Anda di halaman 1dari 147

AHMAD SETIA PEMUSI K MELAYU SUMATERA UTARA:

BIOGRAFI DAN GAYA MELODIS PERMAINAN AKORDION

SKRIPSI SARJANA

OLEH:

S ITI ZULAIKHA S ITANGGANG


NIM : 030707008

UNIVERSITAS SUM ATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEM EN ETNOMUSIKOLOGI

2008

0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah dan Alasan Pemilihan Judul

Kesenian tidak pernah berdiri sendiri dan lepas dari kondisi sosiobudaya

masyarakat pendukungnya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang penting,

kesenian merupakan ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. M asyarakat

yang menyangga kebudayaan dan kesenian, menciptakan, memberi peluang untuk

bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkannya untuk kemudian

menciptakan kebudayaan baru. Akan tetapi, masyarakat adalah suatu perserikatan

manusia, yang mana kreativitas masyarakat berasal dari manusia-manusia yang

mendukungnya (Umar Kayam, 1981:38-39). M anusia-manusia dalam suatu

kebudayaan, bekerja dalam bidang-bidang seperti ekonomi, bahasa, agama, teknologi,

sosial, pendidikan, dan kesenian. Pekerjaannya ini ada yang bersifat sebagai

pekerjaan utama, dan tak jarang pula yang menyertainya dengan pekerjaan sambilan

atau tambahan, yang tujuannya adalah untuk memperkuat ekonominya.

Dalam bidang kesenian pula, manusia-manusia di dalamnya terdiri dari para

manejer, seniman, pencipta atau pengkreasi seni seperti komposer dan pencipta tari,

koreografer, pelukis, pematung, pemahat, dan lain-lainnya. Dalam konteks sejarah

dan kemanusiaan, di antara mereka ini ada yang begitu menonjol dalam berbagai

strata kelompok manusia. M isalnya manusia di dunia mengenal seniman Salvador

1
Dali, Leonardo Davinci, M ichael Jackson, Whitney Houston, Jhon Travolta, dan

masih banyak lagi yang lainnya. Di Nusantara kita mengenal Titik Puspa, Bing

Slamet, P. Ramlee, S.M . Salim, Rafeh Buang, Gesang, Cornell Simanjuntak,

Kusbini, Said Effendi, dan lainnya. Untuk kawasan Sumatera Utara, kita mengenal

Guru Sauti, Tilhang Gultom, Jaga Depari, Lily Suheiri, Nahum Situmorang, dan lain-

lainnya. M ereka menyumbangkan karya dan fikirannya untuk bidang kesenian dan

menjadi bahagian dari pembangunan dan enkulturasi budaya masyarakatnya. Dengan

demikian sejarah hidup tokoh-tokoh kesenian ini perlu ditulis untuk menjadi bahan

perenungan, transmisi nilai-nilai, dan bahan-bahan asas untuk mencipta bagi

generasi-generasi selanjutnya

M engambil nilai pelajaran dari pengalaman hidup seseorang adalah penting,

baik yang positif maupun yang negatif. Khususnya bila pelajaran itu dipetik dari

seseorang yang dalam hidupnya menurut ukuran masyarakat dianggap sukses. Dari

nilai positif kita dapat menemukan arahan dan panduan dalam menjalani kehidupan

ini agar dapat terus meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga dapat terus menjadi

penerang bagi diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya dari nilai-nilai negatif dapat

dipetik pelajaran yang memberi arahan agar tidak terperangkap dalam kekeliruan

yang sama seperti yang telah dilakukan mereka.

Berdasarkan pengamatan penulis, didalam kajian-kajian M elayu, terutama

yang ada di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara, jarang sekali

didapati kajian tentang biografi pemusik tradisi. Oleh karena itu, penulis akan

membahas tentang biografi pemusik M elayu Ahmad Setia dan gaya melodis

permainan akordion yang digunakannya sebagai bahasan di dalam skripsi.

2
Ahmad Setia (pada tahun 2007 sekarang ini berusia 68 tahun) adalah salah

seorang seniman M elayu kota M edan yang sangat handal dalam memainkan alat

musik akordion, yang awalnya ia mulai dari bermain alat musik gendang, kemudian

ia bermain akordion, menari, menyanyi, dan membuat gendang. Hingga saat ini ia

dikenal banyak orang sebagai pemain akordion meskipun membuat gendang juga

merupakan pekerjaan pokoknya disamping profesinya sebagai pemusik akordion.

Ahmad Setia lahir di Perbaungan, 12 Desember tahun 1939. Perjalannya

sebagai seorang pemusik dimulai sejak tahun 1959 yang mana pada saat itu ia sedang

berusia 21 tahun. Pada awalnya ia belajar gendang yang kemudian belajar akordion

dari seorang temannya yaitu (Almarhum) Datuk M uhammad Nur yang merupakan

seorang pemain akordion handal yang terkenal pada saat itu. Ia sering diajak

mendampingi beliau setiap mengisi acara-acara yang dilakukan oleh masyarakat

M elayu di seputar Sumatera Utara ini. Awal pertama kali berkesenian secara

kelompok ia bergabung dengan grup Orkes Hitam M anis pimpinan Datuk

M uhammad Nur di Kota M edan.

Penampilan perdana dari seorang Ahmad Setia adalah pada tahun 1959. Pada

pertunjukan ronggeng M elayu di sebuah pasar malam di lapangan merdeka M edan, ia

diminta naik ke atas pentas oleh Karim, seorang pemain akordion yang juga dikenal

sebagai seorang pelawak yang sedang tampil pada saat itu. Ia meminta Ahmad Setia

menggantikannya bermain akordion. Padahal saat itu Ahmad Setia hanya berniat

untuk menonton pertunjukannya saja, akan tetapi Karim tetap memaksa hingga

akhirnya tawaran itu di terima oleh Ahmad Setia. Ternyata, sampai acara ronggeng

3
selesai ia tetap diminta sebagai pemain pengganti. Lagu yang pertama kali

dibawakannya adalah lagu Cek Minah Sayang.

Pada tanggal 16 April 1961, ia bersama rombongan grup Hitam M anis mulai

mendapat tawaran untuk tampil di luar kota yaitu di Sigambal dan Rantau Prapat,

Kabupaten Labuhanbatu, dan itu merupakan pengalaman pertamanya tampil di luar

kota M edan.

Seiring perjalanannya sebagai pemain gendang, ia juga menyempatkan diri

untuk belajar menari. Ia belajar menari dari M . Saini yaitu seorang pemenang tari

serampang duabelas. Tarian yang pertama sekali di pelajarinya adalah Tari Kuala

Deli. Kemudian tahun 1962, ia diajak bergabung bersama Grup Joget M odern untuk

ikut tampil pada pertunjukan keliling ke kota-kota seperti Padang Sidempuan kearah

Sumatera Barat, yaitu Kecamatan Rao, Tapus, Panti, Pekan Baru, Dumai, Pulau

Rupad, Rengat, Kecamatan Basrah, Teluk Kuantan, Hilir, Kecamatan Sungai Salak,

Kecamatan Enok, Tembilahan, dan Indragiri. Pada grup joget modern ini ia masih

sebagai pemain gendang. Setelah selesai melakukan pertunjukan, Grup Joget M odern

kembali ke kota M edan. Sedangkan Ahmad Setia tetap tinggal di Riau dan ikut

bergabung bersama rombongan grup tari penyambut kedatangan Persiden Soekarno

saat itu yang berpusat di kota Rengat. Setelah itu ia sempat menetap di Riau selama

beberapa tahun.

Pada tahun 1972, Ahmad Setia kembali ke M edan, dan memulai kembali

kehidupan bermusiknya di tahun 1975. Ia bergabung dengan grup kesenian

Himpunan Seni Budaya M elayu Dara M elati (HSBM ) pimpinan Tengku Razali

Hafaz. Sejak saat itu tawaran untuk memintanya tampil semakin banyak. Seperti

4
acara-acara perayaan pesta perkawinan, penyambutan orang-orang penting atau

pejabat, penyambutan turis, peresmian perusahaan, dan lain sebagainya.

Tahun 1976, Ahmad Setia mulai membeli akordion dari seorang temannya.

Akordion yang pertama kali di dimilikinya adalah akordion merek Satimiosofrani, 48

bass, buatan Italia. Sejak saat itu ia pun mulai menekuni profesiny a sebagai pemain

akordion untuk mengiringi orkes M elayu, ronggeng M elayu, dan joget modern.

Berkat ketekunannya ia pun semakin diakui tingkat kesenimannya, dan sering diajak

oleh berbagai grup kesenian di Sumatera Utara, untuk tampil di luar negeri seperti

Singapura, M elaka, Kedah, Kuching, Alor Setar, Pulau Pinang, Langkawi, dan Sabah.

Tahun 1994, ia mendapat perhatian dari walikota M edan yang dipimpin oleh

Bapak Bachtiar Jafar dan mempercayakannya untuk tampil di Ichikawa, Jepang

bersama rombongan Ria Grup pimpinan Drs. Monang Butar-butar.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa

pemusik M elayu lainnya, yang ada di kota M edan atau Sumatera Utara secara lebih

luas, mereka tampaknya sepakat mengakui keberadaan dari Ahmad Setia dalam

memainkan alat musik M elayu terutama akordion. Bahkan ia dianggap sebagai

pemusik akordion yang “paling bagus” di antara pemusik lainnya, khususnya dalam

mengiringi tari serampang dua belas.

Hal tersebut didukung oleh karena ia pandai menari serampang duabelas,

membuat ia sangat menguasai benar musik yang dibawakannya dan

menyesuaikannya dengan tari. Jadi, apabila terjadi kesalahan pada tarian tersebut, ia

mampu mengimprovisasikan permainan musiknya sehingga kesalahan tersebut

seakan tidak terlihat dan penarinya pun merasa tidak di permalukan meski telah

5
melakukan kesalahan. Selain itu ia juga memiliki keunikan yang mana dalam hal ini

bisa kita lihat dari cara bagaimana ia menekan tuts akordion yaitu dengan

menggunakan tangan kirinya atau menurut istilahnya biasa disebut dengan kidal.

Teman-teman sepemusiknya biasa memanggilnya dengan sebutan Pak Ahmad kidal

(wawancara dengan M uhammad Takari, 11 November 2007).

Di antara pemusik lainnya, Ahmad Setia dianggap sebagai “ensiklopedi musik

M elayu,” karena ia bisa membedakan mana musik M elayu yang benar dan mana

musik yang salah. Selain itu, permainan musiknya juga sangat mirip dengan Bapak

Ahmad Dahlan Siregar yaitu tokoh kesenian M elayu yang cukup dikenal sebagai

pemain akordion pertama di M edan. Hal itu dapat dilihat ketika Ahmad Setia

bermain akordion yang mana pada setiap akhir permainannya pada lagu serampang

dua belas selalu ditutup dengan rangakian nada-nada pada tangga nada minor,

sehingga memberikan kesan tempo yang semakin melambat, meskipun temponya

tidak diperlambat. Hal itulah yang membuat ia mernjadi sesuatu yang kuat dan

dipilih orang untuk dijadikan panutan (wawancara dengan Fadlin, 14 Agustus

2007).

Kemudian pada tahun 1977, merupakan awal dari Ahmad Setia belajar

membuat gendang M elayu. Karena sudah terbiasa bekerja sebagai buruh bangunan,

ia pun belajar sendiri dalam membuat gendang. Untuk pertama kalinya ia berhasil

membuat dua buah gendang yang terbuat dari batang kelapa dan membuatnya masih

menggunakan alat bantu parang. Sampai saat ini ia masih membuat gendang untuk

di jual. Gendang buatannya juga sering mendapat pesanan dari dari Kuala Lumpur,

M elaka, Pekan Baru, Rengat, Padang, Jambi, Palembang, dan kota-kota lainnya.

6
Kemampuan lainnya dari Ahmad Setia adalah ia pandai menyanyi dan berpantun

sambil bermain akordion. Hingga sampai sekarang ini, tawaran-tawaran dari

masyarakat untuk meminta Ahmad Setia tampil masih sangat di butuhkan meskipun

usianya sudah relatif tua.

Berdasarkan paparan dari latar belakang diatas, maka penulis akan

mengangkat masalah kehidupan dan peranan dari Ahmad Setia yang cukup signifikan

sebagai bahasan di dalam skripsi ini yang berjudul: Ahmad Setia Pemusik Melayu

Sumatera Utara : Biografi dan Gaya Melodis Permainan Akordion. Penelitian

dalam konteks ini akan lebih difokuskan kepada aspek biografi dan gaya permainan

musiknya yang didukung dengan latar belakang kebudayaan yang melahirkan genre

kesenian tradisi ini.

1. 2 Pokok Permasalahan

Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh M antle Hood dan Willi Apel

(1969:298) tentang etnomusikologi, yaitu ilmu yang menggunakan suatu metode

yang mempelajari musik apa pun, tidak hanya dari segi musiknya, tetapi juga melihat

hubungan dengan konteks budaya, juga hubungannya dengan masyarakat. Oleh

karena itu, yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana biografi Ahmad Setia yang dikenal sebagai pemusik akordion

pada masyarakat M elayu. M encakup latar belakang keluarga, pendidikan,

pekerjaan yang berhubungan dengan musik atau di luar musik, pengalaman

kepemusikannya, serta tanggapan dan perannya terhadap kesenian M elayu

Sumatera Utara.

7
2. Bagaimana ciri khas gaya melodis permainan akordion Ahmad Setia yang

pencakup aspek melodis sepert ; tangga nada, wilayah nada, nada dasar,

jumlah nada, formula malodi, penggunaan interval, pola kadensa, kontur dan

dalam mengekspresikan tangga nada lagu-lagu M elayu yang mencakup gaya

cengkok, patah lagu, dan gerenek pada lagu-lagu M elayu.

1. 3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. 3. 1. Tujuan

1. Secara akademis, adalah untuk memenuhi salah satu syarat ujian

sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara.

2. M endeskripsikan biografi seorang pemusik M elayu yang dianggap

penting oleh masyarakat M elayu Sumatera Utara.

3. M endeskripsikan ciri khas gaya melodis permainan Akordion oleh

Ahmad Setia dalam memainkan lagu-lagu M elayu.

1. 3. 2. Manfaat

1. M enambah literatur tentang biodata pemusik M elayu yang di

dalam kajian Etnomusikologi.

8
2. M emperkenalkan Ahmad Setia Ahmad Setia sebagai seorang

pemusik M elayu yang banyak melaksanakan pertunjukan musik,

tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga di luar Sumatera utara. 1

3. M engetahui gaya melodis yang dimainkan Ahmad Setia pada lagu-

lagu M elayu dengan menggunakan instrumen akordion.

1. 4 Kerangka Konsep

Pada bagian kerangka konsep ini, penulis akan menerangkan kata-kata kunci

(key word) pada judul tulisan, karena konsep merupakan defenisi dari apa yang

diamati yaitu: akordion, M elayu, biografi, gaya dan melodis, kepada para pembaca

agar mengetahui apa yang dimaksudkan oleh judul tulisan ini.

Berdasarkan terjemahan yang di kutip dari Wikipedia, The Free

Encyclopedia, menyatakan bahwa akordion adalah alat musik aerofon yang di

bunyikan dengan menggerakan hembusan dengan tekanan tangan. Akordion

dimainkan dengan mengkompresi dan mengembangkan hembusan yang

menghasilkan aliran udara melalui buluh ; keyboard atau tombol kontrol yang

menerima aliran udara dari buluh dan kemudian menghasilkan nada.

Lukman Sinar Basyaryah II, mengemukakan bahwa defenisi M elayu sejak

pengIslamannya di abad ke 15 M , adalah etnis secara kultural (budaya), seseorang

disebut M elayu apabila ia beragama Islam, berbahasa M elayu sehari-hari dan beradat-

istiadat M elayu.

1
Sebagai contoh ; sampai saat ini Ahmad Setia telah melanglang buana sempai ke Singapura, Melaka,
Kedah, Kuching, Alor Setar, Pulau Pinang, Langkawi, sabah, Sarawak, dan Jepang.

9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2003:145), disebutkan

bahwa biografi adalah riwayat hidup seseorang yang di tulis oleh orang lain.

Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, biografi adalah kisah atau keterangan

tentang kehidupan seseorang.

Gaya (style) adalah ciri-ciri struktural yang terdapat dalam berbagai bentuk

kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia. Gaya dalam musik mencakup aspek-

aspek seperti melodi, harmoni, ritme, tangga nada, wilayah nada, nada dasar,

improvisasi. Dalam tulisan ini gaya yang dimaksud juga mengandung makna seperti

yang terdapat dalam kebudayaan M elayu yaitu mencakup: gerenek, patah lagu, dan

cengkok—sebagai ciri utama musik M elayu dan kemahiran seseorang pemusik atau

penyanyi dalam menyajikan musik.

Kemudian yang dimaksud dengan melodi atau melodis adalah adalah

rangkaian nada-nada dalam suatu lagu (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, 2003). Aspek melodis yang dimasudkan dalam tulisan ini mencakup unsur-

unsur seperti: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, penggunaan

interval, kontur—seperti yang dikemukakan oleh M alm (1977:8). Selain itu juga

pengertian melodi dalam tulisan ini mengikut konsep etnosains seniman tradisional

M elayu, yang mencakup peristilahan: cengkok, gerenek, dan patah lagu. Dalam

penelitian ini difokuskan pada melodi yang dihasilkan oleh permainan akordion

Ahmad Setia.

10
1. 5 Teori

Dalam pembahasan ini, penulis akan menggunakan teori-teori yang relevan

dengan etnomusikologi untuk dijadikan sebagai kerangka teoritis pada tulisan

mengenai biografi dan gaya permainan akordion Ahmad Setia.

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan dua teori utama, masing-masing

untuk mengkaji dua pokok permasalahan seperti yang telah diuraikan di atas.

Adapun untuk mengkaji biografi Ahmad Setia dipergunakan teori biografi yang lazim

digunakan dalam ilmu sejarah. Sedangkan untuk mengkaji gaya permainan akordion

Ahmad Setia dipergunakan teori weighted scale (bobot tangga nada)—dibantu oleh

sistem estetika dalam musik M elayu Sumatera Utara, yaitu mencakup : gerenek,

cengkok, dan patah lagu.

1.5.1 Teori Biografi

Teori biografi dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang

sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia (1999:3-

4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dip ergunakan untuk

mendeskripsikan hidup pengarang atau sastrawan. Dalam buku ini juga dijelaskan

bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat tiga aspek yaitu:

1. Latar belakang, meliputi (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir,

meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan ( orang tua, saudara dan anak);

(b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai

perguruan tertinggi jika ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang

pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan

11
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepengarangannya, dan (d)

kesastraannya yang menjelaskan apa yang mempengaruhi pengarang itu sehingga ia

menjadi pengarang.

2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang

berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan

yang masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai

naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.

3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya

dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang

kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang

menanggapi.

Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas juga

dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang diteliti yang

mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah objeknya menjadi

pemusik.

Dalam ilmu sejarah pula, biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai

sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris

kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah,

biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang

dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi, tentunya,

informasi-informasi penting, namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya

dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.

12
Biografi menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup

seseorang. M elalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari

tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan

mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang

kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, namun demikian, biografi

tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat atau masa

tertentu.

Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah, namun tak

jarang juga tentang orang yang masih hidup. Banyak biografi ditulis secara

kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar tema-

tema utama tertentu (misalnya "masa-masa awal yang susah" atau "ambisi dan

pencapaian"). Walaupun demikian, beberapa hal yang lain berfokus pada topik-topik

atau pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama

dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran.

Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku

referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu. Hal-hal yang

perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) pilih seseorang yang

menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang

tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) pikirkan, apa lagi

yang perlu anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana dari hidupnya yang ingin

lebih banyak anda tuliskan.

13
Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan partimbangan misalnya:

(a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak apa yang telah ia

lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang mungkin akan sering

peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh apa yang dapat dilihat

dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) kejadian apa yang membentuk

atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah ia mampu mengatasi rintangan

tersebut; (g) apakah ia mengatasinya dengan mengambil resiko, atau dengan

keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi lebih baik atau lebih buruk jika orang

ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa, dan mengapa.

Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari perpustakaan

atau internet untuk membantu anda menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas serta

supaya cerita peneliti lebih menarik (terjemahan Ary (2007) dari situs:

http://www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).

Dalam tulisan ini, biografi yang penulis maksud adalah kisah riwayat hidup

Ahmad Setia sebagai pemusik M elayu Sumatera Utara. Adapun bentuknya bukan

berupa biografi singkat tetapi adalah biografi panjang. Adapun sejak awal penulis

ingin mengemukakan secara rinci dan selengkap-lengkapnya tentang kisah kehidupan

Ahmad Setia, tentu saja ditulis dalam gaya bercerita yang baik seperti yang

dikemukan dalam teori biografi di atas.

Seperti dikemukakan sebelumnya, melalui biogafi ini, akan ditemukan

hubungan, keterangan arti dari tindakan Ahmad Setia, serta rahasia-rahasia (misteri)

yang melingkupi hidupnya selama ini, serta tindakan dan perilaku hidupnya sebagai

seniman (musik dan tari) M elayu. Biografi yang penulis kaji ini termasuk kepada

14
biografi yang menceritakan kehidupan orang yang terkenal, yaitu Ahmad Setia yang

populer di kalangan seniman, budayawan, dan rakyat awam M elayu di Sumatera

Utara, Indonesia, bahkan Dunia M elayu. Di sisi lain ia adalah orang k ebanyakan

dalam stratifikasi sosial rakyat biasa, tidak berdarah bangsawan. Bahkan nenek

moyangnya adalah orang suku Banjar (Kalimantan) yang bermigrasi ke kawasan

Sumatera Utara khususnya M edan yang kemudian dipandang dan menganggap

dirinya sebagai orang M elayu. Bagaimana ini semuanya terjadi dalam diri Ahmad

Setia akan penulis kaji kedalam skripsi ini. Demikian kira-kira teori biografi yang

penulis pergunakan untuk menganalisis kehidupan Ahmad Setia sebagai seniman

M elayu Sumatera Utara.

1.5.2 Teori Weighted Scale

Untuk mengkaji gaya permainan akordion Ahmad Setia, yang berkaitan erat

dengan aplikasi estetika musik M elayu dan kreativitas individunya sekaligus, maka

teori yang penulis gunakan adalah teori weighted scale. M enurut penulis teori ini

relevan mengkaji melodi yang dihasilkan dalam permainan akordion yang dilakukan

Ahmad Setia. Sebelum menganalisis gaya permainan itu terlebih dahulu dilakukan

transkripsi, yaitu menuliskan apa yang didengar dalam bentuk visual (notasi).

M enurut Nettl (1963:98) ada dua pendekatan di dalam mendeskripsikan

musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang

kita dengar, dan (2) kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan

mendeskripsikan apa yang kita lihat.

15
Berkaitan dengan kajian terhadap analisis gaya ini, penulis menggunakan teori

weighted scale dari M alm (1977:8) mengatakan bahwa ada delapan karakteristik

yang harus diperhatikan ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) scale (tangga

nada), (2) pitch center (nada dasar), (3) range (wilayah nada), (4) frequency of

notes (jumlah nada-nada), (5) prevalents intervals (interval yang dipakai), (6)

cadence patterns (pola-pola kadensa), (7) melodic formulas (formula-formula

melodis), dan (8) contour (kontur).

Dalam rangka mengkaji gaya permainan akordion Ahmad Setia ini, selain

menggunakan teori weighted scale, penulis juga menggunakan teori etnosains,

terutama untuk mendeskripsikan gaya melodi musik M elayu Sumatera Utara, yang

terangkum dalam konsep estetika: gerenek, cengkok, dan patah lagu. Teori etnosains

adalah teori yang mengaplikasikan pandangan dan konsep-konsep masyarakat

pendukung kebudayaan yang diselidiki. Pada prinsipnya teori ini mencoba

merumuskan aturan-aturan mengenai pola pikir yang mungkin melatarbelakangi

suatu kebudayaan, meskipunpun aturan-aturan itu hanya dikemukakan secara intuisi.

Dengan demikian aturan-aturan itu akan dirumuskan berdasarkan analisis logis

terhadap data-data etnografis, dan kemungkinan bahwa analisis itu diwarnai

penilaian sepihak dari peneliti sejauh mungkin dihindari (Ihromi 1981:67). Dalam

penelitian ini teori etnosains diaplikasikan untuk menganalisis bagaimana sistem

estetika musik M elayu, dan bagaimana terapannya dalam permainan akordion.

Selain dari dua teori utama tersebut, tentu saja digunakan juga teori-teori lain

untuk mendukung kajian permasalahn di atas. Adapun teori-teori itu tidak penulis

16
sebutkan satu per satu, langsung saja diterapkan dalam kajian. Yang penting

pendekatan yang digunakan adalah melalui multidisiplin dan interdisiplin ilmu.

1. 6. Metode Penelitian

Di dalam menyimpulkan data yang berhubungan dengan Ahmad Setia ini

penulis melakukan penelitian lapangan, yang mana penelitian ini akan dipaparkan ke

dalam beberapa tahapan.

1.6.1 Metode Penelitian Kulitatif

Ada dua pengartian metode yang menjadi rujukan dalam penelitian ini, yaitu

metode dan teknis. M etode penelitian lapangan mempunyai arti dan cakupan yang

lebih luas, meliputi dasar-dasar teoritis yang menjadi asas bagi teknik penelitian

lapangan. Teknis menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi

hari, sedangkan metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan

masalah sebagai kerangka kerja dalam penelitian lapangan.

M etode penelitian yang digunakan untuk mengkaji biografi dan gaya

permainan akordion Ahmad Setia dalam konteks ini adalah metode kualitatif. Teknik

penyajian dalam bentuk tulisan adalah deskriptif analitis. Dengan menggunakan

metode ini hasil penelitian akan dideskripsikan dan dianalisis.

Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit mengenai penelitian

kualitatif ini adalah seperti berikut ini.

Qualitative research has long and distinguished history in human


disciplines. In sociology the work of the “Chichago school” in the
1920s and 1930s established the importance of qualitative research for

17
the study of human group life. In anthropology, during the same period,
... charted the outlines of the field work method, where in the observer
went to a foreign setting to study customs and habits of another society
and culture. ... Qualitative research is a field of inquiry in its own right.
It crosscuts disciplines, fields, and subject matter. A complex,
interconnected, family of terms, concepts, and assumptions surround the
term qualitative research (Denzin dan Lincoln 1995:1).

M enurutnya penelitian kualitatif telah lama berkembang dalam sejarah ilmu

pengetahuan dalam peradaban manusia. Dalam disiplin sosiologi metode ini

didirikan dalam aliran Chicago dalam dasawarsa 1920-an dan 1930-an, yang

dipergunakan untuk mengkaji kehidupan kelompok-kelompok manusia. Dalam

disiplin antropologi pula, dalam periode yang sama pendekatan ini digunakan untuk

mengkaji adat-istiadat dan kelompok manusia yang berbeda.

Lebih jauh lagi kedudukan penelitian kualitatif ini dan hubungannya secara

keilmuan dan politik dijelaskan oleh Nelson dan Grossberg seperti dalam kalimat-

kalimat berikut ini.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and


sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the
social and physical sciencies. Qualitative research in many things at the
same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are
sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited
to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of
human experience. At the same time, the field is inherently political and
shaped by multiple ethical and political position (Nelson dan Grossberg
1992:4).

M etode penelitian kualitatif sifatnya adalah interdisiplin, transdisiplin, dan

kadang-kadang kounterdisiplin. Ia melibatkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan

fisika. Fokusnya multiparadigma, dan para penganutnya selalu menggunakan

18
berbagai metode pendekatan. Selalu mempercayakan kepada pendekatan alamiah

(apa adanya), dan menginterpretasi pengalaman manusia. Pendekatan ini tergabung

dengan politik dan dibentuk oleh berbagai etika dan posisi politis.

Dalam konteks penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif

untuk mengkaji keberadaan hidup dan kehidupan Ahmad Setia menurut perspektif

berbagai disiplin seperti: sejarah (biografi), kesenimanan, gaya permainan, pandangan

sosiobudaya masyarakat, dan lainnya.

Namun demikian, penelitian ini juga melibatkan data-data yang bersifat

kuantitatif, dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution bahwa setiap penelitian

(kuantitatif atau kualitatif) harus dir encanakan. Untuk itu diperlukan desain

penelitian. Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan

menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis dengan tujuan penelitian

itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b) metode

sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara

menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g)

cara mengambil kesimpulan dan sebagainya (S. Nasution 1982:31).

1. 6. 1 Pemilihan Lokasi Penelitian

Pertama sekali penulis bertanya kepada M uhammad Takari salah seorang

dosen di Departemen Etnomusikologi mengenai objek dari tulisan yang akan diteliti.

Selanjutnya penulis meneruskan pencarian informasi dengan bertanya kepada Bapak

Drs. Fadlin, yang juga salah satu dosen di Departemen Etnomusikologi Universitas

Sumatera Utara mengenai sedikit gambaran tentang Ahmad Setia. Dalam penelitian

19
ini penulis mengangkat peran informan tersebut sebagai informan kunci (key

informant).

Setelah mendapatkan informasi tersebut, kemudian penulis melanjutkan

penelitiannya dengan menghubungi objek yang diteliti melalui media telepon, dan

ternyata dalam beberapa hari kedepannya, Ahmad Setia akan tampil pada resepsi

pernikahan Rini Sinaga dan Andi Sirait yang diselenggarakan dengan adat M elayu

yaitu pada hari sabtu, 14 April 2007, pukul 09.15 wib di Kompleks Johor Katelia

nomor 173 Johor Indah M edan. Dikarenakan oleh Ahmad Setia yang berperan

sebagai informan pokok bertempat tinggal di Jalan Sutrisno Gang Cempaka Nomor

29 M edan, maka penulis memilih kota M edan sebagai lokasi penelitian, Khususnya

pada pertunjukan dalam konteks kebudayaan M elayu. Namun demikian, sebenarnya

Ahmad Setia bukan saja mewakili seniman M elayu M edan, tetapi juga Sumatera

Utara dan Dunia M elayu.

1. 6. 2 S tudi Kepustakaan

Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan buku-buku

yang cukup relevan tentang masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang

berhubungan dengan kajian-kajian sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi.

Kemudian penulis juga mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi

yang ada di Departemen Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan

perbandingan. Selain itu penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana dari

literature tersebut diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan skripsi ini.

20
1. 6. 3 Penelitian Lapangan

Penulis memulai penelitian pada hari Sabtu, 14 April 2007, di Kompleks

Johor Katelia, Nomor 173, Johor Indah, Kota M edan. Pada saat itu Ahmad Setia

sedang turut sebagai pemain akordian bersama teman-teman pemusiknya pada suatu

acara resepsi pernikahan Rini Sinaga dan Andi Sirait yang diselenggarakan dengan

adat M elayu, tepatnya pada pukul 09.15 wib. Sebelum Ahmad Setia tampil, penulis

menyempatkan diri untuk melakukan wawancara guna mendapatkan informasi. Dari

wawancara tersebut, penulis mulai mendapatkan informasi mengenai latar belakang

keluarganya, pendidikannya, pekerjaannya, maupun perjalanannya dalam

mengembangkan kesenian M elayu, khususnya perjalanan musiknya, sebagai pemusik

akordion. Tetapi penelitian tidak terhenti sampai di situ saja, tetapi peneliti tetap

meneruskan pencarian data ke tempat tinggal Ahmad Setia yaitu di Jalan Sutrisno

Gang Cempaka Nomor 29 M edan secara berulang-ulang.

Selama melakukan penelitian, penulis tidak begitu mendapatkan kesulitan

yang cukup berarti. Khususnya dalam menyesuaikan diri dengan bahasa serta

kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungan objek yang diteliti. Penulis masih dapat

menyesuaikan diri meskipun berasal dari etnis yang berbeda. Karena pada umumnya

msyarakat M elayu yang ada di kota M edan masih sangat sering menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Hal tersebut membuat peneliti menjadi lebih mudah

untuk mendapatkan informasi.

21
1. 6. 4 Wawancara

Untuk menyimpulkan informasi tentang Ahmad Setia ini, penulis

menggunakan metode wawancara terancana (Koentjaraningrat,1983:174). M etode ini

mengarahkan peneliti bahwa sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu

menyusun daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman untuk melakukan

wawancara. Akan tetapi, setiap pertanyaan dari wawancara tersebut akan

dikembangkan lagi dan tidak hanya terbatas pada pertanyaan yang telah disusun.

1. 6. 5 Rekaman

Untuk merekam wawancara, penulis menggunakan Tape Recorder Sony

TCM -150. Kaset yang digunakan adalah Sony ZX C-60, yang digunakan untuk

kepentingan tulisan pada tanggal 14 April 2007. dan pada penelitian selajutnya

penulis juga menggunakan Tape Recorder Aiwa TP-VS450, dan kaset yang

digunakan adalah M axell IEC-60. Di samping itu penulis juga menggunakan catatan-

catatan untuk mencatat hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan Ahmad Setia,

seperti perjalanan karirnya yang telah berhasil dicapai beliau hingga sampai ke luar

negeri.

1. 6. 6 Kerja Laboratorium

Dari semua data yang di peroleh di lapangan, untuk selanjutnya diolah dalam

kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan data ini, penulis dibimbing oleh

dosen pembimbing yaitu bapak M uhammad Takari dan Kumalo Tarigan, yang juga

mengarahkan penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang

22
masalah yang penulis bahas. Jika masih ada data yang dirasa kurang lengkap, maka

penulis akan kembali ke lokasi penelitian menemui narasumber guna melengkapi

materi pembahasan melalui saran-saran dari dosen pembimbing penulis. Data-data

yang penulis dapatkan dilapangan dibagi ke dalam dua bahagian media yaitu data

yang direkam dan data yang ditulis.

Untuk data yang di rekam, penulis akan mendengarkannya berulang-ulang

dan kemudian dicocokkan dengan pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya. Hasil

dari pertanyaan tersebut akan penulis buat ke dalam tulisan yang baru. Apabila ada

pertanyaan lain yang muncul dalam rekaman tersebut, penulis akan mencatat kembali

pertanyaan dan jawabannya dan kembali disesuaikan dengan data yang sudah ada

sebelumnya. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dari data tersebut sudah sesuai

dan benar, maka penulis akan melampirkan data tersebut kedalam setiap bab pada

tulisan ini. Demikianlah seterusnya yang penulis lakukan berulang-ulang disetiap

penelitiannya.

23
BAB II

GAMBARAN UMUM

SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MELAYU

SUMATERA UTARA

Ahmad Setia adalah seorang seniman M elayu, khususnya ahli di dalam

memainkan alat musik akordion. Selain itu ia juga dapat bermain gendang M elayu,

gong, menari, menyanyi, berpantun dan juga membuat alat musik gendang. Ahmad

Setia bukan hanya milik masyarakat M elayu M edan, tetapi ia juga milik masyarakat

M elayu Sumatera Utara, dan lebih jauh lagi Dunia M elayu. Dalam konsep

masyarakat M elayu dikenal Dunia M elayu, maka alangkah baiknya dideskripsikan

lebih dahulu Dunia M elayu ini sebagai wilayah budaya yang luas yang juga merasa

memiliki Ahmad Setia.

2.1 Dunia Melayu

Selama ini, pengertian dan pemahaman mengenai M elayu itu berbeda-beda,

seperti yang dikemukakan oleh para ilmuwan ataupun masyarakat awam. Perbedaan

itu menyebabkan makna M elayu dapat diperluas atau menyempit tergantung pada

definisi dan konsep yang dipergunakan. Namun demikian, istilah M elayu memang

wujud dan dipergunakan baik oleh masyarakat atau etnik yang disebut M elayu atau

oleh para ilmuwan yang mengkaji kebudayaan M elayu. Dalam perkembangan

24
terkahir muncul istilah Dunia M elayu atau Alam M elayu serta Dunia M elayu Dunia

Islam, terutama yang digagas para pakar kebudayaan dan ahli politik dari Negeri

M elaka, M alaysia.

M enurut Islamil Hussein (1994) kata M elayu merupakan istilah yang meluas

dan agak kabur. Istilah ini maknanya mencakup suku bangsa serumpun di Nusantara

yang pada zaman dahulu dikenal oleh orang-orang Eropa sebagai bahasa dan suku

bangsa dalam perdagangan dan perniagaan. M asyarakat M elayu adalah orang-orang

yang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan turut terlibat dalam aktivitas

perdagangan dan pertukaran barang dagangan dan kesenian dari berbagai wilayah

dunia.

Istilah M elayu, maknanya selalu merujuk kepada Kepulauan M elayu yang

terangkum ke dalam kepulauan di Asia Tenggara. Perkataan ini juga bermakna

sebagai etnik atau orang M elayu Sumatera dan Semenanjung Tanah M elayu dan

tempat-tempat lain yang menggunakan bahasa M elayu (Salazar, 1989). M elayu juga

selalu dihubungkan dengan kepulauan M elayu yang mencakup kepulauan Asia

Tenggara dan ditafsirkan mengikut tempat dan kawasan yang berbeda seperti

Sumatera. Ia dikaitkan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar Palembang ; dan di

Borneo (Kalimantan). Perkataan M elayu dikaitkan dengan masyarakat yang

beragama Islam—sementara di Semenanjung M alaysia arti M elayu dikaitkan dengan

orang yang berkulit coklat atau sawo matang (Bellwood 1985). Istilah M elayu

berasal dari bahasa Sanskerta yang dikenal sebagai M alaya, yaitu sebuah kawasan

yang dikenali sebagai daratan yang dikelilingi lautan (Hall, 1994).

25
Kelompok ras M elayu dapat digolongkan kepada kumpulan M elayu Polinesia

atau ras berkulit coklat yang mendiami Gugusan Kepuluan M elayu, Polinesia dan

M adagaskar. Gathercole (1983) seorang pakar antropologi Inggris telah melihat

bukti-bukti arkeologi, linguistik dan etnologi, yang menunjukkan bahwa bangsa

M elayu-Polinesia ialah golongan pelaut yang pernah menguasai kawasan Samudera

Pasifik dan Hindia. Ia menggambarkan bahwa ras M elayu-Polinesia sebagai

kelompok penjajah yang dominan pada zaman dahulu, yang meliputi kawasan yang

luas di sebelah barat hingga ke M adagaskar, di sebelah timur hingga ke Kepulauan

Easter, di sebelah utara hingga ke Hawaii dan di sebelah selatan hingga ke Selandia

Baru.

Sementara itu Wan Hasim (1991) mengemukakan bahwa M elayu dikaitkan

dengan beberapa perkara seperti sistem ekonomi, politik, dan budaya. Dari sudut

ekonomi, M elayu-Polinesia adalah masyarakat yang mengamalkan tradisi pertanian

dan perikanan yang masih kekal hingga hari ini. Dari sudut ekonomi, orang M elayu

adalah golongan pelaut dan pedagang yang pernah menjadi kuasa dominan di Lautan

Hindia dan Pasifik sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa. Dari segi politik pula,

sistem kerajaan M elayu berasaskan pemerintahan raja yang berpusat di Campa dan

Funan, yaitu di Kamboja dan Vietnam Selatan pada awal kurun M asehi. Dari

kerajaan M elayu tua ini telah berkembang pula kerajaan M elayu di Segenting Kra

dan di sepanjang pantai timur Tanah M elayu, termasuk Kelantan dan Terengganu.

Kerajaan M elayu Segenting Kra ini dikenal dengan nama Kerajaan Langkasuka

kemudian menjadi Pattani (Wan Hashim, 1991).

26
Untuk menentukan kawasan kebudayaan M elayu dua perkara menjadi kriteria

penjelasan, yaitu kawasan dan bahasa. Dari segi kawasan, Dunia M elayu tidak

terbatas kepada Asia Tenggara saja, namun meliputi kawasan di sebelah barat

mencakup Lautan Hindia ke M alagasi dan pantai timur benua Afrika; di sebelah

timur mencakup Gugusan Kepulauan M elayu-M ikronesia dan Paskah di Lautan

Pasifik, kira-kira 103,6 kilometer dari Amerika Selatan; di sebelah selatan meliputi

Selandia Baru; dan di sebelah utara melingkupi kepulauan Taiwan dan Hokkaido,

Jepang (Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu 1994). Dari sudut bahasa,

M elayu memiliki ciri-ciri persamaan dengan rumpun keluarga bahasa M elayu-

Austronesia (menurut istilah arkeologi) atau keluarga M elayu-Polinesia (menurut

istilah linguisik) (Haziyah Husein 2006:6).

Demikian pula keberadaan masyarakat M elayu di Sumatera Utara, mereka

menyadari bahwa mereka adalah berada di negara Indonesia, menjadi bagian dari

pada Dunia M elayu, dan merasa saling memiliki kebudayaan M elayu. M ereka

merasa bersaudara secara etnik dengan masyarakat M elayu di berbagai tempat seperti

yang disebutkan sebelumnya. Secara budaya, persamaan bahasa dan kawasan,

memiliki alur budaya yang sama, namun tetap memiliki varian-varian yang menjadi

ciri khas atau identitas setiap kawasan budaya M elayu.

Secara geopolitik pula, Dunia M elayu umumnya dihubungkaitkan dengan

negara-negara bangsa yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan alur utama budaya

M elayu, di antaranya adalah: M alaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Thailand

Selatan, Filipina Selatan, sebahagian etnik M elayu di Kamboja dan Vietnam, dan

lain-lain tempat. Berikut ini akan dihuraikan beberapa kawasan tersebut, terutama

27
yang memiliki hubungan kebudayaan dengan etnik M elayu yang ada di Sumatera

Utara.

2.2 Etnik Melayu di S umatera Utara

2.2.1 Definisi Etnik

Lagu M elayu yang dihasilkan dari permainan akordion Ahmad Setia adalah

cerminan dari identitas etnik M elayu. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya,

di dalam seni persembahan M elayu terdapat unsur heterogenitas budaya, akulturasi,

fungsi pada segenap strata sosial (awam dan bangsawan), dan lain-lain. Keberadaan

seni M elayu ini didasari oleh identitas etnik M elayu. Untuk dapat memahami

siapakah orang M elayu, yang menjadi pendukung seni ronggeng M elayu, maka

sebelumnya dijelaskan pengertian kelompok etnik (ethnic group). Naroll (1965)

memberikan pengertian kelompok etnik sebagai suatu populasi yang: (1) secara

biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya

yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3)

membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri

kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan

dari kelompok populasi lain (Naroll 1965:32).

Selain itu, pendekatan untuk menentukan sebuah kelompok etnik harus

melibatkan beberapa faktor: etnosains, yaitu pendapat yang berasal dari

masyarakatnya; bantuan ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmuwan dari beberapa

28
disiplin; wilayah budaya; masalah-masalah pembauran (integrasi), disintegrasi,

kepribadian, perkawinan, kekerabatan, sistem garis keturunan, religi, dan

sejumlah faktor sosial lainnya.

Kelompok etnik (suku bangsa) merupakan golongan sosial yang dibedakan

dari golongan-golongan sosial lainnya, karena mempunyai ciri-ciri yang paling

mendasar dan umum berkaitan dengan asal-usul, tempat, serta budayanya.

Kelompok etnik adalah segolongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan

identitasnya yang diperkuat oleh kesamaan bahasa. Kesamaan dalam kesenian,

adat-istiadat, dan nenek moyang merupakan ciri-ciri sebuah kelompok etnik. Jika

ras lebih dilihat dari sudut perbedaan fisik, maka etnik lebih dilihat dari

perbedaan kebudayaan dalam arti yang luas. Suatu ras dapat terdiri dari berbagai

macam kelompok etnik yang berbeda.

Di dalam sebuah kelompok etnik bisa saja terjadi diferensiasi sosial.

Sebuah kelompok etnik terbentuk dari sejumlah orang yang menghendaki hidup

bersama, dalam waktu yang lama, dan di suatu tempat yang sama. M ereka

mengadakan interaksi yang tetap, memiliki sistem nilai, norma, dan kebudayaan

yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan. Dengan adanya berbagai

kesamaan yang mereka miliki, mereka menjadi satu kesatuan dalam masyarakat.

Namun, di dalam suatu masyarakat ada pemisahan dan pembagian karena adanya

perbedaan tertentu, seperti: jenis kelamin, klen, pekerjaan, politik, dan lainnya.

Perbedaan-perbedaan sosial ini menyebabkan masyarakat terbagi dalam

kelompok-kelompok tertentu, namun tidak berarti terpisah dari masyarakatnya.

Keadaan ini disebut diferensiasi sosial, yang dapat diartikan sebagai suatu

29
proses setiap individu di dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban

yang berbeda dengan orang lain di dalam masyarakat, atas dasar perbedaan-

perbedaan sosial (Takari, 1997). Demikian pula yang terjadi dalam kebudayaan

M elayu.

2.2.2 Pengertian Melayu Sebagai Kelompok Etnik

Sampai sekarang ini, definisi M elayu kiranya belum disepakati oleh

para ilmuwan, karena pengertian M elayu itu maknanya dapat berbeda-beda sesuai

dengan konteksnya. Untuk dapat memahami pengertian M elayu sebagai kelompok

etnik, biasanya selalu ditelusuri melalui munculnya istilah M elayu, yaitu sebuah

kerajaan di daerah Jambi, dan yang ada pada masa Kerajaan Sriwijaya.

2.2.2.1 Asal-Usul Istilah Melayu pada Kerajaan Melayu di Jambi

Jika kita menelusuri sumber sejarah yang menyangkut M elayu, maka kata

M elayu sudah disebut-sebut dalam catatan I-Tsing yang mengunjungi Sriwijaya

pada tahun 672. Kata M elayu dipakai sebagai nama tempat yang menunjukkan

Jambi Sekarang (Tsurumi Yoshiyuki, 1981:78). Berdasarkan kronik Dinasti T'ang

di China, terdapat nama kerajaan di Sumatera yang disebut M o-Lo-Yue pada

tahun 644 dan 645 M asehi. Seorang pendeta Budha China yang bernama I-Tsing

dalam perjalanannya ke India pernah tinggal di Sriwijaya (She-li-fo-she) untuk

mempelajari bahasa Sanskerta selama enam bulan. Dari Sriwijaya ini I-Tsing

menuju ke Kerajaan M elayu dan tinggal di sana selama enam bulan, sebelum

berangkat ke Kedah dan ke India. Dalam perjalanannya pulang ke China pada tahun

30
685 dia singgah di Kerajaan M elayu, yang sudah ditaklukkan oleh Sriwijaya

(tahun 645-685 M ). M enurut I-Tsing, pelayaran dari Sriwijaya ke M elayu

memerlukan waktu lima belas hari (Luckman Sinar 1994:2).

M enurut Casparis, Kerajaan M elayu ditaklukkan Sriwijaya sebelum tahun

688, sesuai dengan prasasti di Karang Berahi di tepi Sungai M erangin, yaitu cabang

Sungai Batang Hari, di Hulu Sungai Jambi. Pada masa akhir abad ke-11 sampai

tahun 1400, Kerajaan M elayu pulih kembali. Kerajaan M elayu bekerjasama

dengan Kerajaan Singosari dari Jawa, yang mengirimkan pasukan dalam jumlah

besar, untuk menghancurkan Sriwijaya. Peristiwa itu terkenal dengan

ekspedisi Pamalayu, terjadi tahun 1275 serta dikirimnya arca Amoghapasa

Lokeswara tahun 1286 di Padang Roco, yang membuat rakyat Kerajaan M elayu

gembira, terlebih lagi rajanya Srimat Tribhuwanaraja M auliwarmadewa. Selanjutnya

tahun 1347 di belakang arca itu kemudian ditulis prasasti Raja Adityawarman, raja

M elayu Damasraya, penerus Kerajaan M elayu ini. Kerajaan M elayu dan Sriwijaya

menggunakan bahasa dan aksara M elayu kuna (Luckman Sinar 1994:3).

Pada abad ke-12 sampai ke-14, Jambi merupakan salah satu dari tiga

bandar penting di Pesisir Timur Sumatera, yaitu: (1) Jambi, (2) Palembang di

sebelah selatan, dan (3) Kota China di Kerajaan Haru/Deli tepatnya di Labuhan Deli

sebelah utara (Hasan M . Hambari 1980:51-63).

Kerajaan M elayu di Jambi ini, dalam tulisan-tulisan sejarah berbahasa

Arab dan Persia disebut dengan Kerajaan Zabaq yang dapat diidentifikasikan

dengan nama tempat M uara Sabak di daerah Tanjung Jabung di muara Sungai

Batanghari. Letak pusat Kerajaan M elayu di hulu Sungai Batanghari itu hanya

31
dapat dijangkau dengan naik sampan, dengan alasan kemananan, tetapi kerajaan ini

mengawasi sumber tambang emas dari daerah pedalaman Sumatera Barat. M eskipun

kemudian Kerajaan M elayu yang berpusat di hulu Sungai Jambi itu di masa Raja

Adityawarman (1347) dipindahkan ke wilayah Saruaso M inangkabau, dia tidak

pernah menyebut kerajaan ini dengan Kerajaan M inangkabau, tetapi menyebutnya

sebagai Kanakamedininindra Suwarnabhumi (Penguasa Negeri Emas), yang

dahulunya dikuasai Kerajaan M elayu dan Sriwijaya (Luckman Sinar 1994:3).

R.C. Rajumdar mengatakan bahwa ada satu suku di India yang bernama

M alaya, yang disebut orang Yunani sebagai M alloi. Selain itu ada gunung M alaya

yang menjadi sumber kayu sandal, yang di dalam kitab Purana disebut sebagai

salah satu dari tujuh batas (kulaparvatas) pegunungan di India. Banyak lagi nama-

nama tempat di Asia Tenggara dan Nusantara yang namanya berasal dari India. Ada

legenda pada orang M elayu M inangkabau bahwa leluhur mereka berasal dari India,

yaitu Sang Sapurba yang turun dari Bukit Siguntang M ahameru bersama dua

saudaranya yang lain (Luckman Sinar 1994:6).

Kerajaan Sriwijaya dan M elayu mulai pudar karena serangan M ajapahit

tahun 1365. Selanjutnya orang-orang Jawa menguasai daerah ini. Namun, bahasa

M elayu yang telah menjadi bahasa pengantar di Nusantara sejak disebarkan oleh

Kerajaan Sriwijaya dan M elayu sejak abad keenam, serta adat-istiadat raja-rajanya

yang dibawa Parameshwara ke M elaka tahun 1400, memberikan kontribusi pada

budaya Jawa. Setelah hancurnya Kerajaan Sriwijaya, M elayu, dan Damasraya, maka

budaya M elayu berpusat di Pasai dan M elaka. Kerajaan M elayu di M elaka yang

didirikan oleh Paramesywara pada tahun 1400. Imperium ini mengembangkan

32
budaya M elayu, termasuk agama Islam awalnya ke pesisir timur Sumatera.

Kemudian Kalimantan, dan ke seluruh Semenanjung Tanah M elayu sampai Patani

di Thailand sebelah selatan

2.2.2.2 Pengertian Melayu sebagai Ras, Budaya, dan Orang

yang Beragama Islam

Istilah M elayu biasanya dipergunakan untuk mengidentifikasi semua

orang dalam rumpun Austronesia yang meliputi wilayah Semenanjung M alaya,

kepulauan Nusantara, kepulauan Filipina, dan Pulau-pulau di Lautan Pasifik

Selatan. Dalam pengertian umum, orang M elayu adalah mereka yang dapat

dikelompokkan pada ras M elayu. Dengan demikian, istilah M elayu sebagai ras ini

mencakup orang-orang yang merupakan campuran dari berbagai suku di kawasan

Nusantara.

Ras M elayu yang sudah memeluk agama Islam pada abad ke-13, identitas

budayanya selalu dipandang berbeda dengan masyarakat ras Proto-M elayu

pedalaman, yaitu orang Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, yang masih

menganut kepercayaan mereka sendiri; baik oleh mereka sendiri maupun orang

luar. Namun demikian, di sisi lain terjadi adaptasi/asimilasi orang Batak

dengan orang M elayu jika masuk agama Islam.

Ada perbedaan mengenai pengertian M elayu ini di Indonesia, M alaysia,

dan Singapura, seperti yang dikemukakan oleh Vivienne Wee :

As we shall see further below, it is clear that 'M alayness' in


Indonesia is indeed different from 'M alayness' in Singapore and
M alaysia. This difference is directly related to the perception of the

33
respective governments. The Singapore government regards
'M alay' as a 'race', a genetically engendered category in the state-
imposed system of ethnicity. ... In Singapore, a Christian
Englishspeaking 'M alay' is still legally considered 'M alays'. Indeed
there is apparently a sufficientnumber of Christian 'M alays', that they
are considering setting up a M alay Christian Association. ...
In M alaysia, however, 'M alayness' is constitutionally tied to Islam,
such that a 'M alay' convert to Christianity would no longer the
legally considered 'M alay'. This was stated to me categorically
by Anwar Ibrahim, a M inister in the M alaysian Cabinet. But not
all M alaysian M uslims qualify as 'M alays': the constitutional
category 'M alay' includes only M uslims who speak M alay, conform
to M alay custom, and who were borm in M alaysia or born of
M alaysia parents.
In contrast to the governments of Singapore and M alaysia, the
Indonesian government evidently has no interest in giving a legal
definition of 'M alayness'. In Indonesia, 'M alay' or M elayuis just one
label in the loose array of regional identities that people may profess.
In other words, from the Indonesian governement's point of view,
anyone who wants to identify herself/himself as M elayu may do so;
conversely, if she/he does not want to do so, then she/he may choose
practically any other regional identity. The Indonesian government's
laissez-faire attitude towards the ethnic labelling of the population is
evident in the identity cards issued to all citizens. Whereas the
identity cards issued by the Singapore and M alaysia governments
stipulate the respective ethnic labels of their citizens, the Indonesian
identity card does not include any ethnic labelling. So in Indonesia,
'M alayness' is a matter of subjective-identification, rather than
objective category belonging to legally imposed set (Vivienne Wee
1985:7-8).

M enurut Wee, di Indonesia, arti M elayu berbeda dengan yang di

Singapura dan M alaysia. Perbedaan ini secara langsung berkaitan erat dengan

persepsi pemerintah masing-masing. Pemerintah Singapura memandang M elayu

sebagai sebuah ras, sebuah kategori yang dihasilkan berdasar keturunan dalam

sistem etnisitasnya. Di Singapura, seorang yang rasnya M elayu, beragama

Kristen, dan berbahasa Inggris, secara sah dianggap sebagai M elayu. Dalam

34
kenyataannya terdapat sejumlah kecil orang M elayu Kristen, dan mereka dipandang

sebagai suatu Asosiasi Kristen M elayu di Singapura.

Di M alaysia, M elayu secara konstitusional diikat identitasnya dengan

agama Islam, dan jika seorang M elayu menjadi Kristen, dia tidak dipandang lagi

sebagai M elayu. Namun demikian, tidak semua orang Islam M alaysia dipandang

sebagai M elayu: konstitusi M alaysia menyatakan bahwa orang M elayu itu

hanyalah orang Islam yang berbahasa M elayu, mengikuti adat-istiadat M elayu,

lahir di M alaysia, atau lahir dari orang tuanya yang berkebangsaan M alaysia.

Berbeda dengan pemerintah Singapura dan M alaysia, pemerintah

Indonesia, tidak begitu berminat memberikan definisi secara legal terhadap

M elayu. Di Indonesia, M elayu adalah satu istilah yang mengandung makna identitas

regional berdasarkan pengakuan penduduknya. Dengan kata lain, dalam

pandangan pemerintah Indonesia, seseorang dapat saja menyatakan dirinya

sendiri sebagai atau bukan sebagai orang M elayu, dan dia boleh saja memilih

identitas regional. Pemerintah Indonesia tidak mencantumkan label etnik dalam

kartu tanda penduduk bagi seluruh warga negaranya. Pemerintah Singapura

dan M alaysia mencantumkan label etnik ini. M enurut Wee, pengertian M elayu di

Indonesia bersifat subyektif.

Untuk menjangkau pengertian M elayu dalam wawasan yang lebih luas,

perlu juga diperhatikan pendapat dari orang-orang dari luar M elayu. Dalam

pandangan orang-orang Eropa pada umumnya, yang dimaksud M elayu itu selalu

dikaitkan dengan istilah yang dipakai oleh I-Tsing.

35
M alayan; M alay; (occasionally) M oslem, e.g. masok M elayu
(to turn M ohammedan). In early times the word did not cover the
whole M alay word; and even Abdullah draws a distinction between
anak M elaka M elaka native] and Orang M elayu (Hikayat Abdullah
183). It would seem from one passage (Hang Tuah 200) that the
word limited geographically to one area, became associated with a
standard of language and was extended to all who spoke 'M alay'.
The M alay Annals speak as a sungai M elayu [M elayu River]; I-tsing
speaks of Sri Vijaya conquering the 'M oloyu' country;
M inangkabau has a 'M alayu' clan (suku); Rajendracola's conquests
(A.D. 1012 to 1042) covered M elayu and Sri Vijaya as a separate
countries; the Siamese records claim M alacca and M elayu as a
separate entities. Rouffaer identifies M elayu with Jambi (Wilkinson
1959:755).

M enurut Wilkinson seperti dikutip di atas, seorang M elayu adalah

beragama Islam. M isalnya masuk M elayu berarti masuk Islam. Pada zaman dahulu,

kata M elayu tidak mencakup keseluruhan Dunia M elayu (Alam M elayu1)2 yang

sekarang ini. M isalnya Abdullah bin Abdulkadir M unsyi, seorang pujangga

M elayu ternama, membedakan antara anak M elaka dan Orang M elayu. Kata

M elayu menunjukkan sebuah kawasan, yang dikaitkan dengan bahasa yang

mereka pakai yaitu bahasa M elayu. Dalam Sejarah Melayu diceritakan tentang

sebuah sungai yang bernama Sungai M elayu. I-Tsing menceritakan bahwa

Sriwijaya menguasai negeri M oloyu. M asyarakat M inangkabau mempunyai sebuah

suku yang disebut M elayu. Rajendra Coladewa (1012 sampai 1042) yang

menaklukkan M elayu dan Sriwijaya sebagai dua negeri yang terpisah. Rekaman-

2
Istilah dunia dan alam dalam bahasa Melayu, dikutip dari bahasa Arab, yang artinya adalah dunia yang
kita tempati sekarang ini. Istilah alam berkaitan pula artinya dengan konsep-konsep mistis dalam Islam, seperti
alam kandungan, alam arwah, alam barzakh, alam samar, alam malakul, alam al-mithai, alam al-insan al-
kamil. Dalam bahasa Arab, kata alam me mpunyai beberapa arti. Misalnya Allahu Alam berarti (Allah Yang
Maha Tahu), al-ghuyub berarti mengetahui hal-hal yang bersifat rahasia. Lihat: (1) Wilkinson (1959:16); (2)
Awang Sujai Hairul dan Yusoff Khan (ed.) (1986); (3) W. J. S. P oerwadarminta (ed.) (1965); (4) Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1988) (5) William Marsden (1984) dan (6) R. J. Wilkinson (1970).

36
rekaman sejarah di Thailand menyatakan bahwa M elaka dan M elayu adalah

sebuah entitas (komunitas) yang terpisah. Rouffaer mengidentifikasikan M elayu

dengan Jambi.

Ketika orang-orang Portugis dan orang-orang Barat lainnya (Inggris,

Belanda) datang ke kawasan ini, maka mereka mengenal orang M elayu yang

dikaitkan erat dengan agama Islam. Oleh karena bahasa M elayu sudah menjadi

bahasa pengantar (lingua franca) di kawasan Nusantara dan sebagian besar mereka

beragama Islam, maka orang-orang Barat ini memandang secara umum semua

penghuni Nusantara ini sebagai orang M elayu, walaupun dalam kenyataannya

masyarakat di Nusantara terdiri dari berbagai etnik dan menggunakan bahasa

daerahnya masing-masing pula.

Dalam kebudayaan M elayu, garis keturunan ditentukan berdasarkan pada

garis keturunan bilateral, yaitu garis keturunan dari pihak ayah ataupun ibu, namun

dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan etnik M elayu yang dijadikan

pandangan hidupnya, maka garis keturunan cenderung ke arah garis keturunan

patriachart atau patrilineal, yaitu berdasarkan kepada pihak ayah.

M eskipun akar kebudayaan etnik M elayu itu satu rumpun, namun juga ada

perbedaan-perbedaan kecil yang membedakan etnik M elayu di daerah yang satu

dengan daerah lainnya. Sebagai contoh konkrit, misalnya dialek etnik M elayu di

Deli Serdang dengan Asahan berbeda, misalnya menyebutkan kata kemana, etnik

M elayu Deli Serdang akan menyebutnya kemane sedangkan etnik M elayu Asahan

akan menyebutnya kemano.

37
M enurut Zein, yang dimaksud dengan M elayu adalah bangsa yang

menduduki sebagian besar pulau Sumatera serta pulau-pulau Riau-Lingga, Bangka,

Belitung, Semenanjung M elaka, dan Pantai Laut Kalimantan. Banyak orang

menyangka bahwa nama M elayu itu artinya lari, yang berasal dari bahasa

Jawa yaitu lari dari bangsa sendiri dan menganut agama Islam. Namun nyatanya

nama M elayu sudah lama terpakai sebelum agama Islam datang ke Nusantara ini.

Jadi menurut Zein pernyataan di atas adalah salah. M enurutnya, istilah M elayu itu

adalah kependekan dari M alayapura, yang artinya adalah kota di atas bukit

M elayu, kemudian dipendekkan menjadi M alaipur, kemudian menjadi M alaiur,

dan akhirnya menjadi M elayu (Zein 1957:89).

2.2.2.3 Etnik Melayu Terbentuk dari Proses Campuran

Antara Ras Melayu

M enurut Tengku Lah Husni, orang M elayu adalah kelompok yang

menyatukan diri dalam ikatan perkawinan antar suku, dan selanjutnya memakai adat

resam serta bahasa M elayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni 1975:7).

Selanjutnya Husny menyebutkan lagi, bahwa orang M elayu Pesisir Sumatera

Timur merupakan turunan campuran antara orang M elayu yang memang sudah

menetap di Pesisir Sumatera Timur dan suku-suku M elayu pendatang, seperti

Johor, M elaka, Riau, Aceh, M andailing, Jawa, M inangkabau, Karo, India, Bugis,

dan Arab, yang selanjutnya memakai adat resam dan bahasa M elayu sebagai

bahasa pengantar dalam pergaulan antara sesamanya atau dengan orang dari

daerah lain, serta yang terpenting adalah beragama Islam. Suku M elayu itu

38
berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri dari lima dasar : Islam, beradat,

berbudaya, berturai, dan berilmu (Lah Husni 1975:100). Berturai maksudnya adalah

mempunyai susunan-susunan sosial, dan berusaha menjaga integrasi dalam

perbedaan-perbedaan di antara individu.

Ketika seorang pejabat pemerintah Inggris, yang bernama John

Anderson berkunjung ke Sumatera Timur pada tahun 1823, dia menjelaskan

bahwa pemukiman orang M elayu merupakan jalur yang sempit terbentang di

sepanjang pantai. Penghuni-penghuni di Sumatera Timur tersebut, diperkirakan

sebagai keturunan para migran dari berbagai daerah kebudayaan, seperti:

Semenanjung M elaka, Jambi, Palembang, Jawa, M inangkabau, dan Bugis, yang

telah menetap dan bercampur baur di daerah setempat (Pelzer 1985:18-19).

Percampuran dan adaptasi M elayu dalam pengertian sebagai kelompok

etnik dengan kelompok etnik lain, terjadi di sepanjang pantai pulau Sumatera,

Semenanjung M alaysia, dan pesisir Kalimantan, contohnya: (1) orang M elayu di

Tamiang bercampur dengan orang Aceh, (2) orang M elayu di Siak bercampur

dengan M inangkabau, (3) orang M elayu di Kepulauan Riau banyak yang berasal

dari Bugis, dan (4) orang M elayu di Tapanuli Tengah bercampur dengan

M inangkabau, orang Batak Toba, dan M andailing Angkola.

Di Semenanjung M alaysia terjadi percampuran: (1) etnik M elayu dengan

M inangkabau di Negeri Sembilan, (2) etnik M elayu dengan Jawa di Trengganu, (3)

etnik M elayu dengan Bugis di Johor, dan lainnya. Di Kalimantan terjadi

percampuran antara etnik M elayu dengan Banjar dan Dayak. M engingat

terjadinya adaptasi/asimilasi pendatang di dalam masyarakat M elayu tersebut,

39
maka masyarakat M elayu itu dapat difahami sebagai suatu percampuran yang terdiri

dari berbagai unsur yang asal-usulnya berbeda-beda dan terbentuk dengan terus-

menerus menerima unsur-unsur luar. Dalam arti wilayah, budaya yang didiami

orang M elayu adalah mereka yang mendiami daerah pesisir dan daerah sepanjang

sungai bagian hilir. M ereka hidup di daerah maritim dan kelangsungan hidupnya

sangat erat berkaitan dengan lingkungan alam di laut ataupun pesisir. Sering

mengadakan perpindahan untuk mencari nafkah dan bandar sebagai pusat kegiatan

mereka. Perpindahan mereka sebenarnya tidak dibatasi oleh wilayah kekuasaan

suatu penguasa atau batas administrasi negara yang berasal dari penjajahan yang

kini memisahkan orang M elayu dengan berbagai konsep kenegaraan.

2.2.2.4 Sifat-sifat dan Adat Resam

Sifat-sifat orang yang dikategorikan dalam M elayu sering dibicarakan

dalam berbagai kesempatan, yaitu mereka yang tingkah lakunya lemah lembut,

ramah-tamah, mengutamakan sopan-santun, menghormati tamu-tamu. Ini semua

tidak mengherankan jika dikaitkan dengan adanya pengaruh-pengaruh dari luar dan

sejumlah pendatang yang mengunjungi daerah pesisir yang dihuni mereka.

Kepentingan dagang menghendaki orang M elayu menciptakan suasana penegakan

orde dan hukum. M ereka pemberani, perajin, dan mementingkan keharmonisan

dalam melaksanakan mata pencaharian mereka. Kesemuanya itu tidak

bertentangan dengan agama Islam yang mereka anut (Luckman Sinar 1985:3).

M etzger yang mengkaji kekuatan dan kelemahan orang M elayu

berdasarkan sifat-sifat dan tingkah-lakunya, secara tegas menyatakan bahwa

40
orang M elayu itu "unggul" dalam bahasa, adat-istiadat, dan sistem pemerintahan.

Kelemahan orang M elayu adalah suka mencampurbaurkan bahasa, misalnya: "I

telefon you nanti." Selain itu, kelemahan orang M elayu adalah kurang menghargai

budaya lama, "pemalas" dan kurangnya sifat ingin tahu (M etzger 1994:158-175).

Hal mendasar yang dijadikan identitas etnik M elayu adalah adat resam,

termasuk aplikasinya dalam lagu dan tari. Dalam bahasa Arab, adat berarti

kebiasaan, lembaga, peraturan, atau hukum. Sedangkan dalam bahasa M elayu

dapat dipadankan dengan kata resam. Resam adalah jenis tumbuhan pakis besar,

tangkai daunnya biasanya dipergunakan untuk kalam, alat tulis untuk menulis huruf-

huruf Arab. Arti lain kata resam adalah adat. Jadi dalam bahasa M elayu yang

sekarang ini, adat dan resam sudah digabung menjadi satu yaitu adat resam.

M enurut Lah Husni, adat pada etnik M elayu tercakup dalam empat ragam,

yaitu: (1) adat yang sebenar adat; (2) adat yang diadatkan; (3) adat yang teradat,

dan (4) adat istiadat.

(1) Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika

dikurangi akan merusak, jika dilebihi akan mubazir (sia-sia). Proses ini berdasarkan

kepada: (a) hati nurani manusia budiman, yang tercermin dalam ajaran adat :

Pisang emas bawa belayar; Masak sebiji di dalam peti; Hutang emas dapat dibayar;

Hutang budi dibawa mati. (b) kebenaran yang sungguh ikhlas, dengan berdasar

pada: berbuat karena Allah bukan karena ulah; (c) keputusan yang berpadan,

dengan berdasarkan kepada: hidup sandar-menyandar, pisang seikat digulai

sebelanga, dimakan bersama-sama. yang benar itu harus dibenarkan, yang salah

disalahkan, Adat murai berkicau, tak mungkin menguak. Adat lembu menguak,

41
tak mungkin berkicau. Adat sebenar adat ini menurut konsep etnosains M elayu

adalah: penuh tidak melimpah, berisi tidak kurang, yang besar dibesarkan, yang tua

dihormati, yang kecil disayangi, yang sakit diobati, yang bodoh diajari, yang benar

diberi hak, yang kuat tidak melanda, yang tinggi tidak menghimpit, yang pintar

tidak menipu, hidup berpatutan, makan berpadanan. Jadi ringkasnya, hidup itu

seharusnya harmonis, baik mencakup diri sendiri, seluruh negara, dan lingkungan

hidupnya. Tak ada hidup yang bernafsi-nafsi. Inilah adat yang tak boleh berubah

(Lah Husni 1986:51).

Adat yang sebenarnya adat adalah adat yang tidak lekang karena hujan, tidak

lapuk karena panas atau yang di sebut dengan adat pokok karena tidak dapat di ubah

atau dihilangkan. Dalam adat terkandung ajaran atau norma-norma masyarakat

M elayu dalam mengahadapi arus perkembangan zaman. Selain itu berhubungan

langsung dengan kehidupan antar keluarga, masyarakat, serta tatanan hidup

berbangsa dan bernegara. Apabila ditinggalkan atau diubah maka seseorang itu

dianggap sebagai orang yang memiliki budi pekerti dan hidup dalam tatanan hidup

rimba sehingga dapat disamakan dengan kehidupan hewan atau binatang.

(2) Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan

tertentu, menurut mufakat dari penduduk daerah tersebut kemudian

pelaksanaannya diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai

pemangku adat adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini wujudnya

adalah untuk kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat,

pada saat itu dan saat yang akan datang. Tiap-tiap negeri itu mempunyai situasi

yang berbeda dengan negeri-negeri lainnya, lain lubuk lain ikannya, lain padang

42
lain belalangnya. Perbedaan keadaan, tempat, dan kemajuan sesuatu negeri itu

membawa resam dan adatnya sendiri, yang sesuai dengan kehendak rakyatnya, yang

diwarisi dari leluhurnya. Perbedaan itu hanyalah dalam lahirnya saja, tidak dalam

hakikinya. Adat yang diadatkan ini adalah sesuatu yang telah diterima untuk

menjadi kebiasaan atau peraturan yang diperbuat bersama atas mufakat menurut

ukuran yang patut dan benar, yang dapat dimodifikasi sedemikian rupa secara

fleksibel. Dasar dari adat yang diadatkan ini adalah: penuh tidak melimpah, berisi

tidak kurang, terapung tidak hanyut, terendam tidak basah (Lah Husni 1986:62).

(3) Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-

angsur atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan patah: sekali air bah, sekali

tepian berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. walaupun terjadi

perubahan adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api

panas, dalam gerak berseimbangan, antara akhlak dan pengetahuan. Perubahan itu

hanya terjadi dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan tujuan semula.

Umpamanya jika dulu orang memakai tengkuluk atau ikat kepala dalam suatu

perhelatan atau upacara adat, kemudian sekarang memakai kupiah itu menjadi

pakaian yang teradat. Jika dulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang

tidak. Jika dulu warna kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang

siapaun boleh memakainya (Lah Husni 1986:62).

Tradisi atau kebiasaan yang dijadikan adat karena perkembangan zaman

disebabkan adat yang lama sudah tidak layak dipakai lagi. Atau dapat pula

merupakan pengambilan unsur budaya etnis lainnya karena di pandang lebih efektif

seperti upacara proses pernikahan yang sekarang tidak lagi dipakai seperti Upacara

43
merisik (menanyakan keadaan si calon pengantin, apakah baik atau tidak baik),

melainkan langsung ke acara peminangan karena permufakatan sebelumnya.

(4) Adat istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih

banyak diartikan dan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan,

penobatan raja, dan pemakaman raja. Jika hanya adat saja, maka kecenderungan

pengertiannya adalah sebagai himpunan hukum, misalnya: hukum ulayat, hak azasi,

dan lainnya

Adat-istiadat adalah adat yang boleh di pakai, boleh tidak. Tergantung dari

kondisi dan situasi. M isalnya saja dalam menanam padi, dahulu selalu diadakan

upacara tolak bala sebelum padi ditanam. Namun bagi yang tidak ingin mengadakan

upacara tersebut, maka tidak ada larangan.

2.2.2.5 Tingkatan Kebangsawanan Melayu

Seni pertunjukan Dunia M elayu, termasuk yang dilakukan oleh Ahmad Setia,

bukan hanya didukung oleh masyarakat kebanyakan (rakyat), tetapi juga oleh

golongan bangsawan. Oleh karena itu dikaji pula tingkatan kebangsawanan M elayu.

Dalam kebudayaan M elayu dikenal beberapa tingkat kebangsawanan. M enurut

Tengku Luckman Sinar (wawancara pada 23 September 2007), bangsawan dalam

konsep budaya M elayu adalah golongan yang dipercayakan secara turun-temurun

menguasai suatu kekuasaan tertentu. Namun demikian,seorang bangsawan yang

berbuat salah dalam ukuran norma-norma yang berlaku dalam kebudayaan, dapat

saja dikritik bahkan diturunkan dari kekuasaannya, seperti yang tercermin dalam

konsep raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. Hirarki kekuasaan

44
adalah dari Allah, kemudian berturut-turut ke negara, raja, pimpinan, rakyat,

keluarga dan keturunannya.

Dalam kebudayaan M elayu, tingkatan golongan bangsawan itu adalah

sebagai berikut:

(a) Tengku (di Riau disebut juga Tengku Syaid) adalah pemimpin atau guru

baik dalam agama, akhlak, maupun adat-istiadat. M enurut penjelasan Tengku Liza

Nelita (wawancara 17 M aret 2007) istilah Tengku pada budaya M elayu Sumatera

Timur, secara resmi diambil dari Kerajaan Siak pada tahun 1857. Dalam

konteks kebangsawanan, seseorang dapat memakai gelar Tengku apabila

ayahnya bergelar Tengku dan ibunya juga bergelar Tengku. Atau ayahnya

bergelar Tengku dan ibunya bukan Tengku. Jadi gelar Tengku secara genealogis

diwariskan berdasarkan hubungan darah secara patrilineal.

(b) Syaid, adalah golongan orang-orang keturunan Arab dan dianggap sebagai

utusan dari Nabi M uhammad. Gelar ini terdapat di Riau dan Semenanjung M alaysia.

(c) Raja, yaitu gelar kebangsawanan yang dibawa dari Inderagiri (Siak),

ataupun anak bangsawan dari daerah Labuhan Batu: Bilah, Panai, dan Kota

Pinang. Pengertian raja di daerah M elayu tersebut adalah sebagai gelar yang

diturunkan secara genealogis, bukan seperti yang diberikan oleh Belanda. Oleh

pihak penjajah Belanda, gelar raja itu diberikan baik mereka yang mempunyai

wilayah pemerintahan hukum yang luas ataupun hanya mengepalai sebuah

kampung kecil saja. Pengertian raja yang diberikan Belanda ini adalah kepala atau

ketua. M enurut keterangan Sultan Kesebelas Kesultanan Deli, Tengku Amaluddin

45
II, seperti yang termaktub dalam suratnya yang ditujukan kepada Gubernur

Sumatera Timur tahun 1933, jika seorang wanita M elayu bergelar Tengku nikah

dengan seorang bangsawan yang bergelar Raden dari Tanah Jawa atau seorang

bangsawan yang bergelar Sutan dari M inangkabau (Kerajaan Pagaruyung), maka

anak-anak yang diperoleh dari perkawinan ini berhak memakai gelar raja.

(d) Wan. Jika seorang wanita M elayu bergelar Tengku kawin dengan

seorang yang bukan Tengku, dengan seseorang dari golongan bangsawan lain atau

masyarakat awam, maka anak-anaknya berhak memakai gelar wan. Anak

lelaki keturunan mereka seterusnya dapat memakai gelar ini, sedangkan yang

wanita tergantung dengan siapa dia menikah. Jika martabat suaminya lebih rendah

dari wan, maka gelar ini berubah untuk anaknya, mengikuti gelar suaminya, dan

hilang jika kawin dengan orang kebanyakan.

(e) Datuk. Terminologi kebangsawanan datuk ini, awalnya berasal dari

Kesultanan Aceh, baik langsung ataupun melalui perantaraan Wakil Sultan Aceh

di Deli. Gelar ini diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan daerah

pemerintahan otonomi yang dibatasi oleh dua aliran sungai. Batas-batas ini disebut

dengan kedatuan atau kejeruan. Anak-anak lelaki dari datuk dapat menyandang

gelar datuk pula. Sultan atau raja dapat pula memberikan gelar datuk kepada

seseorang yang dianggap berjasa untuk kerajaan dan bangsanya. Di M alaysia gelar

datuk diperolehi oleh orang-orang yang dianggap berjasa dalam pengembangan

budaya M alaysia. Kemudian tingkatan datuk lainnya adalah datuk seri.

(f) Daeng, yang terdapat di Riau adalah golongan bangsawan yang merupakan

keturunan bangsawan masyarakat Bugis dari Sulawesi. Seperti diketahui bahwa

46
masyarakat Bugis banyak yang menetap di kawasan M elayu dan menjadi bagian dari

etnik M elayu setempat.

(g) Kaja. Gelar ini dipergunakan oleh anak-anak wanita seorang datuk.

(h) Encik dan Tuan adalah sebuah terminologi untuk memberikan

penghormatan kepada seseorang, lelaki atau wanita, yang mempunyai kelebihan-

kelebihan tertentu dalam berbagai bidang sosial dan budaya seperti: kesenian,

dagang, bahasa, agama, dan lainnya. Panggilan itu bisa diucapkan oleh sultan, raja,

bangsawan, atau masyarakat kebanyakan.3

Sesuai dengan peralihan zaman, maka penggolongan kebangsawanan ini

tidak lagi dominan dan memberi pengaruh yang luas dalam konteks sosial budaya

etnik M elayu di Sumatera Utara, walaupun biasanya golongan bangsawan tetap

mempergunakan gelarnya. Kini yang menjadi orientasi kehidupan sebagian

besar etnik M elayu adalah menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan

didasari oleh adat-istiadat M elayu.

2.2.2.6 Sistem Kekerabatan

Dalam kebudayaan M elayu sistem kekerabatan berdasarkan dari pihak

ayah maupun ibu, dan masing-masing anak wanita atau pria mendapat hak hukum

adat yang sama. Dengan demikian hal ini termasuk ke dalam sistem parental atau

bilateral.

3
Tingkatan-tingkatan bangsawan Melay u Sumatera Timur ini, diolah daripada penjelasan yang
dikemukakan para narasumber: (1) Tengku Luckman Sinar, (2) Encik Tairani, (3) Datuk Filiansy ah, (4)
Fadlin, (5) Encik Dahlia Abu Kasim Sinar, (6) Wan Saifuddin, dan lain-lainny a. Wawancara dilakukan
selama tahun 2003sampai 2007.

47
Pembagian harta pusaka berdasarkan kepada hukum Islam (syara'), yang

terlebih dahulu mengatur pembagian yang adil terhadap hak syarikat, yaitu harta

yang diperoleh bersama dalam sebuah pernikahan suami-istri. Hak syarikat ini

tidak mengenal harta bawaan dari masing-masing pihak. Harta syarikat

dilandaskan pada pengertian saham yang sama diberikan dalam usaha hidup, yang

artinya mencakup: (1) suami berusaha dan mencari rezeki di luar rumah; (2) istri

berusaha mengurus rumah tangga, membela, dan mendidik anak-anak. Hak

masing-masing adalah 50 %, separuh dari harta pencaharian. Hukum ini dalam

budaya M elayu Sumatera Utara, pertama sekali ditetapkan oleh Sultan Gocah

Pahlawan, pada saat menjadi Wakil Sultan Aceh, Iskandar M uda, di Tanah Deli.

Sampai sekarang hukum ini tetap berlangsung

Sistem kekerabatan etnik M elayu di Sumatera Utara, berdasarkan kepada

hirarki vertikal adalah dimulai dari sebutan yang tertua sampai yang muda: (1) nini,

(2) datu, (3) oyang (moyang), (4) atok (datuk), (5) ayah (bapak, entu), (6) anak,

(7) cucu, (8) cicit, (9) piut, dan (10) entah-entah. Hirarki horizontal adalah: (1)

saudara satu emak dan ayah, lelaki dan wanita; (2) saudara sekandung, yaitu

saudara seibu, laki-laki atau wanita, lain ayah (ayah tiri); (3) saudara seayah, yaitu

saudara laki-laki atau wanita dari satu ayah lain ibu (emak tiri); (4) saudara sewali,

yaitu ayahnya saling bersaudara; (5) saudara berimpal, yaitu anak dari makcik,

saudara perempuan ayah; (6) saudara dua kali wali, maksudnya atoknya saling

bersaudara; (7) saudara dua kali impal, maksudnya atok lelaki dengan atok

perempuan bersaudara, (8) saudara tiga kali wali, maksudnya moyang laki-lakinya

bersaudara; (9) saudara tiga kali impal, maksudnya moyang laki-laki sama

48
moyang perempuan bersaudara. Demikian seterusnya empat kali wali, lima kali

wali, empat kali impal, dan lima kali impal. Sampai tiga kali impal atau tiga wali

dihitung alur kerabat yang belum jauh hubungannya.

Dalam sistem kekerabatan M elayu Sumatera Utara dikenal tiga jenis impal:

(1) impal larangan, yaitu anak-anak gadis dari makcik kandung, saudara perempuan

ayah. Anak gadis makcik ini tidak boleh kawin dengan pihak lain tanpa

persetujuan dari larangan impalnya. Kalau terjadi, dan impal larangan mengadu

kepada raja, maka orang tua si gadis didenda 10 tail atau 16 ringgit. Sebaliknya jika

si gadis itu cacat atau buruk sekali rupanya, impal larangan wajib mengawininya

untuk menutup malu "si gadis yang tak laku;" (2) impal biasa, yaitu anak laki-laki

dari makcik; (3) impal langgisan, yaitu anak-anak dari emak-emak yang bersaudara.

Terminologi kekerabatan lainnya untuk saling menyapa adalah sebagai

berikut: (1) ayah, (2) mak (emak, asal katanya mbai); (3) abang (abah); (5) akak

(kakak); (6) uwak, dari kata tua, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih tua

umurnya; (7) uda, dari kata muda, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih muda

umurnya; (8) uwak ulung, uwak sulung, saudara ayah atau mak yang pertama

baik laki-laki atau perempuan; (9) uwak ngah, uwak tengah, saudara ayah atau

emak yang kedua baik laki-laki atau perempuan; (10) uwak alang atau uwak galang

(benteng), saudara ayah atau mak yang ketiga baik laki-laki atau perempuan; (11)

uwak utih, uwak putih, saudara ayah atau mak yang keempat baik laki-laki atau

perempuan; (12) uwak andak, wak pendek, saudara ayah atau mak yang kelima

baik laki-laki atau perempuan; (13) uwak uda, wak muda, saudara ayah atau mak

yang keenam baik laki-laki atau perempuan; (14) uwak ucu, wak bungsu, saudara

49
ayah atau mak yang ketujuh baik laki-laki atau perempuan; (15) wak ulung cik,

saudara ayah atau mak yang kedelapan baik laki-laki atau perempuan; dilanjutkan ke

uwak ngah cik, uwak alang cik, dan seterusnya. Jika anak yang dimaksud adalah

anak dari andak misalnya, maka panggilan pada nomor 8 sampai 11 tetap uwak, dan

nomor 11 dan seterusnya ke bawah disebut dengan: (1) ayah uda, (2) ayah ucu, (3)

ayah ulung cik, (4) ayah ngah cik, (5) ayah alang cik, dan seterusnya.

Terminologi kekerabatan lainnya adalah sebagai berikut.(1) mentua atau

mertua, kedua orang tua istri; (2) bisan (besan) sebutan antara orang tua istri

terhadap orang tua sendiri atau sebaliknya; (3) menantu, panggilan kepada suami

atau istrinya anak; (4) ipar, suami saudara perempuan atau istri saudara laki-laki,

demikian juga panggilan pada saudara-saudara mereka; (5) biras, suami atau istri

saudara istri sendiri. M isalnya Ahmad berbiras dengan Hamid, karena istri

Ahmad adalah kakak kandung istri Hamid. Kedua saudara itu dalam keadaan

bersaudara kandung. Dapat juga sebaliknya. (6) semerayan (semberayan), yaitu

menantu saudara perempuan dari mertua perempuan; (7) kemun atau anak kemun,

yaitu anak laki-laki atau perempuan dari saudara-saudara kita; (8) bundai, yaitu

panggilan aluran ibu yang bukan orang bangsawan; (9) bap ak, kata asalnya pak,

yang berarti ayah atau entu (artinya suci), dapat juga dipanggil abah; (10) emak,

berasal dari kata mak, yang berarti ibu atau bunda, yang melahirkan kita (embai);

(11) abang, yang berasal dari kata bak atau bah yang artinya saudara tua laki-laki;

(12) kakak, berasal dari kata kak, yang bersaudara tua perempuan; (13) adik, yang

berasal dari kata dik, artinya saudara lelaki atau perempuan yang lebih muda; (14)

empuan, artinya sama dengan istri, tempat asal anak; (15) laki, yaitu suami.

50
2.2.2.7 Kesimpulan tentang Identitas Etnik Melayu

Dari pendapat-pendapat tentang M elayu di atas, selanjutnya diambil

kesimpulan, yang jangan diartikan sebagai kesimpulan akhir definisi tentang

identitas etnik M elayu. Kesimpulan ini hanya bersifat sementara, dan masih harus

didiskusikan dengan para tokoh adat yang ahli dalam masalah M elayu secara

umum. Tujuan utama penulis, mempergunakan kesimpulan ini adalah untuk

mengkaitkan antara siapa orang M elayu itu, bagaimana budayanya, dan

bagaimana Ahmad Setia berada di dalam lingkungan budaya M elayu ini. Identitas

etnik M elayu sebagai berikut: (a) di Singapura menitikberatkan pada ras dan

keturunan; (b) di M alaysia menitikberatkan pada agama Islam, ras dan

budaya M elayu, serta berkewarganegaraan M alaysia; (c) di Indonesia identitas

sebagai etnik M elayu diserahkan kepada masing-masing orang berdasarkan daerah

budayanya; (d) menurut pandangan sebagian besar orang Barat, M elayu itu

adalah ras, orang yang berbahasa M elayu, dan beragama Islam. Istilah M elayu

berasal dari sebuah tempat (sungai dan Kerajaan) di Jambi; (e) berdasarkan

wilayah budayanya orang M elayu mendiami sebagian besar Sumatera dan

pulau-pulau sekitarnya, Semenanjung M alaysia, dan Pantai Laut Kalimantan; (f)

etnik M elayu terbentuk dari proses campuran antar suku bangsa di kawasan

Nusantara; (g) etnik M elayu mempunyai sistem adat resam, sifat-sifat,

penggolongan strata sosial (bangsawan dan awam), dan sistem kekerabatan yang

khas.

51
Dari kesimpulan di atas, penulis menyimpulkan identitas etnik M elayu

kepada dua pengertian umum. (1) Dalam pengertian M elayu sebagai ras, maka

seluruh ras M elayu (Proto-M elayu dan Deutro-M elayu) dapat menyebut dirinya

sebagai M elayu. (2) Dalam pengertian sebagai orang yang tergolong ke dalam ras

M elayu, mempergunakan budaya M elayu, dan beragama Islam, mencakup orang-

orang M elayu yang ada di M alaysia, Singapura, Sumatera Utara, Riau,

Kalimantan, Sumatera Selatan, Jambi, dan lainnya. Dalam perkembangan

selanjutnya, etnik Betawi dan M inangkabau juga sering menyebutkan dirinya

sebagai etnik M elayu dengan tambahan M elayu Betawi atau M elayu M inangkabau.

Etnik M elayu Sumatera Utara mengidentitaskan kelompok etniknya dalam

pengertian seperti kesimpulan nomor (2) di atas, yaitu orang yang tergolong ke

dalam ras M elayu, mempergunakan budaya M elayu, dan beragama Islam.

2.3 Kepercayaan Masyarakat Melayu

M asyarakat M elayu, khususnya masyarakat M elayu desa pesisir, sebelum

masuknya agama Islam menganut kepercayaan pada pal begu, yaitu takut kepada roh

jahat (mambang) yang dapat mengganggu kebahagiaan dan kehidupan manusia di

permuakaan bumi. Husny (1986:3) mengatakan bahwa kepercayaan orang M elayu

pesisir Sumatera Timur sebelum masuknya agama Islam adalah pal begu atau

animisme.

Kepercayaan animisme adalah kepercayaan adanya roh atau kekuatan pada

semua benda, baik benda mati maupun benda yang hidup (Rizal dkk, 1994:45).

Pemeluk animisme lebih tertarik kepada roh-roh dari benda-benda yang menimbulkan

52
perasaan hormat dan takut dalam diri pemeluknya, seperti laut, gunung, hutan, pohon

kayu besar, dan peristiwa-peristiwa alam misalnya gempa bumi, gunung meletus,

angin badai, petir, dan lain-lain. Selanjutnya menurut Hamid (1991:120) roh-roh

tersebut memiliki kekuatan, dapat makan, dan memiliki usia. Roh juga memiliki

kekuatan dan kehendak, bisa merasa senang maupun marah. Jika roh marah, maka ia

dapat membahayakan hidup manusia. Oleh karena itu, agar roh tidak marah maka

manusia harus memberi makan atau sesajen (atau mengadakan persembahan) dan

mengadakan upacara-upacara khusus untuk roh tersebut guna meminta berkah atau

keselamatan seperti yang terjadi pada masyarakat desa pesisir. Lebih lanjut Husny

(1989:39) mengatakan bahwa pemujaan terhadap arwah atau roh nenek moyang

tersebut serta alam gaib yang lain, dilakukan langsung atau melalui perantara

pawang/bomoh/guru/dukun yaitu orang yang dapat berhubungan dengan yang di puja

atau dipercayai memiliki “mana” (tenaga hidup yang tidak berpribadi dan ada pada

manusia, binatang, tumbuhan, hewan dan lain-lain).

Pemeluk animisme percaya bahwa orang yang telah meninggal dunia masih

tetap mempunyai kekuasaan dan kekuatan terhadap manusia yang masih hidup,

seperti mendatangkan bencana alam, memberikan kesehatan atau penyakit kepada

orang yang telah melakukan kesalahan, memberikan kesaktian, memberikan rezeki

dan lain-lain. Oleh sebab itu, arwah nenek moyang harus terus di puja oleh anak

cucunya dengan tujuan agar roh tidak marah sehingga mereka dilindungi dari segala

bencana. Untuk itulah mereka harus terus manjaga hubungan baik dengan para

leluhurnya.

53
Untuk mengontrol eksistensi dan aktivitas roh-roh tersebut, maka dibutuhkan

peran dukun/bomoh/pawang. Dukun atau bomoh dapat mengusir roh yang marah dari

pesakit dan dapat mengupayakan agar roh jangan marah. Dengan demikian orang-

orang atau masyarakat dapat diselamatkan dari bahaya seperti banjir, letusan gunung

berapi, bencana penyakit, atau yang lainnya. Dukun atau bomoh juga memiliki

kemampuan untuk menangkap roh-roh yang berkeliaran di alam ini dan

membungkusnya untuk dijual kepada keluarga yang percaya bahwa orang yang jatuh

sakit di dalam keluarganya adalah karena kehilangan semangat atau roh kehidupan.

M elalui cara itu, kehidupan si pesakit akan kembali dan ia menjadi sembuh. Di

samping itu dukun juga bisa menarik kembali roh-roh agar menempati benda-benda

yang dianggap memiliki “kekuatan atau bertuan” yang di kenal dengan istilah fetish

(tuah atau keramat), seperti batu, tanah kuburan, gigi binatang, patung-patung yang

dibuat khusus untuk itu, senjata tajam, dan lain-lain. Selama roh tersebut diyakini

masih berada didalam fetish, maka pemiliknya masih tetap menyembah,

menghormati, dan menghargai fetish tersebut. Namun, apabila roh tersebut telah

meninggalkan fetish, maka fetish tidak akan berharga lagi dan dapat saja dibuang atau

dijadikan bahan kenangan (Rizal 1997:45).

Husny mengatakan bahwa selain menyembah roh nenek moyang dan fetish,

pemeluk animisme juga mempercayai keberadaan dewa dan jin yang bukan berasal

dari manusia. Adapun dewa dan jin tersebut adalah (1) Dang Empu Hiang, adalah

dewa yang menciptakan dan memelihara seluruh alam dan merupakan dewa yang

paling tinggi kedudukannya, (2) Sang Hiang, adalah dewa atau dewa-dewa yang

berdiam di langit, bumi, gunung rimba, pohon kayu besar, matahari, dan bulan. Selain

54
dewa matahari dan dewa bulan, dewa-dewa yang lain bertugas untuk membantu

pekerjaan Dang Empu Hiang. Dewa-dewa tersebut tidak memiliki kuasa untuk

mengatur sesuatu, tetapi dapat menganggu manusia. Sedangkan dewa matahari dan

dewa bulan adalah dewa-dewa yang bertugas sebagai penghubung segala sesuatu

yang berhubungan dengan Dang Empu Hiang dan memiliki kuasa untuk mengatur

segala sesuatu di dunia. Namun, yang terutama di sembah manusia adalah dewa

matahari karena dianggap memberi rahmat kepada mereka.

Pemeluk animisme juga memepercayai keberadaan hantu-hantu (hantu laut,

air, rimba, kayu, gunung, dan lain-lain) tetapi tidak akan mengganggu kehidupan

manusia kecuali jika manusia melanggar daerah kediaman mereka. Begitu juga

dengan pemeluk animisme tetap menjaga hubungan baik dengan mereka melalui

persembahan korban (sesajen) untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Berdasarkan dari uraian diatas tentang kepercayaan animisme, maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan bahwa :

1. Di dalam alam semesta (kosmos) ini, didiami oleh manusia, hewan, tumbuh-

tumbuhan, benda-benda mati, roh-roh, jin-jin dan dewa-dewa.

2. dukun/bomoh/pawang berfungsi sebagai mediator antara alam nyata dengan alam

tak nyata (alam gaib).

3. Dewa matahari dan bulan adalah penghubung segala sesuatu yang berhubungan

dengan Dang Empu Hiang dan pengatur segala sesuatu yang terjadi di bumi.

4. Dukun/bomoh/pawang adalah pengontrol roh-roh yang berkeliaran di permukaan

bumi dan dapat memindahkan roh-roh yang berkeliaran ke dalam Fetish.

55
5. Dukun /bomoh/pawang dan manusia memuja dewa matahari, dewa-dewa lain,

arwah nenek moyang, dan Fetish.

6. M anusia memberi persembahan atau sesajen kepada hantu-hantu, arwah nenek

moyang, dan Fetish.

2.4 Agama Masyarakat Melayu

Agama resmi masyarakat M elayu pada umumnya adalah agama Islam.

Kedatangan Islam membawa dampak yang besar dalam strruktur sosial dan

kebudayaan masyarakat M elayu. Kepercayaan yang sebelumnya yakni memuja dewa-

dewa, hantu-hantu, dan roh-roh berubah menjadi menyembah kepada Allah

Subhanahuwata’ala (Tuhan Yang M aha Tunggal).

Puncak penerimaan Islam secara keseluruhan pada masyarakat M elayu

ditandai dengan adanya falsafah masyarakat, yaitu adat yang berlandaskan kepada

hukum Allah, yang dituangkan lewat firman-firman-Nya kedalam Al-qur’anulkarim

melalui hadist-hadist serta perilaku Nabi M uhammad Saw. Atau yang lebih dikenal

dengan falsafah : Adat ber-sendikan syarak (syari’at hukum Islam), syarak ber-

sendikan Kitabullah (Kitab Allah atau Al-Qur’an).

Konsep di atas lahir karena ajaran mengandung norma-norma hubungan

manusia dengan Allah SWT (hubungan vertikal atau “HablumminAllah”) dan

hubungan sesama manusia serta manusia dengan alam (hubungan horizontal atau

“Hablumminannas”). M anusia dituntut agar dapat menjaga, mengharmoniskan dan

melestarikan keseimbangan antara kedua hubungan tersebut.

56
M enurut Gazalba (1983:51-55), agama Islam yang dianut masyarakat M elayu

dianggap mereka sebagai petunjuk, yang memadukan kepentingan agama dengan

kebudayaan dalam bentuk peraturan yang tetap. Aturan tentang kebudayaan adalah

mengenai prinsip-prinsip dasar kehidupan manusia dan cara pelaksanaannya.

M isalnya, bagaimana seseorang mencari nafkah, membina hubungan antar manusia,

melestarikan alam, menikah, melaksanakan shalat, serta fadhu kifayah, dan lain-lain.

Aturan tentang kebudayaan adalah mengenai prinsip-prinsip dasar saja,

sedangkan cara pelaksanaannya dapat berubah sesuai dengan keinginan manusia

sebagai pelaku budaya, tetapi tidak melanggar ketentuan yang telah ditentukan oleh

Allah SWT. M isalnya saja dalam berkesenian, dalam Islam dianjurkan untuk tidak

membuat seni yang menimbulkan khayalan sensual yang dapat menjerumuskan

manusia kedalam keasyikan sehingga melupakan kewajibannya dalam melaksanakan

perintah Allah Swt. Begitu pula dalam berpakaian. Islam telah menetapkan agar umat

Islam memakai pakaian yang menutup segala auratnya sehingga terhindar dari dosa ;

sedangkan bagaimana cara memakainya diserahkan kepada manusianya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam tidak

membenarkan penyembahan yang lain kecuali Allah SWT. Hal ini ditegaskan dengan

dua kalimat syahadat apabila seseorang memeluk agama Islam yaitu : Assyhadualla

illaha illallah, Wassyhaduanna Muhammadarrasulullah, yang artinya : Aku bersaksi

bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah.

Ini berarti bahwa manusia harus tunduk dan menyembah kepada Allah dan bukan

tunduk kepada Alam atau kekuasaan apapun yang ada di muka bumi ini.

57
Setelah masuknya Islam dan dijadikan falsafah hidup oleh masyarakat

M elayu. M aka kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut disesuaikan dengan

ajaran Islam. Di dalam ajaran Islam juga di kenal konsep alam gaib, yakni percaya

kepada makhluk gaib seperti malaikat, setan, jin, dan lain-lain. Inilah yang akhirnya

dijadikan alasan masyarakat M elayu untuk tetap percaya kepada dunia gaib dan

makhluk-makhluknya, yang dikenal dengan istilah “sinkretisme”. Sinkretisme adalah

penggabungan dua ajaran antara kepercayaan dengan agama. Ini masih terus

berlangsung pada masyarakat M elayu desa pesisir, baik dalam aktivitas kesenian

mereka maupun dalam kehidupan sosial budaya mereka. Penggabungan itu terjadi

karena pengaruh kepercayaan animisme begitu kuat melekat dalam diri masyarakat

M elayu secara umum sehingga sulit dihilangkan. Walaupun dalam agama Islam

sangat dilarang untuk menyembah kekuatan dan kekuasaan apapun di bumi selain

kepada Allah SWT.

Seperti di ketahui bahwa, kepercayaan animisme sudah menyatu dengan

kehidupan masyarakat M elayu selama 1200 tahun, yaitu sejak abad I masehi sampai

dengan abad XIII masehi. Ini juga disebabkan ketika pertama kali agama Islam

masuk pada masyarakat M elayu, bukan berdasarkan pemaksaan ataupun kekerasan,

melainkan terlebih dahulu disesuaikan dengan adat dan budaya pemeluknya.

Kemudian perlahan-lahan di ubah kearah hukum dan tatanan norma Islam.

58
2. 5 Bahasa

Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya. Bahasa juga

merupakan sub-kebudayaan. melihat tingkah polah individu, keluarga, etnis, ataupun

bangsa dapat dilihat melalui bahasa yang di gunakan (H. Amir Ridwan, 2002:108).

Sikap dan kebiasaan berbahasa dari suatu kelompok individu merupakan satu

wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui ide, norma dan gagasan. Penutur bahasa

M elayu adalah masyarakat yang merupakan sekelompok manusia atau homo loques

yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu, walaupun pada dasarnya penutur bahasa

M elayu mempergunakan bahasa yang sama (bersifat universalisme), namun untuk

mencapai suatu kesamaan mutlak tetap tidak memungkinkan. Karena bahasa M elayu

sangat dinamis, dapat disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat

M elayu sendiri, bahasa M elayu khususnya dalam memperkaya kosa-kata selalu

terbuka untuk bahasa asing melalui kontak bahasa. Sebagai contoh dari bahasa

Belanda, seperti kata dongkrak berasal dari kata dommekracht, bengkel dari winkel,

supir dari chauffeur. Namun demikian, struktur bahasa M elayu tidak berubah

mengkekalkan identitas yang diwarisi sebagai pernyataan orang M elayu dan

keturunanya.

Dalam bahasa M elayu, ada beberapa pokok mengenai kajian latar belakang,

sistem dan keberadaan linguistik bahasa M elayu yaitu sebagai berikut:

1. Bahasa M elayu merupakan alat untuk mengekspresikan harapan, kehendak, cita-

cita dan sebagainya, baik mengenai alam maupun lingkungan sekitar.

2. Bahasa M elayu jika dilihat dari sudut pandang falsafah, diklasifikasikan sebagai

bahasa yang memiliki dasar atau akar mitologis (mytological root/descent) yaitu

59
bahasa yang bercirikan bahasa tradisi dan bahasa yang memiliki pesan-pesan

moral serta keadaan yang Islami.

3. Didalam bahasa M elayu terdapat hubungan akrab saling ketergantungan antara

bahasa dengan budaya, adat-istiadat dan tradisi M elayu.

4. Bahasa melayu berfungsi sebagai salah satu penanda utama budaya M elayu

(principal marker) melalui bahasa M elayu dimensi konkrit budaya M elayu dapat

diekspresikan atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai pengungkap

solidaritas dan identitas kelompok.

5. Bahasa M elayu dianggap sebagai suatu sistem arbitrer (terdapat hubungan antara

makna dengan bentuk) yang pada perkembangannya memiliki variasi eksternal

dan internal. Secara eksternal terdapat variasi ujaran pada fonem tertentu, maupun

beda kata untuk makna leksikal yang sama. Contoh : kata alhamdulillah lebih

dibudayakan dari pada terima kasih, dan assalamualaikum lebih dianjurkan dari

pada mengucapkan selamat pagi/siang/malam.

6. Budaya, adat-istiadat dan tradisi M elayu memprioritaskan untuk seseorang

berharkat, bermartabat dan berterima oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Penekanan tercermin dalam ungkapan sebagai pembina kepribadian seseorang

(mode of action) dan bahasa M elayu berperan sebagai media penyampaian pesan-

pesan moral berlandaskan ajaran agama dan adat-istiadat yang bernuansa

keIslaman.

7. Penggunaan bahasa M elayu memiliki pilihan kata dan ungkapan pemeliharaan

tutur kata secara lembut. Sikap berbahasanya selalu berlandaskan dengan

60
memprioritaskan kesopan-santunan dan seringkali diiringi gerak kinetik (suatu

syarat yang berhubungan atau merupakan hasil gerak tubuh).

8. Bahasa juga memiliki makna yang sama seperti bahasa lainnya, Dalam hal

peringkat sinonim, hiponim, polisemi, dan antonym. Contohnya : kata molek,

pada peringkat sinonim sejajar dengan kata seperti cantik, menarik dan syur.

Akan tetapi variasi penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya, contoh :

“Empuan tu molek” hanya dapat bervariasi dengan cantik dan menarik. Namun

demikian, berbeda konteksnya dengan kata syur karena dalam konteks “Empuan

tu syur” maknanya akan bergeser menjadi membangkitkan selera.

9. Bahasa M elayu juga memiliki pemahaman tersendiri dari sudut penanda beda

jenis kelamin (gender marker) dalam istilah kekerabatan. Bagi masyarakat

M elayu kata kekerabatan ditentukan kedalam beberapa spesifikasi yaitu :

a. Penanda berdasarkan urutan kelahiran (birth order) seperti (u) lung, (te) ngah,

tok ucu (bungsu) sehingga terdapat pembentukan seperti Bah lung, Wak uteh,

tok ucu dan sebagainya.

b. Penanda berdasarkan nama singkatan seseorang contoh : Ban am (aban amin),

Wak ucup (wak yusuf), Tok Zen (atok zainal).

c. Penanda berdasarkan bentuk fisik atau warna kulit contoh : Tok tam (atok

hitam), Wak endek (wak pendek) dan sebagainya.

d. Penanda berdasarkan nama tempat, baik tempat kelahiran daerah asal, tempat

tinggal sebenarnya dan sebagainya, contoh : Wak simpang (wak dari simpang

tiga).

61
10. Bahasa M elayu memiliki untaian kata, ungkapan, petatah-petitih baik secara lisan

maupun tulisan yang biasa diungkapkan dalam bentuk pantun untuk

menyampaikan pesan moral dan etika bagi seseorang untuk bermanis budi bahasa,

indah budi pekerti dan memiliki rasa pengendalian diri.

contoh : Jangan suka mematahkan parang


Tangan luka gagangnya rusak
Jangan suka menyusahkan orang
Tuhan murka orang pun muak

Dari latar belakang bahasa M elayu di atas, maka dapat dilihat ekspresi bahasa

tersebut di dalam sistem sosial yang menggambarkan psikologis orang M elayu yang

terkait dengan cakupan emosi, estetika, alasan moral, logika dan rasionalisme yang

salin terjalin erat (Lukman,2002:111)

2. 6 Adat-Istiadat Masyarakat Melayu

Setiap suku bangsa (etnis) pasti mempunyai peraturan adat yang berbeda

dengan suku bangsa yang lainnya. sesuai dengan pegangan dan pandangan hidup

mereka masing-masing. Adat-istiadat ini selalu berkaitan erat dengan sistem dan tata

nilai dari budaya mereka masing-masing yang dijadikan panduan dalam bertingkah

laku dan berprilaku sosial terhadap masyarakatnya.

M asyarakat M elayu seperti halnya kelompok masyarakat yang lainnya,

memiliki adat-istiadat yang berhubungan dengan alam kehidupan mereka yang

dikenal dengan istilah Rites the passage (Ritus peralihan). Rites de passage adalah

ritus peralihan atau upacara adat-istiadat dalam mengahadapi perubahan kehidupan

62
dari mulai lahir sampai dengan kehidupan dunia. Setiap peralihan tersebut selalu

disertai dengan upacara khusus, misalnya usia balita memasuki usia remaja selalu

disertai dengan upacara-upacara untuk memberikan bekal bagi si anak dalam

mengahadapi usia remaja, dan lain-lain.

Adapun beberapa upacara peralihan dalam kehidupan masyarakat M elayu

adalah sebagai berikut :

1. Adat Melenggang Perut atau Mandi Tian. Upacara ini dilakukan ketika si ibu

mengandung 7 (tujuh) bulan. Upacara ini dilakukan untuk

membuang “kesialan” sekaligus untuk membetulkan kedudukan bayi dalam

perut si ibu sehingga memudahkan proses kelahiran.

2. Adat Semasa Hamil. Ketika usia kandungan sudah berusia 9 (sembilan) bulan,

dianjurkan agar si ibu memasukkan beras, kelapa 1 (satu) buah, benang merah,

tepak sirih dan secawan air kedalam bakul. Kelapa dibenamkan separuh ke

dalam beras yang ada di bakul dan kelapa tersebut dililitkan benang merah serta

dipasang lilin di atas kelapa tersebut. Kemudian ketika si bayi lahir, urinya

dimasukkan kedalam tempurung kelapa dan dicampurkan sedikit garam lalu di

tanam di depan rumah.

3. Adat Bercukur. Setelah bayi berumur 44 hari, maka diadakan acara cukur

rambut sebanyak lima atau tujuh helai rambut guna menghilangkan “kesialan”

yang mungkin ada dalam diri si bayi, lalu dimandikan dengan air bunga di

campur dengan limau purut. Setelah itu, bayi “ditepungtawari” guna mengusir

hantu dan setan, kemudian barulah rambut si bayi di cukur.

63
4. Adat Menjejak Tanah. Ketika bayi berumur tujuh bulan, diadakan upacar a

menjejak (memijak tanah) yang tujuannya agar si bayi terhindar dari gangguan

hantu dan setan. Dalam upacara ini kaki si bayi “dicecahkan” atau dipijakkan

kedalam piring-piring kecil yang berisi padi, beras kunyit, tanah, dan lain-lain.

Setelah itu barulah kaki si bayi dijejakkan diatas tanah yang berada di depan

rumah.

5. Adat Berendoi atau Mengayun anak. Upacara ini biasa dilakukan ketika si bayi

berumur satu tahun. Dalam upacara ini si bayi dinyanyi-nyanyikan lagu- lagu

nasyid yang bertemakan ketuhanan dan pembelajaran hidup yang tujuannya

agar si anak menjadi anak yang pandai dan berguna bagi orang tuanya.

6. Adat Bertindik. Jika si bayi adalah wanita, maka akan diadatkan adat bertindik.

Dalam hal ini, tidak ada batasan umur pada umur ke berapa si anak akan d i

tindik.

7. Adat Khitanan. Jika si bayi berjenis kelamin laki-laki, maka diadakan upacara

adat khitanan atau sunat rasul. Dalam hal ini juga tidak ada batasan umur bagi si

anak kapan akan di khitan.

8. Upacara Perkawinan dan Kematian. Apabila seorang anak sudah dewasa atau

akil baligh, maka si anak wajib untuk menikah atau kawin. Upacara perkawinan

M elayu sangat banyak prosesnya, mulai dari “merisik” sampai dengan naik

pelaminan dan mandi berdimbar. Begitu pula apabila seseorang itu meninggal

dunia, maka seluruh sanak famili, anak dan cucu, akan mengadakan upacara

untuk yang meninggal dunia seperti mengadakan kenduri, meniga (tiga) hari,

menujuh (tujuh) hari, empat puluh hari, seratus hari dan seribu hari.

64
2. 7 Kesenian Musik Melayu

M usik mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi setiap manusia. Tiada

seseorang yang dapat menghindarkan dirinya terhadap pengaruh musik. Begitu juga

dengan masyarakat M elayu. M usik merupakan pancaran kehidupan bagi masyarakat

M elayu sendiri. M usik tidak hanya sekedar kreasi artistik, tidak juga sekedar untuk

hiburan atau bersantai, tetapi musik itu juga bersatu dengan berbagai aspek

kehidupan, bersatu di dalam sistem kepercayaan, struktur sosial, bahkan di dalam

aktivitas perekonomian suku bangsa itu. Seperti halnya dengan bahasa, maka musik

juga adalah alat komunikasi sosial dan sebagai media, ia memainkan peranan penting

di dalam interaksi sosial antara berbagai individu di dalam masyarakat pendukungnya

itu (Lukman Sinar Basyarsyah II, 2002:284).

M asyarakat M elayu sejak zaman dahulu telah mencipta musik bagi kalangan

mereka. Bahkan musik tradisi M elayu telah memainkan peranan yang sangat penting

dalam kehidupan sosial budaya mereka. M usik M elayu tradisional menggambarkan

corak budaya masyarakat budaya M elayu dan merupakan hasil kreativitas dari

gejolak jiwa mereka terhadap alam sekeliling.

Seni musik masyarakat M elayu dapat dibagi atas dua yaitu :

1. M usik tradisi warisan istana

2. M usik tradisi rakyat

65
2. 6. 1. Musik Tradisi Warisan Istana

Dalam masyarakat M elayu tradisional terdapat dua kelompok masyarakat.

Pertama mereka yang memiliki tradisi kebudayaan yang tinggi yang disebut sebagai

tradisi yang tinggi (great tradition), yang kedua adalah masyarakat tradisi rendah

(little tradition). Dalam masyarakat tradisi tinggi, taraf kehidupan anggotanya lebih

tinggi. M ereka merupakan golongan yang menguasai bidang politik dan hidup dalam

kemewahan.

Kelompok bangsawan ini sangat menyukai musik dan memiliki banyak

kelompok musik. Bahkan dalam kegiatan kesehariannya telah diadakan latihan secara

teratur dan dianjurkan untuk terus mengembangkan kesenian tradisi musik guna

menghibur keluarga bangsawan. Salah satu kesenian musik tradisi yang sangat

terkenal dan dihormati oleh kaum bangsawan ini adalah musik penobatan raja, yang

dikenal dengan istilah Musik Nobat Raja. Alat musik yang digunakan adalah nafiri

dan serunai. Peranan musik ini adalah untuk mengesahkan kedudukan sosial

golongan bangsawan. M usik nobat dipercayai memiliki kekuatan supranatural (super

natural power) dan apabila mendengar suara musik ini, maka seluruh rakyat

diwajibkan untuk berhenti sejenak dari seluruh kegiatannya.

2. 6. 2. Musik Tradisi Rakyat

M usik tardisi rakyat adalah segala jenis musik yang berkembang pada

masyarakat kelas bawah. Pada golongan ini rebana merupakan alat musik yang paling

akrab dalam kehidupan sehari-hari mereka. Alat musik ini berasal dari kebudayaan

66
Islam dan merupakan hadist Nabi M uhammad untuk menggunakan alat musik ini

dalam bermusik.

M usik tradisi M asyarakat M elayu biasanya menggunakan alat-alat musik

yang belum mendapat pengaruh barat (seperti bass. Biola, gitar, piano, akordion, dan

lain-lain), tetapi musik yang masih memakai alat-alat musik yang biasa ditemukan di

kepulauan nusantara seperti gong, rebana, serunai,gendang, suling, dan lain-lain.

M usik tradisi M elayu tidak diwariskan dalam bentuk notasi seperti pada

musik Barat. Tetapi diwariskan secara informal, jadi tergabung di dalam oral

tradition (tradisi lisan) di dalam kebudayannya. Anggota-anggota yang muda-mudi

didalam suatu ensambel musik tradisional M elayu dengan tekun mendengarkan

kemudian meniru/mempraktekkan permainan alat musik tradisional tadi di bawah

bimbingan yang anggota-anggota yang tua-tua. Pimpinan suatu ensambel atau juga

“conductor”-nya sering memainkan salah satu alat musik yang penting untuk

menentukan tempo. Anggota-anggota ensambel yang lain kemudian mendengarkan

kepada memperhatikan ke arah conductor tadi. Contoh-contoh dari suatu alat-alat

musik yang penting yang dimainkan oleh pemimpin-pemimpin ensambel adalah

gendang ataupun rebab. Jika ada dua conductor, yang satu biasanya pimpinan untuk

tempo atau dynamic leader dan yang lainnya sebagai melodic leader.

Begitu juga seorang dukun atau pawang (shaman) melakukan tugasnya

menyanyikan mantera-mantera dengan iringan alat musik tetabuhan sehingga ia

berada dalam keadaan seluk atau “kemasukan” (in trance).

Disamping itu di dalam masyarakat M elayu dapat kita lihat adanya

penghoramatan di dalam suatu pesta terhadap rombongan kesenian yang bersifat

67
semireligius. Ketika suatu kelompok menyanyikan lagu dan syair yang memuji Allah

SWT atau nabi M uhammad SAW, maka kelompok musik lain akan berhenti sejen ak.

Jadi, di dalam kesenian musik tradisi M elayu ada musik yang bersifat sosial dan ada

pula musik yang berkonotasi dengan keagamaan.

Dalam bidang hiburan, Lukman (1990:3) mengelompokkan musik M elayu

kedalam musik modern, yaitu musik yang mempergunakan alat musik Barat (seperti

biola, bas, gitar, piano, akordion dan lain-lain), meskipun lagunya “M elayu Asli” dan

begitu juga tari yang mengiringinya. Permainan dengan memakai alat-alat tradisional

M elayu bisa dimainkan berdampingan dengan alat musik yang berasal dari Barat.

M isalnya: alat musik gong dan gendang dimainkan berdampingan dengan alat musik

biola yang mengantikan musik rebab, dan menggunakan akordion ketika mengiringi

tari-tarian.

2.8 Ahmad S etia dalam Konteks Budaya Melayu

Ahmad Setia adalah seorang seniman M elayu, khususnya ahli di dalam

memainkan alat musik akordion. Selain itu ia juga dapat bermain gendang M elayu,

gong, menari, menyanyi, berpantun dan juga membuat alat musik gendang. Ahmad

Setia bukan hanya milik masyarakat M elayu M edan, tetapi ia juga milik masyarakat

M elayu Sumatera Utara, dan lebih jauh lagi Dunia M elayu.

Secara budaya Ahmad Setia dilahirkan dari wilayah budaya M elayu Serdang,

hidup sejak kecil di sana, dan kemudian setelah dewasa bermusik di M edan pada

tahun 1959, dan melakukan pertunjukan sampai ke daerah Riau tahun 1962.

Kemudian pindah ke Jambi dan mendapakan jodohnya di sana. Ia tetap setia

68
berkesenian di samping bekerja sebagai juru ketik di kantor Gubernur Jambi, sebagai

petani, kuli bangunan dan juga kuli kernet angkutan. Semua kawasan tempat ia

berkesenian adalah kawasan M elayu. Kemudian ia kembali ke M edan tahun 1972,

dan di sini ia juga aktif sebagai seniman M elayu, khususnya sebagai pemain

akordion.

Yang menarik secara etnisitas kedua orang tuanya adalah beretnik Banjar

(Kalimantan), namun menurutnya ia lebih kental sebagai orang M elayu. Selain itu

budaya M elayu pun menerima secara terbuka etnik lain untuk menjadi orang M elayu,

dan ini dialaminya tana pernah ada masalah. Bahkan ia dianggap sebagai ikon

pemain akordion terbaik di kawasan Sumatera Utara dan Dunia M elayu. Ia juga

menerapkan kebudayaan M elayu dalam berbagai kehidupan sehari-harinya. Ahmad

Setia juga dianggap sebagi seniman M elayu yang telah melanglangbuana ke seantero

kawasan Dunia M elayu lainnya seperti: M alaysia, Thailand Selatan, Brunai

Darussalam, Singapura, dan lainnya. Dengan demikian dalam konteks Dunia M elayu

dan Sumatera Utara ia menjadi bahagian yang terpenting dalam kesenian M elayu.

Latar belakang etnografis dan kehidupannya seperti tersebut di atas diresapinya dan

dijalaninya dengan tabah, tekun dan jeli.

69
BAB III

BIOGRAFI

3.1 Latar Belakang Keluarga

Ahmad Setia lahir di Perbaungan, 12 Desember 1939. Ia merupakan anak

pertama dari pasangan Hasan Luji dan Kama binti Janang. Ayahnya berasal dari

suku M elayu Kalimantan (Banjar). Sewaktu ia kecil, ketika berumur 8 bulan, ayah

dan ibunya bercerai dan ia di pelihara oleh kakak dari ayahnya, sedangkan ibunya

pergi meninggalkannya merantau ke Jambi. Pada saat itu pekerjaan ayahnya adalah

seorang pemain biola yang sering dipakai sebagai pemusik di Istana Serdang di

Perbaungan, sedangkan ibunya adalah seorang penari.

Ayah Ahmad setia pernah 3 kali menikah. Istri yang pertama, penulis tidak

mendapatkan informasi mengenai namanya karena Ahmad sendiri sudah lupa. Dari

istri pertamanya tersebut, ayahnya memiliki seorang anak yang bernama Hasan

Sentosa. Istri yang kedua adalah ibu dari Ahmad Setia sendiri yang bernama Kama

binti Janang yang juga menghadirkan seorang anak lelaki yang bernama Ahmad

Setia. Kemudian istri yang ketiga yaitu M aisyarah dan memiliki sepuluh orang anak

yaitu 1. Ismail, 2. Aspan, 3. Armain, 4. Syara’iah, 5. Umar bhakti, 6. Usman Raba’i,

7. Syafarul Umri, 8. M a’nawiah, 9. Udin, 10. M esriawati.

Ibu Ahmad Setia juga pernah 3 kali menikah. Suami yang pertama bernama

Datuk Anggah yang berasal dari Tanjung Balai Asahan yang dikaruniai dua orang

anak yaitu 1. Datuk M uda Yuhanan (almarhum), dan 2. Asnah (almarhum). Suami

70
kedua adalah ayah Ahmad Setia sendiri yaitu Hasan Luji. Dan suami ketiga adalah

Husin yang dikaruniai seorang anak yang bernama Zainal Abidin. Olah karena itu,

jumlah keseluruhan saudara dari Ahmad Setia adalah 16 orang.

Tahun 1962, Ahmad Setia memulai perjalanan bermusiknya bersama grup

Joged Modern dan melakukan pertunjukan keliling ke daerah Riau. Saat itu ia

menyempatkan waktunya untuk mencari ibunya ke daerah Jambi. Dan akhirnya ia

bertemu dengan ibunya di desa Dendang, Jambi. Sekitar tahun 1966, saat ia hendak

kembali ke M edan, ibunya berniat untuk menjodohkannya dengan seorang wanita

untuk dijadikan istri. Hal itu merupakan taktik dari ibunya agar tidak berpisah lagi

dengan Ahmad Setia. Hingga tawaran tersebut diterima oleh Ahmad Setia. Ia

dinikahkan dengan seorang perempuan yang bernama Nursiah binti hasan yang pada

saat itu masih berusia 14 tahun. M enurut orang disana, seorang perempuan harus

cepat menikah, karena adanya pendapat masyarakat yang mengatakan jika seorang

wanita lama menikah, berarti tidak laku. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh

Bapak Ahmad Setia seperti di bawah ini :

”Waktu itu kan bapak berumur 26 tahun, udah melang-lang buana


itu kan?! Lalu ibu bapak pekat-pekat sama saudara bapak, mengatakan ”ini
bahaya ini kalau sempat dia balik ke sana, baik kita ikat kakinya, ya kita
carikan istrinya. Jadi usia 26 tahun itu bapak di kawinkan lah sama orang
sana”.
”Istri bapak namanya Nursiah, waktu itu di sana di daerah Dendang
itu, tidak ada gadis yang berusia 20 tahun menikah, karena mereka itu sangat
fanatik, artinya kalau disana gadis sudah lama tak menikah, berarti tidak laku,
taulah di daerah terpencil gitu kan? Sehingga kalau sudah gadis, macam mana
cara, mereka tu mencarikan suaminya”.
Dari pernikahan tersebut, sekitar tahun 1967, ia dan istrinya dikaruniai

seorang anak yang di beri nama M ardiana Astia. Akan tetapi diusianya yang ketiga

tahun, M ardiana meninggal dunia karena sakit. Kemudian tahun 1970, ia dikaruniai

71
seorang anak yang di beri nama Zainuddin astia. Kemudian pada tahun 1972 ketika

Ahmad Setia dan keluarganya pindah ke M edan, ia dikruniai sepasang bayi kembar

perempuan yang diberi nama Ramayana Astia dan Ramayani Astia. Selanjutnya pada

tahun 1976, ia kembali dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Zaini

Astia, dan yang terakhir pada tahun 1984, ia juga dikaruniai seorang anak laki-laki

yang diberi nama Zailani Astia. Ternyata, dibalik pemberian nama dari anaknya

tersebut, Ahmad Setia memiliki cara yang unik. Disemua nama anak lelakinya ia

memberikan awalan dengan huruf yang sama yaitu “Z”. maksud dari pemberian

nama tersebut adalah karena nama Ahmad Setia dimulai dengan huruf “A”, maka ia

ingin menutupnya dengan huruf “Z” yaitu ejaan terakhir dari huruf-huruf alfabet.

Sedangkan pemberian nama “Astia” dibelakang nama anaknya adalah sebagai

identitas yang diambil dari singkatan namanya. Saat ini Ahmad Setia memiliki 4

(empat) orang cucu yaitu 1. Rizki (6 tahun), 2. Rizka (5 tahun), 3. Pratama Wan

Abdullah (1 tahun), dan 4. Putri Adilla (balita). Rizki dan Riska adalah anak dari

Zainuddin Astia. Pratama Wan Abdullah anak dari Ramayani Astia. Putri Adilla

adalah anak dari Zaini Astia. Dari kelima anaknya tersebut, hanya satu yang belum

menikah yaitu Zailani Astia (23 tahun). Ketika Ahmad Setia M asih M uda, ia sangat

terkena, sehingga tidak jarang banyak wanita yang menyukainya, meskipun demikian

tidak membuat Ahmad Setia menjadi seorang pemuda yang suka menjalin hubungan

dengan semua wanita yang menyukainya. Ahmad Setia pernah punya pacar yang

bernama Halimatussadiah, dan ada juga yang pernah suka pada Ahmad Setia yaitu

Wati.

72
Di mata anak-anaknya, Ahmad Setia merupakan sosok yang sangat

bertanggung jawab, untuk menghidupi keluarganya, ia rela melakukan pekerjaan apa

saja, meski harus menarik becak maupun menjadi buruh bangunan jika tidak ada

pesanan untuk bermusik.

Almarhum istri dari Ahmad Setia juga sangat mendukung sepenuhnya

pekerjaannya dalam bermusik. Bahkan istrinya rela untuk menjual perhiasannya yang

berupa kalung emas untuk membeli akordion Ahmad Setia yang pertama yaitu

akordion merk Satimiosofrani 48 bass.

Dalam kehidupan rumah tangganya, Ahmad Setia juga pernah menerima

ocehan dan gosip-gosip yang mengatakan bahwa ia beristri dua. Ada juga yang

menyampaikan bahwa Ahmad Setia mempunyai hubungan khusus dengan seorang

wanita yang selalu datang mengendarai mobil mewah. M enurut anaknya Rahmayani

Astia (33 tahun) mengatakan, dulu pernah ada seorang wanita datang akan tetapi

tidak sampai kerumah mereka dan mengaku sebagai istri dari Ahmad Setia sambil

membawa seorang anak kecil yang juga diakuinya bahwa anak tersebut adalah anak

dari Ahmad Setia, wanita itu berasal dari Belawan yang mana pada saat itu Ahmad

Setia pernah bekerja sebagai pemusik pada sebuah cafe. Akan tetapi kedatangan

wanita itu dihalangi oleh teman terdekat Ahmad Setia yang bernama Buyung

sehingga tidak sampai kerumahnya. M eskipun berita tersebut diketahui oleh istri

Ahmad Setia, hal tersebut tidak membuat istrinya terpengaruh bahkan tidak

menghiraukannya sama sekali. M enurut Ahmad Setia, istrinya tersebut sangat sabar

menghadapi dirinya, dan istrinya selalu memegang prinsip yang selalu disampaikan

73
kepada semua teman-teman Ahmad Setia yaitu : ”kalau di luar rumah, suami saya

milik siapa saja, tetapi kalau di rumah ini, dia tetap milik saya”.

Akan tetapi, pada usia pernikahannya yang ke- 41, Ahmad Setia harus

kehilangan istri yang disayanginya yaitu Nursiah binti Hasan. Istrinya meninggal

pada tanggal 22 maret 2007 yang lalu. Itu merupakan cobaan yang sangat berat bagi

Ahmad setia, dan sampai saat ini belum ada terlintas dibenaknya untuk menikah lagi,

karena ia takut, jika ia menikah lagi, tidak akan ada lagi wanita yang sabar

menghadapi dirinya seperti Almarhum Istrinya.

3.2 Latar Belakang Pendidikan

Sekitar tahun 1949, untuk tingkat sekolah dasar ia sempat bersekolah

di sekolah rakyat Perbaungan. Saat itu ia sedang berusia 10 tahun. Akan tetapi ia

tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena harus pindah ke M edan. Pada saat itu

terjadi masa pergolakan setelah Indonesia merdeka dan Belanda ingin merebut

Indonesia kembali, sehingga sekolah-sekolah di perbaungan menjadi kucar-kacir. Di

M edan ia kembali melanjutkan sekolah dasarnya. Akan tetapi penulis tidak

mendapatkan informasi apa nama dari sekolahnya tersebut karena Ahmad Setia

sendiri sudah lupa dan sekarang ini sekolah tersebut sudah tidak ada lagi. Untuk

tingkat SM P, ia melanjutkan sekolahnya di sekolah SM P Ksatria M edan. Akan tetapi,

ia tidak menyelesaikan sekolahnya sampai tamat. Ia juga pernah mengikuti kursus

bahasa Inggris program TAPDA (book houding) dan kursus mengetik. Sedangkan

untuk pendidikan SM A tidak ada.

74
3.3 Latar Belakang Pekerjaan.

Sampai saat ini pekerjaan tetap dari seorang Ahmad Setia adalah

seorang seniman. Ia bergerak di bidang seni musik yaitu sebagai pemain akordion dan

dan seni pahat yaitu sebagai pembuat gendang. Orang- orang disekelilingnya biasa

memanggilnya dengan sebutan pak Ahmad kidal, karena setiap kali bermain

akordion, ia menekan tuts akordion dengan jari tangannya yang sebelah kiri.

Tahun 1961, merupakan awal perjalanannya menjadi pemain gendang pada

bersama grup Hitam M anis pimpinan Datuk M uhammad Nur dan melakukan

perjalanannya pertama kali ke luar kota M edan yaitu ke daerah Sigambal, Rantau

prapat.

Pada tahun 1962, bergabung bersama grup Joget M odern yang dulu

berada di jalan di jalan bintang (sekarang sudah tidak ada lagi) ikut pada pertunjukan

keliling joget modern yang dimulai dari Padang Sidempuan, kearah Sumatera Barat

yaitu yaitu Kecamatan Rao, Tapus, Panti, Pekan baru, Dumai, Pulau Rupad Rengat,

Kecamatan Basrah, Teluk Kuantan, Hilir, Kecamatan Sungai Salak, Kecamatan

Enok, Sampai ke Tembilahan, dan Indera Giri seperti yang dikatakan Ahmad setia

sebagai berikut :

“Kemudian saya juga bergabung bersama Joget M oderen yang dulu


beralamat di jalan bintang, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Jadi joget
moderen itu istilahnya, melanglang-buana ke daerah Riau, jadi tahun ’62
bapak ikutilah rombongan joget moderen ini tadi ke Padang sidempuan, dari
Padang Sidempuan ke Rao, yaitu daerah Padang Sidempuan ke arah Sumatera
barat, ya mungkin kecamatan itu. Kemudian ke Panti, perbatasan Sumatera
barat, terus ke Pekan Baru, tapi tidak maen, kami hanya singgah bermalam,
terus kami singgah ke Dumai, di dumai kami maen kurang lebih sepuluh
malam. Namanya joget moderen kan pindah-pindah, jogetnya saja sampai

75
tujuh orang. Jadi sehabis kami izin, dari Buterpra Dumai, kami nyeberang ke
Pulau Rupad di Batu Panjang dengan perjalanan kurang lebih satu jam naik
boat. Di Pulau Rupad karena disana masyarakatnya sedikit sekali, sehingga
kami hanya dua malam di situ. Kami terus menuju Teluk Kuantan. Di Teluk
Kuntan itu ada pasar M alam sampai 40 malam lamanya dengan banyak atraksi
lain selain joget. Kami tampil setiap malam. Habis 40 malam kami pindah ke
Kecamatan Basrah, kami tampil lagi 40 malam, baru kami balik lagi ke Teluk
kuantan. Satu malam kami di sana, terus lanjut kami ke Rengat, naik kapal
motor ke arah hilirnya itu ada namanya kecamatan Sungai Salak, sampai
seminggu, habis itu kami balik lagi ke hilir sampai ke Tembilahan. Sampai di
Tembilahan kami bermain lagi sampai sepuluh malam. Sehabisnya di
tembilahan, kami balik lagi ke Rengat, di Rengat itu ada pasar malam lagi.
Pada waktu itu di Riau, pasar malam itu bersambung-sinambung, pindah
pindah tempat. Di Rengat sampai satu bulan lebih. Kebetulan pada waktu itu
akan kedatangan presiden Soekarno. Bagaimana lah ya, pada waktu itu antara
kepolisian dan angkatan darat ada kontras, mereka masing-masing
mengangkat senjata, akhirnya tidak jadi main, presidennyapun tak jadi
datang”.

Selesai melakukan pertunjukan, teman-teman pemusiknya kembali ke M edan.

Sedangkan Ahmad Setia pergi ke Jambi untuk mencari ibunya. Disana ia ditawari

kerja sebagai Juru Ketik di kantor Gubernur Jambi urusan Otonomi Daerah kota

Telanai Pura, Jambi yang dipimpin oleh Bapak M . Ahmad Syah yang berasal dari

Kuala Namo, Sumatera Utara. Pada saat itu gaji yang diterimanya adalah Rp. 800 per

bulan, gaji yang diterimanya benar-benar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sehingga pakaian-pakaian yang biasa dipakai untuk pertunjukanpun habis

dijual. Karena merasa tidak puas dengan gaji yang didapatkan, ia mencoba untuk

bercocok tanam di desa Dendang tempat orang tuanya tinggal yaitu menanam padi.

Ternyata hasilnya tetap tidak memuaskan karena hasil yang di dapat tidak lebih dari

sekarung beras. Lalu ia memutuskan untuk bekerja di kota Jambi yaitu sebagai kuli

atau buruh toko grosir, menjadi kernet angkutan , dan juga kuli bangunan.

76
Sekitar tahun 1972, ia kembali ke M edan. Akan tetapi teman bermusiknya

sudah tidak peduli lagi dengannya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia kembali

bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan ia sempat menjadi pemborong bangunan

rumah, merehap rumah, dan membuat model rumah. Dari hasil pekerjaannya tersebut

ia mampu membangun rumahnya sendiri yang sampai saat ini masih dihuninya.

Ahmad Setia juga pernah bekerja sebagai penarik becak selama enam bulan ketika

tidak mendapatkan proyek bangunan. Berikut pernyataan dari Ahmad setia saat

penulis melakukan wawancara :

”Ketika tahun 1972, bapak kembalilah ke M edan, tetapi kawan-


kawan bermusik bapak sudah tak acuh lagi, bapakpun kembali lagilah
seperti orang baru di M edan ini kan?. Untuk mengisi kekosongan, bapak
mulai lagi bekerja bertukang sebagai kuli bangunan, bapak dulu bisa
merehap rumah, membuat model rumah, bisa dibilang ahli lah membuat
model rumah. lalu, mulai bapak membeli perkakas seperti gergaji, pahat,
martil dan sebagainya sampai lengkap. Tapi, kalau tak ada proyek
bangunan, bapak cari pekerjaan lain, bahkan bapak pernah narek becak
selama enam bulan”.

Tahun 1975, ia bertemu lagi dengan para pemusik lama yang kemudian

mengajaknya bergabung dengan HSBM Dara M elati (Himpunan seni Budaya M elayu

Dara M elati), pimpinan tengku Razali Hafaz. Disinilah kehidupan bermusiknya

dimulai kembali. Ahmad Setia kembali menjadi pemain akordion yang kemudian

membawanya untuk tampil di Lhokseumaweh, Aceh. Akan tetapi jika tidak ada

tawaran bermain akordion, ia kembali bekerja sebagai kuli bangunan.

Ahmad Setia juga memiliki latar belakang pekerjaan lain yang pernah

ditekuninya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tahun 1991 ia menjadi pengajar

dan juga guru Les di sekolah SM KI ( Sekolah M enengah Kesenian Indonesia) di

77
Tanjung M orawa. Di sekolah tersebut, ia mempunyai dua orang musik yang sudah

berhasil mampu bermain akordion dengan baik yaitu Erwansyah yang sekarang

bekerja di kantor Pemerintah Kota M edan, dan juga Kudri yang sekarang bekerja di

Dinas Pariwisata Riau. Ahmad Setia menjelaskan pengalamannya sebagai berikut :

“selama mengajar di SM KI itu, ada dua orang murid saya yang


sudah berhasil memainkan akordion, namanya Erwansyah dan Kudri,
Erwansyah ini sekarang bekerja di Kantor Pemerintah Kota (Pemko)
M edan, sedangkan Kudri bekerja di dinas Pariwisata Riau. Erwansyah
inipun sudah melanglang buana juga, dia sudah sampai ke Jerman dan
Beijing. Banggalah saya melihat mereka berhasil. Karena sebenarnya
banyak murid yang saya ajarkan, Cuma mereka berdua saja yang berhasil
main akordion. Bahkan anak sendiri saja tidak mau belajar meski sudah
saya dorong-dorong. Tapi yah namanya tidak ada bakat, nggak bisa juga
dipaksa”.

Sekarang ini, tawaran yang datang untuk meminta Ahmad setia tampil

semakin banyak seperti acara-acara perayaan, pesta perkawinan, penyambutan orang-

orang penting, festival tari serampang duabelas, penyambutan turis, upacara hari

besar adat M elayu, peresmian perusahaan dan lain sebagainya. Ahmad Setia masih

tetap diminta dan sangat dibutuhkan untuk tampil bermain akordion meski usianya

sudah tua.

3.4 Latar Belakang Kepemusikannya

Ahmad Setia memulai karirnya sebagai pemusik dimulai sejak tahun 1959.

sebenarnya Ahmad Setia tidak pernah belajar khusus mengenai materi musik. Jiwa

kepemusikannya sudah timbul sejak ia masih kecil. Ketika masih tinggal di

perbaungan, ia sering menonton pertunjukan ronggeng, yang mana pada jaman

dahulu pertunjukan ronggeng biasanya ditampilkan di gudang pabrik kilang padi

78
selama semalam suntuk. M elihat tingkah mereka menyanyi, menari, mengebeng

membuat ia tertarik dan menimbulkan keinginan dalam dirinya untuk mengikuti jejak

para peronggeng. Selain itu, ayahnya juga dulu seorang pemain biola, dan ibunya

adalah seorang penari, dan mungkin saja hal tersebut disebabkan oleh faktor

keturunan sehingga menimbulkan jiwa kepemusikan dan hasratnya untuk belajar

musik.

Demikian juga dengan awal perjalanannya sebagai pemain akordion. Ia

belajar akordion dari seorang temannya yang juga pemain akordion handal pada saat

itu yaitu Almarhum Datuk M uhammad Nur. Selama bergabung dengan beliau Ahmad

Setia sering diajak mendampingi beliau setiap kali mengisi acara-acara adat M elayu

bersama grup Orkes Hitam M anis yang juga merupakan grup pertama Ahmad Setia

bergabung dan tampil di RRI Nusantara III M edan yang sekarang ini telah menjadi

RRI Nusantara I M edan. Lagu yang pertama kali dipelajari Ahmad Setia ketika

belajar akordion adalah lagu Demam Puyun. Penampilan perdananya adalah ketika ia

menonton pertunjukan ronggeng M elayu pada sebuah pasar malam di Lapangan

M erdeka M edan. Ia diminta oleh seorang pemain Gendang yang sedang tampil pada

saat itu yang bernama Karim yang juga seorang pelawak untuk naik ke atas pentas.

Sebenarnya pada saat itu ia berniat untuk menonton pertunjukannya saja akan tetapi

si pemusik tadi tetap memaksa, hingga akhirnya tawaran itu diterima oleh Ahmad

Setia. Dan ternyata sampai acara selesai ia tetap diminta sebagai pemain pengganti.

Lagu pertama yang dibawakannya pada saat itu adalah lagu Cek Minah Sayang. Hal

ini sesuai dengan yang dijelaskan Ahmad Setia seperti di bawah ini :

79
“antara tahun 1959 sampai 1960an, ada pasar malam di Lapangan
M erdeka M edan. M ula-mula saya itu asyik menonton ronggeng, oleh
penabuh gendangnya kenal sama saya, dan tau bahwa saya bisa main
akordion, dan bisa main gendang, jadi saya dusuruh naik, “mad naek mad,
naek kau ke panggung” katanya, lalu saya bilang, “ah, tak usahlah, aku
mau nengok saja”, “enggak, kau macam manapun, kau mesti naek”
katanya. Dengan gagahnyalah, jadi saya naik, ” ni akordion, kau
maenkan!” katanya, yah saya maenkanlah, tau-tau sampai acara selesai,
saya tetap yang main akordionnya. Lagu yang pertama sekali saya bawa
itu judulnya cek minah sayang”.

Lagu yang paling sering dibawakan oleh Ahmad Setia adalah lagu dari tarian

sembilan wajib yang biasa digunakan untuk mengiringi tari seperti : kuala deli,

makan sirih, mak inang pulau kampai, hitam manis, tanjung katung, cek minah

sayang, pulau sari, serampang duabelas, dan zapin yaitu zapin kasih dan budi.

(Gambar 1 : 16 April 1961, Perjalanan pertama bersama grup Joget Moderen


ke Sigambal,Rantau Prapat)

80
Sekitar tahun 1976 Ahmad Setia mulai membeli akordion dari seorang

temannya. Akordion yang pertama kali dipakainya adalah akordion bermerek

Satimiosofrani 48 bass buatan Italia, akan tetapi sekarang sudah dijual, dan yang

sekarang tersisa di rumahnya adalah merek Hohner 72 bass buatan Jerman dan merek

Parrot 32 bass buatan Cina.

(Gambar 2 : Akordion milik Ahmad Setia)

Biasanya, Ahmad Setia memainkan akordion untuk mengiringi orkes Melayu,

ronggeng Melayu dan joged modern. Ketika penulis melakukan wawancara Ahmad

Setia sempat menjelaskan klasifikasi dari ketiga bentuk kesenian tersebut. Orkes

merupakan suatu bentuk kesenian yang didalamnya terdiri dari pemain musik dan

penyanyi tanpa ada penari. Ronggeng adalah merupakan satu bentuk kesenian

didalamnya terdiri dari pemusik yang menyajikan musik dan tarian tanpa ada

penyanyi. Sedangkan Joget M odern adalah suatu bentuk kesenian yang menyajikan

81
musik dengan bantuan alat musik modern seperti saxsofon, drum, gendang, mambo

dan penari akan tetapi tidak ada penyanyi, atau dengan kata lain disebut juga menari

dengan gaya ala barat.

Tahun 1977, Ahmad setia bersama Grup HSBM (Himpunan Seni Budaya

M elayu) Dara M elati, mendapat tawaran untuk tampil di Lhokseumaweh, Aceh

selama dua sampai tiga hari. Setelah kembali ke M edan, mereka terundang lagi ke

Kedah untuk menampilkan tari-tarian M elayu seperti cek minah sayang, mak inang

pulau kampai, dan serampang dua belas. Demikian pernyataan dari Ahmad Setia :

”saya pertama sekali tampil di luar negeri itu pada tahun 1977,
tanggal 12 sampai 27 Februari ke Kedah, tapi tidak langung ke Kedah.
Kami ke Penang dulu, lalu dari penang, kami dibawa pakai kendaraan
kerajaan Kedah untuk mengadakan pesta di sana, di sana itu pestanya
seperti acara-acara di M edan Fair ini. Sepulang dari sana, mulailah
berkembang seni bapak ini. Jadi, kalau ada grup-grup tari yang kecil-kecil
di M edan ini yang mengundang bapak selaku pemain akordion, bapak
bantu, di mana waktu itu bapak seperti joker, kalau ada grup yang perlu,
Bapak bantu itu semua. Termasuk Sri Indera Ratu Istana M aimun
pimpinan almarhumah Tengku sitta Saritsyah dan grup-grup lainnya”.

(Gambar 3 : 23 mei 1976, Marati Bowl, Taman Ria Medan, pada acara Malam
Kemenangan Putri Medan Fair)

82
Kelebihan Ahmad Setia dari pemain akordion lainnya dapat dilihat

darikeunikannya menekan tuts akordion dengan menggunakan tangan kiri atau kidal

dan di kota M edan ia merupakan satu-satunya pemain akordion yang kidal.

Ia juga dikenal sebagai pemain akordion terhandal bahkan ia termasuk

ensiklopedi musik M elayu karena ia bisa membedakan mana musik melayu yang

benar dan mana yang salah misalnya : pada bagian intro lagu dimainkan, ia langsung

dapat menilainya dari bunyi melodi yang didengarkannya.

Keunikan lainnya adalah Ahmad Setia sangat handal mengiringi tari

serampang duabelas, bahkan ia dianggap sebagai pemain akordion “terhebat”.

Permainannya juga sangat mirip dengan Bapak Tengku Ahmad Dahlan Siregar yaitu

tokoh kesenian M elayu sekaligus pemain akordion pertama terkenal dan

Handal di M edan. Di setiap akhir permainannya pada lagu serampang duabelas

selalu ditutup dengan nada-nada minor sehingga memberikan kesan tempo semakin

melambat, padahal temponya tidak diperlambat hal itulah yang membuat Ahmad

Setia menjadi sesuatu yang kuat dan dipilih orang menjadi panutan (sumber; Fadlin,

14 Agustus 2007).

Tahun 1994, ia mendapat perhatian dari walikota M edan yang dipimpin oleh

Bapak Bachtiar Jafar dan mempercayakannya untuk tampil di Ichikawa, Jepang

bersama rombongan Ria Grup pimpinan Drs. Monang Butar-butar. Ketika pulang dari

Jepang, mereka diberikan uang saku tambahan oleh istri Walikota Bachtiar Jafar

sejumlah 25.000 Yen (Rp. 500.000).

83
Tahun 2000, saat bergabung bersama Lia Grup, pimpinan ibu Hajjah Ncek

Dahlia Kasyim Sinar. Ahmad Setia beserta rombongan grupnya mendapat tawaran

untuk menampilkan kesenian M elayu di kedutaan Indonesia di Singapura dalam

rangka perayaan Ulang Tahun Indonesia.

Selain pandai memainkan Akordion, ia juga pandai menyanyikan lagu-lagu

M elayu dengan baik, bahkan ia mampu bernyanyi sambil bermain akordion, bisa

dikatakan tidak ada satu pun lagu M elayu yang tidak disukainya.

(Gambar 4 : Ahmad S etia tampil sebagai penyayi bersama orkes Melayu)

Ahmad Setia juga pandai berpantun. Sekitar Juni 2003, ketika ia melakukan

pertunjukan di Negeri Sembilan, M alaysia. Ahmad Setia pernah menawarkan diri

menantang penyanyi terkenal asal M alaysia yaitu Noor Anizah Idris untuk berbalas

pantun pada lagu Dondang Sayang. Pantun yang menjadi andalannya pada saat itu

adalah sebagai berikut :

84
Kalau tidak karena bulan
Tidak bintang meninggi hari
Kalau tidak karena tuan…dondang sayang
Tidak saya sampai kemari

M endengar pantunnya tersebut, penonton pun bertepuk tangan memuji

Ahmad Setia. Kemudian Ahmad Setia mendapatkan hadiah berupa bingkisan dari

penyanyi tersebut. Selain itu, ada beberapa pantun yang biasa digunakan Ahmad Setia

Setiap mengisi acara adat M elayu

yaitu sebagai berikut :

Kapal baru temberang baru


Baru sekali masuk muara
Adik baru abang pun baru
Baru sekali bertemu muka

Kiri jalan kanan pun jalan


Di tengah-tengah pohon mengkudu
Pesan jangan kirim pun jangan
Sama-sama menanggung rindu

Lima-lima buah delima


Masak sebiji di balik daun
Budi tuan kami terima
Untuk kenangan bertahun-tahun

Pohon keranji di tengah halaman


Kusangka tidak berbuah lagi
Sudah berjanji berjabat tangan
Kusangka tidak berobah lagi

Ahmad Setia juga pandai menari. Sekitar tahun 1961 ia belajar menari dari M .

Saini yaitu seorang pemenang sayembara tari serampang duabelas. Tarian yang

pertama kali dipelajarinya adalah tarian kuala deli. Sebenarnya, hampir semua tarian

M elayu mampu ditarikan oleh Ahmad Setia seperti : silat, kuala deli, mak inang

85
pulau kampai, tanjung katung, hitam manis, mak inang lenggang, sri langkat

(akarnya dari ronggeng) dan serampang duabelas. Yang mana dalam istilah bahasa

M elayu disebut dengan tarian sembilan wajib.

Ada juga tarian yang pernah dipelajarinya tetapi ia sudah lupa yaitu tarian

mak inang pak malau, cek minah sayang dan tarian ampang nagari (tarian berasal

dari M andailing Natal, kecamatan Natal Pantai Barat). Bentuk tariannya seperti tarian

M inang tetapi lebih condong mengarah ke M elayu. Akan tetapi sejak tahun 1960

setelah menjadi pemain akordion, Ahmad Setia tidak pernah menari lagi. perjalanan

terakhir sebagai penari adalah tanggal 17 M ei 1983 yaitu pada acara Festival Film

Indonesia (FFI). Saat itu ia tidak lagi menjadi penari, akan tetapi karena pada saat itu

tidak ada penari, maka Bapak Pembina acara meminta Ahmad Setia untuk tampil

sebagai penari.

(Gambar 5 : 1976, sebagai penari ronggeng di Medan Fair)

86
Berkat kepandaiannya menari khususnya tari serampang duabelas membuat ia

semakin hebat dan menguasai benar musik yang dibawakannya ketika mengiringi

tarian tersebut dengan menggunakan akordion. Jadi apabila terjadi kesalahan pada

penari ia mampu mengimprovisasikan permainan musiknya sehingga kesalahan

tersebut seakan tidak terlihat dan penarinya pun merasa tidak dipermalukan meski

telah membuat kesalahan. Hal itu pulalah yang membuat ia begitu istimewa

dibandingkan pemusik lainnya dan masih sangat dibutuhkan untuk menjadi pemusik

pengiring festival tari serampang duabelas.

Selain pandai bermain akordion, menyanyi dan berpantun, ia juga pandai

memainkan gendang dan membuat gendang. Ia mempelajari gendang bersamaan

dengan ketika belajar akordion yaitu sejak tahun 1959 dan untuk pertama kalinya

Ahmad setia tampil sebagai pemain gendang di luar kota yaitu di Sigambal, Rantau

Prapat tanggal 16 April 1961 bersama rombongan grup Hitam Manis.

(Gambar 6 : 26 Maret 1982, pada acara pembukaan Pekan Raya S umatera


Utara

87
Kemudian pada tahun 1962 ia ikut pertunjukan keliling ke daerah Riau

bersama grup Joget M odern. Sejak tahun 1975, ia tidak pernah lagi menjadi pemain

gendang hanya saja ia masih mau mengajar bermain gendang.

Dan yang terakhir keahlian dari Ahmad Setia adalah membuat gendang.

Dalam membuat gendang Ahmad setia belajar sendiri. Karena sudah terbiasa bekerja

sebagai kuli bangunan, iapun menjadi mudah untuk mendesain gendang M elayu.

Keahliannya ini ditekuninya sejak 1977 sampai sekarang. Dan untuk pertama kalinya

ia berhasil membuat 2 buah gendang yang terbuat dari batang kayu kelapa yang mana

proses pembuatannya masih menggunakan parang dan pahat.

(Gambar 7 : selain bermusik Ahmad Setia juga mampu membuat gendang)

Sekitar tanggal 28 April 1995, ia berkesempatan ikut rombongan Lia Grup

pimpinan Ncek Dahlia Kasyim Sinar ke M elaka M alaysia. Kemudian ia membawa

kedua gendang buatannya tersebut untuk dijual. Gendang tersebut dibeli oleh seorang

88
Profesor Latief Abu Bakar dari UM (University M alaya). Ia menjualnya dengan

harga RM 200 (duaratus ringgit) per gendang.

Bahan yang digunakan untuk membuat gendang adalah batang kayu mahoni

atau batang rambutan, kulit kambing, cat, dempul, dan kain untuk dibuat sebagai tas

tempat menyimpan gendang. Dalam membuat gendang khususnya kayu gendang ia

melakukannya melalui 3 kali proses yaitu yang pertama proses pengeringan, kedua

dempul dan yang ketiga pembuatan ornamen. Pertama sekali kayu yang sudah

dibentuk dijemur selama 20 hari kemudian didempul dan keesokan harinya sudah

bisa diberi ornamen, sedangkan proses pengeringan kulit dilakukan selama satu hari

saja yang kemudian masuk pada tahap proses mengikat kulit gendang dengan rotan.

Bahan kayu yang digunakan untuk membuat gendang dipesan dari Klumpan,

Kelambir Lima, Deli Serdang.

Adapun ciri khas lambang ornamen gendang buatan Ahmad Setia adalah

sebagai berikut :

(Gambar 7 : lambang ornamen gendang buatan Ahmad setia)

89
Setelah gendang sudah jadi, ia menjahit kain baldu yang sudah diukurnya

untuk dijadikan tas tempat gendang. Uniknya, dalam menjahit tas tempat gendang ia

menjahit dengan tangannya sendiri, berkat kemampuannya, Ahmad setia tidak perlu

menggaji pekerja khusus untuk menjahit tas gendang tersebut. Dalam waktu

seminggu ia mampu mengikat enam buah gendang dan siap untuk dipasarkan. Proses

pemasaran dilakukan dari mulut ke mulut. Sekitar tahun 2000 ia mendapat pesanan

sepuluh buah gendang dari UM (University M alaya). Sejak saat itu setiap kali keluar

negeri ia selalu membawa sebanyak-banyaknya empat buah gendang untuk di jual.

Pernah juga ia mendapat pesanan dari Tengku Rinaldi, pembeli dari Kuala Lumpur

setiap dua bulan sekali mas ing-masing sepuluh buah gendang, dan sudah tiga kali

memesan sejak tahun 2004. Kemudian ia pernah juga mendapat pesanan dari

Departemen Pariwisata Pekan Baru Riau sebanyak dua buah. Syah Rizal pembeli asal

Pekan Baru memesan sebanyak sepuluh buah dan sampai saat ini Ahmad Setia masih

aktif membuat gendang karena pesanan semakin banyak. Akan tetapi ia baru mulai

membuat gendang jika ada yang memesan.

Harga untuk satu buah gendang jika di jual di M edan adalah sekitar Rp.

350.000,- sampai dengan Rp 400.000,-. Jika dijual di M alaysia ia menjual dengan

harga sebesar RM 200 (sekitar Rp 500.000,-). Dan terkadang, ketika ia membawa

gendangnya ke luar negeri, ada yang mau membeli gendangnya seharga RM 320 (jika

dirupiahkan sekitar Rp. 800.000).

90
3. 5. Pengalaman Bermusik Ahmad Setia

Perjalanan Ahmad Setia dalam bermusik sebagai pemain akordion dimulai

sejak tahun 1959. Selama bermain musik, Ahmad Setia sering diminta oleh beberapa

sanggar untuk bergabung, baik sebagai pemain tetap maupun hanya sekali bergabung

saja. Adapun sanggar-sanggar tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tahun 1959 bergabung bersama grup Hitam M anis.

b. Tahun 1962 bergabung bersama grup Joged M odern.

c. Tahun 1976 bergabung bersama HSBM (Himpunan Seni Budaya Dara

M elati). Pimpinan Tengku Razali Hafaz kemudian membawanya ke Alor

Setar, Kedah M alaysia

d. Tahun 1982 bergabung bersama grup band Dara Escape pimpinan ibu Rolan

dari Langsa, Aceh.

e. Tahun 1983 bergabung bersama ABB (Ansambel Bukit Barisan ). Ikut

bergabung hanya sekali, yaitu khusus pada acara Festival Film Indonesia

(FFI) M edan.

f. Tahun 1984 bergabung bersama Sri Indera Ratu Istana M aimun, p impinan

Tengku Sitta Saritsyah.

g. Tahun 1990-1991, bergabung bersama Patria tanjung M orawa.

h. Tahun 1995 bergabung bersama Ria A gung Pimpinan Drs. M onang Butar-

Butar. Hanya bergabung sekali, yaitu untuk tampil di Jepang.

i. Tahun 1995 bergabung bersama Sinar Budaya Grup (SBG) pimpinan Tengku

Lukman Sinar.

j. Bergabung bersama Lia Grup pimpinan Ncek Dahlia Kasyim Sinar.

91
k. Bergabung bersama grup yang terletak di kota M aksum.

l. Bergabung bersama Grup terletak di kawasan M edan Baru.

m. Tahun 2004 sampai sekarang bergabung bersama ASM (Anugerah Seni

M edan) pimpinan Drs. Fadhlin. Pada tahun 2005 tampil pada acara Pesta

Gendang Nusantara 8 di M elaka.

n. Saat ini juga bergabung bersama sanggar Sri Deli pimpinan Syahrul Irwan

dan Adek yang beralamat di jalan halat M edan.

Banyak kisah perjalanan musik dari Ahmad Setia yang tidak sempat di

dokumentasikan. Dari hasil wawancara yang dilakukan, penulis mendapatkan

beberapa data yang jelas mengenai perjalanan musik Ahmad Setia hingga sampai

keluar negeri adalah sebagai berikut:

1.16 April 1961 : Perjalanan pertama ke Sigambal Rantau prapat,

sebagai pemain akordion. Bergabung bersama

rombongan Joged M odern Hitam M anis.

2. 23 M ei 1976 : Sebagai pemain akordion pada malam kemenangan

Putri M edan Fair’76. di M arati Bowl, Taman Ria

M edan.

3. 27 Oktober1976 : Sebagai pemain akordion pada acara penyambutan

turis dari M . prinsenadan bersama grup HSBM

(Himpunan Seni Budaya Dara M elati).

4. 12-27 Februari 1977 : Pertama sekali tampil ke luar negeri yaitu kedah

M alaysia.

92
5. 31 Desember 1977 : Sebagai pemain akordion pengiring tari serampang

duabelas. Bersama grup HSBM Di paviliun Indonesia

Pulau Pinang.

6. 28 April 1978 : Tampil sebagai pemain akordion bersama HSBM di

Gelanggang M ahasiswa USU.

7. _ M aret 1981 : Tampil pada acara pekan Grafika Taman Ria

M edan.

8. 26 M aret 1982 : Tampil pada acara pembukaan Pekan Raya

Sumatera Utara.

9. 13 Agustus 1981 : Tampil pada acara pekan perdagangan dan

perindustrian di halaman PRSU M edan.

10. tahun 1981 : Tour ke sabah dan serawak, negara M alaysia bagian

timur (Kalimantan Utara), sekembalinya dari

M alaysia timur, singgah di Negeri Pahang bagian

tenggara, Perlis, pulau Langkawi untuk memberi

hiburan langgam Melayu dan serampang dua belas.

11. Tahun 1982 : Perjalanan ke Perlis, Langakawi, Bagan Datok

Perak, Kuala Lumpur, Kinabalu dan menyeberang

sampai ke Pulau Labuhan. Bersama Grup Band Dara

Escape pimpinan ibu Rolan dari Langsa, Aceh.

12. Tahun 1982 : M engisi acara partai politik di pabatu.

13. 20 November 1982 : M engiringi Festival Tari serampang duabelas pada

acara Pekan Kesenian M elayu Sumatera Utara.

93
14. 21 M ei 1983 : Sebagai penari pada acara Festival Film Indonesia

’83 di M edan. Bersama grup ABB (Ansambel Bukit

Barisan).

15. 1-3 juni 1983 : Sebagai pemain akordion pada acara Pesta Budaya

M elayu tahun 1983 provinsi daerah tingkat I

Sumatera Utara.

16. 12 Februari 1984 : Sebagai pemain akordion mengiringi artis Laila

Hasyim.

17. 19 April 1984 : Sebagai pengiring pada acara sayembara tari

serampang duabelas dan busana M elayu Pekan Raya

Sumatera Utara M edan.

18. 24 Agustus 1985 : Tampil pada acara perayaan HUT TVRI ke 23

M edan.

19. 7 Desember 1986 : M engisi acara Peresmian Hotel Rose Garden

Brastagi.

20. Tahun 1989 : Tampil di M acasar bersama sanggar Sri Deli

pimpinan Syahrul Irwan dan Adek.

21. 18 September1990 : Tampil pada acara pelestarian seni ronggeng Melayu

asli di Fakultas Sastra USU.

22. 14-15 juli 1994 : M engiringi tari serampang duabelas tingkat anak-

anak di M edan.

94
23. 5 November 1994 : Di tunjuk oleh walikota Bachtiar Jafar tampil di

Ichikawa Jepang, bersama grup Ria A gung Nusantara

Pimpinan Drs. M onang Butar-Butar.

24. 28-30 M ei 1995 : Tampil di M elaka M alaysia pada acara Pesta

Gendang Nusantara ’95. bersama rombongan

MABM I.

25. 26 November 1996 : Tampil pada acara Pagelaran Apresiatif M usik dan

lagu daerah M elayu, Dairi dan Simalungun di Taman

Budaya medan.

26. 25 Desember 1996 : Tampil di Singapura bersama Tengku Lukman

Sinar.

27. 29 Desember 1997 : Tampil pada acara Temu Ramah M enteri Dalam

Negeri H. M oh. Yogie. SM di Kantor Gubernur

M edan.

28. 18 M ei 1999 : Pengiring Festival tari serampang duabelas dan

langgam Melayu Sekota M adya M edan.

29. 8 Agustus 1999 : Sebagai pengiring Lomba tari serampang duabelas

tingkat anak dan remaja di Tanjung M orawa.

30. _ Februari 2000 : Perjalanan ke Kuala Lumpur.

31. 2 M aret 2000 : Perjalanan ke singapura bersama Lia Grup pimpinan

Hajjah Ncek Dahlia Kasyim Sinar.

32.12-16 April 2000 : Perjalanan ke M elaka Bandaraya Bersejarah,

M alaysia pada acara Pesta Gendang Nusantara III.

95
33. _ November 2000 : tampil pada acara PESTA Tapak Pulau pinang,

M alaysia.

34. 12 April 2001 : Turut serta pada acara pagelaran dan lomba kesenian

M elayu, Hadrah, ronggeng, zapin, tari serampang

dua belas dan Busana M elayu, M edan. Bersama grup

ronggeng Melayu pimpinan Ahmad Setia.

35. 12 -15 April 2001 : Perjalanan ke M elaka Bandaraya Bersejarah pada

acara pesta Gendang Nusantara IV, M alaysia.

36. 9-16 April 2002 : Perjalanan ke M elaka pada acara Pertemuan

Seniman Serumpun di Institut Seni M alaysia.

37. 12-15 April 2002 : Perjalanan ke M elaka Bandaraya Bersejarah pada

acara Pesta Gendang nusantara V, M alaysia.

38. 4-9 September 2002 : sebagai pengiring Festival Seni Tari M elayu,

Palembang.

39. 2 Okt- 2 Nov 2002 : Perjalanan ke Kuala Lumpur pimpinan sinar budaya

grup pada acara Festival Persuratan dan Kesenian

M elayu dan Polinesia.

40. 9-16 April 2003 : Perjalanan ke M alaka pada acara gendang Nusantara

VI, M alaysia.

41. 8-14 juni 2003 : Perjalanan ke Negeri Sembilan pada acara Karnival

Budaya Negeri Sembilan, M alaysia.

42. 10-18 April 2005 : Perjalanan ke M alaka pada acara Pesta Gendang

Nusantara VIII.

96
Sebenarnya perjalanan musik Ahmad Setia sudah sangat banyak sekali. Akan

tetapi karena Ahmad Setia tidak ingat dan sudah banyak lupa, maka yang dapat

dilampirkan hanyalah sebahagian seperti yang dilampirkan diatas.

3. 6. Manajemen Seni Ahmad Setia

Pendapatan rata-rata Ahmad setia sekali tampil bermain akordion adalah Rp.

150.000. Saat pertama kali ikut tampil bersama grup Joget Modern, pada tahun 1961

gaji pertama yang pernah didapatnya berjumlah Rp. 300 per sekali tampil. M enurut

Ahmad setia Rp. 300 saat itu bisa membeli selembar baju dan jumlahnya sama

dengan RP. 20.000 sekarang. Itu merupakan gaji terkerkecil yang pernah di dapatnya.

Sedangkan gaji terbesar yang pernah didapatnya adalah pada tahun 2005 sejumlah

Rp. 4.400.000,-. Ahmad Setia di minta oleh Dinas Pariwisata Rokan Hulu Riau untuk

mengajarkan materi tentang kesenian M elayu dan mengajar langgam vokal M elayu

pada lagu mak inang pulau kampai, tanjung katung dan zapin kasih dan budi.

Pendapatan yang dicapai Ahmad Setia setiap bulannya kadang-kadang

mencapai Rp. 1.200.000 per bulan dari bermain akordion. Akan tetapi apabila ia

mendapatkan “job” atau pesanan dan dipercayakan untuk mencarikan penari, pemain

silat dan pemusik, tak jarang ia mendapatkan keuntungan yang lumayan besar.

M isalnya ; Ahmad Setia diminta untuk menyediakan 4 orang pemain silat, 5 orang

penari dan 4 personel dalam satu kelompok pemusiknya. M aka hitungan

kentungannya sebagai berikut :

- 4 orang pemain silat

Harga yang ditawarkan Ahmad setia Rp. 150.000/orang.

97
Rp.150.000 x 4 orang = Rp. 600.000

Honor yang diberikan kepada pemain silat Rp. 75.000/orang.

Rp. 75.000 x 4 orang = Rp. 300.000

Keuntungan = Rp. 600.000 – Rp. 300.000 = Rp. 300.000

- 5 orang penari

Harga yang ditawarkan Ahmad setia Rp. 150.000/orang.

Rp.150.000 x 5 orang = Rp. 750.000

Honor yang diberikan kepada penari Rp. 75.000/orang.

Rp. 75.000 x 5 orang = Rp. 375.000

Keuntungan = Rp. 750.000 – Rp. 375.000 = Rp. 375.000

- 4 orang pemusik ( termasuk Ahmad Setia sebagai pemain akordion)

Harga yang ditawarkan Ahmad setia Rp. 200.000/orang.

Rp.200.000 x 4 orang = Rp. 800.000

Honor yang diberikan kepada pemusik Rp. 150.000/orang.

Rp. 150.000 x 4 orang = Rp. 600.000

Keuntungan = Rp. 800.000 – Rp. 600.000 = Rp. 200.000

Keuntungan keseluruhan

Rp. 300.000 + Rp. 375.000 + Rp. 200.000 + Rp. 150.00

= Rp. 1.025.000,-

Akan untuk menghitung secara mendetail berapa jumlah pendapatan yang

didapatkan Ahmad Setia selama sebulan dari bermusik tidak dapat dipastikan secara

mendetail, karena jadwal pertunjukannya tergantung kepada pesanan yang datang.

98
Selama bekerja sebagai pemusik, terutama ketika mendapatkan “job”. Ahmad

Setia juga pernah mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Pihak pemesan

menjanjikan akan membayar penuh honor pemusik sesuai dengan yang ditawarkan

oleh Ahmad Setia yaitu sebesar Rp. 150.000,-. Ternyata setelah acara selesai, honor

yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak penuh. Akhirnya

Ahmad Setia memberikan honor kepada anggotanya dengan bayaran penuh,

sedangkan ia sendiri hanya mendapatkan honor sebesar Rp. 50.000,-. Ia melakukan

hal tersebut agar hubungan ia dan anggotanya tetap baik dan tetap mau bergabung

dengannya.

Jika mendapatkan tawaran keluar negeri, honor yang diterima oleh Ahmad

Setia tidak begitu besar, hanya sekedar uang saku saja yaitu sekitar 150 Ringgit

M alaysia. Jika mendapatkan tawaran keluar negeri ia tidak pernah mengharapkan gaji

yang besar. Ia beranggapan bahwa perjalanannya tersebut hanya dijadikan sebagai

pengalaman berharga, dan juga merasa sangat bersyukur jika sempat merasakan

beribadah di M esjid yang ada di luar negeri tersebut.

Jika di pandang dari segi ekonomi saat ini. Penadapatan yang dihasilkan

Ahmad Setia dari bermusik kurang memuaskan, bahkan tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan keluarganya. Ia juga menganggap bermusik hanya sekedar

hobbi saja. Akan tetapi karena ia bisa membuat gendang, ia pun mampu

menghasilkan uang yang lebih besar dari pada bermusik.

3.7 Pengalaman Bergabung Bersama S anggar-S anggar di kota Medan

3.7.1 Pengalaman Bersama Sanggar Patria

99
Pada tahun 1989, ia menjadi pengajar alat musik akordion dan mempunyai

anak didik sebanyak 30 orang setiap seminggu sekali. Kesan yang didapatkan selama

bergabung dengan sanggar tersebut ada yang mengenakkan dan ada juga yang tidak

enak. Kesan yang mengenakkan adalah ia pernah diajak ke Kedah M alaysia pada

acara Pesta Tapak Pulau Pinang. Sedangkan kesan yang tidak mengenakkan adalah

setiap menerima gaji tidak pernah penuh, bahkan di potong sebanyak 20 sampai 30

persen. Artinya untuk menggantikan ongkos setiap mengajar tidak tertutupi. Jatah

makan yang diberikan juga terbatas.

3. 7. 2. Pengalaman Bergabung Bersama sanggar S ri Indera Ratu

Pada tahun 1970, bergabung bersama sanggar Sri Indera Ratu pimpinan

Tengku Sitta Saritsah dan dipercayakan sebagai pengiring tari dan musik jika setiap

ada pesanan. Kesan yang mengenakkan ketika bergabung bersama sanggar ini adalah

Ahmad Setia merasa lebih sejahtera dibandingkan ketika bersama sanggar patria.

Karena meskipun honor yang diberikan termasuk kecil yaitu sekitar Rp. 60.000

sampai dengan Rp. 75.000, sebelum latihan mereka diberi makan dahulu dengan jatah

makan yang memuaskan.

3. 7. 3. Pengalaman Bergabung Bersama S anggar Sinar Budaya Grup (S BG)

Sinar budaya grup ini dipimpin oleh Tengku Lukman Sinar Basyarsyah. Ia

bergabung sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2005. Dari sanggar ini ia mulai

mendapatkan honor yang lumayan lebih besar dari yang sebelumnya. Pernah juga

diajak untuk tampil di M elaka pada tahun 1994. Pada saat itu sanggar Sinar Budaya

100
Grup mempunyai hubungan erat dengan sanggar Lia grup yang dipimpin leh Ncek

Dahlia Kasyim Sinar, yang ia merupakan Istri dari adik Tengku Lukman Sinar yang

bernama Abu Kasyim Sinar. Kedua grup ini bekerja sama apabila ada yang memesan

pemusik dan penari, maka pemusik diambil dari Sinar Budaya Grup yang mana

kumpulan pemusiknya pada saat itu adalah Ahmad Setia sebagi pemain akordion,

Hasbul sebagai pemain organ, Fadhlin sebagai pemain gendang dan, Takari sebagi

pemain gendang. Sedangkan penarinya diambil dari Lia grup. Akhir perjalanan

Ahmad Setia bersama Sinar Budaya Grup yaitu pada tahun 2004. Saat itu terjadi

pertengkaran antara anak dari Tengku Lukman Sinar dengan penari dari lia grup

hingga akhirnya Ahmad Setia berhenti dan kemudian bergabung dengan sanggar

Anugrah Seni M edan.

3. 7. 4. Pengalaman Bergabung Bersama Anugrah Seni Medan (AS M)

Ahmad Setia bergabung dengan Anugrah Seni M edan dimulai sejak tahun

2004 sampai dengan tahun 2007 (sekarang) yang di pimpin oleh Drs. Fadhlin. Di

sanggar ini ia bergabung lagi dengan teman-temannya dari grup yang sebelumnya

yaitu Sinar budaya Grup yaitu Fdhlin dan M uhammad Takari. Selama bergabung

bersama A SM , ia sering mendapatkan Bonus gaji. M isalnya ; seharusnya honor yang

diterimanya sebesar Rp. 150.000, yang diberikan kepadanya Rp. 250.000.

3.7.5 Pengalaman Bergabung Bersama S anggar sri Deli

Ahmad Setia bergabung bersama sanggar Sri Deli sejak tahun 1989 sampai

sekarang (2007). Sanggar ini dipimpin oleh syainul Irwan dan Adek. Bersama

101
sanggar ini Ahmad Setia pernah terbawa ke M akkasar atas undangan dari gubernur

M akkasar yang mendapatkan gelar Sultan yanmg diberikan oleh kesultanan Deli.

Selama ini, hubungan Ahmad Setia dengan sanggar Sri Deli terjalin dengan baik,

masing-masing antara mereka saling membantu satu sama lain dalam mendapatkan

“Job”, sebagai contoh apabila ada pemesan yang meminta Ahmad Setia tampil

lengkap dengan pemusik dan penari, maka Ahmad Setia memesan penari dari sanggar

Sri Deli, sedangkan pemusiknya Ahmad Setia sendiri yang mencari, termasuk

memakai Syahrul Irwan, pemimpin Sri Deli sebagai pemain Gendangnya. Dari segi

pendapatan, honor yang mereka dapatkan dibagi rata sesuai dengan kesepakatan

mereka masing-masing. Selama bergabung dengan sanggar ini, Ahmad Setia merasa

lebih leluasa karena sanggar ini dianggapnya seperti sanggarnya sendiri karena

hubungan diantara Ahmad Setia dengan sanggar Sri Deli seperti sebuah hubungan

keluarga.

3.8 Tanggapan-Tanggapan Masyarakat Kesenian Melayu Terhadap

Ahmad S etia

NAMA : Muhammad Takari


US IA : 41 tahun
PEKERJAAN: Dosen Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara

”Pak Ahmad Setia adalah seorang pemusik akordion kota M edan, khususnya

untuk mengiringi tari serampang duabelas, dia itu termasuk pemusik yang ”paling

bagus” diantara pemusik lainnya. Karena dia pandai menari serampang duabelas jadi

kalau misalkan penari yang diiringinya salah menari, bisa dia berimprovisasi dengan

102
akordionnya sehingga kesalahannya itu seolah-olah tidak kelihatan. Untuk mengiringi

festival tari serampang duabelas di medan ini, masih dialah yang diakui kalau main

akordion. Kemudian uniknya dia main akordion itu pakai tangan kiri atau kidal, jadi

orang pun banyak memanggil dia dengan sebutan ”Pak Ahmad Kidal”.Dia itu pandai

bermain akordion, bisa main gendang, bisa juga membuat gendang, sampai sekarang

masih membuat gendang. Tentang musik M elayu juga dia banyak tahu, mungkin

yang orang lain tidak tahu, dia banyak mengetahui musik atau lagu-lagu M elayu yang

lama sekali, mungkin jumlahnya hampir ratusan itu, dialah tinggal generasi atau

benteng terakhir dalam kebudayaan M elayu itu. Perjalannya pun sudah entah sampai

kemana-mana sampai ke M alaysia, Singapura, M alaysia lah yang paling sering. Dan

hampir semua sanggar-sanggar yang ada di kota M edan ini pernah memakai dia

seperti sanggar Patria, Sri Indera Ratu, Dara M elati, Sinar Budaya Grup, dan banyak

lagi. Jadi pak Ahmad ini hebatlah orangnya kalau dalam musik M elayu khususnya

kalau main akordion”.

NAMA : Drs. Fadhlin.


UMUR : 46 tahun
PEKERJAAN: Dosen Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara

”Bang Ahmad itu termasuk ”paling bagus” main akordion. Untuk mengiringi

tari serampang duabelas. dulu dia ini murid dari tengku Ahmad Dahlan Siregar,

permainannya itu pun mirip dengan beliau. untuk masyarakat M elayu dia termasuk

sebagai ensiklopedi ibaratnya sebagai sumber pengetahuanlah untuk masyarakat

M elayu. Bang Ahmad itu banyak mengetahui tentang lagu-lagu M elayu lama yang

103
orang lain sudah enggak tau lagi, dia tau. Perjalanannya pun sudah sampai kemana-

mana, aad yang ke M alaysia, Singapura, paling banyak ke M alaysia. Dia bisa main

akordion, buat gendang, tari-tarian M elayu dia banyak tau, lagu-lagu M elayu yang

syairnya orang enggak tau, dia masih ingat. Dia bisa menyanyi. Permainanya itu

kerana dia bisa menari, jadi kalau misalnya ada yang salah, dia bisa ”mencuri”

istilahnya bisalah di legonya jadi seperti tidak ada salah. Untuk mengikuti permainan

lagu-lagu garapan yang moderen dan lagu baru, dia juga bisa mengikuti. Kalau

gendang buatannya juga bagus dan lebih halus pengerjaannya. Bang Ahmad ini

termasuk orang yang tidak mau terikat, dia sering bergabung dengan sanggar-

sanggar, tetapi tidak mau terikat kontrak pada satu grup meski dijanjikan bayaran

semahal apapun. Karena prinsip beliau musiknya itu milik orang banyak, siapa saja

boleh menikmati musiknya. Dia pernah gabung sama Patria, Dara M elati, Lia grup,

Sri Indera Ratu, Sinar Budaya Grup dan lain-lain. Di pesta-pesta pun masih banyak

orang yang memerlukan dia main akordion”.

NAMA : Prof. Dra. Hj. T. S ilvana Sinar, M. A. Ph. D.


UMUR : 55 Tahun.
PEKERJAAN: Koordinator Kopertis Wilayah I S umatera Utara dan NAD.

”Saya dulu mulai menari sejak tahun 67 saya belajar, dan kemudian menari.

M enurut saya Ahmad Setia itu termasuk ”Hebat”. Dulu saya bergabung dengan

sanggar Sri Indera Ratu pimpinan Tengku Sitta Saritsyah sekitar tahun dan beliau

termasuk sangat penting untuk mengiringi kami karena kalau tidak ada dia, kami

tidak bisa menari. Kalau ada akordion kami jadi semangat untuk menari. Sebenarnya

saya kenal sudah lama sekali ya, dan mungkin saya sudah agak lupa, tapi yang saya

104
tau orangnya baik. Pernah juga bergabung di sanggar ayah saya, Sinar Budaya Grup.

Sering juga mereka berangkat keluar negeri untuk acara-acara budaya M elayu.

Termasuk lama juga dia bergabung dan sepertinya baik-baik saja, orangnya tidak

banyak tingkah dan tidak main-main, kalau saatnya latihan dia tetap latihan”.

NAMA : Edi Suheiry alias Buyung


US IA : 57 Tahun
PEKERJAAN: Pemusik gendang Melayu.

”Saya kenal dengan Ahmad Setia ini sudah lama sejak tahun 70-an saya sudah

berteman baik dengan dia, dulu saya bertetangga dengan dia, dan sering kumpul-

kumpul di gang. Aman yaitu kumpulan pelatih-pelatih, pemusik dan penari sama

grup Hitam M anis nama pimpinannya itu Datuk M uhammad Nur, Tok Anjoi biasa

kami panggil. Jadi pak Ahmad ini pemain akordion, tapi dia belajar tanpa sekolah, dia

belajar sendiri, dia sering belajar juga sama Tok Anjoi itu, dulu dia hebat maen

akordion itu, dia bisa diroker jadi penari atau pemain gendang karena dia bisa semua.

Biasanya untuk festival tari serampang dua belas dia lah itu yang sering di pakai,

karena dia hebat juga menari serampang duabelas, sebab kalau pemain akordion ini,

kalau tidak pandai menarikan tari serampang duabelas, tak bisa pas dia mengiringi

kalau mengiringi pakai akordion. Terus, Ahmad Setia ini pintar menyisip lagu-lagu

versi ronggeng, improvisasi di telinganya itu kuat, dia aliran-alirannya mirip sama

Dahlan Siregar. Tapi dia tak bisa baca not balok, Cuma kalau yang pakai angka dia

bisa baca. Dia itu sifatnya mandiri dan sampai saat ini orangnya itu oke aja, kalau

diajak main enak. Dulu dia pernah bergabung sama sanggar Dara M elati, Sinar

budaya Grup, M elati pimpinan ida Batubara alamatnya di jalan sentosa, Patria di

105
tanjung M orawa pimpinan Hj. Yos Rizal Firdaus, ada juga di patria itu pemain

akordion namanya Almarhum Anjang Nurdin. Kami pernah ke singapura ikut dengan

Lia grup, ke M alaysia, M alaka, Festival Gendang Nusantara yang pertama tahun ’95.

tahun ’82 kami pernah ke Jakarta bersama Dara M elati, lalu ke Cirebon mengikuti

Pesta Keraton kami berangkat dengan M ABM I, kemudian mengiringi setiap

sayembara tari M elayu di M edan lah, kalau ada Pekan Budaya M elayu di tiap daerah

kami berangkat sama-sama. Ahmad ini pandai menari, tari persembahan, tiga

serangkai, kalau untuk pesta perkawinan dia sering juga dipakai. Tapi dia tidak mau

terikat, pernah diminta sama Sinar Budaya Grup digaji tiap bulan untuk jadi pemain

tetap, tapi tak tau juga entah diterimanya atau enggak, tapi misalkan ada dua job

bersamaan dengan SBG, dia tetap mengutamakan Sinar Budaya Grup”.

NAMA : Edi Surya


UMUR : 47 Tahun.
PEKERJAAN: Pemain gendang, dan pemain teater Makyong di sanggar S inar
Budaya Grup.

”Saya kenal pak Ahmad itu sejak tahun 1983, saat itu kami sering di Lia grup,

MABM I dan Sri Indera Ratu. Pertama kali dia itu orangnya bagus, ramah tamah,

udah gitu banyak seloro, dari mulai cakap bagus sampai ke kotor. Terkadang lucu

juga, pernah kami ke M elaka, dia sok bercakap bahasa sana, ternyata yang di

cakapinya itu orang Pekan Baru, ya kami pun tertawa lah. Kalau untuk pengiring tari,

dia lah yang “paling bagus”, untuk serampang duabelas, dia lah itu yang “paling

jago”. Terkenal itu, tak ada yang bisa mengimbangi, dulu dari Tengku Danil pun, dia

lebih bagus lagi. Apalagi kalau ditengoknya anak gadis itu menari, makin beranak

106
pinak lah akordion itu di buatnya. Dulu dia pernah belaga pantun sama orang M elaka,

sama Nor Aniza Idris penyanyi M alaysia, bisa juga dia pantun. Terakhir kami

begabung itu tahun 1999, udah pecah, dulu kan di M ABM I itu kan gabungan sanggar

Lia Grup, Sri Indera Ratu, SBG,, ya masing masing udah mengangkat grup masing-

masing”.

NAMA : Zulham Zais


UMUR : 39 Tahun
PEKERJAAN: Guru, penyanyi grup Roncah Melayu, pemain teater Makyong
di sanggar S inar Budaya Grup.

“Saya sudah lama sekali kenal sama pak Ahmad itu, sejak di Lia grup dulu

kami sering begabung, pimpinan Hj. Ncek Dahlia Kasyim Sinar itu dari tahun 1992

sampai kalau tak salah tahun 1999. dulu kan sering begabung di M ABM I, M ABM I

itu kan gabungan dari Lia grup, Sri Indera Ratu, dan SBG, jadi pak Ahmad ini sring

di Lia grup, lalu waktu ikut bintang radio tahun 90-an, dia dah main akordion. Itulah

kami yang ke M alaka, tahun 1993 kami ke Singapura, Pontianak Kalimantan, ke

M alaysia lah yang paling banyak,. Kalau maen akordion dia paling banyak jadi

pengiring lomba tari serampang duabelas, termasuk “nomor satu” lah dia kalau untuk

ngiring tari, menyanyi pun dia bisa sambil main akordion, lagu kesukaannya yang

peling sering kalau dinyanyikannya itu lagu Madu Tiga darinya P. Ramli. Itu artis

kesenangannya itu dari M alaysia.Cuma kalau untuk mengiringi orang menyanyi dia

jarang, kalau di pesta kawinan lebih banya dia bawa tari”.

NAMA : Dina Mayantuti Sitopu


US IA : 22 Tahun

107
PEKERJAAN: Mahasiswa, penari

“Saya termasuk penari yang masih baru. Saya dan grup saya pernah diiringi

oleh pak Ahmad Setia ini pada sebuah acara pesta perkawinan di jalan Iskandar M uda

M edan. M enurut saya pak Ahmad itu kalau untuk urusan seni M elayu khususnya tari,

dia sangat tegas dan mendekati harus sempurna, bisa di bilang ”cerewet” juga. Jadi

saat itu kami tidak tahu kalau kami bakal diiringi pakai musik hidup, karena ketika

latihan kami pakai kaset. Dan ketika kami sedang latihan persiapan sebelum acara,

penari kami menarinya kurang mendak istilahnya, atau kurang ditekuk kakinya pas

menari, spontan aja pak Ahmad teriak dari atas panggung pakai microphone bilang

”anak penari tolong menarinya kurang mendak itu, agak mendak sikitlah, tak cantik

kelihatan dari sini”, malu kali lah rasa kami waktu itu, tapi mungkin memang harus

seperti itu, jadi penari kami pun biar tau kalau menari M elayu harus seperti itu”.

108
BAB IV

GAYA MELODIS PERMAINAN AHMAD SETIA PADA

AKORDION

4. 1. Notasi dan Transkripsi

M elaksanakan analisis musik dapat dipermudah melalui penulisan musik

tersebut menjadi lambang visual. M elakukan penulisn musik menjadi bentuk visual

dalam etnomusikologi disebut transkripsi.

Suatu masalah yang harus dihadapi dalam memvisualisasikan musik tersebut

berkaitan dengan notasi, karena notasi merupakan lambang dari bunyi musik. Dalam

memilih notasi untuk melayani kebutuhan penulisan musik, penulis menggunakan

notasi balok untuk penulisan gaya melodis pada akordion yang dimainkan oleh

Ahmad Setia.

Disini penulis akan mendeskripsikan melodi pada akordion sebagai sarana

untuk menginformasikan kepada orang lain tentang apa yang penulis dengar yang

akan dituangkan kedalam bentuk tulisan yang menggunakan notasi balok. Notasi

balok yang digunakan dalam tulisan ini berbentuk lima garis dan empat spasi yang

bertanda mula kunci G. Tujuan dari penggunaan notasi balok adalah untuk mencatat

semua karakter-karakter musik secara detail yang disebut pendekatan deskriptif.

Ada dua jenis notasi musik dalam suatu komposisi musik yang ditawarkan

oleh Charles Seegers yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Didalam tulisan ini

109
penulis menggunakan pendekatan deskriptif yaitu untuk mencatat semua detail musik

yang dapat didengar.

4. 2 Proses Pentranskripsian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pentranskripsian gaya melodis akordion:

(1) Pertama sekali penulis melakukan rekaman langsung musik akordion yang

dimainkan oleh bapak Ahmad Setia (informan). Rekaman dilakukan di rumah

informan dengan menggunakan Tape Recorder Aiwa TP-VS450, dan kaset

yang digunakan adalah M axell IEC-60.

(2) Kemudian hasil rekaman tersebut dicopy (direkam kembali) ke kaset lain,

supaya kaset asli (master) tersebut tidak rusak karena sering diputar ulang.

Setelah dicopy kemudian rekaman tersebut di dengarkan dan

ditranskripsikan.

(3) Pendekatan analisis yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif, yaitu

mencatat semua bunyi musik secara detail.

(4) Bunyi melodi akordion ditranskripsikan kedalam bentuk notasi barat, yaitu

nada-nada yang diletakkan pada garis para nada yang terdiri dari lima garis

dan empat spasi. Dengan memakai garis paranada tersebut kita dapat melihat

tinggi rendahnya nada-nada tersebut, pola ritem yang dipergunakan dan

simbol-simbol musik yang diperlukan.

110
4. 3 Analisis

Analisis yang dimaksud dalam tulisan ini adalah menguraikan dan

meneskripsikan delapan unsur melodis sesuai dengan yang dikemukakan oleh

M alm seperti telah disebutkan sebelumnya (lihat Bab I kerangka teoritis).

4. 3.1 Tangga Nada

M enurut Ammer (1972:309) tangga nada (scale) adalah nada-nada pilihan

dalam lingkup satu oktaf, sebagai contoh dari nada-nada pilihan yang berada antara

nada C ke nada C'. Selain itu menurut penulis jika terdapat nada-nada duplikasi oktaf,

maka nada tersebut dianggap sama dengan nada oktaf sebelumnya.

Dalam tulisan ini tangga nada yang penulis maksudkan adalah susunan dari

nada-nada yang dipakai dalam melodi permainan akordion dari Ahmad Setia. Penulis

melakukan penyusunan dari nada yang terendah sampai ke nada yang tertinggi.

Didalam mendeskripisikan tangga nada tersebut, nada duplikasi pada posisi oktaf

disatukan atau digambarkan sama dengan nada sebelumnya.

Tangga Nada Lagu Serampang Duabelas

Nada-nada yang digunakan dalam lagu Serampang Duabelas adalah sebagai berikut :

Tangga nada

111
Nada : E-F-G-A-B-C-D E – Fis–Gis-A - B-Cis-Dis

Tangga nada yang dipergunakan untuk menyajikan musik serampang dua

belas ini adalah tangga nada diatonik yaitu tangga nada yang menggunakan dua jenis

interval yaitu interval penuh dan setengah. Lebih detail lagi tangga nada diatonik

yang dipergunakan adalah tangga nada diatonik tujuh nada atau heptatonik diatonik.

Pada lagu serampang duabelas terdapat kesamaan interutama pada distribusi

nada yang paling rendah yaitu nada G (dibawah C tengah)maka nada-nada yang

dipakai adalah sebagai berikut : nada-nada yang dipakai pada musik adalah nada G

(di bawah C tengah), nada A (dibawah C tengah), nada B (di bawah C tengah), nada

C , nada Cis, nada D, nada Dis, nada E, nada F, dan, nada Fis, nada G, nada Gis, nada

A, nada Ais, nada B, dan duplikasi nada-nada oktafnya adalah nada C' dari nada C,

nada D ' dari nada D, nada Dis' dari nada Dis, nada E' dari nada E, dan nada F' dari

nada F.

Berdasarkan keterangan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa nada

yang digunakan pada lagu Serampang duabelas terdapat sebelas nada ditambah

dengan dua nada yaitu nada G (di bawah C tengah), nada A (di bawah nada C

tengah), dan nada B (di bawah nada C tengah), ditambah lagi dengan lima oktaf dari

nada C adalah C', oktaf dari nada D adalah D', oktaf dari nada Dis adalah Dis', oktaf

dari nada E adalah E', dan oktaf dari nada F adalah F'.

112
Tangga Nada Lagu M ak Inang Pulau Kampai

Nada : F-G-Gis-A-B-C'–D'–Dis'–F'-G'-Gis'

Tangga Nada Lagu Kuala Deli

Nada : F- G- A- Bes-C-D-Dis- F'-G'-Gis'-A'

Tangga Nada Lagu Kasih Budi

Nada : E- Fis-Gis-A-B-Cis-Dis-E'-Fis'-Gis'-A'

Tangga Nada Lagu Tanjung Katung

Nada : F-G-A-Bes-C-D-Dis-F'-G'-Gis'-A'

113
4.3.2 Nada Dasar

Nada Dasar Lagu Serampang DuaBelas

Bruno Nettl (1963:147) dalam bukunya Theory and M ethod in Etomusicology

menawarkan tujuh cara dalam menemukan nada dasar, yaitu :

(1) Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang sering dipakai dan

nada mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.

(2) Kadang-kadang nada-nada yang harga ritmisnya besar dianggap nada-nada

dasar, meskipunpun jarang dipakai.

(3) Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah

komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.

(4) Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi

tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

(5) Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai

patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,

sedangkan nada lain tidak memakai. M aka nada pertama tersebut boleh

dianggap lebih penting.

(6) Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai

patokan tonalitas.

(7) Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas

yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk

mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah

pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut.

114
(terjemahan M arc Perlman 1963:147).

M elalui pendekatan diatas, maka penulis menyusun terlebih dahulu nada-nada

melodis lagu yaitu sebagai berikut : nada F (nada F dan F') merupakan nada yang

paling sering muncul atau digunakan yaitu sebanyak 209 kali. M aka tonalitas yang

disusun berdasarkan ketujuh cara yang ditawarkan oleh Nettl adalah sebagai berikut :

(1) Nada yang paling sering digunakan adalah nada F

(2) Nada yang memiliki nilai ritmis yang besar adalah nada E dan G

(3) Nada yang banyak dipakai sebagai nada awal adalah nada B, nada yang

dipakai sebagai nada Akhir adalah nada D

(4) Nada yang menduduki posisi paling rendah nada B

(5) Nada yang dipakai bersama dengan oktafnya adalah nada D

(6) Tekanan Ritmis yang paling besar adalah nada E dan Nada G

(7) M elalui pengalaman dan pengenalan yang akrab membuktikan adanya

kecenderungan yang besar untuk menggunakan nada F sebagai nada dasar.

Dilihat dari kriteria yang ditawarkan oleh Nettl maka penulis mengambil

suatu kesimpulan bahwa nada dasar yang terdapat pada lagu Serampang Duabelas

adalah nada F.

Nada Dasar Lagu M ak Inang Pulau Kampai : C = do

Nada Dasar Lagu Kuala Deli : F = do

Nada Dasar Lagu Kasih Budi : E = do

Nada Dasar Lagu Tanjung Katung : C = do

115
4.3.3 Wilayah Nada

Wilayah nada yaitu daerah (ambitus) antara nada yang frekwensinya paling

rendah dengan nada yang frekwensinya paling tinggi dalam satu lagu.

Wilayah Nada Lagu Serampang Duabelas

11

2200 cent

Berdasarkan dari nada-nada yang telah disusun tersebut, maka penulis dapat

menentukan wilayah nada dari lagu Serampang Duabelas, yaitu dari nada G ke nada

F', jaraknya 11 laras atau 2200 cent. Jarak dari nada G (dibawah C tengah) ke G sama

dengan satu oktaf 6 ½ laras atau 1200 cent. Jarak dari nada G ke F' adalah 5 laras atau

1000 cent. Dilihat dari jarak tersebut, maka jarak dari nada A bawah ke nada E'

adalah satu oktaf lebih empat laras atau sama dengan 2200 cent.

Wilayah Nada Lagu M ak Inang Pulau Kampai

F - Gis'

7 ½ Laras

116
1500 cent

Wilayah Nada Lagu Kuala Deli

F-A'

8 Laras
1600 cent

Wilayah Nada Lagu Kasih Budi

E - A'

8 ½ Laras
1700 cent

Wilayah Nada Lagu Tanjung Katung

C-A'

10 ½ Laras
2100 cent

117
4.3.4 Jumlah Nada-Nada

Untuk dapat melihat jumlah pemakaian nada-nada pada lagu Serampang

DuaBelas dilakukan pencacahan terhadap nada-nada yang dipakai berdasarkan hasil

transkripsi yang dilakukan.

Jumlah Nada-Nada pada Lagu Serampang Duabelas

Frekwensi pemakaian nada-nada pada Lagu Serampang Duabelas adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.3.4.1

Nada/
Jumlah
Ritem

G 1 2 3 6

A 3 3

B 1 1

C 4 3 7

Cis 1 3 15 19

D 29 83 112

Dis 1 2 3

E 3 36 119 128

118
F 53 4 145 202

Fis 9 12 21

G 2 36 108 146

Gis 4 25 29

A 3 62 73 138

Ais 4 5 9

B 16 4 20

C' 2 1 3

D' 1 3 9 13

Dis' 1 3 4 8

E' 2 5 7

F' 2 2 3 7

Jumlah keseluruhan : 882

Dari hasil pencacahan tersebut, maka dapat di lihat nada-nada yang dipakai

serta frekwensi pemakaian nada-nada pada lagu Serampang Duabelas adalah sebagai

berikut :

Jumlah nada yang dipergunakan pada lagu Serampang Duabelas yaitu, nada G

bawah sebanyak 6 kali, nada A bawah sebanyak 3 kali, nada B bawah sebanyak 1

119
kali, nada C sebanyak 7 kali, nada Cis sebanyak 19 kali, nada D sebanyak 112 kali,

nada Dis sebanyak 3 kali, nada E sebanyak 128 kali, nada F sebanyak 202 kali, Fis

sebanyak 21 kali, G sebanyak 146, Gis sebanyak 29 kali, nada A sebanyak 138 kali,

nada Ais sebanyak 9 kali, nada B sebanyak 20 kali, nada C' sebanyak 3 kali, nada D'

sebanyak 13 kali, nada Dis' sebanyak 8 kali, nada E' sebanyak 7 kali, dan yang

terakhir adalah pemakaian F' sebanyak 7 kali, walaupun nada F merupakan nada yang

paling sering digunakan, tetapi nada-nada yang lain juga mempunyai peranan yang

penting juga dalam nyanyian tersebut.

Jumlah Nada-Nada Pada Lagu M ak Inang Pulau Kampai

Tabel 4.3.4.2

Nada/ Jumlah

Ritem
F 1 1
G 6 6 64 76
Gis 25 25
A 1 1
B 2 60 62
C 141 141
D 136 136
Dis 72 72
F' 58 58
G' 2 57 59
Gis' 6 18 24
Jumlah Keseluruhan 655

120
Jumlah Nada-Nada Pada Lagu Kuala Deli

Tabel 4.3.4.2

Nada/ Jumlah

Ritem
F 6 7 29 42

G 46 46

A 3 85 88
Bes 1 52 53

C 3 79 80
D 1 37 78

Dis 1 31 32

F' 4 46 50

G' 14 14
GiS' 8 8

A' 1 1

Jumlah Keseluruhan 500

Jumlah Nada-Nada Pada Lagu Kasih Budi

Tabel 4.3.4.4

Nada/ Jumlah

Ritem
E 1 15 16

Fis 4 34 3 41

Gis 1 68 33 109

121
A 7 33 26 59

B 41 9 56

Cis 6 66 13 81

Dis 3 61 27 91

E' 3 21 28 54

Fis' 1 13 7 21

Gis 13 7 20

A 1 6 7

Jumlah Keseluruhan 551

Jumlah Nada-Nada Pada Lagu Tanjung Katung

Tabel 4.3.4.5

Nada/ Jumlah

Ritem
C 2 8 25 4 39

D 13 13
E 36 36

F 6 48 54
G 16 54 73

A 41 41
Ais 45 45

B 49 49
C' 77 77
D' 1 38 38

E' 1 25 25

122
F' 10 10
G' 13 13
A' 3 3

Jumlah Keseluruhan 516

4.3.5 Jumlah Interval

Interval adalah jarak dari satu nada ke nada ke nada berikutnya. Perjalanan

melodi gaya melodi yang dihasilkan berupa gerakan melangkah (conjunct), kemudian

melompat (disjunct) dari nada yang satu ke nada berikutnya, adapun jenis interval

yang dipakai adalah sebagai berikut :

Jumlah Interval pada Lagu Serampang Duabelas

Tabel 4.3.5.1

Interval Jumlah

1P 6

2m 8

2M 44

3M 23

3Aug 2

4P 3

4Aug 6

123
5dim 1

5P 7

6m 17

6M 1

7Aug 1

7dim 1

7m 25

7M 7

8dim 1

8P 8

8Aug 1

Jumlah Interval pada Lagu M ak Inang Pulau Kampai

Tabel 4.3.5.2

Jenis Jumlah
Interval

1P 64

2m 42

2M 40

3m 33

3M 12

4P 4

5P 15

124
5Aug 2

6m 3

6M 46

7dim 4

7m 74

7M 62

8dim 1

8Aug 1

Jumlah Interval pada Lagu Kuala Deli

Tabel 4.3.5.3

Jenis Jumlah
Interval
1P 7

2m 32

2M 63

3m 16

3M 29

4P 6

5P 8

6m 11

6M 34

7m 106

7M 45

125
Jumlah Interval pada Lagu Kasih Budi

Tabel 4.3.5.4

Nada/ Jumlah

Ritem
E 1 15 16

Fis 4 34 3 41

Gis 1 68 33 109

A 7 33 26 59

B 41 9 56

Cis 6 66 13 81

Dis 3 61 27 91

E' 3 21 28 54

Fis' 1 13 7 21

Gis 13 7 20

A 1 6 7

Jumlah Keseluruhan 551

Jumlah Interval pada Lagu Tanjung Katung

Tabel 4.3.5.5

Jenis Jumlah
Interval
1P 85

126
2m 45

2M 74

2Aug 3

3m 21

3M 18

4P 15

5P 4

6m 8

6M 21

7dim 1

7m 132

7M 45

8dim 2

8P 4

4.3.6 Pola Kadensa

Pola kadensa adalah nada akhir pada suatu komposisi lagu. Dalam tulisan ini,

pola kadensa dapat dilihat pada setiap akhir dari frase lagu Serampang Duabelas

yaitu pada tiga nada akhir komposisi lagu yaitu : nada G-F-A atau E-D-E.

Pola Kadensa pada Lagu Serampang Duabelas

127
Pola Kadensa Pada lagu M ak Inang Pulau Kampai

Pola Kadensa Pada Lagu Kuala Deli

128
Pola Kadensa Pada Lagu Kasih Budi

129
Pola Kadensa Pada Lagu Tanjung Katung

4.3.7 Formula Melodi

Menurut william P. Malm(1977 : 8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific

Music the Near and East Asia, bahwa bentuk (form) dapat dibagi ke dalam beberapa jenis,

yaitu:

1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.

2. Literatif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan

kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.

3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa pertama

setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.

4. Peogresive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan

materi melodi yang selalu baru.

5. Strophic adalah suatu bentuk nyayian yang di ulang dengan form yang sama tetapi

dengan tetapi dengan teks nyanyian yang selalu baru.

130
Berdasarkan keterangan di atas, maka penlis dapat melihat bahwa bentuk ( form )

dari nyanyian serampang dua belas adalah literatif, yaitu terjadinya pengulangan terjadinya

bentuk (form) pengulangan melodi setelah pemakaian melodi

(terjemahan Rizaldi siagian (1987:17).

Formula Melodi Pada Lagu Serampang Duabelas

Literatif

Formula Melodi Pada Lagu Mak Inang Pulau Kampai

Literatif

Bentuk Variasi

A A1,A2

B B1, B2, B3, B4, B5,


B6, B7
C C1, C2, C3, C4, C5,
C6, C7
D D1, D2, D3, D4,
D5, D6

Formula Melodi Pada Lagu Kuala Deli

Literatif

Bentuk Variasi

A A1, A2, A4,

B B1, B2, B3, B4, B5, B6

131
C C1, 2, C3, C4, C5, C6

Formula Melodi Pada Lagu kasih Budi

Literatif

Bentuk Variasi

A A1, A2, A3, A4, A5, A6,

B B1, B2, B3, B4, B5, B6

C C1, CE, C3, C4, C5, C6, C7

D D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7,

E E1, E2, E3, E4, E5, E6, E7

Formula Melodi Pada Lagu T anjung Katung

Literatif

Bentuk Variasi
A A1
B B1, B2, B3, B4, B5, B6
C C1, C2, C3, C4, C5, C6
D D1, D2, D3, D4, D5, D6
E E1, E2, E3, E4, E5, E6

132
4.3.8 kontur

M enurut M alm (1977:8) kontur adalah garis suatu alur melodi dalam sebuah

lagu, yang dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:

1. Ascending (menaik) dalah garis melodi yang bergerak naik dari nada yang

rendah ke nada yang tinggi.

2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada

yang tinggi ke nada yang rendah.

3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan

(melengkung setengahlngkaran).

4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan

berjenjang seperti anak tangga.

5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau

garis melodi yang bergerak datar atau statis.

Kontur Lagu Serampang Duabelas

Berdasarkan jenis kontur diatas, lagu serampang dua belas diawali dengan

gerakan berjenjang atau terraced mempertahankan beberapa nada yaitu nada A,G,F,

dan diakhiri dengan berjenjang pula membentuk interval 3M yaitu dengan gerakan

melangkah.

Kontur Lagu M ak Inang Pulau Kampai yaitu : Statis dan Pendulous

Kontur Lagu Kuala Deli yaitu : Pendulous

Kontur Lagu Kasih Budi : Pendulous

133
Kontur Lagu Tanjung Katung : Pendulous

4.4 Gaya Melodis Permainan Akordion Pada Tangga Nada Melayu

4.4.1. Cengkok

Cengkok adalah suatu bentuk bentuk nada yang diayun pada suatu melodi. Jarak

nadanya melompat (disjunct).

Gaya Cengkok Pada lagu Serampang Duabelas (Lagu Dua)

1 2 3 4 5 6 7 8

M elodi di atas merupakan frase ke empat pada lagu serampang dua belas.

Gaya Cengkok terdapat pada pada bar ke empat terjadi loncatan (disjunct) ke arah

bawah (descending) dari nada E ke G dengan interval 3M , kemudian pada bar ke lima

terjadi loncatan kearah atas (ascending) dari nada E ke dengan interval 7m, dan

selanjutnya pada bar ke 8 terdapat loncatan nada ke bawah dari nada E' ke E

dengan interval 8P.

Gaya Cengkok Pada Lagu M ak Inang Pulau Kampai (M ak Inang)

134
Gaya Cengkok Pada Lagu Kula Deli (Senandung)

Gaya Cengkok Pada Lagu Kasih Budi (Zapin)

Gaya Cengkok Pada Lagu tanjung Katung

4.4.2 Gerenek

Gerenek adalah variasi nada dengan densitas atau ukuran ritmis yang relatif

rapat. Pergerakan nadanya adalah melangkah (conjunct).

Gaya Gerenek Pada Lagu Serampang Duabelas

1 2 3 4 5 6 7

Pada frase ke tiga banyak terdapat gaya gerenek yang cenderung diulang-ulang. Gaya

melodi gerenek yang dimainkan Ahmad Setia dapat dilihat pada bar ke tiga sampai dengan

bar ke lima yang mencakup nada A-Gis-A-E-G-A---F-D-F-E-F-E-G---A-Gis-A-E-G-A---F-

G-F-E-D---Cis-D-E-F-D-F---E-G-F-D-E.

135
Gaya Gerenek Pada Lagu M ak Inang Pulau Kampai

Gaya Gerenek Pada Lagu Kuala Deli

Gaya Gerenek Pada Lagu Kasih Budi

Gaya Gerenek Pada Lagu Tanjung Katung

4.4.3 Patah Lagu

Patah lagu adalah nada yang disentak (staccato). Adapun progresi nadanya

adalah melangkah atau conjunct. Gaya gerenek pada lagu serampang duabelas dapat

dilihat pada frase pertama yaitu pada awal pembuka melodi sebagai berikut :

Gaya Patah Lagu Pada Lagu Serampang Duabelas

1 2 3 4 5

136
Pada frase ini terdapat gaya patah lagu setelah dua nada harmonik yaitu nada

E ke G dengan durasi seperenambelas. Patah lagu dimulai dari nada A-G-F dalam durasi

seperlapan, kemudian diteruskan dengan menggunakan nada A durasi seperempat disusul

dengan nada F durasi seperdelapan dan kembali nada F dengan durasi seperdelapan.

Gaya Patah Lagu M ak Inang Pulau Kampai

49 50 50

Gaya Patah Lagu Pada Lagu Kuala Deli

34 35

Gaya Patah Lagu Pada Lagu Kasih Budi

1 2 3 4

137
Gaya Patah Lagu Pada Lagu Tanjung Katung

1 2 3 4

138
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan uraian-uraian dan pembahasan tentang biografi dan gaya

melodis Ahmad Setia, maka penulis merumuskan beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

Ahmad Setia adalah pemusik M elayu kota M edan yang mana jika dipandang

dari sisi latar belakang kebudayaannya merupakan seseorang yang dilahirkan di

wilayah budaya M elayu serdang, dibesarkan di lingkungan masyarakat yang

memegang teguh adat dan kesenian M elayu yang kemudian membuat Ahmad Setia

mempunyai jiwa seni serta pengetahuan yang sangat tinggi terhadap adat budaya dan

kesenian M elayu.

Di lingkungan masyarakat seni budaya M elayu, Ahmad Setia sangat dikenal

sebagai orang yang mempunyai banyak keahlian dalam bidang seni budaya M elayu.

Ia mampu memainkan alat musik gendang M elayu, akordion, menari, menyanyi,

berpantun dan juga pandai membuat gendang M elayu. Akan tetapi, masyarakat lebih

mengenal dia sebagai pemain akordion, meskipun membuat gendang juga merupakan

pekerjaan pokok di samping profesinya sebagai pemain akordion. Hal itu disebabkan

oleh karena “kehebatannya” yang belum ada tandingannya dalam bermain akordion

dibandingkan dengan musisi-musisi akordion lainnya yang ada di kota M edan dalam

139
mengiringi musik dan tari M elayu, khususnya tari Serampang Duabelas. M asyarakat

juga sering memanggilnya dengan sebuatan Pak Ahmad Kidal, hal ini dikarenakan

oleh cara ia menekan tuts akordion dengan tangan kirinya.

M enurut masyarakat umum, Ahmad setia dianggap sebagai ensiklopedia

musik M elayu.sebagai contoh adalah gaya melodis permainan akordion yang

dimainkan oleh Ahmad Setia sangat mirip dengan gaya melodi yang dimainkan oleh

para pemusik-pemusik M elayu terdahulu. Bahkan ia mampu memainkan lagu-lagu

M elayu lama yang mungkin saja sudah dilupakan oleh kebanyakan masyarakat

M elayu. Ahmad Setia belajar akordion tanpa didasari pengetahuan resmi tentang

musik barat (otodidak), meskipun demikian hal itu semakin membuat permainannya

“kaya” akan nada-nada, baik nada yang mencakup cengkok, gerenek maupun patah

lagu.

Sebagai pemain akordion terbaik di kota M edan, Ahmad Setia telah

berhasil melanglangbuana untuk tampil sebagai pemusik di kawasan dunia M elayu

yang ada di Asia seperti : M alaysia ; mencakup daerah M alaka, Pulau Pinang,Kedah,

Kuching, Alor Setar, Langkawi, dan Sabah, kemudian Singapura, Thailand Selatan,

Brunai Darussalam dan Ichikawa, Jepang.

Akan tetapi, jika memandang Ahmad Setia dengan segala kemampuan yang

dimilikinya, dibandingkan dengan keberadaanya saat ini, masih kurang mendapat

perhatian atau penghargaan yang layak, baik dari masyarakat M elayu sendiri maupun

dari pemerintah. Dari segi ekonomi, dapat dilihat dari jumlah pendapatan yang

dihasilkan Ahmad setia dari bermusik sangat sedikit. Bahkan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya tidak cukup. Kemudian, minat masyarakat untuk mempelajari

140
musik tradisional semakin berkurang serta kurangnya perhatian dari pemerintah

terhadap kehidupan para seniman tradisi yang telah banyak berjasa dalam

pengembangan adat seni budaya M elayu.

M eskipun demikian, Ahmad Setia tetap terus berusaha mengembangkan

kesenian M elayu di setiap kehidupannya, demi menjaga keberadaan dari budaya

M elayu itu sendiri. Ketabahan, kejelian dan ketekunannya dalam bermusik dan

membuat gendang, patut dijadikan sebagai contoh, serta memetik nilai-nilai

pengajaran dari hidupnya yang termasuk dianggap sukses dalam mengembangkan

kesenian M elayu kepada masyarakat

agar lebih menghargai keberadaan dari para pemusik tradisional M elayu Sumatera

Utara.

5.2 S aran

M elayu merupakan salah satu Etnis di Sumatera Utara yang dalam

kehidupannya banyak menghasilkan musisi-musisi yang sangat penting dalam

menyangga dan menjaga kesinambungan adat kebudayaan dan kesenian M elayu.

Dalam tulisan ini, penulis mendokumentasikan Ahmad Setia sebagai salah

satu musisi M elayu yang dianggap sangat penting bagi masyarakat dalam

mengembangkan kesenian M elayu seperti seni musik, tari, vokal, pantun, membuat

gendang dan lain sebagainya.

Besar harapan penulis kepada pembaca, masyarakat M elayu pada umumnya,

dan pemerintah pada khususnya, hendaknya lebih memperhatikan keberadaan dan

kelayakan dari para pemusik-pemusik tradisi, serta memberikan penghargaan yang

141
layak pula terhadap kemampuan dan kreatifitas para musisi tersebut, serta berusaha

mensejahterakan kehidupan mereka sebagai pekerja seni di samping kedudukan

mereka sebagai penyangga kebudayaan.

Kepada para musisi juga diharapakan agar selalu berkreatifitas dan berkarya,

serta mampu memanajemen dirinya sebagai artis atau pemusik tradisi M elayu

sehingga musisi tersebut memiliki nilai jual dari kreatifitas, karya yang dihasilkan

serta kemampuan yang dimilikinya.

Diharapkan dari keseluruhan tulisan ini dapat menjadi informasi bagi orang

lain yang ingin meneliti lebih jauh tentang biografi kepemusikan Ahmad Setia,

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi yang

memerlukannya.

142
DAFTAR PUS TAKA

Admansyah,
1993 Butir-Butir Sejarah Suku Melayu Pesisir
Sumatera Timur.

Damanik, wilda
2005 Siantar FM Dalam Mensosisalisasikan
Kontribusi Radio Lagu-Lagu Simalungun
Di Kota Pematang Siantar,
Skripsi Sarjana Fakultas Sastra

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan


1997 Antologi Biografi Pengarang Sastra
Indonesia 1920-1950
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional


2001 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
Jakarta : Balai Pustaka

Girsang, Berlianta
1994 Ilah pada Kebudayaan Etnis simalungun Di
Desa Dolog Huluan Kecamatan Raya : Suatu
Kajian Tekstual Dan Musikologis,
Skripsi Sarjana Fakultas Sastra

Gazalba, Sidi
1983 Dakwah Islamiah Malaysia Masa Kini
Penyunting : Zainal Ismail, --M alaysia
Universitas Kebangsaan M alaysia

Husni, T. Lah
1975 Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya
Penduduk
Pesisir Sumatera Timur 1612-1650
M edan : BP. Lah Husny

143
1986 Butir-Butir Adat Melayu Pesisir Sumatera
Timur
Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

Kayam, Umar
1981 Seni, Tradisi, Masyarakat,
Jakarta : penerbit Sinar Harapan

Koentjaraningrat
1981 Metode Penelitian Masyarakat,
Jakarta : Gramedia

1983 Metode-Metode Penelitian Masyarakat


Jakarta : Gramedia

2000 Pengantar Ilmu Antropologi,


Jakarta : Rineka Cipta

Lukman sinar Basyarsyah II


2002 Kebudayaan Melayu Sumatera Timur,
M edan : USU Press

M alm, William P
1977
Music Culture Of Pacific Music The Near
East and Asia, New Jersey : Prentice Hall, Inc.
England Wood Cliffs
Terjemahan Rizaldi Siagian

M erriem, Alan P
1964 The Antropology Of Music,
Chicago, North Western University Press

Nettle, Bruno
1963 Theory and Method In Ethnomusicology
New York : The Free Press

144
Ridwan, T. Amin
2005 Budaya Melayu Menghadapi Globalisasi,
M edan : USU Press

Sinuraya, Leni Rahmawati


1994 Analisis Struktur Teks Lagu-Lagu Ronggeng
Melayu Di Kota Medan,
Skripsi sarjana Fakultas Sastra

Takari, M uhammad
2005 “ studi Banding Antara Nada Pentatonik
dan Diatonik”, dalam Jurnal Etnomusikologi,
M edan, USU Press

Yos Rizal
1997 Nilai-Nilai Religius Dalam Mantra Jamuan
Laut Masyarakat Melayu Pantai Labu,
Laporan Penelitian
M edan : USU

145
146

Anda mungkin juga menyukai