Anda di halaman 1dari 4

ADDIE M. S.

DAN SIMFONIK DI NEGERI INI

Sedikit Tentang Beliau


Menjadi konduktor bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Mereka yang telah
membawa berbagai macam suara menjadi satu kepaduan. Mereka yang telah membawa harmoni
kepada para pendengarnya. Sebuah pekerjaan yang tak menjadi sorotan ketika di panggung.
Addie Muljadi Sumaatdja, konduktor asal Indonesia yang lahir di Jakarta pada 7 Oktober
1959, merupakan seniman yang menggeluti bidang music. Lebih dikenal dengan Addie M. S.,
beliau merupakan salah satu pendiri dari Twilite Orchestra – grup orchestra prestis Indonesia
yang telah dikenal hingga ke manca negara. Addie M. S. juga dikenal sebagai pianis, composer,
dan sekaligus produser music.
Beliau mendapat darah seni dari sang kakek, Muhammad Susilo, seorang violis yang
lebih dikenal sebagai planalog yang merancang kota satelit Kebayoran Baru. Addie pernah
belajar piano klasik dengan Mrs. Rotti. Namun secara keseluruhan, proses belajar musiknya
lebih banyak dilalui secara otodidak, termasuk bidang orkestrasi, conducting, dan recording
engineering.
Beliau justru mendapat penolakan dari sang ayah untuk berada di jalur music. Namun,
penolakan tersebut justru dijadikannya sebagai pemicu semangatnya untuk berkarier dan
mengembangkan kreativitasnya.
Pada awalnya, Addie mengawali karier bermusiknya dalam sebuah band, memegang
posisi pianis. Namun, lama kelamaan dirinya merasa tak nyaman dalam format band dan
disaksikan oleh banyak orang.
Seiring berjalannya waktu, Addie mengetahui bahwa terdapat posisi dalam bermusik di
mana tidak disorot banyak orang – conductor. Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk terjun
‘di balik layar’. Baginya, berada di posisi tersebut membuatnya nyaman, membuatnya merasakan
kenikmatan dalam berkarya tanpa harus bergaya di depan penonton.
Untuk memperdalam kemampuan musik, Addie mengikuti beberapa pendidikan singkat.
Antara lain, Recording Engineering Workshop di Ohio pada tahun 1984 dan Conducting
Workshop yang diselenggarakan oleh American Symphony Orchestra League di Los Angeles
pada tahun 1995.
Karier Addie di industri musik tanah air dimulai pada tahun
1979 sebagai arranger maupun produser untuk album-album rekaman penyanyi-penyanyi pop.
Penyanyi yang mendapat besutan tangan dinginnya, antara lain Vina Panduwinata, Utha
Likumahuwa, Chrisye, Krisdayanti, hingga musisi mancanegara seperti Suzanne Ciani dari
Amerika Serikat.
Pada tahun 1991, Addie bersama Oddie Agam dan pengusaha Indra Usmansjah Bakrie,
mendirikan Twilite Orchestra, sebuah 'pops orchestra, yakni orkestra simfoni yang tidak hanya
memainkan musik klasik saja, namun juga musik film, drama musikal, musik pop, dan
tradisional yang diaransemen secara simfonik.
Pada tahun 1998, Addie bersama Youk Tanzil dan Victorian Philharmonic
Orchestra membuat album rekaman berjudul ‘Simfoni Negeriku di Australia’ di Australia, di
mana untuk pertama kalinya lagu-lagu nasional dan perjuangan Indonesia diaransemen secara
simfonik dan direkam dalam format CD. Bersama Twilite Orchestra, pada tahun 2004 Addie
merilis album ‘La Forza del Destino’, sebuah album rekaman simfonik pertama di Indonesia
yang menampilkan karya-karya musik simfonik klasik Barat dalam bentuk album CD.
Semangatnya dalam memasyarakatkan musik simfonik tidak berhenti di rekaman simfonik lagu-
lagu perjuangan dan klasik Barat saja. Pada tahun 2012 Addie MS membuat rekaman lagu-lagu
daerah Indonesia yang digubah secara simfonik, bersama Garuda Indonesia. Album rekaman
yang diberi judul 'The Sounds of Indonesia’ ini mampu bertahan beberapa hari di urutan teratas
di Top Album, iTunes.
Addie juga menjadi penata musik sejumlah film dan pertunjukan, bahkan dipercaya untuk
menulis lagu Mars dan Hymne TNI. Banyak pula perusahaan yang mempercayakan lagu tema
mereka untuk ditulis oleh composer ini.
Sejak tahun 1998, Addie bersama Twilite Orchestra melaksanakan misi edukasi melalui
konser di berbagai sekolah maupun universitas. Bersama ‘Sampoerna untuk Indonesia’, Twilite
Orchestra mengadakan konser tahunan untuk mahasiswa di Istora Senayan dan di beberapa
universitas dengan nama Musicademia yang telah dimulai sejak tahun 2000 sampai 2010.
Dengan misi edukasi yang sama pula, Addie mendirikan Twilite Youth Orchestra pada
tahun 2004. Bahkan sebelumnya, pada tahun 1995 beliau telah mendirikan Twilite Chorus.

Beliau dan Semangatnya akan Simfonik


Saya sendiri mengetahui musisi Indonesia semenjak saya kecil, namun baru dapat
mengapresiasinya akhir-akhir ini.
Semenjak kelas 8 SMP saya akhirnya terbawa arus ke dalam aliran music klasik dan
simfonik. Mengagumi komposer-komposer dari zaman Baroque hingga Kontemporer beserta
composer music film. Pada awalnya saya hanya mendengarkan rekaman-rekaman piece-piece
singkat (Humoresque milik Dvořák misalnya, atau Minuet milik Beethoven dan Bach, dan
lainnya) dalam rangka latihan sebelum pergi ke pertemuan violin saya. Kemudian saya
menemukan rekaman Humoresque yang dimainkan oleh Itzhak Perlman (violin) dan YoYo Ma
(cello) yang dipimpin oleh Seiji Ozawa. Saya jatuh cinta pada Itzhak Perlman saat itu juga.
Beliau membuat saya ketagihan untuk mendengarkan piece-piece yang dibawakannya.
Yang paling saya sukai adalah Tchaikovsky Violin Concerto, rekaman milik Itzhak Perlman
bersama conductor Eugene Ormandy. It was just perfect. Penampilan Itzhak Perlman begitu
mewah. Namun jangan lupa orchestra yang dimainkan dengan sempurna pula. Tutti violin
concerto terindah yang pernah saya dengar. Segala tempo, dinamis, Teknik, dan hal-hal lain yang
begitu banyak bila saya sebutkan, begitu memperindah permainan sang solis. Siapa yang
memimpin paduan instrument tersebut? Sang conductor, Eugene Ormandy. Beliau memimpin
puluhan orang dengan begitu banyaknya ragam instrument. Membayangkan bagaimana kerasnya
Latihan mereka untuk membawakan piece dari salah satu composer favorit saya dengan seindah
itu. (I encourage you to hear this beautifull performance 😊 https://youtu.be/CTE08SS8fNk)
Kemudian pada kelas 9 saya mulai menyukai Star Wars, kagum akan komposisi yang
mengisi adegan di dalam film tersebut. Trilogy pertama, terlebih pada episode ke-3 – Revenge of
the Sith, komposisi yang terdaoat pada film tersebut begitu epic. Saya mulai mencari rekaman
simfonik Duel of the Fates (adegan pada saat Anakin dan Obi Wan bertarung di Planet
Mustafar), dan yang saya temukan adalah rekaman yang dibawakan oleh Twilite Orchestra dan
Addie M. S. That was amazing. Saya akhirnya menelusuri laman YouTube miliknya,
mendengarkan beberapa piece yang telah dirinya Bersama Twilite Orchestra bawakan.
Salah satunya aransemen dari lagu-lagu daerah ataupun nasional yang dibawakan secara
simfonik. Hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan bagi saya. Dari yang saya lihat,
apresiasi untuk music klasik atau simfoni di negeri ini masih begitu minim terlebih di kalangan
anak muda. Namun, mendengarkan aransemen simfonik tersebut memberikan saya harapan
bahwa kelak music simfonik terlebih klasik akan relevan pada masyarakat ini dan kalangan
muda.
Saya yang memang belajar di jalur music klasik memang tak dapat berharap banyak agar
orang-orang mau menerima genre ini. Presepsi bahwa klasik membosankan, tua, dan lainnya.
Namun melihat semangat yang dipancarkan oleh Addie M. S. dalam mengelaborasikan music
simfonik ini, sekali lagi memberi saya harapan. Beliau tahu akan masalah tersebut, dan jauh di
dalam hatinya beliau begitu senang akan music simfonik. Memutar akal, beliau memulai
perjalanannya justru dengan pop yang disisipi aransemen simfonik di dalam lagunya. Itu adalah
cara sederhana yang hebat dalam mengenalkan simfonik ke orang-orang yang awam akan hal
tersebut.
Namun, permasalahan tak sampai di sana. Di Indonesia, dalam bidang seni masih belum
dilirik pemerintah apalagi simfonik. Pendanaan, perpajakan seolah hal yang tak diurus, classical
hall yang hanya berada di Jakarta, tiket menonton concert yang begitu mahal (karena pajak yang
tinggi). Seni di Indonesia ini memang masih belum terjamah. Twilite Orchestra, berjalan sendiri
tanpa sokongan pemerintah, begitupula dengan orchestra-orchestra lain yang berdiri di negeri ini.
Beliau, Addie M. S. masih terus berharap bahwa music simfonik ke depannya akan lebih
diterima untuk semua kalangan di Indonesia, serta pemerintah yang lebih mendorong kehidupan
seni di negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai