BAB 7 Bagian Yeni
BAB 7 Bagian Yeni
Prakiraan besaran dampak dilakukan dengan cara menganalisis perbedaan antara kondisi
kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan dengan adanya usaha dan/atau kegiatan dengan
kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan tanpa adanya usaha dan/atau kegiatan
dalam batas waktu yang telah ditentukan. Prakiraan besaran dampak dihitung dengan
menggunakan formula sederhana (Otto Sumarwoto, 1995):
Dimana :
ΔK :Perubahan kondisi kualitas lingkungan hidup
KLdp : Kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan dengan adanya
usaha dan/atau kegiatan
KL tp : Kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan tanpa adanya usaha dan/atau
kegiatan.
Prakiraan dampak diawali dengan penyajian nilai parameter pada rona lingkungan hidup awal
yang dikonversi ke skala kualitas lingkungan. Hasil prakiraan perubahan nilai parameter
lingkungan yang akan datang (dengan dan tanpa proyek) yang menggambarkan perubahan
nilai parameter lingkungan juga dikonversi ke perubahan skala kualitas lingkungan sehingga
hasil prakiraan dampak ini dinyatakan dalam perubahan skala kualitas lingkungan. Skala
kualitas lingkungan pada rona lingkungan awal (RLA) dan pada saat kegiatan berlangsung
(setiap tahap) akan ditampilkan dalam skala numerik (skala 1, 2, 3, 4, 5) sebagai berikut:
Tabel 7. 1. Skala Kualitas Lingkungan
Apabila dalam penentuan skala kualitas lingkungan baik pada RLA maupun hasil
prakiraan dampak ditemui beberapa skala kualitas lingkungan yang berbeda, maka dalam
penentuannya dipilih skala kualitas lingkungan yang paling buruk. Selisih nilai skala
kualitas lingkungan di atas digunakan untuk menentukan besaran dampak. Selisih skala
besaran dampak dinyatakan sebagai berikut:
mendasar dari segi intensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak, atau segi kumulatif
dampak.
Proses pengambilan keputusan untuk menyatakan dampak dianggap penting atau tidak
penting maka digunakan kriteria tambahan sebagai berikut:
1. Apabila kriteria nomor 1 dikategorikan penting (P), maka prakiraan sifat penting secara
keseluruhan dinyatakan penting (P).
2. Jika jumlah kriteria penting (P)>4, maka prakiraan sifat penting secara keseluruhan
adalah penting (P).
3. Jika jumlah kriteria penting (P) <4, maka prakiraan sifat penting secara keseluruhan
dinyatakan tidak penting (TP).
4. Apabila telah melampaui baku mutu lingkungan atau kriteria baku kerusakan
lingkungan maka merupakan dampak penting.
Tabel 7.3. Presentase tingkat kesempatan kerja pada kondisi rona awal
Pabedilan Pabedilan
Kriteria Total
Kidul Kulon
Jumlah penduduk yang 1870 1613 3483
bekerja
Jumlah angkatan kerja 2196 1840 4036
Tingkat kesempatan kerja 86,30%
Tingkat pengangguran 13,70%
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4).
Tabel 7.4. Prediksi persentase tingkat kesempatan kerja yang akan datang tanpa proyek
Tingkat
Jumlah penduduk Jumlah kesempatan Tingkat
Tahun yang bekerja angkatan kerja pengangguran
kerja
2020 3483,00 4036,00 86,30% 13,70%
2021 3464,30 4076,36 84,99% 15,01%
2022 3436,25 4117,12 83,46% 16,54%
2023 3380,15 4158,29 81,29% 18,71%
Dari tabel diatas diperoleh nilai persentase tingkat pengangguran yang akan datang tanpa
proyek yaitu 16,54% pada tahun 2022. Maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi sedang (skala 3)
Jumlah pengangguran di dua lokasi studi mencapai 6.075 orang. Jika mengacu kepada
rencana perekrutan tenaga kerja lokal sebanyak 150 orang maka sekitar 2% bisa ikut
bekerja, namun karena pada tahap konstruksi juga akan dipertimbangkan kondisi kualitas
Pendidikan dan tingkat keterampilan angkatan kerja dan pencari kerja dilokasi studi
maka ditetapkan asumsi bahwa kesempatan tenaga kerja lokal yang dapat diserap sekitar
94 orang atau 1,5% dari total pencari kerja.
Tabel 7. 6. Prediksi persentase tingkat kesempatan kerja yang akan datang dengan
proyek
Jumlah Tingkat
Jumlah kesempatan Tingkat
Tahun penduduk yang
angkatan kerja kerja pengangguran
bekerja
2020 3483,00 4036,00 86,30% 13,7%
2021 3539,30 4076,36 86,83% 13,2%
2022 3520,90 4117,12 85,52% 14,5%
2023 3370,80 4158,29 81,06% 18,9%
Dari tabel diatas diperoleh nilai persentase tingkat pengangguran yang akan datang tanpa
proyek yaitu 14,5% pada tahun 2022. Maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)
Besaran dampak peningkatan kesempatan kerja pada tahap penerimaan tenaga kerja
konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
Besaran dampak = (4) – (3) = 1
Meskipun besaran dampak kecil (1) tetapi dengan adanya kegiatan konstruksi PT. TGI
dapat menurunkan tingkat pengangguran di dua wilayah studi.
Dengan demikian Dampak kesempatan kerja dari kegiatan konstruksi positif penting
(+P).
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang
memandang bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif
sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%. Hal ini
disebabkan pandangan masyarakat bahwa kegiatan ini akan mendatangkan kesempatan
kerja yaitu 100%, artinya masyarakat berharap pada proses konstruksi ini pihak PT. TGI
merekrut tenaga kerja konstruksi dari masyarakat sekitar.
Berdasar uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi sangat baik (skala 5).
Lokasi
No Parame Satuan Baku
1 2 3 4
ter Mutu
1 TSP µg/Nm3 230 99,92 97,56 101,50 95,52
Sumber : Data Primer, 2020
Keterangan : Baku mutu mengacu pada PP Republik Indonesia no.41 tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Lokasi : Titik 1 Depan Masjid R. Tholibin (6°52'36.8"S 108°45'23.9"E) Titik 2 Depan SDN
Pabedilan Kidul (6°52'24.7"S 108°45'26.8"E)
Titik 3 Depan Permukiman RT 03 Pabedilan Kidul (6°52'15.9"S 108°45'11.6"E) Titik 4
Lokasi Proyek (6°51'42.8"S 108°45'31.3"E)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan tersebut ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
Kondisi kualitas udara diprakirakan bila tidak ada proyek pembangunan Pabrik alas kaki
dan fasilitas penunjangnya, kondisi kualitas kualitas udara ambient diasumsikan
memiliki konsentrasi sama dengan rona awal. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi yang akan datang tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).
Tabel 7. 9. Kadar debu dan Perhitungan Faktor Emisi TSP Berbagai Jenis Jalan
Hasil perhitungan faktor emisi partikulat (E) di atas, kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan Gauss untuk sumber garis terbatas sebagai berikut:
Dimana:
C = Konsentrasi akhir udara ambien dalam satuan µg/m3 q =
Laju emisi polutan (gram/detik)
u = Rata-rata kecepatan angin (m/detik)
z = Koefisien dispersi vertikal (meter)
x (m) C d f σz
2 61 0,911 0 114,70
5 61 0,911 0 264,30
10 61 0,911 0 496,97
15 61 0,911 0 719,03
20 61 0,911 0 934,48
30 61 0,911 0 1.352,03
50 61 0,911 0 2.153,24
100 61 0,911 0 4.048,83
150 61 0,911 0 5.857,99
200 61 0,911 0 7.613,22
Sumber : Hasil analisis, 2020
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan diasumsikan rata-rata sebanyak 7 ritasi/jam dengan
panjang lintasan 3 km dan rata-rata berat kendaraan adalah 14 ton serta kecepatan angin
rata-rata adalah 4,3 m/detik, maka diperoleh peningkatan konsentrasi partikulat (TSP)
seperti tertera pada Tabel 3-13 berikut ini.
Tabel 7. 12. Prakiraan besaran emisi TSP pada kegiatan mobilisasi peralatan dan bahan
QL u
No x (m) (g/detik) π σz (m/detik) z (m) C (µg/m3)
1 2 86.170,31 3,14 114,70 4,3 1 1.235,64
2 5 86.170,31 3,14 264,30 4,3 1 814,04
3 10 86.170,31 3,14 496,97 4,3 1 593,65
4 15 86.170,31 3,14 719,03 4,3 1 493,54
5 20 86.170,31 3,14 934,48 4,3 1 432,92
6 30 86.170,31 3,14 1.352,03 4,3 1 359,92
7 50 86.170,31 3,14 2.153,24 4,3 1 285,20
8 100 86.170,31 3,14 4.048,83 4,3 1 207,98
9 150 86.170,31 3,14 5.857,99 4,3 1 172,91
10 200 86.170,31 3,14 7.613,22 4,3 1 151,67
Sumber : Hasil analisis, 2020
Pada jarak <100 meter dari sumber emisi jalan, konsentrasi TSP cenderung melebihi
baku mutu (230 µg/m3) yang ditetapkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
potensi dampak kualitas udara dari kegiatan mobilisasi peralatan dan material terutama
untuk parameter TSP masih relatif tinggi terlebih jika ditambahkan konsentrasi rona TSP
(97,56 µg/m3) meskipun konsentrasi TSP akan kembali ke kondisi semula ketika
kendaraan pengangkut telah lewat menjauh.
Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan mobilisasi tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
Besaran dampak = (4) – (2) = 2
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi yang akan datang tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi buruk (skala 2).
Gambar diatas menjelaskan bahwa kebisingan yang diterima oleh satu titik merupakan
akumulasi dari kebisingan truck yang di depannya dan di belakangnya. Nilai
penambahan akumulasi kebisingan dihitung dengan berdasarkan persamaan berikut:
Lp-result = 10.log (10Lp1 + 10Lp2 +10Lp3 + … +10Lpx) (1)
Dimana:
L p-result: tingkat kebisingan hasil penjumlahan Lp1 … Lpx: tingkat kebisingan
berbagai sumber
Untuk mengetahui tingkat kebisingan line source pada jarak (m) dari pusat kebisingan
maka dihitung menggunakan rumus :
LP2 = LP1 – 20 x Log 10 r - 5
Dimana :
LP2 = Kebisingan pada titik 2 LP1 = Kebisingan pada titik 1 r = Jarak titik 1 ke titik 2
Dengan menggunakan rumus di atas, tingkat kebisingan pada setiap jarak (m) dari lokasi
sumber bunyi digambarkan pada grafik berikut :
90,0
0
80,0
0
70,0
Kebisingan (dB)
0
60,0
0
50,0 Kebisinga
0 n
40,0 Baku
0 5 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140mutu
150 160
30,0 Jarak (m)
0 Gambar 7. 2. Grafik Kebisingan berdasarkan Jarak
20,0
0
10,0
0
0,00
Dari grafik diatas menunjukan bahwa tingkat kebisingan akibat kegiatan mobilisasi
cukup tinggi, kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 155 m.
Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan mobilisasi tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 2
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 2
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 1
Besaran dampak = (1) – (2) = 1
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative kecil penting (-P).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan hidup awal ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).
Dari hasil analisis kinerja ruas jalan menunjukan bahwa kondisi kinerja ruas jalan
Ciledug Raya dan Jl Merdeka Utara masih dalam kondisi baik dengan adanya kegiatan
pada tahap konstruksi, perubahan v/c ratio 0,252 menjadi 0,300 pada ruas Jl Ciledug
Raya, dan perubahan v/c ratio 0,328 menjadi 0,353 pada ruas jl Merdeka Utara. Tingkat
pelayanan pada masa konstruksi dikategorikan B atau dalam zona arus stabil, pengemudi
memiliki kebebasan yang cukup dalam memilih kecepatan.
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak peningkatan kepadatan
lalu lintas dikategorikan sebagai dampak sangat kecil negative penting (-P)
1) Kondisi RLA
Berdasarkan data Puskesmas Pabedilan pada tahun 2017 – 2019 menunjukkan 4 kasus
terbanyak merupakan penyakit common cold, Ispa dan myalgia. Rincian mengenai jenis
10 penyakit terbanyak di Puskesmas Pabedilan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. 17. Pola Penyakit Sekitar Lokasi Kegiatan
Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 9,35% - 12,79% (<20%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya peningkatan debu
(0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi
debu di tapak proyek/pengukuran langsung di tapak
proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 5,40% - 48,85% (<50%) terhadap
penduduk yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi
dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).
Besaran dampak angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik pada
kegiatan mobilisasi material dan angkutan konstruksi tahap konstruksi adalah sebagai
berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (5) = 2
Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan mobilisasi material
dan angkutan konstruksi tahap konstruksi merupakan negatif penting (P).
positif sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%.
Berdasar uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi sedang (skala 3)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek
Tanpa adanya kegiatan di waktu yang akan datang, masyarakat tidak terganggu
kenyamanannya, dan sudah terbiasa dengan kondisi netral tanpa adanya kegiatan
mobilisasi peralatan dan material konstruksi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4)
3) Kondisi lingkungan yang akan datang dengan proyek
Dengan adanya mobilisasi peralatan/material konstruksi diprediksi terdapat perubahan
keresahan masyarakat. Selain itu juga ada masyarakat yang sangat tidak mendukung
yaitu sekitar 5%. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap dampak
negatif yang akan terjadi pada tahap konstruksi sekitar 88%. Dampak negatif yang
dikhawatirkan oleh masyarakat berupa pencemaran udara sebanyak 27%, pencemaran air
33%, kebisingan 25% dan tidak ada 16%. Berdasarkan data tersebut, maka secara umum
bahwa harapan masyarakat terhadap rencana kegiatan pembangunan PT. TGI ini akan
mampu membuka kesempatan kerja kepada masyarakat lebih besar persentasenya
daripada masyarakat yang mengkhawatirkan dampak negatif akibat pembangunan pada
tahap konstruksi. Hal ini juga dapat dilihat bahwa persentase masyarakat yang
mendukung kegiatan ini dan memiliki persepsi positif lebih besar daripada masyarakat
yang tidak mendukung dan memiliki persepsi negatif dengan kegiatan ini.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada tahap mobilisasi peralatan/material
konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (4) = 1
sisi kanan dan kiri luasan tersebut berlawanan arah angin sehingga bertemu di satu
titik.
Gambar 7. 3. Modifikasi perhitungan sumber titik menjadi sumber area Jika level muka
tanah, maka:
Dimana :
S = Lebar area segiempat yang ditinjau, m
yo = Koefisien dispersi horisontal, m (nilainya merupakan fungsi dari arah angin, x,
dan kestabilan atmosfer). σyo merupakan (x + xo), tetapi σz hanya fungsi x.
Dengan mengetahui kecepatan angin dan kondisi cuaca maka dapat ditentukan kelas
stabilitas atmosfer berdasarkan lokasi penerima pada jarak arah angin x, sehingga dapat
diperoleh nilai σy dan σz.
Setelah diketahui σyo yang merupakan fungsi (x+xo), maka berlaku persamaan1:
kemudian konsentrasi polutan (TSP) pada lokasi penerima (reseptor) dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
Dimana:
C = Konsentrasi akhir udara ambien dalam satuan µg/m3 Q = Laju emisi polutan
(gram/detik)
u = Rata-rata kecepatan angin (m/detik)
z = Koefisien dispersi vertikal (meter)
yo = Koefisien dispersi horisontal, m
Sedangkan untuk σz dihitung dengan persamaan berikut:
Kestabilan atmosfer ditentukan berdasarkan kecepatan angin dan kondisi cuaca
dikategorikan C. sedangkan konstanta-konstanta untuk rumus σy dan σz diberikan dalam
Tabel berikut.
Tabel 7. 20. Konstanta Dispersi
Kegiatan pematangan dan penyiapan lahan meliputi kegiatan perataan tanah dengan
bulldozer, menaikkan tanah dengan scrapper, mengeluarkan tanah dari scrapper,
mengangkut tanak dari lokasi dengan scrapper, pengeluaraan tanah dari truk serta
pemadatan tanah di tapak proyek seluas ± 27 ha. Perhitungan perkiraan konsentrasi TSP
selama kegiatan pematangan dan penyiapan lahan ditunjukkan pada Tabel berikut.
TSP
Kegiatan
Kg/VKT
Landgradding dengan alat berat 10,2
General Konstruksi dg alat berat 10,2
* VKT = Vehicle Kilometer Traveled Sumber : Kompilasi USEPA, 1998
Tabel 7. 22. Prakiraan Laju Emisi TSP untuk kegiatan pematangan Lahan
FE V Q
Parameter n
Kg/KM gr/Km (km/detik) (g/detik)
TSP Land Grading 7 10,2 10200 0,011 785,40
Diasumsikan pematangan lahan dilakukan pada lahan seluas 7 ha dengan waktu total 3
bulan. Berdasarkan perhitungan pada Tabel diatas, diperoleh total emisi TSP tanpa
pengelolaan sebesar 785,4 gram/detik; jika dilakukan pengelolaan (penyiraman, dsb)
terhadap kegiatan pematangan lahan, maka emisi TSP diprediksi sebesar 27,54
gram/detik. Deangan luas lahan 27 ha berbentuk segiempat dengan dimensi 526 m x 513
m, maka luas lahan tapak proyek adalah 270.000 m2, sehingga nilai peubah S menjadi
526 m.
27 Ha
Berdasarkan data rona lingkungan awal untuk angin, kecepatan angin adalah 4,3 m/detik.
Berdasarkan data kecepatan angin maksimal, diperkirakan persebaran TSP selama
kegiatan pematangan lahan sebagai scenario kondisi terburuk (worst scenario) dengan
stabilitas atmosfer klas B, diperoleh persebaran TSP dengan jarak masing-masing
50,100, 150, 200 s/d 500 m dirunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 7. 23. Prakiraan konsentrasi TSP untuk kegiatan pematangan dan penyiapan lahan
x (m) C
σy σz x+xo σy(x+xo) (µg/m3)
1 2,87 1,61 837,7 39,71 10.858
50 11,42 4,22 892,7 56,65 2.909
100 19,91 6,86 942,7 113,59 892
150 28,61 9,48 1012,7 120,55 608
200 37,00 12,10 1052,7 157,48 365
250 45,60 14,73 1132,7 174,43 270
300 54,14 17,35 1182,7 191,38 209
350 62,69 19,97 1232,7 208,32 167
400 71,23 22,60 1282,7 225,27 136
450 79,78 25,22 1332,7 242,21 114
500 88,32 27,85 1382,7 259,16 96
Sumber : Hasil Analisis, 2020
3.500
3.000
2.500
2.000
ug/m3
1.500 TSP
Baku mutu
1.000
500
0
50100150200250300350400450500
m
Gambar 7. 5. Dispersi TSP Kegiatan Pematangan Lahan
Berdasarkan Gambar diatas, diketahui jarak x dihitung dari garis tengah luasan tapak
proyek. Dengan demikian, diperoleh bahwa penyebaran TSP dengan jarak 526 panjang
dengan luasan 27 Ha berada dalam lokasi lahan, sehingga diketahui bahwa pada Q =
785,4 gram per detik. Untuk konsentrasi TSP sebesar 230 ug/m3 (nilai baku mutu PP RI
No. 41/1999) akan tercapai pada jarak 300 meter dari garis batas luasan.
Dapat disimpulkan bahwa pada jarak lebih dari 300 meter dari batas lahan (arah angin)
potensi dampak kualitas udara (TSP) dari kegiatan pematangan dan penyiapan lahan
telah di bawah nilai baku mutu berdasarkan PP RI No. 41/1999. Persebaran TSP akan
bergerak sesuai dengan perpindahan penyiapan lahan yang berpindah selama 3 bulan
operasi dan juga arah angin local yang akan terjadi.
Tanpa Projek Dengan Projek Keterangan
Parameter TSP di lokasi Pada titik yang sama Jarak lokasi sampling
pemukiman terdekat hasil perhitungan pemukiman RT 03/02,
dispersi
menunjukan bahwa
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative sedang penting (-P)
Dimana:
L p-result: tingkat kebisingan hasil penjumlahan Lp1 … Lpx: tingkat kebisingan
berbagai sumber
100,00
80,00
Kebisingan (dB)
60,00
40,00
20,00
Kebisinga
n Baku
0,00 mutu
1 510 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160
Jarak
(m)
Gambar 6. 6. Grafik Tingkat Kebisingan Berdasarkan Jarak
TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN
Besaran kebisingan Tingkat kebisingan berjarak Rona awal
rona 10
awal adalah 52,5 dB, m sebesar 76,10 dB. Masih kebisingan diukur
di di
berdasarkan hasil atas baku mutu. Kebisingan tengah lokasi
pengukuran actual di mencapai baku mutu pada kegiatan yang
jarak
lapangan 110 m dari sumber merupakan area
pematangan lahan
Besaran dampak penurunan kualitas udara ambient pada kegiatan mobilisasi tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 1
Besaran dampak = (1) – (3) = 2
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa tingkat erosi pada lokasi
kegiatan masih termasuk kategori rendah. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan tingkat erosi rendah (skala 4)
kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek dikategorikan dalam tingkat
erosi rendah (skala 4)
Dimana:
EI30 = Indeks erosivitas hujan bulanan R = curah hujan
bulanan (cm)
Faktor Erosivitas Hujan (R)
Berdasarkan data curah hujan rata-rata dari Pos Hujan Banjarharjo Tahun 2010 – 2019
didapatkan curah hujan rata-rata. Kemudian berdasarkan data tersebut dapat diketahui
nilai indeks erosivitas hujan bulanan seperti pada tabel dibawah ini.
Erosivitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab terjadinya erosi yang
bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi
besarnya energi kinetic air hujan. Indeks Erosivitas Hujan (EI) adalah suatu nilai yang
menunjukkan pengaruh hujan dengan besaran tertentu terhadap erosi yang terjadi pada
suatu Kawasan. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan maka erosi yang terjadi dalam
Kawasan semakin besar. Indeks Erosivitas Hujan dihitung berdasarkan besarnya curah
hujan bulanan yang terjadi pada Kawasan yang ditinjau.
Berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwa nilai erosivitas hujan (R) atau EI30
berbeda-beda setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh bedanya curah hujan yang terjadi
setiap tahun. Erosivitas hujan merupakan fungsi dari curah hujan yang berbanding lurus
sehingga semakin besar curah hujan maka semakin besar juga erosivitas hujannya.
Dimana :
M = (% debu + % pasir sangat halus) (100 - liat)
(debu=0,002-0,03 mm, liat <0,002 mm; pasir sangat halus = 0,03 - 0,1 mm) a = %
bahan organik
b = kode struktur tanah
1 = granular sangat halus
2 = granular halus
3 = granular sedang – kasar
4 = blok, plat atau masif c = kode permeabilitas
1 = cepat
2 = sedang - cepat
3 = sedang
4 = lambang - sedang
3 = lambat
6 = sangat lambat
Jenis tanah dilokasi kegiatan yaitu lempung berpasir dengan nilai M yaitu 3,245,
kemudian untuk bobot bahan organik atau nilai a dalam tanah tersebut yaitu 0% atau
termasuk kategori tidak ada karena pada saat pematangan lahan kondisi lahan merupakan
lahan terbuka yang berupa tanah dimana kandungan organik sangat sedikit atau hampir
tidak ada. Nilai b atau kode struktur tanah termasuk granular sedang sampai kasar yaitu 3
dan terakhir untuk nilai c permeabilitas termasuk kategori sangat lambat yaitu 6.
Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan nilai K adalah 10,7658.
Keterangan:
L = factor Panjang lereng Lo = Panjang lereng (m)
Keterangan:
S = faktor kemiringan lereng
s = kemiringan lereng dalam persen
Berdasarkan hasil analisis didapatkan Panjang lereng 4.150 m dan kemiringan lereng
25%. Maka nilai L adalah 13,73 m dan nilai S 0,00662.
Faktor pengelolaan vegetasi (C) yang digunakan adalah lahan tanpa vegetasi sehingga
nilai C=1. Dan faktor pelaksanaan pengendalian erosi (P) diasumsikan sebagai tanah
tanpa tindakan pengendalian erosi, sehingga P yang digunakan adalah 1 (Sitepu dkk,
2017).
Selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap jumlah tanah hilang maksimum untuk setiap
tahunnya dengan menggunakan persamaan USLE. Berikut adalah hasil perhitungannya.
R K LS CP A (t/ha/tahun)
23,2905 10,766 0,091 1 22,815
16,0661 10,766 0,091 1 15,738
23,2905 10,766 0,091 1 22,815
16,6173 10,766 0,091 1 16,278
20,712 10,766 0,091 1 20,289
15,5198 10,766 0,091 1 15,203
26,0392 10,766 0,091 1 25,507
19,9495 10,766 0,091 1 19,542
18,042 10,766 0,091 1 17,674
8
10,713 10,766 0,091 1 10,494
2
Rata-rata 18,635
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata besarnya erosi pada
saat proses pematangan lahan 18,63 ton/ha/tahun. Untuk luasan 27 Ha maka besarnya
erosi akan mencapai 270 sampai 675 ton/tahun. Setelah mengetahui besaran laju erosi
maka selanjutnya ialan menganalisis Indeks Besaran Erosi (IBE). Hal ini penting untuk
mengetahui seberapa besar atau rendah erosi actual terhadap erosi yang
diperbolehkan/toleransi pada suatu lahan yang diobservasi.
Indeks bahaya erosi (IBE) merupakan perbandingan antara besarnya erosi yang terjadi
akan membahayakan kelestarian produktivitas tanah dengan erosi yang diperbolehkan
atau erosi yang berbanding lurus dengan pembentukan tanah. Untuk menjaga
produtivitas tanah, seharusnya pengelolaan lahan disesuaikan dengan kaidah-kaidah
konservasi tanah dengan tidak mengesampingkan indek bahaya erosi yang berdampak
terhadap tanah atau lahan pertanian atau perkebunan.
Indeks Bahaya Erosi (IBE) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yaitu
IBE = A/TSL
Dimana :
A = Besarnya tanah yang tererosi (ton/ha/tahun) T = Erosi yang dapat ditoleransi
(ton/ha/tahun)
Untuk nilai TSL di daerah lokasi kegiatan mayoritas ditemukan tanah yang sangat
dangkal dengan kedalaman < 25 cm diatas batuan telah melapuk (tidak terkonsulidasi).
Dengan demikian nilai TSL pada lokasi kegiatan sebesar 4,8 (ton/ha/thn) (Ardiansyah,
2018). Berdasarkan hasil perhitungan maka dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Kriteria penetapan indeks bahaya erosi mengacu pada buku Konservasi Tanah dan Air
tahun 2010 seperti pada Tabel 6.28 (Arsyad, 2010) dapat dilihat bahwa indeks bahaya
erosi dibagi kedalam 4 kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan yang ada pada Tabel 6.29 dapat dilihat bahwa erosi yang
akan terjadi akibat kegiatan pematangan lahan memiliki Indeks Bahaya Erosi (IBE)
sedang sampai tinggi. Hal ini disebabkan oleh perubahan lahan yang semula lahan
tertutup (kebun) menjadi lahan terbuka saat kegiatan pematangan lahan berlangsung.
Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya
proyek dikategorikan dalam tingkat erosi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan erosi pada kegiatan pematangan lahan tahap konstruksi
adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (4) = 1
Meskipun besaran dampak kecil (1) tetapi dengan adanya kegiatan pematangan lahan
tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya erosi di lokasi kegiatan.
Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap erosi
dikategorikan menjadi dampak negatif kecil penting (-P).
d. Peningkatan Laju Sedimentasi Prakiraan Besaran Dampak
Dampak dari peningkatan erosi akibat kegiatan pematangan lahan adalah bertambahnya
laju sedimentasi pada saluran pembuang.
1) Kondisi RLA
Kondisi sedimentasi didapatkan berdasarkan hasil pengamatan kondisi lahan dan iklim
setempat rencana proyek. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besaran debit banjir
kala periode ulang 25 tahunan yaitu 0,481 m 3/detik, kandungan sedimentasi tersuspensi
537 mg/l, maka tingkat sedimentasi di saluran yaitu 22,31 ton/hari atau 22.316 kg/hari
maka dapat dikategorikan memiliki kelas yang sedang (skala 3).
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan besaran debit banjir periode ulang 25 tahunan
pada tahap konstruksi yaitu 0,723 m3/detik, kandungan sedimentasi tersuspensi 537
mg/l, maka tingkat sedimentasi di saluran yaitu 33,54 ton/hari atau 33.544,88 kg/hari
yang berasal dari lokasi kegiatan pada proses pematangan lahan. Berdasarkan hal
tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek dikategorikan
dalam kelas yang buruk (skala 2).
Besaran dampak peningkatan sedimentasi pada kegiatan pematangan lahan tahap
konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
Besaran dampak = (2) – (3) = 1
Meskipun besaran dampak kecil (1) tetapi dengan adanya kegiatan pematangan lahan
tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya sedimentasi dari lokasi
kegiatan.
Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap sedimentasi
dikategorikan menjadi dampak negatif kecil penting (-P).
Tabel 7. 30. Hasil Pengujian Kualitas air Saluran Cipeuet untuk Parameter TSS
Tabel 7. 31. Kualitas air Saluran Cipeuet untuk Parameter TSS Dengan Proyek
Setela
Parameter Satuan Rona Baku PIj
h ada
Awal Mutu
proyek
Kondisi Tanpa Pengelolaan
TSS mg/L 25,05 3.450 400 8,625
Kondisi dengan
pengelolaan
(Erosi terkelola > 90%)
TSS mg/L 25,05 367 400 0,9175
Sumber: Hasil Perhitungan, 2020
Hasil perhitungan indeks pencemaran menujukan parameter TSS dengan proyek berada
pada range 5 ≤ PI j ≤ 10 atau cemar sedang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek dan tanpa
pengelolaan dikategorikan dalam kondisi buruk (skala 2).
Kualitas lingkungan awal = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
Besaran dampak = (5) – (2) = 3
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas air
permukaan dikategorikan sebagai dampak negatif besar penting (+P).
Lokasi
No Jenis Biota
Up stream Outlet Downstream
1 Fitoplankton
Jumlah Individu 205 225 230
Jumlah Spesies 20 20 21
Zooplankton
Jumlah Individu 150 160 160
Jumlah Spesies 8 7 8
ID K. Simpson Plnkton 0,493 0,526 0,526
ID Shannon & Wiener 0,821 0,876 0,876
Plankton
Skala Lingkungan 5 5 5
3 Benthos
Jumlah Individu 4 4 4
Jumlah Spesies 30 25 30
ID K. Simpson Benthos 0,45 0,45 0,44
ID Shannon & Wiener 1,267 1,117 1,392
Skala Lingkungan 3 3 3
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020
Kondisi kualitas biota perairan tergolong baik untuk plankton, dan sedang untuk benthos.
2) Rona Lingkungan Hidup yang akan datang tanpa Proyek
Biota perairan sangat terpengaruhi oleh kondisi kualitas air dan kondisi fisika perairan
setempat. Jika tidak ada kegiatan yang dilakukan dalam waktu beberapa tahun kedepan,
kondisi perairan dan fisik saluran adalah tidak banyak berubah. Dengan pendekatan
kondisi ini, diprakirakan satu tahun kedepan kondisi lingkungan perairan adalah
disamakan. Kondisi kualitas biota perairan tergolong baik untuk plankton, dan sednag
untuk benthos
3) Kondisi Lingkungan Hidup yang akan datang dengan adanya proyek
Adanya kegiatan pematangan lahan diprakirakan akan memberikan dampak berupa
peningkatan limpasan air hujan (run off) yang berpotensi untuk membawa material TSS
dari lahan yang kurang padat selama masa pematangan lahan. Dengan kondisi
lingkungan yang berubah, diprakirakan beberapa hal di dalam perairan akan mengalami
dampak antara lain:
Berbagai perubahan parameter penentu biota perairan akan berubah sebagaimana Tabel
di atas, sehingga kondisi ini akan berdampak pada penurunan kemelimpahan,
keanekaragaman, dan sebaran plankton serta Benthos. Hal ini terjadi karena jenis-jenis
plankton yang peka terhadap perubahan lingkungan itu akan terhenti atau terganggu
pertumbuhannya dan hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan. Adanya
pergerakan massa air bersifat temporal maka pengaruh terhadap plankton dan benthos
dapat terpulihkan secara alami. Sehingga diperkirakan akan terjadi penurunan skala
kualitas lingkungan plankton sebesar 1 skala dari sangat baik menjadi baik, sedangkan
benthos menurun dari sedang menjadi buruk.
Besaran dampak gangguan terhadap Plankton dapat disimpulkan = 4 – 5 = -1 Besaran
dampak gangguan terhadap benthos dapat disimpulkan = 2 – 3 = -1
dilihat bahwa debit banjir saluran kala ulang 5 tahunan yaitu 0,380 m3/detik.. Sementara
hasil pemantauan debit sesaat dil saluran dekat lokasi kegiatan saat musim kemarau yaitu
berkisar antara 0,3 sampai 0,6 m3/detik. Maka berdasarkan uraian tersebut kondisi rona
awal air larian dikategorikan baik (skala 4).
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa dan dengan adanya proyek
a) Debit Limpasan Air Permukaan di Lokasi Kegiatan
Perhitungan limpasan air hujan maksimum di wilayah PT. TGI akan menggunakan
metode perhitungan debit maksimum berdasarkan metode perhitungan curah hujan
limpasan dengan koefisien aliran permukaan. Untuk mengetahui besarnya debit
maksimum yang berasal dari air hujan yang jatuh ke lokasi studi dengan
menggunakan metode modifikasi rasional. Metode rasional adalah metode lama yang
masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge).
Berikut adalah hasil perhitungan debit limpasan sesuai dengan saluran yang melaluinya
sebelum dan sesudah adanya pembangunan. Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir
dilokasi kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan
menggunakan persamaan rasional.
Pada tahap pematangan lahan terdapat dampak air larian berupa debit banjir dengan
satuan m3/detik. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 6.34. dapat dilihat bahwa
terjadi perubahan pada kondisi debit dengan project atau pada saat proses pematangan
lahan dimana hal ini disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan yang semula berupa
lahan kebun menjadi lahan terbuka. Perhitungan debit menggunakan persamaan rasional
dimana terdapat fungsi C didalamnya. Nilai koefisien C merupakan koefisien aliran
permukaan yang juga dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan. Untuk kondisi tanpa project
nilai koefisien C yaitu 0,15 sedangkan pada kondisi dengan project (pematangan lahan)
nilai koefisien C berubah menjadi 0,2. Berikut adalah grafik debit yang akan masuk ke
saluran pembuang pada kondisi tanpa project dan dengan project.
Gambar 7. 7. Grafik perbandingan debit dilokasi kegiatan tanpa dan dengan project untuk
setiap periode ulang pada tahap konstruksi
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat perbedaan besarnya debit tanpa project dan
dengan project. Selisih debitnya tidak terlalu signifikan karena pada lokasi kegiatan
belum dalam kondisi terbangun sehingga lahan masih terbuka.
area ± 1,150 km2, outlet catchment area ditentukan setelah pertemuan saluran dibagian
barat. Panjang saluran yaitu 3,670 km (diukur dari setelah jalan raya ciledug sampai
pertemuan saluran). Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir disekitar lokasi
kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan menggunakan
persamaan rasional.
Tabel 7. 35. Debit banjir saluran tahap konstruksi disekitar lokasi kegiatan
Jika melihat peta lokasi kegiatan, dapat dilihat bahwa disekitar lokasi kegiatan
merupakan kebun dan pemukiman penduduk. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat
bahwa besaran debit tanpa project dan dengan project tidak memiliki selisih yang
signifikan karena pada perhitungan tersebut dihitung berdasarkan catchment area atau
wilayah tangkapan untuk saluran pembuang sehingga perubahan luasan dilokasi kegiatan
tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap penambahan debit saluran pembuang
secara keseluruhan.
saat tahap konstruksi yaitu 0,723 m3/detik. Saluran yang direncanakan berupa saluran
persegi dengan dimensi lebar 1,2 m dan kedalaman 1,2 m. Saluran yang digunakan
merupakan precast beton (u-ditch) dengan ukuran 120x120x120 cm. Berdasarkan hasil
perhitungan saluran tersebut dapat menampung debit hingga 1,9 m3/detik sehingga
sudah melampauai debit maksimum 25 tahun yang telah dihitung sebelumnya. Berikut
adalah design saluran yang direncanakan.
Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya
proyek dikategorikan dalam kelas kelas yang baik (skala 4), sementara dengan adanya
proyek dikategorikan dalam kelas yang sedang (skala 3). Besaran dampak peningkatan
air larian pada kegiatan pematangan lahan tahap konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun besaran dampak kecil (-1) tetapi dengan adanya kegiatan pematangan lahan
tetap akan memberikan dampak negative akibat meningkatnya air larian dari lokasi
kegiatan.
Sifat Penting Dampak
Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap air larian
dikategorikan menjadi dampak negatif penting (-P).
Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek menunjukkan bahwa penduduk yang
berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik, dan
Pneumokoniosis adalah sebagai berikut
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu di tapak
proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu
di tapak proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 0,12% - 43,81% (<50%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek
ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).
Besaran dampak angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik pada
kegiatan pematangan lahan tahap konstruksi adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (5) = -2
Sifat Penting Dampak
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan pematangan lahan
tahap konstruksi merupakan negatif penting (P).
Tabel 7. 39. Prakiraan besaran emisi TSP pada kegiatan Pembangunan Jalan Akses
QL u C BM
No x (m) (g/detik) π σz (m/detik) (µg/m3) (µg/m3)
z (m)
1 2 45.858,56 3,14 114,70 4,3 1 657,59 230
2 5 45.858,56 3,14 264,30 4,3 1 433,22 230
3 10 45.858,56 3,14 496,97 4,3 1 315,93 230
4 15 45.858,56 3,14 719,03 4,3 1 262,65 230
5 20 45.858,56 3,14 934,48 4,3 1 230,39 230
6 30 45.858,56 3,14 1.352,03 4,3 1 191,54 230
7 50 45.858,56 3,14 2.153,24 4,3 1 151,78 230
8 100 45.858,56 3,14 4.048,83 4,3 1 110,69 230
9 150 45.858,56 3,14 5.857,99 4,3 1 92,02 230
10 200 45.858,56 3,14 7.613,22 4,3 1 80,72 230
Sumber : Hasil analisa, 2020
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative penting (-P)
120,00
Pengurugan
100,00 Pemadatan
Pengecoran
Baku mutu
80,00
Kebisingan (dB)
60,00
40,00
20,00
0,00
Dari table dan grafik diatas menunjukan bahwa pada tahapan pengurugan jalan
kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 130 m, pada tahapan pemadatan jalan
kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 90 m dan pada tahapan pengecoran
kebisingan mencapai baku mutu pada jarak 30 m dari sumber bising.
TANPA KEGIATAN DENGAN KEGIATAN KETERANGAN
Besaran kebisingan Tingkat kebisingan berjarak 10 Rona awal
rona awal adalah 56,4 m Tahap pengurugan 77,60 dB. kebisingan diukur
dB, berdasarkan hasil Tahap pemadatan 74,00 dB di SDN pabedilan
pengukuran actual di Tahap pengecoran Kidul berjarak 10
lapangan Seluruh tahapan pelaksanaan m dari jalan akses /
konstruksi jalan akses masih di rencana jalur
atas mobilisasi
baku mutu.
Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa proyek menunjukkan bahwa penduduk yang
berisiko mengalami angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan kronik, dan
Pneumokoniosis adalah sebagai berikut
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)
Persentase risiko peningkatan angka kesakitan adalah 9,35% - 12,79% (<20%) penduduk
yang terkena dampak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi tanpa proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya
peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu di tapak
proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with
an Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)
Tabel 7. 43. Peningkatan risiko terjadinya kasus tanpa proyek
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang
memandang bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif
sebesar 98% serta masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).
Dimana:
C= Konsentrasi parameter udara (mg/m3) Q = Laju emisi
(mgr/dtk)
us = Kecepatan angin
σy = Koefisien dispersi sumbu y
σz = Koefisien dispersi sumbu z
y= Jarak pada arah sumbu y dari centerline
z= Jarak vertikal pada arah sumbu z dari centerline
H= Tinggi kepulan (plume)
x= Jarak receptor terhadap sumber emisi
Sumber : - Kiely, G. 1998. Environmental Engineering. McGraw-Hill International
Editions. Singapore.
-De Nevers, N. 1995. Air Pollution Control Engineering. McGraw-Hill Book Co.
International Edition.
Dari rumus Gaussian tersebut terdapat faktor-faktor yang harus ditentukan, yaitu laju
emisi (Q) dan parameter dispersi (σy dan σz). Kedua variabel tersebut ditentukan dengan
rumusan berikut.
Nilai konsumsi bahan bakar rata-rata alat berat di area kegiatan dihitung dengan asumsi
setiap alat berat menghabiskan 50 liter solar dalam 1 hari. Konsumsi bahan bakar dari
pemakaian alat berat konstruksi pabrik dan utillitas diperkirakan sebesar 450 ltr/hari.
Nilai faktor emisi ditentukan berdasarkan standar WHO, seperti tersaji pada Tabel 3.1
berikut :
Tabel 7. 45. Perhitungan Laju Emisi
Konsumsi Faktor
Parameter Laju Emisi
BBM Emisi
Udara (ltr/hari) (mgr/dtk)*
(gr/ltr)
TSP 450,0 2,010 26,09
SO2 450,0 6,364 33,15
NO2 450,0 7,210 21,93
Sumber : Hasil Analisa, 2020
b. Kecepatan angin (us)
Pada perhitungan kali ini, nilai kecepatan angin yang digunakan adalah nilai rata-rata
kecepatan angindari wind rose yaitu 4,5 m/s.
Tabel 7. 47. Perhitungan Dispersi Pollutant dari Area konstruksi us = 4,30 m/s
y= 1,00 m
z= 1,70 m
H= 2,40 m
Q (mgr/m3) = 26,09 33,15 21,93
X (m) y z TSP SO2 NO2
2 0,32 0,28 3,52 4,47 2,96
4 0,64 0,56 362,51 460,48 304,62 Hasil simulasi dispersi gas
6 0,96 0,83 493,47 626,83 414,67 polutan (SO2, NO2 dan TSP)
8 1,28 1,11 412,3 523 346,5
4 ,78 0 dari area kegiatan konstruksi
10 1,60 1,38 321,3 408 270,0 pabrik dan utillitas dengan
6 ,21 4
Grafik Dispersi TSP Area Konstruksi Pabrik dan Utillitas
12 1,92 1,65 255,9 325 215,0 menggunakan model dispersi
600,00 6 ,14 9
Gauss disajikan dalam gambar
14 2,23
500,00 1,92 211,5 268 177,7
6 ,74 8 berikut.
16 2,55
400,00
2,19 179,9 228 151,2
300,00
7 ,61 3
18 2,87 2,45 155,9 198 131,0
200,00 5 ,10 5
20 3,19
100,00 2,72 136,7 173 114,8
3 ,68 9
22 3,50
0,00 2,98 120,8 153 101,5
4 ,50 4
24 3,82 107,4 136 90,30
2468 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
3,25
5 ,50
Parameter TSP BM TSP
26 4,14 3,51 96,05 122 80,71
,01
28 4,46 3,77 86,26 109 72,49
,57
30 4,77 4,02 77,80 98, 65,38
83
32 5,09 4,28 70,47 89, 59,22
51
34 5,40 4,53 64,07 81, 53,84
39
36 5,72 4,79 58,47 74, 49,13
ug/m3
27
38 6,03 5,04 53,55 68, 45,00
02
40 6,35 5,29 49,20 62, 41,34
49
Gambar 7. 10. Grafik Sebaran Dispersi Polutan Kegiatan Konstruksi Pabrik dan Utillitas
Dari hasil analisis dispersi pollutant dari kegiatan konstruksi pabrik & utillitas
menunjukan bahwa kontribusi polutant TSP pada area konstruksi bangunan pabrik dan
utillitas. Hal ini karena alat berat dan volume pekerjaan yang dilakukan di area
konstruksi bangunan pabrik dan utillitas lebih besar. Pada area konstruksi bangunan
pabrik konsentrasi pollutant TSP yang dihasilkan mencapai 736 ug/m3 dan mencapai
baku mutu pada jarak 18 m dari sumber emisi.
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas
udara ambient dikategorikan sebagai dampak negative penting (-P)
Dengan menggunakan persamaan point source di atas, menunjukkan bahwa pada jarak
520 meter tingkat kebisingan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan (Gambar 6-11).
Sedangkan jarak pemukiman terdekat dengan lokasi proyek adalah berkisar ±700 meter
ke arah selatan tapak proyek. Sehingga besaran dampak kebisingan relatif aman dan
masih memenuhi baku mutu kebisingan untuk kawasan pemukiman (55 dB(A)).
Tabel 7. 49. Intensitas Kebisingan dari Konstruksi Bangunan Pabrik dan Utillitas
120,00
100,00
80,00
Kebisingan (dB)
60,00
40,00
20,00
0,00
Kebisingan
Baku mutu
51
10
Jarak (m)
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak peningkatan intensitas
kebisingan dikategorikan sebagai dampak negative penting (-P)
Tingkat Nilai
Kondisi
No Lokasi Getaran Siimpangan Keterangan
(mm/s) (µm) Lingkungan
1 Masjid R. Tholibin 0,56 0,2229 4 Baik
2 SDN 2 Pabedilan 0,22 0,0876 4 Baik
3 Lokasi Proyek 0,19 0,0756 4 Baik
4 Permukiman Warga RT 03/02 0,32 0,1274 4 Baik
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020
Nilai getaran yang terukur adalah gerakan yang berasal lalu lintas di sekitar jalan raya
dan permukiman setempat. Hal ini terlihat di mana area terdekat dengan jalan memiliki
tingkat getaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya.
Tabel 7. 51. Kondisi Getaran Lingkungan saat yang akan datang tanpa proyek
Tabel 7. 52. Kondisi Getaran Lingkungan saat yang akan datang tanpa proyek
Dampak di Lokasi Terdampak
Tingkat Nilai (mm/s)
No Jenis Alat Kondisi
Getaran Siimpa SDN 2 Permuki Lingkung
PabedilaPermukim
(mm/s) ngan man
(µm) n (350 m) an (250 Utara
an
m) (800 m)
1Pile Driver 40,132 15,98 0,051322 0,213557 0,037307 4
(impact)
2 Pile Driver 18,6436 7,42 0,023842 0,099209 0,017331 4
(Sonic)
3 Clam 5,1308 2,04 0,006561 0,027303 0,004770 4
Shovel
Drop
4 Hydromill 0,4318 0,17 0,000552 0,002298 0,000401 4
5 Large 2,2606 0,90 0,002891 0,012029 0,002101 4
Buldozer
6 Caison 2,2606 0,90 0,002891 0,012029 0,002101 4
Drilling
7 Loaded 1,9304 0,77 0,002469 0,010272 0,001795 4
Truck
8 Jackhamm 0,889 0,35 0,001137 0,004731 0,000826 4
er
9 Small 0,0762 0,03 0,000097 0,000405 0,000071 4
Buldozer
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020
Prakiraan Sifat Penting Dampak
Berdasarkan hasil prakiraan besaran dampak, dapat dilakukan evaluasi sifat penting
dampak sebagaimana berikut :
Sifat Dampak
No Kriteria Dampak Penjelasan
P TP
Penting
1 Jumlah manusia yang TP Dampak getaran menurun seiring
terkena dampak dengan peningkatan jarak. Pada
lokas permukiman, besaran
dampak sangat kecil (mendekati
nol). Manusia terkena dampak
hanya pekerja konstruksi > 150
orang
2 Intensitas dan Lamanya TP Intensitas dampak berlangsung
dampak berlangsung tidak kontinu, dan tertinggi hanya
selama pemancangan
berlangsung
3 Luas persebaran dampak TP Sebaran dampak terbesar terjadi
pada radius 100 m.
4 Berbalik tidaknya dampak TP Dampak dapat berbalik seiring
dengan berakhirnya proyek
5 Sifat kumulaif dampak TP Dampak tidak bersifat kumulatif
6 Komponen lain yang TP Besaran dampak yang kecil tidak
terkena dampak akan menimbulkan perubahan
terhadap komponen lingkungan
lain
7 Kriteria lain yang sesuai TP Dampak getaran dapat dikelola
dengan perkembangan dengan pemilihan alat konstruksi
ilmu pengetahuan dan yang dipakai
teknologi
Jumlah 0 6
Sifat Penting Dampak : Tidak Penting (TP)
Prakiraan Besaran dan Sifat Penting dampak : Negatif Kecil Tidak Penting
dilihat bahwa debit banjir saluran kala ulang 5 tahunan yaitu 0,380 m 3/detik.. Sementara
hasil pemantauan debit sesaat dil saluran dekat lokasi kegiatan saat musim kemarau
yaitu berkisar antara 0,3 sampai 0,6 m3/detik. Maka berdasarkan uraian tersebut kondisi
rona awal air larian dikategorikan baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa dan dengan adanya proyek
a) Debit Limpasan Air Permukaan di Lokasi Kegiatan
Hasil perhitungan pada proses pematangan lahan didapatkan curah hujan rencana untuk
setiap periode ulang telah dilakukan. Curah hujan rencana tersebut menjadi dasar
perhitungan perkiraan besaran debit pada proses konstruksi bangunan pabrik dan utilitas.
Debit limpasan dievaluasi berdasarkan saluran yang melalui lokasi tersebut. Berikut
adalah hasil perhitungan debit limpasan sesuai dengan saluran yang melaluinya sebelum
dan sesudah adanya pembangunan. Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir dilokasi
kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan menggunakan
persamaan rasional.
Tabel 7. 53. Debit banjir saluran tahap operasi dilokasi kegiatan
Tabel diatas menunjukkan bahwa adanya perubahan debit yang signifikan, hal ini
disebabkan oleh alih fungsi lahan dari kebun menjadi pabrik. Untuk kebun nilai koefisien
aliran permukaan adalah 0,15 sementara setelah adanya pabrik koefisien aliran
permukaan menjadi 0,607, hal ini menunjukkan bahwa daya infiltrasi akan berkurang
sehingga terdapat air yang akan menjadi direct run off.
Hal yang mempengaruhi besarnya debit limpasan adalah luas daerah tangkapan
(catchment area), intensitas hujan dan koefisien aliran permukaan. Nilai koefisien aliran
permukaan berkisar antara 0 sampai 1, semakin nilai mendekati 1 maka keadaan tanah
mendekati jenuh begitupun sebaliknya. Nilai koefisien aliran permukaan dipengaruhi
oleh penggunaan lahan. Oleh karena itu, ketika lahan mengalami perubahan maka akan
terjadi perubahan nilai koefisien aliran permukaan juga.
Gambar 7. 12. Grafik perbandingan debit dilokasi kegiatan tanpa dan dengan project untuk
setiap periode ulang pada tahap operasi
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa selisih nilai debit tanpa dan dengan
project pada tahap operasi cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna
lahan yang sebelumnya kebun menjadi lahan terbangun.
b) Kolam tampungan yang direncanakan
Alternatif untuk mengurangi air limpasan permukaan adalah dengan adanya pond
dilokasi kegiatan. Pond dapat direncanakan di bagian selatan lokasi kegiatan dekat
dengan saluran pembuang. Perhitungan pond berdasarkan debit masuk yang telah
dihitung dengan menggunakan HSS Nakayasu pada periode ulang 25 tahun.
2
5 Tahun
1,5 10 Tahun
1 20 tahun
25 Tahun
0,5
50 Tahun
0 100 Tahun
024681012141618
Waktu (jam)
Gambar 7. 13. Hidrograf 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun
Untuk volume pond dihitung berdasarkan debit pada saluran pembuang yang berada
dekat pond tersebut. Berikut adalah hasil perhitungan tampungan air banjir pada
catchment area saluran pembuang yang melintasi lokasi kegiatan.
Tabel 7. 55. Perhitungan tampungan air banjir pada catchment area Saluran pembuang
Volume
T (jam) Inflow Tampungan
Kumulatif
(m3/detik) (m3) (m3)
0,00 0,000
0,69 2,141 2659,76 2659,76
1,38 1,005 2497,36 5157,12
2,07 0,466 1737,62 6894,74
2,76 0,316 1569,42 8464,16
3,45 0,191 1187,91 9652,07
4,14 0,117 870,13 10522,20
4,83 0,071 619,66 11141,85
5,52 0,043 432,28 11574,13
6,21 0,027 296,85 11870,98
6,90 0,016 201,33 12072,31
7,59 0,010 135,18 12207,49
8,28 0,006 90,02 12297,51
8,97 0,004 59,53 12357,04
9,66 0,002 39,13 12396,17
10,35 0,001 25,59 12421,76
11,04 0,001 16,66 12438,42
11,73 0,001 10,81 12449,23
12,42 0,000 6,98 12456,22
13,12 0,000 4,50 12460,72
13,81 0,000 2,89 12463,61
14,50 0,000 1,85 12465,46
15,19 0,000 1,19 12466,65
15,88 0,000 0,76 12467,40
16,57 0,000 0,48 12467,88
17,26 0,000 0,31 12468,19
17,95 0,000 0,19 12468,39
18,64 0,000 0,12 12468,51
19,33 0,000 0,08 12468,59
20,02 0,000 0,05 12468,64
20,71 0,000 0,03 12468,67
21,40 0,000 0,02 12468,69
22,09 0,000 0,01 12468,70
22,78 0,000 0,01 12468,71
23,47 0,000 0,00 12468,71
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6.55 bahwa tampungan yang
dibutuhkan untuk meminimalisir adanya limpasan yaitu 12.468,71 m3. Artinya akan
Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya
proyek dikategorikan dalam kelas kelas yang baik (skala 4), sementara dengan adanya
proyek dikategorikan dalam kelas yang sedang (skala 3). Besaran dampak peningkatan
air larian pada kegiatan konstruksi bangunan dan utilitas pabrik di tahap konstruksi
adalah sebagai berikut:
Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap air larian
dikategorikan menjadi dampak negatif penting (-P).
Tabel 7. 56. Presentase tingkat kesempatan kerja pada kondisi rona awal
Kriteria Pabedilan Pabedilan Total
Kidul Kulon
Jumlah penduduk yang 1870 1613 3483
bekerja
Jumlah angkatan kerja 2196 1840 4036
Tingkat kesempatan kerja 86,30%
Tingkat pengangguran 13,70%
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4).
14,00%
Tingkat pengangguran (%)
12,00%
10,00%
8,00%
6,00%
4,00%
2,00%
0,00%
2018201920202021202220232024202520262027
Tahun
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa total tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak
25.000 orang dimana sekitar 72% nya berasal dari tenaga kerja lokal. Sehingga akan ada
18.121 orang di Kecamatan Pabedilan terutama di Desa Pabedilan Kulon dan Pabedilan
Kidul yang memiliki kesempatan bekerja di PT. TGI.
Pada tahap konstruksi kesempatan kerja hanya sekitar 1,5% dari jumlah pengangguran yang
ada di dua wilayah studi. Berdasarkan data monografi desa tahun 2020 jumlah
pengangguran di wilayah studi mencapai 6075 orang. Jika melihat dari kebutuhan tenaga
kerja maka pengangguran tersebut dapat diakomodir secara maksimal pada tahun 2023
selama memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
120000
Jumlah Pengangguran (orang)
110000
100000
90000
2018201920202021202220232024202520262027
Tahun
Gambar 7. 15. Prakiraan dampak perubahan jumlah pengangguran pada tahun 2018 sampai
2026 di Kabupaten Cirebon
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 sampai 2021 jumlah
pengangguran di Kabupaten Cirebon mencapai 114.937 orang pada tahun 2021. Kemudian
pada tahun 2022 saat terjadi perekrutan karyawan untuk PT. TGI sebanyak 5000 orang,
jumlah pengangguran mulai berkurang. Penurunan jumlah pengangguran terus berkurang
sampai dengan seluruh kegiatan rekrutmen PT. TGI telah selesai dilaksanakan sampai tahun
2026 yaitu terpenuhinya jumlah karyawan sebanyak 25.000 orang.
14,00%
12,00%
gkat pengangguran (%)
10,00%
8,00%
6,00%
4,00%
0,00%
2018
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027
Tahun
Gambar 7. 16. Prediksi persentase penurunan tingkat pengangguran yang akan datang
dengan adanya proyek
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa dengan adanya proyek terjadi penurunan
persentase pengangguran hingga 9,01% pada tahun 2026. Hal ini disebabkan PT. TGI
membuka cukup banyak lowongan pekerjaan untuk masyarakat Kabupaten Cirebon
terutama di Kecamatan Pabedilan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kondisi dengan
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5).
Besaran dampak peningkatan kesempatan kerja pada tahap penerimaan tenaga kerja
operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
Besaran dampak = (5) – (3) = 2
Besaran dampak cukup besar (2) akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja di
PT.TGI pada tahap operasional hingga tahun 2026.
Dengan demikian Dampak kesempatan kerja dari kegiatan operasi merupakan positif
penting (+P).
Berdasarkan table tersebut dapat dilihat bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan pada tahap
operasional mencapai 25.000 orang dengan persentase untuk pekerja lokal sekitar 72% atau
18.121 orang. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan merupakan hasil analogi dari kegiatan
serupa yang sudah berjalan di Subang. Jika dilihat dari kegiatan yang sudah berjalan, dengan
adanya jumlah karyawan sebanyak ini tentunya membuka banyak peluang berusaha
disekitar PT. TGI. Peluang berusaha tersebut juga bermacam-macam yaitu pedagang kaki
lima, usaha warung makan, usaha penyewaan kamar dan/atau rumah kontrakan karena
adanya pendatang dari wilayah selain Kecamatan Pabedilan, serta peluang jemputan
angkutan karyawan untuk masyarakat.
Jika dilihat dari jumlah pengangguran di kedua desa diwilayah kegiatan yaitu sekitar 6075
orang atau sekitar 24% dari total tenaga kerja yang dibutuhkan, artinya diasumsikan sekitar
76% (sekitar 18.925 orang) sisanya membutuhkan rumah kontrakan atau kos- kosan sebagai
tempat tinggal yang lokasinya dekat dengan PT. TGI atau membutuhkan jemputan karyawan
jika memang tempat tinggalnya masih bisa terjangkau. Hal tersebut tentunya menjadi
peluang berusaha untuk masyarakat yang tinggal di wilayah studi.
Jika diasumsikan 50% dari 76% yaitu sebanyak 9.463 orang tersebut merupakan karyawan
yang pulang-pergi (tidak membutuhkan kos-kosan atau kontrakan), maka akan ada sekitar
947 mobil jemputan karyawan (asumsi 1 mobil untuk 10 orang karyawan) yang dapat
menjadi peluang berusaha baru bagi masyarakat di Kecamatan Pabedilan. Kemudian
diasumsikan juga sebanyak 40% dari 75% tersebut yaitu sebanyak 7.570 orang
membutuhkan kontrakan atau kos-kosan, maka akan ada sekitar 947 rumah (asumsi 1 rumah
untuk 8 orang karyawan) yang berpotensi untuk dijadikan peluang berusaha kontrakan atau
kos-kosan. Kemudian sisanya 10% diasumsikan membawa kendaraan bermotor pribadi yang
disimpan diparkiran yang disediakan oleh PT. TGI.
Kemudian dengan jumlah karyawan mencapai 25.000 orang juga akan membuka peluang
usaha warung makan dan pedagang kaki lima yang ada di wilayah studi. Diasumsikan untuk
satu warung makan maksimum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi karyawan hingga 50
orang maka terdapat peluang berusaha untuk 500 warung makan yang sudah ada atau
warung makan baru. Begitupun dengan pedagang kaki lima, jika diasumsikan satu pedagang
dapat memenuhi kebutuhan karyawan hingga 100 orang maka akan ada sekitar 250
pedagang kaki lima yang memiliki peluang berusaha. Namun tidak menutup kemungkinan
akan ada peluang berusaha lainnya seperti toko pakaian, jasa photo copy, percetakan,
bengkel, laundry dan lain sebagainya yang dapat menunjang kebutuhan karyawan.
Tabel 7. 60. Prakiraan besaran dampak timbulnya peluang berusaha tahap operasional
Besaran dampak adanya peluang berusaha pada kegiatan rekrutmen tenaga kerja tahap
operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 2
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 2
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
Besaran dampak = (4) – (2) = 2
Besaran dampak cukup besar (2) akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja di PT.TGI
pada tahap operasional hingga tahun 2026 terhadap adanya peluang berusaha untuk
masyarakat sekitar.
Hasil wawancara terhadap 100 orang responden di dua Desa terdampak menunjukkan angka
pendapatan rata-rata penduduk adalah sebagai berikut :
Tingkat Pendapatan (%)
54
60
40
21
17
20 8
-
<1 jt1,5-2 jt2-3 jt >3 jt
Tabel 7. 62. Prakiraan besar dampak perubahan pendapatan sebagai dampak turunan dari
rekrutmen tenaga kerja pada tahap operasional
Jumlah Pendapatan Pendapatan
Tahun
Karyawa Perbulan Selama 1 Tahun
n
2022 5000 Rp. 12.500.000.000,00 Rp. 150.000.000.000,00
2023 9000 Rp. 22.500.000.000,00 Rp. 270.000.000.000,00
2024 12000 Rp. 30.000.000.000,00 Rp. 360.000.000.000,00
2025 18000 Rp. 45.000.000.000,00 Rp. 540.000.000.000,00
2026 25000 Rp. 62.500.000.000,00 Rp. 750.000.000.000,00
Sumber : Hasil analisis, 2020
Berdasarkan table tersebut dapat dilihat pendapatan perbulan hingga pertahun untuk semua
karyawan pada tahap operasional. Besaran dampak perubahan pendapatan yang sangat
signifikan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan perekonomian lokal dan daerah.
Hasil prakiraan dampak terhadap perubahan pendapatan yang bersifat tidak langsung dari
peningkatan peluang berusaha akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja tahap
operasional berupa usaha kontrakan/kos-kosan, jemputan karyawan, warung makan serta
pedagang kaki lima.
Tabel 7. 63. Prakiraan besaran dampak timbulnya peluang berusaha tahap operasional
hingga tahun 2026
Pendapatan Kotor per Pendapatan Bersih per
No Peluang Berusaha Jumlah Bulan (Rp) Bulan (Rp)
1 Kontrakan/kos- 947 Rp. 5.303.200.000,00 Rp
kosan
4.242.560.000,00
2 Jemputan 947 Rp. 4.735.000.000,00 Rp
Karyawan
3.788.000.000,00
3 Warung Makan 500 Rp. 375.000.000,00 Rp 300.000.000,00
4 Pedagang kaki lima 250 Rp. 250.000.000,00 Rp 200.000.000,00
Sumber: Hasil analisis, 2020
Berdasarkan hasil analisis pada table tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan bersih untuk
setiap peluang berusaha sangat signifikan jika proses rekrutmen tenaga kerja pada tahap
operasional sudah selesai semua pada tahun 2026. Rata-rata pendapatan bulanan dari adanya
peluang berusaha yaitu Rp. 2.470.000. Maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sangat baik (skala 5).
Besaran dampak peningkatan pendapatan masyarakat pada kegiatan penerimaan tenaga kerja
tahap operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
Besaran dampak = (5) – (4) = 1
Besaran dampak yaitu (1) akibat adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja di PT.TGI pada
tahap operasional hingga tahun 2026 terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
Tabel 7. 64. Jumlah Dan Konsumsi Bahan Bakar Per Jenis Kendaraan.
Konsumsi Konsumsi
Kendara
Jenis energi energi
an
Kendaraan spesifik kendaraan kendaraan
/ hari
km/ltr total/km
Mobil pribadi 245 8,48 28,89
Truck 48 6,32 7,59
Angkot 380 9,19 41,35
Sepeda motor 4520 37,15 121,67
Sumber : Wirawan, et el (2008)
Dari hasil perhitungan diatas parameter yang mengalami kenaikan signifikan adalah HC
yang melampaui baku mutu yaitu 160 ug/m3. Parameter yang lain masih dalam kondisi baik
berada di bawah baku mutu. Hal ini disebabkan karena pembakaran minyak bumi dari
bensin dan solar yang menghasilkan senyawa hidro karbon.
Gas yang dikategorikan sebagai GRK adalah gas-gas yang yang berpengaruh, baik secara
langsung atau tidak langsung terhadap efek rumah kaca. Gas-gas itu mencakup karbon
dioksida (CO2), metan (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan CFC (chlorofluorocarbon).
Konsentrasi gas-gas ini dalam skala global secara kumulatif sebagian dipengaruhi langsung
oleh aktivitas manusia.
Proyeksi emisi gas rumah kaca (GRK) dan kecenderungannya (trend) dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data rencana kegiatan PT. TGI. Data ini mencakup seluruh sumber
emisi, baik sumber emisi bergerak (mobile) maupun sumber emisi tidak bergerak (stationary
sources).
Analisis data untuk mendapatkan persamaan regresi dan proyeksi serta trend kuantitas emisi
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi sumber emisi
b. Kuantifikasi nilai emisi
c. Koleksi dan seleksi faktor emisi
d. Perkiraan total nilai emisi
e. Penyusunan persamaan regresi, pola kecenderungan (trend) dan proyeksi emisi.
1. Sektor produksi
Besaran emisi CO2 dari sektor produksi sepatu, dilakukan analisis dari carbon footprint dari
pembuatan 1 pasang sepatu. Produksi 1 pasang sepatu menghasilkan emisi carbon rata-rata
10 Kg Co2e (The European project CO2Shoe, 2016). Rencana kapasitas produksi sepatu PT.
TGI adalah 18.000.000 pasang sepatu per tahun. Sehingga dapat dihitung emisi Carbon yang
dihasilkan sector produksi PT. TGI adalah 180.000.000 Kg CO2e per tahun.
2. Sektor transportasi
Besaran emisi CO2 dari sektor transportasi, dihitung dengan pendekatan konsumsi bahan
bakar dari bangkitan kendaraan operasional PT. TGI, dengan menggunakan rumus berikut.
Pemakaian BBM
Bankitan Jenis Rit/h ltr/Hari
kendaraan Kendaraan ari Bensin Solar
Angkutan barang
Angkutan bahan
Truck kontainer 20 0 600
baku
Angkutan produk Truck kontainer 15 0 450
Angkutan limbah Truck fuso & 2 0 60
dll box
Angkutan orang 0
Manajemen & Mobil pribadi 300 1.500 0
Staff
Karyawan Angkot 346 1.730 0
Sepeda motor 1.976 3.952 375
Jumlah : 7.182 1.485
* Asumsi untuk setiap truck berat konsumsi 30 BBM ltr/hari
* Asumsi untuk setiap mobil pribadi konsumsi BBM 5 ltr/hari
* Asumsi untuk setiap sepeda motor konsumsi BBM 2 ltr/hari
Dari data data berikut maka dapat dihitung untuk besaran emisi yang dihasilkan dari sektor
transportasi, sebagai berikut :
Tabel 7. 70. Emisi GRK dari Sektor Transportasi
Dari tabel diatas menunjukan bahwa kontribusi CO2 dari sektor transportasi kegiatan
operasional PT. TGI sebesar 6,49 Kg/Hari.
3. Sektor domestik
Besaran emisi CO2 dari sektor domestik, dihitung dengan pendekatan timbulan sampah
domestik meliputi sampah domestic dan sampah tinja dari kegiatan operasional PT. TGI.
dengan menggunakan rumus berikut.
Emisi = Timbulan sampah (Kg/hari) x Faktor Emisi (gr/Kg sampah)
Faktor emisi CH4 sampah domestik adalah 10 gr CH4/Kg sampah dan faktor emisi CO2
sampah domestik adalah 1,09 gr CO2/Kg sampah (berdasarkan Campus Carbon Footprint
by Adam Wilson). Perhitungan emisi GRK sektor domestik disajikan pada tabel berikut.
Tabel 7. 71. Emisi GRK sektor domestik
Faktor Emisi
Volume Emisi (g/hari)
Jenis sampah (gr/Kg)
(Kg/hari)
CO2 CH4 CO2 CH4
Sampah 283,2 1,09 10 257,24 2.360,00
domestik *
Tinja * 120 1,09 10 130,80 1.200,00
504,89 4.632,00
CO2-Eq (GWP CH4 = 21) - 97.272,00
Jumlah Total CO2-Eq (gr/hari) 75.148,04
Jumlah Total CO2-Eq (Kg/hari) 75,15
Keterangan :
* : 1m3 sampah domestik = 10 Kg
** : 1m3 tinja = 120 Kg
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020
Dari tabel diatas menunjukan bahwa kontribusi CO2 dari sektor transportasi kegiatan
operasional PT. TGI sebesar 75,15 Kg/Hari.
4. Sektor energi
Besaran emisi CO2 dari sektor energi, dihitung dengan pendekatan perkiraan konsumsi
energi listrik per KWH dari kegiatan operasional PT. TGI, dengan menggunakan rumus
berikut.
Emisi = Konsumsi energi listrik (Kwh/hari) x Faktor Emisi (Kg/Kwh)
Faktor emisi untuk pemakaian energi listrik adalah 0,77 Kg/Kwh ( berdasarkan The World
Bank Group GHG Emissions Inventory Management Plan). Rencana kapasitas listrik
terpasang PT. TGI adalah 23,2MVA. Perkiraan konsumsi energi listrik dari kegiatan
operasional PT. TGI diperkirakan sebesar 773 Kwh/hari, karena sebagian besar lebih
digunakan untuk konsumsi kantor dan domestik. Maka emisi CO2 dari sektor energi listrik
adalah.
Emisi CO2 = 773 x 0,77 = 595,2 Kg/hari
Rekap Emisi gas efek rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan operasional PT. TGI
disajikan pada tabel berikut
Tabel 7. 72. Emisi GRK dari Kegiatan Operasional PT. TGI
Sektor CO2 (Kg/hari)
Sektor produksi 5000
Sektor Transportasi 6,4898
Sektor domestik 75,15
Sektor energi 595,21
Jumlah 5.676,8
Total Kg/Tahun 2.043.665,22
Sumber : Hasil Perhitungan, 2020
Dari hasil perhitungan-perhitungan diatas menyimpulkan bahwa emisi gas efek rumah kaca
yang dihasilkan dari kegiatan PT. TGI adalah sebesar 2.043.665 Kg/tahun.
Upaya pengelolaan terhadap gas efek rumah kaca ini salah satunya adalah dengan
penanaman pohon. Satu pohon dapat menyerap hingga 1.5 ton CO 2 dalam kurun waktu
pertumbuhan 50 tahun atau 30 Kg CO2 per tahun (Sumber EFN www.ecolog.com). Dengan
emisi GRK yang dihasilkan PT. TGI sebesar 2.043.665 Kg/tahun, setara dengan
menanam pohon sebanyak
68.122 pohon. Penanaman pohon dengan jenis pohon yang berbatang kayu dan berdaul
lebat. Lokasi penanaman pohon bisa di lokasi kegiatan PT. TGI maupun di lokasi sekitar PT.
TGI. Rencana penanaman pohon di dalam lokasi RTH PT. TGI memiliki kerapatan 600
pohon/ha. Sehingga jumlah pohon dalam lokasi PT. TGI adalah 6.180 pohon. Hal ini masih
9% dari kebutuhan untuk mengkompensasi emisi carbon yang ditimbulkan.
Dengan demikian dampak penurunan kualitas udara dari kegiatan mobilisasi bahan baku,
limbah dan produk pada tahap operasional yaitu negatif penting (-P).
90
80
Tingkat Kebisingan (dBA)
70
60
50
40 Kebisingan
30 Baku Mutu
20
10
0
050 100 150 200
Jarak (m)
Kebisingan dari kegiatan mobilisasi akan mencapai dibawah baku mutu pada jarak ± 30 m di
sepanjang jalan akses mobilisasi. Akses jalan mobilisasi diprakirakan akan melewati
pemukiman penduduk sehingga akan terkena dampak dari kegiatan mobilisasi. Pemukiman
sekitar lokasi berjarak 30 - 50 m sehingga kebisingan tidak akan berdampak terhadap
kegiatan sekitar tetapi masih dirasakan orang di sekitar lokasi kegiatan terutama pengguna
jalan dan kegiatan sekitar. Berdasarkan uraian tersebut untuk tingkat dengan proyek dapat
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (3) =0
Dengan demikian dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional merupakan negatif penting (P).
Bangkitan
Jenis Bangkitan Jenis Kendaraan
Unit/jam smp/jam
Angkutan bahan baku Truck kontainer 20 50
Angkutan produk Truck kontainer 15 37,5
Angkutan limbah dll Truck fuso & box 2 2,6
Angkutan orang
Manajemen & Staff Mobil pribadi 300 300
Karyawan Angkot** 346 346
Sepeda motor*** 1976 988
Total : 1.724
Keterangan :
* : Asumsi 42% karyawan menggunakan angkot, kapasitas angkot sekitar 10 penumpang
dan dibagi 3 sift waktu kerja
** : Asumsi 48% karyawan menggunakan motor, kapasitas motor 2 orang dan di bagi 3 soft
waktu kerja
Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa, pada tahap operasi PT. TGI kinerja ruas jalan
akses mengalami peningkatan yang signifikan. v/c ratio untuk ruas jl Ciledug raya bahkan
melebihi 1 dengan tingkat pelayanan F, yaitu Arus yang dipaksakan atau macet pada
kecepatan rendah sekali pun. Antrian yang panjang dan terjadi hambatan- hambatan yang
besar. Sementara untuk ruas jl Merdeka Utara v/c ratio memiliki nilai tinggi 0,9 dengan
tingkat pelayanan E yang artinya volume lalu lintas mendekati atau berada pada
kapasitasnya, arus tidak stabil dengan kondisi sering terhenti.
Dari table diatas menunjukan bahwa kecepatan arus rata-rata (LV) di ruas jl Ciledug Raya
sangat rendah yakni 15 Km/jam, dimana waktu tempuh dari simpang ciledug / toll Ciledug
berjarak 1,6 Km ke lokasi kegiatan ditempuh dengan waktu 6,4 menit. Sementara ruas jl
Merdeka Utara memiliki kecepatan arus rata-rata (LV) 30 Km/jam. Dengan panjang segmen
500m dari gerbang tol ke simpang jl Ciledug raya ditempung dalam waktu 1 menit.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya peningkatan
debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu di
tapak proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with an
Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)
Dimana:
bi = konstanta gangguan aktivitas sehari-hari akibat adanya peningkatan debu (0,0057587)
POPi = populasi masyarakat yang berisiko
dA = konsentrasi debu (hasil analisis laboratorium konsentrasi debu
di tapak proyek/pengukuran langsung di tapak proyek)
Sumber: Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect of Air Pollutants: A Method with an
Application to Jakarta, Policy Research Working Paper No. 1301, The World Bank)
Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan mobilisasi bahan
baku, limbah dan produk pada tahap operasional merupakan negatif penting (P).
Dengan demikian dampak perubahan keresahan masyarakat dari kegiatan mobilisasi bahan
baku, limbah dan produk pada tahap operasional yaitu negatif penting (-P)
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan eksisting disekitar lokasi studi yaitu 52,5
dB yang diukur di titik lokasi pabrik dan 54,3 dB di titik pemukiman warga, berdasarkan
hasil pengukuran aktual di lapangan. Baku mutu kebisingan adalah 55 dB, artinya kondisi
rona lingkungan awal masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan. Maka dengan
kondisi tersebut pada kondisi rona lingkungan awal dikategorikan sedang (skala 3).
Tingkat Kebisingan (dBA)
80
70
60
50
40 Kebisingan
Baku Mutu
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100120140160180
Jarak (m)
Gambar 7. 20. Penurunan Kebisingan Seiring Penambahan Jarak Pada Kegiatan Proses
Produksi
Kebisingan dari kegiatan mobilisasi akan mencapai dibawah baku mutu pada jarak ± 30 m di
sepanjang jalan akses mobilisasi. Akses jalan mobilisasi diprakirakan akan melewati
pemukiman penduduk sehingga akan terkena dampak dari kegiatan mobilisasi. Pemukiman
sekitar lokasi berjarak 30 - 50 m sehingga kebisingan tidak akan berdampak terhadap
kegiatan sekitar tetapi masih dirasakan orang di sekitar lokasi kegiatan terutama pengguna
jalan dan kegiatan sekitar. Berdasarkan uraian tersebut untuk tingkat dengan proyek dapat
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (3) =0
Dengan demikian dampak peningkatan intensitas kebisingan pada kegiatan mobilisasi tahap
operasional merupakan negatif penting (P).
menjadi 20,625 m3/hari. Pengelolaan limbah padat non B3 dipisahkan berdasarkan kategori
organik dan non organik.
Sampah sisa makanan dan kantin biasanya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak sapi
dan ikan. Adapun sampah domestic lainnya akan diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup
bagian Pesampahan atau pihak ketiga berizin. Selain itu juga terdapat material sisa produksi
(berupa potongan material, benang dan lainnya) yang dapat didaur ulang disimpan di unit
RMCC untuk dikelola lebih lanjut oleh vendor. Maka kondisi dengan proyek ini
dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah padat non B3 pada kegiatan proses produksi
tahap operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun dampaknya tidak terlalu signifikan (-1) namun tetap dapat meningkatkan
timbulan limbah padat non B3 selama proses produksi berlangsung.
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah peningkatan
terkena dampak angka kesakitan
(mordibitas) dan keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah padat non B3 pada kegiatan
proses produksi tahap operasional merupakan negatif penting (P).
Timbulan
No Jenis Limbah Sumber Limbah Pengelolaan
(/bulan)
1 Limbah Painting Painting 19,24 kg Limbah B3 non
2 Karbon aktif Process DCS 275,10 kg medis dikemas
3 Kemasan Bekas Kemasan bahan B3 dan ditampung di
terkontaminasi B3 285,50 kg dalam area TPS
4 Oli Bekas Pemeliharaan mesin 716,67 kg limbah B3
5 Waterbase (air terkontaminasiProses assembling dan
B3) laminating 55,75 ton
6 Bahan Kimia Kadaluarsa Operasional Produksi dan
Gudang 953,83 kg
7 Dross Aluminium Proses casting cetakan 0,1 ton/hari
(mold)
8 Gram Proses repairing cetakan
(mold) 25 kg/bulan
Sumber : PT. Taekwang Global Indonesia, 2020
Pengelolaan limbah padat B3 dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
Kepka Bappedal no 1 tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah no 101 tahun 2014 serta
peraturan terkait lainnya. Penyaluran limbah padat B3 akan dilakukan bekerja sama dengan
pihak ketiga yang telah memiliki izin dari MENLH sebagai pengumpul, Pengangkut dan
pengolah atau pemusnah. Maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam kondisi
buruk (skala 2)
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah padat B3 pada kegiatan proses produksi tahap
operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 2
Besaran dampak = (2) – (4) = -2
Dampaknya cukup signifikan (-2) sehingga kondisi ini dapat meningkatkan timbulan
limbah padat B3 selama proses produksi berlangsung.
Sifat Penting Dampak
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah peningkatan
terkena dampak angka kesakitan
(mordibitas) dan keresahan masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah padat B3 pada kegiatan proses
produksi tahap operasional merupakan negatif penting (P).
bahwa debit banjir saluran kala ulang 5 tahunan yaitu 0,380 m 3/detik.. Sementara hasil
pemantauan debit sesaat dil saluran dekat lokasi kegiatan saat musim kemarau yaitu berkisar
antara 0,3 sampai 0,6 m3/detik. Maka berdasarkan uraian tersebut kondisi rona awal air
larian dikategorikan baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa dan dengan adanya proyek
a) Debit Limpasan Air Permukaan di Lokasi Kegiatan
Hasil perhitungan pada proses pematangan lahan didapatkan curah hujan rencana untuk
setiap periode ulang telah dilakukan. Curah hujan rencana tersebut menjadi dasar
perhitungan perkiraan besaran debit pada proses konstruksi bangunan pabrik dan utilitas.
Debit limpasan dievaluasi berdasarkan saluran yang melalui lokasi tersebut. Berikut adalah
hasil perhitungan debit limpasan sesuai dengan saluran yang melaluinya sebelum dan
sesudah adanya pembangunan. Berikut adalah hasil perhitungan debit banjir dilokasi
kegiatan pada saat tanpa dan dengan kondisi tahap pematangan lahan menggunakan
persamaan rasional.
Table diatas menunjukkan bahwa adanya perubahan debit yang signifikan, hal ini
disebabkan oleh alih fungsi lahan dari kebun menjadi pabrik. Untuk kebun nilai koefisien
aliran permukaan adalah 0,15 sementara setelah adanya pabrik koefisien aliran permukaan
menjadi 0,607, hal ini menunjukkan bahwa daya infiltrasi akan berkurang sehingga terdapat
air yang akan menjadi direct runoff.
Hal yang mempengaruhi besarnya debit limpasan adalah luas daerah tangkapan (catchment
area), intensitas hujan dan koefisien aliran permukaan. Nilai koefisien aliran permukaan
berkisar antara 0 sampai 1, semakin nilai mendekati 1 maka keadaan tanah mendekati jenuh
begitupun sebaliknya. Nilai koefisien aliran permukaan dipengaruhi oleh penggunaan lahan.
Oleh karena itu, ketika lahan mengalami perubahan maka akan terjadi perubahan nilai
koefisien aliran permukaan juga.
Gambar 7. 21. Grafik perbandingan debit dilokasi kegiatan tanpa dan dengan project untuk setiap
periode ulang pada tahap operasi
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa selisih nilai debit tanpa dan dengan project
pada tahap operasi cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan
yang sebelumnya kebun menjadi lahan terbangun.
2
5 Tahun
1,5 10 Tahun
1 20 tahun
25 Tahun
0,5
50 Tahun
0 100 Tahun
024681012141618
Waktu (jam)
Gambar 7. 22. Hidrograf 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun
Untuk volume pond dihitung berdasarkan debit pada saluran pembuang yang berada dekat
pond tersebut. Berikut adalah hasil perhitungan tampungan air banjir pada catchment area
saluran pembuang yang melintasi lokasi kegiatan.
Tabel 7. 83. Perhitungan tampungan air banjir pada catchment area Saluran pembuang
Volume
T (jam) Inflow Tampungan
Kumulatif
(m3/detik) (m3) (m3)
0,00 0,000
0,69 2,141 2659,76 2659,76
1,38 1,005 2497,36 5157,12
2,07 0,466 1737,62 6894,74
2,76 0,316 1569,42 8464,16
3,45 0,191 1187,91 9652,07
4,14 0,117 870,13 10522,20
4,83 0,071 619,66 11141,85
5,52 0,043 432,28 11574,13
6,21 0,027 296,85 11870,98
6,90 0,016 201,33 12072,31
7,59 0,010 135,18 12207,49
8,28 0,006 90,02 12297,51
8,97 0,004 59,53 12357,04
9,66 0,002 39,13 12396,17
10,35 0,001 25,59 12421,76
11,04 0,001 16,66 12438,42
11,73 0,001 10,81 12449,23
12,42 0,000 6,98 12456,22
13,12 0,000 4,50 12460,72
13,81 0,000 2,89 12463,61
14,50 0,000 1,85 12465,46
15,19 0,000 1,19 12466,65
15,88 0,000 0,76 12467,40
16,57 0,000 0,48 12467,88
17,26 0,000 0,31 12468,19
17,95 0,000 0,19 12468,39
18,64 0,000 0,12 12468,51
19,33 0,000 0,08 12468,59
20,02 0,000 0,05 12468,64
20,71 0,000 0,03 12468,67
21,40 0,000 0,02 12468,69
22,09 0,000 0,01 12468,70
22,78 0,000 0,01 12468,71
23,47 0,000 0,00 12468,71
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.23 bahwa tampungan yang
dibutuhkan untuk meminimalisir adanya limpasan yaitu 12.468,71 m3. Artinya akan
Berdasarkan hal tersebut maka kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek
dikategorikan dalam kelas kelas yang baik (skala 4), sementara dengan adanya proyek
dikategorikan dalam kelas yang sedang (skala 3). Besaran dampak peningkatan air larian
pada kegiatan konstruksi bangunan dan utilitas pabrik di tahap konstruksi adalah sebagai
berikut:
Dari penjelasan tabel diatas maka disimpulkan bahwa dampak terhadap air larian
dikategorikan menjadi dampak negatif penting (-P).
Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek Kondisi lingkungan yang akan
datang tanpa proyek
Sumber: Spadaro,JV (2002), A Simplified Methodology for Calculating the Health Impacts
and Damage Costs of Airborne Pollution: The Uniform World Models, International Atomic
Energy Agency ,Paris, France.
Keterangan :
D = dampak (kasus/tahun)
ERF = fungsi ERF (kasus/tahun.orang.µg/m3)
R = factor pengali dalam fungsi jarak ρ = kerapatan penduduk
Berdasarkan uraian tersebut di atas, angka kesakitan tanpa adanya kegiatan proses produksi
dimana jumlah kasus per tahunnya akibat adanya, SOx, NOx adalah 0,00173 % dari jumlah
penduduk berisiko yaitu 9.462 (<20%) maka kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sangat baik (skala 5).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, angka kesakitan akibat adanya kegiatan proses produksi
dimana jumlah kasus per tahunnya akibat adanya, SOx, NOx adalah 0,00185% dari jumlah
penduduk berisiko yaitu 9.462 (<20%) maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sangat baik (skala 5)
Besaran dampak peningkatan angka kesakitan seperti ISPA, infeksi saluran pernafasan
kronik pada kegiatan proses produksi pada tahap operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 5
Besaran dampak = (5) – (5) = 0
Sifat Penting Dampak
Sifat Penting
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang terkena dampak P
dampak adalah sebanyak 473 KK yang berada di
RW 1 dan 3 Desa Pabedilan Kulon serta
RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4 Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasional
intensitas dampak
4. Banyaknya komponen Komponen lingkungan lain yang P
lingkungan lain yang terkena dampak adalah keresahan
terkena dampak masyarakat
5. Sifat kumulatif dampak Dampak bersifat kumulatif P
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak
Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan proses produksi pada
tahap operasional merupakan negatif penting (P).
Hasil perhitungan indeks pencemaran menujukan parameter tersebut berada pada range 0 ≤
PI j ≤ 1,0 atau memenuhi baku mutu (kondisi baik).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan tersebut ini dikategorikan
dalam kondisi sangat baik (skala 5).
Hasil perhitungan indeks pencemaran menujukan kualitas air permukaan dengan proyek
berada pada range 0 ≤ PI j ≤ 1 atau kondisi baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek dan tanpa pengelolaan
dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).
Kualitas lingkungan awal = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
Besaran dampak = (5) – (4) = 1
Berdasarkan evaluasi dengan tujuh kriteria di atas, maka dampak penurunan kualitas air
permukaan dikategorikan sebagai dampak Negatif Besar penting (+P)
hari kegiatan kantin menghasilkan sampah 3 m3/hari (mengacu pada kegiatan analog PT.
TK Industrial yang telah berjalan). Pengelolaan limbah padat non B3 dipisahkan
berdasarkan kategori organik dan non organik. Berikut adalah prakiraan timbulan limbah
padat non B3 pada kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik.
Timbulan
No Jenis Limbah Sumber Pengelolaan
(/bulan)
Limbah
Dikemas dengan plastic dan
1 Sampah Kantin Kegiatan 3 m3/hari dimanfaatkan oleh pihak
kantin
ketiga
Sumber : Estimasi timbulan limbah mengacu data analog PT. TK Industrial Indonesia, 2020
Sampah sisa makanan dan kantin biasanya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak sapi
dan ikan. Adapun sampah domestik lainnya akan diangkut oleh Dinas Lingkungan Hidup
bagian Pesampahan atau pihak ketiga berizin. Maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan
dalam kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah padat non B3 pada kegiatan operasional
fasilitas penunjang pabrik tahap operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Meskipun dampaknya tidak terlalu signifikan (-1) namun tetap dapat meningkatkan
timbulan limbah padat non B3 selama kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik
berlangsung.
Timbulan
No Jenis Limbah Sumber Limbah Pengelolaan
(/bulan)
1 Material 31,16 ton Limbah B3 non
terkontaminasi B3 medis dikemas
Majun terkontaminasi Cuci screen dan ditampung
B3 di dalam area
Scrap cementing, assembling TPS limbah B3
Sikat cementing, assembling
1) Kondisi RLA
Tata guna lahan eksisting berupa ladang seluas 27 Ha sehingga tidak ada limbah medis
apapun yang ada dilokasi studi saat ini. Berdasarkan hal tersebut timbulan limbah medis
pada kondisi rona lingkungan awal dikategorikan sangat baik (skala 5).
Besaran dampak peningkatan timbulan limbah medis pada kegiatan operasional fasilitas
penunjang pabrik tahap operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 5
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (5) = -2
Dampaknya cukup signifikan (-2) sehingga kondisi ini dapat meningkatkan timbulan limbah
medis selama kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik tahap operasional berlangsung.
Dengan demikian dampak peningkatan timbulan limbah medis pada kegiatan operasional
fasilitas penunjang pabrik tahap operasional merupakan negatif penting (P).
Kondisi kualitas biota perairan tergolong baik untuk plankton, dan sedang untuk benthos.
Berbagai perubahan parameter penentu biota perairan akan berubah sebagaimana Tabel di
atas, sehingga kondisi ini akan berdampak pada penurunan kemelimpahan, keanekaragaman,
dan sebaran plankton serta Benthos. Hal ini terjadi karena jenis-jenis plankton yang peka
terhadap perubahan lingkungan itu akan terhenti atau terganggu pertumbuhannya dan hanya
jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan. Adanya pergerakan massa air bersifat temporal
maka pengaruh terhadap plankton dan benthos dapat terpulihkan secara alami. Sehingga
diperkirakan akan terjadi penurunan skala kualitas lingkungan plankton sebesar 1 skala dari
sangat baik menjadi baik, sedangkan benthos menurun dari sedang menjadi buruk.
Rencana penanaman pohon di dalam lokasi RTH PT. TGI memiliki kerapatan 600 pohon/ha.
Sehingga jumlah pohon dalam lokasi PT. TGI adalah 6.180 pohon. Jumlah pohon yang telah
dihitung dapat dilihat kadar rosot karbonnya berdasarkan berat kering biomassa. Kadar
karbon tersimpan dalam bahan organik digunakan nilai kadar terpasang (default value) yaitu
46%, maka estimasi jumlah karbon dalam biomassa pohon dapat dihitung dengan
mengalikan total berat massanya dengan kadar karbon. Kemudian satuan berat kilogram
(kg) dikonversi menjadi megagram (Mg) (Hairiah, dkk., 2011).
kg
Kadar rosot karbon = berat kering biomassa ( ¿ x 0,46
luasanlahan
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kadar rosot karbon untuk tahap operasional jika
keseluruhan penanaman pohon sudah dilakukan akan mencapai 69.212 kg CO2/tahun atau
naik sebesar 22,3% per tahun. Maka dengan kondisi tersebut pada kondisi dengan proyek
dikategorikan baik (skala 4).
Besaran dampak peningkatan karbon sequistasi pada kegiatan operasional adalah sebagai
berikut
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 4
Besaran dampak = (4) – (3) = 1
Dengan demikian dampak peningkatan karbon sequistasi pada tahap operasional adalah
positif penting (P).
Jumlah / Tahun
No Jenis Penyakit
2017 2018 2019
1 Common Cold 6.233 5.861 6.042
2 Dispepsia 5.637 4.498 4.637
3 ISPA 4.023 4.190 4.320
4 Myalgia 5.142 3.752 3.868
5 Demam - - 1.011
6 Hipertensi 728 717 739
7 Diare 728 695 717
8 Furunkel / Abces 463 436 449
9 Chepalgia - 314 324
10 Konjungtivitis 357 308 318
11 Laries 542 981 -
12 Salut Kepala 357 - -
Sumber : Puskesmas Pabedilan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan
dalam kondisi baik (skala 4)
2) Kondisi lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek Kondisi lingkungan yang akan
datang tanpa proyek
Sumber: Spadaro,JV (2002), A Simplified Methodology for Calculating the Health Impacts
and Damage Costs of Airborne Pollution: The Uniform World Models, International Atomic
Energy Agency ,Paris, France.
Keterangan :
D = dampak (kasus/tahun)
ERF = fungsi ERF (kasus/tahun.orang.µg/m3)
R = factor pengali dalam fungsi jarak ρ = kerapatan penduduk
ERF R ρ Q k D
NO2
Chronic Mortality 0,0002 1 661 23,41 18,9 0,16375
Infant Mortality 0,00000009 0,00007
Acute Mortality 0,00000144 0,00118
Cardiac Hospital 0,0000021 0,00172
Admission
Resporatory 0,00000351 0,00288
Hospital 7
Admission
Chronic 0,00000909 0,00745
Bronchitis 4
SO2
Chronic Mortality 0,0004 1 661 19,25 18,9 0,26930
Infant Mortality 0,00000018 0,00012
Acute Mortality 0,00000288 0,00194
Cardiac Hospital 0,0000042
0,00283
Admission
Resporatory 0,00000703 0,00473
Hospital
Admission
Chronic 0,0000181 0,01219
Bronchitis
Sumber : hasil perhitungan, 2020
Berdasarkan uraian tersebut di atas, angka kesakitan tanpa adanya kegiatan operasional
fasilitas penunjang pabrik dimana jumlah kasus per tahunnya akibat adanya, SOx, NOx
adalah 0,00173 % dari jumlah penduduk berisiko yaitu 9.462 (<20%) maka kondisi tanpa
proyek ini dikategorikan dalam kondisi sangat baik (skala 5)
Dengan demikian dampak peningkatan angka kesakitan pada kegiatan operasional fasilitas
penunjang pabrik pada tahap operasional merupakan negatif penting (P).
i. Timbulnya Keresahan Masyarakat Prakiraan Besaran Dampak
Kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik pada tahap operasional akan mempengaruhi
keresahan masyarakat terutama bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi wilayah studi.
1) Kondisi RLA
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 98% masyarakat sudah mengetahui akan
adanya kegiatan PT TGI ini. Hasil survei juga menunjukkan masyarakat yang memandang
bahwa kegiatan PT TGI ini akan memberikan manfaat atau dampak positif sebesar 98% serta
masyarakat yang mendukung kegiatan ini juga sebesar 89%. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka kondisi rona lingkungan awal ini dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 3).
responden menyetujui adanya proyek PT. TGI. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
kondisi tanpa proyek ini dikategorikan dalam kondisi baik (skala 4).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kondisi dengan proyek ini dikategorikan dalam
kondisi sedang (skala 3)
Besaran dampak keresahan masyarakat pada kegiatan operasional fasilitas penunjang pabrik
pada tahap operasional adalah sebagai berikut:
Kualitas lingkungan awal = skala 3
Kualitas lingkungan yang akan datang tanpa proyek = skala 4
Kualitas lingkungan yang akan datang dengan proyek = skala 3
Besaran dampak = (3) – (4) = -1
Sifat Penting Dampak
Sifat
No. Kriteria Dampak Deskripsi
Penting
Penting
Dampak
1. Jumlah manusia terkena Jumlah manusia yang merasakan P
dampak keresahan adalah sebanyak 473 KK
yang berada di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa Pabedilan Kidul.
2. Luas wilayah persebaran Luas wilayah persebaran dampaknya P
dampak terutama di sekitar tapak proyek hingga
keluar tapak proyek di RW 1 dan 3 Desa
Pabedilan Kulon serta RW 2 dan 4
Desa
Pabedilan Kidul.
3. Lamanya dampak Lamanya dampak berlangsung selama P
berlangsung dan tahap operasi
intensitas
dampak
4. Banyaknya komponen Tidak terdapat dampak turunan dari TP
lingkungan lain yang keresahan masyarakat
terkena dampak
5. Sifat kumulatif dampak Dampak tidak bersifat kumulatif TP
6. Berbalik atau tidak Dampak dapat berbalik P
berbaliknya dampak