Anda di halaman 1dari 159

Bab VII

Metodologi Prakiraan Dampak

Prakiraan besaran dampak dilakukan dengan cara menganalisis perbedaan antara kondisi
kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan dengan adanya usaha dan/atau kegiatan dengan
kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan tanpa adanya usaha dan/atau kegiatan
dalam batas waktu yang telah ditentukan. Prakiraan besaran dampak dihitung dengan
menggunakan formula sederhana (Otto Sumarwoto, 1995):

Dimana :
ΔK :Perubahan kondisi kualitas lingkungan hidup
KLdp : Kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan dengan adanya
usaha dan/atau kegiatan
KL tp : Kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan tanpa adanya usaha dan/atau
kegiatan.

Prakiraan dampak diawali dengan penyajian nilai parameter pada rona lingkungan hidup awal
yang dikonversi ke skala kualitas lingkungan. Hasil prakiraan perubahan nilai parameter
lingkungan yang akan datang (dengan dan tanpa proyek) yang menggambarkan perubahan
nilai parameter lingkungan juga dikonversi ke perubahan skala kualitas lingkungan sehingga
hasil prakiraan dampak ini dinyatakan dalam perubahan skala kualitas lingkungan. Skala
kualitas lingkungan pada rona lingkungan awal (RLA) dan pada saat kegiatan berlangsung
(setiap tahap) akan ditampilkan dalam skala numerik (skala 1, 2, 3, 4, 5) sebagai berikut:
Tabel 7. 1. Skala Kualitas Lingkungan

Skala Kualitas Lingkungan


1 Sangat Buruk
2 Buruk
3 Sedang
4 Baik
5 Sangat Baik
Sumber: Fandeli, 1995

Apabila dalam penentuan skala kualitas lingkungan baik pada RLA maupun hasil
prakiraan dampak ditemui beberapa skala kualitas lingkungan yang berbeda, maka dalam
penentuannya dipilih skala kualitas lingkungan yang paling buruk. Selisih nilai skala
kualitas lingkungan di atas digunakan untuk menentukan besaran dampak. Selisih skala
besaran dampak dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 7. 2. Selisih Skala Besaran Dampak

Selisih Skala Besaran Dampak


1 Sangat Besar
2 Besar
3 Sedang
4 Kecil
5 Sangat Kecil
Sumber: Fandeli, 1995

A. Prakiraan Sifat Penting Dampak


Prakiraan sifat penting dampak digunakan kriteria dampak penting sesuai dengan
Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, sementara kriteria untuk menyatakan penting atau tidak
pentingnya dampak menggunakan rujukan Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun
1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting.
1) Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak menjadi penting bila manusia di wilayah studi
yang terkena dampak lingkungan tetapi tidak menikmati manfaat dari usaha atau
kegiatan, jumlahnya sama atau lebih besar dari jumlah manusia yang menikmati manfaat
dari usaha atau kegiatan di wilayah studi.
2) Luas wilayah persebaran dampak, penting bila :
Dampak lingkungan suatu rencana usaha atau kegiatan bersifat penting bila rencana
usaha atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang mengalami perubahan

mendasar dari segi intensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak, atau segi kumulatif
dampak.

3) Intensitas dampak dan lamanya dampak berlangsung, penting bila :


- Menyebabkan perubahan pada sifat fisik dan atau hayati lingkungan yang melampaui
baku mutu lingkungan yang berlaku.
- Menyebabkan perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang melalui kriteria
yang diakui berdasarkan pertimbangan ilmiah.
- Mengakibatkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat atau pemerintah dan atau
menimbulkan konflik atau kontroversi di kalangan masyarakat atau pemerintah.
- Mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang tinggi.
- Dampaknya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan masa kegiatan penyebab
dampak, dengan kata lain dampak tersebut masih terus berlangsung walaupun penyebab
dampaknya sudah tidak ada/berhenti
4) Sifat kumulatif dampak, penting bila :
- Dampak lingkungan berlangsung berulangkali dan terus menerus, sehingga pada kurun
waktu tertentu tidakdapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang
menerimanya.
- Beragam dampak lingkungan bertumpuk dalam suatu ruang tertentu, sehingga tidak
dapat diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang menerimanya.
- Dampak lingkungan dari berbagai sumber kegiatan menimbulkan efek yang saling
memperkuat (sinergetik).
5) Berbalik tidaknya dampak, penting bila :
- Perubahan yang dialami oleh suatu komponen lingkungan tidak dapat dipulihkan
kembali walau dengan intervensi manusia.
6) Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak, penting bila :
- Menimbulkan dampak sekunder atau dampak lanjutan lainnya yang jumlah
komponennya lebih atau sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak
primer.
7) Kriteria lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penting
bila, penting bila :
- Tidak terdapat teknologi yang dapat menanggulangi dampak yang dihasilkan dari
pelaksanaan kegiatan

Proses pengambilan keputusan untuk menyatakan dampak dianggap penting atau tidak
penting maka digunakan kriteria tambahan sebagai berikut:
1. Apabila kriteria nomor 1 dikategorikan penting (P), maka prakiraan sifat penting secara
keseluruhan dinyatakan penting (P).

2. Jika jumlah kriteria penting (P)>4, maka prakiraan sifat penting secara keseluruhan
adalah penting (P).
3. Jika jumlah kriteria penting (P) <4, maka prakiraan sifat penting secara keseluruhan
dinyatakan tidak penting (TP).
4. Apabila telah melampaui baku mutu lingkungan atau kriteria baku kerusakan
lingkungan maka merupakan dampak penting.

7.1 Prakiraan Dampak Penting Tahap Konstruksi


7.1.1 Rekrutmen Tenaga Kerja Konstruksi
a. Adanya kesempatan kerja Besaran Dampak
Kegiatan rekrutmen tenaga kerja konstruksi untuk proses konstruksi pembangunan PT.
TGI menciptakan adanya kesempatan kerja baru yang tentunya akan menimbulkan
dampak positif terhadap serapan tenaga kerja lokal.
1) Kondisi Rona Lingkungan Awal (RLA)
Jumlah angkatan kerja di Desa Pabedilan Kidul Tahun 2020 sebanyak 2.693 orang,
sementara untuk jumlah Angkatan kerja di Desa Pabedilan Kulon Tahun 2020 sebanyak
2.208 orang. Jumlah penduduk yang bekerja di kedua desa di wilayah studi mencapai
3.483 orang. Sehingga tingkat kesempatan kerja untuk kedua desa di wilayah studi pada
tahun 2020 yaitu 71,067%. Data tersebut menjadi data tentang kesempatan kerja tanpa
adanya kegiatan PT. TGI.

Tabel 7.3. Presentase tingkat kesempatan kerja pada kondisi rona awal

Pabedilan Pabedilan
Kriteria Total
Kidul Kulon
Jumlah penduduk yang 1870 1613 3483
bekerja
Jumlah angkatan kerja 2196 1840 4036
Tingkat kesempatan kerja 86,30%
Tingkat pengangguran 13,70%
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan persentase untuk penurunan jumlah penduduk
yang bekerja sekitar 1% sementara jumlah angkatan kerjanya meningkat hingga 2%.
Maka untuk kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek dapat dilihat pada tabel
berikut ini.

Tabel 7.4. Prediksi persentase tingkat kesempatan kerja yang akan datang tanpa proyek

Tingkat
Jumlah penduduk Jumlah kesempatan Tingkat
Tahun yang bekerja angkatan kerja pengangguran
kerja
2020 3483,00 4036,00 86,30% 13,70%
2021 3464,30 4076,36 84,99% 15,01%
2022 3436,25 4117,12 83,46% 16,54%
2023 3380,15 4158,29 81,29% 18,71%

Dari tabel diatas diperoleh nilai persentase tingkat pengangguran yang akan datang tanpa
proyek yaitu 16,54% pada tahun 2022. Maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi sedang (skala 3)

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Rekrutmen tenaga kerja pada tahap konstruksi disesuaikan dengan kebutuhan pada saat
proses pembangunan PT. TGI berlangsung. Berdasarkan informasi tentang estimasi
kebutuhan tenaga kerja untuk proses konstruksi pembangunan PT. TGI, rinciannya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7.5. Estimasi kebutuhan tenaga kerja pada tahap konstruksi

Jumlah Asal Pendidikan


No Jabatan Lokal Komuter SMA ke bawah D3 / S1
(orang)
1 Manager 1 - 1 - 1
2 Supervisor 1 - 1 - 1
3 Logistik 3 3 - 3 -
4 Mandor 1 1 - 1 -
5 Tukang 144 90 54 44 -
Jumlah 150 94 56 148 2
Sumber: PT. TGI, 2020
Berdasarkan hasil estimasi kebutuhan tenaga kerja dapat dilihat bahwa kebutuhan total
tenaga kerja pada tahap konstruksi sebanyak 150 orang dimana 62% diantaranya
merupakan tenaga kerja lokal yaitu ±94 orang. Tingkat kesempatan kerja dapat dihitung
dengan persamaan berikut ini

Jumlah pengangguran di dua lokasi studi mencapai 6.075 orang. Jika mengacu kepada
rencana perekrutan tenaga kerja lokal sebanyak 150 orang maka sekitar 2% bisa ikut
bekerja, namun karena pada tahap konstruksi juga akan dipertimbangkan kondisi kualitas
Pendidikan dan tingkat keterampilan angkatan kerja dan pencari kerja dilokasi studi
maka ditetapkan asumsi bahwa kesempatan tenaga kerja lokal yang dapat diserap sekitar
94 orang atau 1,5% dari total pencari kerja.

Tabel 7. 6. Prediksi persentase tingkat kesempatan kerja yang akan datang dengan
proyek

Jumlah Tingkat
Jumlah kesempatan Tingkat
Tahun penduduk yang
angkatan kerja kerja pengangguran
bekerja
2020 3483,00 4036,00 86,30% 13,7%
2021 3539,30 4076,36 86,83% 13,2%
2022 3520,90 4117,12 85,52% 14,5%
2023 3370,80 4158,29 81,06% 18,9%

Dari tabel diatas diperoleh nilai persentase tingkat pengangguran yang akan datang tanpa
proyek yaitu 14,5% pada tahun 2022. Maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)

Besaran dampak peningkatan kesempatan kerja pada tahap penerimaan tenaga kerja
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
 Besaran dampak = (4) – (3) = 1
Meskipun besaran dampak kecil (1) tetapi dengan adanya kegiatan konstruksi PT. TGI
dapat menurunkan tingkat pengangguran di dua wilayah studi.

Sifat Penting Dampak


Kriteria Dampak Sifat Penting
No. Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia Manusia yang terkena dampak adalah P
terkena dampak masyarakat Kecamatan Pabedilan
terutama di Desa Pabedilan Kulon
dan Pabedilan Kidul. Disisi lain ada
pertambahan kesempatan kerja dari
kegiatan penerimaan tenaga kerja
konstruksi yang jumlahnya sampai 94
orang.
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran terutama di sekitar tapak proyek
dampak hingga keluar tapak proyek di Desa
Pabedilan Kidul
dan Pabedilan Kulon
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung P
berlangsung dan selama tahap konstruksi yaitu 3 tahun
intensitas dampak dan cukup intens.
4. Banyaknya Komponen lingkungan lain yang P
komponen terkena dampak adalah keresahan
lingkungan lain masyarakat
yang
terkena dampak
Sifat kumulatif Dampak bersifat kumulatif P
5.
dampak
Berbalik atau Dampak dapat berbalik dalam P
tidak berbaliknya pengertian perekrutan tenaga kerja
dampak pada Tahap Konstruksi ini
berlangsung 3 tahun. Setelah kegiatan
konstruksi selesai pasti akan ada
6. pelepasan tenaga kerja konstruksi dan
hal ini akan mengembalikan kondisi
kesempatan kerja pada kondisi yang
relatif tidak jauh berbeda dengan
kondisi setelah hilangnya
kesempatan kerja

Dengan demikian Dampak kesempatan kerja dari kegiatan konstruksi positif penting
(+P).

b. Timbulnya Keresahan masyarakat Besaran Dampak


Keresahan masyarakat merupakan dampak lanjutan dari kegiatan rekrutmen tenaga kerja
konstruksi pada tahap konstruksi.
1) Kondisi Rona Lingkungan Awal (RLA)
Kesempatan kerja yang ada di wilayah studi khususnya dan di wilayah Kabupaten
Cirebon pada umumnya masih belum dapat memenuhi kesempatan kerja yang
dibutuhkan masyarakat secara merata untuk dapat bekerja guna meningkatkan
pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu tingkat
pendidikan masyarakat di wilayah studi sebagian besar masih tergolong rendah sehingga
kesempatan kerja yang dapat mereka peroleh juga hanya di level pekerjaan tanpa
keterampilan.

Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang
memandang bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif
sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%. Hal ini
disebabkan pandangan masyarakat bahwa kegiatan ini akan mendatangkan kesempatan
kerja yaitu 100%, artinya masyarakat berharap pada proses konstruksi ini pihak PT. TGI
merekrut tenaga kerja konstruksi dari masyarakat sekitar.
Berdasar uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi sangat baik (skala 5).

a) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Keresahan masyarakat pada waktu yang akan datang tanpa adanya proyek dapat dilihat
dari analogi kegiatan serupa di Subang. Hasil pemantauan dan pengelolaan pada
kegiatan serupa yang telah ada di Subang menunjukkan bahwa 88,4% responden
menyetujui adanya proyek PT. TGI. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan tenaga
kerja pada waktu yang akan datang, keresahan masyarakat terhadap rencana kegiatan PT.
TGI ini akan meningkat. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek
ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).

b) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Jika dengan adanya kegiatan ini nantinya akan ada kesempatan kerja bagi penduduk
lokal sebagai tenaga konstruksi kemungkinan keresahan masyarakat menjadi berkurang
dimana masyarakat yang menginginkan menjadi tenaga kerja meningkat. Kegiatan
rekrutmen tenaga kerja pada tahap konstruksi sejumlah 150 orang dimana 67%
diantaranya merupakan tenaga kerja lokal atau sekitar 94 orang. Hal ini akan berdampak
terhadap timbulnya keresahan masyarakat akan kesempatan kerja dan berusaha. Namun
timbulnya keresahan masyarakat ini tidak akan terjadi jika seluruh kebutuhan tenaga
kerja lokal sebesar 67% dapat diisi oleh masyarakat lokal di dua desa di wilayah
kegiatan. Jika hal tersebut dapat dipenuhi maka prediksi tentang keresahan masyarakat
juga akan berubah dengan beberapa asumsi diantaranya yang pertama bagi responden
yang menyatakan bahwa kegiatan ini tidak mendatangkan manfaat akan ada perubahan
persepsi menjadi menyatakan bermanfaat jika tenaga kerja lokal dipenuhi dan dampak-
dampak negatif dapat dikelola pada tahap konstruksi.
Sebaliknya juga akan terjadi perubahan keresahan masyarakat jika tenaga kerja dan
dampak negatif tidak dikelola dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
masyarakat yang semula mendukung kegiatan ini menjadi kurang mendukung atau
bahkan tidak mendukung. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada kegiatan penerimaan tenaga kerja tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (5) = 0
Meskipun dampaknya tidak terlalu signifikan (0) namun tetap dapat menurunkan
keresahan masyarakat karena adanya penerimaan tenaga kerja pada tahap konstruksi.

Sifat Penting Dampak


Sifat
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting
Penting
Dampak
1 Jumlah manusia Jumlah manusia yang akan P
. terkena dampak merasakan keresahan pada tahap
konstruksi adalah sebanyak 473
KK yang berada di RW 1 dan 3
Desa Pabedilan Kulon serta RW 2
dan 4
Desa Pabedilan Kidul.
2 Luas wilayah Luas wilayah persebaran P
. persebaran dampak dampaknya terutama di sekitar
tapak proyek hingga keluar tapak
proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan
4 Desa
Pabedilan Kidul.
3 Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung P
. berlangsung dan selama
intensitas dampak tahap konstruksi yaitu 3 tahun dan
cukup intens.
4 Banyaknya Tidak terdapat dampak turunan TP
. komponen dari keresahan masyarakat
lingkungan lain yang
terkena dampak
5 Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
. dampak
6 Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
. berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan rekrutmen


tenaga kerja pada tahap konstruksi positif penting (P).

7.1.2 Mobilisasi alat dan material konstruksi


a. Penurunan Kualitas udara ambient Prakiraan Besaran Dampak
Kegiatan mobilisasi peralatan dan bahan pada Tahap Konstruksi berpotensi
menimbulkan dampak penurunan kualitas udara ambien akibat peningkatan kadar
partikulat yang berasal dari pengoperasian kendaraan pengangkut alat-alat berat dan
material untuk kebutuhan konstruksi sipil.
1) Kondisi Rona Lingkungan Awal (RLA)
Kondisi Rona Lingkungan Awal diperolah dari pengukuran kualitas udara ambien di
lokasi rencana proyek. Adapun Kondisi Rona Lingkungan Awal kualitas udara sekitar
proyek disajikan pada data berikut :
Tabel 7. 7. Kualitas Udara sekitar rencana proyek

Lokasi
No Parame Satuan Baku
1 2 3 4
ter Mutu
1 TSP µg/Nm3 230 99,92 97,56 101,50 95,52
Sumber : Data Primer, 2020
Keterangan : Baku mutu mengacu pada PP Republik Indonesia no.41 tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Lokasi : Titik 1 Depan Masjid R. Tholibin (6°52'36.8"S 108°45'23.9"E) Titik 2 Depan SDN
Pabedilan Kidul (6°52'24.7"S 108°45'26.8"E)
Titik 3 Depan Permukiman RT 03 Pabedilan Kidul (6°52'15.9"S 108°45'11.6"E) Titik 4
Lokasi Proyek (6°51'42.8"S 108°45'31.3"E)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan tersebut ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
Kondisi kualitas udara diprakirakan bila tidak ada proyek pembangunan Pabrik alas kaki
dan fasilitas penunjangnya, kondisi kualitas kualitas udara ambient diasumsikan
memiliki konsentrasi sama dengan rona awal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi yang akan datang tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Kegiatan mobilisasi peralatan dan bahan pada Tahap Konstruksi berpotensi
menimbulkan dampak penurunan kualitas udara ambien akibat peningkatan kadar
partikulat yang berasal dari pengoperasian kendaraan pengangkut alat-alat berat dan
material untuk kebutuhan konstruksi sipil. Prakiraan besaran bangkitan konsentrasi
partikulat (TSP, PM10 dan PM2,5) dihitung berdasarkan nilai faktor emisi untuk jalan
beraspal dengan menggunakan persamaan empiris berikut (US-EPA-AP-42, 2002):

Dimana: E = Faktor emisi partikulat k = kelipatan ukuran partikulat


sL = Kadar debu pada permukaan jalan (g/m2)
W = Berat rata-rata kendaraan di jalan dalam satuan ton.

Tabel 7. 8. Faktor kelipatan ukuran partikulat untuk jalan.

Ukuran Faktor kelipatan ukuran Partikel Kb


Partikulat a g/VKT g/VNT Lb/VMT
TSP 3,23 5,24 0,011
Keterangan:
a : Mengacu pada udara partikulat (PM-x) dengan diameter aerodinamis sama dengan atau
kurang dari x mikrometer (µm).
b : Unit yang ditampilkan adalah gram per kendaraan kilometer perjalanan (g/VKT), gram
per kendaraan mil perjalanan (g/VMT), dan pon per kendaraan mil perjalanan (lb/VMT).
c : Faktor K didasarkan pada rata-rata PM2,5 dan rasio PM10.
Berat maksimal kendaraan truck pengangkut material adalah 14 ton, kadar debu di
permukaan jalan berdasarkan data sekunder menunjukan bahwa.

Tabel 7. 9. Kadar debu dan Perhitungan Faktor Emisi TSP Berbagai Jenis Jalan

NO Jenis jalan sL (g/m2) E (g/dt)


1 Beton 16 11.971,0
2 Aspal 14 10.601,3
3 Sirtu 70 45.858,6
4 Tanah 140 86.170,3

Hasil perhitungan faktor emisi partikulat (E) di atas, kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan Gauss untuk sumber garis terbatas sebagai berikut:

Dimana:
C = Konsentrasi akhir udara ambien dalam satuan µg/m3 q =
Laju emisi polutan (gram/detik)
u = Rata-rata kecepatan angin (m/detik)
z = Koefisien dispersi vertikal (meter)

Koefisien disperse vertical ditentukan berdasarkan persamaan pasquil gifford, dimana


kondisi atmosfer dilokasi kegiatan dikategorikan stabil (C). koefisien disperse dilokasi
kegiatan disajian pada table berikut.

Tabel 7. 10. Stabilitas Atmosfer

KECEPATAN SIANG MALAM


ANGIN Intensitas sinar matahari Tutupan awan
(m/dtk) Kuat Sedang Lemah > 4/8 < 3/8
<2 A A-B B F F
2-3 A-B B C E F
3-5 B B-C C D E
5-6 C C-D D D D
>6 C D D D D
Keterangan :
A = Sangat tidak stabil D = Netral
B = Tidak
E = Agak sedikit stabil
Stabil
C = Sedikit tidak stabil F - Stabil
Tabel 7. 11. Koefisien dispersi vertikal lokasi kegiatan

x (m) C d f σz
2 61 0,911 0 114,70
5 61 0,911 0 264,30
10 61 0,911 0 496,97
15 61 0,911 0 719,03
20 61 0,911 0 934,48
30 61 0,911 0 1.352,03
50 61 0,911 0 2.153,24
100 61 0,911 0 4.048,83
150 61 0,911 0 5.857,99
200 61 0,911 0 7.613,22
Sumber : Hasil analisis, 2020

Kegiatan mobilisasi alat dan bahan diasumsikan rata-rata sebanyak 7 ritasi/jam dengan
panjang lintasan 3 km dan rata-rata berat kendaraan adalah 14 ton serta kecepatan angin
rata-rata adalah 4,3 m/detik, maka diperoleh peningkatan konsentrasi partikulat (TSP)
seperti tertera pada Tabel 3-13 berikut ini.

Tabel 7. 12. Prakiraan besaran emisi TSP pada kegiatan mobilisasi peralatan dan bahan

QL u
No x (m) (g/detik) π σz (m/detik) z (m) C (µg/m3)
1 2 86.170,31 3,14 114,70 4,3 1 1.235,64
2 5 86.170,31 3,14 264,30 4,3 1 814,04
3 10 86.170,31 3,14 496,97 4,3 1 593,65
4 15 86.170,31 3,14 719,03 4,3 1 493,54
5 20 86.170,31 3,14 934,48 4,3 1 432,92
6 30 86.170,31 3,14 1.352,03 4,3 1 359,92
7 50 86.170,31 3,14 2.153,24 4,3 1 285,20
8 100 86.170,31 3,14 4.048,83 4,3 1 207,98
9 150 86.170,31 3,14 5.857,99 4,3 1 172,91
10 200 86.170,31 3,14 7.613,22 4,3 1 151,67
Sumber : Hasil analisis, 2020

Pada jarak <100 meter dari sumber emisi jalan, konsentrasi TSP cenderung melebihi

baku mutu (230 µg/m3) yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
potensi dampak kualitas udara dari kegiatan mobilisasi peralatan dan material terutama
untuk parameter TSP masih relatif tinggi terlebih jika ditambahkan konsentrasi rona TSP

(97,56 µg/m3) meskipun konsentrasi TSP akan kembali ke kondisi semula ketika
kendaraan pengangkut telah lewat menjauh.

Tanpa Projek Dengan Projek Keterangan


Parameter TSP di lokasi Pada titik yang sama Jarak lokasi sampling
hasil SDN
dekat dengan jalur perhitungan dispersi 2 Pabedilan kidul 10 m
mobilisasi yaitu SDN 2 menunjukan bahwa dari jalur mobilisasi
Pabedilan kidul yaitu konsentrasi TSP yaitu kendaraan proyek
97,56 µg/m3 593,6 µg/m3. Jauh
berada
di atas baku mutu

Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan mobilisasi tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
 Besaran dampak = (4) – (2) = 2

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Siswa SDN 2 Pabedilan kidul berjumlah P
terkena dampak 240 orang dan masyarakat Desa
Pabedilan Kidul yang disekitar akses jalan
yaitu 100 KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak besar dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama mobilisasi konstruksi
berlangsung yaitu ± 3 tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 100 di P
dampak sepanjang Jalan Ciledug raya disekitar
lokasi kegiatan
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena dampak P
terkena dampak adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk menanggulangi TP
sesuai dengan dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative sedang penting (-P)

b. Peningkatan Intensitas Kebisingan


1) Kondisi Rona Lingkungan Awal (RLA)
Kondisi Rona Lingkungan Awal tingkat kebisingan di sekitar lokasi rencana proyek
didapatkan dengan pengambilan sampel intensitas kebisingan di dalam area proyek, jalan
akses dan permukiman terdekat. Tingkat kebisingan di beberapa lokasi pemantauan
terpantau melebihi ambang batas kebisingan permukiman. Kebisingan di areal
permukiman masih terpengaruhi dari aktivitas kendaraan di jalan raya. Kondisi tingkat
kebisingan di dalam area proyek terpantau baik, berada di bawah ambang batas
permukiman.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi yang akan datang tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi buruk (skala 2).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Kondisi kebisingan diprakirakan bila tidak ada proyek pembangunan Pabrik alas kaki
dan fasilitas penunjangnya, kondisi kebisingan diasumsikan memiliki nilai sama dengan
rona awal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi yang akan datang tanpa
proyek ini dikategorikan dalam kondisi buruk (skala 2).

4) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Sumber bising utama dari kegiatan mobilisasi konstruksi adalah suara yang ditimbulkan
dari kendaraan truck pengangkut material. Besaran kebisingan typical yang ditimbulkan
truck adalah sebagai berikut :

Tabel 7. 13. Kebisingan Typical Alat berat Konstruksi


Perkiraan besaran nilai kebisingan, dihitung berdasarkan pendekatan analogis.
Kebisingan yang timbul dari kegiatan mobilisasi digambarkan pada gambar berikut.

Gambar 7. 1. Analogi akumulasi kebisingan Kegiatan Mobilisasi

Gambar diatas menjelaskan bahwa kebisingan yang diterima oleh satu titik merupakan
akumulasi dari kebisingan truck yang di depannya dan di belakangnya. Nilai
penambahan akumulasi kebisingan dihitung dengan berdasarkan persamaan berikut:
Lp-result = 10.log (10Lp1 + 10Lp2 +10Lp3 + … +10Lpx) (1)
Dimana:
L p-result: tingkat kebisingan hasil penjumlahan Lp1 … Lpx: tingkat kebisingan
berbagai sumber

Untuk mengetahui tingkat kebisingan line source pada jarak (m) dari pusat kebisingan
maka dihitung menggunakan rumus :
LP2 = LP1 – 20 x Log 10 r - 5

Dimana :
LP2 = Kebisingan pada titik 2 LP1 = Kebisingan pada titik 1 r = Jarak titik 1 ke titik 2

Dengan menggunakan rumus di atas, tingkat kebisingan pada setiap jarak (m) dari lokasi
sumber bunyi digambarkan pada grafik berikut :

Tabel 7. 14. Tingkat kebisingan berdasarkan jarak dari sumber


JARAK (m) Intensitas Kebisingan (dB) Baku mutu (dB)
5 82,62 55
10 78,20 55
20 72,38 55
30 69,06 55
40 66,56 55
50 64,82 55
60 63,24 55
70 61,90 55
80 60,74 55
90 59,72 55
100 58,80 55
110 57,97 55
120 57,22 55
130 56,52 55
140 55,88 55
150 55,28 55
160 54,72 55
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

90,0
0
80,0
0
70,0
Kebisingan (dB)

0
60,0
0
50,0 Kebisinga
0 n
40,0 Baku
0 5 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140mutu
150 160
30,0 Jarak (m)
0 Gambar 7. 2. Grafik Kebisingan berdasarkan Jarak
20,0
0
10,0
0
0,00
Dari grafik diatas menunjukan bahwa tingkat kebisingan akibat kegiatan mobilisasi
cukup tinggi, kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 155 m.

TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN


Besaran kebisingan Tingkat kebisingan berjarak Rona awal
rona awal adalah 56,4 10 m sebesar 78,20 dB. kebisingan diukur
dB, berdasarkan hasil Masih di atas baku mutu. di SDN pabedilan
pengukuran actual di Kebisingan mencapai baku Kidul berjarak 10
lapangan mutu pemukiman pada m dari jalan akses /
jarak 155m rencana
jalur mobilisasi

Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan mobilisasi tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 2
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 2
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 1
 Besaran dampak = (1) – (2) = 1

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Siswa SDN 2 Pabedilan kidul berjumlah P
terkena dampak 240 orang dan masyarakat Desa Pabedilan
Kidul yang disekitar akses jalan yaitu 100
KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak besar dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama mobilisasi konstruksi
berlangsung yaitu ± 3 tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 155 m di P
dampak sepanjang Jalan Ciledug raya disekitar
lokasi kegiatan
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif dampak Dampak tidak bersifat komulatif TP
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena dampak P
terkena dampak adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk menanggulangi TP
sesuai dengan dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative kecil penting (-P).

c. Peningkatan kepadatan lalu lintas Besaran Dampak


1) Kondisi Rona Lingkungan Awal (RLA)
Kondisi Rona Lingkungan Awal lalu lintas diketahui dari hasil traffic counting yang
dilakukan di jalan Ciledug Raya dan Jalan Merdeka Utara. Hasil traffic counting
ditampilkan pada BAB Deskripsi Rona Lingkungan Hidup.
Kinerja lalu lintas di jalan akses kondisi tanpa kegiatan yaitu : Jl Ciledug Raya = 0,252 ;
TP = B
Jl Merdeka Utara = 0,328 ; TP = B

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan hidup awal ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Kondisi lalu lintas 1 tahun yang akan datang diprakirakan bila tidak ada proyek
pembangunan Pabrik alas kaki dan fasilitas penunjangnya, kondisi lalu lintas dihitung
berdasarkan pertumbuhan kendaraan di Kabupaten Cirebon yaitu 2% per tahun.
Peningkatan tersebut tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap volume
lalu lintas di Jalan Ciledug Raya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi yang
akan datang tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek dihitung berdasarkan jumlah
ritasi kendaraan selama mobilisasi masa konstruksi
 Angkutan material konstruksi
Molen 5 rit/hari, Truck angkut material 19 rit/hari, Dump truck 7 rit/hari
 Angkutan orang/tenaga kerja konstruksi
Jumlah tenaga kerja konstruksi 150 orang. Jumlah yang tinggal di lokasi (mess/direksi
keet/Kontrakan) 100 orang, Jumlah mobilisasi 50 orang. Diasumsikan mobilisasi pekerja
konstruksi : Mobil pribadi 12 rit/hari, sepeda motor 38 rit/hari.
Tabel 7. 15. Bangkitan Kendaraan Konstruksi

NO Jenis bangkitan rit/hari smp


1 Molen 5 12,5
2 Truck material 19 24,7
3 Dump truck 7 17,5
4 Mobil pribadi 12 12
5 Sepeda motor 36 7,2
Jumlah : 73,9
Sumber : Hasil analisa kompilasi data deskripsi, 2020

 Kinerja Lalu Lintas dan Jalan


Kinerja lalu lintas digambarkan dengan nilai V/C ratio dan tingkat pelayanan.
Dimana dalam menentukan v/c ratio digunakan rumus :
$𝑡𝑜𝑡
𝐷𝑆 =𝐶
Sumber : MKJI, 1997

Tabel 7. 16. Kinerja Lalu Lintas Tahap Konstruksi

Tanpa Kegiatan Tahap Konstruksi


Ruas Volume Volume
No Kapasitas Tingkat Kapasitas Tingkat
Jalan Kendaraan V/C Kendaraan V/C
Jalan Pelayanan Jalan Pelayanan
(smp/jam) (smp/jam)
Jl Ciledug
1 387,5 1.539 0,252 B 461,4 1.539 0,300 B
Raya
Jl
2 Merdeka 983,6 2.997 0,328 B 1.057,5 2.997 0,353 B
Utara
Sumber : Hasil analisa, 2020

Dari hasil analisis kinerja ruas jalan menunjukan bahwa kondisi kinerja ruas jalan
Ciledug Raya dan Jl Merdeka Utara masih dalam kondisi baik dengan adanya kegiatan
pada tahap konstruksi, perubahan v/c ratio 0,252 menjadi 0,300 pada ruas Jl Ciledug
Raya, dan perubahan v/c ratio 0,328 menjadi 0,353 pada ruas jl Merdeka Utara. Tingkat
pelayanan pada masa konstruksi dikategorikan B atau dalam zona arus stabil, pengemudi
memiliki kebebasan yang cukup dalam memilih kecepatan.

TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN


Kinerja lalu lintas di jalan Kinerja lalu lintas di jalan Penambahan
akses kondisi tanpa kegiatan akses pada masa konstruksi volume lalu lintas
yaitu : yaitu : masa konstruksi
Jl Ciledug Raya = 0,252 ; TP Jl Ciledug Raya = 0,300 ; TP = sebesar
=B B
73,9 smp/jam
Jl Merdeka Utara = 0,328 ; TP Jl Merdeka Utara = 0,358 ; TP
=B =B
Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan mobilisasi tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
 Besaran dampak = (4) – (4) = 0

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Pengguna akses Jalan Ciledug Raya dan P
terkena dampak masyarakat Desa Pabedilan Kidul yang
berada di sekitar Jalan Ciledug Raya
2 Intensitas dan Intensitas dampak besar dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama mobilisasi konstruksi
berlangsung yaitu ± 3 tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 100 di P
dampak sepanjang Jalan Ciledug raya disekitar
lokasi kegiatan
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena dampak P
terkena dampak adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk menanggulangi TP
sesuai dengan dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak peningkatan kepadatan
lalu lintas dikategorikan sebagai dampak sangat kecil negative penting (-P)

d. Peningkatan angka kesakitan Besaran Dampak


Kegiatan mobilisasi material dan angkutan konstruksi diprakirakan berdampak terhadap
peningkatan angka kesakitan (mordibitas) seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik, karena adanya penurunan kualitas udara terutama peningkatan debu.

1) Kondisi RLA
Berdasarkan data Puskesmas Pabedilan pada tahun 2017 – 2019 menunjukkan 4 kasus
terbanyak merupakan penyakit common cold, Ispa dan myalgia. Rincian mengenai jenis
10 penyakit terbanyak di Puskesmas Pabedilan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. 17. Pola Penyakit Sekitar Lokasi Kegiatan

Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)

c) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek menunjukkan bahwa penduduk yang
berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik, dan
Pneumokoniosis adalah sebagai berikut
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya peningkatan debu
(0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi
debu di tapak proyek/pengukuran langsung di tapak
proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)

Tabel 7. 18. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

Konsentrasi Jumlah kasus Penduduk Risiko Peningkatan Persentas


TSP Tanpa eksisting berisiko kesehatan/tahu risiko tanpa e risiko
proyek n proyek
99,92 5444,52 1124,52 11,88%
97,56 5315,92 995,92 10,53%
95,52 4320 9462 5204,77 884,77 9,35%
101,5 5530,61 1210,61 12,79%
Sumber : Hasil Analisis, 2020

Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 9,35% - 12,79% (<20%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).

d) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek menunjukkan bahwa penduduk
yang berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik, dan Pneumokoniosis adalah sebagai berikut

Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya peningkatan debu
(0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi
debu di tapak proyek/pengukuran langsung di tapak
proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)

Tabel 7. 19. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

konsentrasi Jumlah kasus risiko peningkatan persentase


TSP dengan tanpa proyek kesehatan/tahu risiko tanpa risiko
proyek n proyek
285,2 5444,52 8941,982 4621,982 48,85%
207,98 5315,92 6366,859 2046,859 21,63%
172,91 5204,77 5182,583 862,583 9,12%
151,67 5530,61 4830,561 510,561 5,40%
Sumber : Hasil analisis, 2020

Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 5,40% - 48,85% (<50%) terhadap
penduduk yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi
dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

Besaran dampak angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik pada
kegiatan mobilisasi material dan angkutan konstruksi tahap konstruksi adalah sebagai
berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (5) = 2

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang terkena P
lingkungan lain yang dampak adalah keresahan masyarakat
terkena dampak
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan mobilisasi material
dan angkutan konstruksi tahap konstruksi merupakan negatif penting (P).

e. Timbulnya Keresahan Masyarakat Besaran Dampak


Kegiatan mobilisasi peralatan/material konstruksi mempengaruhi keresahan masyarakat
terutama bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi jalan yang dilewati oleh mobilisasi
alat dan material konstruksi tersebut.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang
memandang bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak

positif sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%.
Berdasar uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi sedang (skala 3)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
Tanpa adanya kegiatan di waktu yang akan datang, masyarakat tidak terganggu
kenyamanannya, dan sudah terbiasa dengan kondisi netral tanpa adanya kegiatan
mobilisasi peralatan dan material konstruksi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4)
3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek
Dengan adanya mobilisasi peralatan/material konstruksi diprediksi terdapat perubahan
keresahan masyarakat. Selain itu juga ada masyarakat yang sangat tidak mendukung
yaitu sekitar 5%. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap dampak
negatif yang akan terjadi pada tahap konstruksi sekitar 88%. Dampak negatif yang
dikhawatirkan oleh masyarakat berupa pencemaran udara sebanyak 27%, pencemaran air
33%, kebisingan 25% dan tidak ada 16%. Berdasarkan data tersebut, maka secara umum
bahwa harapan masyarakat terhadap rencana kegiatan pembangunan PT. TGI ini akan
mampu membuka kesempatan kerja kepada masyarakat lebih besar persentasenya
daripada masyarakat yang mengkhawatirkan dampak negatif akibat pembangunan pada
tahap konstruksi. Hal ini juga dapat dilihat bahwa persentase masyarakat yang
mendukung kegiatan ini dan memiliki persepsi positif lebih besar daripada masyarakat
yang tidak mendukung dan memiliki persepsi negatif dengan kegiatan ini.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada tahap mobilisasi peralatan/material
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = 1

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang merasakan P
dampak keresahan adalah sebanyak 473 KK yang
berada di RW 1 dan 3 Desa Pabedilan
Kulon serta RW 2 dan 4
Desa Pabedilan Kidul.
2 Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
. persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek
hingga keluar tapak proyek di RW 1
dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa Pabedilan Kidul.
3 Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung P
. berlangsung dan selama tahap konstruksi yaitu 3 tahun
intensitas dampak dan cukup intens.
4 Banyaknya Tidak terdapat dampak TP
. komponen turunan dari keresahan
lingkungan lain yang masyarakat
terkena dampak
5 Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
. dampak
6 Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
. berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan mobilisasi
material dan angkutan konstruksi negatif penting (-P).

7.1.3 Pematangan Lahan


a. Penurunan Kualitas udara ambient Prakiraan Besaran Dampak
1) Kondisi Rona Lingkungn Awal (RLA)
Kondisi Rona Lingkungan Awal diperolah dari pengukuran kualitas udara ambien di
lokasi rencana proyek. Adapun Kondisi Rona Lingkungan Awal kualitas udara masih
berada di bawah baku mutu sehingga kondisi rona lingkungan tersebut ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Kondisi kualitas udara diprakirakan bila tidak ada proyek pembangunan Pabrik alas kaki
dan fasilitas penunjangnya, kondisi kualitas kualitas udara ambient diasumsikan
memiliki konsentrasi sama dengan rona awal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi yang akan datang tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Dalam kaitannya dengan sumber luasan, sebaran emisi dari pematangan dan penyiapan
lahan yang menempati luasan maka dapat dikembangkan dari perhitungan sumber titik
dispersi polusi udara (persamaan Gauss) menjadi sumber luasan. Jika ada luasan segi
empat seperti Gambar 6.3 di bawah, maka dapat ditarik garis ke belakang

sisi kanan dan kiri luasan tersebut berlawanan arah angin sehingga bertemu di satu
titik.
Gambar 7. 3. Modifikasi perhitungan sumber titik menjadi sumber area Jika level muka

tanah, maka:

Dimana :
S = Lebar area segiempat yang ditinjau, m
yo = Koefisien dispersi horisontal, m (nilainya merupakan fungsi dari arah angin, x,
dan kestabilan atmosfer). σyo merupakan (x + xo), tetapi σz hanya fungsi x.

Dengan mengetahui kecepatan angin dan kondisi cuaca maka dapat ditentukan kelas
stabilitas atmosfer berdasarkan lokasi penerima pada jarak arah angin x, sehingga dapat
diperoleh nilai σy dan σz.

Setelah diketahui σyo yang merupakan fungsi (x+xo), maka berlaku persamaan1:

kemudian konsentrasi polutan (TSP) pada lokasi penerima (reseptor) dapat dihitung
dengan persamaan berikut:

Dimana:
C = Konsentrasi akhir udara ambien dalam satuan µg/m3 Q = Laju emisi polutan
(gram/detik)
u = Rata-rata kecepatan angin (m/detik)
z = Koefisien dispersi vertikal (meter)
yo = Koefisien dispersi horisontal, m
Sedangkan untuk σz dihitung dengan persamaan berikut:
Kestabilan atmosfer ditentukan berdasarkan kecepatan angin dan kondisi cuaca
dikategorikan C. sedangkan konstanta-konstanta untuk rumus σy dan σz diberikan dalam
Tabel berikut.
Tabel 7. 20. Konstanta Dispersi

Kegiatan pematangan dan penyiapan lahan meliputi kegiatan perataan tanah dengan
bulldozer, menaikkan tanah dengan scrapper, mengeluarkan tanah dari scrapper,
mengangkut tanak dari lokasi dengan scrapper, pengeluaraan tanah dari truk serta
pemadatan tanah di tapak proyek seluas ± 27 ha. Perhitungan perkiraan konsentrasi TSP
selama kegiatan pematangan dan penyiapan lahan ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel 7. 21. Faktor Emisi TSP Kegiatan Pematangan Lahan

TSP
Kegiatan
Kg/VKT
Landgradding dengan alat berat 10,2
General Konstruksi dg alat berat 10,2
* VKT = Vehicle Kilometer Traveled Sumber : Kompilasi USEPA, 1998
Tabel 7. 22. Prakiraan Laju Emisi TSP untuk kegiatan pematangan Lahan

FE V Q
Parameter n
Kg/KM gr/Km (km/detik) (g/detik)
TSP Land Grading 7 10,2 10200 0,011 785,40

Diasumsikan pematangan lahan dilakukan pada lahan seluas 7 ha dengan waktu total 3
bulan. Berdasarkan perhitungan pada Tabel diatas, diperoleh total emisi TSP tanpa
pengelolaan sebesar 785,4 gram/detik; jika dilakukan pengelolaan (penyiraman, dsb)
terhadap kegiatan pematangan lahan, maka emisi TSP diprediksi sebesar 27,54
gram/detik. Deangan luas lahan 27 ha berbentuk segiempat dengan dimensi 526 m x 513
m, maka luas lahan tapak proyek adalah 270.000 m2, sehingga nilai peubah S menjadi
526 m.

27 Ha

Gambar 6. 4. Ilustrasi Tapak Proyek

Berdasarkan data rona lingkungan awal untuk angin, kecepatan angin adalah 4,3 m/detik.
Berdasarkan data kecepatan angin maksimal, diperkirakan persebaran TSP selama
kegiatan pematangan lahan sebagai scenario kondisi terburuk (worst scenario) dengan
stabilitas atmosfer klas B, diperoleh persebaran TSP dengan jarak masing-masing
50,100, 150, 200 s/d 500 m dirunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel 7. 23. Prakiraan konsentrasi TSP untuk kegiatan pematangan dan penyiapan lahan

x (m) C
σy σz x+xo σy(x+xo) (µg/m3)
1 2,87 1,61 837,7 39,71 10.858
50 11,42 4,22 892,7 56,65 2.909
100 19,91 6,86 942,7 113,59 892
150 28,61 9,48 1012,7 120,55 608
200 37,00 12,10 1052,7 157,48 365
250 45,60 14,73 1132,7 174,43 270
300 54,14 17,35 1182,7 191,38 209
350 62,69 19,97 1232,7 208,32 167
400 71,23 22,60 1282,7 225,27 136
450 79,78 25,22 1332,7 242,21 114
500 88,32 27,85 1382,7 259,16 96
Sumber : Hasil Analisis, 2020
3.500

3.000

2.500

2.000
ug/m3

1.500 TSP
Baku mutu
1.000

500

0
50100150200250300350400450500
m
Gambar 7. 5. Dispersi TSP Kegiatan Pematangan Lahan

Berdasarkan Gambar diatas, diketahui jarak x dihitung dari garis tengah luasan tapak
proyek. Dengan demikian, diperoleh bahwa penyebaran TSP dengan jarak 526 panjang
dengan luasan 27 Ha berada dalam lokasi lahan, sehingga diketahui bahwa pada Q =
785,4 gram per detik. Untuk konsentrasi TSP sebesar 230 ug/m3 (nilai baku mutu PP RI
No. 41/1999) akan tercapai pada jarak 300 meter dari garis batas luasan.
Dapat disimpulkan bahwa pada jarak lebih dari 300 meter dari batas lahan (arah angin)
potensi dampak kualitas udara (TSP) dari kegiatan pematangan dan penyiapan lahan
telah di bawah nilai baku mutu berdasarkan PP RI No. 41/1999. Persebaran TSP akan
bergerak sesuai dengan perpindahan penyiapan lahan yang berpindah selama 3 bulan
operasi dan juga arah angin local yang akan terjadi.
Tanpa Projek Dengan Projek Keterangan
Parameter TSP di lokasi Pada titik yang sama Jarak lokasi sampling
pemukiman terdekat hasil perhitungan pemukiman RT 03/02,
dispersi
menunjukan bahwa

Tanpa Projek Dengan Projek Keterangan


yaitu pemukiman RT konsentrasi TSP yaitu berjarak 300 m dari
03/02 yaitu 101,5 209 µg/m3. Sudah batas area pematangan

µg/m3 memenuhi lahan


baku mutu
Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan pematangan
lahanadalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
 Besaran dampak = (4) – (2) = 2

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Masyarakat Desa Pabedilan Kidul P
terkena dampak yang
berada disekitar lokasi kegiatan yaitu
100 KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak besar dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama pematangan lahan
berlangsung yaitu ± 1 tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 300 dari P
dampak lokasi
proyek
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena P
terkena dampak dampak
adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk menanggulangi TP
sesuai dengan dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative sedang penting (-P)

b. Peningkatan Intensitas Kebisingan Prakiraan Besaran Dampak


1) Kondisi Rona Lingkungan Awal (RLA)
Kondisi Rona Lingkungan Awal tingkat kebisingan di lokasi proyek didapatkan dengan
pengambilan sampel intensitas kebisingan di dalam area proyek. Tingkat kebisingan di
lokasi proyek masih dibawah baku mutu. Berdasarkan uraian tersebut , maka kondisi
yang Rona Lingkungan Awal ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Kondisi kebisingan diprakirakan bila tidak ada proyek pembangunan Pabrik alas kaki
dan fasilitas penunjangnya, kondisi kebisingan diasumsikan memiliki nilai sama dengan
rona awal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi yang akan datang tanpa
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Kegiatan pematangan dan penyiapan areal kerja di lahan tapak proyek seluas 27 Ha
diperkirakan menimbulkan dampak kebisingan dari pengoperasian kendaraan dan alat-
alat berat seperti backhoe, bulldozer, excavator dan dump truck di sekitar tapak proyek.
Perhitungan tingkat kebisingan berdasarkan akumulasi jumlah kendaraan dan alat berat
yang digunakan kemudian dihitung sesuai jarak ke pemukiman terdekat. Diperkirakan
tingkat kebisingan backhoe adalah 95 dB(A), bulldozer 95 dB(A), excavator 98 dB(A)
dan dump truck 105 dB(A), maka akumulasi kebisingan dari kendaraan alat berat
tersebut dihitung dengan persamaan berikut:
Lp-result = 10.log (10Lp1 + 10Lp2 +10Lp3 + … +10Lpx) (1)

Dimana:
L p-result: tingkat kebisingan hasil penjumlahan Lp1 … Lpx: tingkat kebisingan
berbagai sumber

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 1 di atas, apabila


seluruh kendaraan alat berat beroperasi di waktu yang bersamaan, maka diperoleh tingkat
kebisingan sebesar 101,1 dB(A).
Tingkat kebisingan akan menurun akibat dengan bertambahnya jarak dari sumber suara
yang dihitung dengan menggunakan persamaan line source (KLH, 2009) sebagai berikut:
Lp = Lw-20log 10(r)-5 dB (2)
Dimana:
Lp = Tingkat kebisingan line source (sound pressure level)
Lw = Tingkat sumber kebisingan (sound power level) r = Jarak dari sumber bising
(dalam meter)

Tabel 7. 24. Intensitas Kebisingan Pematangan Lahan

JARAK Intensitas Kebisingan Baku mutu


(m) (dB) (dB)
1 101,10 54
5 82,12 55
10 76,10 55
20 70,08 55
30 66,56 55
40 64,06 55
50 62,12 55
60 60,54 55
70 59,20 55
80 58,04 55
90 57,02 55
100 56,10 55
110 55,27 55
120 54,52 55
130 53,82 55
140 53,18 55
150 52,58 55

Dengan menggunakan persamaan 2 di atas, menunjukkan bahwa tingkat kebisingan telah


memenuhi baku mutu yang ditetapkan pada jarak 110 meter. Sedangkan jarak
pemukiman terdekat dengan lokasi proyek adalah berkisar ±300 meter ke arah selatan
tapak proyek.
120,00

100,00

80,00
Kebisingan (dB)

60,00

40,00

20,00
Kebisinga
n Baku
0,00 mutu
1 510 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160
Jarak
(m)
Gambar 6. 6. Grafik Tingkat Kebisingan Berdasarkan Jarak
TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN
Besaran kebisingan Tingkat kebisingan berjarak Rona awal
rona 10
awal adalah 52,5 dB, m sebesar 76,10 dB. Masih kebisingan diukur
di di
berdasarkan hasil atas baku mutu. Kebisingan tengah lokasi
pengukuran actual di mencapai baku mutu pada kegiatan yang
jarak
lapangan 110 m dari sumber merupakan area
pematangan lahan

Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan mobilisasi tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 1
 Besaran dampak = (1) – (3) = 2

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Masyarakat Desa Pabedilan Kidul yang P
terkena dampak berada disekitar lokasi kegiatan yaitu
100
KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak besar dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama pematangan lahan
berlangsung yaitu ± 1 tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 110 dari P
dampak lokasi
proyek
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena dampak P
terkena dampak adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk menanggulangi TP
sesuai dengan dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak peningkatan kebisingan
dikategorikan sebagai dampak negative sedang penting (-P)

c. Peningkatan laju erosi Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan pematangan lahan untuk penyiapan lahan PT. TGI yang terdiri dari kegiatan
penggalian dan pengurukan diperkirakan akan menyebabkan terjadinya peningkatan
erosi lahan.
1) Kondisi RLA
Kondisi erosi dan sedimentasi didapatkan berdasarkan hasil pengamatan kondisi lahan
dan iklim setempat rencana proyek. Perkiraan jumlah tanah hilang maksimum (erosi)
ditentukan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Smith dan Wischmeier (1978)
yang dikenal dengan Universal Soil Loss Equation (USLE). Perhitungan dilakukan
dengan terlebih dahulu mendefinisikan nilai factor erosivitas hujan (R) setempat, Faktor
erodibiltas tanah (K), Faktor lereng (LS), dan factor pengelolaan tanaman (C) serta
tindakan konservasi tanah (P) untuk area sawah.
Hasil perhitungan tingkat erosi lahan sekitar area proyek tanpa adanya kegiatan adalah
sebagai berikut :
Tabel 7. 25. Hasil perhitungan erosi dengan metode USLE

Tahun R rata2 R rata2 (cm) EI30 K LS CP A (t/ha/tahun)


2010 56,5 5,65 23,2905 7,514733 0,04450 0,14 1,0905
4
2011 43 4,3 16,0661 7,514733 0,04450 0,14 0,7522
4
2012 56,5 5,65 23,2905 7,514733 0,04450 0,14 1,0905
4
2013 44,08 4,408 16,6173 7,514733 0,04450 0,14 0,7780
4
2014 51,83 5,183 20,712 7,514733 0,04450 0,14 0,9698
4
2015 41,92 4,192 15,5198 7,514733 0,04450 0,14 0,7267
4
2016 61,33 6,133 26,0392 7,514733 0,04450 0,14 1,2192
4
2017 50,42 5,042 19,9495 7,514733 0,04450 0,14 0,9341
4
2018 46,83 4,683 18,0428 7,514733 0,04450 0,14 0,8448
4
2019 31,92 3,192 10,7132 7,514733 0,04450 0,14 0,5016
4
Sumber : Hasil perhitungan tim penyusun, 2020

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa tingkat erosi pada lokasi
kegiatan masih termasuk kategori rendah. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan tingkat erosi rendah (skala 4)

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Jika tidak ada proyek lahan tersebut masih merupakan ladang sehingga kondisi erosinya
juga tidak berbeda jauh dengan kondisi rona awal saat ini. Berdasarkan hal tersebut maka

kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek dikategorikan dalam tingkat
erosi rendah (skala 4)

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Perkiraan jumlah tanah hilang maksimum (erosi) ditentukan menggunakan rumus yang
dikembangkan oleh Smith dan Wischmeier (1978) yang dikenal dengan Universal Soil
Loss Equation (USLE). Rumus USLE tersebut adalah
A= R.K.L.S.C.P
Dimana:
A= dugaan jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun) R =
indeks erosivitas hujan
K= indeks erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng
S = faktor kemiringan (slope) lereng
C= faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanah P =
faktor tindakan khusus konservasi tanah.
Pada penelitian ini sesuai dengan data yang tersedia, maka perhitungan faktor erosivitas
hujan ditentukan dengan menggunakan formula yang dikemukakan oleh Levain (1975),
diacu dalam Bols (1978) yaitu

Dimana:
EI30 = Indeks erosivitas hujan bulanan R = curah hujan
bulanan (cm)
Faktor Erosivitas Hujan (R)
Berdasarkan data curah hujan rata-rata dari Pos Hujan Banjarharjo Tahun 2010 – 2019
didapatkan curah hujan rata-rata. Kemudian berdasarkan data tersebut dapat diketahui
nilai indeks erosivitas hujan bulanan seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. 26. Hasil perhitungan indeks erosivitas hujan tahunan

Tahun R rata2 R rata2 (cm) EI30


2010 56,5 5,65 23,2905
2011 43 4,3 16,0661
2012 56,5 5,65 23,2905
2013 44,08 4,408 16,6173
2014 51,83 5,183 20,712
2015 41,92 4,192 15,5198
2016 61,33 6,133 26,0392
2017 50,42 5,042 19,9495
2018 46,83 4,683 18,0428
2019 31,92 3,192 10,7132

Erosivitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi yang
bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi
besarnya energi kinetic air hujan. Indeks Erosivitas Hujan (EI) adalah suatu nilai yang
menunjukkan pengaruh hujan dengan besaran tertentu terhadap erosi yang terjadi pada
suatu Kawasan. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan maka erosi yang terjadi dalam
Kawasan semakin besar. Indeks Erosivitas Hujan dihitung berdasarkan besarnya curah
hujan bulanan yang terjadi pada Kawasan yang ditinjau.

Berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwa nilai erosivitas hujan (R) atau EI30
berbeda-beda setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh bedanya curah hujan yang terjadi
setiap tahun. Erosivitas hujan merupakan fungsi dari curah hujan yang berbanding lurus
sehingga semakin besar curah hujan maka semakin besar juga erosivitas hujannya.

Faktor Erodibilitas Tanah (K)


Faktor erodibilitas tanah ditetapkan pada setiap satuan lahan homogen yang memuat
hasil analisis data fisik dan kimia tanah, yaitu permeabilitas, struktur, tekstur, dan
kandungan bahan organik. Nilai faktor erodibilitas tanah tersebut dapat diperoleh melalui
penggunaan nomograf (Wischmeier, 1971) atau melakukan perhitungan dengan
menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978):
100 K = 1,292 {2,1 M1,1,4 (10-4)(12 - a) + 3,23 (b - 2) + 2,3 (c - 3)}

Dimana :
M = (% debu + % pasir sangat halus) (100 - liat)
(debu=0,002-0,03 mm, liat <0,002 mm; pasir sangat halus = 0,03 - 0,1 mm) a = %
bahan organik
b = kode struktur tanah
1 = granular sangat halus
2 = granular halus
3 = granular sedang – kasar
4 = blok, plat atau masif c = kode permeabilitas
1 = cepat
2 = sedang - cepat
3 = sedang
4 = lambang - sedang
3 = lambat
6 = sangat lambat
Jenis tanah dilokasi kegiatan yaitu lempung berpasir dengan nilai M yaitu 3,245,
kemudian untuk bobot bahan organik atau nilai a dalam tanah tersebut yaitu 0% atau
termasuk kategori tidak ada karena pada saat pematangan lahan kondisi lahan merupakan
lahan terbuka yang berupa tanah dimana kandungan organik sangat sedikit atau hampir
tidak ada. Nilai b atau kode struktur tanah termasuk granular sedang sampai kasar yaitu 3
dan terakhir untuk nilai c permeabilitas termasuk kategori sangat lambat yaitu 6.
Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan nilai K adalah 10,7658.

Faktor Lereng (LS)


Faktor lereng diperoleh dari perkalian faktor panjang lereng dan faktor kemiringan
lereng. Faktor panjang lereng diperoleh dengan menggunakan persamaan yang
diperkenalkan oleh Eyles (1968) yaitu:

Keterangan:
L = factor Panjang lereng Lo = Panjang lereng (m)

Keterangan:
S = faktor kemiringan lereng
s = kemiringan lereng dalam persen

Berdasarkan hasil analisis didapatkan Panjang lereng 4.150 m dan kemiringan lereng
25%. Maka nilai L adalah 13,73 m dan nilai S 0,00662.
Faktor pengelolaan vegetasi (C) yang digunakan adalah lahan tanpa vegetasi sehingga
nilai C=1. Dan faktor pelaksanaan pengendalian erosi (P) diasumsikan sebagai tanah
tanpa tindakan pengendalian erosi, sehingga P yang digunakan adalah 1 (Sitepu dkk,
2017).
Selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap jumlah tanah hilang maksimum untuk setiap
tahunnya dengan menggunakan persamaan USLE. Berikut adalah hasil perhitungannya.

Tabel 7. 27. Hasil perhitungan erosi dengan metode USLE

R K LS CP A (t/ha/tahun)
23,2905 10,766 0,091 1 22,815
16,0661 10,766 0,091 1 15,738
23,2905 10,766 0,091 1 22,815
16,6173 10,766 0,091 1 16,278
20,712 10,766 0,091 1 20,289
15,5198 10,766 0,091 1 15,203
26,0392 10,766 0,091 1 25,507
19,9495 10,766 0,091 1 19,542
18,042 10,766 0,091 1 17,674
8
10,713 10,766 0,091 1 10,494
2
Rata-rata 18,635

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata besarnya erosi pada
saat proses pematangan lahan 18,63 ton/ha/tahun. Untuk luasan 27 Ha maka besarnya
erosi akan mencapai 270 sampai 675 ton/tahun. Setelah mengetahui besaran laju erosi
maka selanjutnya ialan menganalisis Indeks Besaran Erosi (IBE). Hal ini penting untuk
mengetahui seberapa besar atau rendah erosi actual terhadap erosi yang
diperbolehkan/toleransi pada suatu lahan yang diobservasi.

Indeks bahaya erosi (IBE) merupakan perbandingan antara besarnya erosi yang terjadi
akan membahayakan kelestarian produktivitas tanah dengan erosi yang diperbolehkan
atau erosi yang berbanding lurus dengan pembentukan tanah. Untuk menjaga
produtivitas tanah, seharusnya pengelolaan lahan disesuaikan dengan kaidah-kaidah
konservasi tanah dengan tidak mengesampingkan indek bahaya erosi yang berdampak
terhadap tanah atau lahan pertanian atau perkebunan.
Indeks Bahaya Erosi (IBE) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yaitu
IBE = A/TSL
Dimana :
A = Besarnya tanah yang tererosi (ton/ha/tahun) T = Erosi yang dapat ditoleransi
(ton/ha/tahun)

Untuk nilai TSL di daerah lokasi kegiatan mayoritas ditemukan tanah yang sangat
dangkal dengan kedalaman < 25 cm diatas batuan telah melapuk (tidak terkonsulidasi).
Dengan demikian nilai TSL pada lokasi kegiatan sebesar 4,8 (ton/ha/thn) (Ardiansyah,
2018). Berdasarkan hasil perhitungan maka dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. 28. Kategori indeks bahaya erosi di lokasi kegiatan

R K LS CP A (t/ha) IBE Kategori


23,29047 10,76582 0,090989 1 22,81469 4,753 Tinggi
16,06606 10,76582 0,090989 1 15,73786 3,278 Sedang
23,29047 10,76582 0,090989 1 22,81469 4,753 Tinggi
16,61731 10,76582 0,090989 1 16,27786 3,391 Sedang
20,71203 10,76582 0,090989 1 20,28893 4,226 Tinggi
15,51977 10,76582 0,090989 1 15,20273 3,167 Sedang
26,03919 10,76582 0,090989 1 25,50727 5,314 Tinggi
19,94951 10,76582 0,090989 1 19,54198 4,071 Tinggi
18,04285 10,76582 0,090989 1 17,67427 3,682 Sedang
10,71317 10,76582 0,090989 1 10,49432 2,186 Sedang
18,635 3,882 Sedang

Tabel 7. 29. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (IBE)

No Kriteria Kelas Skala


1 0 Sangat rendah 5
2 0,01 – 1 Rendah 4
3 1,01 – 4 Sedang 3
4 4,01 – 10 Tinggi 2
5 >10 Sangat Tinggi 1

Kriteria penetapan indeks bahaya erosi mengacu pada buku Konservasi Tanah dan Air
tahun 2010 seperti pada Tabel 6.28 (Arsyad, 2010) dapat dilihat bahwa indeks bahaya
erosi dibagi kedalam 4 kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan yang ada pada Tabel 6.29 dapat dilihat bahwa erosi yang
akan terjadi akibat kegiatan pematangan lahan memiliki Indeks Bahaya Erosi (IBE)
sedang sampai tinggi. Hal ini disebabkan oleh perubahan lahan yang semula lahan
tertutup (kebun) menjadi lahan terbuka saat kegiatan pematangan lahan berlangsung.

Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya
proyek dikategorikan dalam tingkat erosi sedang (skala 3)

Besaran dampak peningkatan erosi pada kegiatan pematangan lahan tahap konstruksi
adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = 1
Meskipun besaran dampak kecil (1) tetapi dengan adanya kegiatan pematangan lahan
tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya erosi di lokasi kegiatan.

Sifat Penting Dampak

Kriteria Deskripsi Kesimpu


lan
Jumlah manusia yang Masyarakat Desa Pabedilan Kulon dan P
Pabedilan
terkena dampak
Kidul yang berada di sekitar area saluran
pembuang dari lokasi kegiatan sebanyak ±100
orang
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung P
Lamanya selama proses
dampak berlangsung pematangan lahan pada tahap konstruksi
yaitu 2
bulan dan intensitas dampak terjadi saat
musim
hujan sekitar 1 sampai 2 bulan.
Luas persebaran Dampak yang terjadi sekitar tapak project P
dampak
Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
Sifat kumulatif Dampak bersifat kumulatif P
dampak
Komponen lain yang Komponen lain yang terkena dampak adalah P
kualitas
terkena dampak
air permukaan
Kesimpulan -P

Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap erosi
dikategorikan menjadi dampak negatif kecil penting (-P).
d. Peningkatan Laju Sedimentasi Prakiraan Besaran Dampak
Dampak dari peningkatan erosi akibat kegiatan pematangan lahan adalah bertambahnya
laju sedimentasi pada saluran pembuang.
1) Kondisi RLA
Kondisi sedimentasi didapatkan berdasarkan hasil pengamatan kondisi lahan dan iklim
setempat rencana proyek. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besaran debit banjir

kala periode ulang 25 tahunan yaitu 0,481 m 3/detik, kandungan sedimentasi tersuspensi
537 mg/l, maka tingkat sedimentasi di saluran yaitu 22,31 ton/hari atau 22.316 kg/hari
maka dapat dikategorikan memiliki kelas yang sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Jika tidak ada proyek lahan tersebut masih merupakan ladang sehingga kondisi
sedimentasinya juga tidak berbeda jauh dengan kondisi rona awal saat ini. Berdasarkan
hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
dikategorikan dalam kelas yang sedang (skala 3).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Selain pendekatan USLE, laju sedimentasi ditentukan melalui pengukuran kandungan
tanah dengan Metode Angkutan Sedimen. Data yang digunakan yaitu sampel air sungai
yang menuju ke saluran pembuang yang berisi kadar suspensi sedimen dan data debit.
Persamaan dari angkutan sedimen dinyatakan dalam Persamaan berikut.
Tingkat sedimentasi di saluran diduga dengan menggunakan rumus empiris sebagai
berikut
Qs = 0.0864 x Q x C (Arsyad, 1980)
dimana :
Qs = beban sedimen (ton/hari) Q = debit sungai (m3/detik)
C = kandungan sedimentasi tersuspensi (mg/l)

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besaran debit banjir periode ulang 25 tahunan

pada tahap konstruksi yaitu 0,723 m3/detik, kandungan sedimentasi tersuspensi 537
mg/l, maka tingkat sedimentasi di saluran yaitu 33,54 ton/hari atau 33.544,88 kg/hari
yang berasal dari lokasi kegiatan pada proses pematangan lahan. Berdasarkan hal
tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek dikategorikan
dalam kelas yang buruk (skala 2).
Besaran dampak peningkatan sedimentasi pada kegiatan pematangan lahan tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
 Besaran dampak = (2) – (3) = 1
Meskipun besaran dampak kecil (1) tetapi dengan adanya kegiatan pematangan lahan
tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya sedimentasi dari lokasi
kegiatan.

Sifat Penting Dampak

Kriteria Deskripsi Kesimpul


an
Jumlah manusia yang Masyarakat Desa Pabedilan Kulon dan P
terkena dampak Pabedilan Kidul yang berada di sekitar area
saluran pembuang
dari lokasi kegiatan sebanyak ±100 orang
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung selama proses P
Lamanya dampak pematangan lahan pada tahap konstruksi yaitu 2
berlangsung bulan dan intensitas dampak terjadi saat musim
hujan sekitar 1 sampai 2 bulan.
Luas persebaran Dampak yang terjadi sekitar tapak project P
dampak
Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
Sifat kumulatif Dampak bersifat kumulatif P
dampak
Komponen lain yang Komponen lain yang terkena dampak adalah P
kualitas
terkena dampak
air permukaan
Kesimpulan -P

Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap sedimentasi
dikategorikan menjadi dampak negatif kecil penting (-P).

e. Penurunan Kualitas Air Permukaan Besaran Dampak


Pada saat kegiatan pematangan lahan, jika tanah yang sedang dimatangkan terkena air
hujan maka dapat mengakibatkan terjadinya erosi tanah. Erosi tanah jika tidak dikelola
akan terbawa ke badan air dalam hal ini adalah Saluran Cipeuet sehingga mengakibatkan
peningkatan parameter TSS di badan air.
1) Kondisi Rona Lingkungan Awal
Rona lingkungan awal kualitas air di Saluran Cipeuet dari hasil pengukuran kualitas air
permukaan di Saluran Cipeuet di titik rencana outfall, dan 1 titik upstream serta 1 titik
downstream. Hasil analisa kualitas air permukaan untuk parameter TSS adalah sebagai
berikut:

Tabel 7. 30. Hasil Pengujian Kualitas air Saluran Cipeuet untuk Parameter TSS

Lokasi Satuan Kualitas Baku PIj


Sampling Air Mutu
Upstream mg/L 28 400 0,07
Outfall mg/L 25,05 400 0,062625
Downstream mg/L 21,05 400 0,052625
Sumber : Data Primer, 2020
Keterangan : Baku mutu mengacu pada PP Republik Indonesia no.82 tahun 2001 Lokasi
1 Saluran Cipeuet upstream (6°52'23.7"S 108°45'16.4"E) Lokasi 2 Saluran
Cipeuet outfall (6°52'10.9"S 108°45'05.5"E) Lokasi 3 Saluran Cipeuet
downstream (6°52'04.1"S 108°45'00.7"E)
Untuk mengetahui status mutu Saluran Cipeuet untuk Parameter TSS maka dihitung
Indeks Pencemaran (IP). Evaluasi terhadap nilai PI adalah :
0 ≤ PI j ≤ 1,0 → memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 <
PI j ≤ 5,0 → cemar ringan
5,0 < PI j ≤ 10 → cemar sedang PI j > 10 → cemar
berat
Hasil perhitungan indeks pencemaran menujukan parameter TSS di ketiga lokasi
pengambilan sampel air berada pada range 0 ≤ PI j ≤ 1,0 atau memenuhi baku mutu
(kondisi baik).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan tersebut ini
dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Kondisi Cipeuet diprakirakan bila tidak ada proyek pembangunan Pabrik alas kaki dan
fasilitas penunjangnya, kondisi kualitas TSS pada air Saluran Cipeuet diasumsikan
memiliki konsentrasi sama dengan rona awal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).
3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek
Erosi tanah jika tidak dikelola akan terbawa ke badan air dalam hal ini adalah Saluran
Cipeuet sehingga mengakibatkan peningkatan parameter TSS di badan air. Peningkatan
TSS di Saluran Cipeuet Dengan kondisi adanya Proyek adalah sebagai berikut.

Tabel 7. 31. Kualitas air Saluran Cipeuet untuk Parameter TSS Dengan Proyek

Setela
Parameter Satuan Rona Baku PIj
h ada
Awal Mutu
proyek
Kondisi Tanpa Pengelolaan
TSS mg/L 25,05 3.450 400 8,625
Kondisi dengan
pengelolaan
(Erosi terkelola > 90%)
TSS mg/L 25,05 367 400 0,9175
Sumber: Hasil Perhitungan, 2020

Hasil perhitungan indeks pencemaran menujukan parameter TSS dengan proyek berada
pada range 5 ≤ PI j ≤ 10 atau cemar sedang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek dan tanpa
pengelolaan dikategorikan dalam kondisi buruk (skala 2).
 Kualitas lingkungan awal = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
 Besaran dampak = (5) – (2) = 3

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Masyarakat Desa Pabedilan Kulon dan P
terkena dampak Pabedilan Kidul yang berada di sekitar
area saluran pembuang dari lokasi
kegiatan sebanyak ±100 orang
2 Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung selama P
Lamanya dampak proses pematangan lahan pada tahap
berlangsung konstruksi yaitu 2 bulan dan
intensitas dampak terjadi saat musim
hujan sekitar
1 sampai 2 bulan.
3 Luas persebaran Dampak tersebar di Saluran Cipeuet P
dampak yang
menjadi outfall
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain Komponen lain yang terkena dampak P
yang terkena adalah biota air dan keresahan
dampak masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk mengelola TP
sesuai dengan yang berhubungan dengan dampak ini
perkembangan
ilmu pengetahuan
dan
teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas air
permukaan dikategorikan sebagai dampak negatif besar penting (+P).

f. Gangguan terhadap biota perairan Prakiraan Besaran Dampak


Prakiraan besaran dampak dilakukan dengan menggunakan pendekatan kondisi sebelum
dan sesudah adanya proyek. Hasil prakiraan keduanya kemudian dijadikan sebagai dasar
penentuan perubahan kondisi lingkungan pada dua kondisi tersebut. Rincian proses
penentuan keduanya dilakukan dengan mekanisme berikut :

1) Rona Lingkungan Hidup Awal (RLA)


Kondisi biota perairan setempat diketahui berdasarkan hasil identifikasi rona lingkungan
hidup biota perairan (sampling jenis dan keanekaragaman). Hasil pengukuran biota
perairan dappat dijelaskan sebagaimana berikut :
Tabel 7. 32. Kondisi Biota Perairan saat ini

Lokasi
No Jenis Biota
Up stream Outlet Downstream
1 Fitoplankton
Jumlah Individu 205 225 230
Jumlah Spesies 20 20 21
Zooplankton
Jumlah Individu 150 160 160

Jumlah Spesies 8 7 8
ID K. Simpson Plnkton 0,493 0,526 0,526
ID Shannon & Wiener 0,821 0,876 0,876
Plankton
Skala Lingkungan 5 5 5
3 Benthos
Jumlah Individu 4 4 4
Jumlah Spesies 30 25 30
ID K. Simpson Benthos 0,45 0,45 0,44
ID Shannon & Wiener 1,267 1,117 1,392
Skala Lingkungan 3 3 3
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Kondisi kualitas biota perairan tergolong baik untuk plankton, dan sedang untuk benthos.
2) Rona Lingkungan Hidup yang akan datang tanpa Proyek
Biota perairan sangat terpengaruhi oleh kondisi kualitas air dan kondisi fisika perairan
setempat. Jika tidak ada kegiatan yang dilakukan dalam waktu beberapa tahun kedepan,
kondisi perairan dan fisik saluran adalah tidak banyak berubah. Dengan pendekatan
kondisi ini, diprakirakan satu tahun kedepan kondisi lingkungan perairan adalah
disamakan. Kondisi kualitas biota perairan tergolong baik untuk plankton, dan sednag
untuk benthos
3) Kondisi Lingkungan Hidup yang akan datang dengan adanya proyek
Adanya kegiatan pematangan lahan diprakirakan akan memberikan dampak berupa
peningkatan limpasan air hujan (run off) yang berpotensi untuk membawa material TSS
dari lahan yang kurang padat selama masa pematangan lahan. Dengan kondisi
lingkungan yang berubah, diprakirakan beberapa hal di dalam perairan akan mengalami
dampak antara lain:

Tabel 7. 33. Kondisi Perairan di masa Pematangan Lahan


No Parameter Dampak Perubahan Akibat Kondisi
Dampak
1 Kekeruhan TSS mempengaruhi Nilai TSS akan
kekeruhan meningkat menjadi
300 mg/l TSS Dampak
(ambang batas 100 berlangsung secara
mg/l) temporer, akan
2 Debit 0,481 m3/detik debit Nilai perubahan tidak terpulihkan setelah
menjadi 0,723 signifikan proyek berakhir
m3/detik
3 BOD Tidak ada BOD ekisting 4,2
penambahan BOD mg/l
4 COD Tidak ada COD eksisting
penambahan COD 23,25 mg/l
5 Penyinaran kekeruhan Perubahan
matahari mempengaruhi
cahaya matahari di
perairan
Sumber : Hasil Prakiraan Tim Penyusun, 2020

Berbagai perubahan parameter penentu biota perairan akan berubah sebagaimana Tabel
di atas, sehingga kondisi ini akan berdampak pada penurunan kemelimpahan,
keanekaragaman, dan sebaran plankton serta Benthos. Hal ini terjadi karena jenis-jenis
plankton yang peka terhadap perubahan lingkungan itu akan terhenti atau terganggu
pertumbuhannya dan hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan. Adanya
pergerakan massa air bersifat temporal maka pengaruh terhadap plankton dan benthos
dapat terpulihkan secara alami. Sehingga diperkirakan akan terjadi penurunan skala
kualitas lingkungan plankton sebesar 1 skala dari sangat baik menjadi baik, sedangkan
benthos menurun dari sedang menjadi buruk.
Besaran dampak gangguan terhadap Plankton dapat disimpulkan = 4 – 5 = -1 Besaran
dampak gangguan terhadap benthos dapat disimpulkan = 2 – 3 = -1

Prakiraan Sifat Penting Dampak


Berdasarkan hasil prakiraan besaran dampak, dapat dilakukan evaluasi sifat penting
dampak sebagaimana berikut :
Sifat Dampak
No Kriteria Dampak Penjelasan
P TP
Penting
1 Jumlah manusia yang TP Dampak penurunan kelimpahan
terkena dampak biota perairan tidak dirasakan oleh
penduduk (manusia) mengingat
tidak ada warga yang memanfaatkan
air saluran untuk kebutuhan
hariannya
2 Intensitas dan Lamanya TP Intensitas dampak berlangsung
dampak berlangsung tinggi saat hujan di masa
pematangan lahan, dan rendah saat
tidak adanya hujan.
Dampak berlangsung selama hari
hujan dan pematangan lahan secara
total (6 bulan)
3 Luas persebaran dampak P Sebaran gangguan biota perairan
adalah sepanjang aliran air Cipeuet
radius 500 m dari lokasi proyek
4 Berbalik tidaknya TP Dampak dapat dipulihkan
dampak seiring
dengan berakhirnya kegiatan
5 Sifat kumulaif P Dampak dapat bersifat
dampak kumulatif
dengan kegiatan lain yang
menghasilkan dampak yang sama
6 Komponen lain yang P Dampak memiliki hubungan
terkena dampak dengan potensi munculnya
keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang TP Dampak dapat dikelola dengan
sesuai dengan menghindari terjadinya dampak,
perkembangan ilmu berupa pembuatan sedimen trap
pengetahuan dan dan retention pond selama
teknologi pematangan
lahan
Jumlah 3 4
Sifat Penting Dampak : Penting (P)
Prakiraan Besaran dan Sifat Penting dampak : Negatif Kecil Penting

g. Peningkatan Air Larian (run off) Prakiraan Besaran Dampak


1) Kondisi Rona Lingkungan Awal (RLA)
Terdapat satu saluran pembuang yang mengalir melalui lokasi kegiatan yaitu saluran
pembuang dengan panjang saluran yaitu ±2,7 km (bagian selatan lokasi kegiatan). Nilai
koefisien aliran permukaan yang digunakan didapat dari hasil luasan dikalikan dengan
koefisien aliran permukaan tersebut. Debit limpasan dievaluasi berdasarkan saluran yang
melalui lokasi tersebut. Jika melihat peta lokasi kegiatan, dapat dilihat bahwa disekitar
lokasi kegiatan merupakan ladang dan pemukiman penduduk. Perhitungan debit banjir
ini menggunakan kondisi tutupan lahan eksisting. Berdasarkan hasil perhitungan dapat

dilihat bahwa debit banjir saluran kala ulang 5 tahunan yaitu 0,380 m3/detik.. Sementara
hasil pemantauan debit sesaat dil saluran dekat lokasi kegiatan saat musim kemarau yaitu

berkisar antara 0,3 sampai 0,6 m3/detik. Maka berdasarkan uraian tersebut kondisi rona
awal air larian dikategorikan baik (skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa dan dengan adanya proyek
a) Debit Limpasan Air Permukaan di Lokasi Kegiatan
Perhitungan limpasan air hujan maksimum di wilayah PT. TGI akan menggunakan
metode perhitungan debit maksimum berdasarkan metode perhitungan curah hujan
limpasan dengan koefisien aliran permukaan. Untuk mengetahui besarnya debit
maksimum yang berasal dari air hujan yang jatuh ke lokasi studi dengan
menggunakan metode modifikasi rasional. Metode rasional adalah metode lama yang
masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge).
Berikut adalah hasil perhitungan debit limpasan sesuai dengan saluran yang melaluinya
sebelum dan sesudah adanya pembangunan. Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir
dilokasi kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan
menggunakan persamaan rasional.

Tabel 7. 34. Debit banjir saluran tahap konstruksi dilokasi kegiatan

Periode Ulang Curah Hujan Debit (m3/detik)


(tahun) Rencana (mm) Tanpa Dengan Selisih
project project
5 143,5532 0,380 0,572 0,192
10 160,7092 0,426 0,640 0,215
20 176,525 0,468 0,703 0,236
25 181,438 0,481 0,723 0,242
50 196,3302 0,520 0,782 0,262
100 210,8399 0,559 0,840 0,281
Sumber : hasil perhitungan, 2020

Pada tahap pematangan lahan terdapat dampak air larian berupa debit banjir dengan

satuan m3/detik. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 6.34. dapat dilihat bahwa
terjadi perubahan pada kondisi debit dengan project atau pada saat proses pematangan
lahan dimana hal ini disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan yang semula berupa
lahan kebun menjadi lahan terbuka. Perhitungan debit menggunakan persamaan rasional
dimana terdapat fungsi C didalamnya. Nilai koefisien C merupakan koefisien aliran
permukaan yang juga dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan. Untuk kondisi tanpa project
nilai koefisien C yaitu 0,15 sedangkan pada kondisi dengan project (pematangan lahan)
nilai koefisien C berubah menjadi 0,2. Berikut adalah grafik debit yang akan masuk ke
saluran pembuang pada kondisi tanpa project dan dengan project.
Gambar 7. 7. Grafik perbandingan debit dilokasi kegiatan tanpa dan dengan project untuk
setiap periode ulang pada tahap konstruksi
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat perbedaan besarnya debit tanpa project dan
dengan project. Selisih debitnya tidak terlalu signifikan karena pada lokasi kegiatan
belum dalam kondisi terbangun sehingga lahan masih terbuka.

b) Debit Limpasan Air Permukaan di Lokasi Kegiatan


Pada lokasi kegiatan terdapat satu saluran pembuang yang memiliki luasan catchment

area ± 1,150 km2, outlet catchment area ditentukan setelah pertemuan saluran dibagian
barat. Panjang saluran yaitu 3,670 km (diukur dari setelah jalan raya ciledug sampai
pertemuan saluran). Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir disekitar lokasi
kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan menggunakan
persamaan rasional.

Tabel 7. 35. Debit banjir saluran tahap konstruksi disekitar lokasi kegiatan

Periode Ulang Curah Debit (m3/detik)


(tahun) Hujan Tanpa Dengan Selisih
Rencana project project
(mm)
5 143,5532 1,366 1,472 0,107
10 160,7092 1,529 1,648 0,120
20 176,525 1,679 1,811 0,131
25 181,438 1,726 1,861 0,135
50 196,3302 1,868 2,014 0,146
100 210,8399 2,006 2,163 0,157
Sumber : Hasil perhitungan, 2020

Jika melihat peta lokasi kegiatan, dapat dilihat bahwa disekitar lokasi kegiatan
merupakan kebun dan pemukiman penduduk. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat
bahwa besaran debit tanpa project dan dengan project tidak memiliki selisih yang
signifikan karena pada perhitungan tersebut dihitung berdasarkan catchment area atau
wilayah tangkapan untuk saluran pembuang sehingga perubahan luasan dilokasi kegiatan
tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap penambahan debit saluran pembuang
secara keseluruhan.

c) Saluran yang direncanakan


Perencanaan saluran menyesuaikan dengan debit maksimum periode ulang 25 tahun pada

saat tahap konstruksi yaitu 0,723 m3/detik. Saluran yang direncanakan berupa saluran
persegi dengan dimensi lebar 1,2 m dan kedalaman 1,2 m. Saluran yang digunakan
merupakan precast beton (u-ditch) dengan ukuran 120x120x120 cm. Berdasarkan hasil

perhitungan saluran tersebut dapat menampung debit hingga 1,9 m3/detik sehingga
sudah melampauai debit maksimum 25 tahun yang telah dihitung sebelumnya. Berikut
adalah design saluran yang direncanakan.

Gambar 7. 8. Saluran yang direncanakan saat pematangan lahan

Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya
proyek dikategorikan dalam kelas kelas yang baik (skala 4), sementara dengan adanya
proyek dikategorikan dalam kelas yang sedang (skala 3). Besaran dampak peningkatan
air larian pada kegiatan pematangan lahan tahap konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun besaran dampak kecil (-1) tetapi dengan adanya kegiatan pematangan lahan
tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya air larian dari lokasi
kegiatan.
Sifat Penting Dampak

Kriteria Deskripsi Kesimpulan


Jumlah manusia Masyarakat Desa Pabedilan Kulon P
yang terkena dan Pabedilan Kidul yang berada di
dampak sekitar area pembuangan air
larian dari lokasi kegiatan sebanyak
±100 orang
Intensitas dan Lamanya dampak P
Lamanya dampak berlangsung
berlangsung selama masa konstruksi
yaitu 3 tahun dan intensitas dampak
terjadi saat musim hujan sekitar 3
sampai 4 bulan
Luas persebaran Dampak tersebar di Desa Pabedilan P
dampak Kulon dan Pabedilan Kidul di sekitar
lokasi kegiatan terutama di saluran
dekat lokasi kegiatan sampai 300 m
ke arah
barat.
Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
Komponen yang Komponen yang terkena dampak
terkena dampak adalah keresahaan masyarakat
Kesimpulan -P

Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap air larian
dikategorikan menjadi dampak negatif penting (-P).

h. Peningkatan angka kesakitan Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan pematangan lahan pada tahap konstruksi diprakirakan berdampak terhadap
peningkatan angka kesakitan (mordibitas) seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik, karena adanya penurunan kualitas udara terutama peningkatan debu.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan data Puskesmas Pabedilan pada tahun 2017 – 2019 menunjukkan 4 kasus
terbanyak merupakan penyakit common cold, Ispa dan myalgia. Rincian mengenai jenis
10 penyakit terbanyak di Puskesmas Pabedilan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. 36. Pola Penyakit Sekitar Lokasi Kegiatan

Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek menunjukkan bahwa penduduk yang
berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik, dan
Pneumokoniosis adalah sebagai berikut

Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu di tapak
proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)

Tabel 7. 37. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

konsentrasi jumlah pendud risiko peningkatan persent


TSP tanpa kasus uk kesehatan/ta risiko tanpa ase
proyek eksisting berisik hun proyek risiko
o
99,92 5444,52 1124,52 11,88
%
97,56 4320 9462 5315,92 995,92 10,53
%
95,52 5204,77 884,77 9,35%
101,5 5530,61 1210,61 12,79
%
Sumber : Hasil analisis, 2020
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 9,35% - 12,79% (<20%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).
3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek
Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek menunjukkan bahwa penduduk
yang berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik, dan Pneumokoniosis adalah sebagai berikut

Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu
di tapak proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)

Tabel 7. 38. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

Konsentrasi TSP dengan Jumlah kasus Risiko Peningkatan risiko Persentase


proyek tanpa proyek kesehatan/tahun tanpa proyek risiko
270 5444,52 8465,411 4145,411 43,81%
209 5315,92 6398,084 2078,084 21,96%
167 5204,77 5005,444 685,444 7,24%
136 5530,61 4331,485 11,485 0,12%
Sumber : Hasil analisis, 2020

Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 0,12% - 43,81% (<50%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek
ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).
Besaran dampak angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik pada
kegiatan pematangan lahan tahap konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (5) = -2
Sifat Penting Dampak
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan pematangan lahan
tahap konstruksi merupakan negatif penting (P).

i. Timbulnya Keresahan Masyarakat Besaran Dampak


Kegiatan pematangan lahan mempengaruhi keresahan masyarakat terutama bagi
penduduk yang sekitar lokasi rencana kegiatan. Kegiatan pematangan lahan berlokasi di
Desa Pabedilan Kulon dan Pabedilan Kidul Kecamatan Pabedilan.
a. Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang
memandang bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif
sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%.
Terbentuknya keresahan masyarakat menimbulkan dampak lanjutan yang terwujud
akibat penurunan kualitas udara, peningkatan intensitas kebisingan, peningkatan volume
air larian, peningkatan laju erosi, peningkatan sedimentasi, penurunan kualitas air
permukaan, gangguan terhadap biota air, peningkatan angka kesakitan, dari kegiatan
pematangan lahan. Berdasar uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal
ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

b. Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Tanpa adanya kegiatan di waktu yang akan datang, masyarakat tidak terganggu
kenyamanannya, dan sudah terbiasa dengan kondisi netral tanpa adanya kegiatan PT.
TGI. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)

c. Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Dengan adanya kegiatan pematangan lahan, diprediksi terdapat keresahan masyarakat
di sekitar lokasi kegiatan pematangan lahan. Berdasarkan hasil survei terhadap
responden sebagai wakil masyarakat di sekitar lokasi proyek yang merupakan
wilayah studi, ada masyarakat yang sangat tidak mendukung yaitu sekitar 5%. Hal ini
disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap dampak negatif yang akan terjadi
pada tahap konstruksi sekitar 88%. Dampak negatif yang dikhawatirkan oleh masyarakat
berupa pencemaran udara sebanyak 27%, pencemaran air 33%, kebisingan 25% dan
tidak ada 16%. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada tahap pematangan lahan adalah sebagai
berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = 1

Sifat Penting Dampak

Kriteria Dampak Sifat


No. Deskripsi
Penting Penting
Dampak
1. Jumlah manusia Jumlah manusia yang akan merasakan P
terkena dampak keresahan pada tahap konstruksi adalah
sebanyak 473 KK yang berada di RW 1
dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta RW 2
dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap konstruksi yaitu 3 tahun dan
intensitas dampak cukup intens.
4. Banyaknya Tidak terdapat dampak turunan dari TP
komponen keresahan masyarakat
lingkungan lain yang
terkena dampak
5. Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
dampak
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan pematangan


lahan pada tahap konstruksi merupakan negatif penting (-P).

6.1.2 Pembangunan Jalan Akses


a. Penurunan Kualitas udara ambient
Pemrakarsa berencana membangun dua jalur akses yaitu di sebelah seltan tapak proyek.
Jalan yang akan dibangun merupakan jalan dua lajur dengan total lebar ruang milik jalan
14 dengan rincian badan jalan 10 meter, bahu jalan 1,5 m dan saluran drainase 0,5 m.
Kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan dampak penurunan kualitas udara ambien
akibat bangkitan partikulat dari pengoperasian kendaraan dan alat-alat berat di sekitar
lokasi pembangunan jalan akses. Prakiraan besaran bangkitan partikulat (TSP) dihitung
dengan menggunakan rumus dispersi TSP untuk sumber garis terbatas seperti diterapkan
pada kegiatan mobilisasi peralatan dan material. Pada kegiatan ini diasumsikan rata-rata
sebanyak 3 ritasi/jam dengan rata-rata berat kendaraan adalah 8 ton, dan rata-rata
kecepatan angin adalah 4,3 m/detik, maka diperoleh peningkatan konsentrasi TSP seperti
tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 7. 39. Prakiraan besaran emisi TSP pada kegiatan Pembangunan Jalan Akses

QL u C BM
No x (m) (g/detik) π σz (m/detik) (µg/m3) (µg/m3)
z (m)
1 2 45.858,56 3,14 114,70 4,3 1 657,59 230
2 5 45.858,56 3,14 264,30 4,3 1 433,22 230
3 10 45.858,56 3,14 496,97 4,3 1 315,93 230
4 15 45.858,56 3,14 719,03 4,3 1 262,65 230
5 20 45.858,56 3,14 934,48 4,3 1 230,39 230
6 30 45.858,56 3,14 1.352,03 4,3 1 191,54 230
7 50 45.858,56 3,14 2.153,24 4,3 1 151,78 230
8 100 45.858,56 3,14 4.048,83 4,3 1 110,69 230
9 150 45.858,56 3,14 5.857,99 4,3 1 92,02 230
10 200 45.858,56 3,14 7.613,22 4,3 1 80,72 230
Sumber : Hasil analisa, 2020

Berdasarkan Tabel diatas, diperkirakan peningkatan konsentrasi TSP akibat


pengoperasian kendaraan di sekitar lokasi pembangunan jalan akses mencapai nilai baku
mutu yang ditetapkan pada jarak 20 m dari lokasi area kerja.
Apabila penyebaran TSP dihitung dengan pendekatan “Dengan dan Tanpa Proyek”,
maka didapat besaran dampak peningkatan TSP seperti tertera pada Tabel 3.. berikut.

Tanpa Projek Dengan Projek Keterangan


Parameter TSP di Pada titik yang sama Jarak lokasi sampling
lokasi hasil SDN
dekat dengan jalur perhitungan dispersi 2 Pabedilan kidul 10 m
mobilisasi yaitu SDN 2 menunjukan bahwa dari lokasi
pembangunan
Pabedilan kidul yaitu konsentrasi TSP yaitu jalan akses
97,56 µg/m3 315,9 µg/m3. masih
berada
di atas baku mutu

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Lokasi pembangunan akses jalan P
terkena dampak berdekatan dengan SDN 2 Pabedilan
kidul sehingga murid disekolah tersebut
diperkirakan terkena dampak
yang
berjumlah 240 orang dan masyarakat
Desa Pabedilan Kidul yang disekitar
akses
jalan yaitu 100 KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak besar dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama pembangunan akses
berlangsung jalan yaitu ± 1 tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 20 di P
dampak lokasi
pembangunan akses jalan
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena P
terkena dampak dampak
adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk TP
sesuai dengan menanggulangi dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative penting (-P)

b. Peningkatan Intensitas Kebisingan


Kegiatan pembangunan jalan akses diperkirakan diperkirakan menimbulkan dampak
kebisingan dari pengoperasian kendaraan dan alat-alat berat seperti Molen, Compactor,
Scraper/Grader, excavator dan dump truck di sekitar tapak proyek. Perhitungan tingkat
kebisingan berdasarkan akumulasi jumlah kendaraan dan alat berat yang digunakan
kemudian dihitung sesuai jarak ke pemukiman terdekat. Diperkirakan tingkat kebisingan
compactor adalah 98 dB(A), molen 90 dB(A), scrapper 92 dB(A), excavator 98 dB(A)
dan dump truck 105 dB(A), pada kegiatan pembangunan jalan akses alat-alat berat
tersebut tidak beroperasi secara bersamaan, namun sesuai tahapan pembangunan jalan.
Tahapan awal timbunan dan perataan lapisan dasar, pada tahapan ini alat berat yang
beroperasi adalah dump truck, bulldozer dan excavator
Tahapan perataan dan pemadatan jalan. Tahapan ini dilakukan oleh scrapper dan
compactor.
Terakhir tahapan pengecoran, dilakukan oleh alat berat molen dan manual tukang.
Tabel 6. 40. Intensitas Kebisingan Pembangunan Jalan Akses

JARAK Intensitas Kebisingan (dB)


Baku mutu (dB)
(m) Penimbunan Pemadatan Pengecoran
1 102,60 99,00 90,00 55
5 83,62 80,02 71,02 55
10 77,60 74,00 65,00 55
20 71,58 67,98 58,98 55
30 68,06 64,46 55,46 55
40 65,56 61,96 52,96 55
50 63,62 60,02 51,02 55
60 62,04 58,44 49,44 55
70 60,70 57,10 48,10 55
80 59,54 55,94 46,94 55
90 58,52 54,92 45,92 55
100 57,60 54,00 45,00 55
110 56,77 53,17 44,17 55
120 56,02 52,42 43,42 55
130 55,32 51,72 42,72 55
140 54,68 51,08 42,08 55
150 54,08 50,48 41,48 55
Sumber : Hasil Analisa, 2020

120,00
Pengurugan
100,00 Pemadatan
Pengecoran
Baku mutu
80,00
Kebisingan (dB)

60,00

40,00

20,00

0,00

11030507090110 130 150 170 190 210 230 250 270


Jarak (m)
Gambar 6. 9. Grafik Kebisingan Kegiatan Pembangunan Jalan Akses

Dari table dan grafik diatas menunjukan bahwa pada tahapan pengurugan jalan
kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 130 m, pada tahapan pemadatan jalan
kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 90 m dan pada tahapan pengecoran
kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 30 m dari sumber bising.
TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN
Besaran kebisingan Tingkat kebisingan berjarak 10 Rona awal
rona awal adalah 56,4 m Tahap pengurugan 77,60 dB. kebisingan diukur
dB, berdasarkan hasil Tahap pemadatan 74,00 dB di SDN pabedilan
pengukuran actual di Tahap pengecoran Kidul berjarak 10
lapangan Seluruh tahapan pelaksanaan m dari jalan akses /
konstruksi jalan akses masih di rencana jalur
atas mobilisasi
baku mutu.

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Lokasi pembangunan akses jalan P
terkena dampak berdekatan dengan SDN 2 Pabedilan
kidul sehingga murid disekolah tersebut
diperkirakan terkena dampak yang
berjumlah 240 orang dan masyarakat
Desa Pabedilan Kidul yang disekitar
akses
jalan yaitu 100 KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak besar dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama pembangunan akses
berlangsung jalan yaitu ± 1 tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 10 di lokasi P
dampak pembangunan akses jalan
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena P
terkena dampak dampak
adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk menanggulangi TP
sesuai dengan dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative penting (-P)

c. Peningkatan angka kesakitan Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan pembangunan jalan akses pada tahap konstruksi diprakirakan berdampak
terhadap peningkatan angka kesakitan (mordibitas) seperti ISPA, infeksi saluran
pernafasan kronik, karena adanya penurunan kualitas udara terutama peningkatan debu.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan data Puskesmas Pabedilan pada tahun 2017 – 2019 menunjukkan 4 kasus
terbanyak merupakan penyakit common cold, Ispa dan myalgia. Rincian mengenai jenis
10 penyakit terbanyak di Puskesmas Pabedilan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. 41. Pola Penyakit Sekitar Lokasi Kegiatan

Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek menunjukkan bahwa penduduk yang
berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik, dan
Pneumokoniosis adalah sebagai berikut

Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)

POPi = populasi masyarakat yang berisiko


dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu di tapak
proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)

Tabel 7. 42. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

konsentrasi jumlah pendud risiko peningkatan persentas


TSP tanpa kasus uk kesehatan/ta risiko tanpa e risiko
proyek eksisting berisik hun proyek
o
99,92 5444,52 1124,52 11,88
%
97,56 4320 9462 5315,92 995,92 10,53
%
95,52 5204,77 884,77 9,35%
101,5 5530,61 1210,61 12,79
%
Sumber : Hasil analisis, 2020

Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 9,35% - 12,79% (<20%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek menunjukkan bahwa penduduk
yang berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik, dan Pneumokoniosis adalah sebagai berikut

Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu di tapak
proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)
Tabel 7. 43. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

konsentrasi Jumlah risiko peningkatan persentas


TSP dengan kasus tanpa kesehatan/ta risiko tanpa e risiko
proyek proyek hun proyek
270 5444,52 8234,964 3914,964 41,38
%
209 5315,92 7052,893 2732,893 28,88
%
167 5204,77 5740,975 1420,975 15,02
%
136 5530,61 4834,065 514,065 5,43%
Sumber : Hasil analisis, 2020
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 5,43% - 41,38% (<50%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek
ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).
Besaran dampak angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik pada
kegiatan pembangunan jalan akses pada tahap konstruksi adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (5) = -2

Sifat Penting Dampak

Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan pembangunan


jalan akses pada tahap konstruksi merupakan negatif penting (P).

d. Timbulnya Keresahan Masyarakat Besaran Dampak


Kegiatan pembangunan jalan akses mempengaruhi keresahan masyarakat terutama bagi
penduduk yang tinggal di sekitar lokasi rencana pembangunan jalan akses pada tahap
konstruksi.

1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang
memandang bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif
sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Tanpa adanya kegiatan di waktu yang akan datang, masyarakat tidak terganggu
kenyamanannya, dan sudah terbiasa dengan kondisi netral tanpa adanya kegiatan PT.
TGI. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Dengan adanya konstruksi pembangunan jalan akses, masyarakat mengkhawatirkan
dampak negatif yang muncul pada tahap ini berupa pencemaran udara sebanyak 27%,
pencemaran air 33%, kebisingan 25% dan tidak ada 16%. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada tahap pembangunan jalan akses adalah
sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1

Sifat Penting Dampak


Sifat
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting
Penting
Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang akan merasakan P
dampak keresahan pada tahap konstruksi adalah
sebanyak 473 KK yang berada di RW 1
dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta RW 2
dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa
Pabedilan Kidul.
3 Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung P
. berlangsung dan selama tahap konstruksi yaitu 3 tahun
intensitas dan cukup intens.
dampak
4 Banyaknya komponen Tidak terdapat dampak TP
. lingkungan lain yang turunan dari keresahan
terkena dampak masyarakat
5 Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
. dampak
6 Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
. berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan pembangunan


jalan akses pada tahap konstruksi merupakan negatif penting (-P).

6.1.3 Konstruksi Bangunan Pabrik dan Utilitas


a. Penurunan Kualitas Udara Ambient
Sifat cemaran udara yang terjadi adalah point source. point source berasal dari emisi
yang ditimbulkan alat berat konstruksi. Perubahan kualitas udara saat kegiatan konstruksi
berlangsung adalah berupa peningkatan konsentrasi SO2, NO2 dan TSP sebagai akibat
adanya sistem pembakaran mesin diesel alat berat. Berdasarkan hasil analisa kualitas
udara dan debu di lokasi kegiatan sebagai kondisi eksisting parameter SO2, NO2 dan
TSP masih di bawah baku mutu lingkungan ambien yang mengacu pada Peraturan
Pemerintah No. 41 tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Prediksi jumlah polutan (partikulat NO2 dan SO2serta partikulat) yang diemisikan dari
kendaraan pengangkut material dihitung menggunakan persamaan Gaussian dengan
model sumber titik (point source) seperti persamaan berikut :
  y2    
C(x, y, z; H) Q Exp  E xp  z  H2  Exp  z  H2  
 2   
2 π us y z   2 z2  
  2 y   2 z2  
        
 

Dimana:
C= Konsentrasi parameter udara (mg/m3) Q = Laju emisi
(mgr/dtk)
us = Kecepatan angin
σy = Koefisien dispersi sumbu y
σz = Koefisien dispersi sumbu z
y= Jarak pada arah sumbu y dari centerline
z= Jarak vertikal pada arah sumbu z dari centerline
H= Tinggi kepulan (plume)
x= Jarak receptor terhadap sumber emisi
Sumber : - Kiely, G. 1998. Environmental Engineering. McGraw-Hill International
Editions. Singapore.
-De Nevers, N. 1995. Air Pollution Control Engineering. McGraw-Hill Book Co.
International Edition.

Dari rumus Gaussian tersebut terdapat faktor-faktor yang harus ditentukan, yaitu laju
emisi (Q) dan parameter dispersi (σy dan σz). Kedua variabel tersebut ditentukan dengan
rumusan berikut.

a. Perhitungan Laju Emisi


Perhitungan laju emisi ditentukan dengan menggunakan pendekatan perhitungan faktor
emisi dan ritasi kendaraan, di mana rumus yang digunakan adalah :
Q = FE.K
di mana :
Q = laju emisi (g/s)
FE = faktor emisi (gram/liter)
K = konsumsi bahan bakar (liter/hari)
Tabel 7. 44. Faktor Emisi Menurut Standar WHO

Faktor Berat Faktor


Jenis Bahan Unsur
Emisi Jenis Emisi
Bakar Pencema
(Kg/ton) (Kg/Lit (gr/ltr)
r
er)
TSP 2,4 0,8373 2,010
Solar SO2 7,6 0,8373 6,364
NO2 11 0,8373 7,210
Sumber : WHO, 1982

Nilai konsumsi bahan bakar rata-rata alat berat di area kegiatan dihitung dengan asumsi
setiap alat berat menghabiskan 50 liter solar dalam 1 hari. Konsumsi bahan bakar dari
pemakaian alat berat konstruksi pabrik dan utillitas diperkirakan sebesar 450 ltr/hari.
Nilai faktor emisi ditentukan berdasarkan standar WHO, seperti tersaji pada Tabel 3.1
berikut :
Tabel 7. 45. Perhitungan Laju Emisi

Konsumsi Faktor
Parameter Laju Emisi
BBM Emisi
Udara (ltr/hari) (mgr/dtk)*
(gr/ltr)
TSP 450,0 2,010 26,09
SO2 450,0 6,364 33,15
NO2 450,0 7,210 21,93
Sumber : Hasil Analisa, 2020
b. Kecepatan angin (us)
Pada perhitungan kali ini, nilai kecepatan angin yang digunakan adalah nilai rata-rata
kecepatan angindari wind rose yaitu 4,5 m/s.

c. Perhitungan nilai koefisien dispersi (σy dan σz)


Nilai koefisien disperse dihitung dengan persamaan pasquil-gifoord. Koefisien dispersi
ditentukan berdasarkan kondisi atmosfir dilokasi studi. Dari hasil pengamatan di
lapangan menunjukan kondisi stabilitas atmosfir dilokasi studi menunjukan tingkat
netral. Rumus untuk menghitung nilai koefisien dispersi dengan persamaan pasquil –
Gifford disajikan pada table dibawah.

Tabel 7. 46. Persamaan Koefisien Dispersi Pasquil-Giford


Stability y z
A Sangat Tdk Stabil 0.32X (1.0+0.0004 X)- 0.24X (1.0+0.001
1/2 X)1/2
B Tidak Stabil 0.32X (1.0+0.0004 X)- 0.24X (1.0+0.001
1/2 X)1/2
C Hampir Tdk Stabil 0.22X (1.0+0.0004 X)- 0.20 X
1/2
D Neutral 0.16X (1.0+0.0004 X)- 0.14X (1.0+0.003 X)-
1/2 1/2
E Hampir Stabil 0.11X (1.0+0.0004 X)- 0.08X (1.0+0.015 X)-
1/2 1/2
F Stabil 0.11X (1.0+0.0004 X)- 0.08X (1.0+0.015 X)-
1/2 1/2

d. Penentuan nilai tinggi kepulan (H)


Tinggi kepulan untuk sumber area pada perhitungan kali ini diasumsikan kepulan rata-
rata dari tinggi stack alat berat. Dimana tinggi stack rata-rata alat berat sekitar 2 m dan
tinggi kepulan rata-rata sekitar 2,5 m dari permukaan tanah.

e. Perhitungan dispersi pollutant area source (C)


Perhitungan parameter dispersi pollutant dari lokasi area kegiatan konstruksi disajikan
pada table berikut.

Tabel 7. 47. Perhitungan Dispersi Pollutant dari Area konstruksi us = 4,30 m/s
y= 1,00 m
z= 1,70 m
H= 2,40 m
Q (mgr/m3) = 26,09 33,15 21,93
X (m) y z TSP SO2 NO2
2 0,32 0,28 3,52 4,47 2,96
4 0,64 0,56 362,51 460,48 304,62 Hasil simulasi dispersi gas
6 0,96 0,83 493,47 626,83 414,67 polutan (SO2, NO2 dan TSP)
8 1,28 1,11 412,3 523 346,5
4 ,78 0 dari area kegiatan konstruksi
10 1,60 1,38 321,3 408 270,0 pabrik dan utillitas dengan
6 ,21 4
Grafik Dispersi TSP Area Konstruksi Pabrik dan Utillitas
12 1,92 1,65 255,9 325 215,0 menggunakan model dispersi
600,00 6 ,14 9
Gauss disajikan dalam gambar
14 2,23
500,00 1,92 211,5 268 177,7
6 ,74 8 berikut.
16 2,55
400,00
2,19 179,9 228 151,2
300,00
7 ,61 3
18 2,87 2,45 155,9 198 131,0
200,00 5 ,10 5
20 3,19
100,00 2,72 136,7 173 114,8
3 ,68 9
22 3,50
0,00 2,98 120,8 153 101,5
4 ,50 4
24 3,82 107,4 136 90,30
2468 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
3,25
5 ,50
Parameter TSP BM TSP
26 4,14 3,51 96,05 122 80,71
,01
28 4,46 3,77 86,26 109 72,49
,57
30 4,77 4,02 77,80 98, 65,38
83
32 5,09 4,28 70,47 89, 59,22
51
34 5,40 4,53 64,07 81, 53,84
39
36 5,72 4,79 58,47 74, 49,13
ug/m3

27
38 6,03 5,04 53,55 68, 45,00
02
40 6,35 5,29 49,20 62, 41,34
49
Gambar 7. 10. Grafik Sebaran Dispersi Polutan Kegiatan Konstruksi Pabrik dan Utillitas

Dari hasil analisis dispersi pollutant dari kegiatan konstruksi pabrik & utillitas
menunjukan bahwa kontribusi polutant TSP pada area konstruksi bangunan pabrik dan
utillitas. Hal ini karena alat berat dan volume pekerjaan yang dilakukan di area
konstruksi bangunan pabrik dan utillitas lebih besar. Pada area konstruksi bangunan

pabrik konsentrasi pollutant TSP yang dihasilkan mencapai 736 ug/m3 dan mencapai
baku mutu pada jarak 18 m dari sumber emisi.

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :
No Kriteria Deskripsi Kesimpulan
1 Jumlah manusia yang Masyarakat Desa Pabedilan Kidul P
terkena dampak yang
berada disekitar lokasi kegiatan yaitu
100 KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak kecil dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama konstruksi yaitu ±
berlangsung 3
tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 18 di TP
dampak sepanjang Jalan Ciledug raya disekitar
lokasi kegiatan
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain yang Komponen lain yang terkena P
terkena dampak dampak
adalah angka kesakitan dan keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk TP
sesuai dengan menanggulangi dampak ini
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative penting (-P)

b. Peningkatan Intensitas Kebisingan


Kegiatan pembangunan Pabrik dan fasilitasnya diperkirakan akan menimbulkan dampak
kebisingan dari aktifitas kendaraan/alat berat seperti berikut ini.

Tabel 7. 48. Kebisingan Alat Berat Konstruksi Pabrik dan Utillitas

No. Peralatan Nilai Kebisingan (dB(A))


1 Dump truck 105,0
2 Piling barge 110,0 Berdasarkan hasil perhitungan
3 Crane barge 110,0
4 Pile driver 115,0 akumulasi kebisingan, apabila
5 Molen 90,0 seluruh kendaraan alat berat
6 Forklift 105,0
beroperasi di waktu yang bersamaan,
maka diperoleh tingkat kebisingan sebesar 118,2 dB(A). Tingkat kebisingan akan menurun
akibat dengan bertambahnya jarak dari sumber suara yang dihitung dengan
menggunakan persamaan point source sebagai berikut:
Lp = Lw-20log 10(r)-8 dB
Dimana:
Lp = Tingkat kebisingan line source (sound pressure level)
Lw = Tingkatsumber kebisingan (sound power level) r = Jarak dari sumber bising (dalam
meter)

Dengan menggunakan persamaan point source di atas, menunjukkan bahwa pada jarak
520 meter tingkat kebisingan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan (Gambar 6-11).
Sedangkan jarak pemukiman terdekat dengan lokasi proyek adalah berkisar ±700 meter
ke arah selatan tapak proyek. Sehingga besaran dampak kebisingan relatif aman dan
masih memenuhi baku mutu kebisingan untuk kawasan pemukiman (55 dB(A)).

Tabel 7. 49. Intensitas Kebisingan dari Konstruksi Bangunan Pabrik dan Utillitas

JARAK Intensitas Kebisingan Baku mutu


(m) (dB) (dB)
1 112,50 55
5 90,52 55
10 84,50 55
20 78,48 55
30 74,96 55
40 72,46 55
50 70,52 55
60 68,94 55
70 67,60 55
80 66,44 55
90 65,42 55
100 64,50 55
120 62,92 55
140 61,58 55
160 60,42 55
180 59,39 55
200 58,48 55
220 57,65 55
240 56,90 55
260 56,20 55
280 55,56 55
300 54,96 55
320 54,40 55
340 53,87 55
360 53,37 55
380 52,90 55
400 52,46 55
Sumber : Hasil Analisa, 2020

120,00

100,00

80,00
Kebisingan (dB)

60,00

40,00

20,00

0,00
Kebisingan
Baku mutu
51
10

Jarak (m)

Gambar 7. 11. Grafik Kebisingan Konstruksi Pabrik dan Utillitas

TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN


Besaran kebisingan Tingkat kebisingan di lokasi Rona awal
rona
awal adalah 52,5 dB di proyek sebesar 90-112 dB. kebisingan diukur
di
titik lokasi pabrik dan Masih di atas baku mutu. tengah lokasi
Pada
54,3 dB di titik jarak 300 m dari lokasi kegiatan yang
proyek,
pemukiman warga, kebisingan sudah di bawah merupakan area
berdasarkan hasil baku mutu. pabrik dan
pengukuran actual di pemukiman RT
lapangan 03/02, yang
berjarak 300 m
dari
lokasi proyek

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Masyarakat pada radius 300 dari lokasi P
terkena dampak proyek yaitu masyarakat Desa Pabedilan
Kidul yang berada disekitar lokasi
kegiatan yaitu 200 KK
2 Intensitas dan Intensitas dampak kecil dan dampak P
Lamanya dampak berlangsung selama konstruksi yaitu ±
berlangsung 3
tahun
3 Luas persebaran Dampak tersebar di radius 300 m di P
dampak sekitar lokasi kegiatan
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain Komponen lain yang terkena dampak P
yang terkena adalah angka kesakitan dan
dampak keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk TP
sesuai dengan menanggulangi dampak ini
perkembangan
ilmu pengetahuan
dan
teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak peningkatan intensitas
kebisingan dikategorikan sebagai dampak negative penting (-P)

c. Peningkatan Getaran Lingkungan Prakiraan Besaran Dampak


Prakiraan besaran dampak dilakukan dengan menggunakan pendekatan kondisi sebelum
dan sesudah adanya proyek. Hasil prakiraan keduanya kemudian dijadikan sebagai dasar
penentuan perubahan kondisi lingkungan pada dua kondisi tersebut. Rincian proses
penentuan keduanya dilakukan dengan mekanisme berikut :
1) Rona Lingkungan Hidup Awal (RLA)
Tingkat getaran lingkungan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran di empat lokasi
sekitar proyek. Hasil pengukuran kemudian dikonversi menjadi kondisi lingkungan
dalam skala 1-5 sebagaimana berikut :
Tabel 7. 50. Kondisi Getaran Lingkungan saat ini

Tingkat Nilai
Kondisi
No Lokasi Getaran Siimpangan Keterangan
(mm/s) (µm) Lingkungan
1 Masjid R. Tholibin 0,56 0,2229 4 Baik
2 SDN 2 Pabedilan 0,22 0,0876 4 Baik
3 Lokasi Proyek 0,19 0,0756 4 Baik
4 Permukiman Warga RT 03/02 0,32 0,1274 4 Baik
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Nilai getaran yang terukur adalah gerakan yang berasal lalu lintas di sekitar jalan raya
dan permukiman setempat. Hal ini terlihat di mana area terdekat dengan jalan memiliki
tingkat getaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya.

2) Rona Lingkungan Hidup yang akan datang tanpa Proyek


Kondisi getaran di masa yang akan datang diperkirakan dengan pendekatan timbulan
sumber getaran yang berpotensi untuk ada di luar dari rencana proyek. Estimasi tingkat
getaran di area studi tanpa proyek sebagaimana berikut :

Tabel 7. 51. Kondisi Getaran Lingkungan saat yang akan datang tanpa proyek

No Lokasi Tingkat GetaranNilai Siimpangan Kondisi Keteranga


(mm/s) (um) Lingkunga n
n
A Tanpa adanya kegiatan fisik
1 Masjid R. Tholibin 0,56 0,22 4 Baik
2 SDN 2 Pabedilan 0,22 0,09 4 Baik
3 Lokasi Proyek 0,19 0,08 4 Baik
4 Permukiman Warga 0,32 0,13 4 Baik
RT 03/02
B Adanya beban Angkutan 30 ton melintas
1 Masjid R. Tholibin 0,81 0,32 4 Baik
2 SDN 2 Pabedilan 0,26 0,10 4 Baik
3 Lokasi Proyek 0,20 0,08 4 Baik
4 Permukiman Warga 0,36 0,14 4 Baik
RT 03/02

Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

3) Kondisi Lingkungan Hidup yang akan datang dengan adanya proyek


Kondisi Lingkungan Hidup komponen getaran pada saat pelaksanaan proyek
diprakirakan dengan pendekatan estimasi timbulan getaran akibat adanya berbagai
aktivitas fisik di lokasi proyek, terutama mesin pancang. Identifikasi berbagai sumber
getaran dan dampaknya adalah sebagai berikut :

Tabel 7. 52. Kondisi Getaran Lingkungan saat yang akan datang tanpa proyek
Dampak di Lokasi Terdampak
Tingkat Nilai (mm/s)
No Jenis Alat Kondisi
Getaran Siimpa SDN 2 Permuki Lingkung
PabedilaPermukim
(mm/s) ngan man
(µm) n (350 m) an (250 Utara
an
m) (800 m)
1Pile Driver 40,132 15,98 0,051322 0,213557 0,037307 4
(impact)
2 Pile Driver 18,6436 7,42 0,023842 0,099209 0,017331 4
(Sonic)
3 Clam 5,1308 2,04 0,006561 0,027303 0,004770 4
Shovel
Drop
4 Hydromill 0,4318 0,17 0,000552 0,002298 0,000401 4
5 Large 2,2606 0,90 0,002891 0,012029 0,002101 4
Buldozer
6 Caison 2,2606 0,90 0,002891 0,012029 0,002101 4
Drilling
7 Loaded 1,9304 0,77 0,002469 0,010272 0,001795 4
Truck
8 Jackhamm 0,889 0,35 0,001137 0,004731 0,000826 4
er
9 Small 0,0762 0,03 0,000097 0,000405 0,000071 4
Buldozer
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020
Prakiraan Sifat Penting Dampak
Berdasarkan hasil prakiraan besaran dampak, dapat dilakukan evaluasi sifat penting
dampak sebagaimana berikut :
Sifat Dampak
No Kriteria Dampak Penjelasan
P TP
Penting
1 Jumlah manusia yang TP Dampak getaran menurun seiring
terkena dampak dengan peningkatan jarak. Pada
lokas permukiman, besaran
dampak sangat kecil (mendekati
nol). Manusia terkena dampak
hanya pekerja konstruksi > 150
orang
2 Intensitas dan Lamanya TP Intensitas dampak berlangsung
dampak berlangsung tidak kontinu, dan tertinggi hanya
selama pemancangan
berlangsung
3 Luas persebaran dampak TP Sebaran dampak terbesar terjadi
pada radius 100 m.
4 Berbalik tidaknya dampak TP Dampak dapat berbalik seiring
dengan berakhirnya proyek
5 Sifat kumulaif dampak TP Dampak tidak bersifat kumulatif
6 Komponen lain yang TP Besaran dampak yang kecil tidak
terkena dampak akan menimbulkan perubahan
terhadap komponen lingkungan
lain
7 Kriteria lain yang sesuai TP Dampak getaran dapat dikelola
dengan perkembangan dengan pemilihan alat konstruksi
ilmu pengetahuan dan yang dipakai
teknologi
Jumlah 0 6
Sifat Penting Dampak : Tidak Penting (TP)
Prakiraan Besaran dan Sifat Penting dampak : Negatif Kecil Tidak Penting

d. Peningkatan Air Larian (run off)


1) Kondisi RLA
Terdapat satu saluran pembuang yang mengalir melalui lokasi kegiatan yaitu saluran
pembuang dengan panjang saluran yaitu ±2,7 km (bagian selatan lokasi kegiatan). Nilai
koefisien aliran permukaan yang digunakan didapat dari hasil luasan dikalikan dengan
koefisien aliran permukaan tersebut. Debit limpasan dievaluasi berdasarkan saluran yang
melalui lokasi tersebut. Jika melihat peta lokasi kegiatan, dapat dilihat bahwa disekitar
lokasi kegiatan merupakan ladang dan pemukiman penduduk. Perhitungan debit banjir
ini menggunakan kondisi tutupan lahan eksisting. Berdasarkan hasil perhitungan dapat

dilihat bahwa debit banjir saluran kala ulang 5 tahunan yaitu 0,380 m 3/detik.. Sementara
hasil pemantauan debit sesaat dil saluran dekat lokasi kegiatan saat musim kemarau

yaitu berkisar antara 0,3 sampai 0,6 m3/detik. Maka berdasarkan uraian tersebut kondisi
rona awal air larian dikategorikan baik (skala 4)

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa dan dengan adanya proyek
a) Debit Limpasan Air Permukaan di Lokasi Kegiatan
Hasil perhitungan pada proses pematangan lahan didapatkan curah hujan rencana untuk
setiap periode ulang telah dilakukan. Curah hujan rencana tersebut menjadi dasar
perhitungan perkiraan besaran debit pada proses konstruksi bangunan pabrik dan utilitas.
Debit limpasan dievaluasi berdasarkan saluran yang melalui lokasi tersebut. Berikut
adalah hasil perhitungan debit limpasan sesuai dengan saluran yang melaluinya sebelum
dan sesudah adanya pembangunan. Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir dilokasi
kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan menggunakan
persamaan rasional.
Tabel 7. 53. Debit banjir saluran tahap operasi dilokasi kegiatan

Periode Ulang Curah Debit (m3/detik)


(tahun) Hujan Tanpa Dengan
project project Selisih
Rencana
(mm)
5 143,5532 0,380 1,738 1,357
10 160,7092 0,426 1,945 1,520
20 176,525 0,468 2,137 1,669
25 181,438 0,481 2,196 1,716
50 196,3302 0,520 2,377 1,856
100 210,8399 0,559 2,552 1,994
Sumber : Hasil perhitungan, 2020

Tabel diatas menunjukkan bahwa adanya perubahan debit yang signifikan, hal ini
disebabkan oleh alih fungsi lahan dari kebun menjadi pabrik. Untuk kebun nilai koefisien
aliran permukaan adalah 0,15 sementara setelah adanya pabrik koefisien aliran
permukaan menjadi 0,607, hal ini menunjukkan bahwa daya infiltrasi akan berkurang
sehingga terdapat air yang akan menjadi direct run off.

Hal yang mempengaruhi besarnya debit limpasan adalah luas daerah tangkapan
(catchment area), intensitas hujan dan koefisien aliran permukaan. Nilai koefisien aliran
permukaan berkisar antara 0 sampai 1, semakin nilai mendekati 1 maka keadaan tanah
mendekati jenuh begitupun sebaliknya. Nilai koefisien aliran permukaan dipengaruhi
oleh penggunaan lahan. Oleh karena itu, ketika lahan mengalami perubahan maka akan
terjadi perubahan nilai koefisien aliran permukaan juga.

Gambar 7. 12. Grafik perbandingan debit dilokasi kegiatan tanpa dan dengan project untuk
setiap periode ulang pada tahap operasi
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa selisih nilai debit tanpa dan dengan
project pada tahap operasi cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna
lahan yang sebelumnya kebun menjadi lahan terbangun.
b) Kolam tampungan yang direncanakan
Alternatif untuk mengurangi air limpasan permukaan adalah dengan adanya pond
dilokasi kegiatan. Pond dapat direncanakan di bagian selatan lokasi kegiatan dekat
dengan saluran pembuang. Perhitungan pond berdasarkan debit masuk yang telah
dihitung dengan menggunakan HSS Nakayasu pada periode ulang 25 tahun.

Hidrograf satuan sintesis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai di


Jepang (Soemarto, 1987). Metode hidrograf satuan sintetik (HSS) adalah metoda yang
populer digunakan dalam banyak perencanaan di bidang sumber daya air khususnya
dalam analisis debit banjir DAS yang tidak terukur. Dalam membuat hidrograf banjir,
faktor – faktor yang menentukan adalah luasan tangkapan hujan (catchment area),
panjang aliran, dan kedalaman hujan yang ditunjukkan dalam besarnya curah hujan
efektif.

Tabel 7. 54. Debit banjir rencana metode HSS Nakayasu

Debit Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu


t
Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,690 1,694 1,896 2,083 2,141 2,316 2,488
1,381 0,795 0,890 0,978 1,005 1,087 1,168
2,071 0,369 0,413 0,454 0,466 0,504 0,542
2,761 0,250 0,280 0,307 0,316 0,342 0,367
3,451 0,151 0,169 0,186 0,191 0,207 0,222
4,142 0,092 0,103 0,114 0,117 0,126 0,136
4,832 0,056 0,063 0,069 0,071 0,077 0,083
5,522 0,034 0,039 0,042 0,043 0,047 0,051
6,212 0,021 0,024 0,026 0,027 0,029 0,031
6,903 0,013 0,014 0,016 0,016 0,018 0,019
7,593 0,008 0,009 0,010 0,010 0,011 0,011
8,283 0,005 0,005 0,006 0,006 0,007 0,007
8,973 0,003 0,003 0,004 0,004 0,004 0,004
9,664 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003
10,35 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,002
4
11,04 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
4
11,73 0,000 0,000 0,000 0,001 0,001 0,001
5
12,42 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5
13,11 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5
13,80 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5
14,49 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
15,18 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
15,87 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
16,56 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Hidrograf 2,5,10,20,25,50, dan 100


3 Tahun
2,5
2 Tahun
Debit (m3/detik)

2
5 Tahun
1,5 10 Tahun

1 20 tahun
25 Tahun
0,5
50 Tahun
0 100 Tahun
024681012141618
Waktu (jam)

Gambar 7. 13. Hidrograf 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun

Untuk volume pond dihitung berdasarkan debit pada saluran pembuang yang berada
dekat pond tersebut. Berikut adalah hasil perhitungan tampungan air banjir pada
catchment area saluran pembuang yang melintasi lokasi kegiatan.

Tabel 7. 55. Perhitungan tampungan air banjir pada catchment area Saluran pembuang

Volume
T (jam) Inflow Tampungan
Kumulatif
(m3/detik) (m3) (m3)
0,00 0,000
0,69 2,141 2659,76 2659,76
1,38 1,005 2497,36 5157,12
2,07 0,466 1737,62 6894,74
2,76 0,316 1569,42 8464,16
3,45 0,191 1187,91 9652,07
4,14 0,117 870,13 10522,20
4,83 0,071 619,66 11141,85
5,52 0,043 432,28 11574,13
6,21 0,027 296,85 11870,98
6,90 0,016 201,33 12072,31
7,59 0,010 135,18 12207,49
8,28 0,006 90,02 12297,51
8,97 0,004 59,53 12357,04
9,66 0,002 39,13 12396,17
10,35 0,001 25,59 12421,76
11,04 0,001 16,66 12438,42
11,73 0,001 10,81 12449,23
12,42 0,000 6,98 12456,22
13,12 0,000 4,50 12460,72
13,81 0,000 2,89 12463,61
14,50 0,000 1,85 12465,46
15,19 0,000 1,19 12466,65
15,88 0,000 0,76 12467,40
16,57 0,000 0,48 12467,88
17,26 0,000 0,31 12468,19
17,95 0,000 0,19 12468,39
18,64 0,000 0,12 12468,51
19,33 0,000 0,08 12468,59
20,02 0,000 0,05 12468,64
20,71 0,000 0,03 12468,67
21,40 0,000 0,02 12468,69
22,09 0,000 0,01 12468,70
22,78 0,000 0,01 12468,71
23,47 0,000 0,00 12468,71

Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6.55 bahwa tampungan yang

dibutuhkan untuk meminimalisir adanya limpasan yaitu 12.468,71 m3. Artinya akan

disediakan tampungan dengan luas 4270 m2 dengan kedalaman 3 m sehingga dapat

menampung hingga 12.810 m3.

Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya
proyek dikategorikan dalam kelas kelas yang baik (skala 4), sementara dengan adanya
proyek dikategorikan dalam kelas yang sedang (skala 3). Besaran dampak peningkatan
air larian pada kegiatan konstruksi bangunan dan utilitas pabrik di tahap konstruksi
adalah sebagai berikut:

 Kualitas lingkungan awal = skala 4


 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun besaran dampak kecil (-1) tetapi dengan adanya kegiatan konstruksi bangunan
dan utilitas pabrik tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya air
larian dari lokasi kegiatan.

Sifat Penting Dampak

Kriteria Deskripsi Kesimpul


an
Jumlah manusia Masyarakat Desa Pabedilan Kulon dan P
Pabedilan
yang terkena
Kidul yang berada di sekitar area
dampak
pembuangan air larian dari lokasi kegiatan
sebanyak ±100 orang
Intensitas dan Dampak berlangsung selama konstruksi P
Lamanya
dampak berlangsung
Luas persebaran Dampak tersebar di Desa Pabedilan Kulon P
dampak dan Pabedilan Kidul di sekitar lokasi
kegiatan terutama di saluran dekat lokasi
kegiatan sampai 300 m ke arah
barat.
Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
Komponen lain yang Komponen lain yang terkena P
dampak adalah
terkena dampak
keresahan masyarakat
Kesimpulan -P

Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap air larian
dikategorikan menjadi dampak negatif penting (-P).

e. Timbulnya Keresahan Masyarakat Besaran Dampak


Kegiatan konstruksi bangunan mempengaruhi keresahan masyarakat terutama bagi
penduduk yang tinggal di sekitar lokasi rencana pembangunan pabrik dan utilitas PT.
TGI pada tahap konstruksi.
a. Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang
memandang bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif
sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
b. Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
Tanpa adanya kegiatan di waktu yang akan datang, masyarakat tidak terganggu
kenyamanannya, dan sudah terbiasa dengan kondisi netral tanpa adanya kegiatan PT.
TGI. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)
c. Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek
Dengan adanya konstruksi pembangunan pabrik, masyarakat mengkhawatirkan dampak
negatif yang muncul pada tahap ini berupa pencemaran udara sebanyak 27%,
pencemaran air 33%, kebisingan 25% dan tidak ada 16%. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada kegiatan konstruksi bangunan pabrik dan
utilitas adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1

Sifat Penting Dampak


Kriteria Dampak Sifat
No. Deskripsi
Penting Penting
Dampak
1. Jumlah manusia Jumlah manusia yang akan merasakan P
terkena dampak keresahan pada tahap konstruksi adalah
sebanyak 473 KK yang berada di RW 1
dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta RW 2
dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap konstruksi yaitu 3 tahun dan cukup
intensitas dampak intens.
4. Banyaknya Tidak terdapat dampak turunan dari TP
komponen keresahan masyarakat
lingkungan lain yang
terkena dampak
5. Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
dampak
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak keresahan masyarakat dari kegiatan konstruksi bangunan


pabrik dan utilitas pada tahap konstruksi yaitu negatif penting (-P).

7.2 Prakiraan Dampak Penting Tahap Operasi


7.2.1 Rekrutmen Tenaga Kerja Operasi
a. Adanya Kesempatan Kerja Besaran Dampak
Kegiatan rekrutmen tenaga kerja operasi PT. TGI menciptakan adanya kesempatan kerja
baru yang tentunya akan menimbulkan dampak positif terhadap serapan tenaga kerja
lokal yang berlangsung selama lima tahap rekrutmen hingga tahun 2026.
a. Kondisi RLA
Jumlah Angkatan Kerja Kabupaten Cirebon hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun
2018 adalah sebanyak 995.946 orang. Diantara angkatan kerja tersebut ada yang bekerja
sebanyak 890.762 (89,44%) dan yang berstatus sebagai pengangguran terbuka ada
sebanyak 105.184 (10,56%). Para pekerja di Kabupaten Cirebon terbanyak (32,37 %)
bekerja di sektor perdagangan dan yang paling kecil (9,82 %) bekerja di sektor pertanian.
Sementara itu dari sisi status pekerjaan banyak yang bekerja sebagai buruh/ pegawai/
karyawan sekitar 40,58% dan paling sedikit bekerja sebagai pekerja bebas di pertanian
sekitar 2,38%.
Jumlah angkatan kerja di Desa Pabedilan Kidul Tahun 2020 sebanyak 2.693 orang,
sementara untuk jumlah Angkatan kerja di Desa Pabedilan Kulon Tahun 2020 sebanyak
2.208 orang. Jumlah penduduk yang bekerja di kedua desa di wilayah studi mencapai
3.483 orang. Sehingga tingkat kesempatan kerja untuk kedua desa di wilayah studi pada
tahun 2020 yaitu 71,067%. Data tersebut menjadi data tentang kesempatan kerja tanpa
adanya kegiatan PT. TGI.

Tabel 7. 56. Presentase tingkat kesempatan kerja pada kondisi rona awal
Kriteria Pabedilan Pabedilan Total
Kidul Kulon
Jumlah penduduk yang 1870 1613 3483
bekerja
Jumlah angkatan kerja 2196 1840 4036
Tingkat kesempatan kerja 86,30%
Tingkat pengangguran 13,70%

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4).

b. Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Rencana rekrutmen tenaga kerja tidak hanya dari kedua desa di wilayah studi namun
juga hingga tingkat Kabupaten Cirebon sehingga diharapkan adanya PT. TGI ini dapat
menurunkan tingkat pengangguran hingga skala kabupaten.
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Cirebon pada laporan Kabupaten Cirebon dalam
angka, tingkat pengangguran Kabupaten Cirebon mengalami kenaikan dari tahun 2018
ke 2019 yaitu sebesar 11.522 orang. Kemudian berdasarkan time series data jumlah
pengangguran dari tahun 2007 sampai 2011 diketahui bahwa kenaikan tingkat
pengangguran rata-rata setiap tahunnya adalah 3% di Kabupaten Cirebon. Maka dapat
dilihat pada gambar berikut jika diprediksi jumlah pengangguran hingga 2027 tanpa
adanya proyek pembangunan PT.TGI.
16,00%

14,00%
Tingkat pengangguran (%)

12,00%

10,00%

8,00%

6,00%

4,00%

2,00%

0,00%
2018201920202021202220232024202520262027
Tahun

Gambar 7. 14. Prediksi tingkat pengangguran hingga tahun 2026


Dari grafik diatas diperoleh nilai persentase tingkat pengangguran yang akan datang tanpa
proyek yaitu 14,06% pada tahun 2026. Maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3).

c. Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Penerimaan tenaga kerja pada tahap operasi akan dilakukan secara berkala selama lima
tahun sejak tahun 2022 hingga tahun 2026 dengan total kebutuhan tenaga kerja sebanyak
25000 orang. Penerimaan tenaga kerja tentunya diutamakan dari desa di wilayah studi
dengan kualifikasi yang memenuhi. Rincian tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Tabel 7. 57. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

Jabatan LK PR Juml Pendidika Lok Komu Exp


ah n al ter at
Manager 12 7 19 S1/S2/S3 - 5 15
keatas
Staff 80 125 205 D3/S1/S2 130 65 10
Supervisor 20 2 22 D3/S1 4 10 8
SD
Operator 2.9 21.6 24.62 17.8 6.740 -
97 30 7 terlatih/SM 87
P/SMA/D1
Keamanan 35 20 55 SMP/SMA 40 15 -
/D1
Kebersihan 40 32 72 SD 60 12 -
terlatih/
SMP/SMA
Jumlah 3.1 21.8 25.00 18.1 6.846 33
84 16 0 21
Sumber : PT. Taekwang Global Indonesia, 2020

Tabel 7. 58. Rencana Rekruitmen Tahapan Tenaga Kerja

Tahun 2022 2023 2024 2025 2026


Jumlah Tenaga Kerja 5.000 9.000 12.000 18.000 25.000
Sumber : PT. Taekwang Global Indonesia, 2020

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa total tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak
25.000 orang dimana sekitar 72% nya berasal dari tenaga kerja lokal. Sehingga akan ada
18.121 orang di Kecamatan Pabedilan terutama di Desa Pabedilan Kulon dan Pabedilan
Kidul yang memiliki kesempatan bekerja di PT. TGI.

Pada tahap konstruksi kesempatan kerja hanya sekitar 1,5% dari jumlah pengangguran yang
ada di dua wilayah studi. Berdasarkan data monografi desa tahun 2020 jumlah
pengangguran di wilayah studi mencapai 6075 orang. Jika melihat dari kebutuhan tenaga
kerja maka pengangguran tersebut dapat diakomodir secara maksimal pada tahun 2023
selama memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.

120000
Jumlah Pengangguran (orang)

110000

100000

90000
2018201920202021202220232024202520262027
Tahun

Gambar 7. 15. Prakiraan dampak perubahan jumlah pengangguran pada tahun 2018 sampai
2026 di Kabupaten Cirebon

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 sampai 2021 jumlah
pengangguran di Kabupaten Cirebon mencapai 114.937 orang pada tahun 2021. Kemudian
pada tahun 2022 saat terjadi perekrutan karyawan untuk PT. TGI sebanyak 5000 orang,
jumlah pengangguran mulai berkurang. Penurunan jumlah pengangguran terus berkurang
sampai dengan seluruh kegiatan rekrutmen PT. TGI telah selesai dilaksanakan sampai tahun
2026 yaitu terpenuhinya jumlah karyawan sebanyak 25.000 orang.

14,00%

12,00%
gkat pengangguran (%)

10,00%

8,00%

6,00%

4,00%
0,00%
2018
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027
Tahun

Gambar 7. 16. Prediksi persentase penurunan tingkat pengangguran yang akan datang
dengan adanya proyek

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa dengan adanya proyek terjadi penurunan
persentase pengangguran hingga 9,01% pada tahun 2026. Hal ini disebabkan PT. TGI
membuka cukup banyak lowongan pekerjaan untuk masyarakat Kabupaten Cirebon
terutama di Kecamatan Pabedilan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kondisi dengan
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).

Besaran dampak peningkatan kesempatan kerja pada tahap penerimaan tenaga kerja
operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (3) = 2
Besaran dampak cukup besar (2) akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja di
PT.TGI pada tahap operasional hingga tahun 2026.

Sifat Penting Dampak


Kriteria Dampak Sifat Penting
No. Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia Manusia yang terkena dampak adalah P
terkena dampak masyarakat Kabupaten Cirebon
terutama di Kecamatan Pabedilan Disisi
lain ada pertambahan kesempatan kerja
dari kegiatan penerimaan tenaga kerja
tahap operasi
sebanyak 25.000 orang.
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di Kecamatan
Pabedilan
sampai Kabupaten Cirebon.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan kegiatan rekrutmen pada tahap operasi
intensitas dampak yaitu
5 tahun dan cukup intens.
4. Komponen lingkungan lain yang P
Banyaknya
terkena dampak adalah adanya peluang
komponen
berusaha, peningkatan pendapatan
lingkungan lain yang
masyarakat dan
terkena dampak
keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif Dampak bersifat kumulatif P
dampak
6. Berbalik atau tidak Dampak tidak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian Dampak kesempatan kerja dari kegiatan operasi merupakan positif
penting (+P).

b. Adanya Peluang Berusaha Prakiraan Besaran Dampak


Peluang berusaha merupakan dampak dari kegiatan rekrutmen tenaga kerja pada tahap
operasional yang berlangsung sejak tahun 2022 hingga tahun 2026.
a. Kondisi RLA
Berdasarkan monografi Desa Pabedilan Kulon dan Desa Pabedilan Kidul tahun 2020 jumlah
pedagang sebanyak 514 orang atau sekitar 5,38% dari total jumlah penduduk di kedua desa
wilayah studi. Kemudian juga terdapat 689 orang wiraswasta atau sekitar 7,21% dari jumlah
penduduk di dua desa wilayah studi. Maka kondisi rona lingkungan awal adanya peluang
berusaha di wilayah studi dikategorikan dalam kondisi buruk (skala 2).

b. Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Adanya peluang berusaha dilokasi wilayah studi yang akan datang tanpa proyek
diasumsikan meningkat sesuai dengan kegiatan sejenis yang sudah ada. Pada tahun 2020
untuk pedagang 5,38% dan wiraswasta 7,21% menjadi 5,38% dan 7,64% pada tahun 2026.
Berdasarkan hal tersebut maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi buruk
(skala 2).
c. Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek
Berdasarkan informasi tentang penerimaan tenaga kerja pada tahap operasi yang dimulai
sejak tahun 2022 hingga 2026 yaitu mencapai 25.000 orang dengan kapasitas jumlah
rekrutmen orang yang berbeda setiap tahunnya. Berikut adalah jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan pada tahap operasional PT. TGI hingga tahun 2026.

Tabel 7. 59. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

Jabatan LK PR Jumlah Pendidikan Lokal Komute Expa


r t
Manager 12 7 19 S1/S2/S3 - 5 15
keatas
Staff 80 125 205 D3/S1/S2 130 65 10
Supervisor 20 2 22 D3/S1 4 10 8
Operator 2.997 21.630 24.627 SD 17.887 6.740 -
terlatih/SMP/S
MA/D1
Keamanan 35 20 55 SMP/SMA/D1 40 15 -
Kebersihan 40 32 72 SD terlatih/ 60 12 -
SMP/SMA
Jumlah 3.184 21.816 25.000 18.121 6.846 33

Berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan pada tahap
operasional mencapai 25.000 orang dengan persentase untuk pekerja lokal sekitar 72% atau
18.121 orang. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan merupakan hasil analogi dari kegiatan
serupa yang sudah berjalan di Subang. Jika dilihat dari kegiatan yang sudah berjalan, dengan
adanya jumlah karyawan sebanyak ini tentunya membuka banyak peluang berusaha
disekitar PT. TGI. Peluang berusaha tersebut juga bermacam-macam yaitu pedagang kaki
lima, usaha warung makan, usaha penyewaan kamar dan/atau rumah kontrakan karena
adanya pendatang dari wilayah selain Kecamatan Pabedilan, serta peluang jemputan
angkutan karyawan untuk masyarakat.

Jika dilihat dari jumlah pengangguran di kedua desa diwilayah kegiatan yaitu sekitar 6075
orang atau sekitar 24% dari total tenaga kerja yang dibutuhkan, artinya diasumsikan sekitar
76% (sekitar 18.925 orang) sisanya membutuhkan rumah kontrakan atau kos- kosan sebagai
tempat tinggal yang lokasinya dekat dengan PT. TGI atau membutuhkan jemputan karyawan
jika memang tempat tinggalnya masih bisa terjangkau. Hal tersebut tentunya menjadi
peluang berusaha untuk masyarakat yang tinggal di wilayah studi.

Jika diasumsikan 50% dari 76% yaitu sebanyak 9.463 orang tersebut merupakan karyawan
yang pulang-pergi (tidak membutuhkan kos-kosan atau kontrakan), maka akan ada sekitar
947 mobil jemputan karyawan (asumsi 1 mobil untuk 10 orang karyawan) yang dapat
menjadi peluang berusaha baru bagi masyarakat di Kecamatan Pabedilan. Kemudian
diasumsikan juga sebanyak 40% dari 75% tersebut yaitu sebanyak 7.570 orang
membutuhkan kontrakan atau kos-kosan, maka akan ada sekitar 947 rumah (asumsi 1 rumah
untuk 8 orang karyawan) yang berpotensi untuk dijadikan peluang berusaha kontrakan atau
kos-kosan. Kemudian sisanya 10% diasumsikan membawa kendaraan bermotor pribadi yang
disimpan diparkiran yang disediakan oleh PT. TGI.

Kemudian dengan jumlah karyawan mencapai 25.000 orang juga akan membuka peluang
usaha warung makan dan pedagang kaki lima yang ada di wilayah studi. Diasumsikan untuk
satu warung makan maksimum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi karyawan hingga 50
orang maka terdapat peluang berusaha untuk 500 warung makan yang sudah ada atau
warung makan baru. Begitupun dengan pedagang kaki lima, jika diasumsikan satu pedagang
dapat memenuhi kebutuhan karyawan hingga 100 orang maka akan ada sekitar 250
pedagang kaki lima yang memiliki peluang berusaha. Namun tidak menutup kemungkinan
akan ada peluang berusaha lainnya seperti toko pakaian, jasa photo copy, percetakan,
bengkel, laundry dan lain sebagainya yang dapat menunjang kebutuhan karyawan.
Tabel 7. 60. Prakiraan besaran dampak timbulnya peluang berusaha tahap operasional

No Peluang Berusaha Jumla Satuan Keterangan


h
1 Kontrakan/kos-kosan 947 Rumah Asumsi 1 rumah 8 orang karyawan
2 Jemputan Karyawan 947 Mobil Asumsi 1 mobil 10 orang karyawan
3 Warung Makan 500 Warung makan Asumsi 1 warung makan 50 orang
karyawan
4 Pedagang kaki lima 250 Pedagang kaki Asumsi 1 pedangang 100 orang
lima karyawan
Sumber: Hasil analisis, 2020
Berdasarkan prakiraan tersebut dapat dilihat bahwa beberapa peluang berusaha yang
mungkin akan ada akibat adanya kegiatan PT. TGI ini sejumlah 2.644 peluang usaha, jika
satu peluang usaha dikelola oleh 1 orang maka akan ada 2.644 orang yang terkena dampak
positifnya atau sekitar 27% dari jumlah penduduk dilokasi studi. Berdasarkan hasil uraian
tersebut adanya peluang berusaha dengan adanya proyek dikategorikan baik (skala 4).

Besaran dampak adanya peluang berusaha pada kegiatan rekrutmen tenaga kerja tahap
operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 2
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 2
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
 Besaran dampak = (4) – (2) = 2
Besaran dampak cukup besar (2) akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja di PT.TGI
pada tahap operasional hingga tahun 2026 terhadap adanya peluang berusaha untuk
masyarakat sekitar.

Sifat Penting Dampak


Sifat
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting
Penting
Dampak
1. Jumlah manusia terkena Manusia yang terkena dampak positif P
dampak dari adanya peluang berusaha baru yang
timbul dari rekrutmen tenaga kerja
tahap
operasional minimal sebanyak 2.644
orang.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak tidak hanya di dua desa di wilayah
kegiatan tetapi juga dapat mencakup
hingga kecamatan
bahkan Kabupaten Cirebon.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah pendapatan
terkena dampak masyarakat dan
keresahan masyarakat.
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak tidak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak adanya peluang berusaha dari kegiatan operasi merupakan
positif penting (+P).
c. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Prakiraan Besaran Dampak
Peningkatan pendapatan masyarakat merupakan dampak turunan dari adanya kesempatan
kerja dan peluang berusaha pada saat tahap operasional berlangsung.
1) Kondisi RLA
Tingkat pendapatan masyarakat di Kabupaten Cirebon secara khusus adalah bervariasi
sesuai dengan jenis pekerjaannya. Namun secara garis besar, tingkat pendapatan penduduk
dapat diambil dari angka pendapatan perkapita Kabupaten Cirebon pada tahun 2019 yang
mencapai Rp. 21.568.345. Adapun nilai upah minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten
Cirebon sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat
561/Kep983-Yanbangsos/2019 tentang upah minimum kabupaten kota di daerah provinsi
Jawa Barat adalah sekitar Rp. 2.196.416, dengan menggunakan acuan pendapatan perkapita
serta UMK Kabupaten Cirebon, dapat dibuatkan gambaran angka pendapatan rata-rata
masyarakat Cirebon dalam sebulan adalah Rp. 2.196.416 untuk pekerja swasta yang
menggunakan dasar UMK, dan masyarakat umum tingkat pendapatannya sekitar Rp.
1.797.362 / bulan. Adapun rincian data yang dimaksud dapat disajikan pada tabel berikut :

Tabel 7. 61. Data Tingkat Pendapatan Masyarakat Kabupaten Cirebon

No Uraian Nilai / Jumlah


1 Jumlah Penuduk (orang) 2.192.903
2 Pendapatan Perkapita (Rp) 21.568.345
3 Upah Minumum Kabupaten (Rp) 2.196.416
4 Pendapatan Rata-Rata Bulanan 1.797.362
(Rp)
Sumber : RPJMD Kab. Cirebon tahun 2014-2019 dan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa
Barat 561/Kep983-Yanbangsos/2019 tentang upah minimum kabupaten kota di
daerah provinsi Jawa Barat

Hasil wawancara terhadap 100 orang responden di dua Desa terdampak menunjukkan angka
pendapatan rata-rata penduduk adalah sebagai berikut :
Tingkat Pendapatan (%)

54
60

40
21
17
20 8

-
<1 jt1,5-2 jt2-3 jt >3 jt

Gambar 7. 17. Tingkat Pendapatan Responden


Angka pendapatan tersebut didasarkan pada dua kondisi pola nafkah di masyarakat, yaitu
pola nafkah tunggal dan pola nafkah ganda. Pada tingkat pendapatan yang berkisar antara
kurang dari 2 juta /bulan, pola nafkah adalah tunggal, sedangkan pada pendapatan lebih dari
2 juta adalah pola nafkah ganda. Pola nafkah ganda di sini adalah suami dan istri bekerja
secara bersamaan. Bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi makro di Kabupaten Cirebon,
tingkat pendapatan masyarkat daerah Pabedilan Kidul dan Kulon adalah sama dengan
masyarakat Kabupaten Cirebon pada umumnya yang berkisar antara 1,7 sampai dengan 2
juta per bulan. Maka pendapatan masyarakat pada kondisi rona lingkungan awal
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
Berdasarkan data inflasi Kota Cirebon tahun 2018 sebesar 2% dan tahun 2019 sebesar 2%
maka pendapatan masyarakat yang akan datang tanpa proyek diasumsikan meningkat sesuai
dengan nilai inflasi tersebut dari 2% pada tahun 2020 menjadi 2,45% pada tahun 2026 yaitu
sekitar Rp. 2.250.228. Maka dengan uraian tersebut kondisi tanpa proyek dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Berdasarkan hasil perkiraan dampak peningkatan pendapatan masyarakat langsung dari
rekrutmen tenaga kerja pada tahap operasi tahun 2026 dengan standar gaji UMR (Upah
Minimum Regional) per bulan untuk Kabupaten Cirebon yaitu Rp. 2.500.000 maka hasil
pendapatannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. 62. Prakiraan besar dampak perubahan pendapatan sebagai dampak turunan dari
rekrutmen tenaga kerja pada tahap operasional
Jumlah Pendapatan Pendapatan
Tahun
Karyawa Perbulan Selama 1 Tahun
n
2022 5000 Rp. 12.500.000.000,00 Rp. 150.000.000.000,00
2023 9000 Rp. 22.500.000.000,00 Rp. 270.000.000.000,00
2024 12000 Rp. 30.000.000.000,00 Rp. 360.000.000.000,00
2025 18000 Rp. 45.000.000.000,00 Rp. 540.000.000.000,00
2026 25000 Rp. 62.500.000.000,00 Rp. 750.000.000.000,00
Sumber : Hasil analisis, 2020

Berdasarkan table tersebut dapat dilihat pendapatan perbulan hingga pertahun untuk semua
karyawan pada tahap operasional. Besaran dampak perubahan pendapatan yang sangat
signifikan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan perekonomian lokal dan daerah.
Hasil prakiraan dampak terhadap perubahan pendapatan yang bersifat tidak langsung dari
peningkatan peluang berusaha akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja tahap
operasional berupa usaha kontrakan/kos-kosan, jemputan karyawan, warung makan serta
pedagang kaki lima.

Tabel 7. 63. Prakiraan besaran dampak timbulnya peluang berusaha tahap operasional
hingga tahun 2026
Pendapatan Kotor per Pendapatan Bersih per
No Peluang Berusaha Jumlah Bulan (Rp) Bulan (Rp)
1 Kontrakan/kos- 947 Rp. 5.303.200.000,00 Rp
kosan
4.242.560.000,00
2 Jemputan 947 Rp. 4.735.000.000,00 Rp
Karyawan
3.788.000.000,00
3 Warung Makan 500 Rp. 375.000.000,00 Rp 300.000.000,00
4 Pedagang kaki lima 250 Rp. 250.000.000,00 Rp 200.000.000,00
Sumber: Hasil analisis, 2020

Berdasarkan hasil analisis pada table tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan bersih untuk
setiap peluang berusaha sangat signifikan jika proses rekrutmen tenaga kerja pada tahap
operasional sudah selesai semua pada tahun 2026. Rata-rata pendapatan bulanan dari adanya
peluang berusaha yaitu Rp. 2.470.000. Maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sangat baik (skala 5).
Besaran dampak peningkatan pendapatan masyarakat pada kegiatan penerimaan tenaga kerja
tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (4) = 1
Besaran dampak yaitu (1) akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja di PT.TGI pada
tahap operasional hingga tahun 2026 terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.

Sifat Penting Dampak


Sifat
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting
Penting
Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak positif peningkatan pendapatan
masyarakat untuk karyawan sebanyak
25.000 orang. Jumlah peningkatan
pendapatan masyarakat untuk peluang
berusaha baru yang timbul dari
rekrutmen tenaga kerja tahap
operasional
minimal sebanyak 2.644 orang.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak tidak
hanya di dua desa di wilayah kegiatan
tetapi
juga dapat mencakup hingga
kecamatan
bahkan Kabupaten Cirebon.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat.
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak tidak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan pendapatan masyarakat dari kegiatan rekrutmen


tenaga kerja dan adanya peluang berusaha pada tahap operasional merupakan positif
penting (+P).

d. Timbulnya Keresahan masyarakat Prakiraan Besaran Dampak


Berdasarkan hasil identifikasi data sekunder, dapat diketahui bahwa data rona lingkungan
awal masyarakat di wilayah studi memiliki pendidikan yang relatif masih rendah sehingga
pekerjaan yang dapat dilakukan juga pada posisi pekerjaan menengah ke bawah dalam hal
keahlian.
1) Kondisi RLA
Kesempatan kerja yang ada di dua desa wilayah studi dan di wilayah Kabupaten Cirebon
masih belum dapat memenuhi kesempatan kerja yang dibutuhkan masyarakat secara merata
untuk dapat bekerja guna meningkatkan pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Selain itu tingkat pendidikan masyarakat di wilayah studi sebagian besar
masih tergolong rendah sehingga kesempatan kerja yang dapat mereka peroleh juga hanya di
level pekerjaan tanpa keterampilan. Dari hasil survei yang telah dilakukan masyarakat,
responden yang menginginkan untuk menjadi tenaga kerja dalam tahap operasi sebanyak
50,53% dari semua total responden. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona
lingkungan awal ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Keresahan masyarakat pada waktu yang akan datang tanpa adanya proyek dapat dilihat dari
analogi kegiatan serupa di Subang. Hasil pemantauan dan pengelolaan pada kegiatan serupa
yang telah ada di Subang menunjukkan bahwa 88,4% responden menyetujui adanya proyek
PT. TGI. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja pada waktu yang akan
datang, keresahan masyarakat terhadap rencana kegiatan PT. TGI ini akan meningkat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sangat baik (skala 5).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Jika dengan adanya kegiatan ini nantinya akan ada kesempatan kerja bagi penduduk lokal
sebagai tenaga konstruksi serta adanya peluang usaha yang baru seperti membuka warung,
penginapan, toko dan lain sebagainya kemungkinan keresahan masyarakat menjadi
berkurang dimana masyarakat yang dapat menjadi tenaga kerja meningkat. Berdasar uraian
tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik
(skala 5).
Besaran dampak keresahan masyarakat pada kegiatan penerimaan tenaga kerja operasi
adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (5) = 0

Sifat Penting Dampak


Kriteria Dampak Sifat
No. Deskripsi
Penting Penting
Dampak
1. Jumlah manusia Jumlah manusia yang akan menerima P
terkena dampak manfaat langsung dari adanya kegiatan
rekrutmen pada tahap operasi adalah
sebanyak 25000 orang yang berada di
Kabupaten Cirebon
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan kegiatan rekrutmen tenaga kerja tahap
intensitas dampak operasional yaitu 5 tahun.
4. Banyaknya Tidak terdapat dampak turunan dari TP
komponen keresahan masyarakat
lingkungan lain yang
terkena dampak
5. Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
dampak
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan rekrutmen tenaga
kerja pada tahap operasional merupakan negatif penting (-P).

7.2.2 Mobilisasi bahan baku, limbah dan produk


a. Penurunan Kualitas udara ambient
Penurunan kualitas udara ambient pada tahap operasional disebabkan oleh Emisi kendaraan
bermotor angkutan karyawan saat mobilisasi tenaga kerja, emisi kendaraan angkutan barang.
Pada tahap operasional kegiatan-kegiatan yang menjadi sumber dampak yang disebutkan
diatas akan menghasilkan emisi mengingat intensitas dan volume kegiatan yang cukup
tinggi.
Besaran dampak emisi kendaraan bermotor angkutan karyawan dan emisi kendaraan
angkutan barang dihitung berdasarkan konsumsi energi kendaraan dikali dengan faktor emisi
kendaraan. Data konsumsi energi spesifik km per liter bahan bakar dari masing- masing
jenis kendaraan berdasarkan Wirawan, et el (2008).

Tabel 7. 64. Jumlah Dan Konsumsi Bahan Bakar Per Jenis Kendaraan.

Konsumsi Konsumsi
Kendara
Jenis energi energi
an
Kendaraan spesifik kendaraan kendaraan
/ hari
km/ltr total/km
Mobil pribadi 245 8,48 28,89
Truck 48 6,32 7,59
Angkot 380 9,19 41,35
Sepeda motor 4520 37,15 121,67
Sumber : Wirawan, et el (2008)

Tabel 7. 65. Faktor Emisi Kendaraan Berdasarkan WHO Offset Publication

CO HC Nox TSP CO2 SO2


No Jenis Kendaraan (g/km) (g/km) (g/km) (g/km) (g/km) (g/km)
1. Sepeda Motor 14 5,9 0,29 0,24 3180 0,008
2. Mobil penumpang
40 4 2 0,01 3180 0,026
(Bensin)
3. Mobil penumpang
(solar) 2,8 0,2 3,5 0,53 3172 0,44
4. Bis 11 1,3 11,9 1,4 3172 0,93
5. Truck 8,4 1,8 17,7 1,4 3172 0,82
6. Angkot 43,1 5,08 2,1 0,006 3180 0,029
Sumber : Suhadi (2008)

Untuk mengetahui besaran konsentrasi polutan digunakan rumus sebagai berikut.


Q = n x K x FE x V
Dimana :
Q = laju emisi (gr/dtk)
N = Ritasi kendaraan (smp)
K = Konsumsi bahan bakar rata-rata (ltr/km) FE = Faktor emisi
V = Kecepatan laju kendaraan rata-rata (Km/jam)

Tabel 7. 66. Perhitungan Laju Emisi Kegiatan Mobilisasi Operasional

Jenis CO HC Nox PM10 CO2 SO2


No
Kendaraan (g/dt) (g/dt) (g/dt) (g/dt) (g/dt) (g/dt)
1 Mobil pribadi 1.130,67 115,57 57,78 0,29 91.875,00 0,75
2 Truck 28,58 13,67 134,43 10,63 24091,14 6,23
3 Ankot 1.522,74 210,05 86,83 0,25 131.490,75 1,2
4 Sepeda motor 11.419,08 717,85 35,28 29,2 386.907,13 0,97
Jumlah 14.101,07 1.057,14 314,32 40,37 634.364,02 9,15
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Tabel 7. 67. Perhitungan Besaran Polutan Kegiatan Mobilisasi Operasional

Jarak CO HC Nox TSP CO2 SO2


Σz
(radius) (g/dt) (g/dt) (g/dt) (g/dt) (g/dt) (g/dt)
5 264 1.332,11 479,78 35,05 18,54 508.071,1 6,93
9
10 497 971,45 351,18 25,56 13,52 370.514,6 5,06
7
15 719 807,63 292,18 21,25 11,24 308.032,0 4,20
0
20 934 708,44 256,36 18,64 9,86 270.200,5 3,69
6
25 1.145 639,97 231,62 16,84 8,91 244.086,4 3,33
8
30 1.352 588,97 213,18 15,50 8,20 224.634,6 3,07
1
35 1.556 549,04 198,73 14,44 7,64 209.402,7 2,86
7
40 1.757 516,64 187,01 13,59 7,19 197.045,7 2,69
5
45 1.956 489,65 177,25 12,88 6,81 186.752,7 2,55
9
50 2.153 466,71 168,94 12,28 6,50 178.001,8 2,43
7
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Dari hasil perhitungan diatas parameter yang mengalami kenaikan signifikan adalah HC

yang melampaui baku mutu yaitu 160 ug/m3. Parameter yang lain masih dalam kondisi baik
berada di bawah baku mutu. Hal ini disebabkan karena pembakaran minyak bumi dari
bensin dan solar yang menghasilkan senyawa hidro karbon.

TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN


Kualitas udara rona Kualitas udara pada tahap Rona awal kualitas
awal di titik lokasi operasi diperkirana ada udara ambien diukur di
kegiatan menunjukan : penambahan pollutant tengah lokasi kegiatan
CO = 1,175 ug/m3 HC sebagai berikut. yang merupakan area
= 1,01 ug/m3 NO2 = CO = 971 ug/m3 HC = 351 pabrik, dengan asumsi
radius paparan sampai
23,41 ug/m3 TSP = ug/m3 NO2 = 25 ug/m3
10 m
95,52 ug/m3 TSP = 13,5 ug/m3
SO2 = 19,25 ug/m3 SO2 = 5,06 ug/m3

Analisis Gas Efek Rumah Kaca (GRK)


Efek rumah kaca adalah proses masuknya radiasi dari matahari dan terjebaknya radiasi di
dalam atmosfer akibat gas rumah kaca sehingga menaikkan suhu bumi. Bertambahnya GRK
di atmosfer akan menahan lebih banyak radiasi dari pada yang dibutuhkan bumi sehingga
akan ada kelebihan panas. Sebagai akibat kelebihan panas ini terjadilah gejala pemanasan
global (global warming) yaitu naiknya suhu permukaan bumi.

Gas yang dikategorikan sebagai GRK adalah gas-gas yang yang berpengaruh, baik secara
langsung atau tidak langsung terhadap efek rumah kaca. Gas-gas itu mencakup karbon
dioksida (CO2), metan (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan CFC (chlorofluorocarbon).
Konsentrasi gas-gas ini dalam skala global secara kumulatif sebagian dipengaruhi langsung
oleh aktivitas manusia.

Proyeksi emisi gas rumah kaca (GRK) dan kecenderungannya (trend) dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data rencana kegiatan PT. TGI. Data ini mencakup seluruh sumber
emisi, baik sumber emisi bergerak (mobile) maupun sumber emisi tidak bergerak (stationary
sources).

Analisis data untuk mendapatkan persamaan regresi dan proyeksi serta trend kuantitas emisi
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi sumber emisi
b. Kuantifikasi nilai emisi
c. Koleksi dan seleksi faktor emisi
d. Perkiraan total nilai emisi
e. Penyusunan persamaan regresi, pola kecenderungan (trend) dan proyeksi emisi.

Gambar 6. 18. Skema metode proyeksi emisi GRK


Untuk kasus PT. TGI. Kontribusi terhadap Gas Efek Rumah Kaca (GRK) dihitung besaran
emisi CO2 yang dihasilkan berdasarkan sektoral kegiatan yang ada di PT. TGI. Sektor
kegiatan yang dihitung GRK meliputi
- Sektor proses produksi
- Sektor transportasi
- Sektor domestik
- Sektor energi (pemakaian energi listrik)

1. Sektor produksi
Besaran emisi CO2 dari sektor produksi sepatu, dilakukan analisis dari carbon footprint dari
pembuatan 1 pasang sepatu. Produksi 1 pasang sepatu menghasilkan emisi carbon rata-rata
10 Kg Co2e (The European project CO2Shoe, 2016). Rencana kapasitas produksi sepatu PT.
TGI adalah 18.000.000 pasang sepatu per tahun. Sehingga dapat dihitung emisi Carbon yang
dihasilkan sector produksi PT. TGI adalah 180.000.000 Kg CO2e per tahun.
2. Sektor transportasi
Besaran emisi CO2 dari sektor transportasi, dihitung dengan pendekatan konsumsi bahan
bakar dari bangkitan kendaraan operasional PT. TGI, dengan menggunakan rumus berikut.

Tabel 7. 68. Daftar Kendaraan Operasional dan Konsumsi Bahan Bakar

Pemakaian BBM
Bankitan Jenis Rit/h ltr/Hari
kendaraan Kendaraan ari Bensin Solar
Angkutan barang
Angkutan bahan
Truck kontainer 20 0 600
baku
Angkutan produk Truck kontainer 15 0 450
Angkutan limbah Truck fuso & 2 0 60
dll box
Angkutan orang 0
Manajemen & Mobil pribadi 300 1.500 0
Staff
Karyawan Angkot 346 1.730 0
Sepeda motor 1.976 3.952 375
Jumlah : 7.182 1.485
* Asumsi untuk setiap truck berat konsumsi 30 BBM ltr/hari
* Asumsi untuk setiap mobil pribadi konsumsi BBM 5 ltr/hari
* Asumsi untuk setiap sepeda motor konsumsi BBM 2 ltr/hari

Tabel 7. 69. Faktor Emisi Berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar Kendaraan


FAKTOR EMISI
BENSIN SOLAR
KATEGO JENIS
RI CO2 CH4 CO2 CH4
KG/L KG/LT KG/LT KG/LT
T
Sedan 2,5588 0,0002984 - -
Kendaraan Minibus 2,6934 0,0003141 3,6428 0,0000919
kecil
Jeep 2,9913 0,0003489 4,1062 0,0001036
Pickup 2,1781 0,0001442 2,8976 0,0000731
Angkutan Mikrolet 2,7805 0,0003243 - -
ringan
Mikrobus - - 4,5862 0,0001157
Angkutan Bus - - 1,5937 0,0000804
berat Truk - - 1,5937 0,0000804
Sepeda Motor 2,2751 0,0035772 - -
Sumber : Lestari dan Adolf, 2008

Dari data data berikut maka dapat dihitung untuk besaran emisi yang dihasilkan dari sektor
transportasi, sebagai berikut :
Tabel 7. 70. Emisi GRK dari Sektor Transportasi

Pemakaian BBM Faktor Emisi (gr/Ltr)


ltr/Hari Emisi (gr/hari)
No Jenis Bensin Solar CO2 CH4 CO2 CH4
Kendaraan
1 Angkutan 0 600 6,5862 0,0000804 0,0000 0,0174
barang
2 Angkutan 0 450 6,5862 0,0000804 0,0000 0,0130
bahan baku
3 Angkutan 0 60 6,5862 0,0000804 0,0000 0,0017
produk
4 Angkutan 0 6,5862 0,0000804 0,0000 0,0000
limbah dll
5 Angkutan 1500 0 2,8976 0,0000731 1.564,7040 0,0000
orang
6 Manajemen 1730 0 2,6934 0,0003141 1.677,4495 0,0000
& Staff
7 Karyawan 3952 375 2,2751 0,0035772 3.236,8303 0,4829
Jumlah 7182 1485 6.478,9838 0,5150
CO2-Eq (GWP CH4 = 21) - 10,8160
Jumlah Total CO2-Eq (gr/hari) 6.489,7998
Jumlah Total CO2-Eq (Kg/hari) 6,4898
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Dari tabel diatas menunjukan bahwa kontribusi CO2 dari sektor transportasi kegiatan
operasional PT. TGI sebesar 6,49 Kg/Hari.

3. Sektor domestik
Besaran emisi CO2 dari sektor domestik, dihitung dengan pendekatan timbulan sampah
domestik meliputi sampah domestic dan sampah tinja dari kegiatan operasional PT. TGI.
dengan menggunakan rumus berikut.
Emisi = Timbulan sampah (Kg/hari) x Faktor Emisi (gr/Kg sampah)
Faktor emisi CH4 sampah domestik adalah 10 gr CH4/Kg sampah dan faktor emisi CO2
sampah domestik adalah 1,09 gr CO2/Kg sampah (berdasarkan Campus Carbon Footprint
by Adam Wilson). Perhitungan emisi GRK sektor domestik disajikan pada tabel berikut.
Tabel 7. 71. Emisi GRK sektor domestik

Faktor Emisi
Volume Emisi (g/hari)
Jenis sampah (gr/Kg)
(Kg/hari)
CO2 CH4 CO2 CH4
Sampah 283,2 1,09 10 257,24 2.360,00
domestik *
Tinja * 120 1,09 10 130,80 1.200,00
504,89 4.632,00
CO2-Eq (GWP CH4 = 21) - 97.272,00
Jumlah Total CO2-Eq (gr/hari) 75.148,04
Jumlah Total CO2-Eq (Kg/hari) 75,15
Keterangan :
* : 1m3 sampah domestik = 10 Kg
** : 1m3 tinja = 120 Kg
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Dari tabel diatas menunjukan bahwa kontribusi CO2 dari sektor transportasi kegiatan
operasional PT. TGI sebesar 75,15 Kg/Hari.

4. Sektor energi
Besaran emisi CO2 dari sektor energi, dihitung dengan pendekatan perkiraan konsumsi
energi listrik per KWH dari kegiatan operasional PT. TGI, dengan menggunakan rumus
berikut.
Emisi = Konsumsi energi listrik (Kwh/hari) x Faktor Emisi (Kg/Kwh)
Faktor emisi untuk pemakaian energi listrik adalah 0,77 Kg/Kwh ( berdasarkan The World
Bank Group GHG Emissions Inventory Management Plan). Rencana kapasitas listrik
terpasang PT. TGI adalah 23,2MVA. Perkiraan konsumsi energi listrik dari kegiatan
operasional PT. TGI diperkirakan sebesar 773 Kwh/hari, karena sebagian besar lebih
digunakan untuk konsumsi kantor dan domestik. Maka emisi CO2 dari sektor energi listrik
adalah.
Emisi CO2 = 773 x 0,77 = 595,2 Kg/hari
Rekap Emisi gas efek rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan operasional PT. TGI
disajikan pada tabel berikut
Tabel 7. 72. Emisi GRK dari Kegiatan Operasional PT. TGI
Sektor CO2 (Kg/hari)
Sektor produksi 5000
Sektor Transportasi 6,4898
Sektor domestik 75,15
Sektor energi 595,21
Jumlah 5.676,8
Total Kg/Tahun 2.043.665,22
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Dari hasil perhitungan-perhitungan diatas menyimpulkan bahwa emisi gas efek rumah kaca
yang dihasilkan dari kegiatan PT. TGI adalah sebesar 2.043.665 Kg/tahun.

Upaya pengelolaan terhadap gas efek rumah kaca ini salah satunya adalah dengan
penanaman pohon. Satu pohon dapat menyerap hingga 1.5 ton CO 2 dalam kurun waktu
pertumbuhan 50 tahun atau 30 Kg CO2 per tahun (Sumber EFN www.ecolog.com). Dengan
emisi GRK yang dihasilkan PT. TGI sebesar 2.043.665 Kg/tahun, setara dengan
menanam pohon sebanyak
68.122 pohon. Penanaman pohon dengan jenis pohon yang berbatang kayu dan berdaul
lebat. Lokasi penanaman pohon bisa di lokasi kegiatan PT. TGI maupun di lokasi sekitar PT.
TGI. Rencana penanaman pohon di dalam lokasi RTH PT. TGI memiliki kerapatan 600
pohon/ha. Sehingga jumlah pohon dalam lokasi PT. TGI adalah 6.180 pohon. Hal ini masih
9% dari kebutuhan untuk mengkompensasi emisi carbon yang ditimbulkan.

Kriteria Dampak Sifat


No. Deskripsi
Penting Penting
Dampak
1. Jumlah manusia Jumlah manusia yang terkena dampak P
terkena dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa Pabedilan
Kidul.
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasi
intensitas dampak
4. Banyaknya Tidak terdapat dampak turunan dari TP
komponen keresahan masyarakat
lingkungan lain yang
terkena dampak
5. Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
dampak
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak penurunan kualitas udara dari kegiatan mobilisasi bahan baku,
limbah dan produk pada tahap operasional yaitu negatif penting (-P).

b. Peningkatan Intensitas Kebisingan Prakiraan Besaran Dampak


Sumber kebisingan adalah berasal dari aktivitas lalu lintas karyawan dan operasional
berbagai kegiatan di dalam pabrik alas kaki dan fasilitas penunjang akan turut serta
menambah tingkat kebisingan di areal pabrik.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan eksisting disekitar lokasi studi yaitu 52,5
dB yang diukur di titik lokasi pabrik dan 54,3 dB di titik pemukiman warga, berdasarkan
hasil pengukuran aktual di lapangan. Baku mutu kebisingan adalah 55 dB, artinya kondisi
rona lingkungan awal masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan. Maka dengan
kondisi tersebut pada kondisi rona lingkungan awal dikategorikan sedang (skala 3)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
Tata guna lahan saat ini berupa ladang sehingga jika kedepannya tidak ada proyek maka
tidak akan ada perubahan tata guna lahan yang artinya kebisingan akan sama seperti kondisi
saat ini. Berdasarkan uraian tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa
proyek dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek
Kegiatan mobilisasi kendaraan setidaknya akan menyebabkan akumulasi dari beberapa
kendaraan dalam satu waktu. Dengan asumsi lalu lintas di dalam jalan pabrik alas kaki dan
fasilitas penunjang adalah mampu menampung dengan baik kendaraan yang melintas, maka
setidaknya akan ada iring-iringan dua kendaraan dalam satu waktu sehingga tingkat
kebisingan adalah akumulasi dari dua kendaraan tersebut. Jika menggunakan rumus
akumulasi kebisingan, maka akan ada timbulan kebisingan sekitar 88 dBA. Nilai tersebut
akan menurun seiring dengan peningkatan jarak terhadap sumber bising.

90
80
Tingkat Kebisingan (dBA)

70
60
50
40 Kebisingan

30 Baku Mutu
20
10
0
050 100 150 200
Jarak (m)

Gambar 7. 19. Penurunan kebisingan seiring penambahan jarak

Kebisingan dari kegiatan mobilisasi akan mencapai dibawah baku mutu pada jarak ± 30 m di
sepanjang jalan akses mobilisasi. Akses jalan mobilisasi diprakirakan akan melewati
pemukiman penduduk sehingga akan terkena dampak dari kegiatan mobilisasi. Pemukiman
sekitar lokasi berjarak 30 - 50 m sehingga kebisingan tidak akan berdampak terhadap
kegiatan sekitar tetapi masih dirasakan orang di sekitar lokasi kegiatan terutama pengguna
jalan dan kegiatan sekitar. Berdasarkan uraian tersebut untuk tingkat dengan proyek dapat
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (3) =0

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
Dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik seiring P
berbaliknya dampak dengan
pengelolaan yang dilakukan oleh
pemrakarsa

Dengan demikian dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional merupakan negatif penting (P).

c. Peningkatan kepadatan lalu lintas Analisis Bangkitan Operasi


Operasional pabrik PT. TGI diperkirakan akan menimbulkan bangkitan lalu lintas yang
cukup tinggi, mengingat rencana jumlah karyawan yang banyak 25.000 orang dan proses
produksi yang besar. Perkiraan bangkitan operasional dari kegiatan PT. TGI disajikan pada
table berikut.

Tabel 7. 73. Perkiraan Bangkitan Operasional PT. TGI

Bangkitan
Jenis Bangkitan Jenis Kendaraan
Unit/jam smp/jam
Angkutan bahan baku Truck kontainer 20 50
Angkutan produk Truck kontainer 15 37,5
Angkutan limbah dll Truck fuso & box 2 2,6
Angkutan orang
Manajemen & Staff Mobil pribadi 300 300
Karyawan Angkot** 346 346
Sepeda motor*** 1976 988
Total : 1.724
Keterangan :
* : Asumsi 42% karyawan menggunakan angkot, kapasitas angkot sekitar 10 penumpang
dan dibagi 3 sift waktu kerja
** : Asumsi 48% karyawan menggunakan motor, kapasitas motor 2 orang dan di bagi 3 soft
waktu kerja

Analisis Kinerja dan Prilaku Lalu Lintas


Untuk analisis kapasitas jalan dan kondisi arus lalu lintas eksisting telah disajikan pada
pembahasan dampak Peningkatan kepadatan lalu lintas tahap konstruksi. Dimana referensi
data hasil perhitungan yang akan digunakan sama.

Tabel 7. 74. Kinerja Ruas Jalan Akses Tahap Operasi

Tanpa Kegiatan Tahap Operasi


Ruas
No Arah VolumeKapasitas Ting
Volum
Kapasitas Tingk
Jalan Kendara V/C e V/C
Jalan kat Jalan at
an Kendara
Pelaya Pelaya
(smp/jam an
) nan nan
(smp/ja
m)
Jl
1 Ciledu Dua 387,5 1.539 0,252 B 2.111,6 1.539 1,372 F
g arah
Raya
Jl
2 Merde Dua 983,6 2.997 0,328 B 2.707,7 2.997 0,904 E
ka arah
Utara
Sumber : Hasil Analisis, 2020

Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa, pada tahap operasi PT. TGI kinerja ruas jalan
akses mengalami peningkatan yang signifikan. v/c ratio untuk ruas jl Ciledug raya bahkan
melebihi 1 dengan tingkat pelayanan F, yaitu Arus yang dipaksakan atau macet pada
kecepatan rendah sekali pun. Antrian yang panjang dan terjadi hambatan- hambatan yang
besar. Sementara untuk ruas jl Merdeka Utara v/c ratio memiliki nilai tinggi 0,9 dengan
tingkat pelayanan E yang artinya volume lalu lintas mendekati atau berada pada
kapasitasnya, arus tidak stabil dengan kondisi sering terhenti.

Tabel 7. 75. Perilaku lalu lintas Tahap Operasi

Arus Derajat Kecepatan (rata-rata) - LV Waktu


No Nama Ruas Kapasit Tingk Panja
Puncak Kejenuh Tempuh
as at ng
(smp/ja an (DS) (menit)
Pelayan Segmen
m)
an Km
Fvo FVw FFVs FFVc FV LV
s (Km/ja (km/ja
m) m)
1 Jl Ciledug 2.112 1.539 1,37 F 42 -9,5 0,98 1 32 15 1,6 6,40
Raya
2 Jl Merdeka 2.708 2.997 0,90 E 42 3 0,98 1 44 30 0,5 1,00
Utara
Sumber : Hasil analisis, 2020

Dari table diatas menunjukan bahwa kecepatan arus rata-rata (LV) di ruas jl Ciledug Raya
sangat rendah yakni 15 Km/jam, dimana waktu tempuh dari simpang ciledug / toll Ciledug
berjarak 1,6 Km ke lokasi kegiatan ditempuh dengan waktu 6,4 menit. Sementara ruas jl
Merdeka Utara memiliki kecepatan arus rata-rata (LV) 30 Km/jam. Dengan panjang segmen
500m dari gerbang tol ke simpang jl Ciledug raya ditempung dalam waktu 1 menit.

d. Peningkatan angka kesakitan Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan mobilisasi bahan baku, limbah dan produk pada tahap operasional diprakirakan
berdampak terhadap peningkatan angka kesakitan (mordibitas) seperti ISPA, infeksi
saluran pernafasan kronik, karena adanya penurunan kualitas udara terutama peningkatan
debu.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan data Puskesmas Pabedilan pada tahun 2017 – 2019 menunjukkan 4 kasus
terbanyak merupakan penyakit common cold, ISPA dan myalgia. Rincian mengenai jenis 10
penyakit terbanyak di Puskesmas Pabedilan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. 76. Pola Penyakit Sekitar Lokasi Kegiatan


Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek menunjukkan bahwa penduduk yang
berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik, dan
Pneumokoniosis adalah sebagai berikut

Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya peningkatan
debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu di
tapak proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with an
Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)

Tabel 7. 77. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

konsentrasi jumlah pendud risiko peningkatan persent


TSP tanpa kasus uk kesehatan/ta risiko tanpa ase
proyek eksisting berisik hun proyek risiko
o
99,92 5444,52 1124,52 11,88
%
97,56 4320 9462 5315,92 995,92 10,53
%
95,52 5204,77 884,77 9,35%
101,5 5530,61 1210,61 12,79
%
Sumber : Hasil analisis, 2020
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 9,35% - 12,79% (<20%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek menunjukkan bahwa penduduk yang
berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik, dan
Pneumokoniosis adalah sebagai berikut

Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu
di tapak proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with an
Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)

Tabel 7. 78. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek

konsentrasi Jumlah risiko peningkatan persent


TSP dengan kasus tanpa kesehatan/ta risiko tanpa ase
proyek proyek hun proyek risiko
185,4 5444,52 5812,915 1492,915 15,78
%
Sumber : Hasil analisis, 2020
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 15,78% (<20%) penduduk yang
terkena dampak. Hal ini disebabkan oleh adanya pengelolaan-pengelolaan yang dilakukan
pada tahap operasional sehingga mampu menurunkan nilai TSP. Berdasarkan uraian tersebut
di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).
Besaran dampak angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik pada
kegiatan mobilisasi bahan baku, limbah dan produk pada tahap operasional adalah sebagai
berikut:

 Kualitas lingkungan awal = skala 4


 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (5) = 0

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
Dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan mobilisasi bahan
baku, limbah dan produk pada tahap operasional merupakan negatif penting (P).

e. Timbulnya Keresahan Masyarakat Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan mobilisasi bahan baku, limbah dan produk pada tahap operasional akan
mempengaruhi keresahan masyarakat terutama bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi
jalan yang dilewati oleh mobilisasi tersebut.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang memandang
bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif sebesar 98% serta
masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Keresahan masyarakat pada waktu yang akan datang tanpa adanya proyek dapat dilihat dari
analogi kegiatan serupa di Subang. Hasil pemantauan dan pengelolaan pada kegiatan serupa
yang telah ada di Subang menunjukkan bahwa 88,4% responden menyetujui adanya proyek
PT. TGI. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Dengan adanya mobilisasi bahan baku, limbah dan produk pada tahap operasional diprediksi
terdapat perubahan keresahan masyarakat. Selain itu juga ada masyarakat yang sangat tidak
mendukung yaitu sekitar 5%. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap
dampak negatif yang akan terjadi pada tahap operasional berupa pencemaran udara
sebanyak 26,97%, kemacetan lalu lintas 26,97% serta kebisingan 10,67%.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada tahap mobilisasi bahan baku, limbah dan
produk pada tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1

Sifat Penting Dampak

Kriteria Dampak Sifat


No. Deskripsi
Penting Penting
Dampak
1. Jumlah manusia Jumlah manusia yang merasakan P
terkena dampak keresahan adalah sebanyak 473 KK
yang berada di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasi
intensitas dampak
4. Banyaknya Tidak terdapat dampak turunan dari TP
komponen keresahan masyarakat
lingkungan lain yang
terkena dampak
5. Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
dampak
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan mobilisasi bahan
baku, limbah dan produk pada tahap operasional yaitu negatif penting (-P)

7.2.3 Proses Produksi


a. Peningkatan Intensitas Kebisingan Prakiraan Besaran Dampak
Sumber kebisingan adalah berasal dari kegiatan produksi. Suara mesin dari pabrik alas kaki
dan fasilitas penunjang akan turut serta menambah tingkat kebisingan di areal pabrik.

1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan eksisting disekitar lokasi studi yaitu 52,5
dB yang diukur di titik lokasi pabrik dan 54,3 dB di titik pemukiman warga, berdasarkan
hasil pengukuran aktual di lapangan. Baku mutu kebisingan adalah 55 dB, artinya kondisi
rona lingkungan awal masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan. Maka dengan
kondisi tersebut pada kondisi rona lingkungan awal dikategorikan sedang (skala 3).
Tingkat Kebisingan (dBA)

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Tata guna lahan saat ini berupa ladang sehingga jika kedepannya tidak ada proyek maka
tidak akan ada perubahan tata guna lahan yang artinya kebisingan akan sama seperti kondisi
saat ini. Berdasarkan uraian tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa
proyek dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Kegiatan mobilisasi kendaraan setidaknya akan menyebabkan akumulasi dari beberapa
kendaraan dalam satu waktu. Dengan asumsi lalu lintas di dalam jalan pabrik alas kaki dan
fasilitas penunjang adalah mampu menampung dengan baik kendaraan yang melintas, maka
setidaknya akan ada iring-iringan dua kendaraan dalam satu waktu sehingga tingkat
kebisingan adalah akumulasi dari dua kendaraan tersebut. Jika menggunakan rumus
akumulasi kebisingan, maka akan ada timbulan kebisingan sekitar 88 dBA. Nilai tersebut
akan menurun seiring dengan peningkatan jarak terhadap sumber bising.
90

80

70

60

50

40 Kebisingan
Baku Mutu
30

20

10

0
0 20 40 60 80 100120140160180
Jarak (m)

Gambar 7. 20. Penurunan Kebisingan Seiring Penambahan Jarak Pada Kegiatan Proses
Produksi

Kebisingan dari kegiatan mobilisasi akan mencapai dibawah baku mutu pada jarak ± 30 m di
sepanjang jalan akses mobilisasi. Akses jalan mobilisasi diprakirakan akan melewati
pemukiman penduduk sehingga akan terkena dampak dari kegiatan mobilisasi. Pemukiman
sekitar lokasi berjarak 30 - 50 m sehingga kebisingan tidak akan berdampak terhadap
kegiatan sekitar tetapi masih dirasakan orang di sekitar lokasi kegiatan terutama pengguna
jalan dan kegiatan sekitar. Berdasarkan uraian tersebut untuk tingkat dengan proyek dapat
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (3) =0

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik seiring P
berbaliknya dampak dengan
pengelolaan yang dilakukan oleh
pemrakarsa

Dengan demikian dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional merupakan negatif penting (P).

b. Peningkatan timbulan limbah non B3 Prakiraan Besaran Dampak


1) Kondisi RLA
Limbah domestik non B3 yang terlihat di areal lahan saat ini adalah sampah kemasan
makanan yang bersumber dari kegiatan domestic petani saat bercocok tanam (sisa makanan
dan minuman kemasan), serta sampah yang bersumber dari saluran air Cipeuet yang hanyut
dan tersangkut paska banjir. Maka kondisi rona lingkungan awal masih dalam kategori baik
(skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Timbulan limbah padat non B3 untuk kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya
proyek tidak akan jauh berbeda kondisinya dengan kondisi rona lingkungan awal karena
kondisi lahan masih akan tetap berupa ladang. Sehingga kondisi lingkungan yang akan
datang tanpa adanya proyek masih dalam kategori baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Pada kegiatan proses produksi tahap operasional diasumsikan setiap 1 orang menghasilkan
sampah 2,24 liter/hari (Standar Timbulan Sampah Kabupaten Cirebon), jam kerja 8 jam/hari,
maka untuk satu orang pekerja diasumsikan menghasilkan sampah 0,75 liter/hari. Timbulan
sampah untuk 25.000 karyawan (estimasi menggunakan penambahan 10 % karyawan)

menjadi 20,625 m3/hari. Pengelolaan limbah padat non B3 dipisahkan berdasarkan kategori
organik dan non organik.

Tabel 7. 79. Timbulan Limbah Padat Domestik

No Jenis Limbah Sumber Limbah Timbulan Pengelolaan


(/bulan)
1 Sampah Kegiatan Ditampung di TPS limbah
domestik karyawan 20,625 m3/hari domestic dan dikelola bekerja
sama dengan pihak ketiga
Sampah Kantin Kegiatan kantin Dikemas dengan plastic dan
2 3 m3/hari dimanfaatkan oleh pihak
ketiga
Jumlah 23,625 m3/hari
Sumber : Estimasi timbulan limbah mengacu data analog PT. TK Industrial Indonesia, 2020

Sampah sisa makanan dan kantin biasanya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak sapi
dan ikan. Adapun sampah domestic lainnya akan diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup
bagian Pesampahan atau pihak ketiga berizin. Selain itu juga terdapat material sisa produksi
(berupa potongan material, benang dan lainnya) yang dapat didaur ulang disimpan di unit
RMCC untuk dikelola lebih lanjut oleh vendor. Maka kondisi dengan proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah padat non B3 pada kegiatan proses produksi
tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun dampaknya tidak terlalu signifikan (-1) namun tetap dapat meningkatkan
timbulan limbah padat non B3 selama proses produksi berlangsung.

Sifat Penting Dampak

Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah peningkatan
terkena dampak angka kesakitan
(mordibitas) dan keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah padat non B3 pada kegiatan
proses produksi tahap operasional merupakan negatif penting (P).

c. Peningkatan timbulan limbah B3 Prakiraan Besaran Dampak


1) Kondisi RLA
Di lokasi pertanian terlihat beberapa kemasan B3 yang berasal dari penggunaan bahan
pestisida dan pupuk. Limbah tersebut terlihat di beberapa titik semak dan tegalan. Hal ini
dimungkinkan akibat ketidaktahuan masyarakat akan jenis limbah B3 yang dihasilkan dari
aktivitas pertanian di lingkungan masyarakat. Maka kondisi rona lingkungan awal masih
dalam kategori baik (skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Timbulan limbah padat B3 untuk kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
tidak akan jauh berbeda kondisinya dengan kondisi rona lingkungan awal karena kondisi
lahan masih akan tetap berupa ladang. Sehingga kondisi lingkungan yang akan datang tanpa
adanya proyek masih dalam kategori baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Pada kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek akan disiapkan TPS
limbah B3 disiapkan sebagai area khusus penyimpanan sementara limbah B3 sebelum
dikelola oleh pihak ketiga berizin KLHK. Adapun prakiraan timbulan limbah B3 untuk
proses produksi adalah sebagai berikut.

Tabel 7. 80. Prakiraan Timbulan Limbah Padat B3

Timbulan
No Jenis Limbah Sumber Limbah Pengelolaan
(/bulan)
1 Limbah Painting Painting 19,24 kg Limbah B3 non
2 Karbon aktif Process DCS 275,10 kg medis dikemas
3 Kemasan Bekas Kemasan bahan B3 dan ditampung di
terkontaminasi B3 285,50 kg dalam area TPS
4 Oli Bekas Pemeliharaan mesin 716,67 kg limbah B3
5 Waterbase (air terkontaminasiProses assembling dan
B3) laminating 55,75 ton
6 Bahan Kimia Kadaluarsa Operasional Produksi dan
Gudang 953,83 kg
7 Dross Aluminium Proses casting cetakan 0,1 ton/hari
(mold)
8 Gram Proses repairing cetakan
(mold) 25 kg/bulan
Sumber : PT. Taekwang Global Indonesia, 2020

Pengelolaan limbah padat B3 dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
Kepka Bappedal no 1 tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah no 101 tahun 2014 serta
peraturan terkait lainnya. Penyaluran limbah padat B3 akan dilakukan bekerja sama dengan
pihak ketiga yang telah memiliki izin dari MENLH sebagai pengumpul, Pengangkut dan
pengolah atau pemusnah. Maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi
buruk (skala 2)
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah padat B3 pada kegiatan proses produksi tahap
operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
 Besaran dampak = (2) – (4) = -2
Dampaknya cukup signifikan (-2) sehingga kondisi ini dapat meningkatkan timbulan
limbah padat B3 selama proses produksi berlangsung.
Sifat Penting Dampak
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah peningkatan
terkena dampak angka kesakitan
(mordibitas) dan keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah padat B3 pada kegiatan proses
produksi tahap operasional merupakan negatif penting (P).

d. Peningkatan Volume Air Larian (run off)


1) Kondisi RLA
Terdapat satu saluran pembuang yang mengalir melalui lokasi kegiatan yaitu saluran
pembuang dengan panjang saluran yaitu ±2,7 km (bagian selatan lokasi kegiatan). Nilai
koefisien aliran permukaan yang digunakan didapat dari hasil luasan dikalikan dengan
koefisien aliran permukaan tersebut. Debit limpasan dievaluasi berdasarkan saluran yang
melalui lokasi tersebut. Jika melihat peta lokasi kegiatan, dapat dilihat bahwa disekitar
lokasi kegiatan merupakan ladang dan pemukiman penduduk. Perhitungan debit banjir ini
menggunakan kondisi tutupan lahan eksisting. Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat

bahwa debit banjir saluran kala ulang 5 tahunan yaitu 0,380 m 3/detik.. Sementara hasil
pemantauan debit sesaat dil saluran dekat lokasi kegiatan saat musim kemarau yaitu berkisar

antara 0,3 sampai 0,6 m3/detik. Maka berdasarkan uraian tersebut kondisi rona awal air
larian dikategorikan baik (skala 4)

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa dan dengan adanya proyek
a) Debit Limpasan Air Permukaan di Lokasi Kegiatan

Hasil perhitungan pada proses pematangan lahan didapatkan curah hujan rencana untuk
setiap periode ulang telah dilakukan. Curah hujan rencana tersebut menjadi dasar
perhitungan perkiraan besaran debit pada proses konstruksi bangunan pabrik dan utilitas.
Debit limpasan dievaluasi berdasarkan saluran yang melalui lokasi tersebut. Berikut adalah
hasil perhitungan debit limpasan sesuai dengan saluran yang melaluinya sebelum dan
sesudah adanya pembangunan. Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir dilokasi
kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan menggunakan
persamaan rasional.

Tabel 7. 81. Debit banjir saluran tahap operasi dilokasi kegiatan

Periode Ulang Curah Hujan Debit (m3/detik)


(tahun) Rencana (mm) Tanpa Dengan
project project Selisih
5 143,5532 0,380 1,738 1,357
10 160,7092 0,426 1,945 1,520
20 176,525 0,468 2,137 1,669
25 181,438 0,481 2,196 1,716
50 196,3302 0,520 2,377 1,856
100 210,8399 0,559 2,552 1,994
Sumber : hasil perhitungan, 2020

Table diatas menunjukkan bahwa adanya perubahan debit yang signifikan, hal ini
disebabkan oleh alih fungsi lahan dari kebun menjadi pabrik. Untuk kebun nilai koefisien
aliran permukaan adalah 0,15 sementara setelah adanya pabrik koefisien aliran permukaan
menjadi 0,607, hal ini menunjukkan bahwa daya infiltrasi akan berkurang sehingga terdapat
air yang akan menjadi direct runoff.

Hal yang mempengaruhi besarnya debit limpasan adalah luas daerah tangkapan (catchment
area), intensitas hujan dan koefisien aliran permukaan. Nilai koefisien aliran permukaan
berkisar antara 0 sampai 1, semakin nilai mendekati 1 maka keadaan tanah mendekati jenuh
begitupun sebaliknya. Nilai koefisien aliran permukaan dipengaruhi oleh penggunaan lahan.
Oleh karena itu, ketika lahan mengalami perubahan maka akan terjadi perubahan nilai
koefisien aliran permukaan juga.

Gambar 7. 21. Grafik perbandingan debit dilokasi kegiatan tanpa dan dengan project untuk setiap
periode ulang pada tahap operasi

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa selisih nilai debit tanpa dan dengan project
pada tahap operasi cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan
yang sebelumnya kebun menjadi lahan terbangun.

b) Kolam tampungan yang direncanakan


Alternatif untuk mengurangi air limpasan permukaan adalah dengan adanya pond dilokasi
kegiatan. Pond dapat direncanakan di bagian selatan lokasi kegiatan dekat dengan saluran
pembuang. Perhitungan pond berdasarkan debit masuk yang telah dihitung dengan
menggunakan HSS Nakayasu pada periode ulang 25 tahun.

Hidrograf satuan sintesis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai di Jepang


(Soemarto, 1987). Metode hidrograf satuan sintetik (HSS) adalah metoda yang populer
digunakan dalam banyak perencanaan di bidang sumber daya air khususnya dalam analisis
debit banjir DAS yang tidak terukur. Dalam membuat hidrograf banjir, faktor – faktor yang
menentukan adalah luasan tangkapan hujan (catchment area), panjang aliran, dan kedalaman
hujan yang ditunjukkan dalam besarnya curah hujan efektif.

Tabel 7. 82. Debit banjir rencana metode HSS Nakayasu

Debit Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu


t
Q5 Q10 Q20 Q25 Q50 Q100
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,690 1,694 1,896 2,083 2,141 2,316 2,488
1,381 0,795 0,890 0,978 1,005 1,087 1,168
2,071 0,369 0,413 0,454 0,466 0,504 0,542
2,761 0,250 0,280 0,307 0,316 0,342 0,367
3,451 0,151 0,169 0,186 0,191 0,207 0,222
4,142 0,092 0,103 0,114 0,117 0,126 0,136
4,832 0,056 0,063 0,069 0,071 0,077 0,083
5,522 0,034 0,039 0,042 0,043 0,047 0,051
6,212 0,021 0,024 0,026 0,027 0,029 0,031
6,903 0,013 0,014 0,016 0,016 0,018 0,019
7,593 0,008 0,009 0,010 0,010 0,011 0,011
8,283 0,005 0,005 0,006 0,006 0,007 0,007
8,973 0,003 0,003 0,004 0,004 0,004 0,004
9,664 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003
10,35 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,002
4
11,04 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
4
11,73 0,000 0,000 0,000 0,001 0,001 0,001
5
12,42 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5
13,11 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5
13,80 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5
14,49 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
15,18 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
15,87 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
16,56 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020
Hidrograf 2,5,10,20,25,50, dan 100
3 Tahun
2,5
2 Tahun
Debit (m3/detik)

2
5 Tahun
1,5 10 Tahun

1 20 tahun
25 Tahun
0,5
50 Tahun
0 100 Tahun
024681012141618
Waktu (jam)

Gambar 7. 22. Hidrograf 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun

Untuk volume pond dihitung berdasarkan debit pada saluran pembuang yang berada dekat
pond tersebut. Berikut adalah hasil perhitungan tampungan air banjir pada catchment area
saluran pembuang yang melintasi lokasi kegiatan.

Tabel 7. 83. Perhitungan tampungan air banjir pada catchment area Saluran pembuang

Volume
T (jam) Inflow Tampungan
Kumulatif
(m3/detik) (m3) (m3)
0,00 0,000
0,69 2,141 2659,76 2659,76
1,38 1,005 2497,36 5157,12
2,07 0,466 1737,62 6894,74
2,76 0,316 1569,42 8464,16
3,45 0,191 1187,91 9652,07
4,14 0,117 870,13 10522,20
4,83 0,071 619,66 11141,85
5,52 0,043 432,28 11574,13
6,21 0,027 296,85 11870,98
6,90 0,016 201,33 12072,31
7,59 0,010 135,18 12207,49
8,28 0,006 90,02 12297,51
8,97 0,004 59,53 12357,04
9,66 0,002 39,13 12396,17
10,35 0,001 25,59 12421,76
11,04 0,001 16,66 12438,42
11,73 0,001 10,81 12449,23
12,42 0,000 6,98 12456,22
13,12 0,000 4,50 12460,72
13,81 0,000 2,89 12463,61
14,50 0,000 1,85 12465,46
15,19 0,000 1,19 12466,65
15,88 0,000 0,76 12467,40
16,57 0,000 0,48 12467,88
17,26 0,000 0,31 12468,19
17,95 0,000 0,19 12468,39
18,64 0,000 0,12 12468,51
19,33 0,000 0,08 12468,59
20,02 0,000 0,05 12468,64
20,71 0,000 0,03 12468,67
21,40 0,000 0,02 12468,69
22,09 0,000 0,01 12468,70
22,78 0,000 0,01 12468,71
23,47 0,000 0,00 12468,71

Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.23 bahwa tampungan yang

dibutuhkan untuk meminimalisir adanya limpasan yaitu 12.468,71 m3. Artinya akan

disediakan tampungan dengan luas 4.270 m2 dengan kedalaman 3 m sehingga dapat

menampung hingga 12.870 m3.

Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
dikategorikan dalam kelas kelas yang baik (skala 4), sementara dengan adanya proyek
dikategorikan dalam kelas yang sedang (skala 3). Besaran dampak peningkatan air larian
pada kegiatan konstruksi bangunan dan utilitas pabrik di tahap konstruksi adalah sebagai
berikut:

 Kualitas lingkungan awal = skala 4


 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun besaran dampak kecil (-1) tetapi dengan adanya kegiatan konstruksi bangunan
dan utilitas pabrik tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya air larian
dari lokasi kegiatan.
Sifat Penting Dampak

Kriteria Deskripsi Kesimpul


an
Jumlah manusia Masyarakat Desa Pabedilan Kulon dan P
yang terkena Pabedilan Kidul yang berada di sekitar area
dampak pembuangan air
larian dari lokasi kegiatan sebanyak ±100 orang
Intensitas dan Dampak berlangsung selama konstruksi P
Lamanya
dampak berlangsung
Luas persebaran Dampak tersebar di Desa Pabedilan Kulon dan P
dampak Pabedilan Kidul di sekitar lokasi kegiatan
terutama di saluran dekat lokasi kegiatan sampai
300 m ke arah
barat.
Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
Komponen lain yang Komponen lain yang terkena P
dampak adalah
terkena dampak
keresahan masyarakat
Kesimpulan -P

Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap air larian
dikategorikan menjadi dampak negatif penting (-P).

e. Peningkatan Angka Kesakitan Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan proses produksi pada tahap operasional diprakirakan berdampak terhadap
peningkatan angka kesakitan (mordibitas) seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik,
karena adanya penurunan kualitas udara terutama peningkatan debu.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan data Puskesmas Pabedilan pada tahun 2017 – 2019 menunjukkan 4 kasus
terbanyak merupakan penyakit common cold, Ispa dan myalgia. Rincian mengenai jenis 10
penyakit terbanyak di Puskesmas Pabedilan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. 84. Pola Penyakit Sekitar Lokasi Kegiatan

Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek Kondisi lingkungan yang akan
datang tanpa proyek

Sumber: Spadaro,JV (2002), A Simplified Methodology for Calculating the Health Impacts
and Damage Costs of Airborne Pollution: The Uniform World Models, International Atomic
Energy Agency ,Paris, France.
Keterangan :
D = dampak (kasus/tahun)
ERF = fungsi ERF (kasus/tahun.orang.µg/m3)
R = factor pengali dalam fungsi jarak ρ = kerapatan penduduk

(orang/km2) Q = laju emisi (µg/dt)


k = velocity (cm/dt)
Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
ERF R ρ Q k D
NO2
Chronic Mortality 0,0002 1 661 23,41 18,9 0,16375
Infant Mortality 0,00000009 0,00007
Acute Mortality 0,00000144 0,00118
Cardiac Hospital 0,0000021
0,00172
Admission
Resporatory 0,00000351 0,00288
Hospital 7
Admission
Chronic 0,00000909 0,00745
Bronchitis 4
SO2
Chronic Mortality 0,0004 1 661 19,25 18,9 0,26930
Infant Mortality 0,00000018 0,00012
Acute Mortality 0,00000288 0,00194
Cardiac Hospital 0,0000042
0,00283
Admission
Resporatory 0,00000703 0,00473
Hospital
Admission
Chronic 0,0000181 0,01219
Bronchitis
Sumber : hasil perhitungan, 2020

Berdasarkan uraian tersebut di atas, angka kesakitan tanpa adanya kegiatan proses produksi
dimana jumlah kasus per tahunnya akibat adanya, SOx, NOx adalah 0,00173 % dari jumlah
penduduk berisiko yaitu 9.462 (<20%) maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sangat baik (skala 5).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek Kondisi


lingkungan yang akan datang dengan proyek
ERF R ρ Q k D
NO2
Chronic Mortality 0,0002 1 661 25 18,9 0,17487
Infant Mortality 0,00000009 0,00008
Acute Mortality 0,00000144 0,00126
Cardiac Hospital 0,0000021
Admission 0,00184
Resporatory 0,00000351
Hospital 7 0,00308
Admission
Chronic 0,00000909 0,00795
Bronchitis 4
SO2
Chronic Mortality 0,0004 1 661 5,06 18,9 0,07079
Infant Mortality 0,00000018 0,00003
Acute Mortality 0,00000288 0,00051
Cardiac Hospital 0,0000042
Admission 0,00074
Resporatory 0,00000703
Hospital 0,00124
Admission
Chronic 0,0000181 0,00320
Bronchitis
Sumber : Hasil perhitungan, 2020

Berdasarkan uraian tersebut di atas, angka kesakitan akibat adanya kegiatan proses produksi
dimana jumlah kasus per tahunnya akibat adanya, SOx, NOx adalah 0,00185% dari jumlah
penduduk berisiko yaitu 9.462 (<20%) maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sangat baik (skala 5)
Besaran dampak peningkatan angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik pada kegiatan proses produksi pada tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (5) = 0
Sifat Penting Dampak
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan proses produksi pada
tahap operasional merupakan negatif penting (P).

f. Timbulnya Keresahan Masyarakat Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan proses produksi pada tahap operasional akan mempengaruhi keresahan
masyarakat terutama bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi wilayah studi.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang memandang
bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif sebesar 98% serta
masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Keresahan masyarakat pada waktu yang akan datang tanpa adanya proyek dapat dilihat dari
analogi kegiatan serupa di Subang. Hasil pemantauan dan pengelolaan pada kegiatan serupa
yang telah ada di Subang menunjukkan bahwa 88,4% responden menyetujui adanya
proyek PT. TGI. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Dengan adanya proses produksi pada tahap operasional diprediksi terdapat perubahan
keresahan masyarakat. Selain itu juga ada masyarakat yang sangat tidak mendukung yaitu
sekitar 5%. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap dampak negatif yang
akan terjadi pada tahap operasional berupa pencemaran udara sebanyak 26,97%, kemacetan
lalu lintas 26,97% serta kebisingan 10,67%.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada kegiatan proses produksi pada tahap
operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1

Sifat Penting Dampak


Kriteria Dampak Sifat
No. Deskripsi
Penting Penting
Dampak
1. Jumlah manusia Jumlah manusia yang merasakan P
terkena dampak keresahan adalah sebanyak 473 KK
yang berada di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah Luas wilayah persebaran dampaknya P
persebaran dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasi
intensitas dampak
4. Banyaknya Tidak terdapat dampak turunan dari TP
komponen keresahan masyarakat
lingkungan lain yang
terkena dampak
5. Sifat kumulatif Dampak tidak bersifat kumulatif TP
dampak
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan proses produksi
pada tahap operasional merupakan negatif penting (-P).

7.2.4 Operasional Fasilitas Penunjang Pabrik


a. Penurunan Kualitas Air Permukaan Besaran Dampak
Pada saat kegiatan operasional Fasilitas Penunjang Pabrik, terdapat aktifitas pengolahan air
limbah di unit WWTP. Air limbah hasil pengolahan dibuang ke badan air sehingga
mengakibatkan peningkatan parameter pencemar kualitas air permukaan.
1) Kondisi Rona Lingkungan Awal
Rona lingkungan awal kualitas air di Saluran Cipeuet dari hasil pengukuran kualitas air
permukaan di Saluran Cipeuet di titik rencana outfall, dan 1 titik upstream serta 1 titik
downstream. Untuk analisa digunakan titikpengujian kualitas air pada titik outfall. Hasil
analisa kualitas air permukaan adalah sebagai berikut:

Tabel 7. 85. Hasil Pengujian Kualitas air Saluran Cipeuet

Parameter Satuan Kualitas Baku PIj


Air Mutu
Dissolved Solid mg/L 561.51 1000 0,56
(TDS)
Suspended Solid mg/L 25.05 400 0,06
(TSS)
BOD mg/L 4.25 6 0,71
COD mg/L 18.05 50 0,36
Nitrate (NO3) mg/L 1,34 20 0,07
MBAS mg/L 0.05 0,2 0,25
Sumber : Hasil Pengujian kualitas air permukaan, 2020

Hasil perhitungan indeks pencemaran menujukan parameter tersebut berada pada range 0 ≤
PI j ≤ 1,0 atau memenuhi baku mutu (kondisi baik).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan tersebut ini dikategorikan
dalam kondisi sangat baik (skala 5).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Kondisi Cipeuet diprakirakan bila tidak ada proyek pembangunan Pabrik alas kaki dan
fasilitas penunjangnya, kondisi kualitas air Saluran Cipeuet diasumsikan memiliki
konsentrasi sama dengan rona awal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek dihitung berdasarkan konsentrasi
campuran antara air sungai dengan air limbah. Kualitas air permukaan dengan adanya
proyek adalah sebagai berkut.

Tabel 7. 86. Kualitas air Saluran Cipeuet Dengan Proyek

Air Sungai Air Limbah Baku


No. Parameter Satuan CR
Kualitas Debit Kualitas Debit Mutu
1 Dissolved mg/L 561,51 0,3 2000 0,00682 593,48 1000
Solid
(TDS)
2 Suspended mg/L 25,05 0,3 200 0,00682 28,94 400
Solid (TSS)
3 BOD mg/L 4,25 0,3 50 0,00682 5,27 6
4 COD mg/L 18,05 0,3 100 0,00682 19,87 50
5 Nitrate mg/L 1,34 0,3 20 0,00682 1,75 20
(NO3)
6 MBAS mg/L 0,05 0,3 5 0,00682 0,16 0,2
Sumber: Hasil Perhitungan, 2020

Hasil perhitungan indeks pencemaran menujukan kualitas air permukaan dengan proyek
berada pada range 0 ≤ PI j ≤ 1 atau kondisi baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek dan tanpa pengelolaan
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).
 Kualitas lingkungan awal = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
 Besaran dampak = (5) – (4) = 1

Sifat Penting Dampak


Sifat penting dampak ditentukan dengan 7 (tujuh) kriteria sebagaimana berikut :

No Kriteria Deskripsi Kesimpulan


1 Jumlah manusia yang Masyarakat Desa Pabedilan Kulon dan P
terkena dampak Pabedilan Kidul yang berada di sekitar area
saluran pembuang dari lokasi
kegiatan sebanyak ±100 orang
2 Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung selama proses P
Lamanya dampak pematangan lahan pada tahap konstruksi yaitu
berlangsung 2 bulan dan intensitas dampak terjadi saat
musim hujan sekitar
1 sampai 2 bulan.
3 Luas persebaran Dampak tersebar di Saluran Cipeuet yang P
dampak menjadi outfall
4 Berbalik tidaknya Dampak dapat berbalik TP
dampak
5 Sifat kumulaif Dampak tidak bersifat komulatif TP
dampak
6 Komponen lain Komponen lain yang terkena dampak P
yang terkena adalah biota air dan keresahan masyarakat
dampak
7 Kriteria lain yang Terdapat teknologi untuk mengelola yang TP
sesuai dengan berhubungan dengan dampak ini
perkembangan
ilmu pengetahuan
dan teknologi
Kesimpulan -P

Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas air
permukaan dikategorikan sebagai dampak Negatif Besar penting (+P)

b. Peningkatan timbulan limbah non B3


Prakiraan Besaran Dampak
1) Kondisi RLA
Limbah domestik non B3 yang terlihat di areal lahan saat ini adalah sampah kemasan
makanan yang bersumber dari kegiatan domestic petani saat bercocok tanam (sisa makanan
dan minuman kemasan), serta sampah yang bersumber dari saluran air Cipeuet yang hanyut
dan tersangkut paska banjir. Maka kondisi rona lingkungan awal masih dalam kategori baik
(skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Timbulan limbah padat non B3 untuk kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya
proyek tidak akan jauh berbeda kondisinya dengan kondisi rona lingkungan awal karena
kondisi lahan masih akan tetap berupa ladang. Sehingga kondisi lingkungan yang akan
datang tanpa adanya proyek masih dalam kategori baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Pada kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik tahap operasional diasumsikan setiap

hari kegiatan kantin menghasilkan sampah 3 m3/hari (mengacu pada kegiatan analog PT.
TK Industrial yang telah berjalan). Pengelolaan limbah padat non B3 dipisahkan
berdasarkan kategori organik dan non organik. Berikut adalah prakiraan timbulan limbah
padat non B3 pada kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik.

Tabel 7. 87. Timbulan Limbah Padat Domestik

Timbulan
No Jenis Limbah Sumber Pengelolaan
(/bulan)
Limbah
Dikemas dengan plastic dan
1 Sampah Kantin Kegiatan 3 m3/hari dimanfaatkan oleh pihak
kantin
ketiga
Sumber : Estimasi timbulan limbah mengacu data analog PT. TK Industrial Indonesia, 2020

Sampah sisa makanan dan kantin biasanya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak sapi
dan ikan. Adapun sampah domestik lainnya akan diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup
bagian Pesampahan atau pihak ketiga berizin. Maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan
dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah padat non B3 pada kegiatan operasional
fasilitas penunjang pabrik tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun dampaknya tidak terlalu signifikan (-1) namun tetap dapat meningkatkan
timbulan limbah padat non B3 selama kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik
berlangsung.

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena
terkena dampak dampak adalah peningkatan angka
kesakitan (mordibitas) dan keresahan
masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah padat non B3 pada kegiatan
operasional fasilitas penunjang pabrik tahap operasional merupakan negatif penting (P).

c. Peningkatan timbulan limbah B3 Prakiraan Besaran Dampak


1) Kondisi RLA
Di lokasi pertanian terlihat beberapa kemasan B3 yang berasal dari penggunaan bahan
pestisidan dan pupuk. Limbah tersebut terlihat di beberapa titik semak dan tegalan. Hal ini
dimungkinkan akibat ketidaktahuan masyarakat akan jenis limbah B3 yang dihasilkan dari
aktivitas pertanian di lingkungan masyarakat. Maka kondisi rona lingkungan awal masih
dalam kategori baik (skala 4).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Timbulan limbah padat B3 untuk kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
tidak akan jauh berbeda kondisinya dengan kondisi rona lingkungan awal karena kondisi
lahan masih akan tetap berupa ladang. Sehingga kondisi lingkungan yang akan datang tanpa
adanya proyek masih dalam kategori baik (skala 4).
3) Kondisi yang akan datang dengan adanya proyek
Pada kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek akan disiapkan TPS
limbah B3 disiapkan sebagai area khusus penyimpanan sementara limbah B3 sebelum
dikelola oleh pihak ketiga berizin KLHK. Adapun prakiraan timbulan limbah B3 untuk
kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik adalah sebagai berikut.

Tabel 7. 88. Prakiraan Timbulan Limbah Padat B3

Timbulan
No Jenis Limbah Sumber Limbah Pengelolaan
(/bulan)
1 Material 31,16 ton Limbah B3 non
terkontaminasi B3 medis dikemas
Majun terkontaminasi Cuci screen dan ditampung
B3 di dalam area
Scrap cementing, assembling TPS limbah B3
Sikat cementing, assembling

3 Limbah Elektronik 41,25 kg


Lampu TL bekas Operasional pabrik
Baterai bekas Operasional pabrik
Aki bekas Operasional kendaraan /
genset
4 Sludge IPAL IPAL 3,10 ton/hari
Sumber : PT. Taekwang Global Indonesia, 2020
Pengelolaan yang direncanakan adalah menyimpang limbah padat B3 di TPS limbah B3 dan
dikelola sesuai perundangan pengelolaan limbah B3 yang berlaku, kerja sama pengelolaan
limbah B3 dilakukan dengan pihak ketiga berizin MenLHK sesuai kodefikasi limbah terkait.
SOP pengelolaan limbah B3 terlampir. Maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah padat B3 pada kegiatan operasional fasilitas
penunjang pabrik tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun dampaknya tidak terlalu signifikan (-1) namun tetap dapat meningkatkan
timbulan limbah padat B3 selama kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik
berlangsung.

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah peningkatan
terkena dampak angka kesakitan
(mordibitas) dan keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah padat B3 pada kegiatan


operasional fasilitas penunjang pabrik tahap operasional merupakan negatif penting (P).

d. Peningkatan timbulan limbah Medis Prakiraan Besaran Dampak


Klinik disiapkan sebagai upaya pengelolaan kesehatan karyawan dan pertolongan pertama
kecelakaan kerja. Bentuk klinik yang akan disiapkan adalah Klinik Pratama untuk seluruh
karyawan pabrik. Kegiatan yang dilakukan adalah pelayanan medis dasar meliputi
pengobatan karyawan, program keluarga berencana (KB), pemeriksaan kehamilan, senam
hamil, ruang laktasi, layanan farmasi, pmeriksaan skrining kanker serviks, dan P3K
(penanganan pendarahan darurat, pembedahan minor akibat kecelakaan kerja dan berbagai
bentuk pertolongan pertama lainnya). Pada kondisi darurat, karyawan akan dirujuk ke
Rumah Sakit terdekat.

1) Kondisi RLA
Tata guna lahan eksisting berupa ladang seluas 27 Ha sehingga tidak ada limbah medis
apapun yang ada dilokasi studi saat ini. Berdasarkan hal tersebut timbulan limbah medis
pada kondisi rona lingkungan awal dikategorikan sangat baik (skala 5).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek


Jika tanpa proyek berlangsung maka kondisi tata guna lahan yang akan datang sama seperti
saat ini. Tata guna lahan eksisting berupa ladang seluas 27 Ha sehingga tidak ada limbah
medis apapun yang ada dilokasi studi saat ini. Berdasarkan hal tersebut timbulan limbah
medis pada kondisi rona lingkungan awal dikategorikan sangat baik (skala 5).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek


Berdasarkan hasil perhitungan diprediksikan timbulan limbah medis yang berasal dari klinik
dengan sebanyak 12,24 kg/bulan. Limbah B3 medis akan dikemas dan dilakukan sterilisasi
kemasan kemudian disimpan di area TPS limbah B3. Maka kondisi dengan adanya proyek
dikategorikan sedang (skala 3)

Besaran dampak peningkatan timbulan limbah medis pada kegiatan operasional fasilitas
penunjang pabrik tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (5) = -2
Dampaknya cukup signifikan (-2) sehingga kondisi ini dapat meningkatkan timbulan limbah
medis selama kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik tahap operasional berlangsung.

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah peningkatan
terkena dampak angka kesakitan
(mordibitas) dan keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah medis pada kegiatan operasional
fasilitas penunjang pabrik tahap operasional merupakan negatif penting (P).

e. Gangguan terhadap biota perairan Prakiraan Besaran Dampak


Prakiraan besaran dampak dilakukan dengan menggunakan pendekatan kondisi sebelum dan
sesudah adanya proyek. Hasil prakiraan keduanya kemudian dijadikan sebagai dasar
penentuan perubahan kondisi lingkungan pada dua kondisi tersebut. Rincian proses
penentuan keduanya dilakukan dengan mekanisme berikut :
1) Rona Lingkungan Hidup Awal (RLA)
Kondisi biota perairan setempat diketahui berdasarkan hasil identifikasi rona lingkungan
hidup biota perairan (sampling jenis dan keanekaragaman). Hasil pengukuran biota perairan
dapat dijelaskan sebagaimana berikut :
Tabel 7. 89. Kondisi Biota Perairan saat ini
Lokasi
No Jenis Biota
Up stream Outlet Downstream
1 Fitoplankton
Jumlah Individu 205 225 230
Jumlah Spesies 20 20 21
Zooplankton
Jumlah Individu 150 160 160
Jumlah Spesies 8 7 8

ID K. Simpson Plnkton 0,493 0,526 0,526


ID Shannon & Wiener 0,821 0,876 0,876
Plankton
Skala Lingkungan 5 5 5
3 Benthos
Jumlah Individu 4 4 4
Jumlah Spesies 30 25 30
ID K. Simpson Benthos 0,45 0,45 0,44
ID Shannon & Wiener 1,267 1,117 1,392
Skala Lingkungan 3 3 3
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020

Kondisi kualitas biota perairan tergolong baik untuk plankton, dan sedang untuk benthos.

2) Rona Lingkungan Hidup yang akan datang tanpa Proyek


Biota perairan sangat terpengaruhi oleh kondisi kualitas air dan kondisi fisika perairan
setempat. Jika tidak ada kegiatan yang dilakukan dalam waktu beberapa tahun kedepan,
kondisi perairan dan fisik saluran adalah tidak banyak berubah. Dengan pendekatan kondisi
ini, diprakirakan satu tahun kedepan kondisi lingkungan perairan adalah disamakan. Kondisi
kualitas biota perairan tergolong baik untuk plankton, dan sednag untuk benthos.

3) Kondisi Lingkungan Hidup yang akan datang dengan adanya proyek


Adanya kegiatan pembuangan limbah cair berpotensi untuk membawa material TSS, BOD
dan COD dari olahan limbah. Dengan kondisi lingkungan yang berubah, diprakirakan
beberapa hal di dalam perairan akan mengalami dampak antara lain:

Tabel 7. 90. Kondisi Perairan di masa Operasional IPAL

No Parameter Dampak Perubahan Akibat Kondisi


Dampak
1 Kekeruhan TSS mempengaruhi Nilai TSS akan
kekeruhan meningkat menjadi
28,94 mg/l (ambang
batas 100 mg/l)
2 Debit 0,481 m3/detik debit Nilai perubahan tidak Dampak
menjadi 0,723 signifikan berlangsung
m3/detik secara kontinu
3 BOD Tidak ada BOD ekisting 4,2 mg/l
penambahan BOD akan
berubah menjadi 5,27
mg/l
4 COD Tidak ada COD eksisting 23,25
penambahan COD mg/l akan berubah
menjadi 19,87
mg/l
5 Penyinaran kekeruhan Perubahan TSS dan
matahari mempengaruhi turbiditas yang rendah
cahaya matahari di tidak akan
perairan menurunkan tingkat
peninaran matahari
Sumber : Hasil Prakiraan Tim Penyusun, 2020

Berbagai perubahan parameter penentu biota perairan akan berubah sebagaimana Tabel di
atas, sehingga kondisi ini akan berdampak pada penurunan kemelimpahan, keanekaragaman,
dan sebaran plankton serta Benthos. Hal ini terjadi karena jenis-jenis plankton yang peka
terhadap perubahan lingkungan itu akan terhenti atau terganggu pertumbuhannya dan hanya
jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan. Adanya pergerakan massa air bersifat temporal
maka pengaruh terhadap plankton dan benthos dapat terpulihkan secara alami. Sehingga
diperkirakan akan terjadi penurunan skala kualitas lingkungan plankton sebesar 1 skala dari
sangat baik menjadi baik, sedangkan benthos menurun dari sedang menjadi buruk.

Besaran dampak gangguan terhadap Plankton dapat disimpulkan = 4 – 5 = -1 Besaran


dampak gangguan terhadap benthos dapat disimpulkan = 2 – 3 = -1

Prakiraan Sifat Penting Dampak


Berdasarkan hasil prakiraan besaran dampak, dapat dilakukan evaluasi sifat penting
dampak sebagaimana berikut :
Sifat Dampak
No Kriteria Dampak Penting Penjelasan
P TP
1 Jumlah manusia yang TP Dampak penurunan kelimpahan
terkena dampak biota perairan tidak dirasakan oleh
penduduk (manusia) mengingat
tidak ada warga yang memanfaatkan
air saluran untuk
kebutuhan hariannya
2 Intensitas dan Lamanya TP Intensitas dampak berlangsung
dampak berlangsung tinggi saat hujan di masa
pematangan lahan, dan rendah saat
tidak adanya hujan.
Dampak berlangsung selama hari
hujan dan pematangan lahan secara
total (6
bulan)
3 Luas persebaran dampak P Sebaran gangguan biota perairan
adalah sepanjang aliran air Cipeuet
radius 500
m dari lokasi proyek
4 Berbalik tidaknya dampak TP Dampak dapat dipulihkan seiring
dengan
berakhirnya kegiatan
5 Sifat kumulaif dampak P Dampak dapat bersifat kumulatif
dengan
kegiatan lain yang
menghasilkan dampak
yang sama
6 Komponen lain yang terkena P Dampak memiliki hubungan
dampak dengan potensi
munculnya keresahan
masyarakat
7 Kriteria lain yang sesuai TP Dampak dapat dikelola dengan
dengan perkembangan ilmu menghindari terjadinya dampak,
pengetahuan dan teknologi berupa pembuatan sedimen trap
dan retention
pond selama pematangan lahan
Jumlah 3 4
Sifat Penting Dampak : Penting (P)
Prakiraan Besaran dan Sifat Penting dampak : Negatif Kecil Penting

f. Peningkatan Keanekaragaman hayati Prakiraan Besaran Dampak


Peningkatan keanekaragaman hayati pada tahap operasional disebabkan oleh Penyiapan
RTH seluas 10,3 Ha. PT TGI akan melakukan Penanaman pohon di seluruh areal RTH
pabrik
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis ekosistem darat yang masuk dalam wilayah studi,
meliputi ekosistem persawahan dan ekosistem pekarangan. Lokasi rencana proyek akan
mengubah tipologi ekosistem tersebut, di mana di setiap permukiman penduduk terdapat
tanaman budidaya dan tanaman pertanian. Beberapa jenis tanaman di areal rencana Proyek
adalah sebagai berikut :
Tabel 7. 91. Data Vegetasi darat sekitar rencana Proyek

No Jenis Tanaman Nama Latin


1 Nangka Arthocarpus integra
2 Pepaya Carica papaya
3 Pisang Musa paradisiaca
4 Mangga Mangifera indica
5 Sukun Artocarpus altilis
6 Kersen Muntingia massoi
7 Jambu batu Psidium guajava
8 Mengkudu Morinda citrifolia
9 Padi Oryza sativa
10 Jagung Zea mayes
Sumber : Hasil Pengamatan, 2020
Mengacu pada Peraturan Pemerintah no. 7 tahun 1999 terkait flora dan fauna yang
dilindungi, maka beberapa jenis vegetasi sekitar rencana proyek tidak tergolong pada flora
yang dilindungi. Indeks keanekaragaman jenis untuk kondisi lingkungan awal yaitu sekitar
0,5. Maka berdasarkan uraian tersebut kondisi rona lingkungan awal dapat dikategorikan
sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Tata guna lahan saat ini berupa ladang sehingga jika kedepannya tidak ada proyek maka
tidak akan ada perubahan tata guna lahan yang artinya kondisi vegetasi darat juga akan sama
seperti kondisi saat ini. Berdasarkan uraian tersebut maka kondisi lingkungan yang akan
datang tanpa proyek dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Perencanaan RTH seluas 10,3 Ha oleh PT. TGI dapat meningkatkan keanekaragaman hayati
di lokasi studi. Rencana penanaman pohon di dalam lokasi RTH PT. TGI memiliki
kerapatan 600 pohon/ha. Sehingga jumlah pohon dalam lokasi PT. TGI adalah 6.180 pohon.
Jenis tanaman yang akan ditanam yaitu pohon angsana, trembesi, mahon, damar dan lainnya.

Tabel 7. 92. Prediksi indeks keanekaragaman hayati dengan proyek

No Jenis Famili Jumlah pi H'


individu
1 Palem Arecaceae 1236 0,20 -0,32
2 Mahoni Meliaceae 1545 0,25 -0,35
3 Angsana Fabaceae 927 0,15 -0,28
4 Trembesi Fabaceae 618 0,10 -0,23
5 Damar Araucariaceae 1236 0,20 -0,32
6 Ceri Rosaceae 618 0,10 -0,23
Jumlah 1,73

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan indeks keanekaragaman hayati untuk tahap


operasional jika keseluruhan penanaman pohon sudah dilakukan akan mencapai 1,73. Maka
dengan kondisi tersebut pada kondisi dengan proyek dikategorikan sangat baik (skala 5)
Besaran dampak peningkatan indeks keanekaragaman hayati pada kegiatan operasional
adalah sebagai berikut
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (3) = 2

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa Pabedilan Kidul serta
karyawan PT. TGI
sebanyak 25.000 orang
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
Dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak peningkatan indeks keanekaragaman hayati pada tahap
operasional adalah positif penting (P).

g. Peningkatan Sekuestrasi Karbon Prakiraan Besaran Dampak


Peningkatan karbon sequistasi akibat adanya Ruang Terbuka Hijau pada tahap konstruksi
dapat dihitung dengan pengukuran rosot karbon. Pengukuran rosot karbon menggunakan
metode Rapid Carbon Stock Appraisal – RaCSA dengan non-destructive sampling (Hairiah,
dkk., 2011). Penyesuaian dan modifikasi terhadap metode tersebut dilakukan untuk tahapan
teknik pengukuran rosot karbon dan penentuan luas plot.
1) Kondisi RLA
Dari perhitungan emisi GRK dan rosot carbon lahan dilokasi rencana pabrik PT. TGI
didapat Emisi GRK lebih besar dari pada rosot carbon, selisih antara emisi GRK yang
dihasilkan dengan rosot carbon yang dihaslkan kegiatan lahan eksisting yaitu 219.879 –
163.323 = 56.556 Kg CO2/tahun. Maka dengan kondisi tersebut pada kondisi rona
lingkungan awal dikategorikan sedang (skala 3)

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Tata guna lahan saat ini berupa ladang sehingga jika kedepannya tidak ada proyek maka
tidak akan ada perubahan tata guna lahan yang artinya emisi GRK juga akan sama seperti
kondisi saat ini. Berdasarkan uraian tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang
tanpa proyek dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Upaya pengelolaan terhadap gas efek rumah kaca ini salah satunya adalah dengan
penanaman pohon. Satu pohon dapat menyerap hingga 1,5 ton CO 2 dalam kurun waktu
pertumbuhan 50 tahun atau 30 Kg CO2 per tahun (Sumber EFN www.ecolog.com). Dengan
emisi GRK yang dihasilkan PT. TGI sebesar 2.043.665 Kg/tahun, setara dengan menanam
pohon sebanyak 68.122 pohon. Penanaman pohon dengan jenis pohon yang berbatang kayu
dan berdaul lebat. Lokasi penanaman pohon bisa di lokasi kegiatan PT. TGI maupun di
lokasi sekitar PT. TGI.

Rencana penanaman pohon di dalam lokasi RTH PT. TGI memiliki kerapatan 600 pohon/ha.
Sehingga jumlah pohon dalam lokasi PT. TGI adalah 6.180 pohon. Jumlah pohon yang telah
dihitung dapat dilihat kadar rosot karbonnya berdasarkan berat kering biomassa. Kadar
karbon tersimpan dalam bahan organik digunakan nilai kadar terpasang (default value) yaitu
46%, maka estimasi jumlah karbon dalam biomassa pohon dapat dihitung dengan
mengalikan total berat massanya dengan kadar karbon. Kemudian satuan berat kilogram
(kg) dikonversi menjadi megagram (Mg) (Hairiah, dkk., 2011).

kg
Kadar rosot karbon = berat kering biomassa ( ¿ x 0,46
luasanlahan

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kadar rosot karbon untuk tahap operasional jika
keseluruhan penanaman pohon sudah dilakukan akan mencapai 69.212 kg CO2/tahun atau
naik sebesar 22,3% per tahun. Maka dengan kondisi tersebut pada kondisi dengan proyek
dikategorikan baik (skala 4).

Besaran dampak peningkatan karbon sequistasi pada kegiatan operasional adalah sebagai
berikut
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
 Besaran dampak = (4) – (3) = 1

Sifat Penting Dampak


Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa Pabedilan Kidul serta
karyawan PT. TGI
sebanyak 25.000 orang
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran P
Dampak dampaknya
terutama di sekitar tapak proyek
hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3
Desa Pabedilan Kulon serta RW 2 dan
4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
Dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan karbon sequistasi pada tahap operasional adalah
positif penting (P).

h. Peningkatan Angka Kesakitan Prakiraan Besaran Dampak


Kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik pada tahap operasional diprakirakan
berdampak terhadap peningkatan angka kesakitan (mordibitas) seperti ISPA, infeksi saluran
pernafasan kronik, karena adanya penurunan kualitas udara terutama peningkatan debu.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan data Puskesmas Pabedilan pada tahun 2017 – 2019 menunjukkan 4 kasus
terbanyak merupakan penyakit common cold, Ispa dan myalgia. Rincian mengenai jenis 10
penyakit terbanyak di Puskesmas Pabedilan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. 93. Pola Penyakit Sekitar Lokasi Kegiatan

Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek Kondisi lingkungan yang akan
datang tanpa proyek

Sumber: Spadaro,JV (2002), A Simplified Methodology for Calculating the Health Impacts
and Damage Costs of Airborne Pollution: The Uniform World Models, International Atomic
Energy Agency ,Paris, France.

Keterangan :
D = dampak (kasus/tahun)
ERF = fungsi ERF (kasus/tahun.orang.µg/m3)
R = factor pengali dalam fungsi jarak ρ = kerapatan penduduk

(orang/km2) Q = laju emisi (µg/dt)


k = velocity (cm/dt)

Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek

ERF R ρ Q k D
NO2
Chronic Mortality 0,0002 1 661 23,41 18,9 0,16375
Infant Mortality 0,00000009 0,00007
Acute Mortality 0,00000144 0,00118
Cardiac Hospital 0,0000021 0,00172
Admission
Resporatory 0,00000351 0,00288
Hospital 7
Admission
Chronic 0,00000909 0,00745
Bronchitis 4
SO2
Chronic Mortality 0,0004 1 661 19,25 18,9 0,26930
Infant Mortality 0,00000018 0,00012
Acute Mortality 0,00000288 0,00194
Cardiac Hospital 0,0000042
0,00283
Admission
Resporatory 0,00000703 0,00473
Hospital
Admission
Chronic 0,0000181 0,01219
Bronchitis
Sumber : hasil perhitungan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, angka kesakitan tanpa adanya kegiatan operasional
fasilitas penunjang pabrik dimana jumlah kasus per tahunnya akibat adanya, SOx, NOx
adalah 0,00173 % dari jumlah penduduk berisiko yaitu 9.462 (<20%) maka kondisi tanpa
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5)

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek Kondisi


lingkungan yang akan datang dengan proyek
ERF R ρ Q k D
NO2
Chronic Mortality 0,0002 1 661 25 18,9 0,17487
Infant Mortality 0,00000009 0,00008
Acute Mortality 0,00000144 0,00126
Cardiac Hospital 0,0000021
0,00184
Admission
Resporatory 0,00000351
7 0,00308
Hospital
Admission
Chronic 0,00000909 0,00795
Bronchitis 4
SO2
Chronic Mortality 0,0004 1 661 5,06 18,9 0,07079
Infant Mortality 0,00000018 0,00003
Acute Mortality 0,00000288 0,00051
Cardiac Hospital 0,0000042
0,00074
Admission
Resporatory 0,00000703
0,00124
Hospital
Admission
Chronic 0,0000181 0,00320
Bronchitis
Sumber : hasil perhitungan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, angka kesakitan akibat adanya kegiatan operasional
fasilitas penunjang pabrik dimana jumlah kasus per tahunnya akibat adanya, SOx, NOx
adalah 0,00185% dari jumlah penduduk berisiko yaitu 9.462 (<20%) maka kondisi dengan
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5)
Besaran dampak peningkatan angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik pada kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik pada tahap operasional adalah
sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
 Besaran dampak = (5) – (5) = 0
Sifat Penting Dampak
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan operasional fasilitas
penunjang pabrik pada tahap operasional merupakan negatif penting (P).
i. Timbulnya Keresahan Masyarakat Prakiraan Besaran Dampak
Kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik pada tahap operasional akan mempengaruhi
keresahan masyarakat terutama bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi wilayah studi.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang memandang
bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif sebesar 98% serta
masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).

2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek


Keresahan masyarakat pada waktu yang akan datang tanpa adanya proyek dapat dilihat dari
analogi kegiatan serupa di Subang. Hasil pemantauan dan pengelolaan pada kegiatan serupa
yang telah ada di Subang menunjukkan bahwa 88,4%

responden menyetujui adanya proyek PT. TGI. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).

3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek


Dengan adanya operasional fasilitas penunjang pabrik pada tahap operasional diprediksi
terdapat perubahan keresahan masyarakat. Selain itu juga ada masyarakat yang sangat tidak
mendukung yaitu sekitar 5%. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap
dampak negatif yang akan terjadi pada tahap operasional berupa pencemaran udara
sebanyak 26,97%, kemacetan lalu lintas 26,97% serta kebisingan 10,67%.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik
pada tahap operasional adalah sebagai berikut:
 Kualitas lingkungan awal = skala 3
 Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
 Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
 Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Sifat Penting Dampak
Sifat
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting
Penting
Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang merasakan P
dampak keresahan adalah sebanyak 473 KK
yang berada di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasi
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Tidak terdapat dampak turunan dari TP
lingkungan lain yang keresahan masyarakat
terkena dampak
5. Sifat kumulatif dampak Dampak tidak bersifat kumulatif TP
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak

Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan operasional


fasilitas penunjang pabrik pada tahap operasional merupakan negatif penting (-P).

Anda mungkin juga menyukai