SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
1
Lembar Pengesahan
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
Nama : HAPPY MAJESTY WARUWU
NIM : 120707031
Disetujui oleh,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Usu Medan, untuk
memenuhi salah satu syarat ujian sarjana seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.
2
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu
syarat Ujian Sarjana Seni bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada Tanggal:
Hari:
5. Drs.Fadlin, M.A.
3
DISETUJUI OLEH
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi , dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
5
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul : Kajian Organologis Instrumen Lagia (Spike Fiddle) Pada
Kebudayaan Musikal Masyarakat Nias di Desa Dahadanȍ Botombawȍ, Kecamatan Hili
Serangkai, Kabupaten Nias. Tulisan ini mengkaji instrumen Lagia dilihat dari sisi
konstruksi bangunan instrumen dan kesejarahannya yang dihubungkan dengan latar belakang
kebudayaan masyarakat Nias. Dengan metode deskriptif-analitis dan etno-antropologis,
penelitian ini membahas bagaimana mekanisme konstruksi bangunan instrumen sehingga
dapat menghasilkan bunyi dan menguji apakah benar instrumen Lagia adalah native
instrument ( instrumen lokal) bagi masyarakat Nias.
Hasil penelitian ini menunjukkan pertama, bahwa instrumen Lagia memiliki empat
bagian penting yaitu bagian resonator, kayu penyangga senar, senar dan busur penggesek.
Keempat bagian ini membentuk satu sistem yang bertujuan untuk menghasilkan bunyi pada
instrumen Lagia. Dilihat dari sisi konstruksi, Lagia memiliki konsep bangunan yanng sama
dengan Erhu yang ada di China, meskipun berbeda dari sisi ukuran dan materi pembuatan.
Kedua, terkait dengan keberadaan instrumen Erhu yang ada di China dan didukung dengan
beberapa bukti sejarah tentang kedatangan masyarakat China di pulau Nias pada abad ke -11,
menunjukkan bahwa instrumen Lagia bukan merupakan native instrument (instrumen lokal)
melainkan hasil kontak budaya antara China dan Nias.
6
ABSTRACT
This thesis is entitled: Kajian Organologis Instrumen Lagia (Spike Fiddle) Pada
Kebudayaan Musikal Masyarakat Nias di Desa Dahadanȍ Botombawȍ, Kecamatan Hili
Serangkai, Kabupaten Nias. This thesis examines the Lagia in terms of building
construction and its historical instruments associated with the cultural background of Nias
people. With descriptive-analytic method and ethno-anthropological approach, this study
discusses how the mechanism of construction ,so that the instrument can produce sounds and
test whether the Lagia instrument is a native instrument (local instruments) for the people of
Nias.
The results of this study indicate, first, that the Lagia has four main parts, namely the
resonator, rafters strings, strings and bow . The fourth part is to form a system that aims to
produce sound on the instrument Lagia. In terms of construction, Lagia has simillar building
concept with the Erhu in China, although they differ in the size and material of manufacture.
Second, related to the presence of the instrument Erhu in China and supported by some
historical evidence of the arrival of Chinese people on the island of Nias in the 11th century ,
indicating that the Lagia instrument is not a native instrument (local instruments) but rather
the result of cultural contacts between China and Nias .
7
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak aspek kebudayaan suatu masyarakat yang dapat dipelajari dan ditelusuri
melalui satu kajian yang mendalam tentang asal-usul instrumen musikal. Nettl (1964:
dari banyak kunci yang tersedia untuk mengetahui berbagai latar belakang sejarah
kebudayaan musikal. Lebih jauh Nettl menjelaskan bahwa keberadaan dua atau lebih
instrumen musikal yang sama atau hampir sama di dua atau lebih kebudayaan musikal
mengindikasikan akan adanya kontak budaya yang mungkin terjadi di antara masyarakat
dan kebudayaan tersebut. Curh Sach (1962: 94-99) juga menekankan bahwa instrumen-
simbol penting di masyarakat pemilik tradisi musikal dimaksud. Artinya, studi tentang
instrumen tidak semata berkisar pada aspek fisik atau bunyi yang dihasilkan instrumen
an sich, tetapi juga membuka ruang diskusi yang lebih mendalam tentang sejarah
kontak budaya yang terjadi di dalam latar belakang sejarah kebudayaan musikal suatu
masyarakat.
Substansi penelitian proposal skripsi ini terinspirasi dari penjelasan Nettl (1964)
maupun Curt Sach (1962) di atas terkait dengan keberadaan instrumen Lagia yang ada
Hiliserangkai, Kabupaten Nias. Lagia adalah sebuah instrumen berdawai tunggal yang
terbuat dari akar pohon Salak (salacca zalacca). Sedangkan tabung resonator Lagia
terbuat dari bongkahan batang pohon Aren (arenga pinnata). Lagia dimainkan dengan
cara digesek menggunakan busur penggesek, sementara itu senar penggesek terbuat dari
8
bahan rotan (calamus manna). Mencermati strukturnya, maka instrumen Lagia dapat
digolongkan sebagai instrumen berklasifikasi alat gesek bersenar tunggal, dimana kayu
Dari hasil survei yang saya lakukan di desa Dahadanȍ Botombawȍ, saya
menemukan beberapa alat musik Lagia. Meskipun sudah sangat jarang digunakan, tetapi
pemain Lagia masih ditemukan di desa tersebut. Menurut penjelasan dari salah seorang
informan, bapak Hezatulȍ ndruru, mengatakan bahwa asal usul alat musik Lagia berasal
dari sebuah cerita rakyat yang berkembang dalam masyarakat Nias. Lagia adalah nama
seorang laki-laki berpenyakit kusta yang diasingkan dari pemukiman masyarakat dan
tinggal di hutan. Ketika merasa kesepian di hutan, lagia membuat alat musik yang terbuat
dari batang pohon aren dan melalui alat musik itu,lagia melantunkan nyanyian He Lagia
sebagai ungkapan rasa sedihnya. Ketika masyarakat mendengar bunyi alat musik
tersebut, mereka menyebutnya Lagia. sejak saat itu alat musik Lagia dikenal masyarakat
sebagai alat musik sendu. Namun, cerita rakyat ini tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Selanjutnya, bapak Hezatulȍ ndruru juga menjelaskan bahwa alat musik Lagia
berkembang dan dikenal berasal dari wilayah Nias bagian tengah, yaitu di desa
Lȍlȍwa’u dan kecamatan Gomo wilayah Nias bagian selatan. Meskipun demikian, tidak
ada keterangan lebih jelas tentang keberadaan instrumen Lagia dikedua wilayah
kecamatan tersebut. Hal ini semakin menarik ketika saya bertanya kepada beberapa
orangtua dan juga mahasiswa yang berasal dari kecamatan Gomo, sebagian besar dari
mereka tidak mengenal apa itu lagia. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Lagia
9
Dahadanȍ Botombawȍ? Dengan demikian, rekonstruksi sejarah perlu dilakukan untuk
Alat musik yang serupa juga ditemukan dalam kebudayaan China, yaitu alat musik
Erhu. Lagia sangat menyerupai bentuk alat musik Erhu. Di dalam sebuah buku Asal usul
masyarakat Nias, dicatat bahwa antara tahun 1368 s/d 1645 pada masa pemerintahannya,
Dinasti Ming melakukan pelayaran dan mendirikan pelabuhan di sekitar tepi pantai barat
kayu meranti ke China dan menjadi pemukiman orang China yang terletak berhadapan
dengan kecamatan Lahusa dan kecamatan Gomo di Nias (Rao dalam P.Johannes
pada saat itu terjadi kontak budaya antara masyarakat China dengan masyarakat Nias,dan
bagaimana proses kontak budaya itu terjadi? Apakah mungkin Lagia adalah instrumen
tradisional masyarakat Nias tetapi berasal dari China? Apakah Lagia merupakan adaptasi
dari alat musik Erhu? Bagaimana perkembangan alat musik Lagia di desa Dahadanȍ
Dalam tulisan ini, ada dua hal yang akan dianalisa yaitu: struktur bangunan
instrumen Lagia, format atau bangunan struktur musik Lagia, metode dan proses
lebih dalam lagi mengenai instrumen Lagia di desa Dahadanȍ Botombawȍ, Kecamatan
Hiliserangkai, Kabupaten Nias. Penulis bermaksud mengangkat topik ini menjadi satu
tulisan ilmiah yaitu skripsi sarjana untuk memenuhi syarat kelulusan dari Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu
10
“KAJIAN ORGANOLOGIS INSTRUMEN LAGIA ( Spike Fiddle) PADA
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan
Lagia.
Kabupaten Nias.
antara lain:
1.3.1. Tujuan
1.3.2. Manfaat
2. Agar menjadi bahan dokumentasi acuan bagi pemerintah kabupaten Nias untuk
11
3. Agar menjadi dokumentasi dan referensi bagi masyarakat untuk
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan konsep dan teori sebagai
pedoman bagi penulis untuk mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan dalam
1.4.1.Konsep
Berikut ini adalah beberapa pendapat yang menjelaskan tentang apa itu organologi.
Menurut Peter William (1984), organologi adalah studi deskriptif dan analitis
tentang instrumen. Bagian penting dari studi organologi adalah: klasifikasi analitis
serta penggunaan, teknik permainan dalam konteks gaya musik. Sedangkan, menurut Sue
harus dibatasi oleh penggunaan, kebudayaan atau periode sejarah (Devale 1990:4-5).
Oleh karena itu, konsep operasional organologi yang saya maksud dalam penelitian
ini adalah studi deskriptif dan analitis tentang instrumen tanpa harus dibatasi oleh
12
penggunaaan, kesejarahan, dan kebudayaan. Dengan demikian, dalam penelitian ini
kajian organologis Lagia tidak hanya dilihat dari struktur instrumen saja, tetapi latar
“A bow stringed instrument with a neck that pierces the body and emerges from
the lower end. Spike fiddle commonly have two or three strings, no frets, and
held vertically”(Dengan kata lain spike fiddle adalah sebuah instrumen bersenar
dengan leher atau gagang yang menembus badan resonator serta muncul pada
ujung bawah resonator. Spike fiddle biasanya memiliki dua atau tiga
senar/dawai, tanpa fret, dan dipegang secara vertical (Randel 2003: 837).
Struktur musik. Struktur adalah (1) cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan;
bangunan; yang disusun dengan pola tertentu; (2)pengaturan unsur atau bagian suatu
benda;(4)ketentuan unsur-unsur dari suatu benda (Suharso, 2005: 500). Jadi, struktur
musik dapat diartikan sebagai susunan kejadian bunyi yang mempunyai kombinasi nada,
ritme, dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional.
Lagia adalah alat musik yang ditemukan dalam kebudayaan musikal masyarakat
Nias, berdawai tunggal terbuat dari akar salak, dengan resonator yang terbuat dari
bongkahan batang pohon aren dan busur penggesek terbuat dari rotan. Alat musik Lagia
Deskripsi analitis terdiri dari dua kata yaitu deskripsi yang artinya menguraikan
apa adanya, sedangkan analitis adalah menjelaskan secara lebih dalam dan detail dengan
sebenarnya serta proses pemecahan masalah. Objek penelitian yang akan diuraikan adalah
13
1.4.2. Kerangka Teori
Teori klasifikasi Sach dan Hornbortel yang membagi kategori instrumen musikal di
should consider this aspect of instruments along with the structure and sound – producing
tersebut antara lain adalah aerophone yaitu sumber penggetar utama berasal dari udara;
membranophone yaitu instrumen dengan sumber penggetar utama berasal dari membran;
idiophone yaitu instrumen dengan sumber penggetar utama berasal dari instrumen itu
sendiri, dan chordophone yaitu instrumen dengan sumber penggetar utama berasal dari
dawai/ senar. Dengan kata lain, Prinsip pengklasifikasian Sach – Hornbostel tersebut jelas
dapat juga diaplikasikan di dalam menganalisa mekanisme produksi bunyi serta di dalam
Pemahaman tentang struktur dan fungsi instrumen yang dijabarkan oleh Susumu
(1987) adalah suatu pedoman atau kerangka berpikir yang dapat dijadikan acuan di dalam
“1. Structural and 2. Fungsional. Structural studies deal with the physical
aspect of musical instrument-observing, measuring and recording the shape,
size,construction,and the materials used in making the instrument. The second
deal with its function as a sound-producing tool, researching, measuring,and
recording, the playing method, tuning method, sound-producing uses and the
loudness,pitch, timbre,and quality of the sound produced”( Susumu,1987:174)
1. Struktural dan 2. Fungsional. Secara struktural . yaitu aspek fisik instrumen
musik, pengamatan, mengukur dan merekam bentuk, ukurannya, konstruksinya,
dan bahan yang dipakai. Secara fungsional,yaitu fungsi instrument sebagai alat
untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran, dan mencatat
metode, memainkan instrumen, kualitas bunyi yang dihasilkan.
14
Jeff Titon dalam bukunya Wolrd’s of Music, mengatakan bahwa di dalam hal
memahami gaya musik maka harus memperhatikan empat hal yaitu : (1) elemen nada yang
meliputi tangga nada, modus, harmoni dan sistem laras; (2) elemen waktu yang meliputi
ritme dan birama; (3) elemen suara meliputi warna suara dan bunyi dari instrumen dan (4)
intensitas yang meliputi keras lembutnya suara tersebut (1984:5). Tangga nada (scale)
adalah nada-nada yang tersusun dari yang terendah ke nada yang tertinggi dengan interval
tertentu. A collection of pitches arranged in order from lowest to highest or from highest
to lowest ( Randel, 2003:757). Modus (mode) adalah tangga nada dengan jumlah tujuh
nada dengan interval setengah atau satu. Sementara itu, harmoni (harmony) adalah dua
nada atau lebih dengan interval tertentu dibunyikan secara bersamaan di waktu yang sama
(George,1974). Ritme (rythm) adalah gerakan yang terjadi dalam ruang waktu. Teori
Kontak budaya adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan itu lambat
laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
Margaret Kartomi mengatakan bahwa proses kontak budaya dapat terjadi melalui
enam cara yaitu: perang, perdagangan, wisata, penyebaran agama, perkawinan antar suku
dan sekolah. Kartomi menjelaskan tiga proses terjadinya kontak budaya yaitu:
(1) synthesis adalah penyatuan dari beberapa elemen yang membentuk sesuatu yg
kompleks (Oxford English Dict). Dalam pengertian musikal, synthesis adalah menyatunya
elemen-elemen yang kontradiksi dari dua atau lebih musik yang ‘tertekan’ melalui proses
dialektikal menjadi suatu elemen musikal yang baru; (2) syncretism adalah sejak thn 1840
15
diartikan sebagai usaha menyatunya atau rekonsiliasi dari unsur-unsur praktek agama yang
berlawanan atau berbeda, yang kemudian oleh William P Malm diartikan sbg penyatuan
unsur-unsur dari dua kebudayaan yang kemudian penyatuan itu merubah nilai-nilai dan
proses transformasi kebudayaan ditandai dengan masuknya elemen kebudayaan baru dan
Selanjutnya, terdapat enam respon dari ketiga proses kontak budaya tersebut menurut
Margareth kartomi, antara lain: virtual rejection of an impinging music (dalam kondisi
tertentu satu kebudayaan bisa saja menolak pengaruh musikal dari kebudayaan yang
menginvasi); Tranfer of discrete musical traits (menerima atau mengambil secara terpisah
satu aspek dari suatu kebudayaan dan proses ini terjadi secara damai. Transfer ini tidak
menyebabkan terjadinya perubahan yang major, dan transfer seperti ini tidak akan disertai
perubahan ‘rasa’ musikal, sikap maupun konsep yang siginifikan; Pluralistic coexistence
terhadap praktek musik komunitas lainnya secara paralel, dan terpisah.); Nativistic musical
revival (sebuah kebudayaan musikal yg telah lama didominasi oleh kebudayaan musikal
lainnya dan telah mengabaikan tradisi musiknya, suatu ketika tersadar akan bahaya bahwa
tradisi musiknya bisa saja punah, dan kemudian membuat usaha untuk penyelamatannya);
Musical abandonment (hilangnya suatu tradisi musik bisa terjadi akibat adanya tekanan
atau intimidasi, atau bisa saja hilang secara alamiah jika institusi masyarakat yg
Ini penting untuk menguji Lagia benar merupakan instrumen yang terdistribusi ke
dalam kebudayaan masyarakat Nias sekitar abad ke-11, pada saat terjadinya kontak
16
perdagangan antara pedagang China dengan masyarakat lokal. Jika hal tersebut benar
terjadi, teori ini juga akan menjadi dasar pemikiran untuk menjelaskan bagaimana proses
menjadi dasar pemikiran penulis untuk melihat apakah benar Lagia merupakan adaptasi
dari instrumen Erhu sebagai hasil dari proses kontak budaya, mengingat adanya kemiripan
“...The fact that instruments are relatively so complex makes it possible to use
them as indicators of cultural contact between peoples. If identical forms of
instruments are found in separated areas, and if these forms are fairly complex,
there is a strong possibility that they were brought from one area to the other, or
to both from a third area”.(keberadaan dua instrumen yang sama atau hampir
sama, kemungkinan besar bahwa keduanya mengalami kontak budaya yang
mungkin terjadi diantara masyarakat dan kebudayaan) (Nettl,1964:206-207).
Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengacu pada pendapat Bruno Nettl,
dalam Theory and Method Ethnomusicology, mengatakan bahwa ada dua hal metode
penelitian di dalam etnomusikologi , yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja
adanya dan menjelaskan secara mendalam mengenai alat musik Lagia dari sisi struktur
Berdasarkan pendapat Nettl di atas, maka dalam penelitian ini penulis melakukan
beberapa tahapan kerja yang terdiri dari studi kepustakaan, kerja lapangan, wawancara,
17
1.5.1. Studi Kepustakaan
yang melandasi penelitian. Hal pertama yang dilakukan penulis adalah mempelajari
artikel, buku, ensiklopedi, jurnal, dan berbagai literatur atau sumber bacaan yang memuat
sumber informasi tentang objek penelitian. Dengan dilakukannya studi kepustakaaan maka
Oleh karena itu, sebelum melakukan kerja lapangan, penulis terlebih dahulu
pun sumber tulisan lainnya yang mendukung penelitian ini. Studi ini berfungsi untuk
ini.
Ada pun beberapa tulisan yang berhubungan dengan tulisan ini antara lain:
Buku Asal Usul Masyarakat Nias, yang ditulis oleh P. Johannes Harmmelle pada
tahun 2001. Buku ini memuat tentang asal usul sejarah masyarakat Nias, dan mengutip
wilayah kebudayaan Nias. Kemudian skripsi Titi Krisnawati Laoli yang berjudul “ Studi
Deskriptif dan Analitis Identitas Musikal Nias Yang Terkandung Dalam “ZinunŐ BNKP”.
Skripsi ini membahas tentang kebudayaan musikal Nias serta identitas musikal dalam
zinunŐ BNKP. Selanjutnnya artikel-artikel yang diterbitkan oleh yayasan pusaka Nias,
salah satunya buku Pusaka Nias dalam Media Warisan. Buku tersebut berisi atrikel-artikel
Sejauh ini, penulis belum pernah mendapatkan kepustakaan khusus mengenai alat
musik Lagia. Nasmun ditemukan adanya beberapa buku yang memberikan sedikit
penjelasan tentang alat musik Lagia berupa pengenalan dari sisi bentuk dan ukuran, cara
18
pembuatan, sejarah serta cara memainkannya. Meskipun demikian informasi yang didapat
tidak terlalu spesifik membahas secara mendalam tentang alat musik Lagia. Melalui
tulisan-tulisan tersebut diatas cukup memberikan informasi yang mendukung penelitian ini
1.5.2. Wawancara
penelitian secara langsung. Kerja lapangan meliputi observasi, wawancara, dan perekaman.
berencana, yang antara lain melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah ativitas atau
situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Sementara wawancara
adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peliti
mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian
face), (Soekidjo, 2010: 139). Beberapa jenis wawancara yaitu : wawancara formal,
Pada penelitian ini, penulis akan mencari informasi dengan melakukan wawancara
dengan tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui tentang alat musik Lagia, pemain alat
musik Lagia. Beberapa diantaranya adalah bapak Hezatulȍ Ndruru, sebagai salah seorang
karyawan di museum pusaka nias juga sebagai pemain alat musik tardisional nias. selain
itu penulis juga akan melakukan wawancara kepada bapak Yustinus Mendrȍfa sebagai
salah seorang tokoh masyarakat, pemain musik lagia di desa Dahadanȍ Botombawȍ,
19
1.5.3. Kerja Lapangan
penelitian secara langsung. Kerja lapangan meliputi observasi, wawancara, dan perekaman.
berencana, yang antara lain melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah ativitas atau
Selain itu penullis juga mengacu pada pendapat Nettl yang mengatakan bahwa
kerja lapangan ( field work) dalam studi etnomusikologi adalah menunjuk pada
dalam kerja lapangan,hasil lapangan yang terpenting tidak hanya hasil rekaman, tetapi
kemampuan dan pengetahuan peneliti dalam budaya musikal yang sedang diteliti. Hasil
masyarakat di desa tersebut masih mengenal dan terdapat beberapa masyarakat yang
Perekaman data baik visual atau audio merupakan salah satu bagian terpenting yang
data visual dan audio dilakukan secara langsung pada saat pembuatan alat musik lagia
oleh seorang pemain musik alat musik Lagia. Perekaman data ini dilakukan dengan
menggunakan kamera digital Sony dan Handphone Samsung Galaxy Grandprime. Media
20
tersebut digunakan untuk merekam proses pembuatan alat musik Lagia. Selanjutnya hasil
Semua hasil perekaman melalui kerja lapangan akan diolah dalam kerja
penulis akan melakukan seleksi terhadap data dengan membuang data yang tidak perlu dan
menambahkan data yang kurang. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan pendekatan
transkripsi (transcription) adalah “the reduction of music from live or recorded sound to
written notation (mereduksi musik secara langsung atau bunyi yang direkam ke dalam
bentuk notasi tertulis ( Randel 2003: 902). Selanjutnya, Nettl mengatakan bahwa ada dua
apa yang kita dengar, dan (2)kita dapat menuliskan dan mendeskripsikan apa yang kita
lihat .Oleh karena itu untuk menganalisis instrumen lagia maka penulis perlu proses untuk
bunyi instrumen lagia dari simbol notasi visual tersebut.Hal ini lah yang disebut transkripsi
Weighted Scale dari William P.Malm (1977) yang mengatakan bahwa ada beberapa
(tangga nada), 2. nada dasar (pitch center), 3. range (wilayah Nada), 4. frequency of notes
21
(jumlah nada-nada), 5. prevalent Intervals (interval yang dipakai), 6. cadence patterns
Simbol-silmbol yang akan dipakai dalam proses trankripsi adalah tanda birama 6/8
½ ketuk
kecamatan Hili Serangkai, Kabupaten Nias. Penulis memilih lokasi penelitian tersebut
karena masyarakat di desa ini pada umumnya masih mengenal alat musik Lagia dan
terdapat beberapa masyarakat yang masih memiliki bahkan dapat memainkan alat musik
Lagia. Hal ini memungkinkan penulis untuk mengetahui lebih banyak mengenai instrumen
Lagia.
22
BAB II
Pada bab II akan dijelaskan secara singkat gambaran umum mengenai lokasi
penelitian yaitu desa Dahadanȍ Botombawȍ. Penjelasan meliputi letak geografis, sejarah
mengenai kesenian lokal yaitu sistem kesenian yang berkembang di desa Dahadanȍ
Botombawȍ. Aspek lain yang penting dibahas adalah deskripsi instrumen Lagia yang
ini akan dibahas lebih lanjut di bab berikutnya. Berikut adalah uraian tersebut secara
umum.
Desa Dahadanȍ Botombawȍ adalah satu desa yang terletak di Kecamatan Hili
Serangkai, Kabupaten Nias (lihat peta 1). Desa ini merupakan ibukota kecamatan dari
lima belas desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Hili Serangkai. Kelima belas desa
tersebut adalah desa Lȍlȍwua, desa Dahadanȍ Botombawȍ, desa Lȍlȍwua Hiliwarasi,
desa Fulȍlȍ , desa lalai, desa Hilizia Lauru, desa Fadoro Lalai, desa Lalai, desa Fulȍlȍ
Lalai, desa Lȍlȍfaȍsȍ Lalai, desa Fadoro Hunogȍa, desa Awela, desa Ehosakhozi, desa
Onombongi, desa Lȍlȍfaȍsȍ, dan desa Orahili Idanoi1. Jika dilihat dari wilayah
kebudayaan (culture area) kepulauan Nias, desa ini termasuk wilayah Nias bagian tengah.
lahan perkebunan sedangkan sisanya untuk lahan pemukiman penduduk dan fasilitas-
1
Lihat Daftar Gambar (Peta Administrasi Kecamatan Hili Serangkai
23
Peta 1: Desa Dahadanȍ Botombawȍ
24
fasilitas desa lainnya, seperti kantor balai desa, puskesmas rawat inap, gereja, taman
terhadap kebudayaan tradisi, terbukti dengan berdirinya sebuah sanggar seni desa yang
disebut sanggar Aforeteholi. Sanggar ini telah banyak mengukir prestasi disetiap festival
kebudayaan Nias di wilayah se-Kabupaten Nias, yang dilaksanakan sekali dalam dua
tahun. Terakhir pada tahun 2014, sanggar ini ikut berpatisipasi dan dinilai sebagai
pertunjukkan terbaik pada saat itu. Perlu diketahui bahwa sanggar ini pertama sekali
dipelopori oleh alm A.Tuti Mendrȍfa, yang membangkitkan kesenian tradisional Nias
meliputi penggunaan alat-alat musik tradisi, nyanyian rakyat , dan tarian maena baluse.
Tarian maena baluse adalah salah satu kesenian yang sangat terkenal berasal dari desa
Dahadanȍ Botombawȍ. Hal ini akan lebih lanjut dibahas pada sub judul berikutnya.
agama dan pemerintahan antara lain: dua buah gedung sekolah dasar negeri, satu buah
kantor kecamatan, satu buah gedung puskesmas rawat inap, satu buah kantor penyuluh
pertanian, dan tiga gedung ibadah, yaitu dua gedung ibadah Kristen Protestan (BNKP)
pemukiman penduduk dan 65% merupakan lahan daratan yang digunakan sebagai lahan
perkebunan karet. Desa ini memiliki morfologi/ bentang alam yaitu perbukitan.
Desa Dahadanȍ Botombawȍ merupakan lalu lintas antar kabupaten. Hal ini
mengakibatkan desa Dahadanȍ Botombawȍ sangat ramai disinggahi oleh masyarakat dari
2
Wawancara kepada bapak Yustinus Mendrȍfa, tanggal 1 April 2016 di SMA Swasta Pemda Gunungsitoli.
25
Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias Selatan. Batas-batas wilayah desa Dahadanȍ
Sebelah Utara : Desa Lȍlȍwua Kecamatan Hili Serangkai dan desa Sisobahili
Sebelah Timur : Desa Lȍlȍwua dan desa Hiliwarasi, Kecamatan Hili Serangkai
Desa Dahadanȍ Botombawȍ beriklim tropis, yang memiliki pengaruh terhadap pola
tanaman dan lahan pertanian. Selain itu, topografi wilayah perbukitan mengakibatkan
tanaman yang paling banyak tumbuh di wilayah ini adalah tanaman karet dan kakao. Oleh
sebab itu, keadaan iklim dan topografi desa Dahadanȍ Botombawȍ mempengaruhi sistem
pencaharian masyarakat pada umumnya, yaitu bekerja sebagai petani karet dan kakao.
Selain kedua tanaman tersebut, tanaman seperti pohon aren juga banyak tumbuh di
wilayah desa Dahadanȍ Botombawȍ. Sehingga tidak sedikit masyarakat desa Dahadanȍ
Botombawȍ selain bekerja sebagai petani karet, mereka juga bekerja sebagai penyadap
nira.
Sama seperti sistem pemerintahan desa pada umumnya, sistem pemerintahan desa
Dahadanȍ Botombawȍ dipimpin oleh seorang kepala desa dan beberapa anggota aparat
desa lainnya (lihat bagan 1). Saat ini desa Dahadanȍ Botombawȍ dipimpin oleh bapak
Yustinus mendrȍfa sekaligus menjabat sebagai sekretaris desa. Aparat desa bekerja untuk
menjalankan program-program desa yang telah ditetapkan dari pemerintah pusat demi
26
Bagan 1: Struktur Pemerintahan Desa Dahadanȍ Botombawȍ
YUSTINUS
Anggota BPD Sekretaris BPD MENDROFA
pemerintahan desa terletak di dusun II. Setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun
Berbicara tentang sejarah desa Dahanȍ Botombawȍ berarti membahas mengenai asal-
usul berdirinya desa Dahadanȍ Botombawȍ. Sejarah desa Dahadanȍ Botombawȍ dimulai
dengan suatu perkumpulan beberapa kelompok masyarakat hingga akhirnya berdiri lah
sebuah desa yang dipimpin oleh tokoh masyarakat, yang pada awalnya mereka disebut
Botombawȍ.3
Desa Dahadanȍ Botombawȍ berawal dari sebuah daerah yang disebut Fulȍlȍ
keturunan Maru bahili, berkembang menjadi sebuah daerah yang kemudian disebut
Namun, bencana wabah penyakit melanda seluruh wilayah di desa tersebut dan
mengakibatkan ±70 orang warga desa meninggal dunia. Untuk menghindari korban yang
lebih banyak lagi, akhirnya penduduk desa Sobagimbȍwȍ pindah ke daerah Salo’o (kaki
gunung Hiliwarasi).
Lasara Bawo, Bawo Salo’o, Balȍhili Fulȍlȍ, dan Lasara Bahili. Dahadanȍ berasal dari
kata “daha” yang artinya perkumpulan dari Sobagimbȍwȍ, Fulȍlȍ, Lasara Sobagimbȍwȍ,
Lasara Bawo, Bawo Salo’o, Balȍhili Fulȍlȍ, dan Lasara Bahili. Sedangkan kata “danȍ”
3
Hasil wawancara kepada bapak Yustinus Mendrȍfa pada tanggal 10 April 2016, di desa Dahadanȍ
Botombawȍ
28
artinya tanah/tempat tinggal. Kata “Botombawȍ”, berasal dari nama sebuah jalan yang
mempunyai bukit dan ditumbuhi oleh pohon mawȍ ( kayu jati) yang besar. Pada masa
Pada awalnya penduduk berjumlah lima puluh kepala keluarga dipimpin oleh seorang
salawa silimawulu ( kepala adat) yaitu Kasoala Mendrȍfa ( Ama waelu mendrȍfa/ Bawa
duha). Pada saat itu, beliau disebut sebagai kepala kampung dari tahun 1905 s.d. 1917.
Setelah beliau meninggal, kepemimpinan desa dilanjutkan oleh Tarufa mendrȍfa (Ama
Lidia/Tuha angetula), memerintah dari tahun 1917 s.d. 1937. Setelah itu, kepemimpinan
dilanjutkan oleh Botokhi Mendrȍfa (Ama Mbalazi mendrȍfa/ Tuha aro, sebagai kepala
kampung dari tahun 1937 s.d. 1979. Sejak tahun 1979 istilah kepala kampung tidak lagi
disebut kepada seorang pemimpin desa, tetapi masyarakat sudah menggunakan istilah
kepala desa.
Oleh sebab itu, pada masa pemerintahan Botokhi Mendrȍfa dari tahun 1979-1985 ,
beliau disebut sebagai kepala desa. Setelah masa jabatan beliau habis, dia digantikan oleh
Faogoli Mendrȍfa (Ama Rorogȍ Mendrȍfa/ Tuha samaedohili) yang dipilih melalui
pemilihan kepala desa oleh masyarakat dan memerintah dari tahun 1985-1998. Setelah
masa jabatannnya berakhir, maka pemilihan kepala desa yang baru kembali dilaksanakan
dan menetapkan Balazi Mendrȍfa ( Ama Gameda) sebagai kepala desa, memerintah dari
melanjutkan tugas kepemimpinannya, maka diangkat lah seorang pelaksana tugas kepala
desa yaitu Temasȍkhi Mendrȍfa yang memerintah dari tahun 1999 s.d. 2008. Pemilihan
kepala desa untuk periode selanjutnya menetapkan beliau sebagai kepala desa tetap dan
memerintah dari tahun 2009-2014. Setelah periode itu berakhir, dipilih lah seorang Pj.
Kepala desa An. Solima Gulȍ ( Ina Calvin Mendrȍfa) selama satu tahun. setelah selesai
29
Christin Mendrȍfa) sebagai kepala desa sekaligus sebagai sekretaris desa sejak bulan
Tabel 1:
Masyarakat desa Dahadanȍ Botombawȍ adalah penduduk asli suku Nias yang
memiliki adat istiadat yang sama dan mayoritas beragama Kristen Protestan. Menurut
informasi dari bapak Yustinus Mendrȍfa, masyarakat di desa ini sangat menjunjung tinggi
nilai gotong- royong dan kearifan lokal lainnya sejak berdirinya desa Dahadanȍ
Botombawȍ. Hal tersebut secara efektif mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat yang
30
terhindar dari bentrok antarkelompok masyarakat desa. Meskipun jauh dari wilayah
perkotaan, namun pengaruh gaya hidup masyarakat di kota masih ditemukan di desa ini.
Penggunaan teknologi dan transportasi sudah berkembang seperti di kota Gunung Sitoli.
Keadaan ini mengakibatkan lahan pertanian di desa ini sangat cocok terhadap
perkembangan tanaman karet dan kakao. Oleh sebab itu, 65% dari luas wilayah desa
perkebunan karet. Sebagian masyarakat bekerja sebagai tukang bangunan, peternak ayam
dan babi, pedagang dan sebagian lagi penduduknya bekerja di instansi pemerintah sebagai
pegawai negeri sipil. Perbedaan status ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat
mengakibatkan adanya kelompok rumah tangga yang miskin, sedang, dan kaya (Yustinus,
2016).
adalah bahasa Nias ( Li Niha), dengan logat bahasa wilayah Nias bagian tengah (Brian,
2012:51). Meskipun demikian, pengaruh bahasa melayu Indonesia juga ditemukan di desa
Dahadanȍ Botombawȍ. Masyarakat sudah mengenal bahasa Indonesia dan sebagian dari
dan sebagian lagi menganut agama Kristen Katolik. Kedua kelompok masyarakat ini
31
2.3.3 Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Penduduk desa Dahadanȍ Botombawȍ berjumlah 1.243 jiwa yang terdiri dari laki-
laki: 606 jiwa dan perempuan berjumlah 637 jiwa. Sementara itu, jumlah kepala keluarga
terdiri dari 227 kepala keluarga yang terbagi ke dalam empat wilayah dusun.
Tabel 2:
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Dari tabel tersebut jelas terlihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat di desa
terhadap kesenian tradisi, terbukti dengan berdirinya satu sanggar seni budaya yang
disebut sanggar Aforeteholi. Sanggar ini menjadi sarana bagi pemuda-pemudi desa untuk
belajar dan mengenal kesenian tradisi berupa alat musik, nyanyian, dan tarian tradisional
Nias. Informasi dari bapak Yustinus Mendrȍfa mengatakan bahwa sanggar desa ini sudah
berdiri sejak tahun 70-an dan selalu menjadi yang terbaik disetiap pertunjukkan festival
budaya di wilayah Kabupaten Nias, yang dilaksanakan setiap sekali dalam dua tahun.
Ada pun beberapa alat musik yang diperkenalkan dalam sanggar tersebut antara lain
gȍndra, faritia,aramba, tutuhao, lagia, fondrahi, tamburu, koroso, duri mbalȍduhi, doli-
32
doli, surune, koko. Dalam setiap pertunjukkannya, paling tidak terdapat sepuluh instrumen
yang selalu digunakan untuk mengiringi tarian dan nyanyian tradisional nias. Perlu
diketahui bahwa hampir semua alat musik tersebut diatas dimainkan dalam bentuk
Salah satu kesenian yang sangat terkenal dari sanggar desa ini adalah tari maena
baluse. Tarian ini adalah tarian yang diikuti oleh beberapa pemuda/i dan orangtua yang
diiringgi oleh beberapa instrumen tradisional Nias. Dalam pertunjukkannya, penari maena
baluse masing-masing memegang gari (pedang) di tangan kiri dan baluse (tameng) di
tangan kanan. Mereka menari sambil diiringi oleh alat musik tradisi seperti gȍndra,
aramba, faritia, dan beberapa instrumen lainnya. Tarian ini merupakan tari penyambutan
tamu disetiap acara tertentu di desa Dahadanȍ Botombawȍ maupun di wilayah Kabupaten
Nias.
Sejarah berdirinya sanggar desa Aforeteholi pada awalnya dipelopori oleh alm. Ama
Tuti Mendrȍfa sekitar tahun 70-an. Pada saat itu beliau membangkitkan musik tradisi,
nyanyian dan tarian maena baluse di desa Dahadanȍ Botombawȍ. Pada awalnya mereka
berdasarkan informasi dari bapak Yustinus Mendrȍfa, sampai saat ini sanggar Aforeteholi
mengalami kemunduran. Badan pengurus harian sanggar ini sudah tidak jelas lagi dan
latihan rutinitas tidak lagi dilaksanakan. Beliau menambahkan bahwa pemuda/i desa hanya
akan melaksanakan latihan ketika mereka hendak mengikuti festival yang dilaksanakan
oleh pemerintah di Kabupaten Nias atau mengisi acara pada kegiatan tertentu.
Terkait dengan pembasan tulisan ini mengenai instrumen Lagia, penulis sangat
prihatin dengan eksistensi instrumen Lagia di desa Dahadanȍ Botombawȍ. Lagia sudah
tidak banyak diminati oleh masyarakat di desa Dahadanȍ Botombawȍ. Selain itu, pada
33
kegatan festival kebudayaan terkahir pada tahun 2014, Lagia tidak dimainkan pada saat
pertunjukkan. IPTEK telah mempengaruhi minat remaja dan warga desa Dahadanȍ
Botombawȍ untu mengembangkan instrumen Lagia.4 melihat keadaan seperti itu, penulis
berpendapat bahwa kemungkinan instrumen Lagia bisa saja punah di masa yang akan
desa Dahadanȍ Botombawȍ kurang memberi perhatian terhadap kesenian tradisi, tidak
seperti yang dilakukan oleh gnerasi desa di awal berdirinya sanggar Aforeteholi.
4
Berdasarkan hasil wawancara kepada bapak Ama Logis Mendrȍfa, tanggal 10 April 2016 di Desa Dahadanȍ
Botombawȍ
34
2.5. Kesimpulan
Desa Dahadanȍ Botombawȍ adalah salah satu dari kelima belas desa yang termasuk
ke dalam wilayah Kecamatan Hili Serangkai, Kabupaten Nias. Dilihat dari wilayah
kebudayaan (culture area), desa Dahadanȍ Botombawȍ termasuk ke dalam wilayah Nias
bagian tengah. Desa Dahadanȍ Botombawȍ memiliki luas ± 4.400 meter persegi, dan
pada umumnya merupakan lahan perkebunan karet dengan topografi perbukitan. Desa
Dahadanȍ Botombawȍ dipimpin oleh kepala desa dan beberapa aparat desa. Bahasa yang
digunakan oleh penduduk desa Dahadanȍ Botombawȍ adalah bahasa Nias ( Li Niha)
yang digunakan oleh masyarakat Nias pada umumnya. Sedangkan dilihat dari sisi
kesenian tradisi, terbukti dengan berdirinya sebuah sanggar yang disebut sanggar
Aforeteholi. Dari beberapa instrumen tradisi, Lagia menjadi salah satu instrumen yang
Nias. Selain itu, Desa Dahadanȍ Botombawȍ sangat terkenal dengan seni tarinya yaitu tari
maena baluse .
dan penggunaan MP3. Pengaruh ini mengakibatkan penurunan daya tarik masyarakat di
desa Dahadanȍ Botombawȍ untuk mempertahankan kesenian tradisional Nias yang sudah
lama berkembang di wilayah mereka. Beberapa alat musik tradisional seperti Lagia, sudah
jarang digunakan bahkan jika dilihat dari fisik instrumen, alat musik ini tidak layak pakai.
35
BAB III
Pada bab III akan dijelaskan mengenai deskripsi instrumen Lagia. Penjelasan tersebut
meliputi klasifikasi instrumen, konstruksi Lagia, sejarah Lagia, proses pembuatan dan
teknik memainkan Lagia. Lebih jauh akan menjelaskan konstruksi fisik instrumen Lagia
dengan kayu penyangga senar menembus tabung resonator). Aspek lain yang penting
dibahas adalah mekanisme penghasil bunyi pada instrumen Lagia yang akan dibahas di
Curth sach dan Hornbostel dikenal dengan teorinya yaitu sistem pengklasifikasian
instrumen dunia (1961). Sistem ini didasarkan pada sumber penggetar utama pada
instrumen, sehingga setiap instrumen dapat menghasilkan bunyi. Klasifikasi ini kemudian
A. Idiophone, yaitu instrumen dengan sumber penggetar utama bunyi adalah badan
atau tubuh instrumen itu sendiri. Contohnya adalah gong, xilophone, dll.
C. Aerophone, yaitu instrumen dengan sumber penggetar utama bunyi berasal dari
36
D. Chordophone, yaitu instrumen dengan sumber penggetar utama bunyi adalah
klasifikasi:
B. Spike fiddle, yaitu instrumen kordofon dimana gagang penyangga senar menembus
resonator.
C. Frettless, yaitu instrumen kordofon yang tidak memiliki batas pemisah pada
Lagia adalah salah satu instrumen musikal masyarakat Nias yang sudah sangat lama
dikenal. Instrumen ini hanyalah salah satu dari instrumen diantara beberapa instrumen
Uniknya, Lagia adalah satu-satunya instrumen berdawai tunggal pembawa melodi dalam
instrumen musikal masyarakat Nias. Instrumen ini adalah instrumen berdawai tunggal
dengan resonator yang terbuat dari batang pohon aren, senar terbuat dari tutura (rotan),
menggunakan busur penggesek yang senarnya terbuat dari rotan. Jelas bahwa Lagia
dimainkan dalam bentuk formasi solo. Hal- hal yang berkaitan dengan konstruksi Lagia
Sejarah mengenai asal-usul instrumen ini tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat
Nias. Menurut bapak Hezatulȍ Ndruru, asal usul instrumen Lagia berkembang dari sebuah
37
cerita rakyat yang ditulis dalam sebuah buku yang berjudul Pusaka Nias Dalam Media
Warisan. Di dalam buku tersebut ditulis bahwa instrumen Lagia diciptakan oleh seorang
laki-laki berpenyakit kusta yang diasingkan ditengah hutan, jauh dari pemukiman
Ba’uruna membuat alat musik yang terbuat dari batang pohon aren dan melalui alat musik
itu, dia melantunkan sebuah nyanyian yang dikenal dengan “He lagia” sebagai ungkapan
rasa sedihnya. Ketika masyarakat mendengar bunyi alat musik tersebut, mereka
menyebutnya Lagia. Sejak saat itu Lagia dikenal masyarakat sebagai alat musik sendu.
Lagia terus berkembang hingga banyak dikenal oleh masyarakat dan tidak hanya
dimainkan di ladang saja, namun sudah dimainkan dalam upacara kematian. Namun, cerita
mengatakan bahwa instrumen Lagia diciptakan oleh seorang penyadap nira yang berasal
dari daerah Nias bagian tengah. Hal ini dikaitkan karena pada zaman dahulu, disaat
masyarakat Nias lebih banyak bekerja sebagai petani, mereka menciptakan sesuatu benda
yang bisa dimainkan dan menghasilkan bunyi. Benda tersebut dapat terbuat dari benda-
benda alam yang ada disekitar mereka. Jelas bahwa benda tersebut berfungsi sebagai
hiburan pribadi ketika sedang istrahat dari pekerjaan mereka. Demikian halnya dengan
Lagia. Instrumen ini diciptakan oleh seorang penyadap nira yang sedang kesepian di hutan
sembari menunggu tempat penampungan niranya penuh. Mereka memotong batang pohon
aren (Arengga Pinatta) yang sudah tidak menghasilkan nira lagi dan menjadikannya
sebagai badan dari alat musik yang mereka buat. Proses hingga benda tersebut dapat
menghasilkan bunyi mengalami proses yang lama hingga mereka menemukan akar salak
(Salacca Zallaca) sebagai senar dan busur penggesek yang senarnya terbuat dari rotan
38
(Callamus Manna) . Namun asal usul nama nama instrumen Lagia, tidak diketahui secara
jelas.
Apabila dilihat dari sisi konstruksi fisik instrumen, Lagia sangat mirip dengan
instrumen Erhu yang ada di China. Dalam sebuah buku berjudul Asal Usul Nias, pastor
Hammerle sudah menulis tentang pengaruh kebudayaan China pada tahun 1348 s/d 1684
yang ada hubungannya dengan sejarah peradaan masyarakat di pulau Nias. Meskipun
tidak ada tulisan yang secara jelas menulis tentang pengaruh kebudayaan musikal, dalam
hal ini pengaruh instrumen Erhu terhadap Lagia, namun tulisan pastor Hammerle paling
pengaruh dari instrumen Erhu yangg dibawa oleh masyarakat China ketika terjadi kontak
budaya antar masyarakat lokal. Penjelasan lebih detail tentang hal ini akan dijelaskan
Tulisan tentang instrumen Lagia sudah ditulis terlebih dahulu oleh seorang
etnomusikolog bernama Japp Kunts dalam bukunya yang berjudul Music In Nias (1939).
Japp Kunts dalam bukunya tersebut menulis tentang klasifikasi instrumen musikal dalam
masyarakat Nias berdasarkan sistem klasifikasi oleh Curt sach dan Hornbostel (1961).
Dalam tulisan tersebut, Kunts menulis sebuah nama instrumen tergolong kordofon yaitu
instrumen One Stringed Spitted Lute (instrumen jenis lute yang berdawai tunggal).
Dalam tulisannya tersebut, Kunts tidak menulis secara jelas nama instrumen bahkan
mengatakan “...native name unknown” (nama lokal daripada instrumen tersebut tidak
diketahui). Kunts menambahkan bahwa instrumen ini sangat primitive dan dimainkan
dengan sebuah busur ( very primitive spitte lute played with a bow). Instrumen spitted lute
ditemukan di Nias Selatan pada tahun 1925 oleh Dr. Paul Wirz dan diperkenalkan sampai
39
resonator instrumen terbuat dari kayu berbentuk konis yang keras dan berongga, bagian
belakang terbuka dan bagian depan terrtutup oleh sepotong kayu tipis. Gagang instrumen
merupakan tongkat kayu yang panjang menembus diameter resonator sehingga beberapa
sentimeter muncul pada bagian resonator dan membentuk kaki pada instrumen (..foot of
the instrumen). Senar instrumen ini terbuat dari serat bambu ( bamboo fibre). Selain itu,
Kunts juga menyebut bahwa instrumen ini memiliki bridge berbentuk setengah lingkaran
(semicircular) yang memberikan jarak antara resonator dengan senar. Untuk mengatur
ketegangan senar, Kunts mengatakan bahwa tidak hanya melalui bridge tetapi dapat juga
diatur dengan memindahkan bagian yang melingkar (loop) ke atas atau ke bawah (Kunts,
1939:43). Penulis berpendapat bahwa yang dimaksud “the loop” oleh Kunts pada gagang
senar adalah Nasa5, yaitu bagian yang berbentuk cincin dipasang secara melingkar pada
Berdasarkan deskripsi instrumen Spitted lute yang dikemukakan oleh Japp Kunts,
penulis yakin bahwa instrumen yang dimaksud adalah Lagia. Namun, kemungkinan
istilah Lagia pada saat itu (sekitar tahun 1925 pada saat ditemukan oleh Dr. Wirz) belum
dipakai oleh masyarakat Nias sebagai native name instrument (nama lokal instrumen)
untuk menjelaskan instrumen spitted lute, sehingga Kunts tidak menyebut istilah Lagia
dalam tulisannya tersebut. Selain itu, Kunts mengatakan bahwa adanya bagian yang
melingkar pada bagian gagang (the loop). Tulisan ini menunjukkan bahwa Lagia sudah
ada sejak 91 tahun yang lalu. Namun penulis berpendapat bahwa Lagia yang ditemukan
Untuk membahas konstruksi instrumen Lagia, penulis mengacu pada instrumen Lagia
yang dibuat oleh bapak Hezatulȍ Ndruru. Instrumen ini terdiri dari beberapa bagian yang
5
Lihat Gbr 10 dalam Bab III :Nasa. Hal. 37
40
memiliki fungsi masing-masing (lihat lampiran daftar Gambar). Penjelasan mengenai
bagian-bagian dari instrumen Lagia akan dijelaskan pada sub judul pembahasan berikut
ini.
Pembahasan mengenai teknik pembuatan Lagia meliputi bahan baku pembuatan dan
proses pembuatan. Di dalam pembahasan ini penulis mengacu pada informasi dari bapak
Menurut penjelasan bapak Hezatulȍ Ndruru sebagai pembuat alat musik Lagia
ukuran yang tetap. Ukuran Lagia tergantung kepada pembuatnya. Beliau juga
menambahkan bahwa pada zaman dulu, pembuat Lagia tidak menggunakan alat ukur yang
baku seperti pemggaris, tetapi mereka menggunakan sistem jengkal. Hal ini menimbulkan
perbedaan ukuran-ukuran Lagia. Dalam pembahasan ini, penulis mengacu pada ukuran
30-35 cm
18-22 cm
41
Resonator adalah bagian daripada instrumen Lagia yang terbuat dari batang pohon
aren, nibung atau sembarang kayu yang dinilai memiliki kualitas yang baik dan tentunya
tahan lama, tidak mudah rapuh. Salah satu sisi resonator dibiarkan terbuka, sementara sisi
lainnya ditutup menggunakan pelepah pinang atau triplek. Ukuran resonator tidak tetap.
Namun, pada umumnya resonator berukuran 30-35 cm, dengan diameter ± 18-22 cm. kayu
yang digunakan sebagai resonator memiliki ketebalan ± 1,5 cm. Menurut penjelasan
bapak Hezatulȍ Ndruru, awalnya resonator Lagia terbuat dari batang pohon aren. Namun
pada perkembangannya, pembuat Lagia tidak lagi memilih batang pohon aren karena sulit
ditemukan, sehingga mereka mencari alternatif lain dan memilih kayu yang dianggap
memiliki kualitas yang baik. Meskipun demikian, batang pohon aren memiliki kualitas
kayu yang tahan lama dan tidak mudah rapuh. Namun, apabila dilihat dari kualitas bunyi
yang dihasilkan, resonator yang terbuat dari batang pohon aren menghasilkan bunyi yang
lebih kecil dan cenderung rendah dibandingkan dengan resonator yang terbuat dari kayu
yang menghasilkan bunyi yang lebih nyaring. Menurut bapak Hezatulȍ Ndruru, hal ini
dipengaruhi oleh ketebalan kayu aren dibandingkan dengan sembarang kayu yang
75-80 cm
(Dokumentasi : Penulis,2016)
Gagang senar pada instrumen Lagia dibuat sama seperti batang kayu yang
digunakan sebagai resonator. Menurut penjelasan bapak Hezatulȍ Ndruru, gagang senar
42
Lagia disesuaikan dengan kayu yang digunakan sebagai resonator. Hal ini berarti apabila
resonator terbuat dari batang pohon aren, maka gagang senarnya terbuat dari potongan
kayu aren yang sudah dipotong dan ditipiskan. Gagang ini tidak memiliki ukuran yang
tetap, tergantung kepada pembuat Lagia. pada umumnya gagang ini berukuran ± 75-80
cm. Kayu sebagai penyangga senar menembus sampai ke bagian bawah resonator. Ujung
senar yang ditarik miring dari ujung atas kayu akan diikatkan pada ujung kayu yang
3.4.1.3. Senar
Senar pada instrumen Lagia terbuat dari akar salak (wa’a guluwi). Namun,
keterbatasan sumber daya alam akar salak maka pembuat Lagia menggunakan tutura6
sebagai alternatif lain untuk dijadikan sebagai senar Lagia pengganti akar salak. Senar
yang terbuat dari tutura ( rotan) yang memiliki ukuran ± 1.5 meter. Penjelasan dari bapak
Hezatulȍ Ndruru mengatakan bahwa sebelum senar digesek, tutura terlebih dahulu diolesi
air sehingga kesat dan bisa menghasilkan bunyi akibat gesekan pada busur penggesek.
Menurut penjelasan bapak Hezatulȍ Ndruru, pada zaman dahulu, pemain Lagia pada
umumnya memiliki kebiasaan makan sirih, sehingga mereka cukup meludahi air sirih itu
ke atas instrumen, lalu senar pada busur penggesek dioleskan ke resonator tersebut.
6
Sejenis tumbuhan sebangsa rotan yang banyak tumbuh di wilayah hutan di Pulau Nias. di wilayah Nias
Selatan, istilah untuk menyebut tumbuhan ini adalah tura-tura. Ketersediaan tutura dalam jumlah yang
banyak dan tidak sulit ditemukan mengakibatkan pembuat Lagia menggunakan tumbuhan ini sebagai senar
pada Lagia.
43
3.4.1.4. Bridge (Jembatan senar)
Gbr.7. Bridge
(Dokumen:penulis, 2016)
Bridge pada instrumen Lagia terbuat dari sembarang kayu. Namun, pada Lagia yang
dibuat oleh Bapak Hezatulȍ Nduru, bridge terbuat dari kayu sineu yang berukuran panjang
± 5 cm dan tinggi ± 3.5 cm. Jembatan senar ini dipasang pada penutup sisi kanan
resonator yang menyangga senar supaya tidak menyentuh penutup pada sisi kanan
resonator.
Selain di bagian penutup resonator, bridge ini juga dipasang di sebelah atas nasa di
ujung atas gagang senar, berfungsi untuk mengatur ketegangan senar. Bridge ini bersifat
moveable. Apabila bridge digeser ke bawah, maka senar akan semakin tegang dan
sebaliknya. Hal ini mempengaruhi intensitas bunyi yang dihasilkan oleh instrumen Lagia.
44
3.4.1.5. Penutup Sisi Kanan Resonator
Bagian penutup sisi kanan resonator dibuat dari mowa (pelepah pinang) yang
penutup sisi kanan resonator sudah lama dikenal oleh pembuat Lagia. Namun, pada saat
ini mereka tidak lagi menggunakan mowa, tetapi menggunakan kayu yang tipis atau
triplek. Menurut penjelasan bapak Hezatulȍ Ndruru mengatakan bahwa mowa memiliki
kelemahan yaitu sifatnya yang cepat kering yang membuat penutup resonator terbuka,
sehingga dianggap tidak terlalu baik untuk menghasilkan bunyi yang lebih nyaring.
Sementara itu, triplek memiliki batas nilai guna yang cukup lama dibandingkan dengan
pelepah pinang (mowa). Pada bagian tengah mowa atau triplek dibuat lubang dengan
diameter ± 2 cm. Lubang pada penutup sisi kanan resonator berfungsi untuk menghantar
bunyi pada bagian penutup yang diterima melalui getaran pada bridge yang dihasilkan
3.4.1.6. Nasa
Nasa adalah bagian pada instrumen Lagia berbentuk cincin yang terbuat dari tutura,
dipasang melingkar pada bagian atas gagang senar dibawah bridge (lihat gbr 10). Nasa
45
berfungsi sebagai pengatur tinggi-rendahnya bunyi yang dihasilkan oleh isntrumen lagia.
Sama halnya seperti bridge yang dipasang pada bagian atas gagang senar, nasa juga
bersifat moveable. Apabila nasa digeser makin ke bawah, maka nada yang dihasilkan
lagia akan semakin tinggi dan sebaliknya. Tentunya, pada saat nasa digeser bridge pun
Busur penggesek Lagia terbuat dari kayu yang memiliki sifat lentur sehingga mudah
melengkung membentuk busur 8. Pada saat ini pembuat Lagia lebih banyak menggunakan
bambu. Sementara itu, senar penggesek terbuat dari tutura yang juga digunakan sebagai
senar pada Lagia. Panjang kayu yang dibutuhkan adalah ± 35 cm, dilengkungkan sampai
180 . Sementara itu, senar penggesek (tutura) memiliki panjang ± 30 cm (lihat daftar
gbr). Dalam teknik permainannya, senar busur penggesek terlebih dahulu diolesi dengan
air. Hal ini sangat berpengaruh terhadap intensitas bunyi Lagia. Apabila busur penggesek
7
Berdasarkan hasil wawancara kepada bapak Hezatulȍ Ndruru, tanggal 14 April 2016 di Museum Pusaka Nias.
8
Lihat daftar Gambar (busur penggesek)
46
tidak diolesi air maka gesekan tidak akan menghasilkan bunyi. Pembasan lebih lanjut
3.5.1. Pahat
Pahat adalah berupa alat bilah besi yang memiliki ujung yang tajam. Pahat adalah
salah satu peralatan yang sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan Lagia yaitu sebagai
Gbr.11.Pahat
(Dokumentasi: Penulis,2016)
3.5.2. Gergaji
Gergaji digunakan untuk memotong kayu yang digunakan sebagi gagang peyangga
senar Lagia yang telah dibentuk sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
Gbr.12. Gergaji
(Dokumentasi: Penulis, 2016)
47
3.5.3. Palu Kayu
Palu kayu merupakan alat yang digunakan untuk memukul pahat dalam proses
3.5.4. Kampak
Kampak digunakan sebagai alat untuk memotong dan batang pohon aren/ kayu lain
Gbr.13. Kampak
(Dokumentasi: Penulis, 2016)
3.5.5. Parang
Parang digunakan sebagai alat untuk membersihkan batang pohon aren yang sudah
dipotong . Parang membersihkan bagian kulit bagian luar dari batang pohon.
Gbr.14. Parang
(Dokumentasi: Penulis,2016)
48
3.5.6. Amplas
Amplas atau disebut juga sebagai kertas pasir adalah jenis kertas yang digunakan
untuk membuat permukaan benda-benda menjadi lebih halus, dengan cara menggosokkan
salah satu permukaan amplas pada permukaan benda. Dalam proses pembuatan Lagia,
amplas digunakan untuk menghaluskan permukaan batang pohon yang digunakan sebagai
resonator.
Lem perekat yang digunakan dalam proses pembuatan Lagia adalah lem china yang
digunakan untuk merekatkan triplek yang telah dibentuk sesuai dengan ukuran diameter
resonator pada ujung kanan resonator, berfungsi sebagai penutup lubang resonator.
Proses pembuatan Lagia terdiiri atas beberapa tahap yang tidak sekaligus dilakukan
dalam waktu yang bersamaan, terlebih pada saat pengumpulan bahan baku seperti batang
pohon aren atau kayu sineu, rotan, dan bahan baku lainnya. Setelah bahan-bahan yang
diperlukan sudah tersedia, baik bahan baku maupun peralatan, maka selanjutnya adalah
proses pembentukan bahan dan dibentuk sesuai dengan desain kerangka, konstruksi pada
bagian Lagia. Dalam pembahasan ini, penulis akan memberi informasi berdasarkan bentuk
dan ukuran instrumen lagia yang dibuat oleh bapak Hezatulȍ Ndruru. Beliau menjelaskan
bahwa pada umumnya lagia dibuat dengan ukuran panjang resonator ± 30-35 cm, gagang
senar ± 1 m, dan panjang senar ±1,5 m. Jarak bridge dengan nasa juga akan
mempengaruhi intensitas bunyi serta tinggi-rendahnya bunyi yang dihasilkan. Selain itu,
jarak antara lubang penyangga senar dengan ujung kanan resonator memiliki jarak ±12
cm. Sementara itu, lubang pada bagian penutup sisi kanan resonator memiliki diameter ± 2
cm.
49
Proses pembuatan Lagia pada dasarnya dilakukan secara manual tanpa menggunakan
peralatan mesin. Proses ini dimulai dari proses pengumpulan bahan baku, proses
Tabel 1.
NO TAHAPAN BAGIAN
PENGERJAAN PENGERJAAN
resonator.
dalam resonator
resonator
Tahap akhir
50
3.6.1. Tahap I
Proses pengumpulan bahan baku adalah proses yang paling awal dalam pembuatan
Lagia. Pada proses ini, bapak Hezatulȍ Ndruru biasanya memesan bahan baku dari
Lahusa atau Gomo (wilayah Nias Selatan), sehingga beliau tidak langsung turun ke
lapangan tetapi menunggu pesanannya tersebut dikirim dari kampung. Penjelasan dari
bapak Hezatulȍ Nduru mengatakan bahwa bahan baku yang dipesan tersebut antara lain;
batang pohon akhe (aren) , dan tutura (rotan). Proses ini membutuhkan waktu selama ±2
minggu hingga sampai kepada bapak Hezatulȍ Nduru. Ukuran kayu yang dipesan
disesuaikan dengan kebutuhan yaitu batang pohon aren atau kayu sineu yang berdiameter
18-22 cm.
Panjang batang pohon seluruhnya tergantung keadaan pohon yang dipilih. Batang
panjang 30-35 cm. Selain itu, proses pembuatan lubang pada resonator sebagian sudah
dilakukan. Menurut bapak Hezatulȍ Nduru, hal ini menghewat waktu dalam proses
pemotongan serta pembuatan lubang pada bagian dalam resonator. Beliau menambahkan
bahwa bongkahan kayu tersebut tidak hanya digunakan sebagai resonator Lagia saja,
tetapi juga digunakan sebagai bahan pembuatan tutu atau tamburu, yaitu gendang kecil
Perlu diketahui bahwa bagian luar daripada bongkahan batang pohon aren atau
pohon sineu yang telah dipotong masih sangat kasar. Bagian luar bongkahan batang pohon
aren, misalnya, masih ditutupi oleh serabut dan kulit bagian luar, demikian juga dengan
batang pohon sineu yang masih kasar dan tertutup dengan kulit bagian luar. Oleh sebab itu
dibutuhkan proses pembersihan untuk mengikis kulit bagian luar bongkahan batang
51
pohon supaya terlihat lebih halus dan siap untuk dijadikan sebagai resonator lagia (lihat
gbr.15)
Proses ini dilakukan dengan menggunakan kampak. Selama proses ini, pembuat
Lagia harus lebih hati-hati untuk menghindari kerusakan pada bagian luar resonator.
Selain untuk membersihkan kulit bagian luar, proses ini juga sekaligus bertujuan untuk
52
Gbr.16. Proses pembersihan bagian ujung resonator
(Dokumentasi penulis, 2016)
3.6.2. Tahap II
Proses pemahatan/ pembuatan lubang pada resonator adalah proses yang dilakukan
setelah proses pembersihan bagian luar resonator. Proses ini menggunakan pahat untuk
melubangi bagian dalam resonator. Perlu diketahui bahwa proses ini telah dilakukan
terlebih dahulu oleh pengrajin dimana kayu ini dipesan. Sehingga, bongkahan batang
pohon aren yang diterima oleh bapak Hezatulȍ Ndruru sudah dalam keadaan berlubang.
Meskipun demikian, proses pembuatan lubang ini tidak dilakukan secara sempurna,
sehingga dibutuhkan proses pemahatan lebih lanjut. Proses ini akan dilakukan oleh bapak
53
Hezatulȍ Nduru. Selama proses ini, peralatan yang dibutuhkan antara lain; palu kayu dan
pahat.
Selain pembuatan lubang , proses ini juga sekaligus bertujuan untuk mengikis bagian
dalam resonator, untuk mengurangi ketebalan kayu (lihat Gbr. 17 dan 18) Tentunya hal ini
akan sangat berpengaruh pada bunyi yang akan dihasilkan. Apabila ketebalan
resonatornya semakin tipis, maka intensitas bunyi yang dihasilkan akan lebih besar dan
sebaliknya. Perlu diketahui bahwa bongkahan batang pohon aren memiliki sifat kayu
yang sangat keras dan tebal, sehingga proses pembuatan lubang ini membutuhkan waktu
yang lama sekitar ±1 minggu bahkan lebih. Hal ini lah yang menjadi salah satu alasan bagi
54
pembuat Lagia untuk mencari batang pohon pengganti yang tidak lebih tebal dan keras
dibandingkan dengan batang pohon aren, seperti batang pohon sineu. Dengan
mendapatkan batang pohon pengganti, maka hal ini tentunya akan menghemat waktu
pembuatan Lagia. Berdasarkan informasi dari bapak Hezatulȍ Ndruru, ketebalan kayu
yang diharapkan menjadi resonator paling tidak mencapai ±1-1,5 cm. Proses ini
membutuhkan ketelitian dan sikap hati-hati untuk menghindari kerusakan pada resonator.
3.6.2.2. Proses Pembuatan Lubang Pada Resonator Sebagai Tempat Gagang senar.
Langkah selanjutnya adalah membuat lubang pada bagian luar resonator sebagai
tempat gagang senar. Proses ini diawali dengan mengukur jarak antara ujung resonator
yang akan ditutupi dengan triplek atau pelepah pinang dengan lubang gagang senar.
55
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa dalam hal pengukuran, pembuat Lagia tidak
menggunakan alat ukur yang baku, tetapi menggunakan sistem jengkal atau menggunakan
benda di sekitar mereka sebagai patokan dalam hal pengukuran selama proses pembuatan
Lagia.
Dalam proses pengukuran jarak antara ujung resonator dengan lubang gagang senar,
bapak Hezatulȍ Ndruru menggunakan gergaji sebagai patokan ukuran jarak tersebut.
pertama-tama beliau mengukur diameter resonator (lihat gbr 19) , kemudian mengukur
jarak ujung resonator dengan lubang gagang senar dengan jarak setengah dari diameter
resonator (lihat gbr 20). Diameter resonator Lagia yang dibuat oleh bapak Hezatulȍ
Ndruru adalah 22 cm, sehingga jarak antara ujung resonator dengan lubang tempat gagang
56
Setelah itu, langkah selanjutnya adalah mengukur lebarnya kayu/ gagang senar untuk
menentukan besarnya lubang yang akan dibuat. Kemudian mulai lah melubangi resonator
sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Mengingat Lagia adalah instrumen spike
fiddle, maka proses pembuatan lubang gagang senar tidak hanya di bagian atas resonator,
tetapi bagian bahwah resonator ikut dilubangi tegak lurus/ vertikal dengan lubang atas
resonator. Proses pembuatan lubang ini menggunakan palu kayu dan pahat (lihat gbr 22).
Perlu diketahui bahwa pembuat Lagia selain tidak menggunakan alat ukur baku,
mereka juga tidak menggunakan alat tulis sebagai alat untuk menandai ukuran yang
diinginkan pada resonator. Mereka cukup mengandalkan benda sekitar seperti parang yang
bisa digoreskan sehingga mereka dapat mengingat ukuran yang diinginkan pada resonator
Gbr. 20. Proses mengukur jarak antara ujung resonator dengan lubang gagang senar
(Dokumentasi penulis, 2016)
57
Gbr.21. Menggunakan parang sebagai penanda
untuk mengingat ukuran yang ditentukan
(Dokumentasi penulis, 2016)
58
Gbr.22. Proses pembuatan lubang tempat gagang senar.
(Dokumentasi penulis, 2016)
pembuatan bagian penutup lubang pada sisi kanan resonator. Pada umumnya pembuat
menggunakan pelepah pinang untuk membuat bagian penutup pada sisi kanan resonator.
Perlu diketahui bahwa pelepah pinang tidak terlalu sulit ditemukan karena tumbuhan
pinang tumbuh banyak diwilayah daratan kepulauan Nias. Namun, pelepah pinang
mempunyai kekurangan yaitu sifatnya yang tidak tahan lama dan cepat kering. Apabila
mereka menggunakan pelepah pinang, maka pembuat Lagia harus secara rutin mengontrol
bagian penutup resonator tersebut. Jika sudah tidak layak dipakai lagi maka harus
59
digantikan dengan pelepah pinang yang baru. Hal ini sangat merepotkan bagi pembuat
Lagia.9 Oleh sebab itu, pembuat Lagia mencari bahan pengganti yang lebih tahan lama,
dan akhirnya memilih triplek untuk menggantikan pelepah pinang sebagai penutup sisi
kanan resonator. Selain tahan lama, bahan penutup resonator yang terbuat dari triplek juga
akan mempengaruhi intensitas bunyi. Bagian penutup triplek akan menghasilkan bunyi
9
Hasil wawancara kepada bapak Hezatulȍ Ndruru, pada tanggal 11 April 2016 di Museum Pusaka Nias, Jl. Yos
Sudarso No. 134 A, Gunungsitoli
60
Sebelum proses pemasangan bagian penutup resonator, maka terlebih dahulu pelepah
pinang diukur sesuai dengan diameter resonator ,demikian juga halnya dengan triplek
(lihat gbr 23). Awalnya pelepah pinang yang belum dipotong, diletakkan pada resonator
tepat di bawah salah satu sisi lubang resonator. Resonator dalam keadaan didirikan.
Kemudian, oleh si pembuat Lagia akan memotong pelepah pinang secara melingkar dari
kanan ke kiri menggunakan pahat (lihat gbr 24). Dengan demikian akan didapatkan ukuran
yang sama antara diameter bagian penutup dengan sisi lubang resonator.
Setelah proses pemotongan selesai, proses selanjutnya adalah pembuatan lubang pada
bagian penutup tersebut. Ukuran diameter lubang ini diperkirakan saja, disesuaikan
61
dengan ukuran diameter resonator.10 Namun, pada umunya lubang ini berdiameter ±2 cm.
Setelah pembuatan lubang pada bagian penutup, kemudian pelepah pinang siap untuk
dipasang pada sisi kanan resonator (lihat gbr 25). Namun Perlu diketahui bahwa proses
pemasangan bagian penutup berbeda disesuikan bahan apa yang digunakan. Apabila
menggunakan triplek, maka si pembuat Lagia akan menggunakan lem perekat untuk
merekatkan triplek pada sisi kanan resonator. Tetapi apabila menggunnakan pelepah
pinang, maka si pembuat Lagia tidak menggunakan lem perekat tetapi cukup dengan
62
3.6.4. Tahap IV
Setelah proses pembuatan bagian penutup sisi kanan resonator, tahap selanjutnya
adalah mempersiapkan kayu penyangga senar untuk siap dipasang pada resonator. Kayu
yang digunakan adalah kayu yang tidak mudah patah dan tahan lama. Pada awalnya
pembuat Lagia mengggunakan kayu dari batang pohon nibung, atau pohon aren. Namun,
saat ini selain kedua jenis kayu tersebut, batang pohon sineu juga menjadi alternatif lain
yang digunakan sebagai kayu penyangga senar. Pada saat bahan baku dipesan, maka kayu
penyangga senar sudah dalam keadaan dipotong dengan ukuran panjang yang tidak
63
Proses pemotongan kayu (lihat gbr. 27) penyangga senar selanjutnya akan dikerjakan
oleh pembuat Lagia dengan cara memperkirakan panjang kayu menggunakan sistem
jengkal. Apabila di ukur dengan dengan alat ukur penggaris, panjang kayu mencapai 80
Setelah kayu dipotong sesuai dengan ukuran yang ditentukan, langkah selanjutnya
adalah memasang kayu pada lubang tenpat gagang senar pada bagian atas resonator yang
berjarak ±11 cm dari ujung sisi kanan resonator. Perlu diperhatikan bahwa terkadang
besarnya lubang dengan ketebalan kayu penyangga senar berbeda. Apabila hal ini terjadi
maka yang dilakukan adalah mengikis bagian ujung kayu penyangga menggunakan parang
64
Proses ini bertujuan supaya kayu penyangga tidak longgar sehinggga tidak mudah
lepas. Apabila lubang yang dibuat terlalu besar, maka yang dilakukan adalah melilit
bagian ujung kayu penyangga menggunakan tutura (rotan). Setelah itu kayu penyangga
yang telah dibuat tegak lurus dengan lubang sisi atas resonator . Panjang ujung kayu
peyangga yang menembus resonator adalah sekitar ± 0,5-1 cm (lihat gbr 29).
Gbr. 29. Bagian bawah resonator dan panjang gagang senar yang menembus resonator
(Dokumentasi penulis, 2016)
Proses selanjutnya adalah pemasangan senar, bridge dan Nasa. Pertama adalah
pemasangan senar. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa senar yang digunakan adalah
tutura (rotan) yang berukuran panjang ± 1,5 meter. Perlu diketahui bahwa pada ujung
kayu penyangga dibuat sebuah lubang kecil yang berfungsi sebagai tempat dimana senar
akan diikatkan pada ujung kayu. Setelah senar diikatkan pada ujung kayu penyangga,
senar ditarik miring ke arah sisi kanan resonator. Senar ditarik sampai ke bawah resonator
dimana ujungnya diikatkan pada ujung kayu penyangga yang menembus resonator. Perlu
65
diperhatikan bahwa pada saat pemasangan senar, senar harus benar-benar dibuat setegang
Bridge adalah bagian jembatan senar yang dipasang pada bagian penutup resonator.
Selain itu, bridge juga di pasang pada pertengahan ujung kayu penyangga dengan nasa.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa baik nasa maupun bridge berfungsi untuk mengatur
ketegangan senar dan mengatur tinggi-rendahnya bunyi yang dihasilkan Lagia. Oleh
sebab itu setelah proses pemasangan senar dilanjutkan dengan pemasangan bridge baik
pada bagian penutup sisi kanan resonator maupun pada bagian pertengahan atas kayu
penyangga dan juga nasa. Dengan demikian, pembuat Lagia dengan mudah mengatur
ketegangan senar.
menggunakan busur penggesek. Busur penggesek terbuat dari kayu yang bersifat lentur
seperti jenis bambu dan senarnya yang terbuat dari tutura (rotan). Proses pembuatan busur
penggesek diawali dengan pembuatan gagang senar yang berukuran ± 35 cm dan senar
Langkah pertama adalah mengikat salah satu ujung senar pada salah satu ujung kayu
(lihat gbr.30). Setelah itu, ujung senar yang lain akan diikatkan pada ujung kayu/ bambu
lainnya. Perlu diperhatihan bahwa pada proses pemasangan ujung senar kedua pada ujung
kayu penyangga/ bambu, dalam waktu bersamaan ujung kayu penyangga akan ditarik
melengkung sehingga membentuk sudut 180 , diikuti dengan mengikatkan ujung senar
pada ujung kayu yang dilengkungkan tersebut (lihat gbr 31). Ornamentasi juga dibuat
66
Ornamen ini berupa proses dimana kayu/ bambu dililit menggunakan tutura (rotan),
sehingga bentuk asli kayu/ bambu busur penggesek tersebut tidak kelihatan karena
Gbr. 30. Ujung senar penggesek diikatkan pada salah satu ujung kayu
(Dokumentasi penulis, 2016)
67
Gbr. 31. Proses pemasangan senar penggeser; kayu penyangga dilengkungkan
(Dokumentasi penulis, 2016)
3.6.4.4.Tahap Akhir
Tahap akhir dari pembuatan Lagia adalah proses akhir yang dilakukan setelah proses
utama pembuatan Lagia sudah selesai. Tahap akhir ini meliputi: penghalusan resonator,
dan penyelarasan bunyi. Pemberian ornamen pada Lagia ditentukan menurut keinginan si
pembuat Lagia. Namun pada umumnya Lagia tidak diberi ornamen ataupun diwarnai
menggunakan cat. Hal ini bertujuan untuk menjaga keaslian warna Lagia11. Adapun
ornamen yang digunakan oleh pembuat Lagia adalah ornamen kebudayaan Nias, yaitu
membuat bagian luar resonator terlihat lebih halus. Menurut bapak Hezatulȍ Ndruru, pada
awalnya proses ini tidak dilakukan oleh pembuat Lagia. Mereka cukup membuat
bagaimana supaya benda yang mereka buat itu dapat menghasilkan bunyi sehingga bisa
11
Berdasarkan wawancara kepada bapak Hezatulȍ Ndruru, tanggal 15 April 2016, di Museum Pusaka Nias, Jl.
Yos Sudarso No. 134 A kota Gunung Sitoli
68
menjadi hiburan bagi mereka12 . Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
pembuat Lagia melakukan proses penghalusan resonator untuk mendapatkan hasil kerja
Setelah proses penghalusan maka tahap pengerjaan terakhir yang dilakukan oleh
pembuat Lagia adalah melakukan penyelarasan bunyi dengan mengatur nasa dan bridge
dengan cara menggeser ke bawah atau ke atas ujung kayu penyangga senar. Hal ini jelas
akan mempengaruhi tinggi-rendahnya bunyi dan intensitas bunyi yang dihasilkan Lagia.
Proses penyelarasan bunyi pada Lagia tidak menggunakan instrumen lain yang menjadi
patokan untuk mendapatkan tinggi –rendahnya nada yang sesuai dengan sistem notasi
barat. Proses ini dilakukan cukup sederhana,yaitu pembuat Lagia cukup menyesuaikan
pitch nada yang dihasilkan disesuaikan menurut pendengaran si pembuat Lagia. Hal ini
Setelah proses penyelarasan bunyi dianggap sudah sesuai oleh si pembuat Lagia,
dengan demikian proses pembuatan instrumen Lagia sudah selesai dan siap untuk
dimainkan.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Lagia dimainkan dengan cara digesek (Friction)
menggunakan busur penggesek. Cara memainkan Lagia hampir sama seperti memainkan
instrumen Cello atau Erhu. Lebih lanjut dalam pembahasan akan menjelaskan tentang
bagaimana posisi tubuh pada saat memainkan Lagia. Aspek mekanisme produksi bunyi
juga akan menjadi hal penting yang akan dibahas dalam pembahasan ini.
12
Berdasarkan wawancara kepada bapak Hezatulȍ Ndruru, tanggal 15 April 2016, di Museum Pusaka Nias, Jl.
Yos Sudarso No. 134 A kota Gunung Sitoli
69
3.7.1. Posisi Tubuh Memainkan Lagia
Posisi badan pada saat memainkan sebuah instrumen adalah hal penting yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan posisi yang nyaman bagi seorang pemain alat musik.
Posisi tubuh saat memainkan Lagia didasarkan pada kebiasaan yang berkembang dalam
kehidupan kesenian masyarakat Nias.13 Pada saat memainkan Lagia, posisi badan adalah
duduk dilantai dan kayu penyangga senar disandarkan pada bahu sebelah kiri (lihat gbr
32). Sementara itu resonator diletakkan menyentuh lantai. Posisi kaki diatur tidak terlalu
terikat. Posisi kaki disesuaikan menurut keinginan si pemain Lagia. Ada pemain Lagia
yang melipat kaki kiri sementara kaki kanan dibuat lurus ke depan mengarah ke resonator
dan sebaliknya. Hal ini mementingkan posisi kaki yang nyaman bagi si pemain Lagia.
13
Pada umumnya posisi seorang pemain musik dalam masyarakat Nias pada saat memainkan alat musik
adalah duduk di lantai. Kecuali pada saat memainkan Gȍndra( gendang), faritia(canang), dan Aramba (gong)
dalam pesta adat pernikahan masyarakat Nias, pada umumnya pemain musik dalam keadaan berdiri.
Meskipun demikian dalam sebuah pertunjukkan budaya masih ditemukan pemain musik tradisional Nias
memainkan alat musik dengan posisi berdiri, seperti pemain surune (seruling).
70
Selain posisi tubuh, hal lain yang perlu diperhatikan adalah posisi jari, khususnya jari
tangan sebelah kiri. Posisi jari sebelah kiri diletakan diatas kayu penyangga senar tepat di
bawah nasa. Posisi ini diatur untuk membentuk formasi jari-jari yang menekan senar saat
memainkan tangga nada pada instrumen Lagia. Sementara itu tangan kanan memegang
busur penggesek.
Mekanisme produksi bunyi pada instrumen Lagia adalah sebuah sistem yang
sebelumnya bahwa instrumen Lagia dimainkan dengan cara digesek menggunakan busur
penggesek. Sementara itu tinggi-rendahnya nada ditentukan oleh posisi nasa dan bridge
pada kayu penyangga senar. Sedangkan jari-jari tangan sebelah kiri bergerak menekan
senar untuk memainkan tangga nada pada instrumen Lagia. Setelah merasa sudah nyaman
Pada saat memainkan Lagia, posisi tangan kanan pemain memegang ujung kiri bawah
busur penggesek kemudian menarik busur dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Perlu diketahui bahwa posisi busur penggesek diletakkan pada senar dekat dengan bagian
penutup sisi kanan resonator. Selain itu hal yang harus diperhatikan adalah sebelum
memainkan Lagia, terlebih dahulu baik itu senar maupun senar busur penggesek harus
diolesi dengan air. Apabila tidak diolesi dengan air maka gesekan busur penggesek pada
Proses pengolesan air pada kedua senar adalah kegiatan untuk membuat senar menjadi
kesat oleh karena air sehingga serat yang tidak terlihat pada tutura akan dihasilkan lebih
71
banyak. Serat yang dihasilkan lebih banyak pada kedua senar akan bergesek sehingga
menimbulkan bunyi yang lebih nyaring. Dalam waktu yang bersamaan jari tangan kiri
akan menekan senar sehingga menghasilkan tinggi nada yang berbeda sesuai dengan nada
yang diinginkan. Jelas bahwa pada saat busur penggesek ditarik maka terjadi gesekan pada
senar. Gesekan tersebut menimbukan getaran yang ditransfer pada bridge yang dipasang
pada bagian penutup resonator. Kemudian getaran yang diterima oleh bridge akan
diteruskan pada lubang bagian penutup resonator (pelepah pinang atau triplek) sehingga
menggetarkan udara yang ada di dalam lubang resonator dan akhinya mengeluarkan bunyi
pada lubang resonator sisi kiri yang dibiarkan terbuka. Demikian mekanisme instrumen
Perlu diketahui bahwa informasi mengenai nada yang dihasilkan oleh instrumen
Lagia dalam tulisan ini didasarkan pada penjelasan dari bapak Hezatulȍ Ndruru sebagai
seorang pembuat sekaligus pemain alat musik tradisional Nias. Lagia memiliki senar
tunggal yang terbuat dari tutura (rotan) yang bersifat frettless. Pada umumnya Lagia
menghasilkan empat nada dan tidak mempunyai nada terendah. Nada tersebut adalah
do,re,mi, fa, Posisi jari sebelah kiri sangat menentukan untuk menghasilkan ke empat nada
yang berbeda ini mengingat Lagia adalah instrumen yang bersifat fretlless.
Instrumen Lagia dikenal hanya dapat mengiringi lagu He Lagia .14 Lagu tersebut
memiliki melodi yang sederhana yaitu terdiri dari empat nada (tetratonik). Lagu He Lagia
adalah lagu yang dikenal oleh masyarakat Nias sebagai satu-satunya lagu yang dapat
14
Satu-satunya lagu yang dikenal masyarakat diiringi oleh instrumen Lagia adalah lagu “He Lagia” ( hasil
wawancara kepada bapak Hezatulȍ Ndruru). mengenai hal ini akan dijelaskan lebih jauh pada pembahasan
bab IV tulisan ini.
72
Di dalam hal menentukan nada dasar / tonal pada instrumen Lagia, penulis
menggunakan tuner. Sebagai hasilnya, penulis menemukan bahwa nada dasar pada
instrumen Lagia yang dibuat oleh bapak Hezatulȍ Ndruru adalah nada Ges. Oleh sebab
itu, keempat nada yang terdapat pada instrumen Lagia adalah nada Ges, As, Bes dan B.
memperkirakan nada yang dihasilkan berdasarkan posisi jari pada instrumen Lagia pada
Terbuka : Nada Do
3.10. Kesimpulan
memainkan, mekanisme produksi bunyi dan nada-nada yang dihasilkan oleh instrumen
Lagia. Lagia adalah sebuah instrumen berdawai yang termasuk klasifikasi Chordophone-
Spike fiddle- singgle-stringed yang dibuat dari bahan baku sumber alam yaitu batang aren
pohon aren atau batang pohon sineu, potongan kayu nibung atau aren, dan akar salak atau
rotan. Ketiga bahan baku tersebut dibentuk dengan pola dan ukuran masing-masing yang
waktu dibandingkan dengan proses pembuatan instrumen Lagia yang lebih cepat. Selama
proses pengerjaan instrumen Lagia memerlukan berbagai peralatan yang bisa membantu
73
proses pembuatan Lagia lebih cepat. Perlu diketahui bahwa dalam hal pengukuran,
pembuat Lagia tidak menggunakan alat ukur yang baku seperti penggaris. Mereka cukup
Teknik memainkan Lagia pertama-tama adalah memperhatikan posisi tubuh dan jari
tangan kanan-kiri. Hal ini terkait dengan posisi nyaman bagi seorang pemain Lagia.
selebihnya adalah terkait dengan mekanisme produksi bunyi pada instrumen Lagia.
Mekanisme produksi bunyi Lagia adalah sebuah sistem yang terbentuk dari setiap
menghasilkan bunyi.
Akhirnya Lagia adalah instrumen berdawai tunggal yang bersifat frettless. Oleh sebab
itu posisi jari sebelah kiri pada senar sangat menentukan untuk mendapatkan ketujuh nada
yang dihasilkan oleh Lagia. Lebih jauh akan dijelaskan pada pembahasan sub judul
74
BAB IV
Pada bab IV akan dijelaskan mengenai transkripsi dan analisis bunyi yang dihasilkan
oleh instrumen Lagia dalam sebuah lagu yang berjudul He Lagia. Penjelasan meliputi
pengetian transkripsi dan analisis, tranksripsi dan analisis lagu He Lagia, serta aspek
lainnya yaitu deskripsi analitis mengenai teks lagu He Lagia. Diharapkan pembahasan
akan memberikan informasi mengenai aspek musikalitas yang terdapat dalam lagu He
Lagia serta instrumen Lagia sebagai pengiring lagu tersebut. Berikut penjelasannya.
yang berjudul Theory and Method in Ethnomusicology mengatakan bahwa ada dua hal
yang dilakukan oleh seorang peneliti dalam kegiatan penelitian displin etnomusikologi.
Kedua hal tersebut adalah kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work).
Dalam hal ini penulis mengacu pada kerja laboratorium mengingat bahwa kerja
Lebih jelas Nettl menjelaskan bahwa ada dua pendekatan untuk mendeskripsikan
musik; (1)kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan (2) kita
dapat menuliskan dan mendeskripsikan apa yang kita lihat .Oleh karena itu untuk
bunyi instrumen yang telah direkam ke dalam bentuk simbol visual. Dengan demikian,
penulis dapat mendeskripsikan serta menganalisis struktur bunyi instrumen Lagia dari
simbol notasi visual tersebut. Hal ini lah yang disebut transkripsi dan analisis ( Netll
1964:97-98). Randel dalam The Harvard Dictinary of Music, menulis tentang pengertian
transkripsi (transcription) adalah “the reduction of music from live or recorded sound to
75
written notation (mereduksi musik secara langsung atau bunyi yang direkam ke dalam
Dengan demikian konsep transkripsi dan analisis yang dimaksud dalam pembahasan
ini adalah menuliskan apa yang di dengar serta mendeskripsikan melodi yang terkandung
Untuk memahami lebih lanjut mengenai unsur musikalitas pada instrumen Lagia,
penulis memilih lagu He Lagia sebagai satu-satunya lagu yang dikenal oleh masyarakat
Nias yang diiringi oleh instrumen Lagia. Dalam hal ini penulis akan mentranskripsikan
lagu He Lagia berdasarkan hasil rekaman lagu yang dinyanyikan oleh bapak Hezatulȍ
Mengenai analisis melodi dalam lagu He Lagia akan dibahas pada sub judul
berikutnya. Berikut adalah simbol yang digunakan di dalam transkripsi lagu He Lagia15
Di dalam mengkaji struktur lagu He Lagia, penulis akan mengacu pada metode
weighted scale oleh William P.Malm (1977) yang mengatakan bahwa ada beberapa
(tangga nada), 2. nada dasar (pitch center), 3. range (wilayah Nada), 4. frequency of notes
15
Lihat lampiran; Transkripsi lagu He Lagia Formatted: Tab stops: 14,19 cm, Left
76
4.1.2.1. Tangga Nada (Scale)
Tangga nada (scale ) adalah nada-nada yang tersusun dari yang terendah ke nada yang
dalam lagu He Lagia dipahami sebagai susunan nada-nada terendah ke nada yang tertinggi
Di dalam lagu He Lagia terdapat empat nada ( tetratonik) yaitu nada Ges, As, Bes,
Untuk mengetahui nada dasar (pitch center), penulis mengacu pada hasil rekaman
permainan instrumen Lagia oleh Bapak Hezatulȍ Ndruru yang pada saat memainkan
ditranskripsikan ke dalam notasi barat. Dengan menggunakan tuner sebagai alat untuk
membantu penulis mendapatkan nada dasar pada lagu He Lagia, akhirnya penulis
menemukan bahwa nada dasar lagu He Lagia yang dinyanyikan oleh bapak Hezatulȍ
Wilayah nada adalah jarak antara nada tertinggi dengan nada terendah. Yang
dimaksud dalam hal berarti mengacu pada interval nada tertinggi dan nada terendah yang
terdapat dalam lagu He Lagia. diketahui bahwa tangga nada dalam lagu He lagia adalah 1-
2-3-4 atau do-re-mi-fa (Ges- As, Bes-B). Dengan demikian nada terendah adalah nada
77
Ges dan nada tertinggi adalah nada B. Interval keempat nada adalah 1-1-1/2. Jenis interval
ini disebut sebagai Kwart Perfect (4P) dengan wilayah nada adalah 2 .
Jumlah nada adalah jumlah nada-nada yang dipakai secara keseluruhan dalam suatu
musik baik dalam instrumen maupun vokal. Di dalam lagu He lagia, penulis menemukan
jumlah nada Ges adalah 22, nada As berjumlah 15, nada Bes berjumlah 9, dan nada B
berjumlah 6. Perlu diketahui bahwa jumlah nada-nada tersebut diatas didasarkan pada
jumlah nada di setiap lirik. Nada yang sering muncul adalah nada Ges disusul oleh nada
As, Bes dan B. Dengan demikian, intensitas kemunculan yang paling banyak adalah Ges
Berdasarkan jumlah nada yang diperoleh dalam setiap lirik lagu He Lagia, maka
Tabel 4.1.
Jumlah nada dalam lagu He Lagia
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari interval naik
maupun turun. Di bawah ini adalah jumlah interval yang terdapat dalam lagu “He Lagia”
Tabel 4.2.
78
Jumlah Interval lagu “He Lagia”
1p - 24 24 72
2M 15
31 93
16
2m 4
8 24
4
Berdasarkan tabel tersebut, maka interval yang paling banyak digunakan di dalam
penyajian lagu He Lagia adalah interval second Mayor (2M) dengan jumlah 93 kali,
interval 1P dengan jumlah 72 kali, interval 2m dengan jumlah 24 kali. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa interval 1P dan 2M memiliki peranan penting dalam membentuk
lagu He Lagia.
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi yang menjadi penutup pada
bagian akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi
tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut dalam satu frasa. Dalam lagu
He Lagia hanya terdapat 1 jenis pola kadensa baik dari akhir melodi maupun pertengahan
79
Formula melodi dalam pembahasan ini diartikan sebagai bentuk penyajian melodi
dalam lagu He Lagia. Malm menjelaskan bahwa terdapat lima istilah yang dapat
2. Iterative adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan
3. Strophic adalah bentuk melodi yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian yang
4. Reverting adalah bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frasa
5. Progressive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan materi
Dari beberapa istilah tersbut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bahwa bentuk
penyajian melodi dalam lagu He Lagia termasuk ke dalam kategori nyanyian Strophic.
4.1.2.7. Kontur
Kontur adalah garis pergerakan melodi dalam sebuah nyanyian. Malm membedakan
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang lebih
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada yang lebih
tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau
sebaliknya.
80
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi
ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih
tinggi.
6. Disjucnt yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang
lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.
7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan.
Berdasarkan istilah tersebut di atas makan dapat disimpulkan bahwa pergerakan garis
melodi dalam lagu He Lagia umumnya adalah ascending, descending, conjuct, dan juga
- Kontur static
- Kontur conjuct
81
4.2. Teks Lagu He Lagia
Lagu He Lagia adalah sebuah nyanyian rakyat yang berkembang dalam masyarakat
Nias. Nyanyian ini dikenal sebagai nyanyian pelipur lara yang mengandung makna
kesedihan dari kisah hidup si penyair 16. Berikut adalah teks lagu He Lagia:
semak berduri)
terbenam)
terbenam)
bebanmu)
Berdasarkan informasi dari bapak Hezatulȍ Ndruru , teks lagu He Lagia diatas
adalah teks yang biasa digunakan oleh masyarakat di daerah Nias tengah sampai ke daerah
Lȍlȍwa’u, Nias Selatan. Sementara itu, teks lagu He Lagia tersebut di atas memiliki
perbedaan dengan teks lagu He Lagia yang berkembang di masyarakat Gomo. Meskipun
16
Hasil wawancara kepada bapak Hezatulȍ Ndruru, tanggal 11 April 2016, di Museum Pusaka Nias,JL. Yos
Sudarso N0.134 A, kota Gunungsitoli
82
demikian pada dasarnya kedua teks lagu He Lagia baik yang berkembang di daerah
Dilihat dari sisi teksnya, bahasa lagu He Lagia menggunakan majas personifikasi
yaitu majas atau gaya bahasa yang membandingkan benda-benda tak bernyawa seakan-
akan memiliki sifat seperti manusia17. Dalam hal ini Lagia sebagai benda mati dianggap
Meriam dalam buku The Anthropology of Music, menulis demikian: “one of the most
striking examples is shown by the fact that in song the individual or the group can
(1964:190) ,(salah satu contoh yang paling mencolok ditunjukkan oleh fakta bahwa dalam
lagu individu atau kelompok ternyata bisa mengungkapkan perasaan yang mendalam yang
tidak dizinkan untuk diungkapkan dalam konteks lain). Selain itu Trasey dalam Meriam
menjelaskan bahwa : “...in song express symbolically the plethora or similar incidents
through the self expression of their composers..”(1964:194), ( dalam sebuah lagu terdapat
Berdasarkan pendapat baik Malm maupun Tracey menjadi dasar pemikiran bahwa
teks lagu He Lagia memiliki makna ekspresi perasaan dari penyair dilihat dari isi teks
yang digunakan. Ketika seseorang menyanyikan lagu He Lagia , penyair dianggap sedang
menceritakan kisah hidupnya yang malang kepada Lagia. Instrumen Lagia sebagai benda
mati dianggap akan selalu mendengar keluh kesah si penyair tanpa bantahan dari Lagia
itu sendiri. Selain itu dalam teks lagu He Lagia, terdapat sebuah konsep pemikiran yang
17
http://www.abimuda.com/2015/09/pengertian-dan-macam-macam-majas-lengkap-beserta-contoh.html
83
mengkritik sikap keegoisan manusia yang tidak peduli dan tidak mau mendengar keluh
4.3. Kesimpulan
Lagia adalah salah satu nyanyian yang berkembang dalam masyarakat Nias dan memiliki
makna tersendiri bagi seorang penyair lagu tersebut. Teks lagu He Lagia mengandung
makna kiasan yang menceritakan kisah hidup si penyair yang sangat malang.
Berdasarkan hasil transkripsi lagu He Lagia menunjukkan bahwa lagu ini merupakan
lagu yang terbentuk dari tangga nada tetratonik dengan kontur pada umumnya adalah
conjuct (interval melangkah). Selain itu diketahui bahwa formula melodik yang bersifat
stropic, yaitu teks yang terus berubah namun melodi nya tetap sama.
18
Hasil wawancara kepada bapak Hezatulȍ Ndruru, tanggal 11 April 2016 di Museum Pusaka Nias
84
BAB V
Pada bab V akan dibahas mengenai pengaruh kebudayaan China dalam sejarah
mendukung adanya peradaban kebudayaan China di Nias. Lebih jauh akan menjelaskan
bagaimana proses kontak budaya antara kedua kebudayaan China dan Nias pada abad ke-
11. Aspek penting lainnya adalah unsur-unsur kebudayaan masyarakat Nias yang diyakini
mendapat pengaruh dari kebudayaan China. Dengan demikian , pembahasan ini diharapkan
akan menjadi alasan yang kuat untuk menguji spekulasi penulis terkait pengaruh instrumen
Erhu dari China terhadap instrumen Lagia dalam kebudayaan musikal masyarakat Nias,
mengingat skripsi ini membahas mengenai kajian organologis Lagia yang tidak hanya
melihat Lagia dari sisi konstruksi tetapi lebih kepada studi kesejarahan. Pada akhir
pembahasan akan membahas kesimpulan terkait instrumen Lagia sebagai hasil kontak
budaya masyarakat China dengan masyarakat Nias. Mengenai hal ini akan dibahas lebih
Sejarah kebudayaan masyarakat Nias dapat diketahui dari sumber sejarah berupa
catatan-catatan yang dijelaskan melalui tulisan ilmiah seperti buku, jurnal dan lain-lain.
Beberapa tulisan ilmiah tersebut tampil dengan versi yang berbeda-beda. Artinya pendapat
mengenai asal-usul kebudayaan Nias dapat dilihat dari perspektif non ilmiah (kepercayaan
lokal) dan ilmiah (data teoritis). Di samping itu tidak sedikit tulisan ilmiah lainnya juga
menulis tentang pengaruh kontak budaya eksternal dalam kebudayaan masyarakat Nias.
85
Salah satu kontak eksternal dengan kebudayaan asing yang ditulis di dalam catatan
sejarah latar belakang kebudayaan Nias adalah kontak kebudayaan dengan China. Menurut
Teori Persebaran Kebudayaan, leluhur orang Nias atau ono niha saat ini berasal dari
daratan Cina bagian selatan, tepatnya wilayah Yunan. Hal ini dapat dilihat dari bukti-bukti
linguistik dan arkeologi. Leluhur ono niha adalah penutur bahasa Austronesia yang
bermigrasi dari Yunan secara bergelombang sekitar 3500 tahun sebelum Masehi hingga
Untuk menjelaskan hal ini, penulis mengacu pada dua bentuk sumber sejarah yang
berupa tulisan-tulisan kuno dan tradisi lisan yang berkembang dalam masyarakat Nias.
Kedua sumber sejarah tersebut diharapkan mampu memberikan argumen yang dapat
mendukung pendapat bahwa pernah terjadi kontak budaya antara China dengan
Pastor Hammerle menulis dalam buku Asal Usul Masyarakat Nias tentang pengaruh
kebudayaan Tionghoa yang diduga pernah datang ke pulau Nias. Tulisan –tulisan yang
dimuat Pastor Hammerle dalam bukunya tersebut didasarkan pada sebuah catatan kuno
yaitu catatan yang ditulis oleh Pongkinangolngolan Sinambela, gelar Tuanko Rao. Tuanko
Rao menulis tentang pelabuhan Singkwang (Singkuang) yang terletak di pantai Barat
Sumatera, berjarak sangat dekat dari wilayah Gomo dan Lahusa di pulau Nias. Pelabuhan
Singkuang didirikan oleh dinasti Ming sebagai pelabuhan eksport kayu meranti ke China.
19
https://aidildelau.wordpress.com/2014/04/16/asal-usul-leluhur-ono-niha-nias/
86
yang tinggal sekitar tahun 1368 s/d 1645 atau sekitar abad ke-11(Hammerle, 2001:154-
163).
pada masa pemerintahan Dinasty Ming sekitar tahun 1416 dibawah komando Laksamana
Haji Sam Po Bo (= Cheng Ho)20 yang merebut dan menduduki Muaralabuh di muara
sungai Batanggadis. Disitu didirikan pengerjaan kayu, dan didirikan pelabuhan Sing
Lebih jauh Hammerle menjelaskan bahwa terdapat sebuah sungai di daerah Gomo
yang disebut sungai Nalawȍ persis berada disebelah barat Singkuang dan kota Telukdalam
terletak di sebelah barat Natal. Jarak sungai nalawȍ dengan Singkuang ±112 km
(hammerle, 2001:165). Letak geografis ini sangatlah mendukung terjadinya kontak antara
China yang berprofesi sebagai pedagang dan pemilik galangan kapal di Singkuang dulu
Catatan Tuanko Rao menjadi salah satu sumber sejarah yang cukup jelas mendukung
informasi kedatangan masyarakat China ke pulau Nias. Alasan geografis yang sangat
memungkinkan antara pelabuhan Singkuang dengan daerah Gomo dan Lahusa menjadi
bukti yang kuat bahwa telah terjadi kontak budaya antara China dan masyarakat Nias
20
Merupakan komando pelayaran di China pada masa pemerintahan Dinasty Ming, yang mendirikan Sing
kwang dan oleh karena kepempimpinannya,koloni China yang tinggal di Singkuang memeluk agama Islam (Rao
dalam Hammerle, 2001: 159). Selain itu, nama Laksamana Po Bo (=Cheng Ho) memiliki kesamaan nama leluhur
suku Nias yang dikisahkan dalam sebuah tradisi lisan yaitu Hoho. Dalam teks Hoho disebutkan nama seseorang
yaitu Ho=Hia yang diyakini sebagai keturunan manusia /leluhur suku Nias berasal dari daerah Gomo.
Kemiiripan nama yang terdapat Catatan Tuanko Rao dan tradisi Hoho kemungkinan menjadi pendukung
bahwa leluhur suku Nias berasal dari China .
21
Op.Cit. Hal 158
87
5.1.1.2. Kutipan Pendapat Ma Huan oleh Yoshiko Yamamoto Mengenai Istilah “Payung
Matahari”.
Ma, Huan (1970) yang mengatakan bahwa suatu dokumen yang historis dari abad ke-15
memberitahukan bahwa orang China menamakan pulau Nias sebagai Payung Matahari
(Parasol Island), tetapi tidak ada keterangan lebih lanjut tentang pulau itu. Berdasarkan
kutipan tersebut diketahui pada zaman dulu di wilayah Gomo , telah ditemukan
perkampungan China dan “Parasol Island” atau “Pulau Payung Matahari”. Hal ini berarti
bahwa penghuni pulau Nias menggemari pemakaian payung matahari (Hammerle, 2001:8).
Catatan mengenai sebutan “Payung Matahari” oleh orang China terhadap masyarakat
Nias memberitahukan bahwa China pernah datang ke Nias. sehingga masyarakat China
Tulisan yang menyebutkan tentang kedatsngan orang China juga ditulis oleh Ama
Norida Daeli. Sebuah tulisan tangan yang ditulis sendiri oleh Wilhelmus Fanga’aro’ȍ
Daeli alias Ama Norida Daeli yaitu tentang tradisi dan perkembangan marga Daeli di Nias
bagian Timur dan Nias bagian Barat. Teks asli ditulis dalam bahasa daerah Nias yang
kemudian diterjemahkan oleh Pastor Hammerle. Dalam tulisannya tersebut, Ama Norida
menulis bahwa pada zaman dulu banyak orang China menggali tanah dikaki pegunungan
di Afrika untuk menghasilkan perak, batu bara, besi, sulfur, emas, dan harta tanah lainnya.
yang disebut biduk. Sewaktu mereka berada di tengah laut, terjadilah badai yang dahsyat.
Angin bertiup dari Selatan, Barat dan Timur. Badai yang dahsyat mengangkat biduk itu ke
udara dan membawanya sampai di dekat Nias Selatan. Kemudian angin reda dan kapal itu
88
jatuh di atas Tanȍ Niha ( Tanah Manusia). Banyak orang meninggal terutama yang berada
di pinggir kapal, sedangkan yang berada ditengah kapal kebanyakan selamat dan menjadi
leluhur penduduk Nias Selatan. Ketika pedagang-pedagang dari China datang berkunjung
ke Gunungsitoli mereka menemukan kapal kecil yang sudah tua dan hampir hancur
bertuliskan huruf China, lalu mereka mengatakan kapal ini adalah milik kita.
Dalam tulisannya yang kedua, Ama Norida menulis tentang Hia-Ho. Dalam tulisan
tersebut dia menulis bahwa pada zama dulu ada orang yang berlayar dari pulau
Madagaskar dekat Afrika Selatan, membawa satu biduk bermuatan perkakas keperluan
rumah tangga. Ditengah perjalanan tiba-tiba biduknya diterbangkan oleh angin topan.
Angin kemudian reda dan biduknya jatuh di bumi Gomo. Peralatan biduk ditemukan masih
teguh sampai sekarang yaitu rantai besi. Pada perkakas tersebut terdapat sebuah tulisan
huruf China yaitu Hia-Ho (nama sungai di tanah China) (Daeli dalam Hammerle,
2001:176-178).
5.1.2.1. Mite Tentang Manusia Dari Atas( Siraso/Inada Samihara Luo ) Dalam lagu Hoho
Sebuah tradisi lisan (folklore) yang dikenal sebagai mitos berkembang dalam
masyarakat Nias, khususnya di daerah Nias Utara dan Nias tengah meyakini bahwa leluhur
masyarakat Nias adalah seorang perempuan. Perempuan itu bernama Siraso. Menurut
tradisi lisan tersebut, masyarakat Nias percaya bahwa Siraso telah mendarat di sekitar
sungai Nalawȍ dekat sungai Susua. Ibu Siraso mempunyai seorang anak laki-laki yang
bernama Ho (Tuada Ho). Ho memiliki dua orang istri yang pertama bernama Nandrua
(Aweda Nandrua) dan yang kedua bernama Laoya Ana’a. Dalam tradisi lisan tersebut, Ho
disebut juga sebagai Hia Walani Adu, Hia Walani Luo. Hukum (huku), adat istiadat
89
(Hada, bȍwȍ), adat perkawinan (Hada ba wangowalu), pertanian, pertukangan yang
ditemukan di Nias sejak ratusan tahun yang lalu diyakini berasal dari keturunan Hia. Oleh
masyarakat Nias, Hia kemudian disebut sebagai keturunan dari desa atas ( banua si yawa)
(Hammerle, 2001:60). Keturunan Ho=Hia disebut juga keturunan Lani Ewȍna yang jauh
lebih maju dan menyebut dirinya sebagai Niha (manusia). Mereka merupakan pendatang
terakhir yang lebih maju dibandingkan dengan pendatang yang masih sangat terbelakang.22
Sejarah lokal yang berkembang dalam masyarakat Nias tentang “manusia dari atas”
tersebut dikisahkan dalam nyanyian vokal yang disebut Hoho23. Lagu Hoho sebagai
bagian dari tradisi lisan di desa Hilinawalȍ Fau bercerita tentang asal-usul masyarakat
Nias. Pada teks lagu pertama berbicara tentang seorang ibu yang bernama Simadulo Hȍsi
yang datang dari Asia dan berlabuh di muara susua24 . Ibu itu dikisahkan mengalami
banyak derita dan kekurangan (inada sakao dȍdȍ). Pada lagu yang kedua, teks Hoho
berbicara tentang Ho=Hia (manusia dari atas) yang memiliki keturunan sebagai hasil
Sementara itu, teks lagu Hoho yang ketiga juga berbicara tentang leluhur masyarakat
Nias yaitu berasal dari keturunan Ho-Hia. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa leluhur Nias
yang disebut Siraso adalah ibu dari Ho-Hia. Namun dalam teks Hoho yang ketiga ini, tidak
menggunakan nama Siraso, tetapi dalam teks Hoho tersebut memberitahukan bahwa ibu
dari Ho-Hia bernama Sibowo Ndrȍfi Madala yang kemudian disebut juga Inada Samihara
Luo. Hoho mengisahkan Inada Samihara Luo berlayar dari Asia dan perahunya terdampar
di Nias. Ibu itu melahirkan seorang anak dan diberi nama Ho. Ho incest dengan ibunya
22
Op.cit.Hal. 171-172
23
Merupakan tradisi musik vokal Nias yang dibawakan oleh sekelompok penghoho ( Sifahoho atau solau Hoho)
yang semuanya adalah pria. Tradisi musikal Hoho tersebut dibawakan dalam gaya responsorial yang oleh
orang Nias gaya menyanyi dalam Hoho disebut sifagema-gema ( bersahut-sahutan) (Dachi dalam jurnal
Hoho, 1992 No 1, hal. 25-26)
24
Merupakan nama sebuah sungai di daerah Gomo yang berjarak ±6 km dari sungai Nalawȍ dan berhadapan
dengan koloni China di Singkuang, Sumatera (Hammerle, 2001: 168)
90
sendiri dan melahirkan dua orang anak kembar dan mereka dipisahkan oleh orangtuanya.
Anak pertama diberi nama Sadawa Mȍlȍ di tempatkan di hilir dan Soraizȍsȍma
ditempatkan di hulu. Pada suatu hari Sadawa Mȍlȍ menemukan sekuntum bunga hibiskus
terlilit dengan rambut yang hanyut di dalam sungai. Ketika Sadawa Mȍlȍ pergi ke hulu,
dia bertemu dengan Soraizȍsȍma dan akhirnya mereka menikah. Mereka mempunyai
sembilan anak dan ini lah yang menjadi leluhur dari suku Nias (Ono Niha).
Teks lagu Hoho tersebut dapat dipandang sebagai dongeng. Namun, apabila
dongeng tentang putri raja dari Asia sangat mendekati kenyataan (Hammerle, 2001: 176).
pendapat Hammele cukup menjelskan bahwa tradisi Hoho yang berkembang dalam
Bukti pendukung kontak budaya antara China ternyata tidak hanya dilihat melihat
catatan sejarah berupa tulisan dan tradisi lisan masyarakat lokal. Seorang ahli budaya
keturunan China bernama Tapak Wong telah membuktikan adanya kontak budaya antara
China dengan Nias dengan melihat ornamen yang ada di Takula Ana’a (topi emas) yang
digunakan oleh masyarakat Nias pada zaman dulu. Tapak Wong adalah seorang pengrajin
emas sekaligus ahli budaya yang merupakan keturunan China. Ayahnya berasal dari
Kanton di negara China yang datang ke Indonesia sekitar tahun 1927. Pada awalnya beliau
berdomisili di Teluk Dalam kemudian pindah ke Gunung Sitoli pada tahun 1937.
Tapak Wong sebagai pengrajin emas memiliki koleksi topi emas ( Takula Ana’a) yang
dibeli dari beberapa masyarakat Nias yang memiliki topi emas tersebut. Hal yang menarik
91
ketika bapak Tapak Wong memperhatikan setiap ornamen yang ada di Takula Ana’a ,
beliau menemukan bahwa adanya ornamen yang mirip dengan diagram yang ditemukan di
Provinsi Kanton di China. Bentuk ornamen tersebut berbentuk lingkaran yang masing-
masing lingkaran memiliki jenis simbol yang berbeda. Lingkaran yang paling luar tampak
yang kedua tampak ukiran 16 ujung tombak (Hulayo) yang melambangkan keberanian
atau kesatria. Lingkaran yang ketiga tampak ukiran buah dada wanita ( Ni’omeme) sebagai
lambang kesuburan manusia. Pada pusat diagram tampak ukiran empat daun yang
melambangkan niat untuk mempertahankan diri. Daun tersebut dinamakan Gese’ese dan
Ornamen yang serupa juga tidak hanya ditemukan di topi emas tetapi dapat ditemukan
di ukiran pada papan rumah adat masyarakat Nias yang ada di Gomo ( Rafisa dalam
Hammerle, 2001).
5.2.2. Istilah Dalam Bahasa Nias Yang Mirip Dengan Istilah Bahasa di China
Dalam bukunya Asal-usul Nias, pastor Hammerle menulis bukti yang sangat
kebudayaan masyarakat Nias. Hammerle menulis bahwa adanya kemiripan bahasa yang
digunakan oleh kedua kebudayaan tersebut menjadi bukti yang cukup jelas untuk
mengetahui bahwa leluhur orang Nias berasal dari China. Berikut daftar penggunaan
beberapa kata yang hampir memiliki makna yang sama antara bahasa Kanton (China)
Pertama, penggunaan kata Kehai atau Gehai oleh masyarakat Nias untuk menyebut
orang China. Kata “ Hai” dalam bahasa China berarti ke laut. Kemungkinan besar sebutan
25
Lihat gambar 5.2.1
92
“Gehai” lebih kurang menjelaskan bahwa mereka yang disebut “Gehai” datang ke pulau
Nias melalui pelayaran. Dalam bukunya tersebut, Hammerle mengutip pendapat dari
Pastor Carol, seorang keturunan China dari pulau Penang, Malaysia. Carol mengatakan
bahwa penggunaan kata “ Kehai” memiliki persamaan dengan sebutan orang China di
Surabaya. Orang China di kota Surabaya mendapat sebutan “Sihai” atau “Sehai”.
Perbedaannya hanya terdapat pada awalan kata saja. Sementara itu, kata “Sihai” dalam
sejarah lokal masyarakat Nias merupakan salah seorang nama leluhur suku Nias.
berdasarkan penjelasan dari pastor Carol tersebut, Hammerle meyakini bahwa istilah “
Sihai” atau “ Kehai” sama sekali bukan bahasa Nias, melainkan sebuah istilah yang masuk
ke Nias bersamaan dengan kesinggahan orang China di Pulau Nias untuk berdagang atau
Kedua, keterangan dari bapak Tapak Wong sebagai pengarajin emas yang
China), yang memiliki kemiripan dengan bahasa yang berkembang dalam masyarakat Nias
Tabel 5.1.
Daftar Bahasa Kanton-Nias yang memiliki kemiripan menurut bapak Tapak Wong
93
4 Lou Wa lang Artinya dalam bahasa Kantonis : Lou : tua; Wa : kata, nasehat;
lang: sejuk, nyaman; Nama seorang leluhur di Nias : Lo-wa-
Langi?
8 Siefo Dalam bahasa Kanton kata ini berarti: seberang. Sama artinya
dengan kata Nias “Siyefo, misiyefo”.
94
18 Mao Artinya dalam bahasa Kantonis: kucing. – sama hal nya di
Nias.
Afore adalah alat ukur berskala yang digunakan oleh masyarakat Nias untuk mengukur
besarnya babi. Tapak Wong menjelaskan bahwa Afore asli yang ada di Nias mirip dengan
Afore yang dipakai di provinsi Kanton, China. Afore terbuat dari kayu atau rotan yang
berskala ukuran panjang ditandai dengan irisan pisau pada badan tongkat. Afore Nias asli,
menurut bapak Tapak Wong, bukan alat untuk mengukur panjang melainkan untuk
mengukur berat dan merupakan suatu timbangan yang digantung atau diangkat dengan
Masyarakat Nias seringkali memberi kesan mirip seperti orang China. Hal ini
dibuktikan oleh seorang antropolog Italia, Elio Modigliani ( 1890). Ketika beliau
berkunjung ke pulau Nias pada tahun 1886 mengakui bahwa di Nias Selatan terdapat orang
bermata sipit yang mirip dengan orang China. Selain Modigliani, bapak Tapak Wong juga
membenarkan bahwa mata sipit khas China banyak ditemukan di Nias, teristimewa di
Pendapat yang serupa juga pada umumnya diterima oleh sebagian orang Nias yang
bepergian ke luar daerah Nias. Mereka dianggap sebagai keturunan orang China. Selain
bentuk roman muka yang mirip dengan orang China, bahasa yang digunakan oleh orang
Nias kedengaran seperti bahasa China. Sehingga tidak sedikit pendapat yang mengatakan
95
5.2.5.Persamaan Adat Istiadat Dalam Pesta Pernikahan
Bukti fisik lainnya yang mendukung pernyataan bahwa Nias adalah keturunan China
adalah budaya yang terdapat dalam pesta adat pernikahan masyarakat Nias yang mirip
dengan budaya yang terdapat dalam adat pernikahan di China. Budaya menyuguhkan sirih
kepada tamu ( fame’e afo) pada masyarakat Nias juga ditemukan di Kanton yang disebut
pangte. Selain itu dalam masyarakat Nias terdapat istilah “Mamuli Khȍ Zibaya” (Cross-
cousin). Istilah “Mamuli Khȍ Zibaya” digunakan untuk menjelaskan keadaan apabila
seorang laki-laki suku Nias menikahi putri dari pamannya sendiri. Zibaya artinya paman.
Tradisi yang sama juga ditemui dalam masyarakat di Kanton, China. Hal lain adalah
persamaan atraksi Alisan de Kunyang26 di Taiwan yang sama dengan atraksi yang ada di
Nias, seperti tari elang ( tari moyo), pemakaian gong kecil dan besar ( faritia dan Aramba)
serta tradisi pengusungan pengantin wanita dengan hiasan di kepala ( sai-sai dan bala
hȍgȍ).
Selain pendapat dari bapak Tapak Wong, seorang keturunan China yang tinggal di
Sibolga bernama Pang Wai Tib (1999) ketika diwawancarai mengatakan bahwa adanya
persamaan antara adat pernikahan di China dan di Nias. Pemberian sirih merupakan
kehormatan besar di China seperti di Nias. Perlu diketahui bahwa dalam pesta adat
pernikahan masyarakat Nias, pemberian sirih ( fame’e Afo) sangat berperan penting
sebagai simbol penghormatan. Pemberian sirih adalah bagian dari urutan acara yang
dilaksanakan dalam pesta adat Nias. Oleh karena dianggap sangat penting, pada saat
acara pemberian sirih (fame’e afo), rasa hormat disampaikan melalui nyanyian vokal yang
26
Adalah sebuah atraksi tradisi yang dipertunjukkan oleh orang Taiwan yang terdapat di seluruh negeri China.
Alisan adalah nama tarian, sedangkan Kunyang adalah istilah untuk menyebut mempelai wanita ( Hammerle,
2001: 189)
96
Pang Wai Tib menambahkan bahwa kegiatan memukul faritia (canang) dilakukan
juga di China dalam perarakan pengantin perempuan menuju rumah mempelai laki-laki. Di
China, pengantin perempuan dijemput dirumahnya, ditangisi, dia dikenakan tutup muka
dan diusung, sama seperti tradisi pengantin wanita di Nias (Tib dalam Hammerle,
2001:184)
5.2.6. Kebudayaan Megalithikum ( Hȍgȍ Lasara) yang Ditemukan Di Daerah Lahusa dan
Gomo
kebudayaan China pada kebudayaan Nias. Benda yang dimaksud berupa ukiran motif
kepala naga. Pada masyarakat China , naga adalah simbol hewan yang melegenda sehingga
motif kepala naga adalah simbol hewan yang sangat diagungkan. Di seluruh wilayah di
Indonesia,tidak ada satu pun kebudayaan yang dikenal menggunakan motif kepala Naga
selain masyarakat China. Dengan demikian, keberadaan Hȍgȍ Lasara (motif kepala naga )
Dalam masyarakat Nias, motif kepala naga disebut sebagai Hȍgȍ Lasara27 . Hȍgȍ
adalah kepala, dan lasara adalah perahu. Sehingga Hȍgȍ Lasara diartikan sebagai kepala
atau ujung daripada perahu. Di kecamatan kepulauan Batu, nama Lasara dipakai untuk
menyebut “suatu perahu yang ajaib”28. Ukiran ini dapat ditemukan di bagian depan rumah,
pegangan pedang, peti mayat yang dibuat dalam bentuk Lasara (perahu). Di daerah Talu
Susua kecamatan Lahusa dan Gomo ditemukan patung yang dipahat terbuat dari batu.
27
Lihat gambar 5.2.6
28
Elio Modigliani (1886) dalam Hammerle, 2001: 205
97
Pahatan pada patung berbentuk Hȍgȍ Lasara yang terdiri dari satu atau tiga kepala yang
disebut osa-osa.29
Keberadaan ukiran Hȍgȍ Lasara di Nias Selatan menurut Pastor Hammerle memiliki
pengaruh dari China mengingat motif ukiran Hȍgȍ Lasara adalah berupa kepala Naga
yang persis terdapat dalam kebudayaan China. Hammerle menjelaskan bahwa koloni
China di Singkuang mempunyai pabrik kapal, sehingga dapat ditafsirkan bahwa fenomena
Hȍgȍ Lasara di Nias Selatan mendapat pengaruh dari kebudayaan China seiring dengan
informasi bahwa telah terjadinya kontak budaya antara China dengan masyarakat lokal.
Catatan dari Tuanko Rao menekankan letak geografis yang sangat memungkinkan
kedatangan orang China ke pulau Nias di daerah Gomo dan Lahusa. Rao menjelaskan
bahwa pelabuhan Singkuang adalah pelabuhan yang terkenal dengan eksport kayu meranti
dengan daerah Gomo memungkinkan bagi orang China untuk datang ke pulau Nias melalui
jalur pelayaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses kontak budaya antara
29
Lihat Gambar 5.2.6.1
30
Kartomi, Journal for Society of Ethnomusicology. Vol. 3. 1981. pp 275 s.d. 297.
98
China dan Nias terjadi melalui jalur pelayaran. Selain proses pelayaran, perkawinan juga
menjadi salah satu media kontak budaya China dengan Nias. Artinya, orang China yang
datang ke Nias berbaur dengan masyarakat lokal dan kemungkinan orang-orang China
kawin dengan masyarakat setempat. Penulis berpendapat kemungkinan proses seperti ini
berkaitan dengan keberadaan masyarakat dari Nias Selatan yang menyebut dirinya
sebagai sebuah proses akulturasi budaya. Dalam proses akulturasi tersebut, kebudayaan
perkembangan kebudayaan masyarakat Nias sekitar abad ke-11, ketika terjadi kontak
Erhu adalah instrumen yang dikenal berasal dari kebudayaan China31. Persebaran
kebudayaan China di daratan Asia, termasuk Indonesia, telah membawa dampak positif
terhadap perkembangan instrumen Erhu di Indonesia. Dengan demikian, tidak heran jika
Erhu merupakan instrumen yang memiliki resonator terbuat dari kayu eboni,
berukuran sekitar 13 cm, dengan panjang kayu penyangga senar adalah 81 cm. Bagian sisi
kanan tertutup oleh kulit ular sedangkan sisi kiri dibiarkan terbuka. Erhu memiliki dua
senar metal dengan panjang 76 cm dan busur penggesek yang senarnya terbuat dari bulu
ekor kuda. Dalam hal ini, posisi busur penggesek tidak bisa dipisahkan dengan senar,
karena busur penggesek terletak antara kedua senar. Erhu merupakan instrumen yang tidak
memiliki fingerboard (frettless), serta memiliki tala (pasak) dekat ujung atas gagang senar
31
Lihat gambar 5.4. Erhu
99
Instrumen Erhu pada awalnya digunakan dalam ensambel musik China pada opera peking,
dan pada abad ke-21, Erhu digunakan dikenal sebagai instrumen solo. Pada umumnya
Melihat konstrusi instrumen Erhu, instrumen ini sangat mirip dengan konstruksi
instrumen Lagia. Perbedaan antara kedua instrumen terletak pada jumlah senar, besar
secara umum antara Lagia dan Erhu memiliki kesamaan seperti bagian sisi kiri resonator
yang dibiarkan terbuka, dan sisi kanan tertutup meskipun dengan material penutup yang
berbeda (Lagia dengan mowa, sedangkan Erhu menggunakan snakeskin), dan keduanya
Dengan, mempelajari semua data ini bahwa sumber sejarah sebelumnya cukup
memberikan informasi bahwa China pernah datang ke Nias melalui proses pelayaran.
Bukti sejarah tersebut mendasari spekulasi penulis sehingga menyimpulkan bahwa Lagia
merupakan instrumen yang mendapat pengaruh dari instrumen Erhu yang di bawa oleh
masyarakat China sekitar abad ke-11 ketika terjadi kontak budaya dengan masyarakat
lokal. Hal ini berarti Lagia bukan merupakan native instrument dalam masyarakat Nias,
100
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Kepentingan merupakan satu hal yang abadi dalam pribadi manusia selama hidup di
dunia ini. Kepentingan membawa manusia untuk terus berubah dari zaman ke zaman.
Oleh sebab itu manusia yang hidupnya dinamis akan melakukan semua hal untuk
China yang menginvasi daratan Asia ratusan tahun yang lalu, termasuk ke Indonesia.
terletak di pantai barat Sumatera. Tuanko Rao menulis bahwa keberadaan pemukiman
masyarakat China di tepi pantai barat Sumatera, yaitu pelabuhan Singkuang memiliki
jarak yang sangat dekat dengan kecamatan Gomo dan Lahusa yang ada di Pulau Nias
bagian Selatan. Beberapa sumber sejarah telah mmberikan informasi yang cukup
membuktikan bahwa China pernah datang ke Nias. Hal ini didukung dengan penemuan
unsur-unsur kebudayaan China dalam kebudayaan masyarakat Nias sampai hari ini.
Terlepas dari asli atau tidak aslinya, jelas bahwa Lagia adalah instrumen yang hanya
ada di Nias. Lagia memiliki konsep konstruksi yang sama dengan Erhu yang ada di China.
Lagia memiliki empat bagian penting yaitu resonator, gagang senar, senar dan busur
penggesek, yang membentuk satu sistem untuk menghasilkan bunyi pada instrumen Lagia.
Kehadiran instrumen Erhu mengarahkan penulis untuk melihat lebih jauh bahwa Erhu
adalah instrumen yang harus dipandang sebagai inspirasi terbentuknya instrumen Lagia.
Oleh karena itu, pembahasan dalam skripsi ini melihat hubungan sejarah yang mungkin
101
ada dalam masyarakat Nias. Hal ini terbukti dengan sumber-sumber sejarah yang menulis
konsep konstruksi yang mirip dengan Erhu, yaitu spike- fiddle chordophone, dan frettless,
dengan empat bagian penting; Kedua, Lagia bukan merupakan native instrument
(instrumen lokal) dalam masyarakat Nias melainkan hasil kontak budaya dengan
masyarakat China pada abad ke-11. Dengan melihat unsur-unsur pengaruh kebudayaan
China yang ditemukan dalam kebudayaan masyarakat Nias, maka penulis menyimpulkan
bahwa kebudayaan yang dominan dalam proses kontak budaya antara China dan Nias
6.2. Saran
Tulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik dari teknik penulisan terutama
cara penyampaian informasi yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu dibutuhkan
China dengan masyarakat Nias masih dapat diuraikan lebih detail lagi sehingga
Penulis yakin bahwa apabila ditelusuri lebih lanjut , hasil kontak budaya antara China
dan Nias dilihat dari sisi musikal tidak cukup hanya dilihat dalam instrumen Lagia yang
mirip dengan Erhu. Penulis berharap akan ada kedepannya penelitian oleh masyarakat
Nias terutama para etnomusikolog yang berasal dari Nias untuk melihat lebih jauh tentang
unsur musikal China yang telah mempengaruhi kesenian masyarakat Nias sampai hari ini.
suatu wujud kepedulian akan pelestarian kebudayaan Nias. Sudah sewajarnya ono niha
102
DAFTAR PUSTAKA
Dachi, Calvin. 1992. Hoho :Tradisi Musik Vokal Nias . Buletin Mahasiswa Etnomusikologi-
Medan, Vol.1, No.1, hal. 25 s.d. 26
Devale,Carole sue. 1990. “Organising organology”. Dalam Selected Reports in
Ethnomusicoloy. California. University of California. Volume VIII, Januari 1990
Hammerle, Johannes. 2001. Asal usul masyarakat Nias suatu Interpretasi. Nias: Yayasan
Pusaka Nias
Jones, Thaddeus George.1974.Music Theory. New york. A Division of Harper and Row
Kartomi,Margareth.1981.The Processes and Result of Musical Culture Contact: A Discussion
of Terminology and Concepts. Dalam Journal for Society of Ethnomusicology.Vol.III.
pp 275 s.d. 297
Kunt,Japp.1939.Music in Nias.Amsterdam
Malm, William.P, 1977. Music Culture of Pasific: The Near East and Asia. New Jersey:
Prontice Hall, Inc
May, Elizabeth.1980. Music in Many Culture: An Introduction. California. University of
California press
Nettl, Bruno, 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. London: Collie Star, Publisher.
Parlindungan, Mangaradja Onggang. 2001. “Pongkinangolngolan Sinambela Gelar Tuanko
Rao” dalam Asal usul Masyarakat Nias. Nias: Yayasan Pusaka Nias
Randel,Michael. 2003. The Harvard Dictionary of Music. London: The Belknap Press of
Harvard University Press
Sach, Curt. 1968. “Terminology” dalam The History of Musical Instruments
Suharso. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang. Widya Karya
Titi Krisnawati, 2015. Studi Deskriptif Dan Analitis Identitas Musikal Nias Yang
Terkandung Dalam “ZinunŐ BNKP”. Medan: Universitas Sumatera Utara (skripsi
Sarjana).
Titon, Jeff, 1984. World of Music. New York: Scirmer Books.
William, Peter.1984. “Organology” dalam The New Grove Dictionary Of Music and
Musician. Stanley Sadie
Delau, Adil. 2014. “Asal-Usul Leluhur Ono Niha”
https://aidildelau.wordpress.com/2014/04/16/asal-usul-leluhur-ono-niha-nias/
http://www.abimuda.com/2015/09/pengertian-dan-macam-macam-majas-lengkap-beserta-
contoh.html
103
DAFTAR INFORMAN
Umur : 43 tahun
Sitoli.
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil ( Dosen IKIP Gunung Sitoli dan Kepala
Kabupaten Nias.
104
Formatted: Font: (Default) Times
New Roman, 12 pt
105
Gambar 3.1 Lagia Tampak Depan
106
Gambar 3.2. Lagia Tampak Belakang
107
Gambar 3.3. Lagia Tampak Kanan
108
109
Gambar 3.4. Lagia Tampak Kiri
110
Gambar 3.5. Busur Penggesek Lagia
111
Gambar 3.6. Detail Resonator
112
Gambar 3.7. Lagia oleh Japp Kunts
113
Gambar 5.2.1
Sumber : Sampul buku Asal- Usul Masyarakat Nias (2001) oleh P.Johannes Hammerle
114
Gambar 5.2.6.
Gambar 5.2.6.1.
Osa-osa
Sumber:https://www.google.co.id/search?newwindow=1&biw=1366&bih=583&tbm=isch&s
a=1&q=peti+masti+khas+nias&oq
115
Gambar 5.4. Erhu
Sumber:https://www.google.co.id/search?newwindow=1&biw=1366&bih=583&tbm=isch&sa
=1&q=erhu+instrumen+image&oq=erhu+instrumen+image&gs_l=img.3...372557.3
116
TRANSKRIP LAGU HE LAGIA
117
TRANSKRIP WAWANCARA
RESPONDEN I
Nama : Hezatulȍ Ndruru
Umur : 43 Tahun
VERBATIM I
Hari/ tanggal : 16 November 2015
Lokasi Wawancara: Museum Pusaka Nias, Jl. Yos Sudarso No.134 Gunungsitoli, Nias
Waktu : 15.30-15.55
Judul Rekaman : Suara012.
118
6 kesedihan. Jadi kan, awalnya lagia penderita kusta yang meratapi
7 ini ,menurut cerita mitos ya,jadi nasibnya dengan memainkan
8 seorang penderita kusta, macam Lagia sambil bernyanyi lagu He
9 penyakit kulit, jadi dia diasingkan Lagia. Pada kenyataannya, cerita
10 dikampung, jadi karena dia hanya rakyat ini tidak dapat dipastikan
11 seorang diri, jadi nasibnya itu dia kebenarannya sehingga sejarah
12 meratapinya.Habis sesudah meratapi, terciptanya Lagia belum diketahui
13 dia membuat alat musik ini. Jadi alat secara jelas.
14 musik ini dia mengikuti nada
15 nyanyiannya
16 itu.Contohnya,heee...lagia (sambil
17 bernyanyi). jadi seandainya sama
18 orang dia menceritakan kisah
19 hidupnya itu, mungkin orang lain
20 bisa membantah, tapi karena musik
21 ini tidak bisa membantah. Jadi dia
22 semacam mengadukan bagaimana
23 kemalangannya.
24 Lagia artinya mengikuti apa yang
25 kita ingin bicarakan. Alat musik ini
26 tidak membantah.
27 Ohh,,jadi semenjak itu Iya. Semenjak itu Lagia dikenal oleh Lagia berkembang setelah 1
28 berkembang lah alat masyarakat. bahkan sudah dipakai dimainkan oleh seorang si
29 musik ini ya pak? dalam acara kemalangan seperti penderita kusta sehingga dikenal
30 kematian. oleh masyarakat banyak.
31 Trus cerita tentang Iya, ini bisa dikatakan sebagai cerita Sejarah Lagia hanya sebatas cerita 1
32 sejarah Lagia ini rakyat biasa dan disesuaikan apakah rakyat, tidak bisa dipastikan
33 memang nyata atau bisa masuk akal. Menurut saya cerita kebenarannya.
34 hanya sebatas cerita ini bisa di masuk akal.
35 rakyat pak?
36 Jadi, Lagia ini masih Ohhh,,ini sudah jarang dipakai juga Lagia sudah jarang 1
37 dipakai sampai dipertunjukkan. Kalau di museum dipertunjukkan kecuali oleh pihak
119
38 sekarang ya pak, pernah dilakukan pertunjukkan museum untuk keperluan
39 seperti di dalam rangka pelatihan alat musik pelatihan bagi anak-anak sekolah.
40 pertunjukkan? tradisional untuk anak-anak sekolah.
41 Yah, mungkin kalau tidak ada
42 museum, kita tidak dapat mengetahui
43 alat musik Lagia ini.
44 Dimuseum apakah Ya jelas, saya sendiri bisa Lagia sama seperti memainkan 2
45 masih ada yang bisa memainkan alat musik ini. Tapi tidak gitar. Membutuhkan ketekunan
46 memainkan alat musik pintar, asal bisa memainkan. Karena selama proses belajar memainkan
47 ini pak? biasanya memainkan alat musik bisa instrumen Lagia.
48 karena biasa. Sama seperti
49 mmainkan gitar. Begitu juga lagia
50 ini. Saya belajar hampir 6 bulan,
51 tidak ada hasilnya, akhirnya saya
52 capek. Tapi akhirnya bisa terus-
53 menerus berlatih. Tapi tidak seperti
54 sepintar mereka dulu. Karena dulu
55 biasanya dulu yang memainkan lagia
56 ini adalah orangtua yang sudah tidak
57 lagi bisa bekerja di ladang.saya
58 pernah belajar dari seorang
59 orangtuua yang sudah sangat tua di
60 Gomo. Saya sudah tidak tau apakah
61 dia masih ada sampai sekarang atau
62 tidak.
63 Jadi alat musik ini Yah,,,terakhir kita bisa temukan di Lagia ditemukan di wilayah Nias 1
64 sebenarnya wilayah Nias Tengah, juga di Nias Tengah hingga ke daerah Nias
65 berkembang dimana Selatan. Mungkin saja bisa bagian Selatan. Lagia jarang
66 di wilayah Nias ditemukan di Nias Utara atau Nias ditemui dan hampir punah karena
67 bagian mana ya Barat, tapi mungkin tidak adanya pengaruh budaya dari luar
68 pak?apakah mungkin berkembang dan punah karena seperti alat musik barat.
69 di Nias Selatan? pengaruh budaya luar. Itu faktor
120
70 paling berbahaya, karena alat musik
71 ini hampir tidak ditemukan.
72 Ohh,,, begitu ya pak. Ohh,,hanya kalau ada kegiatan Lagia sudah sangat jarang 1
73 Trus seberapa sering tertentu saja. Ya sperti saya bilang digunakan pada saat ini, hanya
74 Lagia dipertunjukkan tadi kalau ada kegiatan seperti pada saat kegiatan tertentu saja
75 di museum pak? pengenalan alat-alat musik seperti kegiatan pengenalan alat-
76 tradisional Nias kepada anak-anak alat musik tradisional Nias kepada
77 sekolah. Selain itu, ya kadang- anak-anak sekolah yang ada di
78 kadang saja. Karena sebenarnya saya wilayah kota Gunung sitoli.
79 juga agak segan memainkan alat
80 musik ini
81 Kenapa pak? Yah, karena seseorang yang Adanya suatu kepercayaan 1
82 memainkan Lagia biasanya hidupnya masyarakat lokal bahwa seorang
83 melarat. Hehehe pemain Lagia aadalah seseorang
84 Saya takut nanti hidup saya melarat. yang sangat malang nasibnya dan
85 Hehehe dikucilkan dari masyarakat.
86 Tapi ini hanya sebuah kepercayaan mereka mengganggap bahwa
87 masyarakat biasa. seseorang yang suka memainkan
88 Lagia pastilah dalam hidupnya
89 tidak akan pernah hidup senang.
90
91 Ohh,,hehehe... Hmmm... setau saya sampai sekarang Sampai saat ini di Museum 1
92 Selain bapak, ada hanya saya yang bisa sedkit Pusaka Nias, bapak Hezatulȍ
93 karyawan lain yang memainkan Lagia ini. Memang di Ndruru adalah satu-satunya
94 bisa memainkan Lagia Lȍlȍwa’u ada yang bisa membuat karyawan sekaligus pemandu
95 di sini pak? Lagia tapi mereka tidak bisa wisatawan yang dapat memainkan
96 memainkan. Di Gomo juga, saya Lagia.
97 sering memesan bahan-bahan Lagia
98 ini dari sana. Lalu kemudian saya
99 olah di sini.
121
VERBATIM II
Hari/ tanggal : 08 April 2016
Lokasi Wawancara: Museum Pusaka Nias, Jl. Yos Sudarso No.134 Gunungsitoli, Nias
Waktu : 16.46- 17.10
Judul Rekaman : suara029,proses pembuatan Lagia
122
13 pak ? disini, kulit bagian luarnya ini masih belum
14 bersih.
15 Ohh, Berarti Iya, masih so guli baero nia ba daa. Awena Setelah dibersihkan, ujung 2
16 sebelumnya na no labersihkan da’ȍ , la’alȍsi tebalnia bongkahan pohon aren yang
17 ada kulit da’a khȍnia ( menunjuk ujung bongkahan sudah di potong akan dikurangi
18 luarnya disini? pohon aren) ketebalannya.
19 Mengapa harus Ba kan, dengan awe’e-we’e da’a kan ambȍ Ketebalan resonator akan 2
20 dikurangi suara. Jadi, ini mempengaruhi suara. mempengaruhi intensitas bunyi
21 ketebalannya yang dihasilkan.
22 pak? Untuk
23 apa itu pak?
24
25 Benda ini Da’a fahȍ geu untuk mengurangi ketebalan Pahat digunakan sebagai alat 2
26 untuk apa pak? bagian dalam da’a khonia. untuk mengurangi ketebalan
27 bagian dalam lubang resonatot.
28 Lalu, setelah Setelah itu, awena persiapkan ba Pembuatan lubang tempat kayu 2
29 itu apa langkah wangehaogȍ lubang ini, naha tangkai nia penyangga senar
30 selanjutnya dania
pak?
31 Jarak tangkai Panjang tangkai ua bale kira-kira 75-80 Penjelasan mengenai ukuran 2
32 dengan ujung cm.lalu, diameternya antara 18 sampai ke kayu penyangga senar, jarak
33 resonator ini 22. Lalu, jarak ujung ke lubang tangkai da’a lubang kayu penyangga senar
34 berapa ya pak? sekitar 11 cm, biasanya ini harus lebih dengan ujung sisi kanan
35 panjang ke belakang (menunjuk jarak 2resonator. Diameter lubang
36 lubang gagang senar dengan ujung resonator kayu penyangga senar harus
37 sebelah kiri). Artinya letak lubangnya tidak disesuaikan dengan
38 boleh terlalu ke tengah. Aefa daȍ, lubang tebal/diameter kayu penyangga
39 tangkai da’a khȍnia harus sesuai simane senar.
40 tebal kayu da’a. ena’ȍ lȍ aefa dania
41 Trus senarnya Nah, inikan ujungnya harus sampai ke ujung senar bagian bawah akan 2
42 diikat dimana bawah ini (menunjuk ke bawah bagian diikatkan pada ujung kayu
123
43 nanti pak? resonator yang tegak lurus dengan lubang penyangga senar yang
44 gagang senar di bagian atas resonator). menembus bagian bawah
45 Nah,nanti ujung senarnya diikat di ujung resonator.
46 kayu ini. Nah, ujungnya ini harus ditutup
47 dulu pakai pelepah pinang. Atau lawa’ȍ ia
48 khȍda mowa wino. . Sebenarnya disini juga
49 bisa triplek. Cuman saja kalau triplek harus
50 pakai lem cina itu biar bisa lengket di sini (
51 menunjuk ujung sisi kanan resonator yang
52 akan ditutup)
53 Besarnya Iya. Ini dipotong sesuai diameter yang ini .diameter peleah pinang/bagian 2
54 disesuaikan (menunjuk batang pohon aren).baru, di atas penutup dipotong sesuai dengan
55 dengan pelepah ini dikasi kayu kecil penyangga tali diameter resonator.
56 dimaternya
57 yang ini ya
58 pak?
59 ((menunjuk
60 diameter
resonator)
61 Kayu ini apa Ini sebenarnya boleh sembarang kayu.tidak Kayu penyangga senar (bridge) 2
62 namanya pak? menentukan. Nah, bentuknya ini sebenarnya yang diletakkan di atas pelepah
63 beda-beda.ya disesuaikan selera pembuat. pinang/triplek dapat diambil dari
64 Biasanya dibuat setengah lingkaran. Jadi, sembarang kayu yang dibentuk
65 pas di depan diamater ujungnyanya ini seperti setengah lingkaran.atau
66 dilubangi supaya bisa menghasilkan suara. disesuaikan bentuk yang diingi
67 Kalau ini ditutup , suaranya akan berbeda. oleh pembuat.
68 jadi dengan ini dilubangi maka dia bisa
69 menghasilkan suara lebih enak, atau lebih
70 besar.
71 Jadi, Ya kita bisa melihat langsung. Artinya dia Lubang pada bagian penutup sisi 2
72 bagaimana tidak punya ukuran khusus. Kita harus kanan resonator disesuaikan
7374 cara melihat keseimbangan lubang ini dengan dengan keseimbangan besarnya
124
75 menentukan dimaternya. terhadap diameter pelepah
76 besar kecilnya pinang/triplek sebagai bagian
lubang di penutup sisi kanan resonator
bagian
penutupnya ini
pak?
77 berarti Tidak. Cukup diperkirakan saja. Ukuran ini Ukuran Lubang pada bagian 2
78 dibunyikan bisa beda-beda. disesuaikan dengan ukuran penutup diperkirakan sesuai
79 dulu atau diameternya. kebutuhan.
80 gimana pak?
81 Setelah itu Nah, setelah itu dipersiapkan pemasangan Setelah pembuatan bagian 2
82 gimana pak? gagang senarnya ini. Setelah itu, tali sudah penutup dan pembuatan lubang,
83 bisa dipasang. maka senar dipasang
84 Trus ujung Hmmm.....tidak. terganggu nanti. Ujung ini Ujung kayu penyangga senar 2
85 kayu yang kalau terlalu panjang, nanti terganggu. Ini tidak boleh lebih dari 1 cm, hal
86 menembus sekitar satu cm lah, ujung gagangnya ini. ini bisa mempengaruhi posisi
87 bagian instrumen ketika dimainkan.
88 bawahnya ini,
89 berapa
90 ukurannya
91 pak?ukurannya
92 memang pada
93 umumnya
94 seperti ini atau
95 bisa lebih
panjang pak?
96 Ohhh..setelah Awena pasang tali tadi. Tali itu di...hadia la Pemasangan senar, harus 2
97 iitu gimana fasikȍ ba khȍda ba? diketatkan terlebih dahulu
pak?
98 Oho,, Hmm,, iya. Sesudah diketatkan, setelah itu 2
99 diketatkan ya dipasang nasa.
pak?
125
100 Panjang kayu Oho, sebenarnya saya tidak pernah Sistem ukur yang digunakan 2
101 penyangga mengukurnya secara pasti. (mengukur oleh pembuat Lagia adalah
102 senar panjang penyangga senar menggunakan menggunakan sistem jengkal.
103 sebenarnya jengkal). Ukuran panjang tidak
104 berapa pak Ohh,, ini ukurannya ini sekitar 75 lah mempunyai ukuran yang mutlak.
105 biasanya? sampai 80 cm. Cukup diperkirakan oleh
106 pembuat Lagia.
107 Senarnya Ini panjangnya sekitar 1,5 meter, Panjang senar harus lebih besar 2
108 berapa dari panjang penyangga senar
109 panjangnya karena sebagian dari senar akan
110 pak? diikatkan pada kedua ujung kayu
111 penyangga , baik di ujung atas
112 kayu maupun pada bagian ujung
113 bawah kayu yang menembus
114 resonator.
115 Trus, ini Tidak. Itu hanya sekedar hiasan seninya Beberapa pembuat Lagia 2
116 senarnya saja. Ini sebenarnya bisa dilepaskan. Ujung menggunakan tutura (bahan
117 memang kayunya dilubangi, nah, ujung atas senarnya baku senar) sebagai ornamentasi
118 dipasang harus itu diikatkan dilubang kayu ini. yang dililit dibagian ujung atas
119 melilit diujung kayu penyangga senar. Hal ini
120 kayu pak? sama sekali tidak memberikan
121 pengaruh pada kualitas bunyi,
122 hanya sekedar ornamentasi.
123 Trus gimana Ini harus ditarik sampai ketat dipasang di Senar yang hendak dipasang dan 2
124 caranya atas kayu penyangga ini diatas ini ( diikatkan pada ujung bawah
125 mengetatkan menunjuk bridge) sampai ditarik ke ujung kayu penyangga harus benar-
126 talinya pak? bawah ujung kayu ini. benar tegang karena ketegangan
127 senar yang dipasang akan
128 mempengaruhi kualitas bunyi
129 yang dihasilkan Lagia.
130 Ujung kayu Tidak. Ujung ini tidak dilubangi. Cukup saja Dalam proses mengikat senar 2
131 nya ini ujung tali nya di ikatkan ke ujung ini pada kayu penyangga, ujung
126
132 (menunjuk (sambil menunjukkan cara mengikatkan bawah kayu yang menembus
133 bagian bahwah senar pada ujung kayu penyangga senar) resonator tidak dilubangi seperti
134 resonator) ujung atas kayu. Senarnya cukup
135 dilubangi juga ditarik dan diikat.
136 ya pak seperti
137 ujung atas
138 kayu
139 penyangga.ini
140 ?
141 Oiya pak, tadi Iya. Biasanya saya pakai gergaji saja untuk 2
142 bapak pakai memperkirakan panjangnya ini. Nah, enao
143 gergaji ya tola u’ila dania, u tandra fake si’ȍli da’a
144 untuk
145 mengukur
146 jarak ini
147 (sambil
148 menunjuk
149 lubang kayu
150 penyangga
151 dengan ujung
152 resonator)
153 Memangnya Hmmm....tidak, biasanya orangtua dulu Di dalam proses pembuatan 2
154 tidak pakai biasa pakai gergaji , bisa juga di jengkal saja Lagia, seorang pembuat Lagia
155 penggaris ya untuk memperkirakan panjangnya ini. tidak menggunakan alat
156 pak? Orang nias dulu tidak kenal pengukur yang baku. Mereka
157 penggaris.hehehe..itaria yaaga lȍ ma’ila menggunakan gergaji atau
158 melȍ sekola.hehehe sistem jengkal untuk
159 memperkirakan ukuran-ukuran
160 dalam pembuatan Lagia. Hal ini
161 menyebabkan sistem ukuran
162 dalam pembuatan instrumen
163 Lagia tidak lah mutlak.
127
164 Meskipun demikian, pada
165 umumnya lagia yang dibuat oleh
166 pembuat Lagia yang berbeda
167 akan menghasilkan Lagia
168 dengan ukuran-ukuran yang
169 hampir sama.
170 Ohhh..Oiya, Oh,ini Sineu. Kayu ini bisa juga dipakai Salah satu kayu yang dipakai 2
171 pak. Ini kan untuk pengganti batang pohon aren. oleh si pembuat Lagia sebagai
172 Lagia nya ada alternatif lain pengganti batang
173 juga ya 2yang pohon aren sebagai resonator
174 terbuat dari Lagia adalah kayu sineu.
175 kayu apa ni
176 pak?
177 Kenapa bisa Hmm... ini kan kayu nya sedkit tipis Pembuat Lagia memilih kayu 2
178 begitu pak? dibanding dengan kayu aren. Jelas ini sineu sebagai pengganti batang
179 A2pa bedanya berpengaruh pada bunyi yang dihasilkan pohon aren disebabkan karena
180 dengan batang Lagia ini. alasan karateristik kayu sineu
181 pohon aren? yang cukup tipis dibandingkan
182 dengann batang pohon aren yang
183 cukup tebal yang bisa
184 mengakibatkan proses
185 pengerjaan pembuatan lubang
186 resonator membutuhkan waktu
187 yang lama.
188
189 Iya tapi kan Iya, tapi ini kayu aren ini sifatnya keras. Selain karena alasan proses 2
190 bisa ditipiskan Susah mengikisnya. Butuh waktu yang pengerjaan yang cukup lama,
191 kan pak, kan lama. Selain itu, kayu aren kan tebal, bunyi ketebalan batang pohon aren
192 bisa dikurangi Lagia nanti tidak begitu nyaring. juga dianggap akan
193 ketebalannya? mempengaruhi intensitas bunyi
194 yang dihasilkan oleh Lagia
195 Ohhh iya juga Senarnya kan sebenarnya akar salak. tapi Pada awalnya, bahan baku yang 2
128
196 ya pak, trus iadaa sae lafake tutura. Bȍrȍ me susah dijadikan senar pada Lagiia
197 kalau mendapat waa guluwi da’a. adalah terbuat dari akar salak.
198 senarnya? namun, keterbatasan sumber
199 daya alam akar salak di wilayah
200 Nias saat ini mengakibatkan
201 pembuat Lagia menjadikan
202 tutura sebagai alternatif lain
203 sebagai bahan baku senar pada
204 Lagia menggantikan akar salak.
205 Senar Iya, senarnya sama saja dengan yang ini ( Senar pada busur penggesk 2
206 penggesek nya sambil menunjuk senar Lagia). terbuat dari tutura, sama seperti
207 juga sama ya bahan baku yang dijadikan senar
208 pak? pada Lagia.
129
RESPONDEN II
Nama : Drs. Yustinus Mendrȍfa
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil; Dosen Bahasa Indonesia IKIP Gunung Sitoli, 1989 ( tokoh penggerak sanggar Aforeteholi desa
Dahadanȍ Botombawȍ, Kecamatan Hili Serangkai, Kabupaten Nias.
VERBATIM I
Hari/ tanggal : 23 November 2015
Lokasi Wawancara: Kantor Kepala Sekolah SMA Swasta Pemda 2, Kota Gunung Sitoli
Waktu : 15.44 - 16.20
Judul Rekaman : happy004.Mend
130
9 dalam arti, pencipta atau pembuat pertama
10 Lagia, karena dia sudah menemukan maka ia
11 menganggap dia hebat, paling tau.
12 Menurut Alat musik ini tercipta pada awalnya di Nias Lagia berasal dari Nias tengah
13 sepengetahuan tengah. Kenapa begitu, karena di Nias
14 bapak, Lagia Tengah banyak yang melakukan kegiatan
15 ini lebih sehari-hari dalam arti mencari nafkah , yaitu
16 banyak menyadap nira. dan kegiatan sehari2 itu ia
17 berkembang akan berpikir karena sendirian di pondok,
18 dimana pak? maklum pada zaman dulu tidak seperti
19 keadaan sekarang yang begitu ramai, dan
20 banyak musik2 elektronik dari dan berbagai
21 musik luar negeri. Dulu, masyarakat
22 menciptakan musik sendiri tanpa
23 memperhatikan tangga nada. Tetapi ia
24 menciptakan musik itu hanya untuk
25 menghibur diri sendiri karena kesenduan
26 pribadi di pondok. Pada waktu luang,
27 penyadap nira akan mencoba-coba
28 menggunakan benda-benda sekitar dan
29 mencoba menciptakan satu bunyi yang
30 berbeda dari yang sudah dia dengar
31 sebelumnya. Dengan begitu, dia memotong
32 batang pohnon nira yang sudah tua yang
33 tidak menghasilkan nira, bermanfaat untuk
34 keluarganya. Manfaatnya banyak, bisa
35 dijadikan kayu api, dan daunnya bisa jadi
36 sapu, dan batangnya juga bisa digunakan
37 untuk membuat pisau. Nah sepotong bagian
38 yang tertinggal batang pohon nira ini lah
39 yang djadikan sebagai alat musik Lagia.
40 Bagaimana Oh,, ini alat musik nya digesek, bukan di Lagia dimainkan dengan cara
131
41 cara petik. Sama seperti biola. Nah, senarnya itu digesek
42 memainkan di tekan untuk menghasilkan nada.
43 alat musik
44 Lagia pak?
45
46
47 Senarnya itu Hmm..itu senarnya sebenarnya dari akar
48 terbuat dari salak.ma wa’a guluwi nalawaȍ khȍda. tapi
49 apa ya pak? sekrang sudh ada yang memakai tura-tura ma
50 tutura. Itu sebangsa rotan.
51 Berarti Hmmmm....wa’a guluwi agak sulit tasȍndra Akar salak saat ini sulit
52 sekarang iadaa. Nah sedangkan tutura andre aoha ditemukan. Biasanya ditemukan
53 pembuat Lagia wangalui. Bȍrȍ wa’a guluwi biasania ditepi sungai. Sekarang pembuat
54 lebih banyak tesȍndra ia bazinga nidanȍ ma ba ma sungai. Lagia lebih banyak
55 memakai rotan Andrȍ oya lafake simane tutura jadi senar menggunakan tutura sebagai
56 ya pak?kenapa Lagia andre. senar pada Lagia.
57 bisa begitu
58 pak?
59 Oho,tadi bapak Iya,, yang sedang kesepian dipondoknya Lagia diciptakan oleh seseorang
60 bilang Lagia sehingga ia menciptakan alat musik ini untuk yang bekerja di ladang sebagai
61 ini diciptakan menghibur dirinya sendiri. penyadap nira untuk menghibur
62 oleh seseirang dirinya sendiri.
63 penyadap nira?
64 Iya pak, terus Nah, alat musik Lagia ini kemudian dikenal Lagia sudah dikenal oleh
65 bagaimana alat oleh banyak masyarakat Nias. digunakan masyarakat Nias terbukti denga
66 musik ini sebagai alat musik tradisional Nias, yang dipertunjukkan di dalam
67 berkembang mana digunakan sampai sekarang, terakhir kegiatan festival kebudayaan.
68 shingga Lagia pada tahun 2012, diadakan perlombaan alat
69 ini disebut musk tradisional dan salah satunya
70 sebagai alat dibawakan Lagia, yang pada saat itu
71 musik dibawakan dari Kecamatan Hili Serangkai,
72 tradisional dan akhirnya mereka mendapat kejuaraan
132
73 Nias? dalam memainkan alat musik traidsional
74 lainnya. Lagia ttp digunakan sampai saat ini
75 untuk mengiringi lagu-lagu sendu yang
76 dinyanyikan oleh orang-orang Nias.
77 Oho, trus Nah, sebelumnya Lagia ini adalah Istilah Lagia diumpakan sebagai
78 istilah Lagia diumpakan sebagai nama seorang Nias. nama seorang manusia.
79 ini darimana pencipta Lagia mengumpakan dirinya
80 pak? Kenapa sebagai orang yang sangat terpencil.
81 mereka Sehingga dia menyebut dirinya Lagia.
82 menyebutnya
83 Lagia?
84 darimana
85 istilah alat
86 musik ini pak?
87 Tadi bapak Ya...sebenarnya kenapa lagu sendu, karena Masyarakat Nias lebih banyak
88 bilang, lagia memang pada zaman dulu, orang Nias itu menyukai lagu yang berkarakter
89 ini mengiringi kan banyak bekerja di ladangg dan mereka sedih.
90 lagu sendu? lebih banyak menyukai lagu-lagu sendu
91 Kenapa harus untuk menghibur dirinya yang kesepian
92 lagu sendu ya dipondok diladang tempat bekerja.
93 pak? Atau alat
94 musik ini
95 memang hanya
96 bisa
97 memainkan
98 lagu sendu?
99 Ohh, lagu He Iya, itu lah lagu yang diiringi oleh alat musik
100 Lagia ya pak? ini. jadi dulu pencipta Lagia menyanyikan
101 lagu ini
102
103 Ohh,, terus Segala lagu sekarang yang berbeda nada bisa Lagu He Lagia dikenal
104 selain lagu ini, diiringi alat musik Lagia. tapi salah satu merupakan lagu yang diiringi
133
105 ada lagi lagu lagu yang menceritakan alat musik ini ada, oleh instrumen Lagia.
106 lain gag yang itu lah lagu He Lagia.jadi, ada lagunya, ada
107 bisa diiringi alat musiknya.
108 sama Lagia
109 ini?
110 Berarti Nyanyian ini sebelumnya ssama seperti lagu Nyanyian lagu He Lagia
111 pencipta alat Nias lainnya. Bisa kita katakan anonim. Jadi merupaka lagu rakyat yang
112 musik lagia ini karena terus dinyanyikan turun temurun diwariskan secara lisan.
113 juga sekaligus sehingga masyarakat Nias mengenal lagu
114 pencipta lagu inni.
115 He Lagia?
116 trus Lagia Ohh,, dulunya memang solo, sampai Lagia dimainkan daam formasi
117 dimainkan sekarang pun dimainkan solo, tapi sekarang solo
118 bersamaan ada juga yang dimainkan bersamaan dengan
119 dengan alat aalat musik tradisional Nias lainnya. Lagia
120 tradisional ini sebagai pembawa melodi.
121 Nias lainnya
122 ya pak? Sama
123 kayak mamȍzi
124 Aramba?
125 Hmmm... tadi Hmmm.. tidak ada, Lagia hanya ada di Nias Lagia hanya ada di Nias bagian
126 bapak bilang tengah. Di Nias Selatan, Barat, atau di Nias tengah.
127 Lagia ini lebih utara tidak ada musik Lagia.
128 banyak
129 ditemukan di
130 Nias Tengah.
131 Sepengetahuan
132 bapak, ada gag
133 mungkin di
134 Nias Selatan,
135 Utara atau
136 Nias barat alat
134
137 musik Lagia
138 ini ?
VERBATIM II
Hari/ tanggal : 10 April 2016
Lokasi Wawancara: Rumah Bapak Yustinus Mendrȍfa, Desa Dahadanȍ Botombawȍ, Kecamatan Hili Serangkai, Kabupaten Nias
Waktu : 14.46- 16.05
Judul Rekaman : Happy029.Mend
135
18 musik modern itu. Kalau alat musik
19 tradisional ya dibiarkan begitu saja.
20 Ya mungkin lebih mudah
21 memainkannya karena modern dan
22 elektrik. Untuk kegiatan pagelaran
23 3musik ini diadakan sekali dua tahun
24 dilaksanakan. Hal itu tergantung
25 pada APBD dinas pariwisata
26 kabupaten Nias. sekrang memang
27 pemerintah lagi menggalakkan
28 pelestarian kesnian tradisional di
29 Nias akhir-akhir ini.
30 Pak, disini Iya ada. Di desa kita ada sanggar Sanggar Aforeteholi adalah sanggar 3
31 saya dengar .Namanya sanggar Aforeteholi. Dulu kesenian yang berasal dari desa
32 ada sanggar ya penggeraknya itu sekarang sudah Dahadanȍ Botombawȍ.
33 kesenian desa meninggal, Ama tuti mendrȍfa.
34 ya? Sehingga kegiatan itu sudah tidak
35 jalan, ya hanya kadang-kadang kalau
36 mau ada kegiatan, ya akan dilakukan
37 latihan.
38 Tapi Ya masih, hanya saja pengurusnya 3
39 sanggarnya perlu disegarkan kembali.
40 masih ada
41 sampai
42 sekarang ?
43 Berarti dulu da Bukan. Dulu memang sering Masyarakat pada awalnya melaksanakan 3
44 sistem latihan dilakukan latihan menari, maena, latihan bersama secara rutin.
45 rutin ya pak di memainkan alat musik tradisional
46 sanggar Nias, biasanya dulu kadang hari
47 ini?latihannya minggu. Dan biasanya dulu
48 di balai desa latihannya di lapangan. Dari desa
49 tadi ya pak? kita memang terkenal dengan
136
50 pemain musik tradisi termasuk
51 Lagia, juga maena pada pesta
52 pernikahan, maena baluse, folaya
53 baluse.biasanya itu dilaksanakan
54 untuk menyambut tamu. dan
55 menyanyikan nyanyian tradisional
56 Nias
57 Berarti Lagia Iya, ini milik desa, cuman dulu Masyarakat di desa Dahadanȍ 3
58 yang masih memang ada, tapi ya entah kemana. Botombawȍ pada umumnya tidak
59 ada sekarang hanya beberapa saja dari mereka memiliki instrumen Lagia secara pribadi.
60 ini milik desa yang masih di desa ini yang bisa Namun, masih terdapat beberapa di
61 ya pak, memainkan Lagia, tapi tidak antara mereka yang bisa memainkan alat
62 penduduk desa memiliki Lagia secara pribadi. musik Lagia. alasan ketidaktertarikan
63 lainnya tidak Kenapa? Karena masyarakat masyarakat dengan instrumen tradisional
64 punya sebagai sekarang lebih senag sama lagu-lagu nias (Lagia) karena adanya pengaruh
65 milik pribadi? modern itu. Aefa daȍ, jarang iadaa teknologi
66 niha khȍda zi so alat musik
67 tradsional andrȍ. Bȍrȍ, lebih omasi
68 ira hiburan lain. simane hp bale so
69 zinunȍ, televisi, yah itu lah
70 maslaahnya. Itu sebabnya alat
71 musik tradisional Nias sekarang
72 tidak begitu menarik bagi
73 masyarakat di sini.
74 Bapak sendiri Ohh,, kalau saya tidak bisa Teknik memainkan Lagia bagi 3
75 bisa memainkan Lagia. memainkan masyarakat di desa Dahadanȍ
76 memainkan Lagia itu harus dengan perasaan.yah Botombawȍ adalah sesuatu hal yang
77 Lagia? agak sedikit sulit. Disini kita masih sedikit sulit. Selain itu beberapa orang
78 punya beberapa pemain Lagia hanya masyarakat yang dapat memainkan Lagia
79 saja alatnya sudah tidak layak tidak memiliki alat musik Lagia secara
80 dipakai (menunjukk instrumen Lagia pribadi
81 milik desa). saya hanya pelatih pada
137
82 saat pertunjukkan misalnya seperti
83 festival kebudayaan yang tadi itu di
84 Kabupaten.
85 Kalau tidak Iya memang. Disini masyarakatnya 3
86 salah bapak banyak bertani. Tidak menyadap
87 pernah bilang nira, juga menyadap karet. Juga
88 kalau disini beberapa dari mereka beternak, ya
89 masyarakatnya beternak babi, ayam.
90 lebih banyak Selain itu ada juga yang bekerja
91 bekerja bertani sebagai PNS, guru, dan kerja
92 ya pak, kantoran.
93 termasuk
94 seperti
95 menyadap
96 nira. selain itu
97 apa lagi mata
98 pencaharian
99 masyarakat di
100 sini pak?
101 Baik pak, mau Hmmmm....ya seperti yang saya 3
102 tanya lebih katakan tadi, Lagia ini sudah lama
103 jauh tentang dipakai dalam sanggar milik desa.
104 sejarah Lagia disini Lagia sudah dipakai sejak
105 di desa ini. tahun 1973 , atau mungkin sebelum
106 seperti bapak itu juga Lagia sudah ada di desa ini.
107 bilang tadi, Dulu di desa ini salah satu mata
108 alat musik ini pencaharian masyarakat ya itu lah
109 sudah dipakai penyadap karet. Ya namanya dulu
110 lama oleh masih belum ada hp seperti sekrang.
111 masyarakat Ya mereka cari-cari benda-benda di
112 desa ini di sekitar mereka lah yg bisa
113 dalam sebuah dibunyikan dan bisa menghilangkan
138
114 sanggar, yaitu kesenduan mereka di pondok
115 sanggar mereka. seperti saya ceritakan
116 Aforeteholi. sebeumnya bahwa Lagia ini
117 Nah, itu diciptakan oleh seorang penyadap
118 sejarah nira yang kesepian di hutan
119 awalnya
120 perkembangan
121 Lagia di desa
122 ini seperti apa
123 ya pak?
124 Ohh,,kalau Ohh kalo itu saya kurang tau. Lagia 3
125 begitu Lagia itu memang berasal dari Nias
126 memang tengah. Nah salah satu nya Lagia
127 berasal dari ada di desa ini. sepertinya di
128 desa ini ya Lȍlȍwa’u juga ada . di sana mereka
129 pak? Atau membuat Lagia. di museum juga
130 mungkin dari ada.
131 desa lain yang
132 termasuk
133 wilayah Nias
134 tengah?
135 Trus dulu Hmmm...sebenarnya Lagia ini bisa 3
136 bagaimana dimainkan oleh siapa saja. Dulu juga
137 respon begitu. Tapi pada saat ditampilkan
138 masyarakat kan tidak semuanya harus tampil. Ya
139 terhadap lagia dulu orang tua dulu banyak yang
140 ini pak? Apa bisa memainkan Lagia. anak-anak
141 dulu semua muda juga dulu seperti itu. Tapi
142 masyarakat sekrang sudah tidak lagi. Anak
143 bisa muda sekarang lebih suka main
144 memainkan band. Hehehe...
146 atau tertentu
139
147 saja?
140
141
142
143
144