Anda di halaman 1dari 11

Abyan Zaki Nabilio, Nahkoda The

Panturas yang Selalu Tersenyum


Rayhadi Shadiq | 10 bulan yang lalu
Bandung - Dikenal murah senyum, dianggap rockstar yang menggemaskan, dan
jadi buah bibir di media sosial, kurang apa lagi coba sosok Acin ini? Namun, di balik
segala prestasi dan pencapaiannya bersama The Panturas, pria bernama lengkap
Abyan Zaki Nabilio punya sisi lain yang unik.

Beritabaik.id mengunjungi Acin untuk ngobrol lebih dalam dengannya. Di sela-sela


kegiatannya mengurus bisnis kuliner Bakinco Sibirantulang. Produk nasi padang
yang dikemas dalam bentuk rice box ini bisa kamu temui di Instagram. Bahkan, Acin
menulisnya di bio Instagram pribadinya. Saat kami kunjungi di Phonics, Jl. Lodaya,
Bandung, Acin nampak sedang duduk santai, sembari menyelesaikan beberapa
pekerjaannya.

Kami ngobrol cukup panjang. Mulai dari masa kecil Acin, gig pertama dirinya
manggung, pengalamannya jadi mahasiswa Teknik Mesin, kemudian pengalaman
menjadi wartawan, menjalankan The Panturas, hingga bagaimana akhirnya ia
menemukan tambatan hatinya. Wah, pasti penasaran kan? Simak obrolan kami!

Halo, Acin.. Lagi ngapain nih?


"Hehehe. Lagi begini aja. Eh, begini, ya?”

Cin, kita pengen banyak ngobrol nih tentang musik dan diri Acin. Katanya
Acin pemalu, ya?
"Hhmmm.. Iya, masalah terbesar saya tuh ada di komunikasi sebenarnya. Makanya
dulu kuliah ngambil jurusan komunikasi."

Memangnya separah itu, Cin?


"Parah banget euy. Jadi, waktu SD, saya mah 'bully-eun' (orang yang suka
dirundung). Ha ha ha. Terus pas SMP, saya jadi banyak teman karena bisa main
gitar. Waktu SMP mah saya keren. Ha ha ha. Terus pas masuk SMA, saya jadi
medioker lagi. Mirip klub bola yang udah deket zona degradasi lah, soalnya saya
enggak pernah nongkrong. Rumahan banget pas SMA mah."

Acin menyadari kalau masalah Acin adalah komunikasi pas kapan?


"Ya itu pas SMA. He he he, aneh."

Kenapa bisa muncul perasaan kayak gitu?


"Enggak tau. He he he. Saya gampang merasa tertekan saat ada dalam posisi
sendirian di antara keramaian. Ada beberapa kejadian yang bikin saya malah
ngelakuin tindakan konyol karena mencoba menghindar dari perasaan enggak enak
itu."

Tapi kan pas SMA udah bermusik? Kok masih pemalu?


"Enggak tau juga sih. Kalau main musik mah udah bisa, kan dari SMP itu. Saya
bikin band sama temen-temen. Manggung sekali, terus udahan bandnya."
Manggung di mana dan kenapa udahan?
"Manggung di ada lah satu acara musik di sekolah dulu dan agak enggak jelas juga
sih, tapi manggungnya tetep jalan kok. Ha ha ha. Eh, iya nih. Enggak nanya bawain
lagu apa?"

Oh, oke, bawain lagu apa pas manggung, Acin?


"Bawain Andra & The Backbone lagu pertamanya, lagu keduanya Oasis yang 'Don’t
Look Back in Anger'. Enggak nyambung ya? Ha ha ha. Waktu itu saya belom jago
main gitarnya. Masih jadi pemain ritem. Suara basnya enggak nyambung,
vokalisnya fals. Parah banget.”

Bisa kenalan sama musik memang awalnya bagaimana?


"Ayah saya dulu ngebeliin gitar nylon. Terus belajar lagu pertama itu lagu yang
judulnya 'Ayah'. Yang dibawain Peterpan sama Candil itu. Ke sini-sini diracun band-
band Inggris sama Paman saya.”

Berapa kali gonta-ganti band sebelum akhirnya ketemu The Panturas?


"Enggak banyak ngeband. Saya zaman SMA kan medioker, terus lulus tahun 2012,
enggak langsung ke Jatinangor.”

Meski dikenal sebagai mahasiswa Fikom Unpad, di Jatinangor, rupanya Acin pernah
menjalani rutinitas sebagai mahasiswa Teknik Mesin di salah satu kampus di
Bandung. Serangkaian proses dari mulai ospek jurusan yang dianggapnya
menegangkan, hingga pengalaman tiga kali mematahkan alat pahat saat
membubut, serta banyak keunikan lainnya ia jalani selama hampir setahun berada
di jurusan tersebut.

Baca Ini Juga Yuk: Pencarian Jati Diri Rahmania Astrini dalam 'Adolescent'
Menikmati enggak kuliah di Teknik Mesin?
"Menikmati. Dijalani sepenuh hati walau pas ngebubut mesin itu alat pahatan tiga
kali patah. Ha ha ha.”

Jurusan Teknik kan terkenal keras. Acin sering dimarahin kakak-kakaknya


dong?
"Waktu itu aku lagi gendut banget loh. Eh, ha ha. Gimana ya? Ya, iya sih. Kalau
ospek itu emang keras banget. Walau dasarnya ngerjain tugas, ada aja momen-
momen saya kena damprat.”

Denger-denger sampai mandi pakai oli, bener enggak?


"Iya. Tapi pas bagian mandi oli itu sebelum dapet jaket jurusan. Saya udah keterima
di Unpad. Bye! Ha ha ha.”

Pas di Unpad, tentu ospeknya beda dong?


"Praktis sih. Karena saya kan masuk jurusan Jurnalistik. Ospeknya ya liputan, Ha
ha ha. Saya masih inget tugas pertama saya adalah meliput Ibu-ibu calon anggota
dewan."

Gimana tuh ceritanya?


"Bingung mau cari ke mana awalnya. Terus dicariin sama Ibu saya pas lagi belanja.
Eh setelah dapet, alamatnya dikasihin ke saya. Itu deg-degannya setengah mati.
Serba salah pas udah sampai depan rumah si Ibu (calon anggota dewan). Mau
balik lagi aja gitu ya biar enggak usah jadi? Tapi kalau enggak jadi, nanti tugas saya
kosong. Jadi, ya diberaniin aja.”

Terus ngewawancarainnya gimana?


"Saya tanya aja, kenapa dia mencalonkan diri jadi anggota dewan. Enggak banyak
yang saya ingat, hanya bagian itu nya aja. He he he."

Apa yang mengubah pribadi Acin selama kuliah di Jurusan


Komunikasi/Jurnalistik?
"Banyak belajar sih. Saya baru sadar, dulu saya sering banget kayak hilang arah.
Ngerasa kayak 'apa ini gua ada di tempat yang seharusnya gua ada di sini enggak
ya?’ saat lagi di kerumunan, enggak bisa ngomong, ada mata kuliah presentasi
tegangnya setengah mati. Tapi itu semua dijalanin dan seru banget ternyata. Jadi,
yang ngubahnya itu proses belajar di sana."

Anak jurnalistik pasti pernah kerja di media dong?


"Pernah. Dulu saya magang dan jadi kontributor di dua majalah musik besar
Indonesia. He he he. Keren ya?”

Keren, Cin! Itu aja? Atau ada lagi?


"Nah. Jadi gini. Saya pernah jadi kontributor buat Majalah HAI. Terus magang di
majalah Rolling Stone Indonesia. Nah, dari dua pengalaman ini saya ngelamar lah
ke mana-mana. Dan keterima nih di si kantor pertama ini. Lolos lah, tapi
lowongannya bukan sebagai reporter, tapi jadi editor. Terus saya nanya 'ini kan
saya ngelamar jadi reporter, terus enggak ada pengalaman jadi editor juga.
Mending reporter di kantor ini suruh jadi editor aja, biar saya jadi reporternya.’ tapi
kata orang kantornya enggak apa-apa, dia ngeliat pengalaman magang dan
kontributor itu tadi. Dan 2019 awal saya gabunglah sebagai editor di media tersebut.
Bayangin, saya adalah editor yang enggak pernah ngerasain jadi reporter. Ha ha
ha."

Terus yang jadi kontributor di majalah itu, kenapa enggak dilanjutin?


"He he he, kenapa ya? Enggak tau ah."

Lebih bingung saat mewawancara atau diwawancara?


"Mewawancara dong. Karena kalau diwawancara mah, saya fokus ngomongin diri
saya aja. Enggak bingung jadinya. He he he.”

Pernah mewawancara siapa aja, Cin?


"Ardhito Pramono. Aih! Hahaha. Itu kejadiannya tahun 2019, pas saya kerja di salah
satu media. Ada lah, enggak usah disebutin ya.”

Tahun segitu mah Acin sudah terkenal dong. Memangnya enggak jadi
canggung?
"Iya dong. 2019 saya udah terkenal. Eh, enggak juga sih. Ha ha ha kalau canggung
kayaknya enggak sih, karena wawancaranya pake skrip kan. Terus kebetulan
Ardhito-nya juga antusias banget diwawancara.”

Tapi lebih terkenal Ardhito ya daripada Acin?


"Iya, lebih terkenal dia. Tapi saya kan keren. Ha ha ha."

Berhasil enggak wawancaranya? Sesuai ekspektasi kantor?


"Ya iyalah. Biasanya mereka kalau pake strategi konten mereka itu ada yang view
300 aja udah syukur. Pas sama saya dapet lah itu beberapa ratus ribu view. Karena
memang momentumnya saat itu kan The Panturas udah aktif, dan saya punya
keterikatan yang lumayan banyak di media sosial. Jadi ya audiensnya pada
nimbrung ke sana.”

Kalau sebagai yang diwawancara nih, Acin ngerasanya gimana? Risih


enggak?
"Asli. Wawancara bareng Beritabaik.id ini bisa dibilang wawancara yang mana saya
agak banyak ngomong. Ha ha ha, enggak kayak lagi wawancara emang, sialan juga
nih. Tapi enggak kerasa saya udah ngomong banyak banget ya. Eh, gimana? Ya
kadang gitu aja sih, ngerasa sebel kalau dapet pertanyaan yang, maaf, dangkal. Ha
ha ha.”

Waduh, maaf nih. Takutnya kita dari tadi nanya hal dangkal ke Acin.
"Ya enggak lah. Maksud saya pertanyaan dangkal tuh kayak ada media yang nanya
nama personil bandnya. Emang sih belum ada di Wikipedia, tapi kan ada di google.
Dan data tentang personil band The Panturas itu udah ada di internet. Saya enggak
ngerasa saya terkenal atau apalah. Tapi ya sebagai wartawan paling enggak riset
dululah sebelum bertanya, biar narasumber tuh enggak buang-buang waktu untuk
ngejawab satu pertanyaan berulang-ulang.”

Wawancara paling berkesan selama ini sama siapa?


"Sama Kang Soleh Solihun. Itu lengkap tuh saya ngomong. Tapi wawancara bareng
Rayhadi dan Djuli dari Beritabaik.id kayaknya ada data-data yang lebih lengkap dan
update lagi nih. Ha ha ha.”

Termasuk data kalau Acin sekarang udah punya pacar dan berencana
menikah dalam waktu dekat? Kan waktu interview sama Soleh Solihun,
pacarnya belum ada ya?
"Ha ha ha ha. Udah ah, setop setop!”

Eh, tapi seriusan, Cin.. Kan katanya Acin pemalu, kok bisa nembak atau
menyatakan perasaan lah?
"Ha ha ha ha. Anggap aja dia yang suka duluan sama saya, dan ngedeketin saya."

Setelah menjajal peruntungan jadi jurnalis, namun nasib malah membawa Acin
menjadi seorang rockstar. Apa lagi alasannya kalau bukan The Panturas dan
musik surf rock-nya yang malang melintang di skena musik indie Tanah Air.
Uniknya, Acin sama sekali enggak menduga kalau dirinya bakal menjadi sosok
ikonik dari grup musik ini. Sebab menurutnya, otak dari band ini justru adalah sang
penggebuk drum, Kuya. Band ini juga merupakan pecahan dari band lama Kuya
dan personil lainnya yakni Rizal.

Kehadiran Acin di The Panturas awalnya hanya sebagai pemeran pembantu di


bagian vokal dan gitar. Pasalnya, Acin juga sedang aktif ngeband bersama Mesin
Gempa Bumi, yang mana di dalamnya ada salah satu personil The Panturas juga.

Seriusan, Cin, nama bandnya Mesin Gempa Bumi?


"Iya. Asli, saya ngerasa keren banget dengan nama band ini. Waktu di Mesin
Gempa Bumi (MGB), saya barengan sama si Gogon. Hanya si Gogon ini dulunya
main drum, tapi enggak jelas. Ha ha ha. Waktu itu mainin musik-musik Teenage
Death Star. Eh, saya udah bisa main lead gitar ya di fase ini. Catat! Ha ha ha.”

Terus gimana tuh kegiatan bareng si MGB?


"Kita ini band garage rock yang kepingin ber-skill, tapi skill-nya nanggung. Jadi aja
hanya sukses manggung di panggung akustikan. Ha h aha, tapi saya ngerasa saya
yang paling jagolah di band itu. Karena kalau saya main melodi, yang lain bilang
'Cin, keren Cin!' nah, kalau di The Panturas kan masih ada intervensi kayak 'Cin,
melodinya diginiin Cin..' tapi kalau di MGB mah enggak. Jadi saya berkesimpulan,
saya jago lah pas di MGB mah. Ha ha ha.”

Setelah ke MGB, langsung ke The Panturas?


"Waktu itu sih sebenarnya saya masih fokus sama si MGB malah. Karena pas ke
The Panturas itu diajakin Kuya sebagai abang-abangan lah. Hahaha. Dan setelah
dijalanin, ternyata di The Panturas dan MGB ini masih ada kesinambungannya lah.
Karena ada unsur rock n rollnya sebagai garis besar. Gimana ya ngejelasinnya? Ha
ha ha.”

Memulai The Panturas itu di 2016 berarti ya?


"Betul. Waktu itu saya inget banget, panggung pertama kita tuh di kolektifan. Di
Jatinangor kan enggak ada hiburan ya. Ha ha ha. Di 'Nangor' itu ada koletifan
namanya Rock & Fuck. Dan kita manggung di kolektifan itu pas bikin acara volume
ketiga. Oh ya, dua edisi sebelum kita tuh bisa dibilang ngaco banget. Ha ha ha.
Kebetulan volume ketiga itu manggung pertama, dan enggak ada yang nonton pas
bagian kita manggung. Sial. Tapi seru sih. Jadi sejenis kayak anak-anak yang
enggak tau mau tahun baruan ke mana, dateng lah ke acara kolektif itu. Dan
maennya pun enggak dengan formasi Panturas yang sekarang."

Cin, dari 2016, dan tahun 2021 kamu sudah sebesar ini bareng The Panturas.
Itu waktunya cepet banget dan kamu kaget enggak sih, Cin, sama popularitas
yang kamu dapetin sekarang?
"Enggak kaget sih. Karena saya masih ngejalanin apa yang dulu saya jalanin.
Kayak enggak ada yang berubah aja. Paling yang berubah itu ya sekarang suka
ada yang minta foto.”

Buat kamu, itu momen menyebalkan enggak?


"Enggak juga. Karena kadang-kadang kalau saya lagi dimarahin sama pacar, terus
ada yang minta foto, kan otomatis si pacar marahnya jadi ketunda ya. Nah, pas mau
ngelanjutin marah, mood marahnya udah ilang. Jadi saya sih bersyukur. Ha ha ha."

Kayaknya enggak mungkin deh, Acin se-cengengesan yang terlihat. Pasti


dong ada momen nyebelin selama kamu jadi musisi, Cin?
"Ada satu, dan satu-satunya. Saya enggak bakal lupa sih kayaknya. Enggak tau ya,
ini orang mabuk atau gimana. Jadi, ada yang minta tukeran baju sama saya pas lagi
manggung. Gila, udah kayak pemain bola tukeran jersey kan? Ha ha ha. Itu dari
awal manggung dong, sampai kita beres manggung, dia ngejar ke backstage.
Kejadiannya di Lampung waktu itu.”
Terus kamu kasih tuh bajunya?
"Enggak lah. Aduh, saya enggak ngerti itu orang isi kepalanya gimana ya? Baju
saya ini baju Gedebage, harganya murah banget. Tapi ya saya suka bajunya.
Akhirnya, saya kasih baju salah satu produklah, 'nih tukeran..' eh, ternyata dia balik
lagi dong, minta baju Gedebage itu. Terus ke si Kuya minta ngajak tukeran topi lah.
Aduh, freak banget ini! Karena udah ngeganggu, akhirnya si Iksal, manajer saya
yang ngurusin. Ha ha ha, sejauh ini itu doang sih.”

Tapi Acin pegal enggak sih senyum terus?


"Ini tuh udah default-nya wajah saya gini ya. Tapi, ini tuh pegel sampai ke kepala
kalau pengen tau mah. Hahaha, cuma ya orang sih ngeliatnya 'Oh, Acin ramah'
padahal mah urang teh cangkeul (saya itu pegal) ha ha ha.”

Dari wawancara terakhir di YouTube sih katanya Acin hidupnya selalu senang
dan enggak ada masalah. Gimana caranya?
"Benar. Tapi kan sekarang wawancaranya udah lebih update. Jadi jawabannya:
karena mau nikah, mulai agak kerasa ada masalah nih. Ha ha ha. Tapi aman-aman
aja kok sejauh ini sih.”

Balik lagi ke The Panturas. Apa sih resep langgeng ngeband dari kalian?
"Aduh. Kesannya kayak menggurui ya. Tapi kalau boleh ngasih analisa sih, karena
memang satu sama lain personilnya saling pengertian dan saling ngalah aja sih.
Terus kita kan memang, istilahnya ketemu gede lah. Jadi kita bertemu saat kita
sudah punya pemikiran yang lebih dewasa aja gitu.”

Apa itu karena kalian baru keluar satu album? Biasanya kan pas album ketiga,
keempat, baru tuh keliatan jelek-jeleknya?
"Lagi-lagi ini hanya analisa saya ya. Bisa bener bisa salah. Mungkin, seiring
berjalannya waktu, kita yang awalnya enggak terlalu dekat ini, lama-lama kan makin
dekat. Karena banyak ngerjain musik barengan mungkin. Dari makin dekat ini
mungkin yang awalnya malu untuk mengutarakan pendapat, jadi mulai agak berani.
Nah, analisa saya sih band yang tadi kamu bilang pas album tiga album empat
mulai pecah itu karena terlalu dekat. Saya enggak memungkiri, di kita pun bisa aja
itu terjadi. Walaupun itu sama sekali enggak kita harapkan ya.”

Setelah jadi 'rockstar', apa yang berubah dari Acin?


"Saya jadi lebih hati-hati kalau ngomong. Karena ya itu tadi sih, saya ngerasa
sekarang kalau saya ngomong, potensi dikutip atau diikutin orang banyak itu gede
banget. Makanya, enggak heran kalau Ariel Noah jaim tuh. Ya, ngeri lah kalau
sampai dikutip sejadinya sama orang. Ha ha ha."
Di samping bermusik, Acin juga menjalankan bisnis kuliner yakni Nasi Padang yang
diberi nama Bakinco Sibirantulang. Kami diberi kesempatan menjajal seporsi
Bakinco Sibirantulang dengan menu bakinco dendeng dan rendang. Dengan harga
yang relatif murah, menu masakan padang dengan gaya nasi kotak kekinian
atau ricebox ini bisa jadi alternatif makan siangmu loh! Coba deh, kunjungi
Instagram @bakinco.sibirantulang untuk melihat lebih lengkap menu-menunya.

Ia menceritakan kalau Bakinco Sibirantulang ini merupakan keinginan Ibundanya,


yang berhasrat punya resto masakan Padang. Bakinco Sibirantulang ini sendiri
sudah berjalan sejak dua tahun lalu.

Kok namanya Bakinco Sibirantulang sih, Cin?


"Bakinco itu artinya nasi campur. Sibirantulang itu anak tunggal. Saya kan anak
tunggal. Ha ha ha. Jadi sebenarnya ini tuh semi-salah ngasih nama. Coba aja,
namanya kepanjangan kan? Nah, harusnya itu mereknya Sibirantulang, depannya
itu kayak rendang misalnya, disebut Rendang Sibirantulang. Tapi, anak-anak udah
tanggung kenal Bakinco sebagai nama produk. Padahal artinya nasi campur. Ya,
udah deh saya terusin aja."

Tapi Acin nyaman ngejalanin bisnis kuliner ini?


"Nyaman aja sih. Walaupun sebenarnya saya bisa dibilang pria tanpa selera lah. Ha
ha ha, semua makanan masuk ke perut. Oh ya, kita juga beberapa kali dapet
masukan, dan itu kita tampung buat perbaikin produk ini ke depannya."
Cin, sebagai alumni Jurnalistik, kepingin jadi wartawan lagi enggak?
"Nulis tuh udah jadi bagian dari hidup saya. Enggak tau ya, saya tuh udah ada di
titik nemuin serunya nulis tuh gimana. Jadi, waktu magang di Rolling Stone itu,
editor saya ngasih saran biar saya masukkin unsur saya ke gaya tulisan kalau
liputan. Walaupun saya awalnya nolak, karena saya anaknya fakta banget ya. Ha
ha ha. Tapi, pas saya coba, saya kayak nemu enaknya nulis. Itu enak banget. Dan
saya mikir kayaknya saya bakal terus nulis sih sampai kapanpun. Perkara jadi
wartawan yang harus bikin wawancara dan lain-lain sih, kemungkinannya kecil ya.
Tapi kalau nulis buku, kayaknya saya mau."

Oh ya, pertanyaan ini cukup penting buat Acin jawab sih: terkenal menurut
Acin tuh apa sih?
"Terkenal adalah momen di mana seseorang dikenal oleh banyak orang. Ha ha ha,
definisi nya sih gitu ya. Tapi, menurut saya, terkenal tuh kayak akibat dari apa yang
sudah kamu lakuin sih. Ibarat kamu nyusun kalimat, terkenal itu posisinya kayak
predikat. Bukan subjek atau objek yang harus selalu ada buat syarat bikin kalimat.
Jadi, sebetulnya terkenal itu adalah akibat yang terjadi dari apa yang sudah kamu
bikin dan kalau dicari asal muasalnya, si terkenal ini tuh enggak ada asalnya. Harus
ada sesuatu yang kamu bikin dulu. Ah, tuh kan saya jadi pusing. Hahaha.”
Ini udah pernah kamu jawab sih, Cin. Tapi kita penasaran, kepingin denger
lagi jawabannya: kok kamu enggak pernah posting di feed Instagram sih?
"Saya enggak jago meramu konten. Ha ha ha. Kayak 'aduh, bingung mau ngasih
makan followers pake apaan ya..’ jadi, Instagram sih saya pakai buat jualan aja. Itu
pun di IG Stories, kan.”

Acin punya pesan untuk anak-anak pemalu dan yang bermasalah dalam
komunikasi biar keluar dari zona itu?
"Kalau yang saya alamin sih ya, apapun kekurangan kamu, coba terus bangkit aja.
Dan enggak hanya bangkit, apa yang kamu anggap kelemahan itu kamu lawan.
Saya masih belajar ngelawan rasa malu, rasa canggung, rasa enggak aman yang
tadi saya ceritain. Terus berproses.”

Dengar-dengar, Acin mau kuliah S2 ya?


"Kepinginnya sih gitu. Entah kenapa, ada satu sisi dalam diri saya yang bilang kalau
saya harus punya penghasilan tetap yang enggak melimpah banget juga enggak
apa-apa, tapi hidup aman sampai tua. Dan entah kapan terwujudnya ya, saya
kepinginnya sih jadi dosen aja lah. Ngajar gitu. Ha ha ha."

Harapan yang sekarang Acin lagi coba wujudkan?


"Ya itu. Hidup damai dengan penghasilan yang stabil. Hidup aman lah simpelnya sih
begitu. Doain ya, semoga ini bisa tercapai. Hahaha.”
Perbincangan satu jam lebih sepuluh menit itu kemudian ditutup dengan sesi
menyantap Bakinco Sibirantulang. Enggak kerasa, itu kalimat yang keluar dari mulut
Acin. Rockstar yang terkenal sulit diwawancara karena pernyataannya yang
cenderung tertutup ini akhirnya bersedia banyak cerita dengan kami.

Nah, dari pertemuan kami dengan Acin, pelajaran yang bisa diambil adalah terus
bergerak walau kita punya banyak kekurangan. Dan sebisa mungkin, lawan
kekurangan tesebut dengan melakukan hal positif. Sebab proses tidak akan
mengkhianati hasil. Tuh, lihat saja buktinya adalah Acin dan prestasinya bareng The
Panturas.

TemanBaik, yuk lebih semangat lagi menjalani hari-hari. Selamat berakhir pekan!
Tetap produktif ya.

Foto    : Djuli Pamungkas/beritabaik.id


Layout : Agam Rachmawan/beritabaik.id

Anda mungkin juga menyukai