Anda di halaman 1dari 23

Nama : Yan Piter Malo

Kelas : 1A
Mata Kuliah. : Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Ivony R. Sapan, S.S.

TUGAS MERANGKUM BUKU

Doa merupakan hal yang penting bagi kehidupan karena kita bisa
berkomunikasi dengan Tuhan. Doa adalah nafas kehidupan umat yang percaya.
Saat yang paling membahagiakan dalam kehidupan ini adalah saat kita dapat
berbicara kepada Tuhan tanpa batasan atau hambatan apapun, kapanpun dan
bagaimana pun.
Doa adalah energi yang menumbuhkan warga jemaat selaku anggota tubuh
Kristus. Hal ini terlihat dalam pertumbuhan gereja pada Kisah Para Rasul Doa
memberikan kekuatan dan kuasa kepada para rasul dan orang percaya lainnya
yang berani bersaksi tentang Kristus. Sehubungan dengan hal ini Bill Hybels.
menyatakan: "Jika kita bekerja maka kitalah yang mengerjakan pekerjaan itu,
tetapi jika kita berdoa maka Tuhanlah yang mengerjakannya untuk kita".
Dalam perjanjian lama, dijelaskan doa dan tempat ibadah yaitu :
 Pada 1 Raja-raja 17:2-6
 Pada Kejadian 32 : 22
 Pada Daniel 6 : 11b

Dalam perjanjian baru Yesus dan murid-muridnya sangat mementingkan doa.


Mereka memilih tempat khusus untuk berdoa.Yesus berdoa 3 kali sehari. Tuhan
Yesus menyapa Allah dengan kata Bapa karena hubungannya dengan Allah begitu
dekat. Berbeda dengan bangsa Yahudi, mereka menyatakan Allah sebagai yang
maha Kudus dan tidak dapat di hampiri. Karena itu mereka tidak memakai sapaan
Bapa kepada Allah.
Pada era globalisasi ini warga gereja umumnya kurang kerinduannya untuk
berdoa dengan benar seperti tertulis pada Alkitab. Hal ini terjadi karena kemajuan
bidang IPTEK yang membuat manusia melakukan hal-hal negatif, seperti
individualisme, kapitalisme, dan nonreligius. Disituasi ini masih ada orang
percaya yang berdoa dengan sungguh-sungguh religius. Mereka mempunyai
tempat khusus. Di Swiss ada persekutuan bernama Komunitas Istana Besar
( Communaute De Grand Champ ) dan di Taize di bangun oleh Brother Roger
pada tahun 1940.
Brother Roger membeli rumah di Taize lalu menampung orang Yahudi yang di
kejar tentara Nazi Jerman. Setiap hari mereka beribadah dan akhirnya
terbentuklah persekutuan Persaudaraan Taize. Setiap Minggu beribu orang datang
untuk berdoa secara khusus tiga kali sehari. Ada sekitar 5000 orang di dalam satu
ruangan gereja.
Sekarang tempat berdoa khusus sudah ada di Tarutung, Sumatera Utara. Selain
di Tarutung ada pula di bangun di Ungaran, Jawa tengah. Kedua tempat ini sudah
banyak pengunjung dari berbagai gereja dan tempat yang datang khusus untuk
berdoa.
Di lingkungan GBKP Klasis Pancur Batu-Pokok Mangga belum ada tempat
berdoa khusus. Apabila kita berdoa ditempat khusus , maka kita dapat berdoa
dengan khusuk dan dekat dengan Tuhan. Sekarang telah di bangun tempat khusus
berdoa dengan nama Taman Doa Yayasan Sola Gratia dalam naungan GBKP
Klasis Pancur Batu-Pokok Mangga.
Kehadiran Taman Doa ini diterima dengan baik.

Taman Doa Yayasan Sola Gratia


Visi : ialah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, pandangan dan
wawasan.

Misi : ialah segala daya dan upaya yang digunakan untuk mencapai visi dan tugas
yang
Dirasakan orang sebagai suatu kewajiban untuk melaksanakannya demi
agama,
Ideologi, patriotisme dan sebagainya.

Sejarah Yayasan Sola Gratia


Awal Januari 2001 terjadi mukjizat dalam keluarga penulis. Penulis merasa
kembali menemukan Tuhan Yesus. Pada Mei 2001 penulis bersama suami pergi
ke Penang untuk mengurus sesuatu. Penulis dan suami sering melakukan saat
teduh. Pada saat itu penulis mendengar suara “ GBKP supaya lebih banyak lagi
berdoa”, penulis yakin itu suara Tuhan dan ia bertanya pada Tuhan lewat doa apa
yang harus dilakukan, tetapi pada saat itu belum mendapatkan jawaban.
Pada suatu waktu penulis mendengar lagu “rumah doa”. Mendengar lagi itu
penulis merasa seperti Tuhan ingin menegaskan kembali apa yang telah
dikatakannya sebelumnya.
September 2001 penulis dan temannya pergi ke Korea Selatan. Setiap malam
mereka melakukan saat teduh sampai pukul 23.00 WIB. Pada pukul 01.00 WIB
penulis mendengar suara “Durin Simbelang dijadikan untuk pekerjaan Tuhan”.
Penulis kembali bertanya “pekerjaan yang bagaimana Tuhan?” Tetapi belum
mendapatkan jawaban sampai kembali ke Medan. Penulis sangat yakin bahwa
suara itu adalah suara Tuhan karena berhubungan dan sesuai dengan firman
Tuhan. Penulis terus membaca firman Tuhan 3-4 pasal setiap hari untuk
mengetahui isi hati Tuhan.
Pada suatu hari penulis menemukan bahwa hamba-hamba Tuhan tidak banyak
bertanya tetapi mereka segera bertindak sesuai dengan iman. Untuk memenuhi
rasa ingin tahu cara akan firman Tuhan, penulis mengambil pelajaran pribadi
(private) perjanjian lama darj Ibu Risnawaty Sinulingga selama masa libur. Akhir
tahun 2001 seorang teman penulis bersaksi saat berdoa di Gua doa dia merasa
benar-benar teduh serta mendengar suara Tuhan.
Pada 1 Januari 2002 berkumpul di Jakarta dan atas kesepakatan bersama,
penulis bersama kakaknya berangkat ke Ungaran. Dari Yayasan Taman Doa
Getsemani Ungaran inilah penulis mendapat jawaban dari Tuhan.
Kembali ke Jakarta penulis memberitahukan kepada keluarga niat untuk
membangun Rumah Doa. Ternyata semua anggota keluarga sangat mendukung.
Kembali ke Medan penulis membicarakan niat tersebut dengan Pendeta dan
majelis jemaat GBKP Polonia.
Pada 29 Januari 2002 penulis beserta beberapa orang mendatangi moderamen.
Akhirnya moderamen mengatakan niat tersebut dapat dilaksanakan. Kemudian
dibentuk pengurus yayasan serta direncanakan peletakan batu pertama untuk
pembangunan. Pada 28 Maret 2002 diadakan acara kebaktian peletakan Batu
pertama pembangunan.
Pada 12 Juni 2002 pengurus yayasan dan pendeta membicarakan rencana
mengadakan Kebaktian Tengah Minggu (KTM). Sehubungan dengan itu yayasan
Sola Gratia mengadakan rapat untuk menambah pengurus. Untuk kaum muda
KTM diadakan setiap hari Rabu pukul 16.00 wib dan untuk kaum ibu hari Kamis
pukul 16.00 wib.

Program Kerja Yayasan Sola Gratia


 Progam kerja dijalan Jamin Ginting No. 401 BCD
- Doa pagi, KTM untuk umum, doa puasa pastoral konseling, seminar,
kursus
Melayani.
 Program Kerja Taman Doa Sola Gratia di Durin Simbelang

Fasilitas Pendukung
 Rumah Doa
 Di Taman Doa Durin Simbelang
Teologi Praktika
Secara etimologi teologia(Yunani;theos: Allah, dan Logos: kata atau ilmu)
berarti ilmu yang mempelajari tentang Allah. Ruang lingkup teologia mencakup
hal-hal yang tidak terbatas dan yang terbatas. Sedangkan Praktika praksis atau
perbuatan , hal-hal yang diperbuat atau dilaksanakan. Jadi secara etimologis
teologia praktika berarti ilmu yang membicarakan tentang praktis dan pelayanan
gereja sebagai respon atas karya dan perbuatan Allah atas dunia dan manusia.

Ruang Lingkup Teologia Praktika


Teologia Praktika membicarakan keterlibatan gereja dalam pekerjaan Tuhan.
Abineno menjelaskan ada 4 hal pertanyaan teologia Praktika yang harus terwujud
dalam kehidupan gereja, yaitu :
 Tentang Jemaat
 Tentang ibadah jemaat
 Pemberitaan firman
 Pelayanan

Dengan demikian teologia Praktika juga membahas masalah dia yang bukan
hanya terbuka tetapi merupakan kewajiban bagi semua orang. Dengan demikian
taman doa merupakan ruang lingkup pembahasan teologia praktika.

Gereja dan Teologia Praktika


Gereja dalam perjanjian lama( bahasa Yunani) diterjemahkan dengan kata
‘ekklesia’ yang berarti kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar. Didalam
perjanjian lama sering diterjemahkan dengan qahal yaitu persekutuan umat Allah
yang telah dipanggil keluar. Gereja dibentuk oleh roh Kudus dan dikuduskan
didalam Yesus Kristus (1 kor. 1:2), dan mereka dinamai orang-orang Kudus
didalam Kristus.
Jadi gereja memiliki aspek kelembagaan dan juga kerohanian atau aspek yang
kelihatan (visible) dan yang tidak kelihatan ( invisible).

Jemaat dan Doa


Seperti dijelaskan bahwa jemaat itu mempunyai lembaga. Itulah sebagai tanda
bahwa kehadiran Allah dibumi adalah nyata. Kehidupan persekutuan jemaat
semakin nyata khususnya setelah turunnya roh Kudus pada hari Pentakosta
(Kis.2:42-46).
Ada dua macam doa yang sering dilakukan jemaat dalam persekutuan itu yaitu
doa pribadi dan doa persekutuan (syafaat) kedua doa ini dilaksanakan dengan
meneladani sikap dan doa Yesus Kristus. Doa dialamatkan kepada Allah tetapi
juga kepada Yesus Kristus (Yoh.14:13, Kis.7:59).

Doa dan Taman Doa


Ada beberapa istilah yang sering digunakan didalam perjanjian lama untuk
menunjukkan arti berdoa, yaitu tepilah artinya doa atau permohonan, Palal artinya
berdoa, dan paga artinya bersekutu dengan Allah.
Berdoa didalam perjanjian lama adalah perbuatan yang penting dalam hubungan
antara umat dengan Allah. Kohler menemukan ada kira-kira 85 buah doa asli
didalam PL dan 60 mazmur lengkap dan 14 mazmur yang secara tersirat yang
dapat digolongkan kepada ‘doa’. Pada masa pembuangan doa-doa dipanjatkan
umumnya untuk mencari wajah Allaha(Mzm.27:8, 63:1, 100:2).
Didalam perjanjian baru beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan
tentang doa, yaitu : prosekumai artinya doa pribadi, ganupeto yaitu meminta
pertolongan, proskuneo yaitu penyembahan, ‘proskuneo’ yaitu doa bersama dalam
ibadah umum.
Doa adalah suatu bentuk perbuatan tertinggi manusia dalam hubungannya
dengan Allah namun prakarsa doa adalah Allah itu sendiri. Berdoa adalah salah
satu keharusan bagi setiap orang percaya: ketika dalam kesempitan, putus asa ,
musiba dan kecewa, doa merupakan suatu perjuangan bersusah payah dan juga
kegembiraan yang luar biasa.
Peter Wagner pernah berkata bahwa perbedaan antara doa yang tidak berkuasa
dan berkuasa terletak pada roh Kudus. Roh Kudus berperan menyampaikan suara
dan kehendak Tuhan dan memimpin kita masuk dalam kebenaran Tuhan. Alkitab
mencatat orang benar dan setia kepada Tuhan maka doanya berkuasa untuk :
 Mengendalikan hukum-hukum yang berlaku
 Mengusir setan
Keistimewaan doa dalam perjanjian baru adalah bentuk hubungan umat yang
sangat dekat dengan Allah. Orang Kristen berhak memanggil Allah sebagai Bapa
atau Abba.

Perlunya Berdoa Bagi Jemaat


Kita perlu berdoa karena berdoa adalah jawaban atas setiap masalah. Alkitab
juga memberikan beberapa alasan betapa umat Allah penting untuk berdoa baik
yang dilakukan secara pribadi maupun kelompok. Doa merupakan perintah dari
Allah atau Tuhan Yesus, Allah menginginkan setiap orang percaya mencari dia
dan berbicara kepadanya. Jadi doa adalah suatu keharusan yang menjadi hakekat
dan panggilan dari Allah. Melalui doa Allah memberikan janji pemberkatan dan
jemaat mempersiapkan diri untuk menerima berkat dan kuasa dari Allah. Doa
merupakan sarana untuk memperlengkapi diri sebagai mitra Allah dalam
mewujudkan kerajaan Allah dibumi yaitu rencana keselamatan bagi umat
manusia. Doa juga merupakan bukti dari keadaan rohani kita yang masih hidup.
Doa bukan hanya melepaskan beban kekuatiran dan ketakutan tetapi membiarkan
kuasa Allah untuk bekerja. Doa berarti mempersilahkan Allah hadir dan bekerja
atas kita.

Sikap Berdoa
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berdoa yaitu harus didasarkan
kepada iman dan kepercayaan. Doa dialamatkan kepada Allah melalui Tuhan
Yesus. Tentang bagaimana sikap atau posisi badan dalam berdoa, Alkitab
memberi kesaksian yang beranekaragam tentang hal ini. Ada posisi berd (1 Raj.
8:22, Neh, 9:4-5), posisi duduk (1 Taw. 17:16), berlutut (Ezr. 95) tidur di
pembaringan (Mzm. 63:7), tersungkur ke tanah (Kel. 34:8), berbaring di tanah (2
Sam. 12:16), dan mengangkat tangan ke atas (Mzm. 28:2, Yes 1:15, 1 Tim. 2:8).
Doa atau permohonan di dalam Alkitab juga diungkapkan dengan cara yang
berbeda-beda, umpamanya. Berdoa dalam hati (1 Sam 1:13), dengan suara
nyaring (Neh. 9:4, Yeh. 11:13), berdoa dengan suara mengerang (Rom. 8:26), dan
dengan keyakinan bahwa Roh akan menyampaikan permohonan itu kepada
Tuhan. Doa juga disampaikan dengan cara menyanyi kepada Tuhan (Mzm. 92:2-
3, Ef. 5:19-20, Kol 3:15). Namun yang paling penting diperhatikan adalah doa
harus didasarkan kepada iman yang sungguh. Doa tanpa percaya bukanlah berdoa
kepada Allah. Sebab Firman Allah la mengatakan bahwa la adalah Allah yang
dapat dipercayai dalam segala hal. Karena itu tanpa percaya orang tidak dapat
datang kepadaNya.
Di samping iman,doa juga harus disampaikan dengan ketekunan mencakup
kesungguhan, kepasrahan, kepolosan, ketekunan dan kerendahan hati. Ada
beberapa usaha yang dilakukan untuk menunjukkanketekunan dan kesungguhan
dalam berdoa umpamanya: Doa sering diawali dengan puasa (Ezr. 8:21, Neh. 1:4,
Dan. 9:3-4, Luk 2.37) Mengusahakan tempat yang mendukung untuk membangun
atau menciptakan kesungguhan tersebut, umpamanya dengan membaca Alkitab
dengan perlahan, atau mengiringi doa dengan musik dan nyanyian. Atau dengan
mencari tempat tempat yang khusus sehingga di tengah keheningan kita dapat
menyampaikan dengan bebas dan tulus doa-doa kita kepada Allah. Keheningan
dapat membantu pikiran, hati dan jiwa kita untuk merasakan kehadiran Allah di
dalam diri kita.

Waktu Berdoa
Sebagaimana doa merupakan suatu bentuk komunikasi khusus antara umat
dengan Allah maka di dalam berdoa sebenarnya umat juga membutuhkan waktu
yang khusus dalam berdoa. Orang Yahudi selalu berdoa tiga kali setiap hari, yaitu
doa waktu siang, waktu petang, dan waktu malam. Sedangkan Raja Daud memuji
Tuhan tujuh kali sehari (Mazmur 119:164) Nabi Daniel tiga kali sehari berlutut,
berdoa serta memuji AllahNya seperti yang biasa dilakukannya (Daniel 6:11b).

Tempat Berdoa
Di dalam Perjanjian Lama tempat-tempat berdoa diutamakan pada tempat-
tempat khusus. Di samping itu juga ditemukan doa-doa pribadi di luar bait Allah
dan rumah misalnya: Musa berdoa di puncak bukit (Kel 34:2), Yosua berdoa di
kaki bukit, Elia berdoa di tempat kamar khususnya (1 Raj. 17: 19), Daniel berdoa
di kamar atas rumahnya yang dilengkapi dengan tingkap-tingkap yang terbuka ke
arah Yerusalem (Daniel 6:11), Yakub berdoa di tepi sungai Yabok.
Jika orang percaya memiliki tempat doa yang khusus untuk berdoa maka doa
umat percaya akan berkuasa. Orang-orang Kristen Cina mempunyal sebuah
pomeo “Sedikit doa, sedikit kuasa, tidak ada doa, tidak ada kuasa. Doa adalah
suatu privilege (privilegium = hak yang diberikan sebagai keistimewaan) dari
Allah kepada manusia.
Di dalam Perjanjian Baru ada penekanan akan kebebasan tempat walaupun
masih ada tempat-tempat atau persekutuan-persekutuan khusus. Kebebasan ini
nampak dari tempat Tuhan Yesus atau para rasul atau jemaat yang berdoa baik
secara pribadi maupun secara kelompok. Yesus memilih tempat yang khusus yaitu
taman atau bukit untuk berdoa. Di bukit itu selain berdoa sekaligus juga untuk
melaksanakan pengajaran, penyembuhan orang sakit dan pelayanan lainnya.
Tempat dan waktu sebenarnya tidak menjadi persoalan besar dalam menentukan
doa kita, walaupun itu sering menjadi bahan perdebatan. Heiler menemukan
bahwa ada kecenderungan para ahli pada awal abad ke 20 membicarakan doa dari
segi metode dari pada isi dan rohani Tetapi yang lebih penting adalah persiapan
iman, hati dan seluruh hidup kita. Jadi PL maupun PB memperlihatkan bahwa
Bait Allah atau gereja dipahami sebagai tempat untuk beribadah atau berdoa.
Secara Alkitabiah panggilan untuk berdoa bukanlah sesuatu yang bersifat
temporal dan situasional tetapi kapan dan di mana saja.
Ada pertanyaan: mengapa Tuhan Yesus atau para rasul memilih tempat-
tempat berdoa di bukit, di gunung, di taman, atau di rumah untuk berdoa?
pemilihan tempat itu adalah untuk membentuk hubungan yang lebih khusus, erat,
pribadi dan antara si pendoa dengan Tuhan. Berdoa di rumah seperti yang
dilakukan oleh jemaat pada zaman Perjanjian Lama sangat baik, tetapi pada saat
sekarang ini di rumah juga sudah banyak gangguan seperti dering telepon, suara
kendaraan yang masuk ke rumah, tamu-tamu yang datang, gonggongan anjing
sehingga konsentrasi terganggu. Dari sisi ini jelaslah bagi kita pentingnya usaha
untuk mempersiapkan tempat-tempat khusus untuk menjadi tempat berdoa bagi
jemaat. Kesadaran tentang visi dan misi yang seperti inilah yang melatar-
belakangi didirikannya Taman Doa Sola Gratia yang berlokasi di Durin
Simbelang yang menjadi objek penelitian penulis dalam buku ini.
Pengangkatan istilah taman’ (garden) untuk menyebut tempat bukanlah sesuatu
yang kebetulan tetapi memiliki landasan Alkitab. Di dalam Alkitab kita
menemukan istilah Taman Eden sebagai tempat manusia pertama di tempatkan
oleh Allah di bumi (Kej. 2.8-18). Istilah Taman Eden tidak hanya ditujukan
sebagai tempat manusia saja tetapi dikenal sebagai taman Allah.
Seperti yang dikatakan oleh Nancy B. Gibbs dan kawan-kawan dalam buku Di
Dapur dengan Tuhan (In The Kitchen with God) bahwa di tengah pekerjaan
rumah rutin yang sehari-hari harus diselesaikan kita harus tetap ambil waktu
sejenak bahkan di dapur sekalipun untuk melakukan saat teduh. Ini berarti bahwa
waktu dan tempat untuk berhubungan dengan Tuhan bisa dilakukan di mana saja
dan kapan saja.”
Demikian pula menurut Robert J. Exley dan kawan-kawan dalam bukunya Di
Kebun dengan Tuhan (In the Garden with God) yang intinya menegaskan bahwa
Tuhan memelihara hubungan dengan kita sama dengan seperti Tuhan memelihara
kebun milikNya. Membajak tanah, menyiram dan memupuki tanamannya dengan
teratur sehingga tumbuh dengan baik sama dengan Dia memelihara hubunganNya
dengan kitapun dengan setia.”
Dalam bukunya yang berjudul Bertemu Tuhan di Tempat-tempat Hening
(Meeting God in Quiet Places), sang penulis, F. Lagard Smith, merasakan
penyertaan Tuhan secara pribadi pada saat ia berjalan di daerah pertanian yang
sunyi di Inggris.
Buku Saat Hening dengan Tuhan untuk Para Wanita (Quiet Moments with God
for Women) berisi penegasan bahwa pada umumnya kehidupan wanita zaman
sekarang seolah-olah didikte oleh jadwal tugas maupun agenda kerja dan hal ini
sering menjadi pemicu stress yang semakin lama semakin berat. Dalam buku Saat
Hening dengan Tuhan Kesetiaan (Quiet Moments with God Devotional)
penulisnya mengatakan bahwa hadir dalam kebaktian hanya sekali seminggu
tidaklah cukup untuk mengisi kebutuhan “energi” rohani kita. Perlu waktu-waktu
khusus lain yang harus disediakan untuk menambah “energi” tersebut.
Dalam salah satu tulisan dalam buku Saat Hening dengan Tuhan untuk Para Ibu
(Quiet Moments with God for Mothers) dinyatakan bahwa meskipun menjadi
seorang ibu adalah satu pekerjaan yang sangat melelahkan dan menyita waktu,
seorang ibu tetap harus menyiapkan waktu dan tempat hening untuk berhubungan
secara pribadi dengan Tuhan,”

Lamanya Berdoa dalam Satu Hari


Berapa lama berdoa dalam satu hari, merupakan pertanyaan yang tidak dapat
dijawab dengan spontan karena seperti kata Rasul Paulus bahwa tidak ada satu
orangpun yang tahu bagaimana caranya berdoa tetapi Roh kita yang akan
menyampaikan kepada Bapa.. Jika berdoa tiga kali sehari dengan pujian dan
penyembahan sekitar sepuluh menit pada setiap kali berdoa maka waktu berdoa
sehari keseluruhan sekitar enam puluh menit selain doa makan. Tidakkah engkau
sanggup berjaga jaga selama satu jam? Berjaga-jagalah dan berdoalah supaya
kamu jangan jatuh ke dalam percobaan”. (Markus 14.37b, 14:38a)
Doa terpendek yang ada di dalam Alkitab adalah doa yang diucapkan Petrus yaitu:
“Tuhan, tolonglah aku”. Doa yang tepanjang adalah doa yang dinaikkan Raja
Salomo pada saat Pentahbisan Bait Suci (1 Raj 8:23-53), yang membutuhkan
waktu sekitar 15 (lima belas) menit.
Orang yang bertekun di dalam doa akan dan yang memiliki kerinduan yang
besar untuk berdoa akan merasakan manfaat doa itu. Doa adalah alat komunikasi
kita ke dunia yang tidak kita lihat dengan kasat mata kita sendiri. Dengan berdoa
bukan hanya melepaskan beban kekuatiran dan ketakutan kita akan kenyataan
buruk, tetapi membiarkan Allah untuk bekerja Melalui doa kita dapat mengubah
keadaan kita dengan cara membuka diri kepada Allah sehingga Allah yang
berkuasa dan berbuat di dalam diri kita.

Pokok-Pokok kita
Ada beberapa topik doa yang sering dilakukan, yaitu:
Doa Pribadi
Doa pribadi merupakan doa yang dinaikkan secara pribadi kepada Tuhan yang
sebagian besar doa ini berisikan hal-hal maupun permohonan yang berkaitan
dengan keinginan pendoa sendiri. Doa pribadi ini dapat bersifat doa
pengampunan, doa perlindungan dan doa penyembuhan.

Doa Keluarga
Doa keluarga merupakan doa yang dinaikkan bersama-sama baik oleh anggota
secara keseluruhan maupun sebagian dari anggota keluarga, pokok doa yang
utama adalah hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga secara utuh
dan kepentingan masing-masing anggota keluarga

Salah satu doa keluarga atau jemaat adalah doa puasa. Adapun alasan berpuasa
adalah:
1) Kita berpuasa sebagai ketaatan akan Firman Allah. (Yoel: 12,2 Kor. 6:4-6,
Mat. 9:15).
2) Kita berpuasa untuk merendahkan diri kita di hadapan Allah dan untuk
mendapatkan anugerah dan kuasa-Nya. (Yak. 4.10).
3) Kita berpuasa untuk mengakhiri pencobaan-pencobaan yang Menghalangi
kita masuk dalam kuasa Allah. (Luk. 4)
4) Kita berpuasa untuk dimurnikan dari dosa dan membantu sesama untuk
dimurnikan juga.
5) Kita berpuasa untuk mendapatkan pimpinan Tuhan dalam melakukan
kehendak-Nya. (Kisah Para rasul 13:3-4, 14:23)

Doa Gereja
Doa gereja merupakan doa yang biasanya dinaikkan oleh pendeta maupun
anggota jemaal gereja yang bersangkutan, pokok doanya adalah untuk keutuhan
gereja, tuntunan dan penyertaan Tuhan atas gereja, juga doa untuk semua jemaal
gereja.

Doa Dalam Sejarah Pendekatan Teologia Dan Gereja


Teologia ini muncul sebagai akibat perkembangan Renaisance (pencerahan)
yang dimotori oleh bangkitnya rasionalisme pada abad ke-19M. Arus
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa adanya sifat keillahian dalam agama
Israel yang bersifat monotheis. Di samping itu ditemukan adanya bukti-bukti
ibadah Israel yang dipengaruhi oleh agama sekitar. Kemudian dalam pengamatan
J. Hempel menemukan bahwa doa merupakan suatu respons yang fundamental
dari sifat kemanusiaan dari manusia. Schmith menemukan bahwa doa dan ibadah
Israel yang selalu dikhususkan kepada Allah yang monotheis.
Dari hasil pengamatan para teolog ini disimpulkan bahwa:
Doa merupakan suatu hal yang prinsipil dalam praktek ibadah keagamaan Israel
kuno.
Ditemukan ada pengaruh agama dan ibadah agama sekitar ke dalam ibadah
agama Israel tetapi itu hanya dalam kategori melengkapi bukan merubah sama
sekali, karena teologia tentang Tuhan yang monotheisme tetap nampak dalam
agama Israel.
Ungkapan keagamaan personal (pribadi) lebih ditentukan oleh tingkat
spritualitas daripada teknik-teknik keagamaan.

Kemudian pada zaman keemasan periode historikal kritis (1930-1960) ada dua
tokoh yang terkenal yang mempergumulkan tentang doa secara teologis yaitu
Eichrodt dan Von Rad. Eichrodt menemukan bahwa ada tiga bentuk hubungan
yang terjadi secara teologi yaitu hubungan antara Allah dengan umat-Nya, dunia
dan manusia. Von Rad dalam kajian teologianya menjabarkan doa dari segi
sejarah tradisi Israel.
Dari kajian kedua tokoh ini dapat disimpulkan pandangan teologia pada zaman
ini tentang doa, yaitu: Kedua pandangan ini didasarkan kepada pendekatan sejarah
agama. Sehingga seluruh bentuk-bentuk kultis keagamaan mewakili seluruh
bentuk kerohanian umat. Pandangan ini mengatakan bahwa agama dan praktek
keagamaan seperti halnya doa bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Doa Dan Taman Doa dalam Sejarah Tradisi Gereja


Doa menurut Tradisi Katholik
Secara umum telah dijelaskan bahwa berdoa diartikan sebagai suatu tindakan
memasuki hubungan dengan Allah, tetapi bentuk hubungan itu juga ditentukan
oleh pergerakan keberadaan manusia itu sendiri. Itu makanya ada banyak tradisi
gerejawi yang muncul dan berbeda yang dilihat sebagai kekayaan dari tradisi
kerohanian kekristenan. John Robinson seorang teolog gereja ortodoks yang
melihat bahwa doa adalah dasar dari kehidupan manusia. Dalam bukunya "Jujur
terhadap Allah" (Honest to God) menyatakan bahwa teologia tradisional telah
mendasarkan bukti-bukti tentang keberadaan Allah sebagai sesuatu yang terpisah
dari kehidupan kita.
Ada beberapa sumbangan tradisi doa dalam gereja ortodoks timur yaitu: 1)
adanya kesatuan antara mystisisme dengan teologia. 2) eksistensi Allah adalah
sesuatu yang tidak dapat diketahui (agnosia). 3) pengembangan doa Yesus sebagai
inti dari perjalanan rohani gereja-gereja Timur. 4) Gereja Ortodoks melihat bahwa
keselamatan adalah istilah yang mengubah dunia. Simbol dari perubahan itu
intinya ada pada mystisisme ortodoks. Jadi kerohanian sangat terlibat dalam usaha
perubahan dan penebusan dari segala masalah. Dengan pandangannya ini ada tiga
hal yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin rohani atau pendeta yaitu hidup
miskin, murni dan taat.” Inilah yang pada akhirnya sangat berkembang dan
sekaligus inti kerohanian dalam aliran monastisisme.

Dalam doa-doa monastik selalu didasarkan kepada Alkitab. Kehidupan berdoa


selalu dilihat dari dalam Alkitab dan kadang-kala doa-doa mereka langsung
diambil juga dari Alkitab. Doa jenis inilah yang sering disebut dengan lectio
divina. Dalam aliran Benediktus para imam harus berdoa tiga jam dalam satu hari,
kemudian membaca Alkitab dengan cara lambat dan berirama. Di samping itu ada
juga kebiasaan untuk mengadakan meditasi yaitu berdiam diri dalam keheningan
berdoa kepada Tuhan.
Kemudian pada abad ke empat-belas aliran mystis ini berkembang di Eropa.
Julian dari Norwegia mengatakan tentang bagaimana indahnya pengalaman hidup
bersama Allah.
Gereja-gereja cenderung mempersiapkan bentuk isi doa bagi umat 8 Akibat dari
pandangan ini ada tingkat kuantitas doa yang lebih banyak tetapi secara kualitas
injili mereka hanya melakukannya karena ketakutan terhadap aturan agama.
Pandangan ini kurang membangun semangat kesadaran pribadi untuk
melaksanakan doa.
Sebenarnya di kalangan para teolog Katolik sudah ada yang mencoba memberi
pertimbangan tentang pandangan ini. Umpamanya Ignatius de Layola yang
menyebut pandangan mistisisme sebagai simbol hilangnya intelektual manusia.
Itu makanya dia mencoba memadukan antara metode kontempelatif dengan akal
pemikiran sehingga pandangan ini memunculkan lahirnya tradisi baru dalam
kekristenan Katolik yaitu Katolik ordo Yesuit. Ada tiga hal yang menjadi
sumbangan ordo Yesuit dalam perkembangan teologia yaitu: 1)
Mempertimbangkan aspek subjektivitas dan objektivitas dalam pengembangan
teologia. 2) Dia banyak membuat aturan-aturan fisik dalam menciptakan dan
menolong suasana berdoa umpamanya mengenai tempat berdoa, lingkungan,
pengawasan pemikiran dan tubuh. 3) Dia menempatkan kemampuan imajinatif
dalam pelaksanaan doa-doanya.

Doa Menurut Tradisi Protestan


Dasar dari kehidupan Kristen adalah pembebasan Allah di dalam anak Nya
Yesus Kristus. Di dalam Yesus Kristus orang Kristen mengimani bahwa Allah
telah menempatkan kita sebagai orang yang dibenarkan dan dikuduskan dari
segala beban dan dosa kita. Kedudukan seperti inilah yang mendasari dan
sekaligus yang membentuk permohonan doa kita di hadapan Tuhan.
Marilah kita menyampaikan doa permohonan kita sebagaimana anak kepada
bapanya. Dengan kedudukan ini kita dipanggil untuk memahami doa sebagai
Suatu perintah dan keharusan di dalam hidup kita.
Tokoh Reformator Marthin Luther mengatakan bahwa panggilan kita untuk
tetap berdoa kepada Allah adalah sebagai wujud ketaatan kita kepada-Nya.
Demikian juga Calvin mengatakan bahwa ketaatan kita kepada Allah harus
menjad nyata dalam doa kita kepada-Nya di tengah-tengah segala kesukaran yang
kita hadapi. Di dalam Katekhismus Heidelberg ada tertulis bahwa permohonan
doa adalah bagian yang terutama dan mempermuliakan Allah dan yang diinginkan
Allah kepada kita. Jadi berdoa bukan sekedar meminta tetapi mempermuliakan
Allah di dalam diri kita.
Kemudian tokoh reformasi Luther dan Kalvin merumuskan bahwa doa adalah
‘permohonan’. St Teresa mengatakan bahwa Allah dapat menyempurnakan apa
yang kita doakan dengan berbagai cara. Untuk itu suara doa tidak perlu di atur
atau dibuat-buat karena itu tidak dapat menyempurnakan doa perenungan kita.
Pada saat ini banyak aliran yang mempersoalkan tentang cara-cara dan bentuk-
bentuk doa yang baik, itu tidak salah tetapi yang terutama kita harus melihat titik
pangkal di atas bahwa doa itu adalah bentuk pelayanan Allah terhadap umat-Nya
bukan kita yang melayani. Itu sebabnya gereja gereja reformatoris tidak terlampau
memperhatikan mengenai bentuk dan cara-cara berdoa. Bandingkan renungan
tentang doa dalam Luk. 18:9-14 yaitu doa orang Farisi dengan doa pemungut
cukai. Doa menjadi sarana untuk mengaku dosa dan mengucap syukur atas
kebaikan Tuhan.
Walaupun begitu para tokoh reformasi sebenarnya sangat menginginkan adanya
disiplin kerohanian termasuk dalam berdoa di dalam kehidupannya. Dalam
bukunya “Luther Words” Marthin Luther telah menjelaskan bagaimana seorang
Kristen harus berdoa di dalam kehidupan kesehariaannya.

Doa Menurut Tradisi Pentakosta Atau Evangelical


Tradisi pentakosta atau evangelical dapat dikatakan sebagai suatu tradisi yang
muncul paling kemudian. Tradisi ini muncul dengan penekanan pada karunia
berbahasa roh (lidah) dan juga dengan baptisan Roh Kudus, kemurnian hati (Kis.
15:89), buah-buah Roh Kudus (Gal. 5:22-3), kasih Allah dan manusia yang murni
(Rom. 5:8).

Doa merupakan inti pertumbuhan gerakan Pentakosta. Tidak ada kegiatan tanpa
doa. Kaum pentakosta menekankan peranan Roh Kudus. Roh Kudus bekerja dan
hadir membawa pembaharuan di dalam kehidupan doa. Aliran ini telah dapat
membangun kepribadian manusia secara personal dalam memahami kehadiran
Allah secara nyata.
Karena pentingnya doa maka aliran pentakosta juga menekankan adanya doa-
doa kelompok. Hal ini di dasarkan dengan pola kehidupan jemaat mula-mula
setelah turunnya Roh kudus. Menurut aliran ini ada beberapa fungsi diadakannya
doa kelompok yaitu:
 Doa kelompok dapat menambah semangat kerohanian kita untuk lebih
yakin akan doa-doa kita.

 Doa kelompok dapat membangun rasa persekutuan yang lebih akrab di


antara sesama anggota kelompok.
 Dengan semakin banyak kita berdoa semakin menumbuhkan keyakinanan
kita akan kebenaran rohani dari apa yang kita doakan. 105 Doa menurut
pemahaman kaum pentakosta juga sangat menekankan

Beberapa Contoh Doa dan Taman Doa


Di Lingkungan Katholik
Contoh Doa dari Lingkungan Katholik
Kehidupan berdoa di lingkungan Katholik selalu didasarkan pada Doa Bapa
Kami dan adakalanya doa-doa mereka langsung diambil dari Alkitab 107 Kaum
Katholik berdoa juga kepada Kristus melalui Bunda Maria. Dan mereka dengan
menggunakan tangan membuat tanda salib di kening, bahu kiri kanan dan di hati
dengan menyebut atas nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Contoh doa dari lingkungan katolik:
 Doa Pasrah (Diucapkan bersama-sama)
 Doa Fransiskus

Hal yang positif dalam doa seperti ini adalah jelas terlihat kedewasaan rohani dan
sifat altruis sebagai lawan egois. Doa seperti ini sering diucapkan pada perayaan
Natal Demikian pula cara berpuisi seperti itu lebih menarik dari cara biasa dan
jemaat harus dilatih dengan baik. Kelemahannya dalam doa ini sudah baku,
sehingga tidak ada yang timbul dari diri sendiri.

Contoh Taman Doa Katholik:


Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono Salatiga Indonesia
Konsep Pendirian Rumah Doa
Bunda Pemersatu Gedono adalah Pertapaan pertama rubiah Ordo Cisterciensis
Observansi Ketat (OCSO) atau umumnya disebut Trappist, di Indonesia didirikan
pada tahun 1987 sedangkan pertapaan pertama di rahib OCSO, ada di
Rawaseneng sejak tahun 1953. Keduanya terletak di wilayah Keuskupan Agung
Semarang
Para calon rubiah Indonesia menjalani formasi untuk pembentukan monastik
bagi suatu Komonitas Cisterciensis – Trappist, di Indonesia, komunitas
Rawaseneng mempersiapkan lokasi, untuk pertapaan bagi mereka. Pada awal
1987 datanglah 11 orang Suster Pendiri Komunitas Bunda Pemersatu di Gedono,
dalam dua tahap:
 Kelompok pertama tanggal 6 Januari 1987 terdiri dari 4 Suster dan
Kelompok kedua tanggal 19 Maret 1987 terdiri dari 7 orang Suster.
Mereka mempunyai Taman baca tersendiri, punya meja baca tersendiri, ada
waktu berdoa sendin, ada waktu untuk lectio, ada keseimbangan antara pekerjaan,
baca, dan doa. Tradisi ordo Trapist Cistercien (observasi lebih ketat) dulu tidak
boleh bertemu tamu.

Konsep Doa
Pelatihan dalam kekudusan memerlukan hidup Kristiani yang berciri khas
terutama dalam seni doa. Tahun Yubileum telah merupakan tahun doa yang lebih
intensif, baik personal maupun komunal.
Dalam keempat Injil kita berulang kali menemukan catatan bahwa Yesus
berdoa, seringkali menyendiri untuk berdoa di tempat sunyi. Yesus tidak hanya
berdoa tetapi la juga mendesak murid-murid-Nya untuk berdoa. Dalam Kisah Para
Rasul dan surat-surat yang termuat dalam Perjanjian Baru kita tahu bahwa Para
Rasul dan umat Kristen mempraktekkan anjuran Yesus untuk berdoa. Santo
Paulus mengakui la “Senantiasa Berdoa (1 Korintus 1:4), “Mengucap syukur
setiap saat” (Pilipi 3: 4). La mengingatkan umat akan anjuran Yesus untuk berdoa
dengan tekun, baik secara pribadi maupun secara bersama, mewarnai kehidupan
umat Kristen sejak abad pertama. Seharusnya berdoa adalah kegiatan yang paling
membahagiakan, karena memang diciptakan untuk berpartisipasi dalam
kehidupan Allah, yaitu menikmati relasi pribadi dengan Bapa, Putra dan Roh
Kudus.

Di Lingkungan Protestan
Contoh Doa di Lingkungan Protestan
a. Doa Pembukaan pada Liturgi Kebaktian Minggu Advent
b. Doa persembahan
c. Doa sebelum Khotbah
d. Doa Pembukaan pada saat liturgi Kebaktian Minggu Pentakosta

Contoh Taman Doa Protestan


Communaute de Grand Champ (Komunitas Istana Besar) di Swiss
a. Sejarah berdirinya
Di tepi danau Neuchhatel, tidak jauh dari Genewa, hidup seorang janda dengan
dua orang anak, tinggal di rumah yang besar dan perladangan yang luas. Dia rindu
akan suatu hidup doa, ia menerima ajakan dua orang perempuan untuk bergabung
menjadi hidup doa dengan teratur dan intensif Maka berdirilah komunitas
Grandchamp pada tahun 1954. 118 Rumah dan seluruh hartanya diserahkan
menjadi milik komunitas. Secara umum kehidupan mereka adalah: Berdoa secara
umumn 4 kali sehari,mengerjakan pekerjan rumah tangga, memelihara ternak,
menjaga toko, berladang, administrasi, kerajinan tangan dan memimpin retreat
untuk tamu-tamu. Penghuninya terdiri dari: tamu-tamu. Muda-mudi/pasangan
suami istri yang tinggal lama untuk hidup bersama komunitas, postulant, novisiat
dan para profess. Postulant adalah mereka yang sedang memperjelas arah
hidupnya apakah akan mulai menjalani hidup komunitas. Novisiat adalah mereka
yang sudah memutuskan untuk hidup didalam komunitas dalam rangka
memperjelas panggilannya, apakah dia terpanggil untuk hidup dalam kehidupan
yang dijalani komunitas. Pro fess adalah mereka yang sudah memutuskan
menerima panggilan itu dan seluruh hidupnya diikatkan dalam hidup doa dan
komunitas.

b. Panggilan dan Persaudaraan


Panggilan Kristus dari anggota inilah yang menjadikan mereka menjadi satu
persaudaraan, bukan karena hubungan persahabatan, kekeluargaan ataupun
lainnya, karena itu mereka menjadi orang yang sangat pluralistis. Panggilan
masing-masinglah yang menentukan corak diri setiap orang. Saat ini mereka
berjumlah sekitar 60 orang. Mereka tahu bahwa mereka harus menunjukkan
dirinya seasli mungkin, agar ia boleh menerima sikap yang benar dari rekan-
rekannya. Mereka tidak tiba pada kesombongan rohani. Mereka melihat yang
lebih besar di luar mereka, yang lebih menentukan, yaitu apa yang mereka terima
dari Allah.

c. Hidup bebas dalam disiplin ketat


Kenyataan bahwa mereka mempunyai peraturan komunitas. Peraturan ini
mereka jalankan sebagai ekspresi dari pelaksanaan panggilan Kristus kepada
mereka bukan pada peraturan itu. Tidak semua tingkah laku diatur dalam
peraturan itu, sehingga mereka bebas untuk apapun sejauh kakinya tidak lepas
dari peraturan itu. Mereka menjalani seluruh hari-harinya dengan teratur,
mengikuti jam-jam doa, mengerjakan pekerjaan masing masing dan beristirahat
dengan sungguh-sungguh.

d. Kesederhanaan
Bangunan rumah maupun corak kehidupan mereka sangat kontras dengan hidup
masyarakat Eropa. Makanannya sangat sederhana dan lebih mendekati vegetarian.
Mereka mengerjakan kebunnya untuk bahan makanan mereka dan dapat
merangkai bunga-bunga di padang. Mereka membuat lilin dan menjualnya untuk
biaya hidup mereka bersama. Namun mereka tetap juga masuk dalam kehidupan
modern.
e. Merayakan Perjalanan Hidup sehari-hari dengan Allah.
Kalau perlu, mereka mengubah jadwal mereka untuk lebih intensif mengikuti
perjalanan Yesus misalnya. Pada waktu Kamis Putih hingga Sabtu sebelum
kebangkitan Detik-detik perjalanan Yesus sedemikian padat dan menentukan, itu
mereka ikuti sehingga jam doa diperbanyak.
Namun tahun liturgi gereja yang berlangsung dalam satu tahun penuh mereka
persingkat lagi dan dituangkan dalam 24 jam sebagai berikut:
 Jam 18.00-24.00 Dijalani sebagai Masa Advent hingga Masa Natal
 Jam 24.00-06.00 Dijalani sebagai Masa Minggu-minggu Sengsara hingga
Masa Paskah.
 Jam 06.00-12.00 Dijalani sebagai masa Pentakosta
 Jam 12.00-18.00 Dijalani sebagai Masa Gereja (dalam istilah Liturgis)
HKBP Minggu-minggu Trinitas.
Mereka menjalani Sejarah Perjalanan Hidup Yesus melalui tahap Liturgi Gereja
mulai dari masa Advent hingga minggu Peringatan Kristus Raja. Seluruh
perjalanan liturgis itu berlangsung serentak dengan pekerjaan rumah tangga,
kantor atau program retreat mereka. Pembacaan Mazmur, injil dan surat-surat
disesuaikan dengan perjalanan Tahun Gerejawi ini, dan itu terus terngiang-ngiang
dalam pekerjaan sehari-hari.
Perlengkapan liturgispun mereka sesuaikan dengan tahun gerejawi, terutama
ikon-ikon di pajang diruangan ibadah ataupun ruangan lainnya.

f. Solidaritas dengan Kehidupan Dunia Melalui Doa.


Kalau kehidupan mereka diikuti, akan terasa sesuatu yang lain yang memimpin
kearah solidaritas. Setiap makan siang, satu diantara mereka membacakan berita-
berita dunia dari koran. Tetapi peristiwa itu dibaca dalam suasana doa seperti itu
sewaktu makan. Berita itu jadinya menembus sampai hati. Beberapa kali
semuanya itu, terdengar penderitaan dan peristiwa dunia silih berganti, ditelinga,
serentak dengan kidung Mazmur yang masih terngiang, seruan haleluya karena
Kristus bangkit, dikeluhkan berkali-kali dalam doa syafaat.
Mungkin ini sejajar dengan apa yang Henry Nowen katakan bahwa solidaritas
inilah yang membuat mereka terbuka menerima tamu-tamu, membuka rumah di
Algeria untuk hidup diantara orang miskin. Mereka bekerja sama dengan para
suster Katholik di tengah-tengah orang cacat dari berbagai agama, menerima tugas
pelayanan dari Dewan Gereja Sedunia dan lain-lain. Memang terlihat bahwa
hidup solidaritas mereka, yang muncul dari pengenalan akan solidaritas Kristus
pada dunia ini, membuat solidaritas mereka memang mereka rasakan kecil dan
tidak punya arti, dan dalam turut serta dengan Yesus ditengah-tengah saudaranya
yang hina.

Anda mungkin juga menyukai