Anda di halaman 1dari 156

HUBUNGAN OVERTIME TERHADAP KESEHATAN MENTAL DAN

KETERLIBATAN KERJA PERAWAT DI RUANG INTENSIVE CARE


RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

ROBBY VADILLAH ZURIN

17111024110154

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

i
2019

ii
Hubungan Overtime terhadap Kesehatan Mental dan Keterlibatan
Kerja Perawat di Ruang Intensive Care RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan untuk


Memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ROBBY VADILLAH ZURIN

17111024110154

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2019

iii
iv
v
vi
Hubungan Overtime
terhadap Kesehatan Mental dan Keterlibatan Kerja Perawat
di Ruang Intenvise Care RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Robby Vadillah Zurin 1, Maridi M. Dirdjo2, Enok Sureskiarti3


Fakultas Ilmu Kesehatan dan Farmasi, Universitas Muhammadiyah Kalimantan
Timur
E-mail : robby2705@gmail.com

Intisari

Overtime atau kelebihan waktu kerja menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam dunia kerja. Kerja lembur adalah kerja yang dilakukan seseorang buruh /
pekerja melebihi waktu kerja. Dari sisi kesehatan mental sendiri menurut World
Health Organization adalah seseorang bebas dari ketegangan dan kecemasan.
Keterlibatan dalam bekerja. Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez - Roma dan
Bakker (2002) mendefinisikan work engagement sebagai positivitas, pemenuhan
kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan kelebihan waktu kerja dengan kesehatan mental dan
keterlibatan kerja perawat di ruang intensif RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda, dengan menggunakan desain deskriptif korelasi dengan metode
pendekatan Cross Sectional. Jumlah populasi sebanyak 138 dengan jumlah
sample 103. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kusioner Mental
Health Inventory - 38. analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan
bivariat dengan menggunakan chi square. Hasil dan kesimpulan yang
didapatkan dari penelitian ini adalah hasil statistik hubungan antara overtime
terhadap kesehatan mental dengan nilai P Value = 0,409 > 0,05 maka Ho
diterima dan hubungan antara overtime terhadap keterlibatan kerja perawat
dengan nilai P Value = 0,381 > 0,05 maka Ho diterima. Dari hasil analisa variabel
tidak ditemukan adanya suatu hubungan antara overtime terhadap kesehatan
mental dan keterlibatan kerja perawat.

Kata Kunci: Overtime, Kesehatan Mental, Keterlibatan Kerja.

1
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
2
Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
3
Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
The Relationship between Overtime
to Mental Health and Nurse Work Engagement in Intensive Care Room
at The Abdul Wahab Sjahranie Hospital

Robby Vadillah Zurin 1, Maridi M. Dirdjo2, Enok Sureskiarti3


Faculty of Health Science and Pharmacy, Muhammadiyah University of East
Borneo
E-mail : robby2705@gmail.com

Abstract

Overtime or excess work time becomes an integral part of the world of work.
Overtime is work done by a worker / worker exceeding work time. In terms of
mental health itself according to the World Health Organization, someone is free
from tension and anxiety. Engagement in work. According to Schaufeli,
Salanova, Gonzalez - Roma and Bakker (2002) define work engagement as
positivity, fulfillment of work from the center of the mind characterized. This study
aims to determine the relationship of excess work time with mental health and
work engagement of nurses in the intensive care room of Abdul Wahab
Sjahranie Hospital Samarinda, using descriptive correlation design with the
Cross Sectional approach. The total population is 138 with a sample size of 103.
The research instrument used was questionnaire Mental Health Inventory - 38.
The data analysis used was univariate and bivariate analysis using chi square.
The results and conclusions obtained from this study are the statistical results of
the relationship between overtime on mental health with the value of P Value =
0.409> 0.05, so Ho is accepted and the relationship between overtime on nurse
work engagement with the value of P Value = 0.381> 0.05 then Ho be accepted.
From the results of the variable analysis it was not found a relationship between
overtime to mental health and nurse engagement.

Keywords : Overtime, Mental Health, Work Engagement

1
A Nursing Science student at Muhammadiyah University Of East Borneo
2
Nursing Lecturer at Muhammadiyah University Of East Borneo
3
Nursing Lecturer at Muhammadiyah University Of East Borneo
vi

MOTTO

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila

engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk

urusan yang lain). (QS. Al Insyirah 6-7)

“Berbuat baiklah terhadap sesama tanpa mengharapkan hasil apapun di

belakangnya, karena segalanya sudah diatur olehNya” (RVZ)


vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH Subhanahu Wata’ala

yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan

nikmat kesehatan, kesempatan, dan nikmat iman kepada peneliti, atas

Berkat dan Rahmat-Nya lah sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan

Overtime Terhadap Kesehatan Mental dan Keterlibatan Kerja Perawat di

Ruang Intensive Care RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun

2018” dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis masih banyak kekurangan dan

kesulitan, namun berkat bimbingan dari berbagai pihak maka skripsi ini

dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati,

peneliti mengucapkan terimakasih kepada ;

1. Prof. DR. Bambang Setiaji Selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Kalimantan Timur.

2. Ns. Dwi Rahmah Fitriani, M.Kep Selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Kalimantan Timur.

3. Ns. Maridi M. Dirdjo, M.Kep selaku dosen pembimbing dalam

penyusunan skripsi, terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang

diberikan selama penyusunan skripsi penelitian.

4. Ns. Enok Sureskiarti, M. Kep, Selaku Penguji I dalam skripsi

penelitian ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Kesehatan dan

Farmasi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.

6. Pimpinan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Kalimantan

timur.

7. Perawat ruang Intensive Care RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda.

8. Abah Valian Zurin dan Ibu Mastinah Mastur tercinta yang telah

berpeluh keringat membanting tulang membesarkan anaknya hingga

sampai saat ini.

9. Mahanani Tri Utami dan Riffat Raqila Zurin yang selalu memberi

dukungan, doa dan kericuhannya dalam menyusun skripsi ini.

10. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, semoga

ALLAH Subhanahu Wata’ala memberikan imbalan yang sesuai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena

faktor keterbatasan yang ada dalam diri penulis. Oleh sebab itu penulis

mohon saran dan kritik yang membangun dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Terimakasih.

Samarinda, 2 Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Hal Halaman Sampul................................................................................ i

Halaman Judul.......................................................................................... ii

Surat Pernyataan Keaslian Penelitian.................................................... iii

Lembar Persetujuan................................................................................. iv

Lembar Pengesahan................................................................................. v

Intisari......................................................................................................... vi

Abstract...................................................................................................... vii

Motto.......................................................................................................... viii

Kata Pengantar ........................................................................................ ix

Daftar Isi..................................................................................................... xii

Daftar Tabel............................................................................................... xv

Daftar Gambar........................................................................................... xvi

Daftar Lampiran........................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian................................................................................. 8

E. Keaslian Penelitian................................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka...................................................................................... 12
1. Konsep Overtime................................................................................. 12

a. Definisi Overtime.............................................................................. 12

b. Hakekat Diperlukannya Overtime.................................................... 13

c. Pengaturan Waktu Overtime............................................................ 16

d. Tata Cara Overtime.......................................................................... 18

2. Konsep Kesehatan Mental.................................................................. 23

a. Definisi Kesehatan Mental............................................................... 23

b. Ciri-Ciri Kesehatan mental............................................................... 27

c. Faktor–Faktor Pendukung & Penghambat Kesehatan Mental........ 28

3. Konsep Work Engagement................................................................. 33

a. Definisi Work Engagement.............................................................. 33

b. Dimensi Work Engagement............................................................. 38

c. Ciri-Ciri Work Engagement.............................................................. 41

B. Penelitian Terkait.................................................................................... 49

C. Kerangka Teori Penelitian...................................................................... 49

D. Kerangka Konsep Penelitian.................................................................. 51

E. Hipotesis Penelitian................................................................................ 51

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian...................................................................... 53

B. Populasi & Sampel........................................................................... 53

1. Populasi......................................................................................... 53

2. Sampel.......................................................................................... 54

C. Waktu & Tempat Penelitian.............................................................. 55


D. Definisi Operasional......................................................................... 56

E. Instrumen Penelitian......................................................................... 57

F. Uji Validitas dan Reabilitas............................................................... 59

G. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 63

H. Teknik Analisa Data......................................................................... 64

I. Etika Penelitian................................................................................ 70

J. Jalannya Penelitian........................................................................... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi penelitian ...................................................... 74

B. Hasil Penelitian....................................................................................... 75

1. Karakteristik responden....................................................................... 75

2. Analisa Univariat.............................................................................. 76

3. Analisa Bivariat.................................................................................... 78

C. Pembahasan.................................................................................... 80

1. Karakteristik Responden............................................................... 80

a. Jenis Kelamin............................................................................. 80

b. Usia............................................................................................ 81

c. Ruang Bekerja............................................................................ 81

d. Lama Bekerja............................................................................. 83

2. Analisa Univariat............................................................................ 84

a. Overtime.................................................................. 84

b. Kesehatan Mental................................................... 85

c. Keterlibatan Kerja.................................................... 87
3. Analisa Bivariat.............................................................................. 88

a. Hubungan Antara Overtime Terhadap Kesehatan Mental.......... 88

b. Hubungan Antara Overtime Terhadap Keterlibatan Kerja.......... 90

D. Keterbatasan Penelitian................................................................... 91

1. Instrumen....................................................................................... 91

2. Proses Penelitian........................................................................... 92

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan...................................................................................... 93

B. Saran................................................................................................ 94

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 97
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Populasi Penelitian..............................................................54

Tabel 3.2 Definisi Operasional.........................................................................56

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin & Ruang Bekerja............................................................... 72

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

& Lama Bekerja.............................................................................. 73

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel..................................... 73

Tabel 4.4 Analisa Hubungan Antara Overtime Terhadap Kesehatan

Mental dan Keterlibatan Kerja........................................................ 76


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Peneltian...........................................................50

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian......................................................51


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biodata Peneliti

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 3 Lembar Kuesioner Penelitian

A. Kuesioner Studi Pendahuluan

B. Kuesioner Tentang Data Demografi

C. Kuesioner Overtime

D. Kuesioner Kesehatan Jiwa Mental Health Inventory (MHI)

E. Kuesioner Work Engagement

Lampiran 4 Surat Keterangan Tidak Uji Validitas

Lampiran 5 Surat Keterangan Tidak Uji Reliabilitas

Lampiran 6 Hasil Output SPSS

Lampiran 7 Lembar Konsultasi

Lampiran 8 Surat Permohoinan Ijin Penelitian

Lampiran 9 Surat Persetujuan Penelitian

Lampiran 10 Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam Undang - undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun

2009 mengatakan bahwa Rumah Sakit adalah Institusi Pelayanan

Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat (Menkes RI, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa

Rumah Sakit harus selalu beroperasi 24 jam.

Menurut UU No.38 Tahun 2014 bahwa Pelayanan Keperawatan

adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat

Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau

masyarakat, baik sehat maupun sakit. Kemudian suatu pelayanan

perawatan yang prima perlu didukung oleh sumber daya manusia yang

memadai secara kualitas maupun kuantitas.

Perawat sendiri adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui

oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -

undangan yang berlaku sehingga pelayanan dan dedikasi perawat yang

diberikan kepada pasien mewajibkan perawat melaksanakan kerja

secara overtime, dimana perawat juga dituntut dapat memberikan

1
2

perawatan berkelanjutan selama 24 jam untuk membantu memenuhi

kebutuhan pasien secara komprehensif (UU No. 38, 2014).

Rumah Sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan

dengan baik untuk masyarakat dan perawat merupakan salah satunya

tenaga medis di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan untuk

menunjang penyembuhan pasien (Selvia, 2013). Dengan pelayanan,

dan dedikasi perawat yang diberikan kepada pasien perawat harus rela

melaksanakan kerja secara overtime atau kelebihan waktu kerja

dimana perawat dituntut dapat memberikan perawatan berkelanjutan

selama 24 jam. Pada umumnya perawat rawat inap di Rumah Sakit

memiliki tiga jadwal shift. Beragam cara dalam penjadwalan kerja atau

jadwal shift yang digunakan untuk memenuhi 24 jam sehari, 7 hari

dalam seminggu untuk melakukan perawatan pada pasien.

Overtime atau kelebihan waktu kerja menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dalam dunia kerja. Kerja lembur adalah kerja yang

dilakukan seseorang buruh / pekerja melebihi waktu kerja. Menurut

Undang - undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, lama waktu kerja adalah 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu)

hari. Undang - undang ketenagakerjaan, Pasal 78 ayat (1) butir (b)

menyebutkan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling

banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam

1 (satu) minggu.

Kerja lembur merupakan sebuah hal yang wajar atau biasa


3

dilakukan oleh banyak karyawan atau pekerja, baik itu di Pemerintahan

maupun di Swasta. European Working Time Directive (Directive

2003/88/EC) menetapkan persyaratan keselamatan dan kesehatan

umum minimum untuk organisasi aspek - aspek tertentu dari waktu

kerja di 28 negara anggota Uni Eropa, termasuk untuk profesi

kesehatan. Direktif menyatakan dalam pra-ambisinya bahwa

'peningkatan keselamatan pekerja, kebersihan dan kesehatan ditempat

kerja adalah tujuan yang tidak boleh disubordinasikan hanya pada

pertimbangan ekonomi'. Lebih lanjut, ia menetapkan bahwa pekerja

harus memiliki waktu kerja mingguan maksimum 48 jam, termasuk

lembur.

Bekerja lembur bukannya tidak menimbulkan dampak, baik

dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya sendiri

berupa mendapatkan penghasilan atau pemasukan yang lebih serta

mendapatkan nilai lebih dari atasan. Hal ini sangat berguna karena

atasan pasti suka jika ada karyawan atau bawahannya yang bekerja

lembur apalagi hasilnya produktif (Haryadi, S., 2012). Akan tetapi

bekerja lembur bukan tanpa resiko atau efek negatif pada si pekerja

lembur, banyak dampak yang dapat ditimbulkan dari bekerja lembur

seperti, membebani dari segi fisik maupun dari segi psikologis pada

pelaku lembur itu sendiri. (Van Hooff, Geurts, Kompier, & Taris, 2006).

Ada pula pendapat lain mengatakan bahwa terlalu sering kerja

lembur dapat menyebabkan kehabisan energi. Menurut sebuah studi


4

dari Aragon Institute Of Health Sciences, orang - orang yang bekerja

selama lebih dari 40 jam per minggu memiliki resiko mengalami kondisi

kelelahan dan kewalahan. Selanjutnya, kerja lembur dapat

menyebabkan orang menjadi stress dan tertekan karena penghasilan.

Hal ini menyebabkan para pelaku lembur dilanda kebingungan memilih

dikarenakan fisik yang sebenarnya sudah lelah, tetapi si pelaku lembur

masih bergantung terhadap pemasukan lemburnya tersebut. Jam kerja

yang berlebihan juga dapat mempengaruhi kualitas tidur secara negatif.

Dampak dipekerjaan masalah kesehatan mental dapat memiliki

konsekuensi serius bagi individu maupun untuk produktivitas

organisasi.

Fenomena yang sering terjadi Rumah Sakit perawat kerap pulang

tidak tepat waktu dikarenakan aplusan yang lama, visit dokter yang

terkadang mendekati waktu aplusan, serta pasien baru.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di lingkungan

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda khususnya pada unit - unit

intensive care, ada beberapa faktor orang bekerja lembur diantaranya

mendapatkan uang tambahan, karena pergantian shift yang satu

dengan shift yang berikutnya memanjang dikarenakan pekerjaan dishift

yang sebelumya belum selesai dan ada pula mengatakan untuk

meningkatkan jenjang karir dan sambil menambah - nambah ilmu.

Dari sisi kesehatan mental sendiri menurut World Health

Organization adalah seseorang bebas dari ketegangan dan


5

kecemasan. Menerima kekecewaan sebagai pelajaran dikemudian hari,

dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun

kenyataan itu pahit. Dapat berhubungan dengan orang lain dan dapat

tolong menolong yang memuaskan. Merasa lebih puas memberi dari

pada menerima.

Kesehatan mental dihubungkan dengan para pelaku lembur yang

peneliti observasi di RSUD Abdul Whab Sjahranie Samarinda

mempunyai berbagai macam dampak diantaranya lembur terkadang

jantung berdebar, perasaan terasa cemas gelisah tak menentu, resiko

kesalahan dalam bekerja lebih tinggi, konsentrasi menurun.

Selain kesehatan mental, hal lain yang biasa berkaitan dengan

kerja lembur sendiri adalah work engagement atau keterlibatan dalam

bekerja. Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzalez - Roma dan Bakker

(2002) mendefinisikan work engagement sebagai positivitas,

pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan, Work

engagement merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang

berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan vigor, dedication

dan absorption. Jadi seorang yang bercirikan dari ketiga tersebut

adalah seorang yang memiliki engaged dalam bekerja.

Seorang karyawan dikatakan work engagement dalam

pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri

secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya

penting untuk dirinya, selain untuk organisasi. Karyawan dengan work


6

engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis pekerjaan

yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu. (P.

Robbins, Stephen 2003)

Dari hasil wawancara terstruktur terhadap 10 responden yang

dilakukan oleh peneliti, didapatkan hasil jumlah jam kerja dalam tujuh

jam, 57% mengatakan tidak setuju. Untuk jumlah jam kerja seminggu

empat puluh jam, 78,5% mengatakan tidak setuju. Namun pada

pertanyaan tentang jumlah kerja yang melebihi ketentuan, 57%

mengatakan tidak setuju. Untuk pertanyaan yang berkaitan tentang

kesehatan mental terhadap overtime 57% merasa cemas pada saat

melakukan overtime, takut tanpa sebab 50%, stres dengan pekerjaan

57%. Selanjutnya, untuk pertanyaan tentang work engagement atau

keterlibatan kerja, 78,5% mengatakan aktif memberikan kontribusi dan

80,3% mengatakan aktif mengikuti kegiatan di ruangan.

Fenomena - fenomena yang dijelaskan di atas menarik peneliti

untuk mencari apakah ada hubungan antara perilaku overtime atau

kerja lembur terhadap kesehatan mental dan keterlibatan kerja pada

perawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie khususnya di unit - unit

intensive care.

B. Rumusan masalah

Pada latar belakang di atas telah dijelaskan tentang overtime,

kesehatan mental dan keterlibatan kerja. Adanya berbagai macam


7

pandangan yang berbeda pada overtime, kesehatan mental dan

keterlibatan kerja. Hal ini menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti

yang dimana dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Apakah overtime berhubungan dengan keterlibatan kerja perawat

intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

2. Apakah overtime berhubungan dengan kesehatan mental pada

perawat intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan overtime terhadap kesehatan mental dan

keterlibatan kerja perawat di ruang intensif di RSUD Abdul Wahab

Sjaranie Samarinda

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan overtime pada perawat intensif di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda.

b. Menggambarkan kesehatan mental pada perawat intensif di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

c. Menggambarkan keterlibatan kerja pada perawat intensif di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

d. Menganalisis hubungan overtime dengan kesehatan mental

perawat intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.


8

e. Menganalisis hubungan overtime dengan keterlibatan kerja

perawat intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik

Dapat memperkaya konsep dan teori yang mendukung

perkembangan ilmu keperawatan, khususnya yang terkait dengan

pengaruh kelebihan waktu kerja (overtime) terhadap kesehatan

mental dan keterlibatan kerja pada perawat di ruang instensif RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi Rumah Sakit

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta

pengetahuan terutama dalam bidang keperawatan sebagai

pemberi pelayanan keperawatan, khususnya dalam manajemen

keperawatan di ruang intensif RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda.

b. Bagi perawat

Menambah pengetahuan dalam upaya meningatkan kualitas

personal perawat ruang intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda sebagai pemberi pelayanan.

c. Bagi Institusi
9

Sebagai sarana untuk penerapan ilmu pengetahuan dan

wawasan serta pengujian secara konkrit tentang kebenaran secara

konsep maupun teori.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan atau sumber data bagi penelitian selanjutnya

dalam pengembangan penelitian tentang pengaruh kelebihan

waktu kerja (overtime) terhadap kesehatan mental dan keterlibatan

kerja pada perawat di ruang intensif RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda.

E. Keaslian Penelitian

1. Keaslian penelitian ini bertujuan sebagai bukti agar tidak adanya

plagiarisme antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang

akan dilakukan. Keaslian penelitian ini berdasar pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan pada rumah sakit - rumah sakit yang

berada di Jepang oleh Mayumi Watanabe (2017). Penelitian yang

akan dilakukan sekarang mempunyai karakteristik yang hampir sama

dalam hal tema kajian, meskipun sedikit berbeda pada hal kriteria

subjek dan jumlah. Untuk jumlah sampel yang dilakukan oleh peneliti

sebelumnya sebanyak 1352 staf perawat di 54 bangsal. Sedangkan

penelitian yang dilakukan saat ini mengambil jumlah sampel 103 staf

perawat di ruang intensive care RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda. Penelitian yang akan dilakukan saat ini mengenai


1

hubungan overtime atau kerja lembur dengan kesehatan mental dan

keterlibatan kerja atau work engagement. Mayumi Watanabe

melakukan penelitian dengan pendekatan pemodelan equation

struktural bertingkat, sedangkan penelitian saat ini menggunakan

pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel

proportional stratified random sampling. Menurut hasil penelitian

Mayumi Watanabe perawat biasanya bekerja lembur karena tekanan

untuk menyesuaikan diri, beban kerja yang tinggi dan untuk

meningkatkan pengembangan diri. Kerja lembur yang tidak

disengaja menunjukkan efek yang merusak pada kesehatan mental

dan keterlibatan kerja di tingkat lingkungan dan individu, sedangkan

kerja lembur sukarela memberikan efek menguntungkan pada

kesejahteraan.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Alfonso (2017) tentang

dampak jam kerja pada tidur dan kesehatan mental mengatakan

bahwa jumlah jam yang dibutuhkan orang untuk bekerja memiliki

pengaruh yang luas pada kesehatan fisik dan mental. Jam kerja

yang berlebihan juga dapat mempengaruhi kualitas tidur secara

negatif. Dampak dipekerjaan masalah kesehatan mental dapat

memiliki konsekuensi serius bagi individu maupun untuk

produktivitas organisasi. Tujuan Alfonso melakukan penelitian ini

adalah untuk mengevaluasi perbedaan kualitas tidur dan gejala

kecemasan dan depresi antara kelompok jam kerja yang lebih


1

panjang (LWHG) dan kelompok jam kerja reguler (RWHG). Untuk

memeriksa faktor - faktor yang mempengaruhi jam kerja mingguan,

kualitas tidur dan kecemasan dan gejala depresi. Metode yang di

gunakan Alfonso untuk meneliti adalah membagi peserta menjadi

dua kelompok, RWHG dan LWHG. Untuk peneliti saat ini tidak

melakukan pembagian kelompok seperti peneliti sebelumnya,

peneliti saat ini hanya melakukan pengambilan sampel yang ada di

ruang perawatan intensive care dengan pendekatan cross sectional

dengan teknik pengambilan sampel proportional stratified random

sampling. Menurut Alfonso, 2017, berdasarkan jam kerja dengan cut-

off 48 jam per minggu. Kami menggunakan Skala Kecemasan dan

Depresi Rumah Sakit (HADS) untuk menilai gejala kecemasan dan

depresi dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk mengukur

kualitas dan pola tidur. Dan hasil yang didapat berupa Tingkat

respons adalah 23%. Di antara 429 peserta penelitian, mereka yang

berada dikelompok LWHG (n = 256, 53%) memiliki gejala depresi

dan kecemasan yang jauh lebih banyak dan kualitas tidur yang lebih

buruk daripada di RWHG (n = 223, 47%).


1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Konsep Overtime (Kelebihan Waktu Kerja)

a. Definisi Overtime (Kelebihan Waktu Kerja)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kerja merupakan

sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata

pencaharian. Menurut Gilarso (2004 : 93) : “Kerja adalah

segala usaha manusia, baik jasmani maupun rohani yang

dicurahkan dalam proses peningkatan kegunaan ekonomi.

Kerja dilakukan untuk mencari nafkah dengan menghasilkan

sesuatu yang berguna dan mendapat suatu balas karya dalam

bentuk barang atau uang”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kerja lembur

merupakan pekerjaan tambahan yang dilakukan diluar jam

kerja. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigarsi No Kep. 102/MEN/VI/2004 : Waktu overtime

adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40

(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40

(empat puluh) jam satu minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam

1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan


1

atau hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah. Waktu kerja

lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam

dalam satu hari dan 14 (empat belas) jam dalam satu minggu.

Menurut Wickramasinghe (2010) jam overtime dapat

dijabarkan dalam tiga indikator, yakni:

1) Bekerja pada waktu yang panjang bahkan sampai dengan

malam hari. Bekerja lebih lama dari jam kerja normal yang telah

ditentukan dikarenakan adanya pekerjaan yang harus

diselesaikan atau tekanan yang berasal dari beban kerja yang

berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang harus

diselesaikan terburu - buru dan deadline.

2) Bekerja pada waktu - waktu tertentu (akhir bulan, akhir tahun,

dan hari libur resmi). Mengharuskan karyawan bekerja pada

akhir bulan, akhir tahun, dan hari libur resmi jika sewaktu -

waktu dibutuhkan.

3) Membawa pekerjaan kantor ke rumah. Membawa pekerjaan

kantor ke rumah apabila tugas belum diselesaikan pada hari

tersebut.

b. Hakekat Diperlukannya Overtime

Berbicara mengenai kerja lembur maka kita berbicara tentang

suatu keadaan dan atau kegiatan bekerja dimana berawal dari

pengusaha yang dituntut untuk mengejar target produksi untuk


1

meningkatkan output perusahaan dipasaran dimana salah satu

cara untuk merealisasikan hal itu adalah dengan meminta buruh

atau pekerja melakukan pekerjaanya di luar jam normal. Normal

disini dapat diartikan bahwa buruh bekerja lebih lama di dalam

suatu perusahaan. Adalah suatu runtutan kegiatan bekerja yang

lama waktunya menyimpang daripada yang seharusnya.

Dalam teori maupun peraturan perundang - undangan hukum

ketenagakerjaan sudah diatur tentang perihal kerja lembur

tersebut. Namun overtime dalam hukum ketenagakerjaan

bukanlah hanya mencakup antara permasalahan individu buruh

atau pekerja dengan pengusaha, disini juga mencakup tentang

organisasi buruh, serikat pekerja dan asosiasi pengusaha.

Pada hakekatnya overtime adalah suatu hak bagi pekerja atau

buruh. Makna dari hak tersebut adalah pekerja dapat

memutuskan dan memilih apakah akan melakukan overtime

seperti yang dimintakan oleh pengusaha atau majikan.

Seperti yang telah diatur dalam dasar konstitusi Negara

Indonesia Undang - undang Dasar 1945 pasal 28 E ayat 1 (satu)

dimana isinya berbunyi : “Setiap orang bebas memeluk agama

dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan

pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaran, memilih

tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta

berhak kembali “.
1

Isi dari Undang - undang dasar 1945 tersebut telah jelas

tertuang negara melalui konstitusinya telah memberikan

perlindungan kepada setiap warga negara Indonesia sebagai

individu yang merdeka untuk memilih pekerjaan yang terbaik

untuknya sesuai pilihannya. Tidak dalam ancaman atau paksaan

dari pihak manapun.

Kebijakan permintaan overtime merupakan suatu pilihan oleh

perusahaan yang memang diperbolehkan menurut perundang -

undangan ketenagakerjaan di Indonesia karena ada suatu alasan

- alasan maupun faktor yang menuntut perusahaan meminta para

pekerjanya untuk kerja diluar jam kerja normal.

Ada beberapa alasan yang mempengaruhi / menyebabkan

perusahaan meminta atau memerlukan para buruhnya untuk

melakukan overtime, diantaranya sebagai berikut :

1) Dinamika perekonomian yang semakin maju dan pesat

2) Mengejar target produksi yang sudah dicanangkan oleh

perusahaan

3) Memanfaatkan sebaik - baiknya sumber daya manusia dari

buruh

4) Ada kesempatan baik dalam pasar yang bisa dimanfaatkan

oleh perusahaan

5) Sudah menjadi kebiasaan atau budaya dalam internal

perusahaan.
1

Bagi buruh pun, penerapan overtime juga mempunyai

“advantage” yang bagus bagi buruh. Keuntungan - keuntungan

tersebut antara lain :

1) Ada pemasukan lebih kepada buruh berupa upah dari hasil

overtime tersebut.

2) Buruh dapat memaksimalkan masa produktifnya untuk mencari

penghasilan tambahan.

Akan tetapi overtime bisa diterapkan kepada karyawan suatu

perusahaan apabila telah ada persetujuan dari kedua belah pihak

secara tertulis ataupun lisan. Dengan implikasi bahwa pengusaha

berkewajiban memberikan upah ekstra kepada karyawan yang

telah melakukan overtime sesuai dengan amanat perundang -

undangan dan sebagai penghargaan bagi pekerja yang telah

melakukan kegiatan diluar jam kerja standar. Apabila pekerja tidak

menghendaki maka tidak dapat dipaksakan kepada pekerja

tersebut untuk melakukan kerja lembur.

c. Pengaturan Waktu Overtime

Di dalam konsep teori overtime, meskipun para pihak sudah

menyepakati adanya kegiatan overtime sesuai salah satu syarat

pelaksanaannya yang ada dalam Undang - undang

Ketenagakerjaan Pasal 78 ayat 1 (satu) huruf a, namun disini

peraturan perundang - undangan tetap memberikan batasan


1

kepada para pihak untuk melakukan kegiatan overtime tersebut.

Ini dimaksudkan agar ada perlindungan terhadap pekerja yang

notabene adalah pihak yang membutuhkan pekerjaan yang

berpotensial ada eksploitasi berlebihan dari para pengusaha yang

mempekerjakan mereka terhadap sumber daya para pekerjanya.

Potensi - potensi yang dianggap merugikan pekerja itulah yang

coba untuk dibentengi oleh pemerintah melalui undang - undang

ketenagakerjaan dan sekaligus memberikan kesejahteraan dan

kesehatan pekerja atau buruh.

Dalam Undang - undang tersebut pada bab X, jam kerja normal

atau standar diatur Pasal 77 ayat 2 (dua) yaitu :

1) ” 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)

minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu ; atau“

2) “ 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1

(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu“.

Diluar teknis pelaksanaan tersebut disebut overtime dimana

pengusaha hanya dapat memperkerjakan pekerja atau buruh

sesuai Pasal 78 ayat 1 (satu) huruf b yang berbunyi : “Waktu kerja

lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1

(satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu“.

Akan tetapi pengaturan waktu kerja pada pengaturan Pasal 77

ayat (2) tidak serta merta belaku untuk semua bidang usaha. Ada

beberapa sektor usaha yang secara yuridis diperbolehkan untuk


1

menyimpangi substansi yang ada pasal tersebut. Ini dijelaskan

pada bunyi Pasal 77 ayat 3 (tiga) Undang - undang

ketenagakerjaan : “Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud

dalam ayat 2 (dua) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan

tertentu“. Adapun yang dimaksud sektor usaha atau pekerjaan

tertentu dalam ayat ini misalnya pekerjaan di pengeboran minyak

lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh,

pekerjaan di kapal (laut) atau penebangan hutan. Ini didasarkan

pada Keputusan Menakertrans No.234 tahun 2003 dengan ratio

penyebabnya adalah karena kondisi geografis dan jenis produk

yang dihasilkan tidak dapat memenuhi pola seperti yang

disyaratkan pada Undang - undang Ketenagakerjaan. Perbedaan

pada jam kerja otomatis mempengaruhi pada perhitungan waktu

kerja, waktu lembur, waktu istirahat dan cuti.

Dengan demikian, perlu benar - benar ditekankan dan dipahami

bahwa penerapan pola kerja terhadap buruh atau tenaga kerja

melebihi batas waktu maksimum yang diamanatkan oleh

peraturan sebagaimana tersebut di atas haruslah digolongkan

sebagai kerja lembur.

d. Tata Cara Overtime

Ada tata cara atau prosedur yang harus diikuti oleh para

pengusaha apabila hendak melakukan permintaan overtime


1

wajib. Peraturan perundang - undangan yang dibentuk oleh

Pemerintah dengan wujud Undang-undang Ketenagakerjaan No.

13 tahun 2003 mengatur mekanisme tersebut. Ada 2 (dua) hal

pokok yang menjadi pedoman dalam menerapkan kerja lembur,

yaitu pada ketentuan pasal 78 ayat 1 (satu) yakni :

1) Ada persetujuan pekerja atau buruh yang bersangkutan

Persetujuan buruh adalah salah satu syarat utama

pemberlakuan overtime kepada buruh. Setuju (consensus)

adalah dasar dari adanya suatu perikatan. Tercermin dari pada

Bab I buku ketiga Kitab Undang - undang Hukum Perdata

Bagian 1 Pasal 1233 yang berbunyi : “Perikatan, lahir karena

suatu persetujuan atau karena Undang - undang“. Buruh

mempunyai hak sebagai individu yang merdeka yang dijamin

oleh konstitusi UUD 1945 untuk bebas memilih dan membuat

perjanjian ataupun perjanjian kerja dalam bahasan skripsi ini

dengan siapapun, termasuk dengan pengusaha. Perjanjian

kerja adalah sebagai titik awal pelaksanaan kerja lembur oleh

buruh.

Perjanjian kerja mencakup dengan kegiatan kerja lembur

oleh pekerja yang ditandai dengan adanya surat perintah

lembur tertulis (SPL) dari perusahaan kepada pekerja. Melalui

penandatanganan atas surat perintah lembur ini maka ini

berarti pekerja atau buruh yang bersangkutan sudah


2

menyetujui untuk melakukan overtime seperti yang dimintakan

pengusaha tersebut. Dibuat dalam bentuk daftar pekerja yang

bersedia bekerja overtime, berisi tanda tangan pengusaha dan

pekerja yang bersangkutan untuk melakukan overtime.

Kesepakatan dalam melakukan overtime dapat juga dilakukan

antara serikat buruh dan pengusaha. Bentuk perjanjian ini

dinamakan sebagai Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Perjanjian Kerja Bersama yang muncul akan menimbulkan

suatu hubungan hukum tertentu yang mengikat para pekerja

yang tergabung dalam serikat pekerja dan pengusaha.

Penandatanganan tersebut berimplikasi bahwa pekerja

mempunyai kewajiban lebih lama untuk bekerja dan tidak dapat

lagi mengingkari kewajiban itu karena secara yuridis seperti

yang diatur dalam Kitab Undang - undang Hukum Perdata

pasal 1338 yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat

dengan Undang- undang berlaku sebagai Undang-undang bagi

mereka yang membuatnya“. Ini berarti para pekerja terikat oleh

suatu perikatan yang mereka buat sendiri dan merupakan

suatu Undang - undang tersendiri bagi para pihak yang

membuatnya asalkan perikatan itu sesuai dengan Undang -

undang (tidak bertentangan dengan aturan - aturan yang telah

ada) terlebih disini adalah pasal 1320 tentang syarat sahnya

persetujuan atau perjanjian.


2

Adapun substansi yang dicantumkan dalam daftar tersebut

adalah nama pekerja yang melakukan overtime beserta

lamanya waktu pelaksanaan overtime. Di dalam Undang-

undang Ketenagakerjaan pun telah diatur syarat sah adanya

perjanjian kerja pada Pasal 52 ayat 1 (satu) yang berbunyi :

Perjanjian kerja dibuat atas dasar :

a) Kesepakatan kedua belah pihak;

b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak betentangan umum,

kesusilaan, dan peraturan perundang - undangan yang

berlaku “.

2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3

(tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam

satu minggu.

Meskipun syarat pertama kerja lembur yaitu adanya

kesepakatan pengusaha dan buruh sudah tercapai dengan

adanya penyetujuan dan ditandatangani oleh pekerja atau

buruh dengan akibat bahwa pengusaha bisa menerapkan

kewajiban pembebanan kerja lembur akan tetapi bukan berarti

para pengusaha bisa memberikan jam kerja lembur yang tidak

terbatas kepada pekerja. Ada pembatasan pengaturan

pembatasan waktu kerja lembur ada dalam Undang - undang


2

Ketenagakerjaan dengan tujuan untuk memberikan

perlindungan kepada buruh agar tidak dirugikan

kepentingannya oleh pengusaha. Terhadap pekerjaan -

pekerjaan yang memerlukan waktu lebih banyak dari ketentuan

diatas, Djumialdji, 2006 mengemukakan : “Dalam hal mana

pada suatu waktu atau biasanya pada tiap - tiap waktu atau

dalam masa yang tertentu ada pekerjaan yang bertimbun -

timbun yang harus lekas diselesaikan, oleh dijalankan

pekerjaan dengan menyimpang dari waktu kerja 7 (tujuh) jam

sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu akan tetap waktu

kerja tidak boleh lebih dari 54(lima puluh empat) jam

seminggu“. Akan tetapi sama seperti dengan kebijakan

pengaturan waktu kerja pasal 77 ayat 2 (dua), pengaturan ini

pun tidak bisa serta merta diaplikasikan dianggap sama. Ada

pengecualian terhadap semua sektor usaha atau pekerjaan

tertezzntu dan pengusaha berhak meminta waktu kerja lembur

diluar peraturan maksimal. Ini sudah ditentukan oleh

pemerintah lewat Undang - undang Ketenagakerjaan No. 13

tahun 2003 pasal 78 ayat 3 (tiga).

Yang dimaksud sektor usaha atau pekerjaan tertentu adalah

sama seperti penjelasan pasal 77 ayat 3 Undang - undang

Ketenagakerjaan yaitu misalnya pekerjaan di pengeboran

minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan


2

jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut) atau penebangan hutan.

Namun disini sekali lagi pemerintah melalui peraturan

perundang - undangannya tidak mengatur secara rinci berapa

jam maksimal kerja lembur yang bisa dterapkan bagi usaha -

usaha tertentu. Pengaturan yang tertuang dalam Kepmen No.

234 Tahun 2003 hanya mengatur jam kerja dalam suatu

periode masa kerja tertentu dan upah lembur pada jam – jam

tertentu.

2. Konsep Kesehatan Mental

a. Definisi Kesehatan Mental

Kesehatan mental didefinisikan dalam suatu pengertian yaitu

ketidak tenteraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat

mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang. Seseorang

dianggap sehat bila ia tak mempunyai keluhan tertentu, seperti :

ketegangan, rasa lelah, cemas, rasa rendah diri atau perasaan

tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau

“rasa tak sehat” serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari - hari

(Zakiyah Daradjat, 1993).

Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang

sungguh – sungguh antara fungsi – fungsi kejiwaan dan

terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya

dengan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan,


2

serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan

bahagia di dunia dan di akhirat (Hana Djumhana Bastaman,

1995).

Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang

bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala

kapasitas, kreativitas, energi dan dorongan yang ada semaksimal

mungkin sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang

lain serta terhindar dari gangguan atau penyakit mental (neurosis

dan psikosis) (Yustinus Semiun, 2006).

Sedangkan menurut Notosoedirjo dan Latipun, 2005, terdapat

banyak definisi dari kesehatan mental (mental hygene) yaitu:

1) Tidak mengalami gangguan mental,

2) Tidak jatuh sakit akibat stressor,

3) Sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan

lingkungannya,

4) Tumbuh dan berkembang secara positif.

Jadi, kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang

sungguh – sungguh antara fungsi - fungsi kejiwaan dan

terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya

dengan lingkungannya, berlandaskan mampu mengembangkan

dan memanfaatkan segala kapasitas, kreativitas, energy dan

dorongan yang ada semaksimal mungkin yang berlandaskan

keimanan dan ketakwaan, sehingga terhindar dari gangguan –


2

gangguan mental.

Ada beberapa alasan mengapa kesehatan mental menjadi isu

penting dalam dunia kerja. Danna dan Griffin (1999) menyatakan

alasan pentingnya kesehatan mental di tempat kerja, yaitu;

pertama, pengalaman individu baik fisik, emosional, mental, atau

sosial akan mempengaruhi bagaimana individu di tempat kerja.

Kedua, kesehatan mental pekerja menjadi bagian penting karena

akan menumbuhkan kesadaran terhadap faktor - faktor lain yang

menimbulkan resiko bagi pekerja. Misalkan, karakteristik tempat

kerja yang mendukung keamanan dan kessejahteraan bagi

pekerja, potensi ancaman kekerasan atau agresi di tempat kerja

(kekerasan seksual dan bentuk - bentuk perilaku disfungsional

lainnya), bahkan hubungan antara pimpinan dan bawahan yang

berimplikasi pada kesehatan mental. Ketiga, kesehatan mental

menjadi bagian penting karena kesehatan yang lemah akan

mempengaruhi kinerja.

Data kesehatan mental ini diperoleh melalui alat ukur modifikasi

penulis terhadap alat ukur The Mental Health Inventory (MHI-38)

yang telah dibuat oleh Veit and Ware (1983). Aspek yang

diungkap oleh alat ukur ini adalah kondisi kesehatan mental positif

(perasaan positif secara umum, kondisi emosional atau rasa cinta,

dan kepuasan hidup) dan kondisi kesehatan mental negatif

(kecemasan, depresi, dan hilangnya kontrol perilaku dan emosi).


2

Alat ukur ini berupa skala likert yang jawabannya berupa pilihan

dengan enam alternatif jawaban.

Proses modifikasi alat ukur dilakukan dengan menggunakan

beberapa cara, diantaranya adalah:

1) Mengurangi jumlah item. Maksudnya jumlah item pada Mental

Health Inventory (MHI) semula adalah 38 item tapi pada skala

ini dikurangi menjadi 24 item yang terdiri dari 6 sub-variabel

(indikator).

2) Menambah jumlah item. Maksudnya jumlah item pada Mental

Health Inventory (MHI) semual komposisi antar indikatornya

tidak seimbang, ada yang banyak ada yang sedikit. Misalnya

untuk indikator kepuasan hidup jumlahnya hanya 1 item

padahal untuk indikator depresi jumlahnya ada 19 item karena

itu pada skala ini jumlahnya diseimbangkan sehingga menjadi 4

item untuk masing - masing indikator.

3) Merubah redaksi item. Maksudnya ada item - item yang redaksi

bahasanya kurang cocok untuk subjek karyawan di UIN Malang

karena itu redaksinya dirubah menjadi lebih kontekstual.

Namun demikian, ada juga item yang redaksinya sesuai

dengan aslinya.

4) Mengurangi alternatif jawaban yang sebelumnya berjumlah 6

pilihan dirubah menjadi 4 alternatif pilihan yaitu hampir setiap

saat, sering sekali, jarang, dan tidak pernah.


2

b. Ciri-Ciri Kesehatan Mental

Kartini Kartono, 2000, mengungkapkan, orang yang memiliki

mental sehat ditandai dengan sifat – sifat khas antara lain :

1) Kemampuan – kemampuan untuk bertindak secara efisien,

2) Memiliki tujuan – tujuan hidup yang jelas,

3) Punya konsep diri yang sehat,

4) Ada koordinasi antara segenap potensi dengan usaha -

usahanya,

5) Memiliki regulasi diri dan integritas kepribadian dan

6) Hatinya selalu tenang.

Orang yang sehat mental biasanya disebut individu normal.

Dalam artian individu yang mampu memperlihatkan kematangan

emosional, kemampuan menerima realitas, kesenangan hidup

bersama orang lain dan memiliki filsafat atau pegangan hidup

pada saat ia mengalami komplikasi kehidupan sehari – hari

sebagai gangguan.

Menurut warga, ciri – ciri individu yang normal atau sehat pada

umumnya adalah sebagai berikut :

1) Bertingkah laku menurut norma – norma sosial yang diakui,

2) Mampu mengelola emosi,

3) Mampu mengaktualkan potensi – potensi yang dimiliki,

4) Dapat mengikuti kebiasaan – kebiasaan sosial,


2

5) Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan

tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya,

6) Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan

jangka panjang,

7) Mampu belajar dari pengalaman dan

8) Biasanya gembira (Siswanto, 2007).

c. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Kesehatan Mental

1) Faktor Pendukung Kesehatan Mental

Menurut Notosoedirdjo dan Latipun, 2005, dalam kesehatan

mental terdapat beberapa faktor pendukung antara lain :

a) Biologis

Beberapa aspek biologis yang secara langsung

berpengaruh terhadap kesehatan mental, diantaranya : otak,

system endokrin, genetik, sensori dan kondisi ibu selama

kehamilain.

(1) Otak

Otak sangat kompleks secara fisiologis, tetapi

memiliki fungsi yang sangat esensi bagi keseluruhan

aktivitas manusia. Diferensiasi dan keunikan yang ada

pada manusia pada dasarnya tidak dapat dilepaskan

dari otak manusia. Keunikan manusia terjadi justru

karena keunikan otak manusia dalam mengekspresikan


2

seluruh pengalaman hidupnya. Jika dipadukan dengan

pandangan - pandangan psikologi, jelas adanya

kesesuaian antara perkembangan fisiologis otak dengan

perkembangan mental. Fungsi otak seperti motorik,

intelektual, emosional dan afeksi berhubungan dengan

mentalitas manusia.

(2) Sistem endokrin

Sistem endokrin terdiri dari sekumpulan kelenjar yang

sering bekerja sama dengan sistem syaraf otonom.

Sistem ini sama – sama memberikan fungsi yang

penting yaitu berhubungan dengan berbagai bagian –

bagian tubuh. Tetapi keduanya memiliki perbedaan

diantaranya system syaraf menggunakan pesan kimia

dan elektrik sedangkan sistem endokrin berhubungan

dengan bahan kimia, yang disebut dengan hormon. Tiap

kelenjar endokrin mengeluarkan hormon tertentu secara

langsung kedalam aliran darah, yang membawa bahan -

bahan kimia ini keseluruh bagian tubuh. Sistem endokrin

berhubungan dengan kesehatan mental seseorang.

Gangguan mental akibat sistem endokrin berdampak

buruk pada mentalitas manusia. Sebagai contoh

terganggunya kelenjar adrenalin berpengaruh terhadap

kesehatan mental, yakni terganggunya mood dan


3

perasannya dan tidak dapat melakukan coping stress.

(3) Genetik

Faktor genetik diakui memiliki pengaruh yang besar

terhadap mentalitas manusia. Kecenderungan psikosis

yaitu schizophrenia dan manis-depresif merupakan sakit

mental yang diwariskan secara genetis dari orang

tuanya. Gangguan lainnya yang diperkirakan sebagai

factor genetic adalah ketergantungan alkohol, obat

-obatan, Alzeimersyndrome, phenylketunurine, dan

huntington syndrome. Gangguan mental juga terjadi

karena tidak normal dalam hal jumlah dan struktur

kromosom. Jumlah kromosom yang berlebihan atau

berkurang dapat menyebabkan individu mengalami

gangguan mental.

(4) Sensori

Sensori merupakan aspek penting dari manusia.

Sensori merupakan alat yang menangkap segenap

stimuli dari luar. Sensori termasuk : pendengaran,

penglihatan, perabaan, pengecapan, dan penciuman.

Terganggunya fungsi sensori individu menyebabkan

terganggunya fungsi kognisi dan emosi individu.

Seseorang yang mengalami gangguan pendengaran

misalnya, maka akan berpengaruh terhadap


3

perkembangan emosi sehingga cenderung menjadi

orang yang paranoid, yakni terganggunya afeksi yang

ditandai dengan kecurigaan yang berlebihan kepada

orang lain yang sebenarnya kecurigaan itu adalah salah.

(5) Faktor ibu selama masa kehamilan

Faktor ibu selama masa kehamilan secara bermakna

mempengaruhi kesehatan mental anak. Selama berada

dalam kandungan, kesehatan janin ditentukan oleh

kondisi ibu. Faktor - faktor ibu yang turut mempengaruhi

kesehatan mental anaknya adalah : usia, nutrisi, obat -

obatan, radiasi, penyakit yang diderita, stress dan

komplikasi.

b) Psikologis

Notosoedirjo dan Latipun, 2005, mengatakan bahwa

aspek psikis manusia merupakan satu kesatuan dengan

system biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia,

maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan

aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat

dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia.

(1) Pengalaman Awal

Pengalaman awal merupakan segenap pengalaman –

pengalaman yang terjadi pada individu terutama yang

terjadi pada masa lalunya. Pengalaman awal ini


3

dipandang sebagai bagian penting bahkan sangat

menentukan bagi kondisi mental individu dikemudian

hari.

(2) Proses Pembelajaran

Perilaku manusia adalah sebagian besar adalah proses

belajar, yaitu hasil pelatihan dan pengalaman. Manusia

belajar secara langsung sejak pada masa bayi terhadap

lingkungannya. Karena itu faktor lingkungan sangat

menentukan mentalitas individu.

( 3 ) Kebutuhan

Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan

mental seseorang. Orang yang telah mencapai

kebutuhan aktualisasi yaitu orang yang mengeksploitasi

dan mewujudkan segenap kemampuan, bakat,

keterampilannya sepenuhnya, akan mencapai pada

tingkatan apa yang disebut dengan tingkat pengalaman

puncak (peack experience). Maslow, 2010, mengatakan

bahwa ketidakmampuan dalam mengenali dan

memenuhi kebutuhan - kebutuhannya adalah sebagai

dasar dari gangguan mental individu.

c) Sosial Budaya

Lingkungan social sangat besar pengaruhnya terhadap

kesehatan mental. Lingkungan social tertentu dapat


3

menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga

membentuk kesehatan mental yang positif, tetapi pada

aspek lain kehidupan social itu dapat pula menjadi stressor

yang dapat mengganggu kesehatan mental.

2) Faktor Penghambat Kesehatan Mental

Setiap orang yang menginginkan dan mengharapkan

mental yang sehat, tenteram dan jauh dari ketegangan -

ketegangan serta konflik – konflik kejiwaan. Maka ia perlu

memperhatikan faktor – faktor yang menghambat kesehatan

mental agar mental menjadi sehat. Ada beberapa masalah –

masalah kesehatan mental pada lanjut usia.

3. Konsep Work Engagement

a. Definisi Work Engagement

Referensi berkaitan dengan Work Engagement merupakan

konsep baru bagi dunia akademik karena konsep ini diawali

oleh temuan para konsultan dari area pemecahan masalah

produktivitas dan kualitas kerja. Pada dasarnya konsep Work

Engagement dibentuk oleh dua konsep yang telah dikenal

dalam ranah akademik yaitu komitmen organisasi dan

Citizenship behavior yaitu perilaku individu pekerja yang

bersedia melakukan kegiatan melebihi tugas dan fungsi

pokoknya untuk mewujudkan produktivitas dan kualitas kerja


3

(Saroyeni Putu, 2011, hal. 3). Rafferty, A and Griffin, M, 2004,

mengungkapkan perbedaaan komitmen dan citizenship

behavior dengan keterikatan individu karena komitmen dan

citizenship behavior merupakan reaksi searah dari individu

pekerja terhadap organisasi sementara keterikatan individu

merupakan hasil proses interaksi dua arah antara manajemen

dan pekerja.

Saat ini banyak definisi yang menggambarkan tentang Work

Enggagement dintaranya adalah definisi yang dipakai oleh

Kahn (dalam Mujiasih dan Ratnaningsih, 2012, hal. 3). Work

Engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota

organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan

mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional

selama bekerja. Kahn membedakan tiga dimensi dalam

pengukuran Work Engagement, yaitu keterikatan emosional,

keterikatan kognitif dan keterikatan fisik atau personal.

1) Keterikatan emosional adalah tingkat kepuasan individu dan

inspirasi yang mereka dapatkan dari pekerjaannya dan

menjadi bagian dari perusahaan. Ada aspek “I will” dalam

dimensi emosional ini, ditunjukkan dengan perilaku

kerjasama dan berempati kepada rekan kerja maupun

atasan.

2) Keterikatan kognitif adalah kesadaran atas misi dan peran


3

mereka dalam organisasi. Terdapat aspek “the way” pekerja

melaksanakan tugasnya dalam dimensi ini.

3) Keterikatan fisik atau personal menunjukkan keberagaman

atau tingkat keterikatan. Brown, 2003 (dalam Mujiasih dan

Ratnaningsih, 2012, hal. 3).

Memberikan definisi Work Engagement yaitu dimana

seorang pekerja dikatakan memiliki Work Engagement dalam

pekerjaannya apabila pekerja tersebut dapat

mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya

dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya serta

untuk organisasi. Pekerja dengan work memberikan definisi

Work Engagement yaitu dimana seorang pekerja dikatakan

memiliki Work Engagement dalam pekerjaannya apabila

pekerja tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara

psikologis dengan pekerjaannya dan menganggap kinerjanya

penting untuk dirinya serta untuk organisasi. Pekerja dengan

Work Engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada

jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar - benar peduli

dengan jenis kerja itu. Engagement yang tinggi dengan kuat

memihak pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar -

benar peduli dengan jenis kerja itu.

Schaufeli, Salanova, González Roma & Bakker, (2001,


3

hal.4) mendefinisikan Work Engagement sebagai positivitas,

pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang memiliki dimensi yaitu

vigor, dedication dan absorption. Vigor adalah level energy

yang tinggi, adanya kemauan untuk investasi tenaga,

persistensi, tidak mudah lelah. Dedication adalah keterlibatan

yang kuat ditandai oleh antusiasme, rasa bangga dan inspirasi.

Absorption adalah keadaan terjun total (total immersion) pada

pekerja yang dikarakteristikkan oleh cepatnya waktu berlalu

dan sulitnya memisahkan seseorang dari pekerjaannya.

Lockwood (2007, hal.5), dalam Society For Human

Resource Management (SHRM) memberi pengertian mengenai

Work Engagement sebagai keadaan dimana seseorang

mampu berkomitmen dengan organisasi baik secara emosional

maupun secara intelektual. Pendapat lain mengenai Work

Engagement adalah sikap positif yang dimiliki oleh pekerja

terhadap organisasi dan nilai - nilai yang berada di dalamnya.

Pekerja yang engaged menyadari konteks bisnis dan kerja

dengan rekan - rekannya sesama pekerja untuk meningkatkan

kinerja dalam pekerjaan untuk kepentingan organisasi

(Robinson, Perryman, & Hayday, 2004).

Menurut Development Dimension International : 2005

(dalam Mujiasih dan Ratnaningsih, 2012, hal. 4) Work

Engagement terjadi ketika seseorang merasa bernilai,


3

menikmati dan percaya pada pekerjaan yang mereka lakukan.

Institute of Employee Studies, 2004 (dalam Mujiasih dan

Ratnaningsih 2012, hal. 4) mendefinisikan employee Work

Engagement sebagai suatu sikap positif dari pekerja terhadap

organisasi tempat dirinya bekerja. Pekerja yang terpacu akan

peduli terhadap bisnis organisasi dan bekerja secara tim untuk

meningkatkan performasi organisasi.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian teori di atas

mengenai Work Engagement merupakan positifitas dalam

pemenuhan kerja dengan mengekspresikan dirinya baik secara

fisik, kognitif, afektif dan emosional.

Untuk mengukur Work Engagement, biasanya

menggunakan alat ukur Utrecht Work Engagement Scale-17

(UWES-17) yang disusun oleh Schaufeli & Bakker (2003).

Skala ini memiliki 17 item yang bersifat favorable dan memiliki

tujuh pilihan jawaban. Pilihan jawaban skala tersebut yaitu

Tidak Pernah (skor=1), Sangat Jarang (skor=2), Jarang

(skor=3), Kadang – kadang (skor=4), Cukup Sering (skor=5),

Sering (skor=6), Selalu (skor=7). Item - item dalam alat ukur

UWES diturunkan dari tiga dimensi Work Engagement yaitu

vigor (6 item), dedication (5 item), dan absorption (6 item).

Hasil uji coba alat ukur dengan menggunakan cronbach’s

alpha menunjukkan UWES terbukti reliabel dengan nilai


3

koefisien korelasinya sebesar 0.923.

b. Dimensi Work Engagement

Menurut Schaufeli, Salanova, Gonzales - Roma & Bakker,

2002, menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat dalam

Work Engagement, yaitu:

1) Vigor

Merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama

bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan, dan tekun dalam

menghadapi kesulitan kerja. Juga kemauan untuk

menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan dan

tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.

2) Dedication

Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan

mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan,

inspirasi dan tantangan.

3) Absorption

Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan

serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu

terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam

memisahkan diri dengan pekerjaan.


3

Menurut Luthan, 2006, komponen yang digunakan dalam

mengukur keterlibatan kerja menurut beberapa pakar :

1) Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan

Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunujukan

seorang pekerja terlibat dalam pekerjaan. Aktif berpartisipasi

adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat

atensi inilah maka dapat diketahui seberapa seorang

karyawan perhatian, peduli, dan menguasai bidang yang

menjadi perhatiannya.

2) Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama

Menunjukan pekerjaan sebagai yang utama pada

karyawan yang dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya.

Apabila karyawan merasa pekerjaannya adalah hal yang

utama. Seorang karyawan yang mengutamakan pekerjaan

akan berusaha yang terbaik untuk pekerjaannya dan

menganggap pekerjaannya sebagai pusat yang menarik

dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan.

3) Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi

harga diri.

Keterlibatan kerja dapat di lihat dari sikap seseorang

pekerja dalam pikiran mengenai pekerjaannya, dimana

seorang karyawan menganggap pekerjaan penting bagi


4

harga dirinya. Harga diri merupakan panduan keprcayaan

diri dan penghormatan diri, mempunyai harga diri yang kuat

artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh

keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan sanggup

mengatasi masalah - masalah kehidupan. Harga diri adalah

rasa suka dan tidak suka akan dirinya. Apabila pekerjaan

tersebut dirasa berarti dan sangat berharga baik secara

materi dan psikologis pada pekerja tersebut maka pekerja

tersebut menghargai dan akan melaksanakan pekerjaan

sebaik mungkin sehingga keterlibtan kerja dapat tercapai,

dan karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka

penting bagi harga dirinya.

Pendapat Lockwood, 2007, Work Engagement mempunyai

tiga dimensi yang merupakan perilaku utama, aspek tersebut

mencakup:

1) Membicarakan hal - hal positif mengenai organisasi pada

rekannya dan mereferensikan organisasi tersebut pada

karyawan dan pelanggan potensial.

2) Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi anggota

organisasi tersebut, meskipun terdapat kesempatan untuk

bekerja di tempat lain.

3) Memberikan upaya dan menunjukkan perilaku yang keras

untuk berkontribusi dalam kesuksesan bisnisperusahaan.


4

Menurut Development Dimensions International (DDI)

(dalam Bakker & Leiter, 2010), terdapat 3 komponen dalam

Work Engagement, yaitu :

1) Cognitive

Memiliki keyakinan dan mendukung atas tujuan dan nilai -

nilai organisasi.

2) Affective

Memiliki rasa kepemilikan, kebanggaan dan kelekatan

terhadap organisasi dimana ia bekerja.

3) Behavioral

Keinginan untuk melangkah jauh bersama organisasi dan

memiliki niat yang kuat untuk bertahan dengan organisasi.

c. Ciri-ciri Work Engagement

Karyawan yang memiliki Work Engagement terhadap

organisasi / perusahaan memiliki karakteristik tertentu.

Berbagai pendapat mengenai karakteristik karyawan yang

memiliki Work Engagement yang tinggi banyak dikemukakan

dalam berbagai literatur, diantaranya Federman, 2009,

mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki Work

Engagement yang tinggi dicirikan sebagai berikut :

1) Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada

pekerjaan yang berikutnya


4

2) Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu

yang lebih besar daripada diri mereka sendiri

3) Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam

membuat sebuah lompatan dalam pekerjaan

4) Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan

dengan tingkah laku yang dewasa

Menurut Hewitt (Schaufeli & Bakker, 2010), karyawan yang

memiliki Work Engagement yang tinggi akan secara konsisten

mendemonstrasikan tiga perilaku umum, yaitu :

1) Say – secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi

dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan

yang potensial dan juga kepada pelanggan

2) Stay – Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi

dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja

diorganisasi lain

3) Strive – Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif

untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis

organisasi.

John, Smythe (2007) berpendapat bahwa karyawan yang

engaged menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata

mengenai pekerjaannya dan untuk organisasi yang

mempekerjakan mereka. Karyawan yang engaged menikmati

pekerjaan yang mereka lakukan dan berkeinginan untuk


4

memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat

mensukseskan organisasi dimana mereka bekerja. Karyawan

yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi dan

secara antusias terlibat dalam pekerjaannya.

Manajerial yang memicu kepercayaan dan penghargaan

serta kepemimpinan yang dianut dan reputasi perusahaan itu

sendiri. Engagement juga dipengaruhi karakteristik

organisasional, seperti reputasi untuk integritas, komunikasi

internal yang baik dan inovasi budaya.

Menurut Luthans, 2006, tiga kondisi psikologis yang

meningkatkan kemungkinan keterlibatan individu dalam

pekerjaan, sebagai berikut :

1) Perasaan berarti

Perasaan berarti secara psikologis adalah perasaan

diterima melalui energi fisik, kongnitif, dan emosional.

Perasaan berarti adalah merasakan pengalaman bahwa

tugas yang sedang dikerjakan adalah berharga, berguna

dan atau bernilai.

2) Rasa aman

Rasa aman secara psikologis muncul ketika individu

mampu menunjukan atau bekerja tanpa rasa takut atau

memiliki konsekuensi negatif terhadap citra diri, status, dan

atau karier. Perasaan aman dan percaya dibangun dengan


4

situasi yang telah diperkirakan, konsisten jelas tanpa

ancaman.

3) Perasaan ketersediaan

Perasaan ketersediaan secara psikologis berarti individu

merasa bahwa sumber - sumber yang memberikan

kecukupan fisik personal, emosional dan kongnitif tersedia

pada saat - saat yang dibutuhkan.

Menurut Gallup (dalam Luthas, 2006), penyebab utama

keterlibatan kerja ialah kecocokan jenis pekerjaan dengan

individudalam. Penyebab lainnya dari keterlibatan kerja

diindikasikan dengan kecocokan lingkungan kerja dengan

individu.

Faktor pendorong Work Engagement yang dijabarkan oleh

Perrins, 2003, meliputi 10 hal yang dijabarkan secara

berurutan:

1) Senior Management yang memperhatikan keberadaan

karyawan.

2) Pekerjaan yang memberikan tantangan.

3) Wewenang dalam mengambil keputusan.

4) Perusahaan / organisasi yang fokus pada kepuasan

pelanggan.

5) Memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk berkarier.

6) Reputasi perusahaan.
4

7) Tim kerja yang solid dan saling mendukung.

8) Kepemilikan sumber yang dibutuhkan untuk dapat

menunjukkan performa kerja yang prima.

9) Memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat pada

saat pengambilan keputusan.

10) Penyampaian visi organisasi yang jelas oleh senior

management mengenai target jangka panjang organisasi.

Faktor yang mempengaruhi keterlibatan kerja menurut

Demerouti (dalam Puspita, 2012), adalah :

1) Job Demands (Tuntutan Kerja).

Tuntutan kerja merupakan aspek - aspek fisik, sosial,

maupun organisasi dari pekerjaan yang membutuhkan

usaha terus - menerus baik secara fisik maupun psikologis

demi mencapai atau mempertahankannya. Tuntutan kerja

meliputi empat faktor yaitu:

a) Beban kerja yang berlebihan (work overload)

b) Tuntutan emosi (emotional demands)

c) Ketidaksesuaian emosi (emotional dissonance)

d) Perubahan terkait organisasi (organizational changes).

2) Salience of Job Resources (Sumber DayaPekerjaan)

Keterikatan kerja juga dapat dipengaruhi oleh sumber

daya pekerjaan, yaitu aspek - aspek fisik, sosial, maupun

organisasi yang berfungsi sebagai media untuk mencapai


4

tujuan pekerjaan, mengurangi tuntutan pekerjaan dan

harga, baik secara fisiologis maupun psikologis yang harus

dikeluarkan, serta menstimulasi pertumbuhan dan

perkembangan personal individu. Sumber daya pekerjaan

meliputi empat faktor yaitu : otonomi (autonomy), dukungan

sosial (social support), bimbingan dari atasan (supervisory

coaching) dan kesempatan untuk berkembang secara

profesional (opportunities for professional development).

3) Personal Resources (Sumber Daya Pribadi).

Karakteristik pribadi yang berperan penting dalam Work

Engagement adalah usia, kebutuhan yang kuat akan

pertumbuhan dan kepercayaan etis pekerjaan. Dan

karakteristik pekerjaan yang berperan penting dalam

keterlibatan kerja adalah pekerjaan yang kuat: pekerjaan

yang memiliki otonomi, kebergaman, identitas tugas, umpan

balik dan partisipasi kerja yang tinggi. Selain itu faktor sosial

dari pekerjaan juga dapat mempengaruhi Work Engagement

yaitu:

a) Karakteristik Pribadi

(1) Usia. Karyawan yang berusia lebih tua, biasanya akan

lebih terlibat dalam kerjanya daripada karyawan yang

muda. Hal ini mungkin disebabkan pada karyawan

yang lebih tua bertanggung jawab dalam


4

menyelesaikan tugasnya.

(2) Kebutuhan yang kuat akan pertumbuhan. Keterlibatan

kerja berhubugan dengan keyakinan bahwa pekerjaan

dapat memenuhi kebutuhan - kebutuhan individu,

kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang

terpuaskan melalui proses bekerja itu sendiri.

(3) Adanya kepercayaan dalam etnik pekerjaan yang

lama. Adanya rasa percaya terhadap keberagaman

keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu di

dalam bekerja.

b) Faktor Sosial

Faktor sosial dalam pekerjaan juga dapat

mempengaruhi Work Engagement. Indidvidu yang bekerja

didalam sebuah kelompok menunjukkan adanya

keterlibatan kerja yang lebih kuat dibandingkan dengan

individu yang bekerja sendiri.

c) Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan yang memperlihatkan kaitannya

dengan keterlibatan kerja yaitu :

(1) Keberagaman keterampilan. Banyak ragam

keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan.

Dengan mengaplikasikan keterampilan yang dimiliki

karyawan itu lebih banyak terlibat pada pekerjaannya.


4

(2) Jati diri tugas. Sejauh mana tugas merupakan suatu

kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang

dirasakan sebagai bagaian dari pekerjaan yang lebih

besar membuat karyawan bekerja tanpa keraguan.

(3) Tugas yang penting. Rasa pentingnya tugas bagi

seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti

oleh tenaga kerja. Maka ia cenderung memiliki

keterlibatan yang tinggi.

(4) Otonomi. Pekerjaan yang memberikan kebebasan,

ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan

akan lebih mempengaruhi keterlibatan kerja karyawan

terhadap tugas yang dikerjakan.

(5) Umpan balik. Pemberian balikan pada pekerjaan yang

membantu meningkatkan keterlibatan kerja karyawan

sehingga dapat menguntungkan bagi kedua belah

pihak.

d) Karakteristik Kondisi Kerja yang Menunjang

Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang

cahaya lampunya menyilaukan mata dan kondisi kerja

yang tidak mengenakkan (uncomfortable) akan

menimbulkan kengganan untuk bekerja sehingga dengan

kondisi seperti ini tidak adanya keterlibatan kerjanya.

Namun, jika kondisi kerja yang memperhatikan prinsip -


4

prinsip ergonomi tentunya akan mempengaruhi

keterlibatan kerjanya.

e) Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi seperti sifat - sifat dan perilaku

pemimpin berhubungan dengan keterlibatan kerja.

Pemimpin yang dilihat kemampuan dalam kedudukannya

sebagai pengawas bawahan, kecerdasan, ketegasan,

penuh kepercayaan diri, inisiatif dan memiliki team kerja

yang baik dengan bawahan, maka akan meningkatkan

keterlibatan kerja yang tinggi.

B. Penelitian Terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mayumi Watanabe

(2017), dengan judul The Effect Of Quality Of Overtime On Nurses’

Mental Health an Work Engagement menunjukkan hasil bahwa perawat

bekerja lembur karena tekanan untuk menyesuaikan diri, beban kerja

dan pengembangan diri, tetapi hanya sedikit perawat yang bekerja

untuk uang / reputasi atau untuk bersenang - senang. Kerja lembur

yang tidak disengaja (yaitu kerja lembur karena kesesuaian atau beban

kerja) menunjukkan efek merugikan pada kesehatan mental perawat

dan keterlibatan kerja ditingkat lingkungan dan individu, sedangkan

kerja lembur sukarela menunjukkan efek yang menguntungkan.


5

C. Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori adalah rangkuman dari penjabaran teori yang sudah

diuraikan sebelumnya dalam bentuk naratif, untuk memberikan batasan

tentang teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan

dilakukan (Hidayat, 2014).


mbur merupakan segala
n memanfaatkan pekerjaan tambahan
kapasitas, yang dilakukan
kreativitas, energy diluar jam kerja.
dan dorongan (Kamus
yang Besar Bahasa
ada semaksimal sehingga Ciri
Indonesia)
mungkin - ciri kesehatan
membawa mental (Kartono
kepada kebahagiaan Kartini,
diri dan orang 2000):
lain serta terhindar dari gangguan
Kemampuan-kemampuan untuk bertindak secara efisien,
Memiliki tujuan-tujuan hidup yang jelas,
Punya konsep diri yang sehat,
Ada koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya,
Memiliki regulasi diri dan integritas kepribadian,
Hatinnya selalu tenang.

epsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. (Kahn, dalam Mujiasih dan R
Hakekat Kerja Lembur (Undang-undang No.28 E ayat 1) : Faktor-faktor pendukung kesehatan
Faktor–faktor
mental penghambat
(Latipun, 2005)
kesehatan
: mental (Wahyudi Nugroho, 2000) :
Dinamika perekonomian yang semakin maju dan pesat Biologis Agresi
Mengejar target produksi yang sudah dicanangkan oleh perusahaan Otak Kemarahan
Memanfaatkan sebaik - baiknya Sumber daya Manusia dari buruh Sistem endokrin Kecemasan
Ada kesempatan baik dalam pasar yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan Genetik Kekacauan mental
Sudah menjadi kebiasaan atau budaya dalam internal perusahaan. Sensori Penolakan
Faktor ibu selama kehamilanKetergantungan
Psikologis Depresi
Pengalaman awal Manipulasi
Proses pembelajaran Mengalami rasa sakit
Dimensi Work Engagement :
Vigor Kebutuhan Kehilangan, rasa sedih dan kecewa.
2. Dedication Sosial budaya
3. Absorption
(Schaufeli, Salanova, Gonzales - Roma dan Bakker 2002)
a Lembur :
erja atau buruh yang bersangkutan.
Ciribelas)
anya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat - Ciri Work Engagement
jam dalam (Federman, 2009) :
satu minggu.
Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim
Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan
Bekerja dengan perubahan

GAMBAR 2.1 KERANGKA TEORI 50


PENELITIAN
5

D. Kerangka Konsep Penelitian

Menurut Notoatmodjo, 2010, kerangka konsep adalah merupakan

formulasi atau implikasi dari kerangka teori atau teori - teori yang

mendukung penelitian tersebut.

KESEHATAN MENTAL
(Variabel Independen)
OVERTIME
(Variabel Dependen)

WORK ENGAGEMENT
(Variabel Independen)

GAMBAR 2.2 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Berdasarkan kerangka konsep di atas, variabel bebas adalah

overtime sedangkan untuk variabel terikatnya adalah kesehatan mental

dan Work Engagement. Dari kerangka konsep di atas peneliti ingin

mengetahui apakah ada hubungan antara overtime terhadap kesehatan

mental dan Work Engagement pada perawat di ruang intensive care

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

E. Hipotesis Penelitian

Menurut Notoatmodjo, 2010, kerangka konsep adalah merupakan


5

formulasi atau implikasi dari kerangka teori atau teori - teori yang

mendukung penelitian tersebut.

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian

sebagai berikut :

1. Ha : Ada hubungan overtime terhadap kesehatan mental perawat

di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Ho : Tidak ada hubungan kesehatan mental terhadap perawat di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

3. Ha : Ada hubungan overtime terhadap keterikatan kerja perawat

di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

4. Ho : Tidak ada hubungan overtime terhadap keterikatan kerja

perawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir

pengumpulan data (Nursalam, 2011). Jenis penelitian ini adalah

kuantitatif. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah


5

deskriptif korelasi yang bertujuan untuk menganalisis sejauh mana

hubungan overtime terhdap kesehatan mental dan keterlibatan kerja

perawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan Cross

Sectional yaitu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara

faktor - faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi

atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach). Artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja

dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel

subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari semua variabel yang

menyangkut semua masalah yang akan diteliti dan variabel tersebut

dapat berupa orang, kejadian, perilaku atau sesuatu yang akan


53
dilakukan penelitian (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini

adalah perawat di ruang intensive care RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda dengan jumlah 138 orang.

No Ruang Jumlah % Sampel


1 HCU 19 13,76 14
2 ICU 34 24,6 25
3 ICCU 29 21,01 22
4 PICU 32 23,1 24
5

5 NICU 24 17,3 18

Jumlah 138 103


Tabel 3.1 JUMLAH POPULASI

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Nursalam,

2011). Penelitian ini menggunakan metode dengan teknik

proportional stratified random sampling. Proportional stratified

random sampling adalah teknik pengambilan sampel pada populasi

yang heterogen dan berstrata dengan mengambil sampel dari tiap -

tiap sub populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah

anggota dari masing - masing sub populasi secara acak atau

serampangan (Sugiyono,2012). Sampel diambil secara acak

menggunakan undian dari daftar perawat di Rumah Sakit sampai

memenuhi jumlah sampel. Sedangkan teknik pengambilan sampel

menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

n= N

1 + N.e2

Keterangan:

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karna kesalahan

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh sampel sebagai berikut:


5

n = N / 1+N.e2

= 138 / 1 + (138 x (0.05)2)

= 138 / 1,345

= 102,6

= 103 sampel

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang intensive RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda. Waktu pengambilan data penelitian ini akan

dilaksanakan 26 April - 4 Mei 2019. Waktu tersebut digunakan untuk

mengumpulkan data melalui kuesioner yang diisi lengkap oleh

responden dan dikembalikan kepada peneliti. Alasan peneliti memilih

lokasi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan

istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional

sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna

penelitian. Definisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai

unsur penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan

variabel dan mengukur suatu variabel (Setiadi, 2013).

No
Definisi Alat
Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur

1 Independen Kerja lembur merupakan Kuesioner 1. Sangat Tidak Interval


Overtime pekerjaan tambahan yang likert Setuju
dilakukan di luar jam kerja. 2. Tidak Setuju
5

Menurut Wickramasinghe, 3. Setuju


2010 : 4. Sangat Setuju
1. Bekerja pada waktu yang
panjang bahkan sampai
dengan malam hari.
2. Bekerja pada waktu
tertentu.
3. Membawa pekerjaan
kantor ke rumah.
2 Dependen Pengetahuan dan perbuatan Kuesioner 1. Tidak Pernah Interval
Kesehatan yang bertujuan untuk MHI-38 2. Jarang
Mental mengembangkan dan 3. Seringkali
memanfaatkan segala 4. Hampir Setiap
kapasitas, kreativitas, energy Saat
dan dorongan yang ada
semaksimal mungkin
sehingga membawa kepada
kebahagiaan diri dan orang
lain serta terhindar dari
gangguan atau penyakit
mental.
Menurut Veit and Ware (1983)
dimensi dari kesehatan
mental adalah :
1. Positif, meliputi : kondisi
emosional, rasa cinta dan
kepuasan hidup
2. Negatif, meliputi :
kecemasan, depresi dan
hilangnya kontrol perilaku dan
emosi.
3 Work Pekerjaan dikonsepsikan Kuesioner 1. Jika 1-<3= rendah Interval
engagemen sebagai anggota organisasi Utrech 2. 3-<5 = Rata- rata
t yang melaksanakan peran Work 3. 5-7 = Tinggi
kerjanya, bekerja dan engagemen
mengekspresikan dirinya t Scale
secara fisik, kognitif dan ( UWES)
emosional selama bekerja. Skala likert
Dimensi work engagement :
1. Vigor
2. Dedication
3. Absorption
5

(Scaufeli, Salanova, Gonzales


– Bekker, 2002)

Tabel 3.2 DEFINISI OPERASIONAL

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat - alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Instrumen penelitian yang

digunakan untuk variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan

Mental Health Inventory - 38 dan untuk variabel independen

menggunakan skala likert dengan 4 pilihan jawaban yang terdiri dari

sangat tidak setuju (4), tidak setuju (3), setuju (2), sangat setuju (1).

Menurut Sugiyono (2012), skala likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang

fenomena sosial. Dalam skala ini terdiri atas pertanyaan favourable dan

unfavourable. Pertanyaan favorable adalah pertanyaan yang berisi

tentang hal yang bersifat positif. Adapun pertanyaan unfavorable

adalah pertanyaan yang berisi tentang hal yang bersifat negatif.

Pertanyaan unfavourable berfungsi untuk menguji keakuratan

instrumen (Azwar, 2007). Adapun kuesioner terdiri dari :

1. Bagian A

Bagian ini berupa informasi tentang identitas / karakteristik

responden antara lain : usia, jenis kelamin, pendidikan dan status

pernikahan.

2. Bagian B
5

Kuesioner B berupa pernyataan mengenai overtime perawat di

ruang perawatan intensif terdiri dari 4 item dengan menggunakan

skala Likert. Untuk dimensi overtime terdiri dari bekerja pada waktu

yang panjang bahkan sampai dengan malam hari, bekerja pada

waktu tertentu dan membawa pekerjaan kantor ke rumah.

3. Bagian C

Kuesioner C berupa pernyataan mengenai kesehatan mental

perawat di ruang perawatan intensif terdiri dari 38 item pernyataan

dengan menggunakan skala Likert. Untuk dimensi kesehatan mental

terdiri dari kondisi kesehatan mental positif dan kondisi kesehatan

mental negatif.

4. Bagian D

Kuesioner D berupa pernyataan mengenai work engagement

perawat di ruang perawatan intensif terdiri dari 14 item pernyataan

dengan menggunakan skala Likert. Untuk dimensi work engagement

sendiri terdiri dari vigor, dedication dan absorption (Scaufeli,

Salanova, Gonzales-Bekker, 2002).

F. Uji Validitas dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Sebelum instrumen digunakan dilakukan uji coba terlebih dahulu

dengan pengujian validitas. Tempat uji validitas dilakukan di RSUD.

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.


5

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu

kuisioner. Kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner

tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh

kuisioner tersebut.

Uji validitas untuk menguji apakah suatu kuesioner dianggap valid

atau tidak. Adapun uji validitas pada kuesioner aktivitas sosial dan

aktivitas spiritual m\enggunakan person product moment karena

variabel tersebut menggunakan skala likert dan uji validitas dilakukan

di Ruang Intensive di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

n Σ xy− ( Σ x ) (ΣY )
rxy =
√¿¿

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi biserial antara variabel x dan y

∑x : Jumlah skor item

∑y : Jumlah skor total

n : Jumlah responden

Keputusan uji (Arikunto,2010).

Jika r hitung > r tabel taraf signifikan 5% dikatakan item valid.

Jika r hitung < r tabel taraf signifikan 5% dikatakan item tidak valid.

Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas karna alat

atau instrument sudah valid atau telah diujikan. Hasi uji validitas dari

intrumen kelebihan waktu kerja mempunyai nilai 0,605 - 0,679 yang

diyatakan valid (Mutiah, 2018).


6

Untuk uji validitas terhadap instrumen kesehatan mental dengan

menggunakan teori tes klasik yang telah dilakukan peneliti

sebelumnya dapat disimpulkan bahwa semua item yang diuji

dinyatakan valid karena mempunyai koefisien korelasi diatas 0,300.

Demikian juga hasil analisis tiap sub-variabel (kecemasan, depresi,

kehilangan kontrol, emosi positif, afeksi atau cinta, dan kepuasan

hidup) menunjukkan hasil yang valid dan reliabel. Hanya saja untuk

sub-variabel kecemasan dan depresi jumlah item yang valid masing-

masing hanya berjumlah 3 item karena ada item yang koefisien

korelasinya kurang dari 0,300. Untuk menjelaskan hasil diatas, maka

berdasarkan pendapat (Peacock, Ervin, & Daly ,2009) yang

menyatakan bahwa individu yang memiliki keterbatasan kemampuan

penalaran akan kesulitan memahami butir pernyataan di dalam

skala.

Untuk uji validitas keterlibatan menggunakan teknik inter-item

correlation diketahui bahwa terdapat satu item yang nilai koefisien

korelasinya dibawah 0.3 yaitu 0.215, sehingga diputuskan item

tersebut tidak dipakai. Selanjutnya untuk item yang lainnya terbukti

valid dalam rentang skor antara 0.33 sampai dengan 0.91.

(Schaufeli,2006)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran yang diukur


6

berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Hal ini menunjukkan sejauh

mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan

(Notoadmodjo, 2010). Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji

reliabilitas karna alat atau instrument sudah valid dengan

mendapatkan hasil uji reliabilitas dengan nilai Croncbach’s alpa lebih

dari 0,6 (menggunakan batasan 0,6). Menurut Sekaran dalam

Wizaksana tahun 2012 reliabilitas kurang dari 0,6 kurang baik,

sedangkan diatasnya adalah baik dan dapat diterima.

Uji reabilitas untuk intrumen overtime yang peneliti sebelumnya

lakukan pada PT Wilmar Cabang Medan yang terletak di Jalan

Kapten Batu Sihombing, Medan Estate, Percut Sei Tuan Kabupaten

Deli Serdang dengan menggunakan Pearson’s product moment

correlation, digunakan bila sekaligus akan menghitung persamaan

regresi. Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan r xy tabel dengan

taraf signifikasi 95% dan alpha 5%. Jika r xy hitung ≥ rxy tabel butir

soal dikatakan “valid”. Sebaliknya jika r xy hitung < rxy tabel butir soal

dikatakan “tidak valid”. Nilai r tabel untuk uji dua sisi pada taraf

signifikansi 5% (p = 0,05) dengan jumlah N = 30 adalah 0,361.

Sedangkan untuk hasil pengujian reliabilitas skala kesehatan

mental pada semua aspek diperoleh nilai α sebesar 0,888. Dari 24

aitem yang diuji dinyatakan 22 item valid dan 2 item gugur, dengan

koefisien korelasi aitem berkisar antara 0,333 sampai 0,713. Dari

hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa skala yang diuji


6

telah memenuhi persyaratan metodologis sehingga dapat digunakan

dalam penelitian.

Dan untuk hasil uji coba instrumen work engagement peneliti

sebelumnya menggunakan cronbach’s alpha menunjukkan UWES

terbukti reliabel dengan nilai koefisien korelasinya sebesar 0.923.

Untuk metode uji validitas menggunakan teknik inter-item correlation

diketahui bahwa terdapat satu item yang nilai koefisien korelasinya

dibawah 0.3 yaitu 0.215, sehingga diputuskan item tersebut tidak

dipakai. Selanjutnya untuk item yang lainnya terbukti valid dalam

rentang skor antara 0.33 sampai dengan 0.91.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti

untuk mengungkap atau menjaring informasi kuantitatif dan responden

sesuai lingkup penelitian (Sujarweni, 2014). Data yang dikumpulkan

pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer menurut Sugiyono (2012) adalah sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data. Menurut

Sugiyono (2010), wawancara digunakan sebagai teknik

pengumpulan data apabila peneliti akan melaksanakan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,


6

dan juga peneliti ingin mengetahui hal - hal dari responden yang

lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit / kecil. Sedangkan

kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Serta merupakan teknik

pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti

variabel yang akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari

responden. Data yang diperoleh langsung dari responden pada

penelitian ini dengan teknik wawancara atau menggunakan

kuesioner yang telah disusun oleh peneliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder menurut Sugiyono (2012) adalah sumber data

yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, dan memahami

melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku - buku, serta

dokumen perusahaan. Data sekunder yang diperoleh penelitian ini

adalah data dari hasil wawancara terstruktur yang dilakukan pada

perawat ruang intensive care RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda yang menjadi tempat penelitian.

H. Teknik Analisa Data

1. Pengolahan Data

Setelah semua data atau kuisioner yang telah diisi oleh

responden terkumpul, data tersebut dianalisa dengan tujuan


6

mengubah data menjadi informasi. Pada data yang terkumpul

selanjutnya data diorganisir atau diklasifikasikan sesuai tujuan

penelitian dengan langkah-langkah meliputi:

a. Editing

Editing merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan

dan konsistensi jawaban dari setiap kuesioner yang telah diisi

responden. Hasil pemeriksaan dari jawaban penelitian ini

seperti isian kuesioner, kejelasan jawaban, tulisan, kesesuaian

jawaban dengan pernyataan dari isian kuesioner, serta

kekonsistensian isian data kuesioner telah diisi responden

dengan lengkap.

b. Coding

Coding merupakan langkah memberikan kode pada

masing-masing jawaban untuk memudahkan pengolahan data.

c. Tabulating

Tabulating merupakan pengelompokan data berdasarkan

variabel yang diteliti yang disajikan dalam tabel frekuensi.

Hasil data kuesioner dimasukkan ke dalam tabel sesuai

dengan kelompok data.

d. Cleaning

Cleaning adalah pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan untuk menentukan ada atau tidaknya kesalahan.


6

Data yang telah terkumpul dimasukkan kedalam tabel hasilnya

sudah lengkap sesuai dengan jumlah responden, dari hasil

cleaning tidak ada ditemukan kesalahan.

2. Analisa Data

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan sebagai

prasyarat untuk melakukan analisis data. Uji normalitas

dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model - model

penelitian yang diajukan. Uji normalitas data bertujuan untuk

mendeteksi distribusi data dalam satu variabel yang akan

digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk

membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data

distribusi normal. Dalam uji normalitas terdapat dua metode

yaitu analtik dan deskriptif. Koefisien varian, rasio skewness,

rasio kurtosis, histogram, box plot, Normal Q-Q plots,

Detrended Q-Q plots merupakan parameter metode deskriptif,

sedangkan unutk metode analitik dapat menggunakan uji

Kolmogorov - Smirnov. Rumus Kolmogorov - Smirnov adalah

sebagai berikut :

KD=1,36
√ n1+ n2
n1 n2

Keterangan :

KD = Jumlah Kolmogorov - Smirnov yang dicari


6

n1 = Jumlah sampel yang diperoleh

n2 = Jumlah sampel yang diharapkan (Sugiyono, 2013).

Data dikatakan normal, apabila nilai signifikan lebih besar 0,05

pada (P>0,05). Sebaliknya, apabila nilai signifikan lebih kecil

dari 0,05 pada (P<0,05), maka data dikatakan tidak normal.

Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah

kolmogorov-smirnov. Alasan peneliti menggunakan

kolmogorov-smirnov adalah memiliki lebih dari 50 subyek atau

responden, dimana penelitian ini memiliki 103 responden.

Dari data yang didapatkan dari tabel test of normality,

histogram, serta gambar normal Q-Q plot of kelebihan waktu

kerja tersebar disekitar garis maka dapat disimpulkan data

berdistribusi normal.

Untuk variabel overtime didapatkan data skewness -0,715

dan data kurtosis -1,290. Sedangkan untuk gambar normal Q-

Q plot, histogram, detrende Q-Q dan box plot dapat dilihat

didaftar lampiran.

Pada variabel kesehatan mental didapatkan data

skewness -1,974 dan data kurtosis 0,885. Sedangkan untuk

gambar normal Q-Q plot, histogram, detrende Q-Q dan box

plot dapat dilihat didaftar lampiran.

Sedangkan pada variabel ketelibatan kerja didapatkan

data skewness -2,676 dan data kurtosis -1,078. Sedangkan


6

untuk gambar normal Q-Q plot, histogram, detrende Q-Q dan

box plot dapat dilihat didaftar lampiran.

b. Analisis univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

distribusi frekuensi dari variabel. Data disajikan dalam bentuk

tabel dan diinterpretasikan, maka akan ada beberapa nilai

yang dipakai yaitu mean, median, modus. Nilai ini disebut

sebagai nilai tengah (central tendency) (Arikunto, 2010).

1) Rata-rata hitung (Mean)

Mean adalah nilai yang rata-rata yang mewakili suatu

data.

x 1+ x 2+ x 3+… xn
X=
n

2) Median

Median adalah nilai yang terletak pada observasi yang

di tengah, kalau data tersebut telah disusun (array).

n+1
Me=
2

Keterangan :

Me = median

N = banyaknya data/pengamatan

3) Modus

Modus adalah nilai data yang paling sering muncul atau

data yang mempunyai frekuensi lebih tinggi.


6

4) Maximum

Nilai data terbesar.

5) Minimum

Nilai data terkecil

6) CI 95%

Convidence Interval adalah salah satu parameter lain

untuk mengukur seberapa akurat Mean sebuah sample

mewakili (mencakup) nilai Mean Populasi sesungguhnya.

95% of Confidence Interval dari suatu Sample Mean

bukan berarti bahwa kita percaya 95% nilai Sample Mean

itu benar, tetapi harus diartikan rentang nilai untuk suatu

Sample Mean dimana Kemungkinan Population Mean

masuk dalam rentang itu sebesar 95% (jika ada 100

sample maka kemungkinan 95 samples mencakup nilai

Population Mean)

c. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.

Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan

membuktikan hipotesis 2 variabel (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini digunakan uji Pearson Product Moment, yang

mana Uji Pearson Product Moment adalah salah satu dari

beberapa jenis uji korelasi yang digunakan untuk mengetahui


6

derajat keeratan hubungan 2 variabel yang berskala interval.

atau rasio, dimana dengan uji ini akan mengembalikan nilai

koefisien korelasi yang nilainya berkisar antara -1, 0 dan 1.

Nilai -1 artinya terdapat korelasi negatif yang sempurna, 0

artinya tidak ada korelasi dan nilai 1 berarti ada korelasi positif

yang sempurna.

n Σ xy− ( Σ x ) (ΣY )
rxy =
√¿¿

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi biserial antara variabel x dan y

∑x : jumlah skor item

∑y : jumlah skor total

n : jumlah responden

Adapun syarat digunakan Uji Pearson Product Moment adalah

sebagai berikut :

1) Sampel diambil dengan teknik random (acak)

2) Data yang akan diuji harus homogen

3) Data yang akan diuji juga harus berdistribusi normal

4) Data yang akan diuji bersifat linier

5) Data harus numerik-numerik (interval)

I. Etika Penelitian
7

Dalam penelitian ini peneliti perlu mendapat rekomendasi dari

institusinya dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi atau

lembaga tempat penelitian. Setelah ada tempat persetujuan maka

dilakukanlah penelitian dengan menekankan masalah etika sebagai

berikut :

1. Informed Consent

Informed consent adalah satu bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden yang dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan kepada responden yang akan diteliti dan memenuhi

kriteria inkulasi dan ekslusi. Apabila responden menolak maka

peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak - hak

subjek. Sebelum penelitian dimulai, peneliti menjelaskan mengenai

tujuan dan manfaat dari penelitian yang akan dilakukan. Namun

apabila responden setuju setelah diberikan penjelasan tentang

tujuan penelitian tersebut, maka responden tersebut diminta untuk

menandatangi surat persetujuan untuk menjadi responden.

Kemudian, peneliti menjelaskan tentang cara pengisian kuesioner,

lalu responden diminta untuk mengisi kuesioner dengan memberikan

tanda chek list pada bagian dari kontinium yang menggambarkan

tanggapan terhadap objek, setelah penelitian berakhir maka

diperoleh skor yang menunjukkan tanggapan responden tentang

sifat dari objek yang disajikan.

2. Anonimity (tanpa nama)


7

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak

mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data

(kuesioner), yang disi oleh subjek pada lembar tersebut hanya diberi

kode tertentu.

3. Confidentially (kerahasian)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya

kelompok tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Pada saat penelitian ini, maka peneliti menjelaskan mengenai

terjaminnya kerahasiaan informasi responden ( Alimul aziz , 2007).

J. Jalannya Penelitian

Jalannya penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap persiapan, hal yang pertama dilkukan peneliti ialah

mengidentifikasi tempat penelitian dan populasi target. Sebelum

melakukan pengumpulan data, peneliti mengajukan judul peneliti

kepada pembimbing hingga judul disetujui oleh pembimbing.

2. Menyusun proposal penelitian yang terdiri dari tiga bab

berdasarkan literatur dari berbagai sumber, pengalaman, studi

pendahuluan, dan penelitian lain yang terkait dengan proposal

penelitian pada bulan Desember 2018 sampai dengan bulan


7

januari 2019.

3. Sidang proposal penelitian akan dilaksanakan setelah

penyusunan materi proposal penelitian disetujui untuk

disidangkan oleh para pembimbing proposal penelitian pada

bulan januari 2019.

4. Meminta ijin kepada kepala Program Studi SI Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur untuk melakukan

penelitian.

5. Persiapan pengambilan sampel responden penelitian sesuai

dengan kriteria yang telah peneliti tentukan.

6. Kemudian calon responden diberi penjelasan tentang rencana

penelitian, tujuan, uraian prosedur, resiko ketidaknyamanan dan

ketidakamanan yang mungkin terjadi, keuntungan bagi subyek,

hak - hak subyek, dan kerahasiaan identitas subyek.

7. Setelah responden memahami secara benar maksud dan tujuan

penelitian, serta mau melibatkan dirinya dalam penelitian ini

tanpa rasa terpaksa, responden diminta untuk menandatangani

surat persetujuan penelitian untuk mencegah hal - hal yang tidak

di inginkan dikemudian hari.

8. Maka Responden diberikan kuesioner dan kesempatan untuk

mempelajari terlebih dahulu, bilamana terdapat pernyataan yang

tidak jelas dapat mengajukan pernyataan kepada peneliti.

9. Responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner sesuai


7

petunjuk yang telah diberikan.

10. Kuesioner yang telah disi, kemudian dikumpulkan untuk diperiksa

kelengkapannya, sehingga apa bila terdapat data yang masih

kurang lengkap maka responden dimohon untuk melengkapi

sebelum lembar kuisioner sebelum diserahkan kepada peneliti

untuk kemudian dilakukan analisis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan

mengenai hubungan antara kelebihan waktu kerja terhadap kesehatan

mental dan keterikatakan kerja perawat ruang intensif di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda. Penelitian ini telah dilaksanakan selama

satu minggu pada tanggal 26 April 2019 sampai dengan tanggal 04 Mei

2019 dengan jumlah sampel sebanyak 103 responden. Hasil penelitian ini
7

disajikan dalam analisis karakteristik responden, analisis univariat dan

analisis bivariat.

Hasil penelitian ini menggambarkan ada tidaknya hubungan antara

kelebihan waktu kerja terhadap kesehatan mental dan keterikatan kerja

perawat ruang intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Hasil

penelitian ini diperoleh melalui pengukuran kelebihan waktu kerja dengan

menggunakan kuesioner Likert, dan pengukuran kesehatan mental

dengan kuesioner MHI-38, sedangkan pengukuran keterlibatan kerja

menggunakan kuesioner Ultrech Work Engagement Scale (UWES).

A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RSUD Abdul Wahab Sjahranie yang beralamatkan Jl. Palang

Merah Indonesia No. 1 Samarinda, Kaltim 75123, merupakan salah

satu rumah sakit yang menjadi pusat rujukan terbesar di Provinsi

Kalimantan Timur. Rumah sakit ini memiliki fasilitas pelayanan rawat

jalan hingga rawat inap, termasuk pelayanan perawatan intensif.


74
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sebanyak 103 responden

yang terdiri dari perawat di ruang perawatan intensif.

B. HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian terhadap karakteristik responden yang ada di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, dikelompokkan


7

berdasarkan jenis kelamin dan ruang bekerja, serta usia dan lama

bekerja yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi


Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
& Ruang Bekerja
Karakteristik Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 23 22.3
Perempuan 80 77.7
Ruang Bekerja
ICU 25 24,3
ICCU 22 21,4
PICU 24 23,3
NICU 18 17,5
HCU 14 13,6
Jumlah 103 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.1 dari 103 responden dapat diketahui

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dengan

persentase 77.7% (80 responden) adalah perempuan, sedangkan

sisanya 22.3% (23 responden) adalah laki - laki. Kesimpulannya,

lebih dari separuh responden berjenis kelamin perempuan.

Pada kategori ruang bekerja memiliki persentase terbesar di

ruang ICU dengan persentase sebesar 24,3% (25 responden)

dan terkecil di ruang HCU dengan persentase sebesar 13,6% (14

responden).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi


Karakteristik Responden Berdasarkan Usia & Lama Bekerja

Mean Median Mode Max Min SE SD


Variabel
7

Usia 33,6 32,00 30 55 24 0,606 6,154


Lama Bekerja 8,31 8,00 9 30 2 0,536 5,438
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.2 dari 103 responden dapat diketahui

karakteristik responden berdasarkan usia memiliki rata-rata usia

33.66, dengan usia minimal adalah 24 tahun dan maksimal

adalah 55 tahun.

Sedangkan untuk kategori lama bekerja dari 103 responden

diketahui memiliki rata-rata 8,31, lama bekerja minimal adalah 2

tahun dan maksimal adalah 30 tahun.

2. Analisa Univariat

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel

CI 95%
Variabel Mean Median Max Min SE SD
LB UB
Overtime 44,18 45,00 53 32 0,506 5,133 43,18 45,19

Kesehatan Mental 169,88 173,00 216 121 1,846 18,74 166,22 173,55

Keterlibatan Kerja 50,95 54,00 70 21 1,276 12,95 48,42 53,48


Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.3 dari 103 responden dapat diketahui dari

variabel overtime memiliki rata - rata waktu kerja adalah sebesar

44,18 dengan nilai minimum adalah 32 dan maksimum 53, nilai

median 45,00, nilai std. Error of mean sebesar 0,506, nilai std.

Deviasi sebesar 5,133 dan nilai confidence interval of mean 95%

didapatkan nilai lower bound sebesar 43,18 serta nilai upper bound
7

sebesar 45,19. Dari nilai mean pada variabel overtime didapatkan

hasil yang menunjukkan nilai positif.

Pada variabel kesehatan mental dapat diketahui untuk nilai rata

- ratanya sebesar 169,88 dengan nilai minimun 121 dan maksimum

216, nilai median 173,00, nilai std. Error of mean sebesar 1,846,

nilai std. Deviasi sebesar 18,738 dan nilai confidence interval of

mean 95% didapatkan nilai lower bound sebesar 166,22 serta nilai

upper bound sebesar 173,55. Berdasarkan nilai mean pada variabel

kesehatan mental didapatkan hasil yang menunjukkan nilai positif.

Dan untuk variabel keterlibatan kerja dapat diketahui untuk nilai

rata - ratanya sebesar 50,95 dengan nilai minimun 21 dan

maksimum 70, nilai median 54,00, nilai std. Error of mean sebesar

1,276, nilai std. Deviasi sebesar 12,954 dan nilai confidence interval

of mean 95% didapatkan nilai lower bound sebesar 48,42 serta nilai

upper bound sebesar 53,48. Berdasarkan nilai mean pada variabel

kesehatan mental didapatkan hasil yang menunjukkan nilai positif.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat menjelaskan hubungan antar variabel yang

dilihat dari tingkat keeratannya secara linier. Tingkat keeratan dapat

diperlakukan antara variabel dependen dengan independen, antara

variabel independen atau dependen. Tingkat keeratan dapat dilihat

dari koefisian korelasi yang dinyatakan dengan lambang ρ (untuk


7

populasi) atau r (untuk sampel). Besarnya koefisien kolerasi akan

berkisar antara -1 (negatif satu) sampai +1 (positif satu) : -1 ≤ r ≤.

dengan penafisran sebagai berikut :

0,00 - 0,199 = sangat lemah

0,20 - 0,399 = lemah

0,40 - 0,599 = sedang

0,60 - 0,799 = kuat

0,80 - 1,000 = sangat kuat

Korelasi positif berarti perubahan variabel yang satu akan diikuti

perubahan variabel lain dengan arah yang sama atau berbanding

lurus. Korelasi negatif berarti perubahan variabel yang satu akan

diikuti perubahan variabel lain dengan arah berlawanan atau

berbanding terbalik. Korelasi nol berarti perubahan variabel yang

satu akan diikuti perubahan variabel lain dengan arah yang tidak

teratur ( kadang berbanding lurus atau terbalik ).

Tabel 4.4 Analisa Hubungan Antara Overtime Terhadap Kesehatan Mental


dan Keterlibatan Kerja Perawat di Ruang Intensive RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda

No Variabel Dependen r P Value n

1. Overtime Terhadap Kesehatan Mental 0,082 0,409

103

2. Overtime Terhadap Keterlibatan Kerja - 0,087 0,381


7

SSumbSumber : Data Primer 2019

Berdasarkan Tabel 4.4 dengan menggunakan kriteria tingkat

Sig. Misalnya alpha peneliti tetapkan adalah 5% (α = 0,05). Dari

data di atas dapat diketahui korelasi (hubungan) antara variabel

overtime dengan kesehatan mental adalah 0,082 dengan nilai

signifikasi 0,409. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel

overtime dengan kesehatan mental adalah tidak signifikan (0,409 >

0,05) dengan tingkat keeratan hubungan dalam kategori sangat

lemah.

Kemudian untuk korelasi (hubungan) antara variabel overtime

dengan keterlibatan kerja adalah -0,087 dengan nilai signifikasi

0,381. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel overtime

dengan keterlibatan kerja adalah tidak signifikan (0,381 > 0,05)

dengan tingkat keeratan hubungan dalam kategori sangat lemah.

C. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat perbandingan

persentase jumlah perawat laki - laki 22,3% dan perawat


8

perempuan sebanyak 77,7%. dapat dikatakan perawat

berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding laki - laki.

Sejalan dengan penelitian oleh Sukma (2014), Fakhrurrazi

(2012), Sutrisnoputri (2018) yang menyebutkan perawat

berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding perawat

berjenis kelamin laki - laki. Pada penelitian Fitriyanti dan

Suryanti tahun 2016 juga menyatakan adanya pergeseran

nilai perempuan dalam bekerja. Hal ini didukung oleh

penelitian Roatib dkk tahun 2007 yang menyebutkan tidak

ada hubungan antara jenis kelamin dan motivasi kerja

maupun disiplin (Permana, 2019).

Menurut asumsi peneliti, adanya sterotip yang menyatakan

perawat merupakan profesi dengan sterotip gender. Strerotip

feminis atau perempuan ini dianggap lebih fleksibel dalam

melakukan tugas keperawatan sehingga dalam dunia kerja

profesi perawat identik dengan perempuan.

Oleh karena itu, peneliti menyarankan baik dalam karir

seorang perawat tidak memandang jenis kelamin, karena baik

laki - laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab yang

sama dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

b. Usia
8

Berdasarkan tabel 4.2, pada penelitian ini didapatkan usia

rata - rata 33 tahun. Menurut penelitian Inayah dalam

Fitriyanti dan Suryanti tahun 2016, usia 33 tahun termasuk ke

dalam rentang usia produktif, yang mana usia dari 22 - 53

tahun dengan rata - rata 31 tahun merupakan usia produktif.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutiah (2018),

Sukma (2014) dan Sanjaya (2015) yang rata - rata usianya

adalah sekitar 30 tahunan.

Menurut asumsi peneliti bahwa usia sekitar 25 - 35 tahun

merupakan usia ideal dimana tenaga, tingkat konsentrasi,

pengalaman dan emosional seseorang lebih matang

sehingga motivasi serta disiplin dalam bekerja juga baik.

c. Ruang Bekerja

Berdasarkan tabel 4.1, ruangan yang diteliti pada penelitian

ini terfokus di ruang perawatan intensif yaitu ICU, ICCU,

PICU, NICU dan HCU, dengan persentase terbanyak adalah

dari ruang ICU.

Menurut KEMENKES RI th 2012 ruang perawatan intensif

merupakan bagian tak terpisahkan dari rumah sakit dengan

kategori pelayanan kritis, selain bedah dan gawat darurat.

Ruang perawatan intensif merupakan salah satu pelayanan

dari rumah sakit, pelayanan instensif sendiri adalah


8

pelayanan khusus untuk pasien dengan keadaan yang

mengancam jiwa sehingga membutuhkan perawatan yang

komprehensip dan observasi terus - menerus atau 24 jam.

(MURTI, 2009)

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh

sukma (2014), dimana ruang yang diteliti adalah ruang rawat

inap kelas III, maupun Cahyani (2016) di RS jiwa, dan

Sutrisnoputri (2018) di unit bangsal rawat inap.

Menurut asumsi peneliti, ruang perawatan intensif

merupakan unit rawat inap yang memiliki tingkat komplek

terhadap kasus - kasus dan tindakan dalam melakukan

asuhan keperawatan sehingga mungkin saja tingkat lembur

atau kelebihan waktu kerja meningkat di ruangan ini.

Oleh karena itu, peneliti menyarankan bagi peneliti

selanjutnya diharapkan dapat mencari sumber informasi lebih

lanjut untuk menambah wawasan dalam memahami lebih

mendalam.

d. Lama Bekerja

Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan rata - rata lama

bekerjanya adalah 8 tahun dan yang paling rendah adalah 2

tahun sedangkan yang terlama mencapai waktu 30 tahun.


8

Lama kerja merupakan rentang waktu sejak seseorang

menekuni ataupun memulai bekerja. Rentang ini dapat

menggambarkan pengalaman sesorang dalam menekuni

suatu bidangnya. (Ranupendoyo dan Saud, 2005). Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Rau, Nafirah dan Rukayah

tahun 2015 menyebutkan bahwa seorang pegawai dikatakan

baik jika pelaksanaan kerja didukung oleh kemampuan serta

pengalaman yang baik juga. Sejalan dengan penelitian

Sukma (2014) dengan rata - rata masa kerja diatas 5 tahun.

Menurut asumsi peneliti, dengan masa kerja yang lama

dapat meningkatkan motivasi kerja dalam pengembangan

kemampuan diri maupun karir. Sehingga perawat merasa

betah dalam masa kerja yang lama. Oleh karena itu,

diperlukannya jenjang karir perawat dalam sebuah ruangan

yang lebih spesifik.

2. Analisis Univariat

a. Overtime

Berdasarkan tabel 4.3, dengan rata - rata overtime adalah

44,18 jam dengan nilai maksimum mencapai 53 jam. Menurut

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor (KEP.102/MEN/VI/2004) yang menyebutkan

bahwa kelebihan waktu kerja (overtime) merupakan jumlah


8

jam kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat

puluh) jam dalam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dengan

satu hari libur atau 8 (delapan) dan 40 (empat puluh) jam

dalam seminggu untuk 5 hari kerja.

Dalam penelitian oleh Becker bahwa bekerja lembur

merupakan hal biasa yang dilakukan, disebutkan juga

kelebihan waktu kerja mencapai 1 hingga 8 jam perminggu.

Asumsi peneliti bahwa ‘tradisi’ bekerja lembur bukan hanya

terjadi di Indonesia namun juga terjadi di luar negeri. Terdapat

beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab kelebihan

waktu kerja misalnya, kedisiplininan datang aplusan, waktu

dokter visit serta faktor - faktor lain yang tidak dapat diduga.

Oleh karena itu rumah sakit perlu memperhatikan faktor

utama yang menjadi penyebab terjadinya kelebihan waktu

kerja.

b. Kesehatan Mental

Berdasarkan tabel 4.3, dengan rata - rata nilai kesehatan

mental perawat di ruang perawatan intensif adalah 169,88.

Berdasarkan nilai mean tersebut didapatkan hasil yang

menunjukkan nilai positif.

Salah satu faktor penting yang secara langsung maupun

tidak langsung yang mempengaruhi produktifitas kerja adalah


8

kesehatan mental. Ada beberapa alasan mengapa kesehatan

mental menjasi isu penting di dunia kerja. Danna dan Griffin

(1999) menyatakan alasan penting pentingnya kesehatan

mental di tempat kerja yaitu : pertama, pengalaman individu

baik fisik, emosional, mental, atau sosial akan mempengaruhi

individu di tempat kerja. Kedua, kesehatan mental pekerja

menjadi bagian penting karena akan menumbuhkan

kesadaran terhadap faktor - faktor lain yang menimbulkan

resiko bagi pekerja. Misalkan, karateristik tempat kerja yang

mendukung keamanan dan kesejahteraan bagi pekerja,

potensi ancaman kekerasan atau agresi ditempat kerja

(kekerasan seksual dan bentuk bentuk perilaku disfungsional

lainnya), bahkan hubungan antara pimpinan dan bawahan

yang berimplikasi pada kesehatan mental. Ketiga, kesehatan

mental menjadi bagian penting karena kesehatan yang

rendah akan mempengaruhi kinerja.

Salah satu penelitian yang telah menguji pengaruh

pemaafan dan syukur terhadap tinggi rendahnya kesehatan

mental, telah dilakukan oleh Toussaint dan Friedmen (2009)

yang menemukan korelasi positif antara pemaafan dengan

kesejahteraan psikologis dan berkorelasi negatif dengan

tekanan emosional.
8

Asumsi peneliti bahwa ternyata kesehatan mental

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seorang

pekerja khususnya disini adalah perawat. Hal ini di jelaskan

oleh peneliti sebelumya yaitu, kesehatan mental dapat

menumbuhkan kesadaran terhadap faktor faktor lain yang

menimbulkan resiko bagi pekerja, serta pengalaman individu

baik fisik, emosional, mental atau sosial akan mempengaruhi

individu ditempat kerja.

Oleh karena itu peneliti menyarakan agar tempat bekerja

khususnya rumah sakit tidak mengenyampingkan persoalan

kesehatan mental. Untuk mencegah terjadi masalah

kesehatan mental, rumah sakit sakit sebaik mengadakan

kegiatan - kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan

mental seperti family gathering, pelatihan - pelatihan

emosional spiritual serta kegiatan keberagamaan bagi para

perawat.

c. Keterlibatan Kerja

Berdasarkan tabel 4.3, dengan rata - rata nilai keterlibatan

kerja perawat di ruang perawatan intensif adalah 50,95.

Berdasarkan nilai mean tersebut didapatkan hasil yang

menunjukkan nilai positif.


8

Ching (2015) menyatakan bahwa keterlibatan kerja

merupakan tingkat pekerjaan yang dialami karyawan yang

mempengaruhi harga diri dan kinerja.

Saxena (2015) menjelasksan bahwa keterlibatan kerja

berkaitan dengan psikologi individu yang penting bagi citra

individu. Keterlibatan kerja terkait karateristik pribadi serta

sifat dari tugas yang meningkatkan faktor sosial seperti kerja

tim, partisipasi pengambilan keputusan, seberapa besar

karyawan mendukung tujuan organisasi, menunjukkan

prestasi serta kemajuannya dalam pekerjaannya (Bahram,

2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rizwan (2015)

mengatakan bahwa terdapat hubungan yang positif

keterlibatan kerja terhadap kinerja karyawan jika karyawan

yang akan dilibatkan dalam pekerjaannya, maka kinerjanya

akan lebih baik untuk kinerja organisasinya secara

keseluruhan di organisai tempat bekerjanya.

Asumsi peneliti bahwa keterlibatan kerja merupakan suatu

peranan penting yang tidak terpisahkan dalam dunia

pekerjaan. Keterlibatan kerja dapat meningkatkan faktor

sosial seperti kerja tim, partisipasi pengambilan keputusan,

seberapa besar karyawan mendukung tujuan organisasi,

menunjukkan prestasi serta kemajuan dalam suatu pekerjaan


8

Oleh karena itu peneliti menyarankan agar rumah sakit bisa

mengadakan pelatihan - pelatihan yang bersifat membangun

kerja sama tim, pelatihan - pelatihan yang menunjang

pekerjaan perawat serta pemberian reward bagi perawat -

perawat yang meberikan kontribusi positif bagi rumah sakit.

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Antara Overtime Terhadap Kesehatan Mental

Berdasarkan tabel 4.4, rumusan masalah dalam

penelitian ini salah satunya adalah apakah overtime

berhubungan dengan kesehatan mental perawat intensif di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Hasil penelitian

menemukan bahwa ada korelasi yang positif dan tidak

signifikan antara overtime dengan kesehatan mental, dengan

kategori sangat lemah. Hasil ini menunjukkan adanya

hubungan antara overtime dengan kesehatan mental dimana

hubungannya dalah positif yang berati semakin banyak

overtime maka kesehatan mental perawat semakin baik

meskipun hubungan ini sangat lemah. Adanya hubungan

dengan kategori sangat lemah menunjukkan bahwa tidak

semua atau sedikit sekali perawat yang memiliki overtime

justru meningkatkan kesehatan mentalnya.


8

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis 1 yang

menyatakan bahwa ada hubungan antar overtime dengan

kesehatan mental perawat di ruang intensif RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda. Hasil ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh watanabe (2017),

yang menemukan bahwa overtime yang didasarkan pada

keinginan sendiri cenderung tidak berdampak pada

kesehatan mental perawat.

Secara teoritis, ada hubungan antara overtime dengan

kesehatan mental. overtime menjadi sebab berkurangnya

waktu istirahat bagi perawat sehingga mengakibatkan adanya

kelebihan aktifitas fisik maupun mental. Kondisi ini membuka

peluang bagi perawat mengalami gangguan fisik maupun

mental. Namun hasil penelitian menemukan overtime tidak

menggangu kesehatan mental perawat di ruang intensif care

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Hal ini

dikarenakan perawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

khususnya pada ruang intensif, memiliki koping individu yang

positif sehingga tidak terlalu bedampak pada overtime yang

sudah biasa mereka lalui. Namun dalam jangka pendek

bukan berarti kondisi ini dapat ditoleransi karena jika hal ini

berlangsung terus menerus maka dalam jangka panjang akan

berdampak negatif bagi perawat berupa terganggunya


9

kesehatan mental perwat. Oleh karena itu, rumah sakit perlu

memperhatikan faktor utama yang menjadi penyebab

terjadinya kelebihan waktu kerja misalnya, kedisiplininan

datang aplusan serta kedisiplinan waktu dokter visit.

b. Hubungan Antara Overtime Terhadap Keterlibatan Kerja

Rumusan masalah yang kedua yang ada dalam

penelitian ini adalah hubungan antara overtime terhadap

keterlibatan kerja perawat intensif di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda. Hasil penelitian menemukan bahwa

ada korelasi yang negatif dan tidak signifikan antara overtime

dengan keterlibatan kerja, dengan kategori sangat lemah.

Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara overtime

dengan keterlibatan kerja dimana hubungannya adalah

negatif yang berati semakin banyak overtime maka

keterlibatan kerja perawat semakin buruk meskipun hubungan

ini sangat lemah. Jadi dapat disimpulkan, hasil penelitian ini

mendukung hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara overtime dengan keterlibatan kerja perawat

intensif di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Secara teoritis, hubungan antara overtime dengan

keterlibatan kerja adalah negatif. Negatif artinya kelebihan

waktu kerja menyebabkan bertambahnya jam kerja perawat di


9

atas waktu normal kerja. Kondisi ini menyebabkan

keterlibatan kerja perawat semakin menurun yang ditandai

dengan antara lain, menjadi tidak fokus dalam menyelesaikan

suatu pekerjaan, tidak merasakan diri adalah bagian dari

sebuah tim, tidak merasa mampu dan merasakan sebuah

tekanan, serta tidak mampu bekerja dengan perubahan. Oleh

karena itu, rumah sakit perlu meningkatkan kerja perawat

dengan cara diadakan family gathering, pelatihan - pelatihan

motivasi dan kerja sama tim untuk perawat.

D. KETERBATASAN PENELITIAN

1. Instrumen

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan instrumen

berupa angket atau kuesioner yang keakuratan datanya sangat

bergantung pada kejujuran dan keterbukaan responden dalam

menjawab pertanyaan.

2. Proses penelitian

Keterbatasan waktu, dalam penelitian ini sangat peneliti

rasakan karena adanya jadwal kuliah yang tidak menentu.

Penelitian ini dilakukan peneliti di luar jadwal kuliah. Pengalaman

peneliti sebagai peneliti pemula juga membuat pembahasan hasil


9

penelitian ini masih dirasa kurang mendalam. Keterbatasan

sumber pustaka, sumber - sumber rujukan, jurnal - jurnal yang

berasal dari hasil penelitian lain sangat terbatas, sehingga

pembahasan penelitian ini masih kurang optimal.

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
9

Berdasarkan hasil dari analisis dan pembahasan mengenai

hubungan overtime terhadap kesehatan mental dan keterlibatan kerja

pada perawat di ruang intensif RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perawat di ruang perawatan intensif RSUD AW Sjahranie

Samarinda dapat dijelaskan sesuai karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin adalah perawat berjenis kelamin

perempuan dengan persentase sebesar 77,7% (80 responden),

karakteristik responden berdasarkan ruang kerja adalah ruangan

ICU dengan persentase sebesar 24,3% (25 responden),

karakteristik responden berdasarkan rata - rata usia adalah 33,66

tahun dengan nilai mediannya 32 tahun dan modusnya 30 tahun,

karakteristik responden berdasarkan rata - rata lama kerjanya

adalah 8,31 tahun dengan nilai mediannya 8 tahun dan modusnya

9 tahun.

2. Data hasil penelitian menunjukan bahwa kelebihan waktu kerja

pada perawat di ruang perawatan intensif RSUD AW Sjahranie

Samarinda memiliki nilai rata-rata sebesar 44,18 jam dengan nilai

median serta modusnya 45 jam.

3. Data hasil penelitian menunjukan


93 bahwa kesehatan mental pada

perawat di ruang perawatan intensif RSUD AW Sjahranie

Samarinda memiliki nilai rata-rata sebesar 169,88 dengan nilai

median 173.
9

4. Data hasil penelitian menunjukan bahwa keterlibatan kerja pada

perawat di ruang perawatan intensif RSUD AW Sjahranie

Samarinda memiliki nilai rata-rata sebesar 50,95dengan nilai

median 54

5. Analisis hubungan antara overtime terhadap kesehatan mental

kerja pada perawat di ruang perawatan intensif RSUD AW

Sjahranie Samarinda dilakukan dengan uji Pearson Product

moment dengan nilai r = -0,082 dan nilai p value = 0,409

6. Analisis hubungan antara overtime terhadap keterlibatan kerja

pada perawat di ruang perawatan intensif RSUD AW Sjahranie

Samarinda dilakukan dengan uji Pearson Product moment

dengan nilai r = -0,087 nilai p value = 0,381.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Rumah sakit perlu memperhatikan faktor utama yang

menjadi penyebab terjadinya overtime misalnya, kedisiplininan

datang aplusan, waktu dokter visit. Serta meningkatan kerja sama

antar perawat dengan cara diadakan family gathering, pelatihan -

pelatihan motivasi dan kerja sama tim untuk perawat. Dan

khususnya untuk masing - masing ruangan sebaiknya

mengadakan rapat rutin bulanan yang bertujuan untuk

mengevaluasi serta memberi motivasi terhadap sesama rekan


9

perawat. Serta, kegiatan beragama yang rutin diadakan rumah

sakit.

2. Bagi Kepegawaian RS sebaiknya dalam karir seorang perawat

tidak memandang jenis kelamin, karena baik laki-laki maupun

perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Dan diperlukannya jenjang

karir perawat dalam sebuah ruangan yang lebih spesifik.

3. Bagi peneliti :

a. Dikarenakan penelitian ini dilakukan secara berkelompok

dengan jumlah anggota yang sedikit dan jumlah sampel

yang cukup banyak, diharapkan untuk peneliti selanjutnya

harap diperhatikan untuk jumlah anggota peneliti serta

lamanya waktu penelitian.

b. Dikarenakan pengumpulan data penelitian ini menggunakan

instrumen berupa kuesioner yang keakuratannya bergantung

pada kejujuran dan keterbukaan responden, sebaiknya

untuk peneliti selanjutnya disarankan menggunakan

instrumen seperti wawancara secara langsung agar

mendapatkan data yang lebih akurat.

c. Bagi peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat mencari

sumber informasi lebih lanjut untuk menambah wawasan

dalam memahami lebih mendalam.


9

DAFTAR PUSTAKA

Abraham H. Maslow. (2010). Motivation and Personality. Jakarta :


Rajawali
Alimul, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta : Salemba Medika
Azwar,S. (2007). Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka pelajar
Beckers, Debby G.J. 2004. Journal Working Overtime Hours: relation with
Fatigue, Work Motivation, and the Quality of Work
Bustaman, H D. (1995), Integrasi Psikologi dalam Islam. Yogyakarta :
Pustaka Belajar.
Cahyani, intan dwi dkk 2016, jurnal faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi kerja pada perawat rumah sakit jiwa
Ching-Sheue FU. 2015. The Effect of Emotional Labor on Job
Involvement in Preschool Teachers: Verifying the Mediating Effect of
Psychological Capital. The Turkish Onlinew Journal of Educational
Technology. Vol. 14. No. 3. P: 146
Danna, K., & Griffin, R W. (1999). Health and well-being in the workplace:
a review and synthesis of the literature. Journal of Management, 25,
3, 357-384
Daradjat, Z. (1993). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta :
CV Haji Msagung.
Deborah C. Widjaja, S.S., M.S.M., Cindy Carista, Josephine. (2010).
Analisa pengaruh transformasional terhadap employee engagement
di D’season hotel Surabaya. Program Manajemen Perhotelan,
Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra.
Djumialdji, FX, (2006). Perjanjian Kerja, Edisi Revisi. Jakarta : Sinar
Gravika.
European Working Time Directive (Directive 2003/88 / EC)
Fahrurrazi, (2012). Penelitian Faktor-faktor yang berhubungan dengan
disiplin kerja tenaga kesehatan Puskesmas Mesjid Raya Kecamatan
Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar
Federman, Bard. (2009). Employee Engagement: A Road For Creating
Profits, Optimizing Perfomance, And Increasing Loyalty. San
Fransisco : Jossey Bass.
Fitriyanti, lia & Suryati, sri (2016). Hubungan karakteristik perawat dengan
motivasi kerja dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok di rs
khusus daerah duren sawit jaktim
Fred Luthans. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. Yogyakarta :
PT. Andi. 70
Gilarso, t. (2004). Pengantar ilmu ekonomi makro. Yogyakarta : Kanisius
Hastono,SP dan Sabri, L. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali
Pers.
Hidayat, A.A.. (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis
data. Jakarta : Salemba Medika

97
9

Kartono, Kartini. (2000) Higyene dan Kesehatan Mental. Bandung : CV.


Mandar Maju.
Kemenkes RI (2012), pedoman teknis rs ruang perawatan intensif
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2013.
KEPMEN No. 102 Th 2004 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
Lockwood, N. R. (2007). Leveraging Employee Engagement for
Competitive Advantage : HR’s Strategic Role, SHRM Research
Quartery.
Mujiasih. E & Ratnaningsih, I. Z. (2012). Meningkatkan work engagement
melalui gaya kepemimpinan transforasional dan budaya organisasi.
Jurnal Psikologi. 3-8
Murti, B. 2009. Mendesak: Kebutuhan untuk Memperbaiki Pelayanan
Intensif Bayi dan Anak. Jurnal Kedokteran Indonesia. 1(1): 1–3.
Mutiah, Nur (2018). Tesis Pengaruh Jam Kerja Lembur dan
Pengembangan Karir terhadap Turnover Intention Karyawan Tetap
dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating pada PT
XXX Kabupaten Padang Lawas. Univ Sumatra Utara
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Notosoedirdjo dan Latipun. (2005). Kesehatan Mental Konsep dan
Penerapan. Malang :Yogyakarta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis. Ediisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
P. Alfonso, M. fosenca, dan J.F Pires. (2017). Impact of working hours on
sleep and mental health. Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lisbon. Portugal
P. Robbins, stephen. (2003). Organizational behaviour. Tenth edition
(perilaku organisasi edisi ke sepuluh), alih bahasa Drs. Benyamin
Molan. Jakarta : PT Macan Jaya Cemerlang
Peacock, G. G., Arvin, R. A., D’daly, E. J. (2009). Practical Handbook Off
School Psychology : Effective Practices For The 21 st. New York, NY.:
Guilford Press
Perrin T. (2003). Working Today: Understanding What Drives Employee
Engagement 2003. Towers Perrin
Putu, SP. (2011). Keterikatan Karyawan merupakan alternatif, ketika
kepuasan kerja dan komitmen tidak cukup untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Tesis. FK Udayana
Rafferty, A and Griffin, M, (2004). Dimensions of transformational
leadership: Conceptual and empirical extension The Leadership
9

Quarterly, 15 (3), 329-354.


Ranupendoyo & Saud. (2005). Manajemen personalia, ED. 4. Yogyakarta:
Pustaka Binawan Presindo FE-UGMik, S.
Rau, Muh. Jusman dkk (2015). Hubungan Motivasi dan Disiplin Kerja
dengan Kinerja Pegawai di Puskesmas Sangurara Kec. Palu barat
Roatib, dkk (2007). Hubungan Antara Karakteristik Perawat dengan
Motivasi Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Komunikasi
Terapeutik Pada Fase Kerja di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang. Jurnal Keperawatan Media Ners, Vol. 1. Nomor 1, 43-47.
Semarang : Program Studi Ilmu Keperawtan Universitas Diponegoro.
Robinson, D., Perryman, S., & Hayday. (2004). The Drivers of Employee
Engagement Report 408. Brington: Institude for Employement
Studies.
Sanjaya, Muhammad Taufiek Rio (2015). Penelitian Pengaruh Disiplin
kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Kerja Karyawan pada Ros
In Yogyakarta
Saxena, S. 2015. Impact of Job Involvement and Organizational
Commitment on Organizational Citizenship Behavior. International
Journal Management Business. Vol. 4. No. 1. P: 30
Schaufeli, W. B., Salanova, M., González-Romá, V., dan Bakker, A.
(2002), ―The Measurement of Engagement and Burnout: A Two
Sample Confirmatory Factor Analytic Approach,‖ Journal of
Happiness Studies, 3, 71-92.
Schaufeli. W. B., & Bakker, A. B. (2004). Job demands, job resources, and
their relationship with burnout and engagement: A multi-sample study.
Journal of Organizational Behavior, 25 (6), 293-315.
Schaufeli, W. B., Bakker, A. B., & Salanova, M. (2006). The Measurement
of Work Engagement With a Short Questionnaire : A Cross- National
Study. Journal of Educational and Psychological Measurement , 66,
701-716
Setiadi. (2013). Konsep dan praktek penulisan riset keperawatan (Ed.2).
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Selvia, N. (2013). Perbedaan stress kerja ditinjau dari shift kerja pada
perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal
Semiun, Yustinus, (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental; Konsep Cakupan dan
Perkembangannya. Yogyakarta : penerbit C.V ANDI OFFSET
Smythe, John. (2007). The CEO (Chief Engagement Officer) : Turning
Hierarchy Upside Down To Drive Perfomance. England : Gower
Publishing Company.
Sugiyono.( 2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan
Mudah Dipahami. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Sukma, Mawar Septiani (2014). Penelitian Hubungan Motivasi Kerja dan
Karakteristik Individu dengan Disiplin Kerja Perawat di ruang rawat
9

inap kelas III RSUD Pasar Rebo


Sutrisnoputri, Alessandra Lourdes dkk, (2018). Hubungan disiplin kerja
dan lingkungan kerja dengan kinerja perawat di ruang rawat inap
RSUD Tugu Rejo Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 6
No.1
Toussaint, L., & Friedman, P. (2009). Forgiveness, gratitude, and well-
being: The mediating role of affect and beliefs. Journal of Happines
Studies, 10(6), 635.
Veit, C., & Ware, J. (1983). The structure of psychological distress and
well-being in general populations. Journal of Consulting and Clinical
Psychology, 51, 730-742.
Watanabe, M & Yamauchi, K. (2018). The effect of quality of overtime
work on nurse’s mental health and work engagement. Graduate
School of Health Management, Keio University, Tokyo, Japan
Wickramasinghe, V. (2010). Impact of time demands of work on job
satisfaction and turnover intention. Strategic Outsourcing : An
International Journal, Vol. 3, No. 3, 2010, pp. 246-255, ISSN :1753-
8297.
Lampiran 1
BIODATA PENELITI

A. Data Pribadi

Nama : Robby Vadillah Zurin

Tempat, tanggal lahir : Bontang, 27 Mei 1991

Alamat Asal : Jl. Gunung Merbabu Gg. BDN No. 17 RT003

Kp.Jawa Samarinda Ulu Kota Samarinda

Kalimantan Timur 75122

B. Riwayat Pendidikan

Pendidikan Formal

Tamat SD tahun : 2003 di SD YPVDP (Yayasan Pendidikan Vidya

Dahana Patra) Bontang

Tamat SMP tahun : 2006 di SMP YPVDP (Yayasan Pendidikan Vidya

Dahana Patra) Bontang

Tamat SMA tahun : 2009 di SMA YPVDP (Yayasan Pendidikan Vidya

Dahana Patra) Bontang

Tamat D3 Keperawatan : 2012 di Akademi Keperawatan Pemprov Kaltim

Masuk di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur pada Tahun 2017


Lampiran 2 No. Responden :

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI


RESPONDEN

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, saya bersedia


berpartisipasi sebagai responden penelitian dengan judul : “Hubungan
overtime terhadap kesehatan mental dan keterikatan kerja perawat di
ruang intensive care RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2018”
penelitian ini dilakukan oleh :
Nama : Robby Vadillah Zurin
NIM : 17111024110154
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak bersifat negatif dan tidak
merugikan bagi siapapun serta segala informasi yang saya berikan
dijamin kerahasiannya. Saya berharap pada hasil penelitian ini akan
menjadi bahan masukan bagi semua kalangan kesehatan, karena itu
jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dengan ini saya menyatakan
secara sukarela bersedia menjadi responden dan berpartisipasi aktif
dalam penelitian ini.

Samarinda, April 2019

(.................................)
Responden
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Tanggal :
Kode Responden :
A. Kuesioner Studi Pendahuluan
Ruangan :
Berilah tanda (√) pada setiap kotak yang tersedia, keterangan pilihan
jawaban adalah sebagai berikut :
1 : sangat tidak setuju
2 : tidak setuju
3 : setuju
4 : sangat setuju

NO KETERANGAN 1 2 3 4

Jumlah jam bekerja saya dalam satu hari adalah 7 jam (tidak
1
termasuk dinas malam)

Jumlah jam bekerja saya dalm satu minggu adalah 40 jam kerja
2
(termasuk dinas malam)
3 Jam kerja saya melebihi ketentuan*
4 Saya selalu datang tepat waktu
5 Saya selalu pulang tepat waktu
6 Lembur merupakan kewajiban seorang perawat
7 Lembur merupakan perintah dari atasan
8 Lembur merupakan kegiatan sukarela
9 Biasanya saya lembur karna aplusan terlalu lama
Biasanya saya lembur karna ada pasien gawat/visite dokter/pasien
10
baru diakhir jam dinas
11 Saya merasa nyaman melakukan poin no. 9
12 Saat di ruangan saya secara aktif memberi kontribusi
Setiap ada kegiatan di ruangan saya selalu mengikuti/menghadiri
13
kegiatan tersebut
14 Saat lembur saya merasa cemas
15 Saat lembur saya merasa takut tanpa sebab
16 Saat lembur saya merasa stress dengan pekerjaan
Saya merasa malas/tidak bersemangat menghadapi pekerjaan
17
yang menyita waktu lama
Menurut saya senin pagi (dinas pagi) selalu membuat saya
18
bersemangat
19 Menurut saya motivasi bekerja saya tinggi
20 Dalam seminggu saya sering izin sakit
21 Dalam sebulan rata-rata saya izin sakit sebanyak 2-3x
22 Saya merasa masih lelah walaupun sudah istirahat/tidur setelah
bekerja
Saya merasa lelah menghadapi pekerjaan yang menyita waktu
23
lama
24 Saya sering diminta untuk mengulang/memperbaiki askep
25 Karu/katim sering complain tentang pekerjaan saya
26 Pasien sering mengeluh saat saya melakukan tindakan

Nb :
Untuk pertanyaan no 3, jam kerja saya dalam satu hari adalah ... jam atau
dalam satu minggu adalah ... jam

 TERIMA KASIH 

B. Kuesioner Tentang data Demografi


Berilah tanda (√) pada setiap kotak yang tersedia dan isilah titk-titik
dengan jawaban yang anda anggap sesuai dengan keadaan anda.
1. Umur : ............... Tahun
2. Jenis kelamin : Laki- laki Perempuan
3. Pendidikan :
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi
4. Status Pernikahan :
Menikah Janda/Duda
Belum Menikah

C. Kuesioner Overtime
PETUNJUK
1. Tuliskan nama Bapak/ Ibu pada lembar jawaban
yang telah tersedia
2. Berikan tanda (√) pada salah satu jawaban yang
menurut Bapak / Ibu benar
3. Jawablah pertanyaan ini dengan jujur sesuai
dengan apa yang Bapak / Ibu alami
SS = Sangat Setuju
KS = Kurang Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
S = Setuju
TD = TidakSetuju

SS S KS TS STS
No Indikator 5 4 3 2 1
1 Kerja di atas jam kerja normal
Jika dibutuhkan saya dapat menerima jam kerja di atas jam kerja
normal.
2 Kerja lembur pada malam hari
Jika dibutuhkan saya dapat menerima bekerja diwaktu malam.
3 Kerja lembur pada libur resmi
Saya tidak merasa keberatan jika saya ditugasi bekerja pada hari libur.
4 Membawa pekerjaan kantor ke rumah
Dalam suasana mendesak saya bersedia
membawa pekerjaan kantor ke rumah.
Kenyataan sehari-hari, jumlah jam bekerja saya dalam satu shift pagi
5
atau sore telah sesuai ketentuan yang berlaku
Jumlah jam bekerja saya dalam satu minggu adalah 40 jam kerja
6
termasuk dinas malam)
Saya merasa berada di rumah sakit untuk bekerja melebihi waktu dinas
7
yang ditentukan
Saat berdinas, teman kerja saya sebagai perawat aplusan datang tepat
8
waktu
9 Setiap harinya saya bisa pulang tepat waktu
Karena beban kerja yang harus saya selesaikan sehingga setiap
10
harinya saya bekerja melebihi waktu yang ditentukan
Kelebihan waktu kerja saya karena visite dokter di saat menjelang
11
pergantian shift
12 Kelebihan waktu kerja saya dihitung sebagai waktu lembur

13 Kelebihan waktu kerja saya karena aplusan terlalu lama


Adanya pasien baru diakhir shift menyebabkan kelebihan waktu kerja
14
saya
KUESIONER JAM KERJA LEMBUR
Sumber : Wickramasinghe (2010) dan Peraturan Pemerintah.
D. Kuesioner Kesehatan Jiwa Mental Health Inventory (MHI)
Instruksi : Berilah tanda silang (X) pada SALAH SATU pernyataan
yang paling tepat menggambarkan keadaan bagi ANDA
selama bulan terakhir ini. Tidak ada jawaban yang benar
atau salah.
Nama Inisial Responden :...............
Ruang :...............

1. Apakah Anda pernah merasa bahagia, puas atau senang


dengan hidup pribadi Anda selama bulan terakhir ini?
1) Luar biasa bahagianya, belum pernah sebahagia atau sepuas
ini
2) Kebanyakan waktu sangat bahagia
3) Pada umumnya puas, senang
4) Kadang-kadang cukup puas, kadang-kadang kurang bahagia
5) Pada umumnya kurang puas, tidakbahagia
6) Kurang puas sekali, hampir selalu tidak bahagia

2. Dalam bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa


kesepian?
1) Sepanjang waktu
2) Hampir setiap waktu
3) Cukup sering
4) Kadang-kadang
5) Sekali-sekali
6) Tidak pernah

3. Selama bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa gugup


atau gelisah ketika dihadapi situasi yang mengejutkan atau
tak terduga?
1) Selalu
2) Sangat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah
4. Dalam bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa bahwa
masa depan Anda penuh harapan dan janj - janji yang bagus?
1) Selalu
2) Hampir setiap saat
3) Sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

5. Selama bulan terakhir ini apakah hidup sehari-hari Anda


penuh dengan hal-hal yangmenarik?
1) Selalu
2) Hampir setiap waktu
3) Kerap kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

6. Dalam bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa santai dan
bebas dari ketegangan?
1) Selalu
2) Hampir setiap waktu
3) Cukup sering
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

7. Dalam bulan terakhir ini berapa kali Anda menikmati hal-hal


yang Anda kerjakan?
1) Selalu
2) Hampir setiap waktu
3) Sering kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

8. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah bertanya pada


diri sendiri apakah Anda kehilangan akal atau kehilangan
kontrol atas cara Anda berbicara, berpikir, merasakan
sesuatu atau ingatan Anda?
1) Sama sekali tidak
2) Mungkin sedikit
3) Ya, tetapi tidak cukup untuk dikuatirkan atau dirisaukan
4) Ya, dan saya sedikit kuatir mengenai hal itu
5) Ya dan saya kuatir mengenai hal itu
6) Ya dan saya kuatir sekali mengenai hal itu

9. Apakah Anda pernah merasa tertekan (mengalami depresi)


selama bulan terakhir ini?
1) Ya, sampai saya tidak bisa mempedulikan apa saja selama
berhari-hari
2) Ya, saya merasa amat tertekan hampir tiap hari
3) Ya, cukup tertekan beberapa kali
4) Ya, kadang-kadang sedikit tertekan
5) Ya, sekali-kali sangat tertekan
6) Tidak, tidak pernah merasa tertekan
10. Selama bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa disayangi
dan dibutuhkan?
1) Selalu
2) Hampir setiap saat
3) Seringkali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

11. Selama bulan terakhir ini berapa sering Anda merasa


penuhkecemasan?
1) Setiap waktu
2) Hampir setiap waktu
3) Sering kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

12. Dalam bulan terakhir ini apakah Anda pernah mengharapkan


hari yang menarik pada waktu Anda bangun pada pagihari?
1) Selalu
2) Sering sekali
3) Cukup sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

13. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa tegang
atau "penuhemosi"?
1) Selalu
2) Hampir setia psaat
3) Kerap kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

14. Selama bulan terakhir ini apakah Anda dapat mengendalikan


kelakuan, pikiran, emosi atau perasaan Anda?
1) Ya, sangat pasti
2) Ya, hampir selalu
3) Ya, saya kira demikian
4) Tidak, tidak begitu baik
5) Tidak dan saya merasa agak terganggu
6) Tidak dan saya merasa amat terganggu

15. Dalam bulan terakhir ini apakah tangan Anda pernah gemetar
pada waktu Anda mencoba berbuat sesuatu?
1) Selalu
2) Amat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

16. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa bahwa
tidak ada yang menarik dalam hari depan Anda?
1) Selalu
2) Sering kali
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah
17. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa tenang
dan damai?
1) Selalu
2) Hampir selalu
3) Sering kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

18. Selama bulan terakhir ini secara emosional, berapa kali Anda
merasa stabil?
1) Setiap waktu
2) Hampir setiap waktu
3) Kerap kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

19. Selama bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa kecil hati
dan tidak bersemangat?
1) Setiap waktu
2) Hampir setiap waktu
3) Sering kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

20. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa ingin
menangis?
1) Selalu
2) Sangat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

21. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa bahwa
orang- orang lain akan lebih berbahagia jika Anda meninggal
dunia saja?
1) Selalu
2) Sangat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

22. Selama bulan terakhir ini apakah Anda dengan mudah dapat
merasa santai?
1) Selalu
2) Hampir selalu
3) Kerap kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

23. Selama bulan terakhir ini apakah Anda merasa bahwa


hubungan cinta Anda, yaitu mencintai dan dicintai, adalah
terpenuhi dan sempurna?
1) Selalu
2) Hampir selalu
3) Kerap kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

24. Dalam bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa, bahwa
apapun juga tidak terjadi seperti Andainginkan?
1) Selalu
2) Amat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

25. Selama bulan terakhir apakah Anda pernah merasa terganggu


oleh rasa tegang atauemosi?
1) Sangat terganggu sekali, sampai saya tidak bisa melakukan
apa-apa
2) Sangat terganggu
3) Cukup terganggu dengan rasa tegang
4) Agak terganggu, cukup untuk diketahui
5) Hanya terganggu sedikit oleh rasa tegang
6) Tidak terganggu sama sekali

26. Dalam bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa bahwa
hidup adalah suatu pengalaman yang amat menarik dan
menakjubkan?
1) Selalu
2) Hampir setiap waktu
3) Cukup sering
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah
27. Selama bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa demikian
sedih sehingga tidak ada sesuatu yang dapat
menyenangkanAnda?
1) Selalu
2) Amat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

28. Dalam bulan terakhir ini apakah Anda pernah berpikir ingin
bunuh diri?
1) Ya, selalu
2) Ya, amat sering.
3) Ya, cukup sering
4) Ya, beberapa kali
5) Ya, pernah sekali
6) Tidak, tidak pernah

29. Selama bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa gelisah,
tidak tenang, atau kurang sabar?
1) Selalu
2) Hampir setiap waktu
3) Cukup sering
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

30. Selama bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa murung
atau merasa cemas karena sesuatu?
1) Selalu
2) Hampir selalu
3) Seringkali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah
31. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa
gembira dan ceria?
1) Selalu
2) Hampi rselalu
3) Sering kali
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

32. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa


bingung, terganggu perasaannya ataugugup?
1) Selalu
2) Amat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

33. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa cemas
atau khawatir?
1) Ya, sampai-sampai saya merasa sakit atau hampir sakit
2) Ya, sangat cemas sekali
3) Ya, cukup cemas
4) Ya, agak cemas, cukup untuk mengganggu saya
5) Ya, sedikit terganggu
6) Tidak, tidak sama sekali

34. Dalam bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa


bahagia?
1) Setiap waktu
2) Hampir setiap waktu
3) Cukup sering
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

35. Selama bulan terakhir ini berapa kali Anda harus mencoba
menenangkan diri?
1) Selalu
2) Sangat sering
3) Agak sering
4) Kadang-kadang
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah

36. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah merasa kurang
bersemangat?
1) Setiap waktu
2) Hampir setiap waktu
3) Cukup sering
4) Kadang-kadang
5) Sekali-kali
6) Tidak pernah

37. Dalam bulan terakhir ini berapa kali Anda merasa segar bugar
pada waktu bangun tidur?
1) Selalu, tiap hari
2) Hampir tiap hari
3) Kebanyakan hari
4) Kadang-kadang, tapi biasanya tidak
5) Hampir tidak pernah
6) Tidak pernah merasa segar pada waktu bangun

38. Selama bulan terakhir ini apakah Anda pernah tertekan atau
merasa berada dalam ketegangan, mengalami stres atau
tekanan?
1) Ya, sampai hampir-hampir tidak tertahan
2) Ya, saya merasa cukup tertekan
3) Ya, agak lebih dari biasa
4) Ya, sedikit tertekan, tapi masih dalam batas normal
5) Ya, sedikit tertekan
6) Tidak, tidak sama sekali
E. Kuesioner Work Engagement
Skala

No Pernyataan

1 2 3 4 5
1 Saya selalu bersemangat untuk pergi
bekerja.
2 Saya bersemangat untuk melakukan
pekerjaan saya setiap hari.
3 Ketika di tempat kerja saya tidak mudah
menyerah meskipun ada halangan dan
kesulitan.
4 Saya dapat bekerja dalam jangka waktu
yang lama pada saat tertentu.
5 Saya memilki ketahanan mental yang
kuat ketika bekerja.
6 Saya merasa bergairah ketika melakukan
pekerjaan saya.
7 Pekerjaan saya merupakan sumber
kebanggaan bagi diri saya.
8 Saya merasa bangga ketika mengerjakan
pekerjaan secara lengkap dan
menyeluruh
9 Saya siap mencurahkan hati dan jiwa
saya pada pekerjaan.
10 saya merasa pekerjaan yang saya
lakukan sangat bermakna dan memiliki
tujuan.
11 Saya memilih fokus ketika sedang .
bekerja.
12 Saya merasa bahagia ketika sedang
sungguh-sungguh dalam bekerja.
13 Saya merasa terikat dengan pekerjaan
saya.
14 Saya merasa waktu cepat berlalu ketika
sedang bekerja.

( Deborah dan Cindy, 2010)


Lampiran 4
SURAT KETERANGAN TIDAK UJI VALIDITAS
Lampiran 5
SURAT KETERANGAN TIDAK UJI RELIABILITAS
Lampiran 6
Hasil Output SPSS

1. Karateristik Responden

A. Jenis kelamin

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Laki-laki 23 22,3 22,3 22,3

Valid Perempuan 80 77,7 77,7 100,0

Total 103 100,0 100,0

B. Ruang Bekerja

Ruangan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

ICU 25 24,3 24,3 24,3

ICCU 22 21,4 21,4 45,6

PICU 24 23,3 23,3 68,9


Valid
NICU 18 17,5 17,5 86,4

HCU 14 13,6 13,6 100,0

Total 103 100,0 100,0

C. Umur
Descriptives
Statistics
Statistic Std. Error
UmurMean 33,66 ,606
Valid 103
N Lower Bound 32,46
Missingfor Mean
95% Confidence Interval 0
Mean Upper Bound 34,86
33,66
Std. 5% Trimmed
Error of MeanMean ,606 33,32
Median
Median 32,00 32,00
Mode
Variance 30 37,874
Std. Deviation 6,154
Umur Std. Deviation 6,154
Variance 37,874
Minimum 24
Range 31
Maximum 55
Minimum 24
Range 31
Maximum 55
SumInterquartile Range 3467
9

Skewness ,798 ,238

Kurtosis ,548 ,472


D. Lama Bekerja

Descriptives
Statistics Statistic Std. Error
Lamaker
Mean 8,31 ,536
Valid 103
N Confidence Interval for Mean Lower Bound
95% 7,25
Missing 0
Mean Upper Bound 8,31
9,37
Std. Error of Mean ,536
5% Trimmed Mean
Median 7,65
8,00
Mode
Median 9
8,00
Std. Deviation 5,438
Variance 29,575
Variance 29,575
Lamaker Std. Deviation
Range 28
5,438
Minimum 2
Minimum
Maximum 30 2
Maximum
Sum 85630
Range 28
Interquartile Range 5
Skewness 2,119 ,238
Kurtosis 5,495 ,472
2. Uji

Normalitas
A. Overtime
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelebihan Waktu Kerja 103 100,0% 0 0,0% 103 100,0%

Tests of Normality
Descriptives
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kelebihan Waktu Kerja ,107 103 ,005 Statistic
,957 Std. Error
103 ,002
MeanCorrection
a. Lilliefors Significance 44,18 ,506
Lower Bound
95% Confidence Interval for 43,18
Upper Bound
Mean 45,19
5% Trimmed Mean
44,34
Median
45,00
Variance
26,348
Kelebihan
Std. Deviation
5,133
Waktu Kerja
Minimum
32
Maximum
53
Range
21
Interquartile Range
8
Skewness
-,477 ,238
Kurtosis
-,609 ,472

B. Kesehatan Mental
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kesehatan Mental 103 100,0% 0 0,0% 103 100,0%

Descriptives
Statistic Std. Error
Kesehatan Mean 169,88 1,846
95% Confidence Interval Lower Bound 166,22
Mental for Mean Upper Bound 173,55
5% Trimmed Mean 170,36
Median 173,00
Variance 351,104
Std. Deviation 18,738
Minimum 121
Maximum 216
Range 95
Interquartile Range 19
Skewness -,470 ,238
Kurtosis ,418 ,472

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kesehatan Mental ,106 103 ,006 ,967 103 ,011
a. Lilliefors Significance Correction
C. Keterlibatan Kerja

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Keterlibatan Kerja 103 100,0% 0 0,0% 103 100,0%

Descriptives
Statistic Std. Error
Keterlibatan Mean 50,95 1,276
95% Confidence Interval Lower Bound 48,42
Kerja Upper Bound
53,48
for Mean
5% Trimmed Mean 51,37
Median 54,00
Variance 167,811
Std. Deviation 12,954
Minimum 21
Maximum 70
Range 49
Interquartile Range 18
Skewness -,637 ,238
Kurtosis -,509 ,472

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Keterlibatan Kerja ,213 103 ,000 ,912 103 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
3. Analisa Bivariat
A. Hubungan Overtime terhadap Kesehatan Mental
Correlations

Kelebihan Waktu Kerja Kesehatan Mental

Kelebihan Waktu Pearson Correlation


1 ,082
Kerja
Sig. (2-tailed)
,409

N
103 103

Kesehatan Mental Pearson Correlation


,082 1

Sig. (2-tailed)
,409

N
103 103

B. Hubungan Overtime terhadap Keterlibatan Kerja

Correlations

Kelebihan Waktu Kerja Keterlibatan Kerja

Kelebihan Waktu Pearson Correlation 1 -,087


Kerja
Sig. (2-tailed) ,381

N 103 103

Keterlibatan Kerja Pearson Correlation -,087 1

Sig. (2-tailed) ,381

N 103 103

Lampiran 7
LEMBAR KONSULTASI
Lampiran 8
SURAT PERMOHONAN IJIN PENELITIAN
Lampiran 9
SURAT PERSETUJUAN IJIN PENELITIAN
Lampiran 10
SURAT IJIN PELAKSANAAN PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai