Anda di halaman 1dari 175

MODUL

BAHAN AJAR CETAK


KEPERAWATAN

KOMUNIKASI
DALAM
KEPERAWATAN

► Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep


► Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D III KEPERAWATAN TUBAN

i
VISI MISI
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN TUBAN

1. Visi :
Visi Program Studi Diploma 3 Keperawatan Tuban adalah :
Prodi D3 Keperawatan Tuban menjadi Pendidikan D3 keperawatan yang kompetitif dan unggul dalam
keperawatan Komunitas, memiliki moralitas dan integritas pada tahun 2025.

2. Misi :

Misi Program Studi Diploma 3 Keperawatan Tuban Poltekkes Kemenkes Surabaya adalah :

1. Menyelenggarakan Pendidikan Dan Pengajaran vokasional untuk menghasilkan tenaga


perawat yang kompeten di bidang Keperawatan Komunitas yang memiliki moralitas dan
integritas.
2. Menyelenggarakan Penelitian dalam bidang Keperawatan Komunitas untuk meningkatkan
kompetensi dosen dan mahasiswa yang berkualitas.
3. Menyelenggarakan Pengabdian masyarakat dalam bidang Keperawatan bagi dosen dan
mahasiswa berbasis Komunitas.

3. Tujuan :

Tujuan Program Studi Diploma 3 Keperawatan Tuban adalah :

1. Menghasilkan lulusan Ahli Madya Keperawatan yang terampil dibidang keperawatan


komunitas.
2. Menghasilkan karya penelitian di bidang keperawatan yang bermanfaat untuk
mengembangkan ilmu keperawatan dan profesi perawat.
3. Melaksanakan pengabdian Masyarakat di bidang keperawatan yang bermanfaat untuk
membantu mengatasi masalah kesehatan di masyarakat.
4. Menghasilkan kemitraan dengan institusi pelayanan kesehatan guna meningkatkan
kompetensi dosen dan mahasiswa.

ii
HALAMAN TIM PENYUSUN
Penulis
Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep
Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.
Editor
Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep
Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.
Muhammad Rosyid Ridlo
Ul Anggi Kumalasari
Natania Harlisa

Desain sampul dan isi


Alba Fotocopy & Computer

Penata letak
Dwi Tarisa Putri
Villa Ana Fitria
Niken Sefi Adilla W.P

Penerbit
Program Studi D3 Keperawatan Tuban
Poltekkes Kemenkes Surabaya

Redaksi
Program Studi D3 Keperawatan Tuban
Jl. Dr. Wahidin SH No. 2 Tuban 62314

Distributor Tunggal
Program Studi D3 Keperawatan Tuban
Jl. Dr. Wahidin SH No. 2 Tuban 62314

Cetakan Pertama tahun 2022


Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk apapun dan dengan
cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

iii
HALAMAN PENGESAHAN

MODUL PEMBELAJARAN TEORI

Modul ini telah diperiksa dan disetujui keseluruhan isinya, untuk selanjutnya dapat dipakai dalam
perkuliahan di lingkungan Prodi DIII Keperawatan Tuban

Mengetahui, Ketua Program Studi D3


Ketua Jurusan Keperawatan Keperawatan Tuban

Dr. Supriyanto, S.Kp., M.Kes Binti Yunariah, S.Kep.,Ns.M.Kes

NIP : 196909211992031001 NIP. 196612081992032001

iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah komunikasi keperawatan terapeutik dengan tepat waktu .
Makalah ini disusun untuk membantu pengembangan kemampuan pemahaman pembaca
terhadap pengetahuan tentang komunikasi keperawatan terapeutik. Makalah komunikasi ini
disajikan dalam bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami
makalah ini. Dengan makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami mengenai komunikasi
terapeutik.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ketua program studi yang telah memberikan
kami kesempatan untuk menyusun makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, kritik, dan masukan sangat
kami harapkan sari seluruh pihak dalam proses membangun mutu makalah ini.

v
DAFTAR ISI

BAB I ........................................................................................................................................ 1
KONSEP DASAR KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK ............................... 1
DALAM KEPERAWATAN ...................................................................................................... 1
TOPIK 1 .................................................................................................................................... 2

KONSEP KOMUNIKASI .......................................................................................................... 2


TOPIK 2 .................................................................................................................................. 18
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK ............................................................................... 19
TOPIK 3 .................................................................................................................................. 47
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA SETIAP TAHAP PROSES KEPERAWATAN........... 47
BAB II ..................................................................................................................................... 69

PENERAPAN KOMUNIKASI BERDASARKAN TINGKAT USIA DAN TINGKAT


SOSIAL ................................................................................................................................... 69
TOPIK 1 .................................................................................................................................. 70
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI .................................................. 70

TOPIK 2 .................................................................................................................................. 77
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK ................................................ 77
TOPIK 3 .................................................................................................................................. 86
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA REMAJA ............................................ 86
TOPIK 4 .................................................................................................................................. 92
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA DEWASA........................................... 92

TOPIK 5 ................................................................................................................................ 102


PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA ........................................... 102
TOPIK 6 ................................................................................................................................ 124
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA, KELOMPOK DAN
MASYARAKAT ................................................................................................................... 124
BAB III .................................................................................................................................. 137
PENERAPAN KOMUNIKASI PADA SETIAP TAHAP PROSES KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN GANGGUAN FISIK, JIWA DAN BERKEBUTUHAN KHUSUS ....................... 137

TOPIK 1 ................................................................................................................................ 138


PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN DENGAN MASALAH FISIK
.............................................................................................................................................. 138
TOPIK 2 ................................................................................................................................ 148
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN GANGGUAN JIWA ............ 148

vi
TOPIK 3 ................................................................................................................................ 160
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN BERKEBUTUHAN KHUSUS
.............................................................................................................................................. 160

vii
BAB I

KONSEP DASAR KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


DALAM KEPERAWATAN
Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep

PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan aktifitas dasar manusia. Melalui komunikasi manusia
dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari hari maupun di
tempat kerja, pasar, masyarakat, atau dimanapun manusia berada. Tidak ada
manusia yang tidak ada terlibat dalam komunikasi. Komunikasi begitu sangat
penting dalam kehidupan manusia,karena harus diakui bahwa manusia tidak bisa
hidup tanpa komunikasi karena manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain, dengan berkomunikasi secara efektif maka, kegiatan –
kegiatan yang sering dilakukan manusia bisa berjalan dengan baik. Tanpa adanya
komunikasi dengan baik mengakibatkan ketidak teraturan dalam melakukan kegiatan
sehari hari baik itu dirumah maupun dalam organisasi, perusahaan dan dimanapun
manusia itu berada.
Pengertian komunikasi menurut definisi Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya
yang sistematis untuk merumuskan yang secara tegar asas penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi diatas menunjukkan bahwa yang
dijadikan obyek studi ilmu komunikasi bukan saja menyampaikan informasi,
melainkan juga pembentukan pendapat umum (publik opinion) dan sikap publik
(poblik attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan
peranan yang sangat penting. Bahkan dua dalam definisi yang sangat khusus
mengenai pengertian komunikasi itu sendiri, Hovland mengatakan bahwa
komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain.

1
TOPIK 1

KONSEP KOMUNIKASI
Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep

Topik 1 Bab 1 akan menjelaskan lebih lanjut mengani konsep dasar komunikasi
yang mencakup tentang pengertin, tujuan, model, elemen, bentuk-bentuk, proses,
serta faktor yang mempengaruhi komunikasi.
Dari penjelasan topik 1,diharapkan Anda dapat memahami dan menjelaskan
tentang konsep dasar komunikasi secara umum yang digunakan pada saat
melaksanakan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Setelah memahami topik 1, diharapkan Anda dapat :
1. menjelaskan pengertian komunikasi,
2. menjelaskan tujuan komunikasi,
3. menjelaskan model komunikasi,
4. menjelaskan elemen komunikasi,
5. mengidentifikasi bentuk/jenis komunikasi,
6. menjelaskan proses komunikasi,
7. menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi.

Berdasarkan tujuan diatas, secara berurutan pokok-pokok materi yang


dipaparkan merupakan tingkatan komunikasi.

1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi berasal daari bahasa latin communicare –
communication dan communicatus yang berarti suatu alat yang berhubungan
dengan sistem penyampaian dan penerimaan berita, seperti telepon, telegraf,
radio, dan sebaginya. Beberapa pengertian komunikasi disampaikan oleh ahli
berikut.
a. Chitty (1997) mendefinisikan komunikasi adalah tukar menukar pikiran,
ide, atau informasi dan perasaan dalam setiap interaksi.
b. Jurgen Ruesch (1972) dalam Chitty (1997) menjelaskan bahwa
komunikasi adalah keseluruhan bentuk perilaku seseorang secara sadar
maupun tidak sadar yang dapat mempengaruhi orang lain tidak hanya
komuniksasi yang diucapkan dan ditulis, tetapi juga termasuk gerakan
tubuh serta tanda – tanda somatik dan simbol – simbol.
Dari beberapa definisi di atas, secara sederhana komunikasi dapat diartikan
sebagai suatu proses pertukaran, penyampaian, dan penerimaan berita, ide, atau
informasi dari seorang ke orang lain. Lebih kompleks komunikasi
didefinisiakan sebagai berikut.
a. Komunikasi adalah pertukaran keseluruhan perilaku dari komunikator
kepada komunikan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, ucapan
verbal atau tulisan, gerakan, ekspresi wajah, dan semua yang ada pada diri
komunikator dengan tujuan untuk memengaruhi orang lain.
b. Komunikasi adalah proses yang dinamis serta selalu berubah sesuai
dengan situasi dan kondisi llingkungan yang senantiasa berubah.
Dalam berkomunikasi, diperlukan ketulusan hati antara pihak yang terlibat
agar komunikasi yang dilakukan efektif. Pihak yang menyampaikan harus ada
kesungguhan atau keseriusan bahwa informasi yang disampaikan adalah

2
penting, sedangkan pihak penerima harus memiliki kesungguhan untuk
memperhatikan dan memahami makna informasi yang diterima serta
memberikan respon yang sesuai.

2. Tujuan Komunikasi
Berdasarkan beberapa pengertian / definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa secara umum tujuan komunikasi sebagai berikut.
a. Menyampaikan ide / informasi / berita kalau kita melakukan komunikasi
dengan orang lain, tujuan utamanya adalah sampainya atau sapat
dipahaminya apa yang ada dalam pikiran kita atau ide kita kepada lawan
bicara. Dengan demikian, ada satu kesamaan ide antara apa yang ada
dalam pikiran komunikator dan komunikan.
Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.
Komunikasi perawat kepada pasien saat menjelaskan kondisi pasien,
menyampaikan diagnosis keperawatan, rencana tindakan, prosedur
tindakan, atau menyampaikan hasil dari tindakan yang telah dilakukan.
b. Memengaruhi orang lain komunikasi yang kita lakukan kepada orng lain
secara decara kita sadari ataupun tidak kita sadari akan memengaruhi
perilaku orang lain. Secara sadar, jika kita tidak beerkomunikasi untuk
tujuan memotivasi seseorang, kita berharap bahwa orang yang kita
motivasi akan melakukan hal sesuai dengan yang kita inginkan. Secara
tidak kita sadari, jika pada saat kita memotivasi menunjukkan wajah yang
serius, kita akan membuat lawan bicara antusias untuk mendengarkan dan
memperhatikan apa yang disampaikan kepada dirinya.
Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.
Komunikasi perawat kepada pasien saat memberikan motivasi untuk
memelihara kesehatan serta melakukan budaya hidup sehat melalui
pengaturan pola makan yang sehat dan olahraga yang teratur.
c. Mengubah perilaku orang lain. Komunikasi bertujuan mengubah perilaku,
maksudnya jika kita bicara dengan seseorang yang berperilaku berbeda
dengan norma yang ada dan kita menginginkan.

Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.


Komunikasi yang dilakukan perawat pada saat akan mengubah
keyakinan dan perilaku pasien yang tidak baik atau bertentangan dengan
kesehatan serta keyakinan dan perilaku yang mendukung kesehatannya.
d. Memberikan pendidikan. Dalam kehidupan sehari – hari, banyak
komunikasi terjadi dengan tujuan memberikan pendidikan, misalnya
komunikasi orang tua dengan anaknya, guru atau dosen dengan murid atau
mahasiswa, perawat dengan kliennya, dan lain – lain. Komunikasi ini
dilakukan dengan tujuan agar lawan bicara (komunikan) memperoleh atau
mencapai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dan menunjukkan hal
yang lebih baik dari sebelumnya.
Contoh kegiatan keperawatan yang relevan sebagai berikut.
Komunikasi yang dilakukan perawat saat memberikan pendidikan
atau penyuluhan kesehatan kepada pasien tentang pencegahan penularan
penyakit, memerikan pendidikan tentang pertolongan dirumah pada

3
anggota keluarga yang sakit demam berdrah, dan lain – lain yang
tujuannya meningkatkan pengetahuan agar lebih baik dari sebelumnya.
e. Memahami (ide) orang lain. Komunikasi antara dua orang atau lebih akan
efektif jika antara komunikator dan komunikan saling memahami ide
masing – masing dan mereka saling berusaha untuk memberi makna pada
komunikasi yang disampaikan atau diterima.
3. Model Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu ilmu pengetahuan mengenai perilaku
manusia dalam berkomunikasi. Dalam komunikasi terdapat model-model yang
membantu dalam menjelaskan pengertian atau teori mengenai perilaku
komunikasi manusia dan fungsi komunikasi bagi aktivitas manusia, salah
satunya yaitu dalam komunikasi keperawatan.
Model komunikasi adalah representasi fenomena komunikasi yang
menonjolkan unsur-unsur terpenting yang akan dipakai untuk memahami suatu
proses komunikasi. Model berfungsi sebagai sarana untuk menjelaskan suatu
peristiwa, kondisi, atau proses déngan memprioritaskan hal-hal yang penting
untuk diketahui, dimengerti, dan diingat, serta menghilangkan hal-hal yang
tidak berkaitan dengan kondisi, peristiwa, atau proses tersebut.
Sampai saat ini sudah terdapat banyak model komunikasi yang dibuat
untuk membantu manusia dalam berkomunikasi, tetapi faktanya belum ada
satupun pakar komunikasi ataupsikologi komnunikasi yang menyatakan sebuah
model komunikasi tersebut sempurna..
Pada dasarnya, semua model komunikasi itu akan saling mendukung
model komunikasi lainnya agar menjadi sempurna.

a) Model Komunikasi Klasik (Aristoteles)


Model komunikasi klasik yang bersifat retorika ini merupakan model
komunikasi yang pertama kali dibuat oleh Aristoteles dan sangat
berkembang pada masa itu di Yunani. Pada masa itu model komunikasi ini
sering kali digunakan masyarakat untuk menyampaikan pidato, pernyataan
pembelaan di pengadilan, rapat umum, dan lain sebagainya.
Pada masa itu keterampilan berkomunikasi sangat populer karena
model komunikasi klasik yang dibuat Aristoteles belum menerapkan unsur
media dalam proses komunikasinya. Namun saat zaman mulai
berkembang dan berbagai media komunikasi mulai muncul, model
komunikasi yang bersifat retorika ini sedikit demi sedikit mulai
ditinggalkan, dan hanya digunakan pada beberapa kegiatan-kegiatan
religius dan beberapa kegiatan lainnya.

Gambar Siklus komunikasi klasik

Penerapan model komunikasi klasik dalam hubungannya dengan


praktik keperawatan adalah untuk menyampaikan pesan-pesan komunikasi
yang bersifat informatif, singkat, dan sederhana kepada pasien (klien),
contohnya saat perawat menyampaikan pesan agar pasien menjaga
kebersihan tangan.

4
b) Model Komunikasi Harold Laswell
Model komunikasi klasik dari Aristoteles kemudian disempurnakan
lagi menjadi model komunikasi Harold Laswell.Model komunikasi Harold
Laswell dibuat oleh seorang sarjana politik dari Amerika yang bernama
Harold Laswell. Model komunikasi ini merupakan satu-satunya model
komunikasi massa yang paling sederhana.
Menurut komunikasi Laswell, istilah komunikator adalah orang yang
paling memiliki pengaruh dan mampu mengarahkan komunikan untuk
mengikuti keinginannya. Jadi,kekuatan komunikasi (powerfull) dimiliki
penuh oleh komunikator sehingga pesan-pesan yang disampaikannya
dipastikan memberikan efek dalam diri komunikan. Maka dari itu,
biasanya model komunikasi Laswell banyak digunakan untuk
menstimulasi riset komunikasi, khususnya dalam bidang komunikasi
massa dan politik.

Model komunikasi Laswell memiliki unsur-unsur antara lain yaitu: (a)


who (komunikator); (b) say what (pesan apa yang akan disampaikan); (c)
in with channel (saluran komunikasinya); (d) to whom (siapa
penerimanya); dan (e) with what effect (efek komunikasinya).

Gambar Siklus komunikasi Laswell

Banyak kritikan dari para ahli komunikasi yang ditujukan kepada


model komunikasi Laswell, hal ini dikarena model komunikasi ini
menekankan efek terhadap komunikan, sehingga mengabaikan faktor-
faktor tanggapan (umpan balik) kepada komunikator.
Penerapan model komunikasi Laswell dalam kaitannya dengan
komunikasi keperawatan adalah untuk menyampaikan pesan-pesan
komunikasi yang bersifat persuasif, singkat, sederhana dan menggunakan
media tertentu, contohnya perawat menyampaikan pesan melalui media
papan pengumuman agar setiap keluarga, atau tamu yang akan berkunjung
hanya diperkenankan pada pukul 10.00-12.00 dan pukul 18.00-20.00.
c) Model Komunikasi Claude E. Shannon dan Warren Weaver.
Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang
mengirim atau menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise)
sebagaimana yang digambarkan dalam Model Komunikasi Shannon dan
Weaver. Situasi tersebut terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai
pengaruh tertentu diantaranya adalah perilaku, pikiran atau emosi orang
lain dan ada kesempatan untk melakukan umpan balik. (DeVito, ed, 5
1989, h:24 dan Fiske, 2016, h. 2-3).
Model Shannon dan Weaver merupakan teori model komunikasi yang
sangat sederhana karena bentuk atau alurnya yang linear dan model ini
merupakan model komunikasi paling awal dan memiliki pengaruh paling

5
kuat diantara model komunikasi yang lainnya. Dibawah ini merupakan
ilustrasi dari Model Shannon dan Weaver.

Gambar Model Shannon dan Weaver


(Sumber: Werner J Severin dan James W. Tankard, Jr. Communication Theories: Origins,
Methods, and Uses in the Mass Media. New York: Longman, 1992, hlm. 39, dalam Mulyana
D, 2016, hlm. 149 dan Fiske J, 2016, h: 3)

Model ini menggambarkan bahwa sangat memungkinkan untuk


sebuah sumber informasi yang menghasilkan pesan apabila
dikomunikasikan melalui seperangkat sarana.
Pesan akan dirubah menjadi sinyal sesuai dengan saluran yang
digunakan oleh transmitter sebagai sarana penyampai pesan. Saluran ini
merupakan medium yang dapat mengirimkan pesan dari transmitter ke
penerima. Otak merupakan sumber informasi yang dimaksud,
transmitternya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal kata-
kata atau percakapan, yang dilewatkan melalui saluran berupa udara.
Sedangkan Receiver (penerima) merupakan mekanisme pendengaran yang
mengkonstruksikan pesan yang selanjutnya akan diolah oleh Destination
(sasaran) yaitu otak dari penerima.

Gangguan (Noise) merupakan konsep yang juga penting dalam


komunikasi pada model ini. Gangguan (Noise) merupakan setiap
rangsangan tambahan yang dapat timbul dan mengganggu kecermatan
pesan yang sedang disampaikan berupa interferensi statis, contohnya
seperti suara televisi, panggilan telepon dan suara berisik yang lain.
Gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama-sama dengan pesan yang
diterima oleh penerima.
Saat para ahli mencoba menelusuri konsep gangguan ini, ditemukan
yaitu diantaranya gangguan psikologis dan fisik. Gangguan psikologis
adalah pikiran atau perasaan lain yang timbul saat kita sedang menerima
pesan sehingga membuat kita tidak fokus dan pesan yang diterima tidak
akurat, misalkan sedang melamun saat menerima pesan.
Untuk mengatasi gangguan tersebut adalah dengan redundasi.
Semakin besar kebutuhan akan redundasi menunjukkan adanya keinginan
untuk mengurangi gangguan yang ada saat mengirimkan atau memenerima
pesan.
d) Model Komunikasi SMCR (Model Berlo)
Proses komunikasi pada model komunikasi Berlo harus memiliki
empat komponen komunikasi, yaitu:
a) Sumber (source).
Dalam proses komunikasi yang dimaksudkan sebagai sumber yaitu
siapa yang memiliki pesan, bagaimana kredibilitas, dan kompetensinya.
Pada aplikasi praktik keperawatan, perawat tentunya yang menjadi sumber
informasi keperawatan dan merekalah yang mempunyai peran sangat

6
penting dalam memilih, menentukan, dan melaksanakan tindakan (asuhan)
keperawatan.
b) Pesan (message).
dalam proses komunikasi terdapat beberapa pesan, yaitu: (1) penting
atau tidaknya pesan tersebut untuk disampaikan; (2) bersifat personal
ataukah umum pesan tersebut; (3) seberapa besar pesan itu dapat dilakukan
atau tidak dapat dilakukan; (4) apakab disampaikan dengan jelas ataukah
tidak pesan tersebut; (5) dapat diterima dengan baik ataukah tidak pesan
tersebut; (6) pada kondisi yang bagaimana pesan itu bisa disampaikan; dan
(7) cara menyampaikan pesan tersebut.
c) Saluran (channel).
efektivitas dan keberhasilan dari suatu komunikasi dipengaruhi oleh
saluran (channel, atau media) yang digunakan untuk menyampaikan atau
menerima pesan. Saluran sering digunakan sebagai sumber untuk
memengaruhi dan membentuk opini, pikiran, persepsi, tanggapan,
perasaan, dan perilaku baru seseorang penerima (receiver). Pada
umumnya, dalam praktik keperawatan antara perawat dan pasien (klien)
bisa saja terjadi kegagalan komunikasi yang berawal dari kesalahan atau
inkompetensi menggunakan dan memberdayakan saluran komunikasi
tersebut.
d) Penerima (receiver).
Pesan tentunya harus dapat diterima, dipahami, dimengerti, dan dapat
diolah oleh komunikan untuk mendapatkan hasil komunikasi yang efektif.
Kemampuan ini sangat tergantung pada sikap, pengetahuan, keterampilan
sosial, kesamaan personal, dan situasional antara komunikator dan
komunikan.
Gambar di bawah ini akan membantu dan memudahkan kita
memahami proses komunikasi dari model Berlo.

Penerapan model komunikasi Berlo pada komunikasi praktik


keperawatan ialah untuk penyampaian pesan-pesan komunikasi yang
bersifat informatif, persuasif, dan instruktif. Contohnya, perawat
menyampaikan pesan mengenai cara-cara asuhan keperawatan kepada
pasien penderita diabetes kepada calon perawat atau perawat-perawat
junior.
Daftar pustaka:
Pieter, Herri Zan. 2017. Dasar Dasar Komunikasi Bagi Perawat. Edisi I. Jakarta.
Penerbit Kencana divisi dari Prenadamedia Group.
Ariani, Tutu April. 2018. Komunikasi Keperawatan. Malang. Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.

7
4. Elemen Komunikasi
Tahukah anda bahwa dalam berkomunikasi ada elemen – elemen yang
saling berkaitan dan dapat mempengaruhi komunikasi?. DeVito (1997)
menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses yang terdiri atas
komponen – komponen atau elemen – elemennya saling terkait. Setiap elemen
dalam komunikasi saling berhubungan yang satu dengan yang lain dan elemen
yang satu mendahului elemen lain yang terkait. Taylor, Lilis, LeMone (1989),
dan DeVito (1997) mengidentifikasi bahwa berlangsungnya komunikasi yang
efektif, ada lima elemen utama, yaitu komunikator (sender), informasi atau
pesan atau berita, komunikan (receiver), umpan balik (feedback), atmosfer atau
konteks.
a. komunikator (sender). Komunikator adalah orang atau kelompok yang
menyampaikan pesan atau ide atau informasi kepada orang atau pihak lain
sebagai lawan bicara. Komunikator berarti sumber berita atau informasi
atau disebut informan, yaitu sumber atau asal berita yang disampaikan
kepada komunikan. Seorang komunikator beraksi dan bereaksi secara utuh
meliputi fisik dan kognitif, emosional dan intelektual.
b. Informasi atau pesan atau berita. Pesan adalah keseluruhan yang
disampaikan oleh komunikator, disadari atau tidak disadari, secara
langsung (bahasa verbal) yang disampaikan komunikator secara sengaja
sudah dipersiapkan. Pesan yang tidak disadari adalah pesan yang muncul
beriringan atau bersamaan dengan pesan yang disampaikan pada saat
komunikator berbicara.
c. Komunikan (receiver). Komunikan adalah orang atau sekelompok orang
yang menerima pesan yang disampaikan komunikator. Komunikan yang
efektif adalah komunikan yang bersikap kooperatif, penuh perhatian, jujur,
serta bersikap terbuka terhadap komunikator dan pesan yang disampaikan.
d. Umpan balik (feedback). Umpan balik adalah informasi yang dikirim
balik ke sumbernya (Clement dan Frandsen, 1976, dalam DeVito, 1997).
Umpan balik bisa berasal dari diri sendiri ataupun orang lain. Umpan balik
dari diri sendiri misalnya, jika kita menyampaikan pesan melalui bicara,
kita akan dapat secara langsung mendengar apa yang kita sampaikan.
Umpan balik dari orang lain adalah umpan balik yang datang dari lawan
bicara. Bentuk umpan balik yang diberikan antara lain anggukan, kerutan
dahi, senyuman, gelengan kepala, interupsi pembicaraan, pernyataan
setuju atau tidak setuju, dan lain – lain. Umpan balik dapat berupa verbal
ataupun nonverbal. Agar terjadi umpan balik yang baik, harus bersifat
jujur sesuai konten (isi pesan) yang disampaikan, dan bagian dari solusi
merupakan hasil proses berpikir, tidak bersifat subjektif dan disampaikan
dalam waktu yang tepat.
e. Atmosfer atau konteks. Atmosfer adalah lingkungan ketika komunikasi
terjadi terdiri atas tiga dimensi, yaitu dimensi fisik, sosial-psikologis, dan
temporal yang mempunyai pengaruhpada pesan yang disampaikan. Ketiga
dimensi lingkungan ini saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu
sama lainnya. Peruahan dari salah satu dimensi akan mempengaruhi
dimensi yang lain. Dimensi fisik adalah lingkungan nyata (tangible), dapat
berbentuk ruang atau bangsal, dan segala komponen yang ada di
dalamnya. Dimensi sosial-psikologis meliputi tata hubungan status
diantara pihak yang terlibat dan aturan budaya masyarakat ketika mereka
berkomunikasi. Yang termasuk dalam konteks ini adalah persahabatan
atau permusuhan, lingkungan formal atau informal, serta situasi serius atau
tidak serius. Dimensi temporal (waktu) adalah mencakup waktu ketika
komunikasi terjadi. Pilihan waktu yang tepat dapat mencapai efektifitas
komunikasi yang dilakukan. Gambar 1.1 menunjukkan hubungan atau
keterkaitan masing – masing elemen dalam komunikasi.

8
PESAN

KOMUNIKATOR KOMUNIKAN
(SENDER) INTERAKSI (RECEIVER)

UMPAN BALIK
ATMOSFER
Gambar 1.1 Semua Elemen Utama Komunikasi.

Gambar 1.1 menunjukkan hubungan antarelemen dalam komunikasi.


Secara sederhana terjadinya komunikasi dimulai dari komunikator yang
menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan selanjutnya

5. Bentuk / Jenis Komunikasi


Chitty (1997) menjelaskan bahwa secara umum ada dua bentuk
komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Berikut akan
dijelaskan perbedaan antara komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Selanjutnya, lakukan latihan untuk memperjelas pemahaman Anda tetrhadap
perbedaan keduanya.
a. Komunikasi verbal. Chitty (1997) mendefinisikan bahwa komunikasi
verbal adalah pertukaran informasi menggunakan kata-kata yang
diucapakan secara oral dan kata-kata yang dituliskan. Komunikasi oral
adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan, baik langsung dengan cara
tatap muka maupun secara tidak langsung, melalui telepon ata
telekonferensi.

Komunikasi oral dilakukan untuk menyampaikan informasi secara


cepat atau untuk memperjelas pesan/informasi tertulis sehingga informasi
lebih akurat. Jenis komunikasi ini tergantung dari irama, kecepatan,
intonasi, penguasaan materi oleh komunikator, penekana, dan nada suara
serta bahasa yang digunakan.

Contoh penerapan komunikasi verbal oleh perawat sebagai berikut.


Saat menjelaskan rencana asuhan keperawatan kepada pasien,
menjelaskan prosedur tindakan, melakukan konsultasi, kolaborasi, atau
melaporkan kondisi klien dan sebagainya.
Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang dilakukan dalam bentuk
tulisan baik secara manual maupun elektronik, dilakukan untuk
memberikam informasi dalam jumlah yang besar sebagai bukti tertulis
atau dokumentasi. Jenis komunikasi ini dapat berbentuk tulisan tangan,
surat kabar, atau e-mail.
Contoh penerapan jenis komunikasi tertulis dalam keperawatan
sebagai berikut.
Dokumentasi asuhan keperawatan, mencatat instruksi dokter, menulis
hasil kolaborasi, mencatat perkembangan klien, pelaporan, dan
sebagainya,

9
b. Komunikasi nonverbal
Setelah Anda memahami komunikasi verbal, selanjutnya Ands harus
mengenali dan mampu mengidentifikasi komunikasi nonverbal yang selalu
mengiringi komunikasi verbal. Chitty (1997) mendefinisikan komunikasi
nonverbal adalah pertukaran informasi tanpa menggunakan kata-kata.
Komunikasi ini tidak disampaikan secara langsung oleh komunikator,
tetapi berhubungan dengan pesan yang disampaikan secara oral ataupun
tulisan. Macam-macam komunikasi nonverbal adalah kontak mata,
ekspresi wajah, postur atau sikap tubuh, gaya jalan, gerakan/bahasa isyarat
tubuh waktu biacara, penampilan secara umum, suara dan sikap diam, atau
symbol-simbol lain, mislnya model pakaian dan cara menggunakan.
c. Para-verbal
Komunikasi para-verbal yakni bentuk pesan yang muncul bersama
dengan bentuk pesan verbal (tetapi tidak langsung). Misalnya,
menggunakan saluran radio, televise, kaset, telepon, alat cetak, dan lain-
lain.
1. Komunikasi sebagai proses memiliki bentuk :
a. Komunikasi langsung
Komunikasi langsung tanpa menggunakan alat. Komunikasi
berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan
penggunaan isyarat, misalnya kita berbicara langsung kepada
seseorang dihadapan kita.
b. Komunikasi tidak langsung
Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipat
gandakan jumlah penerima penerima pesan (sasaran) ataupun untuk
menghadapi hambatan geografis, waktu misalnya menggunakan radio,
buku, dll.
2. Bentuk komunikasi berdasarkan besarnya sasaran :
a. Komunikasi massa, yaitu komunikasi yang dilakukan dengan
sasarannya kelompok orang dalam jumlah yang besar, dan umumnya
tidak saling dikenal. Komunikasi masa yang baik harus :
- Pesan disusun dengan jelas, tidak rumit dan tidak bertele-tele
- Bahasa yang mudah dimengerti/dipahami
- Bentuk gambar yang baik
- Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar
(radio)
b. Komunikasi kelompok
Adalah komunikasi yang sasarannya sekelompok orang yang
umumnya dapat dihitung dan dikenal merupakan komunikasi
langsung dan timbale balik.
Perawat -------------- Pengungjung puskesmas
c. Komunikasi perorangan
Adalah komunikasi dengan tatap muka dapat juga melalui
telepon.
Perawat ------ Pasien
3. Bentuk komunikasi berdasarkan arah pesan :
a. Komunikasi satu arah
Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran dan sasaran tidak
dapat atau tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan umpan
balik atau bertanya, misalnya radio.
A--------------------------------B
b. Komunikasi timbal balik
Pesan disampaikan kepada sasaran dan sasaran memberikan
umpan balik. Biasanya komunikasi kelompok atau perorangan
merupakan komunikasi timbal balik.

10
Daftar Pustaka :

Arwani. 2003. Komunikasi dalam keperawatan, jakarta: EGC


Anjaswari, Tri.2016. Komunikasi dalam Keperawatan.jakarta:Pusdik SDM
Kesehatan

6. Proses Komunikasi
Komunikasi adalah suatau proses yang komples untuk mengirim pesan
dari komonukator kepada komunikan. Vecchio (1995) menguraikan bahwa
proes komunikasi merupakan urutan tahap-tahap komunikasi kompleks
meliputi idea generation, encoding, transmitting via various channels,
receiving, decoding, understanding, dan responding yang merupakan suatu
siklus yang selalu berulang. Dalam model ini, dijelaskan bahwa komunikasi
selanjutnya diproses/diolah di otak dan keluar dalam bentuk gelombang suara
atau tulisan atay dalam bentuk kode-kode tertentu (encoding). Informssi yang
telah diolah dlam bentuk kode-kode yersebut selanjutnya
ditransmisikan/disalurkan oleh komunikator melalui media (channel). Channel
ini akan membantu proses penyampaian pesan dari komunikator dan proses
penerimaan pesan oleh komunikan. Pesan/informasi yang sampai atau diterima
dalam bentuk gelombang suara, tulisan, atau kode-kode tersebut diproses dan
dipresepsikan oleh komunikasi (deconding). Setelah dipersepsikan, komunikasi
akan sampai pada tingkat pemahaman (understanding) dan selanjutnya
berespon terhadap pesan yang diterima sebagai umpan balik untuk
komunikator. Respons yang diberikan oleh komunikan atau menstimulasi
munculnya ide baru dan seterusnya idea tau informasi akan diproses kembali
sebagai suatu siklus yang berulang.
Komunikasi dalam praktik keperawatan dipandang sebagai proses, karena
melibatkan aktivitas komunikasi yang berlangsung aktif, seperti pada proses
penyampaian ide, perasaan, harapan, suasana, keinginan dan upaya
pembentukan sikap, tindakan atau perbuatan baru antara perawat dan pasin
(klien). Proses komunikasi keperawatan akan berlangsung apabila pasien
(klien) merasa ada suatu pemenuhan kebutuhan tindakan asuhan keperawatan
yang harus dilakukan oleh perawat. Hasil proses komunikasi keperawatan
berupa terjadinya pembentukan pandangan (paradigma) dan emosi serta
perilaku pasien (klien).
Proses komunikasi keperawatan akan berjalan dengan baik, apabila
perawat dan pasien (klien) memiliki tujuan yang sama tentang pengobatan
keperawatan. Adanya tujuan yang sama membuat pasien (klien) lebih mudah
memahami setiap pengobatan keperawatan yang akan diberikan, sehingga
dapat memberikan respon positif.
Suatu proses komunikasi dalam praktik keperawatan dikatakan efektif
apaila: (1) ada kepercayaan penuh dari pasien (klien) terhadap isi pesan
keperawatan yang disampaikan oleh perawat; (2) proses komunikasi
keperawatan memiliki daya tarik tertentu bagi pasien; (3) pesan komunikasi
keperawatan sesuai dengan kebutuhan keperawatan dan penyembuhan pasien
(klien); (4) pesan-pesan komunikasi keperawatan itu mudah dimengerti, dapat
dipahami, dan akan dinilai oleh pasien (klien); (5) pesan komunikasi
keperawatan itu memiliki setting komunikasi (apakah nyaman, kondusif,
menantang, atau sama sekali tidak ada) dan (6) metode dan media komunikasi
yang dipakai.
Secara umum, proses komunikasi dibagi dalam dua tahap, yaitu:
1. Proses komunikasi primer.
proses komunikasi primer adalah proses perpindahan pengertian,
pikiran, idea tau gagasan dari seseorng (komunikator) kepada orang
lain (komunikan) dalam bentuk komunikasi yang dilakukan secara

11
langsung. Misalnya, perawat menyanyakan langsung kepada pasien
(klien) tentang kondisi pasien (klien) dan tindakan keperawat apa
yang akan dilaksanakan. Selama pasien dirawat di rumah sakit.
Keuntungan dari proses komunikasi primer adalah komunikator dapat
melihat dan mengetahui sejauh mana rspon komunikan sehingga
komunikator dapat memperbsiki atau mempertahankan peoses
komunikasinya.

2. Proses komunikasi sekunder.


Proses komunikasi sekunder adalah proses perpindahan
pengertian dalam bentuk pemikiran, gagasan, atau perasaan seseorang
yang disampaikan secara tidak langsung kepada orang lain, akan tetapi
menggunakan instrumn media komunikasi. Tujuan dari proses
komunikasi sekunder agar informasi yang diberikan oleh komunikator
dapat menjangkau sejumlah komunikan dalam waktu yang singkat,
misalnya seorang perawat X menyampaikan pesan tentang cara
perawatan pada pasien depresi melalui radio atau televisi dimedia
surat kabar. Meskipun demikian, proses komunikasi sekunder hanya
berlangsung satau arah, sehingga komunikator tidak dapat mengetahui
respon komunikan.

Keuntungan komunikasi sekunder adalah dapat menyampaikan


pesan kepada komunikan dengan jumlah banyak dan menjangkau
lebih luas.

12
Daftar Pustaka:

Zan Pieter, Herri. 2017.Dasar-dasar komunikasi bagi perawat, jakarta: KENCANA.

7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi


Secara umum, faktor yang memengaruhi komunikasi dapat ditinjau dari
proses komunikasi dan elemen komunikasi. Ada lima faktor utama yang
memengaruhi komunikasi ditinjau daei elemen komunikasi, yaitu faktor
komunikator, pesan/informasi, komunikan, umpan balik, dan atmosfer. Bacalah
dengan cermat mengapa elemem-elemen dalam komunikasi menjadi faktor
utama yang memengaruhi efektivitas komunikasi.

a. Komunikator
Komunikator adalah seseorang yang mengirimkan pesan. Seorang
komunikator harus menunjukkan penampilan yang baik, sopan dan
menarik, serta berwibawa dan tidak sombong. Di samping itu, harus
mempunyai pengetahuan yang memadai, menguasai materi, dan
memahami bahasa yang digunakan lawan (language mastery). Hal ini
penting karena salah satu hambatan dalam komunikasi adalah adanya
ketidaksamaan bahasa yang digunakan antara komunikator dan
komunikan. Penguasaan bahasa ini penting untuk menghindari terjadinya
salah tafsir (misspreception) dalam komunikasi.
Lihat contoh berikut.
* Dahar (krama inggil dalam bahasa Jawa) berarti makan untuk
tingkat tinggi atau orang yang kita hormati, mial pada orang tua, guru, dan
sebgainya; berbeda dengan dahar (bahasa Sunda) berarti makan untuk
tingkat rendah atau tidak terhormat. *Kasep (bahasa Jawa) berarti
terlambat sekali, berbeda dengan kasep (bahasa Sunda) yang berarti
cakep/ganteng/tampan.
Selanjutnya, seorang komunikator harus mampu membaca peluang
(opportunity), mengolah pesan supaya mudah dipahami dkomunikan, dan
mempunyai alat-alat tubuh yang baik sehingga menghasiljan suara yang
baik dan jelas, antara lain pita suara, mulut, bibir. Lidah, dan gigi. Seorang
komunikator yang pita suaranya terganggu, tidak mempunyai gigi, atau

13
sumbing akan mengalami kesulitan dalam berkata-kata yang
mengakibatkan tidak jelasnya pesan yang di sampaikan.

b. Pesan/informasi
Pesan yang bersifat informative dan persuasive akan mudah diterima dan
dipahami daripada pesan yang bersifat memaksa. Pesan yang mudah
diterima adalah pesan yang sesuai dengan kebutuhan komunikan (relevan),
jelas (clearly), sederhana atau tidak berltele-tele, dan mudah dimengerti
(simple). Di samping itu, informasi akan menarik jika merupakan
informasi yang sedang hangat (up to date).
c. Komunikan
Komunikan adalah seseorang yang menerima pesan dari komunikator.
Seorang komunikan harus mempunyai penampilan atau sikap yang baik,
sopan, serta tidak sombong. Seorang komunikan yang bernampilan acak-
acakan berarti tidak menghargai diri sendiri dan orang lain. Demikian pula
jika komunikan tampak sombong/angkuh, akan memengaruhi psikologis
komunikator yang berdampak paad tidak efektifnya pesan yang
disampaikan. Di samping itu, seorang komunikan harus mempunyai
pengetahuan, ketrampilan komunikasi, dan memahami sistem social
komunikator. Hal ini penting karena tanpa pengetahuan an ketrampilan
mengolah informasi yang diteria sehingga terjadi ketidaksamaan persepsi
(missinterpreception). Selanjutnya, seorang komunikan harus mempunyai
alay-alat tubuh yang baik. Alat tubuh yang berperan utama untuk
menerima pesan suara adalah telinga. Supaya pesan dapat diterima dengan
tepat, komunikan harus mempunyai fungsi pendengaran yang baik.
d. Umpan balik
Komunikasi efektif jika komunikan member umpan balik yang sesuai
dengan pesan yang disampaikan. Umpan balik ini penting bagi
komunikator karena sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan
komunikasi. Mengerti atau tidaknya komunikan terhadap isi pesan yang
disampaikan oleh komunikator dapat dilihat dari bagaimana komunikan
memberikan umpan balik.
e. Atmosfer
Untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan lingkungan yang
kondusif (condive) dan nyaamn (comfortable). Lingkungan yang kondusif,
yaitu lingkungan yang mendukung berlangsungnya komunikasi efektif.
Dalam dimensi fisik lingkungan nya,man, yaitu lingkungan yang tenang,
sejuk, dan bersih sehingga kondusif dalam mencapai komunikasi yang
efektif dalam dimensi social-psikologis, komunikasi yang kondusif adalah
komunikasi yang dilakukan dengan penuh persahabatan, akrab, dan santai.
Sementara itu, dalam dimensi temporal (waktu), komunikasi yang
dilakukan dengan waktu yang cukup dan tidak tergesa-gesa
memungkinkan tercapainya tujuan.

Faktor-faktor lain dari proses komunikasi dapat berupa faktor nilai,


emosi, latar belakang pengetahuan seseorang, peran dan pola hubungan
yang dimiliki, serta kondisi lingkungan seseorang.
1. Faktor nilai, yaitu keyakinan seseorang tentang nilai suatu idea tau
tingkah laku (Potter & Perry, 1987). Melihat suatu tingkah laku atau
gagasan berarti menentukan apakah semua nilai tersebut cocok untuk
orang lain atau tidak. Nilai yang dimiliki seseorang, menggambarkan
bagaimana kebutuhan dan keinginan yang dimilikinya, budaya dan
reflex sosial yang dipegangnya, termasuk dengan pola hubungan atau
bagaimana dia berinteraksi dengan orang lain. Nilai masing-masing
orang berbeda dan akan berubah atau berkembang setiap saat.

14
Seseorang yang memiliki nilai yang berkembang akan lebih baik
dalam menentukan keputusan untuk menentukan suatu tindakan
tertentu. Nilai juga menggambarkan apa yang seseorang ingin
pertimbangkann dalam hidupnya. Perbedaan pengalaman dan harapan
seseorang terhadap sesuatu juga akan membentuk nilai yang beragam
pula. Nilai yang dimiliki seseorang akan memengaruhi bagaimana
seseorang mampu mengekspresikan ide dan gagasan yang dimiliki
dan juga dapat mengklarifikasikan ide-ide yang datang dari orang
lain.
2. Faktor emosi, emosi yang memengaruhi jalannya komunikasi
dimaknai sebagai perasan subjektif seseorang tentang kejadian dan
memengaruhi bagaimana individu menggunakan kapasitas yang
dimiliki dan bagaimana dia berhubungan dengan orang lain (Potter &
Perry, 1987). Dalam hal ini, perawata harus mampu memudahkan
proses komunikasi sehingga emosi tidak akan bercampur dengan
memaksimalkan tindakan keperawatan yang sedang diberikan untuk
pasien (klien). Sebagaimana perawat harus tetap menunjukkan empati.
3. Faktor latar belakang, budaya yang dimiliki seseorang akan
memengaruhi pandangan umum dan persepsi yang dimilikinya
tentang dunia tempat mereka tinggal. Bahasa, gerak-isyarat (gesture),
dan sikap seseorang akan mencerminkan budaya yang dimilikinya
(cultural origins). Dalam hal ini, seorang perawat harus mampu
menerima perbedaan latar belakang budaya pasien dan perawat harus
mampu bertukar kebudayaan yang dimilikinya dengan budaya yang
melekat pada pasein (klien).
4. Faktor pengetahuan seseorang. Pengetahuan seeseorang juga
mampu memengaruhi berhasil atau tidaknya suatu proses komunikasi.
Perbedaan tingkat pengetahuan dan pendidikan membuat proses
komunikasi akan lebih sulit. Maka dari iku, wajar saja jika semakin
tinggi perkembangan dan pendidikan seseorang akan semakin baik
pula bahasa yang digunakan dalam proses komunikasi.
5. Faktor peran dan pola hubungan yang dimiliki seseorang. Ada
seseorang yang berkomunikasi sesuai dengan peran dan pola yang
dimiliki lawan bicaranya. Akan tetapi, dapat pula terjadi perbedaan
peran dan pola hubungan diantara mereka. Jika demikian keadaanya,
konflik komunikasi kemungkinan besar dapat terjadi. Maka dari itu
ada beberapa sistem yang dapat digunakan untuk menimalisir konflik
yang akan terjadi seperti menentukan secara tepat kapan
menggunakan komunikasi secara informal, misalnya dengan siapa
kita berbicara. Artinya,kita harus mampu mengidentifikasi peran dan
pola yang dimiliki laan bicara. Sehingga, komunikasi dapat berjalan
lebih efektif, dan dapat menciptakan pola peran dan hubungan yang
dimiliki seseorang.
6. Faktor kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan lingkungan dapat
berupa lingkungan fisik dan non-fisik atau mental-psikologi. Proses
komunikasi akan lebih menjadi efektif jika dilakukan pad kondisi
yang nyaman dan kondusif. Kebisingan atau gangguan dapat
menyebabkan kebingungan dan ketidaknyamanan dalam proses
komunikasi.
Daftar Pustaka:
Wahyudi Nugroho, Haji. 2009. Komunikasi dalam keperawatan gerontik, jakarta:
EGC
Chitty (1997)

15
DAFTAR PUSTAKA

Pieter, Herri Zan. 2017. Dasar Dasar Komunikasi Bagi Perawat. Edisi I. Jakarta.
Penerbit Kencana divisi dari Prenadamedia Group.
Ariani, Tutu April. 2018. Komunikasi Keperawatan. Malang. Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.
Arwani. 2003. Komunikasi dalam keperawatan, jakarta: EGC
Anjaswari, Tri.2016. Komunikasi dalam Keperawatan.jakarta:Pusdik SDM
Kesehatan
Zan Pieter, Herri. 2017.Dasar-dasar komunikasi bagi perawat, jakarta: KENCANA.
Wahyudi Nugroho, Haji. 2009. Komunikasi dalam keperawatan gerontik, jakarta:
EGC
Chitty (1997)

16
TEST 1
Pilihlah satu jawaban yang tepat!
1). Berikut ini dalah benar tentang komunikasi nonverbal yang harus diketahui
perawat saat komunikasi dengan pasien . . . . . . . . . .
A. keluhan utama

B. ungkapan perasaan pasien


C. ekspresi wajah
D. jawaban pasien
2). Perawat Ani sedang memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien Nn. Dorce
tentang pengaturan pola makan yang tepat untuk pasien gastritis. Kegiatan ini
dilakukan di ruang penyuluhan bersama dua orang pasien lainnya. Elemen
komunikan dalam proses komunikasi pada kasus tersebut adalah . . . . . . . . . .

A. Perawat Ani
B. pasien Nn. Dorce
C. pengaturan pola makan
D. ruang penyuluhan
3). Memproses informasi/ide dari seorng komunikator dalam bentuk kata-kata yang
mudah dipahami oleh komunikan adalah proses komunikasi yang disebut dengan . . .
.......
A. ideation
B. encoding
C. transmission
D. receiving
4). Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi ditinjau komunikan
adalah . . . . .
A. penguasaan materi
B. kemampuan bicara
C. bahasa yang digunakan
D. vocal
5). Yang bukam termasuk komunikasi nonverbal yang harus diketahui perawat
adalah. . .. .. .
A. menangis
B. suara lirih
C. murung

D. bertanya

17
6). Di ruang konsultasi yang tenang dan sejuk, tampak perawat dan klien sedang
duduk berhadapan. Berikut ini petikan komunikasi perawat-klien dalam pelayanan
keperawatan.

P : Selamat pagi (sambil berjabat tangan). Bagaimana perasaan ibu hari ini?
(Sambil memandang klien dan tersenyum).
K : Selamat pagi, perasaan saya sangat tidak nyaman. Banyak hal tidak mampu
saya kerjakan karena saya harus sering kontrol kerumah sakit (pasien menunduk dan
tampak sedih).
Berdasarkan ilustrasi tersebut, yang termasuk dalam elemen atmosfer dalam
komunikasi adalah . . . . .
A. Duduk berhadapan perawat-klien
B. Ruang konsultasi yang tenang dan sejuk
C. Berjabat tangan
D. Memandang klien dengan tersenyum.

7). Komunikasi dalam bentuk tertulis sangat penting dilakukan perawat dalam
melakukan aktivitas perawat sebagai berikut, kecuali . . . . .
A. melakukan konsultasi
B. mendokumentasikan tindakan keperawatan

C. menulis jam berkunjung


D. dilakukan pada pasien tidak bisa bicara
8). Seorang pasien wanita berumur 30 tahun tampak berduka setelah suaminya
meninggal dunia. Pasien tampak sering menyendiri dan menangis, wajah murung,
tidak mau bicara, tidak mau bertemu orang lain. Pasien sering mengeluh “saya tidak
mampu hidup tanpa dia”, “kenapa dia pergi begit cepat”.

Data yang termasuk komunikasi verbal pada kasus tersebut . . . . .


A. tampak sering menyendiri
B. sering menangis
C. wajah murung
D. “kenapa dia pergi begitu cepat”
9). 1. Jelaskan pengertian komunikasi

2. Sebutkan lima tujuan komunikasi


3. Jelaskan lima elemen komunikasi
10). 1. Apa sajakah bentuk/jenis komunikasi?
2. Jelaskan model proses komunikasi menurut Vecchio!
3. Indentifiksikan faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi?
Daftar Pustaka :

18
TOPIK 2

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep
Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi peran yang sangat penting karena
komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan
keperawatan, komunikasi ini ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam
mencapai tingkat kesehatan yang optimal serta dapat memberikan serangkaian solusi
terhadap suatu masalah yang diderita oleh pasien/klien. Karena komunikasi ini
bertujuan untuk terapi maka dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik.
Seorang penolong (helper) atau perawat dapat membantu klien mengatasi dan
memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapinya melalui komunikasi tersebut.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat adalah alat yang terapeutik
untuk penyembuhan klien. Sebagai alat, perawat harus mampu menggunakan dirinya
secara terapeutik. Dalam berkomunikasi, seorang harus utuh penampilan secara fisik
maupun psikologis saat menjalin komunikasi dengan pasien. Beberapa manfaat dari
komunikasi terapeutik yakni, mendorong sekaligus menganjukan kerja sama antara
perawat dengan pasien, melakukan identifikasi guna mengungkap perasaan pasien
sekaligus mengevaluasi tindakan yang akan dilakukan, memberikan pengertian
tentang mengenai gangguan kesehatan yang dihadapi oleh pasien sekaligus
membantu untuk mengatasinya, serta mencegah tindakan negatif pasien akibat
gangguan kesehatan yang di deritanya.
Hubungan membantu ini akan menjadi lebih efektif apabila ada saling rasa
percaya dan saling menerima antara perawat atau pemberi asuhan dan klien. Selain
itu perawat sebagai pemberi asuhan harus menunjukan rasa peduli pada kliennya dan
mau membantunya.Seorang perawat atau pemberi asuhan yang mendengar klien
tidak saja memakai telinganya tetapi seluruh eksistansi dirinya. Perawat atau pemberi
asuhan memfokuskan seluruh perhatiannya tidak hanya pada apa yang disampaikan
oleh kliennya, tetapi bagaimana klien itu menyampaikannya. Melalui sikap tubuh
dari perawat atau pemberi asuhan, klien dapat merasakan apakah perawat atau
pemberi asuhan siap dan berminat untuk mendengarkannya.

Daftar Pustaka :
Nugroho,Wahjudi.2002.Komunikasi dalam keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC
Zen.pribadi.2013.Panduan Komunikasi Untuk Bekal Keperawatan
Profesional.Jogjakarta:D-Medika

a. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui media. (Arwani,2002)
Terapeutikadalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat
dengan klien dalam memperbaiki klien dalam hubungan ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosi klien. (stuart,1998)

Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena


komunikasi merupakan alat penting dalam melaksanakan proses keperawatan.
Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku
klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal serta dapat memberikan
solusi terhadap masalah yang diderita pasien/klien tersebut. Karena bertujuan

19
untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut komunikasi
terapeutik.
Banyak yang mengira atau berpendapat bahwa komunikasi terapeutik
identik dengan senyum dan berbicara dengan lemah lembut. Pendapat ini tidak
salah tapi mungkin terlalu menyederhanakan atau menyepelekan arti dari
komunikasi terapeutik itu sendiri, karena inti dari komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukang yangbertujuan untuk terapi pada klien.
North house (1998, hal. 12) menyatakan bahwa, “komunikasi terapeutik
adalah kemampuan atau ketrampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikoogis, dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain”. Sedangkan Stuart G. W., 1998
menyatakan bahwa, “Komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dengan klien, dalam hubungan ini perawat dan
klien memperoleh penglaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien”. Hibdon, S. (2000) menyatakan bahwa
pendekatan konseling yang memungkinkan klien menemukan siapa dirinya
merupakan fokus dari komunikasi terapeutik.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan atau dirancang yang
bertujuan untuk terapi pada klien. Seorang penolong (helper) atau perawat
dapat membantu klien mengatasi dan memberikan solusi terhadap masalah
yang dihadapinya melalui komunikasi tersebut.
Daftar Pustaka :
Arwani.2002.Komunikasi dalam keperawatan.Jakarta:EGC
Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC
b. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Berikut adalah beberapa manfaat dari komunikasi terapeutik :
1. Mendorong sekaligus menganjurkan kerja sama anatar perawat
dengan pasien.
2. Melakukan identifikasi guna mengungkap perasaan pasien sekaligus
mengevaluasi tindakan yang di lakukan.
3. Memberikan pengertian mengenai gangguan kesehatan yang di hadapi
oleh pasien sekaligus membantu mengatsinya.
4. Mencegah tindakan negatif pasien akibat gangguan kesehatan yang di
deritanya.
Daftar Pustaka :

Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.

c. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke
arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien
yang meliputi :
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam klien.
Klien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa
rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mempu
menerima dirinya. Seorang wanita yang mengalami kanker serviks
biasanya kan mengalami gangguan gambaran diri, gangguan harga diri,
merasa tidak berarti dan membenci dirinya pada akhirnya merasa putus asa

20
dan depresi. Dengan melakukan komunikasi terapeutik pada klien tersebut,
diharapkan perawat dapat mengubah cara pandang klien tentang
penyakitnya, tentang dirinya, dan masa depannya, sehingga klien dapat
menghargai dan menerima diri apa adanya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial
dan selalu bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi
terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain.
Dengan komunikasi yag terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina
hubungan yang saling percaya. Roger (1974) dalam Abraham dan Shanley
(1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam
proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk
mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan
kemampuan koping.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal
diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
Misalnya seorang klien gangguan jiwa yang berpendidikan hanya sampai
SMP mengatakan bahwa setelah pulang dia ingin bekerja di bank. Hal ini
tentu tidak mungkin tercapai dan akan berdampak pada harga diri klien.
Individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai
harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan
hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri. Dalam kasus
tersebut peran perawat adalah membimbing klien dalam membuat tujuan
yang realistis dan meningkatkan kemampuan klien memenuhi kebutuhan
dirinya.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak
mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien
meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini
perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang
dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri
klien melalui komunikasinya dengan klien.

Daftar Pustaka :
Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.

d. Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik


Dalam berkomunikasi, seorang harus utuh penampilan secara fisik maupun
psikologis saat menjalin komunikasi dengan pasien. perawat harus tampil
secara utuh saat berhadapan dengan seorang pasien.Seorang perawat tidak
cukup hanya mengetahui teknik dan isi dalam berkomunikasi, tetapi harus
dilengkapi dengan sikap dan penampilan diri ketika berhadapan dengan pasien.
Mengawali pembahasan mengenai sikap perawat dalam berkomunikasi
terapeutik, berikut adalah pembahasan mengenai kehadiran secara fisik dan
psikologis.

a. KEHADIRAN SECARA FISIK


Berpijak pada pendapat Evans (1975), terdapat empat sikap sekaligus
cara bagi seorang perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
1. Berhadapan

21
Posisi berhadapan dengan pasien yang dimaksud bertujuan
meunjukkan sikap bahwa seorang perawat secara implisit sudah
menegaskan “siap” melayani pasien.
2. Mempertahankan kontak mata
Hal ini ditujukan sebagai bentuk upaya yang dilakukan oleh seorang
perawat guna menunjukkan bahwa dirinya sangat menghargai
keberadaan pasien sekaligus menyatakan keinginan untuk tetap
melangsungkan komunikasi.
3. Membungkuk kearah pasien
Posisi membungkuk merupakan bagian dari pengejawatan upaya yang
dilakukan oleh seorang perawat untuk senantiasa mendengarkan
sesuatu yang hendak di komunikasikan oleh pasien.
4. Tetap rileks
Hal itu ditujukan sebagai salah satu upaya guna mengontrol
keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi yang datang dari
pasien saat komunikasi sedang dilangsungkan.

Daftar Pustaka :
Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.

b. KEHADIRAN PSIKOLOGIS
Mengacu pada pendapat Truax, Carkhfoff, dan Benerso (1987),
kehadiran psikologis terbagi menjadi dua, yaitu dimensi respond dan
dimensi tindakan, berikut adalah penjelasannya :
A. Dimensi respon
Dimensi respon yang dimaksud terdiri dari sikap ikhlas,
menghargai, empati, dan konkrit. Keberadaan dimensi respon dalam
komunikasi terapeutik sangatlah penting. Utamanya ketika mengawali
hubungan dengan pasien. Berikut adalah penjelasan mengenai bagian
dari dimensi respon :
1) Keikhlasan
Keikhlasan yang dimaksud dari sikap seorang perawat adalah
melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan, sekaligus upaya untuk
selalu berperan aktif dalam melakukan hubungan dengan pasien.
2) Menghargai
Menghargai bisa diwujudkan oleh seorang perawat ketika
duduk bersama pasien yang sedang menangis. Saat itu perawat
mencoba meminta maaf atas semua hal yang tidak berkenan atau
tidak disukai oleh pasien.
3) Empati
Empati yang dimaksud adalah upaya yang harus dilakukan
oleh seorang perawat guna memandang segala sesuatu
menggunakan sudut pandang pasien. Turut merasakan perasaan
pasien sekaligus mengidentifikasi masalahnya merupakan salah
satu nilai yang harus dikembangkang oleh perawat.
4) Konkret
Konkret yang dimaksud adalah keharusan bagi seorang
perawat. Untuk senantiasa menggunakan metode keperawatn
yang bersifat spesifik serta bisa dipertanggung jawabkan. Adapun
fungsi dari sikap tersebut adalah guna mempertahankan
keprcayaan pasien, melalui penjelasan yang akurat dan detail.
B. Dimensi tindakan
Berpijak pada pendapat Stuart dan Sundeen (1995), yang
dimaksud dengan dimensi tindakan adalah meliputi konfrontasi,
kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan

22
bermain peran. Dimensi tindakan harus diimplementasikan oleh
seorang perawat dalam berhubungan dengan pasien.
Berikut adalah penjelasa mengenai bagian dari dimensi tindakan :
Konfrontasi yang dimaksud adalah pengekspresian seorang
perawat terhadapperbedaan perilaku pasien. Menurut Carkhoff,
sebagaimana yang dikutip olehStuart dan Sundeen (1998), terdapat
tiga kategori dalam konfrontasi, yaitu :
1) Ketidaksesuaian antara konsep dengan diri pasien, yang
dimaksudkan adalah ketidaksesuaian ekspresi diri pasien dengan
harapan yang diinginkan.
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dengan perilaku
pasien.
3) Ketidaksesuaian antara pengalaman pasien dengan perawat.
Sebagai catatan untuk masing-masing perawat, konfrontasi yang
dimaksudkan harus dilakukan secara asertif, bukan progesif atau
marah. Dengan demikian, sebelum melakukan pengkajian terlebih
dahulu mengenai :
1. Tingkat hubungan mengenai rasa saling percaya dengan pasien.
2. Waktu yang tepat.
3. Tingkat kecemasan sekaligus kekuatan pasien.
Konfrontasi akan berguna bagi pasien yang memiliki kesadaran diri,
namun perilakunya belum berubah.
1. Kesegaran
Kondisi ini diperlukan apabila interkasi antara perawat dengan pasien
terfokus saat mempelajari pasien. Sebagai catatan perawat hendaknya
memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi terhadap perasaan pasien.
2. Keterbukaan perawat
Peningkatan keterbukaan antara perawat dengan pasien dapat
menurunkan tingkat kecemasan pasien. Hal ini terlihat saat perawat
memberikan informasi mengenai diri, ide, nilai, perasaan, dan sikapnya
guna memfasilitasi proses kerja sama dengan pasien.
3. Katarsis emosional
Dorong pasien untuk memperbincangkan hal-hal yang
menggangunya. Dalam hal ini, seorang perawat harus bisa mengkaji
mengenai kondisi pasien melalui perbincangan yang sudah dilakukan.
Apabila pasien masih menglami kesulitan dalam mengekspresikan
perasaannya, perawat harus membantunya denga mencoba membuat
suasana menjadi cair.
4. Bermain peran
Cara ini dapat memberikan stimulasi guna membangkitkan semangat
sekaligus memperdalam kemampuan pasien guna meninjau situasi dari
sudut pandang lain.

Dalam memperbincangkan mengenai sikap seorang perawat dalam


komunikasi terapeutik, terdapat beberapa catatan yang penting untuk
diperhatikan sekaligus diaplikasikan oleh perawat, yaitu :
1) Kesadaran diri seorang perawat dalam komunikasi terapeutik
merupakan kunci utama dalam membina hubungan dengan pasien.
2) Sikap fisik dan psikologis merupakan hal yang harus diperhatikan dan
dipelajari secara sungguh-sungguh oleh seorang perawat. Kepuasan
pasien akan asuhan keperawatan banyak dipengaruhi oleh sikap dari
seorang perawat, termasuk dalam berkomunikasi.

23
3) Integrasi sikap yang terapeutik dalam berkomunikasi serta melakukan
tindakan keperawatan harus dipahami oleh setiap perawat.
Daftar Pustaka :
Stuart dan Sundeen (1998), Dalam buku Komunikasi Terapeutik
(Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.)
e. Teknik Komunikasi Terapeutik
Menurut (Stuart dan Sundeen, 1998), terdapat 2 persyatan mendasar dalam
melakukan komunikasi yang efektif dan penting untuk dipahami sekaligus
dijadikan pegangan dasar bagi seorang perawat sebelum melangkah ke
pemahaman teknik komunikasi terapeutik, yaitu :
1. Komunikasi harus ditujukan guna menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus didahulukan
sebelum memberikan saran, informasi, maupun masukan.

Dua persyaratan tersebut harus diperhatikan oleh perawat. Dalam teknik


komunikasi terapeutik, yang penting untuk diperhatikan oleh perawat adalah
tingkat pemahaman masing-masing pasien tidaklah sama. Dengan demikian,
maka dibutuhkan teknik komunikasi yang berbeda-beda pula. Meski secara
subtansial teknik komunikasi terapeutik hampir serupa, tetapi dalam
pelaksanaannya bisa berbeda-beda.
Berpijak pada pendapat Shives (1994), disebutkan bahwa teknik
komunikasi terapeutik meliputi :
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Hal yang dimaksud adalah memberikan perhatian terhadap pesan
verbal maupun non verbal yang datang dari pasien guna menegaskan
bahwa perawat bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya.
Adapun teknik melatih keterampilan mendengarkan dengan penuh
perhatian adalah :
- Pandang pasien saat bicara
- Perhatikan kontak mata, sehingga pasien merasa rileks dalam
mengeluarkan segala keluh kesahnya.
- Hindari tindakan yang tidak di butuhkan
- Jaga sikap tubuh, misalnya jangan menyilangkan kaki maupun
tangan
- Anggukkan kepala saat pasien bicara hal penting atau
membutuhkan umpan balik
- Codongkan tubuh kearah lawan jenis

b. Menunjukkan Penerimaan
Penting untuk ditegaskan, menerima bukan berarti menyetujui.
Menerima yang dimaksud adalah bersedia mendengarkan orang lain tanpa
menunjukkan keraguan maupun tidak setuju. Sebagai perawat, tentu sudah
menjadi bentuk keharusan untuk senantiasa menerima segala bentuk
perilaku pasien. Dengan demikian, seorang perawat dianjurkan untuk
menghilangkan ekspresi wajah maupun gerakan tubuh yang menunjukkan
tanda tidak setuju, semisal mengerutkan kening atau menggelengkan
kepala.

24
Penting untuk ditegaskan, menerima bukan berarti menyetujui.
Menerima yang dimaksud adalah bersedia mendengarkan orang lain tanpa
menunjukkan keraguan maupun tidak setuju.

Adapun beberapa teknik komunikasi yang bisa dilakukan oleh seorang


perawat dalam hal ini adalah :
A. Mendengarkan tanpa harus memutus perbincangan.
B. Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
C. Menunjukkan bahwa isyarat badan sesuai dengan komunikasi lisan.
D. Hindari berdebat, mengekspresikan keraguan, maupun mencoba
mengubah pikiran pasien.

c. Memberikan Pertanyaan yang Berkaitan


Tujuan dari seorang perawat dalam mengajukan pertanyaan terhadap
pasien adalah guna memperoleh informasi yang bersifat spesifik. Maka,
akan menjadi lebih baik apabila pertanyaan yang diajukan berkaitan
dengan topik yang sedang dibicarakan serta gunakan perkataan dalam
konteks sosial budaya yang melatari keberadaan diri pasien.Sebagai
catatan, selama dalam pengkajian, ajukan pertanyaan yang berurutan.

d. Mengulang Ucapan Pasien Menggunakan Susunan Kata-Kata Sendiri


Mengulangi ucapan pasien merupakan salah satu cara efektif bagi
seorang perawat guna memberikan umpan balik terhadap pasien.
Sehingga, pasien mengetahui bahwa pesan yang disampaikan oleh perawat
dimengerti dan terus berlanjut. Dalam hal ini, sebaiknya perawat berhati-
hati karena daya tanggap mesing-masing pasien berbeda. Mengulang
bukan hanya menyampaikan ulang pembicaraan, namun disertai
rangkuman yang disimpulkan oleh perawat mengenai kondisi pasien.

e. Klarifikasi
Apabila saat melangsungkan komunikasi dengan pasien terjadi
kesalahpahaman, penting bagi seorang perawat untuk menghentikan
pembicaraan guna mengklarifikasi serta menyamakan persepsi. Sebab,
keberadaan informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasien. Supaya pesan bisa sampai dengan benar,
seorang perawat harus memberikan contoh yang konkret dan mudah
dimengerti oleh pasien.

f. Memfokuskan
Komunikasi yang membias justru sulit dimengerti. Memfokuskan
tujuan komunikasi merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan
guna membatasi pembicaraan, sehingga mudah dimengerti oleh pasien.
Dalam hal ini, seorang perawat tidak boleh memutus pembicaraan pasien
saat menyampaikan keluhannya, terkecuali apabila pembicaraan tersebut
melenceng dari tujuan.

g. Menawarkan Informasi
Setelah menyampaikan hasil observasi, tambahkan dengan informasi
mengenai tips yang bisa membuat pasien merasa percaya diri serta
menumbuhkan kesadaran akan hidup sehat. Tentunya cara dalam
menyampaikannya jangan sampai membuat pasien merasa digurui.

25
h. Diam

Diam merupakan salah satu metode guna memberikan ruang atau


kesempatan kepada perawat dan pasien dalam mengorganisasi pikirannya.
Penggunaan metode diam membutuhkan keterampilan dalam memulai
ketepatan dan ketetapan waktu. Jika tidak pintar memilih waktu maka akan
menimbulkan perasaan tidak enak pada pasien. Diam dapat membuat
pasien berkomunikasi dengan dirinya sendiri dalam mengorganisasi
pikirannya dia memproses informasi yang disampaikan olleh perawat.
Diam sakan sangat berguna bagi pasien saat harus mrngambil keputusan.
i. Meringkas
Meringkas yang dimaksud adalah pengulangan ide utama yang salah
dikomunikasikan secara singkat. Meringkas pembicaraan dapat membantu
perawat dalam mengulang aspek penting dari interaksinya dengan pasien,
sehingga bisa berlanjut pada pembicaraan dengan topik yang masih
bertalian.
j. Memberikan Penghargaan

Memberikan Penghargaan yang dimaksud adalah memberi salam pada


pasien dengan menyebut namanya. Penting untuk diperhatikan, jangan
sampai penghargaan semacam ini justru menjadi beban berat bagi pasien.
Misalnya, lantaran penghargaan yang diberikan justru membuat pasien
berusaha keras untuk melakukan banyak hal dengan memperoleh pujian
atau persetujuan dari perawat. Tentu hal initidak dibenaran.
k. Menawarkan Diri
Saat pasien belum siap berkomunikasi secara verbal dengan
oranglaim, perawat harus mengambil inisiatif dengan memulai komunikasi
yang bisa mencairkan suasana, seperti menawarkan bantuan. Sehingga,
pasien menjadi melts dalam menghadapi kenyataan yang terjadi, lalu
mnceritakan permasalahannya kepada perawat

l. Memberikan Kesempatan Kepada Pasien Untuk Memulai Pembicaraan


Hal yang dimaksud adalah memberikan kesempatan bagi pasien untuk
berinisiatif dalammemilih topik pembicaraan. Dalam hal ini seoran
perawat bisa mestimulasi pasien melalui topik pembicaraan yang
menyinggung kondisi kesehatan. Disini, dituntut keahlian dari perawat
dalam menganalisis secara singkat mengenai kondisi pasien. Maka
perawat bisa memulai topik pembicaraan yang ringan. Setelahnya, beri
kesempatan yang luas kepada pasien untuk mengungkapkan keluhannya.
m. Menganjurkan Untuk Meneruskan Pembicaraan
Teknik ini merupakan salah satu cara guna mengarahkan pasien untuk
terus membicarakan hal yang mengindikasikan keluhan yang dideritanya.
Seorang perawat harus bisa menafsirkan pembicaraan yang berlangsung,
serta mengarahkan komunikasi ke arah jalurnya
n. Menempatkan kejadian secara teratur
Menempatkan kejadian secara teratur sangat bermanfaat dalam
membantu perawat maupun pasien guna melihat suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan membantu perawat
maupun pasien guna melihat kemungkinan darikejadian yang pertama.

26
Dengan demikian, perawat bisa memberikan pelayanan yang memuaskan
dan bermakna bagi pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
o. Memberikan anjuran kepada pasien guna mengurai persepsinya
Apabila seorang perawat berkeinginan untuk mengerti pasien, maka
salah satu metode yang bisa ditempuh adalah melihat menggunakan
perspektif pasien. Dalam hal ini, pasien harus merasa bebas dalam
menguraikan persepsinya kepada perawat
p. Refleksi
Refleksi adalah menganjurkan pasien untu mengemukakan ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila pasien bertanya
mengenai apa yang harus dikerjakan, perawat bisa menjawabnya dengan
berdiskusi dengan pasien guna menentukan tindakan bersama. Dengan
demikian, perawat mencoba menghargai pendapat pasien. Tindakan itu
menunjukkan nahwa pasien memilikihak untuk mengatur dirinya sendiri.
Sehingga memunculkan pikiran bahwa dirinya merupakan manusia yang
memiliki kapasitas dan kemampuan. Semisal adalah contoh berikut:

Apabila pasien bertanya apa yang harus dilakukan, perawat bisa


menjawabnya dengan berdiskusi dengan pasien guna menentukan tindakan
bersama. Dengan demikian, perawat mencoba menghargai pendapat
pasien.
Daftar Pustaka :
Stuart dan Sundeen (1998), Dalam buku Komunikasi Terapeutik
(Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.)

f. Pengembangan Diri Perawat dalam Menggunakan Diri Secara


Terapeutik
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat adalah alat yang
terapeutik untuk penyembuhan klien. Sebagai alat, perawat harus mampu
menggunakan dirinya secara terapeutik. Cara menggunakan diri secara
terapeutik (bagi perawat), yaitu mengembangkan kesadaran diri (developing
self awareness), mengembangkan kepercayaan (developing trust), menghindari
pengulangan (avoiding stereotypes), dan tidak menghakimi (becoming
nonjudgemental) (Chitty,1997). Sebagai seorang perawat, anda harus selalu
meningkatkan kualitas diri supaya terapeutik untuk diri sendiri dan orang lain
dengan menganilisis diri. Cara melakukan analisis diri adalah melakukan
evaluasi kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri,
mengklarifikasi nilai, mengeksplorasi perasaan, perawat sebagai role model,
mengutamakan kepentingan orang lain, bersikap etis, dan bertanggung jawab.
Berikut uraian masing-masing cara menganalisi diri perawat.
a. Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri. Cara
meningkatkan kesadaran diri dapat menggunakan Johary window yang
terdiri atas empat kuadran dan menggambarkan kualitas diri seperti pada
gambar 1.3. Ada dua aspek yang harus dilakukan perawat, yaitu kesadaran
diri dan pengungkapan diri
Perawat dapat menggunkan Joharry window untukmeningkatkan
kesadaran diri mereka seperti pada gambar 1.3 berikut.

27
Using “ Joharry Window” to increasing self awareness

Quadrant I Quadrant II
Known to self and Others Known Only to others
(Daerah terbuka/bebas) (Daerah Buta)

Quadrant III Quadrant IV


Known only to self Known neither to self not to other
(Daerah tertutup/rahasia/pribadi) (Daerah gelap/tidak dikenali)

Gambar 1.3 Joharry Window untuk meningkatkan kesadaran diri.


A. Quadrant I disebut daerah terbuka (diketahui diri sendiri dan orang
lain). Daerah ini berisikan semua informasi tentang diri kita, perilaku,
sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain-lain yang
diketahui diri sendiri maupun orang lain. Besarnya daerah terbuka
berbeda-beda untuk tiap-tiap orang, Semakin luas daerah terbuka
semakin tinggi kesadaran diri kita dan berarti semakin baik
komunikasi kita. Sebaliknya, semakin sempit daerah terbuka semakin
rendah kesadaran diri kita dan berarti semakin buruk komunikasi kita.
B. Quadrant II disebut daerah buta (hanya diketahui oleh orang lain).
Daerah ini berisikan semua informasi diri kita, perilaku, sikap,
perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain-lain yang hanya
diketahui orang lain dan diri kita tidak mengetahuinya. Bentuk
perilaku dalam diagram ini sebagian besar adalah perilaku yang tidak
kita sadari atau pengalaman terpendam yang muncul dan teramati oleh
orang lain. Setiap orang harus berusaha mengurangi daerah buta ini
supaya dapat memperluas kesadaran dirinya dan supaya
komunikasinya baik.
C. Quadrant III disebut daerah tertutup/rahasia (hanya diketahui oleh diri
sendiri). Daerah ini berisikan semua informasi tentang diri kita,
perilaku, sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain-lain
yang hanya diketahui diri kita sendiri, sedangkan orang lain tidak
mengetahuinya. Individu cenderung menyimpan atau merahasiakan
segala sesuatu yang ada pada dirinya sendiri dan tidakterbuka pada
orang lain. Mereka terlalu tertutup dan tidak mengomunikasikan
apayang dia ketahui kepada orang lain.
D. Quadrant IV disebut daerah gelap/tidak dikenal (tidak diketahui, baik
oleh diri maupun orang lain). Daerah ini berisikan hal-hal yang tidak
diketahui, baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Daerah gelap ini
bisa kita buka dengan cara mengenal dan mengamati apa yang ada
pada diri dan sekitar kita, melalui interaksi terbuka, jujur, empati, dan
saling percaya. Kita harus mempelajari hal-hal yang belum kita
ketahui ataupun belum diketahui orang lain.

DeVito (1997) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kesadaran diri


dapat dilakukan dengan cara berikut. a) Dialog dengan diri sendiri,
melakukan komunikasi interpersonal dengan diri sendiri untuk mengenal
aspek-aspek diri. b) Mendengarkan pendapat oranglain tentang diri kita. c)
Mengurangi daerah buta dengan dengan terus belajar dari lingkungan
sekitar kita. d) Amatilah diri anda dari pandangan yang berbeda/dari

28
sumber yang berbeda. e) Memperluas daerah terbuka dengan terus-
menerus menjalin komunikasi dan interaksi dengan orang lain.
Selain menggunakan Joharry window untuk meningkatkan kesadaran
diri, DeVito (1998) menjelaskan bahwa perawat juga dapat melakukan
pengungkapan dirinya. Dengan cara ini, perawat dilatih untuk jujur dalam
mengungkapkan siapa dirinya. Berikut cara pengungkapan diri yang dapat
dilakukan oleh perawat.
a) Ungkapan informasi tentang diri kita sendiri yang biasa kita
sembunyikan.
b) Ungkapan hal-hal yang menyangkut diri kita yang tidak disadari.
c) Ungkapan hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui orang lain.
d) Ungkapan informasi tentang diri kita: pikiran, perasaan, dan perilaku.
e) Ungkapan Informasi yang biasa dan secara aktif disembunyikan.
f) Libatkan minimal satu orang untuk lebih banyak mengungkapkan diri
kita (perawat), baik tentang kebaikan, kejelekan, kelebihan, maupun
kekurangan.

b. Klarifikasi Nilai (clarification of value). Perawat melakukan klarifikasi


terhadap nilai-nilai yang diyakini yang mendasari sikap dan tingkah
lakunya, misalnya nilai kebersamaan, kekeluargaan, religi, kebersihan,
keindahan, dan lain-lain.
c. Eksplorasi perasaan (feeling exploration) perawat harus mampu
mengekspresikan perasaan secara jujur. Hal ini penting dalam rangka
meningkatkan kesadaran kita terhadap perasaan yang disadari atau tidak
yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan hubungan dengan klien.
Tugas 1) Identifikasi perasaan positif atau negatif. 2) Berikan penguatan
pada perasaan yang positif dan gunakan secara efektif. 3) Pikirkan
bagaimana cara mengeliminasi perasaan negatif.
d. Perawat sebagai model peran (nurses as role model). Perawat sebagai role
model maksudnya addalah perawat harus menjadi contoh yang baik bagi
klien. Perawat dengan nilai-nilai yang dimilikinya harus bersikap dan
bertingkah laku yang dapat dicontoh secara baikoleh klien. Peran ini harus
disadari oleh perawat sehingga perawat harus selalu mengontrol
perilakunya.
e. Berorientasi untuk kepentingan orang lain (altruism). Perawat harus
berorientasi untuk kepentingan orang lain, bukan dirinya sendiri. Perawat
dapat meningkatkan kesadaran diri secara terus-menerus untuk menyelami
masalah klien dan berpikir untuk selalu berbuat baik kepada klien. Segala
aktivitas yang dilakukan perawat adalah kepentingan kesembuhan klien
atau mencapai tujuan yang diinginkan klien.
f. Ethic dan responsibility perawat harus mengedepankan nilai-nilai dan etika
yang disadarinya serta menunjukkan tanggung jawab yang tinggi.
Daftar Pustaka :
Priyanto,Agus.2009.Komunikasi Dan Konseling,Jakarta:Salemba Medika.

g. Tahapan (Fase) Hubungan dan Komunikasi Terapeutik Perawat-Klien


1. Fase prainteraksi
Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat
sebelum berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini
perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan sendiri, sertra
menganalisa kekuatan dan kelemahan profesional diri. Perawat juga
mendapat data tentang klien dan jika memungkinkan merencanakan

29
pertemuan pertama dengan klien. Perawat dapat bertanya kepada dirinya
untuk mengukur kesiapan berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien.
Contoh pertanyaan perawat kepada diri sendiri sebagai berikut.
a. Apa yang akan saya tanyakan saat bertemu nanti?
b. Bagaimana respons saaya selanjutnya?
c. Adakah pengalaman interaksi yang tidak menyenangkan?
d. Bagaimana tingkat kecemasan saya?
2. Fase orientasi/introduksi
Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang
bertujuan untuk merencanakan apa yang akan dolakukan pada fase
selanjutnya. Pada fase ini, perawat dapat:
e) Memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya. Kegiatan
ini mengindikasi kesiapan perawat untuk membantu klien ;
f) Memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan
mengajukan pertanyaan tentang perasaan klien ; serta
g) Merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan
lama pertemuan: bahan/materi yang akan diperbincangkan;
mengakhiri hubungan sementara.

Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase orientasi
ini sebagai berikut.
1) Memberikan salam terapeutik
Contoh “Assalamualaikum, selamat pagi”, dan sebagainya
2) Evaluasi dan validasi perasaan klien.
Contoh “Bagaimana perasaan ibu hari ini? Ibu tampak senang hari ini”
3) Melakukan kontrak hubungan dengan klien meliputi kontrak tujuan
interaksi, kontrak waktu, kontrak tempat.
Contoh “ Tujuan saya datang ke sini untuk membantu Ibu menemukan
masalah yang membuat Ibu selalu merasa tidak nyaman selama ini”,
“Menurut Ibu, berapa lama waktu yang akan kita butuhkan untuk
tujuan ini? Bagaimana kalau 15 menit?”, “Untuk tempat di dalam
ruangan ini saja atau di taman belakang?”

3. Fase kerja
Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas hubungan
perawat klien dalam asuhan keperawatan. Selama berlangsungnya fase
kerja ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan yang telah diingankan
bersama, tetapi yang lebih bermankan adalah bertujuan untuk
memandirikan klien. Pada fase ini, perawat menggunakan teknik-teknik
komunikasi dalam berkomunikasi dengan klien sesuai dengan yang telah
ditetapkan (sesuai kontrak).
Tahap kerja berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena
tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dana mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah
yang telah dipilih. Karena itu, perawat dituntut untuk peka terhadapa
ucapan verbal maupun respons nonverbal klien sehingga ia dapat
menentukan rencana, membuat tujuan dan melakukan tindakan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien. Teknik Komunikasi yang sering
digunakan pada tahap ini antara lain ekplorasi, refleksi, berbagi persepsi,
memfokuskan, dan menyimpulkan.

30
Pada tahap kerja ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan
percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha
untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perwat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama.
Tujuan teknik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-
hal tema emosional yang penting.
Oleh karena itu, diharapkan klien merasa bahwa perawat memahami
pesan-pesan yang telah disampaikan. Tetapi jika perawat tidak
menyimpulkan permasalan yang dihadapi klien, maka dapat
mengakibatkan adanya ketidaksamaan persepsi terhadap masalah antara
perawat dan klien. Sehingga penyelesaian masalah tidak terarah dan tidak
relevan dengan hasil yang diharapkan dan masalah klien menjadi tidak
terselesaikan.

Contoh “Saya akan memasukkan jarum infus ini ke pembuluh darah di


tangan ibu”, “Ibu akan merasakan sakit sedikit dan tidak perlu khawatir”.

4. Fase terminasi
Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan
ungkapan perasaannya. Selanjutnya, perawat merencanakan tindak lanjut
pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama klien.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat klien. Tahap
terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
Pertemuan perawat-klien terdiri dari beberapa kali pertemuan.
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien.
Setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien
pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan terminasi akhir terjadi jika
perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain: pertama, mengevaluasi
pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga
disebut evaluasi objektif.
Brammer & Mc Donald., (1996) dalam buku Komunikasi Terapeutik
menurut Suryani menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat
berguna pada tahap terminasi. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh
terkesan menguji kemampuan klien akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar
mengulang atau menyimpulkan. Perawat mungkin bisa mengatakan,
“Baiklah, sekarang bisa Ibu atau Bapak ulangi lagi mengenai apa yang
telah dibicarakan tadi?”
Kedua, melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan
dengan menyanyakan perasaan klien setelang berinteraksi dengan perawat.
Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi
dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat
menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada
gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi
klien.
Ketiga, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
ditentukan. Tindak lanjut ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk
klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang
baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilankukan
berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang
beberapa alternatif mengatasi marah.. maka untuk tindak lanjut perawat
mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternatif
tersebut. Tindak lanjut dievaluasi pada tahap pertemuan berikutnya.

31
Keempat, membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini
penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan
tujuan interaksi.
Kegagalan pada tahap terminasi ini kemungkinan bisa terjadi apabila
terminasi dilakukan tiba-tiba atau dilakukan sepihak tanpa penjelasan.
Konsekuensinya klien mungkin akan mengalami depresi atau regresi.
Terminasi harus disampaikan pada awal pertemuan dengan klien. Kurang
dilaksanakannya kegiatan terminasi dengan baik dapat menyebabkan
rangkaian kegiatan proses komunikasi terapeutik pada klien menjadi tidak
efektif. Hal ini karena klien merasa terminasi atau perpisahan terjadi tiba-
tiba, sedangkan perawat tidak mengetahui sejauhmana tujuan telah
tercapai. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perilaku negatif pada klien,
karena adanya perasaan penolakan, kehilangan, dan mengingkari manfaat
dari interaksi yang telah dilakukan. Hal tersebut bisa mengakibatkan klien
tetap mengalami kecemasan, bahkan menambah kecemasan merekan
karena perawat yang diharapkan mampu memberikan dukungan, ternyata
tidak sesuai dengan harapannya.
Stuart G.W. (1998) dalam buku Komunikasi Terapeutik menurut
Suryani, menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan
aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak
dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat
terjadi lagi pada klien. Timbulnya respons tersebut sangat dipengaruhi oleh
kemampuan perawat untuk terbuka, empati, dan responsif terhadap
kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
Daftar Pustaka :

Anna,Budi.1992.Hubungan Terapeutik Perawatan Klien.Jakarta:EGC.


Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.

h. Penerapan Startegi Komunikasi Dalam Hubungan Terapeutik


Perawat Klien
Hubungan terapeutik antara perawat-klien adalah hubungan kerjasama
yang ditandani dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Dalam proses, perawat membina hubungan sesuai dengan tingkat
perkembangan klien dengan mendorong perkembangan klien dalam menyadari
dan mengidentifikasi masalah dan membantu pemecahan masalah. Menurut
ahli pendidikan, anak membutuhkan asuhan dan pengalaman belajar agar
menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Perawat memberi umpan balik
dan alternatif pemecahan dan klien dapat memakai informasi untuk menangani
masalah yang belum dipecahkan secara konstruktif.
Proses berhubungan perawat-klien dapat dibandingkan dalam 4 fase yaitu
fase prainteraksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja, dan fase terminasi.
Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu diselesaikan.

STRATEGI MENANGGAPI RESPON KLIEN :


Tiap individu adalah unik artinya tiap individu memiliki pikiran, perasaan,
pengalaman, latar belakang budaya, agamastatus sosial ekonomi, dan
kebutuhan yang berbeda beda. Tiap individu juga mempunyai respons yang
berbeda beda dalam menghadapi masalah. Ada yang mampu mengatasinya dan
ada yang tidak mampu mengatasinya. Hal ini tentu bergantung pada koping
yang dimiliki dan ada tidaknya support system (sistem pendukung). Selain itu,
ketika mengalami masalah, tiap individu mengalami hal yang berbeda pula.

32
Ada yang mampu mengekspresikan masalahnya ada pula yang tidak mampu
mengungkapkannya. Untuk itu diperlukan perawat yang mempunyai kepekaan
terhadap berbagai respons klien, mempunyai kemampuan analisis cukup tinggi,
dan kemampuan menanggapi respons yang tersebut.
Dalam menanggapi respons yang disampaikan klien, perawat dapat
menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut:

1. BERTANYA
Bertanya (questioning) merupakan teknik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi.
a. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question)terjadi jika pada saat
bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara
langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan
nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau
pembicaraan, bersifat mengancam dan tampak kurang pengertian terhadap
klien.
Contoh pertanyaan yang sifatnya memfasilitasi yaitu “Bagaimana
perasaan Ibu hari ini?” Sedangkan pertanyaan nonfasilitatif misalnya
“Mengapa Bapak melakukan perbuatan itu?” Dari contoh tersebut terlihat
bahwa fasilitative question lebih baik dari pada non fasilitative question.
Jadi, dalam memberikan pertanyaan, perawat harus mampu mendorong
klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya serta sensitif terhadap
respons klien baik respons verbal maupun nonverbal.
b. Pertanyaan terbuka & tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat
membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan
terbuka, perawat akan mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya.
Pertanyaan terbuka bisa diawali dengan kata “apa” dan “bagaimana”.
Sedangkan pertanyaan tertutup (closed ended question) digunakan ketika
perawat membutuhkan jawaban yang singkat.
Contoh :
1. Pertanyaan terbuka “Bagaimana keadaan Ibu hari ini?” “Ceritakan
kepada saya, apa yang Ibu rasakan?”
2. Pertanyaan tertutup “Masih ingat janji kita kemarin, Bu?” “Berapa
orang saudara perempuan Anda?”

c. Inapropriate Quality Question


Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik
diberikan pada klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa).
Why question ini dipertimbangkan tidak terapeutik karena :
1. Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah
diintimidasi. Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap
perawat.
2. Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya, karena
why question menggiring klien untuk menjawab secara rasional atau
mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau keadaan, bukan
bagaimana perasaannya terhadap kejadian.Contoh : “Mengapa Bapak
menghianati istri Bapak?”
“Mengapa Ibu tega meninggalkan anak-anak Ibu?”
“Mengapa Ibu memukul dia kemarin?”

33
Pada kenyataannya di lapangan, beberapa perawat masih sering
menggunakan why question. Hal ini mungkin disebabkan karena
kebiasaan. Contoh pertanyaan yang paling sering penulis dengar
seperti, “Mengapa Anda menangis?” , “Mengapa Anda terlambat?” ,
“Mengapa Anda marah?” dan sebagainya.

2. MENDENGARKAN
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik. Mendengarkan adalah proses aktif (Geldard, D., 1998 Dalam Buku
Komunikasi Terapeutik) dan penerimaan informasi serta penalaahan reaksi
seseorang terhadap pesan yang diterima.
Nilai terapeutik dari mendengarkan yaitu mengkomunikasikan kepada
klien tentang minat dan penerimaan perawat secara nonverbal.
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan
klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan pada saat yang
tepat, dan tidak memotong pembicaraan klien. Respons yang bisa disampaikan
untuk menunjukkan bahwa perawat mendengarkan klien adalah seperti, “M...
m...” , “o ya....” , “Terus...” , “Lalu....”
Kemampuan listening ini sangat penting dalam komunikasi terapeutik
terutama pada fase kerja. Tanpa listening yang baik, perawat tidak akan
mampu menggali masalah klien dan memberikan alternatif pemecahan masala.
Kemampuan listening ini bisa diasah dengan cara dilatih dengan teman sekelas
(untuk mahasiswa) atau dengan rekan satu ruangan (bagi perawat yang
bertugas di rumah sakit). Caranya : minta teman untuk mengungkapkan
perasaannya tentang sesuatu, catat semua yang diungkapkan dan diekspresikan
termasuk ungkapan verbal dan nonverbal, terjemahkan apa yang ditulis dengan
bahasa sendiri, kemudian klarifikasi pada teman tersebut apakah yang ditulis
tersebut sudah menggambarkan apa yang ingin diungkapkannya atau belum.

3. MENGULANG
Maksud mengulang (restating) di sini yaitu mengulang kembali pikiran
utama yang telah diekspresikan oleh klien.
Hal ini menumukkan bahwa perawat sedang mendengarkan dan
memvalidasi, menguatkan dan mengembalikkan perhatian klien pada sesuatu
yang telah diucapkan klien. Restating (pengulangan) merupakan suatu strategi
yang mendukung listening. Sebagai contoh, ketika klien mengatakan, “Saya
pusing, banyak sekali masalah yang harus saya selesaikan”. Perawat bisa
menggunakan restating dengan mengatakan, “Anda punya banyak masalah?”
Pertanyaan itu itu untuk menunjukkan pada klien bahwa perawat
mendengarkan klien dan tertarik dengan apa yang diungkapkan klien. Cara
seperti ini terapeutik karena dengan begitu klien merasa bahwa dirinya penting
bagi perawat dan ini akan menambah kepercayaan klien terhadap perawat.

4. KLARIFIKASI
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya.
Nilai terapeutik dari klarifikasi yaitu membantu mengklarifikasi perasaan,
ide, dan persepsi klien serta memberikan kejelasan tentang hubungan antara
perasaan, ide, dan persepsi klien dengan tindakannya. Pada saat klarifikasi,
perawat tidak boleh menginterpresikan apa yang dikatakan klien juga tidak
boleh menambahkan informasi.
Apabila perawat ingin menginterpresikan pembicaraan klien, maka
penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. Melalui teknik ini
klien diharapkan memahami apa yang diungkapkannya. Sehingga perawat dan

34
klien akan mempunyai kejelasan yang sama mengenai pertanyaan klien
tersebut. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian
terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien. Klarifikasi
mungkin bisa dilakukan dengan meminta klien mengulang apa yang baru saja
disampaikannya pada perawat dengan mengatakan, “Maaf saya masih kurang
jelas tentang apa yang Ibu atau Bapak katakan tadi, bisa lebih diperjelas lagi?”.
Teknik ini paling sering digunakan pada tahap kerja. Pada tahap kerja, perawat
perlu mengklarifikasi ungkapan klien, karena tanpa klarifikasi perawat tidak
akan memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan klien.

5. REFLEKSI
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien.
Teknik refleksi terdiri dari reflection of content (refleksi isi) dan feflection
of feeling (refleksi perasaan). Refleksi isi dilakukan dengan paraphrasing
(memparafrasekan) yaitu membuat kalimat yang isinya sama dengan kata-kata
yang berbeda, dan bukan hanya sekedar mengulang sebagian dari ungkapan
klien.
Dengan menggunakan teknik ini perawat merefleksikan kepada klien
persis seperti apa yang ingin disampaikan klien pada perawat.
Sedangkan refleksi perasaan adalah merefleksikan perasaan apa yang
dirasakan klien ketika menyampaikan sesuatu. Jadi refleksi isi berfokus pada
isi pembicaraan dan pikiran sedangkan refleksi perasaan berfokus pada emosi
atau perasaan. Contoh :
a. Refleksi isi :
Pernyataan klien “Saya bertengkar dengan adik perempuan saya, suami saya
tidak mau bicara dengan nya, di kantor atasan saya selalu tidak percaya sama
saya, teman dekat saya juga tidak mau mengerti saya lagi”. Respons perawat
“Kelihatannya Anda punya banyak masalah dalam hubungan interpersonal”.
b. Refleksi perasaan
Pernyataan klien “Saya sangat mengharapkan kedatangannya. Tetapi
dia tidak kunjung datang. Bahkan ketika saya telepon dia, dan dia hanya
bilang lupa”. Respons perawat
“Kamu sangat kecewa? Atau kamu merasa terluka?”. Sama seperti
teknik klarifikasi, teknik refleksi ini banyak digunakan pada fase kerja.
Biasanya penggunaan kedua teknik ini saling mendukung satu sama lain.
Menurut pengalaman penulis, teknik ini sangat bermanfaat untuk menggali
perasaan klien yang sebenarnya tentang suatu kejadian.

6. MEMFOKUSKAN
Penggunaan teknik memfokuskan (focuscing) bertujuan memberi
kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan
komunikasi klien pada pencapaian tujuan dengan demikian akan terhindar dari
pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk tidak
memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah penting.
Komunikasi pada klien yang mengalami perubahan psikologis akibat luka
dihati terkadang tidak tearah karena klien cenderung sangat emosional.
Individu dalam berbicara mungkin kesana kemari (tidak fokus). Perawat dapat
memfokuskan pembicaraan klien pada saat yang tepat misalnya dengan
mengatakan “Bagaimana kalau kita kembali ke topik pembicaraan semula”,
contoh lain misalnya klien :”wanita sering jadi bulan-bulanan”, perawat: “coba

35
ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita”. Teknik focusing juga
sangat bermanfaat pada fase kerja. Pengalaman penulis dalam merawat klien
gangguan jiwa. Pada umumnya klien yang mengalami gangguan jiwa,
pembicaraan loncat-loncat dan berbelit-belit. Dengan menggunakan teknik
focusing ini penulis dapat membawa klien tersebut kembali ke topik
pembicaraan.

7. DIAM
Teknik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada
klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-
masing. Teknik ini memberikan waktu pada klien untuk berpikir dan
menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan
dukungan, pengertian, dan penerimaanya. Diam juga memungkinkan klien
untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus
mengambil keputusan. Teknik ini tidak sama dengan teknik listening. Pada
teknik ini, perawat memberi waktu pada klien untuk menjawab pertanyaan
perawat. Jadi setelah perawat mengajukan pertanyaan, perawat memberi jeda
waktu bagi klien untuk memikirkan dan menyusun informasi yang ingin
disampaikannya ke perawat. Sedangkan listening dilakukan perawat pada saat
klien mengungkapkan pikiran dan perasaanya. Sebagai contoh, setelah perawat
mengajukan pertanyaan “bagaimana perasaan ibu terhadap operasi yang akan
ibu jalani besok?” perawat memberi jeda waktu 1 / 2 menit diam untuk
memberi kesempatan klien menjawab. Kemudian ketika klien mengungkapkan
perasaanya, perawat menggunakan teknik listening dengan mendengarkan
semua ungkapan klien secara penuh perhatian.

8. MEMBERI INFORMASI
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan untuk klie.Teknik ini sangat membantu dalam
mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang
relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien.Informasi yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman
tentang ,maalah yang dihadapinklienserta membantu dalam memberikan
alternative pemechan masala. Sebagai contoh diruang penyakit dalam ada tiga
orang pasien yang samasama mengalami penyakit jantung informasi yang
merekabutuhkan belum tentu sama. Pasien pertama mungkin butuh informasi
tentang pengobatanya, pasien kedua mungkin butuh informasi tentang cara
mendapatkan keringanan biaya dan pasien ketiga mungkin tetan hal yang lain
lagi. Karena itu sebelum memberikan informasi kepada klien, perawat
seharusnya mengkaji terlebih dahulu informasi apa yang dibtuhkan klien
(Gelderd, D,. 1998)
Dalam Buku Komunikasi Terapeutik). Teknik ini tidak ama dengan teknik
advice (saran). Pada teknik ni perawat hanya memberikan informasi keputusan
tetap ada pada klien. Sedangkan pada teknik advice, selain memberikan
informs, perawat sekaligus memberi kesan bahwa apa yang dikatakan perawat
adalah yang terbaik dalam mengatasi msalah khan. Bahaya dan teknik advice
ini adalah ketika apa yang disarankan perawat kepada klien ternyata tida dapat
menatasi permasalahan klien. Akibatnya khan bisa merasa sangat kecewa dan
tidak percaya lagi pada perawat.

36
9. MENYIMPULKAN
Menyimpulkan (summarizing) adalah teknik komunikasi yang membantu
klien mengeksplorasi poin penting dari inteaksi perawat-klien. Teknik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama sama
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan
kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B. & Judith. P,.1997
Dalam buku komunikasi terapeutik). Lebih jauh murray dalam buku
komunikasi terapeutik mengatakan bahwa menyimpulkan berarti pembicaraan
yang menekankan pada pembentukan kesadaran diri. Penyelesaian masalah,
dan pengembangan diri. Menurut saya dalam menyimpulkan bisa diawali
dengan kata seperti ; “Dari pembicaraan kita tadi”, saya coba menyimpulkan
bahwa “, atau” kalau boleh saya simpulkan …. “ manfaat dari menyimpulkan
antara lain :
1. Memfokuskan pada topic yang relevan
2. Menolong perawat dalam megulang aspek utama interaksi.
3. Membantu klien untuk merasa bahwaperawat memahami perannya.
4. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi an membuat tambahan
atau koreksi terhadap informasi sebelumnya.
Teknik menyimpulkan ini juga sangat brmanfaatpada that kerja.Pada saat
menyimpulkan, perawat dank lien dapat mendefinisikan pokok masalah,
sehingga memungkinkan membuat perencanaan untuk mengatasi masalah.
10. MENGUBAH CARA PANDANG
Teknik mengubah cara pandang (refreaming) ini digunakan untuk
memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak. Melihat sesuatu atau
masalah dari aspek negatifnya saja (Geldnrd, 1998 Dalam buku komunkasi
terapeutik).Teknik ini sangat bermanfaat tentang ketika klien berpikiran
negative terhadap sesuatu.Atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya.
Seorang perawat terkadang memberikan tanggapan yang kurng tepat ketika
klien mengungkapkan maalah, misalnya menyatakan: “Sebenernya apa yang
anda pikirkan tidak seburuk itu kejadianya” atau “sudahlah dunia ini toh tidak
seleba daun kelor”atau” tenang saja tidak ada yang perlu di khawatirkan.
Pernyatan-pernyataan seperti it bukanlah bentuk refreaming yang baik karena
cenderung menganggap enteng masalah.Selain itu juga terkesan mengabaikan
perasaa klien. Berikut ini contoh refreaming yang baik :
Pernyataan klien : “saya hampir tidak pernah bisa rileks karena begitu
sampai di rumah sepulang dari tempat kerja, anak saya yang paling kecil
langsung ngadat, minta jajan, jajana minta diantar lagi. Saya sebel, saya pukul
aja dia” respons perawat; “dari pembicaraan itu, saya menangkap bahwa bu
sangat berarti bagi anak ibu dan dia menginginkan banyak perhatiian daru
bu,”pengguaan teknik refreaming ini sangat bermanfaat pada semua klien
yang dirawat, bik dirmah sakit umum maupun di rumah akit jiwa, twerutama
pada klien yang mengalamidepresi. Harga diri redah, dan percobaan bunuh
diri, karena pada klien yang mengalami keadaan tersebur umumnya memandag
negative terhadap kehidupan ,masa depan, dan dirinya sendiri. Teknik
refreaming ini juga banyak digunakan pada tahap kerja. Refreaming akan
membuat klien mampu melhat apa yang dialaminya dai sisi positif (Geldard,
D,. 1998 Dalam Buku Komunkasi Terapeutik) sehingga memungkinkan klien
untuk membuat perwncanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya.

37
11. EKSPLORASI
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih
dalam masalah yang dialami klien ( Antoni Otong, 1995 dalam buku
komunikasi terapeutik) supaya masalah tersebut bisa diatsi. Teknik ini juga
sangat bermanfaat pada tahpap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail
tentang masalah yang dialami klien.Berikut adalah contoh eksplorasi.
Pernyataan klien : “kalau lagi kesal biasanya saya mengunci diri di
kamar.”
Respons perawat : “sewaktu mengunci diri di kamar, apa yag anda
lakukan?”
Pernyataan klien : “ Menangis….”
Respons perawat : “ selain menangis. Adakah hal yang anda lakukan ?”
Pernyataan klien : “ ada..”
Respons perawat : “ coba ceritakan “

Pengalaman penulis dalam membimbing mahasiswanya. Kegagalan


mahasiswa dalam mengatsi masalah klien banyak disebabkan karena
kurangnya kemampuan mahasiswa menggunakan teknik eksplorasi im
mahasiswa cenderung tergesa-gesa menyimpilkan masalah klien dan memberi
saran untuk pemecahan masalah tersebut.Hal ini menyebabkan klien merasa
bahwa perawat atau mahasiswa tersebut tidak mampu memahami dirinya atau
tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.Konsekuensinya, klien
menjadi tidak percaya pada mahasiswa tersebut.

12. MEMBAGI PERSEPSI


Stuart G.W,. (1998) Dalam buku komunikasi terapeoutk menyatakan
membagi esepsi (sharing perception) adalah meminta pendapat klien tentang
hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Teknik iini digunakan ketika perawat
merasakan atau melihat ada perbedaan antara respons verbal dan respons
nonverbal klien.Contoh : pernyataan klien : ketika perawat masuk ke ruanga
klien dan menyapanya, klien tersenyum kecut dengan ekspresi wajah sedikit
tegang. Respons perawat : “ anda tersnyum, tapi aya merasakan anda sdang
marah kepada saya.” Pada pelaksanaan di lapangan agak sulit melakukan
sharing perceptions ini karena khawatir orang yang diajk bicara merasa
tersinggung. Hal ini terutama kalau lawan bicara adalah atasan atau orang yang
lebih tua atau yang dituakan. Hal ini mungkin juga karena dalam budaya kita,
kita tidak terbiasa untuk terbuka terhadap apa yang kita pikirkan tentang sikap
seseorang. Akan tetapi, pada saa teknik ini digunakan saya merasa sangat
terkesan karena ternyata dengan teknik in, saya mampu
mengklarifikasiperbedaan respons verbaldan non verbal klien sehingga tidak
ada lagi perasaan curiga atau bertanya-tanya dalam hati.

13. MENGIDENTIFIKASI TEMA


Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut.Gunanya adalah
untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart dan
Sunden, 1998 Dalam Buku Komunikasi Terapoeutik.
Contoh:

38
“Saya perhatikan sejak awal perhatikan sejak awal pertemuan sampai
sekarang kamu banyak bercerita tentang kekecewaan krena cintamu ditolak.
Apakah menurutmu hal ini penting yang akan kita diskusikan ?”Teknik ini
sangat bermanfaat pada awl tahap kerja untuk memfokuskan pembucaran pada
masalah yang benar-benar dirasakan klien.

14. HUMOR
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik (
Florence Nightingale (1999) Dalam Buku Komunikasi Terapeutik) pernah
mengatakan bahwa suatu pengalama ahit sangat baik ditanggani dengan humor.
Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta
menurunkan tekanan darah dan nadi ( Anonymous, 1999 Dalam Buku
Komunikasi Terapeutik ) pernah mengatakan bahwa suatu pengalaman pahit
sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran
mental dan kreativitas, serta menurnkan tekanan darah dan nadi ( Anonymous,
1999 Dalam Buku Komunikasi Terapeutik). Tidak ada aturan kapan
bagaimana, dan dimana humor seharusnya digunakan .dalam hubungan
terapeutik penggunaanya bertgantung pada kualitas hubungan (Stuart, GW,.
1998 Dalam Buku Komunikasi Terapeutik). Dalam buku komunikasi
terapeutik).Dalam buku komunikasi Terapeutik). Dalambeberapa kondisi
berikuthumor mungkin bisa dilakukan
- Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungin
bisa menurunkan kecemasan klien.
- Jika relevan dan konsisten dan dengan social budaya klien
- Membantu klien mengatasi masalahlebih efektif.
Perawat perlu menganalisi teknik yang tepat pada setiap berkomunikasi
dengan klien, karena ketidak pastian menggunakan teknik dalam
berkomunikasi dapat berpengaruh terhadap proses dan kenerhasilan komukasi.
Informasi yang akurat dapat disampaikan melalui komunikais verbal, namun
askpek emosi dan persaaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya melalui verbal.
Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan perawat untuk menghadirkan diri,
menggunakan teknik komukasi secara tepat dan pemehaman terhadap respons
emosional klien. Dengan mengerti proses komunikasi dan mempunyai berbagai
keterampilan berkomunikasi, perawat diharapkan mampu dirinya secara utuh (
verbal dan nonverbal) dalam memberi efek terapeutik pada klien.

15. MEMBERIKAN PUJIAN


Seseorang akan cenderung berinteraksi apabila ia merasa interaksi tersebut
menguntungkan, baik secara psikologi maupun ekonomis (Rahmat, J,, 1996
Dalam Buku Komunikasi Terapeutik). Memberikan pujian (reinforcement)
merupakan keuntungan psikologi yang didapatkan klien berinteraksi denga
perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan
menguatkan perilaku klien ( Geldard, D., 1998 Dalam Buku Komunikasi
Terapeutik). Reinforcement bisa diungkapkan dengan kata kata maupun isyarat
nonverbal.Dengan kata-kata misalnya,”saya merasa banggga sekali hari ini
karena anda telah mampu membereskan tempat tidur sendiri dan
mandi.”isyarat nonverbal bisa disampaikan dengan memberikan acungan
jempol ketika klien melakukan sesuatu yang menurut perawat merupakan
perubahan positif.

39
Daftar Pustaka :

Priyanto,Agus.2009.Komunikasi Dan Konseling,Jakarta:Salemba Medika.


Anna,Budi.1992.Hubungan Terapeutik Perawatan Klien.Jakarta:EGC.
Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.
Zen.pribadi.2013.Panduan Komunikasi Untuk Bekal Keperawatan
Profesional.Jogjakarta:D-Medika

i. Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik


Sekalipun perawat sudah memahami tentang cara berkomunikasi yang
efektif dengan klien, pada kenyataanya terkadang perawat tidak mampu
melakukan dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan adanya hambatan, baik
yang datangnya dari klien maupun dari perawat sendiri. Ada 5 hambatan yang
spesifik :
1) Resisten
Resisten merupakan upaya untuk tetap tidak menyadari atau mengakui
penyebab kecemasan dalam dirinya dalam rangkas melawan atau
menyangkal ungkapan perasaan (Stuart, G. w;1998 Dalam Buku
Komunikasi Terapeutik)

Resisten ini biasanya terjadi pada fase kerja pada saat dilakukannya
pemecahan masalah. Resisten bisa disebabkan karena perawat terlalu cepat
menggali masalah klien yang bersifat sangat pribadi (Thomas, M.D;1991
Dalam Buku Komunikasi Terapeutik). Hal ini terjadi karena beberapa
factor misalnya karena perawat berfokus pada diri sendiri karea belum
terbinanya hubungan saling prcaya atau karena perawat terlalu banyak
membuka diri.
Beberapa bentuk resisten menurut Stuart G.W;1998 Dalam Buku
Komunikasi Terapeutik antara lain:
- Supresi
Klien mencoba menekan perasaannya terhadap masalah yang
dihadapi saat ke alam bawa sadar. Hal ini bisa terjadi Karena klien
belum percaya pada perawat, sehingga klien ingin mengungkapkan
perasaan atau permasalahannya pada perawat.
- Gejala penyakit yang semakin mencolok
Ini sebagai reaksi klien untuk menunjukkan pada perawat bahwa
pertolongan perawat tidak ada artinya bahkan membuat penyakit
klien seolah-olah bertambah parah.
- Pesimis terhadap masa datang
- Hal ini terjadi sebagai akibat ketidakpercayaan klien terhadap
perawat
- Adanya hambatan yang dapat didentifikasi dari ucapan atau
perilaku klien seperti :
- “Pikiran saya kosong.”Saya tak tahu harus bagaimana.’’
- Klien tidak menepati janji, datang terlambat, pelup, diam
seribu bahasa, mengantuk terus, tidak perhatian.
- Berperilaku tidak wajar
Misalnya klien membuang makanannya didepan perawat atau
seiap perawat mengajak berkomunikasi klien langsung pergi.
- Bicara hal-hal yang bersifat dangkal
Klien hanya mau berbicara dengan perawat tentang hal-hal yang
bersifat umum.Misalnya tentang keadaan klien, saat ini, pendapat

40
klien tentang rasa makanan, pada saat perawat bertanya lebih jauh
tentang masalah yang dihadapinya klien tidak mau merespon.
- Secara verbal mengungkapkan pemahaman tetapi perilakunya
tetap destruktif.
Misalnya klien mengatakan bahwa dia telah memahami
penjelasan perawat tentang pentingnya minum obat secara teratur tapi
klien tidak minum obat dengan teratur.
- Menolak untuk berubah
Hal ini dilakukan lien sebagai bentuk penolakan terhadap
pertolongan perawat.Misalnya, ketika perawat menganjurkan klien
untuk berinteraksi dengan klien lainnya, klien menolak denga
mengatakan saya lebih suka sendirian.

1) Transferens
Merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dan berhubungan dengan orang-orang
tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart,
G.W;1998 Dalam Komunikasi Terapeutik). Sebagai contoh, ketika seorang
klien merasa bahwa perawat yang merawatnya mirip sekali dengan
pamannya yang waktu kecil sering memarahi dan memukulnya, klien
tersebut akan bersifat negatif terhadap perawat. Klien tersebut akan
bersifat negative terhadap perawat. Klien mungkin akan beringkah laku
seperti menghindar atau memutuskan hubungan, membantah, mengkritik,
ngomel menjadi mudah lupa dan sebagainya. Transferens juga merupakan
suatu kumpulan reaksi ketidakpuasaan klien terhadap perawat karena
intensitas ketentuan yang berlebihan
Transferens dapat merugikan bila dibiarka berlarut larut dan tidak
disadari atau tidak dikaji secara serius.Transferens bisa membuat klien
sangat bergantung kepada perawat atau bisa membuat klien sangan
bergantung kepada perawat atau bisa juga membuat klien sangat benci
dengan perawat.Resisten transferens merupakan masalah yang sulit bagi
perawat.Perawatharus siap menerima perasaan emosional yang positif
maupun yang negatif dari klien yang sering akli sangat tidak
rasioanal.Hubungan tersebut menjadi terhenti dan tidak memungkinkan
jika perawat tidak menerima klien. Apapun motivasi klien analisis resisten
dan transferens merupakan alat untuk memperoleh oleh kembali
kesasadaran klien atas motivasinya dan belajar bertanggung jawab dalam
semua tinadakan dan tingkah lakunya.Kontertranferens

Biasanya timbul dalam bentuk respon emosional, hambatan terapeutik


ini berasal dari perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh sikap klien.
Menurut Thomas M.D (1991) dan Stuart G.W (1998) Dalam Buku
Komunikasi Terapeutik, perawat harus segera menganalisis diri jika
beberapa hal berikut terjadi pada saat merawat klien:
a) Love and caring berlebihan
b) Benci dan marah berlebihan
c) Cemas dan rasa bersalah yang muncul berulang ulang
d) Tidak mampu berempati terhadap klien
e) Perasaan tertekan selama atau setelah proses
f) Tidak bijaksana dalam membuat kontrak dengan klien terlambat atau
terlalu lama dll
g) Mendukung ketergantungan klien
h) Berdebat dengan klien atau memaksa klien sebelum siap

41
i) Menolong klien untuk hal hal yang tidak berhubungan dengan sasaran
asuhan keperawatan
j) Menghadapi klien dengan hubungan pribadi atau social
k) Melamunkan klien
Kontertranferens ini berdampak terhadap interaksi perawat
terhadap klien.Klien mungkin merasa bahwa perawat sangat
memperhatikan dalam artian perhatian yang lebih dari hanya sekedar
hubungan perawat-klien, sehingga klien menjadi besar kepala dan
sulit berubah, atau klien menjadi manja dan sangat bergantung pada
perawat.Sebaliknya, Kontertranferens juga bisa membuat klien merasa
bahwa perawat mengabaikan kebutuhannya atau klien mungkin
merasa bahwa perawat membencinya sehingga tidak mau terbuka
kepada perawat.
2) Pelanggaran batas
Perawat perlu mengatasi hubunganya dengan klien.Batas hubungan
perawat-klien adalah hubunhgan yang dibina adalah hubungan terapeutik,
dalam hubungan ini perwat berperan sebagai penoling dank lien berperan
sebagai yang ditolong baik perawat atau klien harus menyadari batasan
tersebut.
Pelanggar batas bisa terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang
terapeutik dan membina hubungan sosial ekonomi atau hubungan personal
dengan klien (Stuart,G.W;1998 Dalam Buku Komunikasi Terapeutik). Untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien,
perawat sejak awal interaksi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan
bersam klien tentang hubungan yang mereka jalin.Kemudian selama interaksi
perawat perlu berhati hati dalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam
komunikasi sosial dengan klien.dengan selalu berfokus pada tujuan interaksi,
perawat bisa terhindar dari pelanggaran terhadap batas batas dalam
berhubungan dengan klien. Selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi
setiap kali bertemu dengan klien juga dappat menghindari pelanggaran batas
ini.
3) Pemberian hadiah
Pemberian hadiah adalah masalah yang kontroversial dalam keperwatan.
Disatu pihak ada yang menyatakan bhwa pemberian hadiah dapat
membantu dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang
menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa nerusak hubungan terapeutik.
Hadiah didapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti
sekotak permen, rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang
tidak nyata bisa berupa ekspresi ucapan terimakasih dari klien kepada
perawat sebaga orang yang akan akan meningalkan rumah sakit, atau dari
anggota keluarga yang lega dan berterimakasih atau bantuan perawat
dalam meringankan beban emosional klien. Karena pemberian hadiah ini
bervariasi, tidak pantas bila setiap emberian hadiah dihubungkan dengan
tindakan perawat.Seringkali respon perawat terhadap pemberian hadiah
bergantung pada waktu, situasi, dan konteks dari pemberian hadiah
tersebut. Pada tahap orientasi, pemberian hadiah dapat merusak hubungan,
karena klien dapat memanipulasi perawat dengan cara mengatur hubungan
dan mengatur batasan batasan dalam berhubungan (Stuart dan Sundeen,
1998 Dalam Buku Komunikasi Terapeutik).

Dengan menerima hadiah dari klien, perawat mungkin akan merasa


cangguh ketikamisaknya harus melakukan konfrontasi atau perawat mungkin
menyetujui saja aa yang dikatakan klien sekalipun itu tidak tepat atau
mebahayakan (Long, I.., 1994 Dalam Buku Komunikasi Terapeutik).

42
Sedangkan pemberian hadiah pada tahap terminasi memiliki arti lain dan
kompleks sera sulit ditentukan pada saat ini pemberian hadiah pada bentuk
kongrit maupun abstrak adalah refleksi keingonan pasien yang membuat
perawat bisa menjadi merasa bersalah, menunda proses terminasi, atau
membantu pemindahan hubungan terapeutik perawat-klien.

Daftar Pustaka :
Priyanto,Agus.2009.Komunikasi Dan Konseling,Jakarta:Salemba Medika.
Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.

43
BAB III

PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui media. (Arwani,2002)

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi


terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi. Seorang pemolong (helper) atau perawat dapat membantu klien
mengatasi masalah yang dihadapinya memlalui komunikasi.

Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke
arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang
meliputi :
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam klien.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
selalu bergantung dengan orang lain.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realistis.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah tentang Komunikasi Terapeutik ini
mejadikan sebuah sumber ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya bagi
kami. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini baik dalam
penyusunan atau penjelasannya masih kurang dari yang seharusnya, untuk itu
kami minta saran dan kritikan untuk kedepannya agar bisa membuatnya lebih
baik lagi.

44
DAFTAR PUSTAKA

Zen.pribadi.2013.Panduan Komunikasi Untuk Bekal Keperawatan


Profesional.Jogjakarta:D-Medika
Priyanto,Agus.2009.Komunikasi Dan Konseling,Jakarta:Salemba Medika.
Anna,Budi.1992.Hubungan Terapeutik Perawatan Klien.Jakarta:EGC.
Suryani.2016.Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik.Jakarta:EGC.
Arwani.2002.Komunikasi dalam keperawatan.Jakarta:EGC
Nugroho,Wahjudi.2002.Komunikasi dalam keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC

45
Latihan Soal
1. Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan
klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh penglaman belajar bersama
dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien”. Pernyataan diatas adalah
pernyataan menurut?
*a. Stuart, G,. W 1998*
b. Hibdon, S,. 2000
c. North house,.1998
d. Geldard, D,. 1998
e. Antoni Otong,. 1985

2. Berikut adalah contoh komunikasi terapeutik, kecuali


a. Mendorong sekaligus menganjurkan kerja sama antar perawat dengan pasien.
b. Melakukan identifikasi guna mengungkap perasaan pasien sekaligus mengevaluasi
tindakan yang di lakukan.
c. Memberikan pengertian mengenai gangguan kesehatan yang di hadapi oleh pasien
sekaligus membantu mengatsinya.
d. Mencegah tindakan negatif pasien akibat gangguan kesehatan yang di deritanya.
*e. Menambah beban pikiran pasien*

3. Berikut adalah Tahapan (Fase) Hubungan dan Komunikasi Terapeutik Perawat-


Klien, kecuali
a. Fase prainteraksi
b. Fase orientasi/introduksi
*c. Fase Akhir*
d. Fase Kerja
e. Fase Terminasi

4. Teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan


pikirannya adalah
a. Mendengarkan (listening)
*b. Bertanya (questioning)*
c. Refleksi (reflection)
d. Mengulang (restating)
e. Klarifikasi (clarification)

5. Resisten ini biasanya terjadi pada fase....


*a. Fase Kerja*
b. Fase Prainteraksi
c. Fase Orientasi
d. Fase Terminasi
e. Fase Akhir

46
TOPIK 3

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA SETIAP TAHAP PROSES


KEPERAWATAN
Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep

Komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat


dan klien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kebutuhan pasien.
Komunikasi Terapeutik Hubungan terapeutik antara perawat klien yaitu
hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar-menukar perilaku, perasaan,
pikiran, dan pengalaman.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien
yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan
memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi
masalah klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya
mencapai kesembuhan klien.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mempunyai tujuan spesifik,
dilakukan berdasarkan rencana secara spesifik, dilakukan oleh orang-orang yang
spesifik, terjadi sharing informasi yang berbeda dan dibangun atas dasar untuk
memenuhi kebutuhan klien.
Komunikasi dalam Keperawatan Indrawati komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu
yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu
cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian
informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada
perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalankan terapi dan membantu
pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.
Daftar Pustaka:

Anjaswarni, Tri.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Komunikasi Dalam


Keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI
Stuard, G.W., dan M.L. Laraia. 1998. Principle and Practice of Psychiatric Nursing.
St. Louis: Mosby.

A. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PROSES


KEPERAWATAN
Hubungan saling membantu dibangun dan dipelihara perawat profesional.
Hubungan tersebut bersifat timbale balik, perawat dan klien membangun hubungan
diantara mereka dan berlangsung melalui tahapan demi terciptanya hubungan yang
terapeutik. Hubungan saling membantu berlangsung terus menerus ketika mereka
sedang berinteraksi, sementara perawat memberikan proses keperawatan tetapi,
hubungan saling membantu tidak sama dengan proses keperawatan. Proses
keperawatan merupakan sebuah seri dari beberapa langkah Yang harus ditempuh
untuk memecahkan masalah pasien, sementara hubungan saling membantu

47
merupakan sebuah ikatan antara perawat dan klien yang membuat perawat lebih
efektif dalam melaksanakan proses keperawatan. Perawat bertanggung jawab dalam
mengarahkan klien melalui tahapan dalam hubungan saling membantu untuk
meyakinkan bahwa kebutuhan klien telah terpenuhi. Tahapan hubungan di atas
terbagi dalam 3 fase, yaitu fase orientasi, kerja, dan terminasi.

1. Faseorientasi
Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang bertujuan
untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase selanjutnya. Pada
fase ini, perawat dapat:
a. memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya. Kegiatan ini
mengindikasi kesiapan perawat untuk membantu klien;
b. memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan mengajukan
pertanyaan tentang perasaan klien; serta
c. merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan lama
pertemuan; bahan/materi yang akan diperbincangkan; dan mengakhiri
hubungan sementara.

Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada faseorientasi ini
sebagai berikut.
1) Memberikan salam terapeutik
Contoh: “Assalamualaikum, selamatpagi”, dan sebagainya.
2) Evaluasi dan validasi perasaan klien.
Contoh: “Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Ibu tampak segar hari ini”.
3) Melakukan kontrak hubungan dengan klien meliputi kontrak tujuan
interaksi, kontrak waktu, dan kontrak tempat.
Contoh: “Tujuan saya datang kesini adalah membantu Ibu menemukan
masalah yang membuat Ibu selalu merasa tidak nyaman selama ini”,
“Menurut Ibu, berapa lama waktu yang akan kita butuhkan untuk tujuan
ini? Bagaimana kalau 15 menit?”, “Untuk tempat di dalam ruang ini saja
atau di taman belakang?”
2. Fase kerja
Fase ini adalah fase terpenting Karena menyangkut kualitas hubungan
perawat klien dalam asuhan keperawatan. Selama berlangsungnya fase kerja
ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan yang telah di inginkan bersama,
tetapi yang lebih bermakna adalah bertujuan untuk memandirikan klien. Pada
faseini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi
dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuaikontrak).
Contoh: “Permisi ibuk ya, saya akan melepaskan jarum infuse ini dari
tangan ibu”, “Ibu akan merasakan sakit sedikit dan tidak perlu khawatir”.

3. Fase terminasi
Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan
ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan tindak lanjut
pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama klien.
Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase terminasi
ini, yaitu melakukan evaluasi subjektif ,objektif merencanakan tindak lanjut
interaksi; dan membuat kontrak dengan klien untuk melakukan pertemuan
selanjutnya. Contoh komunikasi dalam fase terminasi ini sebagai berikut.

48
a) Evaluasi subjektif dan objektif

“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita diskusi tentang masalah yang Ibu
hadapi?” “Coba sebutkan masalah yang Ibu hadapi terkait dengan keluarga
Ibu!
b) Rencana tindak lanjut
”Baik, Ibu, saya cukupkan pertemuan kita hari ini, tidak terasa bahwa
waktu kita sudah berlangsung 15 menit. Rencana selanjutnya setelah ini adalah
menemukan alternative penyelesaian masalah yang Ibu hadapi dan
pengambilan keputusan untuk solusi.”
c) Kontrak yang akan datang:

“Terkait dengan rencana tersebut, saya akan datang lagi besok hari Selasa
pukul 09.00, saya akan datang di tempat ini lagi. Selamat istirahat dan
assalamualaikum, selamat siang.”
d) Gunakanlah format
Strategi pelaksanaan (SP) komunikasi dalam setiap melakukan interaksi
dan komunikasi terapeutik dengan klien. Anda akan mempraktikkan
komunikasi dan hubungan terapeutik ini mengacu pada Bab 4 tentang petunjuk
praktik. Berikut format strategi komunikasi yang harus Anda siapkan dan
gunakan saat melakukan komunikasidengan pasien.
Daftar Pustaka:
Keliat, B.A. 1996. HubunganTerapeutikPerawatKlien. Jakarta: EGC.
Stuard, G.W., dan M.L. Laraia. 1998. PrincipleandPracticeofPsychiatricNursing.
Edisikeenam. St. Louis: Mosby.
B. PENGGUNAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM SETIAPTAHAP
PROSES KEPERAWATAN

1. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA TAHAP PENGKAJIAN


Pengkajian adalah tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap ini
merupakan tahap yang penting dalam proses keperawatan karena tahap-tahap
selanjutnya dalam proses keperawatan tidak dilakukan dengan baik. Pada tahap
ini perawat menggunakan kemampuan nonverbal dalam mengumpulkan data
klien. Dalam pengkajian, perawat dituntut untuk mampu melakukan komunikasi
dengan baik verbal dan melakukan pengamatan terhadap perilaku nonverbal
serta menginterpretasikan hasil pengamatan dalam bentuk masalah. Setelah data
terkumpul, selanjutnya dikomunikasikan dalam bahasa vebal kepada klien atau
tim kesehatan lainnya dan dikomunikasikan dalam bentuk tulisan
(didokumentasikan) untukdikomunikasikan pada tim kesehatan lain dan sebagai
aspek legal asuhan keperawatan. Adapun bentk-bentuk komunikasi yang dapat
digunakan perawat pada tahap pengkajian dari proses keperawatan ini adalah
wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi, seta pengumpulan data melalui
catatan medik/rekammedik dan dokumen lain yang relevan.
1) Wawancara/Interview

Wawancara adalah proses transaksi antara dua orang yang mempunyai


tujuan spesifik, serius, dan penuarti. Wawancara biasanya dilakukan secara
langsung melalui pertemuan langsung dalam interaksi tatap muka (face to

49
face). Dalam wawancara ini, pewancara (perawat) dapat menggunakan
kemampuan komunikasi verbal ataupun nonverbal untuk menggali data
yang diwawancara (klien). Dengan kontak secara langsung, pewancara
(perawat) dapat memperoleh data langsung yang ditunjukkannya
dalamperilaku verbal ataupun nonverbalnya dari orang yang diwawancarai
(pasien).
Keuntungan wawancara secara langsung ini sebagai berikut :
a. Meningkatkan kecakapan professional perawat
b. Data yang diperoleh lebih spesifik dan nyata sesuai dengan keadaan
sebenarnya
c. Lebih efektif jika dibandingkan dengan wawancara secara tidak
langsung, Karena langsung mendapat feedback secara langsung dari
klien.
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data tentang riwayat
penyakit klien, riwayat penyakit pendahulu, dan pengobatan yang telah
dilakukan, keluhan utama, harapan-harapan, dan sebagainya. Selanjutnya
perawat dapat menggunakan teknik-teknik komunikasi yang lain untuk
mengklarifikasi, memberikan feedback, mengulang, memfokuskan, atau
mengarahkan agar jawaban klien sesuai dengan tujuan wawancara.
Pada saat wawancara atau selama proses pengkajian untuk
mendapatkan data keperawatan klien, di samping teknik komunikasi
tersebut di atas, perawat juga harus mempertahankan sikap terapeutik lain,
yaitu mempertahankan kontak mata, mendekat dan membungkuk kearah
klien, serta mendengarkan jawaban klien dengan aktif.

Contoh komunikasi :
a. Fase Orientasi :
Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang
bertujuan untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase
selanjutnya.
Salam terapeutik : ‘‘Selamatpagi, Bu. Saya perawat Tri yang akan
bertugas merawat Ibu hari ini. Terima kasih Ibu telah mempercayakan
kami untuk membantu mengatasi masalah Ibu’’.
Evaluasi dan validasi : ‘‘Bagaimana perasaan Ibu sekarang?’’
(tunggujawabanklien). ‘‘Saya lihat ibu sangat tertekan dan menderita
atas masalah ini.’’
Kontrak : ‘‘Saat ini saya akan mengumpulkan data terkait dengan
sakit yang ibu derita, saya membutuhkan informasi tentang bagaimana
asal mula masalah Ibu sehingga Ibu tidak bisa makan selama beberapa
hari. Waktu yang saya butuhkan adalah 15 – 20 menit, dan ibu tetap
saja istirahat di atas tempat tidur ini’’.

b. Fase Kerja :
Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas
hubungan perawat klien dalam asuhan keperawatan. Selama
berlangsungnya fase kerja ini, juga bertujuan untuk memandirikan
klien. Pada faseini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi

50
dalam berkomunikasi dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan (sesuai kontrak).
‘‘Bagaimanakah perasaan Ibu sekarang? Jelaskan bagaimana
asalmula penyakit yang Ibu rasakan sekarang!’’ (tunggu respon klien).‘
‘Aapakah pengobatan atau tindakan yang telah dilakukan selama Ibu di
rumah?’’ (tunggu respon klien)
c. Fase Terminasi :
Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan
ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan tindak
lanjut pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama
klien.
Evaluasi subjektif/objektif :‘‘Bagaimanakah perasaan Ibu
sekarang?’’ (tunggu respon pasien). ‘‘Berdasarkan data hasil
wawancara dapat kita identifikasi bersama bahwa Ibu mengalami nyeri
pada lambung dan mual-muntah jika makan’’.

Kontrak yang akan datang : ‘‘Baiklah, Bu. Saya akan berkonsultasi


dengan dokter dan 10 menit lagi saya akan kembali untuk melakukan
tindakan keperawatan sesuai hasil kesepakatan dengan dokter.’’
Rencana Tindak Lanjut :‘‘Ibu harus terus mencoba makan dan
minum melalui mulut, minum air hangat atau teh manis, dan makanan
yang tidak menimbulkan rasa mual. Cobalah biscuit ringan untuk
memulai’’.
1. Pemeriksan fisik dan observasi

Komunikasi yang digunakan perawat pada saat perawat


melakukan pengumpulan data melalui pemeriksaan fisik adalah
dalam rangka meminta izin klien, memeriksa, memfokuskan
pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan keluhan dan petunjuk
yang diberikan klien. Saat melakukan pemeriksaan fisik dan
observasi, teknik komunikasi yang digunakan perawat adalah
klarifikasi dan berbagai persepsi.
Pemeriksaan fisik dan obsevasi biasanya dilakukan bersamaan
dengan wawancara atau setelah kegiatan wawancara selesai.
Dengan demikian, strategi pelaksanaan (SP) komunikasi dapat
menyatu dengan SP komunikasi saat wawancara. Berikut ini
contoh komunikasi dengan focus fase kerja untuk menerapkan
teknik klarifikasi dan berbagai persepsi.
Contoh komunikasi fase kerja :

a. Sambil melakukan palpasi perut klien, perawat berkata,


‘‘Apakah di daerah sini yang terasa nyeri yang menyebabkan
Ibu sering merasa mual dan muntah?’’.

b. ‘‘Saya lihat, Ibu tampak sangat khawatir dan tertekan dengan


kondisiI busekarang’’.

2) Pengumpulan data dari dokumen lain

51
Perawat menggunakan catatan medik, laboratorium, fotorontgen, dll
sebagai bentuk komunikasi tertulis dan anggota tim kesehatan lain untuk
melengkapi dan mengklarifikasi data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
fisik dan observasi.

2. KOMUNIKASI PADA TAHAP DIAGNOSIS KEPERAWATAN


Pada tahap proses keperawatan ini komunikasi dilakukan untuk
mengklarifikasi data dan melakukan analisis sebeleum menentukan masalah atau
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan dikomunikasikan/disampaikan
kepada klien agar diakooperatif dan
berusahabekerjasamadenganperawatuntukmengatasimasalahnya dan juga
kepadaperawat lain secaralangsung dan tulisanuntukdokumentasi. Teknik yang
dilakukan pada tahap diagnosis keperawatanadalahteknikmemberikaninformasi
(informing).
Beberapa contoh diagnos isi keperawatan terkait dengan gangguan nutrisi
sebagai berikut.
- Nutrisi tidak adekuat (kurang) sehubungan dengan gangguan proses
digesti.
- Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan gangguan
metabolisme.
Contoh komunikasi pada fase kerja:
‘‘Berdasarkan data yang saya peroleh melalui pemeriksaan fisik dan
informasi dari Ibu terkait dengan keluhan yang menyebabkan Ibu masuk rumah
sakit, saya menyimpulkan bahwa Ibu mengalami gangguan nutrisi karena ada
masalah pada proses digesti. Lambung Ibu bermasalah, terkait dengan masalah
lambung Ibu, saya akan berkolaborasi dengan dokter untuk pengobatan dan
tindakan selanjutnya’’.

3. KOMUNIKASI PADA TAHAP PERENCANAAN

Pada tahap ini, tugas perawat adalah merumuskan tujuan keperawatan dan
menetapkan criteria keberhasilan, merencanakan asuhan keperawatan, dan
tindakan kolaboratif yang akan dilakukan. Dalam fase ini, keterlibatan keluarga
juga penting kaitannya dengan peran serta keluarga dalam perawatan klien.
Rencana asuhan keperawatan selanjutnya ditulis atau didokumentasikan dalam
status klien sebagai bentuk tanggungjawab professional dan memudahkan
komunikasi antar tim kesehatan untuk asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.

Contoh komunikasi pada fase kerja:


‘‘Berdasarkan masalah keperawatan yang telah kita tetapkan bersama,
selanjutnya saya kolaborasikan dengan dokter terkait dengan masalah tersebut,
saya sampaikan bahwa salah satu tindakan yang akan dilakukan pada Ibu adalah
pemasangan infus. Tujuan pemasangan infuse ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi Ibu. Untuk saat ini, lambung Ibu harus diistirahatkan dulu
untuk pemeriksaan selanjutnya. Pemasangan infuse ini sifatnya sementara; jika
Ibu tidak mual atau muntah lagi, maka akan kami lepaskan’’.

4. KOMUNIKASI TAHAP IMPLEMENTASI


Pada fase ini, berkomunikasi atau diskusi dengan para professional
kesehatan lain adalah penting dalam rangka untuk memberikan penanganan yang

52
adekuat kepada klien. Pada tahap ini, perawat sangat efektif berkomunikasi
dengan pasien karena perawat akan menggunakan seluruh kemampuan dalam
berkomunikasi pada saat menjelaskan tindakan tertentu, memberikan pendidikan
kesehatan, memberikan konseling, menguatkan system pendukung, membantu
meningkatkan kemampuan koping dan sebagainya. Perawat menggunakan
verbal ataupun nonverbal selama melakukan tindakan keperawatan untuk
mengetahui respons pasien secara langsung (yang diucapkan) ataupun yang tidak
diucapkan.
Teknik komunikasi terapeutik yang digunakan pada faseini, adalah
memberikan informasi (informing) dan mungkin berbagi persepsi.

Contoh komunikasi pada fase tahap kerja:


‘‘Tadi sudah saya sampaikan bahwa salah satu tindakan yang akan saya
lakukan adalah memasang infus. Tujuan pemasangan infuse adalah untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi Ibu. Saat pemasangan, Ibu akan merasa sakit
sedikit waktu jarum infuse dimasukkan pembuluh darah. Apakah Ibu sudah
siap?’’
Pada saat melakukan tindakan keperawatan, di samping komunikasi verbal
yang diucapkan dengan kata-kata perawat harus menunjukkan sikap terapeutik
secara fisik selama berkomunikasi yaitu:
a) Ekspresi wajah menyenagkan, tampak ikhlas,
b) Mendekat dan membungkuk kearah klien,
c) Mempertahankan kontakmata yang menunjukkan kesungguhan untuk
membantu,
d) Sikap terbuka tidak melihat tangan atau kaki saat interaksi terjadi,
e) Tetap rileks

5. KOMUNIKASI PADA TAHAP EVALUASI


Pada tahap ini, perawat menilai keberhasilan dari asuhan dan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Semua hasil di catat dalam buku catatan
perawatan perkembangan klien, mendiskusikan hasil dengan klien, meminta
tanggapan klien atas keberhasilan atau ketidak keberhasilan tindakan yang
dilakukan, serta bersama klien merencanakan tindaklanjut asuhan
keperawatannya. Jika belum berhasil, perawat dapat mendiskusiskan kembali
dengan klien apa yang diharapkan dan bagaimana peranserta/keterlibatan klien
atau keluarga dalam mencapai tujuan dan rencana baru asuhan keperawatan
klien.
Pada setiap fase dalam proses keperawatan, perawat harus menggunakan
teknik-teknik komunikasi terapeutik dan menggunakan fase-fase berhubungan
terapeutik perawat-klien, mulai fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi.
Untuk tahap pra interaksi, Anda dapat melakukan dengan cara melakukan
persiapandengan membuat strategi pelaksanaan (SP) komunikasi.
Gunakan format SP komunikasi berikut ini dan siapkan sebelum Anda
berinteraksi dengan pasien. Tuliskan kondisi yang sesuai dengan keadaan pasien,
tujuan, dan rencana yang akan Anda lakukan. Setiap Anda membuat SP
komunikasi, berarti Anda sudah masuk praorientasi.

Daftar Pustaka:
Anjaswarni, Tri.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Komunikasi Dalam
Keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI

53
Mundakir. 2006. KomunikasiKeperawatan: Aplikasi dalam Keperawatan.
Yogyakarta: GrahaIlmu.

C. PENGGUNAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM WAWANCARA


KEPERAWATAN.
Wawancara merupakan suatu proses komunikasi antara satu individu
dengan individu lain. Suatu langkah nyata, melalui perasaan dan pengertian
dengan menggunakan kata-kata, isyarat maupun tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan komunikasi.
Yang dimaksud dengan proses komunikasi adalah proses pembicaraan
adanya pembicaraan antara (pasien yang memiliki masalah) yang akan kita
wawancarai, adanya suatu masalah yang perlu mendapat titik terang, serta
adanya seorang perawat ( orang yang mewancarai).
Wawancara merupakan bagian penting yang harus dilakukan perawat dalam
melakukan tindak keperawatan, yaitu untuk mendapat data yang actual dari
klien, keluarga, maupun masyarakat. Dengan adanya data tersebut perawat dapat
membantu memecahkan masalah yang terjadi pada pasien.

Wawancara merupakan ketrampilan professional yang wajib dimiliki oleh


setiap perawat, dan harus memiliki cara tersendiri untuk mencapai beberapa
tujuan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan cara
pengumpulan data tentang klien melalui proses yang bertahap dengan beberapa
komponen.
Dimana setelah data dari pasien terkumpul, dapat dilakukan pemecahan
masalah sehingga dapat memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang dibutuhkan berdasarkan masalah tersebut.
Adapun komponen yang terdapat dalam wawancara yaitu:
a) Komunikator (adanya orang yang diajak berkomunikasi)
b) Masalah (sesuatu yang harus dipecahkan)
c) Saluran
d) Penerima
e) Tempat

1. TUJUAN WAWANCARA
Dalam prinsip wawancara harus memiliki tujuan, tujuan tersebut antara lain:
a) Dapat Memahami Orang Lain
Jika kita menemukan klien yang marah, sikap yang harus kita ambil yang
pertama dengan menenangkan pasien terlebih dahulu, menanyakan apa yang
menyebabkan klien tersebut marah. Diperoleh penjelasan dari klien marah
karena terdapat keterlambatan pada perawat saat mengambilkan pot/ urinal.
Setelah mengetahui masalah yang terjadi, perawat berusaha membantu
pasien untuk beradaptasi dengan lingkungan dengan memberikan beberapa
penjelasan, misalnya saat pasien terasa ingin buang air besar, pasien harus segera
memberitahukan kepada perawat, agar tidak terdapat keterlambatan dalam
tindakan pada pasien dan agar pasien merasa bahwa dirinya diperhatikan.

b) Menggali Perilaku Setuju dan Tidak Setuju

54
Mengartikan reaksi ataupun tingkah laku pasien yang nonverbal terhadap
anjuran yang kita tawarkan.
Mislanya, perawatakan melakukan tindakan menyuntik, lalu klien hanya
menjawab “ya” namun kata “ya” tersebut seolah-olah kata yang memaksa pasien
untuk disuntik.
Dalam menghadapi hal tersebut sangat diperlukannya komunikasi antara
perawat dengan klien. Sebelum kita melakukan tindakan sebaiknya kita
memberitahu kepada pasien terlebih dahulu dan menjelaskan indikasi dari
tindakan yang kita lakukan.

c) Memahami Perlunya Memberikan Pujian Terhadap Seseorang


Untuk menggali potensi yang dimiliki pasien dalam memecahkan masalah
yang sedang dihadapi, perawat perlu membrikan pujian serta solusi bagaimana
memecahkan masalah yang sedang dialami oleh pasien dan memberikan bantuan
bagaimana cara memecahkan masalah tersebut.

Misalnya pada saat wawancara dirumah klien tentang anak balita yang
memilki masalah Kurang Kalori Protein (KKP). Perawat menggali pendapat
tentang kebiasaan ibu tersebut memberikan makanan kepada anaknya, namun
porsi yang diberikan ibu tersebut kurang.
Disini perawat menjelaskan bahwa susunan makanan yang diberikan sudah
benar namun lebih baik jika ditambahkan lauknya. Dengan adanya perawat
memperbaiki dengan pujian, ibu akan merasa senang dan tidak berkecil hati
karena tidak merasa disalahkan.

d) Menciptakan Hubungan Baik dengan Sesama


e) Memperoleh Informasi Tentang Situasi atau SikapTertentu
Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan situasi atau sikap
tertentu dapat digali dengan mengajukan pertanyaan terbuka, karena pertanyaan
tersebut perlu memerlukan jawaban panjang ataudapatberupa uraian.
Contoh: saat melakukan praktek lapangan kita mendapati anak yang sedang
sakit panas.
Pertanyaan yang kita ajukan kepada ibu tersebut yaitu:

1. Mengapa anak ibu panas? Apa penyebabnya? (menanyakan kronologi)


2. Upaya apa saja yang telah ibu lakukan untuk mengatasi anak yang panas.

f) Untuk Menentukan Suatu Kesanggupan


Bila merawat pasien di suatu ruangan, kita banyak menjumpai pasien pasca
oprasi yang enggan melakukan latihan berjalan dengan alasan yang bermacam-
macam. Ada yang takut jahitannya lepas, ada yang merasa sangat kesakitan, ada
yang mengeluh lemas dan sebagainya. Untuk itu perlu kita tanyakan
kesanggupannya dengan berbagai cara misalnya dengan mengajukan pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah ibu/bapak sudah bisa mandi sendiri?
2. Apakah ibu/bapak sudah bisa duduk tanpa adanya bantuan?
3. Apakah ibu/bapak dapat makan sendiri tanpa adanya bantuan?
Contoh pada klien pasca-appendiktomi yang tidak mau duduk, padahal
seharusnya sudah diperbolehkan berjalan. Disini kita perlu menanyakan alas an

55
tersebut, bila ditemukan alasannya perawat harus menasehati kepada klien
dengan menjelaskan pentingnya dilakukan mobilisasi setelah operasi, karena
dengan bergerak dapat melemaskan otot-otot dan dapat memperlancar peredaran
darah.

g) Untuk Meneliti Pola Kesehatan


Kita terapkan bagi klien yang baru masuk rumah sakit dengan tujuan
mengetahui kebiasaan pasien tersebut saat dirumah, jika perawat dapat
menyesuaikan kebiasaan tersebut dan dapat mengubahnya.
Misalnya:
1. Bagaimana pola makan setiap hari, misalnya porsi nasi lebih banyak dari
pada lauknya, tidak mengandung 4 sehat 5 sempurna,
2. Bagaimana pola tidur pasien, maksudnya berapa jam sehari, lalu beritahu
kebiasaan dirumah sakit
3. Bagaimana dengan kebersihannya, biasanya mandi berapa kali dalam sehari,
berapa kali dalam mengganti pakaian, biasanya siapa yang membersihkan
rumah?

h) Mendorong Untuk Bertindak


Mendorong atau mengarahkan pasien supaya pasien melakukan suatu
tindakan
Misalnya, pada pasien pasca operasi supaya dibimbing melakukan
mobilisasi, dengan melatih duduk, makan sendiri, berjalan dan sebagainya, jika
tidak ingin melakukan ajaklah sambil bercerita kemudian kita alihkan untuk
latihan berjalan.

i) Memberikan Nasihat
Di dalam wawancara juga terdapat perawat yang memberikan nasihat
kepada klien, kelurga ataupun masyarakat. Misal saat tindakan mobilisasi
perawat harus menjelaskan jika ada pasien pasca operasi yang menolak ajakan
perawat untuk melakukan mobilisasi. Pasien tidak mengetahui pentingnya
dilakukan mobilisasi. Perawat wajib menjelaskan tujuan dari mobilisasi bahwa
dengan melakukan mobilisasi dapat terhindar komplikasi seperti:
1. mencegah terjadinya radang paru-paru karena terlalu lama terlentang
2. mempercepat kembalinya peristaltik usus
3. dapat memulihkan otot-otot agar tidak mengecil
Karena dorongan dari perawat klien dapat mengerti pentingnya dilakukan
mobilisasi

2. PROSES WAWANCARA
Di dalam proses wawancara terdapat 5 faktor yaitu:
1) komunikator: (orang yang memiliki masalah)
2) masalah: adanya sesuatu yang perlu dipecahkan, dimana klien tidak dapat
memecahkan sendiri masalah tersebut. Semua yang dirasakan dapat terlihat
dari perilakunya. Misalnya kita dapat mengajukan pertanyaan seperti:
a) Ibu kelihatan gelisah apakah ada yang di pikirkan?
b) ibu mengapa diam saja apa yang ibu rasakan?

56
Saat bertanya pada klien tunjukan rasa empati kita, sebaiknya kita sebagai
seorang perawat menganalisa apa yang dirasakan oleh pasien dan hindari
penilaian terhadap diri klien.

c) Saluran ( chanel) yang dimkasud saluran disini adalah sarana yang di lalui
oleh suara. Misalnya:
a. mata
b. otak
c. tangan
d. telinga
Mata (penglihatan) dalam menghadapi klien, perawat harus tajam, dan cepat
menangkap reaksi pasien yang wajar maupun tidak wajar
Hidung, perawat harus teliti dalam menghadapi klien, misal pada klien
dalam keadaan koma, dengan hal ini perawat harus cepat mencium bau napas,
keringat, ataupun urinklien, dll. Bau pasien yang ngorok karena hipertensi dan
hepatitis berbeda.
Otak, perawat harus cepat dan tanggap dalam reaksi pasien yang nonverbal
dari klien, perawat harus dapat mengolah bau-bau an dan harus cepat dan dapat
mengartikan.

Tangan, perawat harus cekatan dalam melakukan tindakan, ataupun


menangani masalah,
Telinga, kondisi telinga harus baik atau sehat agar dapat menangkap dengan
benar, apa yang diceritakan oleh klien, dan agar klien merasa puas.

3. MENJADI PENDENGAR YANG BAIK


Perlu diketahui agar kita menjadi pendengar yang baik, cara-caranya yaitu
sebagai berikut:

1) Pengertian Mendengarkan
a. Mendengarkan adalah memusatkan perhatian, penglihatan, dan pendengaran
sehingga dapat menangkap dan mengingat apa yang kita dengar serta kita
lihat.
b. Mendengarkan adalah fundamental (dasar) berkomunikasi sehari-hari.
Setiap orang melaksanakannya ketika memperhatikan percakapan
seseorang. Salah satu perhatian yang terbesar yang dapat ditunjukkan yaitu
dengan memberikan perhatian dengan cara mendengarkan.
2) Tujuan Menjadi Pendengar yang Baik
Maksud atau tujuan dari pendengar yang baik yaitu :
a) menyenangkan hati klien
Pasien akan merasa senang jika perawat mau mendengarkan masalah
klien dengan memberi reaksi seperti:
1. memandang wajah klien saat berbicara
2. menganggukkan kepala menandakan kita memikirkan apa yang
dirasakan oleh klien
b) mengetahui dan mengerti apa yang dimaksud oleh orang lain
Yaitu mendengar dengan baik dan kita paham apa yang dimaksud oleh
klien. Perhatikan saat klien berbicara dan berikan reaksi terhadap apa yang
dibicirakan tanda kita mengerti apa yang dimaksud.
c) memberikan rasa puas kepada klien

57
Bila klien berbicara, perhatikan dan dengarkan, pusatkan perhatian pada
klien. Tanyakan apa yang dirasakan klien, setelah mau bercerita ia akan
merasa puas karena perasaan nyamanpun dikeluarkan dan perawat mau
mendengarkan.
d) memberikan rasa aman kepada pembicara
Saat perawat menjadi pendengar yang baik, klien akan merasa senang,
aman, dan terlindungi
e) menunjukkan rasa saling percaya antar sesama
Perawat harus memiliki sifat terbuka, yaitu perawat harus akrab dengan
klien sehingga klien dapat percaya dengan perawat.
f) menghargai pembicaraan
Dengan adanya perawat mendengarkan dan memahami bicara klien,
maka klien akan merasa dirinya dihargai dan di anggap sebagai manusia
seutuhnya
a) Teknik Menjadi Pendengar Yang Baik
Agar kita dapat menjadi pendengar yang baik, kita perlu mengetahui cara
meningkatkan kemampuan mendengarkan dengan aktif.
Adapun cara-cara menjadi pendengar yang baik:
1. kesiapan mendengarkan
Untuk menjadi pendengar yang baik sangat sulit, namun dapat
dilakukan jika kita berlatih dengan tekun.
Setelah siap jasmani perawat perlu mempersiapkan mentalnya untuk
berkonsentrasi atau memusatkan perhatian. Dapat dilakukan melalui
perhatian yang dipusatkan kepada klien.
2. partisipasi dalam proses mendengarkan
Proses mendengarkan dapat berhasil jika kita berkonsentrasi dan memusatkan
perhatian dan aktif dalam mengikuti pembicaraan dengan sebelumnya
berlatih terlebih dahulu.
Jika pasien bercerita, kita wajib mendengarkan sampai selesai dan
memberikan solusi atas masalah yang diceritakan.
3. menekankan pemahaman bukan mengkritik
a. Sikap yang dibicarakan oleh pembicara tanpa dipikirkan dahulu tanpa
menganalisis yang didengarkan.
Misalnya, ada perawat meminta tolong terhadap mahasiswa yang
praktek mengambilkan cairan glukosa, bukan bertanya untuk siapa dan
dimana tempatnya , tanpa memikirkan langsung saja ia masuk kekamar
obat dan akhirnya ia bingung dimana letak cairan tersebut.
b. sikap yang mengkritik golongan ini selalu mengkritik apa yang
dibicarakan klien
misalnya, mengkritik cara berpakaian.
c. sikap yang kritik: golongan ini mendengarkan dan menangkap inti sari
pembicaraan, tetapi kritik yang diajukan dapat berupa pertanyaan yang
biasanya mengkritik dalam hati.
4. menegendalikan emosi
Ada pendengar yang terpengaruh oleh rangsang emosi yang bisa
disebabkan dari penampilan pasien misalnya pakaian yang digunakan oleh
pasien kumal perawat merasa enggan mendengarkan karena klien memiliki
kebiasaan yang kurang baik. Jika pendengar mudah terpengaruh oleh
perasaan negative, maka perasaan emosi akan selalu muncul dipikiran
pendengar.
Pasien yang datang dengan pakaian kumal dan bercerita dengan emosi
dan berapi perawat tidak boleh ikut emosi, sebaiknya perawat harus
menerima dengan baik dan tidak ikut berpengaruh dengan emosi pasien.

58
5. tunjukkan sikap terbuka
Bila klien duduk sendiri ikutlah duduk disampingnya tepuk
punggungnya dan tanyakan ada apa . saat klien sudah percaya pada kita ia
akan menceritakan kesulitannya.
6. menangkap ide pokok pembicaraan
Ide pokok merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pembicara
kepada pendengar disertai fakta yang dapat memperjelas ide pokok.
Seorang ibu sedang hamil usia 4bulan, hal ini dapat terjadi karena ia
ingin dikatakan bisa punya anak lagi padahal ibu ini anggota dari keluarga
berencana suntikan, padahal anak pertama berusia 20bulan, untuk itu ia
membuktikan pada tetangganya bahwa ia dapat hamil lagi, namun ibu itu
malu karena anaknya masih kecil sudah memiliki adik lagi.
Jadi kesimpulannya, ibu itu hamil karena terpaksa membuktikan
omongan dari tetangganya.
7. kontak mata yang baik
Tataplah matanya saat klien berbicara agar dapat mempercayai
tunjukkan sikap perhatian, dan anggukkan kepala seakan kita mengerti apa
yang dipikirkan.
8. posisi sejajar dengan klien
Jika posisi pasien berbaring duduklah di sisi tempat tidur, kita akan
lebih mudah melihat wajah klien dan dapat memperhatikan gerakan
nonverbal klien saat berbicara. Maka pasien merasa senang dan aman
berada dekat dengan perawat.
9. berusaha seperti dirumah
Menciptakan suasana seperti dirumah agar klien tidak malu saat
berbicara. Misal saat kita berjalan dipanggil oleh klien dengarkan,
berhentilah, dekati dan tanya apa yang akan dibicarakan dan dengarkan
dengan baik walau kita sibuk supaya klien merasa puas.
10. gunakan sentuhan, perihala rasa humor, menggunakan pertanyaanterbuka,
gunakan teknik yang terarah
Misal saat berbicara dengan klien gunakan dengan sentuhan, seperti
memegang tangan klien saat berbicara menyentuh dengan halus
menunjukkan pengertian dan perhatian dan juga dapat memperkuat kata
kata yang diutarakan.
Yang penting dalam berkomunikasi terhadap orang lain yaitu saling
berbagi rasa humor. Bahwa tidak semua orang memiliki rasa humor yang
sama. Selain spontanitas dan kebijaksanaan. Perawat dapat mendorong
menggunakan rasa humornya.

Misal , klien yang takut pada perawat , harus didekati dan kita menepuk
punggungnya, setelah itu rasa takut pada perawat akan hilang.
Yaitu pertanyaan yang tidak menentukan pertanyaan yang tidak
memberikan jawabantertentu.
Misalnya, berapa jam tidurnya? Bagaimana kebiasaan makan sehari-
hari. Pertanyaan atau ulasan yang mengarahkan untuk berbicara mengenai
hal penting.
Misal, pasien menyebut nama ayahnya namun tidak dilanjutkan,
perawat dapat memulai mengajukan pertanyaan . Anda sebelum menyebut
ayah anda, bagaimana perasaan yang ayah anda rasakan setelah anda
menikah?

Menggunakan teknik terarah dapat menjadikan pendengar menjadi


sistematis dalam mencakup masalah yang mendekati kebenaran.

59
Pada dasarnya menjadi pendengar yang baik membutuhkan suatu
ketrampilan, dan prinsip menjadi pendengar yang baik yaitu harus cepat,
tanggap, memiliki sifat empati, dan dapat mengambil suatu tindakan yang
tepat.
Perawat harus memiliki pengertian yang cukup mendalam. Misalnya
dalam memperhatikan lingkungan saat melakukan wawancara, menjaga
privacy klien, dan lain-lain.

5. TEKNIK WAWANCARA
Supaya kita dapat melakukan wawancara dengan baik, kita perlu
mengetahui berbagai cara atau teknik yang baik, adapun teknik tersebut antara
lain:

a) Inisiatif
Memberikan inisiatif pada klien, yaitu dengan cara:
1) memberikan kesempatan biacara kepada klien
2) mengemukakan pendapatnya
3) menggali potensi dalam mengatasi masalah yang terjadi pada klien

Perawat harus sabar dalam mengarahkan klien untuk berbicara, jangan


memotong pembicaraan saat klien sedang berbicara, berilah kesempatan yang
cukup untuk klien agar mengutarakan pokok masalah yang sedang dihadapi.
Misal, pasien mengatakan :”sejak lahir anak saya yang ketiga, saya menjadi
bingung” disini ia tidak dapat melanjutkan kata-kata mungkin ia takut bila dia
menceritakan dan didengar oleh suaminya. Kita pancing :bingung bagaimana
bu?”

b) Pendekatan Tidak Langsung


Perawat mengajukan pertanyaan tidak langsung kepada pasien, misalnya
mengumampakan masalah tersebut sebagai lingkaran besar dan kit aberada
di sisi tepi, kita melihat dan pikirakan bagaimana kita bisa masuk kedalam
tengah-tengah lingkaran .

Contoh: saat diruangan pasien, tanyakan bagaimana keadaanya pagi ini


jangan langsung mengarah pada masalah yang dihadapi oleh pasien. Jika kita
langsung menanyakan tidakakan mendapat solusi.

c) Penggunaan Aktivitas Verbal


Dengan penuh perhatian mendengarkan pembicaraan dan diselingi dengan
anggukan kepala dan menghadap klien menandakan kita mengerti dan
menanggapi apa yang dibicarakan pasien.
d) Wawancara Spontan
Dengan suasana kekeluargaan kita mengarahkan klien dengan santai dan
rileks, dengan posisi duduk, sesekali diselingi dengan humor agar klien tidak
merasa malu dan canggung.
- MENIMBULKAN RASA PERCAYA
Rasa saling percaya akan timbul jika perawat dan klien saling menjalin
hubungan yang baik dan akrab. Sehingga menciptakan rasa saling percaya
dan klien tidak merasa malu dan canggung.
- RASA EMPATI
Empati adalah persepsi emosi yang tepat dan bukan sebagai pembawa
akibat dari rasa simpati. Perawat yang empati dapat mengerti dan dan
mencoba memahami pandangan klien walaupun kurang menyetujui.

Penangan Ekspresi yang Timbul DalamWawancara

60
Perawat harus peka terhadap reaksi klien baik verbal maupun nonverbal saat
klien berbicara.
Contoh, klien sedang bercerita tentang ibunya dengan raut wajah yang sedih
kita dapat menerka mungkin ada masalah antara pasien dan ibunya. Ajukan
pertanyaan anda terlihat sedih apakah ada masalah antara anda dengan ibu anda,
dan arahkan terus kepada pokok permasalahan.

6. PRINSIP- PRINSIP WAWANCARA


Untuk dapat melakukan wawancara yang baik kita perlu mengenali terlebih
dahulu prinsip-prinsip dan dan wawancara, antara lain:
A. MEMPUNYAI TUJUAN

Setiap wawancara memiliki tujuan tertentu, pada umumnya untuk


memecahkan suatu masalah klien, keluarga, ataupun masyarakat. Dalam
keperawatan kelancaran wawancara merupakan tanggungjawab perawat untuk
mengarahkan proses wawancara untuk mencapai tujuan, walaupun klien akan
memberikan masalah kesehatannya sendiri.
B. LINGKUNGAN
Tempat dalam wawancara adalah tempat yang memberikan rasa nyaman
pada pasien, karena pembicaraan biasanya bersifat penting dan rahasia. Biasanya
untuk mengatasi hal tersebut perawat menjaga ketenangan ruangan agar pasien
mau menceritakan masalah yang dialaminya.

C. OBJEKTIF
Kebenaran dalam hasil wawancara merupakan sasaran untuk pewawancara
yang dapat dicapai melalui upaya mengikutiklien. Objektif dalam arti kebenaran
yang diceritakan oleh klien yang didengar langsung dari klien tersebut bukan
dari orang lain. Usahakan mendapat data seobjektif mungkin baik dari klien
ataupun orang yang bersangkutan dengan masalah tersebut.
D. HUBUNGAN
Wawancara yang berhasil biasanya ditandai dengan hubungan baik, saling
memperhatikan satu sama lain, saling menghormati. Dengan kata yang ramah
dan sopan, untuk menciptakan hubungan yang baik.
Misalnya, klien mengidap sakit Kanker, HiV dan sebagainya, akan tetapi ia
adalah orang yang harus dimengerti sebagai manusia yang mempunyai masalah
tertentu dan layak untuk dihargai.
E. JARAK

Sebaiknya jarak antara perawat dan klien harus dekat. Karena jarak yang
dekat klien akan lebih leluasa dalam menceritakan masalah yang dihadapi,
dengan jarak dekat klien merasa dihargai, diperhatikan, klien juga akan merasa
bahwa perawat akan siap membantu. Dengan jarak dekat perawat dapat
mengawasi reaksi verbal dan nonverbal klien.

7. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAWANCARA


Pada waktu kita melakukan wawancara, dapat dipengaruhi beberapa
faktoryaitu:

1. FAKTOR PENUNJANG

61
- Dilihat dari klien:
Kecakapan dan kemauan klien dalam menceritakan masalahnya. Sikap klien
yang mau menceritakan masalahnya dengan sungguh-sungguh dan bersedia
dibantu.

- Dilihat dari perawat:


Berhasil tidaknya wawancara ditentukan oleh perawat, maka yang
dibutuhkan adalah:
a) kecakapan perawat dalam mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat
menggali seluruh masalah. Harus cakap dalam mengambil inti dari
pembicaraan dan tanggap dalam menangani reaksi klien baik verbal
maupun nonverbal.
b) sikap perawat ,harus bersikap ramah, tidak menimbulkan sifat curiga
pada diri pasien terhadap perawat, perawat dapat mendekati klien agar
timbul sifat saling percaya. Sifat perawat yang ramah, simpatik, tidak
sombong, rendah hati tetapi juga tegas.
c) pengetahuan perawat ,perawat yang berpengtahuan luas dapat dengan
mudah mencerna isi pembicaraan dan cepat tanggap terhadap
pembicaraan klien.
d) system social, kelincahan atau kepandaian perawat dalam memahami
kebiasaan ataupun adat istiadat klien, keluarga, masyarakat yang
diwawancarai menyesuaikan diri dengan keadaan sekeliling ,mengenal
kebiasaan dan daerah klien.
e) seluruh komunikasi perawat, seluruh indra perawat harus sehat
sehingga dengan cepat dapat mengambil kesimpulan dari pembicaraan.

2. Faktor Penghambat
Faktor yang menghambat wawancara yaitu:

a) perawat kurang cakap dalam menanggapi dan mengajukan pertanyaan


terbuka pada pasien, serta menyimpulkan inti pembicaraan, sehingga
tidak dapat menangkap pembicaraan.
b) sikap perawat yang acuh, tidak dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan ,sifat kurang ramah terhadap klien, keluarga, masyarakat.
c) pengetahuan klien kurang, hendaknya perawat dapat menggunakan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien dengan
menggunakan berbagai contoh atau ceita yang dapat diambil
hikmahnya.
d) Prasangka yang tidak mendasar yaitu kecurigaan yang tidak beralasan,
dimana bisa terjadi pada masyarakat yang berpengetahuan rendah atau
klien yang kurang mengerti tentang perawatan sehingga dengan
kecurigaan ia tidak mau menceritakan masalah yang dihadapinya,
karena takut dirinya diperiksa dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka:
Arwani. 2002. KomunikasiDalamKeperawatan. Jakarta: EGC
Kariyoso. 1994. PengantarKomunikasiBagiSiswaPerawat.Jakarta: EGC

Priyanto, Agus. 2009. Komunikasi dan Konseling. Jakarta: SalembaMedika


Anjaswarni, Tri. 2006. Modul Bahan Ajar
Cetak Keperawatan Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: Kemenkes RI

62
D. PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP) KOMUNIKASI PADA
SETIAP PROSES KEPERAWATAN
1. Strategi Komunikasi Terapeutik
Memberikan asuhan keperawatan khususnya yang berada di pelayanan
kesehatan sangat diperlukan adanya strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan setiaphari. Adapun strategi yang dimaksud adalah strategi komunikasi
terapeutik. Strategi tersebut dapat dilakukan oleh perawat maupun bidan. Contohnya
adalah sebagai berikut
a. Proses keperawatan
1. Klien merupakan post-pertum ( anak pertama )
2. Diagnose keperawatan ditegakkan dalam rangka perawatan tali pusat.
3. Tujuan khusus adalah klien dapat mengerti dan memahami cara
merawat tali pusat dengan benar serta dapat melakukannya secara
mandiri.
4. Tindakankeperawatan yang dilakukan adalah perawatan tali pusat pada
bayi
b. Strategi komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut.
1. Fase Orientasi
Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan perawat
pada saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien. Tahap
perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan.
Tujuan dalam tahap ini adalah memfalidasi keakuratan data dan rencana
yang telah dibuat sesuai keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil
tindakan yang telah lalu.
- Salam terapeutik ( perawat atau bidan )
Salam terapeutik dapat dilakukan dengan memberi salam kepada klien
berupa ucapan assalamualaikum atau selamat pagi disertai dengan
mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dan dengan ekspresi wajah
siap menerima klien. Bila sudah tahu namanya maka sebutkan nama klien
tersebut misalnya “selamat pagi, Bu Neni”
a. Evaluasi atau Validasi
Menanyakan kembali topik yang diinginkan klien( sesuai penjelasan
sebelumnya yaitu perawatan tali pusat pada bayi)
b. Kontrak
Topik : perawatan tali pusat
Hari : senin
Tanggal : 09 Januari 2005
Waktu : 09.00-09.30 WIB
Tempat : Ruang Neonatus
c. Tujuan
Menambah pengetahuan tentang perawatan tali pusat bayi.
2. Fase kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Fase kerja merupakan inti dari hubungan perawat dengan klien
yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada fase kerja ini
perawat perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan factor
fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan
interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain
untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi
terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan atau

63
meningkatkan factor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan
pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi klien
dan mengurangi ketergantungan klien pada perawat, dan mempertahankan
tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah
yang ada.
Tahap ini memberikan penjelasan tentang isi topic atau materi yang
ingin disampaikan kepada klien, yaitu tentang perawatan tali pusat bayi.
Teknik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawatantara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai presepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan.
a. Alat yang dibutuhkan
Perlengkapan membersihkan tali pusat diletakkan bak kecil yaitu kasa
steril, alkohol, kapas lidi kering( cutton bath), bila perlu sarung tangan
(handscoon) steril
b. Langkah – langkah membersihkan tali pusat.
1. Bersihkan tali pusat dengan menggunakan sabun dan air saat mandi
kemudian tali pusat dikeringkan, bisa dengan menggunakan kasa
steril atau kapas lidi.
2. Bersihkan tali pusat dari pangkal sampai ujung terlebih dahulu
dengan cutton bath yang sudah diberi alkohol ,lalu disekitar pusat
juga dibersihkan sekelilingnya dengan kapas lidi.
3. Bungkus tali pusat dengan kassa steril, cara melingkar dan jangan
terlalu kencang
3. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase penting dan sulit, karena saling percaya sudah
terlena dan berada pada tingkat optimal. Bisa terjadi terminasi pada saat
perawat mengahiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang.
Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien,
setelah hal itu dilakukan perawat dan klien akan bertemu kembali pada
waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan
oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
a. Evaluasi respon klien
a. Menanyakan kembali kepada klien apakah sudah mengerti atau
belum.
b. Meminta klien mengulang kembali materi yang telah disampaikan
dan dijelaskan.
c. Selanjutnya memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya.
b. Rencana tindak lanjut
Rencana tindak lanjut dilakukan dengan mendemonstrasikan kepada
klien bagaimana aplikasi dari materi yang telah diberikan (melakukan
perawatan tali pusat dengan benar), setelah itu meminta klien untuk
mengulang kembali atau mendemonstrasikannya kembali.
c. Kontrak selanjutnya bila diinginkan
Topik : cara pemberian ASI yang benar
Hari : rabu
Waktu : 11 januari 2006
Tempat : Ruang inap bersalin
4. Analisis khasus
- Situasi
Seorang ibu bernama Neni, 25 tahun, post-partum ( anak pertama) ingin
mengetahui tentang perawatan tali pusat pada bayi, dimana bidan Putri
sebelumnya sudah melakukan interaksi dan menjalin hubungan saling
percaya dengan ibu Neni. Dalam hal ini yang digunakan adalah teknik
komunikasi wawancara (Tanya jawab).

64
1. Fase orientasi
Bidan Putri :”Assalamu’alaikum Bu..”( dilanjutkan selamat pagi
sambil mengeluarkan tangan untuk berjabat tangan.)

Bu Neni : “ wa’alaikumsalam, pagi juga Bu Bidan Putri,”( sambil


tersenyum dan menjabat tangan).

Bidan Putri :”bagaimana perasaan Ibu Neni sekarang, adakah sesuatu


yang ingin disampaikan Ibu Neni ketika menemani sikecil selama kita
tidak bertemu, coba ibu sampaikan?” ( sambil memegang bahu kanan
IbuNeni)

Bu Neni : “ alhamdulillah, saya sangat senang Bu Bidan, setelah


lahirnya sibuah hati yang kami tunggu-tunggu. Oh, ya Bu Bidan, saya
masih kurang jelas mengenai perawatan tali pusat, saya agak khawatir
jangan – jangan nanti terjadi infeksi?”.

BidanPutri :“O..ya, ibu sesuai dengan perjanjian kita kemarin, hari ini
saya akan jelaskan apa saja yang belum ibu pahami dan saya juga
akan jelaskan semua hal yang ingin ibu tanyakan, yaitu tentang
perawatan tali pusat yang benar, begitukan Bu?”

Bu Neni : “Ya Bu Bidan, saya masih bingung!”

Bidan Putri : “ Baiklah, saya akan coba jelaskan tentang perawatan tali
pusat pada bayi, tetapi tolong ibu perhatikan betul! Sekarang apakah
ibu sudah siap untuk mendengarkannya?”
Ibu Neni :insya’allah saya siap”.

2. Fase kerja
Bidan Putri :” Baiklah Bu, perawatan tali pusat bayi sangat penting
kita ketahui dan kita pahami agar bayi kita terbebas dari infeksi
tetanus.”
Bu Neni : “ infeksi tetanus pada bayi bisa terjadi ya Bu Bidan?”
Bidan Putri : “ benar Bu Neni, tetanus bisa berakibat kematian pada
bayi. Jadi, perawatan tali pusat kita laksanakan pada pagi hari setelah
kita memandikan bayi kita dan kita harus benar- benar menjaga
kebersihannya”.
Bu Neni: Berarti Bu, setelah kita memandikan bayi kita, kita juga
melakukan perawatan tali pusat? ”.
Bidan Putri : “Ya, sangat benar sekali Bu Neni, sebelum kita
melakukannya, kita terlebih dahulu mempersiapkan alat-alatnya”.
(Sambil mempraktikannya)
Bu Neni : “ apa saja persiapan alatnya Bu Bidan?”
Bidan Putri :” kita harus mempersiapkan alat- alat yang akan di pakai
seperti kapas lidi, trypleday, kassa steril semuannya diletakkan pada
tempatnya masing-masing lalu disusun dalam baki” ( sambil
memegang dan menunjukkan alat tersebut).
Bu Neni :” Terus caranya bagaimana Bu?” (sambil mengangguk-
anggukkan kepala)
Bidan Putri :”Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita
ambil kapas lidi lalu kita olesi trypleday kemudian kita mulai
membersihkannya dari sekeliling pangkal tali pusat, setelah itu kita
bersihkan tali pusat sampai bagian ujung. Sampai disini ada yang mau
ditanyakan Bu Neni?”

65
Bu Neni : “ O…ya Bu, apakah kapas lidi tersebut tidak boleh
kitabolak- balik?”
Bidan Putri :“Benar sekali Bu Neni, jadi setiap kita membersihkan
bagian tali pusat, kita tukar dengan yang baru lagi dan jangan lupa
juga Bu, sebelum kita melakukan tindakan tersebut, pokoknya
kebersihan harus dijaga sebaik-baiknya”.
Bu Neni :” selanjutnya bagaimana Bu?”
Bidan Putri : “Oh ya, maaf Bu, tadi pembicaraan kita sampai
dimana?”
Bu Neni :” Sampai….mm bersihkan tali pusat sampai bagian ujung”.
Bidan Putri : “Kemudian dilanjutkan membungkus tali pusat,
bagaimana Bu Neni, tidak sulitkan?”
Bu Neni :” Sepertinya saya bisa, ya.. saya bisa melakukannya Bu”
Daftar Pustaka:

Stuard, GW&Laria, M. L (1998). Principle and practice of psychiatric nursing.


Mosby year book6th edition. St. Louis :Mosby
Priyanto, Agus, 2009. Komunikasi dan konseling .Jakarta :SalembaMedika

66
SOAL :
1. Komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara
perawat dan klien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kebutuhan pasien.Teori tersebut dikemukakan oleh?
a. Katharina L.S
b. J.M Sapari
c. B.W Spardly
d. M. Greenhil
e. Smart
2. Pernyataan berikut ini yang termasuk perawat menunjukkan sikap
terapeutik secara fisik selama berkomunikasi, kecuali…
1. Ekspresi wajah menyenagkan, tampak ikhlas,
2. Mendekat dan membungkuk kearah klien
3. Mempertahankan kontak mata yang menunjukkan kesungguhan untuk
membantu
4. Menanyakan kembali kepada klien apakah sudah mengerti atau belum
Jawab :
a. 1,2,3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4 saja
e. Semua jawaban benar atau salah
3. Fase kerja perawat harus mengembangkan iklim yang positif untuk proses
perubahan dengan membantu pasien mencurahkan dan mengetahui apa
yang dipikirkan, di rasakan, dan dilakukan merupakan pengertian dari?
a. Etablishing a climate for change
b. Evaluataing goal achievement
c. Termination phrase
d. Orientation phrase
e. Working phrase
4. Berikutini yang termasuk komponen-komponen yang terlibat dalam
wawancara adalah
1. Komunikator
2. Saluran
3. Penerima
4. Kesanggupan
Jawab :
a. 1,2,3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4 saja
e. Semua jawaban benar atau salah
5. Dalam strategi komunikasi terpeutik untuk pelaksanaan tindakan
keperawatan. Meminta klien mengulang kembali materi yang telah
disampaikan dan dijelaskan merupakan, hal tersebut merupakan salah
satu fase?
a. Terminasi
b. Orientasi
c. Kerja
d. Introduksi
e. Subjektif
6. Pada fase orientasi, aspek penting yang harus diperhatikan perawat
adalah….

67
a. Salam terapeutik, validasi, langkah tindakan keperawatan.
b. Salam terapeutik, validasi, kontrak percakapan hari ini.
c. Salam terapeutik, validasi, kontrak percakapan yang akan datang.
d. Salam terapeutik, kontrak percakapan yang akan datang.
e. Evaluasi dan validasi, langkah tindakan keperawatan.
7. Berikut ini komunikasi yang sedang terjadi antara perawat dan pasien di
suatu ruang perawatan.

Pasien : ‘‘Nyeri ini terjadi jika saya melakukan aktivitas yang


berlebihan.’’
Perawat :‘‘Ibu harus beristirahat jika merasa nyeri dan lakukan relaksasi
dengan tarik nafas dalam secara teratur.’’
Pasien :‘‘Apakah cara itu bisa mengurangi nyeri yang terjadi?’’
Fase interaksi/komunikasi yang sedang terjadi berdasarkan situasi
tersebut adalah

a. prainteraksi
b. orientasi
c. kerja
d. terminasi
8. Wawancara adalah keterampilan professional yang memerlukan aktivitas
dan kreatifitas untuk mempelajarinya cara tersendiri dan demi
tercapainya bermacam – macam tujuan. Teori ini dikemukakan oleh
a. J. M. Sapari
b. M. Greenhil
c. B. W. Spardly
d. Surtini Citro Broto
e. Khatarina L. S
9. Contoh kalimat yang digunakan untuk evaluasi hasil pada fase terminasi
sementara adalah
a. a.“bagaimana kalau Ani coba lakukan dirumah?”
b. “ coba Rina sebutkanhal- hal yang sudah kita bicarakan?”
c. “ kapan kita bertemu lagi?”
d. “ kita akan bertemu lagi besok pagi?”
e. “ apa saja yang sudah kita lakukan selama dirawat disini?”
10. Pernyataan dibawah ini yang merupakan sikap untuk menghadirkan diri
secara terapeutik adalah
1. Berhadapan dan pertahankan kontak mata
2. Membungkuk kearah pasien
3. Tetap rileks
4. Mempertahankan sikap terbuka
Jawab :
a. 1,2,3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4 saja
e. Semua jawaban benar

68
BAB II

PENERAPAN KOMUNIKASI BERDASARKAN TINGKAT USIA DAN


TINGKAT SOSIAL
Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.

PENDAHULUAN

69
TOPIK 1

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI


Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.

Komunikasi merupakan wahana yang digunakan perawat untuk mengenal


klien, menetapkan kebutuhan dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan
tersebut (Ermawati dkk, 2009). Kemampuan komunikasi pada anak merupakan
salah satu indikator perkembangan anak. Komunikasi sangat mempengaruhi
tingkat perkembangan anak dalam beraktivitas dengan lingkungannya
(Mundakir, 2006).
Komunikasi dapat berbentuk verbal, non-verbal, dan abstrak. Komunikasi
verbal seperti ekspresi vokal dalam bentuk tertawa, merintih, berteriak atau
menangis. Komunikasi non-verbal sering disebut sebagai Bahasa tubuh, seperti
isyarat, gerak-gerik, lenggak-lenggok, ekspresi wajah, postur tubuh dan reaksi
terhadap sesuatu, sedangkan komunikasi abstrak seperti permainan, ekspresi
artistic (seni), simbol, photografi, dan cara memilih pakaian. Hanya karena
komunikasi abstrak memungkinkan menggunakan penguasaan dan pengontrolan
kesadaran melebihi komunikasi verbal (bersifat subyektif), maka komunikasi
abstrak kurang dapat di percaya untuk menunjukkan perasaan yang sebenarnya,
khususnya dalam berkomunikasi dengan anak-anak (Mundakir, 2006).
Komunikasi terapeutik adalah yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah
komunikasi yang dihadapinya. (Suryani, 2006).
Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kagiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat kepada pasien
dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang mempunyai tujuan berupa
kesembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina
hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat
kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih
baik pada pasien dalam menjalankan terapi dan membantu pasien dalam rangka
mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.

A. Komunikasi Pada Berbagai Tingkat Perkembangan Bayi

Pada masa bayi, tingkat perkembangan indra dijelaskan sebagai berikut (Anas
Tamsuri, 2005).
1. Penglihatan, pada waktu lahir, mata bayi belum berkembang sempurna
sehingga penglihatannya masih kabur. Dalam usia satu minggu, anak
telah mau mampu merespons cahaya. Pada usia ini, kemampuan
koordinasi otot mata bayi mulai tampak sehingga ia mampu menangkap
gerak benda yang digerakkan disekitar matanya dan mengedipkan
matanya terhadap sinar yang terang dan suara. Pada usia tiga bulan,
kemampuan koordinasi otot mata bayi meningkat sehingga ia mampu
melihat objek dengan jelas dengan jarak relatif jauh. Pada usia empat
bulan, bayi telah mengenali objek tertentu dan mengikuti gerakan objek
tersebut. Pada usia enam bulan, bayi telah mampu mengidentifikasi
warna. Sebelumnya, bayi hanya dapat melihat warna hitam putih dan
terang gelap dan visus penglihatannya kurang.

70
2. Pendengaran, indra pendengaran merupakan fungsi dengan tingkat
kematangan paling rendah diantara fungsi indra bayi baru lahir. Pada saat
lahir, bayi dapat dikatakan masih tuli. Namun, mulai hari ketiga sampai
ke tujuh bayi sudah mampu bereaksi terhadap suara dari lingkungannya.
Ini terlihat pada refleks kedip bayi, yang terbentuk sebagai reaksi
terhadap suara keras yang tiba-tiba. Refleks ini disebut refleks morro.
Dalam beberapa hari, bayi telah mampu membedakan berbagai suara
(misalnya, membedakan suara ibunya dari suara orang lain). Pada sekitar
usia lima bulan, bayi dapat menghentikan kegiatan menyusunya hanya
untuk mendengar suara ibunya. Pada usia sembilan bulan, bayi telah
mampu melokalisasi suara, yang dimulai dengan membedakan kata-kata
dan merespons perintah sederhana.
3. Penciuman dan Pengecap, Hidung dan lidah merupakan indra yang
sudah cukup peka pada masa bayi, sehingga ada kalanya bayi menolak
makanan karena merasa makanan tersebut terlalu asam, pedas sebagainya.
Bayi lebih menyukai rasa yang manis dan ia akan mengurangi respons
mengisap terhadap rasa asin. Mereka dapat menentukan bau susu ibunya
dan berespons terhadap bau tersebut dengan menoleh kearah ibunya.
4. Perabaan, Kulit bayi cukup peka sehingga sangat sensitif terhadap segala
sentuhan, tekanan, dan suhu.
5. Wicara, Kemampuan bicara pada tahun pertama muncul dalam tiga
bentuk, yang lebih dikenal sebagai “bentuk prawicara” (prespeech forms),
yaitu: menangis, merengek, dan gerak-gerik. Tangisan merupakan bentuk
komunikasi yang paling banyak digunakan bayi, yang bertujuan
menunjukkan rasa lapar, rasa sakit (tidak nyaman), kesendirian atau
kondisi sakit. Sebelum berusia tiga bulan, bayi telah belajar dari
pengalaman bahwa menangis merupakan cara yang paling berhasil untuk
menarik perhatian. Keterampilan komunikasi dengan menggunakan kata
yang tidak jelas dimulai pada usia dua hingga tiga bulan. Gerak gerik
merupakan bentuk pengganti bahasa (Bahasa nonverbal) untuk
melengkapi ungkapan yang ingin disampaikan bayi. Komunikasi dengan
bayi dilakukan dengan menggunakan suara, sentuhan, dan belaian,
ciuman (taktil) ataupun gerakan. Rangsang taktil sangat kuat maknanya
bagi bayi untuk meningkatkan rasa aman dan melindungi bayi serta untuk
kedekatan hubungan. Seiring peningkatan usia, kemampuan penerimaan
ransang suara juga berkembang, sehingga sejak usia tiga bulan,
komunikasi dengan bayi mulai dapat dilakukan dengan menggunakan
bahasa. Penggunaan suara yang didengarkan oleh bayi juga memberi rasa
aman walaupun bayi belum mampu menggantikan ucapan dari orang lain.
Tujuan berkomunikasi dengan bayi:

- Memberi rasa aman kepada bayi.


- Memenuhi kebutuhan bayi akan kasih sayang.
- Melatih bayi mengembangkan kemampuan bicara, mendengar, dan
menerima rangsangan.

B. Bentuk Komunikasi Prabicara


Sebelum bayi mampu menyampaikan keinginan dengan kata-kata,
bayi melakukan komunikasi melalui kode-kode khusus untuk menyampaikan
keinginannya sebagai bentuk komunikasinya. Komunikasi yang demikian
disebut sebagai bentuk komunikasi prabicara (prespeech). Komunikasi ini
bersifat sementara, berlangsung selama tahun pertama kelahiran bayi, dan
akan berakhir seiring dengan perkembangan bayi atau anak telah
menunjukkan kematangan fungsi mental dan emosionalnya. Bentuk-bentuk
komunikasi prabicara pada bayi meliputi (Anjaswarni Tri, 2016):

71
1. Tangisan
Tangisan kelahiran bayi yang memecahkan kesunyian,
membuat sebaris senyum kesyukuran terpancar pada wajah
seorang ibu. Tangisan seorabng bayi merupakan bentuk
komunikasi dari seorang bayi kepada orang dewasa dimana
dengan tangisan itu, bayi dapat memberikan pasan dan orang
dewasa menangkap pesan yang diberikan sang bayi.
Pada awal kehidupan paska lahir, menangis merupakan salah
satu cara pertama yang dapat dilakukan bayi untuk berkomunikasi
dengan dunia luar. Melalui tangisan dia memberi tahu
kebutuhannya seperti lapar, dingin, panas, lelah, dan kebutuhan
untuk diperhatikan. Bayi hanya akan menangis bila yia merasa
sakit atau tertekan. Bayi yang sehat dan normal frekuensi tangisan
menurun pada usia enam bulan karena keinginan dan kebutuhan
mreka cukup terpenuhi. Frekuensi tangis seharusnya menurun
sejalan dengan meningkatnya kemampuan bicara. Perawat harus
banyak berlatih mengenal macam – macam arti tangisan bayi
untuk memenuhi kebutuhannya dan mengajarkan kepada ibu,
karena ibu muda memerlukan bantuan ini.
2. Ocehan dan celoteh
Bentuk komunikasi prabicara disebut “ocehan” (cooing) atau
“celoteh” (babbling). Ocehan timbul karena bunyi eksplosif awal
yang disebabakan oleh perubahan gerakan mekanisme ‘suara’.
Ocehan ini terjadi pada bulan awal kehidupan bayi seperti :
merengek, menjerit, menguap, bersin, menangis dan mengeluh.
Sebagian ocehan akan berkembang menjadi celoteh dan
sebagian akan hilang. Sebagian bayi mulai berceloteh pada awal
bulan kedua, kemudian meningkat cepat antara bulan ke enam dan
kedelapan. Celoteh merupakan indikator mekanisme
perkembangan otot saraf bayi.
Nilai celoteh :
a. Berceloteh adalah praktek verba sebagsi dasar perkembangan gerakan
terlatih yang dikehendaki dalam bicara. Celoteh mempercepat
ketrampilan berbicara.
b. Celoteh mendorong keinginan berkomunikasi dengan orang lain.
Berceloteh membantu bayi merasakan bahwa dia merupakan kelompok
sosial.
3. Isyarat
Yaitu gerakan anggota badan tertentu yang berfungsi sebagai
pengganti atau pelengkap bicara. Bahasa isyarat bayi dapat
mempercepat komunikasi dini pada anak.Contoh :
a. Mendorong puting susu dari mulut artinya kenyang atau tidak lapar.
b. Tersenyum dan mengacungkan tangan yang berarti ingin digendong
c. Menggeliat, meronta, menangis pada saat ibu mengenakan pakaiannya
atau memandikannya. Hal ini berarti bayi tidak suka akan pembatasan
gerak.
4. Ungkapan emosional
Adalah melalui perubahan tubuh dan roman muka. Contoh :
a. Tubuh yang mengejang atau gerakan – gerakan tangan atau kaki disertai
jeritan dan wajah tertawa adalah bentuk ekspresi kegembiraan pada bayi.
b. Menegangkan badan, gerakan membanting tangan atau kaki, roman muka
tegang dan menangis adlah bentuk ungkapan marah atau tidak suka.

72
C. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik pada Bayi
Bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimpulkan
pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain (Sadock,
2010). Pada tahap ini teknik komunikasi yang digunakan lebih banyak adalah
teknik komunikasi non verbal, misalnya sentuhan, senyuman, mendekap dan
menggendong. Ciri lain pada tahap ini adalah stranger anxiety. Oleh karena
itu, perawat dapat menggunakan orang tua sebagai fasilitator ataupun sebagai
orang ketiga pada saat berkomunikasi dengan anak. Penggunaan kata-kata
(verbal) dapat dilakukan pada anak usia late infancy, misalnya penggunaan
kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, ma-ma dan lain sebagainya.
D. Peran Bicara dalam Komunikasi
Perkembangan sosial pada usia 0-2 bulan adalah bayi tidak membedakan
antara orang-orang dan merasa senang orang yang dikenal dan yang tidak
dikenal. Usia 2-7 bulan bayi mulai mengakui dan menyukai orang-orang yang
dikenal, tersenyum pada orang yang lebih dikenal. Usia 7-24 bulan bayi
mengembangkan keterikatan dengan ibu atau pengasuh pertama lainnya dan
akan berusaha untuk senantiasa dekat dengannya, akan menangis ketika
berpisah denganya (Depkes 2006). Dukungan sosial terdiri dari informasi
verbal, non verbal, dan tindakan yang diberikan oleh orang lain sehingga
mempunyai manfaat emosional bagi individu. Dukungan sosial dalm
perkembangan anak usia bayi meliputi : keluarga, kader kesehatan, kelompok
dan masyarakat. Bayi mempelajari apa yang diharapkan dari orang-orang
penting dalam kehidupannya dan mengembangkan suatu perasaan mengenai
siapa yang mereka senangi atau yang tidak mereka senangi dan makanan apa
yang mereka sukai atau tidak disukai.
Peran bicara dalam komuikasi pada bayi meliputi:
a. Merupakan ungkapan sayang pada bayi.
b. Mengajak bicara bayi akan merangsang kinerja saraf otak dan
merangsang pendengaran. (Untuk merangsang indra pendengaran)
c. Membuat rasa nyaman pada bayi sehingga bayi tidak merasa diabaikan
dan merasa selalu diperhatikan.
d. Melatih bayi untuk mengucapkan kata-kata sederhana, sehingga lambat
laun bayi akan menirunya.
E. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi Terapeutik pada
Bayi
Saat perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien anak,
perawat harus memperhatikan karakteristik anak sesuai dengan tingkat
perkembangan (Yupi Supartini, 2004). Pada bayi/infant usia 0-12 bulan, bayi
belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata-kata.
Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih banyak menggunakan jenis
komunikasi non verbal. Pada saat lapar, haus, basah dan perasaan tidak
nyaman lainnya bayi hanya bisa mengekspresikannya dengan cara menangis.
Bayi terlahir dengan kemampuan menangis karena dengan cara itu ia
berkomunikasi. Bayi menyampaikan keinginannya melalui komunikasi non
verbal. Bayi akan merasa tenang dan merasa aman nyaman jika ada kontak
fisik yang dekat terutama dengan orang yang dikenalnya (ibu). Tangisan bayi
itu adalah cara bayi untuk memberitahu bahwa ada rasa tidak enak yang
dirasakan, lapar, popok basah, kedinginan dan lain-lain. Walaupun demikian,
sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang
berkomunikasi dengannya secara non verbal, misalnya memberikan sentuhan,
mendekap, menggendong dan berbicara dengan lemah lembut.
Ada beberapa respon non verbal yang biasa ditunjukkan bayi, misalnya
menggerakkan badan, tangan dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi usia
kurang dari enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Strategi cemas
dengan orang asing yang tidak dikenalnya adalah ciri pada dirinya dan

73
ibunya. Oleh karena itu, perhatikan saat berkomunikasi dengannya. Jangan
langsung ingin menggendong atau memangkunya karena bayi akan merasa
takut. Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya, dan atau mainan
yang dipgangnya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina hubungan yang baik
dengannya dan ibunya.
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan
gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif.
Disamping itu komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi
tersebut untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan mata
bayi akan berespon untuk membuat suara-suara yang dikeluarkan oleh bayi.
Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia
minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau
cahaya, kemudian pada minggu ke dua belas dimana bayi sudah mampu
tersenyum. Pada usia ke dua belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada
suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah
mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada
bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya,
mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku, pada akhir tahun
pertama sudah mampu melakukan kata-kata yang sudah spesifik antara dua
atau tiga kata. Selain itu, bisa juga dilakukan komunikasi non verbal seperti
mengusap, menggendong, memangku dan lain-lain.
Keperawatan:
Untuk memperoleh pertumbungan dan perkembangan yang optimal, perawat
dapat membnatu anak dan keluarga memenuhi kebutuhan yang spesifik
dangan cara membina hubungan terapeutik dengan anak/keluarga melalui
perannya sebagai pembela, pemulih/pemelihra kesehatan, koordinator,
kolaborasi, pembuatn keputusan etik, dan perencanan kesehatan.
Fokus utama dalam pelaksanan pelayanan keperawatan adalah
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan falsafah yang utama
yaitu asuhan keperawatan yang berpusat pada keluarga dan perawat
terapeutik. Selama proses asuhan keperawatan dijalankan keluarga dianggap
sebagai mitra bagi perawat dalam rangka mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Dua konsep yang mendasari dalam kerja sama orang tua
perawat ini adalah memvasilitasi keluarga untuk terlibat dalam asuhan
keperawatan anaknya di rumah sakit, melalui interaksi yang terapeutik
dengan keluarga. Bentuk intervensinya utama yang diperlukan anak dan
keluarganya adalah pemberian dukungan, pemberian pendidikan kesehatan,
dan upaya rujukan kepada tenaga kesehatan lain yang berkompetisi sesuai
dengan kebutuhan anak.

74
DAFTAR PUSTAKA
Anjaswari, Tri. 2016. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: BPPSDMK RI
Carter, B, & Dearmun, A. K.(eds). 1995. Child Health Care Nuring. Oxford:
Blackwells.
Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.

Bandung: PT Refika Aditama.


Depkes RI. 2013. Komunikasi Terapeutik. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI.
Ermawati, D. 2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media.
Indarwati, Ferika. 2019. Buku Ajar: Konsep Komunikasi Dasar Keperawatan Anak
1.
http://repository.umy.ac.id. Diakses 15 Juli 2020.
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta:
Graha

Ilmu.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.
Slametiningsih. 2013. Peningkatan Perkembangan Anak Usia Bayi Untuk
Meningkatkan
Rasa Percaya Diri Melalui Pemberian Terapi Kelompok Terapeutik di Rw
02,03dan 11
Kelurahan Tanah Baru Bogor Utara. http://lib.ui.ac.id. Diakses 16 Juli 2020
Suryani. 2006. Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktek. Jakarta: EGC.

Tamsuri, Anas. 2005. Buku Saku Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta:EGC.

75
SOAL
1. Pernyataan berikut ini yang bukan merupakan komunikasi prabicara adalah…
A. Bersifat sementara
B. Berlangsung selama tahun pertama kelahiran
C. Bayi berkomunikasi dengan dunia luar
D. Secara normal terjadi sampai tahun kedua
E. Dilakukan bayi melalui kode-kode khusus
2. Berikut ini yang bukan merupakan bentuk komunikasi prabicara adalah…
A. Tangisan
B. Ocehan
C. Isyarat
D. Ungkapan emosional
E. Ungkapan verbal
3. Salah satu cara berkomunikasi dengan bayi melalui teknik verbal adalah…
A. Komunikasi melalui pihak ketiga (orang tua)
B. Biblioterapi
C. Menyebutkan keinginan
D. Bercerita
E. Sentuhan
4. Cara yang dapat dilakukan perawat agar bayi tidak merasa takut adalah…
A. Pendekatan melalui ibunya dan atau mainan yang dipegang oleh bayi
B. Langsung menggendong bayi
C. Berbicara dengan suara keras
D. Memaksa untuk langsung diperiksa
E. Langsung memangku bayi
5. Komunikasi non verbal yang dapat diberikan kepada bayi adalah…
A. Mendekap
B. Bermain
C. Gerakan gambar keluarga
D. Menulis
E. Menggambar

76
TOPIK 2

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK


Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.

Manusia dikenal sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang


lain dalam menjalani kehidupannya, sehingga dalam bermasyarakat diperlukan
adanya komunikasi untuk bisa berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi ini akan
terus berlanjut sepanjang rentang kehidupan manusia. Baik itu komunikasi sosial
masyarakat maupun komunikasi terapeutik yang sangat berperan penting dalam
bidang kesehatan.

Komunikasi adalah hubungan timbal balik antara komunikator dengan


komunikan yang secara sadar ataupun tidak sadar dapat memengaruhi orang lain.
Sedangkan komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi pada anak sangat penting dilatih sejak dini untuk menunjang
perkembangan kognitif anak, termasuk juga prinsip komunikasi terapeutik pada anak
yang berguna bagi perawat untuk dijadikan pedoman dalam melakukan tindakan
keperawatan paliatif terhadap anak. Komunikasi pada anak membutuhkan keahlian
khusus yang harus dilatih dan dibiasakan.

A. Pentingnya Komunikasi Terapeutik pada Anak


Komunikasi yang efektif tidak hanya penting dalam merawat pasien, tetapi
juga sebagai alat utama penyedia layanan kesehatan menyampaikan rasa hormat,
empati dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga mereka. Laporan American
Academy of Pediatrics merujuk pada komunikasi sebagai prosedur paling umum
dalam kedokteran. Berkomunikasi dengan anak-anak menghadirkan tantangan dan
membutuhkan keterampilan khusus.(Debra L, dkk, 2015)
Komunikasi menjadi prioritas dalam perawatan palliative dalam bidang
keperawatan pediatrik. Yang mana perawat dapat mengambil peran utama dalam
komunikasi. Komunikasi dapat meningkatkan kepercayaan dalam sebuah hubungan,
komunikasi yang tidak efektif diantara anak-anak dengan kondisi yang mengancam
jiwa, orang tua, dan tim kesehatan sering tidak diperhatikan. Komunikasi yang
terputus, terhenti, atau bahkan tidak ada komunikasi, dapat menyebabkan kecemasan,
ketakutan, dan stress. Sedangkan komunikasi yang tidak lengkap dan
membingungkan dapat menyusahkan pemberi perawatan maupun keluarga dalam
perawatan mereka. (Akard TF, 2019)
Penyedia layanan umumnya menginginkan percakapan terbuka tentang anak,
diagnosis, pengobatan, dan prognosis. Tetapi bisa saja mereka kekurangan sumber
daya atau pengalaman untuk memfasilitasi diskusi yang menantang ini. Dengan
demikian, penyedia layanan kesehatan sering ragu untuk memulai diskusi perawatan
paliatif dini dengan orang tua karena hambatan seperti waktu yang tidak mencukupi,
biaya, ketidakpastian prognosis, kegagalan medis, dan ketidaknyamanan pasien
untuk memulai terlibat diskusi perawatan paliatif. Pada kenyataannya, anak-anak
yang terlibatdalam diskusi terbuka dan diberikan waktu yang cukup untuk
memproses status mereka menunjukkan ketahanan yang lebih besar daripada anak-
anak yang tidak terlibat dalam komunikasi. Jujur, empati, komunikasi sesuai usia
dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan yang tidak diketahui. (Akard TF, 2019)

77
B. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak
Prinsip dasar terapeutik pada anak sangat dibutuhkan oleh perawat dalam
melalakukan tindakan keperawatan terapeutik, sehingga perawat dapat melakukan
tindakan secara efektif. Adapun Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl
Rogers (Muhith Abdul & Sandu Siyoto. 2018). seperti :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, percaya,dan
menghargai.
3. Memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien, baik itu nilai
spiritual, ekonomi, pendidikan,politik, maupun sosial budaya
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
6. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah - masalah yang
dihadapi.
7. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan,
maupun frustasi.
8. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
9. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
10. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan
komunikasi terapeutik.
11. Mampu berperan sebagai role model yang baik bagi anak-anak, karena
anak-anak cenderung menjadikan orang ewasa sebagai panutan.
12. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
Anak-anak biasanya bisa merasakan perasaan orang disekitarnya, tetapi
tidak bisa mengekspresikannya.
13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
14. Berpegang pada etika keperawatan.
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap
orang lain.
C. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik pada Anak
Anak merupakan individu yang unik, sehingga dalam menggunakan
komunikasi terapeutik dengan klien anak dibutuhkan teknik khusus agar hubungan
dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak.Adapun teknik-
teknik komunikasi terapeutik meliputi teknik verbal dan nonverbal (Sarfika Rika,
dkk. 2018).

a.) Teknik verbal


1. Melalui orang lain/ pihak ketiga
Cara berkomunikasi melalui orang lain/pihak ketiga ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengembangkan rasa percaya diri pada anak, dengan cara
melibatkan orang lain, misalnya orang tua, saudara, ataupun orang yang
dianggap paling dekat dengan klien anak tersebut. Selain itu dapat dengan
cara memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang dipakai oleh

78
anka, serta hal lain yang bersangkutan, dengan catatan catatan komunikasi
tidak langsung pada pokok pembicaraan.
2. Bercerita/story telling
Melalaui story telling anak-anak akan lebih mudah menerima informasi yang
bersangkutan, karena dalam masa perkembangan kognitifnya anak lebih suka
mendengarkan cerita yang menarik, kita bisa menggunakan buku cerita
bergambar untuk dapat menarik perhatian si anak
3. Memfasilitasi
Memfasilitasi anak yang di maksud adalah bagaimana cara berkomunikasi
melalui ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan yang diterima. Dalam
memfasilitasi kita juga harus mampu mengekspresikan perasaan yang tidak
dominan. Tetapi anak harus diberi respon terhadap pesan yang disampaikan
melalui ungkapan negative yang menunjukan kesan jelek pada anak.
4. Bibliotherapy
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk
mengekspresikan perasaan dalam menceritakan isi buku atau majalah yang
sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan
Dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan, kita dapat mengetahui
berbagai keluhan yang dirasakan anak dan terus memancing anak untuk
mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya. keinginan tersebut
dapat menunjukan perasaan anak dan pikiran anak pada saat itu.
6. Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menemukan atau
mengetahui perasaaan dan pikiran anak dengan mengajukan pada situasi yang
menunjukan pilihan yang positif dan negative sesuai dengan pendapat anak.
7. Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan
perasaan sakit pada anak seperti gangguan perasaaan nyeri, cemas, sedih dan
lain-lain dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan
sakitnya
b.) Teknik Non Verbal
Teknik non verbal yang dapat diterapkan pada anak meliputi :
1. Menulis
Menulis merupakan suatu alternative pendekatan komunikasi bagi anak,
remaja muda dan pra remaja. Melalui suatu percakapan perawat dapat
memeriksa atau menyelidiki tentang tulisan dan kemungkinan juga meminta
untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis anak-anak lebih ril dan
nyata.
2. Menggambar
Menggambar yaitu salah satu bentuk komunikasi yang berharga melalui
pengamatan gambar. Dasar asumsi dalam menginterprestasi gambar adalah
ungkapan anak tentang dirinya untuk mengevaluasi sebuah gambar, utamakan
atau fokuskan pada unsur-unsur sebagai berikut :
a. Ukuran dari bentuk badan individu ini mengekspresikan orang penting
b. Urutan bentuk gambar,mengekspresikan prioritas kepentingan.
c. Posisi anak terhadap anggota lainnya , mengekspresikan status anakdalam
keluarga atau ikatan keluarga
d. Bagian adanya hapusan bayangan atau gambar silang
mengekspresikanambivalent atau pertentangan, keprihatinan atau
kecemasan dalam hal hal tertentu.
3. Gerak gambar keluarga
Yang menggambarkan suatu kelompok yang berpengaruh penting pada
perasaan anak-anak dan respon emosi, dia akan menggambarkan pikirannya

79
tentang dirinya dan anggota keluargannya yang lain, gambaran kelompok
yang paling berharga di mata anak-anak adalah keluarga.
4. Sosiogram
Jenis gambar yang berguna bagi anak-anak seusia 5 tahun adalah sosiogram
atau gambar ruang kehidupan anak, dan gambar bundaran bundaran di dekat
lingkungan yang menunjukan keakraban atau kedekatan
5. Bermain
Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk berhubungan
dengan anak. Dengan bermain dapat di kumpulkan petunjuk mengenai
tumbuh kembang fisik , intelektual dan sosial. Terapeutik play sering
digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit, masuk rumah sakit atau
juga mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur medis atau tindakan
keperawatan.
6. Nada suara
Diharapkan perawat dapat berbicara dengan nada suara yang rendah dan
lembut. Sehingga pasien anak dapat mengerti apa yang di tenyakan oleh
perawat.
7. Pengalihan
Mengalihkan aktivitas pasien anak yang biasanya hiperaktif lebih menyukai
aktifitas yang dia sukai sehingga perawat perlu membuat jadwal yang
bergantian antara aktivitas pasien anak sukai dengan aktivitas terapi atau
medis.
8. Kontak mata
Diharapkan perawat dapat mengurangi kontak mata saat mendapatkan respon
dari pasien anak yang kurang baik dan kembali melakukan kontak mata saat
pasien anak dapat mengontrol perilakunya.
9. Sentuhan
Jangan pernah menyetuh anak tanpa ada ijin dari si anak. Sentuhan ini
bertujuan untuk memperkuat komunikasi dengan anak, agar anak lebih
merasa mendapatkan kasih sayang.
D. Peran Bicara dalam Komunikasi Pada Anak
Bicara merupakan salah satu bentuk komunikasi verbal yang sangat berperan
penting dalam tumbuh kembang anak. Adapun peran bicara dalam komunikasi pada
anak meliputi: (Kemenkes, 2013)

a) Persiapan Fisik
Persiapan ini tergantung pada pertumbuhan dan perkembangan anak,
terutama dalam mekanisme berbicara. Pertumbuhan organ-organ bicara
yang kurang sempurna sangat mempengaruhi kemampuan bicara anak.
b) Persiapan Mental
tergantung pada kematangan otak (asosiasi otak), usia 1-18 bulan adalah
waktu yang sangat tepat untuk diajak bicara. Meskipun bayi tidak bisa
merespon dengan kata-kata , tetapi suara atau bicara yang kita tunjukan
pada bayi akan menjadi stimulusbayi dan akan direspon dengan
bahasanya sendiri, misal dengan bayi tersenyum atau tertawa.
c) Motivasi dan Tantangan
Ajarkan bayi untuk mengucapkan apa yang bisa diucapkan oleh bayi.
Dalam hal ini perlu disadari bahw yang diucapkan bayi belum sempurna,
mengkin yang keluar baru berupa suara atau kata yang belum begitu jelas
sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan untuk mengajarkan bicara
kepada bayi atau anak.
d) Model Untuk Ditiru
Salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan bicara adalah stimulus
suara. Ucapan –ucapan yang sering kita sampaikan kepada anak menjadi
model yang bisa ditiru oleh anak paaa perkembangan bicara selanjutnya.

80
Dengan demikian ucapan yang kita sampaikan hendaknya ucapan yang
baik dan mendidik.
e) Bimbingan
Upaya untuk membantu keterampilan bicara anak dapat dilakukan dengan
cara: menyediakan model yang baik, mengatakan dengan perlahan dan
jelas, serta membetulkan kesalahan yang diucapkan anak.
f) Kesempatan Praktek atau Untuk Berlatih
Agar anak bisaberbicara dengan lancar, maka anak perlu diajarkan untuk
meniru kata-kata yang sering kita ucapkan, dan melatihnya setiap hari,
sehingga dalam masa perkembangannya nanti, seorang anak dapat
memiliki skill komunikasi yang baik.
Komunikas yang baik, sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat
pada nantinya, dan komunikasi ini harus dilatih sejak usia dini agar anak terbiasa
berkomunikasi dengan bahasa yang runtut dan mudah dipahami. Adapun, pentingnya
komunikasi bagi (Anak Usia Dini) AUD adalah : (Andrianti Dedy, 2011)
- mengembangkan kecerdasan bahasa
- belajar tentang pengetahuan sekitarnya
- membangun kecerdasan sosial emosional
- menjalin hubungan kekeluargaan, mengembangkan kepercayaan diri dan
harga diri anak
- meningkatkan kecerdasan berpikir anak untuk mebedakan benar salah
- mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan
- mengenalkan pada Tuhan YME
- sebagai alat untuk menyelesaikan masalah
E. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) komunikasi Terapeutik pada Anak
1. Penerapan Komunikasi pada Kelompok Todler (1-3 tahun) dan Prasekolah (3-6
tahun).
Pada Usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi secara verbal maupun non
verbal. Ciri khas kelompok ini adalah egosentris, yang mana mereka melihat segala
sesuatu hanya berhubungan dengan dirinya sendiri dan melihat segala sesuatu
dengan sudut pandangnya sendiri. Contoh penerapan komunikasi dalam keperawatan
(Anjaswarni Tri, 2016)
a. Memberitahu apa yang terjadi pada diri anak
b. Memberikan kesempatan pada anak untuk menyentuh alat pemeriksaan yang
digunakan
c. Nada suara rendah dan bicara lambat. Jika tidak menjawab harus diulang
lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana
d. Hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”
e. Mengalihkan aktifitas saat komunikasi. Misalnya, dengan memberikan
mainan saat komunikasi
f. Menghindari konfrontasi langsung
g. Jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak
h. Bersalaman dengan anak saat memulai interaksi, karena bersalaman dengan
anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas
i. Mengajak anak menggambar, menulis atau bercerita untuk menggali perasaan
dan fikiran anak
j. Gunakan pendekatan pihak ketiga untuk terlibat dalam komunikasi pada anak
usia ini
k. Bicaralah dengan jujur

81
Selain strategi pelaksanaan diatas, dalam sumber lain juga disebutkan
berbagai startegi pelaksanaan untuk usia todeler sebagai berikut : (Veronica lambert,
2012)

a. Dekati mereka dengan hati-hati, karena mereka biasanya sedikit melawan


b. Gunakan pemilihan kata yang sederhana untuk usia todler untuk
menunjukkan objek atau tindakan,sehingga mereka lebih mengerti.
c. Gunakan storytelling, boneka, atau buku untuk berkomunikasi dengan todler
d. Persiapkan prosedur untuk anak usia todler, sesaat sebelum mereka datang
2. Komunikasi pada Usia Sekolah (7-11 tahun)
Pada masa anak anak, mereka akan lebih banyak mencari tahu terhadap hal-
hal baru dan dan akan belajar menyelesaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya, mereka juga mulai berani mengajukan pendapat dan
melakukan klarifikasi yang tidak jelas baginya. Adapun strategi pelaksanaannya
adalah sebagai berikut (Anjaswarni Tri, 2016) :
a. Memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak dengan menggunakan kata-
kata sederhana yang spesifik
b. Menjelaskan sesuatu yang ingin diketahui anak, gunakan diagram,ilustrasi
ataupun buku.
c. Pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek
tertentu sangat tinggi, maka jelaskan arti, fungsi, dan prosedurnya.
d. Izinkan anak untuk bertanya terkait dengan perawatan dan gunakan waktu
yang tepat untuk menjawabnya
e. Jangan menyakiti atau mengancam. Karena ini akan membuat anak tidak
mampu berkomunikai secara efektif
f. Biarkan anak untuk mengekspresikan perasaannya
g. Gunakan cerita pihak ketiga untuk memperoleh informasi yang anda inginkan
terkait keadaan anak untuk menentukan prosedur perawatan yang tepat.

82
DAFTAR PUSTAKA

Akard TF, Hemdricks Ferguson, gilmer MJ. 2019. Pediatric palliative care nursing.
USA : Annal Palliative Medical
Andrianti Dedy, S.Kom. 2011. Komunikasi dengan AUD. Jakrta : DPPAUD
Kemdikbub
Anjaswarni Tri, S.Kp., M.Kep. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan :
Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : BPPSDMK Kemenkes
Debra L, Martin, Teri L, Mark, Antonio. 2015. Communicating with Pediatric
Patients and Their Families : The Texas Children’s Hospital Guide for
Physicians, Nurses and Other Healthcare Professionals. Houston TX :
Texas Children’s Hospital
Muhith Abdul & Sandu Siyoto. 2018. Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing &
Health. Yogyakarta : Andi IKAPI
Sarfika Rika, S.Kep., M.Kep, dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2. Padang :
Andalas university Pers

Veronica lambert, Tony Long, and Deirdre, 2012. Communication Skills for
children’s Nurses. New York : Open University Press

83
SOAL KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANAK
1. Dibawah ini yang termasuk unsur-unsur paradigma keperawatan anak adalah,
Kecuali ...
A. Manusia
B. Lingkungan
C. Keperawatan
D. Kenyamanan
E. Sehat-sakit
2. Dibawah ini yang bukan merupakan hambatan bagi penyedia layanan
kesehatan sering ragu untuk memulai diskusi perawatan paliatif dini dengan
orang tua adalah...
A. Waktu yang tidak mencukupi
B. Komunikasi yang efektif
C. Biaya
D. Ketidakpastian prognosis
E. Kegagalan medis
3. Perhatikan pernyataan berikut:
1. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan
menghargai.
2. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas
berkembang tanpa rasa takut
3. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
,maupun frustasi
4. Perawat bersikap simpati terhadap pasien dalam melakukan tindakan
terapeutik
Yang merupakan prinsip dasar komunikasi terapeutik pada anak adalah
A. 1, 2, dan 3 benar
B. 1 dan 3 benar
C. 2 dan 4 benar
D. 4 saja yang benar
E. Semuanya benar
5. Dibawah ini yang bukan merupakan teknik verbal dalam komunikasi
pada anak adalah ...
A. Bercerita
B. Melalui pihak ketiga
C. Menulis
D. Biblioterapi
E. Meminta untuk menyebutkan keinginan
6. Apa saja yang bukan peran bicara dalam komunikasi anak....
A. Kurangnya mental
B. Persiapan
C. Tantangan
D. Model yang ditiru
E. Bimbangan
7. Dibawah ini yang bukan merupakan teknik non verbal dalam komunikasi
pada anak adalah..
E. Gerak gambar keluarga
F. Menggambar
G. Menulis
H. Sosiogram
I. Bercerita
8. Upaya yang
dapatdilakukanuntukmembantuketerampilanbicaraanakadalah

84
A. Menyediakan model yang baru
B. Mengatakanperlahandanjelas
C. Membetulkankesalahan yang di ucapkananak
D. Mengatakan kata-kata yang seringanakucapkan
E. Jawabana,b,c,dbenar
9. Peran komunikasi biacara pada anak yang bergantung pada pertumbuhan
mekanisme bicara pada anak adalah
A. Persiapanfisik
B. Persiapan mental
C. Motifasidantantangan
D. Bimbingan
E. Kesempatanpraktekuntukberlatih

10. Anak akan lebih mudah menerima informasi yang bersangkutan, karena
dalam masa perkembangan kognitifnya anak lebih suka mendengarkan
cerita yang menarik, merupakan teknik komunikasi verba dalam bentuk ...
A. Memfasilitasi
B. Penggunaan skala
C. Story Telling
D. Pilihan pro dan kontra
E. Bibliotherapy

85
TOPIK 3

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA REMAJA


Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.

A. Perkembangan Komunikasi Remaja


(Damaiyanti,2010)
Fase Remamja adalah fase perahilahan dari anak-anak menuju dewasa. Pada fase
ini perkembangan Remaja dapat ditunjukan dengan kemapuannya berdiskusi,
bertukar pikiran atau berdebat. Pemikiran remaja sudah mulai konseptual dan terarah
karena pada fase menuju dewasa. Sedangkan secara emosional sudah menunjukan
perasaan malu ataupun tidak percaya diri. Oleh karena itu hindari perkataan yang
meyinggung harga dirinya,hindari mengkritik atau menghakimi. Hindari pertanyaan
yang meyelidik atau introgasi. Kita harus bisa menjaga dan menghormati privasinya.
Berikan dukungan disetiap pencaapaiannya secara positif . Dengan perkembangan
komunikasi pada remaja yang dapat kita lakukan adalah mengizinkan remaja
berdiskusi, bertukar pendapat atau curah pendapat pada teman sebaya. Hindari
beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan serta
privasinya dalam berkomunikasi karena dapat menimbulkan ketidakpercayaan diri
remaja. Hal lain yang dapat kita lakukan adalah mengizinkan remaja untuk
berdiskusi atau bertukar pendapat dengan teman sebaya. Karena biasanya mereka
akan lebih nyaman untuk saling berbagi ataupun masalahnya dengan teman
sebayanya. (Anas,2006)
Seiring perkembangan fisik, mental, dan priko sosial individu tugas
perkembangan yang harus dilakukan remaja menjadi lebih kompleks. Masa ini
adalah masa transisi dari anak menuju dewasa.

Tugas perkembangan pada masa remaja menurut Garison:

- Menerima keadaan diri sendiri


- Mendapatkan hubungan baru yang lebih matang dengan teman
sebaya ya dari kedua jenis kelamin.
- Menerima keberadaan sebagai pria atau wanita dan belajar hidup
sesuai dengan keadaan ibu.
- mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lain.

B. Tujuan Komunikasi Pada Remaja (Damaiyanti,2010)

Tujuan melakukan komunikasi terapeutik pada klien remaja adalah ah sebagai


berikut:
1. Membangun hubungan yang harmonis pada remaja yaitu saling merangkul
bersama di setiap masalah sehingga terjadi keselarasan hidup guna mencapai
kebahagiaan.

86
2. Mencipatakan suasana saling terbuka agar Remaja dapat mencurahkan isi
hatinya dan dapat didengar.
3. Membuat remaja mau bercerita dan mengutarkan setiap ia mempunyai
masalah agar nantinya secara bersama-sama berdiskusi untuk menyelesaikan
msalah tersebut.
4. Membuat remaja menghormati dan menghargai serta mendengarkan saat
mereka berbicara.
5. Membantu remaja mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan setiap
permasalahan yang dialaminya.
C. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Remaja (Damaiyanti,2010)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi pada remaja, yaitu
sebagai berikut:

1. Pendidikan; semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka cara


berkomunikasinya akan lebih efektif. Karena orang tersebuat akan dapat lebih
menerima dan memahami apa yang kita komunikasikan secara baik.
2. Pengetahuan; pengetahuan mereupakan faktor utama dalam berkomunikasi.
Seseorang yang memiliki pengetahuan luas akan mudah melilih kata atau
diksi untuk menyampaikan informasi secara verbal maupun nonverbal.
3. Sikap; dalam berkomunikasi kita harus menerapkan keterbukaan agar lebih
mudah dalam menyampaikan informasi tetapi harus tetep menjaga privasi.
bila komunikasi bersifat pasif atau tertutup maka komunikasi tidak
berlangsung secara efektif
4. Usia tumbang dan status kesehatan remaja; komunikasi harus terjalin baik
pada setiap tingkatan usia oleh sebabnya saat berkomunikasi harus
disesuaikan dengan tingkat usia agar komunukasi dapat terjalin secara efektif.
5. Saluran; saluran komunikasi adalah alat serta sarana yang memudahkan untuk
menyapikan pesan atau informasi. Oleh karena saluran sangat penting dalam
berkomunikasi agar pesan dapat tersampaikan ke komunikan dengan baik.
6. Lingkungan. Lingkungan yang nyaman dan kondusif dapat berpengaruh baik
terhadap proses komunikasi sehingga dapat terjalinnya komunikasi secara
efektif.
D. Model Komunikasi Pada Remaja
1. Model Komunikasi Lasswell
Model komunikasi ini merupakan model komunikasi yang bersifat langsung dan
hanya berlangsung satu arah. Dalam model komunikasi Lasswell, tidak ada proses
umpan balik, melainkan pihak kedua harus bersifat pasif.
Dalam proses kesehatan/ keperawatan proses ini dibutuhkan dalam
berkomunikasi dengan remaja, dimana perawat sebagai penyampai pesan dan klien
remaja sebagai pihak kedua yang patuh dalam mendengarkan intruksi perawat.
Model komunikasi Lasswell merujuk pada model komunikasi Linear .
Maka dari itu model ini cocok untuk model komunikasi pada remaja karena
dibutuhkan untuk proses interaksi yang efektif agar proses penyembuhan pada klien
lebih cepat.
2. Model Komunikasi Barnlund
Modelkomunikasi Barndlund merujuk pada model komunikasi Transaksional.
Model komunikasi ini berbeda dari model komunikasi Linear, dimana model
komunikasi Linear bersifat satu arah sedangkan komunikasi Transaksional Barnlund
ini bersifat dua arah.

87
Dalam model komunikasi Transaksional ini menggambarkan proses pengiriman
dan penerimaan pesan yang terjadi secara timbal balik antar partisipan komunikasi.
Model komunikasi ini sangat penting dalam penerapan model komunikasi pada
remaja, dimana ketika perawat berkomunikasi secara simultan, maka dibutuhkan
respon balik dari klien remaja tersebut.

E. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi Terapeutik pada


Remaja. ( Damaiyanti,2010)
Sebenarnya penerapan komunikasi pada anak usia remaja lebih mudah, karena
pemikiran mereka sudah mulai matang dan terarah menuju prmiiran yang dewasa.
Pemahaman mereka juga sudah memadai untuk membicarakan masalah yang lebih
berbobot. Dalam berkomunikasi dengan remaja kita tidak bisa mengendalikan topik
pembicaraan dan suasana sebab remaja telah memiliki pemikiran tentang apa yang
memang perlu dibicarakan dan apa yang dianggapnya tidak perlu untuk dibicarakan.
Saat berkomunikasi dengan remaja kita harus sangat berhati-hati, meskipun
pemikirannya sudah mulai menuju dewasa tapi remaja kadang kala masih memiliki
sifat yang sesitif terhadap orang lain. Adapun beberapa contoh yang dapat
memutuskan komunikasi pada remaja dengan mengancam ataupun mengintimidasi,
mengeritik dan mengomentari, tidak mau mendengarkan keluahan mereka,
mentertawakan, menghina dan masih banyak lainya. Hal-hal tersebut dapat membuat
remaja memtuskan komunikasinya karena mereka merasa tidak didengar dan tidak
dihargai. Remaja sering kali tidak mendapatkan tempat untuk mengekspresikan
ungkapan hatinya dan cenderung membuatnya tertekan. Hal ini dapat mempengaruhi
komunikasi remaja terutama komunikasi pada orang tua atau orang dewasa lainya.
Perhatikanlah bagaimana penerapan komunikasi terapeutik pada remaja berikut
ini.
Komunikasi terbuka,“Bagaimana kegiatanmu hari ini?”,“Apa yang membuatmu
merasa senang hari ini ?”
Komunikasi dua arah, yaitu dengan cara berbicara bergantian jangan selalu
mendominasi dan memegang kendali topik pembicaraan sendiri, berikan
kesempatan pada remaja untuk berbicara dan mengutarakan pendapatnya.

a. Mendengar aktif artinya sesekali kita tidak harus hanya mendengar tetapi
juga harus menghargai dengan cara memberikan pendapat dan masukan.
Tetapi jangan sampai menyinggung perasaannya . misalnya dengan
mengatakan, “Ibu tahu kamu merasa kesal kerena dia berbicara seperti itu .”

b. Sediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan remaja.


Berikan remaja waktu yang leluasa untuk mereka agar bisa mengutarkan apa
isi hatinya. Jika kita tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendengarkan
curahan hatinya maka katakana saja daripada tidak tidak fokus saat
berkomunikasi. Supaya juga remaja merasa dihargai.
c. Jangan memaksa remaja untuk mengungkapan apa yang ia rahasiakan
karena bagaimanapun anak usia remaja tentu sudah memiliki privasi dan kita
juga harus mengerhormati privasi tersebut. Karena bagaimanapun mereka
tidak ingin privasinya di ketahui orang lain termasuk orang tuanya.
d. Utarakan perasaan Anda jika ada perilaku remaja yang menyimpang ataupun
kurang tepat tetapi tidak dengan cara memarahi, membentak atau bahkan
mengancam. Gunakan cara yang halus agar anak remaja merasa bahwa
dirinya masih memilik tempat untuk berbag, bercrita dan dilindungi. “Mama

88
khawatir sekalli, kalau kamu melakukan hal yang berhaya seperti itu, lain kali
jangan di ulangi lagi ya.”
e. Dorong anak untuk mengatakan hal-hal yang baik tentang dirinya yang bisa
menumbuhkan semangat baru lagi untuknya. Misalnya, “Aku sedang
berusaha untuk berubah menjadi lebih baik” daripada “Aku memiliki
masalalu yang buruk”.
f. Perhatikan bahasa tubuh remaja. Orang tua harus bisa mengerti dan
memahami gerak gerik dan Bahasa tubuh anak remaja saat berbicara. Apakah
menunjukan sikap emosional dari tubuhnya
g. Hindari komentar memberi komentar yang berisi tentang menyindir dan
meremerhkan Remaja. Karena dapat membuat mereka merasa tidak percaya
diri dan hal tersebut dapat memutuskan komunikasi.
h. Hindari memberikan pesan atau nasehat yang terlalu panjang dan yang
bersifat menyalahkan. Karena beberapa anak kadang akan malas
mendengarkan.

89
SOAL

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat!

1. Dibawah ini yang harus kita lakukan ketia berkomunikasi terapeutik dengan
remaja, kecuali :
1) Megeritik setiap dia sedang mengekspresikan perasaannya.
2) Dersedia menemani dan mendengarkan keluhannya.
3) Memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan
pikirannya.
4) Mengahargai keberadaan dan identitas diri dan harga dirinya.
a. 1,2 dan 3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4 saja
e. 1,2,3 dan 4
2. Sikap orang tua yang tidak tepat saat menghadap remaja yang
menunjukkan sikap emosional atau marah adalah ….
a. memberi kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya
b. memberi support atas masalah remaja
c. mendengarkan dengan baik dan penuh perhatian keluhan remaja
d. memberikan komentar untuk menjelaskan sikap remaja yang tidak tepat
e. memberikan batasan untuk berkomunikasi dengan teman sebaya.
3. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan remaja,
cara yang lebih mudah digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada
anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas,sedih dan lain lain
adalah…….
a. Bercerita
b. Menyebutkan keinginan
c. Pilihan pro dan kontra
d. Penggunanan skala
e. Menulis
4. Sikap terapeutik perawat atau orang dewasa saat berkomunikasi dengan
remaja
adalah ….
a. memberikan batasan untuk berkomunikasi dengan teman sebaya
b. menjadikan remaja sahabat bagi orang tua
c. mengonfrontasi jika remaja melakukan ketidaktepatan perilaku
d. memberikan penjelasan untuk memahamkan
e. Memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan
pikirannya.
5. Tujuan komuniasi terapeutik pada remaja :
1) Membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga
2) Membentuk susasana yang tertutup dan menyimpan rahasia
3) Membuat remaja mau berbicara ketika mempunyai masalah
4) Membantu remaja menjadikan masalah sebagai beban
Yang tidak tepat dari beberapa pernyataan di atas adalah……
a. 1,2 dan 3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4 saja
e. 1,2,3 dan 4

90
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. 2010, Komunikasi Terapeutik dalam praktik keperawatan.


Bandung PT Refika Aditama
Tamsuri, anas,2006, komunikasi dalam keperawata. Jakarta.Buku Kedoktera.

Suryani,2006, Komunikasi Terapeutik terpti dan Praktik Jakarta Buku Kedokteran


Perry, Potter.2005, Fundamental Keperawatan Konsep, Keperawata, dan Praktik
Edisi 4. Jakarta Buku Kedokteran.
Abdul, sandu.2018. Aplikasi Komnikasi Terapeutik Nursing and Health. Yogyakarta:
Penerbit ANDI ( anggota IKAPI)

91
TOPIK 4

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA DEWASA


Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep

1. Karakteristik Orang Dewasa


Menurut Ericsson 1985 orang dewasa sudah memiliki sikap-sikap yang
berbeda, pengetahuan-pengetahuan tertentu, dan tidak jarang juga sikap itu sudah
sangat lama ada pada dirinya sehingga sulit untuk mengubahnya. Pengetahuan
yang selama ini mereka anggap benar dan bermanfaat belum tentu dapat di ganti
dengan pengetahuan yang baru. Jika pengetahuan yang baru tidak sejalan dengan
pengetahuan yang mereka dapat sejak dahulu. Maka, orang dewasa susah untuk
merubah tingkah laku dengan cepat. Jika Orang dewasa merasa tidak puas
dengan perilaku atau sikap mereka saat ini. Mereka akan mencoba belajar
merubah perilaku yang sudah mereka dapat dan mengambil keputusan untuk
mencapai perilaku yang baru.(Menurut Ericsson 1985. Dikutip dari buku
Mundakir. 2016. Buku Ajar, Komunikasi Pelayanan Kesehatan).

2. Tehnik Komunikasi Teraputik


Terdapat 11 tekhnik komunikasi terapeutik yang digunakan untuk
menanggapi pesan yang disampaikan klien menurut (Nurjanah, I, 2005,
Komunikasi Keperawatan, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Mock Medika),
yaitu:
1. Mendengar (listening)
Dalam komunikasi mendengar (listening) merupakan dasarnya
atau pemula, karena dengan mendengar kita dapat mengetahui
perasaan klien dan memberikan kesempatan klien untuk lebih
banyak berbicara. Menurut (Purwanto, Heri. 1994. Komunikasi
Untuk Perawat. Jakarta: EGC) menjaga emosi klien tetap stabil
dan memberikan rasa aman pada klien saat mengungkapkan
perasaannya dengan tujuan tehnik mendengar (listening).
2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Tehnik pertanyaan terbuka ini kita dilarang untuk membatasi
kehendak klien dalam mengungkapkan perasaannya dan lebih
memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Contoh: hari ini kita akan berbicara mengenai apa?
3. Mengulang (restarting)
Dalam tehnik ini berguna untuk memberikan indikasi pada klien
bahwa perawat mengikuti klien dan mengungkapkan ucapan klien.
Contoh: jadi saudara kemarin sore merasakan pusing karena...
4. Klarifikasi
Tehnik klarifikasi ini dilakukan pada saat informasi yang
diberikan tidak lengkap karena klien mengungkapkan dengan
berpindah-pindah atau apabila perawat tidak mendengar, ragu ,
maupun klien malu untuk mengungkapkan dan berhenti berbicara.
Contoh: bisakah anda ulang menjelaskan....
5. Refleksi
Dalam komunikasi refleksi ini, terjadinya reaksi antara perawat
dan klien. Terdapat 2 macam refleksi, yang pertama refleksi isi hal
ini bertujuan untuk memastikan apa yang didengar, untuk
klarifikasi ide yang diberikan klien dengan pengertian perawat.
Yang kedua refleksi perasaan, hal ini dilakukan agar klien

92
mengetahui dan menerima pesan dengan cara memberikan respon
terhadap isi pembicaraan klien
6. Memfokuskan
Kita dapat membatu klien agar berbicara sesuai dengan topik yang
telah dipilih. Hal ini kita lakukan agar pembicaraan mencapai
tujuan yang lebih spesifik , fokus ke realita dan jelas.
7. Membagi persepsi
Perawat dapat meminta pendapat mengenai perasaan yang
dirasakan perawat agar klien memberikan umpan balik dan
perawat dapat memberikan informasi. Seperti contoh : anda
tersenyum pada saya, tapi saya merasa anda sedang kesal pada
saya
8. Identifikasi tema
Selama percakapan kita dapat mengidentifikasi latar belakang
masalah klien yang bertujuan untuk mencari hal atau masalah
penting dan perawat dapat meningkatkan pengertian terhadap
masalah klien.
9. Diam (silence)
Cara ini biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan
dengan tujuan memberikan kesempatan berfikir dan memotivasi
untuk klien bicara. Teknik ini memberitahu bahwa perawat
menerima klien
10. Informing
Melalui informing perawat dapat memberikan pendidikan
kesehatan bagi klien dan juga menjelaskan fakta-fakta. Seperti
contoh perawat menjelaskan penyebab dari demam yang dialami
klien
11. Saran
Perawat memberikan alternatif ide untuk memecahkan masalah
klien. Teknik ini tidak tepat digunakan pada fase awal tetapi tetap
pada fase kerja.
3. Pendekatan pada Orang Dewasa
Dalam berkomunikasi agar komunikasi yang terjadi dapat efektf terutama
dalam pelayanan kesehatan diperlukan pengetahuan mengenai sikap-sikap
psikologis pada orang dewasa. Berikut sikap-sikap psikologis pada orang
dewasa
1. Cara orang dewasa berkomunikasi yakni dengan pengetahuan dan
pengalaman masing-masing
Sikap perawat: dala melakukan komunikasi dengan orang dewasa, pada
saat menemukan perilaku maupun pengetahuan yang kurang tepat
sebaiknya perawat memberikan motivasi dan jangan mengajari. Untuk
mendapatkan pengetahuan yang sesuai dengan yang diharapkan
sebaiknya menggunakan motivasi.
2. Dalam berkomunikasi harus melibatkan perasaan dan pikiran.
Sikap perawat: untuk merubah perilaku yang dinilai kurang baik
sebaiknya perawat menggunakan perasaan dan pkiran.
3. Hasl dari reaksi antara manusia yang saling berbagi pengalaman maupun
pikiran dan pendapat terhadap suatu masalah merupakan pengertian
kmunkasi.
Sikap perawat : memberikan kesempatan untuk menanggap suatu masalah
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya serta saling berkerjasama
dalam menghadapi masalah.

93
4. Model Komunikasi Dewasa
a. Model Shanon Weaver
Menurut (Rika Esthika dan Windy, 2018) model Shannon Weaver
memiliki 6 komponen yakni
1. Pengirim (sender)
2. Encoder (transmitter)
3. Media (channel)
4. Decoder (transmitter)
5. Penerima (receiver)
6. Gangguan (noise)

Dalam hal ini encoder dan decoder memiliki perbedaan yakni Jika
encoder merupakan mesin yang mengubah pesan menjadi kode atau data
biner yang akan dikirim ke penerima. Sedangkan decoder yakni mesin yang
menerima data berupa kode atau data biner dan akan merubahnya menjadi
pesan.

Pengirim pesan mengirim pesan melalui media pesan tersebut disandi.


Kemudian pesan diubah menjadi kode yang dapat dipahami mesin. Pesan
tersebut dikirim dalam bentuk kode, yang nantinya penerima harus
mendapatkan sandi agar dapat memahami dan menginterpretasikan pesan
tersebut. Dalam beberapa kasus mesin penerima juga dapat menerima sandi.

Menurut (Fajar Junaedi, 2018) model Shannon Weaver telah


memperkenalkan sebuah konsep baru yang dapat kita sebut sebagai gangguan
atau noise yang dapat mengakibatkan perpindahan informasi dari sumber ke
penerima akan terganggu.
Menurut (Griffin, 2000: 37. Dalam buku Fajar Junaedi, 2018)
gangguan atau noise merupakan sebuah musuh dari informasi Hal tersebut
dikarenakan gangguan atau noise dapat memotong atau mengurangi pesan
yang disampaikan sumber kepada penerima. Relasi tentang gangguandan
informasi telah digambarkan Shannon sebagai berikut

Kapasitas saluran = Informasi+gangguan

94
Menurut (Rika Esthika dan Windy, 2018) dalam model ini terdapat 3 macam
permasalahan yakni:
1. Masalah teknis - masalah yang muncul dikarenakan chanel.
2. Masalah semantik - permasalah yang muncul dikarenakan perbedaan
persepsi antara penerima dan pengirim pesan.
3. Masalah efektivitas - reaksi penerima pesan dalam menerima pesan
Karakteristik model Shannon Weaver menurut menurut (Rika Esthika dan
Windy, 2018)
1. Model ini dapat diterapkan dalam berbagai macam komunikasi karena
komunikasi berlangsung dalam dua proses
2. Melalui konsep gangguan atau noise komunikasi dapat menjadi efektif
melalui jalan menghilangkan berbagai gangguan atau noise yang
menyebabkan gangguan dalam berkomunikasi.
3. Dapat diterapkan dengan baik dalam komunikasi interpersonal.

4. Penerima pesan berperan pasif dalam model ini.


5. Pengirim pesan berperan aktif dalam model ini.
6. Menurut model ini umpa

b. Model Leary
Menurut penelitian Leary, proses interaksi akan mempengaruhi antara
pelaku komunikasi. Lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi tingkah
laku pasien. Menurut model Leary komunikasi dapat terjadi dalam dua
gambaran antara lain:
1. Dominan-Submission
Artinya akan ada salah satu pihak yang mendominasi dan ada pihak yang
dikuasai.
2. Hate-Love
Berarti proses komunikasi yang berlangsung tidak hanya yang memiliki
hubungan yang baik tetapi juga yang memiliki hubungan yang kurang baik
atau sesuatu yang mereka benci.
Model komunikasi dari Leary menekankan pada hubungan interaksi
antara dua orang yang saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut model
ini, komunikasi adalah suatu proses transaksional dan multidimensional, yang
dalam penerapannya, komunikasi bergantung pada hubungan kepercayaan
dan interaksi.
Dalam bidang kesehatan dapat menerapkan model Leary karena adanya
keseimbangan peran antara pasien dan petugas kesehatan dalam menerima
dan memberi arahan kepada pasien.
Jika konsep ini diterapkan pada pasien dewasa, peran perawat hanya
dalam keadaan darurat atau akut untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Sehingga pasien wajib patuh terhadap arahan yang diberikan perawat atau
petugas kesehatan yang lainnya.

95
Dalam model Leary menekankan pentingnya suatu
hubugan”relationship” agar pasien mendapatkan pelayanan yang efektif dan
efisien. Sebagaimana komunikasi terapeutik merupakan keterampilan untuk
menghambat stress yang menyebabkan psikologi pasien terganggu, dan
melatih hubungan interaksi dengan orang lain. Dalam komunikasi tersebut
ada hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Kondisi empati
2. Situasi dan kondisi
3. Penghargaan yang bersifat positif
Hasil yang diharapkan dari pasien yang menggunakan model Leary ini
adalah adanya hubungan saling pengertian agar individu dewasa tidak dalam
keadaan stress psikologis.

c. Model Interaksi King


Model Interaksi King ini memberikan penekanan antara perawat
dengan pasien melalui proses komunikasi. Dengan model ini, sistem
perspektif dapat memberikan gambarkan terhadap seorang yang ahli dalam
bidang kesehatan atau perawat memberikan bantuan kepada pasien.
Sehingga, dapat membuat keputusan mengenai keberadaan diri mereka dan
orang lain. Berikut mengenai model interaksi king yakni:
1. Keputusan akan memberikan stimulasi yang berguna untuk melahirkan
suatu reaksi
2. Interaksi adalahhubungan timbal balik antara persepsi, keputusan, dan
tindakan antara perawat dengan pasien
3. Transaksi adalah hubungan relationship yang bersifat timbal balik antara
perawat dengan pasien selama keduanya masih berada di posisi saling
berpartisipasi
4. Feetback lebih menunjukkan pada pentingnya makna suatu hubungan
antara petugas kesehatan (perawat) dengan pasien

Model King ini apabila diterapkan pada pasien dewasa dengan


mempertimbangkan beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik guna menjalin
komunikasi. Di sini adanya feetback cukup menguntungkan untuk
mengetahui informasi yang disampaikan dapat diterima secara jelas oleh
pasien atau tidak dan mengetahui adanya persepsi yang salah dengan
keberadaan pasien pada saatmenyampaikan.(mundakir. 2016. Buku Ajar.
Komunikasi Pelayanan Kesehatan)

d. Model Komunikasi Kesehatan


Model komunikasi kesehatan berfokus pada transaksi antara
propsional kesehatan (perawat)-klien,proses pengiriman dan penerimaaan
pesan antara profesional dan klien terjadi secara stimultan.Sehingga
komunikasi yang terjadi cenderung lebih nampak dan aktif,Terdapat tiga
komponen utama dalam proses komuniaksi.
1. Hubungan Relationship adalah hubungan interpersonal yang
dilakukan seorang profesional kesehatan dalam meyakinkan
keberadaan pasien, ada empat tipe;
a.Profesional kesehatan – profesional kesehatan
b.Profesional kesehatan – klien
c.Profesional kesehatan-orang lain yang berpengaruh

96
d.Klien-orang yang berpengaruh
Profesional kesehatan adalah seseorang yang mempunyailatar
belakang pendidikan kesehatan,training dan pengalaman dalam
memberikan pengalaman dalam pelayanan kesehatan pada klien
meliputi:perawat,dokter,fisioterapi,tenaga kesehatan administrasi dan
sebagainya.
Sedangkang klien adalah seseorang yang menerima pelayanan
kesehatan secara langsung,yang mempunyai citra pribadi yang
mandiri,yang mempunyai pilihan bebas dalam mencari dan memilih
bantuan secara bertanggung jawab terhadap pilihannya.
2. Transaksi
Transaksi dalam komunikasi adalah kesepakatan,respon yang
terjadi antara pengirim pesan dengan penerima pesan yang terjadi
secara stimulasi dalam proses komunikasi. Transaksi yang terjadi
mencakup perilaku komunikasi verbal dan non verbal yang
mencakup dimensi isi dan berhubungan, terjadi secara
berkesinambungan,tidak statis dan ada umpan balik
3. Konteks
Faktor konteks dalam model ini adalah situasi dimana
pelayanan kesehatan diberikan.Konteks dapat berdasarkan pada
tempat atau ruangan dilaksanakan komunikasi,jenis pelayanan
kesehatan diberikan dan jumlah personil atau tenaga kesehatan yang
secara memberikan pelayanan.Petugas yang terbatas dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas komunikasi.Roger,C.R (1961)
menekankan bahwa fokus interaksi dalam pelayanan kesehatan adalah
klien,seorang terapis atau perawatan apabilla berkomunikasi harus
bersikap jujur, peduli tingkat pemahaman klien, dan berkeinginan
membantu klien.
5. Penerapan SP pada Dewasa
Dalam penerapan komunikasi pada orang dewasa memerlukan berbagai
aturan yakni: sopan santun, bahasa tertentu, melihat tingkat pendidikan, usia,
faktor budaya, faktor psikologi, nilai yang dianut dll. Hal-hal yang harus
diperhatikkan perawat agar tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi kepada
orang dewasa.
a. Menyampaikan pesan secara langsung tanpa lewat perantara. Dengan
ini, klien mudah menerima penjelasan yang disampaikan secara
langsung. Jika menyampaikan dengan penggunaan media komunikasi
lain, akan menimbulkan klien salah persepsi karena tidak adanya
timbal balik secara langsung
b. Saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Maksud dari komunikasi ini,
perawat dengan pasien harus memiliki keseimbangan agar tidak ada
yang saling menguasai satu sama lain. Tehnik ini bertujuan untuk
saling membantu.
c. Komunikasi dengan timbal balik. Komunikasi ini dilakukan secara
langsung atau dengan tatap muka agar tidak terjadi kesalahpahaman
antara pasien dan perawat. Komunikasi ini menunjukan pentingnya
arti hubungan antara perawat dan pasien.
d. Komunikasi secara berkesinambungan, tidak statis dan bersifat
dinamis
Komunikasi sebagai alat yang tepat untuk mendorong tingkah laku orang
yang lebih baik. Perawat perlu mengetahui untuk menguasai tehnik dan
model berkomunikasi yang tepat di setiap perbedaan karakteristik pasien
a. Orang dewasa memiliki pengetahuan dan sikap yang sudah lama ada
pada dirinya sehingga susah untuk diubah dalam waktu yang singkat

97
b. Model komunikasi yang sesuai dan tepat untuk orang dewasa adalah
model interaksi king dan model komunikasi kesehatan karena
menekankan pada hubungan relatioship serta adanya feedbackagar
dapat mencapai tujuan yang mereka inginkan.

98
SOAL
1. Proses komunikasi akan berlangsung baik dan bermakna bila semua
komponen yang terlibat dapat berjalan sebagaimana mestinya. Komonen-
komponen ini sangat terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya. Kecuali
.......
a. Pesan
b. Efek
c. Komunikasi verbal
d. Komunikator
e. Feedback
2. Dalam berkomunikasi dengan pasien dewasa, seorang perawat harus
memperhatikan suasana komunikasi, hal itu ditujukan guna menciptakan
efektivitas dalam berkomunikasi. Adapun suasana komunikasi yang harus
diciptakan dan diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh seorang perawat
adalah.......
a. Ciptakan suasana saling menghormati. Umumnya, komunikasi bisa
berjalan efektif apabila seseorang diberikan ruang atau kesempatan
guna mengeluarkan pendapatnya atau minimal turut berpikir
mengenai topik yang sedang diperbincangkan.
b. Saling mempengaruhi dan dipengaruhi
c. Komunikasi secara berkesinambungan, tidak statis dan bersifat dinamis.
d. Konteks komunikasi kesehatan mengenai keberadaan kesehatan pasien
disesuaikan dengan tempat dan situasi
e. Interaksi adalah proses dinamis yang meliputi hubungan timbal balik
antara persepsi, keputusan, dan tindakan petugas kesehatan dengan pasien
3. Terdapat beberapa konsep komunikasi sekaligus penerapannya pada orang
dewasa. Model yang lebih menekankan akan pentingnya suatu rrelationship
guna membantu pasien mendapatkan pelayanan kesehatan secara langsung.
Adalah .....
a. Model Shanon Weaver
b. Model Komunikasi Leary
c. Model Interaksi King
d. Model Komunikasi Kesahatan
e. Effect
4. Dari model komunikasi kesehatan disesuaikan dengan tujuan dan jenis
pelayanan yang diberikan. Penting untuk diperhatikan oleh seorang perawat,
dalam berkomunikasi dengan orang dewasa membutuhkan ragam aturan,
yaitu.......
1. Sopan santun
2. Dalam berbicara menyesuaikan dengan tingkat pendidikan pasien
3. Dalam berbicara menyesuaikan dengan usia pasien
4. Dalam berbicara sesuaikan dengan faktor budaya yang melatari
keberadaan pasien
a. 1,2 dan 3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4 saja
e. Benar semua
5. Pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki oleh orang dewasa dapat
mempengaruhi komunikasinya. Tindakan yang mudah untuk melakukan
peawatannyadan sikap psikologis manakah yang diharuskan oleh seorang
perawat?
a. Memberi motivasi klien untuk meningkatkan kesehatan
b. Menggunakan keyakinan perawat untuk merubah perilaku klien

99
c. Mengajari cara-cara memelihara kesehatan
d. Menyelesaikan masalah berdasarkan sudut pandang perawat
e. Mengganti prngrtahuan klien dengan yang baru

100
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto, Agus. 2009. Komunikasi dan konseling. Jakarta: salemba medika
Arwani. 2003. Komunikasi dalam keperawatan. Jakarta :EGC
Tamsuri , Anas. 2006. Komunikasi dalam keperawatan. Jakarta :EGC
Anjaswarni, Tri. 2016. Modul bahan ajar cetak keperawatan, Komunikasi dalam
keperawatan.
Jakarta: Kemenkes RI. Pudik SDM Kesehatan
Zen, pribadi. 2013. Panduan komunikasi efektif untuk bekal keperawatan
professional.
Jogjakarta: D-Medika

Mundakir. 2016. Buku Ajar, Komunikasi Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta:


Indomedia
Pustaka Penerbit & Distributor
Nurjanah, I, 2005, Komunikasi Keperawatan, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Mock
Medika
Fajar Junaedi, dkk. 2018. Komunikasi Kesehatan: Sebuah Pengantar Komprehensif.
Jakarta:
Prenada Media.
Rika Sarfika, dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik
dalam
Keperawatan. Padang: Andalas University Press.

101
TOPIK 5

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA


Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik pada Lansia


Komunikasi merupakan kebutuhan penting bagi setiap makhluk hidup dalam
kehidupan sehari-hari terutama untuk manusia agar terjalin interaksi satu sama
lain. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari orang satu terhadap
orang lainyang akan menimbulkan hubungan timbal balik. Dalam studi Ilmu
Komunikasi juga terdapat Model dan Level Komunikasi. Salah satunya model
komunikasi yang sesuai dengan tema penelitian ini yaitu menurut Schramm
(1954), model komunikasi ini dimulai dengan interaksi dua individu yang
berkomunikasi. Menurut Wilbur Schramm “komunikasi senantiasa
membutuhkan setidaknya tiga unsur: sumber (source), pesan (message), dan
sasaran (destination). Komunikasi Interpersonal merupakan komunikasi antara
orang-orang secara langsung atau tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun secara non verbal. Dalam melakukan komunikasi interpersonal
diperlukan kedekatan dan keterbukaan untuk menjalin komunikasi yang
baik.Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab individu masing-
masing.
Komunikasi terapeutik berpusat pada klien lansia, dimana kita perawat
menghargai klien lansia sebagai individu yang unik dan bebas, serta
meningkatkan kualitas klien lansia untuk berpartisipasi secara aktif dalam
mengambil keputusan mengenai pengobatan dan perawatannya.Selain itu, kita
harus menghargai keluarga, kebudayaan, kepercayaan, nilai-nilai hidup dan hak
asasi dari lansia. Perawat harus menghargai privasi pada klien lansia, saling
percaya, dan menerima. Hubungan membantu ini akan lebih efektif apabila ada
rasa saling percaya dan saling menerima antara perawat dan dengan lansia.
Selain itu, perawat sebagai pemberi asuhan harus menunjukkan rasa peduli pada
kliennya (lansia) dan mau membantunya, seorang perawat yang mendengarkan
lansia tidak saja memakai telinganya tetapi seluruh eksistensi dirinya. Perawat
memfokuskan seluruh perhatiannya tidak pada apa yang disampaikan lansia,
tetapi bagaimana lansia ityu menyampaikanya.
B. Tahap Komunikasi Terapeutik pada Lansia
Hubungan terapeutik memiliki beberapa tahapan yang meliputi
1. Tahap I (Pra Interaksi)
Pada tahap ini perawat diharap sudah memiliki beberapa infromasi
tenteng klien lansia, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin, riwayat
kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia dapat membuat
cemas perawat yang belum mempunyai banyak pengalaman.Ada baiknya
apabila perawat menyadari perasaan ini.Yang harus dilakukan perawat
meliputi:
a. Mengalihkan perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
b. Menganalisis kekuatan professional diri dan keterbatasan
c. Mengumpulkan data tentang klien (jika mungkin)
d. Merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien
2. Tahap II (Pengenalan)
Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba menumbuhkan
rasa percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini perawat
mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman dengan beberapa
interaksi sosial seperti membicarakan tentang cuaca dan hal lain yang

102
membuat klien nyaman.Ada kemungkinan perawat melihat sikap penolakan
dari lansia.Hal ini mungkin karena lansia belum siap untuk mengungkapkan
dan menghadapi masalahnya, ada rasa malu untuk mengakuibahwa lansia
memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku yang
menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya, kadang-kadang
klien lansia juga ingin mneguji ketulusan peerawat yang
membantunya.Disini perawat perlu menunjukkan sikap ketulusan,
kepedulian serta kesabaran saat menghadapi lansia. Yang harus dilakukan
perawat :
a. Memberi salam pada klien lansia
b. Memperkenalkan diri
c. Menanyakan nama klien
d. Menyepakati pertemuan(kontrak)
e. Menghadapi kontrak
f. Memulai percakapan awal
g. Menyepakati masalah klien
h. Mengakhiri perkenalan
3. Tahap III (Kerja)
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Marootoli et al.1993 dalam
buku Muthith Abdul,dkk.2016) bahwa faktor usia, penurunan pendapatan,
tidak mempunyai pekerjaan, penyakit neurologis, adanya katarak, penurunan
tingkat aktivitas fisik, dan ketidakmampuan fungsi memengaruhi
kemampuan lansia dalam mengemudi atau menggunakan kendaraan. Lebih
lanjut dikatakan bahwa kehilangan kemandirian dalam transportasi. Tujuan
tindakakn ini adalah :
a. Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya,
perilakunya, perasaannya, pikirannya. Ini bertujuan untuk mencapai
tujuan kognitif
b. Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien
secara mandiri menyelesaiakn maslaah yang dihadapi. Ini bertujuan
untuk afektif dan psikomotor
c. Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan
d. Melaksanakan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya
e. Melaksanakan observasi dan monitoring
4. Tahap IV (Terminal)
Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin lansiaakan
merasa kehilangan sesuatu, merasa bimbang tentang kemampuannya tanpa
bantuan dari perawat. Pada tahap ini perawat perlu mengungkapkan
kesediannya membantu bila diperlukan agar klien lansia merasa aman
a. Terminasi sementara
Tahap ini merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien, akan tetapi
peerawat akan bertemu lagi dengan klien pada waktu yang telat
ditentukan/
b. Terminasi akhir
Tahap ini terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit atau perawat
tidak berdinas lagi di rumah sakit tersebut
Hal-hal yang harus dilaksanakan pada tahap terminasi ini, antara lain:
a. Evaluasi hasil, yang terdiri dari evaluasi subjektif dan evaluasi objektif
b. Rencana tindak lanjut
c. Kontrak yang akan datang
Tugas utama perawat dalam tahapan terminasi adalah :
a. Menyediakan realitas perpisahan
b. Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan

103
c. Saling mengeksplorasi perasaan asanya penolakan, kehilangan, sedih,
dan marah serta tingkah laku yang berkaitan
C. Proses Komunikasi pada Lansia
(Menurut M. Smith, 2006 dalam buku muhith Abdul,dkk.2016), proses
komunikasi merupakan bagian integral untuk mendapatkan fakta-fakta dalam
mengidentifikasi masalah mendasar dan faktor-faktor yang memicu atau
memperburuk perilaku yang sulit. Perawat harus dapat berkomunikasi secara
efektif dengan orang tua, keluarga, dan staf lain secara professional.Hasilnya,
komponen dasar dari komunikasi diperkenaalkan dan diterapkan pada lansia.
(Menurut M. Smith, 2006 dalam buku muhith Abdul,dkk.2016) proses
komunikasi pada lansia :
1. Perawat memulai wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan langkah wawancara
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, beerkaitan
dengan kemunduran untuk merespon verbal
3. Gunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien sesuai dengan latar
belakang sosio kulturalnya
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berpikir abstrak
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon non-verbal seperti kontak mata secara langsung,
duduk, menyentuh pasien
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distress yang ada
7. Perawat tidak boleh beransumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
wawancara pengkajian
8. Perawat harus memperlihatkan respon pasien dengan mendengarkan
secara cermat dan tetap mengobservasi
9. Tempat mewawancarai di haruskan tidak pada tempat yang baru dan
asing bagi pasien
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman
mungkin
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang
sensitive terhadap suara tinggi atau perubahan penglihatan
12. Perawat harus mengonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien
atau orang lain yang sangat mengenal pasien
13. Memerlukan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara
D. Metode komunikasi pada lansia
Perawat atau pemberi asuhan keperawatan harus dapat menunjukkan rasa siap
dalam mendengarkan klien lansia. Kesiapan ini ditunjukkan dengan beberapa
cara, yaitu :
1. Duduk dengan tegak, tubuh rileks, dan menghadap lansia secara muka
dengan muka atau face to face. Posisi ini menunjukkan bahwa “saya siap dan
mau mendengarkan”.
2. Mempertahankan kontak mata. Sebaiknya mata perawat sejajar dengan mata
klien lansia, tempat duduk perawat tidak lebih tinggi dari tempat duduk
lansia. Kontak mata harus spontan dan wajar.
3. Tubuh perawat sedikit membungkuk atau Sikap menghormati ke arah lansia.
Biasanya secara spontan tubuh seseorang langsung bergerak sedikit mendekat
pada lansia yang sedang bicara bila ia ingin mendengarkan dengan baik apa
yang disampaikannya.
4. Mempertahankan sikap tubuh yang terbuka. Hindari duduk dengan kedua
kaki atau tangan bersilang, karena posisi semacam ini menunjukkan sikap
defensif. Posisi tubuh perawat harus menunjukkan bahwa dirinya bersedia

104
menerima dan membantu, seperti pintu terbuka yang mengundang orang
masuk tanpa mengetuk.
5. Mempertahankan posisi tubuh yang rileks. Tidak mudah untuk
mempertahankan posisi tubuh yang rileks penuh sebab mendengarkan seluruh
“dirinya” perawat sudah mengeluarkan banyak tenaga. Akan tetapi suasana
tegang dapat dicegah dengan memberi sedikit waktu sebelum perawat
memberi tanggapannya, memberi waktu untuk berdiam sejenak, dan
menggunakan isyarat yang tepat dan membantu klien.
Adapun metode komunikasi menurut (Anjaswarni, Tri.2016).Berikut ini akan
dipaparkan bagaimana cara perawat dapat meningkatkan komunikasipada klien
lansia sebagai bentuk pendekatan dalam melakukan komunikasi pada
lansiasebagai berikut.

1) Buatlah suasana yang menyenangkan lalu usahakan berhadapan langsung


denganklien, baik fisik maupun emosi.
2) Untuk memulai komunikasi berikan instruksi maupun informasi.

Tips atau hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut.


1) Berikan waktu ekstra kepada klien.Waktu ekstra diberikan mengingat ada
beberapa lansia yang kemungkinan cara berkomunikasi kurang baik dan
kurang fokus sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
2) Hindari ketidakpedulian terhadap klien. Klien lansia ingin merasakan bahwa
perawatmenyediakan waktu yang berkualitas untuk klien. Enam puluh (60)
detik pertamaadalah waktu untuk menciptakan kesan pertama dengan penuh
perhatian.
3) Duduklah berhadapan dengan klien. Sebab klien yang mengalami ganggua
pendengaran akan membaca gerak bibir untuk menerima informasi yang
diberikan oleh perawat.
4) Pelihara kontak mata. Kontak mata adalah penting pada komunikasi
nonverbal.Sampaikan kepada klien bahwa perawat senang bertemu klien
sehingga klien menaruh kepercayaan kepada perawat. Memelihara kontak
mata merupakan hal positif dan dapat menciptakan suasana nyaman sehingga
klien lebih terbuka menerima tambahan informasi.
5) Mendengarkan klien, kurangi kegagalan komunikasi dengan mendengarkan
cerita pasien lansia.
6) Bicaralah dengan cara pelan tetapi jelas dan nyaring.
7) Gunakan kata-kata sederhana, pendek, dan singkat untuk memudahkan klien
lansia dalam menerima informasi.
8) Fokuskan pada satu pembicaraan,sebab klien lansia tidak mampu
memfokuskanpembicaraan pada banyak topik yang berbeda.
9) Berikan catatan untuk instruksi yang rumit guna menghindari kebingungan
klien.
10) Gunakan gambar atau tabel untuk mempermudah pemahaman pada lansia.
11) Ringkas poin utama untuk memberikan penekanan pada topik utama
pembicaraan.
12) Berikan kesempatan bertanya pada lansia.
13) Carilah tempat yang tenang guna mencegah kebingungan dan menciptakan
suasana kondusif dalam komunikasi.
14) Gunakan sentuhan untuk memberikan rasa nyaman pada lansia dan sebagai
bentuk perhatian perawat kepada lansia.
Di samping pendekatan di atas, keterampilan komunikasi yang penting dilakukan
perawat pada saat komunikasi dengan lansia sebagai berikut.

105
1) Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri serta
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2) Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespons verbal.
3) Gunakanlah kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosiokulturalnya.
4) Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalamberpikir abstrak.
5) Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan
respons nonverbal, seperti kontak mata secara langsung, duduk, dan
menyentuh pasien.
6) Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasiendan distress yang ada.
7) Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
wawancara pengkajian.
8) Perawat harus memperhatikan respons pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
9) Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
10) Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11) Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif
terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12) Perawat harus mengonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien
atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
13) Memperhatikan kondisi fisik pasien lansia pada saat wawancara.
E. Degenerasi
Menua merupakan proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Penuaan terjadi hampir pada semua sistem tubuh, namun tidak semua sistem tubuh
mengalami kemunduran fungsi pada waktu yang sama. Penurunan fungsi fisiologis
tubuh lansia terjadi secara alami seiring dengan pertambahan umur seseorang
tersebut. Beberapa perubahan fungsi fisiologis yang terjadi setelah usia lanjut adalah
turunnya kemampuan sistem saraf yang terlihat pada indra penglihatan, pendengaran,
peraba, perasa, dan penciuman. Selain itu,beberapa sistem organ lain seperti sistem
pencernaan, sistem pernapasan, sistcm endorkin, sistem kardiovaskular, serta sistern
muskuloskeletal juga mengalami penurunan kemampuan.

1) PENURUNAN FUNGSI PANCAINDRA


a. Penglihatan
 Lensa mata
Nukleus pada lensa mata manusia terbentuk setelah usia 20 tahun.
Nukleus akan semakin membesar dan memadat setelah terbentuk.
Peruhahan ukuran nukleus diikuti oleh perubahan volume lensa mata.
Hal ini menyebabkan elastisitas lensa menjadi berkurang, indeks bias
mata menjadi semakin melemah, bagian korteks pada lensa mata
mcnjadi scmakin menipis, dan lensa mata menjadi tampak keruh
(scicrosis). Bagian-bagian lensa mata yang cenderung mengalami
perubahan, di antaranya:
 Iris, proses degenerasi pada iris menyebabkan warna mata menjadi
kurang cemerlang dan terjadi depigmentasi.
 Pupil, pada lansia terjadi penurunan kemampuan kontriksi pupil
mcnjadi 1 nìm.Hal ini menyebabkan reflex langsung melemah dan
respons lansia terhadap cahaya semakin melemah.

106
 Badan kaca (vitreous), konsistensi hadan kaca pada lansia menjadi
semakin cair atau encer. Hal tersebut dapat menyebabkan biopsia, yaitu
terlihat seperti ada kilatan cahaya saat memindahkan posisi bola mata.
 Retina, proses degenerasi pada lansia menyebabkan retína terlihat lebih
suram dan tampak jalur-jalur berpigmen. Jumlah sel reseptor pada retina
juga mengalami degenerasi sehingga lansia membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk adaptasi cahaya dan gelap terang dan terjadi
penyempitan ruang pandang. Adanya perubahan fisilogis pada Iensa
mata lanjut usia, makan pcenyakit mata yang umum terjadi pada lanjut
usia di antaranya adalah:
- Katarak
Timbulnya sekrosis pada sfingter pupil, hilangnya respons
terhadap sinar, berubahnya bentuk kornea menjadi lehih berbentuk
sfrria (bola), serta lensa yang lebih suram (kerub) pada lansia dapat
menyebabkan katarak.Rada katarak terjadi perubahan biokimia
seperti peningkaran jumlah protein tak larut dan ion kalium dalam
lensa serta berkurangnya glutaf ion dan vitamin C. Katarak pada
lansia yang sehat sebaiknya dioperasi.Hal ini bertujuan unruk
mengurangi risiko terjadinya glaucoma apabila katarak tersebut
menjadi matang.
- Glaucoma
Pada glaucoma terjadi peeningkatan tekanan intraocular,
penyempitan lapang pandang yang disebabkan oleh kerusakan saraf
optik yang terjadi karena peningkatan tekanan intraocular dan
atrofi pupil saraf.
- Age-related macular degeneration
Teori yang berkembang menyatakan bahwa penyakit ini
discbabkan oleh kerusakan pada epitel pigmen retina (retinal
pigment epithelium/RPE) akibat paparan sinar matahari yang
sangat kuat atau dapat juga disebabkan oleh defisiensi vitamin,
antioksidan, dan mineral dalam diet.Hal ini menurut buku geniatri,
teori ini masih tidak pasti.Pathogenesis penyakit ini awalnya terjadi
dan peningkatan resistensi sirkulasi koroid, yaitu tekanan kapiler
korio yang dapat menyebabkan gangguan perfiisi dan dapat
menyebabkan gangguan metabolisme dalam RPE. Peningkatan
tekanan kapiler mi menyebabkan gangguan transport metabolit di
daim RPE, sehingga terjadi akumulasi drusendan pada membran
basalis serta deposit /ipid.
- Degenerasi retina
Pada lansia terjadi dua macam degenerasi retina, yaitu:
1. Degenerasi retina senilis
terjadi karena hilangnya sel reseptor dalam sel saraf
yang menyebabkan penurunan sensivitas ruang menyebahkan
penurunan sensivitas ruang pandang, penuru nan sensivitas
kontras warna, dan kcnaikan ambang adaptasi gclap.
2. Degenerasi retina perifer.
Pada lansia terjadinya deposit lipid dikornea mata,
hilangnya elastisitas mata, dan sclerosis nucleus lensa mata
dapat menyebabkan perubahan fungsional pada mata.
Akibatnya terjadi kekeruhan kornea, penurunan sudut filtrasi,
peningkatan tekanan intraocular, dan terjadi pengeringan pada
bola mata sehingga mata menjadi lebih sering mengeluarkan
kotoran mata dan terasa ada yang mengganjal pada mata
akibat adanya penyempitan saluran pembuangan air
mata.Keadaan patologis dan kondisi ini dapat mcnyebabkan

107
katarak, kotoran mata dan terasa ada yang mengganjal pada
mata akibat adanya penyempitan saluran pembuangan air
mata. Keadaan patologis dan kondisi ini dapat mcnycbabkan
katarak, dan glukoma (penutupan sudut akut; sudut terbuka
kronik)
3. Perubahan fisiologis lain
Perubahan fisiologis lainnya pada lansia yaitu
perubahan morfologik pada lemak periorbital yang
menghilang.Hal tersebut menyebabkan perubahan bentuk mata
menjadi cekung dan kelopak mata menjadi
melengkung.Terjadi pula degenerasi neuron kortikal serta otot-
otot ocular intrinsic dan ekstrinsik.Degenerasi ini
menyebabkan adaptasi gelap melambat, muscae volintates
(objek mengambang di lapangan pandang), persepsi
viusopatial dan diskriminasi kurang akurat, serta menyebabkan
gangguan berupa akomodasi untuk melihat ke atas menjadi
terbatas.
b. Pendengaran
Dilihat dari segi fisiologis, sebanyak 65-70% golongan lansia
menunjukkan adanya penurunan fiingsi pendengaran (tuli) secara fungsional
setelah memasuki usia 80 tahun dan hal ini juga ditemukan pada 5% dan
populasi lansia di atas 65 tahun. Banyak lansia menderita Meinerec disease,
yaitu suatu sindrom dengan ciri telinga bagian dalam memhengkak, terasa
mendengung, pendengaran menurun, dan vertigo. Menurunnya pendengaran
pada lansia terjadi karena degenerasi primer di organ kortil berupa hilangnya
sel epitel saraf yang dimulai pada usia pertengahan. Hal ini juga terjadi pada
serabut afrren dan eferen sel sensorik koklea.Terjadi pula perubahan pada sel
ganglion spiralis di basal koklea.Selain itu terjadi penurunan pada elastisitas
membran basalis di koklea dan membran timpani. Beberapa gangguan
pcndcngaran yang urnum terjadi pada lansia adalah:
1) Tipe kondukiif yaitu adanya gangguan mekanik pada telinga akibat
adanya kerusakan kanalis auditorius, membran timpani, maupun tulang
pendengaran. Gangguan tipe ini bisa disebabkan oleh adanya serurnen.
Pendengaran dapat membaik dengan membersihkan lubang telinga dan
serumen tersebut.
2) Tipe sensori-neziralis yaitu gangguan pada telinga yang disebabkan
karena kerusakan neuron akibat bising, prebiaskusis, obat autotoksik,
hereditas, reaksi pasca radang, dan komplikasi akibat ateroskierosis.
Adapun yang termasuk dalam tipe ini adalah titinus dan vertigo.
3) Persepsi pendengaran yang abnormal.
Tingkat suara yang pada orang normal terdengar biasa dapat menjadi
sangat mengganggu pada lansia yang menderita prebiaskusis.
4) Gangguan terhadap lokalisasi suara, yairu gangguan pada lansia untuk
mendetcksi arah datangnya suara, terutaman jika berada dalam
lingkungan yang bising.
c. Peraba (kulit)
Proses penuaan kulit pada lansia teijadi dan dua jenis fenomena, yaitu
fenomena ilmiah atau intrinsik yang terjadi akibat keturunan, ras, hormonal,
penyakit sistemik, malnutrisi, psikis dan lain sebagainya serta fenomena
photoaging atau ekstrinsik yang diakibatkan oleh lingkungan seperti
mataharisuhu, kelembapan, udara, arus angin, CO2, ozon, polusi, bahan
kimia dan lain sebagainya.
1) Perubahan fisiologis kulit pada lansia
Pada usia laniut terjadi penurunan kecepatan pergantian sel epidermal
sebanyak 30-50%. Selain itu juga proses kecepatan pergantian stratum

108
koneum melambat 2 (dua) kali lebih lama jika dibandingkan dengan usia
muda. Hal ini disertai dengan terjadinya penurunan respons terhadap
trauma pada kulit, fungsi proteksi kulit yang bcrkurang, penurunan
produksi vitamin D, penurunan fungsi kelenjar minyak (sebum), serta
berkurangnya jumlah sel melanosit yang aktif. Pada kulit, selain terjadi
perubahan fisiologis yang meliputi kulit menipis, kering, fragil, dan
berubah warna,juga terjadi perubahan morfologik yang meliputi
hyperkeratosis epidermal, degenerasi kolagen dan serat elastic, sclerosis
arieriol dan penurunan lemak subkutan. Terjadinya penurunan elastisitas
kulit dan timbulnya bercak campbell de M organ pada lansia merupakan
salah satu tanda penuaan yang dapat diamati dengan mudah. Terjadi pula
penurunan bantalan karena penurunan lcmak subkutan yang
mcnyebabkan decubitus serta hipotermia.
1. Gambaran morfologik kulit pada lansia menurut (Gilchrest 1991),
gambaran morfologik kulit menua yaitu dibagi menjadi 4 (empat):
 Kulit kering.
Kekeringan pada kulit dikaitkan dengan menurunnya produksi
hormon androgen dan fungsi sebasea, serta kurangnya jumlah dan
fungsi kelenjar keringat inaupun kadar air dalam dalam epidermis.
Selain itu, kulit lansia yang kering juga bisa disebabkan karena
terlalu lama terpapar sinar matahan.
 Permukaan kulit kasar dan bersisik.
Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan proses kreatinisasi
serta kelainan ukuran dan bentuk sel epidcrmis. Stratum korneum
yang mudah lepas pada kulit lansia dan ditambah lagi faktor
kekeringan pada kulit yang disebabkan oleh berkurangnya lemak
pada permukaan kulit serta penurunan kandungan air pada lapisan
epidermis.
 Kulit kendur.
Penurunan jumlab serat elastin yang menjadi lebih menebal
sehingga jaringan kolagen menjadi Iebih kendur.Selain itu, pada
lansia tulang dan otot telah menjadi atrofi dan jaringan lemak
subkutan menurun sehingga lapisan kulit menjadi lebih tipis yang
menyebabkan terbentuk kerutan kerutan dan garis-garis kulit.

 Gangguan pigmentasi kulit.


Perubahan pada distribusi pigmen melanin dan proliferasi serta
fungsi melanosit yang menurun menyebabkan penumpukan
melanin yang tidak teratur di dalam sel basal epidermis.
2) PENURUNAN SISTEM IMUN TUBUH PADA LANSIA
1. Sistcm imun
Sistem imun berfungsi untuk mempertahankan keutuhan tubuh,
proteksi tubuh terhadap benda-benda yang dianggap asing oleh tubuh
seperti kuman dan bakteri. Beberapa bentuk sistem proteksi pertahanan
tuhuh (barrier) adalah rcspon hatuk dan bersin, adanya permukaan
mukosa, kulit dan sd silla, air mata, serta pH cairan lambung. Pada usia
lanjut, mekanisme pertahanan tubuh mengalami penurunan fungsi. Hal ini
mengakibatkan lansia Iebih rentan terhadap masuknya virus dan bakteri.
2. Hubungan antara kelenjar-kelenjar imun
1. Kelenjar timus, yaitu kelenjar hormon tempat terjadinya proses
diferensiasi sel limfosit T Ukuran maksimal kelenjar timus dicapai
pada saat masa pubertas dan ukurannya cenderung mengecil seiring
pertambahan usia. Hal ini menyebabkan turunnya kemampuan
kelenjar timus dalamproses diferensias sel 1imfosi T.

109
2. Kelenjar limfe, peyer’s patches dan limpa merupakan organ limfoid
sekunder yang berfungsi sebagai tempat bagi sel limfosit dewasa
untuk merespon antigen. Organ tersebut dibutuhkan untuk proses
proliferasi dan diferensiasi sel limfosit, menangkap dan
mengumpulkan antigen, serta menjadi tempat utama produksi antibodi
dan sensitisasi sel T. Seiring bertambahnya usia, maka jaringan
limfoid terkait mukosa pada jaringan limfoid berubah dan respons sel
limpa terhadap mitogen menurun.
3. Efek proses penuaan pada sel spesifik
a. Limfosit.
Jumlah total limfosit dalam darah tepi tidak menurun seiring
bertarnbahnva usia, tetapi respons sel T terhadap mitogen, alloantigen,
dan antigen konfensional menurun.
b. Perubahan imunitas seluler.
Pada lansia,turunnya respon imunitas seluler disebabkan karena
adanya perubahan antigen atau hilangnya mcmori imunologi. Selain
itu, akan tcrjadi penurunan kecepatan pembentukan limfosit T yang
akan menurunkan respon imun terhadap agen-agen penyakit infeksi.
Penurunan jumlah sel imun yang responsif pada lansia dîsebabkan
karcna kegagalan fungsi sel T dalam mcmproduksi interleukin-2.
c. Pcrubahan imunitas hormonal.
Pada lansia kadar IgA dan lgG dalam darah dan cairan otak
meningkat, namun kadar IgM cenderung menurun didalam darah.
C) SISTEM SARAF
Pada lansia, umumnya terjadi penurunan berat otak sebanyak 10—
20% dan mulai terjadi pada usia30—70 tahun. Selain itu, adanya penebalan
meningen juga ditemukan pada otak lansia.Terjadinya degenerasi pigmen
substantia nigra, kekusutan neurofibriler dan juga pembentukan badan-badan
hinaro pada lansia dapat meningkatkan risiko sindrom Parkinson dan
demensia tipe Alzeimer. Risiko dcmcnsia vaskular pada lansia juga
meningkat akibat terjadinya penebalan intima pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh ateroskierosis sena tunika media yang merupakan salah satu
efek samping yang muncul akibat proses menua. Perubahan intima dalam
pcmbuluh darah terscbut juga dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke
dan serangan iskemia sesaat.

D) SISTEM PENCERNAAN
Bertambahnya umur pada lansia dapat menurunkan sekresi asam dan
enszim yang dihutuhkan bagi proses pencernaan. Selainitu juga terjadi
penurunan permeahilitas dinding usus schinggaproses pencernaan dan
absorbsi makanan tidak optimal. Beberapa perubahan fungsi pencernaan
seperti perubahan morfologis dapat berakibat terhadap perubahan fungsional
serta peruhahan patologik, di antaranya kesulitan mengunyah dan/menelan,
gangguan nafsu makan dan berbagai penyakityang lain.
1. Rongga mulut
Pada lansia, mulai banyak gigi yang ranggal serta terjadi kerusakan
gusi karena proses degenerasi. Gizi merupakan unsur penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Pertambahan usia pada lansia dapat
meningkatkan risiko tanggalnya sebagian gigi-giginya. Hal ini dapat
mengganggu proses makan dan mengunyah baik pada lansia yang tidak
menggunakan gigi palsu maupun lansia dengan gigi palsu yang merasa
tidak nyaman dalarn pcnggunaannya. Selain itu, penambahan umur dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan lansia dalam proses

110
pengecapan, pencernaan, penyerapan, dan metabolisme makanan.
Penurunan fungsi pengecapan terjadi akibat berkurangnya jumlah papilla
pada ujung lidah.Hal ini diperparah bila lansia mengalami defìsiensi seng
atau mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempercepat serta
mernperparah penurunan fungsi indra-indra tersebut.Kondisi ini dapat
mengakibatkan lansia mengkonsutnsi sodium lebih banyak dan yang
direkomendasikan, kurang mcnikmati makanan serta mengalami
penurunan nafsu dan asupan makan. Ambang batas lansia untuk
merasakan garam sodium maupun garam glutamat 11,6 kali dan 5 kali
lebih tinggi dibandingkan pada usia muda. Selain itu, penurunan fungsi
indra perasa dan pencium tersebut juga dapat menghambat fase cephalic
untuk menyekresi cairan saliva, lambung maupun enzim-enzim pankreas
yang dipersiapkan untuk pencernaan sebelum makanan masuk ke
lambung. Hal ini dapat mempengaruhi pcncernaan makanan dan
pcnycrapan nutrisi (Baics dan Ritchic, 2002).Efek dan penurunan sekresi
saliva dapat menurunkan pencernaan karbohidrat kompleks menjadi
disakarida akibat berkurangnya enzim ptyalin.Selain itu, berkurangnya
produksi saliva juga dapat mengurangi fungsi lidah sebagai pelican.
2. Faring dan esophagus
Sebagian besar lansia akan mengalami kelemahan otot polos yang
mengakibatkan terganggunya proses menelan. Lemahnya otot esophagus
ini dapat menyebabkan terjadinya hiatal hernia, yaitu penurunan
sensitifitas reseptor esophagus terhadap makanan yang berakibat pada
penurunan fungsi peristaltic esophagus dalam proses menelan makanan
ke lambung sehingga terjadi perlambatan proses pengosongan esofagus.
3. Lambung
Terjadinya atrofi mukosa lambung seiring bertambahnya umur akan
mengakibatkan gangguan pencernaan. Atrofi sel kelenjar, sel parietal, dan
sel chiefakan menyebabkan berkurangnya sekresi asarn lambung, pepsin,
dan faktor intrinsik.Penurunan ukuran lambung pada lansia dapat
mengakibatkan penurunan daya tampung lambung.Lansia juga sering
mengalami penurunan motilitas lambung sehingga pengosongan lambung
menjadi lebih lambat. Selain itu, pada lansia juga sering mengalami
atropic gastritis pada usia 6Oan tahun, sedangkan pada usia 8Oan tahun
prcvalcnsi kcjadian atropic gastritis meningkat sampai 40%. Menipisnya
lapisan epitel lambung mengakibatkan meningkatnya tingkat keasaman
(pH) larnbung rncnurunnya produksi faktor intrinsik yang menyebabkan
terjadinya malabsorbsi besi, kalsium, vitamin B6, B12 dan folat.Selain
ini, hal tersebut juga memacu pertumbuhan bakteri pada usus halus.
4. Usus halus
Bertambahnya usia pada lansia dapat mengakibatkan terjadinya atrofi
pada mukosa usus halus sehingga dapat menurunkan luas permukaan dan
menurunkan jumlah vili-vili usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya
malabsorbsi zat—zat gizi.Selain itu, lansia juga cenderung mengalami
penurunan sekresi enzim yang diproduksi di pankreas dan empedu yang
mengakibatkan maldigesti, malabsorbsi dan terganggunya metabolisme
zat-zat gizi. Apabila hal ini terjadi secara kronìs, maka akan menimbulkan
masalah gizi scpcrti kckurangan/defisiensi asam fblat, vitamin B12 zat
besi, kalsium, dan vitamin D.
5. Pankreas
Terjadi penurunan produksi enzim amilasi, tripsin, dan lipase yang
menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi. Selain itu, sering ditemukan
kejadian pankrearitis yang dihubungkan dengan batu empedu pada usia
lanjut.
6. Hati

111
Peningkatan usia dapat menyebabkan terjadinya atrofi sel-sel hati dan
mengakihatkan terjadinya perubahan-perubahan histologi maupun
anatorni pada hati (perubahan bentuk jaringan menjadi jaringan fibrosa)
yang berefek terhadap perubahan fungsi hati, terutama dalam
metabolisme zat gizi dan obat-obatan.
7. Usus besar dan rektum
Pada lansia scring diternukan adanya pcnurunan kekuatan otot polos
pada dinding kolon yang digantikan dengan jeringan ikat.Hal ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya divertikulosis dan konstipasi.Konstipasi
pada lansia dapat disebabkan karena melemahnva peristakik disertai
dengan imobilitas, kurangnya konsumsi cairan (kurang minum) dan
rendahnya konsumsi makanan rcndah serat.Imobilitas dapat mcnychabkan
konstipasi karena dapat menurunkan mobilitas kolon.Banyaknya kelokan-
kelokan pembuluh darah pada kolon menyebabkan mobilitas kolon
menurun sehingga absorpsi air dan elektrolit meningkat, konsistensi feses
menjadi keras sehingga mcnyebabkan kesulitan buang air besar dan
konstipasi. Absorpsi zat gizi pada lanjut usia dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti baik/tidaknya fungsi organ pencernaan, kondisi mukosa
intestinal, ada/tidaknya zat inhibitor maupun zat yang membantu proses
absorbsi zat gizi. Gangguan pada mukosa intestinal dapat menghambat
proses penyerapan zat gizi. Selain itu, proses penyerapan juga
dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah ke intestinum.Gangguan
penyerapan zat gizi pada lansia banyak terjadi karena adanya gangguan
pada fungsi pencernaan seperti kegagalan fungsi pankreas, tingginya
angka pcrtuînhuhan bakteri, konsumsi obat serta adanya penyakit kronis
yang dapat mengganggu pencernaan.Kondisi ini diperparah dengan
perubahan struktur maupun fungsi saluran cerna.
E) SISTEM PERNAPASAN
Adapun perubahan sistem pernapasan pada lansia adalah:
1. Infleksibilitas dan penurunan kekuatan otot pernapasan yang
mengakibatkan berkurangnya volume udara inspi rasi sehingga
menyebabkan napas cepat dan pendek.
2. Menurunnya fungsi silia yang mengakibatkan rnelemahnya reficks batuk
schingga meningkatkan risiko secret.
3. Menurunnya aktivitas mengembang dan mengempis paru menyebahkan
turunnya jumlah udara yang masuk ke dalam paru jumlah udara yang
masuk pada pernapasan yang tenang adalah±500mL)
4. Penurunan jumlah dan pelebaran ukuran alveoli (luas permukaan normal
50 mL) mengakibatkan terganggunya proses difusi.
5. Perubahan tekanan arteri menjadi 75 mmHg mengakibatkan terganggunya
proses oksigenasi dan hemoglohin sehingga oksigen tidak dapat
disirkulasikan secara optimal.
6. Tidak ada pergantian karbondioksida pada arteri yang mengakibatkan
turunnya komposisi oksigen dalam arteri. Apabila hal ini terjadi dalarn
kurun waktu yang lama akan mengakibatkan racun pada tubuh.
7. Penurunan refleks batuk yang rnenyebahkan berkurangnya pengeluaran
secret dan korpus alium dan saluran napas sehingga dapat berpotensi
menimbulkan obstruksi.
F) SISTEM ENDOKRIN
Penyakit gangguan endoknin pada lansia yang berhubungandengan nutrisi di
antaranya:
1. Hormon pertumbuhan menurun

112
Hormon TSH dan ACTH berfungsi dalam peningkatan aktivitas
kelenjar tiroid dan korteks adrenal, sedangkan FSH dan LH berfungsi
untuk meragsang indung telur (ovarium) dan testis. Hormon utama lainn a
yaitu hormon pertumbuhan (growth hormone/Cl-I) yang berfungsi untuk
proses pertumbuhan anak-anak maupun remaja pada jaringan-jaringan
tubuh. Growth hormone juga bertanggung jawab dalam kenaikan
persentase lemak tubuh. Pada lansia, yang kebutuhan lemaknya menurun,
tentu akan mengganggu fungsi fisiologis organ-organ terkait metabolisme
lemak.
2. Hipotiroid berhubungan dengan paranoid, hipotermia, dan anemia.
3. Hipertiroid dapat mciii mbul kan ostcoporosis.
4. Estrogen berhubungan dcngan pcnyakit osteoporosis, jantung koroner,
atrofi jaringan. Adapun penyakit metabolik pada lansia:
5. Penurunan produksi hampir semua hormon.
6. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak herubah.
7. Hipofisis.
8. Penurunan aktivitas tiroid atau laju metaholik dasar (basal metabolic
rat/EMR) dan penurunan kemampuan pcrtukaran zat.
9. Penurunan produksi aldosterone.
10. Penurunan sekresi hormon-hormon gonad seperri esterogen, progesteron,
dan testosteron.
11. Defisiensi hormonal yang dapat mengakibatkan hipotiroidisme, depresi
sumsurn tulang serta berkurangnya kernampuan dalam mengatasi tekanan
jiwa (stres).
G) SISTEM MUSKULOSKELETAL
Pada lansia umumnya terjadi penurunan kelenturan, kekuatan otot dan
daya tahan sistcrn muskuloskeictal.Hal ini diperberat dengan adanya
penyakit-penyakit muskuloskeletal seperti osteoarthritis, reumatik, dll.
Beberapa contoh penyakit pada tulang adalah:
1. Osteoporosis, merupakan kondisi berkurangnya masa tulang sehingga
dapat rneningkatkan risiko terjadinya fraktur walaupun hanya dcngan
trauma minimal.
2. Osteomalasia, mcrupakan pcnyakit tulang mctabolik yang ditandai
dengan adany penurunan kalsifikasi matriks tulangm yang normal.
3. Penyakit paget tulang, ditandai oleh kombinasi terjadinya pengangkatan
reabsorbsi maupun deposisi Wang.
H) SISTEM EKSRESI UROGENITAL
Penambahan usia pada lansia akan menyebabkan penurunan efisicnsi
ginjal dalam memfiltrasi darah. Pada lansia, terjadi perubahan pada ginjal
seperri penebalan kapsula bowman dan gangguan permeabilitas terhadap zat
terlarut (solute) yang akan difiltrasi. Jumlah nefron akan berkurang serta
mulai mengalami atrofi. Selain ini, terjadi penurunan aliran darah di ginjal
sekitar 50% pada usia 75 dibandingkan saat usia muda. Pada lansia,
kreatinin tidak digunakan untuk menggarnbarkan fungsi ginjal karena pada
lansia terjadi penurunan jumlah protein dalam massa otot. Selain itu, lansia
juga cenderung mengalami peningkatan kelenturan pembuluh darah tepi
sehingga dapat menyebabkan meningkarnya tekanan darah. Otot kandung
kemih juga akan mengalami kelemahan sehingga kapasitasnya akan
menurun sampai 200 mL. Hal lain yang dapat terjadi pada lansia diantaranya
adalah peningkatan nitrogen urea darah (bloon urea nitrogen/BUN) sampai
21, dan fluai ambang ginjal terhadap glukosa, pcnyaringan di glorneru/us
menurun sampai 50%,

113
vesika urinaria susah dikosongkan dan pada pria lansia tcrjadi peningkatan
retensi urin.

I) SISTEM KARDIOVASKULA
Makin meningkatnya usia dapat mcnycbabkan turunnya elastisitas
dinding aorta serta berkernbangnya caliber aorta. Berbeda dengan organ
yang lain, jantung tidak akan mengalami penurunan ukuran,
sehaliknyajantung cenderung akan mengalami pembesaran ukuran. Selain
itu, ftingsi sistolik jantung cenderung tidak mengalami perubaban, akan
tetapi denyut jantung cenderung lebìh rendah dibandingkan dengan usia
dewasa.

F. Pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi


Degenerasi yang dialami oleh para lansia akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan komunikasinya. Timbulnya komunikasi pada lansia tidak hanya
sebagai akibat dari presbiakusis, tetapi juga sering ditambah dengan situasi dalam
percakapan yang kurang mendukung.Adapun timbulnya gangguan komunikasi
dikaitkan dengan hal-hal berikut ini.
 Pembicaraan terjadi dalam intervensi karena gangguan suara lain, seperti
suara musik, radio, televisi, dan lain-lain.
 Sumber suara mengalami distorsi, misalnya berasal dari pengeras suara yang
tidak sempurna (terminal, gedung) atau dari telepon maupun yang diucapkan
oleh anak-anak, orang asing, atau si pembicara berbicara terlalu cepat.
 Kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna, seperti dapur atau ruang
pertemuan yang berdinding mudah memantulkan suara.

Keadaan seperti demikian sering dianggap sebagai tanda jompo oleh


anggota keluarga atau orang di sekelilingnya.Lansia mungkin saja merasakan
perasaan yang amat sedih sebab, melihat kenyataan bahwa dirinya tidak
seaktif dulu. Tidak lagi merasakan kebebasan di dalam dirinya, merasa
penolakan oleh lingkungan sekitar, serta perasaan khawatir karena dianggap
tak lagi mandiri oleh pihak keluarga dan lingkungannya. Lansia akan merasa
malu atas salah pengertian terhadap ucapan orang lain dan enggan
berkomunikasi serta mengisolasi diri, akibatnya lansia akan mengalami
kebosanan, depresi, dan frustasi.
Bagi lansia dengan gangguan pendengaran agar dapat berkomunikasi
dengan baik, maka diperlukan suasana yang mendukung, misalnya awali
dengan menyebut nama lansia, sebisa mungkin hindari pembicaraan di
tempat ramai (interferensi distorsi) dan tempat yang terlalu banyak
menimbulkan pantulan suara, menghadapkan wajah (bibir, mulut dan
ekspresi muka) pada lansia saat berbicara, berbicara dengan jelas tanpa
berteriak, jangan berbicara sambil minum atau makan maupun merokok
(untuk menghindari distorsi), serta perlu diingat bahwa lansia dengan
gangguan pendengaran akan lebih sulit menangkap pembicaraan bila sedang
lelah atau sakit.

G. komunikasi karena gangguan kognitifibilitas


Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif ,
antara lain akibat penyakit ; retardasi mental , sindrom down situasi sosial ,
misalnya , pendidikan yang rendah , kebudayaan primitif , dan sebagainya.
Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kematangan ,
sebaiknya anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa komunikasi dilakukan
dengan pendekatan komunikasi dapat berlangsung lebih efektif, yaitu mengikuti
kaidah sesuai kemampuan audiens (capability audience) sehingga komunikasi

114
dapat berlangsung lebih efektif. Penurunan fungsi kognitif (memori) lansia jika
tidak dilakukan tindakan akan berakibat terjadi penurunan ingatan pada lansia.
Hal ini sesuai dengan teori kemunduran yang menyatakan dengan bertambahnya
usia, daya ingat akan mengalami penurunan. Perubahan neuron dan sinaps otak
sebagai pembentukan ingatan juga mengalami penurunan seiring bertambahnya
usia. Akibat lainnya yaitu informasi yang tidak cepat dipindahkan ke ingatan
jangka pendek akan menghilang (Kushariyadi, 2013. Intervensi (Stimulasi
Memori) Meningkatkan Fungsi Kognitif Lansia. Jurnal Ners, Vol.8 No. 2.)
H. komunikasi karena gangguan sensorik
Gangguan fungsi sensorik pada lansia mengakibatkan gangguan penerimaan
informasi dari reseptor sensorik sehingga mengakibatkan penurunan kontrol
motorik atau gangguan gerakan. Gejala gangguan sensorik yang sering timbul
pada lansia adalah hilangnya perasaan saat rangsang (anestesia), perasaan
berlebih saat di rangsang (hiperestesia), perasaan yang timbul dengan tidak
semestinya (parastesia), nyeri, gangguan fungsi propioseptif seperti gangguan
rasa gerak, getar, dan posisi.
Orang yang mengalami kerusakan pendengaran. Baik yang tungarungu
maupun sulit mendengar , kepekaannya pendengaran merupakan istilah yang
digunakan atau berkurang. Kerusakan pendengaran merupakan istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan hilangnya pendengaran jenis apapun , suatu
etiologi untuk mendeskripsikan hilangnya pendengaran jenis apapun , suatu
etiologi yang dapat dihubungkan dengan masalah konduksi atau saraf
pengindraan akibat cacat bawaan lahir , trauma , atau penyakit , setiap orang
yang mempunyai masalah komunikasi hilangnya kemampuan untuk mendengar
menimbulkan masalah komunikasi yang sangat nyata karena orang yang tuli
atau kurang mendengar mungkin juga tidak mampu berbicara atau memiliki
kemampuan verbal yang terbatas dan sering kali miskin kosa kata.
Keterampilan membaca rata – rata orang dewasa tuna rungu kira – kira setara
dengan tingkat kemampuan membaca kelas 4. Keterampilan menulis mereka
mungkin juga lemah. Tingkat baca – tulis yang rendah ini , disebut sebagai
melek huruf fungsional , diakibatkan adanya fakta bahwa bahasa pertama
mereka adalah bukan bahasa sehari – hari melainkan bahasa isyarat. Meskipun
masalah buta huruf dikalangan populasi yang memiliki kerusakan pendengaran
memang signifikan, kebanyakan dari mereka Cukup Mandiri dalam
menjalankan kegiatan hidupnya sehari-hari.
Mereka yang tunarungu memiliki keterampilan dan kebutuhan yang berbeda
bergantung pada jenis ketuliannya dan berapa lama mereka kehilangan indra
pendengarannya itu. Bagi mereka yang tunarungu sejak lahir, belajar suatu
bahasa mungkin tidak ada manfaatnya bagi mereka, sehingga mereka mungkin
tidak dapat berbicara dengan jelas untuk dapat dipahami orang lain dan
keterampilan membaca dan kosakatanya juga seringkali sangat terbatas.
Kemungkinan besar, model komunikasi utama mereka adalah dengan bahasa
isyarat atau membaca gerak bibir. Jika ketulian terjadi setelah seseorang
menguasai suatu bahasa, bicara orang tersebut masih dapat Cukup dipahami, dia
pun cukup mampu untuk membaca, menulis, dan membaca gerak bibir. Jika
ketulian terjadi setelah seseorang berusia lanjut, dan seringkali disebabkan
karena proses penuaan, orang tersebut mungkin akan sulit membaca gerak bibir,
tetapi keterampilan membaca dan menulis nya masih termasuk rata-rata,
bergantung pada latar belakang pengalaman dan pendidikannya. Jika penuaan
merupakan penyebab hilangnya pendengaran, kerusakan penglihatan mungkin
akan menjadi faktor yang menyulitkan. Karena penglihatan dan pendengaran
merupakan dua indera yang fungsinya akan menurun saat lansia, maka
kekurangan tersebut menimbulkan masalah komunikasi yang besar ketika
mengajar klien lansia

115
Tunarungu dan penderita kerusakan pendengaran, seperti juga orang lain,
akan membutuhkan perawatan kesehatan dan informasi tentang pendidikan
kesehatan kapanpun di sepanjang hidupnya. Meskipun sebagai perawat
pendidik Anda akan menemukan perbedaan di antara tunarungu itu, ada satu hal
yang biasanya sama mereka selalu mengandalkan Indra yang lain untuk
mendapatkan informasi, terutama indra penglihatan. Dengan demikian, agar
pendidikan pasien dapat berjalan dengan efektif, komunikasi harus dapat
dilihat. Ada beberapa macam cara untuk berkomunikasi dengan tunarungu,
salah satu dari hal hal pertama yang anda lakukan adalah meminta klien Anda
yang tunarungu untuk mengidentifikasi cara komunikasi yang dia sukai. Bahasa
isyarat, informasi tertulis, dan alat peraga merupakan beberapa contoh pilihan
yang umum. Memang benar bahwa salah satu cara yang termudah untuk
mentransfer informasi adalah dengan menggunakan isyarat komunikasi yang
dapat dilihat, seperti, gerakan tangan dan ekspresi wajah; Meskipun demikian,
metode itu belum memadai untuk sesi pengajaran yang panjang. Berikut ini
beberapa model komunikasi yang disarankan sebagai jalan untuk mengurangi
hambatan dalam komunikasi dan memfasilitasi pengajaran serta pembelajaran
bagi pasien yang mempunyai gangguan pendengaran di lingkungan tempat
berpraktik :
Bahasa isyarat : bagi kebanyakan tunarungu yang berbahasa Ibu ASL.
Bahasa isyarat seringkali menjadi bentuk komunikasi yang lebih disukai. Jika
anda tidak menguasai ASL, anda perlu meminta bantuan seorang penerjemah
profesional. Kadang-kadang anggota keluarga atau teman pasien yang terampil
menggunakan bahasa isyarat juga bersedia dan siap untuk bertindak sebagai
penerjemah, pastikan dahulu untuk meminta persetujuan dari pasien karena
Informasi yang disampaikan berkaitan dengan masalah kesehatan dapat
dianggap sebagai urusan pribadi. Jika informasi yang akan diajarkan bersifat
rahasia, sebaiknya anggota keluarga atau teman tidak diminta untuk bertindak
sebagai penerjemah. Menyewa penerjemah bahasa yang berijazah seringkali
merupakan strategi yang terbaik. Jika pasien tunarungu meminta agar
disediakan penerjemah profesional di fasilitas yang menerima dana bantuan
federal, menurut hukum federal (Section 504 of the Rehabilitation Act of 1973,
PL 93- 112) permintaan itu harus dikabulkan. Jika pasien tidak dapat
memberikan nama-nama penerjemah, hubungi Registry of Interpreters of the
Deaf (RID) di negara bagian tempat anda berada. Kantor tersebut akan
memberikan daftar nama terbaru penerjemah bahasa isyarat yang bermutu. Saat
bekerja bersama seorang penerjemah, pastikan bahwa anda berdiri atau duduk
di sebelahnya, berbicara dengan kecepatan normal, dan memandang serta
berbicara langsung kepada tunarungu itu. Apabila anda mempertimbangkan
pemakaian jasa seorang penerjemah, pastikan bahwa klien tunarungu itu yang
menentukan pilihan.
Membaca bibir :Salah satu anggapan yang muncul pada orang yang normal
adalah bahwa semua tunarungu dapat membaca bibir. Ini merupakan anggapan
yang sangat berbahaya (DiPietro,1979 dalam buku Bastable B. Susan.2002).
Hanya sekitar 40% bunyi dalam bahasa Inggris dapat dilihat di bibir, anda tidak
perlu melebih-lebihkan gerakan bibir anda karena tindakan itu akan mendistorsi
gerakan bibir dan mengganggu penafsiran kata-kata anda. Jika pasien lebih suka
membaca bibir, maka anda harus memastikan bahwa muka anda menghadap
ruang yang cukup terang, Singkirkan semua benda yang menutupi wajah anda,
misalnya permen karet, pensil, tangan, dan masker bedah. Jenggot, kumis, dan
gigi ‘tonggos’ juga akan menjadi tantangan bagi pembacaan bibir. Karena
kurang dari setengah bahasa Inggris dapat dilihat pada bibir, maka lengkapi
bentuk komunikasi ini dengan bahasa isyarat atau materi ditulis.
Materi tertulis : informasi tertulis barangkali merupakan cara berkomunikasi
yang paling dapat diandalkan, terutama jika pemahaman sangat diperlukan.

116
Sesungguhnya, Tulislah selalu informasi yang penting untuk melengkapi kata-
kata yang diucapkan Kendati orang tersebut lancar membaca bibir. Komunikasi
secara tertulis merupakan pendekatan yang paling aman, meskipun menyita
waktu dan kadang kadang menimbulkan stres. Ingatlah bahwa pemahaman
bacaan rata-rata orang dewasa tunarungu setingkat dengan kelas 4, pastikan
bahwa materi cetak pendidikan pasien tersebut setara dengan tingkat
keterbacaan khalayak anda. Jika informasi ditulis untuk pasien tunarungu anda,
sampaikan pesan dengan cara sesederhana mungkin. Contoh, jangan menulis
“Jika diserang demam,minum dua aspirin,” lebih baik ubah pesan Anda
sehingga berbunyi “Jika demam sampai 38 oC atau lebih, minum dua aspirin.”
Ingat bahwa orang yang memiliki keterampilan membaca rendah sering
menafsirkan kata-kata secara harfiah. Oleh karena itu, kata diserang dapat
membingungkan karena sering dipakai dalam konteks “orang berkelahi”. Alat
peraga, seperti gambar yang sederhana, lukisan, diagram, model dan
sebagainya bisa juga dijadikan media yang sangat bermanfaat sebagai
pelengkap untuk meningkatkan pemahaman materi tertulis.
Verbalisasi oleh klien : kadang-kadang pasien tunarungu lebih memilih
untuk berkomunikasi dengan cara berbicara, terutama jika anda sudah
mempunyai hubungan baik dengan mereka dan sudah saling percaya. Seringkali
nada dan infleksi suara mereka akan berbeda dari cara berbicara kebanyakan
orang sehingga Anda harus menyediakan waktu untuk mendengarkan dengan
cermat. Dengarkan tanpa menginterupsi sampai anda terbiasa dengan intonasi
suara dan irama wicara mereka yang khas. Jika anda masih merasa sulit
memahami apa yang dikatakan klien, coba tuliskan apa yang Anda dengar,
dengan demikian anda mungkin terbantu dalam menangkap inti dari pesan.
Memperkeras bunyi : bagi pasien yang kehilangan pendengaran, tetapi tidak
tuli sama sekali, alat bantu dengar bisa bermanfaat. Klient yang sudah disetel
kan alat bantu dengar sebaiknya didorong agar mau memakai alat itu mudah
dijangkau, setelannya sudah pas, dalam keadaan menyala, dan baterainya masih
bekerja. Jika klien tidak mempunyai alat bantu dengar, minta persetujuan pasien
dan keluarga mereka untuk mencari rujukan dari spesialis telinga, yang dapat
menentukan apakah alat bantu dengar itu cocok bagi pasien anda. Cara lain
untuk memperkakas bunyi adalah dengan menangkupkan tangan di dekat
telinga klien atau menggunakan stetoskop yang dibalik, maksudnya stetoskop
dipasang di telinga pasien dan anda berbicara di corong instrumen itu (Babcock
& Miller 1994 dalam buku Bastable B. Susan.2002). Jika salah satu telinga
pasien dapat mendengar dengan lebih jelas dari telinga yang lain, maka berdiri
atau duduk lah di sisi telinga yang “baik”. Pastikan bahwa anda berbicara
lambat, tidak berteriak, dan beri pasien waktu cukup banyak untuk memproses
pesan dan memberikan tanggapan.
Telekomunikasi : penanti telekomunikasi bagi tunarungu
(telecommunication devices for the dea [TDD]) merupakan sarana penting
dalam pendidikan pasien. Decoder televisi untuk program close- caption
merupakan alat penting yang dapat meningkatkan komunikasi. Film yang di
beri keterangan gambar untuk pendidikan pasien diberikan secara gratis dari
Modern Talkinh Picture and Service. Berdasarkan hukum pemerintah federal,
alat ini dianggap sebagai “sarana yang layak” bagi tunarungu dan mereka yang
mengalami kerusakan pendengaran.
Berikut ini rangkuman beberapa petunjuk yang sebaiknya diikuti ketika
menerapkan bentuk-bentuk komunikasi di atas;
 Bersikap wajar :
- Jangan tegang dan kaku atau mencoba mengartikulasikan kata-kata
secara berlebihan.
- Pakai kalimat yang sederhana.

117
- Pastikan bahwa orang tersebut memperhatikan dengan cara menyentuh
lengannya dengan lembut sebelum Anda mulai berbicara.
- Berdiri menghadap pasien dengan jarak tidak lebih dari dua meter
apabila mencoba untuk berkomunikasi.
 Bersikap penuh perhatian dan jangan :
- Berbicara sambil berjalan
- Terlalu sering menggerak-gerakkan kepala
- Berbicara selagi mulut ada isinya atau sambil mengunyah permen karet
dll.
- Memalingkan muka dari tunarungu ketika sedang berkomunikasi.
- Berdiri langsung di depan cahaya terang yang akan memancarkan
bayang-bayang ke muka anda atau menyilaukan mata pasien.
- Meletakkan IV di tangan pasien memerlukan bahasa isyarat.
Apapun metode komunikasi yang Anda putuskan bersama klien untuk
digunakan dalam pengajaran, yang penting anda harus memastikan bahwa
pesan kesehatan anda sudah diterima dan dipahami. Intinya adalah bahwa
pemahaman pasien divalidasi kan dengan cara yang tidak menakutkan.
Tidak jarang terjadi bahwa karena tidak ingin saling mempermalukan atau
menyinggung perasaan, baik pasien maupun pemberi perawatan kesehatan
akan tersenyum atau mengangguk-anggukan kepala untuk menanggapi apa
yang coba disampaikan oleh pihak lain, padahal sesungguhnya, pesan sama
sekali tidak dimengerti. Untuk memastikan bahwa kebutuhan akan
pendidikan kesehatan dari pasien yang tunarungu atau mengalami
kerusakan pendengaran dipenuhi, pendidik perawat harus mencari strategi
yang efektif untuk menyampaikan pesan yang dimaksudkan secara jelas
dan tepat dan sekaligus menunjukkan bahwa perawat dapat menerima
mereka dengan mengakomodasi apa yang menjadi kebutuhan mereka.
Pasien yang sudah cukup lama mengalami kerusakan pendengaran biasanya
dapat memberitahukan kepada anda cara berkomunikasi mana yang paling
baik bagi mereka.

I. Komunikasi massa
Komunikasi massa didevinisikan komunikasi massa sebagai berikut: Pertama-
tama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada khalayak
banyak, kepada pendengar dalam jumlah yang luar biasa besar. Pendengar yang
dimaksud disini bukan semua atau setiap orang yang membaca menonton
televisi, melainkan jumlah penonton yang besar dan umumnya agak sulit
didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah, komunikasi yang diperantarai
oleh alat pentransmisi audio dan atau visual. Bentuk komunikasi massa yang
kemungkinan paling mudah dan paling logis adalah: televisi, radio, surat kabar,
majalah, film, buku, dan kaset.
Selanjutnya, mengacu pada pemahaman komunikasi (Menurut Werner
Severin dan James W. Tankard Jr.1997 Bastable B. Susan, 2002) komunikas
diartikan sebagai berikut; Komunikasi massa sebagian merupakan keterampilan,
sebagai seni, dan sebagian lagi ilmu pengetahuan. Dikatakan sebagai suatau
keterampilan karena komunikasi ini melibatkan teknik dasar tertentu yang dapat
di pelajari, misalnya, memfokuskan kamera, televis, mengoperasikan tape
recorder, atau melakukan pencatatan pada suatu wawancara. Dalam pengertian
sebagai seni, komunikasi ini menciptakan tantangan, misalnya, menulis skrip
untuk program televisi, mengembangkan suatu tata ruang yang estetis untuk
majalah dan atau mengusulkan suatu lead yang menarik perhatian untuk isi
berita. Komunikasi merupakan suatu ilmu pengetahuan dalam arti bahwa ada
prinsip tertentu yang terlibat, yang memungkinkan komunikasi berlangsung, dan
dapat di verifikasi serta digunakan untuk mengupayakan sesuatu menjadi lebih

118
baik. Berdasarkan pemahaman diatas, komunikasi massa sesunggahnya
merupakan komunikasi media massa. Komunikasi massa merupakan komunikasi
yang memiliki ciri-ciri yaitu berlangsung satu arah, media komanikasi massa
menimbulkan keserempakan, dan komunikan komunikasi massa bersifit
heterogen.
a. Berlangsung satu arah
Berbeda dari komunikasi interpersonal yang berlangsung dua arah,
komunikasi massa berlangsung satu arah, yang berarti tidak ada arus balik dari
komunikasi kepada komunikatir. Situasi ini dapat diasumsikan bahwa setelah
pesan sampai kepada massa, persepsi atau penerimaan massa terhadap
informasi yang disebarkan sangat bergantung pada massa dan komunikator
tidak dapat memantau atau mengontrol penerimaan massa terhadap informasi
tersebut. Situasi ini tentulah tidak menguntungkan karena memungkinkan
kesalahan persepsi yang bersifat massal dan meluas. Contohnya,
iklan/propaganda tentang HIV/AIDS yang ditayangkan televisi: "Gunakan
Kondom untuk menghindari HIV / AIDS. " pernyataan ini dapat menimbulkan
persepsi baha seks bebas diperkenankan selama HIV/AIDS dicegah.

Konsekuensi kemungkinan pesan atau informasi dipersepsikan salah


adalah bahwa komunikator harus melakukan perencanaan dan persiapan
sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan kepada komunikasi harus
komunikatif, dalam arti kita dapat diterima secara inderawi ( received ) dan
secara rohani ( accepted ) pada suatu kali penyiaran dengan demikian , pesan
komunikasi harus jelas sehingga dapat dibaca , didengar , ataupun dilihat, dan
dipahami maknanya , serta tidak bertentangan dengan kebudayaan komunikan
yang menjadi sasaran komunikasi.
J. Komunikator pada komunikasi massa lembaga
Media massa sebagai saluran komunikasi merupakan lembaga bagi suatu
institusi atau organisasi. Oleh karena itu , komunikatornya merupakan suatu
lembaga ( institutionalized Communikator/ Organized Communication ) .
Komunikator pada komunikasi massa misalnya wartawan surat kabar atau
penyiar televisi , karena media yang digunakan adalah suatu lembaga. Dalam
menyebarkan pesan , komunikator bertindak atas nama lembaga , sehingga
informasi yang disampaikan harus selaras dengan kebijakan surat kabar atau
stasiun televisi yang diwakilinya. Komunikator pada komunikasi massa ini
tidak memiliki kebebasan individu untuk mengeluarkan pendapat ( freedom of
expression atau freedom of opinion), hanya memiliki kebebasan yang dibatasi
( restricted freedom ).
Konsekuensi yang timbul dari komunikator yang adalah lembaga ini
adalah bahwa perannya dalam proses komunikasi didukung orang- orang lain.
Kemunculannya pada media komunikasi tidak sendirian, tetapi bersama orang
lain yang berperan membantu mengatur teknik penyampaian , perbaikan isi
informasi , atau penambahan dan perluasan isi informasi sehingga informasi
menjadi lebih menarik dan sesuai dengan visi dan kebijakan lembaga
penyedia informasi. Seorang wartawan, ketika akan menyampaikan informasi
dalam koran, memerlukan penata letak dalam penulisan di koran/majalah, dan
mungkin juga memerlukan tambahan informasi dari wartawan lain agar berita
yang disampaikannya menjadi lebih komprehensif, luas, dan mendalam.
Berdasarkan kenyataan di atas, komunikator yang terlibat dalam
komunikasi massa disebut komunikator kolektif karena penyebaran pesan
merupakan hasil kerjasama sejumlah personel dalam penyampaian informasi.
K. Pesan pada Komunikasi Massa Bersifat Umum
Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (publik)
karena ditunjukkan kepada khalayak umum dan menyangkut kepentingan
umum. Dengan demikian, majalah organisasi, film dokumenter, dan televisi

119
kabel tidak dapat dikatakan sebagai komunikasi massa. Media massa tidak
akan menyiarkan suatu pesan yang tidak menyangkut kepentingan umum,
misalnya, berita pernikahan artis, undangan seminar khusus alumni sekolah,
dan sebagainya. Pemberitaan dengan tema-tema ini dalam bidang jurnalistik
disebut human interest, kisah yang oleh media massa dianggap menarik untuk
diketahui masyarakat.
L. Media Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan
Ciri lain komunikasi massa adalah menimbulkan keserempakan
(simultaneity) pada masyarakat dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan
karena pesan yang disampaikan dapat diterima secara bersama-bersama pada
suatu waktu. Pada komunikasi melalui televisi atau radio serta surat kabar,
informasi/pesan dapat diakses oleh masyarakat secara serempak. Bandingkan
dengan penggunaan poster atau papan pengumuman. Informasi dari poster
papan pengumuman serta buku, dikemas dalam oplah kecil sehingga tidak
dapat diakses secara bersamaan, melainkan secara bergiliran.
M. Komunikan Komunikasi Massa Bersifat Heterogen
komunikan atau masyarakat penerima Informasi bersifat heterogen.
Heterogenitas ini terlihat mulai dari tempat tinggal hingga karakteristik
penerima informasi. Sifat heterogenitas khalayak menimbulkan kesulitan bagi
seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa
karena setiap individu dalam masyarakat menghendaki keinginannya
dipenuhi. Bagi para pengelola media massa, tidaklah sulit memenuhi hal itu.
Satu-satunya pendekatan untuk memenuhi keinginan seluruh khalayak
sepenuhnya ialah mengelompokkan mereka menurut jenis kelamin, usia,
agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobi, dan sebagainya.
Pengelompokan tersebut telah dilaksanakan oleh berbagai media massa
melalui penyelenggaraan rubrik atau acara tertentu untuk kelompok
komunikan tertentu, misalnya, menggelar acara khusus untuk anak, ceramah
Islam, acara khusus pengetahuan untuk kalangan mahasiswa, dan sebagainya.
Melalui pengelompokan ini, sejumlah rubrik atau acara dapat ditunjukkan
khusus bagi kelompok tertentu sehingga sasaran dapat dicapai.
Sedangkan, Menurut Gerbner (1967) Mass communication is the
tehnologically and institutionally based production and distribution of the
most broadly shared continuous flow of massages in industrial societies.
(Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan
teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas
dimiliki orang dalam masyarakat industri. Dari definisi diatas tergambar
bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan –
pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada
khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya
harian, mingguan, atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat
dilakukan oleh perorangan, melainkan harus oleh lembaga dan membutuhkan
suatu teknologi tertentu, seahingga komunikasi massa akan banyak dilakukan
oleh masyarakat industri.
Ciri-ciri Komunikasi Massa :
Ciri komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media
massa, baik media audio visual dan media cetak. Komunikasi massa selalu
melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang
kompleks. Apabila pesan itu disampaikan melalui media pertelevisian maka
prosesnya komunikator melakukan suatu penyampaian pesan melalui
teknologi audio visual secara verbal maupun non verbal dan nyata. Adapun
beberapa ciri –ciri komunikasi massa sebagai berikut: (Erdianto Elvinaro,
Komala Lukiati, dan Karlinah Siti. 2007. Komunikasi Massa (Suatu
Pengantar edisi revisi). Bandung: Simbiosa Rekatama Media hal 9)
a) Pesan Bersifat Umum

120
Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu
ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang
tertentu. Oleh karena itu komunikasi massa bersifat untuk umum. Pesan
komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa, atau, opini. Namun tidak
semua fakta dan peristiwa yang terjadi disekeliling kita dapat dimuat di
media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk hal
apapun harus memenuhi kriteria penting atau kriteria yang menarik.
b) Komunikannya Anonim dan Hetrogen
Pada komunikasi antarpersona, komunikator akan mengenal
komunikannya dan menegtahui identitasnya. Sedangkan dalam
komunikasi massa komunikator tidak mengenal komunikan (anonim),
karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka secara
langsung. Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah
hetrogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda,
yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor usia, faktor jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan, tingkat
ekonomi.
c) Media Massa Menimbulkan Keserempakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi
lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya
relatif banyak dan tidak terbatas. bahkan lebih dari itu, komunikan yang
banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan
memperoleh pesan yang sama. Keserempakan media massa itu sebagai
keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang
jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada
dalam keadaan terpisah.
d) Komunikasi Lebih Mengutamakan Isi Dari Pada Hubungan
Salah satu prinsip komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi
hubungan . Dimensi isi menunjukkan muatan atau isi komunikasi. Yaitu
apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan, sedangkan dimensi
hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya, yang juga
mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu.
e) Komunikasi Massa yang Bersifat Satu Arah
Selain ada ciri yang merupakan keunggulan komunikasi massa, ada juga
ciri komunikasi massa yang merupakan kelemahannya. Karena
komunikasinya melalui media massa, yang bersifat satu arah, maka
komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak secara
langsung.
f) Stimulasi Alat Indra Yang Terbatas
Ciri komunikasi maasa lainnya yang dapat dianggap salah satu
kelemahannya, adalah stimulasi alat indra yang terbatas. Dalam
komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media
massa. Pada surat kabar dan majalah pembaca hanya melihat, pada radio
siaran dan rekaman auditif audience hanya mendengar, sedangkan pada
media telvisi dan film audience menggunakan indra penglihatan dan
pendengar.
g) Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung
Dalam dunia komunikasi komponen umpan balik atau yang lebih
populer disebut dengan feedback merupakan faktor penting dalam proses
komunikasi. Begitupula dengan komunikasi massa, efektivitas
komunikasi seringkali dibutuhkan guna mendapatkan feedback yang
disampaikan oleh komunikannya.

121
DAFTAR PUSTAKA
Ebersole dan Hess, 1994 dalam buku Perry Potter.2005
Cristanty, M., & Azeharie, S. (2016).Studi Komunikasi Interpersonal Antara
Perawat Dengan Lansia Di Panti Lansia Santa Anna Teluk Gong Jakarta. Jurnal
Komunikasi, 8(2), 170–178. Retrieved from https://journal.untar.ac.id
Mulyana Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosda Bandung
Muhith Abdul 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi
Sarfika Rika dkk 2018.Komunikasi Treapeutik dalam Keperawatan Padang Andalas
University Press
Muhith Abdul & Sandu Siyoto 2018.Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing &
HealthYogyakarta : Andi IKAPI
Anjaswarni, Tri.2016.Komunikasi Dalam Keperawatan.Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Anjaswarni, Tri.2016.Komunikasi Dalam Keperawatan.Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Muhith Abdul,dkk.2016.Pendidikan Keperawatan Gerontik.Yogyakarta: CV.Andi
Offset
Noorkasiani,dkk.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika
Perry&Potter.2005.Fundamental Keperawatan.Jakarta: EGC
Sarbini, Dwi dkk.2019.Gizi Geriatri.Surakarta:Muhammadiyah University Press
Sartika, Rika dkk.2018.Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik
Dalam Keperawatan.Padang: Andalas University Press
Kushariyadi, 2013. Intervensi (Stimulasi Memori) Meningkatkan Fungsi Kognitif
Lansia. Jurnal Ners, Vol.8 No. 2.
Abraham, C & Shanley, E, 1997.Psikologi Sosial untuk Perawat, Jakarta: EGC.
Solso, RL, Maclin, OH & Maclin, MK 2008, Psikologi Kognitif, Ed. 8,
Jakarta:Penerbit Erlangga.

Wade, C & Travis, C 2008, Psikologi, Jilid 2, Ed. 9, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hartley, A 2006, Changing Role of The Speed of Processing Construct in the
Cognitive Psychology of Human Aging. In J.E. Birren & K.W. Schaie (Eds.),
Handbook of the Psychology of Aging (6th ed., pp. 183-207).
Rizka Agustine W, 2015. Konsep dan Aplikasi Askep Pada Lansia Gangguan
Sensori (Pengelihatan dan Pendengaran): Dampak Pada Fungsi Normal.

Pudjiastuti, SS. 2003. Fisioterapi pada lansia. Jakarta:EGC.


Deddy Mulyana, 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Erdianto Elvinaro, Komala Lukiati, dan Karlinah Siti. 2007.Komunikasi Massa
(Suatu Pengantar edisi revisi). Bandung: Simbiosa Rekatama Media hal 9

122
Depari, Eduard dan Colin MacAndrews.1978. Penerapan Komunikasi Massa Dalam
Pembangunan. Yogyakarta: Gajahmada University Pres.

123
TOPIK 6

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA,


KELOMPOK DAN MASYARAKAT
Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.

Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial
akan saling berkomunikasi dan salingmempengaruhi satu sama lain dalam hubungan
yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda pula.
Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.Interaksi
manusia baik antara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi
tanpa komunikasi. Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar pribadianggota
keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai
perorangan , kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri. Seberapa jauh
komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia dan waktu yang diluangkan
dalam proses komunikasi sangat besar, timbul pertanyaan berapa banyak waktuyang
digunakan dalam proses komunikasi di dalam keseharian. Adapun bentuk kegiatan
komunikasi yang digunakan untuk menulis, untuk membaca, dan untuk berbicara
serta untuk mendengarkan orang lain berbicara, hal tersebut membuktikan bahwa
komunikasi sangatmemiliki peran yang penting dalam kehidupan sosial manusia,
dengan kata lain komunikasi telah menjadi jantung dari kehidupan kita.Komunikasi
amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya, banyak orang yang
salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola komunikasi yang
salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu. Melalui
keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan
mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola
tertentu. Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah
keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan
anggota lainnya,sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan
nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup.

Daftar Pustaka:
Riani, April Tutu. 2018. Komunikasi Keperawatan. Universitas Muhammadiyah
Malang
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. Grasindo

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik


Definisi komunikasi terapeutik dalam keperawatan adalah Pertukaran
informasi antara dua atau lebih manusia atau dengan kata lain pertukaran ide
dan pikiran (Kozier & Erb, 1995). Arti lain dari komunikasi adalah proses
pengoperan kambang yang memiliki arti diantara individu. Proses ketika
seseorang individu (komunikator) mengoper perangsang (biasanya lambang
Bahasa) untuk mengubah tingkah laku individu yang lain.
Komunikasi terapeutik adalah penggunaan komunikasi yang bertujuan
menciptakan hasil yang bermanfaat untuk pasien. Segala yang ditampilkan

124
atau diekspresikan, yang selalu menyertainya, menunjukkan karakteristik dari
komunikasi terapeutik (DeLaune & Ladner,2002). Ruesch (1961), istilah
komunikasi terapeutik merujuk pada tujuannya adalah untuk meningkatkan
kemampuan pasien untuk lebih fungsi. Selanjutnya komunikasi terapeutik
juga dapat memfasilitasi pembentukan hubungan perawat-pasien dan
memenuhi tujuan keperawatan. Komunikasi terapeutik membentuk koneksi
antara pasien dan perawat.

Daftar Pustaka:
Riani, April Tutu. 2018. Komunikasi Keperawatan. Universitas Muhammadiyah
Malang

2.2 Teknik Berkomunikasi


Menurut Pieter dkk (2017 : 6-7), komunikasi dalam praktik
keperawatan adalah upaya yang sistematis untuk memengaruhi secara positif
terhadap perilaku pasien (klien) yang berkaitan erat dengan kesehatan dan
tindakan (asuhan) keperawatan penyakit pasien (klien) yang
menggunakan prinsip-prinsip komunikasi.
Lebih lanjut Pieter dkk menjelaskan bahwa proses mempengaruhi
perilaku ini bersifat terapeutik, yakni pada usaha pertolongan, perawatan,
penyembuhan, dan mengedukasi pasien (klien). Kegiatan komunikasi dalam
praktik keperawatan berlangsung secara kolaborasi antara perawat dan
perawat, perawat dan dokter, perawat dan pasien (klien) serta keluarga pasien
(klien) secara profesional, bermoral, dan bertanggung jawab.

Dari sekian banyak pekerja medis yang terlibat dalam proses


komunikasi keperawatan, perawat adalah salah satu pekerja medis yang
selama 24 jam berinteraksi langsung dengan pasien.
Untuk itu, perawat dan pasien perlu menjalin komunikasi dan
hubungan sedemikian rupa agar menghasilkan komunikasi keperawatan yang
efektif. Komunikasi keperawatan dikatakan efektif apabila perawat
memahami dengan baik apa yang dirasakan oleh pasien.

 Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik

1. Mendengarkan Secara Aktif


Salah satu cara komunikasi multidisiplin dalam keperawatan adalah
mendengarkan secara aktif. Mendengarkan secara aktif adalah mendengarkan
dengan penuh perhatian apa yang disampaikan oleh pasien baik secara verbal
maupun nonverbal.
Ketika berbicara dengan pasien, perawat hendaknya menunjukkan
sikap terbuka, memandang atau menatap pasien, melakukan kontak mata,
menghindari gerakan yang tidak perlu, tubuh lebih dicondongkan ke arah
pasien, dan menganggukkan kepala saat pasien membutuhkan umpan balik
atau membicarakan hal yang dirasa sangat penting.

2. Memperlihatkan Sikap Menerima

125
Teknik dalam komunikasi keperawatan selanjutnya adalah
memperlihatkan sikap menerima. Sikap menerima adalah sikap bersedia
untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh pasien tanpa keraguan.
Ketika menerapkan teknik ini hendaknya perawat mengindari bahasa tubuh
dalam komunikasi yang menunjukkan ketidaksetujuan.

Sebaliknya, perawat hendaknya memperlihatkan sikap menerima


dengan cara menganggukkan kepala tanda setuju atau memahami apa yang
disampaikan oleh pasien, memastikan kesesuaian antara komunikasi
nonverbal dan komunikasi verbal, memberikan umpan balik verbal yang
menunjukkan pengertian, menghindari berdebat, mendengarkan tanpa
interupsi, dan menghindari setiap usaha untuk mengubah pikiran pasien.

3. Memberikan Pertanyaan yang Berkaitan


Teknik berikutnya yang diterapkan dalam komunikasi keperawatan
adalah memberikan pertanyaan yang berkaitan. Teknik ini bertujuan untuk
mencari informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan.
Ketika memberikan pertanyaan yang berkaitan, hendaknya perawat
hanya menanyakan satu pertanyaan dan menggali lebih dalam topik yang
ditanyakan tersebut sebelum beranjak ke topik selanjutnya. Memberikan
pertanyaan kepada pasien dapat dilakukan dengan pertanyaan terbuka
maupun tertutup.

4. Mengulang
Teknik mengulang dalam komunikasi keperawatan yang digunakan
perawat umumnya bertujuan untuk memberikan umpan balik kepada pasien
agar pasien mengetahui bahwa perawat memahami apa yang disampaikan
oleh pasien sehingga komunikasi dapat terus berlanjut.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengulang kembali apa yang
dikatakan oleh pasien dengan menggunakan kata-kata perawat
sendiri. Misalnya, pasien mengatakan, “Perut saya perih”. Perawat
menjawab, “Apakah Ibu memiliki sejarah sakit maag?”.

5. Klarifikasi
Teknik klarifikasi dalam komunikasi keperawatan adalah teknik yang
digunakan untuk mengecek kembali atau memeriksa apakah pasien benar-
benar memahami apa yang dibicarakan dengan tepat atau memahami lebih
baik lagi mengenai topik yang dibicarakan.
Teknik klarifikasi dalam komunikasi keperawatan dilakukan dengan
cara menyatakan kembali pesan yang ambigu atau tidak jelas oleh perawat
dengan tujuan mengklarifikasi makna yang dimaksud oleh pasien. Misalnya,
“Saya tidak paham dengan apa yang dimaksud dengan ‘lebih sakit dari yang
biasanya’, apa bedanya dengan sekarang?”

6. Memfokuskan
Teknik dalam komunikasi keperawatan berikutnya adalah
memfokuskan pembicaraan antara pasien dan perawat. Teknik ini dilakukan
dengan cara memberikan perhatian pada satu topik gagasan atau bahkan
hanya satu kata saja. Misalnya, “Pada skala 1 sampai 10, bagaimanakah rasa
sakit yang Anda alami di kaki Anda?”.

7. Merefleksikan

126
Teknik refleksi pertama kali diterapkan dalam komunikasi pendidikan
atau komunikasi pembelajaran terkait dengan interaksi antara guru dan
peserta didik.

Dalam komunikasi perawatan, teknik ini menitikberatkan pada


interaksi yang terjadi antara perawat dan pasien dan merupakan jalan untuk
memahami kepercayaan dan nilai-nilai pasien.
Tujuan teknik refleksi dalam komunikasi keperawatan adalah untuk
memberikan umpan balik kepada pasien dengan cara menyampaikan hasil
pengamatan perawat kepada pasien sehingga dapat diketahui pesan diterima
dengan baik oleh pasien. Misalnya, “Adik kok sedih?”.

8. Menyediakan atau Memberi Informasi


Memberikan informasi yang sesuai bagi pasien adalah salah satu
teknik atau cara komunikasi efektif dengan pasien. Teknik menyediakan atau
memberi informasi adalah teknik yang digunakan oleh perawat untuk
memberikan jenis-jenis informasi yang berkaitan atau sesuai dan sangat
penting dalam proses pengambilan keputusan, mengurangi kecemasan, dan
memberikan rasa aman bagi pasien.

9. Diam
Makna diam dalam komunikasi khususnya komunikasi keperawatan
mengacu pada waktu yang disediakan bagi perawat dan pasien untuk
mengamati satu sama lain, memikirkan apa dan bagaimana mengatakan
sesuatu, dan menyadari apa yang telah dikomunikasikan secara verbal.
Perawat handaknya memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpikir
dan mengekspresikan dirinya.

10. Mengidentifikasi Tema


Mengidentifikasi tema dalam komunikasi keperawatan adalah
membuat kesimpulan mengenai topik yang dibicarakan. Teknik ini bertujuan
untuk membantu pembahasan topik tertentu sebelum beranjak untuk
membahasa topik berikutnya. Biasanya teknik ini dilakukan sebelum
pembicaraan mengenai topik yang berkaitan dilanjutkan.

11. Memberikan Penghargaan


Teknik memberikan penghargaan kepada pasien dalam komunikasi
keperawatan adalah teknik yang diterapkan oleh perawat dengan
memperlihatkan perubahan yang terjadi pada pasien.

Penghargaan yang diberikan oleh perawat kepada pasien hendaknya


tidak menjadi beban tersendiri bagi pasien. Hal ini dimaksudkan agar pasien
tidak melakukan berbagai macam hal untuk memperolah pujian dari perawat.
Misalnya, “Selamat, ya. Bapak sudah pulih dan bisa pulang hari ini”.

12. Menawarkan Diri


Menawarkan diri merupakan salah satu contoh komunikasi
interpersonal dalam keperawatan. Menawarkan diri adalah teknik dalam
komunikasi keperawatan yang mengacu pada menyediakan diri kepada pasien
tanpa pamrih. Teknik ini dilakukan ketika pasien dirasa belum siap untuk
berkomunikasi dengan perawat secara verbal. Misalnya, “Saya ingin Ibu
merasa tenang”.

127
13. Memberi Kesempatan kepada Pasien untuk Memulai Pembicaraan
Teknik selanjutnya dalam komunikasi keperawatan adalah memberi
kesempatan kepada pasien untuk memulai pembicaraan. Melalui teknik ini
perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih topik
pembicaraan dan memulai pembicaraan. Misalnya, “Apakah Ibu ingin
menyampaikan sesuatu?”.

14. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan


Teknik menganjurkan kepada pasien untuk meneruskan pembicaraan
adalah salah satu teknik mendengarkan dengan aktif. Melalui teknik ini
perawat menganjurkan dan mengarahkan pasien untuk terus bercerita. Teknik
ini juga sekaligus menunjukkan bahwa perawat mengikuti apa yang
dibicarakan oleh pasien dan tertarik dengan apa yang disampaikan oleh
pasien. Misalnya, “Bagaimana kelanjutan ceritanya, Bu?”

15. Membuka Diri


Membuka diri atau self-disclosure adalah salah satu konsep penting
dalam teori penetrasi sosial yang diterapkan dalam komunikasi
interpersonal atau komunikasi antarpribadi maupun komunikasi keperawatan.
Membuka diri mengacu pada pengalaman pribadi tentang diri yang
dikemukakan kepada orang lain dengan tujuan untuk menemukan persamaan
dan perbedaan pengalaman masing-masing orang yang berkomunikasi.Dalam
komunikasi keperawatan, pertukaran pengalaman ini ditawarkan sebagai
bentuk ekspresi kesopanan dan kejujuran perawat kepada pasien.
Namun perlu dipahami pula bahwa teknik membuka diri perawat ini
harus dilakukan dengan sesuai dan relevan dengan pasien agar pasien juga
tetap fokus pada proses interaksi yang tengah berlangsung. Misalnya, “Hal itu
juga pernah terjadi padaku.Bahkan aku harus bertemu dengan konselor untuk
mengatasi masalah yang aku hadapi. Melakukan konseling sungguh sangat
membantuku. Bagaimanakah pendapat Anda mengenai konseling?”

16. Konfrontasi
Konfrontasi adalah salah satu teknik komunikasi dalam
konseling yang juga dapat diterapkan dalam komunikasi keperawatan. Teknik
komunikasi yang satu ini digunakan untuk membantu pasien agar lebih
memperhatikan ketidakkonsistenan dalam perasaan, sikap, kepercayaan, dan
perilakunya.
Teknik konformasi hanya digunakan setelah pasien memberikan
kepercayaan kepada perawat dan harus dilakukan secara baik, sopan, dan
peka. Misalnya, “Anda telah memutuskan apa yang akan dilakukan namun
Anda masih berbicara tentang berbagai pilihan yang Anda miliki”.

17. Menyimpulkan
Teknik dalam komunikasi keperawatan yang terakhir adalah
menyimpulkan. Yang dimaksud dengan menyimpulkan adalah
mengumpulkan seluruh informasi dari percakapan yang telah dilakukan
antara pasien dan perawat. Teknik ini merupakan teknik untuk membantu
pasien memahami apa yang telah dibicarakan

Daftar Pustaka:

128
Khalid. 2009. Teknik Berkomunikasi dalam Keperawatan. Stikes Banyuwangi

Anjaswari, Tri. 2016. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan

2.3 Pengertian Keluarga dan Kelompok


Lestari (2012) menjelaskan pengertian keluarga ditinjau dari tiga
sudut pandang, yaitu keluarga secara struktural, fungsional, dan
transaksional. Pengertian keluarga secara struktural didasarkan pada
kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orang tua, anak, dan
kerabat lainnya. Definisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi bagian
dari keluarga. Dari perspektif ini, Komunikasi dalam Keperawatan 81
dijelaskan bahwa keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of
procreation), sebaga asal usul (families of origin), dan keluarga batih
(extended family).

Pengertian keluarga secara fungsional menekankan pada terpenuhinya


tugastugas dan fungsi-fungsi psikososial meliputi perawatan, sosialisasi pada
anak, dukungan emosi dan materi, serta pemenuhan peran-peran tertentu.
Pengertian keluarga secara transaksional menekankan bahwa keluarga
sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku
yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa
ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan. Pengertian
kelompok, menurut De Vito (1997), adalah sekumpulan individu yang cukup
kecil untuk berkomunikasi dengan relatif mudah, yaitu para anggota saling
berhubungan satu sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki
semacam organisasi atau struktur di antara mereka. Kelompok
mengembangkan norma-norma atau peraturan yang mengidentifikasi apa
yang dianggap sebagai perilaku yang diinginkan bagi semua anggotanya.

Daftar Pustaka:
Anjaswari, Tri. 2016. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan

2.4 Karakteristik Kelompok dan Keluarga


Menurut R.M Iver dan C.H Page dalam Lestari (2012), Karakteristik
dan ciri-ciri suatu lembaga disebut sebagai berikut:
1. Hubungan batin dengan status perkawinan
2. Terbentuk Secara sengaja
3. Memiliki garis keturunan
4. Memiliki fungsi sistem ekonomi
5. Mempunyai fungsi produksi
6. Mempunyai tingkat tinggal bersama
Sementara itu, karakteristik kelompok sebagai berikut:

C. Interaksi sosial 2 orang atau lebih


D. Mempunyai pengaruh satu sama lain
E. Mempunyai struktuk anggota

129
F. Anggota mempunyai tujuan yang sama
G. Individu dalam kelompok saling mengenal

2.5 Fungsi Komunikasi dalam Keluarga dan Kelompok


Berdasarkan pengertian dan karakteristik keluarga dan kelompok,
merujuk dari DeVeto (1997), dapat dijelaskan fungsi komunikasi dalam
keluarga/kelompok sebagai berikut:

a. Pengembangan diri anggota dan kelompok


b. Penyelesaian masalah
c. Pengambilan keputusan
d. Pencapaian tujuan kelompok atau keluarga
d. Sarana belajar

Daftar Pustaka:

Anjaswari, Tri. 2016. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan

2.6 Bentuk Komunikasi Efektif Kelompok


Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatukelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan,
konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984).Michael Burgoon (dalam
Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai
interaksisecara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang
telah diketahui, seperti berbagiinformasi, menjaga diri, pemecahan
masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingatkarakteristik
pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi
kelompok diatas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap
muka, dan memiliki susunan rencana kerjatertentu umtuk mencapai tujuan
kelompok.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama
yang berinteraksi satusama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal
satu sama lainnya, dan memandang merekasebagai bagian dari kelompok
tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok
diskusi,kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang
tengah berapat untuk mengambil suatukeputusan. Dalam komunikasi
kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena
itukebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi
kelompok

2.7 Faktor-fakktor yang Mempengahi Komunikasi Kelompok


a. Ukuran kelompok: kelompok yang efektif mempunyai jumlah anggota
yang tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar

130
b. Tujuan kelompok: tujuan yang telah disepakati bersama akan mudah
dicapai karena semua anggota mempunyai tujuan yang sama
c. Kohesivitas anggota kelompok adalah penting karena menunjukkan
kekuatan dan kekompakkan kelompok untuk mencapai tujuan bersama
d. Jaringan komunikasi diperlukan untuk mendapatkan peluang dalam
mencapai tujuan bersama
e. Kepemimpinan kelompok diperlukan pemimpin yang bisa mengayomi
seluruh anggota, tidak berpihak, dan akomodatif sehingga bisa meningkatkan
kohesivitas kelompok.
Daftar Pustaka:

Anjaswari, Tri. 2016. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan

2.8 Ciri-ciri Komunikasi Keluarga


1) Keterbukaan

Adalah kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan pikiran,


perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Kita harus melihat bahwa diri
kita dan pembukaan diri yang akan kita lakukan tersebut diterima orang lain,
kalau kita sendiri menolak diri kita (self rejectimg), maka pembukaan diri
kita akan kita rasakan terlalau riskan. Selain itu, demi penerimaan diri kita
maka kita harus bersikap tulus, jujur, dan authentic dalam membuka diri.
Pada hakekatnya setiap manusia suka berkomunikasi dengan manusia lain,
karena itu tiap-tiap orang selalau berusaha agar mereka lebih dekat satu sama
lain. Faktor kedekatan atau proximity bisa menyatakan dua orang yang
mempunyai hubungan yang erat. Kedekatan antar pribadi mengakibatkan
seseorang bisa dan mampu menyatakan pendapat-pendapatnya dengan beban
dan terbuka. Keterbukaan di sini adalah bersikap terbuka dan jujur mengenai
perasaan/pemikiran masing-masing, tanpa adanya rasa takut dan khawatir
untuk mengungkapkannya. (Alo Liliweri, 1997 : 18)
2) Empati
Empati merupakan kemudahan dalam melakukan komunikasi yang
baik. Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak akan menjadikan
anak merasa dihargai sehingga anak akan merasa bebas mengungkapkan
perasaan serta keinginannya. Hal ini dapat dijalankan dengan membuat
komunikasi dalam keluarga sportif dan penuh kejujuran, setiap pernyataan
yang di utarakan realistis, masuk akal dan tidak dibuat-buat, selain itu
komunikasi di dalam keluarga harus diusahakn jelas dan spesifik, setiap
anggota keluarga benar-benar mengenal perilaku masing-masing, dan semua
elemen keluarga harus dapat belajar cara tidak menyetuji tanpa ada
perdebatan yang destruktif.
3) Dukungan
Untuk membangun dan melestarikan hubungan dengan sesama
anggota keluarga, kita harus menerima diri dan menerima orang lain.
Semakin besar penerimaan diri kita dan semakin besar penerimaan kita
terhadap orang lain, maka semakin mudah pula kita melestarikan dan
memperdalam hubungan kita dengan orang lain tersebut.

131
Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam mendukung
komunikasi keluarga, sehubungan komunikasi antar orang tua dengan anak-
anak.

a) Bersedia memberikan kesempatan kepada anggota keluarga yang lain


sehingga pihak lain berbicara.
b) Mendengarkan secara aktif apa yang dibicarakan pasangan bicara.
c) Mengajari anak-anak untuk mendengarkan.
d) Menyelesaikan konflik secara dini sehingga terjalin komunikasi yang baik
(Thomas Gordon dalam Farida Lestira 1991 : 5)
4) Perasaan positif

Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikir
positif tentang orang lain, sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka
kitapun akan menolak orang lain. Hal-hal yang kita sembunyikan tentang diri
kita, seringkali adalah juga hal-hal yang tidak kita sukai pada orang lain. Bila
kita memahami dan menerima perasaan-perasaaan kita, maka biasanya
kitapun akan lebih mudah menerima perasaan-perasaan sama yang
ditunjukkan orang lain. (Supratiknya, 1995 : 86)
5) Kesamaan
Sebuah komunikasi akan dikatakan sukses kalau komunikasi tersebut
menghasilkan sesuatu yang diharapkan yakni kesamaan pemahaman
perselisihan dan perbedaan paham akan menjadi sumber persoalan bila tidak
ditangani dengan bijaksana, sehingga memerlukan usaha-usaha komunikatif
antara anggota keluarga. Dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan maka
pemikiran harus dipusatkan dan ditujukan ke arah pemecahan persoalan,
supaya tidak menyimpang dan mencari kekurangan-kekurangan dan
kesalahan-kesalahan masing-masing. Oleh karena itu sebuah komunikasi
harus dilakukan secara konstruktif dan dengan dasar kasih sayang. Keakraban
dan kedekatan antara orang tua dengan anak-anaknya membuat komunikasi
dapat berjalan secara efektif dalam meletakkan dasar-dasar untuk
berhubungan secara akrab dan dekat. Kemampuan orang tua dalam
melakukan komunikasi akan efektif karena orang tua dapat membaca dunia
anaknya (selera, keinginan, hasrat, pikiran, dan kebutuhan).

2.9 Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga


a. Respect (Saling menghormati)
Syarat Pertama dalam berkomunikai adalah sikap menghargai setiap
individu yang menjadi sasaran pesn yang kita sampaikan. Rasa hormat dan
saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita
berkomunikasi dengan orang lain. Prinsipnya manusia ingin dihargai dan
dianggap penting.
Seorang ahli psikologi, William James,juga mengatakan bahwa
“Prinsip paling dalam pada sifat manusia adalah kebutuhan untuk dihargai.”
Dia mengatakan ingin sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Ini
adalah suatu rasa lapar manusia yang tidak terperikan dan tergoyahkan.

132
b. Empathy (Empati)

Empati adalah perhatian dan kasih yang diwujudkan melalui tindakan.


Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi
atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.
Secara khusus covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan
sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu
kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti. Inilah yang
disebutnya dengan komunikasi empatik.
Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita
dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam
membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa simpati akan
memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan dengan cara dan sikap
yang akan memudahkan penerima pesan menerimanya.
c. Audible (Dapat didengarkan)

Makna dari audible adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan


baik. Jika empati kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Dalam komunikasi personal
hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat
diterima oleh penerima pesan.
d. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan dari pesan itu sendiri Sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti
keterbukaan dan transparansi.
e. Humble (Rendah Hati)
Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk
membangun rasa membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari
oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Pada intinya adalah sikap yang penuh
melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak
sombong dan tidak memandang rendah pada orang lain, berani mengakui
kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri serta
mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

Daftar Pustaka:
Endra, Febri. 2019. Pendekatan Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga. Sidoarjo:
Zifatama Jawara

2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga


a. Citra diri dan citra orang lain
Citra diri atau merasa diri, maksudnya sama saja. Ketika orang
berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, dua mempunyai citra diri

133
dia merasa dirinya sebagai apa dan bagaimana. Setiap orang mempunyai
gambaran-gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya, dan
kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa danbagaimana ia
bicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana
penilaiannya terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya. Dengan kata
lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri,
citra orang lain juga mempegaruhi cara dan kemampuan orang
berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran tentang khas bagi dirinya.
Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia yang lemah,
ingusan, tak tahu apa-apa, harus diatur, maka ia berbicara secara otoriter.
Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap
melengkapi . perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dan cara
komunikasi.
b. Suasana psikologis

Suasana psikologis diakui memperngaruhi komunikasi Komunikasi


sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung marah, merasa
kecewa, merasa iri hati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
c. Lingkungan fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan
gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga
berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan
ini berbeda. Suasana dirumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah
bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam
masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus di taati,
maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
d. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat
penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh
pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola
komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang
membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e. Etika Bahasa

Dalam komunikasi verbal orang tua anak pasti menggunakan bahasa


sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa
yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat
mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain
kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek
yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut
untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan
komunikasi.
f. Perbedaaan usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa
berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara.
Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada. Mereka
mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.

134
EVALUASI
5. Jelaskan apa pengertian dari komunikasi terapeutik dalam keperawatan itu?
Jawaban: Komunikasi terapeutik dalam keperawatan adalah
Pertukaran informasi antara dua atau lebih manusia atau dengan kata
lain pertukaran ide dan pikiran (Kozier &Erb, 1995).
6. Berikut ini adalah contoh teknik berkomunikasi yang benar...
a. Mendengarkan secara aktif
b. Memperlihatkan sikap menerima
c. Memberikan pertanyaan yang berkaitan
d. Klarifikasi
e. Semua benar
7. Sebutkan karakteristik dan ciri-cirisuatulembaga menurutR.M Iver dan C.H
Page dalam Lestari (2012)!
Jawaban:
 Hubunganbatin dengan status perkawinan
 Terbentuk Secara sengaja
 Memilikigarisketurunan
 Memiliki fungsi sistem ekonomi
 Mempunyai fungsi produksi
 Mempunyaitingkattinggalbersama
8. Berikut ini fungsi komunikasi dalam keluarga/kelompok, kecuali...
d. Penambahan masalah
e. Penyelesaianmasalah
f. Pengambilankeputusan
g. Pencapaiantujuankelompokataukeluarga
h. Saranabelajar
9. Komunikasi kelompok menurut Anwar Arifin (1984) adalah...
Jawaban: Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung
antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam
rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya.

10. Ciri-ciri komunikasi keluarga adalah:


J. Simpati
K. Mewadahi
L. Tercukupi
M. Keterbukaan
N. Tertutup
11. Sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan merupakan hukum komunikasi yang efektif...
e. Empati
f. Respect
g. Audible
h. Clarity
i. Humble
12. Kemampuan kita untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain, pada hukum komunikasi efektif...
a. Audible
b. Clarity
c. Humble
d. Respect
e. Empati

135
136
BAB III

PENERAPAN KOMUNIKASI PADA SETIAP TAHAP PROSES


KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN FISIK, JIWA DAN
BERKEBUTUHAN KHUSUS
PENDAHULUAN

137
TOPIK 1

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN DENGAN


MASALAH FISIK
Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep

1. Komunikasi pada klien dengan Ventilator


1.1 Pengertian Ventilator
Ventilator adalah alat bantu pernapasan yang berperan penting dalam
proses ventilasi agar mempertahankan fungsi pernapasan. Alat ini
diperlukan dalam jangka pendek, misalnya operasi pada anestesi umum,
karena obat-obatan anestesi yang mengganggu pernapasan. Ventilator
digunakan sebagai alat bantu pernapasan pasien selama operasi untuk
memastikan pasien bernafas normal. Ventilator dapat digunakan pada
jangka panjang, seumur hidup, sesuai keadaan pasien tersebut. Namun,
ventilator bukanlah suatu alat yang digunakan dalam terapi terhadap
penyakit maupun keadaan patologis.
Ventilator merupakan suatu alat bantu pernapasan dengan tipe ventilasi
mekanik yang digunakan untuk memberikan bantuan napas dengan
memberikan tekanan udara positif di paru-paru dalam jalan napas buatan
untuk menunjang fungsi pernapasan. Ventilasi mekanik merupakan suatu
alat “wajib” yang harus tersedia di unit perawatan intensif (ICU).

1.2 Tujuan Pemasangan Ventilator


Tujuan dari pemasangan ventilator, yaitu:
a. Meningkatkan kenyamanan pasien saat bernapas
b. Membantu pernapasan bagi pasien yang kehilangan kemampuan
untuk bernapas sendiri
c. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi

1.3 Indikasi Pemasangan Ventilator


Indikasi dari pemasangan ventilator, yaitu:
a. Digunakan selama operasi berlangsung
Pasien yang diberikan anestesi umum dalam operasinya, kemudian
dihubungkan dengan ventilator selama operasi, karena obat-obatan
anestesi menganggu dalam pernapasan normal, Maka dari itu,
ventilator sangat membantu pasien untuk bernapas secara normal.
b. Pada kerusakan fungsi pernapasan.
Penggunaan ventilator ini yang digunakan pada pasien dengan
penyakit maupun kondisi yang dapat mennggangu napas pasien,
walaupun pasien bisa bernapas mandiri namun tetap dipasangkan
ventilator untuk mempermudah jalan napas pasien.
c. Adanya ventilasi yang tidak adekuat atau pasien dengan gagal napas
d. Sepsis
e. Hiperventilasi dengan tekanan intracranial yang meningkat
Adapun indikasi medis lainnya dalam pemasangan ventilator, yaitu
a. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit
b. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 (tekanan parsial
oksigen) kurang dari 70 mmHg.
c. PaCO2 (tekanan parsial karbondioksida) lebih dari 60 mmHg.
d. AaDO2 dengan O2 100% hasilnya lebih dari 350 mmHg.
e. Kapasitas vital kurang dari 15ml/Kg berat badan.

138
1.4 Tipe-tipe Ventilator
Tpe-tipe dari ventilator, yaitu:
a. Ventilasi bertekanan negatif
Mekanisme penggunaannya yaitu, pasien dimasukkan dalam sebuah
silinder yang memiliki tekanan udara sub-atmosfer (tekanan negatif)
yang menyebabkan dada bergerak mengembang serta tekanan jalan
napas menjadi negatif. Jadi, sistem kerja dari ventilator tipe ventilasi
mekanik yaitu mengeluarkan tekanan negatif di dada eksternal.
Saat pasien yang bernapas spontan, tekanan negatif yang tercipta dari
rongga pleura melalui otot pernapasan, sehingga gradien tekanan yang
tercipta di antara tekanan atmosfer dan tekanan dalam toraks akan
menghasilkan aliran udara yang bergerak ke dalam paru-paru.
Ventilator jenis ini, udara akan ditarik secara mekanik agar
membentuk ruang vakum di dalam tangki, yang mengakibatkan
tekanan menjadi negatif. Tekanan negatif ini yang menyebabkan
ekspansi dada, yang berakibat menurunnnya tekanan intrapulmoner
sehingga dapat meningkatkan aliran udara ke dalam paru-paru. Saat
vakum dilepaskan, tekanan di dalam tangki berubah menjadi sama
dengan tekanan di sekitarnya, sehingga mengakibatkan ekhalasi pasif
dada dan paru-paru.
Alat ini memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu: tidak perlu
memasang pipa endotrakea serta ukuran dari alat ini yang sangat besar
sehingga menyebabkan volume dalam 1 menit menjadi tidak pasti dan
sulit dalam merawat klien. Penggunaan dari ventilasi bertekanan
ngatif ini tidak cocok dengan pasien yang kondisinya tidak stabil atau
pasien yang bergantung dengan perubahan ventilasi yang sering. Alat
jenis ventilasi ini kurang penerapannya pada klinik-klinik tertentu.
b. Ventilasi bertekanan positif (Positive Pressure Ventilation)
Ventilator bertipe ini dapat memberikan tekanan positif diatas tekanan
atmosfer, yang menyebabkan dada dan dan paru dapat mengembang
ketika pasien melakukan inspirasi. Pada tahap akhir dari inspirasi,
tekanan berubah menjadi sama dengan tekanan atmosfer sehingga
udara menhembus keluar secara pasif di tahap ekspirasi. Ketika
ventilasi bertekanan positif, inflamasi paru-paru diperoleh bertahap
dengan mengalirkan tekanan positif ke saluran napas bagian atas
melalui masker ketat (ventilator non-invasif) atau dapat melalui
endotrakeal tube atau trakeostomi.
Ventilasi bertekanan positif memiliki kelemahan utama yaitu,
perubahan rasio ventilasi-perfusi, yang berefek pada peredaran darah
sehingga dapat merugikan. Ventilasi ini dapat meningkatkan ruang
mati fisiologis, akibat aliran gas yang secara khusus dialirkan pada
bagian paru paru yang lebih taat, daerah yang nondependent, di lain
sisi, alirang darahlah yang mengisi pada daerah paru-paru dependen.
Penurunan curah jantung diakibatkan oleh penuruanan aliran balik
vena ke jantung karena peningkatan tekanan intra toraks, barotrauma
terkait dengan paparan secara berulang di puncak tekanan inflasi. Di
sisi lain, volutratama berkaitan dengan pengurangan mengembangnya
kembali paru-paru normal maupun patologis.

1.5 Teknik dalam Berkomunikasi Terapeutik pada pasien dengan


Pemasangan Ventilator
Teknik komunikasi terapeutik pada pasien dengan pemasangan ventilator,
yaitu:
a. Bertanya

139
Dengan bertanya akan mendorong klien untuk menyampaikan
perasaan dan pikiran. Teknik ini sering dimanfaatkan dalam fase
orientasi. Pertanyaan yang disampaikan dalam teknik bertanya saat
berkomunikasi, yaitu:
1. Pertanyaan Fasilitatif dan Nonfasilitatif
Pertanyaan Fasilitatif digunakan pada klien saat bertanya, perawat
dapat menunjukkan sikap sentitif pada pikiran dan perasaan klien.
Karena pertanyaan tersebut menyangkut masalah klien.
Pertanyaan Nonfasilitatif merupakan pertanyaan yang tidak
relevan, karena pertanyaannya yang tidak memfokuskan pada
topik permasalahan klien, dan adanya ancaman serta tampak
kurang memberikan kenyamanan terhadap klien.
2. Pertanyaan Terbuka dan Pertanyaan Tertutup
Pertanyaan terbuka disampaikan jika perawat perlu jawaban yang
spesifik serta mendalam dari klien, perawat memperoleh informasi
atau tanggapan yang lebih banyak dari klien mengenai perilaku
klien, pertanyaan tersebut diwaali dengan penggunaan kata tanya
yang dapat memberikan jawaban yang mendalam, dengan kata
“apa” serta “bagaimana”.
Pertanyaan tertutup dimanfaatkan jika perawat ingin memperoleh
jawaban yang ringkas.
b. Mendengarkan
Mendengar adalah dasar utama dalam komunikasi terapeutik.
Mendengarkan merupakan proses aktif dan menerima informasi
seseorang serta penerjemahan reaksi seeorang dari pesan yang
didapat.
c. Melihat secara aktif
Penglihatan merupakan pusat perhatian nonerbal yang dikemukakan
oleh klien. Walaupun keterbatasan kemampuan dalam berbicara,
pasien masih dapat berkomunikasi dengan perawat. Oleh karena itu,
sarana media komunikasi sangat diperlukan, seperti, gambar-gambar,
kartu, kertas, pulpen. Komunikasi juga dapat direalisasikan dengan
bahasa isyarat, dengan gerakan tangan.
d. Berbagi empati
Perawat menerima dan memahami posisi klien dan merasakan apa
yang dirasakan oleh klien.
e. Membagi persepsi
Perawat perlu menunjukkan emosi dengan mengobservasi, paham
akan perasaan klien, mendorong komunikasi, tidak
mempermasalahkan ekspresi perasaan “negatif”yang ditunjukkan
klien, mempraktekan ekspresi emosional diri yang sehat kepada klien,
contoh, perawat menanyakan kepada pasien yang murung.
f. Memberi informasi
Menginformasikan sesuatu hal merupakan penyuluhan kesehatan
yang baik kepada klien, teknik yang memudahkan perawat dalam
pemberian edukasi terkait kesehatan kepada klien, aspek yang terkait
dengan perawatan pada klien, serta proses pemulihan pada klien.
Teknik ini berbeda dengan teknik advice. Teknik ini hanya
memberitahukan klien terkait informasi, sedangkan klien berperan
dalam pengambilan keputusan.
g. Mengklarifikasikan tujuan
Klarifikasi merupakan pembuktian kebenaran terkait kejadian nyata
yang dialami klien dengan mengecek kejadian yang benar-benar
terjadi pada klien atas informasi klien. Klarifikasi dilakukan dengan
mereka ulang kejadian dengan memberi kesempatan pada klien untuk

140
menjelaskannya dengan mengatakan, “Mohon maaf, saya masih
kurang mengerti terkait apa yang bapak sampaikan tadi, mohon bapak
memperjelasnya kembali?.
h. Fokus
Teknis fokus yang bermanfaat untuk memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengutarakan inti permasalahan dan pengarahan
komunikasi terhadap klien untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu,
focussing tidak membahas topik pembicaraan yang tidak jelas dan
pengalihan topik. Teknik focusing dapat digunakan saat fase kerja.
Teknik ini mampu memecahkan masalah pembicaraan yang berbelit-
belit.
i. Menyimpulkan
Menyimpulkan terjadi di akhir percakapan dan bermanfaat saat fase
terminasi pada hubungan perawat dan klien. Menyimpulkan
merupakan intisari singkat yang ditarik dari suatu interaksi untuk
memperoleh kepastian.

2. Komunikasi pada klien dengan Imobilisasi


2.1 Pengertian Imobilisasi
Imobilisasi merupakan kurang mampunya klien untuk menggerakkan
tubuhnya secara leluasa dapat disebabkan oleh faktor tertentu atau
dibatasi secara terapeutik. Imobilisasi adalah suatu keadaan yang relatif.
Artinya, seeorang tidak hanya kehilangan daya geraknya total, namun,
dapat mendapatkan penurunan dari aktivitas normal klien.
Gangguan mobilitas fisik (mobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika
individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik.
Perubahan pada tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik
selama penggunaan alat bantu eksternal (mis Gips, atau traksi rangka),
pembatasan gerakan volunteer, atau kehilangan fungsi motorik.
Jika ditemukan perubahan mobilisasi, maka tubuh mengalami gangguan.
Tingkat keparahan gangguan tersebut disebabkang oleh umur klien,
kondisi kesehatan yang menyelururh, dan tingkat imobilisasi yang klien
alami. Contohnya, perkembangan pengaruh imobilisasi pada lansia yang
menderita penyakit kronik lebih cepat daripada klien yang berusia muda.
Imobilisasi dapat mempengaruhi fungsi metabolik normal, yaitu laju
metabolik, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, keseimbangan
cairan dan elektrolit, serta ketidakseimbangan kalsium dan gangguan
pencernaan. Klien imobilisasi dapat mengalami sirkulasi volume cairan
yang menurun, pengumpulan darah pada ekstermitas bawah, dan
penurunan respon otonom. Faktor tersebut menyebabkan penurunan
aliran pembuluh balik vena, yang diikuti penurunan curah jantung yang
terlihat pada penurunan tekanan darah. Penurunan mobilisasi dan gerakan
menyebabkan muskoloskeletal mengalami kerusakan, berupa perubahan
patofisiologi yang utamanya yaitu atrofi. Atrofi merupakan respon
terhadap suatu penyakit dan perubahan tubuh dimana terjadi penurunan
aktivitas harian, yaitu respon imobilisasi serta tirah baring. Penurunan
stabilitas yang disebabkan oleh daya tahan yang melemah, penurunan
massa otot, atrofi serta kelainan sendi yang aktual. Sehingga pasien tidak
bisa bergerak secara leluasa yang dapat berisiko jatuh. Imobilisasi dapat
mengakibatkan dua perubahan pada skelet: gangguan metabolisme
kalsium serta kelaian sendi, karena ilobilisasi mempengaruhi terhadap
resorpsi tulang, oleh karena itu, jaringan tulang kepatannya yang kurang
serta osteoporosis.

141
2.2 Teknik Komunikasi Terapeutik dengan Pasien Imobilisasi
1. Bertanya
Bertanya adalah teknik yang menyebabkan klien mengutarakan
perasaan serta pikirannya. Teknik ini dapat dijumpai pada tahap
orientasi.
2. Mendengarkan
Mendengarkan merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik.
Mendengar termasuk proses aktif serta dinamis, dimana perawat
mengerahkan kemampuannya dalam mendalami serta menyimak
ucapan verbal maupun nonverbal klien.
3. Mengulang
Mengulang berarti menelaah kembali pikiran yang telah ditunjukkan
oleh klien. Hal tersebut membuat perawat mendengarkan,
memvalidasi, menguatkan, serta mengembalikan perhatian klien pada
sesuatu yang dibicarakan oleh klien.
4. Klarifikasi
Berisi kepastian yang bisa dibuktikan oleh klien
5. Refleksi
Refleksi merupakan meninjau kembali ide, perasaan, pertanyaan dan
isi pembicaraan klien. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk memvalidasi
pengertian perawat terhadap ucapan klien, serta menempatkan empati,
minat, dan penghargaan kepada klien. Teknik refleksi meliputi
refleksi isi serta refleksi perasaan.
6. Memfokuskan
Teknis fokus yang bermanfaat untuk memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengutarakan inti permasalahan dan pengarahan
komunikasi terhadap klien untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu,
focussing tidak membahas topik pembicaraan yang tidak jelas dan
pengalihan topik. Teknik focusing dapat digunakan saat fase kerja.
Teknik ini mampu memecahkan masalah pembicaraan yang berbelit-
belit.

7. Diam
Teknik diam dimanfaatkan dalam memberi kesempatan dalam
menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh perawat. Diam dapat
memberikan ketenangan antara kedua belah pihak, yaitu perawat dan
klien. Teknik ini berbeda dengan teknik mendengarkan. Pada teknik
diam, perawat memberikan kelonggaran terhadap klien untuk
memikirkan terkait apa yang akan klien bicarakan kepada perawat.
8. Memberi informasi
Menginformasikan sesuatu hal merupakan penyuluhan kesehatan
yang baik kepada klien, teknik yang memudahkan perawat dalam
pemberian edukasi terkait kesehatan kepada klien, aspek yang terkait
dengan perawatan pada klien, serta proses pemulihan pada klien.
Teknik ini berbeda dengan teknik advice. Teknik ini hanya
memberitahukan klien terkait informasi, sedangkan klien berperan
dalam pengambilan keputusan.
9. Mengubah cara pandang
Teknik mengubah cara pandang dimanfaatkan dalam penyampaian
cara pandang lain sehingga klien melihat masalah dari sisi lain yang
negatif. Teknik ini sangat ampuh, saat klien memikirkan hal negatif.
10. Eksplorasi
Teknik ini digunakan dalam pencarian serta penggalian yang lebih
dalam terkait masalah yang menimpa klien. Teknik ini bermanfaat

142
dalam pengambaran secara detail terkait masalah yang menimpa
klien.
11. Membagi persepsi
Membagi persepsi yaitu penyampaian pendapat klien terkait sesuatu
hal yang dirasakan serta dipikirkan oleh perawat. Teknik ini
dimanfaatkan saat perawat merasa serta melihat perbedaan respon
verbal serta respon nonverbal klien.

12. Menyimpulkan
Menyimpulkan yaitu teknik komunikasi yang membuat perawat
mendalami serta bereksplorasi terhadap interaksi dari perawat-klien.
Teknik ini membuat perawat serta klien memiliki persamaan ide serta
pikiran di akhir pertemuan.

3. Komunikasi pada klien Disorientasi


3.1 Pengertian Disorientasi
Disorientasi merupakan kehilangan daya dalam mengenal lingkungan,
waktu, tempat, serta orang. Disorientasi berasal dari dua kata, yaitu “dis”
yang artinya masalah, gangguan atau kegagalan dan orientasi. Orientasi
yakni pengenalan terhadap lingkungan, waktu, serta orang. Kegagalan
atau masalah bisa bersifat parsial, spasial maupun total. Orang sering
beranggapan disorientasi sebagai “kebingungan”. Kebingungan
merupakan gejala yang dapat dialami dari kondisi ringan hinga parah.
Seseorang yang bingung susah untuk memecahkan permasalahan. Mudah
mengantuk, hiperaktif, atau cemas merupakan gejala awal. Pada kasus
berat, orang dapat berhalusinasi, paranoid, delirium (mengigau). Apabila
seseorang mengalami disorientasi, pemikiran mereka tidak sejalan dan
tidak bisa menempatkan diri mereka dengan benar dalam hal waktu,
lokasi, serta identitas dirinya. Seseorang tersebut dapat dikatakan
memiliki gangguan keehatan secara fisik, mental serta sosial. Artinya,
seseorang yang terkena disorientasi memilliki salah satu ciri orang
gangguan jiwa.
Disorientasi merupakan kebingungan mengenai waktu, tempat, atau
identitas pribadi, kemampuan bicara, tingkah laku yang kacau dan
seseorang sering tidak bisa menjawab pertanyaan tentang waktu, tanggal,
lokasi berada sekarang, nama, atau alamat. Biasanya akibat cedera
kepala, keracunan, atau kelainan otak kronis, seperti demensia.Terkadang
terjadi akibat somatisasi (penyakit psikologis), terlihat kebingungan dan
igauan.

3.2 Teknik Komunikasi Terapeutik dengan Pasien Disorientasi


Teknik komunikasi terhadap pasien disorientasi, yaitu:
1. Menjalin hubungan saling percaya
2. Mengingatkan terhadap sesuatu yang membuat dirinya lupa dengan
memberikan catatan maupun rekaman percakapan
3. Bersikap sabar dalam mendampingi pasien dengan pikiran serta
perasaannya
4. Membantu pasien untuk mengemukakan pikiran serta perasaaanya
5. Mengawali kontak terhadap orang terdekat pasien
6. Mendukung pasien dalam berinteraksi terhadap orang lain, melibatkan
dalam aktivitas kelompok supaya pasien dapat mengingat kejadian
yang berulang seperti interaksi sosial

143
7. Membiasakan pelafalan nama pasien, anggota keluarga pasien, tempat
yang dihuni pasien saat ini, dan kapan agar menguatkan ingatan
pasien.
8. Membiasakan pasien untuk bertemu secara teratur terhadap orang
terdekat termasuk perawat

144
EVALUASI
1. Dibawah ini adalah indikasi pemasangan ventilator
- PPOK
- Aspirasi
- Overdosis obat
- Gangguan psikis
Jawab : A. 123
2. Dibawah ini tekik komunikasi yang di terapkan pada pasien dengan pemasangan
ventilator, kecuali..
 Mendengarkan
 Membagi Persepsi
 Fokus
 Diam
 Mengklarifikasi Tujuan

3. “Imobillisai berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi


kurang padat, dan terjadi osteoporosis”. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh
A. Perry & Potter
B. Leuwis Thom J.
C. Sunaryo
D. Rahardian K.S
E. Holm
4. Teknik mengubah cara pandang (reframing) ini digunakan untuk…

O. Memberikan Cara Pandang Positif Terhadap Suatu Masalah


P. Kesimpulan Perawat
Q. Pandangan Masa Depan Pasien
R. Cara Pandang Pada Pasien
S. Memberi Harapan Pada Pasien
5. Kemampuan unntuk memahami dan menerima reaalita seseorang, merasakan
perasaan dengan tepat tanpa harus hanyut dalam suasana disebut juga dengan teknik..
 Berbagi Persepsi
 Berbagi Empati
 Fokus
 Menyimpulkan
 Mendengarkan
6. Salah satu teknik komunikasi terapeutik pada pasien dengan pemasangan
ventilator adalah menyimpulkan. Tujuan dari teknik menyimpulkan adalah..
H. Untuk memastikan telah terbentuknya pemahaman klien
I. Untuk memberikan kepuasan pada akhir percakapan dan sangat
berguna pada fase terminasi dari hubungan perawat dan klien
J. Untuk memusatkan perhatian secara nonverbal yang di sampaikan klien
K. Untuk memfokuskan perhatian dari unsur penting suatu pesan
L. Untuk menerima realita seseorang merasakan perasaan dengan tepat.
7. 1. Mengalami Depresi

2. Harga Diri Rendah


3. Percobaan Bunuh Diri

145
4. Mengalami Kecemasan

Dari pernyataan diatas, manakah yang termasuk manfaat dari penggunaan teknik
reframing?

i. 1,2,3
j. 1 dan 3
k. 2 dan 4
l. 4 saja
m. Semua benar/salah

8. Perawat membantu klien mengekspresikan emosi dengan melakukan observasi,


mengetahui peraaan, mendorong komunikasi, mengijinkan pengekspresian perasaan
negatif, dan memberi contoh ekspresi emosional dari yang sehat. Pernyataan tersebut
merupakan teknik komunikasi terapeutik dengan imobilisasi yang disebut teknik…
7. Mendengarkan
8. Fokus
9. Membagi persepsi
10. Mengubah cara pandang
11. Mengklarifikasi tujuan

9. klien : “Saya hamper tidak pernah bisa rileks karena begitu sampai dirumah
sepulang dari tempat kerja, anak saya selalu meminta diantar kemanapun dia ingin
pergi, padahal setelah dokter menyarankan utnuk membeli krek saya langsung
membelikan untuk anak saya, tetapi dia tidak mau memakainya. Perawat : “ Dari
pembicaraan ibu saya menangkap bahwa anak ibu menginginkan banyak perhatian
dari ibu”.
Dialog di atas menunjukan salah satu teknik komunikasi..
 Mendengarkan
 Fokus
 Reframing
 Membagi persepsi
 Melihat

10. Indikasi utama bantuan ventilasi adalah adanya atau mengancamnnya kegagalan
pernapasan. Dibawah ini yang merupakan bantuan kondisi untuk dilakukannya
ventilassi adalah…kecuali
j. PPOK ( penyakit paru Obstruksi kronis)
k. Pneumonia
l. Syock kardiogenik
m. Bedah Syaraf
n. ASMA

146
DAFTAR PUSTAKA
.
Yani AF Bastian.2016. Pengalaman Pasien yang Pernah Terpasang Ventilator.VOL
(4). NO (1). http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/view/141
Kasiati, Ni Wayan Dwi Rosmalawati. 2016. Keperawatan Dasar Manusia 1:Jakarta
Selatan.
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktek, VOL 1, E/4. Jakarta: EGC
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik : Teori Dan Praktik.Jakarta : EGC
Kindsley Dorling. BMA Ilustrated Medical Dictionary.2016, UK. DK Publishing.

Uripni Christina Lia,dkk. 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.


Marreli, T.M.2007. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
West, John B.2010. Ptofisiologi Paru Esensial. Jakarta: EGC.
Marreli, 2008.Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Huda, Amin,dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis. Nanda. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Ane Herfira, Lucy Pujasari Supratman. 2017. Komunikasi Terapeutik Clinical
Instructor Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.VOL (1):
NO(2).http://journal.unpad.ac.id/manajemen-komunikasi/article/view/11697
Luh Pradnya Ayu Dewantari & dr.I Ketut Nadia, Sp. An,KAKV. 2017. Aplikasi
alatBantu Napas Mekanik. Denpasar
Indri Putri Dyah. 2016. Makalah Komunikasi Terapeutik pada Pasien dengan
Pemasangan ventilator, Imobilisasi, dan Disorientasi. Akademi Keperawatan
William Booth Prograam Studi D3 Keperawatan Surabaya.
Puruhito. 2016. Buku Ajar Primer : Ilmu Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular.
Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya : Airlangga University Press.

Dr. dr. Muhammad Astiwara Endy, MA, AAIJ, CPLHI, ACS, FIIS, ASPM, CRGP.
2018. Fikih Kedokteran Kontemporer. Jakarta Timur. Pustaka al- Kautsar.

147
TOPIK 2

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN GANGGUAN


JIWA
Titik Sumiatin, S.Kep, Ns.,M.Kep

A. Definisi
Gangguan jiwa adalah dimana seseorang mengalami gangguan dalam
pikiran,perilaku, dan perasaan yang terwujud dalam bentuk sekumpulan gejala
atau perubahan perilaku yang bermakna, dan dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia ( UU.RI No.18,
2014)
Gangguan jiwa adalah pola perilaku individu yang berkaitan dengan suatu
gejala penderitaan dan pelemahan didalam satu atau lebih fungsi penting
manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, dan biologik. Gaangguan tersebut
mempengaruhi hubungan antara dirinya sendiri dan mempengaruhi terhadap
masyarkat.
Ciri dari gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Mengurung diri.
b. Tidak kenal orang lain.
c. Marah tanpa sebab.
d. Bicara kacau.
e. Tidak mampu merawat diri.
f. sedihtanpasebab

B. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa.


1. Normal dan Abnormal
Abnormal artinya“ menyimpangdari yang normal”. abnormal
merupakansuatu norma, dan seseorang tersebut telah menyimpang
dari batas-batas norma. Kemudian normal yang memilikiartisesuatu
yang sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah
2. Gangguan kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan individu dalam mengadakan
pembatasan terhadap lingkungannya serta dengan dirinya sendiri
(melalui panca inderanya). Kesadaran menurun adalah suatu keadaan
dengan kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang
berkurang secara keseluruhan (secara kwantitatif).
3. Ganggauan Proses Berpikir
Proses berfikir meliputi proses pertimbangan, pemahaman, ingatan
serta penalaran.
4. Gangguan Ingatan
Ingatan merupakan kesanggupan dalam menyimpan, mencatat atau
memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ini terdiri dari
pencatatan, pemangilan data dan penyimpanan data
5. Gangguan Psikomotor
Psikomotor merupakan gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan
jiwa, contohdarigangguaniniyaitu :
Kelambatan: secara umum gerakan dan reaksi menjadi lambat :
1. Hipokinesia, hipoaktivitas ; gerakan atau aktivitas berkurang;
2. stupor katatonik : reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang;

148
gerakan dan aktivitas menjadi sangat lambat, sehingga kelihatan
seperti si pasien sama sekali tidak memperhatikan lingkungannya.
3. Katalepsi : mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu, juga
bila hendak diubah oleh orang lain;
4. Flexibilitas serea : mempertahankan posisi badan yang dibuat
padanya oleh orang lain
Peningkatan : aktivitas dan reaksi umum meningkat :
1. Hiperkinesia, hiperaktivitas : pergerakan atau aktivitas yang
berlebihan ;
2. Gaduh gelisah katatonik : aktivitas motorik yang kelihatannya tidak
bertujuan yang berkali-kali dan seakan-akan tidak dipengaruhi oleh
rangsang luar
6. Gangguan emosi/perasaan
Perasaan dan emosi merupakanreaksispontan manusia yang bila tidak
diikuti perilaku. Perasaan berupa perasaan emosi normal berupa
perasaan positif (gembira, bangga, cinta, kagum dan senang).
Perasaan emosi negatif berupa cemas, marah, curiga, sedih, takut,
depresi, kecewa, kehilangan rasa senang dan tidak dapat merasakan
kesenangan
7. Gangguan presepsi
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang
dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses hubungandan
interaksidari macam-macam rangsangan yang masuk.
8. Gangguan kemauan/dorongan kehendak
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu
diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan.
9. Gangguan pola hidup
Mencakup gangguan dalam hubungan manusia dan sifat dalam
keluarga, pekerjaan dan masyarakat. Orang yang
mengalamigangguanjiwamerasadirinyasepertidirugikan, dikecewakan,
diabaikan. Padaumumnya orang-orang yang
mengalamigangguanjiwamengacupadapikiran yang selalu negative
terhadaplingkungansosial.
10. Gangguan kepribadian
Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan
perasaan yang sering digunakan oleh seseorang sebagai usaha
adaptasi terus menerus dalam hidupnya. Pada umumnya orang-orang
yang mengalami gejala ini pola kepribadian dalam kesehariannya
berubah menjadi seperti murung, terlihat sedih, sulit untuk
mengungkapkan apa yang dirasakan kepada orang lain.

C. Faktor Yang Menyebabkan Gagguan Jiwa


Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan,
biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat beberapa
penyebab dari berbagai unsur yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi
bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.
Menurut Maramis 2010 dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa, sumber
penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :
1. Faktor Somatik (Somatogenik),
Akibat adanya gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi,dan
nerokimia, termasuk tingkat kematangan dan perkembangan organik,
serta faktorpranatal dan perinatal.
2. Faktor Psikologik (Psikogenik)
Berkaitan dengan interaksi antara kedua orang tua dengan anak,
perselisihan yang terjadi antar saudara kandung, hubungan dalam

149
keluarga, pekerjaan, tuntutan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,
tingkat emosi, konsep diri, dan pola adaptasi lingkungan juga dapat
mempengaruhi kemampuan untuk memecahkan masalah yang ada.
3. Faktor Sosial Budaya,
Meliputi faktor kestabilan keluarga, cara pengasuhan anak, pemukiman,
tingkat ekonomi, kesejahteraan yang tidak memadai, masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, sarana dan prasarana kesehatan, serta
pengaruh mengenai keagamaan
Sedagangkan Menurut Faris tahun 2016 faktor-faktor penyebab gangguan jiwa
diantaranya :
1. Usia
Pada usia menginjak dewasa, pada usia ini merupakan usia yang produktif,
dimana seseorang dituntut untuk menghadapi dirinya sendiri secara
mandiri, masalah yang dihadapi juga semakin banyak, bukan hanya
masalah dirinya sendiri tetapi juga harus memikirkan anggota
keluarganya.Makadariitupadausiatertentusesorang,
seseorangrentanterhadapgangguanjiwa.
2. Tidak bekerja
Tidak memiliki lapangan pekerjaan mengakibatkan seseorang tidak
berpenghasilan dan gagal dalam menunjukan harga dirinya, sehingga
seseorang yang tidak bekerja tidak mempunyai kegiatan dan berpotensi
mengalami harga diri rendah yang berdampak pada gangguan jiwa.
3. Kepribadian yang tertutup
Seseorang yang berkepribadian tertutup cenderungmenyimpan
permasalahannya sendiri. Hal ini yang membuat seseorang tidak dapat
menyelesaikan permasalahan dan enggan mengekspresikan permasalahan
yang ada. sehingga berpotensi menimbulkan depresi dan gagguan jiwa.
4. Pengalaman yang tidak menyenangkan
Pengalaman tidak menyenangkan yang daialami misalnya adanya aniaya
seksual, aniaya fisik, dikucilkan oleh masyarakat atau kejadian lain akan
memicu seseorang mudah mengalami ganguan jiwa.

D. Klasifikasi Gangguan Jiwa


ICD (International Classification of Disease)merupakansuatu sistem
klasifikasi penyakitdan beragam jenis tanda-tanda, yang dibuatoleh WHO yang
meliputimultidisplin, multilingual dan multicultural. Dan disahkanoleh WHO
sendiri. ICD inidigunakanolehdokterdokterdiluar USA.
DSM (Diagnostic and Sttistical Manual of Mental
Disorder)merupakanpaduan utama untuk diagnosis-diagnosis psikiatris. DSM
dibuatoleh APA (American Psychiatric Association)dandisahkanoleh APA. DSM
inidigunkanaolehpenelititseluruhduniadandokter USA.
Sistem klasifikasi pada ICD dan DSM menggunakan sistem kategori. ICD
menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis), yang mencoba menstandartkan
diagnosis menggunakan definisi deskriptif dari berbagai
sindromsertamemberikan pertimbangan untuk diagnosa
banding.Sedangkankriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem
multtiaksis, yang menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis
dapat ditegkakan.Multiaksial tersebut meliputi sebagai berikut :
Aksis 1 : Sindroma klinik(gangguanafektif, skizofrenia,gangguan.
cemasmenyeluruh, dll)sindroma klinis dan kondisi lain yang
mungkin menjadi fokus perhatian klinis
Aksis 2 : gangguankepribadian, retardasi mental, dan mekanisme
Aksis 3 : Kondisi Medis Umum (epilepsi, penyakit kardiovaskuler,
gangguanendokrin)

150
Aksisi 4 ; Problem Psikososial dan Lingkunganmasalah lingkungan
dan psikososisal
Aksis 5 : Global Assessment Functio (npenilaian fungsi secara global)

Klasifikasigangguanjiwamenurut PPGDJ (2011) adalahsebagaiberikut :


a. Gangguanorganikdansomatik.
1. Gangguanorganikdansomatik.
F00 – F09 (Gangguan mental organik), termasukgangguan mental
simtomatik.
2. Gangguanakibatalkoholdanobatatauzat.
F10 – F19 (Gangguan mental
danperilakuakibatpenggunaanzatPsikoaktif).

b. Gangguan mental psikotik.


1. Sizofreniadangangguan yang terbaik.
F20 – F29 (Skizofrenia, gangguanskizotipaldangangguanwaham).
2. Gangguanafektif.
F30 – F39 (Gangguansuasanaperasaan mood atauafektif).

c. Gangguanneurotikdangangguankepribadian.
1. Gangguanneurotik.
F40 – F48 ( Gangguanneurotik, gangguan somatoform dangangguan
yang berhubungandenganstres).

2. Gangguankepribadiandanperilakumasadepan.
F50 – F59 (Sindromperilaku yang
berhubungandengangangguanfisiologidanfaktorfisik).
F60 – F69 (Gangguankepribadiandanperilakumasadewasa).

d. Gangguanmasakanak, remajadanperkembangan.
F70 – F79 (Retardasi mental).
F80 – F89 (Gangguanperkembanganpsikologis).
F90 – F98 (Gangguanperilakudanemosionaldengan onset)

E. Jenisgangguanjiwa
Berikut ini ialah jenis gangguan jiwa yang sering ditemukan di masyarakat
menurut Nasir (2011) adalah sebagai berikut:

151
a. Skizofrenia adalah kelainan jiwa yang menunjukkan gangguan dalam fungsi
kognitif atau pikiran berupa disorganisasi, jadi gangguannya adalah mengenai
pembentukan isi serta arus pikiran.
b. Depresiadalahsalah satu gangguan jiwa pada alam perasaan. Ditandai dengan
kemurungan, tidak bergairah, kelesuan, putus asa, perasaan tidak berguna dan
sebagainya
c. Cemas adalahgejala kecemasan baik kronis maupun akut. Hal inimerupakan
komponen utama pada semua gangguan psikiatri. Komponen kecemasan
dapat berupa bentuk gangguan fobia, panik, obsesi komplusi dan sebagainya.

F. TeknikKomunikasiTerapeutikPadaGangguanJiwa
Teknik komunikasi terapeutik sendiri mempunyai empat teknik utama terapi
penyembuhan, yang pertama adalah teknik mendengarkan, teknik bertanya,
teknik menyimpulkan dan teknik mengubah cara pandang. Berikut ini adalah
teknik-teknik yang dipakai perawat dalam terapi penyembuhan teknik
komunikasi terapeutik kepada pasien gangguan jiwa.
1. Teknik Mendengarkan
Dalam teknik ini perawat melakukan peran dan fungsinya untuk
mendengarkan masalah yang dialami pasien baik pikirannya, perasaannya
atau idenya, semua yang disampaikan pasien halusinansiharus didengarkan
olehperawat dengan penuh perhatian. Dengantujuan agar
perawatdapatmemperoleh data-data awal dari pasien dengan sangat lengkap
dan rinci. Sehingga dapat mempermudah langkah selanjutnya yang dapat
diambil pada proses terapi penyembuhan pasien gangguan jiwa khususnya
halusinasi.
2. Teknik Bertanya
Bertanya merupakan teknik yang dilakukan oleh perawat dalam mencari
informasi yang belum didapatkan sebelumnya. Dengan terus memberikan
pertanyaan-pertanyaan bertujuan untuk mendorong atau memancing pasien
halusinasi untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan masalahnya yang
dialaminya denganlebih spesifik, lebih detail dan lebih mendalam.
Sehinggaperawatlebihmudahunutukmenyimpulkandan mengumpulkan semua
data-data yang dibutuhkan dalam serangkaian proses terapi penyembuhan
gangguan jiwa khususnyapasien halusinasi.
3. Teknik Menyimpulkan
Dalam teknik menyimpulkan ini, perawat mendapatkan poin utama yang
menjadi acuan untuk mengatasi masalah pokok yang dialami pasien sehingga
perawat dapat merencanakan strategi pelaksanaan cara mengatasi masalah
atau mencarikan solusi dari masalah yang dialami pasien halusinasi salah
satunya dengan menghardikpasien.
4. Teknik Mengubah Cara Pandang
Teknik yang paling utama dan paling akhir dalam teknik komunikasi
terapeutik, adalahdenganteknik mengubah cara pandang. Teknikini
merupakan inti darisemuateknikpenyembuhanpasien. Perawat memberikan
cara pandang lain agar pasien tidak melihat sesuatu masalah dari aspek
negatifnya saja, dalam teknik ini perawat harus mampu mengubah cara
pandang dan melatih pasien secara terus menerus supaya dapat keluar dari
masalah yang dialaminya. Dengancaraterusmenerusmenghardik, menasehati,
memberikansolusi, memberikansemangat dam
terusmenerusmelatihpemikiranataucarapandangpasien yang salah.

G. Terapi pengobatan pada pasien gangguan jiwa

152
Pada pasien dengan gangguan jiwa dibutuhkan beberapa pengobatan untuk
memulihkan kondisi jiwanya dan mencegah terjadinya kekambuhan,
beberapa terapi pengobatan pada pasien gangguan jiwa diantaranya :

a. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada susunan
saraf pusat. Efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, yang
biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan.
b. Kejang Listrik
Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan pada
pasien gangguan jiwa, menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan
bangkitan kejang umum, berlangsung sekitar 25–150 detik dengan
menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk pasien.
c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan
mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan terjadi
interaksi satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling
bergantung, dan terjalin satu persetujuan norma yang diakui bersama.
Terapi aktivitas kelompok 15 (TAK) bertujuan memberikan fungsi
terapi bagi anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk
menerima dan memberikan umpan balik terhadap anggota yang lain.
d. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi
yang timbul kemudian dibahas atau diselesaikan bersama anggota
keluarga, dalam hal ini setiap anggota keluarga diberi kesempatan
yang sama untuk berperan dalam menyelesaikan masalah.
e. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang diatur
sedemikian rupa agar dapat membantu penyembuhan dan pemulihan
pasien. terapi lingkungan sama halnya dengan terapi suasana
lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik. Konsep
lingkungan yang terapeutik berkembang karena adanya efek negatif
perawatan di rumah sakit berupa penurunan kemampuan berpikir,
adopsi nilai-nilai dan kondisi rumah sakit yang tidak baik ataupun
kurang sesuai, serta pasien akan kehilangan kontak dengan dunia luar

153
DAFTAR PUSTAKA

Willy F. Maramis, Albert A Maramis. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi
2. Surabaya: Airlangga University Press
Stuart, G.W., and Sundenen, S.J. (2013).Buku saku keperawatan jiwa.6 thediton. St.
Louis: Mosby Yeart Book.
Keliat, B A. dkk. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Ah. Yusuf. dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Muhammad, Nasir. (2010). Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia

154
EVALUASI
1. Saat dikaji Bpk. A (40 tahun) mengatakan saat ini masih mendengar suara yang
menyuruhnya memukul orang lain namun tidak ada wujudnya, yang sering datang
5 kali dalam sehari. Berdasarkan observasi Bpk. A sering menutup telinganya
daan kadang berteriak ketakutan. Perawat berusaha mengontrolnya dengan
berkata ”bila hantu yang sering Bpk. A liat itu datang lagi, bapak bisa mencoba
cara yang saya ajarkan ini...yaitu bapak bisa mlatihan menghardik atau berkata
tidak pada halusinasi dengan cara tutup telinga bapak lalu bilang : pergi...pergi
kamu...kamu tidak nyata....kamu suara palsu...!”.
Pertanyaan Soal
Berdasar kasus diatas, strategi pelaksanaan (SP) berapakah yang diajarkan oleh
perawat kepada pasien?
a. SP 1
b. SP 2
c. SP 3
d. SP4
e. SP 5
2. Ibu H (35 th) dirawat di RS Jiwa sudah 4 tahun. Saat dikaji selalu mengatakan “
saya adalah wanita yang paling cantik didunia ini....seharusnya banyak laki-laki
yang menikahi saya....”. Dan Ibu.H mengatakan saat ini masih sangat sedih karena
ditinggal suaminya kawin dengan wanita lain.
Pertanyaan Soal
Apakah hasil yang diharapkan setelah diberikannya intervensi keperawatan pada
Ibu H?

a. mengatasi rasa kesedihannya

b. berorientasi realita secara benar


c. mengontrol halusinasi yang dialami
d. membuat jadwal kegiatan sehari-hari
e. membina hubungan sosial secara bertahap

3. Sdr.T (28 th) dirawat di RS Jiwa dan mendapatkan obat chlorpormazin (CPZ) 50
mg 2 kali sehari. Sdr. T mengeluh mulutnya terasa kering dan sering susah buang
air besar.
Pertanyaan Soal
Apakah tindakan keperawatan mandiri yang dapat diberikan pada pasien?
a. Menganjurkan Sdr.T menghindari makanan yang membentuk gas
b. Berkonsultasi dengan dokter tentang pemberian obat laxatif
c. Menanyakan kepada Sdr.T tentang jumlah dan latihan fisik yang dilakukan
sehari-hari
d. Menganjurkan Sdr. T untuk banyak beraktifitas dan makanan tinggi lemak

e. Menganjurkan Sdr.T untuk banyak minum air dan makan makanan yang
berserat

155
4. Bpk. L (42 th) mengamuk dan membanting barang dirumahnya sambil berkata “
mengapa semua orang tidak menghargai saya sebagai Kepala rumah tangga
dirumah ini !!!!....” kemudian salah seorang anak Bpk.L memanggil tetangganya
yang seorang perawat. Melihat kondisi Bpk.L, perawat tersebut segera melakukan
tindakan pengikatan supaya Bpk. L tidak melukai diri sendiri dan orang lain

Pertanyaan Soal
Bagaimanakah kata-kata terapeutik yang diucapkan perawat kepada Bpk.L saat
melakukan tindakan tersebut?

a. ”Anda diikat supaya bisa menghargai diri anda !”

b. ”Anda perlu belajar, kalau dengan diikat anda tidak bisa apa-apa”
c. ”Anda tampak tidak berdaya ketika sudah diikat begini, jangan diulang ya..!”
d. ”Untung bapak bisa berhasil diikat. Coba kalau tidak semua orang pasti luka...”

e. ”Kami mengikat anda, agar anda bisa mengendalikan emosi yang tidak
terkendali”

5. Sdr.H (20 th) masuk IGD RSUD A.Wahab Sjahranie Samarinda tidak sadarkan
diri karena meminum baygon dirumahnya dan telah mendapatkan perawatan
intensif. Pada saat dikaji orang tua mengatakan bahwa sebelumnya anaknya
pernah mengatakan ”lebih baik aku mati saja....daripada membuat malu orang
tua...”dan orang tuanya pernah mendapatkan pisau dibawah bantal anaknya.
Pertanyaan Soal
Berdasar kasus diatas, perilaku apakah yang ditunjukkan oleh pasien?
a. Ide bunuh diri
b. Isyarat bunuh diri
c. Ancaman bunuh diri

d. Percobaan bunuh diri


e. Tanda-tanda bunuh diri

6. Bpk. D (38 th)masuk RS Jiwa tanggal 20 Januari 2011. Saat dikaji tidak mau
berbicara dan tidak mempertahankan kontak mata saat interaksi. Namun setelah 8
kali interaksi dengan perawat, Bpk. D sudah mulai berbicara walaupun masih
belum mempertahankan kontak mata.
Pertanyaan Soal
Apa jenis Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dapat diberikan pada klien
tersebut?

a. TAK Sosialisasi
b. TAK Orientasi Realita

c. TAK Stimulasi Sensori


d. TAK Stimulasi Persepsi

156
e. TAK Peningkatan Harga diri

7. Ibu S sudah dirawat di RS Jiwa selama 1 tahun. Saat ini Ibu S mengatakan masih
sering marah-marah karena temannya sekamar tidak mau memberi kue dan
kadang temannya mengambil barangnya. Perawat sudah memberikan tindakan
keperawatan yang salah satunya berupa latihan mengelola marah secara fisik.
Pertanyaan Soal

Bagaimana latihan fisik yang diajarkan perawat untuk kasus diatas ?


a. Menari
b. Lari pagi
c. Berwudhu

d. Menarik nafas dalam


e. Merapikan tempat tidur

8. Seorang perempuan berusia 20 tahun dibawa keluarganya ke UGD RSJ Atma


Husada Mahakam dengan alasan : sejak dicerai suaminya klien sering berteriak,
memukul dirinya sendiri dan mengamuk. Saat dilakukan pengkajian mata klien
melotot dan dengan pandangan yang tajam, nada suara tinggi, tangan sering
mengepal, tampak tegang saat bercerita dan pembicaraan klien kasar.
klien tampak berantakan, TD 140/90 mmHg, Nadi 89 x/menit, suhu 37o C, dan
RR 24 x/menit.
Pertanyaan Soal

Apakah tujuan umum dari rencana tindakan pada masalah utama di atas?
a. klien dapat membina hubungan saling percaya
b. klien dapat mengidentifikasi akubat perilaku kekerasan

c. •klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan.


d. klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
e. klien dapat mempraktikkan cara mengontrol perilaku kekerasan

9. Seorang Perempuan beusia 30 tahun dibawa oleh kedua orangtuanya ke IGD RS


Jiwa setelah pasien mengamuk,berteriak sangat keras , melempar barang dan
hampir melukai bapaknya. Pasien baru pertama kali masuk dan dibawa ke RS
Jiwa.Setelah 8 jam di restrain dan diberikan obat penenang, pasien mengatakan
bahwa bapaknya ingin membunuhnya untuk dijadikan tumbal.Raut wajah klien
terlihat kesal,tangan dan kaki berontak sambil berteriak “aku tidak gila “,kalian
semua salah’,bapakku yang gila “ Pertanyaan soal Apakah diagnosa keperawatan
utama yang tepat pada pasien tersebut?
a. Resiko bunuh diri

157
b. Perilaku kekerasan
c. Waham
d. Perubahan persepsi sensoris : halusinasi
e. Koping individu tidak efektif
10. Seorang perempuan,usia 40 tahun telah dirawat di RS Jiwa selama 3
minggu.Namun pasien masih menunjukkan perilaku maladaptive yaitu suka
menyendiri didalam kamar, tidak mau mengikuti kegiatan diruangan,kontak mata
minim,diam ketika ditanya,badan kurus, tidur melingkar,penampilan tidak
rapi,bau,rambut acak-acakan.Perawat mengalami kesulitan untuk membina
hubungan saling percaya dengan pasien tersebut.
Pertanyaan soal
Apakah Tindakan yang seharusnya dilakukan perawat selanjutnya?

a. Tetap bersikap sabar sampai pasien mau berbicara


b. Memberikan hadiah supaya pasien mau diajak berbicara
c. Mengikutsertakan pasien dalam kegiatan Terapi aktivitas kelompok
d. Menyuruh klien untuk mencuci piring dan menyapu

e. Membantu pasien untuk melakukan kebersihan diri : mandi

158
DAFTAR PUSTAKA

Stuart & laraia 2005 Psyciatric nursing.Mosby yearbook.5ed


Marreli, T.M.2007. BukuSakuDokumentasiKeperawatan. Jakarta: EGC
Marreli, 2008. BukuSakuDokumentasiKeperawatan. Jakarta: EGC
Huda, Amin,dkk. 2015. AplikasiAsuhanKeperawatanBerdasarkanDiagnosaMedis.
Nanda.
Jogjakarta: MediactionJogja
Suryani, 2005. KomunikasiTerapeutik. Jakarta: EGC
Stuart & laraia 2005 Psyciatric nursing.Mosby yearbook.5ed

159
TOPIK 3

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN


BERKEBUTUHAN KHUSUS
Wahyu Tri Ningsih, S.Kep, Ns., M.Kep.

Komunikasi adalah hal yang paling mendasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan
kontak hubungan dengan orang lain. Seringkali orang salah berpikir bahwa
komunikasi adalah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Namun sebenarnya,
komunikasi adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan
hubungan serta memungkinkan individu untuk berasosiasi dengan orang lain dan
dengan lingkungan sekitarnya. Untuk dapat melakukan komunikasi, diperlukan
indera untuk menyampaikan dan menerima pesan yang disampaikan.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat
dengan pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan maslah pasien. Komunikasi ini
juga termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antar orang-orang secara
tatap muka yang membuat setiap peserta menangkap reaksinya secara langsung baik
verbal maupun non-verbal. Sedangkan menurut As Homby (1974) terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni penyembuhan. Mampu
terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan,
perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi proses penyembuhan,
Pada klien yang mengalami gangguan penglihatan, pendengaran dan wicara,
komunikasi yang dilakukan pasti akan berbeda dengan klien yang tidak mengalami
gangguan terutama pada media dalam penyampaian pesan. Sebagai seorang perawat,
diperlukan pemahaman dan stategi untuk berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan tersebut. Tujuannya adalah pesan yang disampaikan perawat
dapat dipahami oleh klien, dan sebaliknya, pesan dari klien dapat dipahami oleh
perawat. Berdasarkan masalah tersebut, pada modul ini kami akan membahas
mengenai cara berkomunikasi pada klien dengan gangguan penglihatan, pendengaran
dan gangguan wicara.

E. Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Penglihatan


1. Klien dengan Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ seperti
kerusakan kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, dan kerusakan saraf
penghantar implus menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami
klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga
dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual,
kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada
pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus
mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentu
han karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi
yang dapat di transfer melalui indra yang lain.
Ketika berkomunikasi dengan pasien yang memiliki gangguan penglihatan,
sebaiknya komunikasi yang dilakukan menggunakan fungsi pendengaran serta
sentuhan. Sebab, fungsi penglihatan pasien harus di gantikan oleh informasi yang
bisa di transfer menggunakan indra yang lain. (Pribadi Zen, 2013 )

160
2. Teknik Komunikasi dengan Klien yang Mengalami Gangguan Penglihatan

Berikut adalah teknik-teknik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi


dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan. (Damaiyanti, Mukhripah,
2010)
a. Sedapat mungkin perawat mengambil posisi yang dapat dilihat klien bila
ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan
atau kehadiran perawat klien yang berada didekatnya.
b. Identifikasi diri perawat dengan menyebutkan nama dan tugas.
c. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
d. Menjelaskan alasan ketika akan menyentuh atau mengucapkan kata-kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien.
e. Informasikan kepada klien ketika akan meninggalkanya atau mengakhiri
komunikasi.
f. Orientasikan klien dengan suara-suara yang terdengar disekitarnya.
g. Orientasikan klien pada lingkungnya bila klien dipindah ke lingkungan
atau ruangan yang baru.

3. Syarat-syarat Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Penglihatan


Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan klien gangguan sensori
penglihatan, perawat di tuntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga
terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dengan klien. Untuk itu
syarat khusus untuk klien yang mengalami gangguan penglihatan dan juga harus
dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
sensori penglihatan adalah sebagai berikut. (Suhendriyo, 20013)
c. Adanya kesiapan, yaitu pesan atau informasi, cara penyampaian, dan
saluranya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
d. Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap
harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
e. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan
kepada individu lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang
disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang berguna untuk
pasien..
f. Kepercayaan diri, artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal
ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaian pesan kepada pasien.
g. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun pesan yang akan
disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing
emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih
jelas, mudah dipahami, baik dan lancar.
h. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari
kegiatan berkomunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-
buat akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi para
penerima.
i. Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana, baik bahasa, pengungkapan dan penyampaian, Meskipun
informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana,
berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

4. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Komunikasi pada Klien Gangguan


Penglihatan

161
Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat
berjalan lancar dan mencapai sasaranya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal
sebagai berikut.
(Daimayanti, Mukhripah, 20010)
f. Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara
g. Periksa lingkungan fisik
h. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
i. Komunikasikan pesan secara singkat
j. Komunikasikan hal-hal yang penting dan berharga saja
k. Dalam merencanakan komunikasi, berkonsultasilah dengan pihak lain agar
memperoleh dukungan.

5. Hambatan Komunikasi Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan


Penglihatan.
Adapun hambatan komunikasi pada pasien yang mengalami gangguan
penglihatan adalah sebagai berikut: (Suhendriyo, 2013)
a. kesulitan melakukan komunikasi secara visual dengan bahasa tubuh
b. klien kesulitan menangkap atau memahami informasi dalam bahasa visual
c. klien tidak dapat melihat dan mengetahui tindakan apa saja yang
dilakukan padanya, dan klien hanya dapat
merasakannya saja.

F. Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Pendengaran

5. Klien dengan Gangguan Pendengaran


Tuna rungu merupakan salah satu jenis kelainan yang terkadang dipandang
sebagai salah satu hambatan dalam berbagai segi kehidupan. Kesulitan demi
kesulitan dihadapi oleh klien dengan gangguan pendengaran. Mulai dari masalah
Pendidikan sampai masalah kemandirian dan kekreativitasnya sering disangsikan.
Keterbatasan mendengar pada pennyandang tuna rungu yang menjadi hambatan
dalamm perkembangan Bahasa atau cara berbicaranya,dan dampak ini dapat
membawa dampak-dampak lainnya yang perlu akan perhatian,pelayanan,pengertian
dan kesempatan sebaik-baiknya yang diberikan kepada klien dengan gangguan
pendengaran. (Jahidin Jaya W,2012)
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
tinggi sering digunakan adalah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari
suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan
bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien, sehingga dalam
melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap
oleh indra visualnya. (Pribadi Zen,2013)

Teknik Komunikasi dengan Klien yang Mengalami Gangguan Pendengaran


Berikut adalah teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan
gangguan pendengaran. (Reefani, Nur Kholis, 2013).

162
j. Orientasikan kehadiran diri atau kehadiran diri sebagai perawat dengan cara
menyentuh klien atau memposisikan diri di depan klien.
k. Mengusahakan menggunakan bahasa yang sederhana serta mudah dipahami
dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak
bibir.
l. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap
tubuh dan mimik wajah yang lazim.
m. Jangan mengunyah sesuatu misalnya makanan atau permen karet saat
melakukan pembicaraan karena dapat menyulitkan klien untuk membaca
mimic wajah
n. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana
dan perlahan.
o. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila perawat bisa dan jika diperlukan.
p. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan
pesan dalam bentuk tulisan atau gambar.
q. Jika klien memakai alat bantu dengar dan masih memiliki kesulitan
mendengar, periksa alat bantu dengar meliputi apakah alat bantu dengar
terpasang,mungkinkah alat bantu dengar tersebut kotor, sudahkah
dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai yang bekerja. Jika hal-hal ini
sudah diperiksa tetapi klien klien masih memiliki kesulitan mendengar maka
hal yang perlu dilakukan yaitu cari tahu kapan klien terakhir melakukan
evaluasi pendengaran.
r. Jauhkan tangan dari wajah saat berbicara.
s. Mengurangi atau menghilangkan kebisingan sebanyak mungkin ketika
melakukan pembicaraan.
t. Berbicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak.
u. Pastikan pencahayaan tidak tepat bersinar di mata orang tua rungu.
v. Jika klien mengalami kesulitan memahami pesan, temukan cara yang berbeda
untuk mengatakan hal yang sama, bukan mengulangi kata-kata.
w. Gunakan bahasa sederhana, kalimat singkat untuk membuat pesan lebih
mudah dimengerti.
x. Menulis pesan jika perlu.
y. Jangan terburu-buru.

6. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Klien dengan Gangguan


Pendengaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan pendengaran adalah sebagai berikut. (Anjaswarni, 2016).
h) Periksa adanya bantuan pendengaran
i) Kurangi kebisingan
j) Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
k) Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
l) Jangan mengunyah permen karet
m)Bicara pada volume suara normal, jangan berteriak
n) Susun ulang kalimat jika klien salah mengerti,jangan mengulangi kaga kata
yang telah disalah mengerti oleh klien
o) Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindikasikan

7. Masalah komunikasi pada pasien gangguan wicara dan pengengaran


Masalah komunikasi yang terdapat pada pasien gangguan wicara dan
pendengaran adalah sebagai berikut. (Anjaswarni, 2016).
3. Kesulitan mengungkapkan pendapat atau perasaan
4. Kesulitan memahami pembicaraan
5. Kesalahan persepsi

163
6. Kegagalan menyampaikan pesan atau informasi
7. Pengulangan kata-kata secara tidak tepat
8. Kesalahan penggunaan kata-kata atau kalimat
9. Tidak mengenali kata-kata yang diucapkan klien oleh lawan bicara
10. Tidak jelasnya vokal

C. Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Wicara


Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Wicara
 Klien dengan Gangguan Wicara
Klien dengan gangguan wicara memiliki keterbatasan dalam berbicara atau
komunikasi verbal, oleh karena itu anak tunawicara hanya dapat berkomunikasi
dengan Bahasa isyarat, gerak-gerik,sikap,ekspresi muka, atau yang disebut
dengan komunikasi non verbal sehingga mereka memiliki hambatan dan
kesulitan dalam berkomunikasi dan menyampaikan apa yang ingin mereka
rasakan. Oleh karena itu, perawat harus menyesuaikan cara berkomunikasi
dengan nyaman dan menggunakan komunikasi yang dapat dipahami dengan
mudah oleh klien dengan tujuan informasi dapat disampaikan secara mudah.
Perkembangan bahasa yang dipelajari tidak dapat dipisahkan begitu saja
dengan perkembangan bicara/wicara. Perkembangan bahasa seseorang akan
mempengaruhi perkembangan bicara. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
kondisi dan situasi lingkungan dimana seseorang diajarkan bahasa dan bicara.
Gangguan wicara merupakan salah satu gangguan perilaku komunikasi yang
ditandai dengan adanya kesalahan dalam produksi bunyi suara
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan
pita suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan
gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan
ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya
telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau
menggunakan tulisan dan gambar. (Anjaswarni, 2016)

 Teknik Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Wicara


Teknik dalam berkomunikasi dengan klien gangguan wicara adalah sebagai
berikut. (Anjaswarni, 2016)
a. Dengarkan dengan penuuh perhatian, kesabaran, dan jangan
menginterupsi.
b. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban “ya”
dan “tidak”.
c. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
d. Gunakan petunjuk visual ( kata-kata, gambar, dan objek ) jika mungkin.
e. Hanya ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.
f. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras.
g. Beritahu klien jika anda tidak mengerti.
h. Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan.

 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Klien dengan Gangguan Wicara.


Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut (Anjaswarni 2016).
a. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.

164
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali
kata-kata yang diucapkan klien.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topik.
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
e. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
f. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan symbol.
g. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi
lisan dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.

 Alat Bantu untuk Berkomunikasi dengan Klien Gangguan Wicara.


Berikut adalah alat bantu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan klien
gangguan wicara. (Potter,& Patricia,A. (2014)).

1. Papan tulis dan spidol.


2. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk
menunjukkan kebutuhan dasar.
3. Alarm pemanggil.
4. Bahasa isyarat.Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk respon
sederhana (“ya” dan “tidak”).

165
DAFTAR PUSTAKA

Reefani, Nur Kholis, 2013. Panduan Anak Berkebutuhan Khusus.


Yogyakarta:Imperium
Anjaswarni, (2016). Komunikasi dalam keperawatan, Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan
Potter, & Patricia, A. (2014). Fundamental Of Nursing Concept, Proses and
Practice. Jakarta: EGC.
Suhendriyo. (2013). Komunikasi Gangguan Penglihatan (kebutaan).
Damaiyanti. Mukhripah. (2019). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan. Bandung: Refika Aditama.
Zein, Pribadi. (2013). Panduan Komunikasi Efektif untuk Bekal Keperawatan
Profesional. Yogyakarta: Medika.

166
167

Anda mungkin juga menyukai