Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH BAHASA & SASTRA SUNDA

Nama : - Hernita Rahmawati (11)


- Hilma Hajar Saparima (12)
Kelas : XlI - MIPA 4

SMA NEGERI 4 TASIKMALAYA


Jl. Letkol R.E Djaelani, Cilembang, Kec. Cihideung, Tasikmalaya, Jawa Barat
46123

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam pembelajaran sastra Sunda di sekolah-sekolah, metode pembelajarannya relatif masih
beragam. Keragaman itu berdampak pada timbulnya ketidakcocokan dengan kebutuhan, minat, dan
kemampuan para siswa. Oleh karena itu, dalam usaha pencapaiannya diperlukan corak kegiatan belajar
mengajar yang kondusif yang menuntut ditemukannya model-model pembelajaran sastra yang lebih
efektif dan efisien.
Rendahnya minat dan keberanian anak (siswa) dalam mengemukakan tanggapan dalam
pembelajaran sastra Sunda adalah potensi yang masih terpendam dan belum digali secara optimal oleh
guru. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh kurikulum yang berlaku sebelum kurikulum KBK tahun 2004
yang lebih menekankan pada penguasaan bahan ajar dan masih memberikan toleransi adanya siswa yang
kurang terbiasa mengemukakan pendapat, gagasan maupun tanggapan pada karya sastra yang
dipelajarinya. Namun sejak kurikulum KBK tahun 2004 mulai disosialisasikan, ketrampilan
mengemukakan pendapat menjadi syarat penting yang harus dibina dan dikembangkan. Kedudukan
mengemukakan pendapat sama pentingnya dengan penerapan penilaian secara potrofolio, karena tanpa
adanya kemampuan mengemukakan pendapat baik lisan maupun tulisan maka kegiatan portofolio akan
mandeg.
Pembelajaran sastra dalam KBK tahun 2004 telah dirumuskan dalam kompetensi-kompetensi
yang jelas sehingga tak mungkin lagi “kehabisan” jam oleh pelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa dan
sastra menjadi makin tegas dengan mengamanatkan agar pembelajaran di sekolah berlangsung secara
alamiah. Artinya siswa harus ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan hanya ‘mengetahui’-nya.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa dan dapat meningkatkan
upaya’menghidupkan’ kelas secara optimal.
Salah satu tujuan pembelajaran sastra di sekolah yang paling utama adalah agar siswa memiliki
pengalaman bersastra. Cukup sederhana memang, namun memilih dan mengembangkan macam-macam
kegiatan belajar mengajar yang mengarah ke tujuan itu memerlukan pertimbangan yang seksama. Tujuan
pembelajaran itu tentu saja tidak lantas menapikkan agar siswa memiliki pengetahuan tentang sastra. Hal
itu sebenarnya sudah included di dalamnya dan difungsikan (aplikatif), menjadi pengetahuan siap. Dalam
pelaksanaannya pengetahuan tentang sastra itu bisa disimpulkannya sendiri berdasarkan hasil pengalaman
membaca karya sastra (induktif). Kedua tujuan itu, diharapkan tumbuhnya apresiasi sastra, yang secara
langsung ikut menopang tercapainya tujuan pendidikan yakni meningkatkan kecerdasan. Oleh karena itu,
secara hierarkis tujuan pembelajaran sastra pun dituntut harus turut mendukung tercapainya tujuan
pendidikan nasional tersebut.
Kedudukan guru sebagai motivator dan fasilitator yang handal, juga dituntut memiliki kreativitas
dalam pembelajaran sastra. Di tangan guru yang kreatif pembelajaran sastra akan menjadi hidup,
bervariasi, dan penuh makna. Seperti dengan memberikan contoh puisi lama Sunda (sisindiran) berikut:
Carulang dipahpral kuda (Daun) Carulang dimakan kuda
Héjo deui-héjo deui Kembali menjadi hijau
Rék mulang samar kaduga Mau pulang tapi tak kuasa
Nénjo deui-nénjo deui Menatap engkau lagi menatap engkau lagi
Ia (guru) tidak akan memulainya dengan menerangkan bentuk puisi sisindiran itu, karena yang
paling dulu harus dilakukannya ialah menciptakan terjadinya komunikasi dengan puisi tersebut. Siswa
langsung membacanya, dengan suara nyaring pula. Aneka ragam pembacaan diharapkan akan menggiring
dan memunculkan aneka ragam respon spontan. Di sini guru harus dituntut mengembangkan strategi yang
tepat untuk menyisipkan pertanyaan tafsiran, seperti: di kalangan mana hidupnya puisi itu; pada saat
(situasi) bagaimana puisi itu disampaikan; siapa yang menyampaikannya; mengapa muncul puisi itu;
apakah membayangkan suatu perpisahan lama atau sebentar saja; apa itu carulang?; siapa dan mengapa
/rék mulang samar kaduga/; kapan dan pada latar sosial-budaya mana, apa yang tersirat dalam /nénjo
deui-nénjo deui/, dst. Pertanyaan-pertanyaan inspiring semacam itulah yang sangat diperlukan, dengan
asumsi bahwa bukan untuk menemukan satu jawaban yang benar. Pertanyaan itu dikemukakan untuk
merintis jalan tumbuhnya minat dan keberanian yang memunculkan berbagai tafsiran (interpretasi) dan
terjadinya diskusi.
Berdasarkan uraian di atas, sangat jelas bahwa meningkatkan kualitas pembelajaran terutama
dalam hal minat dan keberanian mengemukakan pendapat siswa dalam pembelajaran sastra sangat
penting. Namun masalahnya, bagaimana memberdayakan dan menumbuh-kembangkannya? Berdasarkan
pengalaman guru bahasa Sunda, pembelajaran sastra di SMA Pasundan 2 Bandung sebagai lokasi
penelitian masih ada kecenderungan bahwa pembelajaran sastra dirasakan sebagai suatu beban yang
memberatkan bagi siswa. Selain itu siswa masih sulit untuk mengemukakan tanggapan (pendapat) pada
karya sastra yang dipelajarinya dengan menggunakan bahasa Sunda. Keberanian mereka berbicara di
ruang kelas sangat terbatas. Hal ini mungkin disebabkan adanya rasa malu atau ada rasa takut salah dan
diolok-olok oleh teman sekelasnya jika berpendapat salah. Padahal mereka berpotensi untuk
mengemukakan pendapat, namun yang menjadi persoalan adalah adanya hambatan psikologis.
Apabila masalah tersebut tidak segera ditangani, akibatnya siswa menjadi antipati terhadap sastra
karena dirasa hanya membebani saja, sehingga sastra yang sebenarnya indah dan mengandung banyak
nilai, menjadi jauh dari para siswa. Secara otomatis akan berujung pada rendahnya kualitas pembelajaran
sastra Sunda dan mandegnya daya apresiasi pada diri siswa. Begitu mendesaknya permasalahan ini untuk
segera diatasi, maka peneliti melakukan penelitian tidakan kelas yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran sastra Sunda di SMA. Peneliti berkolaborasi dengan guru SMA Pasundan 2 Bandung untuk
mengembangkan model Reader Respons (RR) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sastra Sunda.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai solusi masalah pembelajaran sastra secara umum.
Kemudian untuk kepentingan penulisan dan pembahasan selanjutnya untuk menggantikan istilah Reader
Respons ini akan digunakan RR.
Proses yang terjadi antara peneliti (dosen) dan guru di SMA dalam mengidentifikasi
permasalahan penelitian ini diawali dengan melihat prestasi belajar dan dan kesulitan-kesulitan
pembelajaran yang dihadapi selama ini. Semua permasalahan itu ditandai jenis kesulitannya berdasarkan
skala prioritas untuk segera ditangani masalahnya. Berdasarkan studi pendahuluan ternyata jenis
kesulitannya yakni belum tergalinya kualitas pembelajaran yakni minat dan keberanian siswa dalam
pembelajaran sastra Sunda karena terbebani dan merasa malu dan takut diolok-olok (hambatan
psikologis). Hal ini tidak bisa dilepaskan dari pengajaran bahasa Sunda secara umum, di mana bahasa
Sunda sebagai bahasa daerah dipandang sebelah mata oleh para siswa, berbeda dengan bahasa Indonesia
apalagi terhadap bahasa asing (terutama bahasa Inggris). Belum lagi dalam pemakaian bahasa Sunda ini
harus memperhatikan undak usuk basa (speech level) yang dirasakan sangat memberatkan bagi para
siswa. Akibatnya dalam pemakaiannya, bahasa daerah semakin merosot dan terpuruk, yang ditandai
dengan adanya penurunan dan penyempitan pemakaian bahasa Sunda, khususnya di kalangan siswa di
kota Bandung.
Oleh karena itu, kemungkinan tidak tergalinya minat dan keberanian mengemukakan
tanggapannya. dipicu oleh adanya anggapan takut salah (takut ditertawai oleh teman-temannya) dalam
penerapan undak usuk basa tersebut. Memang undak usuk basa Sunda ini di mata masyarakat Sunda
sendiri dianggap sebagai faktor penghambat karena penggunaannya harus disesuaikan dengan hirarki-
hirarki yang berlaku di masyarakat (lihat Rosidi 1987). Oleh karena itu, masyarakat Sunda banyak yang
lebih memilih bahasa Indonesia daripada bahasa Sunda sebagai medium komunikasinya, karena dengan
berbahasa Sunda itu takut salah dalam menempatkan kata. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa
bahasa Indonesia itu lebih fleksibel dan demokratis karena tidak memiliki undak usuk basa (speech level)
tersebut.
Maka masalah utama ini dicoba dipecahkan melalui strategi memberikan kelonggaran kepada
siswa dalam penggunaan bahasa (dengan mengabaikan penggunaan undak usuk bahasa atau bisa
dicampur dengan bahasa Indonesia), agar minat dan keberanian mengemukakan tangapannya bisa tergali
secara optimal. Untuk itu, peneliti dan guru melakukan brain storming tentang strategi penggunaan model
RR ini sebelum melaksanakannya pada para siswa. Dalam pelaksanaannya, peneliti selalu mengobservasi
untuk dianalisis dan direfleksi bersama guru sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan. Sampai
akhirnya benar-benar akan diperoleh suatu strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dapat
meningkatkan minat dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan berujung pada pencapaian
prestasi belajar yang berkualitas.
B. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, terutama dalam hal hambatan psikologis siswa dalam
meningkatkan minat dan keberanian mengemukakan pendapat (tanggapan) bukan sesuatu yang mustahil
untuk diatasi. Strategi pembelajaran sastra secara klasikal dengan menggunakan model termasuk alat
bantu yang tepat dan jitu dipandang berpotensi dapat mendorong motivasi dan memberdayakan siswa
dalam mengemukakan tanggapan atas karya sastra yang dibaca. Pemberdayaannya mencakup menggali
potensi ekspresif dan keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan, berpendapat (menanggapi atas
karya yang dipelajarinya) dan atau berargumentasi.Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah penggunaan strategi pembelajaran sastra Sunda dengan menggunakan metode RR ini
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran sastra terutama dalam hal minat dan keberanian
mengemukakan tanggapan dan prestasi belajar siswa?” Kemudian rumusan masalah tersebut dirinci
menjadi pertanyaan operasional penelitian sebagai berikut:
1. Seberapa besar peningkatan kegiatan belajar siswa (minat dan keberanian dalam mengemukakan
tanggapan) dalam pembelajaran sastra Sunda melalui strategi pembelajaran dengan model RR?
2. Seberapa besar prestasi (hasil belajar) pembelajaran sastra Sunda di SMA Pasundan 2 Bandung setelah
adanya peningkatan minat dan keberanian mengemukakan tanggapannya melalui model RR?
3. Seberapa efektif dan efisien penggunaan model RR berikut alat bantu yang dalam meningkatkan minat
dan keberanian siswa dalam pembelajaran sastra Sunda di SMA Pasundan 2 Bandung?
2. Pemecahan Masalah
Isyu tentang rendahnya minat, keberanian mengemukakan pendapat dan kemampuan siswa
dalam pembelajaran sastra merupakan masalah yang patut dipecahkan. Penelitian yang berkaitan dengan
peningkatan proses pembelajaran sastra melalui perbaikan pendekatan pembelajarannya perlu segera
dilakukan, dengan cara menerapkan model dan alat bantu yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini
diajukan suatu alternatif penggunaan model RR. Model pembelajaran RR ini memiliki karakteristik-
karakteristik yang universal yang dapat diaplikasikan dalam lingkungan budaya dan jenjang pendidikan
yang berbeda serta dapat dipandang sebagai salah satu metode pembelajaran sastra yang mendorong
siswa untuk aktif, kreatif, dan produktif.
Karena model RR ini dapat merangsang keaktifan siswa, maka bisa dipastikan akan mampu
memberikan tanggapan atau respon atas suatu peristiwa atau kejadian dan hal lain yang ditemukan dalam
karya sastra yang dibacanya. Misalnya mengapa cerita itu diberi judul begitu. Mengapa tidak yang lain.
Mengapa pelaku cerita bertingkah demikian, mengapa tidak sebaliknya. Mengapa cerita berakhir begini,
tidak begitu dst.
Model RR ini memiliki lima tahap (fase) dalam langkah-langkah strateginya dalam pembelajaran
sastra, akan menjadi indikator keberhasilan yang berlandaskan teori tersebut yaitu (a) siswa dihadapkan
pada permasalahan apa yang tarjadi dalam sebuah cerita, baik dalam sajak, prosa, ataupun drama dalam
bahasa Sunda, (b) siswa mengurutkan rangkaian cerita sebuah cerita pendek atau sebuah novel ke dalam
beberapa peristiwa, memilah-milah cerita itu menjadi beberapa bagian baik secara individual maupun
secara kelompok; (c) siswa menghimpun data masalah dari karya sastra yang dibacanya dengan cara
mengujicobakan pemecahannya; (d) siswa merumuskan dan menjelaskan hasil kajian karya sastra; dan (e)
siswa memberi tanggapan terhadap karya sastra agar beroleh kesenangan imajinasi (imaginative
recreation).
Urutan kegiatan pembelajaran di atas dilandasi oleh urutan strategi pembalajaran mata pelajaran
bahasa dan sastra Sunda dengan menggunakan model RR yaitu (a) engaging (menyertakan); (b)
describing (merinci) atau problem solving (memecahkan masalah); (c) conceiving (memahami); (d)
explaining (menerangkan); (e) connecting (menghubungkan); (f) interpreting (menafsirkan) dan (g)
judging (menilai).
Sebagai elaborasi kedua landasan sintaksis di atas, maka model mengajar ini menempuh strategi
sebagai berikut.
(a) Fase kesatu: Siswa menerima informasi tentang prosedur prosedur RR dalam KBM apresiasi
sastra Sunda. Siswa menyerap informasi tentang strategi model RR yaitu (1) engaging; (2) describing atau
problem solving; (3) conceiving; (4) explaining; (5) connecting; (6) interpreting; dan (7) judging. Setelah
itu siswa dihadapkan pada masalah-masalah dalam pembelajaran apresiasi sastra Sunda.
(b) Fase kedua: Siswa menilai data informasi tentang kosa kata dari bacaan yang dikaji terutama
tentang kosa kata yang sulit dan prosedur pengkajian kosa kata dalam bacaan tersebut. Siswa menilai dan
mengkaji situasi masalah dalam membaca pemahaman Pada fase ini dioptimalkan strategi model RR di
atas .
(c) Fase ketiga: Siswa mengkaji dan mengeksperimenkan kemungkinan pemecahan masalah yang
ada dalam peningkatan kemampuan membaca pemahaman dengan cara mengidentifikasi variabel yang
relevan, mengajukan hipotesis hasil imajinasi, mencari hubungan sebab akibat antar variabel, dan
mendiskusikannya. Pada fase ini diterapkan pula langkah-langkah model pembelajaran model RR .
(d) Fase keempat: Siswa merumuskan hasil kajian dan menjelaskan landasan proses dan teknik
kajiannya.
(e) Fase kelima: Siswa mengkaji kembali strategi inkuiri dan model pembelajaran model RR serta
memberikan penguatan dan pengayaan terhadap langkah-langkahnya dan hasil pengkajiannya.
Meskipun model ini menekankan pada proses, tetapi keberhasilannya juga berpengaruh pada isi
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Model Suchman ini memberikan dampak instruksionalnya
dalam hal (1) meningkatkan keterampilan proses ilmiah; dan (2) mengembangkan strategi untuk kegiatan
inkuiri yang kreatif. Sedangkan dampak penyertanya ialah dalam hal (l) memupuk semangat kreativitas;
(2) menumbuhkan kesadaran belajar secara mandiri; (3) membiasakan toleran terhadap ambiguitas; dan
(4) menanamkan kesadaran terhadap hakikat kesementaraan ilmu pengetahuan.
Di samping itu model RR yang mengelaborasikan model Suchman itu dengan pendekatan model
RR memberikan dampak instruksionalnya dalam hal (1) meningkatkan keterampilan membaca; dan (2
mengembangkan strategi merespons yang sangat kreatif. Sementara dampak penyertanya ialah dalam hal
(1) membentuk rasa percaya diri; (2) membantu menciptakan keterbukaan menerima pendapat orang lain;
(3) membina kreatifitas berpikir dan mengemukakan pendapat atau respons, (4) membina kerjasama; dan
(5) menunjang pemilihan materi yang berkualitas.
3. Ruang Lingkup Penelitian dan Definisi Operasional
Sesuai dengan permasalahan yang ditemukan di lapangan, maka lingkup penelitian ini meliputi
minat dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan prestasi belajar pembelajaran sastra
siswa kelas 2 (XI) SMA Pasundan Bandung akan ditingkatkan melalui strategi pembelajaran dengan
model Reader Respons (RR). Dengan demikian defisi operasional membahas pengenalan cara belajar
siswa, pembelajaran sastra, dan strategi pembelajaran model RR.
C. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran seberapa besar peningkatan
minat dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan prestasi belajar setelah diberlakukan
strategi pembelajaran dengan model RR. Dengan dilakukan perbaikan pendekatan/metode/strategi
pembelajaran sastra melalui model RR ini tujuannya adalah:
1. Ingin mengetahui seberapa besar peningkatan minat dan keberanian dalam mengemukakan tanggapan
setelah menggunakan model RR dalam pembelajaran sastra Sunda di SMA Pasundan 2 Bandung.
2. Ingin mengetahui seberapa besar pembelajaran dengan menggunakan model RR berikut alat bantu
berpengaruh pada prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sastra Sunda di SMA Pasundan 2 Bandung.
3. Ingin mengetahui seberapa efektif dan efisien model RR berikut alat bantu yang dalam meningkatkan
minat dan keberanian siswa dalam pembelajaran sastra Sunda di SMA Pasundan 2 Bandung.
D. MANFAAT HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi pada perbaikan kualitas pembelajaran sastra
(Sunda) siswa SMA terutama bermanfaat memperluas cakrawala pengetahuan dan ketrampilan guru SMA
dalam mengajar di kelas. Inovasi dalam pembelajaran ini diharapkan melahirkan tradisi baru dalam
pengelolaan kelas dan penggalian sumber-sumber belajar yang ada di sekitar sekolah, sehingga dapat
mendukung meningkatnya kualitas pembelajaran dan kualitas siswa dalam rangka mengimplementasikan
kurikulum dan yang lainnya.
Inovasi yang akan dihasilkan yaitu berupa strategi pembelajaran sastra Sunda dengan
menggunakan metode RR yang dapat meningkatkan minat dan keberanian siswa dalam mengemukakan
tanggapan atas karya sastra yang dibaca atau yang dipelajarinya sehingga tradisi ilmiah ini menjadi milik
dan bekal untuk masa yang akan datang.di SMA sehingga diharapkan prestasi belajarnya dapat
meningkat.
Adapun manfaat bagi guru akan memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang sumber
belajar di sekitar guru dalam rangka implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kreativitas guru
dalam mengembangkan model RR berikut alat bantu pembelajaran sastra Sunda diharapkan akan
meningkat.
Sedangkan manfaat bagi sekolah, akan memperoleh masukan konsep tentang implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekolah. Meningkatkan
kemampuan guru bahasa dan sastra Sunda di sekolah bersangkutan, khususnya dalam mengelola kelas
dan umumnya melaksanakan tugasnya sehari-hari.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. HAKEKAT SASTRA DAN KEDUDUKANNYA DALAM PEMBELAJARAN
Karya sastra adalah hasil kreativitas, fiksi, dan bukan realitas. Karena itu “dunia” yang
diciptakannya adalah dunia rekaan, tetapi karya sastra boleh jadi “mirip” dengan kehidupan nyata
(A.Teeuw, 1983). Pengarang merakit dan merekayasa dunia ciptaannya itu berdasarkan pengalaman-
pengalamannya, baik pengalaman dirinya (individu) maupun pengalaman orang lain. Di satu segi, karya
sastra merupakan tafsiran pengarangnya mengenai kehidupan ini. Dari sisi lain, pembaca menanggapi
karya sastra berbekal pengalamannya sendiri.
Keterbukaan karya sastra akan interpretasi lebih banyak dimungkinkan oleh sifat-sifat wacananya
dari pada oleh definisinya. Karya sastra menyajikan hasil penyulingan pengalaman manusia yang dirakit
secara artifisial menurut konvensi sastra. Dalam wujudnya yang utuh dan terpadu karya sastra mampu
membangkitkan tanggapan rasa (emosi) dan sikap dari pembacanya karena di dalamnya akan ditemukan
dalam kehidupan. Cirinya yang unik adalah bahwa karya sastra merupakan usaha pengarang untuk
mengkomunikasikan wawasannya secara imajinatif mengenai pikiran dan perbuatan orang-orang;
wawasan yang terarah pada makna pengalaman.
Myers (dalam Loban dkk., 1969:437) menekankan ciri yang terlihat pada petikan berikut:
“Other qualities of poetry and prose are important, but insight –the writer’s persobal view and
his ability to see others as he sees himself, from within, his ability to estimate those inner values which
cannot be checked by measuring rods, weights, clocks, and thermometers – is the indispensable quality,
the distinguishing trait of literature. Literature may offer more than insight, but it cannot offer less, it
cannot lack insight without becoming an other kind of writing” (Ciri-ciri lain mengenai puisi dan prosa
memang penting, tetapi wawasan –yaitu pengamatan pribadi pengarang dan kemampuannya melihat
orang lain seperti melihat dirinya sendiri, dari dalam, kemampuannya mengestimasi nilai-nilai batiniah
yang tidak dapat dicek dengan tongkat pengukur, pengukur berat, waktu, dan termometer – adalah unsur
yang mesti ada, ciri khas sastra. Karya sastra mungkin saja menyajikan lebih daripada wawasan, tetapi
tidak bisa kurang; karya sastra tanpa wawasan akan bergeser menjadi karangan jenis lain.
Pandangan tadi terlihat seperti dipertajam oleh pendapat Daiches (dalam Loban dkk., 1969:437)
yang menonjolkan kemampuan sastra dalam menjelajahi pikiran dan batin manusia:
“Fiction enables us to explore the recesses of man’s head and heart with a torch; history allows
us only the natural light of day, which does not usually shine into such places. Literature is the Man’s
exploration of man by artificial light, which is better than natural light because we can direct it where we
want it.” (fiksi memungkinkan kita menjelajahi ceruk-ceruk tersembunyi dalam pikiran dan hati manusia
dengan sebuah pelita; sejarah memungkinkan kita hanya dengan terangnya siang, yang biasanya tidak
mampu menyinari tempat-tempat tersembunyi seperti itu. Sastra adalah eksplorasi manusia tentang
manusia dengan sinar buatan, yang lebih baik dari pada sinar biasa karena kita dapat mengarahkannya ke
mana yang kita kehendaki).
Dalam petikan tadi tersimpul adanya dua cara memandang kehidupan. Cara yang ditempuh sastra
adalah cara yang bersifat internal. Sastrawan mencari kebenaran secara internal, memandang situasi
manusia dalam hubungan dengan individu serta melalui individu pula.
Logan dkk (1972:408-409) mengorak sastra dari beberapa segi. Karya sastra dianggap sebagai
kehidupan sebagaimana dilihat oleh seorang pengarang. Sastra adalah sebuah cara memandang
kehidupan, mempertanyakan kehidupan, merakit bagian-bagian kehidupan dengan cara demikian rupa
sehingga apa yang semula tampaknya biasa, lahiriah, kasar, mungkin tiba-tiba menjadi luar biasa,
memikat dan menonjol. Dalam karya sastra -sebagai karya ciptaan- pengarang melukiskan sebuah latar
pemandangan, menggambarkan sebuah adegan, dan mengembangkan sebuah konsep dengan kata-kata.
Dalam membicarakan nilai-nilai sastra, Loban dkk., (1969:438-439) mengemukakan bahwa tidak
sedikit persepsi dan pemahaman yang bisa diperoleh dari pengalaman primer dapat pula diperoleh melalui
karya sastra. Sastra dapat membantu kita memahami diri kita sendiri. Sastra dapat memunculkan makna
emosi dan perbuatan kita.
Sebagian karya sastra mengajak kita melakukan penjelajahan fantasi, imajinasi, untuk beroleh
kepuasan. Kepuasan itu dalam arti menggugah minat akan keindahan yang aneka ragam, memancing
persepsi yang lebih tinggi tentang keunggulan seni, yang dapat diperoleh dengan cara-cara yang sangat
halus melalui pengalaman bersastra.
Tujuan umum pengajaran sastra adalah agar siswa dapat mengapresiasi karya sastra. Pada tahap
ini seyogyanya siswa diajak lebih banyak menikmati berbagai macam karya sastra. Membaca puisi,
mendengarkan puisi yang telah digubah menjadi lagu, memerankan adegan dari sebuah novel atau cerita
pendek, melakonkan drama, menonton pertunjukan sandiwara dan sebagainya.
Pada usia sekolah menengah perasaan estetis dan artistik siswa sangat sensitif terhadap
rangsangan dari luar. Tidak hanya peka dalam menikmati karya sastra orang lain, mencipta puisi pun
mereka mahir. Banyak pula di antara mereka yang pintar membuat cerita pendek. Semuanya itu yang
diperlukan adalah adanya dorongan dan rangsangan. Tidak banyak dicela dan disalahkan, atau mencela
karya siswa dengan menggunakan kriteria yang berlaku untuk karya cipta siswa.
Sebuah puisi ciptaan siswa walaupun sederhana, itu adalah karya cipta, karya seni. Biarlah
tercipta sebagaimana adanya, sebagaimana dikehendaki penciptanya. Mungkin tidak sesuai dengan selera
atau rasa seni guru. Tetapi biarlah demikian. Pada saatnya nanti siswa akan mencipta yang lebih baik,
yang memenuhi kriteria tertentu.
B. PEMBELAJARAN SASTRA DENGAN MODEL READER RESPONS (RR)
a. Orientasi Model Reader Respons (RR)
Model Reader Respons (RR) ini berorientasi pada teori Richard Suchman, yaitu Inquiry Training
Mode1 yang menurut pengelompokan Bruce Joyce & Marsha Weil (1980:10) termasuk ke dalam
keluarga atau kelompok The Information Processing Sources. Tujuan umum dari model ini ialah
membantu agar siswa mengembangkan disiplin intelektualnya dan keterampilan mengkaji puisi dengan
cara mengajukan pertanyaan dan menyusun jawaban berdasarkan perasaan ingin tahu mereka. Pernyataan
ini menunjukkan ketertarikan Suchman untuk membantu siswa mencari dan menemukan sendiri masalah
dan jawaban, secara bebas, tetapi dalam cara yang berdisiplin atau teratur. Di menginginkan para siswa
mempertanyakan tentang gambaran yang ada dalam sajak dan menemukan serta memproses data secara
logis. Selanjutnya dia menganjurkan para siswa mengembangkan strategi intelektualnya secara umum
sehingga mereka dapat menemukan alasan sesuatu itu terjadi dalam puisi.
Model RR ini dapat dipandang sebagai salah satu metode pembelajaran sastra yang mendorong
siswa untuk aktif, kreatif dan produktif. Model ini berusaha memancing tanggapan siswa atas karya sastra
yang dipelajari atau yang dibacanya. Dituntut adanya keaktifan dari siswa untuk memberikan berbagai
macam tanggapan atas berbagai aspek karya sastra yang dibacanya. Tanpa keaktifan tidak mungkin dapat
memberikan tanggapan atau respon atas suatu peristiwa atau kejadian dan hal lain yang ditemukan dalam
karya sastra yang dibacanya. Misalnya mengapa cerita itu diberi judul begitu. Mengapa tidak dengan
yang lain. Mengapa pelaku cerita bertingkah demikian, mengapa tidak sebaliknya. Mengapa cerita
berakhir begini, tidak begitu.
Landasan berpikir model RR adalah bahwa membaca sastra merupakan suatu kenikmatan dan
bermanfaat (dulce et utile). Pembaca (siswa) diharapkan menjadi produktif, tidak hanya sekedar
menerima atau mengikuti saja jalan ceritanya tetapi juga berproduksi - dalam hal ini adalah timbulnya
kreasi atau aksi. Tentu saja pembaca (siswa) tidak usah berproduksi dalam bentuk mencipta karya sastra
yang baru, walaupun arahnya memang ke sana. Namun berupa munculnya berbagai tanggapan dari para
siswa, itu merupakan bentuk produktif dari diri siswa. Manusia menyenangi seni dan senang mencipta
karya seni. Pembelajaran sastra yang berlandaskan model RR ini sangat memperhatikan kenyataan ini.
Rasa seni siswa akan tergugah, daya kreasinya terdorong, dan daya pikirnya pun terangsang.
Ada berbagai macam aktivitas dapat dimunculkan dalam pengajaran sastra yang berlandaskan
teori tersebut. Satu di antaranya adalah memprediksi, menebak atau menerka. Siswa diharapkan dapat
menebak apa yang akan terjadi dalam sebuah cerita. Bukan meramal, karena meramal lebih banyak
bersipat irasional. Sedangkan memprediksi berdasarkan kiraan yang masuk akal. Dalam kegiatan ini yang
utama ialah memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif-kreatif. Sebuah teks biasanya bersifat
multi interpretasi. Jadi walaupun tebakan siswa bermacam-macam tidak perlu disalahkan. Dalam hal ini
guru tidak usah bertindak sebagai hakim yang memutuskan, tetapi lebih sebagai fasilitator yang
menciptakan kondisi memberi kemudahan pada siswa untuk aktif-kreatif. Sekali lagi bukan hasil akhir
yang diutamakan, melainkan proses pemerolehannya.
Pengujian di dalam kelas memberi peluang untuk memodifikasi atau memperbaiki interpretasi
mereka. Tidak perlu dikhawatirkan akan terjadinya subjektivitas yang berlebihan atau relatif kebablasan
(dalam interpretasi), karena guru yang baik adalah memahami benar bahwa teks sastra akan
mengendalikan terjadinya kecenderungan tersebut. Semua itu akan terungkapkan dalam pendekatan yang
memandang karya sastra sebagai sesuatu yang memiliki unsur-unsur sosial dan unsur-unsur estetis,
substansi dan bentuk, yang saling menunjang sekalipun secara teoritis dapat dibedakan. Dalam hubungan
ini pula antara lain diterapkannya kriteria menyenangkan (dulce) dan bermanfaat (utile) untuk menilai
karya sastra.
b. Konsep Pendekatan Reader Respons
Penjelasan tentang konsep pendekatan Reader Respons (tanggapan pembaca), sebaiknya diawali
oleh pernyataan Richard Beach (1993: 1) yang cukup menarik perhatian untuk dicermati, yaitu among
many dramatic changes in literary theory over the past thirty years, one of the most striking has been the
growing prominence of what has come to he called reader respons criticism.
Pernyataan ini cukup menunjukkan peranan pendekatan RR yang sangat penting. Richard W.
Beach (1993: 15) mendukung pernyataan di atas dengan penjelasannya bahwa Reader-respons theory is
typically described as a reaction to the new criticism that achieved prominence in the 1940s and 1950s.
Masyarakat pembaca pada saat itu sudah tidak puas lagi pada pendekatan yang mengagungkan
strukturalisme yang hanya menaruh perhatian pada teks, sementara faktor pembaca sendiri diabaikan.
Pernyataan Richard W.Beach di atas diperkuat oleh Robert Con Davis (1986:345), yang
menandaskan bahwa Modern Reader-respons theory, from the late 1960s through the present,
concentrates exclusively on what readers do and how they do it.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa orientasi pengkajian sastra (sajak) sudah beralih dari
strukruralisme ke tanggapan pembaca. Pendekatan RR ini muncul sejak akhir tahun 1960-an hingga
sekarang, dan berkonsentrasi secara khusus pada apa yang dikerjakan pembaca dan bagaimana mereka
mengerjakannya.
Selanjutnya, konsep pendekatan RR ini berangkat pula dari pendirian yang dijelaskan oleh Jane
P. Tompkins (1980: ix) sebagai berikut “Reader-respons critics would argue thai a poem cannot be
understood apart from its results. Its effects, psychological and otherwise, are essential to any accurate
description of its meaning, since that meaning has no effective existence outside of its realizations in the
mind of reader.” Dengan demikian, sebuah teks sastra akan bermakna setelah ada komunikasi dan
transaksi dengan pembacanya. Sementara konsep transaksi dan Louise M. Rossenblatt itu dijelaskan oleh
Agnes J. Webb (Cooper, 1985:274 ) sebagai berikut.
Transactive respons lo literature asserts that the reading of works is not merely the
communication of a message to a passive receiver; the transaction is an internal activity in which the
reader recreates the text and confers meaning on the work.
Dengan demikian, komunikasi yang terjadi antara pembaca dengan teks berlangsung dua arah,
saling memberi dan saling menerima. Konsep inilah yang menjadi bentuk perkembangan terakhir dari
konsep tanggapan pembaca, selain penekanan yang khusus pada aspek tertentu dalam hubungan antara
teks dengan pembacanya, misalnya pada kemampuan merespons, gejala atau proses merespons, atau hal
yang direspons.
Louise M. Rossenblatt (Cooper, 1985: 35) secara jelas menguraikan konsep pendekatan transaksi
sebagai berikut.
...the term transaction, as I use it, implies that the reader brings to the tex a network of past
experiences in literature and in life. (The author's (ex also is seen as resulting from a personal and social
transaction, but that i a question for another discussion). In the reading situation, the poem-the literary
work-is evoked during the transactions between reader and text.
Penjelasan Louise M. Rossenblatt ini memberikan keyakinan kepada kita tentang proses
membaca dan mengkaji sajak, bahwa membaca mendekati dan mengkaji sajak dengan berbekal skema
pengalamannya dalam hal karya sastra dan kehidupan.
Model RR ini mengisyaratkan adanya suatu teori kajian sastra, yang mengambil fokus kegiatan
pembaca dalam membaca suatu karya sastra yang muncul sejak tahun 1960-an dalam ilmu sastra. Para
penganut teori RR menaruh perhatian pada tanggapan pembaca saat membaca suatu teks sastra. "Karya
sastra dalam hal ini dikonversikan menjadi suatu kegiatan menurut tingkatan pikiran pembaca" (Abrams,
1981:149).
Menurut teori RR, sebuah teks ditentukan oleh "produksi" atau "kreasi" pembacanya, sehingga
dengan demikian tak ada satu pun makna yang dianggap tepat secara mutlak, baik bagian-bagian
linguistiknya maupun keseluruhan aspek artistik dari sebuah teks.
Para penganut teori RR, di antaranya adalah Wolfgang Iser, Roman Ingarden, Jonathan Culler,
Norman Holland dan Stanley Fish (Abrams 1981:150; Selden, 1986:112; dan Rice & Waugh, 1989:75).
Setiap penganut teori ini memberi penekanan-penekanan khusus pada faktor pembaca sastra. Ada yang
menekankan segi afektifhya, fenomologinya (resepsinya), dan kompetensi pembacanya dalam merespons
karya sastra.
Dalam ilmu sastra, dikenal adanya berbagai macam teori sastra. Menurut sejarah dan
perkembangan teori sastra sebagaimana dikemukakan oleh Raman Selden dalam buku A Reader' Guide
to Contemporary Literary Theory (1986) dan Philip Rice & Patricia Waugh dalam buku mereka berjudul
Modern Literary Theory (1989) selain teori RR, dikenal pula dalam ilmu sastra teori formalisme,
marxisme, strukturalisme, poststrukturalisme dan feminimisme. Teori RR termasuk salah satu teori sastra
kontemporer. In contemporary literary theory the role of the reader has become increasingly prominent
(Rice & Waugh, 1989:75).
Teori-teori tentang RR ini banyak diambil dari disiplin ilmu psikologi, linguistik, estetika, sastra,
dan pendidikan. Philip Rice & Patricia Waugli (1989:75) dalam hubungan ini mengatakan bahwa, an
orientation toward the text reader nexus has been taken up in structuralist, post-structuralist, formalist,
feminist and psychoanalytic criticism.
Teori RR juga ada yang memfokuskan pada apa yang dibaca dan ada pula yang memfokuskan
pada ihwal pembacanya. Satu hal penting yang disepakati para ahli dalam kegiatan merespons teks sastra,
yaitu proses membaca dan merspons adalah kegiatan aktif, bukannya otomatis. Tanggapan (respons)
bersifat dinamis dan terbuka untuk berubah terus ketika pembaca akan mengantisipasi, menyimpulkan,
mengingat, merefleksikan, menginterpretasikan, dan menghubungkan (Huck, et al. 1989:72).
Louise M.Rossenblatt (1976: 25) lebih suka menggunakan istilah "transaksi" daripada "respons".
Konsep transaksi menurut Louise M.Rosenblatt (1976:25) dapat dijelaskan melalui kutipan berikut.
The literary work exist in the live circuit set up between reader and text, the reader inverses
intellectual and emotional meanings into pattern of verbal symbols, and those symbols channel his
thought and feelings.
Kutipan di atas mengandung arti bahwa siswa (pembaca) akan melihat adanya berbagai macam
makna dalam suatu sajak atau karya sastra lainnya. Dengan demikian, guru yang sensitif akan dapat
partisipasi yang lebih sadar diri bagi peserta didik untuk memprediksi, membuat kesimpulan-kesimpulan
dalam bagian-bagian lain dari proses respons yang dinamis itu.
Teori RR juga mengemukakan bahwa pembaca mendekati karya-karya sastra dengan suatu cara
yang khusus. James Britton (1975) mengatakan bahwa dalam segala penggunaan bahasa kita dapat
menjadi participant ataupun spectators.
In the participan role we read in order to accomplish something in the real word, as in following
a recipe. In the spectator role we focus on what the language says as an end in itself, attending to its
forms and patterns, as we do in enjoying poetiy (Huck, et al., 1989:74).
c. Konsep Strategi, Kondisi dan Prinsip Pembelajaran Model Reader Respons
Model penerapan pendekatan RR dalam mengajar kajian sajak Sunda harus dilakukan dengan
cara, paling tidak, memperhatikan tiga hal utama dalam konsep pendekatan itu, yaitu strategi, kondisi, dan
prinsip. Ketiga hal ini akan menjadi variabel yang sangat menentukan dalam meningkatkan kualitas
proses belajar dan hasil belajar. Adapun rincian dari strategi pembelajaran kajian sajak dengan
pendekatan RR itu ialah :
1) menyertakan (engaging), Pembaca selalu menyertakan perasaannya pada saat dia menjelaskan reaksi
emosionalnya terhadap teks sastra.
2) merinci (describing) atau memecahkan masalah (problem solving}, Pembaca merinci teks sastra pada
saat mereka menyatakan kembali atau mereproduksi informasi yang disajikan kata demi kata dalam teks
itu.
3) memahami (conceiving), Ketika pembaca memahami karakter, latar, dari bahasa, mereka bergerak di
balik informasi untuk membuat pernyataan tentang artinya.
4) menerangkan (explaining). Meskipun kita sudah membentuk konsep tentang perilaku karakter
(tokoh), tetapi kita masih harus menjelaskan sebaik mungkin alasan tokoh itu bertindak seperti itu.
5) menghubungkan (connecting). Ketika pembaca menghubungkan pengalaman mereka dengan isi teks
sastra, pada saat itulah interaksi antara pernbaca dengan teks semakin jelas.
6) menafsirkan (interpreting). Ketika pembaca menafsirkan teks sastra, mereka menggunakan reaksi,
deskripsi, konsepsi, dan koneksi yang mereka bentuk untuk mengartikulasikan tema atau butir dari
episode yang spesifik atau dari keseluruhan teks.
7) menilai (judging). Ketika kita membuat jarak dengan teks sastra, bagaimanapun kita bisa berbuat lebih
banyak daripada hanya menyusun interpretasi. Sebagaimana sering berlaku, kita membuat penilaian
tentang karakter dalam cerita atau kualitas sastra dari teks itu secara keseluruhan.
Ketujuh strategi RR ini disusun secara terpisah, tetapi gabungan kegiatan unsur strategi ini akan
membantu pembaca memberikan respons yang lengkap terhadap teks sastra yang dibacanya. Pernyataan
itu diberikan oleh Richard W. Beach & James D Marshall (1991:28) pada awal penjelasannya tentang
strategi repsons pembaca, yaitu such strategy are ways of responding that we can describe separately -
and that may be employee separately - but that together comprise a reader full respons to the text being
read. Dalam penerapan ketujuh strategi RR ini, masing-masing berdiri sendiri dan tidak perlu muncul
secara berurutan, tetapi totalitas pelaksanaan strategi ini akan sangat menunjang pencapaian kualitas
merespon yang lebih tinggi.
Model penerapan pendekatan RR dalam pengajaran kajian sajak Sunda ini harus dengan cara kita
memperhatikan kondisi yang terdiri dari (1) keberterimaan (receptivity), (2) kesementaraan
(tentativeness); (3) kesungguhan (rigor); (4) kerjasama (cooperation); dan (5) ketepatan bahan (suitable
literature) (Probst, 1988:24). Di samping itu pula kita harus memperhatikan prinsip-prinsip: (1) pemilihan
bahan (selection): (2) tanggapan dan pertanyaan (respons and questions); (3) suasana (atmosphere); (4)
relalivitas (relativity); dan (5) bentuk tanggapan (forms of respons) (Probst. 1988:33).
Unsur pertama dalam penciptaan kondisi model RR dalam pengajaran kajian sajak, yaitu
keberterimaan (receptivity) yang berarti diskusi yang diselenggarakan di kelas untuk mengundang
tanggapan dan persepsi siswa, tanggapan dan persepsi para siswa itu menjadi hal yang sangat penting
untuk diperhatikan dengan baik. Seorang guru harus menciptakan suasana yang di dalamnya
memungkinkan para siswa merasa cukup nyaman untuk memberikan respons secara terbuka. Guru pun
harus mampu menanamkan pendapat ke dalam diri siswa bahwa mereka harus bersedia menerima
tanggapan dari teman-temannya. Unsur kedua, ialah kesementaraan (tentativeness) berarti para siswa
harus mau berpikir bahwa tanggapan dan persepsi mereka masih bersifat sementara atau tidak mutlak,
sehingga mereka akan terbuka menerima pendapat, tanggapan, atau persepsi orang lain. Selanjutnya,
kondisi yang ketiga adalah kesungguhan (rigor), yang dapat kita tafsirkan sebagai suatu kekakuan, dalam
arti para siswa harus mau berpikir dan mau memberikan respon mereka. Kondisi yang keempat yang
harus diciptakan adalah kerjasama (cooperation), dalam arti kelas harus dengan alasan yang kuat
bekerjasama dalam kelompok secara baik. Kerja kelompok ini harus, mampu meningkatkan kepercayaan
pada diri siswa untuk memiliki kesempatan mengungkapkan tanggapan mereka. Sedangkan unsur yang
terakhir dalam penciptaan kondisi pengajaran adalah ketepatan bahan (suitable litterature) yang berarti
karya sastra yang disuguhkan harus menyajikan refleksi yang berharga dalam hal ide, gaya bahasa, nilai,
dan lain-lain.
Beberapa prinsip yang ada kaitannya dengan penciptaan kondisi di atas, yaitu pemilihan bahan
(selection) yang berarti seorang guru harus mampu memilih bahan (karya sastra) yang menarik minat para
siswa. Prinsip kedua, tanggapan dan pertanyaan (respons and questions) yang berarti diskusi yang
dilaksanakan di kelas harus berkonsentrasi pada pengungkapan tanggapan siswa, dan guru tidak
diperbolehkan untuk mengarahkan tanggapan siswa tersebut dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan.
Guru harus membiarkan siswa untuk mengembangkan pikirannya masing-masing. Prinsip yang ketiga,
adalah suasana (atmosphere) yang berarti guru harus mencoba menyuburkan suasana bekerja sama
daripada saling mengalahkan. Prinsip selanjutnya, adalah relativitas (relativity) yang berarti relativitas
yang dimiliki oleh setiap respons atau tanggapan yang diberikan oleh para siswa sebab hanya pengarang
itulah yang tahu benar tentang sajaknya. Prinsip yang terakhir dalam pengajaran kajian sajak yang
berdasarkan Model Mengajar RR adalah bentuk tanggapan (forms or reponses) yang berarti tanggapan
yang diberikan oleh para siswa tidak salah kalau bervariasi, karena pengalaman setiap siswa akan
mempengaruhi tanggapan yang diberikannya terhadap sebuah karya sastra yang dibacanya.
C. MENGENAL CARA BELAJAR SISWA
Untuk menciptakan pembelajaran sastra yang baik sangat diperlukan pengenalan tentang (faktor)
siswa karena sesungguhnya dalam kegiatan pembelajaran merekalah subjeknya. Sebagai individu, siswa
memiliki keunikan tersendiri yang ditunjukkan dengan keunggulan dan kelemahannya. Dalam hal belajar,
masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan.
Secara umum mereka pasti berbeda kecenderungan minatnya, tingkat kecedasannya, bakatnya,
motivasinya serta kecenderungan lainnya (Iskandarwassid, 2004).
Minat terhadap sastra akan beraneka ragam. Dalam kelas, satu kelompok mungkin menyukai
karya sastra bentuk prosa, sementara kelompok lainnya lebih menyukai bentuk sajak atau drama. Satu
kelompok lebih senang mempelajari karya-karya sastra lama, sedangkan sisanya lebih suka pada sastra
baru. Dengan kondisi kelas seperti itu, tidak ada salahnya untuk melakukan modifikasi atas model-model
mengajar yang biasa digunakan. Selama ini aspek minat dalam pembelajaran sastra belum mendapat
perhatian yang sungguhsungguh, padahal minat merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan
belajar. Pembelajaran sastra di sekolah diharapkan mampu melayani minat yang aneka ragam itu. Dalam
hubungan ini, alangkah baiknya untuk lebih dahulu merundingkan karya sastra yang akan dibaca atau
yang akan didiskusikan. Lebih baik memilih cara lain daripada “memaksa” siswa yang tidak menyukai
sajak untuk mengkaji sajak. Apresiasi sastra antara lain bersangkutan dengan spontanitas, kesenangan dan
nilai-nilai (B.Rahmanto,1992).
Tingkat kecerdasan bersangkutan dengan intelegensi, kemampuan akal atau berpikir. Dalam
pengajaran sastra antara lain akan terlihat pada kecepatan siswa dalam mengajukan tanggapan-tanggapan
(pendapat) atas karya sastra yang sedang didiskusikannya serta tingkat ketepatannya. Hampir bisa
dipastikan bahwa tingkat kecerdasan mereka berbeda-beda. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan variasi
kegiatan belajar mengajar; kapan pembelajaran harus berlangsung cepat agar tidak menghambat siswa-
siswa yang tergolong cerdas, serta kapan pembelajaran harus diperlambat agar tidak merugikan mereka
yang kurang cerdas. Tindakan menyamaratakan untuk seluruh kelas malah akan merugikan keduanya.
Bakat siswa dalam pembelajaran sastra akan terlihat dari hasil belajarnya. Tidak hanya bersifat
reseptif, melainkan juga yang bersifat produktif. Sebagaimana lazimnya, bakat sering dihubungkan
dengan “kemampuan istimewa”. Karena itu, setiap kelas jumlahnya tidak akan banyak, mungkin juga
tidak ada. Siswa yang berbakat perlu mendapat pelayanan atau perlakuan khusus dalam pembelajaran
sastra (Rusyana, 1978).
Berkaitan dengan motivasi, pembelajaran sastra akan menghadapi siswa lebih beragam.
Dorongan belajar kelas akan lebih sulit dikelompokkan karena motivasi berbeda-beda. Sama halnya
dengan aspek-aspek lainnya, motivasi siswa perlu dipupuk serta dibina agar dorongan itu berperan serta
berfungsi optimal. Motivasi yang kuat akan mampu memacu kecepatan belajar bila tidak mendapat
perlakuan yang memadai.
Kemampuan kognitif siswa tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan dalam pembelajaran
sastra, khususnya dalam pemilihan bahan dan pengembangan kegiatan belajar. Sebuah karya sastra yang
terlalu asing bagi siswa mungkin menghambat pembelajaran. Ada kesenjangan yang mempersulit
pemahaman mereka akan karya sastra yang sedang dipelajari. Bukan hanya bersangkutan dengan aspek
bahasa, melainkan juga dengan isi dan teknik penyajiannya.
Aspek-aspek bersangkutan dengan cara belajar siswa tadi, mungkin agak sulit diketahui. Namun,
tetap perlu diusahakan untuk menemukan model-model pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.
Dengan uraian itu, ditegaskan bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sastra di
sekolah akan terarah pada peran guru atau mereka yang (1) menguasai macam-macam pendekatan,
metode, dan teknik mengajar; (2) menguasai kurikulum, tujuan pembelajaran sastra, dan menguasai
sarana-sarana penunjangnya, serta (3) mengenali siswa-siswanya. Penguasaan mereka atas semua faktor
akan terlihat pada model RR.
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Pasundan 2 Bandung yang berlokasi di Jl Cihampelas 167
Bandung dengan pertimbangan bahwa di sekolah itu terdapat mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda.
Guru Bahasa Sunda selama melakukan pembelajaran sastra Sunda masih menggunakan metode
konvensional yakni model Struktural, dan belum menggunakan stretegi pembelajaran dengan model
Reader Respon (RR).
Lokasi tersebut ini sangat strategis karena berada di kawasan Bandung Utara dan siswanya relatif
heterogen latar belakang budayanya dan kondusif. Siswa kelas 2 (XI) di SMA Pasundan 2 ini terdiri dari
10 kelas, 5 kelas IPA, 4 kelas IPS dan 1 kelas Bahasa. Tiap-tiap kelas berisi 43-45 orang siswa dengan
kondisi kelas yang cukup representatif.
Penelitian ini dilakukan pada jam pelajaran Bahasa Sunda 80 menit satu kali tindakan. Dalam
satu siklus dilakukan 3 kali tindakan. Jadi jumlah tindakan seluruhnya adalah sembilan kali. Penelitian ini
dilaksanakan selama delapan bulan.
B. SUBYEK PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode metode eksperimen dengan desain the randomized pretest-
postest control group design atau matched pair design. Random assignment untuk kelas eksperimen
disebut random asignmement 40 student to experiment group yakni kelas 2 (XI) IPA 3 sebanyak 45 siswa
dan random assignment untuk kelas kontrol lisebut sebagai random assignment of 40 student to control
group yakni kelas 2 (XI) IPS 4 sebanyak 45 siswa. Kedua random ini adalah hasil seleksi dari kelas 2 (XI)
yang terdiri dari 10 kelas (5 kelas IPA, 4 kelas IPS dan 1 kelas Bahasa) semester 1 tahun akademik
2006/2007. Pengukuran awal (prates) dan akhir (postes) kedua kelompok random tersebut dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat kemampuan awal dan akhir siswa dalam pengkajian sajak.
Metode ini digunakan untuk menguji keefektifan penggunaan Model RR dalam pengajaran kajian
sajak pada kelas 2 (XI) IPA 3 SMA Pasundan 2 Bandung. Sebagai bahan pembanding digunakan
kelompok kontrol atau kelompok the randomized pretest-postest control group pada kelas 2 (XI) IPS 4
SMA Pasundan 2 Bandung.
C. PROSEDUR PENELITIAN
a. Perencanaan
Rencana tindakan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sastra Sunda
dengan menggunakan strategi pembelajaran model RR. Sedangkan untuk meningkatkan hasil belajar akan
memberlakukan prosedur penelitian. Adapun langkah-langkah (prosedur penelitian) yang ditempuh ialah
sebagai berikut:
Tahap1, penentuan randomized sample dengan teknik stratified random sampling yang
menggunakan placement test. Tes ini digunakan untuk menempatkan siswa dalam dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kriteria yang digunakan ialah kemampuan siswa sebagai
variabel yang berpengaruh terhadap hasil belajar. Prosedur yang ditempuh melalui langkah-langkah a)
hasil placement test diurutkan berdasakan nilai tertinggi sampai terendah; b) dibuat kategori tinggi,
sedang, dan rendah; c) secara acak kelompok tinggi, sedang dan rendah dibagi dua yang masing-masing
menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Tahap 2, pelaksanaan prates untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan
menggunakan instrumen tes hasil belajar yang terdiri dari bahan tiga buah sajak Sunda.
Tahap 3, pelaksanaan eksperimen dengan menggunakan Model RR di kelompok eksperimen dan
model Struktural di di kelompok kontrol, masing-masing empat kali pertemuan dengan diakhiri tes untuk
setiap pertemuan dengan judul sajak yang berbeda-beda.
Tahap 4, pelaksanaan postes untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan
menggunakan tes hasil belajar yang terdiri dari bahan tiga buah sajak.
Untuk menjaring data atau informasi tentang hasil belajar kajian sajak dengan menggunakan
Model RR dan model mengajar Struktural digunakan tes. Instrumen tes yang digunakan adalah (1) tes
pengelompokan sampel (placement test), dan (2) tes hasil belajar.
1) Tes pengelompokan sampel digunakan untuk membagi sampel menjadi kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol . Dari hasil uji coba diketahui bahwa kedua instrumen tersebut (pengetahuan sajak
dan pengetahuan pendekatan mengkaji sajak) memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Tes ini disebut
placement test, digunakan untuk mengukur dan membagi sampel menjadi dua kelompok yang sama yakni
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Aspek-aspek yang dijaring dalam placement test pengkajian sajak meliputi 1) tingkat informasi,
2) tingkat konsep, 3) tingkat perspektif, dan 4) tingkat apresiasi. Sedangkan jenjang yang diukurnya
adalah jenjang kognitif dan mulai jenjang ingatan, pemahaman, penggunaan, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
2) Tes hasil belajar mengkaji sajak juga telah diujicobakan. Setelah melalui tahap revisi dan
diujicobakan lagi, maka instrumen ini telah memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Instrumen ini
untuk memecahkan masalah hasil belajar mengkaji sajak siswa dan menunjang pemecahan masalah
model mengajarkan kajian sajak. Sementara achievement test atau tes hasil belajar digunakan untuk
mengukur kemampuan awal siswa terhadap kajian sajak dan kemampuan akhir setelah selesai proses
belajar mengajar.
Penggunaan angket untuk mengumpulkan data atau informasi tentang proses belajar mengajar
model RR dan model Struktural dari guru dan siswa yang dijadikan sampel. Instrumen angket digunakan
untuk mengumpulkan data tentang kualitas proses belajar mengajar guru dan siswa dengan menggunakan
model RR dan model Struktural. Aspek-aspek yang dijaring dalam kualitas proses pembelajaran sajak
Sunda dengan model RR dan model Struktural pada siswa kelas 2 (XI) meliputi angket untuk guru dan
siswa yang mencakup a) tujuan pembelajaran; b) bahan pembelajaran c) metode pembelajaran; d) media
pembelajaran; e) jenis pendekatan mengkaji sajak; f) evaluasi; dan g) pengembangan model.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tahap penelitian tidakan kelas (PTK) yaitu melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar baik
di kelas maupun di luar kelas dengan segala prosedurnya sebagaimana disarankan dalam perencanaan.
1. Siklus pertama (dua rombel pada kelas 2)
Dalam siklus pertama ini pembelajaran sastra dilaksanakan dengan cara memprediksi, menebak
atau menerka dalam bentuk puisi yakni sajak Sunda. Guru memperkenalkan 3 buah sajak yang berjudul
‘Dua’ (Doa) karya Risnawati, ‘Néangan Bulan’ (Mencari Bulan) karya Darpan dan ‘Tanah Sunda’
(Tanah Sunda) karya Ajip Rosidi yang telah dipersiapkan oleh guru. Sebelumnya guru telah membagikan
copiannya kepada setiap siswa dan disajikan di depan kelas. Sebelum membaca sajak secara keseluruhan,
guru memulai dengan melemparkan pertanyaan sekitar judul sajak, meminta siswa untuk memprediksi
atau menebak apa kira-kira yang akan diceritakan pengarang. Misalnya pada sajak 1 yang berjudul
”Du’a”, harapan/doa apa yang diminta oleh si pengarang itu, bagaimana ungkapannya, mengapa diberi
judul seperti itu; apa arti dari judul tersebut; bagaimanakah isi sajak itu? dsb. Pendapat mereka (siswa)
dalam mengemukakan tanggapan boleh saja sama tetapi dengan redaksi atau kata-kata yang
dikemukakannya berbeda. Sebuah teks sastra biasanya bersifat multi interpretasi. Jadi walaupun tebakan
siswa bermacam-macam tidak perlu disalahkan. Dalam hal ini guru tidak usah bertindak sebagai hakim
yang memutuskan, tetapi lebih sebagai fasilitator yang menciptakan kondisi memberi kemudahan pada
siswa untuk aktif-kreatif. Sekali lagi bukan hasil akhir yang diutamakan, melainkan proses
pemerolehannya. Di sini guru perlu memberikan motivasi dan memberi tekanan bahwa berbeda pendapat
adalah sah-sah saja dan bukanlah hal yang salah. Terapi psikologi yang utama adalah memberikan
motivasi siswa agar mulai tumbuhnya minat dan keberanian mengemukakan pendapat.
Hasil yang diharapkan adalah siswa mulai berani mengemukakan tanggapannya secara terarah
dan menunjukan kegairahan dalam mengemukakan tanggapan atas sajak yang dibaca dan dipelajarinya
serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk lebih aktif-kreatif.
2. Siklus kedua (dua rombel pada kelas 2)
Dalam siklus kedua ini menggunakan tanggapan lain berupa mengurutkan rangkaian sajak yang
sudah dipotong-potong setiap barisnya pada sajak yang berjudul ‘Du’a’ (Doa) karya Risnawati, ‘Néangan
Bulan’ (Mencari Bulan) karya Darpan dan ‘Tanah Sunda’ (Tanah Sunda) karya Ajip Rosidi. Bentuk
tanggapan ini yang diharapkan dapat mengaktifkan siswa dan dapat berpikir secara kritis. Tahap
mengurutkan ini dikerjakan secara berkelompok (3-5 siswa) dan setiap kelompoknya diberi potongan
setiap baris sajak tersebut. Sajak itu kemudian didiskusikan dan disusun berdasarkan pertimbangan dan
pendapat kelompok itu. Setelah selesai tahap mengurutkan, masing-masing kelompok dengan ketua
kelompok sebagai juru bicara mempresentasikan dan memberi tanggapan dengan argumentasinya atas
sajak yang telah disusunnya. Sajak yang diurutkan atau disusun oleh masing-masing kelompok itu adalah
wujud kebebasan berekspresi dan mengemukakan tanggapan tetapi tentu saja bertanggung jawab terhadap
apa yang dikemukakannya. Dalam hal mengurutkan pun hasil akhir siswa boleh saja berbeda seorang
dengan yang lainnya. Sajak yang kaya akan imajinasi dan kiasan memberikan kemungkinan yang lebih
leluasa dalam tata urutannya. Sudah barang tentu makna yang terkandung di dalamnya akan berbeda pula,
bergantung pada tata urutan yang dipilihnya. Setelah semua kelompok mempresentasikan dan
memberikan tanggapan atas sajak itu kemudian oleh guru diperlihatkan sajak yang utuh. Terapi psikologi
yang disarankan adalah bahwa setiap orang berhak berbeda pendapat dan tidak harus sama dengan siswa
(kelompok) lain. Imajinasi siswa dapat berkembang melalui cara ini. Siswa tidak hanya bertindak sebagai
penikmat, tetapi sekaligus sebagai pencipta, walaupun pada tarap ini sekedar mengurutkan sajak. Tetapi
pada tahap mengurutkan sajak bukanlah hal yang mudah. Karena itu daya imajinasi dan daya kreasi siswa
dituntut untuk berperan.
Hasil yang diharapkan adalah melihat perbedaan dan peningkatan siswa untuk mengemukakan
pendapat. Setelah itu, siswa diharapkan dapat memberikan tanggapan lebih berbobot dan kritis atas apa
yang dibacanya atau yang dipelajarinya berdasarkan imajinasi dan argumentasinya. Bentuk cipta
karyanya boleh bermacam-macam. bisa dalam bentuk surat, mengubah sajak, membuat parafrase, dan
ilustrasi.
Bentuk surat itu isinya menanyakan kepada pengarang sajak itu, misalnya, mengapa pengarang
mengakhiri ceritanya begitu. Apa yang melatari penciptaan sajak itu dan mengapa pelakunya dilukiskan
demikian.
Kemudian cara lain, siswa diminta mengubah jalan cerita bagian akhir sajak sesuai dengan
imajinasinya. Apabila sajak yang sedih atau tragis, akhir ceritanya berupa perpisahan, siswa diminta
menyusun baris dan bait baru, misalnya apa yang akan terjadi setelah perpisahan berlangsung.
Cara selanjutnya siswa juga diminta untuk memprosakan sajak (parafrase) yang dibacanya
dengan bahasa sehari-hari sebagai bentuk tanggapan atas sajak yang dipelajarinya. Terakhir, siswa
diminta membuat ilustrasi yang menggambarkan isi sajak atas bantuan (dihadirkan) guru seni rupa. Siswa
terlebih dahulu menyiapkan alat lukis, krayon, spidol berwarna, atau alat tulis lain! Lukislah sebuah
gambar atau ilustrasi yang melukiskan isi masing-masing sajak di atas! Terapi pada langkah ketiga ini
pembelajaran sastra sudah dirancang dan mengarah pada dipupuknya keberanian siswa dalam
mengemukakan tanggapannya yang akan terus bermanfaat sampai dewasa kelak.
c. Observasi
Observasi dan identifikasi masalah ini kegiatannya berupa menelaah dan mengkaji hambatan
psikologi siswa dalam menunjukan keberanian mengemukakan tanggapan (pendapat) dari karya sastra
yang dibaca atau dipelajarinya. Guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran melakukan pengamatan
dan mendokumentasikan hal-hal yang terjadi selama tindakan dilakukan oleh siswa di kelas 2, mengenai
keinginan/minat siswa dalam mempelajari sastra; bentuk karya sastra apa yang ingin siswa pelajari;
berbagai kemungkinan diajukan bila mempelajari bentuk karya tersebut; buku-buku apa yang pernah
dibaca sehubungan dengan bentuk karya yang ingin dipelajari, dsb.
Observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang kualitas proses belajar
mengajar model RR dan model Struktural di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen observasi
digunakan untuk mengumpulkan data kualitas proses belajar mengajar guru dan siswa dengan
menggunakan model RR dan model Struktural di kelas 2 (XI) SMA Pasundan 2 Bandung.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperhatikan dan mencatat kualitas proses belajar mengajar
model RR dan model Struktural. Observasi ini berfungsi untuk mengetahui kualitas proses belajar
mengajar model RR dan model Struktural berdasarkan pengamatan kegiatan di kelas.
d. Analisis Tindakan
Informasi yang diperoleh dari kegiatan observasi dan sumber informasi lainnya kemudian
dianalisis atau diuraikan menjadi aspek-aspek terkecil (detail) yang ditargetkan dalam tindakan, yaitu
uraian tentang aspek-aspek strategi pembelajaran dengan menggunakan model RR.
e. Refleksi
Tahap refleksi yaitu diisi oleh evaluasi penelitian sebagai review hasil kegiatan yang telah
berlangsung, kaitannya dengan prosedur yang telah dirumuskan. Setelah aspek-aspek yang dianalisis itu
terkumpul, peneliti merefleksi secara rinci semua hal yang terjadi. Peneliti dituntut untuk menangkap
makna dan esensi dari berbagai hal yang telah terjadi itu sehingga dapat menemukan kelebihan dan
kelemahan dari tindakan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu dijadikan acuan untuk menjelaskan
keberhasilan atau kegagalan impelementasi. Jika hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan maka
tindakan lanjutan dapat dilakukan dengan memperbaiki tindakan terdahulu atau bisa juga menyusun
rencana tindakan baru berdasarkan gagasan baru yang ditemukan pada saat pelaksanaan tindakan
sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan seperti siklus spiral yang selalu mengarah kepada peningkatan dan
penyempurnaan. Langkah-langkah yang dilakukan pada setiap siklus relatif sama, perbedaan terletak pada
perlakuan yang dapat memberi nilai tambah dari siklus sebelumnya.
f. Siklus Kegiatan Penelitian
Desain yang digunakan dalam hibah pembelajaran ini adalah metode penelitian tindakan kelas
(PTK). Rancangannya disusun dalam dua siklus yang dirinci menjadi 9 langkah kegiatan. Rancangan
tersebut dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Diagram 1: Siklus Pembelajaran

1. Identifikasi Permasalahan

Ditemukan masalahnya adalah masih rendahnya kualitas pembelajaran sastra Sunda terutam
dalam hal minat dan keberanian siswa dalam mengemukakan tanggapannya dalam pembelajaran sastra
Sunda. Indikatornya adalah hasil (prestasi) belajar siswa yang masih rendah atau kurang. Hal tersebut
disebabkan oleh rendahnya intensitas pemakaian bahasa Sunda di kelas. Strategi pembelajaran yang
diberikan oleh guru masih kurang efektif atau belum dapat meningkatkan gairah dan kerjasama di antara
siswanya. Sehingga permasalahan ini perlu segera diatasi.

2. Alternatif pemecahan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dirumuskan, maka diperoleh alternatif-alternatif


pemecahan masalah dengan cara menterjemahkan langkah-langkah penelitian tindakan kelas termasuk
dalam menentukan tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran sastra dengan menggunakan model RR serta
bahan bacaan sastra yang akan digunakan.
3. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan pembelajaran ini dimulai dengan (1) mengkaji kurikulum dan literatur serta
informasi pendahuluan dari sumber data lapangan. (2a) langkah tersebut akan menghasilkan input untuk
penyusunan kriteria, skenario, dan penilaian pembelajaran sastra Sunda menggunakan RR. Di samping itu
teridentifikasi pula kinerja lapangan (2b). Langkah mengidentifikasi (3) membandingkan 2a) dan (2b).
Langkah ini akan menghasilkan kesenjangan, sehingga terungkap masalah ketercapaian hasil maksimum.
Langkah (4a) merujuk hasil kajian literatur (1) dan kriteria yang sudah dibentuk (2a) disusunlah alternatif
pemecahan masalah dan merancang bangun sistem pengembangan pembelajaran memahami konsep
membaca pemahaman dan berpikir dengan model RR (4a1). Hasil langkah (4al), yaitu rancang bangun
yang diimplementasikan di kelas (4a2). Hasil langkah (4a2) tersebut disempurnakan dalam seminar lokal
(4b) berupa uraian hasil lokakarya (4b) dalam revisi silabus dan Rencana Pembelajaran (skenario).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan tindakan dengan menerapkan strategi pembelajaran sastra Sunda dengan
menggunakan model RR, maka hasil setiap siklus dapat dideskripsikan seperti berikut ini:
DESKRIPSI HASIL SIKLUS I DAN SIKLUS II

a. Identifikasi Permasalahan

Masalah yang mengemuka adalah kurang atau rendahnya kualitas pembelajaran sastra Sunda,
terutama dalam minat dan keberanian siswa dalam mengemukakan tanggapan atas karya sastra yang
dibacanya. Hasil atau prestasi belajar siswa masih rendah.

b. Alternatif Pemecahan Masalah

Kualitas pembelajaran dan prestasi siswa yang masih rendah tersebut akibat dari gangguan
psikologis siswa itu sendiri. Rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan
ini adalah akan menerapkan strategi pembelajar model RR.

c. Pelaksanaan Tindakan

1) Tindakan pertama : Menginformasikan Prosedur Inkuiri dan Strategi RR

Di kelas RR guru menjelaskan melalui ceramah dan tanya jawab dasar-dasar prosedur inkuiri dan
strategi respons pembaca. Guru secara komprehensif menjelaskan pengertian hakikat sajak dan
kemungkinan masalah yang terdapat dalan sajak. Guru dengan cermat menguraikan prosedur inkuiri yang
terdiri dari lima fase dan strategi merespons yang terdiri dari kegiatan engaging (menyertakan),
describing (menjelaskan) atau problem solving (memecahkan masalah), conceiving (memahami),
explaining (menerangkan), connecting (mengaitkan), interpreting (menafsirkan), dan judging (menilai).

Siswa menyimak penjelasan dengan bersungguh-sungguh, dan kadang- kadang mereka bertanya.
Siswa terlihat tertarik oleh penjelasan guru dengan ditandai mereka mengajukan pertanyaan atau
mengemukakan pendapat. Sebagian besar siswa terlibat.

Sementara di kelas kontrol karena guru menggunakan teknik konvensional, maka dia tidak
menjelaskan tentang prosedur inkuiri dan strategi RR. Guru menjelaskan tentang prinsip-prinsip
pendekatan struktural.

Siswa lebih banyak menyimak penjelasan guru karena mereka belum menguasai teori. Siswa
menunggu pertanyaan guru, dan kadang-kadang ada yang bertanya, meskipun hanya satu dan dua orang.

2) Tindakan kedua; Mengkaji Unsur Hakikat (isi) Sajak dalam Kegiatan Kelompok

Di kelas RR dengan cermat dan bersungguh-sungguh guru mengajak siswa untuk melakukan
langkahlangkah strategi RR dan satu demi satu melalui prosedur inkuiri dalam mengkaji sajak "Dua”
“Néangan Bulan", dan "Tanah Sunda". Guru memberikan kebebasan merespon kepada siswa untuk
mengkaji tiga sajak Sunda dan masalah yang muncul dalam sajak sehingga terlihat stimulus dari guru
direspons oleh siswa melalui pernyataan-pernyataannya.

Siswa dengan bersemangat dan sungguh-sungguh melakukan pengkajian sajak dengan


menggunkaan prosedur inkuiri dan strategi RR. Seluruh kelas secara bebas memberikan respons terhadap
sajak dan masalah yang muncul dalam pengkajian sajak. Mereka sering menjelaskan respons mereka
yang bertolak di pengalaman emosionalnya. Sebagian besar siswa mengikuti kegiatan diskusi kelompok,
sehingga mereka memperoleh kesempatan lebih banyak untuk merespons sajak yang dibicarakan.
Sebagian besar siswa ikut dalam proses pengkajian sajak berupa kegiatan memproses informasi.

Sementara di kelas kontrol, guru mengajak siswa untuk mengkaji sajak dengan menggunakan
pendekatan struktural . Guru menggunakan teknik ceramah dan tanya jawab. Di kelas ini tidak terjadi
prosedur inkuiri dan strategi RR, karena guru tidak mengarahkan siswa untuk menggunakan pengkajian
seperti itu. Guru menjelaskan prinsip dan langkah mengkaji sajak dengan pendekatan struktural semiotik.

Siswa menyertakan pikirannya untuk mencari makna sajak. Siswa tidak banyak yang mengkaji,
karena kurang penguasaan cara pengkajian. Siswa lebih banyak berperan sebagai penyimak dalam
pengkajian sajak. Dalam memecahkan masalah yang timbul dalam mengkaji sajak siswa tidak
mengaitkan sajak dengan pengalaman masing-masing, karena mereka harus mengacu secara ketat pada
teks sajak atau data objektif yang dimiliki sajak.

Siswa yang mengikuti atau terlibat dalam kegiatan tidak terlalu banyak (sedikit) karena tidak ada
diskusi kelompok. Siswa mencari dan membahas konsep-konsep yang terdapat dalam sajak.

d. Analisis Tindakan

Di kelas RR guru meminta siswa secara bersungguh-sungguh untuk memecahkan masalah yang
mereka temukan dalam sajak setelah terlebih dahulu guru memberi stimulus contoh langkah-langkah
prosedur inkuiri untuk memecahkan masalah dan menggunakan strategi merespon masalah.

Sebagian besar siswa ikut terlibat dalam kegiatan kelompok untuk mencari pemecahan masalah
dalam sajak. Mereka tertarik untuk secara bebas memberikan respons terhadap masalah yang dibicarakan.

Sementara di kelas kontrol guru tidak menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah dengan
inkuiri, sehingga dia tidak meminta atau menganjurkan siswa untuk melandaskan pengkajiannya pada
teori itu. Siswa tidak menggunakan prosedur inkuiri dalam memecahkan masalah. Kajian sajak mereka
mengacu pada unsur objektif sajak tanpa menyertakan pengalamannya.

1) Merumuskan Hasil Kajian dan Menjelaskan Landasan Proses serta Teknil Kajiannya di Kelas

Di kelas RR guru melakukan tahap ini dengan memberikan stimulus berbentuk pertanyaan. Guru
menugasi siswa untuk merumuskan hasil kajian dan menjelaskan landasan dan teknik mereka dalam
mengkaji sajak dan memecahkan masalah. Siswa secara bergantian dan bersungguh-sungguh
mengemukakan rumusan hasil kajian hakikat sajak dan masalahnya, termasuk pula proses dan teknik
kajian mereka. Hasil kajian yang mereka rumuskan disusun berdasarkan hasil kajian misi yang mereka
lakukan dalam proses inkuiri di diskusi kelas maupun kelompok.
Siswa secara bergantian dan bersungguh-sungguh merumuskan kembali hasil kajian hakikat
sajak, masalah dalam sajak dan proses serta teknik kajiannya. Sementara di kelas kontrol guru tidak
menugasi manasiswa untuk merumuskan kembali secara lisan hasil kajian mereka. Guru tidak meminta
siswa untuk menjelaskan secara rinci tentang teknik pengkajian mereka. Siswa tidak melakukan kegiatan
ini karena mereka tidak ditugasi untuk melaksanakan kegiatan ini.

2) Mengkaji Kembali Prosedur dan Strategi RR di Kelas

Di kelas RR guru secara jelas meminta pendapat siswa tentang hal yang harus dilakukan untuk
mengoptimalkan strategi merespons dan prosedur inkuiri yang sudah mereka gunakan dalam mengkaji
sajak. Guru melakukan penyimpulan penguatan langkah mengkaji sajak setelah menyimak pendapat
siswa tentang penguatan hasil dan langkah tersebut. Siswa secara bersungguh-sungguh memberikan
pendapat mereka tentang hasil pengkajian sajak dan pengayaan langkah- angkah mengkaji sajak. Pada
tahap ini terlihat siswa sangat bersungguh-sungguh mengajukan saran dan pendapatnya tentang hasil dan
teknik pengkajian sajak.

Sementara di kelas kontrol guru tidak meminta siswa melakukan langkah ini, meskipun kontrol
menggunakan tahap penguatan dan pengayaan langkah-langkah lan hasil kajian yang bersumber dari
siswa atau guru. Terlihat guru hanya membahas lagi hasil pengkajian siswa.

Siswa tidak melaksanakan tahap ini karena guru tidak meminta mereka untuk mengerjakan
kegiatan ini. Siswa menyimak penjelasaan guru tentang hasil pengkajian mereka.

3) Kondisi

Di kelas eksperimen (RR) terlihat kondisi proses belajar mengajar sebagai berikut.
1) Receptivity: Guru dan siswa terlihat menerima perbedaan pendapat di antara mereka, meskipun masih
terlihat satu orang yang mempertahankan diri pada pendapatnya. Sebagian besar siswa terlihat menyimak
pendapat orang lain dengan tekun.
2) Tentativeness: Siswa dalam kualitas dan kuantitas yang tinggi mengekspresikan respons berdasarkan
pengalaman yang berbeda. Sejumlah besar siswa menjelaskan landasan pengalamannya sebagai dasar
kajian.
3) Rigor: Mula-mula beberapa orang mengemukakan respons mereka terhadap sajak yang dibacanya, lalu
berkembang menjadi lebih banyak lagi siswa yang merespons. Perkembangan ini disebabkan oleh
kegiatan kelompok yang sangat tinggi dalam diskusi (kerja sama) memecahkan masalah yang menjadi
bagian dan prosedur inkuiri dan strategi RR. Siswa terlihat mempunya kepercayaan diri dalam
mengemukakan responsnya.
4) Cooperation: Kerja sama siswa sangat tinggi karena guru menugasi mereka untuk diskusi kelompok.
Mereka saling menunjang dalam memecahkan masalah sajak, terutama pada saat diskusi kelompok.
5) Suitable Literature: Prosedur pemilihan bahan disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan guru. Bahan
dipilih oleh seluruh siswa peserta didik dengan tiga orang guru. .Langkah pertama guru memilih sejumlah
besar sajak dari berbagai angkatan dan persoalan. Selanjutnya siswa memilih beberapa sajak, dan dari
sajak-sajak itu guru memilih empat buah sajak sebagai bahan ajar dalam eksperimen.

Sementara di kelas kontrol terlihat kondisi proses belajar mengajar sebagai berikut ini.
1) Receptivity: Guru dan siswa berorientasi pada teks sajak sehingga keanekaragaman respons dan
persepsi tidak berkembang. Respons pembaca tidak dikembangkan, karena siswa harus menghasilkan
kajian yang objektif berdasarkan teks.
2) Tentativeness: Siswa terlihat memberikan respons yang berbeda, tetapi sangat terbatas karena mereka
harus mengacu pada teks sajak dan bukan pada pengalamannya pada saat mereka merespons. Kondisi
keanekaragaman yang menjadi ciri kekayaan kajian sajak, di kelas kontrol ini tidak bisa berkembang
karena model yang digunakan memiliki prinsip membatasi kemungkinan perbedaan penafsiran pembaca
pada saat membaca sajak.
3) Rigor: Hanya beberapa siswa yang mengeluarkan pendapatnya secara langsung di kelas. Kondisi ini
tidak berkembang menjadi lebih banyak lagi siswa yang merespons, karena perkembangan ini harus
disebabkan antara lain oleh kegiatan kelompok dalam diskusi kajian sajak. Karena kelas kontrol tidak
mempunyai langkah diskusi kelompok, maka kondisi rigor tidak bisa secara maksimal di kembangkan di
kelas.
4) Cooperation : Manasiswa tidak terkondisi untuK bekerja sama atau saling menunjang dalam diskusi di
kelas kontrol.
5) Suitable Literature: Prosedur pemilihan bahan sama dengan yang ditempuh oleh kelas eksperimen
(RR).

1) Prinsip-prinsip

Di kelas RR teramati penggunaan prinsip-prinsip proses belajar mengajar sebagai berikut ini.
1) Selection: Guru telah menciptakan proses belajar yang menarik hati siswa karena mereka diberi
kebebasan untuk merespons sesuai dengan pengalamannya dan mereka telah diberi kesempatan yang luas
untuk merespons karena ada fase diskusi kelompok dan diskusi kelas. Prinsip ini dapat ditemukan pada
kelas eksperimer RR yang berarti kelas eksperimen melaksanakan prinsip ini dalam proses belajar
mengajarnya.
2) Responses and Questions : Guru telah mengarahkan diskusi kelas dan diskusi kelompok agar siswa
memiliki kebebasan untuk merespons yang disesuaikan dengan pengalaman mereka. Siswa terlihat
melakukan kegiatan mengajukan pertanyaan dan merespons dalam frekuensi yang tinggi.
3) Atmosphere : Guru mengembangkan suasana kerja sama dan bukan persaingan dalam diskusi kelas
maupun diskusi kelompok. Di kelas eksperimen (RR) ini siswa terlihat bersungguh-sungguh memberikan
respons pada teks sajak yang dibacanya.
4) Forms of responses : Guru telah membenkan kebebasan kepada siswa untuk merespons yang
disesuaikan dengan pengalaman emosi mereka. Kadang-kadang terlihat respons siswa saling berbenturan.
Tetapi melalui diskusi kelas dan diskusi kelompok, persoalan perbedaan respons tersebut tidak menonjol.

Sementara di kelas kontrol teramati penggunaan prinsip-prinsip sebagai berikut.


1) Selection : Guru telah menciptakan proses belajar yang menarik hati siswa meskipun siswa tidak diberi
kebebasan untuk merespons yang disesuaikan dengan pengalaman mereka.
2) Responses and Questions : Guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengajukan dan
menjawab pertanyaan, tetapi fokus kajian masih tetap pada kondisi objektif yang dimiliki oleh sajak.
Proses respons mereka agak terhambat meskipun proses mengajukan pertanyaan dapat terwujudkan.
3) Atmosphere : Guru mengembangkan teknik tanya jawab pada saat diskusi di kelas Suasana tanya jawab
ini sangat dominan pada saat proses pengkajian.
4) Forms of Responses : Guru mengingatkan siswa untuk selalu berpusat pada teks, karena mereka harus
berpegang pada prinsip pengkajian sajak struktural semiotik tanpa mengaitkan dengan pengalaman
emosional mereka.

B. ANALISIS DATA

a. Kelompok Eksperimen (RR)

Berdasarkan pelaksanaan tindakan dan hasil penskoran, data tes awal (prates) dan tes akhir
(postes) siswa kelas 2 (XI) IPA 3 SMA Pasundan 2 hasil belajar dengan menggunakan model RR dapat
dilihat pada tabel 4.1

Rata-rata kemampuan awal (prates) siswa dalam mengkajii sajak sebelum perlakuan model RR
adalah 52,13. Artinya, berdasarkan kriteria kemampuan awalnya tergolong kurang.

Rata-rata kemampuan akhir setelah perlakuan MMRP adalah 72,25. Hal ini menunjukkan
kemampuan mengkaji sajak yang cukup baik.

Rata-rata kemampuan siswa dalam mengkaji sajak "Du’a" adalah 71,86. Artinya, kemampuan
siswa dalam mengkaji sajak "Du’a" tergolong cukup baik.

Rata-rata kemampuan siswa dalam mengkaji sajak “Néangan Bulan” adalah 69,28. Artinya,
kemampuan siswa dalam mengkaji puisi tersebut tergolong sedang.

Rata-rata kemampuan siswa dalam mengkaji sajak “Tanah Sunda” adalah 70,76. Artinya,
kemampuan siswa dalam mengkaji sajak tersebut tergolong cukup baik.

b. Kelompok Kontrol dengan model Struktural

Alat pengumpul data variabel ini sama dengan alat pengumpul data model mengajar RR.
Berdasarkan hasil penskoran, data kemampuan tes awal (prates) dan kemampuan akhir (postes) siswa
kelas 2 (XI) IPA 4 SMA Pasundan 2 dalam mengkaji sajak dengan metode struktural dapat dilihat pada
tabel 4.2 berikut ini
Rata-rata kemampuan awal dan kemampuan akhir siswa dalam mengkaji sajak sebelum dan
sesudah perlakuan metode struktural adalah sebagai berikut.

Rata-rata kemampuan awal siswa dalam mengkaji sajak kelompok kontrol adalah 49,83. Artinya,
kemampuan awal siswa dalam mengkaji sajak tergolong kurang.

Rata-rata kemampuan akhir siswa dalam mengkaji sajak setelah perlakuan metode Struktural
adalah 56,25. Artinya, kemampuan siswa dalam mengkaji sajak kelompok kontrol tergolong sedang.

Rata-rata kemampuan siswa dalam mengkaji sajak “Du’a” kelompok kontrol adalah 51,86.
Artinya, kemampuan siswa dalam mengkaji sajak tersebut tergolong sedang.

Rata-rata kemampuan siswa dalam mengkaji sajak “Néangan Bulan” kelompok kontrol adalah
53,12. Artinya, kemampuan siswa dalam mengkaji pui tersebut tergolong sedang.

Rata-rata kemampuan siswa dalam mengkaji sajak “Tanah Sunda” adalah 60,76. Artinya
kemampuan siswa dalam mengkaji pui tersebut tergolong cukup baik

C. PEMBAHASAN

a.Hasil observasi

Kualitas proses belajar mengajar kajian sajak di kelas eksperimen dengan model RR baik sekali
karena telah sesuai dengan kondisi pendekatan RR, prinsip-prinsip pendekatan RR, dan strategi
pendekatan RR. Seperti yang dikemukakan oleh Rice dan Waugh (1989:75), yaitu pendekatan RR
nenitikberatkan atau memfokuskan perhatian pada apa yang dibaca dan ada pula yang memfokuskan
perhatian pada ihwal pembacanya. Hal lain yang menunjukkan bahwa model ini dianggap berkualitas
dilihat dari kondisi proses belajar mengajarnya, yaitu guru dan siswa terlihat menerima perbedaan dan
persamaan hasil temuan kajian sajak. Artinya, kelas eksperimen menunjukkan sudah memenuhi tataran
kondisi receptivity. Sikap seperti ini menunjukkai kedewasaan berpikir dalam sikap keilmuan yang cukup
kondusif untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar kajian sajak. Pada tahapan tentativeness,
siswa kelas eksperimen mengekpresikan respon hasil kajian sajak berdasarkan pengalamannya dalam
menggeluti teks sajak baik secara kualitas maupun kuantitas.
Kondisi yang berbentuk rigor telah terpenuhi, karena di kelas eksperimen sebagian siswa
mengawali kegiatannya dengan mengemukakan respons terhadap sajak yang dibaca, kemudian
berkembang menjadi lebih banyak lagi siswa yang merespons. Pengembangan kegiatan merespons ini
disebabkan oleh terjadinya kegiatan kelompok yang kondusif dalam diskusi. Dengan cara demikian,
siswa memiliki perkembangan kepercayaan diri dalam mengemukakan pendapatnya dalam kajian sajak.
Kerjasama (cooperation) siswa kelompok eksperimen sangat tinggi karena guru selalu membimbing dan
menjadi moderator dalam diskusi kelompok. Kegiatan ini sangat menunjang untuk memecahkan masalah
yang dihadapi siswa dalam mengkaji sajak. Berarti mereka telah memenuhi kondisi dalam hal "it must
achieve a level of trust tha will allow discussions of response" (Probst, 1988:26). Prosedur pemilihan
bahan (suitable literature) kajian sajak di kelas eksperimen disesuaikan dengan kebutuhan dan minat
siswa. Bahan (sajak) yang diberikan dipilih oleh guru kelas eksperimen dan guru kelas kontrol. Dari
semua bahan (sajak) yang telah dipilih itu kemudian dipilih lagi oleh seluruh siswa. Setelah itu, sajak
tersebut dikembalikan kepada guru untuk dipilih kembali, dan pada akhirnya bahan (sajak) tersebut
ditentukan oleh peneliti sendiri. Berarti kelas eksperimen (RR) ini telah memenuhi "worthy of reflection"
dalam hal pemilihan bahan.

Kualitas proses belajar mengajar kajian sajak dengan model RR sudah memenuhi prinsip-prinsip
RR. Prinsip selection terpenuhi dengan cara guru dan siswa menciptakan suasana proses belajar mengajar
yang menarik karena siswa diberi kebebasan dan diberi kesempatan yang luas untuk merespons karya
sajak. Kegiatan siswa ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh M.H. Abrams (1981:149), bahwa
sebuah teks (sajak ditentukan oleh "produksi" atau "kreasi" pembacanya, dengan demikian tak ada satu
makna dari suatu sajak dianggap tepat, baik bagian linguistiknya maupun keseluruhan aspek artistik dari
sebuah sajak. Louise M. Rossenblatt (1976:25 menggunakan istilah "transaksi" bukan "respons", yang
artinya bahwa siswa (pembaca) akan melihat adanya berbagai makna dalam suatu sajak atau karya sastra
lainnya. Dengan demikian, kelas eksperimen ini telah memenuhi prinsip selection. Dalam hal prinsip
yang kedua, yaitu responses and questions, kelas eksperimen (RR) telah menjalankannya dengan baik,
karena guru telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi kelas dan diskusi
kelompok. Tujuan melaksanakan diskusi kelas dan diskusi kelompok ini ialah agar siswa memiliki
kebebasan untuk merespon berdasarkan pengalaman mereka. Data tentang kualitas response and
questions di kelas eksperimen (RR) ini telah sesuai dengan teori atau prinsip yang mensyaratkan
pelaksanaan prinsip ini dalam proses belajar mengajar kajian sajak yang menggunakan pendekatan RR.

Selanjutnya, kelas eksperimen (RR) telah melakukan kegiatan proses belajar mengajarnya
berdasarkan prinsip yang ketiga, yaitu atmosphere. Kelas eksperimen dikembangkan oleh guru dalam
suasana kerja sama, bukan persaingan, sehingga siswa terlihat bersungguh-sungguh memberikan respons
terhadap sajak yang dibacanya. Hasil penelitian ini ditunjang oleh dua hasil penelitian sebelumnya dari
Norman Holland (Cooper, 1985:274) yang masing-masing menyimpulkan sebagai berikut: “seorang
pembaca menyikapi teks sastra untuk memperoleh kesempatan berfantasi dan mentransformasikan teks
itu menjadi sesuatu yang bermakna melalui strategi egonya, yang konsisten dengan identitas tema dan
pribadinya". Selanjutnya kesimpulan lainnya menyatakan bahwa, "pembaca yang memperoleh tingkat
kenikmatan yang tinggi dari membaca, cenderung untuk menciptakan variasi tingkatan bacaannya dengan
maksud memperoleh peluang memasuki dunia suasana teks: selama dia membaca".

Prinsip terakhir yang harus digunakan dalam kelas pengkajian sajak ialah form of responses. Di
kelas eksperimen (RR) terlihat guru telah memberikan kebebasan kepada siswa untuk merespons, yang
disesuaikan dengan pengalaman emosi mereka. Kadang-kadang terlihat respons siswa saling berbenturan,
tetapi melalui diskusi kelas dan diskusi kelompok, persoalan perbedaan respons tersebut tidak menonjol.
Prinsip ‘form of responses’ itu harus disesuaikan dengan pengalaman emosi mereka Dengan demikian,
data penelitian yang diperoleh telah sesuai dengan prinsip yang diisyaratkan, yaitu harus ada dalam
sebuah proses belajar mengajar melalui pendekatan RR.

Selanjutnya, hasil observasi menunjukkan bahwa kelas eksperimen RR telah melaksanakan


urutan langkah yang didasari oleh proses inkuiri dari Suchman, yaitu a) menginformasikan prosedur
inkuiri dan strategi RR; b) mengkaji unsur hakikat (isi) sajak dalam kegiatan kelompok; c) mengkaji dan
mengeksperimenkan pemecahan masalah-masalah sajak dalam kegiatan kelompok; d) merumuskan hasil
kajian, dan menjelaskan landasan proses serta teknik kajiannya di kelas; dan e) mengkaji kembali
prosedur inkuiri dan strategi RR di kelas. Dalam fase pertama, guru secara komprehensif menjelaskan
melalui teknik ceramah dan tanya jawab tentang pengertian hakikat sajak, prosedur inkuiri, dan strategi
merespons. Pada fase kedua, guru memberikan kebebasan merespons kepada siswa untuk mengkaji
hakikat sajak dan masalah yang muncul dalam sajak. Guru tidak mempengaruhi siswa untuk memberikan
respons tertentu.

Pelaksanaan fase kedua ini berarti telah menunjang penciptaan kondisi dan penerapan prinsip
proses belajar mengajar yang menggunakan RR. Artinya, dari sudut pandang teoretis, fase kedua ini telah
mengukuhkan kualitas proses belajar mengajar. Dari sudut penunjang empirik menyatakan bahwa
seorang guru yang mendorong siswanya untuk berbagi ide telah meningkatkan kualitas respons mereka
terhadap sajak. Sementara, fase ketiga memperlihatkan bahwa guru meminta siswa, dan siswa secara
bersungguhsungguh memecahkan masalah dalam sajak melalui prosedur inkuiry dan menggunakan
strategi merespons untuk mengkaji hakikat sajak secar berkelompok. Fase ketiga yang telah dilakukan
oleh guru dan siswa di kelas eksperimen ini ternyata menghasilkan kesipulan penelitian bahawa model
mengajar RR efektif digunakan untuk pembelajaran kajian sajak di kelas 2 SMA Pasundan 2 Bandung.
Pada fase keempat, guru menugasi siswa untuk merumuskan hasil kajian dan menjelaskan landasan dan
teknik mereka dalam mengkaji sajak dan memecahkan masalah. Siswa secara bergantian dan bersungguh-
sungguh mengemukakan rumusan hasil kajian hakikat sajak dan masalahnya, termasuk pula proses dan
teknik kajian mereka. Hasil kajian yang mereka rumuskan disusun berdasarkan hasil kajian sajak yang
mereka lakukan dalam proses inkuiri diskusi kelas maupun kelompok. Secara teoretis langkah ini sangat
menunjang proses inkuiri, karena bertujuan untuk melatih siswa berpikir secara induktif dan secara
simultan menjadi kegiatan reinforcement atau pengayaan terhadap perolehan materi dar proses yang telah
dilakukan. Di samping itu, pelaksanaan fase keempat ini sangat tepat dilakukan, karena berdasarkan hasil
penelitian ternyata dalam fase ini akan dapat diketahui kemampuan pemahaman dan hasil belajar siswa,
yaitu "partisipasi dalam kelompok diskusi mempengaruhi dan meningkatkan kualitas RR, dan respons
serta pertanyaan orang lain dalam kelompok menjadi stimulus terhadap respons tambahan". Dan akhirnya
fase kelima, berisi kegiatan guru meminta pendapat siswa untuk mengoptimalkan strategi RR dan
prosedur inkuiri yang sudah mereka gunakan dalam mengkaji sajak. Pada tahap ini guru melakukan
penyimpulan penguatan langkah-langkah mengkaji sajak setelah menyimak pendapat siswa tentang
penguatan hasil dan langkah-langkah tersebut Sementara, terlihat siswa secara bersungguh-sungguh
memberikan pendapat mereka tentang hasil pengkajian dan pengayaan langkah-langkah mengkaji sajak
Secara teoretis penugasan guru kepada siswa untuk mengoptimalkan strategi merespons dengan cara
mempertanyakannya kepada siswa merupakan langkah yang tepat.
Secara khusus, pada fase kedua dan ketiga dilakukan kegiatan mengkaji sajak, yaitu sajak
"Du’a", "Neangan Bulan", dan "Tanah Sunda". Pengkajian sajak itu dilakukan dengan menggunakan
strategi merespons, yaitu engaging (menyertakan), describing (menjelaskan), atau problem solving
(memecahkan masalah), conceiving (memahami), explaining (menerangkan), connecting (mengaitkan),
interpreting (menafsirkan), dan judging (menilai). Seluruh jenis kegiatan strategi merespons ini telah
dilaksanakan dengan bersungguhsungguh oleh para siswa pada fase kedua dan ketiga tahapan inkuiri.
Apabila kelas eksperimen (RR) ini telah melaksanakan strategi merspons seperti yang telah disebutkan di
atas, maka berarti proses belajar mengajarnya telah sesuai dengan landasan teori kegiatan strategi
merespons itu sebagaimana dikemukakan oleh Richard W. Beach dan James D. Marshall (1991:382),
yang masing-masing sebagai berikut: 1) engaging (menyertakan), bahwa pembaca selalu menyertakan
perasaannya pada saat dia menjelaskan reaksi emosionalnya terhadap teks sastra; 2) describing (merinci),
bahwa pembaca merinci teks sastra pada saat mereka menyatakan kembali atau mereproduksi informasi
yang disajikan kata demi kata dalam teks itu; 3) conceiving (memahami), bahwa ketika pembaca
memahami karakter, latar, dan bahasa, mereka bergerak dibalik informasi untuk membuat perayataan
tentang maknanya; 4) explaining (menerangkan), bahwa meskipun pembaca sudah membentuk konsep
respons tentang masalah tertentu dalam sajak, tetapi pembaca harus menerangkannya; 5) connecting
(menghubungkan), bahwa ketika pembaca menghubungkan pengalaman mereka dengan isi teks sastra,
pada saat itulah interaksi antara pembaca dengan teks semakin jelas; 6) interpreting (menafsirkan), bahwa
ketika pembaca menafsirkan teks sastra, mereka menggunakan reaksi, deskripsi, konsepsi, dan koneksi
yang mereka bentuk untuk mengartikulasikan tema atau keseluruhan teks; 7) judging (menilai), bahwa
ketika pembaca membuat jarak dengan teks sastra, bagaimanapun pembaca dapat berbuat lebih banyak
daripada hanya menyusun interpretasi. Pembaca membuat penilaian tentang kualitas sastra dari teks itu
secara keseluruhan.

Hasil belajar yang dicapai oleh para siswa kelompok eksperimen RR dan kualitas proses
belajar mengajarnya terayata dapat dijadikan dasar untuk menyimpulkan kemungkinan bahwa RR efektif
dalam mengajarkan pengkajian sajak di SMA. Faktor lain yang dapat memperkuat simpulan itu ialah hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli tentang strategi merespons tersebut, yaitu dalam hal: 1)
engaging, (a) bahwa pernyataan emosi pembaca dipengaruhi oleh emosi isi teks sastra yang dibacanya;
(b) bahwa pembaca yang mempunyai sikap positif terhadap teks sastra menunjukkan tingkat
keikutsertaan emosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mempunyai sikap negatif; dan
(c) bahwa tingkat ketertarikan seorang pembaca terhadap sebuah teks sastra mempunyai hubungan
dengan kecenderungan mereka untuk menerapkan emosi dan daya intelektualnya pada saat membaca teks
sastra itu; 2) conceiving, (a) bahwa pembaca memberikan tanggapan atau respons tertentu untuk
memahami sajak; (b) bahwa respons pribadi pembaca dibentuk dari pengalaman dunia nyata; 3)
connecting, bahwa pembaca dalam persentase yang tinggi menghubungkan teks sastra yang dibacanya
dengan pengalaman, teks lainnya, ciri-ciri jenis sastra dan sikap pribadi mereka. Pembaca yang lebih
mampu mengelaborasi pengalaman mereka juga akan lebih mampu menjelaskan butir-butir pengalaman
itu, dan konsekuensinya akan lebih baik dalam menginterpretasi teks; 4) describing atau problem solving,
(a) bahwa pembaca yang sudah belajar tentang cara bertanya dalam menghadapi teks sastra ternyata lebih
mampu memahami cerita dibandingkan dengan pembaca yang tidak pernah belajar tentang cara bertanya
dalam menghadapi teks sastra; (b) bahwa ketika pembaca mampu mengartikulasikan kesulitan dalam
memahami teks, mereka lebih mampu membuat strategi pemecahan masalah terhadap kesulitan yang
dihadapinya itu; 5) explaining, bahwa sikap terhadap kegiata membaca atau informasi tentang perilaku
karakter, keyakinan, dan hubungan antarkarakter melibatkan kemampuan pembaca dalam menjelaskan
perilak karakter itu; 6) interpreting, (a) bahwa siswa yang lebih menaruh perhatian pada sastra di sekolah
dan di rumah, mempunyai kecenderungan mampu mengintepretasi hal tersebut (b) bahwa interpretasi
pembaca terhadap karya sastra dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam hal membaca karya sastra;
dan 7) judging, (a) bahwa kajian (penilaian) tingkatan estetik siswa berkorelasi dengan tingkatan
kedewasaan kognitif mereka; dan (b) bahwa siswa sekolah menengah yang sangat menyukai sastra
mempunyai kecenderungan lebih menyenangi merespons secara kritis terhadap teks sastra dibandingkan
dengan siswa yang rendah taraf kesenangannya terhadap sastra.

Dengan demikian, berdasarkan tinjauan teoretis, empiris, dan logis, secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa hasil observasi terhadap sintaksis kegiatan di kelas eksperimen (RR) menunjukkan
bahwa kualitas proses selajar mengajaraya baik dan sesuai dengan kondisi, prinsip, dan strategi
pendekatan RR.

b. Menurut Siswa

Kualitas proses belajar mengajar pengkajian sajak kelompok eksperimen (RR) selain diukur
dengan teknik observasi, diukur pula oleh angket yang meliputi persoalan tujuan pembelajaran, bahan
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran. Berikut ini adalah pembahasan dari masing-masing komponen pembelajaran itu
berdasarkan opini siswa.

Siswa kelompok eksperimen (RR) berpendapat bahwa mereka mengetahui tujuan


pembelajaran pengkajian sajak (95,7%), sesuai dengan materi yang diterima (80,8%), sesuai dengan
metode yang digunakan guru (89,40%) sesuai dengan pemilihan media (80,85%), dan sesuai dengan
evaluasi yang dilakukan (82,97%). Dari sudut pandang komponen tujuan yang posisinya sangat penting
dalam proses belajar mengajar, hasil pengolahan data di atas menunjukkan opini siswa sangat kondusif
untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang bermakna dan mencapai hasil belajar yang baik.
Berarti pula siswa kelompok eksperimen RR ini memiliki kemungkinan untuk mencapai tujuan
pembelajaran menurut H.L.B Moody (1971:7) atau B.Rahmanto (1988:16), yaitu 1) membantu
keterampilan bahasa, 2) meningkatkan pengetahuan budaya, 3) mengembangkan cipta dan rasa, dan 4)
menunjang pembentukan watak.

Selanjutnya, siswa kelompok eksperimen (RR) berpendapat bahwa bahan pembelajaran


sajak sesuai dengan kebutuhan mereka (57,45%) menarik perhatian siswa (89,31%),memenuhi kriteria
kelengkapan bahan (74,47%), bahan pengkajian sajaknya beragam (76,59%), dan memiliki tingkat
kesulitan dan kedalaman bahan pembelajaran yang memadai (78,72%). Hasil pengolahan data di atas
telah memenuhi kriteria pemilihan bahan yang dikemukakan oleh Joanne Collie dan Stephen Slater
(1987:6), opini siswa terhadap bahan yang digunakan oleh kelas eksperimen (RR) itu telah memenuhi
kriteria "relevant to the life experiences, emotions, or dreams of the learners".

Dalam hal metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran pengkajian sajak, siswa
kelompok eksperimen (RR) beranggapan metode yang digunakan sudah tepat (78,72%), dengan metode
pembelajaran itu guru memberikan motivasi kepada siswa (74,47%), guru telah menjelaskan pendekatan
dalam mengkaji sajak dengan baik (74,47%), metode yang digunakan guru menarik perhatian siswa
(87,235), guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk merespons (100%), dan metode yang
digunakan beragam (48,94%). Dari sudut pandang tanggapan siswa terhadap penggunaan metode sudah
tepat sekali, karena karakteristik dari model RR ialah guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk
merespons. Sementara tanggapan siswa terhadap penggunaan metode mencapai 100% yang menyatakan
guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk merespons. Ternyata hal itu sejalan dengan pendapat
siswa tentang keragaman metode yang digunakan di kelas RR hanya mencapai 48,94%. Kenyataan ini
berarti guru telah menggunakan pendekatan RR dengan baik (100%), penggunaan metode menarik
perhatian siswa (87,23%), dan penggunaan metode mampu memberikan motivasi kepada siswa (74,47%).

Selanjutnya, penggunaan media pembelajaran oleh guru ditanggapi siswa kelompok


eksperimen (RR) sudah baik (91,58%), ketepatan media memadai (53,19%), keragaman media menurat
siswa masih kurang (28,53%). Siswa berpendapat bahwa penggunaan media sangat berpengaruh terhadap
pemerolehan makna sajak (95,74%), dan siswa menginginkan penggunaan big media (57,47%), dan small
media (42,55%). Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen (RR) menurut tanggapan
siswa telah menggunakan media secara baik (91,58%) dalam pembelajaran pengkajian sajak.

Dalam hal pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh kelompok eksperimen RR siswa
berpendapat bahwa guru menjelaskan terlebih dahulu berbagai pendekatan dalam pembelajaran
pengkajian sajak (74,47%), siswa menerima penjelasan beragam pendekatan (82,97%). Siswa memilih
pendekatan RR (17,02%), dan pendekatan struktural (17,02%) sebagai peringkat pertama di antara
delapan alternatif pilihan pendekatan. Pendapat siswa menunjukkan bahwa guru telah menggunakan
pendekatan pembelajaran pengkajian sajak dengan efektif (78,73%), dari pendekatan pembelajaran telah
sesuai dengan bahan pembelajaran yang diberikan (93,61%). Hasil pengolahan data tentang pendekatan
yang digunakan oleh kelompok eksperimen (RR) di atas adalah hasil penerapan dari kondisi prinsip, dan
strategi merespons, serta konsep RR yang didasari oleh Inquiry Training Model dari Richard Suchman.
Sintaksis RR merinci secara sistematis langkah-langkah kegiatannya, sehingga opini siswa memilih
pendekatan RR sebagai pilihan peringkat pertama di antara pendekatan-pendekatan lainnya dalam
pembelajaran pengkajian sajak.

Hasil pengolahan data tentang komponen evaluasi dalam proses belajar mengajar
kelompok eksperimen (RR) yang menarik dibahas ialah tentang pendapat siswa bahwa pemilihan jenis
evaluasi yang digunakan guru sudah tepat (57,44%), guru sudah menggunakan evaluasi yang beragam
(40,42%), jenis dan bentuk evaluasi yang digunakan sudah menarik (53,20%), jenis evaluasi yang
digunakan berkualitas baik (78,73%), dan guru sering melakukan evaluasi (93,62%). Kriteria penyusunan
materi evaluasi dilakukan berdasarkan kategori Moody, yang terdiri dari tingkat informasi, tingkat
perspektif, tingkat konsep, dan tingkat apresiasi, serta taksonomi kognitif Bloom, yang terdiri dari jenjang
ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.

Berdasarkan pembahasan tentang data angket opini siswa, maka dapat disimpulkan bahwa
kualitas proses belajar mengajar pengkajian sajak di kelompok eksperimen (RR) cukup baik, yang
diketahui berdasarkan kriteria komponennya, yaitu tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

c. Menurut Guru

Kualitas proses belajar mengajar kajian sajak kelompok eksperimen (RR) yang diukur
melalui angket, menyerap pula tanggapan dari guru terhadap pelaksanaan RR. Kriteria pengukuran
kualitas proses belajar mengajarnya meliputi komponen tujuan, bahan, metode, media, pendekatan, dan
evaluasi pembelajaran.

Dalam hal tujuan pembelajaran, opini guru mengarah kepada pendapat bahwa, 1) guru
perlu mengetahui tujuan pembelajaran pengkajian sajak dan menjelaskannya kepada siswa; 2) guru
meyakini tujuan pembelajaran pengkajian sajak telah sesuai dengan bahan, metode, media dan
evaluasinya Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa guru beranggapan kualitas proses belajar mengajar
RR telah mencapai kategori baik. Selanjutnya, guru kelompok eksperimen (RR) berpendapat bahwa
pembelajaran pengkajian sajak Sunda 1) sudah sesuai dengan kebutuhan siswa karena bahan itu
disesuaikai dengan latar belakang budaya, paedagogi, dan bahasa siswa; 2) sudah memenuhi kriteria
keluasan bahan karena bahan itu diambil dari teori dan jenis sajak yang beragam; 3) sudah memenuhi
keanekaragaman (kelengkapan) bahan karena bahan itu bersumber pada berbagai jenis sajak; dan 4)
sudah memenuhi kriteria kedalaman atau tingkat kesulitan bahan karena bahan itu sudah diurutkan dari
yang mudah hingga sukar atau dari yang konkret hingga abstrak. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa guru beranggapan tentang bahan pembelajaran di kelompok eksperimen (RR) kualitasnya baik
karena telah memenuhi berbagai kriteria pemilihan bahan.

Sementara itu, dalam hal metode kelompok eksperimen (RR), peneliti berpendapat bahwa
1) guru sudah menggunakan metode dengan tepat sesuai dengan RR yang menitikberatkan perhatian pada
pendekatan RR; 2) guru melihat bahwa siswa termotivasi untuk belajar karena mereka diajak untuk
mengembangkan bahan yang sesuai dengan imajinasi dan pengalaman mereka; 3) guru telah merangsang
minat siswa untuk merespons sajak sesuai dengan pengalaman realistis dan imajinatif; 4) guru
memberikan kebebasan kepada siswa untuk merespons; 5) guru melihat bahwa siswa dalam kuantitas
yang tinggi 35 merespons sajak sesuai dengan pengalamannya; dan 6) guru menilai kualitas interaksi
antarsiswa dan siswa dengan guru sangat tinggi atau multiarah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam pandangan guru, metode pembelajaran di kelompok eksperimen (RR) baik
sekali karena sesuai dengan prinsipprinsip kondisi, dan strategi RR.

Dalam hal penggunaan media di kelompok eksperimen (RR) guru berpendapat bahwa 1)
guru menyetujui untuk menggunakan berbagai ragam media pembelajaran dalam pengkajian sajak karena
hal itu akan meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran; 2) guru menggunakan tape recorder dalan
pembelajaran pengkajian sajak. Dari pendapat guru di atas, dapat dikatakan bahwa media yang digunakan
di kelompok eksperimen (RR) belum beragam dan belum maksimal penggunaannya karena berbagai
kendala yang dihadapi guru.

Selanjutnya, dalam hal pendekatan, guru kelompok eksperimen (RR) berpendapat bahawa,
1) siswa perlu mengetahui peta umum pendekatan mengkaji sajak; 2) guru menjelaskan berbagai
pendekatan, seperti RR, mimetik., semantik, psikoanalisis, struktural semiotik, dekonstruksi; dan 5) guru
memilih pendekatan RR karena model ini menarik perhatiannya dengan alasan model ini memadukan
pengalaman pembaca dengan teks sajaknya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam hal
pendekatan, guru berpendapat kelas eksperimen ini telah sesuai dengan kebutuhan siswa dan telah
menjalankan pendekatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip. kondisi, dan strategi RR.

Komponen terakhir dari proses belajar mengajar ialah evaluasi. Pendapat guru mengenai
tahap evaluasi di kelompok eksperimen (RR) ialah 1) evaluasi yang dilakukan terhadap siswa di kelas ini
sangat menarik karena, selain digunakan tes tertulis digunakan pula observasi; 2) evaluasi hasil belajar
cukup baik, karena sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dengan demikian dapat
disimpulkan, bahwa guru berpendapat tentang evaluasi dalam proses belajar mengajar di kelas
eksperimen (RR) cukup baik. Berarti pula secara keseluruhan, apabila ditinjau dari komponen tujuan,
bahan, metode, media, pendekatan, dan evaluasi, guru berpendapat kelompok eksperimen (RR) telah
dapat dimasukkan kedalam kategori baik karena telah sesui dengan kebutuhan siswa dan sesuai pula
dengan prinsip-prinsip, kondisi, dan strategi RR.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini telah mencapai tujuannya yaitu untuk mengungkap
pengaruh penggunaan strategi pembelajaran melalui model Reader Respons (RR). Berdasarkan hasil
pengolahan data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
a. Hasil penelitian tindakan kelas pada siklus I di kelas eksperimen dengan menggunakan model RR
ditemukan bahwa kualitas kinerja siswa dalam pengkajian sajak Sunda menunjukan antusiasme yang
tinggi dan kemajuan dibandingkan dengan kelas kontrol.
b. Kelas eksperimen yang menggunakan model mengajar Reader Respons (RR) menunjukan kemajuan
dalam prestasi belajar dari hasil awal 52,13 menjadi 72, 25 bila dibandingkan dengan kelas kontrol yang
menggunakan model Struktural dari hasil awal 49,83 menjadi 56,25.
c. Dengan diberi kebebasan untuk memilih dan mencari konsep merupakan angin segar bagi siswa. Siswa
diberi kebebasan untuk mencari berbagai konsep, kemudian mendiskusikannya, dan akhirnya memilih
sendiri konsep yang betul-betul sesuai dengan kehendak individu dan kelompok.
d. Berdasarkan hasil evaluasi siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, ada beberapa
hal yang perlu dikolaborasikan dan direfleksi untuk perbaikan rancang bangun atau penyususnan skenario
kegiatan belajar mengajar siklus II. Hal-hal yang perlu diperbaiki adalah kinerja guru yang memberikan
penjelasan (materi) yang terlalu cepat, terlalu serius, sesekali harus diselingi oleh humor.
e. Berdasarkan hasil refleksi, dalam penerapan pembelajaran Reader Respons dalam pembelajaran sastra
Sunda perlu dikembangkan sesuai dengan urutan strategi model pengkajiannya, yakni (a) engaging
(menyertakan); (b) describing (merinci) atau problem solving (memecahkan masalah); (c) conceiving
(memahami); (d) explaining (menerangkan); (e) connecting (menghubungkan); (f) interpreting
(menafsirkan) dan (g) judging (menilai).

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini, dapat direkomendasikan beberapa hal:

1) Para guru bahasa (Sunda) dalam pengajaran sastra agar melengkapinya dengan model RR karena
dengan melalui model ini siswa jadi subjek didik yang kreatif, ada keberanian untuk memberikan
tanggapan (baik pertanyaan maupun komentar) serta tumbuhnya sikap demokratis.
2) Model RR ini dapat digunakan lebih efektif dalam pengkajian sajak, apabila prinsipprinsip, kondisi dan
strategi respons pembaca diberikan dan dilaksanakan.
3) Model RR ini dapat digunakan lebih efektif dalam pembelajaran sastra secara umum apabila pemilihan
bahan ajarnya melalui kolaborasi antara guru dan siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Abrams, MH. 1981. A. Glosary of Literary Termss (4th edition). New York:Holt Rinehart and
Winston
Beach R.W & Marshall, J.D. 1991. Teaching Literature in the Secondary School. Orlando.
Harcourt Brace Javanovich, Inc.
Beach, R. 1993. A Teacher’s Introduction to Reader Respons Theories. Urbana: The National
Council of Teacher of English.
Cooper,C (ed). 1985. Researching Respons to Literature and the Teaching of Literature: New
Jersey:Alex Publisher
Davis, RC. 1986. Contemporary Literary Criticism: Modernism Trough Post-Structuralism. New
York: Longman Eagleton, T. 1987. Literary Theory: An Introduction. Minneapolis. University of
Minneapolis
Huck, C.S. (et al). 1989. Children Literature in The Elementry School (4th edition). New York:
Harcourt Brace Javanovich, Inc.
Iskandarwassid. 2004. Tiga Pilar Pengajaran Sastra. (Pidato pengukuhan Guru Besar UPI, 12
Oktober 2004). Depdiknas Universitas Pendidikan Indonesia.
Joyce, B. dan M. Weil. (1980). Model of Teaching. New Jersey: Pretice Hall, Inc.
Keesey, D. 1994. Contexts for Criticism. California: Mayfield Publishing Company.
Kemmis, Stephen dan Robin McTaggart (1988) The Action Research Planner. Victoria: Deakin
University Press. Loban dkk. Walter. 1969. Teaching Language and Literature. New York:
Harcourt Brace Jovanovich Inc.
Logan dkk., Lillian M. 1972. Creative Communication: Teaching The Language Arts. Toronto:
Mc Graw-Hill Ryerson
Mulyono, Yoyo,. 2000. Keefektifan Model Mengajar Respons Pembaca dalam Pengajaran
pengkajian Puisi. (Desertasi). Bandung: PPS UPI
Phenix,P.H. 1964. Realms of Meaning:A Philosophy of the Curriculum for General Education.
New York:Mc Graw Hill Book Company.
Probst, R.E. (1988). Respons and Analysis, Teaching Literature in Junior and Senior High
School. Portsmouth:Boynton/Cook Publisher
Rahmanto, B. 1992. Metode Pengajaran Sastra. Jogjakarta: Kanisius
Rice, P. & Waugh, P (ed). 1989. Modern Theory: A Reader. London: Edward Arnold
Rossenblatt, ML. 1983. Literature as Exploration (third edition). New York: The Modern
language Association of America
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.
Selden, R. 1986. A Reader’s Guide to Contemporary Literary Theory (reprinted): Sussex:The
Harvester Press
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tim Broad Base Education. 2000. Materi Ajar/Konsep Life Skill in Broad Base Education.
(Makalah), BMI Lembang.
Tompkins, J. 1980. Reader Respons Criticism. Baltimore: The John Hopkins Universiti Press.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas: Untuk meningkatkan Kinerja
Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai