Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

KREATIVITAS PERMAINAN REBAB SUNDA GAYA CACA SOPANDI


DALAM LAGU PANGHUDANG RASA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dari Penyusunan Skripsi Jenjang

Strata Satu untuk Sarjana Pendidikan Musik

Oleh:

Zidan Hilmawan

NIM 1702345

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MUSIK

FAKUTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
A. Judul Skrips
“Kreativitas Permainan Rebab Sunda Gaya Caca Sopandi Dalam Lagu
Panghudang Rasa”

B. Latar Beakang Masalah

Rebab merupakan jenis alat musik gesek tradisional yang bisa kita temukan
dalam perangkat kesenian Kiliningan, Jaipongan, Wayang golek, Ketuk Tilu dan
kesenian yang lainnya. Selain di didaerah Sunda, alat musik gesek seperti rebab
juga terdapat di daerah nusantara diantaranya: Betawi, Jawa, Madura, Bali,
Padang, dan daerah lainnya. Akan tetapi perbedaan terdapat dalam bentuk fisik
dan segi penamaan instrumen. Belum ditemukan data-data otentik mengenai kapan
dan siapa yang menciptakan waditra rebab. Ada yang berpendapat bahwa alat
musik rebab berasal dari negara timur tengah, menurut naskah siksa kandang
karesian rebab diciptakan pada abad ke-16. “Dalam naskah siksa kandang
karesian dari masa pajajaran abad ke-16, merupakan informasi sangat berharga
untuk meyakinkan kita bahwa tradisi bermusik manusia Sunda telah ada sejak
lama, misalnya adanya ahli gamelan yang disebut kumbang gending, ahli
karawitan yang disebut paraguna, serta berbagai istilah lainnya. Dalam naskah
Cerita Parahyangan peristilahan yang langsung berkaitan dengan musik hanya
ada istilah tatabeuhan (bunyi-bunyian), tanpa menyebutkan nama bunyi-bunyian
dan alat musik yang digunakannya” (Didi Wiardi, 2005 :2).
Alat musik rebab dapat dimainkan dengan beberapa gaya salah satunya wanda
ketuk tilu, istilah ketuk tilu diambil dari alat musik pengiringnya, yaitu 3 buah
ketuk (bonang) yang terdiri dari nada 1 (da), nada 4 (ti), dan 5 (la), kendang
kecrek, goong, dan rebab. Umtuk mengiringi lagu-lagu ketuk tilu. Lagu-lagu yang
biasa dibawakan dalam seni ketuk tilu diantaranya polostomo, kembang gadung,
awi ngarambat, sulanjana, dan lain-lain.
Pangrebab sangat jarang di jumpai, karena pada umumnya pemain rebab
merupakan profesi yang mempunyai kesulitan tinggi dan mempunyai tuntutan agar
dapat menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu karawitan seperti tangga
nada, Ornamentasi, dan teknik penghafaan materi didalam lagu. Oleh karena itu
terdapat beberapa generasi muda yang kurang tertarik untuk mempelajari teknik
permainan rebab. Disamping memerlukan waktu yang relatif lama, tekun dan ulet
menjadi kata kunci dalam proses penguasaan teknik rebab.
Fungsi rebab dalam pertunjukan sekar kepesindenan berfungsi sebagai
pemurba lagu atau penghias lagu, pengisi kekosongan dan memberikan variasi
dalam lagu artinya rebab disajikan secara spontanitas, karena rebab ini tidak
dipatok atau dipola sehingga didalam suatu lagu melodi yang di mainkan tidak
selamanya.
Teknik permainan rebab merupakan metode atau cara memainkan waditra
rebab sehingga menghasilkan nilai estetika, baik secara audio maupun visual.
Adapun Teknik Gesekan Pada dasarnya waditra rebab Sunda dimainkan dengan
cara digesek, teknik menggesek pada waditra rebab sunda dibagi menjadi tiga
teknik, diantaranya: Digolosor, Disebit Sadani Dikrecek. selain iu adapun teknik
rebab yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu, Teknik ornamentasi rebab yang
merupakan teknik menyuarakan rebab dari hasil tengkepan dan gesekan yang di
dalamnya terdapat karakter estetika musikal yang berbeda-beda. Setiap tokoh
pemain rebab mempunyai cara atau gaya ornamentasi masing-masing.
Pada penelitian ini peneliti mengambil karya dari wanda kiliningan pada lagu
Lara-Lara. Laras yang digunakan pada lagu ini yaitu menggunakan Laras
Madenda 4=T. Peranan rebab dalam wanda Kiliningan lebih dominan dari pada
dalam wanda Tembang Sunda Cianjuran dan Celempungan. dikarenakan dalam
wanda Kiliningan semua teknik memainkan rebab digunakan. Selain itu kebebasan
berekspresi dalam memainkan rebab pun lebih luas, salah satunya pada teknik dan
ornamentasi variasi jatuhan permainan rebab tersebut (Solois).
Berdasarkan penjelasan yang sudah dijelaskan diatas, untuk meneliti rebab
gaya Riyan Permana ini dalam proses penelitian yang terperinci dan koprehensif.
Dengan demikian diadakannaya penelitian ini mengambil judul KREATIVITAS
PERMAINAN REBAB SUNDA GAYA CACA SOPANDI DALAM LAGU
PANGHUDANG RASA.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan bagaimana
analisis teknik dan ornamentasi rebab dalam wanda ketuk tilu. untuk
memperoleh kejelasan bagaiamana dari permasalahan diatas dengan
memperhitungkan segala keterbatasan yang penulis akan membatasi
permasalahan yang akan dibahas peneitian ini yaitu:

1. Bagaimana teknik permainan rebab dalam kiliningan gaya Caca Sopandi


dalam lagu Panghudang Rasa?
2. Bagaimana pembentukan ornamentasi rebab kiliningan gaya Caca
Sopandi dalam lagu Panghudang Rasa

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk menjawab
segala masalah yang ada pada penelitian. Seperti:
1. Tujuan Umum:
Melestarikan, menggali dan mendapat gambaran mengenai kreativitas
permainan rebab Gaya Caca Sopandi dalam lagu Panghudang Rasa.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami dan menganalisis kreativitas permainan rebab Gaya Caca
Sopandi dalam lagu Panghudang Rasa.
b. Memahami dan menganalisis ornamentasi rebab Gaya Caca Sopandi
dalam lagu Panghudang Rasa.
c. Memahami dan menganalisis konsep ornamentasi rebab Gaya Caca
Sopandi dalam lagu Panghudang Rasa.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini meliputi manfaat
segi teori (manfaat teoritis) dan manfaat dari segi aspek praktek (manfaat
praktis) yang terkait, antara lain:

1. Manfaat Teoritis
Penelitian mengenai kreativitas permainan rebab sunda gaya Caca
Sopandi dalam lagu lara-lara diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran, sumbangan ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan
tentang teknik dan ornamentasi rebab dalam sebuah lagu kiliningan, serta
dapat memperbanyak kajian tentang cara menerapkan permainan rebab
Gaya Caca Sopandi dalam lagu Panghudang Rasa.

2. Manfaat Praktis
a. Peneliti
Dengan adanya penelitian kreativitas permainan rebab Gaya Caca
Sopandi dalam lagu panghudang rasa. memberikan pengalaman dan
pemahaman lebih cara penerapan ornamentasi rebab Sunda dalam
sebuah lagu, serta dapat menjadi pelajaran yang sangat baik bagi
kebutuhan wawasan dalam teknik memainkan rebab, baik untuk diri
sendiri, ataupun untuk pengajaran disekolah music formal maupun
non formal.
b. Institusi
Dengan adanya penelitian tentang kretivitas permainan rebab Gaya
Caca Sopandi dalam lagu panghudang rasa. diharapkan dapat
menambah perpustakaan khususnya di Departemen Pendidikan
Musik FPSD UPI dan menambah pengetahuan yang dapat dijadikan
sumber inspirasi bagi mahasiswa UPI terutaman Seni Musik untuk
melestarikan dan lebih mengembangkan pengolahan ornamentasi
rebab pada sebuah lagu.
c. Mahasiswa Seni Musik
Dengan adanya penelitian tentang kreativitas permainan rebab Gaya
Caca Sopandi dalam lagu panghudang rasa, diharapkan memberikan
motivasi untuk lebih mengenal dan mengangkat teknik dan
ornamentasi rebab Didi Rosida sehingga menjadi referensi bagi
mahasiswa seni musik.

F. Kajian Teori
1. Teknik

Teknik permainan rebab merupakan metode atau cara memainkan waditra


rebab sehingga menghasilkan nilai estetika, baik secara audio maupun visual.
Dalam pembahasannya, teknik ini meliputi sikap memainkan rebab dan posisi
rebab, teknik gesekan, teknik tengkepan, serta teknik ornamentasi.

Teknik Gesekan Pada dasarnya waditra rebab Sunda dimainkan dengan


cara digesek, teknik menggesek pada waditra rebab sunda dibagi menjadi tiga
teknik, diantaranya: a) Digolosor, yaitu teknik menggesek dengan gerakan
dari kiri ke kanan dan sebaliknya, gerakan gesekan tersebut dilakukan tidak
terputusputus, dimulai dari pangkal sampai ujung pangeset. Artinya dari kiri
ke kanan hanya satu gesekan, begitu pun sebaliknya. b) Disebit sadami, yaitu
teknik menggesek dari kiri ke kanan dan sebaliknya dengan gerakan yang
terputus-putus (staccato2 ). Artinya dalam satu gerakan dari ujung ke ujung
pangeset, serta gerakan dari kanan ke kiri ada beberapa kali stakato, begitu
pun sebaliknya. c) Dikerecek, yaitu teknik gesekan dari kanan ke kiri sampai
ke kanan lagi dilakukan dengan gerakan yang cepat. 2.3.2.3 Teknik
Tengkepan Teknik tengkepan merupakan teknik membuyikan suara dengan
cara ditekan oleh ujung jari tangan di bagian dawai. Teknik tengkepan dalam
wanda Tembang Sunda Cianjuran, Celempungan, maupun Ketuk Tilu pada
dasarnya menggunakan teknik yang sama, tetapi yang membedakan antara
Tembang Sunda Cianjuran dengan yang lainnya yaitu tinggi dan rendahnya
surupan yang digunakan. Surupan yang digunakan dalam wanda Tembang 2
Menurut kamus istilah musik (2011), staccato yaitu "Terpotong"; pendek,
terpotong, artikulasi pitch cepat, kebalikan dari legato. Sunda Cianjuran
biasanya menggunakan surupan=60, berbeda dengan surupan yang digunakan
dalam wanda Celempungan dan Ketuk Tilu lebih tinggi, yaitu menggunakan
surupan=503 . Selain itu, laras yang digunakan dalam waditra rebab pun
menggunakan laras salendro, degung, dan sorog (madenda).

2. Ornamentasi

Teknik Ornamentasi Teknik ornamentasi rebab merupakan teknik


menyuarakan rebab dari hasil tengkepan dan gesekan yang di dalamnya
terdapat karakter estetika musikal yang berbeda-beda. Setiap tokoh pemain
rebab mempunyai cara atau gaya ornamentasi masing-masing. Maka dari itu
penyaji mencoba mengumpulkan pembendaharaan teknik ornamentasi dari
beberapa tokoh, diantaranya yaitu: 1) Puruluk Yaitu tengkepan yang
menggunakan dua jari. Jari yang satu menekan dawai, sedangkan jari yang
lainnya menyinggung-nyinggung dawai yang sedang digesek. 2) Pacok
Tengkepan untuk membunyikan nada pendek dalam satu kali gesekan
menggunakan dua jari. 3) Meujit Yaitu tengkepan untuk membentuk nada
yang paling tinggi dengan menggunakan jari kelingking. 4) Getet Yaitu
tengkepan yag menggunakan dua jari dengan cara dihimpitkan. Pada nada
agak panjang, jari yang kena dawai digetarkan. 5) Malih warni Yaitu
tengkepan di mana jari si penengkep di luar posisi yang semestinya.
Umpamanya untuk menghasilkan nada 1 (da) laras salendro, menurut aturan
posisi jari harus memakai jari telunjuk, tetapi malah ditengkep dengan
mengunakan jari tengah. 6) Lelol Yaitu tengkepan yang menggunakan tiga
jari yaitu telunjuk, jari tengah dan jari manis. Telunjuk menengkep dawai,
sedangkan jari tengah dan jari menis melakukan singgungan-singgungan
secara bergantian. 7) Gerentes Yaitu tengkepan untuk menghasilkan nada
dengan cara menengkep salah satu dawai menggunakan tiga jari dan masing-
masing jari tersebut melepaskan tengkepannya secara bergantian dengan
cepat, sesuai dengan nada yang dibutuhkan. 8) Kosod Tengkepan untuk
membentuk suatu nada dengan satu jari menekan salah satu dawai dan jari
tersebut digerak-gerakan ke atas dan ke bawah sambil digesek. 9) Gedag
Adalah tengkepan untuk membunyikan salah satu nada dengan cara menekan
dawai dengan satu jari dan jari tersebut sedikit digerakan dari atas ke bawah
sambil digesek. 10) Paut Yaitu teknik menengkep dengan cara memindahkan
posisi jari yang berada di atas sampai ke bawah tanpa melepaskan jari tersebut
dari dawai yang sedang ditekan. 11) Dongkang Yaitu tengkepan telunjuk atau
kelingking untuk membunyikan dua nada atau lebih pada dawai yang sama
dengan cara menjangkau ke posisi lain atau dengan cara didongkang (sunda).
12) Dengdo Yaitu tengkepan dimana jari telunjuk atau jari tengah dalam
keadaan menekan dibintih (sunda) oleh kelingking secara berulang-ulang. 13)
Besot Yaitu perpindahan posisi jari dari bawah ke atas atau sebaliknya, dan
tempat asal jari itu menengkep kemudian digantikan oleh jari yang lain.
Teknik teknik yang dijabarkan diatas merupakan teknik ornamentasi yang
biasa digunakan dalam seni Celempungan, Ketuk Tilu, jaipongan, tembang
sunda, dll. Teknik ornamentasi pada waditra rebab dalam seni Tembang
Sunda Cianjuran, tidak meggunakan semua teknik yang telah diuraikan seperti
diatas. Hal ini dikarenakan agar antara teknik rebab dengan teknik vokal yang
digunakan tidak berbenturan, ataupun mengganggu konsentrasi juru mamaos.
Teknik ornamentasi yang digunakan dalam seni Tembang Sunda Cianjuran
diantaranya teknik geter, gerentes, lelol, leot, meujit, kosod, dan paut. Struktur
Penyajian Struktur penyajian yang akan dib

3. Titi Laras / Tangga Nada (Sunda)

Titi laras atau tangga nada sebagai media untuk membantu membuat
notasi agar dapat membantu musisi dan para komposer mendokumentasikan
suatu karya sehingga lebih evisien dan terdokumentasi dengan baik, berikut
pengertian titi laras yang dibahas dalam Supandi (1970, hlm. 11) :

Yang dimaksud denga laras ialah nada yang disusun berurutan


baik turun maupun naik, yang di mulai dari suatu nada hingga
ulangannya baik pada Gembyangan kecil maupun Gembyangan besar
baru dengan jumlah nada dan swarantara tertentu.
Banyak sekali sebutan – sebutan yang menujukan wujud daripada titi
laras, seperti: serat lagu, tulisan lagu, enot, enut, dan sebagainya. Istilah –
istilah tersebut dapat diartikan sebagai nootasi atau solmisasi atau serat
kanayagan (sebutan yang diberikan oleh RMA Kusumadinata untuk titi laras).

Titi laras dalam Karawitan Sunda adalah penemuan R.M.A.


Kusumadinata yang selama hidupnya ia dedikasikan untuk meneliti dan
mencari materi tentang titi larat Sunda. Kata da mi na ti la adalah hasil dari
pecahan kalmat “ada – adaminangka parataning laras”

4. Laras

Laras termasuk salah satu unsur penting yang ada kaitannya dengan
penyajian gamelan salendro karena lagu-lagu yang dinyanyikan dalam
karawitan Sunda menggunakan banyak laras. Laras menjadi kerangka acuan
sekaligus bingkai untuk menafsir sistem nada yang melekat atau relevan
dengan lagu, gending atau pun iringan lagunya (Irawan, 2014: 21).

Karawitan Sunda memiliki lima yaitu laras yaitu salendro, pelog,


degung, madenda atau sorog, serta mataraman atau mandalungan. Kelima
laras ini digunakan dalam sajian karawitan Sunda yang terdapat di berbagai
genre kesenian seperti dalam kesenian degung, kiliningan, jaipongan, wayang
golék, kacapi wanda anyar, dan lain-lain. (Asep Saepudin, 2015, hlm. 53)

5. Surupan

Konsep surupan merupakan perhitungan jarak interval pada laras untuk


mengidentifikasi antara laras-laras yang digunakan pada Karawitan Sunda. 
Seperti yang dikemukakan oleh Lili Suparli dalam Gamelan Pelog Salendro
bahwa “antara surupan yang satu dengan surupan lainnya terdapat
karakteristik yang sangat berbeda dan memiliki kekhasan, sehingga perbedaan
tinggi dan rendahnya nada dasar itu seolah-olah terkesan berbeda laras”.
(Suparli, 2010, hlm.161). Surupan adalah konsep pergeseran tinggi rendahnya
nada dasar yang menentukan fungsi nada sebagai nada pokok atau nada
sisipan (Suparli, 2010: 159). 

G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu alat yang dapat membantu seorang
peneliti guna mendapatkan hasil dan kesimpulan dari objek yang diteliti. Melalui
metode penelitian, peneliti dapat menarik kesimpulan dari temuan dan hasil
penelitian secara tepat dan benar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Alasan menggunakan metode ini adalah karena
penelitian ini dilakukan untuk dapat menelusuri faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kreativitas dalam rebaban serta melakukan upaya pemecahan masalah.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif analisis
dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong, 2012:4 menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata – kata, metode ini merupakan metode paling teepat untuk
mengumpulkan data – data yang dibutuhkan peneliti. Metode ini sering dipakai
karena sengaja dirancang untuk mengumpulkan informasi – informasi tentang
keadaan yang ada pada lapangan untuk mengetahui sejauh mana permasalahan
yang ada pada topik yang akan diangkat oleh peneliti.

1. Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu dilakukan perencanaan


penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan
sistematis. Landasan teoritis yang telah terkumpul kemudian
diimplementasikan pada tahap inti. Tahapan inti ini terdiri dari observasi,
wawancara, dokumentasi dan menganalisis. Hasil dpengumpulan data
observasi, wawancara dan dokumentasi diolah untuk menjawab kedua
pertanyaan penelitian. Analisis pengolahan ornamentasi secara khusus
dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang pertama yaitu “bagaimana
permainan rebab Gaya Caca Sopandi dalam lagu panghudang rasa”. Tahap
kedua adalah pengolahan data yang terdiri dari pengkodean atau
menganalisis bagaimana penerapan permainan rebab Gaya Caca Sopandi
dalam lagu panghudang rasa tersebut.

Setelah semua tahap di atas selesai, maka akan menjadi draft skripsi
analisis kreativitas permainan rebab Gaya Caca Sopandi dalam lagu lara-
lara. Kemudian proses selanjutnya adalah disiminasi. Proses disiminasi
selesai maka terbuatlah skripsi “permainan rebab Gaya Caca Sopandi dalam
lagu panghudang Rasa”

2. Partisipan Dan Tempat Penelitian

a. Partisipan penelitian
Subjek penelitian menjadi sesuatu yang sangat penting kedudukannya di
penelitian. Dimana subjek penelitian menjadi sumber utama untuk
memperoleh sekumpulan data dan informasi. Dalam penelitian ini yang
akan menjadi subjek penelitian adalah Caca Sopandi.

b. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ditentukan berdasarkan kesepakaan antara peneliti
dan partisipan.

3. Pengumpulan Data
Dalam suatu data penelitian merupakan bahan yang sangat diperlukan
untuk menganalisa. Diperlukan suatu teknik pengumpulan data yang relavan
dengan tujuan penelitian. Adapun teknik dalam pengumpulan data tersebut
yaitu triangulasi yag terdiri dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
Kemudian juga dilakukan studi literatur, studi dokumentasi dan studi
diskografi.

a. Observasi
Observasi sebagian teknik pengumpulan data mempuyai ciri yang sangat
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Dalam observasi yang
dilakukan, dalam penelitian untuk mengumpulkan data secara topik peneliti.
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengamati karya.
Pengamatan dilakukan melalui audio, vidio dan demo Caca Sopandi secara
langsung dengan judul lagu panghudang rasa.

b. Wawancara
Wawancara dalam bahasa inggris disebut interview yang berasal dari kata
inter (antara) dan view (pandangan). Makna ini menunjukan terjadi saling
pandang/ kontak antara pewawancara dan yang diwawancarainya. Menurut
KBBI wawancara merupakan tanya jawab seseorang yang diperlukan untuk
dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal.
Wawancara dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka dan
individual dengan narasumber. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
wawancara adalah salah satu bentuk pengumpulan data dengan tanya jawab
yang dilakukan oleh peneliti terhadap subjek penelitiannya.

c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data dalam bentuk
audio, visual maupun audio visual yang disajikan sebagai salah satu bahan
acuan dalam pengolahan data pada penelitian ini. Dalam studi dokumentasi
penelit biasanya melakukan penelusuran dan historis pbjek penelitian serta
melihat sejauh mana proses yang berjalan telah terdokumentaskan dengan
baik.
Dalam penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan HP (hand
phone) dibantu dengan kamera DSLR sebagai alat pendokumentasian. HP
digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan perekaman suara. Kamera
DSLR digunakan untuk mendokumentasikan video dan foto.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


teknik observasi, studi litelatur, wawancara, dan dokumentasi dengan
penjelasan sebagai berikut:

4. Analisis Data
Analisis data merupakan sebuah proses lanjutan pengolahan data. Data
yang sudah diolah kemudian dianalisi dan di klarifikasikan menjadi kelompok
khusus sesuai data sehingga data disusun secara sistematis. Dalam tahap ini
data yang didapatkan selama proses penelitian yang menggunakan teknik
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data yang peneliti
lakukan merupakan proses berfikir.
Pada dasarnya proses analisis data ini dilakukan ketika penelitian di
lapangan berlangsung bersamaan dengan pengumpulan data. Sistem analisis
data yang dipergunakan oleh peneliti merupakan triangulasi. Triangulasi
merupakan sistem analisi data yang menggabungkan data hasil observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Penggunaan triangulasi peneliti maksudkan
untuk memperoleh data yang lebih akurat karena teknik ini data yang telah
didapatkan secara otomatis akan diuji menggunakan teknik lain secara
serempak.
H. Sistematika Penulisan
Setelah beberapa data yang telah terkumpul dan mendukung kepada tulisan
ini, maka peneliti mencoba mengkaji dan menganalisis data – data yang telah
diterima oleh analisi sehingga dapat menjelaskan hasil penelitian yang
dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Wiardi, Didi
2005 “Gamelan Sunda: Kondisi masa lalu—masa kini”.Makalah
Makalah disampaikan pada acara Workshop & Festival
Kesenian Tradisional (tema: “Revitalisasi Kesenian
Tradisional”) Daerah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan
Lampung di Balai Kajian Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional.

Soepandi, atik
1975 Dasar-Dasar Teori Karawitan. Bandung: Lembaga Kesenian
Bandung
Saepudin, Asep.
2015 Laras, Surupan, dan Patet Praktik Menambuh Gamelan
Salendro. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Suparli, Lili.
2010 Gamelan Pelog Salendro.

Anda mungkin juga menyukai