terhadap apapun. Dan senantiasa meningkatkan cinta itu, karena Allah-lah yang Maha menganugerahkan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Nya (QS. Al-Maidah:54). Maka ajaklah pasangan (dan seluruh anggota keluarga) untuk semakin mendekatkan diri padaNya, misalnya dengan membaca doa Al Masurat bersama setelah qiyamullail. 2. Senantiasa berdoa kepada Allah agar ditetapkan dalam keshalihan, yang karenanya rahmat, kasih sayang dan kedamaian tetap tercurahkan. 3. Ciptakan komunikasi yang selaras, berkesinambungan, mesra dengan mengkedepankan kaidah-kaidah berkomunikasi seperti, kata-kata yang benar, lemah lembut, mulia dan juga tidak melupakan aspek ketegasan sikap. Komunikasi yang demikian tentu menutup rapat celah-celah kecurigaan dan saling tidak percaya antar sesama. 4. Jadikan kamar/tempat pembaringan adalah tempat dimana segala curahan hati bisa tumpah namun tetap dalam koridor kehangatan dan kemesraan. Sehingga dalam kondisi apapun, semua masalah tetap bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, dari sekedar lupa cium kening pagi ini, masalah uang belanja sampai soal perkelahian anak-anak tadi siang dengan teman bermainnya. 5. Gunakan waktu secara efektif dan efisien. Jangan sekali-kali menggunakan waktu keluarga (hari libur misalnya) untuk pekerjaan atau hal-hal yang mengganggu waktu keluarga. Karena dengan apapun anda mencoba membayarnya, kerugian yang diderita pasangan anda tidak akan pernah bisa terbayarkan, meskipun anda menggandakan kualitasnya pada hari libur berikutnya. 6. Cerahkan hari-hari dengan variasi, fantasi dan warna-warni yang anda ciptakan khusus untuk pasangan anda. Letak aksesoris kamar yang berubah-ubah (terutama yang ringan-ringan), atau warna sprei dan aroma kamar yang menyegarkan. Itu didalam rumah, untuk aktifitas di luar rumah, biasakan secara rutin untuk sekedar jalan pagi bersama di hari minggu (libur) atau jika ada rezeki, sempatkan untuk berekreasi (tamasya). 7. Ciptakan juga hal-hal baru yang menceriakan hari bersamanya, misalnya dengan mencuci pakaian bersama, atau kerjabakti membersihkan rumah dihari libur. Cipratan air dan saling melempar lap pel dalam bingkai canda (dijamin) akan mampu meluluhkan kebekuan atau bongkah konflik yang mungkin saja (berpotensi) tumbuh tanpa disadari, mungkin tidak didiri anda tapi pasangan anda? 8. Jadikan setiap cobaan dan konflik yang ada sebagai bagian dari dinamika cinta, bukankah cinta itu tak selamanya berwarna indah? Bahwa didalamnya juga bisa dirasakan pahitnya perjalanan yang dilakukan bersama, hal itu akan menyadarkan kita bahwa juga hidup akan selalu menampakkan warna-warni yang berbeda, bisa disukai bisa tidak, namun tetap harus dijalani. Ini seperti sepasang kekasih yang baru menikah, seringkali hanya menangkap sisi-sisi indah kehidupan tanpa peduli cobaan yang siap (pasti) menanti. 9. Tak salahnya mengenang selalu saat-saat indah bersama pasangan anda, kapanpun dan dimanapun, sendiri maupun berdua. Niscaya, hal itu akan semakin membuat anda bangga terhadap pasangan anda itu. Atau setidaknya mampu

memaksa anda mengikhlaskan kesalahan yang pernah dibuat pasangan anda. 10. Mengingat-ingat kelebihan dan keistimewaan yang ada pada pasangan dan meminimalisir ingatan akan kesalahan dan keburukan yang mungkin (pernah) ada padanya. Insya Allah, indahnya cinta yang dulu bersemi pertama kali tetap anda rasakan saat ini, terlebih ditambah oleh ribuan kehangatan yang tercurah dari buah hati yang teramat mencintai anda berdua. Wallahu alam bishshowab (Abi Hufha)

Bayangkanlah Bila Aku Tak Setia

Bayangkanlah bila aku tak setia Seketika wajah istriku memerah ketika pernyataan itu kuungkapkan tadi malam. Ada getar kemarahan yang siap menyemburat dari rona wajahnya, namun ia masih mencoba menahannya. Belum selesai tarikan nafasnya yang kesekian setelah pernyataan itu, ia langsung membalikkan badannya memunggungi aku. Aku tersenyum, berhasil pikirku. Ya, aku berhasil membuatnya semakin sayang kepadaku. Anda bisa saja melakukan hal yang sama (jika berani) untuk membuat sayang dan cinta pasangan Anda tetap bergelora sepanjang masa. Memang, pernyataan itu bisa berimplikasi ketika Anda tak segera mengklarifikasinya. Seperti kejadian malam itu, setelah berbalik dan memunggungi, aku biarkan ia melakukan hal itu selama ia mau. Karena aku tahu, di benaknya terngiang-ngiang kata-kata: bayangkanlah bila aku tak setia dan dimatanya, hanya diriku yang singgah disana. Dan itu terbukti, setelah beberapa saat kupikir ia tidur dan bersikap masa bodoh dengan ungkapanku yang aneh itu, ternyata ia tidak bisa memejamkan mata dan terus memikirkan kata-kata itu. Dik , abangkan cuma bilang, bayangkan dan itu belum tentu terjadi. Abang belum melanjutkan pernyataan berikutnya Dan benar, selang satu jam dari pernyataan pertama, aku ucapkan pernyataan kedua, Bayangkanlah dik, bila Abang mendahului adik menghadap Allah. Serta merta ia berbalik dan memelukku erat, beberapa tetes air bening keluar dari sudut matanya yang cantik. Maaf, aku tidak bisa menceritakan kepada Anda tentang kehangatan cinta dan sayang malam itu, jika Anda tak melakukannya sendiri. Yang jelas, aku berhasil melakukan satu terapi yang tepat untuk tetap membuat istriku sayang dan cinta kepadaku. Bagaimana dan mengapa hubungan dapat berlangsung dan dapat gagal? Secara sederhana dapat dijelaskan, Anda tidak dapat menghargai apa yang Anda anggap sebagai sesuatu yang memang sudah semestinya Anda miliki. Inilah sebabnya mengapa orang-orang tidak merasa berbahagia dengan kehidupan yang mereka miliki. Mereka selalu menginginkan lebih banyak tapi tidak pernah bersyukur terhadap apa yang mereka miliki. Dan apabila Anda tidak mensyukuri apa yang Anda miliki, Anda akan mulai beranggapan bahwa hal itu memang sudah semestinya Anda miliki. Apabila Anda memiliki anggapan yang demikian, maka Anda tidak lagi menganggap berharga apa yang Anda miliki. Dan apabila Anda tidak menganggap berharga apa yang Anda miliki, Anda tidak dapat menikmati apa yang Anda miliki. Hal yang sama juga berlaku dalam setiap hubungan. Dalam hal ini, bagi Anda pasangan suami istri, apabila pasangan Anda menganggap Anda sebagai orang yang memang sudah semestinya ada, maka dia tidak akan menganggap Anda sebagai orang yang berharga dan dia akan mulai mencari orang lain. Contoh sederhana, misalkan saja Anda pergi ke dokter, dan dokter mengatakan bahwa Anda akan

kehilangan pendengaran, barangkali Anda akan segera menyadari bahwa suara indah istri Anda tak akan pernah lagi terdengar. Itu baru pendengaran, bayangkanlah jika tidak sekedar pendengaran yang hilang, misalnya, penglihatan atau bahkan pasangan Anda pergi untuk selamanya. Ada sebuah pesan Nabi agar kita senantiasa mengingat 5 hal sebelum datangnya 5 hal yang lain, yakni sehat sebelum datangnya sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, waktu lapang sebelum kesempitan tiba dan hidup sebelum mati. Pesan Nabi itu senantiasa mengingatkan kita bahwa rasa bersyukur kita akan muncul ketika diingatkan bahwa apa yang kita anggap sebagai sesuatu yang sudah semetinya kita miliki itu sesungguhnya belum tentu kita miliki (selamanya). Anda tidak bisa menganggap sesuatu yang sudah Anda miliki saat ini sebagai hal yang tidak mungkin terpisah dari Anda, karena setiap saat, semua yang Anda miliki itu dapat saja hilang dan berpisah. Anda pernah cemburu? Atau pasangan Anda cemburu? Jangan khawatir, karena itu justru akan semakin mengeratkan hubungan Anda. Apabila Anda atau pasangan Anda sedikit mengkhawatirkan hubungan Anda, ini artinya bahwa di dalamnya ada unsur keraguan, sehingga kekhawatiran ini tidak akan menghilangkan keangkuhan dan tidak bersyukur. Untuk itu, Anda perlu menciptakan unsur ketidakpastian agar Anda tidak kehilangan kasih sayang untuk lebih mengeratkan hubungan. Tanpa adanya unsur keraguan akan muncul perasaan bahwa Anda akan selalu ada. Apabila perasaan seperti ini muncul, maka pasangan Anda tidak akan lagi menganggap bahwa Anda orang yang luar biasa, sehingga hilanglah penghargaannya kepada Anda. Jika pasangan Anda sudah menganggap bahwa Anda memang sudah semestinya ada, padamlah perasaan kasih sayang. Tapi jangan takut, dalam waktu sedetik Anda dapat menghidupkan kembali perasaan sayang dan hubungan akan (semakin) menjadi erat dengan cara memperkenalkan unsur keraguan. Satu kesalahan yang sering kita lakukan dan sangat disayangkan, ketika kita merasa tidak aman terhadap sebuah hubungan, kita justru lebih memperparahnya dengan menegaskan bahwa Anda selamanya miliknya, sehingga hilanglah unsur keraguan yang menyadarkan bahwa Anda tidak selalu mesti ada. Sepintas sih, setiap pasangan yang diberi kata-kata penegasan, bahwa Anda miliknya selamanya, akan tersenyum. Padahal kalau mau direnungi lagi, hal itu jelas merupakan kesalahan yang lumayan fatal. Inilah fakta tentang karakter manusia. Jadi, jika ingin terus disayang dan dicinta, ingatkanlah selalu pasangan Anda agar senantiasa menganggap bahwa setiap saat dia bisa saja berpisah dan kehilangan Anda. Berani mencoba? Hmmm (Bayu Gautama, sumber tulisan: David J Lieberman, Get Anyone To Do Anything)

Anda mungkin juga menyukai