Anda di halaman 1dari 2

Bom Makassar dan Jejaring Kaum Wahabi Takfiri di Indonesia

Dedy Tabrani
Al Chaidar

Tragedi teror kembali terjadi di Indonesia. Bom Makassar pada hari ini (28 Maret
2021) adalah sebuah tragedi memilukan. Dilakukan oleh dua orang penganut Kristophobia
akut yang berafiliasi dengan jaringan JAD (Jamaah Ansharu Daulah) dengan mengusung
bendera khilafah ISIS. Tragedi ini terjadi karena penyebaran ideologi transnasional
Takfirisme yang semakin merajalela di Indonesia. Ideologi Takfirisme berasal dari sekte
Wahabi yang menganut cara beragama yang tekstual, skriptural, intoleran dan menafsirkan
agama secara kekerasan. Ideologi ini dibesarkan oleh jejaring ulama kekerasan yang
berasal dari kalangan yang percaya bahwa bumi ini datar dan menolak ilmu pengetahuan
yang dianggap sebagai perpanjangan ideologi sekulerisme, kapitalisme dan liberalisme.
Para ulama kekerasan yang ada di dalam jejaring Wahabi Takfiri ini aktif mengeluarkan
fatwa-fatwa yang kemudian diikuti secara membabibuta oleh para pengikutnya di seluruh
penjuru dunia.
Bom yang terjadi di Makassar ini kemungkinan besar dilakukan oleh satu keluarga
batih atau keluarga inti yang yang biasanya terlibat dalam suatu jaringan pengajian
tertutup yang dilakukan oleh ulama kekerasan. Belum banyak studi yang dilakukan terkait
dengan bom bunuh diri sekeluarga ini. Terjadinya bom bunuh diri di Gereja Katedral
Makassar ini juga memperlihatkan bahwa ada kemarahan dan keinginan balas dendam dari
kelompok JAD Makassar karena ditangkapnya rekan-rekan mereka pada awal Februari
2021 dimana dua diantaranya terpaksa ditembak mati oleh aparat keamanan.
Ciri utama dari modus bom bunuh diri keluarga ini adalah bahwa pelakunya
biasanya menggunakan keluarga (istri atau anak). Jaringan ulama kekerasan yang
menganjurkan amaliyah bom bunuh diri sekeluarga ini sebenarnya sudah dideteksi oleh
aparat keamanan sejak tahun 2018 dan perkembangannya kemudian sangat masif ke
berbagai kota dan pulau di Indonesia. Keluarga keluarga yang aktif mengikuti pengajian
tertutup yang dikelola oleh ulama-ulama kekerasan organik di di Indonesia selama ini ini
sudah menyebar di di Surabaya, Sidoarjo, Bekasi, Tangerang, Sibolga Sumatera Utara dan
juga Makassar.
Bom bunuh diri sekeluarga pernah terjadi pada tahun 2018 di Surabaya dan juga di
Sidoarjo serta di Sibolga pada tahun 2020. Jaringan ulama kekerasan yang yang
menganjurkan untuk melakukan tindakan bom bunuh diri sekeluarga adalah jaringan
transnasional yang kemudian mengalami modifikasi atau sinkretisasi secara lokal.
Improvisasi atau pengembangan fatwa tentang bom bunuh diri sekeluarga ini ini dilakukan
secara original oleh para ulama organik kekerasan yang ada di Indonesia yang sudah
tumbuh lama sejak tahun 2013. Tentu saja fatwa ini berbeda dengan fatwa-fatwa yang
berada di Timur tengah dan bahkan juga berbeda dengan fatwa dari Aman Abdurrahman
yang pernah memimpin Jamaah Ansharut Daulah.
Bom bunuh diri sekeluarga ini merupakan tipikal hasil fatwa ulama ulama
kekerasan yang ada di Indonesia dan dan ini dipraktekkan juga di tahun 2019 di Gereja
katedral di Jolo, Sulu, Filipina Selatan. Bahkan untuk ledakan bom bunuh diri sekeluarga di
Jolo Filipina Selatan terjadi berulang pada tahun 2020 dan 2019. Tidak tertutup
kemungkinan akan terjadinya serangan berulang di Surabaya, Sibolga Sumatera Utara dan
juga di Makassar.
Kondisi ini terjadi disebabkan karena semakin berkembangnya aliran atau ideologi
transnasional Wahabi takfiri isme yang semakin meluas di Indonesia. Peran ulama
kekerasan di dalam melakukan proses indoktrinasi terhadap keluarga-keluarga yang
tergabung di dalam jaringan kelompok jamaah ansharut Daulah memperlihatkan bahwa
ideologi Wahabi takfiri menjadi ideologi dominan yang mempengaruhi kelompok-
kelompok teroris di Indonesia. Selama ini kelompok JAD Makassar adalah kelompok yang
aktif di dalam menyebarkan fatwa yang Christophobia yang menjadi ciri khas utama dari
kelompok ini. ***

Anda mungkin juga menyukai