1. Gangguan kulit
a. Pruritus menyeluruh
b. Eksema
c. Hiperhidrosis
a. Asma Bronkial
Asma bronkial merupakan penyakit stres yang dapat dipicu oleh berbagai
stresor. Stresor psikososial, bekerja melalui sistem saraf pusat sebagai faktor
pemicu, menyebabkan gangguan pada sistem saraf otonom, sistem endokrin, dan
sistem kekebalan tubuh, serta mempengaruhi timbulnya dan proses asma.. Stimuli
emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila
sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang. Pengobatan pada
pasien asmat harus melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan
stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja sistem saraf
vegetatif dengan obat-obatan.
b. Sindrom Hiperventilasi
Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nerveous (freud), pseudo asma,
distonia pulmonal (hochrein). Gambaran klinis berupa:
a. Biasanya berdurasi beberapa menit
b. Hampir selalu berulang dalam situasi stres emosional atau fisik yang hebat
biasanya bagian dari disfungsi kepribadian umum, terutama neurosis
kecemasan atau histeria.
c. Pasien dengan gangguan ini bernafas berlebihan untuk waktu yang singkat,
di mana mereka menyadari dispnea, ketidaknyamanan dada, palpitasi,
pusing, parestesia, dan, akhirnya pada beberapa, sinkop atau tetani.
d. Semua gejala ini cenderung meningkatkan kepanikan pasien dan
mempotensiasi hiperventilasi.
4. Gangguan kardiovaskular
b. Ulkus Peptikum
Sejak pertengahan abad ke-20, stres telah dianggap sebagai penyebab utama
ulkus lambung. Studi juga menunjukkan bahwa subjek dengan gangguan
kecemasan, gangguan kepribadian, dan gangguan panik lebih mungkin untuk
memiliki ulkus lambung. Individu dengan neurotisisme atau dengan riwayat
pelecehan masa kanak-kanak juga lebih mungkin untuk memiliki ulkus lambung.
Ulkus lambung mengacu pada ulserasi mukosa yang meliputi lambung bagian
distal atau duodenum bagian proksimal. Studi-studi awal mengenai penyakit ulkus
lambung mengesankan bahwa faktor psikologis memiliki peranan di dalam
terbentuknya kerentanan ulkus, dimana selama kondisi stres, tingkat kortisol
biasanya meningkat yang dapat menyebabkan peningkatan tingkat sekresi asam
lambung. Faktor psikososial dapat terlibat di dalam ekspresi klinis gejala, mungkin
dengan mengurangi respons imun yang menimbulkan kerentanan terhadap infeksi
H. pylori.
c. Kolitis ulseratif
Colitis ulseratif adalah penyakit peradangan usus dengan penyebab yang tidak
diketahui yang terutama mengenai usus besar. Gejala yang dominan adalah diare
berdarah. Bukti menunjukkan bahwa sebagian besar pasien colitis ulseratif
menderita kecemasan dan depresi, persentase yang lebih dari dua kali lipat jika
dibandingkan dengan populasi yang sehat. Komorbiditas kecemasan dan depresi
yang diamati ini pada pasien colitis ulseratif telah membuat banyak peneliti dan
dokter percaya bahwa mungkin ada hubungan sebab akibat antara kecemasan,
depresi (faktor psikologis secara umum) dan gejala colitis ulseratif. Depresi dan
stress menimbulkan respon inflamasi yang berlebihan dan menurunkan imunitas
sehingga infeksi rentan terjadi.
d. Penyakit Chron
Irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan usus besar yang ditandai
dengan nyeri perut, kembung, diare, atau konstipasi berulang. Mengenali penyebab
dan cara mengatasi IBS dengan benar dapat membantu mengurangi frekuensi
kekambuhnya. Sebuah studi kohort menemukan bahwa 40,1% peserta IBD
memenuhi kriteria untuk diagnosis depresi dan 30,6% memenuhi kriteria untuk
kecemasan. Efek dari penyakit mental yang tidak diobati dapat memperburuk
perjalanan penyakit IBD. Hal ini diduga karena gangguan mental dapat
memengaruhi kinerja otak dan saraf pada saluran cerna, sehingga menjadi lebih
sensitif.
DAFTAR PUSTAKA