Anda di halaman 1dari 114

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI - I

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
ITDA
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr, Wb
Dengan memanjatkan Puji Syukur kepada Allah SWT, Modul Praktikum Perancangan
Teknik Industri I (PTI-I) Program Studi Teknik Industri ITDA Tahun Akademik 2021/2022 telah
tersusun dengan baik. Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri I ini terdiri atas Sembilan
Modul yaitu :
1. Rancangan dan Pengembangan Produk (Modul 1)
2. Proses Manufaktur (Modul 2A)
3. Pengukuran Kerja dengan Jam Henti (Modul 2B)
4. Perancangan Stasiun Kerja (Modul 2C)
5. Antropometri (Modul 3A)
6. Biomekanika dan Postur Kerja (Modul 3B)
7. Pengukuran Kerja Fisiologis (Modul 3C)
8. Evaluasi Ergonomi (Modul 3D)
9. Perancangan Lingkungan Fisik (Modul 3E)
Modul ini disusun sebagai buku panduan bagi seluruh mahasiswa Prodi Teknik Industri
ITDA Yogyakarta yang mengambil mata kuliah praktikum PTI-I. Maka diharapkan nantinya Praktikan
dapat mengetahui tentang Perencanaan dan Perancangan Sistem Kerja.
Dalam kesempatan ini dengan segala waktu dan tenaga yang telah dicurahkan untuk
menyusun modul praktikum PTI –I. Tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas semua
pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan modul ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan modul ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu tim
penyusun mengharapkan kritik dan saran membangun bagi perbaikan materi modul ini.
Wassalamualaikum Wr, Wb

Yogyakarta, September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
TEKNIS PELAKSANAAN ............................................................................................... iv
Modul 1 Perancangan dan Pengembangan Produk .............................................................1
Modul 2.A. Proses Manufaktur .........................................................................................16
Modul 2.B. Pengukuran Kerja Dengan Jam Henti ............................................................22
Modul 2.C. Perancangan Stasiun Kerja ............................................................................43
Modul 3.A. Antropometri ..................................................................................................53
Modul 3.B. Biomekanika Dan Postur Kerja ......................................................................67
Modul 3.C. Pengukuran Kerja Fisiologis .........................................................................82
Modul 3.D. Evaluasi Ergonomi .........................................................................................96
Modul 3.E. Perancangan Lingkungan Fisik ....................................................................102

iii
TEKNIS PELAKSANAAN

PRAKTIKUM PTI-I

A. TATA TERTIB PRAKTIKUM


1. Praktikan harus datang tepat waktu sesuai jadwal. Toleransi keterlambatan 10
menit, bila lebih dari 10 menit praktikan yang terlambat tidak bisa mengikuti pre
test.
2. Praktikan yang tidak hadir dengan alasan sakit, harus menyertakan surat keterangan
dari dokter.
3. Praktikan yang tidak bisa mengikuti praktikum, harus mengajukan izin 1 hari
sebelum praktikum dilaksanakan.
4. Dalam 1 kelompok praktikum terdiri dari 3 orang.
5. Praktikan tidak diperkenankan menggunakan kaos oblong dan sandal ketika
praktikum.
6. Konsultasi praktikum dilakukan sesuai dengan jadwal dan dilakukan di lingkungan
laboraturium.
7. Ketika konsultasi harus membawa lembar kontrol yang sudah ditetapkan
laboraturium.

B. TUGAS PENDAHULUAN
1. Tugas pendahuluan bertujuan untuk membangkitkan kreatifitas praktikan dalam
perancangan produk.
2. Tugas pendahuluan diberikan mulai dari pertemuan kedua,dst.
3. Tugas pendahuluan dikumpulkan sebelum praktikum dimulai dan apabila
praktikan tidak mengumpulkan tugas pendahuluan maka tidak dapat mengikuti
praktikum.
4. Tugas pendahuluan untuk 1 kelompok.
5. Tugas pendahuluan dikonsultasikan dan di acc oleh asisten

C. PRE TEST
1. Pre Test bertujuan untuk mengetahui pemahaman prektikan terhadap materi
praktikum yang akan dilaksanakan.
2. Pre Test dilaksanakan dalam 10 menit sebelum praktikum dimulai.

D. LAPORAN AKHIR
1. Laporan akhir merupakan hasil perbaikan dari tugas pendahuluan yang telah di acc.
2. Laporan akhir terdiri dari tugas pendahuluan dan materi modul.
3. Laporan akhir dibuat format perbab/permateri yang terdiri dari:
• Tujuan praktikum
• Pengumpulan data
• Pegolahan data
• Analisis
• Kesimpulan

iv
E. PRESENTASI
1. Presentasi dilaksanakan terbuka untuk umum.
2. Praktikan harus mengikuti presentasi seluruh kelompok.

F. PENILAIAN
Dalam penilaian ada beberapa komponen yaitu:
1. Kehadiran
Prosentase kehadiran sebesar 20%.
2. Tugas Pendahuluan
Prosentase tugas pendahuluan sebesar 15%.
3. Pre Test
Prosentase pre test sebesar 10%.
4. Laporan Akhir
Prosentase laporan akhir sebesar 20%.
5. Responsi
Prosentasse responsi sebesar 20%.
6. Presentasi
Prosentase presentasi sebesar 15%. Adapun kriteria penilaian presentasi adalah :
• Keaktifan
• Argumentasi
• Kekompakan
• Krearifitas
• Disiplin
7. Nilai akhir dalam bentuk huruf dan ditentukan dari total komponen penilaian.
Penentuan huruf nilai akhir berdasarkan tabel berikut:

Total Nilai Huruf


angka
>80 A

70 – 80 B

60 – 69,99 C

50 – 59,99 D

0 – 49,99 E

v
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

MODUL 1

RANCANGAN PENGEMBANGAN PRODUK

I. TUJUAN PRAKTIKUM

a. Praktikan mampu memahami seluruh aspek yang berkaitan dengan

produk yang hendak dikembangkan.

b. Praktikan mampu menentukan prioritas pengembangan dengan

menggunakan matrik Quality Function Deployment (QFD)

c. Praktikan mampu memahami alternatif model pengembangan

produk.

d. Praktikan mampu menentukan biaya yang ditetapkan dalam

pengembangan produk.

II. LANDASAN TEORI


Globalisasi ternyata telah menyebabkan banyak persaingan. Untuk
itu, banyak hal yang dituntut untuk dikembangkan, seperti pendidikan,
teknologi dan perkembangan pasar.
Perancangan dan pengembangan produk dibutuhkan oleh produsen
dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar
dengan cara mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan konsumen akan
manfaat produk, mendesainnya, hingga ketingkat perencanaan
pembuatan produk tersebut. Perancangan yang baik akan
menghasilkan produk unggulan yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan konsumen. Karenanya perancangan yang baik
membutuhkan input dari berbagai sisi dengan melibatkan berbagai
disiplin ilmu.

Page 1
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

Dalam praktikum perancangan produk kali ini, kita tidak hanya


diajak untuk merancang produk, tetapi dapat memecahkan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perancangan
produk dan menyelesaikannya dengan berbagai konsep dan metode
yang sesuai serta dapat lebih inovatif dan respon terhadap kebutuhan
konsumen.

2.1 Design For Manufacturing

Pengembangan produk akan selalu dilakukan dunia industri


untukmenyelaraskan kebutuhan konsumen dan spesifikasi produk yang
dikembangkan.Hal ini menyangkut beberapa kriteria penting
sepertireliabilitas produk, kemampuan pelayanan, ketangguhan atau
prosesmanufakturnya. Disisi lain, biaya produksi merupakan salah satu
kunciutama dari nilai kesuksesan produk dilihat dari segi
ekonomisnya.Sehingga, keseimbangan antara nilai biaya dan
pemenuhan kebutuhan konsumen menjadi bagian yang menentukan
kesuksesan suatu produk.Dengan bahasa lain, kualitas dan biaya
merupakan dua hal yangmenjanjikan keberhasilan suatu proses
perancangan produk.Proses pengerjaan produk dilantai produksi akan
sangat mempengaruhifaktor-faktor kepuasan diatas sehingga
perancangan produkyang memperhatikan efisiensi proses manufaktur,
yang meliputi fabrikasidan perakitan, menjadi sangat penting untuk
dilakukan. Salah satu metodeyang perlu dilakukan adalah Design For
Manufacture (DFM). DFM bertujuanutama untuk mengurangi biaya
manufaktur dengan tetap menjaga fungsidan kualitas yang diinginkan
dengan mengoptimalkan rancangan suatuproduk hingga pabrikasi.
Untuk dapat melakukan DFM diperlukan informasi pendukung,
sepertiinformasi yang berkaitan dengan:
1) sketsa, penggambaran, spesifikasi produk dan design alternatif.
2) pengertian terperinci dari produk dan proses perakitan,

Page 2
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

3) perkiraan biaya manufaktur, kapasitas produksi dan waktu


pengujian.
Dengan demikian DFM mampu mengidentifikasi berbagai hal
yangtidak terpikirkan mulai dari yang terkecil sampai dengan yang
terbesar.Dari hal yang tidak terpikirkan sampai hal yang paling
dirisaukan olehkonsumen dan perancang terhadap suatu produk.
DFM berhubungan tentang bagaimana rancangan produk
berinteraksidengan komponen-komponen lain dari sistem fabrikasi dan
dalammenetapkan rancangan alternatif dengan mengoptimalkan
sistempabrikasi secara keseluruhan. Metodologi DFM memuat lima
hal pokok:
1. Perkiraan biaya manufaktur
2. Mengurangi biaya komponen
3.Mengurangi biaya Perakitan
4. Mengurangi biaya pendukung produksi lainnya
5. Dasar pengambilan keputusan dari berbagai faktor

2.2 Design For Assembly


DFA adalah merupakan metode pertama dari Design For X
(DFX)yang diperkenalkan, awa! 1990-an, walaupun demikian metode
ini tidakbanyak diperhatikan atau diterapkan pada awalnya. Hal ini
terutama disebabkanoleh pandangan yang hanya melihat biaya
perakitan yang rendahdibandingkan dengan tota! biaya produk.
Perakitan sebenarnya memerankan posisi utama/kunci dalam
prosesfabrikasi dari suatu produk. Pada fase perakitan ini seluruh
elemen akan digabungkan dan seluruh kesalahan ataupun kelemahan
dari prosesprosesterdahulu akan terlihat.
2.2.1 Macam-macam Perakitan
Secara umum operasi perakitan dapat dibedakan menjadi tiga
tipeyaitu perakitan manual, mesin perakitan special-purpose (fixed
automation), dan perakitan robotik. Ketiga tipe perakitan

Page 3
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

akanmempengaruhi metode yang dipakai yaitu pada analisis cara


perakitandan evaluasi biaya. Oleh karena itu, analisis DFA akan
berbeda untukmasing-masing tipe perakitan
Pemilihan metode perakitan umumnya didasarkan pada
aspekekonomi dengan dasar volume, biaya peralatan, alatdan tenaga
kerja. Berdasarkan studi empirik dari operasi perakitan, Boothroyd
danDewhurst mengembangkan suatu metode analisis DFA.
Metodologi iniditujukan untuk mendefinisikan parameter operasional
yang akanberpengaruh pada waktu dan biaya perakitan yang
dipengaruhi oleh duafaktor utama yaitu total banyaknya komponen
dalam suatu produk dankemudahan dalam handling, insertion, dan
fastening.
2.2.2 DFA Pada Perakitan Manual
a. Efisiensi Perakitan
Seperti disebutkan diatas, tujuan utama dari DFA adalah
untukmendapatkan suatu ukuran dalam mengekspresikan banyaknya
totaljumlah komponen dan kemudahan dalam handling, insertion dan
fasfeningdari komponen untuk penilai rancangan suatu produk.
Pengukuran tersebutdinamakan efisiensi perakitan (E man ) untuk
perakitan manual:
E man : (NM t a )/ TM
Dimana :
NM = banyaknya komponen minimum secara teoris
t a = waktu perakitan dasar untuk satu komponen, yang merupakan
waktu rata-rata perakitan suatu komponen dimana tidak ada
kesulitan-kesulitan handling, insertion dan fastening
TM = waktu perakitan aktual
Untuk menghitung efisiensi tersebut dapat dilakukan
denganmenemukan kode dan waktu baik handling dan insertion, yang
kemudiandimasukkan dalam suatu tabel analisis DFA. Formulasi
efisiensi perakitantersebut pada dasarnya adalah rasio antara waktu

Page 4
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

perakitan ideal danwaktu perakitan riil. Waktu ideal diatas ditentukan


oleh banyaknyakomponen minimum yang menjadi faktor dalam
meminimalkan biaya.
b. Tabel Waktu Penanganan dan Insertion Manual
Studi empirik terhadap kedua klasifikasi tersebut, diringkas
dalamdua tabel yaitu tabel penanganan manual dan tabel insertion dan
fasfening(lihat Tabel 2.1 dan 2.2). Kode dua digit digunakan dalam
kedua tabeltersebut. Untuk tabel penanganan manual, digit pertama
(baris tabel)mengelompokkan waktu menurut ukuran dan berat
komponen,menggunakan satu atau dua tangan atau menggunakan alat
pemegang,dan simetri dari komponen. Sedangkan digit kedua (kolom
tabel) mengelompokkanwaktu menurut ukuran dan ketebalan,
fleksibilitas, kelicinan,kemudahan rusak (tragility), kelengketan
(stickiness) dan nesting sifatsifatkomponen.
Untuk tabel penempatan manual, digit pertama
mengelompokkanwaktu penempatan dalam tiga kategori yaitu
komponen not secured,immediately secured, dan operasi terpisah, serta
penghalangan aksesdan pandangan. Sedangkan digit kedua
mengelompokkan waktu menurutkebutuhan penekanan, alignment,
dan hambatan penempatan.

Page 5
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

Tabel 2.1 Klasifikasi dan Pengkodean Bootroyd dan Dewhurst


untuk Manual Handling dengan satu tangan

Tabel 2.2 Klasifikasi dan Pengkodean Bootroyd dan Dewhurst


untuk Manual Handling dengan satu tangan

Page 6
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

Tabel 2.3 Analisa DFA

Jika ternyata ada paling tidak l jawaban "ya"maka kolom 9


untuk komponen tersebut diisi dengan 1, jika tidak demikianmaka diisi
dengan 0. Analisis untuk perancangan ulang dilakukan dengandua
pertimbangan utama :
a. Kriteria untuk memisahkan bentuk komponen sebagai dasar
untukmemutuskan apakah jumlah komponen yang ada dapt
dikurangi.Jumlah komponen yang ada sering kali tidak dapat dikurangi
karenabeberapa hambatan lain. Evaluasi ini dapat ditentukan
denganmelihat kolom ke 9 dari tabel diatas yaitu jumlah
komponenminimum secara teoritis. lika nilai tersebut lebih kecil dari
banyaknyaoperasi yang dilaksanakan (kolom 2) maka ada
kemungkinanuntuk menghilangkan komponen tersebut.
b. Meningkatkan penanganan dan perakitan dapat dimulai
denganmelihat kolom 4 dan 6. Jika suatu komponen memiliki

Page 7
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

waktu yangbesar maka komponen tersebut perlu dianalisis lebih


lanjut.

III. DESAIN DAN PENGEMBANGAN PRODUK

4.1 Fase Informasi

Fase ini bertujuan untuk memahami seluruh aspek yang


berkaitan dengan produk yang hendak dikembangkan
dengan cara mengumpulkan informasi-informasi yang
dibutuhkan secara akurat. Informasi-informasi yang
dibutuhkan antara lain :

a. Gambar produk awal dan spesifikasi.

b. Kriteria keinginan konsumen terhadap produk.

c. Kriteria kepentingan relatif konsumen.

d. Kriteria manufaktur

(diagram mekanisme pembuatan dan struktur fungsi)

e. Kriteria buying.

f. Kriteria finance produk.

4.2 Fase Kreatif

Fase ini bertujuan untuk menampilkan alternatif-alternatif


yang dapat memenuhi fungsi yang dibutuhkan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan :

a. Penentuan kriteria atribut produk

(dengan menggunakan digram pohon)

b. Penentuan prioritas pengembangan dengan menggunakan

Page 8
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

matrik Quality Function Deployment (QFD)

c. Pembuatan alternatif model pengembangan produk.

d. Perhitungan biaya alternatif model.

4.3 Fase Analisa

Fase ini bertujuan untuk menganalisa alternatif-alternatif


yang dihasilkan pada fase kreatif dan memberikan
rekomendasi terhadap alternatif-alternatif terbaik.
Analisa yang dilakukan antara lain :
a. Analisa kriteria atribut yang akan dikembangkan.
b. Penilaian kriteria atribut antar model.
(dengan matrik Zero One)
e. Pembobotan kriteria atribut produk.
d. Matrik combinex.
e. Value analysis.

4.4 Fase Pengembangan

Fase ini bertujuan memilih salah satu alternatif tunggal dari


beberapa alternatif yang ada yang merupakan alternatif
terbaik, output dari fase analisa.
Data-data tentang alternatif terpilih :
a. Alternatif terpilih.
b. Gambar produk terpilih dan spesifikasinya.

4.5 Fase Presentasi

Fase ini bertujuan untuk mempresentasikan secara baik dan


menarik terhadap hasil pengembangan produk.

Page 9
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

IV. PRA PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK

5.1 Analisa Kelayakan Pengembangan Produk

Analisa kelayakan pengembangan bertujuan untuk


mengetahui produk yang ingin dikembangkan layak atau
tidak berdasarkan kriteria, potensi, feasibilitas, informasi,
waktu, dan skill, seperti yang dapat dilihat ditabel berikut :

Kriteria Potensi Feasibilitas Informasi Waktu Skill

Pemilihan Apakah Apakah Dapatkah Apakah tersedia Seberapa besar


menjanjikan memiliki kita waktu untuk skill yang
untuk peluang mendapatkan mengembangkan dimiliki untuk
mendapatkan untuk informasi usulan mengembangkan
keuntungan dilaksanakan yang produk ini Profitabilitas

sesuai dibutuhkan Implementasi

rencana
Pemilihan 100 % = 100 % = 100 % = 100 % = 100 % = Tersedia
Produk Yakin Yakin Informasi Full Time
Terpenuhi
Peluang keberhasilan kriteria pemilihan %

Catatan :
Bobot keberhasilan berdasarkan penelitian team work dapat dilihat dari segi :
1. Costumer View Point (Marketing Quality Assurance)
2. Product Design (Kemampuan Rekayasa Desain)
3. Manufacturing (Industrial Engineering, Manufacturing Engineering, Method &
Time)
4. Finance (Estimasi Biaya dan Perhitungan Biaya)
5. Buying (Purchasing)

Page
10
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

5.2 Uraian Kegiatan Pengembangan Produk

No. Node Uraian Kegiatan


Fase Informasi
1 • Gambar Produk Awal dan Spesifikasi
2 • Kriteria Keinginan Konsumen Terhadap Produk
3 • Kriteria Kepentingan Relatif Konsumen
4 • Kriteria Manufaktur
5 • Kriteria Buying
6 • Kriteria Finance Produk Awal
Fase Kreatif
7 • Penentuan Kriteria Atribut Produk
8
• Penentuan Prioritas Pengembangan dengan Menggunakan
Matrik Quality Function Deployment (QFD)
9
• Pembuatan Alternatif Model Pengembangan Produk.
10
• Perhitungan Biaya Alternatif Model dengan Konsep Activity
Based Cost (ABC)
Fase Analisa
11
• Analisa Kriteria Atribut yang Akan Dikembangkan.
12
• Penilaian Kriteria Atribut Antar Model.
13
• Pembobotan Kriteria Atribut Produk.
14
• Matrik Combinex.
15
• Value Analysis.
Fase Pengembangan
• Alternatif Terpilih.
16
• Gambar Produk Terpilih dan Spesifikasinya
17
18 • Menentukan Biaya Produksi dan Nilai Keputusan
Fase Presentasi

19 • Presentasi Hasil Pengembangan Produk

Page
11
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

5.3 Jaringan Kerja Pengembangan Produk


Jaringan kerja merupakan uraian kegiatan dalam pengembangan
produk sesuai dengan Peta Proses Operasi.

5.4 Model Jaringan Kerja Pengembangan Produk

Model jaringan kerja bertujuan untuk menentukan standar waktu


pengerjaan dan biaya dalam pengembangan produk berdasarkan
jaringan pengembangan produk.

Kegiatan Waktu Time Standar Variansi Budget Normal Crash

�(𝒃𝒃−𝒂𝒂)
(hari) Expected Deviasi ² Cost Cost
𝟔𝟔
� P

(TE) (𝒃𝒃 − 𝒂𝒂)


(𝒂𝒂 + 𝟒𝟒𝒎𝒎 + 𝒃𝒃) 𝟔𝟔
𝟔𝟔

a m b

1
2
... dst

Catatan :

Page
12
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

a : Optimis m : Modus b : Pesimis

Rumus Budget :

𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑖𝑖−𝑗𝑗
Budget= x Biaya Pengembangan Produk
∑𝑇𝑇𝑇𝑇

5.5 Perhitungan Maju dan Perhitungan Mundur Waktu Kegiatan


Perhitungan maju dan perhitungan mundur digunakan untuk
menentukan jalur kritis pengembangan produk.

Kegiatan Kurun Paling Awal Paling Akhir Float


Waktu Total
(TE) (LS-ES)
Mulai Selesai Mulai Selesai
(ES) (EF) (LS) (LF)

1
2
3
... dst

5.6 Penentuan Jalur Kritis

Didapatkan dari hasil perhitungan maju dan perhitungan mundur


waktu kegiatan berdasarkan float total sama dengan nol.

5.7 Perhitungan Waktu Penyelesaian Proyek

Waktu penyelesaian proyek adalah waktu tersingkat yang


digunakan dalam menyelesaikan proyek pengembangan produk
berdasarkan waktu pada jalur kritis.

Page
13
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

V. PROSEDUR PRAKTIKUM

a. Analisa kelayakan pengembangan produk yang telah


diaplikasikan.
b. Uraikan jaringan kerja pengembangan produk.
c. Uraikan model jaringan kerja pengembangan produk.
d. Lakukan perhitungan maju dan perhitungan mundur waktu
kegiatan.
e. Lakukan penentuan jalur kritis.
f. Lakukan analisa Desain For Assembly (DFA)
g. Uraikan kegiatan pengembangan produk.
h. Lakukan analisa Desain For Manufacture (DFM)

Page
14
PTI – 1 Modul 1 Rancangan Pengembangan Produk

Flowchart Praktikum Rancangan Pengembangan Produk

Mulai

Mengumpulkan data pengamatan


pengaplikasian pekerjaan
(rekaman metode kerja)

Analisa kelayakan
pengembangan produk yang
telah diaplikasikan.

Menguraikan jaringan kerja pengembangan


produk.

Menguraikan model jaringan kerja


pengembangan produk.

Melakukan perhitungan maju dan perhitungan


mundur waktu kegiatan.

Melakukan penentuan jalur kritis

Menganalisa Desain For Assembly (DFA)

Menguraikan kegiatan pengembangan produk

Menganalisa Desain For Manufacture (DFA)

Selesai

Page
15
PTI-1 Modul 2A. Proses Manufaktur

MODUL 2.A
PROSES MANUFAKTUR
I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Praktikan mampu mengidentifikasi produk yang akan dirancang.
b. Praktikan mampu meyusun perencanaan proses produksi.
c. Melatih praktikan untuk mempersiapkan bahan serta peralatan
yang dipakai dalam menelaah gambar kerja yang baik.

II. MATERI PRAKTIKUM


Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan
peralatan dan suatu medium proses untuk transformasi bahan mentah
menjadi barang jadi untuk dijual. Upaya ini melibatkan semua proses
yang dibutuhkan untuk produksi dan integrasi komponen-komponen
suatu produk. Sektor manufaktur sangat erat terkait dengan rekayasa
atau teknik. Tujuan produksi adalah membuat suatu produk
sedemikian rupa sehingga menguntungkan dan memiliki nilai tambah
(added value).
Teknik manufaktur adalah rekayasa proses untuk merencanakan
langkah-langkah dalam menghasilkan produk secara spesifik dan urut-
urutan dari setiap langkah sehingga suatu sistim operasi dapat
menghasilkan produk sesuai kebutuhan. Jadi, produk yang dihasilkan
harus memenuhi aspek kuantitas dengan sistem operasi yang efisien.
Hal ini berarti biaya harus ditekan sehingga dapat diterima dan mampu
bersaing. Seiring dengan perkembangan mesin – mesin manufaktur,
mutu merupakan hal yang penting. Mutu dan ketelitian operasi
pembuatan memerlukan pengendalian dimensi yang ketat sehingga
dapat dihasilkan produk yang awet dan memiliki kemampuan tukar.

Page 16
PTI-1 Modul 2A. Proses Manufaktur

2.1 Gambar Teknik


Dengan menggunakan Computer Aided Desain (CAD, seorang
engineer bisa mendapatkan ukuran komponen, dan jika diinginkan secara
otomatis membuat gambar teknik. Dalam pengertian ini engineer dapat
memperhatikan bagaimana komponen yang diajukan dapat diatur dan
dimodifikasi jika perlu untuk mendapatkan sifat sifat yang diinginkan.
Dalam hal ini, engineer mengabaikan biaya pembuatan model fisik dan
prototype.
2.2 Bill Of Material (BOM)
Bill of Material (BOM) adalah daftar dari bahan, material atau
komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk
akhir (Gaspersz, 2004).
Macam-macam level dalam BOM. Level BOM dibagi menjadi dua
yaitu Single Level BOM dan Multi Level BOM. Single Level BOM
menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level komponen-
komponen pembentuknya. Multi Level BOM menggambarkan struktur
produk yang lengkap dari level 0 (produk akhir) sampai level yang paling
bawah. Komponen yang sama dapat digunakan pada level yang berbeda.
BOM yang tradisional memperlihatkan daftar komponen tersebut
dalam bentuk struktur produk dan dinyatakan dalam level manufaktur.
Dalam bentuk skematik, selain dikenal sebagai struktur produk, BOM
yang terstruktur dikenal juga sebagai pohon produk. Masing-masing
komponen pada BOM di tempatkan dalam level-level yang didasari logika
berpikir sebagai berikut :
• Level 0
Sebuah produk jadi yang tidak digunakan sebagai komponen
pembentuk dari produk lain.
• Level 1
Sebuah komponen pembentuk langsung dari produk dengan Level 0.
Pada waktu bersamaan, komponen ini juga dapat merupakan sebuah
produk jadi. Sebagai gambaran, ban mobil juga dapat dijual terpisah
sebagai produk jadi yang siap pakai. Bagaimanapun, jika digunakan

Page 17
PTI-1 Modul 2A. Proses Manufaktur

sebagai komponen pembentuk langsung dalam pembuatan otomotif


(mobil), maka akan digolongkan sebagai item dengan level 1.
• Level 2
Sebuah komponen pembentuk langsung dari produk dengan Level 1.
Sebagaimana level 1, komponen pada level 2 juga dapat digunakan
sebagai komponen pembentuk langsung pada level 0 atau sebagai
produk jadi.
• Level 3
Untuk selanjutnya, dapat didefinisikan dengan maksud yang sama.
Penggambaran Bill of Material dalam bentuk struktur produk
seperti di atas memang lebih mudah dimengerti tetapi apabila jumlah
dan level komponen sangat banyak maka penggambaran dengan
struktru produk menjadi tidak efisien. Oleh karena itu Bill of
Material juga digambarkan dalam bentuk tabel.

Gambar 1.1 Struktur Produk


2.3 Operation Process Chart (OPC)

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang


menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan
baku mengenai urut-urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari
awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen
dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk
analisa lebih lanjut seperti waktu yang dihabiskan, material yang
digunakan dan tempat atau alat mesin yang dipakai. Suatu peta
proses operasi dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan

Page 18
PTI-1 Modul 2A. Proses Manufaktur

pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang


penyimpanan (Sutalaksana, 2006). Peta proses operasi adalah suatu
peta yang menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi
pekerjaan tersebut menjadi elemen-elemen operasi secara detail.
Tahapan proses operasi kerja harus diuraikan secara logis dan
sistematis (Sritomo, 2000).
Gambaran dari urutan-urutan aliran komponen dan rakitan
bagian ke dalam rakitan untuk membentuk suatu produk jadi. Peta
ini digunakan untuk tujuan perencanaan dan pengendalian proses.
Peta ini menunjukkan kebutuhan material yang digambarkan sesuai
urutan-urutan aliran komponen dan rakitan-rakitan produk ke
dalam suatu rakitan produk (James Apple, 1990). Peta proses
rakitan menunjukkan cara yang mudah dipahami tentang:
1. Komponen-komponen yang membentuk produk
2. Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama
3. Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan bagian
4. Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan
5. Keterkaitan antara komponen dengan rakitan bagian
6. Gambaran menyeluruh dari proses rakitan
7. Urutan waktu komponen bergabung bersama
8. Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan
2.3.1 Prinsip-prinsip Pembuatan Operation Process Chart
(OPC)
Untuk bisa menggambarkan Peta Proses Operasi dengan
baik, ada beberapa prinsip yang perlu diikuti sebagai berikut:
• Pertama – tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya
“Peta Proses Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain
seperti : nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan
cara lama atau cara sekarang, nomor peta dan nomor
gambar.

Page 19
PTI-1 Modul 2A. Proses Manufaktur

• Material yang diproses diletakkan diatas garis horizontal,


yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk kedalam
proses.
• Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal yang
menunjukkan terjadinya perubahan proses.
• Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan
secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang
dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai
dengan proses yang terjadi.
• Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan
secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran
untuk kegiatan operasi.
III. PROSEDUR PRAKTIKUM
a. Lakukan survey produk (pengukuran awal)
b. Lakukan perencanaan proses yang berkaitan dengan mesin dan
peralatan yang digunakan.
c. Lakukan sketsa gambar produk.
d. Lakukan sketsa gambar teknik (CAD)
e. Lakukan pengurutan proses produksi.
f. Uraikan proses produksi kedalam bentuk Operation Process Chart
(OPC).
g. Uraikan proses desain kedalam bentuk Bill Of Material (BOM)
h. Menentukan kebutuhan bahan.

Page 20
PTI-1 Modul 2A. Proses Manufaktur

Flowchart Praktikum Proses Manufaktur

Mulai

Merumuskan
produk yang akan
dibuat

Melakukan survey terhadap


produk (pengukuran awal)

Merumuskan mesin
dan peralatan yang
akan digunakan

Melakukan sketsa
gambar produk

Melakukan sketsa
gambar teknik (CAD)

Merumuskan
urutan proses
produksi

Menguraikan proses produksi


kedalam bentuk Operation
Process Chart (OPC)

Menguraikan proses desain


kedalam bentuk Bill Of Material
(BOM)

Menentukan kebutuhan bahan

Selesai

Page 21
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

MODUL 2 B

PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI

I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mengetahui dan mampu menerapkan teknik-teknik pengukuran
waktu kerja secara langsung (work measure atau time study)
khususnya dengan menggunakan jam henti.
b. Dapat memanfaatkan secara maksimal informasi yang diperoleh
dari hasil pengukuran waktu kerja untuk mengoptimalkan kinerja
sistem.
c. Mengetahui rating performans dari suatu sistem kerja.

II. MATERI PRAKTIKUM


2.1 Pengukuran Waktu

Waktu merupakan elemen yang sangat menetukan dalam


merancang atau memperbaiki suatu sistem kerja, peningkatan efisiensi
suatu sistem kerja mutlak berhubungan dengan waktu kerja yang
digunakan dalam berproduksi.

Pengukuran waktu pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk


menentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang
operator (yang terlatih) untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
spesifik, pada tingkat kecepatan kerja normal, serta dalam lingkungan
yang terbaik pada saat itu. Dengan demikian, pengukuran waktu ini
merupakan suatu proses kuantitatif, yang diarahkan untuk
mendapatkan suatu kriteria yang obyektif.

Studi mengenai pengukuran waktu kerja dilakukan untuk dapat


melakukan perancangan atau perbaikan dari suatu sistem kerja. Untuk
keperluan tersebut dilakuakn penentuan waktu baku, yaitu waktu yang
diperlukan dalam bekerja dengan telah mempertimbangkan faktor-
faktor diluar elemen pekerjaan dilakukan.

Page 22
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

Secara umum, teknik-teknik pengukuran waktu kerja dikelompkkan


atas 2 kelompok besar, yaitu :
1. Secara Langsung
a. Pengukuran waktu dnegan jam henti (stopwatch time study)
b. Sampling Pekerjaan (work sampling)
2. Secara Tidak Langsung
a. Data waktu baku
b. Data waktu pergerakan
• Work Factor (WF) System
• Maynard Operation Sequence Time (MOST) System
• Motion Time Measurement (MTM) System

2.1.1 Metode Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti


(Stop Watch)

• Jenis aktivitas pekerjaan bersifat homogeny


• Aktivitas dilakukan secara berulang-ulang dan
sejenis
• Terdapat output yang riil, berupa produk yang dapat
dinyatakan secara kuantitatif.

1. Langkah – langkah Pengukuran Waktu Kerja dengan


Jam Henti.

a. Lakukan identifikasi pekerjaan yang akan diamati


dan diukur waktunya dan deskripsikan maksud dan
tujuan kepada seluruh pendukung sistem kerja yang
diamati pengukurannya.

b. Kumpulkan semua informasi mengenai proses


yang dilakukan pada obyek yang diamati seteliti
mungkin.

Page 23
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

c. Uraikan pekerjaan dalam elemen-elemen aktivitas


yang lebih kecil untuk memudahkan pengukuran.

d. Lakukan pengukuran sejumlah yang dilakukan


dengan menggunakan uji kecukupan data dan uji
keseragaman data.

e. Tetapkan faktor penyesuaian dan faktor


kelonggaran.

f. Tetapkan waktu baku dari sistem yang diamati.

2. Asumsi Dasar dalam Pengukuran Waktu Kerja


dengan Jam Henti

a. Operator yang diamati memahami dan dapat


melaksanakan prosedur dan pelaksanaan pekerjaan
dengan baik (memiliki kemampuan standart)

b. Teknik dan metode yang dilakukan dalam sistem


pekerjaan yang diamati harus baku dan standart.

c. Kinerja sistem mampu dikendalikan untuk setiap


periode kerja yang disediakan.

d. Lingkungan pendukung kinerja sistem kerja


standart.

2.2 Waktu Baku

Penentuan waktu baku :

a. Waktu siklus : waktu hasil pengamtan secara langsung

yang tertera pada stopwatch.

b. Waktu normal : waktu kerja dengan mempertimbangkan

faktor penyesuaian.

Page 24
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

c. Waktu baku : waktu kerja dengan mempertimbangkan

waktu penyesuaian dan faktor kelonggaran. (allowance)

Faktor
Penyesuaian

Time Study Faktor


Kelonggaran

Sistem Waktu Waktu Waktu


kerja siklus normal baku

Manfaat waktu baku :

a. Penjadwalan produksi ( Production Scheduling)

b. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja (man power planning)

c. Perencanaan sistem kompensasi

d. Menunjukkan besaran-besaran performansi sistem kerja

berdasarkan data produksi awal.

1. Faktor Penyesuaian

Tujuan dimasukkannya faktor penyesuaian adalah untuk


menjaga kewajaran kerja, sehingga tidak akan terjadi kekurangan
waktu karena terlalu idealnya kondisi kerja yang diamati. Faktor
penyesuaian dalam pengukuran waktu kerja dibutuhkan untuk
menentukan waktor normal dari operator yang berbeda dalam
sistem kerja tersebut.

Page 25
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

2. Faktor Kelonggaran

Pemberian kelonggaran ini dimaksudkan untuk memberi


kesempatan kepada operator untuk melakukan hal-hal yang harus
dilakukan sebagai data waktu kerja yang lengkap dan mewakili
sistem kerja yang diamati. Kelonggaran yang diberikan antara lain
kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, kelonggaran untuk
menghilangkan rasa letih (fatique), kelonggaran yang tidak dapat
terhindarkan. Pemberian faktor penyesuaian dan kelonggaran
secara bersama-sama, selayaknya dapat dirasakan adil (fair), baik
dari sisi operator maupun dari sisi manajemen.

2.3 Data Waktu Gerakan

Dikutip dari buku teknik tata cara kerja karangan Iftikar Z.


Sutalaksana Dengan Pengukuran Waktu Jam Henti, Sampling
Kerja (Work Sampling) atau cara-cara lain untuk menentukan
waktu baku, penyelidikannya harus dilakukan secara menyeluruh
terus-menerus. Dengan Jam Henti misalnya, berpuluh-puluh
bahkan mungkin lebih pengamatan harus dilakukan terhadap
pekerjaan yang diselidiki. Begitu pula dengan sampling kerja,
pengamatan acak (random) sesaat-sesaat harus dilakukan beratus
sampai beribu kali untuk mendapatkan hasil yang teliti.
Sehingga untuk menentukan waktu baku secara demikian
membutuhkan waktu yang lama. Satu hal lain yang juga penting
adalah bahwa pengamatan hanya dapat dilakukan setelah suatu
pekerjaan berjalan, sehingga penentuan waktu bakunyapun baru
diperoleh setelah kegiatan berlangsung beberapa lama. Hal ini jelas
kurang membantu pimpinan perusahaan atau pabrik dalam
merencana kegiatan produksi sebelumnya.
Suatu cara lain yang cukup teliti adalah dengan
menggunakan kamera film untuk pengamatan. Sudah dapat diduga

Page 26
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

biayanya akan sangat tinggi bila perekaman dilakukan untuk setiap


pekerjaan dipabrik.
Bersama dengan dihadapinya kenyataan-kenyataan ini, para
ahli melihat bahwa sebenarnya terdapat bagian-bagian dari suatu
pekerjaan yang sama dengan bagian-bagian dipekerjaan lain.
Bahkan dalam sebuah pabrik, seringkali kesamaan bagian-bagian
pekerjaan ini terdapat. Hal ini mula-mula terlihat pada pekerjaan-
pekerjaan pemotongan logam. Misalnya hampir selalu terdapat
pekerjaan mengangkat benda kerja dari tempatnya dan
memasangnya pada kedudukan baru dimesin. Ternyata kondisi
benda kerja yang sama (seperti berat dan bentuk) waktu
penyelesaiannya dapat dikatakan untuk setiap macam pekerjaan
pemotongan.
Keadaan ini membawa mereka pada suatu penelitian lebih
jauh tentang penentuan waktu baku. Dikembangkanlah waktu baku
untuk bagian-bagian pekerjaan dari suatu pekerjaan yang kiranya
terdapat pula pada banyak pekerjaan lain. Sehingga untuk suatu
pekerjaan, bila bagian-bagian pekerjaan yang harus dijalankan
telah diketahui, maka waktu baku sudah dapat ditentukan, yaitu
dengan mensintesa waktu-waktu baku dari bagian-bagiannya itu
yang telah tersedia pada tabel-tabel.
Walaupun manfaat dari Data Waktu Baku ini dengan cepat
dirasakan, namun masih dijumpai adanya kekurangan. Hal ini
sehubungan dengan kemungkinan lingkupan pekerjaan yang dapat
menggunakan tabel data waktu baku yang telah dibuat. Data Baku
untuk pekerjaan-pekerjaan pemotongan logam, misalnya umumnya
tidak dapat dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan dipabrik kimia.
Lebih jelas lagi terlihat bahwa data baku pekerjaan-pekerjaan
pabrik tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan kantor.
Jadi data waktu yang dibuat untuk suatu kelompok pekerjaan
hanya berlaku untuk kelompok itu sendiri. Maka para ahlipun
berusaha untuk mendapatkan data waktu baku pekerjaan yang

Page 27
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

dapat berlaku lebih umum. Hal ini kemudian dilakukan dengan


memperhatikan elemen-elemen gerakan sebagai perincian dari
suatu pekerjaan. Jadi bukan lagi bagian pekerjaan memindahkan
benda kerja ke mesin yang dilihat, tetapi elemen-elemen gerakan
apa yang menjalankannya.
Yang dimaksud dengan elemen-elemen gerakan disini adalah
serupa dengan yang dimaksud oleh Gilbreth dan istrinya mengenai
therblig-therblig, memang, dari therblig-therblig inilah timbul
gagasan mengurai suatu pekerjaan atas elemen-elemennya
walaupun elemen-elemen gerakan disini tidak selalu sama dengan
yang dikemukakan Gillbreth. Cara ini dikenal sebagai penentuan
waktu baku dengan Data Waktu Gerakan.

Berbagai cara pembagian suatu pekerjaan atas elemen-


elemen gerakan telah melahirkan beberapa metoda penentuan
waktu baku secara sintesis. Terdapat diantaranya Analisa Waktu
Gerakan (Motion Time Analysis), Waktu Gerakan Baku (Motion
Time Standards), Waktu Gerakan Dimensi (Dimension Motion
Time), Faktor Kerja (Work Factors), Pengukuran Waktu Metoda
(Motion Time Measurement), danPengukuran Waktu Gerakan
Dasar (Basic Motion Time).
Yang akan dibahas disini adalah cara-cara yang paling
banyak dipakai yaitu dua cara yang disebut yakni : Faktor Kerja
(Work Factors), dan Pengukuran Waktu Metoda (Motion Time
Measurement). Dengan demikian, untuk pekerjaan apapun di
pabrik atau tempat kerja lain, kita dapat menentukan waktu
bakunya dengan terlebih dahulu mengurai pekerjaan tersebut atas
elemen-elemen gerakannya, dan mensintesakan waktu-waktu
elemen tersebut.

Page 28
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

2.3.1 Beberapa Kegunaan Data Waktu Gerakan


Sesuai dengan latar belakang perkembangannya,
dibandingkan dnegan cara-cara lain, Data Waktu Gerakan memilki
kelebihan, diantaranya:
1. Karena setiap elemen gerakan diketahui waktunya (dalam tabel-
tabel), maka waktu penyelesaian suatu operasi dapat ditentukan
sebelum operasi tersebut dijalankan.
2. Waktu baku untuk setipa operasi dapat ditentukan dalam waktu
yang singkat karena hanya menyintesa waktu-waktu dari elemn-
elemen gerakannya.
3. Karenaya pula biaya untuk menenetukan waktu baku dengan
cara ini sangat mudah.
4. Untuk mengembangkan metode yang ada. Disini dievaluasi
waktu dari metode lama untuk dikembangkan metode baru.
5. Untuk membantu perancangan produk (produk design). Bila
ternyata kondisi suatu produk (seperti berat, bentuk dan lain-lain)
memberi pengaruh buruk terhadap waktu kerja maka dapat
diusahakan perbaikannya.

2.3.2 Faktor Kerja


Pada faktor kerja, suatu pekerjaan dibagi atas elemen-
elemen gerak Menjangkau (Reach), Membawa (Move), Pegang
(Grasp), Mengarahkan sementara (Preposition), Merakit
(Assemble), Lepas rakit (Disassemble), Memakai (Use),
Melepaskan (Release), dan Proses Mental (Mental Proses), sesuai
dengan pekerjaan yang bersangkutan.

2.3.2.1 Variabel dan Faktor Kerja

Ada empat variabel yang diperhitungkan disini, yaitu


anggota badan yang digerakkan, jarak yang ditempuhnya, berat

Page 29
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

atau tahanan yang menghambat dan kontrol manual ( manual


control ) yang diperlukan.

a. Anggota Badan
Dalam faktor kerja diperhatikan enam anggota badan berikut :
• Jari atau Telapak Tangan (F atau H)
Walaupun jari dan telapak tangan merupakan bagian-bagian badan
yang tidak sama, penyelidikan faktor kerja menunjukkan bahwa
perbedaan waktu diantaranya sangat kecil dan dapat diabaikan
sehingga dapat dianggap sama. Yang dimasud dengan gerakan-
gerakan jari dan telapak tangan adalah gerakan bagian-bagian
badan ini baik maupun telapak tangan yang bersumbu pada
pergelangan tangan.
• Putaran Lengan (FS)
Yang dimaksud disini adalah bila lengan bagian bawah berputar
pada sumbunya sementara siku tertekuk. Selain itu bila seluruh
tangan berputar pada sumbunya dengan berpangkal pada bahu dan
siku tidak tertekuk, termasuk dalam gerakan ini. Begitu pula
kombinasi antara keduannya.
• Lengan (A)
Gerakan lengan terjadi bila lengan bawah begerak dengan sumbu
siku, seluruh lengan bergerak dengan sumbu bahu atau kombinasi
keduanya.
• Badan Atas (T)
Gerakan badan atas dapat berupa gerakan kedepan, kebelakang,
kesamping ataupun berputar.
• Telapak Kaki (FT)
Bila telapak kaki bergerak mengerjakan sesuatu, seperti ketika
menginjak pedal gas kendaraan, maka gerakannya disebut gerakan
telapak kaki.

Page 30
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

• Kaki (L)
Yang dimaksud dengan gerakan kaki adalah gerakan seluruh
bagian kaki.
• Jarak (D)
Yang dimasud dengan jarak adalah jarak lurus antara titik
dimulainya gerakan sampai titik berhentinya.
b. Berat atau Tahanan (W)
Dua gaya yang harus diperhatikan adalah tahanan yang harus
diatasi dan berat benda yang dipindahkan, Tahanan terjadi,
misalnya pada pekerjaan mendorong sebuah kotak pada sebuah
meja, atau menekan sebuah pegas. Penyelidikan faktor kerja
menunjukkan bahwa berat atau tahanan, untuk sekelompok berat
tertentu tidak mempunyai perbedaan yang berarti dari lainnya
sehingga perbedaan ini dapat diabaikan. Karenanya pengaruh
faktor ini pada waktu gerakan dibagi dalam beberapa kelompok
berat.

2.3.3 Cara Menggunakan Tabel


Tabel Waktu Gerakan Faktor Kerja mencantumkan waktu-
waktu gerak menurut anggota badan yang menggerakannya. Pada
bagian paling kiri setiap tabel terdapat kolom-kolom jarak, yaitu
jarak yang ditempuh setiap gerakan. Kolom sebelah adalah waktu
untuk gerakan tersebut bila gerakannya merupakan gerak dasar.
Kolom-kolom berikutnya adalah “kepala-kepala” 1, 2, 3, dan 4,
masing-masing mencantumkan waktu gerak yang mengandung 1,
2, 3, dan 4 faktor kerja.
Faktor-faktor kerja yang tersangkut diperhatikan
macamnya, melainkan banyaknya. Jadi bukan faktor kerja mana
yang berpengaruh, tetapi beberapa faktor kerja yang tersangkut
didalamnya.
Dibaris paling bawah untuk setiap kolom dicantumkan
berat atau tahanan yang menghambat gerakan untuk pria atau

Page 31
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

wanita. Berat yang ditulis untuk suatu kolom merupakan batas


tertinggi berat yang menunjukkan beberapa faktor kerja yang
tersangkut karena adanya faktor ini (batas bawahnya tertulis pada
kolom sebelumnya).

2.3.3.1 Beberapa Contoh Notasi Untuk Gerakan


Notasi umum untuk setiap gerakan Pengukuran Waktu
Faktor Kerja adalah :
abc
dimana :
a : adalah notasi untuk anggota badan yang bergerak
b : adalah jarak yang ditempuh
c : menyatakan banyaknya faktor kerja yang tersangkut dalam
gerakan.
Waktu-waktu gerak yang dicantumkan pada Tabel Waktu Gerakan
Faktor Kerja bersatuan TU atau Time Unit yang berarti Satuan
Pengukuran Waktu. Besarnya 1 TU sama dengan 0,006 detik atau
sama dengan 0,0001menit atau sama dengan 0,00000167 jam.

Berikut ini adalah beberapa buah contoh:

- Menjangkau sebuah benda yang terletak ditengah meja, sejauh 10


inci A 10 D : 0.0061 menit

- Membawa benda seberat 5 lb. sejauh 12 inci A 12 WD : 0,0085


menit

2.3.4 Pengukuran Waktu Metoda


Pengukuran waktu metoda membagi gerakan-gerakan kerja
atas elemen-elemen gerakan Menjangkau, Mengangkut, Memutar,
Memegang, Posisi, Melepas, Lepas Rakit, Gerakan Mata (Eye
Movements) dan beberapa gerakan anggota badan lain. Waktu
untuk setiap elemen gerak ini ditentukan menurut beberapa kondisi
yang disebut dengan “kelas-kelas”. Kelas-kelas ini dapat

Page 32
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

menyangkut keadaan-keadaan perhentian, keadaan obyek yang


disentuh atau dibawa, sulit mudahnya menangani obyek atau
kondisi-kondisi dijelaskan dibawah ini.

2.3.4.1 Gerakan-gerakan Dasar Pada Pengukuran Waktu


Metoda
• Menjangkau ( R )
Menjangkau adalah gerakan dasar yang digunakan bila maksud
utama gerakan adalah untuk memindahkan tangan atau jari ke
suatu tempat tujuan. Waktu yang dibutuhkan berubah-ubah
tergantung pada keadaan tujuan, panjang gerakan dan jenis
menjangkau.
Ada lima kelas menjangkau yaitu :
Menjangkau kelas A : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu
tempat yang pasti, atau kesuatu obyek ditangan lain.
Menjangkau kelas B : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu
sasaran yang tempatnya berada pada jarak “kira-kira” tapi tertentu
dan diketahui.
Menjangkau kelas C : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu
obyek yang tercampur aduk dengan banyak obyek lain.
Menjangkau kelas D : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu
obyek yang sangat kecil sehingga diperlukan suatu pegangan
(grasping) yang teliti.
Menjangkau kelas E : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu
sasaran yang tempatnya tidak pasti (indefinite location).

• Mengangkut (M)
Mengangkut adalah gerakan dasar yang dikerjakan bila maksud
utamanya adalah untuk membawa suatu obyek kesuatu sasaran.
Ada tiga kelas mengangkut, yaitu :

Page 33
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

Mengangkut kelas A : Adalah bila gerakan mengangkut merupakan


pemindahan obyek dari suatu tangan ketangan lain, atau berhenti
karena suatu penahan.
Mengangkut kelas B : adalah bila gerakan mengangkut merupakan
pemindahan obyek kesuatu sasaran yang terletak tidak pasti.
Mengangkut kelas C : adalah bila gerakan mengangkut merupakan
pemindahan obyek kesuatu sasaran yang letaknya pasti.
Waktu Yang dibutuhkan oleh gerak angkut dipengaruhi oleh
keadaan sasaran, jarak yang ditempuh, jenis angkut, dan berat
obyek yang dipindahkan. Pengaruh berat pada waktu gerak (terjadi
bil berat lebih besar dari 21/ 2 lbs) ditambahkan pada waktu yang
diperoleh dari tabel.

• Memutar (T)
Memutar adalah gerakan yang dilakukan untuk memutarkan tangan
baik dalam keadaan kosong maupun berbeban. Waktunya
tergantung pada besarnya derajat pemutaran dan beratnya.

• Memegang (G)
Memegang adalah elemen dasar yang digerakkan dengan maksud
utama untuk mengusai sebuah atau beberapa obyek baik dengan
jari maupun dengan tangan untuk memungkinkan melakukan dasar
berikutnya. Diantara hal-hal yang mempengaruhi lamanya gerak
ini adalah mudah sulitnya dipegang, bercampur tidaknya obyek
dengan obyek lainnya, bentuk obyek dan lain-lain.

• Melepas (RL)
Melepas adalah gerakan dasar melepas penguasaan atas suatu
obyek dengan jari atau tangan. Biasanya Lepas tidak membutuhkan
waktu untuk melakukannya, kecuali bila gerakannya terpisah dari
gerak lainnya.

Page 34
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

• Lepas Rakit (D)


Lepas Rakit adalah gerakan dasar untuk memisahkan suatu obyek
dari obyek lainnya, dua hal yang mempengaruhinya adalah mudah
sulitnya dipisahkkan serta mudah sulitnya dipegang.
• Gerakan Mata (E)
Umumnya Gerakan Mata tidak mempengaruhi waktu gerakan,
kecuali bila gerakan diarahkan oleh mata.
Gerakan Gerakan Badan Lainnya : Yang dimaksud pada bagian-
bagian badan lainnya adalah kaki, telapak kaki, serta bagian-bagian
lain seperti lutut, pinggang dan lain-lain.

Notasi Untuk Gerakan.


Notasi umum setiap gerak Pengukuran Waktu Metoda adalah

abc

dimana :
a : adalah elemen gerak yang bekerja
b : jarak yang ditempuh
c : kelas dari gerak yang bersangkutan.
Waktu-waktu gerak yang dicantumkan pada tabel-tabel
Pengukuran Waktu Metoda bersatuan TMU atau Time
Measurement Unit yang berarti Satuan Pengukuran Waktu.
Besarnya 1 TMU sama dengan 0,00001 jam atau sama dengan
0,0006 menit.
Berikut ini adalah beberapa buah contoh :
- Menjangkau sebuah benda yang terletak ditempatkan yang pasti
pada jarak 5 inci R 5 A : 6,5 TMU
- Memegang sebuah benda yang sangat kecil G 1 B : 3,5 TMU

Page 35
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

Tabel 2.1 Gerakan Menjangkau (Reach-R)

Page 36
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

Tabel 2.2 Gerakan Membawa (Move-M)

Tabel 2.3 Gerakan Memutar (Turn-T)

Page 37
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

Tabel 2.4 Gerakan Menekan (Apply Preasure-AP)

Tabel 2.5 Gerakan Memegang (Grasp-G)

Page 38
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

Tabel 2.6 Gerakan Melepas (Release-RL)

Tabel 2.7 Gerakan Mengarahkan (Position*-P)

Tabel 2.8 Gerakan Melepas Rakit (Disengage-D)

Page 39
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

III. PROSEDUR PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
a. Kamera perekam atau Handphone
b. Stopwatch
c. Peralatan dan bahan sesuai perancangan (Modul 1 PTI 1)

3.2 Langkah-langkah Praktikum

1. Tentukan 1 orang praktikan sebagai operator pengukuran, 1


orang praktikan sebagai operator pemotongan, 1 orang
praktikan sebagai operator pengeboran, 1 orang praktikan
sebagai operator penghalusan, 1 orang praktikan sebagai
operator penyerutan, 1 orang praktikan sebagai operator
perakitan, 1 orang praktikan sebagai operator pengelasan,1
orang praktikan sebagai operator pemeriksaan, 1 orang
praktikan sebagai operator pengecetan dan seorang yang
lain menjadi pengamat operator (pencatat waktu proses
operasi).

2. Amati peta proses operasi (OPC) yang telah disusun.

3. Masing-masing operator beroperasi sesuai dengan tugas


yang telah diberikan.

4. Amati kerja operator dan catat waktu proses perakitan


secara berurutan. Pastikan bahwa elemen pekerjaan yang
dicatat sudah sesuai dengan urutan kerja.

5. Lakukan pengolahan data.

6. Bandingkan hasil pengolahan data dengan pengukuran Data


Waktu Gerakan yang terdapat dalam tabel-tabel Faktor
Kerja

Page 40
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

IV. PENGOLAHAN DATA

4.1 Waktu Baku


a. Lakukan uji kecukupan data
b. Lakukan uji keseragaman data
c. Hitung waktu siklus (WS)
WS = Jumlah pengamatan dibagi jumlah ulangan
d. Hitung waktu normal (WN)
WN = Waktu siklus dikalikan faktor penyesuaian
e. Hitung waktu baku (WB)
WB = Waktu normal dikalikan faktor penyesuaian

4.3 Pembahasan

a. Jelaskan pengaruh tingkat kepercayaan dan derajat ketelitian


yang anda pilih pada pengolahan data.

b. Jelaskan tentang fungsi uji keseragaman dan kecukupan data


yang dilakukan.

c. Jelaskan tentang nilai faktor penyesuaian (p) dan faktor


kelonggaran (l) yang anda ambil berdasarkan kondisi pada saat
praktikum.

d. Jelaskan tentang manfaat waktu baku tersebut terhadap


pengukuran waktu kerja.

Page 41
PTI – 1 Modul 2B Pengukuran Kerja dengan Jam Henti

Flowchart Praktikum Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti

Mulai

Merumuskan Operation
Process Chart (OPC)

Menentukan operator untuk


setiap elemen pekerjaan

Proses pelaksanaan perancangan


(Pengaplikasian)

Proses pengumpulan data

Proses pengolahan data waktu


baku dengan jam henti

Proses pengolahan data waktu baku


dengan Data Waktu Gerakan

Proses membandingkan hasil


pengolahan data dengan Data
Waktu Gerakan

Analisis

Selesai

Page 42
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

MODUL 2C

PERANCANGAN STASIUN KERJA

I. TUJUAN PRAKTIKUM

a. Praktikan mampu memahami konsep & tujuan keseimbangan


lintasan.
b. Praktikan mampu melakukan perhitungan dan perencanaan
keseimbangan lintasan produksi.
c. Praktikan mampu menentukan jumlah stasiun kerja yang
optimum untuk suatu kondisi produksi tertentu.

II. MATERI PRAKTIKUM

2.1 Assembling Line Balancing

Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi


diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara kontinu melalui
operasi yang terangkai secara seimbang. Menurut karakteristik proses
produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua, yakni :

1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah


operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk
kerja.
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah
operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan
digabungkan menjadi benda assembly.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi


yang baik, sebagai berikut :

1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur


susunan dan tempat kerja.

Page 43
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang
kontinu. Alirannya diukur dari kecepatan produksi dan bukan oleh
jumlah spesifik.
3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan
keahlian masing-masing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja
lebih efisien.
4. Operasi unit.
5. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan setup dari lintasan dan bersifat
tetap.
6. Proses memerlukan waktu yang minimum.

Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan


lintasan produksi antara lain:

1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang disetiap stasiun kerja yang


terdapat didalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau lintasan
perakitan yang bersifat manual.
2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepatan yang
seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi.
3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah
penyebaran dan mencegah timbulnya atau setidak-tidaknya mengurangi
waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja.

2.1.1 Keseimbangan Lintasan (Line Balancing) Produksi

Dalam suatu industri, perencanaan produksi sangat memegang peranan


penting dalam membuat penjadwalan produksi terutama dalam pengaturan
operasi atau penugasan kerja yang harus dilakukan. Jika pegaturan dan
perencaan yang dilakukan kurang tepat maka akan dapat mengakibatkan
stasiun kerja dalam lintasan produksi mempunyai kecepatan produksi yang
berbeda. Hal ini mengakibatkan lintasan produksi menjadi tidak efisien
karena terjadi penumpukan material diantara stasiun kerja yang tidak
berimbang kecepatan produksinya. Permasalahan keseimbangan lintasan

Page 44
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

produksi paling banyak terjadi pada proses perakitan dibanding pada


proses pabrikasi. Pergerakan yang terus menerus kemungkinan besar
dicapai dengan operasi-operasi perakitan yang dibentuk secara manual
ketika beberapa operasi dapat dibagi dengan durasi waktu yang pendek.
Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas,
maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang dapat dicapai. Hal
ini akan membuat aliran yang mulus dengan membuat utilisasi tenaga
kerja dan perakitan yang tinggi (Nasutian, 1999:137).

2.1.2 Pengaruh Kecepatan Lintasan Terhadap Penyusunan Stasiun Kerja

Hal yang berpengaruh pada penyusunan stasiun kerja adalah kecepatan


lintasan yang ditentukan dari tingkat kapasitas permintaan serta waktu
operasi terpanjang. Semakin tinggi kecepatan lintasan, jumlah stasiun
kerja yang dibutuhkan menjadi akan semakin banyak. Sebaliknya,
semakin rendah kecepatan lintasan perakitan maka jumlah stasiun
kerja yang dibutuhkan menjadi semakin sedikit.

a. Presedence Diagram

Presedence diagram digunakan sebelum melangkah pada


penyelesaian menggunakan metode keseimbangan lintasan.
Presedence diagramsebenarnya merupakan gambaran secara grafis
dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja
lainnya yang bertujuan untuk memudahkan pengontrolan dan
perencanaan kegiatan yang terkait didalamnya.

b. Cycle Time

Cycle time (CT) Waktu Siklus adalah waktu yang tersedia pada
masing-masing stasiun kerja untuk menyelesaikan satu unit produk.
Dalam menentukan waktu siklus, harus diperhatikan waktu stasiun
lainnya, sehingga waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu

Page 45
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

operasi terbesar untuk menghindari bottle neck. yang secara


matematis dinyatakan sebagai berikut :

𝑷𝑷
ti max ≤ CT ≤ 𝑸𝑸

Dimana :

ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan

CT : waktu siklus (cycle time)

P : jam kerja efektif per hari

Q : jumlah produksi perhari

c. Station Time

Station time (ST) adalah jumlah waktu untuk melakukan seluruh


elemen kerja dalam satu workstation.

d. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)

Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan


yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang
disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna diantara
stasiun-stasiun kerja. Balance Delay dapat dirumuskan sebagai
berikut (Baroto,2002):

(𝒏𝒏 𝒙𝒙 𝑪𝑪)−∑𝒏𝒏
𝒊𝒊=𝟏𝟏 𝒕𝒕𝒕𝒕
D= 𝒙𝒙 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏%
(𝒏𝒏 𝒙𝒙 𝑪𝑪)

Dimana :

n : jumlah stasiun kerja

C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

∑ti : jumlah waktu operasi dari semua operasi

Page 46
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

ti : waktu operasi

D : balance delay (%)

e. Efisiensi Stasiun Kerja

Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap


stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws).

𝑾𝑾𝑾𝑾
Efisiensi stasiun kerja = 𝑾𝑾𝑾𝑾 𝒙𝒙 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏%

Dimana :

Wi : waktu operasi tiap stasiun kerja

Ws : waktu operasi stasiun kerja terbesar

f. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)

Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja


dibagi dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, 2002)
atau jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah stasiun kerja.
Efisiensi lintasan :

∑𝑲𝑲 𝑺𝑺𝑺𝑺
𝒊𝒊=𝟏𝟏
LE = (𝑲𝑲)(𝑪𝑪𝑪𝑪) 𝑿𝑿 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏%

Dimana :

LE : Line Efficiency

ST : Station Time

K : Number of Work Station

CT : Cycle Time

Page 47
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

g. Work Station

Work station merupakan tempat pada lini perakitan dimana proses


perakitan dilakukan.

∑𝒎𝒎
𝒊𝒊=𝟏𝟏 𝒕𝒕𝒕𝒕
K= 𝑪𝑪𝑪𝑪

Dimana :

K : Jumlah stasiun kerja yang efisien

ti : Waktu operasi (elemen)

CT : Waktu siklus stasiun kerja

h. Smoothest Indeks (SI)

Smoothest Indeks merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran


relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu.

SI = �∑𝑲𝑲
𝒊𝒊=𝟏𝟏(𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺 𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎 − 𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺)²

Dimana :

Sti max : maksimum waktu di stasiun

Sti : waktu di stasiun kerja ke i

2.2 Metode Line Balancing

Untuk Line Balancing ada beberapa teori yang dikemukakan oeh


para ahli yang meneliti bidang ini. Berikut penjelasan beberapa metode
yang umum dipakai dalam pemecahan masalah dalam Line Balancing:

Page 48
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

1. Metode Helgeson dan Birnie / Ranked Positional Weight


(RPW)

Metode ini biasanya lebih dikenal dengan Ranked Positional


Weight system. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat
diagram precedence & matriks precedence. Kemudian hitung
bobot posisi untuk setiap elemen yang diperoleh dari penjumlahan
waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan
elemen lain yang mengikuti elemen tersebut. Penugasan elemen-
elemen terhadap stasiun kerja mengikuti langkah-langkah berikut :
a. Hitung bobot posisi setiap elemen kerja. Bobot posisi suatu
elemen adalah jumlah waktu elemen-elemen pada rantai terpanjang
mulai elemen tersebut sampai elemen terakhir. Bobot (RPW) =
waktu proses tersebut + waktu proses operasi-operasi berikutnya.

b. Urutkan elemen-elemen menurut bobot posisi dari yang terbesar


ke terkecil, Elemen yang mempunyai bobot paling tinggi
ditempatkan pada stasiun 1.

c. Hitung waktu siklus

d. Tempatkan elemen kerja dengan bobot terbesar pada stasiun


kerja sepanjang tidak melanggar hubungan precedence dan waktu
stasiun tidak melebihi waktu siklus

e. Kemudian pilih elemen dengan bobot terbesar berikutnya dan


dilakukan pemeriksaan terhadap :

1. Precedence, hanya elemen yang semuanya pendahulunya


sudah ditempatkan boleh bergabung.

2. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil


atau sama dengan waktu stasiun yang masih tersedia.

f. Ulangi langkah 4 sampai seluruh elemen ditempatkan

Page 49
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

g. Setelah membentuk suatu stasiun kerja yang terdiri dari elemen-


elemen kerjanya, maka tentukan nilai efisiensi, balance delay, dan
smoothest indexnya.

2. MetodeKilbridge and Wester Heuristic (Region Approach)

Pendekatan ini melibatkan elemen-elemen yang memiliki tingkat


keterkaitan yang sama ke dalam sejumlah kolom/daerah. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Buat precedence diagram dari persoalan yang dihadapi.

b. Bagi elemen-elemen kerja dalam diagram tersebut ke dalam


kolom-kolom dari kanan ke kiri.

c. Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang


paling kiri dalam berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik
yang hasilnya sama atau hampir sama dengan waktu siklus.

d. Apabila ada elemen-elemen yang belum bergabung dan


jumlahnya lebih kecil dari Waktu siklus, maka lanjutkan
penggabungan dengan elemen di daerah precedence di kanannya
dengan memperhatikan batasan precedence.

e. Proses berlanjut sampai semua elemen bergabung dalam suatu


stasiun kerja.

f. Setelah itu tentukan nilai line efficiency, balance delay, &


smoothest index.

3. Metode Largest Candidate Rules

Prinsip dasar dari metode ini adalah menggabungkan proses-proses


atas dasar pengurutan operasi dari waktu proses terbesar hingga
elemen dengan waktu operasi terkecil. Sebelum dilakukan
penggabungan, harus ditentukan dahulu berapa waktu siklus yang

Page 50
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

akan dipakai. Waktu siklus ini akan dijadikan pembatas dalam


penggabungan operasi dalam satu stasiun kerja. Berikut tahap-
tahap dari metode Largest Candidate Rules:

a. Pilih elemen yang akan ditugaskan pada stasiun pertama yang


memenuhi persyaratan precedence dan tidak menyebabkan total
jumlah waktupada stasiun tersebut melebihi Ws.

b. Jika tidak ada elemen lain yang dapat ditugaskan tanpa melebihi
Ws , maka lanjutkan ke stasiun berikutnya.

c. Ulangi langkah 1 & 2 untuk stasiun lainnya sampai seluruh


elemen selesai ditugaskan.

d. Tentukan nilai dari Line Efficiency, Balance Delay, &Smoothest


Index.

III. PROSEDUR PRAKTIKUM

3.1 Langkah-langkah Praktikum

a. Praktikan membuat deskripsi elemen/operasi kerja.

b. Praktikan membuat precedence diagram (diagram pendahulu)


sesuai lintasan produksi yang telah dirancang menggunakan ketiga
metode keseimbangan lintasan dengan menggunakan software
Microsoft Office Visio.

c. Praktikan melakukan pengolahan dataline balancing pada


worksheet.

d. Praktikan melakukan evaluasi terhadap efisiensi lini dan balance


delay pada lintasan produksi yang telah dirancang dengan
membandingkan ketiga metode line balancing.

Page 51
PTI – 1 Modul 2C Perancangan Stasiun Kerja

Flowchart Praktikum Perancangan Stasiun Kerja

Mulai

Pendeskripsian elemen
pekerjaan

Pembuatan precedence
diagram

Pengisian data pada


worksheet line balancing

Pengolahan data line


balancing

Analisis

Selesai

Page 52
PTI-1 Modul 3A Antropometri

MODUL 3A
ANTROPOMETRI

I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mampu merancang suatu produk yang memiliki nilai ergonomis
b. Mampu mengukur data antropometri dan menggunakannya untuk
perancangan atau pengaturan sistem.
II. MATERI PRAKTIKUM

Istilah faktor manusia (human factor) adalah hal yang lebih


luas mencakup hubungan biomedikal dan psikososial pada manusia
dalam sistem. Pendekatan yang digunakan adalah :

a. Bahwa fokus faktor utama manusia berhubungan dengan


pertimbangan faktor manusia dalam desain fasilitas yang dibuat
manusia.
b. Bahwa sasaran faktor manusia dalam perancangan benda dan
fasilitas yang dibuat manusia dan lingkungan adalah untuk
meningkatkan efektivitas fungsional yang dapat digunakan
manusia, memelihara dan meningkatkan nilai faktor manusia
seperti kelelahan, keamanan, dan kepuasan.

Ergonomi adalah ilmu yang sistematis dalam memanfaatkan


informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia
untuk merancang sistem kerja yang lebih efektif serta dapat
memberikan kepuasan kerja. Dari sisi rekayasa, informasi hasil
penelitian ergonomic dapat dikelompokkan dalam 4 bidang
penelitian, yaitu :

1. Penelitian tentang display.


2. Penelitian tentang kekuatan fisik manusia.
3. Penelitian tentang ukuran/dimensi dari tempat kerja.
4. Penelitian tentang lingkungan fisik.
Penelitian tentang ukuran/dimensi dari tempat kerja
diarahkan untuk mendapatkan tempat kerja yang sesuai dengan

Page 53
PTI-1 Modul 3A Antropometri

tubuh manusia. Hal yang sama bersangkutan dengan dimensi tubuh


manusia dipelajari dalam antropometri.

Selain itu, harus didapatkan pula data-data yang sesuai


dengan tubuh manusia. Pengukuran tersebut adalah relatif mudah
untuk didapat jika diaplikasikan pada data perseorangan. Namun,
semakin banyak jumlah manusia yang diukur dimensi tubuhnya,
maka semakin terlihat besar variasi antara satu tubuh dengan tubuh
lainnya baik secara keseluruhan tubuh maupun persegmennya
(Nurmianto, 1996).
Data antropometri yang diperoleh akan diaplikasikan secara
luas dalam hal :
1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dll.).

2. Perancangan peralatan kerja (perkakas, mesin, dll.).

3. Perancangan produk-produk konsumtif (pakaian, kursi, meja,


dll.).

4. Perancangan lingkungan kerja fisik.


2.1 Perancangan Stasiun Kerja
Tahapan perancangan stasiun kerja menyangkut work space
design dengan memperhatikan faktor antropometri secara umum
adalah (Roebuck 1995):
a. Menentukan kebutuhan perancangan dan establish requirement

b. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai.


c. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya.

d. Penentuan kebutuhan data (dimensi tubuh yang akan diambil).

e. Penentuan sumber data ( dimensi tubuh yang akan diambil) dan


pemilihan persentil yang akan dipakai.

f. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai.

g. Pengambilan data.

h. Pengolahan data

Page 54
PTI-1 Modul 3A Antropometri

i. Visualisasi rancangan dengan memperhatikan posisi tubuh secara


normal, kelonggaran (pakaian dan ruang), variasi gerak

j. Analisis Hasil Rancangan

III. PROSEDUR PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
a. Kursi Antropometri
b. Penggaris/meteran
c. Flexible curve
d. Lembar Pengamatan
3.2 Langkah-langkah Praktikum
a. Lakukan pengukuran berbagai variabel dimensi tubuh seluruh
praktikan sesuai petunjuk asisten dan pedoman pengukuran data
antropometri terlampir.
b. Isilah FORM-00 dengan data yang diperoleh.
3.3 Tabel Pedoman Pengukuran Data Antropometri
a. Beri analisa perancangan alat kerja mula-mula dan usulan
berdasarkan teori ergonomi-antropometri.
b. Keuntungan/manfaat apa yang akan diperoleh dari perubahan-
perubahan yang anda usulkan.

Tabel 3.3.1 Pedoman Pengukuran Data Antropometri


No Simbol Data yang diukur Cara pengukuran
1 Tdt Tinggi duduk tegak Subyek duduk tegak, ukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk
sampai atas kepala
2 Tdn Tinggi duduk normal Subyek duduk normal, ukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk
sampai atas kepala

3 Tmd Tinggi mata duduk Subyek duduk tegak, ukur jarak


vertikal dari permukaan alas duduk

Page 55
PTI-1 Modul 3A Antropometri

sampai mata
4 Tbd Tinggi bahu duduk Subyek duduk tegak, ukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk
sampai bahu
5 Tsd Tinggi siku duduk Subyek duduk tegak, dengan lengan
atas vertikal disis badan dan lengan
bawah membentuk sudut siku-siku
dengan lengan atas; ukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk
sampai bawah siku
6 Tsp Tinggi sandaran Subyek duduk tegak, ukur jarak
punggung vertikal dari permukaan alas duduk
sampai titik singgung antara
punggung dan sandaran duduk
7 Tsg Tinggi pinggang Subyek duduk tegak, ukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk
samping pinggang
8 Tpd Tebal perut duduk Subyek duduk tegak, ukur jarak
horizontal dari belakang perut
sampai kedepan perut
9 Tp Tebal paha Subyek duduk tegak dengan paha
dan kaki bagian bawah membentuk
sudut siku-siku;ukur jarak vertikal
dari permukaan alas duduk sampai
permukaan atas pangkal paha

10 Tpo Tinggi popliteal Subyek duduk tegak dengan paha


dan kaki bagian bawah membentuk
sudut siku-siku;ukur jarak vertikal
dari lantai sampai permukaan bawah
paha

Page 56
PTI-1 Modul 3A Antropometri

11 Ppo Pantat popliteal Subyek duduk tegak dengan paha


dan kaki bagian bawah membentuk
sudut siku-siku;ukur jarak
horizontal dari permukaan luar
pantat sampai lekukan lutut sebelah
dalam kaki bagian bawah
12 Pkl Pantat ke lutut Subyek duduk tegak dengan paha
dan kaki bagian bawah membentuk
sudut siku-siku;ukur jarak
horizontal dari permukaan luar
pantat sampai permukaan luar lutut
13 Lb Lebar bahu Subyek duduk tegak dengan lengan
atas vertikal merapat disisi badan
dan lengan bawah membentuk sudut
siku-siku dengan lengan atas;ukur
jarak horizontal antara kedua lengan
atas
14 Lsd Lebar sandaran duduk Subyek duduk tegak dengan lengan
atas vertikal merapat disisi badan
dan lengan bawah membentuk sudut
siku-siku dengan lengan atas;ukur
jarak horizontal antara kedua tulang
belikat

15 Lp Lebar pinggul Subyek duduk tegak dengan lengan


atas vertikal merapat disisi badan
dan lengan bawah membentuk sudut
siku-siku dengan lengan atas;ukur
jarak horizontal dari bagian terluar
pinggul sisi kiri ke kanan
16 Lpg Lebar pinggang Subyek duduk tegak dengan lengan
atas vertikal merapat disisi badan

Page 57
PTI-1 Modul 3A Antropometri

dan lengan bawah membentuk sudut


siku-siku dengan lengan atas;ukur
jarak horizontal dari bagian terluar
pinggang sisi kiri ke kanan
17 Sks Siku ke siku Subyek duduk tegak dengan lengan
atas vertikal merapat disisi badan
dan lengan bawah membentuk sudut
siku-siku dengan lengan atas;ukur
jarak horizontal dari bagian terluar
siku kiri ke bagian terluar siku
kanan
18 Tbt Tinggi badan tegak Subyek berdiri tegak, ukur jarak
vertikal dari telapak kaki sampai
ujung kepala yang paling atas
19 Tmb Tinggi mata berdiri Subyek berdiri tegak, ukur jarak
vertikal dari telapak kaki sampai
mata
20 Tbhb Tinggi bahu berdiri Subyek berdiri tegak, ukur jarak
vertikal dari telapak kaki sampai
bahu

21 Tsb Tinggi siku berdiri Subyek berdiri tegak, ukur jarak


vertikal dari telapak kaki sampai
siku
22 Tpgb Tinggi pinggang berdiri Subyek berdiri tegak, ukur jarak
vertikal dari telapak kaki sampai
pinggang
23 Tlb Tinggi lutut berdiri Subyek berdiri tegak, ukur jarak
vertikal dari telapak kaki sampai
lutut
24 Plb Panjang lengan bawah Subyek berdiri tegak, ukur jarak
vertikal dari siku sampai

Page 58
PTI-1 Modul 3A Antropometri

pergelangan tangan
25 Tdb Tebal dada berdiri Subyek berdiri tegak, ukur jarak
horizontal dari dada sampai
punggung
26 Tpb Tebal perut berdiri Subyek berdiri tegak, ukur jarak
horizontal dari perut depan sampai
perut belakang
27 Bb Berat badan Menimbang diatas timbangan
28 Jta Jangkauan tangan keatas Subyek berdiri tegak, dengan tangan
menjangkau atas setinggi-tingginya,
ukur jarak vertikal dari telapak kaki
sampai ujung jari tengah
29 Jtd Jangkauan tangan Subyek berdiri tegak, dengan betis-
kedepan punggung-pantat merapat
kedinding, tangan menjangkau
kedepan sejauh-jauhnya, ukur jarak
horizontal dari punggung sampai
ujung jari tengah.
30 Rt Rentangan tangan Subyek berdiri tegak, dengan tangan
direntangkan sejauh-jauhnya, ukur
jarak horizontal dari ujung jari
tengah tangan kanan sampai ujung
jari tengah tangan kiri
31 Pj Panjang jari Jari-jari subyek lurus dan sejajar,
ukur masing-masing panjang jari
mulai dari pangkal ruas jari sampai
ujung jari
32 Pkt Pangkal ke tangan Jari-jari subyek lurus dan sejajar,
ukur mulai dari pergelangan tangan
sampai pangkal ruas jari
33 Lj Lebar jari Jari-jari subyek lurus dan sejajar,
ukur dari sisi luar jari telunjuk

Page 59
PTI-1 Modul 3A Antropometri

sampai sisi luar jari kelingking


34 Lt Lebar tangan Jari-jari subyek lurus dan sejajar,
ukur dari sisi luar ibu jari sampai
sisi luar jari kelingking
35 Ptt Panjang telapak tangan Jari-jari subyek lurus dan sejajar,
ukur mulai dari pangkal pergelangan
tangan sampai ujung jari tengah

Page 60
PTI-1 Modul 3A Antropometri

LEMBAR PENGAMATAN ANTROPOMETRI

Kelompok :
Tanggal Pengamatan :
Nama Praktikan :
PRAKTIKAN (Xi)
NO DATA YANG DIUKUR SIMBOL
1 2

1 Tinggi duduk tegak Tdt


2 Tinggi duduk normal Tdn
3 Tinggi bahu duduk Tbh
4 Tinggi mata duduk Tmd
5 Tinggi siku duduk Tsd
6 Tinggi sandaran punggung Tsp
7 Tinggi pinggang Tp
8 Tebal perut duduk Tpd
9 Tebal paha Tp
10 Tinggi popliteal Tpo
11 Pantat popliteal Pp
12 Pantat ke lutut Pkl
13 Lebar bahu Lb
14 Lebar sandaran duduk Lsd
15 Lebar pinggul Lp
16 Lebar pinggang Lpg
17 Siku ke siku Sks
18 Tinggi badan tegak Tbt
19 Tinggi mata berdiri Tmb
20 Tinggi bahu berdiri Tbhb
21 Tinggi siku berdiri Tsb
22 Tinggi pinggang berdiri Tpgb

Page 61
PTI-1 Modul 3A Antropometri

PRAKTIKAN (Xi)
NO DATA YANG DIUKUR SIMBOL
1 2

23 Tinggi lutut berdiri Tlb


24 Panjang lengan bawah Plb
25 Tebal dada berdiri Tdb
26 Tebal perut berdiri Tpb
27 Berat badan Bb
28 Jangkauan tangan keatas Jta
29 Jangkauan tangan kedepan Jtd
30 Rentangan tangan Rt
31 Panjang jari 1,2,3,4,5 Pj
32 Pangkal ke tangan Pkt
33 Lebar jari 1,2,3,4,5 Lj
34 Lebar tangan Lt
35 Panjang telapak tangan Ptt

Page 62
PTI-1 Modul 3A Antropometri

3.4 Data Dimensi Tubuh

Page 63
PTI-1 Modul 3A Antropometri

IV. PENGOLAHAN DATA

a. Mencari Nilai Rata – Rata Data Antropometri


∑X
Rata – rata = n

Page 64
PTI-1 Modul 3A Antropometri

b. Mencari Nilai Kecukupan Data

c. Mencari Nilai Standar Deviasi Data Antropometri


� )2 +(X2 −X
�(X1 −X � )2 +(X3 −X
� )2 …………+(X30 −X
� )2
σ= n−1

d. Mencari Nilai Persentil Data Antropometri

Tabel 4.1 Data Perhitungan Persentil

Persentil Perhitungan

1-st X − 2,325σχ

2,5-th X −1,96σχ

5-th X −1,64σχ

10-th X −1,28σχ

50-th X

90-th X +1,28σχ

95-th X +1,64σχ

97-th X +1,96σχ

99-th X + 2,325σχ

Page 65
PTI-1 Modul 3A Antropometri

Flowchart Praktikum Antropometri

Mulai

Menyiapkan alat
dan bahan

Pengukuran dimensi tubuh berdasarkan


Pedoman Pengukuran Data Antropometri

Pengolahan data dimensi tubuh

Visualisasi rancangan dengan memperhatikan


dimensi tubuh berdasarkan hasil pengukuran

Analisis hasil
rancangan

Perancangan stasiun kerja berdasarkan aspek


antropometri

Analisis hasil rancangan


stasiun kerja

Selesai

Page 66
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

MODUL 3B

BIOMEKANIKA DAN POSTUR KERJA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mengetahui besar beban kerja pada saat melakukan kerja dengan
metode biomekanika.
b. Menggunakan konsep RULA, REBA, dan OWAS dalam
mendeteksi postur kerja atau faktor resiko dalam suatu pekerjaan.
c. Mampu menaksir skor dan menganalisis postur kerja dengan
metode RULA, REBA, dan OWAS.
d. Mampu menganalisis dan memperbaiki postur kerja.

II. LANDASAN TEORI

Biomekanika merupakan salah satu dari empat bidang penelitian


informasi hasil ergonomi. Definisi biomekanika itu sendiri yaitu penelitian
tentang kekuatan fisik manusia yang mencakup kekuatan atau daya fisik
manusia ketika bekerja dan mempelajari bagaimana cara kerja serta
peralatan harus dirancang agar sesuai dengan kemampuan fisik manusia
ketika melakukan aktivitas kerja tersebut. Biomekanika dioperasikan pada
tubuh manusia baik saat tubuh dalam keadaan statis ataupun dalam
keadaan dinamis. Contoh dari penerapan ilmu biomekanika adalah untuk
menjelaskan efek getaran dan dampak yang timbul akibat kerja,
menyelidiki karakteristik kolom tulang belakang, dan menguji penggunaan
alat prosthetic.
Sikap kerja (postur) memegang peranan penting. Dengan memiliki
postur kerja yang benar, pekerja/ operator akan memerlukan sedikit
istirahat, lebih cepat, dan lebih efisien dalam bekerja, sebaliknya postur
kerja yang keliru dan dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan
berbagai macam gangguan kesehatan yang dapat berakibat fatal.

Page 67
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

Untuk mengetahui baik tidaknya postur kerja dapat dinilai dengan


beberapa metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA), Rapid Entire
Body Assessment (REBA), atau Ovako Work Posture Analysis System
(OWAS)

2.1 Metode RULA (RapidUpper Limb Assessment)

2.1.1 Pengertian RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan suatu tool yang


berbentuk surveiuntuk mengidentifikasikan pekerjaan yang
menyebabkan resiko cedera kumulatif (CummulativeTrauma
Disorders/CTD) melalui analisis postur, gaya, dan penggunaan
otot. Tool ini merupakanscreening tool yang mendetail untuk
menguji kecenderungan pekerja terhadap resiko cedera padapostur,
gaya, penggunaan otot, dan pergerakan pekerja pada saat
melakukan pekerjaannya. Hasilanalisis akan mengindikasikan
derajat kencenderungan pekerja mangalami resiko tersebut
danmenyediakan metode untuk prioritas kerja untuk membantu
dalam investigasi pekerjaan lebihlanjut. Tool ini tidak memberikan
rekomendasi yang spesifik terhadap modifikasipekerjaan.Tool ini
dirancang untuk menjadi survey yang mudah digunakan dan cepat
yangdapat menjawab keperluan akan analisis yang lebih
detail.RULA merupakan alat untuk mengevaluasi faktor-faktor
risiko postur, konstraksi ototstatis, gerakan repetitive, dan gaya
yang digunakan untuk suatu pekerjaan tertentu. Setiap
faktormemiliki konstribusi masing-masing terhadap suatu nilai
yang dihitung. Nilai-nilai tersebutdijumlah dan diterapkan pada
table untuk menentukan Grand Score. Grand Score
menunjukkansejauh mana pekerja terpapar faktor-faktor risiko di
atas dan berdasarkan nilai tersebut, dapatdisarankan tindakan yan
perlu diambil.

Page 68
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

2.1.2 Aplikasi RULA (Rapid Upper Limb Assessment)


Adapun aplikasi penerapan metode RULA adalah sebagai berikut:
1. Alat untuk melakukan analisis awal yang mampu menentukan
seberapa jauh risiko pekerja untuk terpengaruh oleh faktor-faktor
penyebab cedera, yaitu: postur, kontraksi otot statis, gerakan
repetitive dan gaya.
2. Menentukan prioritas pekerjaan berdasarkan faktor risiko cedera.
Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai tugas-tugas yang
berbeda yang dievaluasi menggunakan Rapid Upper Limb
Assessment (RULA).
3. Menemukan tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang
memiliki resiko relatif tinggi. Analisis dapat menentukan
kontribusi tiap faktor terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan
dengan cara melalui nilai tiap faktor resiko.
4. Menemukan sejauh mana pengaruh suatu modifikasi atas
pekerjaan. Perbaikan secara kuantitatif dapat diukur dengan cara
membandingkan penilaian sebelum dan sesudah modifikasi
diterapkan.

2.1.3 Faktor Risiko Yang Terdapat Dalam Metode RULA (Rapid Upper
Limb Assessment)
Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan
yang bempa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor
tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar
(berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal iill bukan berarti
bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas
dan ergonomic hazard. Oleh sebab itu metode RULA
dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang bensiko dan
dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).
Pengembangan Rapid Upper Limb Assesment (RULA) terdin atas 3
(tiga) tahapan, yaitu:

Page 69
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

• Pengembangan metode untuk pencatatan postur kerja,


• Perkembangan sistem pengelompokan skor postur bagian
tubuh,
• Pengembangan Grand Score dan Daftar Tindakan.

1. Pencatatan postur tubuh


a. Posisi Lengan Atas Skor posisi lengan atas sebagai berikut:
Tabel 1 Skor untuk Posisi Lengan Atas
Skor Gerakan
1 Lengan atas membentuk sudut -20° sampai 20°
2 Lengan atas membentuk sudut 21°-45°
3 Lengan atas membentuk sudut 46°-90°
4 Lengan atas membentuk sudut lebih dari 90°

Jika bahu terangkat dan lengan bawah mendapat tekanan maka skor
ditambah 1, dan bila posisi operator bersandar dan lengan ditopang
maka skor dikurangi l.
b. Posisi Lengan Bawah Skor posisi lengan bawah sebagai berikut:
Tabel 2 Skor untuk Posisi Lengan Bawah
Skor Gerakan
1 Lengan bawah membentuk sudut -60° sampai 100°
2 Lengan bawah membentuk sudut kurang dari 60° atau
lebih dari 100°

Jika lengan bawah bekerja menyiang didepan tubuh atau berada di


samping tubuh maka skor ditambah 1.
c. Posisi Tekukan Telapak Tangan Skor posisi tekukan telapak
tangan :

Page 70
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

Tabel 3 Skor untuk Posisi Tekukan Telapak Tangan


Skor Gerakan
1 Jika telapak tangan berada dalam posisi netral
2 Jika telapak tangan sudut 0°-15°
3 Jika telapak tangan tertekuk dengan sudut lebih dari
15°

Jika telapak tangan mengalami tekukan pada deviasi ulnar dan radial
maka skor ditambah 1.
d. Posisi untuk Telapak Tangan yang Mengalami Tekukan dan
Perputaran
Skor posisi untuk telapak tangan yang meogalami tekukan dan
perputaran:
Tabel 4 Skor untuk Posisi Telapak Tangan
Skor Gerakan
1 Bila telapak tangan yang tertekuk berputar pada posisi
tengah
2 Bila telapak tangan tertekuk didekat atau diakhir dari
putaran

e. Posisi Dari Leher


Skor posisi dari leher adalah sebagai berikut :
Tabel 5 Skor untuk Posisi Leher
Skor Gerakan
1 Jika leher membentuk sudut 0° sampai 10°
2 Jika leher membentuk sudut 10°- 20°
3 Jika leher membentuk sudut lebih dari 20°
4 Jika leher melakukan posisi mendongak keatas atau
menunduk

Page 71
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

Jika leher operator banyak menoleh kesamping kiri atau kanan dan
tertekuk kesamping kiri dan kanan maka skor ditambah 1.

f. Posisi Punggung

Tabel 6 Skor untuk Posisi Punggung

Skor Gerakan
1 Jika oprator duduk atau disangga dengan baik oleh
pinggul punggung yang membentuk sudut 90° atau
lebih
2 Jika punggung membentuk sudut 0°- 20°
3 Jika punggung membentuk sudut lebih dari 20°- 60°
4 Jika punggung membntuk sudut lebih dari 60°

g. Posisi Kaki

Tabel 7 Skor untuk Posisi Kaki

Skor Gerakan
1 Jika paha dan kaki disangga dengan baik pada saat
duduk dan tubuh selalu dalam keadaan seimbang
2 Jika dalam posisi dimana berat tubuh didistribusikan
merata pada kedua kaki
3 Jika paha dan kaki disangga dan tiitk berat tubuh tidak
seimbang

Page 72
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

2. Pengembangan system skor untuk penggolongan bagian tubuh


Tabel 8 Skor untuk force/load
Skor Gerakan
0 Bila beban kurang dari 2 kg (intermittent)
1 Bila beban antara 2 kg-10 kg (intermittent)
2 Bila beban antara 2 kg-10 kg (statis atau perulangan)
3 Bila beban lebih dari 10 kg atau perulangan atau
beban kejut

2.1.4 Penggabungan Nilai Faktor Risiko


• Nilai postur A, nilai otot A, dan nilai gaya A ditambahkan
hingga diperoleh nilai C.
• Nilai postur B, nilai otot B, dan nilai gaya B ditambahkan
hingga diperoleh nilai D.
Rangking 1 sampai 7 diberikan untuk setiap kombinasi yang
mungkin dari nilai C dan D berdasarkan derajat paparan faktor
risiko. Rangking tersebut yang disebut Grand Score.
2.1.5 Interpretasi Grand Score
Grand Score menunjukkan kebutuhan adanya analisis kerja yang
lebih mendalam danmenyediakan metode untuk memprioritaskan
pekerjaan yang perlu dianalisis lebih lanjut.

1. Nilai 1 atau 2 = Action Level 1

Untuk rentang ini postur kerja dapat bernilai 2 atau kurang


untuk setiap grup dan nilai konstraksi otot serta gaya sebesar
0. Rekomendasi: risiko pekerja terkena factor-faktor risiko
relative rendah dan dianggap masih dapat diterima, selama
pekerja tidak berada terlalu lama atau berulang-ulang pada
kondisi tersebut.

Page 73
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

2. Nilai 3 atau 4 = Action Level 2

Postur kerja berada di luar rentang aman, atau postur kerja


sebenarnya masih dapat diterima namun ditandai adanya
gerakan repetitive, kontraksi otot statis, atau pengeluaran gaya
yang signifikan. Rekomendasi: diperlukan analisis lebih lanjut
dan perubahan mungkin dibutuhkan,

3. Nilai 5 atau 6 = Action Level 3

Postur kerja berada di luar rentang aman. Gerakan repetitif


dan/atau kontraksi otot statis dibutuhkan, dan mungkin
diperlukan pengeluaran gaya yang signifikan. Rekomendasi:
analisis lebih lanjut dan perubahan dibutuhkan segera.

Nilai 7 = Action Level 4


Postur kerja berada di luar rentang aman, gerakan repetitif
dan/atau kontraksi otot statis dibutuhkan, dan mungkin
diperlukan pengeluaran gaya yang signifikan. Rekomendasi:
analisis lebih lanjut dan perubahan dibutuhkan sangat segera.

Tabel 2.1 Kategori Tindakan RULA


Kategori Tindakan Level Tindakan
1-2 Minimum Aman
3-4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan
5-6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
7 Tinggi Tindakan sekarang juga

Page 74
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

Gambar 2.1 Analisis Metode Rapid Upper Limb


Assessment (RULA)

Page 75
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

2.2 Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Rapid Entire Body Assissment (REBA) adalah suatu


metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk
menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan
kaki seorang pekerja. Metode ini juga dilengkapi dengan faktor
coupling, beban ekstemal, dan aktivitas kerja. Dalam metode ini,
segmen-segmen tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan
Grup B. Grup A terdiri dari punggung (batang tubuh), leher dan
kaki. Sedangkan grup B terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan. Penentuan skor REBA, yang mengindikasikan
level resiko dari postur kerja, dimulai dengan menentukan skor A
untuk postur-postur grup A ditambah dengan skor beban (load) dan
skor B untuk postur-postur grup B ditambah dengan skor coupling.
Kedua skor tersebut (skor A dan B) digunakan untuk menentukan
skor C. Skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas
pada skor C. Dari nilai REBA dapat diketahui level resiko cedera.
Pengembangan Rapid Entire Body Assissment (REBA) terdiri atas
3 (tiga) tahapan, yaitu:
• Mengidentifikasikan kerja,
• Sistem pemberian skor,
• Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada
tingkat yang ada, dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang
lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat.
Setelah diperoleh skor REBA, yang bemilai 1 sampai 15
menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:

Action level 0 : Skor 1 menunjukkan bahwa postur ini sangat


diterima dan tidak perlu tindakan.

Action level 1 : Skor 2 atau 3 menunjukkan bahwa mungkin


diperlukan pemeriksaan lanjutan.

Page 76
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

Action level 2 : Skor 4 sampai 7 menunjukkan bahwa perlu


tindakan pemeriksaaan dan perubahan perlu dilakukan.

Action level 3 Skor 8 sampai 10 menunjukkan bahwa perlu


pemeriksaan dan perubahan diperlukan secepatnya.

Action level 4 : Skor 11 sampai 15 menunjukkan bahwa kondisi ini


berbahaya maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan
segera (saat itu juga).

Gambar 2.2 Analisis Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Page 77
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

2.3 Metode OWAS (Ovako Work Posture Analysis System)


Perkembangan OWAS dimulai pada tahun tujuh puluhan di
perusahaan Ovako OyFinlandia (sekarang Fundia Wire). Metode
ini dikembangkan oleh Karhu dan kawankawannya di
Laboratorium Kesehatan Buruh Finlandia (Institute of
Occupational Health). Lembaga ini mengkaji tentang pengaruh
sikap kerja terhadap gangguan kesehatan seperti sakit pada
punggung, leher, bahu, kaki, lengan dan rematik. Penelitian
tersebut memfokuskan hubungan antara postur kerja dengan berat
beban.Pada kurun waktu 1977 Karhu Dkk memperkenalkan
metode ini untuk pertama kalinya. Pengenalan pertama terbatas
pada aspek klasifikasi postur kerja. Kemudian Stofert
menyempurnakan metode OWAS melalui disertasinya pada tahun
1985. Penyempurnaan ini telah memasukan aspekevaluasi analisa
secara detail.
Metode OWAS mengkodekan sikap kerja pada bagian
punggung, tangan, kaki dan berat beban. Masing-masing bagian
memiliki klasifikasi sendiri-sendiri. Metode ini cepat dalam
mengidentifikasi sikap kerja yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja.Kecelakaan kerja yang menjadi perhatian dari
metode ini adalah sistem musculoskeletal manusia.
Postur dasar OWAS disusun dengan kode yang terdiri
empat digit, dimana disusun secara berurutan mulai dari punggung,
lengan, kaki dan berat beban yang diangkat ketika melakukan
penanganan material secara manual. Berikut ini adalah klasifikasi
sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan dievaluasi
(Karhu,1981) :
A. Sikap Punggung
1. Tegak
2. Membungkuk
3. Memutar atau miring kesamping

Page 78
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk kedepan dan


menyamping

Gambar 2.3 Sikap Punggung

B. Sikap Lengan
1. Kedua lengan berada dibawah bahu
2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu
3. Kedua lengan pada atau diatas bahu

Gambar 2.4 Sikap Lengan

C. Sikap Kaki
1. Duduk
2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus
4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk
5. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk
6. Berlutut pada satu atau kedua lutut
7. Berjalan

Page 79
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

Gambar 2.5 Sikap Kaki

D. Berat Beban
1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W = 10 Kg)
2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg < W ≤ 20 Kg)

III. PROSEDUR PRAKTIKUM


a. Siapkan satu orang operator pekerjaan dan satu orang pengamat
pada masing-masing elemen pekerjaan. Operator bertindak sebagai OP
(Orang yang melakukan Pekerjaan), pengamat bertugas mengambil video
pada saat operator melakukan pekerjaan untuk kemudian
menganalisis/mengamati :
• posisi berdasarkan konsep RULA
• posisi berdasarkan konsep REBA
• posisi berdasarkan konsep OWAS
b. Lihat tabel postur kerja metode RULA, REBA dan OWAS
c. Catat hasil pengamatan pada lembar kerja RULA, REBA, dan
OWAS
d. Melakukan perhitungan skor RULA, REBA, dan OWAS
e. Analisis postur kerja.
f. Berikan usulan perbaikan untuk elemen pekerjaan yang perlu
diperbaiki.

Page 80
PTI – 1 Modul 3B Biomekanika dan Postur Kerja

Flowchart Praktikum Biomekanika Dan Postur Kerja

Mulai

Menentukan seorang operator


pekerjaan dan operator pengamat pada
masing-masing elemen pekerjaan

Proses pengaplikasian pekerjaan sekaligus proses


pengamatan pekerjaan (rekaman, foto atau video
metode kerja)

Mencatat hasil pengamatan pada lembar


pengamatan RULA, REBA, danOWAS

Melakukan perhitungan skor RULA, REBA, dan OWAS

Analisis postur kerja

Memberi usulan perbaikan

Selesai

Page 81
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

MODUL 3C
PENGUKURAN KERJA FISIOLOGIS
I. TUJUAN PRAKTIKUM

a. Memahami perbedaan beban kerja/cara kerja dapat berpengaruh


terhadap aspek fisiologis manusia.

b. Mampu melakukan pengukuran kerja dengan menggunakan


metode fisiologi.

c. Mampu membuat grafik hubungan beban kerja dengan denyut


jantung, denyut jantung dengan waktu istirahat, denyut jantung
dengan berat badan, denyut jantung dengan suhu badan.

d. Merancang sistem kerja dengan memanfaatkan hasil pengukuran


kerja dengan metode fisiologi.

II. LANDASAN TEORI

Lehman (1995) mendefinisikan kerja sebagai semua aktivitas yang


secara sengaja dan berguna dilakukan manusia untuk menjamin
kelangsungan hidupnya baik secara individu maupun umat manusia
secara keseluruhan.

Secara umum jenis kerja dibagi menjadi dua bagian yaitu kerja
fisik (otot) dan kerja mental. Pada kerja mental pengeluaran energi
relatif lebih kecil dibandingkan kerja fisik dimana pada kerja fisik ini
manusia akan menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart
rute, temperature tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh.
Kerja fisik ini dikelompkkan oleh Davis menjadi tiga kelompok besar,
sebagai berikut :

a. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar


otot biasanya dua pertiga atau tiga perempat otot tubuh.

Page 82
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energy


expenditure karena otot yang digunakan lebih sedikit.
c. Kerja otot statis, otot yang diguankan untuk menghasilkan gaya
konstrasi otot.

Sampai saat ini, metode pengukuran kerja fisik dilakukan


menggunakan standar sebagai berikut :

a. Konsep horse power (foot-pounds of work per minute) oleh Taylor,


tapi tidak memuaskan.

b. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.

c. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen (metode


baru)

2.1 Pengukuran Konsumsi Energi

Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang


berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada
waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu
dengan pengukuran tekanan darah, aliran darah, komposisi kimia
dalam darah, temperatur tubuh, tingkat penguapan dan jumlah
udara yang dikeluarkan paru-paru. Dalam penentuan konsumsi
energi biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan
kecepatan jantung. Indeks ini merupakan perbedaan anatar
kecepatan denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan
kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat.

Untuk merumuskan hubungan antara energy expenditure


dengan kecepatan heart rate (denyut jantung), dilakukan
pendekatan kuantitatif hubungan antara energy expenditure dengan
kecepatan denyut jantung menggunakan analisa regresi. Bentuk
regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara
umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :

Page 83
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

Y = 1,80411 – 0,0229038X + 4,71733.10−4 𝑋𝑋 2

Dimana :

Y : Energi (kilo kalori per menit)

X : Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam


bentuk energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu
bisa ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut :

KE = Et – Ei

Dimana :

KE : Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (kilo

kalori/menit)

Et : Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu (kilo

kalori/menit)

Ei : Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilo kalori/menit)

Terdapat tiga tingkat energi fisiologi yang umum : istirahat,


limit kerja aerobik, dan kerja anaerobik. Pada tahap istirahat
pengeluaran energi diperlukan untuk mempertahankan kehidupan
tubuh yang disebut tingkat metabolis basah. Hal tersebut mengukur
perbandingan oksigen yang masuk dalam paru-paru dengan karbon
dioksida yang keluar. Berat tubuh dan luas permukaan adalah
faktor penentu yang dinyatakan dalam kilokalori/area
permukaan/jam. Rata-rata manusia mempunyai berat 65 kg dan
mempunyai area permukaan 1,77 meter persegi memerlukan energi
sebesar 1 kilo kalori/menit.

Tabel 2.1 Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis

Page 84
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

Tingkat Energy Ependiture Detak Konsumsi


Pekerjaan Jantung Energi

Kkal/menit Kkal/8 jam Detak/menit Liter/menit


Undully Heavy > 12.5 > 6000 > 175 > 2.5
Very Heavy 10.0 – 12.5 4800 - 6000 150 - 175 2.0 – 2.5

Heavy 7.5 – 10.0 3600 - 4800 125 - 150 1.5 – 2.0

Moderate 5.0 – 7.5 2400 - 3600 100 - 125 1.0 – 1.5


Light 2.5 – 5.0 1200 - 2400 60 - 100 0.5 – 1.0
Very Light < 2.5 < 1200 < 60 < 0.5

2.2 Konsumsi Energi Berdasarkan Kapasitas Oksigen Terukur

Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan


mengukur konsumsi oksigen. Jika satu kilo liter oksigen
dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4.8 kkal
energi.

𝑇𝑇(𝐵𝐵−𝑆𝑆)
R= 𝐵𝐵−0.3

Dimana :

R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (recovery)

T : Total waktu kerja dalam menit

B : Kapasitas oksigen pada saat kerja (liter/menit)

S : Kapasitas oksigen pada saat diam.

2.3 Konsumsi Energi Berdasarkan Denyut Jantung

Jika denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja dan


pemulihan, maka recovery (waktu pemulihan) untuk beristirahat
meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang

Page 85
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup


sehingga mengalami kelelahan yang kronis. Murrel membuat
metode untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari
pekerjaan fisik :

𝑇𝑇(𝑊𝑊−𝑆𝑆)
R= 𝑊𝑊−1.5

Dimana :

R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (recovery)

T : Total waktu kerja dalam menit

W : Waktu energi rata-rata untuk bekerja dalam kkal/menit

S : Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan

dalam kkal/menit (biasanya 4 atau 5 kkal/menit)

2.4 Menentukan Waktu Standart dengan Metode Fisiologis

Pengukuran fisiologis dapat digunakan untuk


memperbandingkan cost energy pada suatu pekerjaan yang
memenuhi standart, dengan pekerjaan serupa yang tidak memenuhi
standart, tetapi perbandingan harus dibuat untuk yang sama.
Hasilnya mungkin beberapa orang yang memiliki performansi
150% hingga 160% menggunakan energy expenditure sama
dengan orang yang performansinya hanya 110% sampai 115%.
Waktu standart ditentukan untuk tugas, pekerjaan yang spesifik
dan jelas definisinya. Dr. Loucien Brouha telah membuat tabel
klasifikasi beban kerja dalam reaksi fisiologis, untuk menentukan
berat ringannya suatu pekerjaan. Seperti terlihat pada tabel 2.3
berikut ini:

Tabel 2.2

Page 86
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

WORK OXYGEN ENERGY HEART RATE


LOAD CONSUMPTION EXPENDITURE DURING
WORK

Light 0.5 – 1.0 2.5 – 5.0 60 – 100


Moderate 1.0 – 1.5 5.0 – 7.5 100 – 125
Heavy 1.5 – 2.0 7.5 – 10.0 125 – 150
Very 2.0 – 2.5 10.0 – 12.5 150 – 175
Heavy

2.5 Fatique

Fatique adalah kelelahan yang terjadi pada syaraf dengan


otot- otot manusia sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana
mestinya. Kelelahan dipandang dari sudut industri adalah pengaruh
dari kerja pada pikiran dan tubuh manusia yang cenderung
mengurangi kecepatan kerja mereka atau menurunkan kualitas
produksi, atau kedua-duanya dari performansi optimum seorang
operator. Cakupan dari kelelahan yaitu :

a. Penurunan Dalam Performansi Kerja

Penurunan dalam kecepatan dan kualitas output yang


terjadi bila melewati suatu periode tertentu, disebut industry
fatique.

b. Penurunan Dalam Kapasitas Kerja

Perusakan otot atau ketidakseimbangan susunan saraf untuk


memberikan stimulus, disebut psikologis fatique.

c. Laporan-laporan Subyektif

Berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan, disebut


fungsional fatique.

Page 87
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fatique adalah


besarnya tenaga yang dikeluarkan, kecepatan, cara dan sikap
melakukan aktivitas, jenis kelamin dan umur. Fatique dapat diukur
dengan :

a. Mengukur keceptan denyut jantung dan pernafasan.

b. Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam


paru-paru, jumlah oksigen yang dipakai, jumlah
CO2 yang dihasilkan, temperatur badan, komposisi
kimia dalam urin dan darah.

c. Menggunakan alat uji kelelahan riken fatique.

III. PROSEDUR PRAKTIKUM


3.1 Peralatan yang Digunakan
a. Stopwatch
b. Termometer Tubuh
c. Lembar Pengamatan

Percobaan 1
Pada percobaan 1,kegiatan praktikum yang dilakukan adalah
mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
pengukuran.

Langkah-langkah Percobaan 1 sebagai berikut :

. a. Siapkan satu orang operator, satu orang pengamat, serta satu orang
pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang yang melakukan
proses pengukuran, pengamat bertugas mencatat suhu tubuh dan
kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat waktu bertugas
memberi aba-aba kepada operator untuk memulai aktivitas sekaligus
mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu Kerja).

Page 88
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.

c. Pada saat operator melakukan proses pengukuran, pengamat


mencatat kecepatan denyut jantung operator.

d. Pada saat operator selesai melakukan proses pengukuran, pencatat


waktu bertugas untuk mencatat waktu proses pengukuran (Pengukuran
Waktu Kerja)

e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)


dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Percobaan 2

Pada percobaan 2,kegiatan praktikum yang dilakukan adalah


mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
pemotongan.

Langkah – langkah Percobaan 2 sebagai berikut :

a. Siapkan satu orang operator pemotongan, satu orang pengamat,


serta satu orang pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang
yang melakukan proses pemotongan, pengamat bertugas mencatat
suhu tubuh dan kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat
waktu bertugas memberi aba-aba kepada operator untuk memulai
aktivitas sekaligus mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu
Kerja).

b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.

c. Pada saat operator melakukan proses pemotongan, pengamat


mencatat kecepatan denyut jantung operator.

Page 89
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

d. Pada saat operator selesai melakukan proses pemotongan, pencatat


waktu bertugas untuk mencatat waktu proses pemotongan (Pengukuran
Waktu Kerja)

e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)


dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Percobaan 3

Pada percobaan 3,kegiatan praktikum yang dilakukan adalah


mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
pengeboran (melubangi)

Langkah – langkah Percobaan 3 sebagai berikut :

a. Siapkan satu orang operator pengeboran, satu orang pengamat,


serta satu orang pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang
yang melakukan proses pengeboran, pengamat bertugas mencatat suhu
tubuh dan kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat
waktu bertugas memberi aba-aba kepada operator untuk memulai
aktivitas sekaligus mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu
Kerja).

b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.

c. Pada saat operator melakukan proses pengeboran, pengamat


mencatat kecepatan denyut jantung operator.

d. Pada saat operator selesai melakukan proses pengeboran, pencatat


waktu bertugas untuk mencatat waktu proses pengeboran (Pengukuran
Waktu Kerja)

e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)


dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Page 90
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

Percobaan 4

Pada percobaan 4,kegiatan praktikum yang dilakukan adalah


mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
penghalusan.

Langkah – langkah Percobaan 4 sebagai berikut :

a. Siapkan satu orang operator penghalusan, satu orang pengamat,


serta satu orang pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang
yang melakukan proses penghalusan, pengamat bertugas mencatat
suhu tubuh dan kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat
waktu bertugas memberi aba-aba kepada operator untuk memulai
aktivitas sekaligus mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu
Kerja).

b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.

c. Pada saat operator melakukan proses penghalusan, pengamat


mencatat kecepatan denyut jantung operator.

d. Pada saat operator selesai melakukan proses penghalusan, pencatat


waktu bertugas untuk mencatat waktu proses penghalusan
(Pengukuran Waktu Kerja)

e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)


dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Percobaan 5

Pada percobaan 5, kegiatan praktikum yang dilakukan adalah


mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
penyerutan.

Page 91
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

Langkah – langkah Percobaan 5 sebagai berikut :

a. Siapkan satu orang operator penyerutan, satu orang pengamat, serta


satu orang pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang yang
melakukan proses penyerutan, pengamat bertugas mencatat suhu tubuh
dan kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat waktu
bertugas memberi aba-aba kepada operator untuk memulai aktivitas
sekaligus mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu Kerja).

b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.

c. Pada saat operator melakukan proses penyerutan, pengamat


mencatat kecepatan denyut jantung operator.

d. Pada saat operator selesai melakukan proses penyerutan, pencatat


waktu bertugas untuk mencatat waktu proses pemeriksaan
(Pengukuran Waktu Kerja)

e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)


dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Percobaan 6

Pada percobaan 6,kegiatan praktikum yang dilakukan adalah


mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
perakitan.

Langkah – langkah Percobaan 6 sebagai berikut :

a. Siapkan satu orang operator perakitan, satu orang pengamat, serta


satu orang pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang yang
melakukan proses perakitan, pengamat bertugas mencatat suhu tubuh
dan kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat waktu

Page 92
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

bertugas memberi aba-aba kepada operator untuk memulai aktivitas


sekaligus mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu Kerja).

b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.

c. Pada saat operator melakukan proses perakitan, pengamat mencatat


kecepatan denyut jantung operator.

d. Pada saat operator selesai melakukan proses perakitan, pencatat


waktu bertugas untuk mencatat waktu proses perakitan (Pengukuran
Waktu Kerja)

e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)


dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Percobaan 7

Pada percobaan 7, kegiatan praktikum yang dilakukan adalah


mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
pemeriksaan.

Langkah – langkah Percobaan 7 sebagai berikut :

a. Siapkan satu orang operato pemeriksaan, satu orang pengamat,


serta satu orang pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang
yang melakukan proses pemeriksaan, pengamat bertugas mencatat
suhu tubuh dan kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat
waktu bertugas memberi aba-aba kepada operator untuk memulai
aktivitas sekaligus mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu
Kerja).

b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.

Page 93
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

c. Pada saat operator melakukan proses pemeriksaan, pengamat


mencatat kecepatan denyut jantung operator.

d. Pada saat operator selesai melakukan proses pemeriksaan, pencatat


waktu bertugas untuk mencatat waktu proses pemeriksaan
(Pengukuran Waktu Kerja)

e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)


dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Percobaan 8
Pada percobaan 8,kegiatan praktikum yang dilakukan adalah
mengukur kegiatan kerja fisiologis dalam aktivitas pada saat proses
pengecetan.
Langkah – langkah Percobaan 8 sebagai berikut :
a. Siapkan satu orang operator pengecetan, satu orang pengamat,
serta satu orang pencatat waktu. Operator bertindak sebagai orang
yang melakukan proses pengecetan, pengamat bertugas mencatat suhu
tubuh dan kecepatan denyut jantung operator, sedangkan pencatat
waktu bertugas memberi aba-aba kepada operator untuk memulai
aktivitas sekaligus mencatat waktu kerja operator (Pengukuran Waktu
Kerja).
b. Ukur dan catat denyut jantung awal (Do) dan ukur pada suhu tubuh
operator (T0) sebelum melakukan aktivitas.
c. Pada saat operator melakukan proses pengecetan, pengamat
mencatat kecepatan denyut jantung operator.
d. Pada saat operator selesai melakukan proses pengecetan, pencatat
waktu bertugas untuk mencatat waktu proses pengecetan (Pengukuran
Waktu Kerja)
e. Setelah aktivitas berakhir ukur kembali suhu tubuh operator (T1)
dan kecepatan denyut jantung operator setelah 1 menit beristirahat.

Page 94
PTI – 1 Modul 3C Pengukuran Kerja Fisiologis

Flowchart Praktikum Pengukuran Kerja Fisiologis

Mulai

Menyiapkan peralatan
yang digunakan

Menentukan seorang operator


pekerjaan dan operator pengamat pada
masing-masing elemen pekerjaan

Proses pengaplikasian pekerjaan


sekaligus proses pengamatan
pekerjaan

Proses pengisian lembar kerja pengamatan


Pengukuran Kerja Fisiologis

Proses pengolahan data (pembuatan grafik hubungan


beban kerja dengan denyut jantung, denyut jantung
dengan waktu istirahat, denyut jantung dengan berat
badan, denyut jantung dengan suhu badan)

Analisis Data

Kesimpulan

Selesai

Page 95
PTI – 1 Modul 3D Evaluasi Ergonomi

MODUL 3D

EVALUASI ERGONOMIS

I. TUJUAN PRAKTIKUM

a. Praktikan mampu memahami pendekatan-pendekatan yang


berkaitan dengan ergonomi
b. Praktikan mampu merancang suatu produk yang ergonomis.

II. LANDASAN TEORI

2.1 Defenisi Ergonomi

Ergonomi merupakan suatu studi tentang aspek-aspek manusia di


dalam suatu lingkungan kerja, dimana suatu fasilitas kerja dan
lingkungannya saling berinteraksi satu sama lain. Manusia merupakan
salah satu faktor utama dalam hal perancangan, karena segala sesuatu yang
berkaitan dengan perancangan akan berpusat kepada manusia itu sendiri.
Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan,
keselamatan, dan kenyamanan manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya
saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menesuaikan suasana kerja
dengan manusianya.
Pengelompokan bidang kajian ergonomi yang secara lengkap
mencakup seluruh perilaku manusia dalam bekerja (Sulaksana, 1979)
membagi kajian ergonomi kedalam beberapa kelompok, yaitu:
1. Antropometri
Salah satu aspek kajian ergonomi yang sangat berkaitan dengan
perancangan produk berdasarkan dimensi tubuh manusia adalah
antropometri. Antropometri berisi kumpulan data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia (ukuran, bentuk,
dan kekuatan), dari data tersebut dapat digunakan dalam hal
perancangan produk sehingga dapat menciptakan suatu lingkungan
kerja yang efisien, nyaman, aman, sehat, dan efektif (Nurmianto,
2008).

Page 96
PTI – 1 Modul 3D Evaluasi Ergonomi

2. Faal Kerja
Secara garis besar kerja manusia bersifat fisik dan mental yang
masing-masing mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Tingkat
intensitas yang terlalu tinggi menunjukkan pemakaian energi yang
berlebihan. Sebaliknya tingkat intensitas yang terlalu rendah
menimbulkan rasa bosan dan jenuh.
3. Biomekanika Kerja
Biomekanika kerja merupakan aplikasi ilmu mekanika teknik
untuk analisa sistem kerangka otot manusia. Kajian dalam bidang
biomekanika kerja meliputi kekuatan kerja otot, kecepatan,
ketelitian gerak anggota badan, dan daya tahan jaringan tubuh
terhadap beban.
4. Penginderaan
Secara biologis manusia mempunyai indera yaitu penglihatan,
pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Masing-masing
indera tersebut akan memberikan respon terhadap kerja indera
lainnya.
5. Psikologi Kerja
Perbedaan yang khusus pada manusia diantaranya jenis kelamin,
usia, kepribadian, tingkah laku, nilai, karakteristik fisik, minat,
motivasi, pendidikan, dan pengalaman.
2.2 Tujuan dan Manfaat Ergonomi

Manusia adalah mahluk pekerja. Dengan bekerja mereka akan


menghasilkan suatu hasil kerja yang nantinya akan dipakai untuk
membiayai segala kebutuhan hidupnya, yaitu memperoleh bahan
makanan, sandang dan perumahan. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya
itu manusia bisa saja memakai peralatan kerja dan berada dalam
lingkungan kerja tertentu. Peralatan kerja harus sesuai dengan manusia
pemakai, lingkungan kerjanya harus mendukung fungsi tubuh yang sedang
bekerja. Hal itulah yang dituju dalam pelaksanaan ergonomic di tempat
kerja. Dengan ergonomi akan dijamin manusia bekerja sesuai dengan

Page 97
PTI – 1 Modul 3D Evaluasi Ergonomi

kemampuan, kebolehan dan keterbatasannya. Hasil akhirnya ialah manusia


mampu berproduksi optimal, selama umur produktifnya tanpa harus
mengorbankan keselamatan dan kesehatannya.
Ergonomi sebagai suatu cabang ilmu akan sangat bermanfaat bagi
manusia bekerja, dimana saja dan kapan saja. Ergonomi dipergunakan
oleh setiap manusia bekerja. Ergonomi sebagai suatu pendekatan yang
memungkinkan manusia bekerja secara optimal dan efisien. Apakah ia
bekerja di pagi sampai siang, sore dan malam hari. Bekerja di permukaan
bumi, bawah laut, di bawah tanah atau di udara sekalipun. Jenis tugasnya
dapat dilaksanakan secara invidual, atau berkelompok, pekerjaan ringan,
sedang, dan berat; di situlah ergonomi akan berperan.
Tujuan penerapan ergonomic adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan
beban kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja ,
dan meningkatkan kepuasan kerja;
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas
kontak sesama pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan
menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja;
3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek
teknik, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk
tujuan meningkakan efisiensi sistem manusia-mesin.
Keuntungan pelaksanaan ergonomi dapat dirasakan padatingkat
individu dan organisasi. Kedua-duanya akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas kerjanya.Keuntungannya adalah sebagai berikut:
1. Menurunnya angka sakit akibat kerja
2. Menurunnya kecelakaan kerja
3. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang
4. Stress akibat kerja berkurang
5. Produktivitas membaik
6. Alur kerja bertambah baik
7. Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera

Page 98
PTI – 1 Modul 3D Evaluasi Ergonomi

Untuk melaksanakan kajian atau evaluasi (pengujian) bahwa


desain sudah memenuhi persyaratan ergonomis adalah dengan
mempertimbangkan faktor manusia, dalam hal ini ada 4 aturan sebagai
dasar perancangan desain, yakni :
1. Memahami bahwa manusia merupakan fokus utama perancangan
desain, sehingga hal-hal yang berhubungan dengan struktur anatomi
(fisiologik) tubuh manusia harus diperhatikan, demikian juga dengan
dimensi ukuran tubuh (anthropometri).
2. Menggunakan prinsip-prinsip kinesiologi dalam perancangan desain
(studi mengenai gerakan tubuh manusia dilihat dari aspek biomechanics),
tujuannya untuk menghindarkan manusia melakukan gerakan kerja yang
tidak sesuai, tidak beraturan dan tidak memenuhi persyaratan efektivitas
efisiensi gerakan.
3. Pertimbangan mengenai kelebihan maupun kekurangan (keterbatasan)
yang berkaitan dengan kemampuan fisik yang dimiliki oleh manusia di
dalam memberikan respon sebagai kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan
pengaruhnya dalam perancangan desain.
4. Mengaplikasikan semua pemahaman yang terkait dengan aspek
psikologik manusia sebagai prinsip-prinsip yang mampu memperbaiki
motivasi, attitude, moral, kepuasan dan etos kerja.
Selain hal-hal tersebut di atas, unsur lain yang juga penting untuk
diperhatikan dan memberi pengaruh signifikan terhadap peningkatan
produktivitas, efisiensi, keselamatan, kesehatan, kenyamanan maupun
ketenangan orang bekerja sehingga menghindarkan diri dari segala bentuk
kesalahan manusiawi (human error) yang berakibat kecelakaan kerja.

Page 99
PTI – 1 Modul 3D Evaluasi Ergonomi

III. PROSEDUR PRAKTIKUM

3.1 Langkah-langkah Praktikum

a. Praktikan melakukan survey terhadap suatu produk.


b. Praktikan melakukan pengukuran awal terhadap produk
c. Praktikan melakukan pengukuran terhadap produk yang akan
dirancang berdasarkan data antropometri.
d. Setelah praktikan melakukan perancangan, praktikan melakukan
evaluasi terhadap rancangan produk untuk kemudian melakukan
penentuan pengembangan produk.

Page
100
PTI – 1 Modul 3D Evaluasi Ergonomi

Flowchart Praktikum Evaluasi Ergonomis

Mulai

Survey terhadap suatu


produk

Pengukuran awal terhadap


produk

Pengukuran terhadap produk yang akan


dirancang berdasarkan data
antropometri

Analisis rancangan
produk

Evaluasi rancangan
produk

Selesai

Page
101
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

MODUL 3E

PERANCANGAN LINGKUNGAN FISIK KERJA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Meneliti pengaruh faktor temperatur terhadap keberhasilan kerja.
b. Meneliti pengaruh faktor tingkat pencahayaan terhadap
keberhasilan kerja.
c. Meneliti pengaruh faktor warna cahaya terhadap keberhasilan
kerja.
d. Meneliti pengaruh faktor tingkat kebisingan terhadap keberhasilan
kerja.

II. LANDASAN TEORI


Kehidupan manusia didunia ini tidak terlepas dari adanya faktor
kerja. Setiap hari manusia melakukan kerja, dengan tujuan untuk
melangsungkan hidupnya. Lehman (1953) ; seorang ilmuwan
mendefinisikan kerja sebagai semua aktivitas yang secara sengaja dan
berguna dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sebagai
individu maupun sebagai umat secara keseluruhan.
Seringkali dalam bekerja tidak berfikir apakah pekerjaan yang
dilakukannya dilakukan dengan benar, tepat dan aman, serta
mendapatkan produktivitas yang optimal. Manusia sebagai pekerja
cenderung langsung untuk mengerjakan apa yang ada dihadapannya,
tanpa memikirkan faktor-faktor apa yang bisa menghambat dan
mendukung keberhasilan pekerjaannya.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam sistem kerja antara lain:
faktor manusia, faktor bahan baku / material, faktor alat atau mesin
dan faktor lingkungan kerja fisik. Dari keempat faktor tersebut, faktor
lingkungan fisik kerja seringkali diabaikan, padahal faktor lingkungan
fisik kerja ini turut menunjang keberhasilan kerja yang nantinya akan
mempengaruhi kondisi fisik dan kondisi psikis pekerja dalam

Page 102
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

melakukan pekerjaannya. Adakah perbedaan yang signifikan, seorang


pekerja dalam lingkungan fisik yang dingin dengan yang panas? Atau,
seorang pekerja bekerja dalam lingkungan fisik yang agak gelap atau
terlalu terang ? Atau, seorang pekerja yang bekerja dalam lingkungan
kerja yang terlalu hening atau terlalu bising ? Berapa standart optimal
temperatur, tingkat pencahyaan dan tingkat kebisingan untuk
melakukan suatu pekerjaan ? Hal- hal inilah yang perlu diamati dan
dianalisa, sehingga kita mampu menciptakan suatu lingkungan fisik
yang benar-benar menunjang keberhasilan suatu pekerjaan.

III. PROSEDUR PRAKTIKUM


3.1 Peralatan yang Digunakan
Dalam praktikum ini, alat-alat dan bahan yang digunakan antara
lain :
a. Ruang iklim (climatic chamber)
b. Lux meter
c. Sound Level meter
d. Bahan-bahan prototype kursi
e. Stopwatch
f. Skrup Ulip
3.2 Pelaksanaan Praktikum
A. Prosedur Penelitian (Perakitan)
1. Tetapkan seorang sebagai orang yang akan diteliti/operator yang
tidak memiliki cacat mata.
2. Tetapkan 1 orang sebagai operator perakitan, 1 orang sebagai
penghitung waktu dan satu orang sebagai pencatat waktu.
3. Atur kondisi ruangan dengan ketentuan sebagai berikut :
Kondisi 1 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius
Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Putih
Tingkat Kebisingan 60 db

Page 103
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

4. Setelah kondisi ruangan tercapai, operator perakitan, pengamat


(penghitung waktu) dan pencatat waktu memasuki ruangan, dan
melakukan tugas sesuai ketentuan.
5. Pada saat penghitung waktu (pengamat) mengatakan agar proses
perakitan dimulai,operator melakukan proses perakitan prototype
kursi dengan spesifikasi:

No Dimensi Kursi Ukuran Prototype Spesifikasi bahan


Kursi (cm)
1 Tinggi kursi dari lantai
2 Tinggi alas duduk dari lantai
3 Tinggi meja dari alas kursi
4 Tinggi sandaran kursi
5 Lebar alas kursi
6 Lebar meja
7 Lebar sandaran kursi
8 Panjang meja
9 Panjang alas kursi

6. Ulangi langkah 5 sampai lingkungan fisik yang berbeda, dengan


ketentuan :

Kondisi 2 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Putih
Tingkat Kebisingan 100 db
Kondisi 3 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius
Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Putih
Tingkat Kebisingan 60 db

Page 104
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

Kondisi 4 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Putih.
Tingkat Kebisingan 100 db

Kondisi 5 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Merah
Tingkat Kebisingan 60 db

Kondisi 6 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Merah
Tingkat Kebisingan 100 db

Kondisi 7 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Merah
Tingkat Kebisingan 60 db

Kondisi 8 Suhu Ruangan 18 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Merah.
Tingkat Kebisingan 100 db

Kondisi 9 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Biru
Tingkat Kebisingan 60 db

Page 105
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

Kondisi 10 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Biru
Tingkat Kebisingan 100 db

Kondisi 11 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Biru
Tingkat Kebisingan 60 db

Kondisi 12 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Biru
Tingkat Kebisingan 100 db

Kondisi 13 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Hitam
Tingkat Kebisingan 60 db

Kondisi 14 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 2 Lux
Warna Cahaya Hitam
Tingkat Kebisingan 100 db

Kondisi 15 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Hitam
Tingkat Kebisingan 60 db

Page 106
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

Kondisi 16 Suhu Ruangan 30 Derajat Celcius


Tingkat Pencahayaan 50 Lux
Warna Cahaya Hitam
Tingkat Kebisingan 100 db

Bahan analisa penelitian


1. Olah data-data yang telah didapatkan dengan uji hipotesa
Statistik
2. Analisalah, apakah kondisi tempatur 18 derajat celcius, sama
dengan kondisi temperatur 30 derajat celcius
3. Analisalah, apakah kondisi tingkat pencahayaan 2 lux, sama
dengan kondisi pencahayaan 50 lux
4. Analisalah, apakah kondisi tingkat kebisingan 60 db, sama
dengan kondisi tingkat kebisingan 100 db
5. Analisalah, bagaimana dampak cahaya terhadap penyelesaian
pekerjaan.

Page 107
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

Uji Hipotesa
Langkah-langkah pengolahan dan interpretasi data hasil
eksperimen penelitian 1
1. Uji hipotesis yang akan dilakukan untuk menguji perbedaan tiap
perlakuan pada eksperimen adalah menurut persamaan berikut :

Yijk =µ+𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏 + 𝜀𝜀𝜀𝜀(𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖)

Yijk =µ + Ci + Bj + CBij + Tk + Ctij + BTjk + CBTijk +𝜀𝜀𝜀𝜀(𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖)

Dimana :
i = jumlah perlakuan pencahayaan (a)
j = jumlah perlakuan kebisingan (b)
k = jumlah perlakuan temperatur (c)
Yijk = hasil eksperimen
𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏𝜏 = efek dari perlakuan dalam eksperimen
𝜀𝜀𝜀𝜀(𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖) = error dalam tiap perlakuan dalam eksperimen
𝐴𝐴𝐴𝐴 = efek dari perlakuan dalam eksperimen
𝐵𝐵𝐵𝐵 = efek dari perlajuan kebisingan
𝐶𝐶𝐶𝐶 = efek dari perlakuan temperatur
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = efek interaksi perlakuan pencahayaan dengan
Kebisingan
ACik = efek interaksi perlakuan pencahayaan dengan
Temperatur
BCjk = efek interaksi perlakuan pencahayaan dengan
Temperatur
ABCijk = efek interaksi perlakuan pencahayaan dengan
temperatur dan kebisingan

Page 108
PTI – 1 Modul 3E Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

Flowchart Praktikum Perancangan Lingkungan Fisik Kerja

Mulai

Menyiapkan
peralatan praktikum

Menentukan seorang operator pekerjaan


dan operator pengamat yang akan
mengamati lamanya proses pelaksanaan
pekerjaan pada setiap kondisi

Pengukuran pendahulu
terhadap Prototype produk

Proses pelaksanaan pekerjaan


berdasarkan kondisi yang telah
ditetapkan

Pengolahan data pengamatan

Analisa perbandinganwaktu
pelaksanaan pekerjaan pada
setiap kondisi yang berbeda

Selesai

Page 109

Anda mungkin juga menyukai