Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENYAJIAN KARYA SENI

Madhuswara Gita

(Penyajian Vokal dalam Wanda Kiliningan)

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian akhir

Program Sarjana Seni

Program Studi Karawitan

OLEH :

Diah Nur Azizah

18123014

JURUSAN KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI)

BANDUNG

2021

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rosyadi (2015:148)

Beberapa seni tradisi di Jawa Barat tengah berjalan menuju kepunahan. Hal

ini dibuktikan dengan punahnya 55 jenis seni tradisi di Jawa Barat.

Sedangkan 77 jenis kesenian lainnya dalam kondisi tidak dapat berkembang.

Seni tradisi itu sudah masuk daftar museum, karena sudah sulit diidentifikasi

dan dideskripsikan, serta pelakunya sudah tiada. Terdapat beberapa

kesenian tradisional yang saat ini masih berkembang dan cukup masih

dilestarikan khusunya di wilayah Jawa Barat, yang menggunakan

seperangkat gamela diantaranya, kesenian wayang golek, jaipongan, dan

kililngan. Kiliningan berasal dari kata kilining yang merujuk pada nama

sebuah instrument musik (waditra) berbentuk seperti gender (gamelan jawa).

Kiliningan termasuk dalam bentuk karawitan sekar gending, artinya

mengandung perpaduan antara unsur vokal dan instrument. Yang menonjol


dalam setiap sajian kilingan salah satunya adalah adanya sinden, atau vokal

atau seseorang yang bernyanyi mengirigi musik gamelan.

Rosyadi (2015:160)
Seni sinden adalah salah satu bagian dari kesenian. Kesenian itu sendiri merupakan

salah satu unsur dari kebudayaan. Di antara ketiganya, yaitu seni sinden, kesenian

dan kebudayaan terdapat hubungan struktural dan fungsional. Dengan demikian,

perkembangan dunia seni sinden dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya

masyarakat di lingkungannya. Artinya, maju mundurnya dunia seni sinden bukan

semata-mata persoalan pribadi-pribadi sinden, melainkan terkait dengan persoalan

lingkungan budayanya

Rosyadi (2015:154)
Tidaklah mudah menjadi seorang sinden. Profesi sinden adalah profesi seorang
entertain di bidang tarik suara. “Hidup matinya” seorang sinden sangat ditentukan
oleh bagaimana kemampuannya dalam mengolah suara, dan yang tidak kalah
pentingnya ialah penampilannya di atas panggung. Melalui kemampuan olah vokal
dan olah tubuhnya, sinden berinteraksi langsung dengan penikmatnya. Oleh sebab
itu keberhasilan seorang sinden sangat ditentukan oleh kemampuan dia dalam
menghibur dan memikat para penikmatnya.

Rosyadi (2015:154)
Oleh karena itu pula, untuk menjadi seorang sinden dituntut beberapa kemampuan
dasar, di samping bakat. Adapun modal dasar yang harus dimiliki untuk menjadi
seorang pesinden adalah sebagaimana dikemukakan oleh Barnas Somantri (1992: 3),
bahwa aspek yang paling pokok atau mendasar secara tradisi yang harus dimiliki
sinden adalah modal suara, lagu, dan rupa. Hal senada dikemukakan oleh Mas
Nanu Munajar (2004: 161) mengutip hasil wawancaranya dengan seorang guru
sinden, Eutik Muhtar, yang menyatakan bahwa syarat sakudratna (seutuhnya)
menjadi sinden harus memiliki kemampuan antara lain sae senggolna, rupa, jeung
lagu (bagus suaranya, rupa, dan lagu). Ketiga syarat tersebut merupakan modal
utama yang harus dimiliki sinden. Dengan kata lain, senggol, rupa, dan lagu,
sesungguhnya merupakan ajen (nilai) yang harus dimiliki sinden di dalam dunia
seni sinden.

Rosyadi (2015:154-155)
Pengertian senggol disampaikan oleh Atik Soepandi (1988:183), menurutnya senggol
adalah komposisi nada tertentu untuk mengisi rangkaian lagu yang dibawakan oleh
juru sekar. Selanjutnya, R. Encem Sunariah, dalam wawancaranya dengan Mas Nanu
Munajar di tahun 2000 mengemukakan bahwa senggol merupakan suatu
pembawaan yang diciptakan dari hasil kreativitas yang ditemukan dalam
menyinden yang rasa enaknya bergantung pada sinden itu sendiri. Atau dengan
kata lain, pada pokoknya sinden itu sendirilah yang menciptakan senggol tersebut.

Senggol ini menjadi kekuatan yang utama dari seorang sinden dan sekaligus
menjadi ciri khas yang memberikan identitas bagi dirinya, hingga secara sekilas saja
orang (pendengar) dapat membedakan bahwa ini adalah suara sinden tertentu.
Senggol dapat pula diartikan sebagai gaya yang dimiliki oleh sinden secara pribadi,
ataupun gaya khas suatu daerah.

Rosyadi (2015:155)
Modal dasar yang kedua adalah rupa. Yang dimaksud dengan rupa di sini adalah
paras atau aura yang dipancarkan oleh seorang sinden melalui penampilan paras
mukanya dan menjadi daya tarik bagi penontonnya. Akan tetapi bukan berarti
bahwa untuk menjadi seorang sinden haruslah mempunyai paras yang cantik,
karena cantik itu sendiri sangatlah relatif. Yang penting dari rupa seorang sinden itu
adalah bisa membuat penonton menjadi terpikat dengan aura yang terpancar dari
parasnya. Untuk mendapatkan daya tarik dari rupa ini tidak jarang seorang sinden
harus menggunakan pamake, yaitu sesuatu barang/benda yang secara magis bisa
menimbulkan aura bagi seseorang.

Rosyadi (2015:155)
Modal dasar yang ketiga adalah lagu. Menurut Atiek Soepandi (1988:110), lagu
adalah nada yang disusun sedemikian rupa, sehingga indah dan enak didengar.
Lagu terdiri atas rangkaian kalimat, atau yang dalam bahasa Sunda disebut rumpaka
yang disusun secara berirama dan bermelodi.
Rosyadi (2015:155)
Satu modal lagi yang tidak kalah pentingnya, bahkan menjadi modal utama bagi
seorang sinden adalah sora (suara). Modal suara ini biasanya diperoleh melalui
bakat, namun bisa juga diperoleh melalui latihan.
Bila modal suara ini sudah dimiliki maka ia bisa membawakan lagu-lagu dengan
indah, merdu, serta enak didengar.

Pada sajian ini, penyaji membawakan sajian vokal sinden kiliningan, yang

berjudul Madhuswara Gita berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata

Madhuswara yang artinya bersuara merdu dan Gita yang artinya nyanyian

atau lagu. Dalam sajian ini Madhuswara Gita diartikan sebagai nyanyian

yang dinyanyikan seorang pesuara/pesinden yang bersuara merdu untuk

menyampaikan sebuah makna dalam bentuk kesenian Kiliningan. Penyaji

terinspirasi oleh salah satu maestro sinden yang cukup terkenal dikalangan

seniman Jawa Barat yakni adalah Ibu Nunung Nurmalasari, beliau salah satu

sinden yang mempunyai ciri khas, selain dalam tehnik bernyanyi / nyinden,

juga mempunyai keunikan ornamentasi dalam perpindahan antar laras. Hal

tersebut dirasa menarik bagi penyaji sebagai mahasiswa yang mengambil


minat utama penyajian sekar kepesindenan. Dengan kemahiran keluwesan

penguasaan lagu, dinamika, dan rasa yang sangat luarbiasa yang dibawakan

oleh pesninden ibu nunung nurmalasari yang menjadi sebuah ketertarikan

bagi penyanji untuk menantang skil yang sudah di gali hingga saat ini.

Selain terinspirasi dari presinden nunung nurmalasari, terdapat satu inspirasi

lain yang membuat penyaji tertarik pula untuk sedikit menambahkan satu

sajian yang dirasa akan berbeda dengan sajian lainnya, yakni dengan

membawakan garapan kacapi tunggal pada bubuka sajian.

B. Rumusan Gagasan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas yeng telah di susun,

gagasan dari penyajian Vokal dalam kliningan ini dengan judul

Madhuswara Gita yaitu menyajikan garap Vokal dalam wanda


kliningan. Penyajian kecapi tunggal di awal sajian (bagian pembuka),

untuk menunjukan bahwa perempuan pun selain menjadi pesinden

juga berpotensi untuk bias bermain alat musik (nayaga) tidak

menutup kemungkinan bahwa seorang sinden bisa bermain kecapi

sambil nyinden. Lalu pemilihan lagu berdasarkan kompetensi laras,

modulasi, jenis lagu dan teknik vokal. Nayaga didominasi perempuan

sebagai bentuk upaya pemberdayaan perempuan. Kecuali alok

(wiraswara) dikarenakan ambitus seorang alok atau bisa dikatan

dengan pesinden laki-laki tentunya sangat berbeda dengan ambitus

suara perempuan, dengan demikian penyaji tidak mengubah

perbedaan hal tersebut. Repertoar lagu pada sajian Tugas Akhir yang

akan dibawakan yakni lagu bubuka kidung, lagu ageung langendria

naek cahya sumirat dan lagu jalan banjaran, lagu sekar catur cawadan,

dan lagu panutup mitra.


C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penyajian vokal kiliningan ini selain sebagai

kepentingan persyaratan Tugas Akhir (TA) untuk mendapat gelar

Sarjana, penyaji memiliki tujuan lain yang ingin di capai di antaranya:

1. Untuk mencoba menangkap dan mempelajari lagu lagu kiliningan

yang dirasa lumayan mempunyai tantangan dan memiliki tingkat

kesulitan yang cukup untuk dipelajari oleh seorang seniman yang

berpendidikan.

2. Untuk melestarikan/ mengenalkan vokal wanda kiliningan

3. Sebagai media untuk mengevaluasi kemampuan diri penyaji dalam

menyajikan vokal kiliningan.

D. Manfaat
1. Bagi Penyaji

Sebagai tolak ukur kemampuan penyaji dalam menyajikan vokal dan

sebagai pengaplikasian hasil dari pembelajaran di Institut Seni Budaya

Indonesia (ISBI) Bandung. Di samping itu, manfaat lain bagi penyaji

yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan terkait degan

dinamika, ornamentasi, permainan laras dalam lagu lagu tertentu serta

mencoba untuk meningkatkan rasa dalam menyampaikan sebuah lagu

pada vokal dalam kiliningan.

2. Bagi Masyarakat

Penyajian ini untuk memberikan motivasi kepada para generasi

sinden muda, agar dapat termotivasi untuk ingin mempelajari lebih

dalam tentang Vokal kiliningan, oleh karena itu penyaji juga ikut

melestarikanya dalam bentuk penyajian Tugas Akhir.

3. Bagi Bidang Ilmu


Penyajian ini diharapkan bisa menjadi salah satu referensi di

dalam proses meningkatkan kreatifitas dan kualitas pembelajaran

Vokal Kepesindenan.

4. Bagi Lembaga ISBI Bandung

Penyaji berharap penyajian karya seni ini dapat memberikan

konstribusi dan nilai positif terhadap Jurusan Seni Karawitan Institut

Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.

E. Tinjauan Sumber penyajian

Secara garis besar terdapat beberapa sumber yang menjadi

referensi terbentuknya sebuah karya dari karya-karya yang memberikan

referensi, sehingga penyaji mendapatkan stimulus sehingga terbentuknya

sebuah karya yang mendasarkan sebuah gagasan, garapan, dan metode

garapan. Pada dasarnya karya ini mengambil beberapa karya dalam


penyajian vokal yang menjadi acuan dalam sebuah kekaryaan, di

antaranya:

1. Narasumber

a. Nunung Nurmalasari merupakan narasumber paling penting

dalam penyusunan karya ini. Beliau merupakan salah satu maestro

sinden terkenal, yang sedari dulu ikut bersama grup wayang golek

Alm Abah Asep Sunandar Sunarya. Dari narasumber sinden ibu

nunung nurmalasari penyaji mendapatkan pengetahuan tentang

perkembangan sinden dan gaya-gaya sinden kiliningan maupun

sinden wayang.

b. Yoyoh Suprihatin merupakan narasumber kedua dalam

penyusunan sajian karya ini. Yang mana beliau merupakan maestro

sinden kacapi tunggal yang cukup terkenal dengan keuninan

bernyanyi sambil bermain kecapi yang disajikannya. Dari

narasumber sinden kacapi tunggal ibu Yoyoh Suprihatin penyaji


mendapatkan ilmu tentang teknik permainan kacapi tunggal ala bu

yoyoh.

F. Landasan/Pendekatan Teori Karya Seni

Secara garis besar poin-poin yang terkait berdasarkan uraian diatas

maka, penyaji akan menggunakan teori kebebasan, dan ke kreativitasan

senggol yang diciptakan penyaji.

Berkaitan dengan teori yang di usung, dimana konsep dan sajian

vokal yang penyaji bawakan akan membawakan gaya dari Ibu nunung

nurmalasari. Maka dari itu di dalam gaya kiliningan, penyaji akan

memakai teori kebebasan serta improvisasi senggol yang akan diterapkan

dalam sajian kiliningan.

G. Metode Penyajian
Metode yang dipakai penyaji yaitu mewujudkan suatu ide dan

diwujudkan terhadap karya lalu dipertunjukan disebuah pagelaran

Tugas Akhir, yang sebelumnya telah melakukan eksplorasi atau

pencarian, evaluasi, dan pengonsepan. Untuk lebih jelasnya dari ke tiga

tahap tersebut akan penyaji jelaskan sebagai berikut:

a. Eksplorasi :

Pada tahap ini penyaji mengumpulkan data-data dan materi dari

beberapa sumber yang terkait dengan apa yang akan dibawakan pada

Tugas Akhir, seperti data-data tentang konsep kekaryaan, judul,

penjelasan kliningan, mencari narasumber, menetukan repertoar lagu,

melatih skill dalam vokal kiliningan, dan berguru kepada sinden-sinden

yang berkopeten dalam sajian vokal kiliningan. Tahapan ini sangat

penting bagi seorang penyaji, karena tahapan ini merupana bekal dan
terbentuknya pondasi untuk mebuat sebuah konsep muapun garap dalam

kekaryaan. Maka tahapan ini dibutuhkan agar apa yang direncanakan

bisa berjalan sesuai yang diinginkan.

b. Evaluasi

Tahapan ini merupakan sebuah proses peninjauan ulang apa menjadi

kekurangan dari hasil proses yang sudah dilakukan baik dari materi

maupun skill yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas penyaji itu

sendiri. Tahapan ini sangat penting bagi diri penyaji, karena pada tahapan

ini akan membuat pondasi pembentukan konsep maupun garapan lebih

kuat. Sehingga apa yang direncanakan bisa berjalan sesuai yang

diinginkan.

c. Pengonsepan
Setelah melewati beberapa tahapan selanjutanya penyaji memasuki

proses pengonsepan. Tahapan ini merupakan tahap pembentukan karya

dari apa yang sudah di dapat dari proses pengumpulan data, mencari

narasumber, memilih repertoar lagu dan melatih skill. Pada ahkirnya

penyaji membuat karya dengan judul “Madhuswara Gita” dengan

membawakan 4 buah lagu diantaranya, Kidung, Langendria naek Cahya

sumirat, Cawadan, Mitra.

H. Sistematika Penulisan

Pada rancangan penyususnan skripsi penyajian kendang dalam

wanda kliningan yang berjudul “Madhuswara Gita” penyaji akan

memberikan beberapa gambaran singkat mengenai isi dari skripsi. Untuk

memberikan gambaran singkat mengenai isi skripsi atau garapan, maka

disampaikan skripsi karya Penyajian Vokal Kepesindenan yang disusun


dalam empat bab pembahasan meliputi: Bab pertama berisi pendahuluan

yaitu latar belakang, Tujuan dan sumber penyajian. Bab kedua

menjelaskan tentang materi dan proses penyajian. Bab ketiga yaitu

deskripsi penyajian yang isinya ialah notasi-notasi lagu dan gending yang

disajiakn serta lirik pada lagu tersebut. Bab ke empat yaitu penutup yang

meliputi; daftar pustaka, daftar narasumber, daftar audiovisual, biodata

pendukung dan lampiran.


DAFTAR PUSTAKA

Nuralfiah Meisha. (2018). Ngalaga Lagu. Skripsi penyajian vokal

dalam kiningan program S1 Jurusan Karawitan, ISBI Bandung.

Suryana Risna, (2019). Skripsi penyajian rebab dalam kliningan

program S1 Jurusan Karawitan, ISBI Bandung.

Wahyuni Syenni (2020). Skripsi penyajian vokal dalam kliningan

program S1 Jurusan Karawitan, Isbi Bandung

Ghaniyah Ayu Winda, jurnal Isbi Bandung

Rosyadi. 2015. “Fenomena Penggunaan Magi Pada Kalangan Sinden Di Kabupaten


Subang – jawa Barat (Studi Tentang Sistem Religi)”. Patanjala Vol. 7 No. 1. Hlm. 147-
162.
Isneni, Ayu, dkk. 2020. “Pesan Komunikasi Sinden-Sinden Penari dalam Pertunjukan
Kliningan Jaipongan”. Bekasi: Unbrahajaya.
Patria, Dimas. “Lirik Kawih Kliningan Gamelan Klasik Cicih Cangkurileung (Tilikan
Struktural, Semiotik, dan Etnopedagogi)”. Lokabasa Vol. 7, No. 1, Hlm 13-25.

https://papasenda.wordpress.com/kliningan/

Anda mungkin juga menyukai