Anda di halaman 1dari 9

POLITIK BAHASA NASIONAL

Oleh

Joandini Asmoro (janitjoandini@gmail.com)


083112620150006

Fakultas Biologi
Universitas Nasional

I. Pengantar
Bahasa indonesia merupakan bahasa terpenting dalam negara kita. Selain karena
Bahasa Indonesia di tetapkan sebagai bahasa Nasional, pentingnya bahasa Indonesia juga
tercantum dalam isi sumpah pemuda poin ke 3 dan pasal 36 UUD 1945. Dari segi peranannya, bahasa
indonesia bukan saja sebagai bahasa susastra, tetapi lebih dari itu. Bahasa Indonesia juga
merupakan sarana komunikasi utama.
Bahasa Indonesia diangkat dari bahasa Melayu, bahasa yang pada mulanya lebih
bersifat lingua franca sebagai bahasa penghubung antar individu yang tersebar di Nusantara,
yang berbeda-beda bahasanya. Bahasa ini lebih bersifat bahasa pergaulan. Sejak Indonesia
merdeka dinyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara dan ditetapkan pula
menjadi bahasa resmi di negara Indonesia dan digunakan sebagai bahasa persatuan, bahasa
pengantar di sekolah-sekolah, bahasa ilmu dan teknologi. Semuanya terjadi karena bangsa
kita juga berubah menjadi bangsa modern mengikuti perkembangan dan kemajuan dunia
modern. Dengan sendirinya bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu itu harus
diperkaya.
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan
maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan
nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang didalamnya selalu
ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan
manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Pengguna
bahasa akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang
telah disepakatinya, antara lain dengan menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang masuk ke
dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-
unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.Sehubungan dengan itulah maka perlu
adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya
layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk
kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan dan di negara kita itu disebut Politik Bahasa
Nasional.
II. Definisi Politik Bahasa Nasional
Politik Bahasa Nasional yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan,
pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan
keseluruhan masalah bahasa.
Politik bahasa nasional adalah kebijakan di bidang kebahasaan dan kesastraan secara
nasional, yaitu kebijakan yang meliputi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan penggunaan
bahasa asing.
Dari tiga butir Sumpah Pemuda 1928 menyatakan yang pertama “Kami poetra dan
poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Kedua adalah
Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahasa negara adalah
bahasa Indonesia.
III. Cakupan
Dari tiga butir Sumpah Pemuda 1928 menyatakan yang pertama “Kami poetra dan
poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Kedua adalah
Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahasa negara adalah
bahasa Indonesia. Hal itu dapat diartikan bahwa bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan
penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
IV. Pembahasan
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional ( Sumpah Pemuda 1928) dan bahasa
negara (UUD 1945, Bab XV, Pasal 36)
Pada saat ikrar pemuda pada hari Sumpah Pemuda tahun 1928 itu dicetuskan, yang
diberi nama bahasa Indonesia itu tidak lain daripada bahasa Melayu. Tetapi dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa Melayu yang telah berubah nama menjadi
bahasa Indonesia itu terus diperkaya. Sumbernya adalah bahasa daerah dan bahasa asing.
Bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang sudah diperkaya dengan berbagai unsur bahasa
daerah dan bahasa asing sehingga ia telah menjelma menjadi satu bahasa baru dari satu
bangsa baru yaitu bangsa Indonesia. Karena itu, tidak mungkin kita berbicara tentang bahasa
Indonesia tanpa menyinggung bahasa daerah dan bahasa asing. Ketiganya merupakan suatu
yang padu, tidak dapat dipisah-pisahkan, dan memiliki hubungan timbal balik. Hubungan itu
mempunyai dampak positif maupun negatif. Positif dalam hal sumbangannya untuk
memperkaya bahasa Indonesia, dan negatif dalam hal timbulnya interferensi antara kedua
bahasa. Pengolahan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional haruslah merupakan
pengolahan menyeluruh sebagai kebijaksanaan nasional mengenai bahasa dan sastra kita dan
inilah yang disebut “Politik Bahasa Nasional”. Politik di sini tidak mempunyai konotasi
seperti politik dalam kenegaraan dalam arti sempit, tetapi berkonotasi kepada kebijaksanaan
penanganan masalah kebahasaan dan kesusastraan Indonesia secara nasional. Politik bahasa
nasional juga berhubungan dengan sangkut pautnya bahasa Indonesia dengan masalah
masalah nasional secara luas.
Tujuan politik bahasa nasional ada tiga, yaitu:
1. Perencanaan dan perumusan kerangka dasar kebijaksanaan di dalam kebahasaan.
2. Perumusan dan penyusunan ketentuan-ketentuan dan garis-garis kebijakan umum
mengenai penelitian, pengembangan, pembakuan, dan pengajaran bahasa termasuk sastra.
3. Penyusunan rencana pengembangan kebijaksanaan nasional.
Dalam kebijakan bahasa nasional yang berencana, terarah, dan terperinci itu, kita
dapat mengatur fungsi antara bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di satu pihak
dengan bahasa-bahasa asing yang digunakan di Indonesia pada pihak lain. Yang jelas ialah
bahwa politik bahasa nasional menempatkan kedudukan bahasa Indonesia pada titik pusat.
Dari tiga butir Sumpah Pemuda 1928 menyatakan yang pertama “Kami poetra dan
poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Kedua adalah
Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahasa negara adalah
bahasa Indonesia. Hal itu dapat diartikan bahwa bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan
penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
a. Bahasa Nasional. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
memiliki tiga fungsi: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3)
alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan
penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya
masing-masing.
 Fungsi pertama mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebangsaan kita. Berdasarkan kebanggaan inilah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita
kembangkan. Selain itu, rasa bangga memakai bahasa Indonesia dalam berbagai bidang harus
selalu kita bina dan kita tingkatkan.
 Fungsi kedua mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia – sebagaimana halnya
lambang lain, yaitu bendera merah putih dan burung garuda – mau takmau suka taksuka
harus diakui menjadi bagian yang takdapat dipisahkan dengan bangsa Indonesia. Jadi,
seandainya ada orang yang kurang atau bahkan tidak menghargai ketiga lambang identitas
kita ini tentu sedikitnya kita akan merasa tersinggung dan rasa hormat kita kepada orang
tersebut menjadi berkurang atau malah hilang. Karena itu, bahasa Indonesia dapat
menunjukkan atau menghadirkan identitasnya hanya apabila masyarakat bahasa Indonesia
membina dan mengembangkannya sesuai dengan keahlian dalam bidang masing-masing.
 Fungsi ketiga memberikan kewenangan kepada kita berkomunikasi dengan siapa pun
memakai bahasa Indonesia apabila komunikator dan komunikan mengerti. Karena itu,
kesalahpahaman dengan orang dari daerah lain bisa kita hindari kalau kita memakai bahasa
Indonesia. Melalui fungsi ketiga ini pula kita bisa memahami budaya saudara kita di daerah
lain.
 Fungsi keempat mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena kita telah memiliki
bahasa nasional yang berasal dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam
kebesaran Indonesia. Padahal, ketika dicanangkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
boleh dikatakan tidak memiliki penutur asli karena berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Jawa
dan bahasa Sunda paling banyak penuturnya di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di
Nusantara ini. Jadi, berdasarkan jumlah penutur, yang pantas menjadi bahasa nasional
sebenarnya kedua bahasa daerah itu. Apalah jadinya seandainya bahasa Jawa atau bahasa
Sunda yang diangkat menjadi bahasa nasional. Mungkin saja terjadi perpecahan perang
antarsuku, lalu muncul negara-negara kecil. Karena itu, tentu bukan soal jumlah penutur yang
menjadi landasan para pemikir bangsa waktu itu. Mereka berpikiran jauh ke masa depan
untuk kebesaran dan kejayaan bangsa; dan lahirlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Sehubungan dengan ketentuan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, jelaslah
bahwa tidak lagi hanya dipakai sebagai bahasa perhubungan/pergaulan dalam tingkat
nasional, melainkan juga sebagai bahasa resmi kenegaraan. Bahasa Indonesia digunakan
dalam semua kesempatan, pertemuan, pembicaraan yang sifatnya resmi baik lisan maupun
tulisan.
b. Bahasa Negara. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara memiliki
empat fungsi yang saling mengisi dengan ketiga fungsi bahasa nasional. Keempat fungsi
bahasa negara adalah sebagai berikut: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di
dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
 Dalam fungsi pertama bahasa Indonesia wajib digunakan di dalam upacara, peristiwa,
dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulisan. Begitu juga dalam penulisan dokumen
dan putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan.
Hal tersebut berlaku juga bagi pidato kenegaraan.
 Fungsi kedua mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan menggunakan pengantar
bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi
mau takmau dalam pelajaran atau mata kuliah apa pun pengantarnya adalah bahasa
Indonesia. Namun, ada perkecualian. Bahasa daerah boleh (tidak harus) digunakan sebagai
bahasa pengantar di sekolah dasar sampai tahun ketiga.
 Fungsi ketiga mengajak kita menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu
kelancaran pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang. Dalam hal ini kita berusaha
menjelaskan sesuatu, baik secara lisan maupun tertulis, dengan bahasa Indonesia agar orang
yang kita tuju dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan kegiatan pembangunan.
 Fungsi keempat mengingatkan kita yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Tentu
segala ilmu yang telah kita miliki akan makin berguna bagi orang lain jika kita sebarkan
kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di seluruh pelosok Nusantara, atau
bahkan jika memungkinkan kepada saudara kita di seluruh dunia. Penyebaran ilmu tersebut
akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah atau
bahasa asing.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki multifungsi, antara lain sebagai
pelaksana administrasi pemerintahan, pendidikan dan pengajaran, pengembangan
kesusastraan nasional, peningkatan mutu media massa, dan sebagai penulisan buku-buku
pelajaran maupun buku-buku ilmu pengetahuan. Sebagai alat perjuangan bangsa, bahasa
Indonesia telah terbukti menjadi alat pemersatu yang paling jitu. Bangsa Indonesia yang
terdiri dari beratus-ratus suku bangsa ini dalam masa pertumbuhan yang relatif singkat,
perlahan-lahan tetapi tetap dan mantap, membentuk satu bangsa karena ikatan perasaan
kebangsaan yang makin lama makin menjadi kuat dan akhirnya mengalahkan rasa
kedaerahan yang mulanya sangat kuat pada diri tiap-tiap suku tersebut. Sebagai bahasa resmi
negara, bahasa Indonesia harus menentukan ciri-ciri bahasa baku, bahasa yang menjadi acuan
bagi penggunaan bahasa ragam resmi, baik lisan maupun tulisan.
Berbahasa Indonesia Menjunjung Tinggi Kesatuan dalam Keberagaman Kesatuan
dalam keberagaman
Unity in Diversity merupakan jargon yang sering digaungkan di negeri kita tercinta,
Indonesia. Mengingat Indonesia merupakan negara multikultural sekaligus juga multilingual.
Tak heran dari berbagai suku bangsa di Indonesia, jumlah bahasa dan sub bahasa diseluruh
wilayah Indonesia mencapai 546 bahasa (Kemendikbud, 2012). Salah satu upaya dalam
mempertahankan kesatuan dalam keberagaman adalah upaya menjunjung tinggi bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia sejalan dengan salah satu isi dari ikrar Sumpah Pemuda pada 28
Oktober 1928.
Mohammad Tabrani dan Sanusi Pane mencita-citakan “Bahasa Indonesia” sebagai
bahasa nasional bukan bahasa Melayu. Tabrani yang merupakan wartawan dan Pemimpin
Redaksi surat kabar Hindia Baroe menyatakan bahwa “bahasa adalah satu satu jalan untuk
menguatkan persatuan Indonesia dan karena itu haruslah berikhtiar untuk memiliki satu
bahasa yang lambat laun akan dapat diberinya nama bahasa Indonesia.”
Pada tahun 1939, Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo,
Jawa Tengah menyatakan bahwa bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek
Riau seperti yang tertulis pada situs Ethnologue.
Seiring dengan perkembangan waktu, bahasa Indonesia mengalami pertumbuhan
terus-menerus. Baik dari luas wilayah para penggunanya maupun struktur bahasa Indonesia
itu sendiri. Sehingga kedepannya bahasa Indonesia menjelma menjadi bahasa yang modern
yang kaya kosa kata dan mantap dalam struktur. Hal ini sejalan dengan kebijakan bahasa
nasional yang merupakan hasil dari Seminar Politik Bahasa Tahun 1999 dalam menyikapi hal
tersebut. Salah satu rumusan dalam kebijakan tersebut adalah bahasa asing (bahasa Inggris)
dapat diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kosakata bahasa Inggris ini tentu akan
memperkaya perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia (Muhyidin, 2010).
Kekhawatiran muncul ketika era globalisasi memberikan pengaruh luar biasa terhadap
kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia oleh sebagian orang dianggap
tidak lagi mampu mengangkat harkat dan martabat. Era globalisasi menyebabkan perubahan
budaya yang kian mencederai persatuan, mempertebal stratifikasi sosial dan differensiasi
sosial. Globalisasi menuntut semua lapisan masyarakat untuk terlibat dalam proses
didalamnya, termasuk penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Realitas yang
terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa bahasa asing lainnya, seperti Jepang dan Korea
menjadi penghambat pertahanan kedudukan Bahasa Indonesia yang semestinya dijunjung
tinggi di negerinya sendiri. Derasnya arus teknologi informasi yang tidak disertai dengan
penyaringan mengakibatkan masyarakat mudah terbawa arus yang sedang popular. Misalnya,
dikalangan remaja saat ini sedang marak fenomena K-Pop (Korean Pop). Para remaja
berbondong-bondong menggali informasi mengenai negeri ginseng ini, termasuk berusaha
menguasai bahasanya. Tingginya jumlah penduduk Indonesia dengan usia kisaran remaja 17-
25 tahun menyebabkan kecenderungan tersebut. Kecenderungan ini disatu sisi berdampak
positif pada pengetahuan dan keterampilan remaja dalam menambah khasanah bahasa.
Namun, dampak negatif amat rentan menyebar dengan anggapan nilai prestis yang dianut
sebagian kalangan masyarakat. Kebanggaan yang lebih besar terhadap bahasa asing
dibandingkan dengan bahasa asal bangsanya menjadi momok yang menghantui pada masa
sekarang. Menangani kecenderungan ini diperlukan gerakan pemartabatan kembali bahasa
Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa (Agus, 2011).
Pada era globalisasi yang kompetitif ini, bahasa Indonesia harus turut serta dalam
pembangunan karakter bangsa-negara Indonesia. Sebagian lain peduli dan menjunjung tinggi,
sebagian lain tidak. Padahal perkembangan saat ini, Bahasa Indonesia mulai dijadikan
kurikulum pelajaran bahasa asing di luar negeri, seperti Australia. Banyak pengajar
Indonesia yang memberikan pengajaran ini di luar sana. Telah terdengar isu bahwa bahasa
Indonesia akan dijadikan Bahasa Internasional, disamping Bahasa Inggris dan mandarin.
Apapun isu yang sedang berkembang, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara harus dijunjung tinggi. Jangan sampai kita
sebagai warganya kehilangan identitas. Bahasa Indonesia adalah identitas nasional, maka
sepatutnya bangsa Indonesia bangga. Banyak Negara yang tidak memiliki bahasanya sendiri.
Misalnya saja, Swiss yang sulit menetapkan bahasa persatuan antara bahasa Italia, Perancis
dan Jerman (Styorini dan Hapsari, 2012). Justru di era globalisasi ini, penguatan identitas
bangsa Indonesia melalui Bahasa Indonesia adalah solusi untuk menunjukkan eksistensi
bangsa ini. Kecintaan terhasap Bahasa Indonesia merupakan wujud cinta tanah air, refleksi
kebanggan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perwujudan karakter bangsa
sehingga isu-isu separatisme dan etnosentrisme tidak akan pernah terjadi.
Dunia pendidikan formal sangat kental dalam menangani hal ini. Namun, mata
pelajaran bahasa Indonesia seringkali dianggap remeh oleh kalangan pelajar. Alasan yang
mereka sampaikan bermacam-macam, misalnya: “Untuk apa belajar bahasa yang digunakan
sehari-hari kami sudah cukup tahu.” Adapun yang beranggapan soal-soal yang dipertanyakan
dalam ujian bahasa Indonesia rumit, semua jawaban terkesan benar. Permasalahan ini
umumnya berlangsung di kota-kota besar, dimana para kalangan pelajar lebih rentan
terhadap perkembangan informasi yang cenderung mengarah kepada budaya luar atau rasa
jenuh yang mereka rasakan dalam pola pengajaran. Maka, perlu adanya peningkatan mutu
pendidikan meliputi pengembangan kurikulum, pengembangan bahan ajar, metodologi
pengajaran, pendidik yang professional dan pengembangan sarana pendidikan yang memadai.
Penerapan konsep yang baru dalam menyampaikan mata pelajaran perlu dieksplorasi agar
peserta didik lebih mudah memahami dengan cara tepat.
Pertahanan kecintaan terhadap Bahasa Indonesia perlu ditingkatkan melalui
pembentukan karakter bangsa-negara Indonesia. Hal ini dapat diterapkan melalui
kesusastraan dan media massa. Pada bidang kesusastraan, misalnya puisi karya Chairil
Anwar diantaranya “Karawang-Bekasi”, “Aku”, Merdeka” dan sebagainya merupakan
perwujudan karakter bangsa yang baik. Menurut Saryono (2009), genre sastra mengandung
nilai atau aspek literer estetis (keindahan), humanistis (kemanusiaan), etis dan moral, serta
religious-sufistis-profetis (spiritual). Ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk membentuk
karakter bangsa yang memiliki rasa keindahan dalam berkata, berpikir dan bertindak,
memiliki rasa perikemanusiaan, menjunjung tinggi harkat dan martabat, beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks media
massa, media massa harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap
tuturan maupun penulisannya. Ini terkait dengan maraknya penggunaan bahasa asing dan
bahasa Indonesia yang tidak semestinya di media massa dan ruang publik mengingat jumlah
remaja yang mengakses media massa cenderung lebih besar dibandingkan orang dewasa.
Peranan media massa sedikit banyak berpengaruh dalam penggunaan Bahasa Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari. Ini sebagai akibat melekatnya bahasa-bahasa sejenis prokem
atau istilah bahasa yang marak digunakan dalam pergaulan. Bahasa yang tidak sesuai dengan
kaidah ketatabahasaan telah mengubah pola pikir masyarakat dalam berbahasa.

Di dalam hasil rumusan Seminar Politik Bahasa Nasional (1999) disebutkan bahwa
perlu adanya pembinaan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pemakaian bahasa yang
mencakup upaya peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa melalui
pengajaran dan pemasyarakatan. Serta pengembangan sebagai upaya meningkatkan mutu
bahasa agar dapat dipakai untuk berbagai keperluan dalam kehidupan masyarakat, meliputi
penelitian, pembakuan, dan pemeliharaan. Pembinaan dari pusat Bahasa seharusnya gencar
dilakukan disetiap provinsi khususnya kepada media massa, karena media massa
jangkauannya luas.

Sejarah telah membuktikan bahwa penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa


Negara dan bahasa nasional didasarkan atas rasa cinta terhadap tanah air melalui Sumpah
Pemuda. Upaya memupuk rasa cinta terhadap tanah air harus senantiasa tumbuh. Pelestarian
Bahasa Indonesia, adalah salah satu refleksi cinta tanah air dan ini adalah wujud pembelaan
negara, sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap warga
Negara wajib dan berhak ikut serta dalm pembelaan Negara. Dengan peran serta seluruh
elemen masyarakat, media massa, dan dunia pendidikan dalam menggunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku, maka
kecintaan terhadap Indonesia akan tumbuh dan bertahan sehingga kesatuan dalam
keberagaman tetap dijunjung tinggi.

V Kesimpulan
Dalam penentuan politik bahasa nasional, hal-hal yang disebutkan di bawah ini perlu sekali
mendapat perhatian:
1. Bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia yang memiliki
keanekaragaman dalam bahasa, adat-istiadat, kebudayaan, pendidikan, bahkan
kepentingannya.
2. Bahwa bahasa Indonesia mengenal bentuk bahasa lisan dan bahasa tulisan, dan kedua
bentuk bahasa itu pada umumnya berbeda. Bahasa lisan di tiap daerah memiliki coraknya
sendiri-sendiri karena pengaruh penggunaan bahasa setempat atau pengaruh antarindividu
dilihat dari segi kedudukan sosialnya, atau dari segi adat.
3. Bahwa pemerkayaan bahasa Indonesia oleh bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing telah
menyerap berbagai unsur fonologi, morfologi, dan sintaksis serta kosakata yang tidak sedikit
jumlahnya.
4. Bahwa bahasa Indonesia perlu diperkaya dan disempurnakan dengan berbagai istilah agar
dapat mengikuti laju perkembangan ilmu dan teknologi modern.
VI Daftar Pustaka
Budi Sastrio, Tri. 2012. Bahasa Politik dalam Politik Bahasa. Dari
http:bahasa.kompasiana.com. Diakses 3 Oktober 2012
Halim, Amran.1984.Politik bahasa indonesi.Jakarta:PN Balai Pustaka
http:digilib.upi.edu
http:library.um.ac.id
http:sastra.um.ac.id
Indrawan,Jerry.2010.Politik Bahasa Nasional dalam Rangka Pengembangan Bahasa
Indonesia. Dari http:jurnal-politik.co.cc. Diakses tanggal 3 Oktober 2012
Mawardi , Bandung. 2008.Politik Bahasa Totalitarianisme. Dari http:gagasanhukum.wordpress.com.
Diakses tanggal 3 Oktober 2012.
Nasution, Dongan. Makalah Bahasa Indonesia. http:ml.scribd.com diakses 3 Oktober 2012.
Sugono, Dendy . 2008. Politik Bahasa Nasional dalam Era Otonomi Daerah. Dari
http:www.rajaalihaji.com. Diakses 3 oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai