Anda di halaman 1dari 3

Nama: Muhammad Ramaditya Putrandiva

NIM: 2006531094

Mata Kuliah: Filosofi, Etika dan Tasawwuf Ekonomi Islam

Dosen: Jossy Prananta Moeis, S.E., M.A., Ph.D.

SINOPSIS CERITA WAYANG

DEWA RUCI

Dewa Ruci, dalam cerita pewayangan, adalah nama seorang dewa kerdil yang dijumpai oleh Bima
atau Werkudara dalam sebuah perjalanan mencari air kehidupan. Nama Dewa Ruci juga
merupakan lakon atau judul pertunjukan wayang tentang dewa tersebut, yang berisi ajaran moral
dan filsafat hidup orang Jawa. Lakon wayang tersebut merupakan interpolasi bagi Mahabarata,
sehingga tidak ditemukan dalam naskah asli Mahabharata dari India.

Lakon Dewa Ruci berkisah tentang kepatuhan murid kepada guru, kemandirian bertindak, dan
perjuangan menemukan jati diri. Menurut filsafat Jawa, pengenalan jati diri akan membawa
seseorang mengenal asal-usul diri sebagai ciptaan dari Tuhan. Pengenalan akan Tuhan itu
menimbulkan hasrat untuk bertindak selaras dengan kehendak Tuhan, bahkan menyatu dengan
Tuhan, yang disebut sebagai Manunggaling Kawula Gusti (bersatunya hamba-Gusti).

Dalam lakon Dewa Ruci dikisahkan bahwa seorang kesatria perkasa bernama Bima (alias
Werkudara) ditugaskan oleh gurunya yang bernama Drona (Durna) untuk mencari air kehidupan
(tirta perwita) yang dapat membuat Bima mencapai kesempurnaan hidup. Pertama, Bima diutus
ke gua gunung Candramuka. Setelah mendapati bahwa air yang dicarinya ternyata tidak ada, maka
ia mengobrak-abrik gua sehingga membuat terkejut dua raksasa yang tinggal di sana, yaitu
Rukmuka dan Rukmakala. Kemudian terjadi perkelahian antara mereka, yang akhirnya
dimenangkan oleh Bima.

Setiba di Astina, Bima kembali menghadap Drona. Sang guru berdalih bahwa ia hanya menguji
Bima. Kemudian, ia pun memerintahkan Bima untuk menuju samudra demi mendapatkan air
kehidupan. Sesampainya di tepi samudra, ia menenangkan pergolakan batin dalam dirinya,
sebelum memasuki samudra raya itu. Bima mampu memasuki dasar samudra dengan cara
menyibak air; bahkan ia sanggup bernapas di dalamnya. Seekor naga yang menghuni dasar
samudra segera melilit Bima. Setelah bergumul cukup lama, ia pun menikamkan kukunya
(Pancanaka) ke badan naga, yang akhirnya merenggut nyawa naga tersebut.

Di samudra yang sama, Bima bertemu dengan seorang dewa kerdil bernama Dewa Ruci yang
wajahnya menyerupai Bima sendiri. Besar dari Dewa Ruci tidak lebih besar dibanding telapak
tangan Bima. Dewa Ruci memerintahkan Bima untuk memasuki telinga kirinya. Namun—dengan
sebuah keajaiban—Bima berhasil masuk ke telinga dewa kerdil itu, dan di dalamnya Bima
mendapati dunia yang mahaluas. Dewa Ruci mengatakan bahwa air kehidupan tidak ada di mana-
mana, sebab air kehidupan berada di dalam diri manusia itu sendiri. Bima memahami wejangan
Dewa Ruci yang sesungguhnya adalah representasi dirinya sendiri, yang muncul dan memberi
pengajaran kepadanya karena ia telah mematuhi perintah gurunya (Drona) dengan sepenuh hati.

Ada empat macam cahaya yang tampak oleh Bima, yaitu hitam, merah, kuning, dan putih. Menurut
Dewa Ruci, cahaya itu disebut Pancamaya, ada di dalam hati manusia. Sedangkan yang berwarna
merah, hitam, kuning, dan putih, itu adalah penghalang hati. Yang hitam melambangkan
kemarahan, yang menghalangi dan menutupi tindakan yang baik. Yang merah menunjukkan nafsu
yang baik, segala keinginan keluar dari situ, menutupi hati yang sadar kepada kewaspadaan. Yang
kuning hanya suka merusak. Sedangkan yang putih berarti nyata, hati yang tenang suci tanpa
prasangka, unggul dalam kedamaian. Sehingga hitam, merah dan kuning adalah penghalang
pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan Sukma Mulia. Lalu Bima melihat cahaya memancar
berkilat, berpelangi melengkung. Menurut Dewa Ruci, itu adalah kemampuan manusia untuk
berwaspada, yang disebut sebagai Pramana. Pramana menyatu dengan diri tetapi tidak ikut
merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak
ikut merasakan sakit dan menderita. Dewa Ruci juga menjelaskan tentang Sukma Sejati serta
persatuan manusia/kawula dan pencipta/Gusti. Setelah mendengar perkataan Dewa Ruci, perasaan
Bima menjadi bahagia.

Kisah Dewa Ruci merupakan alegori tentang hasrat manusia yang terus ingin melacak keberadaan
Tuhan, dan dengan nalarnya ia melakukan penjelajahan. Menurut filsafat Jawa, manusia disebut
sebagai jagat cilik atau mikrokosmos (dunia kecil), sedangkan semesta raya disebut sebagai
makrokosmos atau jagat gede yang merupakan manifestasi dari Tuhan sendiri. Jagat mikrikosmos
sama luasnya dengan jagat makrokosmos. Di sana, rahasia ketuhanannya diberi petunjuk: "Siapa
yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya." Keyakinan ini mengendap dalam
keyakinan orang-orang Jawa pada masa silam. Perjalanan Bima mengalahkan para raksasa untuk
menemukan air perwita, mengalahkan naga, dan bertemu dengan Dewa Ruci sarat akan simbol-
simbol tentang perjuangan manusia mengalahkan nafsu-nafsu yang dapat menghalanginya menuju
kesempurnaan, misalnya nafsu makan, kekuasaan, kesombongan, dan semacamnya. Bima
mencapai kesempurnaan karena watak dan sifat rela, patuh, waspada, eling (tidak lupa diri), dan
rendah hati. Seseorang yang telah mengetahui jati dirinya akan melakukan hal-hal tersebut dengan
alasan ia mengamalkan tugas-tugasnya di dunia.

Anda mungkin juga menyukai