Anda di halaman 1dari 145

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN BEBAN

KERJA DENGAN TINGKAT STRES PERAWAT KAMAR


BEDAH RSUD A. WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA

DIAJUKAN OLEH

YUDHI SUSANTO

1511308231122

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KALIMANTAN TIMUR

2017
LEMBAR PERSETUJUAN
HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN BEBAN KERJA

DENGAN TINGKAT STRES PERAWAT KAMAR BEDAH

RSUD A. WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

SKRIPSI

DISUSUN OLEH:

YUDHI SUSANTO

1511308231122

Disetujui untuk diujikan

Pada tanggal 27 Oktober 2017

Pembimbing

DR. Hj. Nunung Herlina, S.Kp. M.Pd


NIDN. 8830940017

Mengetahui,
Koordinator Mata Kuliah Skripsi

Faried Rahman Hidayat, Ns., S. Kep.,M.Kes


NIDN. 1112068002

i
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN BEBAN KERJA

DENGAN TINGKAT STRES PERAWAT KAMAR BEDAH RSUD A.

WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

NASKAH SKRIPSI

DISUSUN OLEH:
Yudhi Susanto
1511308231122

Diseminarkan dan Diujikan


Pada tanggal 27 Oktober 2017

Penguji I Penguji II Penguji III

Ns.Linda Dwi Novial Fitri.,M.Kep.,Sp.Kep.Jiwa Ns. Joanggi W Harianto, M.Kep DR. Hj.
Nunung Herlina, S.Kp. M.Pd

NIP. 197311031995052004 NIDN. 11100087901 NIDN. 8830940017

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Ns. Dwi Rahmah Fitriani, M. Kep


NIDN. 1119097601

ii
HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN BEBAN KERJA DENGAN
TINGKAT STRES PERAWAT KAMAR BEDAH RSUD A. WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA

Susanto1, Herlina2

INTISARI

Latar Belakang : Perawat kamar bedah adalah salah satu perawat yang membawa
perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat kamar bedah bertanggung jawab
secara klinis dan berfungsi sebagai scrub nurse (instrumenator) atau perawat sirkulasi.
Perawat kamar bedah memiliki kemahiran dan tanggung jawab dalam melakukan asuhan
keperawatan, baik asuhan keperawatan pre operatif, intra operatif, maupun post operatif.
tugas dan tanggung jawab perawat kamar bedah bukan hal yang ringan untuk dipikul. .
Hal ini menyebabkan ketegangan dan kejenuhan dalam menghadapi pasien, teman
sejawat, tekanan dari pimpinan, selain itu juga perawat harus dituntut tampil sebagai
perawat yang baik oleh pasien, beban kerja yang tinggi dan iklim kerja yang tidak
mendukung. Berdasarkan hasil riset menyatakan bahwa 50,9% perawat Indonesia
mengalami stres kerja sering pusing, lelah, tidak ada istirahat karena beban kerja yang
terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah dan insentif yang tidak memadai. asil studi
pendahuluan didapatkan data di Rumah Sakit Umum A. Wahab Sjahranie Samarinda
terdapat Kamar Bedah terdiri dari 26 kamar operasi dengan jumlah perawat sebanyak 77
orang. Rata-rata jumlah operasi setiap hari sebanyak 55 operasi. Tahun 2015 jumlah
operasi sebanyak 921 pasien (Data Kamar Bedah RSUD AW. Sjahrani Samarinda,
2015). Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap perawat kamar bedah
mengenai stres kerja dari 10 orang di Rumah Sakit Umum Daerah A. Wahab Sjahranie
Samarinda maka didapat hasil 7 orang perawat mengalami stres dengan gejala memiliki
motivasi / semangat rendah, kelelahan fisik, kurang konsentrasi, kejenuhan dan sulit
tidur.. Hasil wawancara juga menemukan bahwa adanya iklim kerja yang tidak
mendukung dengan teman sejawat dimana kurangnya kerjasama antara perawat dan
juga terjadi konflik antara perawat. Berdasarkan fenomena yang terjadi dan uraian
tersebut peneliti tertarik meneliti “Hubungan antara iklim organisasi dan beban kerja
dengan tingkat stres perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
Tujuan Penelitian : untuk mengetahui hubungan antara iklim organisasi dan beban kerja
dengan tingkat stres perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
Metode : Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan desain Deskriptif Korelasional
dengan pendekatan Cross Sectional. Metode pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini dengan cara Total Sampling dengan sampel 92 orang. Pengolahan
dan analisa data menggunakan analisa bivariat dengan uji statistik Chi Square dengan
taraf signifikan α 0,05 dan CI 95 %.
Hasil : Analisis hubungan antara iklim organisasi dengan stress kerja dilakukan dengan
menggunakan rumus Chi Square dengan taraf signifikan α 5% dengan nilai p = 0,000
< α 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan yang signifikan
(bermakna) antara Iklim Organisasi dengan Stres Kerja di Kamar Bedah RSUD. A Wahab
Sjahranie Samarinda.Analisis hubungan antara beban kerja dengan stress kerja
dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Square dengan taraf signifikan α 5%
dengan nilai p = 0,000 < α 0,05 dan nilai X2hitung 56.152 > X2tabel = 7.815, sehingga Ho
ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan yang signifikan (bermakna) antara
Beban Kerja dengan Stres Kerja di Kamar Bedah RSUD. A Wahab Sjahranie Samarinda.
Kesimpulan dan Saran : Ada hubungan antara iklim organisasi dengan tingkat stres
perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda ditunjukkan dengan nilai p
value 0.000. Ada hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres perawat kamar
bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda ditunjukkan dengan nilai p value 0,000.

Kata kunci : iklim organisasi, beban kerja, kamar bedah, tingkat stress.

iii
1 Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

2 Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Correlation between organizational climate and workload of nurse


stress level in surgery room of RSUD AW Syahrani Samarinda

Susanto1, Herlina2

ABSTRACT

Background : The surgery nurse is one of the nurses who brings a unique perspective in
the interdisciplinary team. The surgery nurse is clinically responsible and serves as
a scrub nurse (instrumentator) or circulating nurse.The surgical nurse has the skills and
responsibilities in nursing care, whether preoperative, intraoperative, or post
operative nursing care . the duties and responsibilities of the surgery nurses are not light
to bear. . This causes tension and boredom in the face of patients, peers, pressure from
the leadership, and nurses should also be required to appear as good nurses by patients,
high workload and unfavorable working climate. Based on the results of research states
that 50.9% of Indonesian nurses experience work stress is often dizzy, tired, no rest
because workload is too high and time-consuming, low salaries and incentives are not
adequate. preliminary study was obtained data at General Hospital A. Wahab Sjahranie
Samarinda there is Room of Surgery consists of 26 operating room with number of
nurses counted 77 person. The average number of operations each day is 55
operations. In 2015 the number of operations was 921 patients (Data Room of Surgical
Hospitals AW Sjahrani Samarinda, 2015). Based on interviews conducted by researchers
on nurses operating room about work stress from 10 people at Regional General Hospital
A. Wahab Sjahranie Samarinda 7 results obtained the nurses experiencing stress with
symptoms have low motivation / spirit, physical fatigue, lack of concentration, saturation
and difficult sleep. . Interviews also found that there was an unfavorable working climate
with peers where there was a lack of cooperation between nurses and conflicts between
nurses. Based on the phenomenon that occurs and the description of researchers
interested in researching "The relationship between organizational climate and workload
with stress levels nurses operating room RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Research Purpose : to know relation between organizational climate and work load with
stress level nurse surgery room of RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Result : Analysis of correlation between organizational climate with work stress is done
by using Chi Square formula with significant level α 5% with value p = 0,000 <α 0,05, so
Ho is rejected and Ha accepted which means there is significant relation (meaning)
between Climate Organization with Working Stress in RSUD Surgeon Room. A Wa hab
Sjahranie Samarinda.Analisis relationship between workload with stress work done
using Chi Square formula with a 5% significance level α with p = 0.000 <α 0,05 and
X2 count value 56 152> X 2 table = 7815, so that Ho ditola k and Ha accepted which means
there is a significant relationship (meaningful) between Workload with Working Stress in
RSUD Surgeon Room. A Wahab Sjahranie Samarinda.

Conclusions and recommendations : There is an association between organizational


climate stress levels Hospital operating room nurse Sjahranie Samarinda A.
Wahab indicated with p value 0.000. There is an associationbetween workload with

iv
stress levels Hospital operating room nurse Sjahranie Samarinda A. Wahab showed
with p value of 0.000.

1 Nursing students of Health Faculty East Kalimantan Muhammadiyah University


2 Lecturer in Nursing of Health Faculty East Kalimantan Muhammadiyah University

v
HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN BEBAN
KERJA DENGAN TINGKAT STRES PERAWAT KAMAR
BEDAH RSUD A. WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA

DIAJUKAN OLEH

YUDHI SUSANTO

1511308231122

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KALIMANTAN TIMUR

2017

vi
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Halaman Judul…………………………………………………………. i

Halaman Pernyataan Keaslian Penelitian..…………………………… ii

Halaman Persetujuan. …………………………………………………..iii

Halaman Pengesahan…………………………………………………...iv

Motto...……………………….……………………………………………..v

Kata Pengantar…………….……………………………………………. vi

Daftar Isi …………………….…………………………………….…......viii

Daftar Tabel…......................................................................................x

Daftar Gambar......................................................................................xi

Daftar Lampiran………………………………………………………….xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………..1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………7

C. Tujuan Penelitian…………………………….…………………..7

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………8

E. Keaslian Penelitian ……………………………………………...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka………………………………………………… 11

B. Penelitian Terkait ………………………....…………………….53

C. Kerangka Teori Penelitian ……………………………………..55

D. Kerangka Konsep Penelitian ………………………………….57

E. Hipotesis Penelitian…………....………………………………..57

vii
BAB III METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian ………………………………………….57

2. Populasi dan Sampel.…………………………………………..59

3. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………...60

4. Definisi Operasional…………..………………………………...61

5. Instrumen Penelitian…………………………………………....62

6. Uji Validitas dan Reliabilitas……………………………………64

7. Teknik Pengumpulan Data……………………………………..67

8. Teknik Analisis Data ……………………………………………67

9. Etika Penelitian ………………………………………………....70

10. Jalannya Penelitian……………………………………………..73

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Analisa Data….....………………………………………....75

B. Pembahasan……………………………………..……………...84

C. Keterbatasan Penelitian……………………...……………….102

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………….....……………………..103

B. Saran……………………………………………..………………104

DAFTAR PUSTAKA…...………………………………………………...107
LAMPIRAN – LAMPIRAN………………..…………………………….133
BIODATA PENELITI………………………………..…………………..134

viii
THE

“Dalam hidup ini kita harus selalu berinovasi, janganlah hanya

melakukan apa yang kita bisa kerjakan, tetapi cobalah berani

melakukan apa yang belum bisa kita kerjakan.

Maka dengan demikian kita akan berkembang dan berinovasi, karena

hidup ini adalah suatu proses pembelajaran yang bertahap“.

“Mengakui kekurangan diri adalah untuk mencapai cita-cita, dan

berusaha

terus untuk mengisi kekurangan adalah keberanian yang luar biasa”

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan

antara iklim organisasi dan beban kerja dengan tingkat stres perawat kamar

bedah RSUD a. Wahab Sjahranie, Samarinda” ini bisa selesai.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mengalami kesulitan dan

hambatan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman

yang peneliti miliki. Namun berkat bimbingan, pengarahan dan bantuan dari

berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat peneliti selesaikan dan hadir di tengah-

tengah kita sekarang. Atas bimbingan, pengarahan dan bantuan yang telah

diberikan, maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ghozali MH., M.Kes selaku direktur Universitas Muhammmadiyah

Kalimantan Timur

2. Ibu Ns. Dwi Rahmah Fitriani, M.Kep. selaku Prodi Keperawatan.

3. Ibu Hj. Nunung Herlina, S.Kp. M.Pd selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan waktu untuk membimbing peneliti dengan sabar dalam

proposal skripsi .

4. Para Dosen, Staf Pendidikan, serta karyawan Universitas

Muhammadiyah Kalimantan Timur .

5. Istri dan Anak yang selalu memberi cinta dan dukungan yang tak

terhingga

6. Ayah,Ibu keluarga tercinta,kekasih hati, sahabat-sahabat yang selalu

setia, yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu mendukung

baik secara moril, materi, maupun spiritual yang tak terhingga harganya.

x
7. Semua pihak yang terkait dalam membantu penyelesaian skripsi ini yang

tidak bisa disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh

karena itu peneliti mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun demi penyempurnaan penelitian di masa yang akan datang.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat peningkatan pengetahuan

mahasiswa keperawatan pada lingkup institusi pendidikan keperawatan dan bagi

penelitian.

Samarinda, 28 Oktober 2017

Peneliti

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat kamar bedah adalah salah satu perawat yang

membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat kamar

bedah bertanggung jawab secara klinis dan berfungsi sebagai scrub

nurse (instrumenator) atau perawat sirkulasi. Perawat kamar bedah

memiliki kemahiran dan tanggung jawab dalam melakukan asuhan

keperawatan, baik asuhan keperawatan pre operatif, intra operatif,

maupun post operatif (Kemenkes, 2010).

Tugas dan tanggung jawab perawat kamar bedah bukan hal

yang ringan untuk dipikul. Perawat kamar bedah bertanggung jawab

menyediakan fasilitas sebelum pembedahan dan mengelola paket alat

pembedahan selama tindakan pembedahan berlangsung, administrasi

dan dokumentasi semua aktivitas atau tindakan keperawatan selama

pembedahan dan kelengkapan dokumen medik. Hal ini menyebabkan

ketegangan dan kejenuhan dalam menghadapi pasien, teman

sejawat, tekanan dari pimpinan, selain itu juga perawat harus dituntut

tampil sebagai perawat yang baik oleh pasien, Berbagai situasi dan

tuntutan kerja yang di alami perawat dapat menjadi sumber potensial

stres kerja. (Hipkabi, 2012).

Kemampuan individu dalam mengambil sikap dan keputusan

dapat menyebabkan stres kerja. Faktor penyebab yang dominan stres

1
kerja perawat disebabkan kondisi yang dihadapi perawat

sehari-hari, baik dalam hal pekerjaan ataupun dalam kehidupannya

sehari-hari. Penelitian dari National Institute for Occupational Safety

and Health (NIOSH) menetapkan perawat sebagai profesi berisiko

sangat tinggi terhadap stres. Hal tersebut disebabkan oleh karena

perawat memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyelamatkan

nyawa pasien (Basuki dalam Widodo, 2010).

Banyak studi mengenai stres kerja perawat terutama pada

pelayanan klinis, stres kerja dapat terjadi karena beban kerja yang

tinggi, peran ambiguitas perawat, konflik dengan dokter dan teman

sejawat lainnya, kekurangan jumlah perawat, terlalu sering lembur,

kurang kesempatan mendapat pelatihan atau pendidikan yang

berkelanjutan, menghadapi pasien yang sekarat dan kematian, dan

perencanaan dalam karir dan prestasi (Evan, 2002 ; Mac Vicar 2003,

Parikh et al, 2004 dalam Azizpour, 2013).

Stres kerja perawat kamar bedah disebabkan mendapat

tekanan waktu dan pengalaman tinggi dalam melaksanakan prosedur

yang kompleks dan harus memiliki kompetensi dan menguasai

teknologi baru. Perawat harus memiliki memori, kognitif, dan skill yang

tinggi. Perawat dituntut agar meningkatkan kemampuannya dan jika

kemampuan tersebut terus menerus dipergunakan maka dapat

menyebabkan stres (Arora et al, 2010).

Lingkungan kerja di kamar bedah adalah bagian khusus dari

rumah sakit yang digunakan untuk melakukan pembedahan secara

2
elektif dan emergensi, karena kondisi lingkungan kamar bedah rentan

terhadap paparan patogen dari darah, ekskresi saluran cerna,

genetalia, feses, bekas muntahan, cairan parenteral, selaput lendir

dan kulit yang terluka cairan lain yang mungkin menularkan penyakit

semua darah dan cairan darah manusia yang ditangani seolah-olah

diketahui menularkan HIV (Human Immunodeficiency Virus), VHB

(Virus Hepatitis B), TB (Tubercle Bacillus) paru dan patogen lain, oleh

karena itu, perawat kamar bedah mempunyai kewajiban untuk

memperlakukan pasien dengan aman dan nyaman. Prinsip asuhan

keperawatan di kamar operasi harus asepsis bedah (Kemenkes,

2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab tingginya stres

perawat kamar bedah takut atau cemas karena terinfeksi oleh pasien

HIV dan hepatitis rerata 3,2 dan 58%. Hal tersebut disebabkan

kontaminasi dengan cairan ekskresi dari pasien, darah, luka dari jarum

suntik, beban kerja yang tinggi dan iklim kerja yang tidak mendukung.

(Azizpour et al, 2013)

Waktu pembedahan menjadi salah satu stresor perawat kamar

bedah, hal ini disebabkan jenis operasi yang dilakukan, jenis operasi

mayor lebih lama dari pada operasi minor, operasi sering

menggunakan laparaskopi lebih lama karena lapangan operasi yang

sempit dan perlu berhati-hati dalam melakukannya karena

pembedahan ini dapat memotong atau menjepit jaringan di sekitarnya.

Operasi dengan laparatomi atau membuka lebar area insisi rongga

3
tubuh sehingga dapat memperlama waktu operasi (Boradero, et al.,

2009). Perawat kamar bedah bekerja dalam waktu pembedahan yang

lama merupakan faktor yang menyebabkan kelelahan dan ketegangan

(Kingdon, et al, 2007). Salah satu pekerjaan perawat kamar bedah

adalah bekerja berdiri selama melakukan pembedahan, perawat dapat

bekerja dengan berdiri selama 8 jam tanpa istirahat, hal tersebut dapat

menyebabkan varises (McCulloc, 2005).

Hubungan dengan dokter dan teman sejawat adalah salah satu

stresor kerja. Hasil penelitian mengungkapkan personil kamar bedah

mengalami stres kerja dalam kategori tinggi, karena ada hubungan

yang signifikan antara stres kerja dengan hubungan kerja perawat

dengan dokter dan teman sejawat lainnya, hal ini disebabkan konflik

dengan rekan kerja yang tidak tepat menyebabkan komunikasi dan

kolaborasi tidak terjalin baik dan pada gilirannya mengarah perawat

kurang mendapat dukungan mental dan sosial dari rekan sejawat

(Maria dan Sullivan, 1978 dalam Azizpour, 2013) Perilaku agresif

dokter menjadi faktor terbesar stres perawat kamar bedah, hal ini

disebabkan oleh karena ketidakmampuan perawat memenuhi

kebutuhan yang diperlukan dokter bedah, perawat kurang kompeten

dalam melakukan tugasnya dan tidak mempersiapkan operasi dengan

baik (Skjorshammer, 2003 dalam Berland,et al., 2007). Perilaku buruk

dokter bedah kepada perawat kamar bedah yang paling sering terjadi

dapat memberi efek negatif kepada kedua profesi, dapat

menyebabkan stres, frustasi, konsentrasi menurun, komunikasi dan

4
pertukaran informasi terganggu di tempat kerja (Rosenstein &

O’Daniel dalam Berland et al, 2007). Dan hal ini dapat menjadi konflik

antara profesi, terutama dokter dan perawat (Mc Vicar, 2003 dalam

Berland et al, 2007).

Beban kerja yang tinggi pada perawat kamar bedah secara

terus menerus karena mendapatkan tekanan yang tinggi dari

pekerjaan dapat menyebabkan stres secara fisik, emosi, sosial,

psikologis, perubahan spritual. Respon stres fisik yang terjadi secara

berulang dapat menyebabkan ketegangan dan kelelahan. Respon

yang terjadi secara psikologi dapat menyebabkan kecemasan,

depresi, ketakutan, marah. Hal tersebut diatas dapat menimbulkan

perilaku negatif seperti konsumsi alkohol, merokok, absensi

permusuhan dan agresi perilaku ini akhirnya menurunkan

produktivitas dan efisiensi secara signifikan dapat menghambat upaya

keselamatan pasien dan efektifitas dari organisasi (Kingdon et.al,

2007).

Berdasarkan hasil riset menyatakan bahwa 50,9% perawat

Indonesia mengalami stres kerja sering pusing, lelah, tidak ada

istirahat karena beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji

rendah dan insentif yang tidak memadai (Persatuan Perawat Nasional

Indonesia, 2006, dalam Widodo, 2010).

Hasil studi pendahuluan didapatkan data di Rumah Sakit

Umum A. Wahab Sjahranie Samarinda terdapat Kamar Bedah terdiri

dari 26 kamar operasi dengan jumlah perawat sebanyak 77 orang.

5
Rata-rata jumlah operasi setiap hari sebanyak 55 operasi. Tahun 2015

jumlah operasi sebanyak 921 pasien (Data Kamar Bedah RSUD AW.

Sjahrani Samarinda, 2015).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap

perawat kamar bedah mengenai stres kerja dari 10 orang di Rumah

Sakit Umum Daerah A. Wahab Sjahranie Samarinda maka didapat

hasil 7 orang perawat mengalami stres dengan gejala memiliki

motivasi / semangat rendah, kelelahan fisik, kurang konsentrasi,

kejenuhan dan sulit tidur. Penyebab stres perawat yaitu beban kerja

yang tinggi yang dinyatakan bahwa perawat merasa pekerjaan terlalu

banyak yang harus diselesaikan tidak sebanding dengan jumlah

perawat yang ada, jadwal operasi yang padat dan pekerjaan operasi

yang kadang-kadang banyak memerlukan waktu. Hasil wawancara

juga menemukan bahwa adanya iklim kerja yang tidak mendukung

dengan teman sejawat dimana kurangnya kerjasama antara perawat

dan juga terjadi konflik antara perawat.

Berdasarkan fenomena yang terjadi dan uraian tersebut

peneliti tertarik meneliti “Hubungan antara iklim organisasi dan beban

kerja dengan tingkat stres perawat kamar bedah RSUD A. Wahab

Sjahranie Samarinda.

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

yang menjadi rumusan masalah adalah Bagaimana Hubungan

Antara iklim Organisasi dan Beban Kerja Dengan Tingkat Stres

Perawat Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan antara iklim organisasi dan beban kerja dengan tingkat

stres perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik perawat di Kamar Bedah RSUD.

A. Wahab Sjahranie Samarinda

b. Mengidentifikasi gambaran iklim organisasi perawat kamar

bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

c. Mengidentifikasi gambaran beban kerja perawat kamar bedah

RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

d. Mengidentifikasi gambaran tingkat stres perawat kamar bedah

RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

e. Menganalisis hubungan antara iklim organisasi dengan tingkat

stres perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie

Samarinda

f. Menganalisis hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres

perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

7
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD A Wahab Sjahranie Samarinda

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan evaluasi tentang

kondisi perawat kamar bedah yang terkait dengan masalah iklim

organisasi dan beban kerja sehingga dapat diambil kebijakan atau

langkah-langkah yang dapat mengatasi permasalahan yang ada

khususnya stres kerja perawat.

2. Bagi Perawat Kamar Bedah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi

perawat kamar bedah untuk mengidentifikasi permasalahan yang

ada dengan memperhatikan beban kerja dan iklim kerja di kamar

bedah.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat menjadi bahan untuk menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan tentang stres kerja perawat yang

dihubungkan iklim organisasia dan beban kerja.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lilis

(2007) dengan judul penelitian hubungan beban kerja dengan

stres kerja perawat di tiap ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional terhadap

30 orang perawat di tiap ruangan rawat inap. Analisis yang

digunakan adalah Anova. Hasil penelitian menunjukkan terdapat

8
hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja di

tipa ruangan rawat inap dengan nilai p value 0,002.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan Lilis adalah

variabel bebas yang diambil adalah beban kerja dan variabel

terikat yang diambil adalah stres kerja. Perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan adalah variabel bebasnya hanya beban

kerja sedangkan penelitian ini ditambah dengan iklim organisasi,

perbedaan lainnya adalah tempat penelitian dimana penelitian

yang dilakukan oleh Lilis dilakukan di ruang rawat inap sedangkan

penelitian ini dilakukan di kamar bedah. Teknik analisa data yang

digunakan adalah Anova sementara penelitian ini menggunakan

chi square.

2. Suryaningrum (2015) dengan judul penelitian pengaruh beban

kerja dan iklim organisasi terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dikategorikan sebagai

penelitian Survey dan instrumen penelitian adalah kuesioner.

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat RS PKU

Muhammadiyah sebanyak 230 perawat. Teknik pengambilan

sampel dengan cara Simple Random Sampling. Sampel yang

diambil dalam penelitian ini sebanyak 175 perawat. Alat ukur

terbukti valid dan reliabel untuk instrumen penelitian. Analisis

regresi berganda digunakan untuk uji hipotesis penelitian ini.

Hasil penelitian menemukan bahwa: (1) beban kerja

berpengaruh positif terhadap stres kerja perawat RS PKU

9
Muhammadiyah sebesar (P) 0,165 (*p<0,05; p=0,033), dengan

AR2 beban kerja terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah sebesar 0,026*. (2) iklim organisasi berpengaruh

negatif terhadap stres kerja perawat RS PKU Muhammadiyah

sebesar (p)-0,144 (*p<0,05; p=0,027), dengan AR2 iklim organisasi

terhadap stres kerja perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

sebesar 0,021**. (3) beban kerja (P) 0,167 (*p<0.05; p=0,030) dan

dukungan sosial (P) -0,147 (*p<0.05; p=0,045) secara simultan

berpengaruh dan signifikan terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta, dengan AR2 beban kerja dan iklim

organisasi terhadap stres kerja perawat RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta sebesar 0,021**.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan

Suryaningrum adalah variabel bebas yang diambil adalah beban

kerja dan iklim organisasi sedangkan variabel terikat yang diambil

adalah stres kerja. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan

pada penelitian pada teknik analisa data yang digunakan pada

penelitian Tri Suryaningrum adalah Analisis Regresi Berganda

sedangkan penelitian ini teknik analisa data yang digunakan

adalah chi square.

10
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Iklim Organisasi

1. Pengertian tentang Iklim Organisasi

Organisasi yang dipandang sebagai suatu sistem sosial,

dalam perjalanannya selalu dipengaruhi oleh lingkungannya, baik

internal maupun eksternal. Davis dan Newstorm (1996)

mengemukakan bahwa iklim organisasi adalah “Lingkungan

manusia di dalam, dimana para anggota organisasi melakukan

pekerjaan mereka”. Dalam kaitan ini jelas dimaksudkan bahwa

iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan

yang ada atau dihadapi oleh manusia yang berada di dalam suatu

organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan

tugas-tugas keorganisasiannya.

Menurut Litwin dan R.A. Stringer (dalam Wirawan, 2007)

bahwa “Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal

organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh

anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat

dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat

organisasi”.

Davis dan Newstorm (1996) mengemukakan pengertian

iklim organisasi sebagai “The human environment within an


organization’s employees do their work”. Pernyataan Davis

tersebut mengandung arti bahwa iklim organisasi itu adalah yang

menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh

manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan

pekerjaannya.

Sedangkan menurut Davis dan Newstorm (1996) bahwa

“Iklim organisasi merupakan sebuah konsep yang

menggambarkan suasana internal lingkungan organisasi yang

dirasakan oleh anggotanya selama beraktivitas dalam rangka

tercapainya tujuan organisasi. Davis dan Newstorm (1996)

memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah

organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang

mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam

memandang organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim

organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik

organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan

organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing

anggota dalam memandang organisasi.

Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim ada dan

dapat dirasakan. Iklim dipengaruhi oleh hampir semua hal yang

terjadi dalam suatu organisasi. Jika sebuah organisasi ingin

berhasil dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya secara utuh

dan sempurna, maka dibutuhkan individu-individu yang handal

sebagai sumber daya yang akan memegang kendali tali

12
organisasi. Agar sumber daya manusia di dalam organisasi dapat

bekerja secara optimal dan memiliki loyalitas yang tinggi, maka

organisasi harus dapat menciptakan iklim yang baik dan

menyenangkan, sehingga sumber daya manusia yang telah

terbentuk kualitasnya dapat terus dipertahankan dan mereka

memiliki prestasi kerja yang tinggi.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Stringer (2012) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor

yang mempengaruhi terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu

lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan

organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini

sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah

iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor

tersebut.

Praktik Kepemimpinan Pengaturan Organisasi

Struktur Organisasi Iklim Organisasi Sejarah Organisasi

Lingkungan Eksternal

Sumber: Stringer (2012)

Gambar 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

a. Lingkungan Eksternal. Industri atau bisnis yang sama

mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim

organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama,

demikian juga dengan iklim organisasi pemerintah, sekolah

13
dasar, atau perusahaan industri minyak kelapa sawit di

Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan

faktor umum tersebut disebabkan pengaruh lingkungan

eksternal organisasi.

b. Strategi Organisasi. Kinerja suatu perusahaan bergantung

pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi

yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan

yang diperlukan oleh strategi, dan faktor-faktor lingkungan

penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda

menimbulkan pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi

mempengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung.

c. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai

pengaruh paling kuat terhadap iklim organisasi. Menurut

Stringer (2012), banyak sekolah menengah di Amerika Serikat

yang menjadi contoh baik bagaimana pengaturan organisasi

menentukan iklim organisasi.

d. Kekuatan Sejarah. Semakin tua umur suatu organisasi

semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh

tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang membentuk

harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh

terhadap iklim organisasinya.

e. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim

organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan.

Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya

14
kinerja.

3. Dimensi Iklim Organisasi

Stringer (2012) berpendapat bahwa karakteristik atau

dimensi iklim organisasi mempengaruhi motivasi anggota

organisasi untuk berperilaku tertentu, oleh karena itu, iklim

organisasi dapat dilukiskan dan diukur dalam pengertian dimensi

tersebut. Ia mengatakan bahwa untuk mengukur iklim organisasi

terdapat enam dimensi yang diperlukan, yaitu sebagai berikut :

a. Struktur. Struktur organisasi merefleksikan perasaan dalam

organisasi secara baik dan mempunyai peran dan tanggung

jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi

jika anggota organisasi merasa pekerjaan mereka didefenisikan

secara baik. Struktur rendah jika mereka merasa tidak ada

kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan

mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

b. Standar-standar. Standar-standar dalam suatu organisasi

mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan

derajat kebanggaan yang dimiliki oleh anggota organisasi

dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar-standar

tinggi artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan

untuk meningkatkan kinerja. Standar-standar rendah

merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja.

c. Tanggung jawab. Tanggung jawab merefleksikan perasaan

karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak

15
memerlukan keputusannya dilegimitasi oleh anggota organisasi

lainnya. Tanggung jawab tinggi menunjukkan bahwa anggota

organisasi merasa didorong untuk memecahkan problemnya

sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukkan bahwa

pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru

tidak diharapkan.

d. Penghargaan. Penghargaan mengindikasikan bahwa anggota

organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan

tugas secara baik. Penghargaan merupakan ukuran

penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas

penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai

kinerja berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik.

Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan

baik diberi imbalan secara tidak konsisten.

e. Dukungan. Dukungan merefleksikan perasaan percaya dan

saling mendukung yang terus berlangsung di antara anggota

kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota organisasi

merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik

dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika

mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan

rendah, anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih

sendiri

f. Komitmen. Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota

terhadap organisasinya dan derajat kesetiaan terhadap

16
pencapaian tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat

berisolasi dengan kesetiaan personal. Level rendah komitmen

artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi dan

tujuannya.

Menurut Stringer, iklim organisasi suatu perusahaan dapat

diukur berdasarkan keenam dimensi tersebut. Dengan mengukur

keenam dimensi dari iklim organisasi suatu perusahaan, dapat

digambarkan profil iklim organisasi perusahaan tersebut.

Sementara Steve Kelneer dalam Lila (2007) menyebutkan

enam dimensi iklim organisasi sebagai berikut :

a. Flexibility conformity. Flexibility conformity merupakan kondisi

organisasi yang untuk memberikan keleluasaan bertindak bagi

karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-

tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang

ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada.

Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai

pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang

kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

b. Responsibility. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan

mengenai pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan

rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka

terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

c. Standard. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi

dimana manajemen memberikan perhatian kepada

17
pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan

serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang

sesuai atau kurang baik.

d. Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang

penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.

e. Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka

mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan

dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.

f. Tema commitment. Berkaitan dengan perasaan karyawan

mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan

kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.

B. Stres Kerja

1. Pengertian Stres kerja

Anoraga (2001), menyatakan bahwa stres kerja adalah

suatu bentuk tanggapan baik fisik maupun mental terhadap suatu

perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan

mengakibatkan dirinya terancam. Stres kerja yang dikemukakan

oleh Looker dan Gregson (2005) merupakan sebuah keadaan

yang dialami ketika ada sebuah ketidaksesuaian atau

ketimpangan antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan

kemampuan untuk mengatasinya. Mendelson dalam Tarwaka, dkk

(2004) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu ketidakmampuan

tenaga kerja untuk menghadapi tuntutan tugas dengan akibat

suatu ketidaknyamanan dalam bekerja. Sementara Siagian (2014)

18
mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi ketegangan yang

berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik

seseorang. Stres mengakibatkan seseorang mengalami kelelahan

kerja yang kemudian berlanjut pada kelelahan emosionalnya dan

akan berpengaruh pada kelelahan secara fisik. Perawat yang

mengalami stres kerja akan menampakkan diri pada berbagai

perilaku yang tidak normal seperti gugup, tegang, selalu cemas,

gangguan pencernaan, dan tekanan darah tinggi. Pengaruh

gejala-gejala tersebut dapat terlihat pada kondisi mental tertentu

seperti sukar tidur, sikap tidak bersahabat, putus asa, mudah

marah, sukar mengendalikan emosi dan bersifat agresif (Siagian,

2014). Dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah suatu bentuk

tanggapan baik fisik maupun mental seseorang saat dihadapkan

dengan keadaan yang tidak sesuai antara tuntutan dengan

kemampuan untuk mengatasinya.

2. Indikator Stres kerja

Indikator stres kerja menurut Terry dan John dalam

Salmawati (2014) dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:

a. Gejala psikologis seperti bingung, cemas, tegang, sensitif,

mudah marah, bosan, tidak puas, tertekan, memendam

perasaaan, tidak konsentrasi, dan komunikasi tidak efektif.

Perawat yang mengalami stres kerja menjadi Nervous dan

merasakan kekuatiran kronis. Mereka sering menjadi marah-

marah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan sikap

19
yang tidak kooperatif (Hasibuan, 2006).

b. Gejala fisik seperti meningkatnya detak jantung dan tekanan

darah, meningkatnya eksresi adrenalin, dan non adrenalin,

gangguan lambung, gangguan pernapasan, gangguan

kardiovaskuler, kepala pusing, Migraine, berkeringat, dan

mudah lelah fisik. Perawat sering mengalami gangguan

pencernaan juga sakit lambung diakibatkan makan yang tidak

teratur.

c. Gejala perilaku pada stres kerja seperti prestasi dan

produktivitas kerja menurun, menghindari pekerjaan, agresif,

kehilangan nafsu makan, meningkat penggunaan minuman

keras, bahkan perilaku sabotase (Zulfan, 2012). Perawat yang

mengalami stres kerja akan rentan berbuat kesalahan,

mengalami kecelakaan kerja, masalah kesehatan dan

cenderung menyendiri.

2. Penyebab Stres kerja

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak

berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit,

tidak saja datang dari satu macam pembangkit stres saja tetapi

dari beberapa pembangkit stres. Karena sebagian besar waktu

manusia bekerja, maka lingkungan pekerjaan mempunyai

pengaruh yang besar sebagai sumber stres bagi para pekerja.

Penyebab stres sering terjadi pada petugas kesehatan

meliputi kerja shift, jam kerja yang panjang, peran yang ambigu

20
dan konflik peran, dan terpaparnya petugas kesehatan terhadap

infeksi dan substansi bahaya lainnya yang ada di rumah sakit.

Beberapa penelitian tentang stres kerja terhadap perawat juga

telah dilakukan berhubungan dengan beban kerja berlebih (work

overload), tuntutan waktu pengerjaan tugas yang cepat, tidak

adanya dukungan sosial dalam bekerja (khususnya dari

supervisor, kepala perawat dan managerial keperawatan yang

lebih tinggi), terpapar penyakit infeksi, tertusuk jarum dan

berhubungan dengan pasien sulit atau kondisi sulit pasien yang

serius (NIOSH, 2008)

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan stres kerja

perawat dalam pelaksanaan tugasnya. Gray-Toft dan Anderson

(1981) dalam Rosnawati et al (2010) mengidentifikasi 7 sumber

stres pada perawat yang bekerja di rumah sakit yaitu : (1)

menghadapi kematian, (2) konflik dengan dokter, (3) persiapan

yang tidak memadai untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan

emosional pasien dan keluarganya, (4) kurangnya dukungan

terhadap staf, (5) konflik dengan perawat yang lain dan

supervisor, (6) beban kerja berlebihan, (7) ketentuan pengobatan

Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja

menurut Greenberg (2002) meliputi kombinasi dari : (1) faktor

pekerjaan yang bersumber pada pekerjaan, (2) faktor stres kerja

yang bersumber pada karakteristik individu dan (3) faktor stres

kerja yang bersumber di luar organisasi. Faktor-faktor penyebab

21
stres tersebut terdiri beberapa bagian yang dapat bercermin dalan

cara berfikir dan perilaku individu yang mengalami stres tersebut.

a. Faktor pekerjaan yang bersumber pada pekerjaan

Antara lain : (a) Sumber intrinsik pada pekerjaan, (b)

Peran dalam organisasi, (c) Perkembangan karir, (d)

Hubungan relasi di tempat kerja, (e) Pengawasan atasan

1) Sumber intrinsik pada pekerjaan

Termasuk dalam kategori ini adalah tuntutan fisik

dan tuntutan tugas (Munandar, 2001). Tuntutan fisik

meliputi kondisi fisik pekerjaan seperti bising, vibrasi dan

hygiene. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup : beban

kerja, kondisi kerja yang sedikit menggunakan aktifitas

fisik, waktu kerja yang menekan, dan risiko dan bahaya

pekerjaan. Penelitian mengenai beban kerja terhadap

stres kerja menunjukan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara beban kerja dengan stres kerja di seluruh

ruang rawat inap RSUD Sidikalang (Prihatini 2007)

Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit

merupakan pembangkit stres. Beban kerja dapat

dibedakan lebih lanjut dalam beban kerja berlebih/ terlalu

banyak / terlalu sedikit diberikan kepada tenaga kerja

untuk diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Beban

kerja berlebih / terlalu sedikit secara kualitatif, yaitu jika

orang tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau

22
tugas tidak menggunakan keterampilan dan/atau potensi

dari tenaga kerja. Selain itu beban kerja berlebih

kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan

untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak,

yang merupakan sumber tambahan dari stres (Munandar,

2001).

Faktor yang berpengaruh terhadap sumber intrinsik

pekerjaan lain meliputi rutinitas kerja dan suasana iklin

kerja/organisasi (Robbin dalam Rahmaniaty 2010). Dalam

penelitiannya mengenai perbedaan persepsi stres kerja

perawat dengan setting kerja ICU dan ruang rawat biasa,

Ling et al (2005) mengidentifikasi faktor penyebab

terjadinya stres kerja di ruangan ICU meliputi prodesur

yang dilakukan secara rutin di ruangan ICU, kurangnya

motivasi perawat dan kurangnya staff perawat yang

kompeten dan tantangan pasien dengan kondisi

emergensi dan kasus pasien dengan henti jantung paru.

Hal tersebut sejalan dengan bukti penelitian Hudak &

Gallo (2010) yang mengidentifikasi faktor penyebab

terjadinya stres kerja di ruangan ICU salah satunya akibat

kejenuhan. Sebab kejenuhan antara lain : pekerjaan rutin

yang diulang-ulang, setiap langkah harus ditulis,

perpindahan perawat dari tempat lain, situasi krisis akut

yang sering terjadi dan lain-lain.

23
Berdasarkan hasil penelitian juga mengindikasikan

bahwa ruangan ICU merupakan lingkungan kerja atau

iklim organisasi yang penuh sumber stres bagi perawat,

dimana perawat bekerja di ruangan dengan kondisi stres

yang tinggi (White & Tonkin, 1991; Stechmiller & Yarandi,

1992; Goodfellow, 1996 dalam Ling, 2005). Hal tersebut

dipersiapkan oleh karena tanggung jawab yang besar

perawat terhadap perawatan pasien. Perawat ICU

dihadapkan tidak hanya pada kondisi pasien yang kritis

tetapi kebutuhan teknik perawatan pasien dengan mutu

dan kualitas yang baik. Hal tersebut sering menjadi

masalah bagi perawat ICU dan menjadi penyebab

terjadinya burnout diantara perawat ICU.

2) Peran dalam organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan

perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja

mempunyai kelompok tugasnya yang harus ia lakukan

sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan

yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga

kerja tidak selalu berhasil memainkan perannya tanpa

menimbulkan masalah (Munandar, 2001). Kurang baik

berfungsinya (disfunction) peran yang merupakan

pembangkit stres, meliputi peran yang ambigu, konflik

peran, tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-

24
batasan teorganisasi (conflict reorganization boundaries)

baik secara internal maupun eksternal (Greenberg, 2002).

Konflik peran timbul jika pekerja mengalami adanya

(1) pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia

lakukan dan tanggung jawab yang ia miliki, (2) tugas-

tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya,

bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, (3) tuntutan-

tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan,

atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, serta (4)

pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya

sewaktu melakukan tugas pekerjaan (Munandar, 2001).

Peran yang ambigu jika seorang pekerja tidak

memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan

tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-

harapan yang diberikan dengan peran tertentu. Faktor-

faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan peran.

(Winubst & Schabracq, 1996). Menurut Everly dan

Girdano 1980 dalam Munandar (2001) ialah (1)

ketidakjelasan dari sasaran-sasaran (tujuan-tujuan kerja),

(2) kesamaran tentang tanggung jawab, (3) ketidakjelasan

tentang prosedur kerja, (4) kesamaran tentang apa yang

diharapkan orang lain, dan (5) kurang adanya balikan,

atau ketidakpastian tentang unjuk-kerja pekerjaan.

25
3) Perkembangan karir

Terdiri dari promosi ke jenjang yang lebih tinggi

atau penuruan tingkat, tingkat keamanan kerja yang

kurang, ambisi perkembangan karir yang mengalami

hambatan (Greenberg, 2002). Promosi sendiri dapat

merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut

dirasakan sebagai perubahan drastis yang mendadak,

misalnya jika pekerja kurang dipersiapkan untuk promosi.

Pengembangan karir merupakan pembangkit stres

potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan,

promosi yang berlebih dan promosi yang kurang

(Munandar, 2001).

4) Hubungan interpersonal di tempat kerja

Meliputi antara lain kurangnya hubungan

interpersonal dengan pimpinan, tim kerja (dokter, rekan

bekerja, pasien, dan keluarganya) atau dengan bawahan

serta kesulitan dalam mendelegasikan tanggung jawab.

Struktur organisasi yaitu antara lain karena terlalu sedikit

atau bahkan tidak ada partisipasi dalam pembuatan

keputusan/kebijakan, hambatan dalam perilaku, politik di

tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi yang terjadi.

Dalam beberapa literatur mengenai stres kerja pada

perawat, hubungan interpersonal yang buruk (adanya

mengenai stres kerja pada perawat, hubungan

26
interpersonal yang buruk (adanya konflik interpersonal)

merupakan salah satu penyebab terjadinya stres kerja

pada perawat (Ling 2005; NIOSH, 2008; Hudak & Gallo,

2010). Hubungan sosial yang menunjang satu dengan

yang lainnya diharapkan dapat menurunkan resiko

terjadinya stres dalam pekerjaan dan kesehatan yang

lebih baik (Munandar, 2001)

5) Pengawasan atasan

Adanya pengawasan atasan (supervisi) merupakan

hal penting dalam pelaksanaan tugas sesuai tujuan

organisasi. Tidak adanya atau kurangnya kontrol dalam

tugas (supervisi) dari atasan (khususnya pengawasan dari

supervisor, kepala ruangan atau pengawasan dari

manajemen keperawatan yang lebih tinggi) dapat menjadi

salah satu penyebab dan memicu terjadinya stres kerja

bagi perawat (NIOSH, 2008). Snelgrove (1998) dalam

William (2008), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

peningkatan pengawasan atasan (supervisi) dapat

menurunkan tingkat stres perawat dalam melaksanakan

tugas.

b. Faktor stres kerja yang bersumber pada individu

Reaksi-reaksi terhadap stres adalah hasil dari interaksi

situasi dengan individu, mencakup ciri-ciri kepribadian yang

khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap,

27
kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman lalu, keadaan kehidupan

dan kecakapan (antara lain intelegensia, pendidikan,

pelatihan, pembelajaran). Faktor-faktor dalam individu

berfungsi sebagai faktor pengubah antara rangsang dari

lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial

dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan

bagaimana, dalam kenyataannya individu bereaksi terhadap

pembangkit stres potensial. Faktor stres kerja yang bersumber

pada karakteristik individu diantaranya : (a) Tingkat

kecemasan, (b) Toleransi terhadap hal yang

ambiguitas/ketidakjelasan, (c) Pola tingkah laku tipe A

(Greenberg, 2002)

Salah satu faktor stres kerja yang bersumber pada

karakteristik individu meliputi kepribadian type A. Pola tingkah

laku type A digambarkam sebagai orang yang memiliki derajat

dan intensitas yang tinggi untuk ambisi, dorongan untuk

pencapaian (achievement) dan pengakuan (recognition),

kebersaingan (competitiveness) dan keagresifan. Orang type

A memiliki paksaan untuk bekerja berlebih, selalu bergelut

dengan batas waktu, dan sering melantarkan aspek-aspek lain

dari kehidupan seperti keluarganya, kegiatan-kegiatan waktu

luqng dan rekreasi. Sebaliknya pola perilaku type B

digambarkan sebagai type easy-going dan santai. Secara

28
relatif bebas dari rasa mendesak, mereka tidak selalu harus

bekerja dengan waktu (Munandar, 2001)

c. Faktor stres kerja yang bersumber pada individu di luar

organisasi

Kategori pembangkit stres pontesial ini mencakup

segala unsur kehidupan yang dapat berinteraksi dengan

peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu

organisasi, dan dengan demikian memberi tekanan pada

individu. Isu-isu tentang finansial, keyakinan-keyakinan pribadi

dan organisasi yang bertentangan konflik antara tuntunan

pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres

dalam pekerjaan mempunyai dampak negatif pada kehidupan

keluarga dan pribadi (Greenberg, 2002).

Tuntutan peran ganda umumnya perempuan yang

melibatkan diri dalam lingkungan organisasi, yaitu wanita karir

dan ibu rumah tangga sehingga lebih rentan mengalami stres.

Tuntutan pekerjaan, rumah tangga dan ekonomi berpotensi

wanita karir rentan mengalami stres (Anitawidanti, 2010).

Hasul penelitian Indriyani (2009) menyatakan bahwa konflik

pekerjaan-pekerjaan cenderung mengarah pada stres kerja

karena ketika urusan pekerjaan mencampuri kehidupan

keluarga, tekanan seringkali terjadi pada individu untuk

mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan

menyediakan banyak waktu untuk keluarga. Sama halnya

29
dengan konflik keluarga-pekerjaan dapat mengarah pada

stres kerja dikarenakan banyaknya waktu yang dibutuhkan

dalam menangani urusan pekerjaan dan ini merupakan

sumber potensial terjadinya stres kerja.

Menurut National Safety Council (2003) faktor stres

kerja meliputi faktor penyebab organisasi, penyebab individu

dan penyebab lingkungan. Kedua pendapat tersebut memiliki

karakteristik yang sama sebagai faktor pekerjaan yang

bersumber pada pekerjaan dalam pendapat Greenberg.

National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH, 2008) menyebutkan beberapa faktor penyebab stres

kerja meliputi : (1) faktor pekerjaan atau kebutuhan tugas

(beban kerja berlebih, tidak adanya kontrol terhadap tugas

(supervisi), dan peran yang ambigu), (2) faktor organisasi

(hubungan interpersonal yang kurang baik, managemen

organisasi yang tidak adil), (3) faktor ekonomi dan finansial

(konflik tanggung jawab antara pekerjaan dan peran dalam

keluarga), (4) pelatihan dan perkembangan karir (tidak adanya

kesempatan untuk berkembang atau promosi) dan (5)

buruknya iklim organisasi (kurangnya komitmen manajemen,

konflik gaya komunikasi). Selain faktor tersebut diatas, secara

umum faktor penyebab stres kerja pada perawat lainnya

termasuk adanya paparan penyakit infeksi, kecelakaan kerja

akibat jarum suntik, deprivasi tidur akibat kerja shift,

30
kurangnya staff perawat yang kompeten (understaffing) serta

berhadapan dengan kondisi kritis pasien.

Faktor karakteristik individu terdiri dari umur, lama

bekerja, pendidikan, dan status perkawinan. Hasil penelitian

Siboro (2008) menunjukkan terdapat hubungan yang

bermakna antara kondisi kerja dan stres kerja. Begitupun

karakteristik individual masa kerja mempunyai hubungan yang

bermakna dengan stres kerja. Semakin lama masa kerja

semakin stres dalam melakukan pekerjaannya, hal ini terjadi

karena pegawai sudah memiliki masa kerja yang lama dapat

menimbulkan kebosanan dalam bekerja atau pekerjaan yang

monoton yang dilakukan dari tahun ke tahun dapat membuat

bosan dan seacara tidak disadari akan menjadi penyebab

terjadinya stres dalam bekerja.

Faktor karakteristik individu usia, status perkawinan,

dan pendidikan tidak menunjukkan hubungan yang bermakna

dengan stres kerja (Siboro, 2008). Untuk tingkat pendidikan

Anoraga & Suyati (1995) dalam Lannasari (2005) berpendapat

bahwa umumnya seorang yang memiliki tingkat pengetahuan

tinggi akan mempunyai motivasi dan kesempatan berpretasi

kerja yang tinggi. Sedangkan kurangnya motivasi kerja

individu akan menjadi faktor pencetus terjadinya stres dalam

bekerja di ruangan ICU (Ling et al, 2005). Berdasarkan

pembagian usia, kelompok usia dewasa muda merupakan

31
kelompok umur yang secara psikologis masih labil, sedangkan

kelompok usia dewasa tengah merupakan usia produktif yang

sangat stabil dan mantap dalam mengambil keputusan serta

memiliki tanggung jawab yang tinggi sehingga bekerja secara

bersungguh-sungguh. Tingkat produktivitas kerja berbeda

antara usia muda dan usia tua. Pada usia lebih tua sering

terjadi gangguan fisik sehingga dapat menurunkan

produktivitas kerja sedangkan para pekerja yang berusia

muda dapat terjadi tingkat absensi yang tinggi, hal tersebut

bukan karena penyakit tetapi karena sebagian usia muda

tersebut mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan

kerja sehingga dapat menurunkan produktivitas dalam bekerja

(Hodson, 19977).

Faktor lain yang mengakibatkan perawat mengalami

stres kerja di unit perawatan kritis menurut Hudak & Gallo

(2010) meliputi (1) hubungan kurang baik dengan penyelia,

dokter, rekan perawat, pasien, dan keluarga pasien, (2)

perawat menicptakan harapan yang tinggi atas diri mereka

sendiri sebagai cara untuk mempertahankan keseimbangan

emosional, (3) karakteristik, kemandirian dan faktor-faktor

yang berhubungan dengan tingkat pendidikan, tingkat

pengentahuan dan pengalaman terhadap unit perawatan

kritis, (4) kejenuhan, sebab kejenuhan ini antara lain :

pekerjaan rutin yang diulang-ulang, setiap langkah harus

32
ditulis, perpindahan perawat dari tempat lain, situasi krisis akut

yang sering terjadi, bahaya fisik, antara lain karena ancaman

tertusuk jarum sutik, terpapar sinar radiasi, pasien isolasi dan

delirium yang tidak adekuat), mengangkat beban yang terlalu

berat, pasien yang tidak sadar, teman sejawat yang bingung,

bunyi maupun suara yang terus menerus dari alat monitor

maupun dari pasien yang menjerit, menangis atau merintih.

Suara monitor yang mendengung, alarm monitor, suara

gelembung alat penghisap dan mesin respirator dan lain-lain,

terdapat pemajanan ekspresi feses, darah, mukosa dada,

muntahan dan urin. Beberapa pasien yang dilumuri, dibasahi,

dan menghasilkan cairan puluren atau serosa atau drainase

yang mengandung darah. Perawatan yang intensif di ICU dan

ICCU dibandingkan dengan perawatan di ruangan lain

dipersepsikan memiliki beban kerja yang berat oleh perawat

ICU dan ICCU (Dwijayanti, 2010).

4. Jenis Stres

Terdapat dua jenis stres yaitu distres dan eustres. Stres

melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami

sebagai perasaan yang baik atau buruk (Quick dan Quick, 1984) :

a. Eustres (stres yang baik) adalah sesuatu yang positif. Stres

dikatakan berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk

memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain maupun dirinya

sendiri mendapatkan sesuatu yang baik dan berharga. Dengan

33
adanya stres, perawat merasa perlu mengerahkan segala

kemampuannya untuk berprestasi tinggi dan dengan demikian

dapat menghilangkan salah satu sumber stres. Eustres dapat

membantu individu meningkatkan kinerjanya.

b. Distres (stres yang buruk) atau yang bersifat negatif. Distres

dihasilkan dari sesuatu yang buruk, di mana respon yang

digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas

diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman.

Stres kerja dibutuhkan untuk dapat membentuk individu

meningkatkan kinerjanya, namun harus diwaspadai ketika tingkat

stres mencapai titik optimal atau stres tingkat sedang, karena stres

akan meningkat menjadi distres dan dapat mengganggu kinerja.

5. Dampak Stres Kerja

Menurut Lubis (dalam Prihatini, 2007), stres kerja dapat

mengakibatkan hal - hal sebagai berikut: penyakit fisik yang

diinduksikan oleh stres seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,

tukak lambung, ashma, gangguan menstruasi dan lain-lain.

Kecelakaan kerja terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang

tinggi, bekerja bergiliran, absensi kerja, lesu kerja, perawat

kehilangan motivasi dalam bekerja. Gangguan jiwa mulai dari

gangguan ringan sampai ketidakmampuan yang berat. Gangguan

jiwa yang ringan misalnya mudah gugup, tegang, marah-marah,

apatis dan kurang konsentrasi. Gangguan yang lebih jelas lagi

berupa depresi, dan cemas.

34
Stres kerja juga mempunyai dampak terhadap individu dan

organisasi. Menurut Beehr (dalam Prihatini, 2007), stres kerja

berdampak bagi individu yaitu munculnya masalah yang

berhubungan dengan kesehatan, psikologi dan interaksi

interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang mengalami stres

akan mudah terserang penyakit, pada gangguan mental stres

berkepanjangan akan mengakibatkan ketegangan hal ini akan

merusak tubuh dan gangguan kesehatan. Pada gangguan

interpersonal stres akan lebih sensitif terhadap hilangnya percaya

diri, menarik diri dan lain-lain. Dampak terhadap organisasi yaitu

pekerja yang mengalami stres kerja akan berpengaruh pada

kuantitas kerja, kekacauan manajemen dan operasional kerja,

meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang tertunda. Stres

kerja dapat menurunkan kualitas dan kuantitas pelayanan pada

perawat, yang akan berakibat pada penurunan produktivitas

layanan rumah sakit.

6. Alat Ukur Stres Kerja

Terdapat beberapa cara pengukuran stres diantaranya

Physiological measure, merupakan metode pengukuran stres

dengan melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik seperti

perubahan tekanan darah, ketegangan otot-otot bahu, leher, pundak,

denyut nadi dan jantung, berkeringat dan sebagainya. Performance

measure , merupakan metode pengukuran stres dengan melihat atau

mengobservasi perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan

35
seseorang. Biomechanical measure, merupakan metode pengukuran

stres dengan melihat respon biokimia di dalam darah dan urin,

pemeriksaan terhadap sejumlah hormone dapat juga dipakai sebagai

indikator adanya stres, seperti neurohormonal (adrenalin dan

nonadrenalin), kortisol dan sebagainya. Self report measure,

merupakan metode pengukuran stres yang ditujukan untuk

mengetahui keluhan-keluhan subjektif yang dirasakan pekerja

dengan cara wawancara atau kuisioner (Dwijayanti, 2010).

Robbins (2002) menyusun alat ukur stres kerja berdasarkan

indikator stres kerja yaitu yang diukur melalui gejala fisik, gejala

psikologis dan gejala perilaku terdiri dari 16 pertanyaan

menggunakan skala likert. Hasil ukur stres kerja dibagi menjadi 3

katagori yaitu ringan skor 16-32, sedang skor 33-48 dan berat skor

49-64.

Beban Kerja

1. Pengertian

Menurut Hasibuan (2006), Beban kerja diartikan sebagai

upaya merinci komponen dan target volume pekerjaan dalam

satuan waktu dan satuan hasil tertentu. PP Nomor 97 Tahun 2000,

dalam Pitoyo (2008), tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil, pasal

4 ayat (2) huruf c, menyatakan bahwa “Beban kerja adalah

frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka

waktu tertentu, di mana dalam memperkirakan beban kerja dari

organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau

pengalaman.” Sedangkan Marquis & Houston (2008),

36
mendefinisikan beban kerja perawat adalah suatu kegiatan/aktivitas

yang dilakukan seorang perawat selama bertugas, di suatu unit

layanan kesehatan.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapatlah

disimpulkan bahwa beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan

atau aktivitas yang dilakukan oleh perawat berdasarkan

perhitungan dan pengalaman sebelumnya, dalam satuan waktu

tertentu.

2. Komponen Beban Kerja

Menurut Gillies (2006), beban kerja perawat memiliki

komponen, yang meliputi :

a. Jumlah klien perhari, perbulan, pertahun

Mutu pelayanan akan dapat diberikan secara optimal,

apabila ada keseimbangan antara beban kerja, jumlah klien

dan tenaga perawat. Hal ini, sejalan dengan penelitian Ilyas

(2002), yang menunjukkan bahwa untuk melayani klien dan

berapa lama waktu untuk menyelesaikan tugas, dapat diketahui

melalui jumlah klien. Jumlah klien ini akan menentukan

besarnya beban kerja perawat. Menurut Smith & Brachen et al,

dalam Kawonal (2006), Perubahan beban kerja terjadi di rumah

sakit secara dinamis dan kontinyu, yang dipengaruhi oleh

perkembangan ilmu pengetahuan, kejadian-kejadian dalam

masyarakat, perubahan situasi politik dan situasi ketenagaan

dalam organisasi. Perubahan institusi sering lebih cepat

37
daripada gambaran sensus tahun sebelumnya, yang

mempunyai sedikit pengaruh terhadap beban kerja.

Pengulangan pola variasi sensus klien, dapat dideteksi, melalui

telaah 3 sampai 5 tahun data sensus, sekali sesudah

diidentifikasi, maka dapat digunakan untuk memprediksi

kebutuhan tenaga keperawatan dan fasilitas.

b. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan

keperawatan

Waktu kegiatan tindakan keperawatan adalah waktu

yang diperlukan perawat untuk melayani klien sesuai dengan

standar layanan yang berlaku dalam hal ini adalah lamanya

pelaksanaan operasi (Stiles & Horshy, 1998). Menurut Ilyas

(2009), waktu yang digunakan untuk melaksanakan layanan

keperawatan, menunjukkan beban kerja perawat. Hasil

penelitian di rumah sakit propinsi di Filipina, menunjukkan

bahwa rata-rata waktu perawatan klien perhari, berdasarkan

jenis layanan, adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1. Rata-rata waktu tindakan sesuai jenis layanan

Jenis Layanan Rata-rata waktu (Jam)


Perawatan/klien/hari
Non-Bedah 3.4 Jam
Bedah 3.5 Jam
Campuran Bedah dan Non- 3.5 Jam
Bedah
Post Partum 3.0 Jam
Bayi baru lahir 2.5 Jam
Sumber : Ilyas (2008)

38
c. Indikator Beban Kerja

Pengukuran tinggi rendahnya beban kerja menggunakan

konsep dari Spector dan Jex (dalam Kumalasari, 2014) yang

meliputi dua aspek yaitu jumlah pekerjaan dan kecepatan.

Jumlah beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit

merupakan pembangkit stres. Perawat harus mengerjakan

pekerjaan dengan jumlah beban yang bervariasi tergantung

jenis bangsal. Kecepatan dalam melakukan pekerjaan

berkaitan dengan waktu yang tersedia. Perawat di tuntut untuk

bekerja dengan cepat dan sigap dalam melayani pasien, seperti

menangani pasien yang sedang kritis. Semakin cepat

pekerjaan harus dikerjakan, semakin tinggi tingkat stres kerja.

d. Dampak beban Kerja

Beban kerja yang dapat menimbulkan stres terbagi

menjadi dua (Susanto, dalam Ambarwati, 2007) :

1) Role Overload, terjadi ketika tuntutan-tuntutan melebihi

kapasitas dari seorang manajer atau karyawan untuk

memenuhi tuntutan tersebut secara memadai. Perawat

dengan tuntutan tugas yang terlalu banyak akan mengalami

kelelahan fisik dan penurunan kondisi fisik perawat.

2) Role Underload, adalah pekerjaan di mana tuntutan-

tuntutan yang dihadapi dibawah kapasitas yang dimiliki

seorang karyawan. Beban kerja yang terlalu sedikit juga

dapat menyebabkan stres kerja. Karena beban kerja yang

39
terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena

pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa

monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari- hari karena

tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan

kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara

potensial membahayakan pekerja (Ambarwati, 2007).

Dampak negatif dari meningkatnya beban kerja adalah

kemungkinan timbul emosi perawat yang tidak sesuai dengan

yang diharapkan pasien. Beban kerja yang berlebihan ini

sangat berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kesehatan

dan tentu saja berpengaruh terhadap produktifitas rumah sakit.

3. Jenis Beban Kerja

Menurut Munandar (2001) beban kerja meliputi 2 jenis, yaitu:

a. Beban kerja kuantitatif, meliputi: harus melaksanakan observasi

pasien secara ketat selama jam kerja, banyaknya pekerjaan

dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan, kontak

langsung perawat dengan pasien secara terus menerus selama

jam kerja, rasio perawat dan pasien.

b. Beban kerja kualitatif, meliputi: pengetahuan dan ketrampilan

yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi sulitnya

pekerjaan di rumah sakit, tanggung jawab yang tinggi terhadap

asuhan keperawatan pasien kritis, harapan pimpinan rumah

sakit terhadap pelayanan yang berkualitas, tuntutan keluarga

pasien terhadap kesembuhan dan keselamatan pasien, setiap

40
saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat,

tugas memberikan obat secara intensif, menghadapi pasien

dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.

4. Teknik Penghitungan Beban Kerja

a. Perhitungan Kuantitatif (Munandar, 2001)

Perhitungan kuantitatif adalah perhitungan berdasarkan

jam nyata dari beban kerja.

Menghitung beban kerja, secara sederhana dapat

dilakukan dengan mengukur/mengamati pekerjaan yang

seharusnya dilakukan, dapat diselesaikan dengan baik dan

tepat waktu. Hasilnya, tentu sangat subjektif untuk masing-

masing personel, yang diukur/diamati. Untuk menghindari

subjektivitas tersebut, maka teknik pengukurannya dapat

dilakukan dengan berbagai pendekatan/teknik yang dapat

dipertanggung jawabkan secara akademik / ilmiah. Menurut

Ilyas (2002), untuk menghitung beban kerja perawat, dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu : a) Time and Motion Studies,

b) Work sampling dan c) Daily Log

Pada penelitian beban kerja, dengan menggunakan work

sampling atau time and motion studies, kegiatan bisa dibagi ke

dalam berbagai kategori. Misalnya Kegiatan produktif dan non-

produktif. kegiatan langsung, tidak langsung, pribadi, non-

produktif dan lain sebagainya, sesuai dengan tujuan penelitian

(Ilyas, 2002).

41
Menurut Ilyas (2002), Subjek pengamatan pada teknik

work sampling adalah apa yang dilakukan oleh perawat.

Informasi yang dibutuhkan peneliti adalah kegiatannya, bukan

orang yang melakukan kegiatannya. Menggunakan teknik ini,

akan mendapatkan banyak pengamatan kegiatan, sejumlah

personel yang diamati, dari mereka datang sampai pulang

kerja.

b. Perhitungan Kualitatif

Perhitungan beban kerja secara kualitatif adalah melihat

dari segi psikososial perawat didalam melaksanakan

pekerjaannya. Berdasarkan psikososial, beban kerja adalah

ketahanan mental perawat didalam melaksanakan

pekerjaannya yang dianggap sesuai dengan kemampuannya

dan tidak menimbulkan masalah mental (Harlock, 2011).

Beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan ketegangan

yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi

seseorang. Menurut Cooper (2012) gejala beban kerja yang

berat dapat dilihat sebagai berikut :

1) Gejala fisik

a) nafas memburu

b) tangan lembab

c) merasa panas

d) otot-otot tegang

e) letih tak beralasan

42
2) Gejala mental

a) bingung, cemas dan sedih

b) jengkel

c) salah paham

d) tak berdaya

e) gelisah

f) merasa gagal

g) kesulitan dalam berkonsentrasi, berpikir jernih dan

membuat keputusan

h) hilangnya kreativitas, kurang gairah kerja

i) komunikasi tidak lancar

5. Alat Ukur Beban Kerja

Pengukuran perbedaan beban kerja yang dialami oleh para

pekerja bisa dilakukan dengan berbagai metode baik secara

subyektif maupun secara obyektif. Contoh pengukuran beban

secara obyektif adalah dengan mngukur denyut jantung sesorang

ketika bekerja. Pengukuran ini digunakan untuk mengukur beban

kerja dinamis seseorang sebagai manifestasi gerakan otot.

Semakin cepat denyut jantung mengindikasikan bahwa beban

mental yang dialami pekerja tersebut semakin berat. Namun,

tingkat kecepatan denyut jantung tersebut tidak menunjukkan

secara tepat besarnya beban kerja mental yang dialami. Selain itu

masih ada pula beberapa pengukuran beban kerja secara obyektif

43
yang lainnya antara lain pengukuran cairan dalam tubuh, kecepatan

kedipan mata, dan sebagainya.

Pengukuran obyektif seperti telah disebutkan di atas jarang

digunakan karena membutuhkan biaya yang cukup mahal untuk

peralatan pengukurannya. Selain itu pengukuran ini juga dianggap

tidak sebanding dengan hasilnya yang belum tentu akurat. Dari sini

muncul alternatif lain yaitu pengukuran dengan menggunakan cara

subyektif. Metode pengukuran beban kerja subyektif yang populer

digunakan adalah metode NASA-TLX (NASA Task Load Index).

Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-

Ames Research Center serta Lowell E. Staveland dari San Jose

State University pada tahun 1981 (Hancock dan Meshkati, 2008).

Metode ini berupa kuesioner dikembangkan berdasarkan

munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih mudah

tetapi lebih sensitif pada pengukuran beban kerja. Metode NASA-

TLX merupakan prosedur rating multi dimensional, yang

membagi workload atas dasar rata-rata pembebanan 6

dimensi, yaitu Mental Demand, Physical Demand, Temporal

Demand, Effort, Own Performance, dan Frustation. NASA-TLX

dibagi menjadi dua tahap, yaitu perbandingan tiap skala (Paired

Comparison) dan pemberian nilai terhadap pekerjaan (Event

Scoring).

Metode pengukuran dengan NASA-TLX ini banyak

digunakan dibandingkan metode obyektif karena cukup sederhana

44
dan tidak membutuhkan banyak waktu serta biaya. Peneliti cukup

membuat kuesioner dan menyebarkannya pada para pekerja yang

akan diukur beban mentalnya. Perlu digarisbawahi bahwa yang

diukur disini merupakan beban kerja dari jenis pekerjaannya

sehingga biasanya alat ukur ini digunakan pada satu

bagian/institusi yang memiliki jenis pekerjaan yang hampir sama,

bukan beban kerja yang dimiliki oleh masing-masing pekerja. Selain

itu dalam proses pengolahan kuesioner juga harus memperhatikan

kevalidan dari data yang digunakan. Data yang dianggap tidak

sesuai atau outlier harus dieliminasi agar tidak mengganggu hasil

pengukuran.

Hancock dan Meshkati (2008) menjelaskan langkah-langkah

dalam pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode

NASA-TLX.

a. Penjelasan indikator beban mental yang akan diukur

Pada bagian ini responden diminta untuk melingkari

salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan

menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut.

Kuesioner NASA-TLX yang diberikan berupa perbandingan

berpasangan. Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap

indikator yang dirasakan paling berpengaruh jumlah tally

menjadi bobot untuk tiap indikator beban kerja.

45
b. Pemberian Rating

Pada bagian ini responden diminta memberi rating

terhadap keenam indikator beban mental. Rating yang

diberikan adalah subyektif tergantung pada beban yang

dirasakan oleh responden tersebut. Untuk mendapatkan skor

beban mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap

indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan 15

(jumlah perbandingan berpasangan). Bobot masing-masing

kuesioner menggunakan skala likert sedangkan rating

pekerjaan menggunakan skala 0-100 dengan menggunakan

nilai 0, 26, 50, 75 dan 100 tergantung pada masing-masing

pekerja dalam menilai beban kerjanya.

c. Menghitung nilai produk

Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor

untuk masing-masing deskriptor. Dengan demikian dihasilkan 6

nilai produk untuk 6 indikator yaitu Mental Demand (MD),

Physical Demand (PD), Temporial Demand (TD), Performance

(OP), Frustation Level (FR), Effort (EF)

Produk = rating x bobot faktor

d. Menghitung Weighted Workload (WWL)

Diperoleh dengan menjumlahkan keenam nilai produk.

Menghitung rata-rata WWL Diperoleh dengan membagi WWL

dengan jumlah bobot total.

∑(𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑥 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔)
𝑠𝑘𝑜𝑟 =
15

46
e. Interpretasi Skor

Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (2008)

dalam teori NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi

dalam tiga bagian yaitu pekerjaan menurut para responden

tergolong berat jika nilai >80, nilai 50-80 menyatakan beban

pekerjaan sedang, sedangkan nilai <50 menyatakan beban

pekerjaan agak ringan.

Output yang dihasilkan dari pengukuran dengan NASA-TLX

ini berupa tingkat beban kerja yang dialami oleh pekerja. Hasil

pengukuran ini bisa menjadi pertimbangan manajemen untuk

melakukan langkah lebih lanjut, misalnya dengan mengurangi

beban kerja untuk pekerjaan yang memiliki skor di atas 80,

kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang memiliki

beban kerja di bawah 50 atau langkah-langkah yang lainnya.

C. Perawat Kamar Bedah

1. Pengertian

Dalam buku Dasar-dasar Keterampilan perawat Kamar

Bedah (2003) menjelaskan perawat ruang operasi adalah

perawat yang memiliki kemampuan mengidentifikasi fisiologis,

kebutuhan kemasyarakatan dan psikologi pasien serta

pengembangan dan implementasi dari suatu program yang

berbeda dari perhatian keperawatan yang mengkoordinir tindakan

keperawatan itu, berdasarkan pada ilmu pengetahuan perilaku

dan alami, untuk memugar kembali atau memelihara

47
kesejahteraan dan kesehatan pasien sebelumnya, selama dan

setelah intervensi berhubungan dengan pembedahan (Roy, 2004).

a. Kompetensi Perawat Kamar Bedah

b. Melakukan pengkajian status fisiologis pasien yang akan

dioperasi

c. Melakukan pengkajian status psikososial pasien yang akan

dioperasi

d. Merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan data pasien

dan keluarganya

e. Menetapkan tujuan berdasarkan diagnosa keperawatan

f. Mengembangkan rencana keperawatan yang menguraikan

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan

g. Melakukan transfer klien ke kamar operasi sesuai rencana

h. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan

keluarganya

i. Mempertahankan area steril di kamar operasi

j. Perform sponge, sharp and instrumen count

k. Pemberian obat-obatan dan cairan sesuai program

l. Monitor kondisi fisiologi pasien selama operasi

m. Monitor dan kontrol lingkungan selama operasi

n. Respek terhadap hak-hak pasien

o. Melakukan intervensi keperawatan dengan memperlihatkan

tanggung gugat

p. Menilai hasil yang dicapai dari asuhan keperawatan

48
q. Mengukur efektifitas dari asuhan keperawatan perioperatif

r. Secara terus menerus mengkaji semua komponen asuhan

keperawatan berdasarkan data baru

2. Spesifikasi Tim Kamar Bedah

Pelayanan kesehatan di kamar bedah dilaksanakan oleh

tim bedah yang terdiri dari dokter ahli bedah, dokter anastesi,

perawat, tenaga anastesi dan tenaga pembantu lainnya yang

ditentukan sesuai jenis operasinya. Khusus tenaga perawat kamar

bedah terdiri dari 6 bidang yaitu :

a. Registered Nurse

Perawat terdaftar yang memberikan asuhan

keperawatan perioperative dengan pendekatan proses

keperawatan.

Perawat kamar bedah yang bekerja pada area situasi

non steril melaksanakan fungsi “circulating” dengan tugas :

1) Mempersiapkan ruang operasi

2) Mempertahankan kelengkapan ruang operasi

3) Mengecek keamanan seluruh peralatan

4) Mengatur posisi pasien

5) Membersihkan area operasi

6) Memberi cairan IV, darah dan lain-lain

7) Monitor pemberian anestesi

8) Melakukan koordinasi semua aktivitas

9) Membuat dokumentasi

49
Fungsi “circulating” tidak dapat didelegasikan kepada

LPN, LVN dan UAP. Perawat kamar bedah yang bekerja di

area/situasi atau aktivitas steril melaksanakan fungsi

“scrubbing” dengan tugas Mempersiapkan alat-alat steril,

ponge count, Mempertahankan sterilisasi dan membantu

pemakaian baju dan kelengkapan steril tim operasi

Fungsi “scrubbing” dapat didelegasikan pada LPN

(Licensed Practical Nurse), LVN (Licensed Vocationad

Nurse), UAP (Unlicensed Assistive Personal).

b. Licensed Practical Nurse (LPN) dan Surgical Technician

Pada beberapa institusi pelayanan kesehatan, fungsi

“scrubbing” dilakukan oleh teknisi kamar bedah terlatih atau

licensed practical nurse yang tugasnya membantu ahli bedah

dalam instrumenasi dan melaksanakan fungsi teknikal

selama prosedur operasi. Tugas ini di supervisi oleh

registered nurse.

c. Registered Nurse First Assistant (RNFA)

Perawat RNFA bekerja sama dengan ahli bedah

untuk mengoptimalkan hasil dari prosedur. Tugasnya adalah

monitor perdarahan, mempergunakan instrumen bedah,

memotong jaringan dan menjahit luka serta

mempertahankan homeostasis.

50
d. Anesthesia Care Provider (ACP)

Adalah seseorang yang mempunyai kewenangan

memberikan anestesi pasien yang akan dilakukan operasi

yaitu dokter anastesi dan perawat anastesi.

Perawat anestesi adalah perawat terdaftar (RN) yang

lulus ujian sertifikasi nasional untuk anestesi sehingga

memperoleh CRNA (Certified Registered Nurse Anesthefist).

Biasanya dilakukan dalam tim anestesi dimana dokter

anestesi dapat melakukan supervisi terhadap CRNA ketika

memberikan anestesi (semua tergantung kebijakan rumah

sakit setempat).

e. Patient Educator

Perioperative RN Edukator bekerja dengan pasien,

membantu pasien dan keluarganya mendapatkan informasi

sehingga dapat mengambil keputusan tentang operasi dan

pengobatan

f. Operating Room Director

Direktur kamar bedah mengelola kamar bedah,

bertanggung jawab untuk pembiayaan, ketenagaan,

perlengkapan, penjadualan dan lainnya yang menunjang

jalannya fungsi kamar operasi sehingga tujuan pelayanan

kesehatan di kamar operasi dapat dicapai secara efektif dan

efisien.

51
3. Spesifikasi Perawat Kamar Bedah

Sedangkan spesifikasi kompetensi perawat kamar bedah

terdiri atas:

a. Perawat Bedah I

Registered Nurse dengan supervisi presptor, bekerja

pada pasien dengan situasi terawasi, melaksanakan prosedur

untuk individu pasien atas tugas spesialis bedah. Klasifikasi

“entry level” perawat tanpa pengalaman.

b. Perawat Bedah II

Dibawah supervisi, melaksanakan intervensi

keperawatan mempergunakan pengetahuan klinik terbaru,

memberikan asuhan untuk pasien dengan masalah spesifik

dan memimpin tenaga keperawatan dibawahnya. Klasifikasi

perawat dengan pengalaman kerja lebih dari 6 bulan.

c. Perawat Bedah III

Dibawah supervisi umum, memberikan asuhan

kepada pasien dengan operasi khusus. Tanggung jawab klinik

dalam kekhususan mencakup pendidikan, supervisi klinik dan

menilai pelayanan keperawatan yang ditugaskan.

d. Perawat Bedah IV

Dibawah asuhan umum, mengembangkan standar

asuhan pasien, mengkaji kebutuhan kesehatan pasien,

merencanakan implementasi dan evaluasi asuhan satu atau

lebih pasien yang akan dioperasi. Perawat mempergunakan

52
pengetahuan dan keterampilan spesifik untuk memberikan

asuhan keperawatan langsung mencakup mendidik pasien

dan staf, menilai penampilan klinik dari perawat, tanggung

jawab administrasi terbatas untuk aktivitas klinik. Sebagian

nara sumber dalam organisasi dan mengembangkan tugas-

tugas perawat-perawat pada level dibawahnya.

e. Perawat Bedah V

Merancang program pendidikan dan penelitian klinik.

Membantu perawat Bedah IV mengevaluasi praktik

keperawatan terbaru, mengembangkan metodologi dan

melaksanakan standar asuhan keperawatan. Sebagai

tambahan menyediakan konsultasi klinik terhadap masalah-

masalah pengelolaan pasien yang sulit, mengkaji kebutuhan

pendidikan dan pelatihan klinik bagi staf dan melaksanakan

program pendidikan dan pelatihan yang sesuai.

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lilis

dengan judul penelitian hubungan beban kerja dengan stres kerja

perawat di tiap ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang tahun 2007.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional terhadap

30 orang perawat di tiap ruangan rawat inap. Analisis yang

digunakan adalah Anova. Hasil penelitian menunjukkan terdapat

hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja di

tiap ruangan rawat inap dengan nilai p value 0,002.

53
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Suryaningrum dengan judul

penelitian pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhada

stres kerja perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun

2015. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian Survey, dan

instrumen penelitian adalah kuesioner. Populasi dalam penelitian

ini adalah perawat RS PKU Muhammadiyah sebanyak 230

perawat. Teknik pengambilan sampel dengan cara Simple

Random Sampling. Sampel yang diambil dalam penelitian ini

sebanyak 175 perawat. Alat ukur terbukti valid dan reliabel untuk

instrumen penelitian. Analisis regresi berganda digunakan untuk

uji hipotesis penelitian ini.

Hasil penelitian menemukan bahwa: (1) beban kerja

berpengaruh positif terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah sebesar (P) 0,165 (*p<0,05; p=0,033), dengan

AR2 beban kerja terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah sebesar 0,026*. (2) dukungan sosial berpengaruh

negatif terhadap stres kerja perawat RS PKU Muhammadiyah

sebesar (p)-0,144 (*p<0,05; p=0,027), dengan AR2 dukungan

sosial terhadap stres kerja perawat RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta sebesar 0,021**. (3) beban kerja (P) 0,167 (*p<0.05;

p=0,030) dan dukungan sosial (P) -0,147 (*p<0.05; p=0,045)

secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap stres kerja

perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dengan AR 2 beban

54
kerja dan dukungan sosial terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 0,021**.

E. Kerangka Teori Penelitian

Kristanto (2009), menyatakan bahwa kemampuan individu

dalam mengambil sikap dan keputusan dapat menyebabkan stres

kerja. Faktor penyebab yang dominan stres kerja perawat disebabkan

kondisi yang dihadapi perawat sehari-hari, baik dalam hal pekerjaan

ataupun dalam kehidupannya sehari-hari. Penelitian dari National

Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan

perawat sebagai profesi beresiko sangat tinggi terhadap stres. Hal

tersebut disebabkan oleh karena perawat memiliki tugas dan

tanggung jawab untuk menyelamatkan nyawa pasien. (Widodo, 2010).

Greenberg (2002) menjelaskan bahwa faktor penyebab stres

kerja meliputi kombinasi dari factor pekerjaan yang bersumber pada

pekerjaan, factor stress kerja yang bersumber pada individu dan factor

stress kerja yang bersumber pada individu di luar organisasi. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini:

55
Kondisi Intrinsik Pekerjaan :
- Kondisi fisik pekerjaan
- Beban kerja
- Tekanan waktu
- Resiko/Bahaya fisik
- Iklim organisasi

Peranan individu dalam


organisasi :
- Peran yang ambigu
- Konflik peran
- Tanggung jawab terhadap
orang lain
- Konflik terorganisasi
Faktor stres
bersumber
Perkembangan karir:
pada
pekerjaan
- Promosi berlebih.kurang Stres kerja perawat
- Tingkat keamanan kerja
kuirang
- Ambisi perkembangan karir
terhambat
- Ketidakpastian pekerjaan
- Dampak stres :
Hubungan Interpersonal di
Tempat Kerja: 1. Gangguan
- Kurangnya hubungan kesehatan
interpersonal
- Kesulitan mendelegasikan
2. Gangguan
tanggung jawab psikologis
pekekerjaan 3. Gangguan
- Ambisi yang terhalang
Pengawasan atasan:
interpersonal
- Kurang control
atasan/pimpinan

Faktor stres bersumber dari


individu:
- Tingkat kecemasan
- Toleransi terhadap hal yang
ambiguitas/ ketidakjelasan
- Pola tingkah laku tipe A

Faktor stres bersumber pada


individu di luar organisasi:
- Finansial
- Keyakinan yang
bertentangan dengan
tuntutan pekerjaan
- Masalah keluarga

Gambar 2.2. Kerangka Teoritis

56
F. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian pada hakikatnya adalah suatu uraian

dan visualisasi konsep-konsep serta variabel-variabel yang akan

diukur/ diteliti (Notoatmodjo, 1999; 22). Adapun kerangka konsep

dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independent Variabel Dependent

Iklim Organisasi
- Dimensi supportive
- Dimensi collegial
(pertemanan)
- Dimensi Intimate Stres Kerja Perawat
- Stres Fisik
Beban Kerja - Stres Psikologis
- Mental Demand (MD) - Stres Perilaku
- Physical Demand (PD)
- Temporal Demand (TD)
- Performance (OP)
- Frustation Level (FL)
- Effort (EF)

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2003; 71). Berdasar bentuk rumusnya hipotesis digolongkan

menjadi 2 yaitu hipotesis kerja (hipotesa alternative) yang nantinya

menyatakan ada hubungan antara variabel x dan y,dan hipotesa nol

(hipotesa statistic) yang menyatakan tidak ada hubungan antara

variabel x dan y. Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesis/

pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

57
1. Ho : Tidak ada hubungan antara iklim organisasi dengan tingkat

stres perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Wahab

Sjahranie Samarinda

Ha : Ada hubungan antara iklim organisasi dengan tingkat stres

perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

2. Ho : Tidak ada hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres

perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Wahab Sjahranie

Samarinda

Ha : Ada hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres

perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

58
59

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation

yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan

korelatif antara variabel independen dan variabel dependen (Nursalam,

2011), dengan metode pendekatan cross sectional yaitu penelitian

untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek

dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada satu saat (point approach) (Notoatmodjo, 1999).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau subyek

yang akan diteliti (Notoatmodjo, 1999). Menurut Hastono dan Sabri

(2010) populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan

yang akan kita lakukan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

perawat di kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

sebanyak 92 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap

mewakili populasinya (Notoatmodjo, 1999). Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling

59
yaitu mengambil seluruh populasi sebagai sampel penelitian,

hal ini mengacu pada pendapat Arikunto (2003) yang mengatakan

apabila jumlah populasi < 100, maka sebaiknya diambil semua

sebagai sampel dalam penelitian.

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Perawat yang bekerja di kamar bedah > 6 bulan

b. Perawat yang bersedia menjadi responden

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Perawat yang tidak berada di tempat pada saat dilakukan

penelitian (misalnya dinas luar kota/pendidikan/pelatihan)

b. Perawat luar rumah sakit yang sedang magang di kamar bedah

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian terdiri dari waktu persiapan, pelaksanaan dan

penyusunan laporan kurang lebih tujuh bulan yaitu sejak bulan Mei

sampai dengan bulan November 2016.

2. Tempat Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian di Kamar Bedah RSUD. Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda.

60
D. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dengan sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2011).

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 2 3 4 6
Iklim Kualitas lingkungan Kuesioner Distribusi Ordinal
organisasi internal kamar bedah Normal
RSUD A. Wahab Skala likert
Sjahranie yang secara 1. mendukung
relatif terus berlangsung Jika skor ≥
dialami perawat dan Mean = 93
mempengaruhi perilaku
2. Kurang
perawat Mendukung
Jika skor <
mean = 93

Beban Seluruh kegiatan/ Kuesioner 1. Ringan Ordinal


kerja aktivitas yang dilakukan beban kerja Skor < 50
seorang perawat di NASA TLX 2. Berat
kamar bedah RSUD A. Skor ≥ 50
Wahab Sjahranie dalam
melaksanakan pekerjaan
di kamar bedah
Stres Suatu keadaan yang Kuesioner 1. Ringan Ordinal
kerja dialami perawat dalam dari Robbins
melaksanakan pekerjaan (2002) Skor 16-32
di kamar bedah RSUD A.
2. Sedang
Wahab Sjahranie dimana
terjadi ketidaksesuaian Skor 33-48
atau ketimpangan antara
tuntutan-tuntutan dan 3. Berat
kemampuan untuk
mengatasinya dan Skor 49-64
menimbulkan tekanan
baik secara fiisik,
psikologis dan perilaku

61
E. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

adalah kuesioner dan wawancara.

1. Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan

tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto,

2010). Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti yang diambil dari teori/

referensi terkait. Kuesioner dibuat untuk mengukur iklim organisasi

sedangkan untuk kuesioner beban kerja dan stres kerja

menggunakan instrumen yang sudah baku dimana instrumen

beban kerja menggunakan kuesioner dari NASA TLX sedangkan

kuesioner untuk stres kerja menggunakan Robbins (2002).

Kuesioner dibagi menjadi dua pertanyaan yaitu meliputi:

a. Bagian A

Bagian A berisi tentang karakteristik responden, yang terdiri

dari 4 pertanyaan yaitu jenis kelamin responden, umur,

pendidikan, masa kerja.

b. Bagian B

Bagian B berisi pernyataan tentang iklim organisasi,

beban kerja dan stres kerja. Alat ukur beban kerja

menggunakan NASA TLX yang diadopsi dari Hancock dan

Meshkati (2008) merupakan instrumen yang sudah baku. Alat

ukur beban stress kerja menggunakan kuesioner yang sudah

62
baku dari Robbins (2002). Sementara untuk kuesioner iklim

organisasi menggunakan skala Likert yang diadopsi dari buku

Ridwan (2007) dengan skor sebagai berikut:

Skala Likert bentuk pertanyaan favourable :

1) jika responden memilih jawaban Sangat Setuju, skor 5

2) jika responden memilih jawaban Setuju, skor 4

3) jika responden memilih jawaban ragu-ragu, skor 3

4) Jika responden memilih jawaban Tidak Setuju, skor 2

5) jika responden memilih jawaban Sangat Tidak Setuju, skor 1

Skala Likert bentuk pertanyaan unfavourable :

1) jika responden memilih jawaban Sangat Setuju, skor 1

2) jika responden memilih jawaban Setuju, skor 2

3) jika responden memilih jawaban ragu-ragu, skor 3

4) jika responden memilih jawaban Tidak Setuju, skor 4

5) jika responden memilih jawaban Sangat Tidak Setuju, skor 5

Jumlah butir pernyataan untuk variabel iklim organisasi

adalah 35 butir pernyataan terdiri dari 18 butir pernyataan

bersifat favourable dan 17 butir pernyataan bersifat

unfavourable.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Iklim Organisasi

No. Indikator Nomor Butir Jumlah


Favourable Unfavourable Butir
1. Suportive 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10, 12
11,12
2. Collegal 13,14,15,16,17,18 19,20,21,22,23,24 12
3 Intimate 25,26,27,28,29,30 31,32,33,34,35 11
Jumlah 18 17 35

63
F. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mengetahui apakah instrumen yang dibuat dapat digunakan

sebagai alat pengumpul data. Dalam penelitian ini variabel yang akan

dilakukan uji validitas dan reliabilitas adalah variabel iklim organisasi

dari Robbins (2007) karena instrumen tersebut merupakan contoh

kuesioner sehingga kevalidannya harus dilakukan uji validitas dan

reliabilitas. Uji instrumen akan dilaksanakan di RSUD Kanujoso

Djatiwibowo pada minggu pertama bulan November 2016. Menurut

Sugiyono (2010) untuk memberikan hasil yang baik uji instrumen

dilakukan minimal terhadap 30 orang sebagai sampel. Adapun

pengujian yang dilakukan adalah:

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Rumus yang

digunakan dalam pengujian ini adalah rumus Korelasi Product

Moment sebagai berikut:

Rumus Product Moment:

n ∑XY – (∑X) (∑Y)


rxy = ------------------------------------------
√ n ∑X2 – (∑X)2 . n ∑Y2 – (∑Y)2

keterangan :

r = Koefisien korelasi

 = Sigma/Jumlah

Y = Korelasi Y atas X

64
Keputusan uji :

1) Bila rhitung > r tabel maka butir pertanyaan valid

2) Bila rhitung < rtabel maka butir pertanyaan tidak valid

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen suatu penelitian

dapat dipercaya. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengukuran

reliabilitas internal dengan rumus Alpha Cronbach untuk skor 1-5

atau 1-5 sebagai berikut:

Rumus Alpha Cronbach:

k   b2 
r 1  2 
k 1  1 

Keterangan :

r = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pernyataan

∑σb2 = jumlah varians butir

∑σ12 = varians total

Keputusan uji:

a. Bila rhitung > Konstanta 0,6 maka instrumen reliabel

b. Bila rhitung < Konstanta 0,6 maka instrumen tidak reliabel

Untuk variabel beban kerja dan variabel stress kerja tidak

dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena menggunakan

instrumen penilaian dari Robbin (2002) yang sudah baku

sedangkan instrumen penilaian beban kerja menggunakan NASA

TLX.

65
3. Hasil Uji Instrumen

Instrumen penelitian dalam penelitian yang dilakukan

pengujian instrumen adalah variabel iklim organisasi. Variabel ini

dilaksanakan di dua tempat yang berbeda mengingat syarat uji

validitas menurut Sugiono (2007) sebanyak 30 orang responden,

maka peneliti mengambil sampel di Rumah Sakit Panglima Sebaya

Tanah Grogot sebanyak 15 orang dan 15 orang di Rumah Sakit

Abdul Muis Samarinda.

Kuesioner iklim organisasi terdiri dari 35 pertanyaan

menggunakan skala Likert, adapun hasil uji validitas diperoleh

sebanyak 6 pertanyaan dinyatakan tidak valid karena memiliki nilai

rhitung < rtabel 0.361 yaitu pertanyaan nomor 8 (0.349), 9 (0.359),

13 (0.265), 28 (0.205), 30 (0.076), dan 33 (0.171) sehingga

pertanyaan tersebut dibuang dan sisa pertanyaan yang dapat

digunakan sebanyak 29 pertanyaan.

Hasil uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach

menunjukkan bahwa seluruh instrumen dinyatakan reliable karena

memiliki nilai r hitung 0.945 > Konsntanta 0.600 sehingga seluruh

instrumen dinyatakan reliabel untuk dapat digunakan sebagai

instrumen dalam penelitian.

66
G. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peneliti meminta surat izin penelitian kepada RSUD. Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Peneliti membagi kuesioner kepada responden, sebelum

pengisian kuesioner, peneliti memberikan informasi singkat tentang

tujuan dan manfaat peneliti kepada responden serta

keikutsertaan dalam penelitian. Bagi responden yang setuju

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, dibagikan lembar

persetujuan (Informed Concent) untuk ditandatangani.

3. Peneliti meminta kepada responden yang setuju berpartisipasi

dalam penelitian ini untuk mengisi seluruh pertanyaan yang

tersedia dan menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan.

4. Peneliti mengambil kuesioner yang telah diisi saat itu juga,

peneliti memeriksa kelengkapan kuesioner. Apabila ada yang

belum lengkap, maka responden diminta untuk melengkapi.

5. Setelah data terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis.

6. Interprestasi hasil penelitian

7. Membuat kesimpulan

67
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul dilakukan uji normalitas data yaitu

dengan menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov sedangkan untuk

uji hipotesis menggunakan uji Chi Square.

1. Metode Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah dari pengolahan data meliputi:

a. Editing

Peneliti melakukan pengecekan kelengkapan data

diantaranya kelengkapan identitas pengisian, kelengkapan

lembar kuesioner dan kelengkapan isian sehingga apabila

terdapat ketidak sesuaian dapat dilengkapi dengan segera.

b. Coding

Coding merupakan suatu metode untuk

mengkonversikan data yang dikumpulkan selama penelitian

kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis

terhadap pertanyaan dan jawaban yang dianjurkan.

Sehingga dalam pengolahan data ini peneliti melakukan

pemberian kode untuk memudahkan pengolahan data,

misal pada penelitian ini pada jenis kelamin laki-laki diberi kode

1 dan perempuan diberi kode 2.

c. Processing / Entry

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan sudah

dilakukan pengkodean, maka langkah pengolahan selanjutnya

adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan

68
data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner

kepaket program komputer.

d. Tabulating

Setelah entry data kemudian data tersebut

dikelompokkan dan tabulasikan, sehingga diperoleh frekuensi

dari masing- masing variabel.

2. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan program

software komputer.

a. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk mendiskripsikan

frekuensi dari masing-masing variabel, baik variabel bebas

maupun variabel terikat melalui presentasi dan distribusi

frekuensi. Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk

mengetahui proporsi dari masing-masing variabel penelitian.

Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 95% atau alfa = 0,05. Rumusnya sebagai berikut ::

(Hastono, 2006)

F
P = x 100%
∑n

Keterangan:

P = Persentase yang dicari

F = Frekuensi sampel untuk setiap pertanyaan

n = Jumlah keseluruhan sampel

69
Untuk mendapatkan nilai dari variabel independen

hubungan iklim organisasi dan beban kerja terhadap stres kerja

di kamar bedah RSUD. Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, ada

beberapa nilai yang akan dipakai yaitu mean dan median. Nilai

– nilai tersebut disebut sebagai nilai tengah (Central Tendency).

Pengukuran rata-rata (mean) digunakan untuk mengukur

nilai sentral suatu distribusi data berdasarkan nilai rata-rata

yang dihitung dengan cara membagi nilai hasil penjumlahan

sekelompok data dengan jumlah data yang diteliti (Priyo &

Sabri, 2010). Untuk mengetahui gambaran kedua jenis variabel

menggunakan mean atau median. Menggunakan mean jika

sebaran data normal dan menggunakan median jika sebaran

data tidak normal. hal tersebut dilakukan dengan melakukan uji

normalitas data menggunakan rumus Kolmogorov Smirnov

sebagai berikut:

D = maxx (Fn(X) – Fo(X))

D = normalita data

Fn(X) = Frekuunsi relative kumulatif dari distribusi empiris

Fo(X) = Frekuensi relative kumulatif dari distribusi teoritis

Uji normalitas digunakan sebagai dasar untuk

mengetahui apakah data berdistribusi normal ataukah tidak. Uji

normalitas menggunakan uji Kolmogoriv Smirnov. Adapun hasil

uji normalitas bahwa skor iklim organisasi diperoleh nilai

signifikan 0,122 > α 0,05, syarat uji kenormalan adalah apabila

70
hasil perhitungan menunjukkan nilai signifikan > α 0,05, maka

dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal

dan menggunakan nilai mean sebagai standar pengukuran

iklim organisasi.

b. Analisa Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui caring perawat

sebagai variabel independen yang dihubungkan dengan stres

kerja variabel dependen. Uji yang digunakan adalah chi square,

sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya hubungan yang

bermakna secara statistik dengan menggunakan program

komputer dan derajat kemaknaan 95%. Apabila p < 0.05 berarti

perhitungan statistik bermakna (signifikan) dan bila p > 0.05

berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna. Artinya p

value  0,05 maka Ho ditolak dan Ha (hipotesa penelitian)

diterima, yang berarti ada hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat, sedangkan bila p value > 0,05 maka Ho diterima

dan Ha (Hipotesa penelitian) ditolak yang berarti tidak ada

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Rumus

uji statistik chi square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05

dengan rumus sebagai berikut (Hastono, 2007):

(𝑂−𝐸)2
𝑥2 = ∑ 𝐸

Keterangan :
x ² = statistik chi square
O = Observasi
E = Expected atau hasil yang diharapkan

71
Setelah didapatkan x² hitung, kemudian nilai x² tabel dengan

derajat uji kebebasan:

df = ( b – 1 ) ( K -1 )

b = jumlah baris

k = jumlah kolom

Uji statistik tersebut diatas, menggunakan keputusan uji

sebagai berikut: Jika p value < α (0,05) maka Ho ditolak, artinya

adanya hubungan atau perbedaan yang bermakna (signifikan).

Jika p value > α (0,05) maka Ho gagal ditolak, artinya tidak ada

hubungan atau perbedaan yang bermakna (tidak signifikan).

Syarat digunakan uji chi square apabila: penelitian

digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

kategorik dengan kategorik; meneliti dua atau lebih kelompok

sampel; bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi/

prosentase antara beberapa kelompok data; proses pengujian

adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi)

dengan frekuensi harapan (ekspektasi); sebaran data normal

dan tidak boleh ≤ 5. Jika syarat penelitian diatas tidak

memenuhi untuk dilakukan analisa chi square, maka akan

dilakukan penggabungan katagori (kolaps) sehingga syarat

terpenuhi dan jika table 2 x 2 dan syarat chi square tidak

terpenuhi maka digunakan rumus fisher exact.

72
I. Jalannya Penelitian

Jalannya penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Mengajukan judul proposal penelitian melalui koordinator mata

ajar skripsi sebanyak tiga judul untuk selanjutnya ditentukan satu

judul sebagai judul proposal penelitian dan dikonsulkan ke

pembimbing pada bulan Mei 2016.

2. Menyusun proposal penelitian yang terdiri dari tiga bab

berdasarkan literatur dari berbagai sumber, pengalaman, studi

pendahuluan dan penelitian lain yang terkait dengan proposal

penelitian pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2016.

3. Sidang proposal penelitian dilaksanakan setelah penyusunan

materi proposal penelitian disetujui untuk disidangkan oleh para

pembimbing proposal penelitian yaitu bulan Oktober 2016.

4. Revisi proposal penelitian akan dilaksanakan selama dua minggu

setelah sidang proposal dilaksanakan, selanjutnya mengurus

perizinan penelitian.

5. Penelitian ini akan diawali dengan uji instrumen (validitas dan

reliabilitas) pada 30 responden untuk mendapatkan validitas dan

reliabilitas instrumen pada bulan November 2016.

6. Instrumen yang telah valid akan dibagikan kepada 92 responden

yang dilakukan oleh peneliti sendiri pada bulan November 2016.

7. Pembuatan laporan penelitian akan segera dilaksanakan setelah

data kuesioner diolah pada bulan November sampai Desember

2016.

73
8. Sidang skripsi untuk mempresentasikan hasil penelitian

dihadapan penguji skripsi.

J. Etika Penelitian

Masalah etika dalam penelitian keperawatan dapat meliputi:

1. Informed Consent

Peneliti memberikan penjelasan tentang maksud,

tujuan serta dampak dari penelitian dan memberikan hak

kepada responden untuk menolak dijadikan responden

penelitian.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk tetap menjaga kerahasiaan responden, peneliti

tidak akan mencantumkan nama responden, tapi peneliti

menggunakan kode tertentu untuk masing-masing responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari

responden dijamin oleh peneliti. Data tersebut hanya akan

disajikan atau dilaporkan pada pihak yang terkait dengan

penelitian.

74
75

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memaparkan hasil penelitian tentang Hubungan

antara iklim organisasi dan beban kerja dengan tingkat stres perawat

kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Hasil pengumpulan

data menggunakan instrumen berupa kuesioner iklim organisasi, NASA

TLX yang diadopsi dari Hancock dan Meshkati (2008) dan kuesioner yang

sudah baku dari Robbins (2002), adapun hasil penelitian dapat dijelaskan

sebagai berikut:

A. Hasil Penelitian

11. Gambaran Umum Instalasi Bedah Sentral

Instalasi Bedah Sentral (IBS) atau Central Operating

Theatre (COT) mempunyai kamar operasi khusus yang menangani

jenis operasi emergency atau gawat darurat yang dilakukan di

Instalasi Gawat Darurat Lantai 3, pelayanan operasi yang dilakukan

adalah semua jenis operasi yang dikategorikan emergency atau yg

mengancam nyawa pasien. Dikamar operasi IGD dibagi 4 kamar

operasi yaitu kamar operasi 1 kategori kotor, kamar operasi 2

terkontaminasi, kamar operasi 3 kamar operasi bersih, sedangkan

kamar operasi 4 jenis operasi bersih tetapi pembiusan lokal.

Instalasi Bedah Sentral (IBS) atau Central Operating Theatre

(COT) juga mempunyai kamar operasi khusus melayani pasien

paviliun, dikamar operasi ini dibuka karena volume operasi dikamar

75
operasi IBS sering penuh dengan pasien – pasien bangsal

sehingga manajemen mengupayakan untuk pasien paviliun

mempunyai kamar operasi sendiri agar pelayanan operasi lancar,

sehingga pelayanan operasi pasien bangsal – bangsal tidak

terganggu dan begitupun pasien yang berada dipaviliun. Jenis

operasi dikamar operasi paviliun dikategorikan terdiri dari operasi

elektif maupun cyto dengan semua jenis operasi.Dikamar operasi

Paviliun juga melayani operasi One Day Service (ODS) maksudnya

operasi elektif yang dilakukan tanpa dirawat inapkan, jadi setelah

dilakukan operasi pasien bisa langsung pulang dengan dengan

catatan pasien sudah direkomendasikan oleh dokter anestesi

bahwa sudah bisa pulang dengan kondidi baik setelah efek

pembiusan.Jika pasien ODS dengan pembiusan local anestesi

pasien stelah operasi bisa langsung pulang.

12. Karakteristik Responden

Penelitian ini menggambarkan distribusi frekuensi dari

seluruh variable yaitu umur responden, jenis kelamin, pendidikan,

masa kerja seperti yang diuraikan pada tabel berikut ini:

a. Umur Responden

Berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh

responden, maka dapat dibuat distribusi frekuensi umur

responden menggunakan rumus Sturgess sebagai berikut:

77
Tabel 4.1.
Karakteristik Berdasarkan Umur Responden
di Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Umur Frekuensi (%)


21 – 25 tahun 15 16.3
26 – 30 tahun 19 20.7
31 – 35 tahun 27 29.3
36 – 40 tahun 14 15.2
41 – 45 tahun 4 4.3
46 – 50 tahun 7 7.6
51 – 55 tahun 5 5.4
56 – 60 tahun 1 1.1
Jumlah 92 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.1. diperoleh gambaran bahwa dari

92 responden, mayoritas responden berumur antara 31-35

tahun yaitu 27 orang (29.3%) dan paling sedikit responden yang

berumur antara 56-60 tahun yaitu 1 orang (1.1%).

b. Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh

responden, maka dapat dibuat distribusi frekuensi jenis kelamin

responden sebagai berikut:

Tabel 4.2.
Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
di Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Jenis Kelamin Frekuensi (%)


Laki-laki 39 42.4
Perempuan 53 57.6

78
Jumlah 92 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.2. diperoleh gambaran bahwa dari

92 responden yang terlibat dalam penelitian ini mayoritas

responden memiliki jenis kelamin perempuan yaitu 53 orang

(57.6%) dan hanya 39 orang (42,4%) adalah laki-laki.

c. Pendidikan Responden

Berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh

responden, maka dapat dibuat distribusi frekuensi pendidikan

responden sebagai berikut:

Tabel 4.3.
Karakteristik Berdasarkan Pendidikan Responden
di Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Pendidikan Frekuensi (%)


DIII 54 58.7
DIV 15 16.3
S1 23 25.0
Jumlah 92 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.2. diperoleh gambaran bahwa dari

92 responden yang terlibat dalam penelitian ini mayoritas

responden memiliki latar belakang pendidikan DIII yaitu 54

orang (58.7%) dan paling sedikit yang berpendidikan DIV yaitu

15 orang (16.3%).

d. Masa Kerja Responden

79
Berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh

responden, maka dapat dibuat distribusi frekuensi pendidikan

responden sebagai berikut:

Tabel 4.4.
Karakteristik Berdasarkan Masa Kerja Responden
di Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Masa Kerja Frekuensi (%)


1 – 5 tahun 17 18.5
6 – 10 tahun 33 35.9
11 – 15 tahun 22 23.9
16 – 20 tahun 11 12.0
21 – 25 tahun 7 7.5
26 – 30 tahun 2 2.2
Jumlah 92 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.2. diperoleh gambaran bahwa dari

92 responden yang terlibat dalam penelitian ini mayoritas

responden memiliki masa kerja antara 6-10 tahun yaitu 33 orang

(35.9%) dan paling sedikit memiliki masa kerja antara 26-30

tahun yaitu 2 orang (2.2%).

13. Analisis Univariat

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah iklim organisasi

dan beban kerja dan variable terikat adalah stres kerja.

a. Iklim Organisasi

Berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh

responden, maka dapat disajikan pada tabel berikut ini:

80
Tabel 4.5.
Karakteristik Berdasarkan Iklim Organisasi Responden
di Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Iklim Organisasi Frekuensi Persentase (%)


Mendukung 53 57.6
Kurang Mendukung 39 42.4
Jumlah 92 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan table 4.6. diatas diperoleh gambaran dari

92 responden mayoritas responden menyatakan iklim

organisasi mendukung yaitu 53 orang (57.6%) dan 39 orang

(41.9%) yang menyatakan iklim organisasi kurang mendukung.

b. Beban Kerja

Berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh

responden, maka dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.6.
Karakteristik Berdasarkan Beban Kerja Responden
di Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Beban Kerja Frekuensi Persentase (%)


Ringan 36 39,1
Berat 56 60.9
Jumlah 92 100
Sumber : Data Primer

81
Berdasarkan table 4.6. diatas diperoleh gambaran dari

92 responden mayoritas responden menyatakan beban kerja

berat yaitu 56 orang (60.9%), dan 36 orang (39,1%)

menyatakan beban kerja ringan.

c. Stres Kerja

Berdasarkan hasil angket yang telah diisi oleh

responden, maka dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7.
Karakteristik Berdasarkan Stres Kerja Responden
di Kamar Bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Stres Kerja Frekuensi Persentase (%)


Ringan 22 23.9
Sedang 42 45.7
Berat 28 30.4
Jumlah 92 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan table 4.8. diatas diperoleh gambaran dari

92 responden mayoritas responden menyatakan stres kerja

sedang yaitu 42 orang (45.7%), kemudian yang menyatakan

stres kerja berat yaitu 28 orang (30.4%) dan hanya 22 orang

(23.9%) menyatakan stres kerja ringan.

14. Analisa Bivariat

a. Hubungan Iklim Organisasi Dengan Stres Kerja

Hasil analisis bivariat untuk melihat hubungan iklim

organisasi dengan stress kerja perawat di RSUD. A Wahab

Sjahranie Samarinda. Hubungan antara variable bebas dengan

82
variable terikat dalam penelitian ini menggunakan analisis Chi

Square dengan tingkat kemaknaan 95% atau p value = 0,05.

Dinyatakan ada hubungan yang signifikan jika p value < α 0,05

atau jika X2 hitung > X2 tabel. Untuk melihat hubungan antara

kedua variable dapat dilihat pada table crosstabel berikut ini:

Table 4.8.
Hubungan antara Iklim Organisasi dengan Stres Kerja
Perawat di Kamar Bedah RSUD. A Wahab Sjahranie
Samarinda

Stress kerja

Iklim Total P
Organisasi Ringan Sedang Berat value

N % N % N % N %

Mendukung 18 19,6 29 31,5 6 6,5 53 57,6


Kurang
4 4,3 13 14,1 22 23,9 39 42,4 0,000
Mendukung
Jumlah 22 23,9 43 45,7 28 30,4 92 100

Dari table 4.8. diatas dapat dilihat bahwa 54 responden

yang menyatakan iklim organisasi mendukung sebanyak 18

orang (19.6%) mengalami stress ringan, 29 orang (31.5%)

mengalami stress sedang dan 6 orang (6.5%) mengalami stress

berat, sedangkan dari 39 responden yang menyatakan iklim

organisasi kurang mendukung sebanyak 4 orang (4.3%), 13

orang (14,1%) mengalami stress sedang dan 22 orang (23.9%)

mengalami stress berat.

Analisis hubungan antara iklim organisasi dengan stress

kerja dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Square

83
dengan taraf signifikan α 5% dengan nilai p = 0,000 < α 0,05,

sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan

yang signifikan (bermakna) antara Iklim Organisasi dengan

Stres Kerja di Kamar Bedah RSUD. A Wahab Sjahranie

Samarinda.

b. Hubungan Beban Kerja Dengan Stres Kerja

Hasil analisis bivariat untuk melihat hubungan beban

kerja dengan stress kerja perawat di RSUD. A Wahab Sjahranie

Samarinda. Hubungan antara variable bebas dengan variable

terikat dalam penelitian ini menggunakan analisis Chi Square

dengan tingkat kemaknaan 95% atau p value = 0,05.

Dinyatakan ada hubungan yang signifikan jika p value < α 0,05

Table 4.9
Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat
di Kamar Bedah RSUD. A Wahab Sjahranie Samarinda
Stress kerja

Beban Total
Ringan Sedang Berat P value
kerja

N % N % N % N %

Ringan 22 23,9 14 15,2 0 0 36 39,1

Berat 0 0 28 30,4 28 30,4 56 60,2 0,000

Jumlah 22 23,9 42 45,7 28 30,4 92 100

Dari table 4.9. diatas dapat dilihat bahwa 37 responden

yang menyatakan beban kerja ringan sebanyak 22 orang

(23.9%) mengalami stress ringan, 14 orang (15.2%) mengalami

stress sedang dan tidak ada responden yang mengalami stress

84
berat, sedangkan dari 56 responden yang menyatakan beban

kerja berat tidak ada responden, 28 orang (30.4%) mengalami

stress sedang dan 28 orang (30.4%) mengalami stress berat.

Analisis hubungan antara beban kerja dengan stress

kerja dilakukan dengan menggunakan rumus Chi Square

dengan taraf signifikan α 5% dengan nilai p = 0,000 < α 0,05

dan nilai X2hitung 56.152 > X2tabel = 7.815, sehingga Ho ditolak

dan Ha diterima yang artinya ada hubungan yang signifikan

(bermakna) antara Beban Kerja dengan Stres Kerja di Kamar

Bedah RSUD. A Wahab Sjahranie Samarinda.

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Iklim Organisasi

Distribusi frekuensi responden berdasarkan iklim

organisasi diperoleh gambaran bahwa dari 92 responden

mayoritas responden menyatakan iklim organisasi mendukung

yaitu 53 orang (57.6%) dan 39 orang (42.4%) yang menyatakan

iklim organisasi kurang mendukung. Hal ini menjelaskan bahwa

iklim organisasi di RSUD. A. Wahab Sjahranie Samarinda masih

baik dan mendukung.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa

sebagian besar responden menyatakan bahwa iklim organisasi

mendukung, hal ini dapat dilihat dari jawaban responden

dimana sebagian besar responden menyatakan setuju dari

85
aspek keterdukungan yang menyatakan perawat dikamar bedah

berusaha untuk mempertahankan keharmonisan dalam tim,

adanya rasa empati antara sesame rekan kerja, perawat mau

bekerjasama dengan rekan kerja. Dari aspek pertemanan

sebagian besar perawat menjawab setuju yang menyatakan

terdapat tingkat keserasian antar perawat, Melakukan pekerjaan

sesuai dengan tugas, Adanya saling kepercayaan antara

perawat dan dokter. Selain itu berdasarkan aspek intimate

sebagian besar perawat menyatakan setuju bahwa solidaritas

antar perawat untuk melakukan pekerjaan baik, perawat

memahami visi dan misi pekerjaan, kesuksesan pekerjaan

adalah kesuksesan bersama dan perawat mewujudkan tujuan

secara konsekuen.

Berdasarkan hasil jawaban responden dapat dilihat

bahwa iklim organisasi di kamar bedah RSUD A. Wahab

Sjahranie sebagian besar perawat menyatakan mendukung

meskipun masih ada perawat yang menyatakan kurang

mendukung, hal ini dapat dipahami karena pribadi setiap orang

berbeda-beda dalam memahami masalah yang dihadapinya,

misalnya ada perawat yang lebih sensitive terhadap teguran

atau perlakuan dari perawat lainnya, dalam penelitian ini dapat

dilihat bahwa peran kepala ruangan masih belum maksimal, hal

ini disebabkan karena kepala ruangan tidak menegur langsung

perawat yang melakukan kesalahan, hal ini bisa terjadi pada

86
perawat senior sehingga ada perasaan kurang enak untuk

melakukan teguran.

Selain itu hubungan dengan dokter masih belum

maksimal tetapi tidak semua dokter, hal ini dapat disebabkan

karena kesibukan dokter dan kurangnya komunikasi dengan

perawat di kamar bedah sehingga kurang terjalin hubungan

yang harmonis antara dokter dengan perawat di kamar bedah.

Hasil penelitian yang dilakukan Sari (2009) tentang

gambaran iklim organisasi di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr

Kariadi Semarang didapatkan data bahwa dari 56 perawat yang

menjalankan tugas di Instalasi Bedah Sentral ada 30 orang

(52%) menyatalan iklim organisasi mendukung. Peneliti Sari

menemukan bahwa kerjasama antara perawat sebagai rekan

kerja terjalin dengan baik tetapi hubungan dengan dokter masih

kurang maksimal dan kepala ruangan tidak melakukan

fungsinya secara maksimal pula. Persamaan dengan penelitian

yang dilakukan adalah kedua penelitian memberikan hasil

bahwa iklim organisasi sama-sama mendukung.

Davis dan Newstorm (1996) mengemukakan bahwa iklim

organisasi adalah “Lingkungan manusia di dalam, dimana para

anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka”. Dalam kaitan

ini jelas dimaksudkan bahwa iklim organisasi itu adalah yang

menyangkut semua lingkungan yang ada atau dihadapi oleh

manusia yang berada di dalam suatu organisasi yang

87
mempengaruhi seseorang dalam melakukan tugas-tugas

keorganisasiannya.

Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim ada dan

dapat dirasakan. Iklim dipengaruhi oleh hampir semua hal yang

terjadi dalam suatu organisasi. Jika sebuah organisasi ingin

berhasil dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya secara utuh

dan sempurna, maka dibutuhkan individu-individu yang handal

sebagai sumber daya yang akan memegang kendali tali

organisasi. Agar sumber daya manusia di dalam organisasi

dapat bekerja secara optimal dan memiliki loyalitas yang tinggi,

maka organisasi harus dapat menciptakan iklim yang baik dan

menyenangkan, sehingga sumber daya manusia yang telah

terbentuk kualitasnya dapat terus dipertahankan dan mereka

memiliki prestasi kerja yang tinggi. Menurut Stringer (2012)

Iklim organisasi dapat terjalin harmonis antara perawat dengan

kepala ruangan atau antara perawat dengan dokter, iklim

organisasi yang baik dapat terlaksana jika memenuhi beberapa

syarat seperti yang dikemukakan oleh strategi organisasi

dimana kinerja perawat bergantung pada strategi (apa yang

diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh perawat

untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi,

dan faktor-faktor lingkungan penentu dari level energi tersebut.,

faktor lain adalah pengaturan organisasi and terakhir adalah

kepemimpinan dimana perilaku pemimpin mempengaruhi iklim

88
organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan.

Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya

kinerja.

b. Beban Kerja

Distribusi frekuensi responden berdasarkan beban kerja

diperoleh gambaran bahwa dari 92 responden mayoritas

responden menyatakan beban kerja berat yaitu 56 orang

(60.9%), 36 orang (39,1%) menyatakan beban kerja ringan

Menurut peneliti sebagian besar perawat menyatakan

beban kerja sedang dan berat, hal ini dapat dipahami

mengingat pekerjaan perawat dikamar bedah membutuhkan

kekuatan fisik dan mental yang tinggi mengahadapi tekanan

pekerjaan dan tuntutan pekerjaan dengan tingkat keberhasilan

yang tinggi. Adapun perawat yang menyatakan beban kerja

ringan adalah perawat dengan persepsi berbeda yang

menganggap pekerjaan di kamar bedah adalah pekerjaan

tantangan dan harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan

oleh Kusbiantoro (2012) dengan judul penelitian gambaran

beban kerja perawat di kamar bedah Rumah Sakit

Muhammadiyah Lamongan. Hasil penelitian dari 14 responden

didapatkan bahwa 7 responden (50%) mengalami beban kerja

89
berat, 7 responden (50%) mengalami beban kerja sedang dan

tidak satupun responden yang mengalami beban kerja ringan.

Persamaan dengan penelitian ini sebagian besar perawat

menyatakan beban kerja berat tetapi dalam penelitian yang

dilakukan masih ada perawat yang menyatakan beban kerja

ringan.

Berdasarkan hasil pengukuran beban kerja dapat dilihat

bahwa dilihat dari aspek Mental Demand (MD) sebagian besar

responden menjawab tinggi karena dalam melaksanakan

pekerjaan sangt dibutuhkan aktivitas mental dan persepsi yang

tinggi karena adanya tekanan pekerjaan yang kelihatannya

sederhana dan kurangnya kelonggaran waktu. Dilihat dari

aspek Physical Demand sebagian besar perawat menyatakan

sedang dimana dalam aspek ini menyatakan bahwa jumlah

aktivitas fisik yang dibutuhkan untuk mendorong pasien,

mengangkat pasien serta mengontrol putaran saat mendorong

pasien berada pada taraf sedang meskipun sebagian

menyatakan membutuhkan aktivitas fisik yang tinggi. Dilihat dari

aspek Temporial Demand (TD) sebagian besar responden

menyatakan tinggi karena adanya tekanan waktu yang

dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan tidak dapat dilakukan

dengan perlahan dan santai. Dilihat dari aspek Performance

(OP) sebagian besar perawat menjawab tinggi untuk

keberhasilan pekerjaan yang dilakukan dan kepuasan

90
pekerjaan yang dilakukan. Pada aspek Frustation (FR)

sebagian besar perawat menyatakan tinggi karena adanya

kekhawatiran dari tingkat keamanan terhadap pekerjaan yang

dilakukan dan kepuasan diri terhadap pekerjaan yang

dilakukan. Dan terakhir pada aspek Effort (EF) sebagian besar

responden menjawab sedang terhadap kerja keras mental yang

dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan kerja

keras fisik yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan.

Dalam Pitoyo (2008), tentang Formasi Pegawai Negeri

Sipil, pasal 4 ayat (2) huruf c, menyatakan bahwa “Beban kerja

adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam

jangka waktu tertentu, di mana dalam memperkirakan beban

kerja dari organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan

atau pengalaman.” Sedangkan Marquis & Houston (2008),

mendefinisikan beban kerja perawat adalah suatu

kegiatan/aktivitas yang dilakukan seorang perawat selama

bertugas, di suatu unit layanan kesehatan.

Dampak negatif dari meningkatnya beban kerja adalah

kemungkinan timbul emosi perawat yang tidak sesuai dengan

yang diharapkan pasien. Beban kerja yang berlebihan ini

sangat berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kesehatan

dan tentu saja berpengaruh terhadap produktifitas rumah sakit.

91
Tugas dan tanggung jawab perawat kamar bedah bukan

hal yang ringan untuk dipikul. Perawat kamar bedah

bertanggung jawab menyediakan fasilitas sebelum

pembedahan dan mengelola paket alat pembedahan selama

tindakan pembedahan berlangsung, administrasi dan

dokumentasi semua aktivitas/tindakan keperawatan selama

pembedahan dan kelengkapan dokumen medik antara lain

kelengkapan status lengkap, laporan pembedahan, laporan

anastesi, pengisian formulir patologi, check-list, pasient safety

di kamar bedah, mengatasi kecemasan dari pasien yang akan

di operasi, persiapan alat, mengatur dan menyediakan

keperluan selama jalannya pembedahan baik menjadi scrub

nurse atau pun sirkuler nurse, dan asuhan keperawatan setelah

pembedahan di ruang pulih sadar (recovery room). Hal diatas

menyebabkan ketegangan dan kejenuhan dalam menghadapi

pasien, teman sejawat, tekanan dari pimpinan, selain itu juga

perawat harus dituntut tampil sebagai perawat yang baik oleh

pasien (Hipkabi, 2012).

c. Stres Kerja

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepuasan

diperoleh gambaran bahwa dari 92 responden mayoritas

responden menyatakan stres kerja sedang yaitu 42 orang

(45.7%), kemudian yang menyatakan stres kerja berat yaitu 28

92
orang (30.1%) dan hanya 22 orang (23.9%) menyatakan stres

kerja ringan.

Menurut peneliti stress kerja perawat banyak yang

menyatakan sedang dan berat disebabkan karena jumlah

pekerjaan yang banyak tidak sesuai dengan jumlah perawat

yang mengerjakannya, jumlah operasi rata-rata perhari rata-

rata 55 tindakan operasi ringan, sedang dan berat. Tingginya

jumlah operasi di RSUD A. Wahab Sjahranie disebabkan

karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dari

rumah sakit lain dan rumah sakit luar daerah di sekitar daerah

Kalimantan Timur karena kelengkapan peralatan.

Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan

oleh Kusbiantoro (2012) dengan judul penelitian gambaran

stres kerja perawat di kamar bedah Rumah Sakit

Muhammadiyah Lamongan. Hasil penelitian ingkat stres kerja

dari 14 responden didapatkan 10 responden (71,43%)

mengalami stres ringan, 3 responden (21,43%) mengalami

stres sedang dan 1 responden (7,14%) mengalami stres berat.

Perbedaan dengan hasil penelitian ini adalah sebagian besar

perawat di kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie terbanyak

dengan stress kerja sedang yaitu 46.2%.

Tugas dan tanggung jawab perawat kamar bedah bukan

hal yang ringan untuk dipikul. Perawat kamar bedah

bertanggung jawab menyediakan fasilitas sebelum pembedahan

93
dan mengelola paket alat pembedahan selama tindakan

pembedahan berlangsung, administrasi dan dokumentasi

semua aktivitas atau tindakan keperawatan selama

pembedahan dan kelengkapan dokumen medik. Hal ini

menyebabkan ketegangan dan kejenuhan dalam menghadapi

pasien, teman sejawat, tekanan dari pimpinan, selain itu juga

perawat harus dituntut tampil sebagai perawat yang baik oleh

pasien (Hipkabi, 2012). Berbagai situasi dan tuntutan kerja yang

di alami perawat dapat menjadi sumber potensial stres kerja.

Kristanto (2009), menyatakan bahwa kemampuan

individu dalam mengambil sikap dan keputusan dapat

menyebabkan stres kerja. Faktor penyebab yang dominan stres

kerja perawat disebabkan kondisi yang dihadapi perawat sehari-

hari, baik dalam hal pekerjaan ataupun dalam kehidupannya

sehari-hari. Penelitian dari National Institute for Occupational

Safety and Health (NIOSH) menetapkan perawat sebagai

profesi berisiko sangat tinggi terhadap stres. Hal tersebut

disebabkan oleh karena perawat memiliki tugas dan tanggung

jawab untuk menyelamatkan nyawa pasien (Basuki dalam

Widodo, 2010).

Banyak studi mengenai stres kerja perawat terutama

pada pelayanan klinis, stres kerja dapat terjadi karena beban

kerja yang tinggi, peran ambiguitas perawat, konflik dengan

dokter dan teman sejawat lainnya, kekurangan jumlah perawat,

94
terlalu sering lembur, kurang kesempatan mendapat pelatihan

atau pendidikan yang berkelanjutan, menghadapi pasien yang

sekarat dan kematian, dan perencanaan dalam karir dan

prestasi (Evan, 2002 ; Mac Vicar 2003, Parikh et al, 2004 dalam

Azizpour, 2013).

Berdasarkan hasil kuesioner didapat bahwa sebagian

besar perawat mengalami stress ringan yang ditunjukkan

dengan gejala fisik dan psikologis serta perilaku. Hal ini dapat

dilihat dari jawaban responden berdasarkan aspek fisik dimana

sebagian besar perawat menyatakan sering pada item

pertanyaan Perasaan saya berdebar saat menerima pasien

kritis dengan kondisi tidak stabil dan mengalami komplikasi,

saya merasa otot leher, bahu dan punggung kaku saat bekerja

dan tangan saya suka bekeringat pada saat atau setelah

melaksanakan operasi, gejala psikologis yang ditunjukkan

adalah mengalami perasaan lelah dan tak berdaya setelah

menjalani tugas dengan kondisi pasien yang tidak stabil, merasa

kehilangan konsentrasi ketika mendengar banyak perbedaan

intruksi dokter, mudah marah atau cepat tersinggung dalam

masalah pekerjaan. Aspek perilaku yang ditunjukkan adalah

suka menunda pekerjaan karena banyaknya pekerjaan yang

harus dilakukan dan merasa kesulitan memberikan ide yang

inovatif dan kreatif mengenai masalah pekerjaan.

Stres kerja perawat kamar bedah disebabkan mendapat

95
tekanan waktu dan pengalaman tinggi dalam melaksanakan

prosedur yang kompleks dan harus memiliki kompetensi dan

menguasai teknologi baru. Perawat harus memiliki memori,

kognitif, dan skill yang tinggi. Perawat dituntut agar

meningkatkan kemampuannya dan jika kemampuan tersebut

terus menerus dipergunakan maka dapat menyebabkan stres.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara iklim organisasi dengan stress kerja di

kamar Bedah RSUD A Wahab Sjahranie Samarinda yang

ditunjukkan dengan nilai p value 0,000. Hal ini menjelaskan

bahwa semakin mendukung iklim organisasi maka semakin

rendah tingkat stress kerja dan sebaliknya semakin tidak

mendukung iklim organisasi maka semakin tinggi tingkat stress

kerja perawat. Hal ini ditunjukkan data penelitian dimana

sebanyak 18 orang responden (19.6%) yang menyatakan iklim

organisasi mendukung mengalami stress ringan, sementara ada

pula sebanyak 22 orang (23.9%) yang menyatakan iklim

organisasi kurang mendukung mengalami stress berat.

Menurut peneliti iklim organisasi di kamar bedah sangat

berhubungan dengan stress kerja meskipun masih ada yang

menyatakan kurang mendukung, hal ini karena persepsi dan

pribadi masing-masing individu tidak sama dalam menghadapi

96
masalah di kamar bedah sehingga memberikan respon yang

berbeda-beda pula. Ketidaksamaan persepsi akan berpengaruh

pada tingkat stress yang dirasakan karena hal tersebut

merupakan tekanan psikologis dan menggangu kenyamanan

perasaan seseorang sehingga secara langsunga taupun tidak

langsung dapat menyebabkan stress kerja.

Iklim organisasi yang kurang mendukung dapat

menyebabkan terjadinya stress kerja, hal ini karena adanya

hubungan degan teman sejawat atau hubungan dengan dokter

yang kurang baik menyebabkan timbulnya ketidaknyamanan

perasaan seperti yang dikemukakan oleh Selye dalam Hawari

(2008) bahwa stress adalah respon tubuh yang sifatnya non

spesifik terhadap setiap tuntutan beban diatasnya. Di samping

itu stress dapat diartikan sebagai suatu tanggapan dalam

menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu

dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan

lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak

mengadakan Stres yang dialami seseorang sebenarnya berada

di bawah kontrol orang itu sendiri, karena masalahnya ada di

dalam cara seseorang untuk mempersepsikannya. Setiap

aspek di pekerjaan dapat membangkitkan stress. Sumber

stress yang menyebabkan seseorang tidak optimal, atau yang

menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari

beberapa macam pembangkit stres.

97
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mendukung

penelitian yang dilakukan oleh Suryaningrum (2015) dengan

judul penelitian pengaruh beban kerja dan iklim organisasi

terhadap stres kerja perawat RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta. Hasil penelitian menemukan bahwa iklim

organisasi berpengaruh terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah sebesar (p)-0,144 (*p<0,05; p=0,027), dengan

AR2 iklim organisasi terhadap stres kerja perawat RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 0,021*.

Kemenkes (2010) menyatakan bahwa lingkungan kerja

di kamar bedah adalah bagian khusus dari rumah sakit yang

digunakan untuk melakukan pembedahan secara elektif dan

emergensi, karena kondisi lingkungan kamar bedah rentan

terhadap paparan patogen dari darah, ekskresi saluran cerna,

genetalia, feses, bekas muntahan, cairan parenteral, selaput

lendir dan kulit yang terluka cairan lain yang mungkin

menularkan penyakit semua darah dan cairan darah manusia

yang ditangani seolah-olah diketahui menularkan HIV (Human

Immunodeficiency Virus), VHB (Virus Hepatitis B), TB (Tubercle

Bacillus) paru dan patogen lain, oleh karena itu, perawat kamar

bedah mempunyai kewajiban untuk memperlakukan pasien

dengan aman dan nyaman. Prinsip asuhan keperawatan di

kamar operasi harus asepsis bedah.

Waktu pembedahan menjadi adalah satu stresor

98
perawat kamar bedah, hal ini disebabkan jenis operasi yang

dilakukan, jenis operasi mayor lebih lama dari pada operasi

minor, operasi sering menggunakan laparaskopi lebih lama

karena lapangan operasi yang sempit dan perlu berhati-hati

dalam melakukannya karena pembedahan ini dapat memotong

atau menjepit jaringan di sekitarnya. Operasi dengan

laparatomi atau membuka lebar area insisi rongga tubuh

sehingga dapat memperlama waktu operasi. Perawat kamar

bedah bekerja dalam waktu pembedahan yang lama

merupakan faktor yang menyebabkan kelelahan dan

ketegangan (Kingdon, et al, 2007).

Hubungan dengan dokter dan teman sejawat adalah

salah satu stresor kerja. Hasil penelitian mengungkapkan

personil kamar bedah mengalami stres kerja dalam kategori

tinggi, karena ada hubungan yang signifikan antara stres kerja

dengan hubungan kerja perawat dengan dokter dan teman

sejawat lainnya, hal ini disebabkan konflik dengan rekan kerja

yang tidak tepat menyebabkan komunikasi dan kolaborasi tidak

terjalin baik dan pada gilirannya mengarah perawat kurang

mendapat dukungan mental dan sosial dari rekan sejawat

(Maria dan Sullivan, 1978 dalam Azizpour, 2013) Perilaku

agresif dokter menjadi faktor terbesar stres perawat kamar

bedah, hal ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan

perawat memenuhi kebutuhan yang diperlukan dokter bedah,

99
perawat kurang kompeten dalam melakukan tugasnya dan

tidak mempersiapkan operasi dengan baik (Skjorshammer,

2003 dalam Berland,et al., 2007). Perilaku buruk dokter bedah

kepada perawat kamar bedah yang paling sering terjadi dapat

memberi efek negatif kepada kedua profesi, dapat

menyebabkan stres, frustasi, konsentrasi menurun, komunikasi

dan pertukaran informasi terganggu di tempat kerja (Rosenstein

& O’Daniel dalam Berland et al, 2007). Dan hal ini dapat

menjadi konflik antara profesi, terutama dokter dan perawat (Mc

Vicar, 2003 dalam Berland et al, 2007).

b. Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara beban kerja dengan stress kerja di kamar

Bedah RSUD A Wahab Sjahranie Samarinda yang ditunjukkan

dengan nilai p value 0,000. Hal ini menjelaskan bahwa semakin

berat beban kerja yang dirasakan maka semakin tinggi tingkat

stress kerja. Hal ini ditunjukkan data penelitian dimana

responden sebanyak 28 orang (30,4%)) yang menyatakan

beban kerja berat mengalami stress berat.

Menurut asumsi peneliti tingginya beban kerja yang

dirasakan oleh perawat di kamar bedah disebabkan karena

tingginya jumlah operasi yang harus dilayani dan tidak sesuai

dengan jumlah perawat sehingga hal ini menyebabkan tekanan

yang tinggi berdampak pada stress kerja perawat. Beban kerja

100
yang tinggi dapat disebabkan sebagian besar perawat masih

berpendidikan DIII sehingga perlu ditingkatkan lagi kompetensi

yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kemampuan untuk

dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan

oleh Lilis (2007) dengan judul penelitian hubungan beban kerja

dengan stres kerja perawat di tiap ruang Rawat Inap RSUD

Sidikalang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan

yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja di tipa

ruangan rawat inap dengan nilai p value 0,002. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa sebagian besar mayoritas responden

perawat dengan beban kerja berat dan stress berat yaitu 72.7%

mengalami stress kerja sedang dan hanya 12.1% stress berat,.

Apabila stres mencapai titik puncak yang kira-kira sesuai

dengan kemampuan maksimum kinerja karyawan maka pada

titik ini stres tambahan cenderung tidak menghasilkan perbaikan

kinerja selanjutnya bila stres yang dialami karyawan terlalu

besar, maka kinerja akan mulai menurun, karena stres tersebut

mengganggu pelaksanaan kerja karyawan dan akan kehilangan

kemampuan untuk mengendalikannya atau menjadi tidak

mampu untuk mengambil keputusan dan perilakunya menjadi

tidak menentu. Akibat yang paling ekstrim adalah kinerja

menjadi nol, karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit, dan

101
tidak kuat lagi untuk bekerja, menjadi putus asa, keluar atau

menolak bekerja (Munandar, 2001).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Kingdon et.al, (2007) yang menyatakan

beban kerja yang tinggi pada perawat kamar bedah secara

terus menerus karena mendapatkan tekanan yang tinggi dari

pekerjaan dapat menyebabkan stres secara fisik, emosi, sosial,

psikologis, perubahan spritual. Respon stres fisik yang terjadi

secara berulang dapat menyebabkan ketegangan dan

kelelahan. Respon yang terjadi secara psikologi dapat

menyebabkan kecemasan, depresi, ketakutan, marah. Hal

tersebut diatas dapat menimbulkan perilaku negatif seperti

konsumsi alkohol, merokok, absensi permusuhan dan agresi

perilaku ini akhirnya menurunkan produktivitas dan efisiensi

secara signifikan dapat menghambat upaya keselamatan

pasien dan efektifitas dari organisasi.

Berdasarkan hasil riset menyatakan bahwa 50,9%

perawat Indonesia mengalami stres kerja sering pusing, lelah,

tidak ada istirahat karena beban kerja yang terlalu tinggi dan

menyita waktu, gaji rendah dan insentif yang tidak memadai

(Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2006, dalam Widodo,

2010).

Stres kerja perawat dapat terjadi apabila perawat dalam

bertugas mendapatkan beban kerja yang lemebihi

102
kemampuannya sehingga perawat tersebut tidak mampu

memenuhi atau menyelesaikan tugasnya, maka perawat

tersebut dikatakan mengalami stres kerja. Manifestasi dari stres

kerja perawat antara lain akibat karakterisasi pasien, pengkajian

terhadap pasien, dan aspek lingkungan kerja yang mengganggu

merupakan langkah awal dalam menangani masalahmasalah

yang datang mengenai tingkat kepadatan ruangan emergency,

efisiensi pelaksanaan tugas, serta adanya tuntutan

untuk menyelamatkan pasien (Levin et al, 2004).

3. Keterbatasan Penelitian

a. Rancangan Penelitian

Desain penelitian menggunakan rancangan deskriftif

dengan pendekatan cross sectional dimana pengukuran

variable baik independent maupun dependent dilakukan dalam

waktu yang bersamaan sehingga penelitian ini tidak dapat

diketahui hubungan sebab akibat secara langsung tetapi hanya

menggambarkan hubungan satu arah saja.

b. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan hanya sampai pada

analisa univariat dan bivariat saja tidak sampai pada analisa

multivariate sehingga tidak dapat diketahui hubungan simultan

antara variabel iklim organisasi dan beban kerja terhadap stress

kerja serta tidak diketahui faktor dominan yang berpengaruh

terhadap stress kerja.

103
104

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis data dan pembahasan maka

selanjutnya disimpulkan sebagai berikut:

1. Perawat di Kamar Bedah RSUD. A. Wahab Sjahranie Samarinda

sebagian besar berumur antara 31-35 tahun sebanyak 28 orang

(30.1%) memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 53 (57.6%)

dengan latar belakang pendidikan DIII sebanyak 54 orang (58.7%)

serta masa kerja antara 6-10 tahun (35.5%).

2. Gambaran iklim organisasi di kamar bedah RSUD A. Wahab

Sjahranie Samarinda sebagian besar perawat menyatakan

mendukung yaitu 53 orang (57.6%)

3. Gambaran beban kerja di kamar bedah RSUD A. Wahab

Sjahranie Samarinda sebagian besar menyatakan beban kerja

berat yaitu sebanyak 56 orang (60.9%)

4. Gambaran tingkat stres perawat kamar bedah RSUD A. Wahab

Sjahranie Samarinda sebagian besar menyatakan sedang yaitu

sebanyak 42 orang (45.7%)

5. Ada hubungan antara iklim organisasi dengan tingkat stres

perawat kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

ditunjukkan dengan nilai p value 0.000.

104
6. Ada hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres perawat

kamar bedah RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda ditunjukkan

dengan nilai p value 0,000.

B. Saran

1. Bagi RSUD A Wahab Sjahranie Samarinda

Meningkatkan kompetensi perawat melalui pendidikan dan

pelatihan agar kemampaun perawat meningkat dalam mengatasi

beban kerja yang tinggi, rumah sakit memberikan lingkungan kerja

yang kondusif misalnya ruangan operasi yang lebih fleksibel dan

menyenangkan, meningkatkan hubungan yang harmonis antara

perawat dan dokter melalui kegiatan-kegiatan diluar pekerjaan

seperti Family Day. Rumah sakit juga perlu mengevaluasi sistem

kerja yang ada di kamar bedah misalnya jumlah operasi yang

banyak dengan menambah jumlah perawat di kamar bedah

sehingga beban kerja menjadi lebih ringan.

2. Bagi Perawat Kamar Bedah

Perawat kamar bedah dapar mensikapi kondisi pekerjaan dan

hubungan interpersonal dengan rekan sejawat dan lebih terbuka

dengan mengubah persepsi dan cara pandang mengenai masalah

yang ada di kamar bedah sehingga setiap permasalahan dapat

diselesaikan secara bersama-sama dan menghindari perilaku yang

dapat menyebabkan ketidaknyamanan antara perawat dikamar

bedah.

105
3. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian

selanjutnya tentang stres kerja perawat yang dihubungkan iklim

organisasi dan beban kerja.

106
107
Tabel 3.1 Jadual Penelitian
Waktu

Juni Juli Agus’ Sept’ Okt’ Nov’ Des’


No Kegiatan
2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul
Proposal

2 Proses Bimbingan
Proposal

3 Sidang proposal
penelitian

4 Revisi proposal
penelitian

5 Pelaksanaan
penelitian

6 Penyusunan hasil
penelitian

108
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes (2010) “Rencana Strategis Kementrian Kesehatan RI Tahun


2010-2014”

Hipkabi (2012). Manajemen Pelatihan Perawat Kamar Bedah

Atmaja, B.S dan Widodo (2010). Penerapan Analisis Portofolio Saham


dalam rangka Optimalisasi dan minimalisir risiko pada perusahaan
edisi vol. 3 No.2 161-174

Azizpour (2013) Form – mat drying of strimp : characterization and drying


kinetic of foam

Arora et all (2010) Correction to result in arora et all

Kingdon et all (2007) recently reviewed the subject of combining CBTI and
medication to treat patients with schizophrenia

McCulloc (2005) Managing Fatigue its about sleep

Berland et all (2007) Toll like receptor 7 dependant loss of B cell tolerance
in pathogenic autoantibody knockin mice

Tri Suryaningrum (2015) Pengaruh Beban Kerja dan dukungan sosial


terhadap stress kerja pada perawat RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta

Wirawan (2007) Budaya dan Iklim organisasi teori aplikasi & penelitian –
Salemba Empat Jakarta

Stringer (2012) The Status of homo heidelbergensis (Schoetensacle


1908)

Lila (2007) from beans to berries and beyond

Hudak & Gallo (2010) Keperawatan kritis edisi 6, jakarta. EGC

William (2008) pengamatan analisis kebijakan publik, Gajah Mada


University Press, Yogyakarta

Indriyani (2009) pengaruh konflik peran ganda & stress kerja terhadap
kinerja terhadap kinerja perawat wanita rumah sakit, tesis program
magister manajemen universitas.
Lannasari. (2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres kerja
perawat dalam pelaksaan asuhan keperawatan pasien. 5 (1) 4-5.

Amrih, Pitoyo, (2008). Ilmu Kearifan Jawa, Pinus Book Publisher,


Yogyakarta.

Marquis dan Huston (2010). Kepemimpinan dan manajemen


keperawatan. Teori dan Aplikasi. Alih bahasa: Widyawati dan
Handayani. Jakarta. Edisi 4. EGC.

Gillies, D. A. (2006). Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem


Edisi
Kedua. Terjemahan Illiois W. B. Saunders Company

Kawonal, Y. (2006). Standar Praktik Keperawatan Profesional di


Indonesia. Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Hurlock, Elizabeth B. (2011). Psikologi Perkembangan : Suatu


Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Hancock, P.A & Meshkati, N. (2008). “Human Mental Workload”. Elsevier


Science Publisher B.V : Netherlands.

Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan


praktek.Jakarta : Salemba Medika.

Hastono. (2011) Analisa Data Kesehatan. Jakarta : FKM. UI.

Akdon & Ridwan (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk
Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Hastono Sutanto Priyo dan Sabri Luknis. 2010. Statistik Kesehatan.


Rajawali Pers, Jakarta.

Kusbiantoro D. 2008. Gambaran Tingkat Beban Kerja Dan Stres Kerja


Perawat Di Ruang Intensive Care (ICU) Rumah Sakit Muhammadiyah
Lamongan. Jurnal stikes vol. 1, no. 1 hal. 26-40
LAMPIRAN
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Samarinda, November 2016

Kepada Yth,

Saudara / i Calon Responden

Di-Tempat

Dengan hormat,

Saya Yudhi Susanto (1511308231122) Adalah mahasiswa Fakultas


Keperawatan UMKT yang sedang melakukan penelitian yang berjudul
“Hubungan antara iklim organisasi dan beban kerja dengan tingkat stres
perawat kamar bedan RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda”. Kegiatan yang
diharapkan dari saudara/ saudari adalah mengisi lembar pertanyaan yang
diberikan oleh peneliti dan tidak mengakibatkan kerugian apapun karena semua
informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya.

Apabila saudara/ saudari bersedia menjadi responden, mohon


menandatangani lembar persetujuan dan mengisi angket yang disertakan
dengan lembar ini. Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Yudhi Susanto

NIM. 151130823112
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, saya bersedia berpartisipasi sebagai


responden dalam uji validitas dan reliabilitas dengan judul “Hubungan antara
iklim organisasi dan beban kerja dengan tingkat stres perawat kamar
bedan RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda”.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak bersifat negatif dan tidak merugikan
bagi saya dan keluarga serta segala informasi yang saya berikan dijamin
kerahasiaannya. Saya berharap pada hasil penelitian ini akan menjadi bahan
masukan bagi semua kalangan kesehatan, karena itu jawaban yang saya
berikan adalah yang sebenarnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dengan ini saya menyatakan


secara sukarela bersedia menjadi responden dan berpartisipasi aktif dalam uji
validitas dan reliabilitas.

Samarinda, November 2016


Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Samarinda, November 2016

Kepada Yth,

Saudara / i Calon Responden

Di-Tempat

Dengan hormat,

Saya Yudhi Susanto (1511308231122) Adalah mahasiswa Fakultas


Keperawatan UMKT yang sedang melakukan penelitian yang berjudul
“Hubungan antara iklim organisasi dan beban kerja dengan tingkat stres
perawat kamar bedan RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda”. Kegiatan yang
diharapkan dari saudara/ saudari adalah mengisi lembar pertanyaan yang
diberikan oleh peneliti dan tidak mengakibatkan kerugian apapun karena semua
informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya.

Apabila saudara/ saudari bersedia menjadi responden, mohon


menandatangani lembar persetujuan dan mengisi angket yang disertakan
dengan lembar ini. Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

Yudhi Susanto

NIM. 151130823112
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, saya bersedia berpartisipasi sebagai


responden dalam uji validitas dan reliabilitas dengan judul “Hubungan antara
iklim organisasi dan beban kerja dengan tingkat stres perawat kamar
bedan RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda”.

Saya memahami bahwa penelitian ini tidak bersifat negatif dan tidak merugikan
bagi saya dan keluarga serta segala informasi yang saya berikan dijamin
kerahasiaannya. Saya berharap pada hasil penelitian ini akan menjadi bahan
masukan bagi semua kalangan kesehatan, karena itu jawaban yang saya
berikan adalah yang sebenarnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dengan ini saya menyatakan


secara sukarela bersedia menjadi responden dan berpartisipasi aktif dalam uji
validitas dan reliabilitas.

Samarinda, November 2016


Lampiran 3.

ANGKET PENELITIAN

Iklim Organisasi

Keterangan pilihan jawaban :

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu-ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Jawaban
No Aspek yang dinilai
SS S R TS STS

DIMENSI SUPORTIVE (KETERDUKUNGAN)

1 Mempertahankan keharmonisan dalam tim kerja

2 Organisasi punya arti pribadi yang dapat


menentukan karir

3 Kepala ruangan mau dikritik oleh bawahan yang


bersifat membangun

4 Perawat sanggup menerima kritikan dari kepala


ruangan

5 Mau mendengarkan masalah dan keluhan rekan-


rekan yang berhubunagn dengan pekerjaan

6 Perawat mau bekerjasama dengan rekan kerja

7 Perawat tidak mempunyai rasa empati pada


sesama rekan kerja

8 Perawat tidak menyadari akan pentingnya rasa


memiliki terhadap pekerjaan

9 Kepala ruangan acuh dan tidak mendengarkan


masalah-masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan
10 Perawat tidak ramah dan tidak sopan melayani
pasien

11 Perawat tidak tanggap terhadap berbagai


masalah dan keluhan pasien

12 Tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap


peraturan yang berlaku masih kurang

DIMENSI COLLEGIAL (PERTEMANAN)

13 Ramah dan sopan terhadap sesame perawat

14 Tingkat keserasian hubungan antara perawat

15 Tingkat keserasian hubungan dengan kepala


ruangan

16 Tingkat keserasian dengan dokter

17 Melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas

18 Adanya saling kepercayaan antara perawat dan


dokter

19 Tidak Terpenuhinya kesejahtaraan pegawai


dalam melaksanakan pekerjaan

20 Para perawat belum mampu melaksanakan


pekerjaan secara tim

21 Apabila ada masalah yang sulit dipecahkan,


perawat mengabaikannya

22 Perawat tidak bertanya langsung kepada kepala


ruangan/dokter apabila ada permasalahan yang
belum jelas
23 Kepala ruangan menerima keluhan perawat

24 Apabila ada permasalahan baru, tidak pernah


dipecahkan secara bersama-sama

Dimensi Intimate (Keintiman)

25 Solidaritas antar perawat untuk melakukan


pekerjaan baik

26 Kepala ruangan memotivasi perawat untuk


melakukan pekerjaan

27 Kepala ruangan menghargai pekerjaan perawat


yang dianggap sesuai dengan bidang tugas

29 Perawat memahami visi dan misi pekerjaan

30 Kesuksesan pekerjaan adalah kesuksesan


bersama

31 Kepala ruangan tidak menegur perawat yang


tidak disiplin

32 Antar perawat dan dokter tidak saling membantu


dalam mengerjakan tindakan operasi

33 Tidak terdapat kesamaan orientasi terhadap vizi


dan misi kamar bedah

34 Perawata tidak berusaha memberikan pelayanan


prima kepada pasien

35 Perawat tidak mewujudkan tujuan secara


konsekuen
Lampiran 3.

ANGKET PENELITIAN

Iklim Organisasi

Keterangan pilihan jawaban :

SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu-ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Jawaban
No Aspek yang dinilai
SS S R TS STS

DIMENSI SUPORTIVE (KETERDUKUNGAN)

1 Mempertahankan keharmonisan dalam tim kerja

2 Organisasi punya arti pribadi yang dapat


menentukan karir

3 Kepala ruangan mau dikritik oleh bawahan yang


bersifat membangun

4 Perawat sanggup menerima kritikan dari kepala


ruangan

5 Mau mendengarkan masalah dan keluhan rekan-


rekan yang berhubunagn dengan pekerjaan

6 Perawat mau bekerjasama dengan rekan kerja

7 Perawat tidak mempunyai rasa empati pada


sesama rekan kerja

8 Perawat tidak menyadari akan pentingnya rasa


memiliki terhadap pekerjaan

9 Kepala ruangan acuh dan tidak mendengarkan


masalah-masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan
10 Perawat tidak ramah dan tidak sopan melayani
pasien

11 Perawat tidak tanggap terhadap berbagai


masalah dan keluhan pasien

12 Tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap


peraturan yang berlaku masih kurang

DIMENSI COLLEGIAL (PERTEMANAN)

13 Ramah dan sopan terhadap sesame perawat

14 Tingkat keserasian hubungan antara perawat

15 Tingkat keserasian hubungan dengan kepala


ruangan

16 Tingkat keserasian dengan dokter

17 Melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas

18 Adanya saling kepercayaan antara perawat dan


dokter

19 Tidak Terpenuhinya kesejahtaraan pegawai


dalam melaksanakan pekerjaan

20 Para perawat belum mampu melaksanakan


pekerjaan secara tim

21 Apabila ada masalah yang sulit dipecahkan,


perawat mengabaikannya

22 Perawat tidak bertanya langsung kepada kepala


ruangan/dokter apabila ada permasalahan yang
belum jelas
23 Kepala ruangan menerima keluhan perawat

24 Apabila ada permasalahan baru, tidak pernah


dipecahkan secara bersama-sama

Dimensi Intimate (Keintiman)

25 Solidaritas antar perawat untuk melakukan


pekerjaan baik

26 Kepala ruangan memotivasi perawat untuk


melakukan pekerjaan

27 Kepala ruangan menghargai pekerjaan perawat


yang dianggap sesuai dengan bidang tugas

29 Perawat memahami visi dan misi pekerjaan

30 Kesuksesan pekerjaan adalah kesuksesan


bersama

31 Kepala ruangan tidak menegur perawat yang


tidak disiplin

32 Antar perawat dan dokter tidak saling membantu


dalam mengerjakan tindakan operasi

33 Tidak terdapat kesamaan orientasi terhadap vizi


dan misi kamar bedah

34 Perawata tidak berusaha memberikan pelayanan


prima kepada pasien

35 Perawat tidak mewujudkan tujuan secara


konsekuen
Note

Umur

Responden Jenis Kelamin Pendidikan Masa Kerja Iklim Organisasi


N Valid 93 93 93 93 93

Missing 0 0 0 0 0
Mean 34,03 1,58 1,66 9,15 1,42
Median 33,00 2,00 1,00 8,00 1,00
Mode 35 2 1 4 1
Std. Deviation 8,693 ,496 ,853 5,831 ,496
Minimum 21 1 1 1 1
Maximum 57 2 3 25 2
Percentiles 10 25,00 1,00 1,00 3,00 1,00

20 26,00 1,00 1,00 4,00 1,00


28,00 1,00 1,00 5,00 1,00
30
31,00 1,00 1,00 7,00 1,00
40 33,00 2,00 1,00 8,00 1,00
35,00 2,00 2,00 9,00 2,00
50
37,80 2,00 2,00 11,00 2,00
60
40,00 2,00 3,00 12,00 2,00

70 48,00 2,00 3,00 19,20 2,00

Statistics

Statistics

Umur Masa Kerja


Beban Kerja Stres Kerja Responden Responden
N Valid 93 93 93 93
Missing 0 0 0 0
Mean 2,17 2,06 3,20 2,61
Median 2,00 2,00 3,00 2,00
Mode 3 2 3 2
Std. Deviation ,789 ,734 1,723 1,251
Minimum 1 1 1 1
Maximum 3 3 8 6
Percentiles 10 1,00 1,00 1,00 1,00
20 1,00 1,00 2,00 2,00
30 2,00 2,00 2,00 2,00
40 2,00 2,00 3,00 2,00
50 2,00 2,00 3,00 2,00

Page 123
60 3,00 2,00 3,00 3,00
70 3,00 2,80 4,00 3,00
80 3,00 3,00 4,00 4,00
90 3,00 3,00 6,00 4,60

Page 124
Frequency Table

Umur Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 21 1 1,1 1,1 1,1
22 3 3,2 3,2 4,3
23 3 3,2 3,2 7,5
24 1 1,1 1,1 8,6
25 7 7,5 7,5 16,1
26 8 8,6 8,6 24,7
27 4 4,3 4,3 29,0
28 2 2,2 2,2 31,2
29 2 2,2 2,2 33,3
30 3 3,2 3,2 36,6
31 6 6,5 6,5 43,0
32 6 6,5 6,5 49,5
33 6 6,5 6,5 55,9
34 1 1,1 1,1 57,0
35 9 9,7 9,7 66,7
36 2 2,2 2,2 68,8
37 1 1,1 1,1 69,9
38 5 5,4 5,4 75,3
39 2 2,2 2,2 77,4
40 4 4,3 4,3 81,7
42 4 4,3 4,3 86,0
46 1 1,1 1,1 87,1
47 1 1,1 1,1 88,2
48 3 3,2 3,2 91,4
49 1 1,1 1,1 92,5
50 1 1,1 1,1 93,5
51 1 1,1 1,1 94,6
53 2 2,2 2,2 96,8
55 2 2,2 2,2 98,9
57 1 1,1 1,1 100,0
Total 93 100,0 100,0

Page 125
Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 39 41,9 41,9 41,9
Perempuan 54 58,1 58,1 100,0
Total 93 100,0 100,0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid DIII 55 59,1 59,1 59,1
DIV 15 16,1 16,1 75,3
S1 23 24,7 24,7 100,0
Total 93 100,0 100,0

Masa Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 1 1,1 1,1 1,1
2 5 5,4 5,4 6,5
3 6 6,5 6,5 12,9
4 11 11,8 11,8 24,7
5 8 8,6 8,6 33,3
6 2 2,2 2,2 35,5
7 9 9,7 9,7 45,2
8 8 8,6 8,6 53,8
9 8 8,6 8,6 62,4
10 6 6,5 6,5 68,8
11 4 4,3 4,3 73,1
12 8 8,6 8,6 81,7
13 2 2,2 2,2 83,9
14 2 2,2 2,2 86,0
16 1 1,1 1,1 87,1
18 3 3,2 3,2 90,3
20 1 1,1 1,1 91,4
22 5 5,4 5,4 96,8

Page 126
24 2 2,2 2,2 98,9
25 1 1,1 1,1 100,0
Total 93 100,0 100,0

Page 127
Iklim Organisasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Mendukung 54 58,1 58,1 58,1
Kurang Mendukung 39 41,9 41,9 100,0
Total 93 100,0 100,0

Beban Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ringan 37 39,8 39,8 39,8
Berat 56 60,2 60,2 100,0
Total 93 100,0 100,0

Stres Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ringan 22 23,7 23,7 23,7
Sedang 43 46,2 46,2 69,9
Berat 28 30,1 30,1 100,0
Total 93 100,0 100,0

Umur Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 21-25 tahun 15 16,1 16,1 16,1
26-30 tahun 19 20,4 20,4 36,6
31-35 tahun 28 30,1 30,1 66,7
36-40 tahun 14 15,1 15,1 81,7
41-45 tahun 4 4,3 4,3 86,0
46-50 tahun 7 7,5 7,5 93,5
51-55 tahun 5 5,4 5,4 98,9
56-60 tahun 1 1,1 1,1 100,0
Total 93 100,0 100,0

Page 128
Masa Kerja Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1-5 tahun 17 18,3 18,3 18,3
6-10 tahun 33 35,5 35,5 53,8
11-15 tahun 23 24,7 24,7 78,5
16-20 tahun 11 11,8 11,8 90,3
21-25 tahun 7 7,5 7,5 97,8
26-30 tahun 2 2,2 2,2 100,0
Total 93 100,0 100,0

Stres Kerja

Ringan Sedang Berat


Iklim Organisasi Mendukung Count 18 30 6

% within Iklim Organisasi 33,3% 55,6% 11,1%


81,8% 69,8% 21,4%
% within Stres Kerja
19,4% 32,3% 6,5%
Kurang Mendukung % of Total 4 13 22
Count 10,3% 33,3% 56,4%
18,2% 30,2% 78,6%
% within Iklim Organisasi
4,3% 14,0% 23,7%
Total % within Stres Kerja 22 43 28
23,7% 46,2% 30,1%
% of Total
100,0% 100,0% 100,0%
Count
23,7% 46,2% 30,1%
Iklim Organisasi * Stres Kerja Crosstabulation

Page 129
Iklim Organisasi * Stres Kerja Crosstabulation

Total
Iklim Organisasi Mendukung Count 54
% within Iklim Organisasi 100,0%
% within Stres Kerja 58,1%
% of Total 58,1%
Kurang Mendukung Count 39
% within Iklim Organisasi 100,0%
% within Stres Kerja 41,9%
% of Total 41,9%
Total Count 93
% within Iklim Organisasi 100,0%
% within Stres Kerja 100,0%
% of Total 100,0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 22,951 2 ,000

Likelihood Ratio 23,834 2 ,000


Linear-by-Linear 19,633 1 ,000
Association
N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,23.

Page 130
Beban Kerja * Stres Kerja Crosstabulation

Stres Kerja
Ringan Sedang Berat Total
Beban Kerja Ringan Count 22 15 0 37
% within Beban Kerja 59,5% 40,5% 0,0% 100,0%
% within Stres Kerja 100,0% 34,9% 0,0% 39,8%
% of Total 23,7% 16,1% 0,0% 39,8%
Berat Count 0 28 28 56
% within Beban Kerja 0,0% 50,0% 50,0% 100,0%
% within Stres Kerja 0,0% 65,1% 100,0% 60,2%
% of Total 0,0% 30,1% 30,1% 60,2%
Total Count 22 43 28 93
% within Beban Kerja 23,7% 46,2% 30,1% 100,0%
% within Stres Kerja 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 23,7% 46,2% 30,1% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 52,228 2 ,000

Likelihood Ratio 69,398 2 ,000


Linear-by-Linear 49,500 1 ,000
Association
N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,75.

Page 131
Kepada Yth.
BAAK STIKES Muhammadiyah Samarinda
Di
Samarinda

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Sehubungan dengan pembuatan Skripsi bersama ini kami mohon diterbitkan surat
pengantar untuk keperluan diatas dengan data sebagai berikut :
Nama : Yudhi Susanto
NIM : 1511308231122
Prodi : S1 Keperawatan
Judul : HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN BEBAN KERJA
DENGAN TINGKAT STRES PERAWAT KAMAR BEDAH RSUD A.
WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
Tujuan Surat : Direktur Rumah Sakit AWS Samarinda
Tembusan :
Jenis Surat : Ijin Penelitian

Demikian surat ini kami sampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya kami ucapkan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Samarinda, 19 September 2016

Mengetahui Pemohon
Koordinator M.A Skripsi Mahasiswa

Ns. Faried Rahman Hidayat, S.Kep.,M.Kes Yudhi Susanto


NIDN. 1112068002 NIM. 1511308231122

Page 132
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : YUDHI SUSANTO

NIM : 1511308231122

Progam Studi : S.1 KEPERAWATAN

Judul Penelitian : “hubungan antara iklim organisasi dan beban kerja


dengan tingkat stress perawat kamar bedah RSUD A
Wahab Syahrani”

Menyatakan bahwa penelitian yang saya tulis ini benar – benar hasil karya

saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang

lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudiann hari dapat dibuktikan bahwa terdapat plagiat dalam

penelitian ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan

perundang-undangan (Permendiknas No.17, Tahun 2010)

Samarinda, 27 Oktober 2017

Yudhi Susanto
NIM. 1511308231122

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai