Anda di halaman 1dari 16

Analisis Fungsi Logaritma, Analisis Fungsi Sinus dan Kosinus, dan Infinity (Ke-

Takhinggaan)

Analisis Fungsi-fungsi Logaritma

Logaritma diperkenalkan pada tahun 1614 oleh matematikawan berkebangsaan


Skotlandia yang bernama John Napier (1550-1617), sebagai alat bantu kalkulasi. Dengan
penggunaan logaritma, masalah perkalian dan pembagian “ditransformasi” menjadi
penjumlahan dan pengurangan, sehingga lebih mudah diselesaikan dengan kalkulasi tangan.
Henry Briggs (1561-1631) pertama kali menyadari bahwa bilangan pokok 10 merupakan
bilangan pokok yang bermanfaat untuk logaritma-logaritma. Johann Kepler (1571-1630)
menemukan bahwa logaritma sangat berguna dalam studi-studinya tentang pergerakan planet-
planet sehingga dia mempersembahkan sebuah surat dedikasi bagi Napier dalam kajiannya
tentang planet-planet, disebut Ephemeris, yang dipublikasikan pada tahun 1620.
Logaritma tetap menjadi alat bantu hitung tangan yang penting sampai diciptakannya
kalkulator dan komputer modern. Saat ini, fungsi-fungsi logaritma masih sangat penting karena
fungsi-fungsi itu seringkali muncul dalam matematika dan aplikasi-aplikasinya, dan karena
keterkaitannya dengan fungsi-fungsi eksponen. Relasi ini terungkapkan oleh Euler pada tahun
1740-an ketika dia sedang mencari suatu penyelesaian untuk persamaan ax = b. Dia menyadari
bahwa logaritma-logaritma dari Napier dan Briggs akan bekerja dan menetapkan apa yang
sekarang dikenal sebagai definisi baku untuk logaritma-logaritma.

Definisi 2.6
Misalkan b  1 adalah suatu bilangan real positif. Maka  bilangan-bilangan real x dan y, y
adalah logaritma dari x dengan bilangan pokok b, ditulis y = blog x, jika dan hanya jika
x = by.

Misalnya, untuk menghitung 2log 32, perhatikan bahwa jika n = 2log 32, maka 2n = 32.
Mudahlah kita lihat bahwa n = 5, sehingga 2log 32 = 5. Secara umum, blog x adalah pangkat ke
mana bilangan pokok b harus dinaikkan agar sama dengan x.

Contoh 2.10
Gunakan definisi logaritma-logaritma untuk memeriksa yang berikut ini:
10 1000
a. log 1000 b. log 10
b b
c. log 1 d. log b

Jawab
10
a. log 1000 = 3 karena 103 = 1000

1
b. log 10 = 13 karena (1000)1/3 = 3 1000 = 10
1000

c. blog 1 = 0 karena  b  0, b0 = 1
d. blog b = 1 karena  b  0, b1 = b
Fungsi logaritma dengan bilangan pokok b di mana b  0 dan b  1, adalah fungsi blog
yang didefinisikan oleh aturan

x  blog x, untuk semua bilangan real positif x.

Grafik-grafik dari fungsi eksponen dan fungsi logaritma dengan bilangan pokok yang
sama b sangatlah berkaitan. Perhatikan ekuivalensi dari pernyataan-pernyataan berikut.

 x dan  y, (x, y) adalah pada grafik fungsi eksponen


 y = bx definisi grafik
 x = blog y definisi logaritma untuk bilangan pokok b
 (y, x) adalah pada grafik fungsi logaritma.

y y = bx
y=x
Penukaran x dan y dalam
(1, 0)
fungsi-fungsi ini memiliki banyak y = blog x  x = b y
implikasi. Pertama, itu berarti bahwa
(1, 0) x
domain dari y = bx (himpunan bilangan
real) adalah daerah hasil dari y = blog x,
dan domain dari y = blog x adalah
daerah hasil dari y = bx (himpunan y y = bx
bilangan real positif).
gradien
Kedua, ingat kembali bahwa (y, m

x) adalah bayangan cermin dari (x, y) y = blog x

terhadap garis y = x. Jadi, grafik y = gradien


1
m
b
log x adalah bayangan cermin grafik y
x
= bx terhadap garis y = x. Grafik-grafik
Gambar 2.19
tersebut adalah kongruen.
Ketiga, itu berarti bahwa mengambil logaritma dari bilangan berpangkat membawa Anda
kepada bilangan aslinya. Yaitu,  x real, blog bx = x. Dan, keempat, itu berarti bahwa
memangkatkan bilangan pokok dengan logaritma suatu bilangan menghasilkan bilangan itu.
b
Dengan demikian,  x real, b log x
= x.
Fungsi eksponen dengan bilangan pokok b  1 adalah menaik di seluruh domainnya.
Fungsi logaritma yang berkorespondensinya blog juga menaik. Alasannya yaitu bahwa segmen

2
(ruas garis) yang menghubungkan sebarang dua titik dari fungsi eksponen memiliki gradien
positif (karena fungsinya menaik), dan jika gradien dari suatu segmen (ruasgaris) adalah positif,
maka demikian pula gradien dari bayangan cerminnya terhadap garis y = x. (Lebih tepatnya,
gradien dari segmen-segmen itu adalah berkebalikan (resiprokal).) Perhatikan juga dari grafik
bahwa lim blog x = .
x 

Definisi logaritma menetapkan korespondensi di antara hukum-hukum eksponen dan


sifat-sifat dari logaritma-logaritma. Korespondensi di antara eksponen dan logaritma digunakan
dalam membuktikan sifat-sifat dari logaritma.

Teorema 2.2
 bilangan-bilangan real r dan s dan bilangan-bilangan real positif b, u, dan v dengan b 1,
b
log (u  v) = blog u + blog v Logaritma Perkalian
b
log  uv  = blog u  blog v Logaritma Pembagian
b
log (us) = s blog u Logaritma Perpangkatan

Hukum-hukum Eksponen Yang Berkorespondensi dengan Logaritma adalah


br  bs = br + s
br
= br  s
bs
(br)s = brs

Kita sekarang akan membuktikan Logaritma Hasil kali.

Bukti
Misalkan r = blog u dan s = blog v
Maka u = br dan v = bs.
Jadi u  v = br  bs
= br+s (hukum eksponen pertama)
Tuliskan kembali persamaan tersebut menggunakan definisi logaritma.
b
log (uv) = r + s
Substitusikan kembali untuk r dan s.
b
log (uv) = blog u + blog v.

3
Teorema-teorema di atas dapat digunakan untuk memanipulasi bentuk-bentuk yang
melibatkan logaritma-logaritma. Misalnya, blog 6 = blog (2  3) = b
log 2 + blog 3, blog 100 =
b
 
5 = log 500  log log 5, dan log (3 ) = 17 log 3.
log 500 b b b b 17 b

Contoh 2.11

Tuliskan bentuk blog 3


n 2 x sehubungan dengan blog n dan blog x.

Jawab
b
log 3
n 2 x = blog (n2 x)1/3 Relasi di antara akar dan pangkat
= 13 blog (n2x) Teorema Logaritma Perpangkatan
= 13 (blog n2 + blog x) Teorema Logaritma Perkalian
= 23 blog n + 13 blog x Teorema Logaritma Perpangkatan dan Sifat Distributif

Dua bilangan yang paling sering digunakan sebagai bilangan pokok logaritma adalah 10
dan e. Saat 10 menjadi bilangan pokok, kita biasa menuliskan “log” untuk menggantikan “10log,”
dan log x disebut logaritma biasa dari x. Bila bilangan pokoknya e, “In” ditulis menggantikan
“elog” dan In x disebut logaritma natural dari x. Kalkulator-kalkulator ilmiah memiliki kunci-
kunci untuk masing-masing fungsi tersebut. Catatan: Beberapa bahasa komputer menggunakan
LOG untuk fungsi logaritma natural.
Terdapat hubungan sederhana di antara logaritma-logaritma dari bilangan-bilangan
dengan dua bilangan pokok yang berbeda: logaritma-logaritma itu merupakan kelipatan-
kelipatan satu sama lain. Untuk membuktikan ini, perhatikan dua bilangan pokok a dan b.
Misalkan x sebarang bilangan real positif. Kita ingin menemukan k sedemikian hingga blog x =
k  alog x. Untuk sederhananya, misalkan y = alog x.

x = ay Definisi logaritma
 b b
log x = log (a ) y
Ambil blog dari kedua sisi
 b
log x = y (blog a) Teorema Logaritma Perpangkatan
 b
log x = alog x  blog a Substitusi untuk y, Sifat Komutatif

Dengan demikian, k = alog b. Perhatikan bahwa nilai k tidak bergantung pada x. Jadi, faktor
konversi dari alog x ke blog x adalah blog a, yang merupakan suatu konstanta.

Teorema 2.3 Perubahan Bilangan Pokok


Misalkan a dan b bilangan-bilangan real positif yang kedua-duanya tidak sama dengan 1.
Maka untuk semua x  0.
b
log x = blog a  alog x

4
Teorema Perubahan Bilangan pokok memungkinkan Anda untuk menghitung logaritma-
logaritma pada sebarang bilangan pokok positif. Ini merupakan hasil yang penting karena
10
kebanyakan kalkulator hanya memiliki kunci-kunci untuk log dan In. Bilangan pokok 2
seringkali digunakan dalam aplikasi-aplikasi komputer.

Contoh 2.12
Estimasilah 2log 61.

Jawab
Pertama, pilihlah bilangan pokok logaritma menjadi bilangan pokok yang dapat kamu hitung
dengan menggunakan kalkulator. Kita memilih In dan menggunakan Teorema Perubahan
Bilangan pokok untuk memperoleh In 61 = In 2  2log 61, dari mana

2
log 61 = In 61  5,9307
In 2
Periksa.
Jika 2log 61  5,9307, maka 25,937  61. Dengan menggunakan kalkulator, kita mendapatkan
25,937  60,9984.

Teorema Perubahan Bilangan pokok dapat membantu untuk memecahkan persamaan-


persamaan eksponen.

Contoh 2.13
Selesaikan 2t = 61.

Jawab
Dengan definisi logaritma, t = 2log 61. Ini ditemukan dalam Contoh 3 sekitar 5,9307.

Teorema Perubahan Bilangan pokok juga menyimpulkan bahwa untuk x  0, tinggi grafik
fungsi blog adalah blog a dikali tinggi fungsi alog. Misalnya, tinggi fungsi logaritma natural
adalah elog 10, atau sekitar 2,3 kali tinggi fungsi logaritma biasa, jadi pada grafik di bawah ini,
AC  AB dan DF  2,3 DE.
y y  e log x  In x

(e, 1)
F
1 (3, 1,098...)
C
y  10 log x  log x
(2, 0,693) E
B (3, 0,477...)
(2, 0,301)

(1, 0) A D 4 x

Gambar 2.20

5
Logaritma-logaritma dengan bilangan pokok b  1 menaik sangat perlahan. Ini
menyebab-kan skala-skala logaritmik digunakan untuk menggantikan ukuran-ukuran saat
daerah hasil pengukuran sangat besar, seperti dalam hal mengukur cahaya bintang, gempa bumi,
atau intensitas bunyi. Selain itu, persepsi manusia terhadap stimuli pengindera tertentu
(misalnya, kekerasan bunyi) adalah kurang lebih berkaitan secara logaritmik dengan kuantitas
fisik yang menghasilkannya (intensitas bunyi).

Misalkan I adalah intensitas bunyi yang, diukur dalam watt/m2. Intensitas terlemah yang
dapat didengar oleh manusia (seperti bunyi jarum jatuh saat kita berjarak 10 meter darinya)
adalah I = 10-12 watt/m2, sedangkan bunyi menjadi memekakkan telinga pada intensitas 102
watt/m2. Jadi, bunyi terkuat yang dapat ditoleransi oleh telinga manusia adalah 1014 kali lebih
kuat dari bunyi terlemah yang dapat didengarnya. Kekerasan bunyi, diukur dalam satuan bel
didefinisikan sebagai 10log (I  1012), di mana I diukur dalam watt/m2, sehingga bunyi terlemah
yang dapat kita dengarkan adalah 0 bel. Satu desibel = 0,1 bel. Dengan demikian,

kekerasan bunyi (dalam desibel) = 10 10log (I  1012).

Contoh 2.14

Sebuah mesin kantor menghasilkan tingkat bunyi 70 desibel. Untuk mengatasi beban kerja yang
meningkat, sebuah mesin kedua dari jenis yang sama diperlukan di kantor tersebut. Namun
demikian, sebuah peraturan Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) menyaratkan bahwa tingkat
bunyi di sebuah kantor tidak boleh melebihi 90 desibel. Apakah mesin baru tersebut dapat
digunakan secara legal di kantor tersebut?

Jawab

Secara sekilas tampak bahwa jawabannya adalah tidak, karena seolah kekerasan bunyi akan
menjadi dua kali lipat dan 2  70 = 140  90. Tetapi itu tidak benar; intensitas bunyinyalah yang
menjadi dua kali lipat. Masalah tersebut dapat dinyatakan kembali dengan menggunakan formula
untuk kekerasan bunyi. Jika 10 log (I  1012) = 70, berapakah 10 log (2I  1012)?

10 log (2I  1012) = 10 log 2 + 10 log (I  1012) Teorema Logaritma Perkalian

= 10 log 2 + 70 Substitusi

Oleh karena itu, kenaikan tingkat desibel dalam kasus ini hanyalah 10 log 2, yang hanya sedikit
lebih besar dari 3 desibel! Meski intensitas bunyi menjadi dua kali lipat, tetapi sensasi kekerasan
bunyinya tidak. Dengan demikian, mesin baru itu dapat digunakan dan kekerasan bunyi di kantor
tersebut akan tetap berada di bawah batas 90 desibel.

6
Analisis Fungsi Sinus dan Kosinus

Anda sudah mengenal betul tentang sinus dan kosinus melalui definisi-definisi terkait
dengan rasio-rasio dari sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku.

Definisi 2.7 Sinus dan Kosinus dengan Segitiga Siku-siku


Diketahui sebuah sudut lancip  dalam sebuah segitiga siku-siku:
panjang sisi di hadapan 
sinus  = sin  =
panjang hipotenusa
panjang sisi di dekat 
kosinus  = cos  =
panjang hipotenusa

hipotenusa sisi
di hadapan 


sisi di dekat 
Gambar 2.21

Nilai-nilai sinus dan kosinus dapat diperoleh dengan berbagai cara. Jika Anda
mengetahui besar-besar sudutnya, gunakan kalkulator. Kalkulator dapat menghitung sudut-sudut
paling tidak dalam dua cara, yaitu derajat dan radian, jadi pastikan bahwa kalkulator diset pada
mode yang Anda inginkan. Derajat dan radian direlasikan dengan formula konversi
 radian = 180 derajat
Jadi, dibagi oleh , 1 radian  57.

Jika Anda mengetahui sisi-sisi dari suatu segitiga siku-siku, seperti di sisi kiri bawah ini, Anda
dapat menggunakan definisi untuk menemukan sin  atau cos . Untuk sudut-sudut istimewa
30, 45, dan 60 (atau secara ekuivalen, 6 radian, 4 radian, dan 3 radian), Anda harus
mengetahui nilai-nilai pastinya.

7
x 3 

25
7
2x
 x
24 Gambar 2.22

sin  = 25
7 = 0,28 sin 30 = sin 6 = 12 = 0,5

cos  = 24
25
= 0,96 cos 30 = cos 6 = 23  0,866

Catatan: Bila besar-besarnya sudut dituliskan tanpa satuan, maka dipahami bahwa ukuran itu menggunakan satuan
radian. Jadi, sin ( 6 ) dipahami sebagai sin ( 6 radian).

Rasio-rasio di atas mendefinisikan dua fungsi trigonometri yang berkorespondensi


sin:   sin  dan cos:   cos 
pada interval 0    90 dalam ukuran derajat, atau 0    2 dalam ukuran radian. Untuk

memperluas domainnya ke himpunan semua bilangan real, kita biasa memberikan definisi kedua
untuk nilai-nilai ini dengan menggunakan lingkaran satuan. Lingkaran satuan adalah lingkaran
dengan pusat (0, 0) dan jari-jari 1.

Definisi 2.8 Sinus dan Kosinus dengan Lingkaran Satuan (cos , sin ) 

(cos , sin ) adalah bayangan titik (1, 0) 1

pada rotasi sejauh  terhadap titik asal. (0, 0) (1, 0)

Jika besarnya  dinyatakan dalam radian, dan 0    2 , maka  adalah panjang busur pada
lingkaran satuan dari (1, 0) berlawanan arah putaran jarum jam ke (cos , sin  ).
Dari definisi-definisi lingkaran satuan, sebarang nilai sinus atau kosinus dapat ditemukan
atau diestimasi. Misalnya, untuk menemukan cos 76 , putarkan (1, 0) sejauh 76 terhadap titik

asal dan gunakan koordinat pertama dari bayangan itu. Anda dapat pula menggunakan
kalkulator. Metode-metode ini menunjukkan

cos 76 =  23  -0,866


7
6

Koordinat kedua dari bayangan itu adalah sin 76 . 6 (1, 0)
(cos 7 , sin 7
 )
6 6
sin 76 =  21  -0,5 = (-
3 1
,- )
2 2
Gambar 2.23

8
Untuk menghindari kebingungan, pentinglah kita ketahui bahwa definisi-definisi nilai-
nilai trigonometrik dari lingkaran satuan adalah sesuai dengan definisi-definisi dari segitiga siku-
siku. Untuk membuktikannya, ingat ke mbali bahwa untuk suatu  yang diketahui, rasio-rasio
segitiga siku-siku memiliki nilai-nilai yang sama, tidak masalah segitiga siku-siku mana yang
dipilih (karena segitiga-segitiga tersebut semuanya serupa). Pada
(x, y)
khususnya, pikirkan segitiga siku-siku yang sudut lancipnya 
1
ditempatkan di (0, 0) dengan salah satu sisinya berada pada 
(1, 0)
sumbu-x dan satu sisi lainnya (hipotenusa) memotong lingkaran
satuan pada (x, y), seperti tampak pada gambar di sebelah kanan
ini. Maka, dengan definisi segitiga siku-siku, Gambar 2.24
panjang sisi di hadapan  y
sin  = = 1 = y,
panjang hipotenusa

yang adalah tepat seperti apa yang disyaratkan oleh definisi lingkaran satuan. Anda dapat
menggunakan analisis serupa itu untuk menunjukkan bahwa definisi-definisi lingkaran satuan
dan segitiga siku-siku pun sama-sama berlaku untuk kosinus.
Secara umum, rotasi-rotasi terhadap titik asal (origin) yang berbeda sejauh kelipatan 2
menghasilkan titik bayangan yang sama (x, y) pada lingkaran itu. Maka, y
(x, y)
cos ( + 2n) = cos 
dan

sin ( + 2n) = sin 
x
 dan  bilangan bulat n. Misalnya,  + 2

   
cos 76 = cos 76  2n dan 76 = sin 76  2n  bilangan bulat n.
Gambar 2.25

Rotasi-rotasi dapat juga dituliskan dalam satuan derajat. Karena  radian = 180, 76 radian =

210. Jadi, cos 76 = cos 210 = cos (210 + 360n)  bilangan bulat n.

Meski huruf Yunani  seringkali digunakan dalam trigonometri untuk melambangkan


sudut-sudut, variabel x lebih dipilih dalam membahas fungsi-fungsi trigonometri sebagai fungsi-
fungsi real. Jadi kita tuliskan cos (x + 2n) = cos x dan sin (x + 2n) = sin x  x dan  bilangan
bulat n. Ini berarti bahwa sinus dan kosinus adalah fungsi-fungsi periodik.

9
Definisi 2.9
Suatu fungsi real f bersifat periodik jika dan hanya jika terdapat suatu bilangan positif p
sedemikian hingga f(x + p) = f(x) untuk semua x dalam domain dari f. Bilangan p terkecil
dengan sifat ini adalah perioda dari f.

Fungsi-fungsi periodik bersiklus menempuh nilai-nilai yang sama secara berulang-ulang.


Argumen yang diberikan sebelum definisi di atas membuktikan bahwa perioda dari fungsi sinus
dan fungsi kosinus adalah 2 atau kurang. Kalkulasi nilai-nilai membuktikan bahwa periodanya
tidak kurang dari 2. Jadi, perioda fungsi sinus dan kosinus adalah tepat 2.
Karena sebuah titik dapat diputarkan sesuka kita ke arah positif (berlawanan arah putaran
jarum jam) maupun ke arah negatif (searah putaran jarum jam), domain dari kosinus: x  cos x
dan sinus: x  sin x adalah himpunan bilangan-bilangan real. Juga, karena kedua koordinat titik-
titik pada lingkaran satuan memiliki rentang -1 sampai 1, maka daerah hasil dari tiap fungsinya
adalah {y: -1  y  1}. Sifat-sifat dapat dilihat pada grafik-grafik di bawah ini. Perhatikan bahwa,
karena keperiodikan, grafik-grafik tersebut bersifat simetrik-translasi, yaitu, masing-masing
grafik itu bertepatan dengan bayangannya sendiri pada suatu translasi.

y y
y = cos x y = sin x
1
1

-   x -   x
-1 -1

Gambar 2.26

Grafik-grafik dari dua fungsi trigonometri di atas menunjukkan bahwa kosinus adalah
suatu fungsi genap, sedangkan sinus suatu fungsi ganjil. Hasil-hasil tersebut dapat dibuktikan.

Teorema 2.4
Fungsi kosinus adalah suatu fungsi genap.
Fungsi sinus adalah suatu fungsi ganjil.

Bukti
Titik-titik (cos x, sin x) dan (cos(-x), sin (-x)) adalah bayangan-bayangan dari (1, 0) pada rotasi-
rotasi x dan –x. Tetapi titik-titik itu merupakan bayangan-bayangan cermin satu sama lainnya
terhadap sumbu-x. Jadi untuk semua x,

10
(cos x, sin x)

cos (-x) = cos x (0, 0)


dan sin (-x) = -sin x
(cos (-x), sin (-x))
yang menandakan bahwa fungsi kosinus adalah = (cos x, -sin x)

genap dan fungsi sinus adalah ganjil.


Gambar 2.27

Tidak seperti fungsi eksponen dan fungsi logaritma, fungsi-fungsi sinus dan kosinus menaik
pada beberapa interval dan menurun pada beberapa interval lainnya. Misalnya, pada interval 0 
x  2 , sangat penting dalam trigonometri segitiga siku-siku, fungsi sinus menaik sedangkan

fungsi kosinus menurun. Pada interval 2  x  , kedua fungsi adalah menurun. (Periksalah ini

dengan melihat grafik-grafiknya.)


Fungsi-fungsi ini juga memiliki perilaku akhir yang berbeda dari perilaku akhir dari
fungsi eksponen atau fungsi logaritma. Fungsi sinus dan fungsi kosinus tidak mendekati suatu
nilai tertentu seperti x  atau x -. Ini berarti, misalnya, bahwa lim cos x tidak ada.
x 

Fungsi-fungsi sinus dan kosinus disebut fungsi-fungsi trigonometri karena fungsi-


fungsi tersebut mendeskripsikan relasi-relasi di antara sisi-sisi dan sudut-sudut dalam segitiga.
(Kata “trigonometri” diambil dari kata Yunani trigonometria yang berarti “ukuran segitiga.”)
Kami anggapkan bahwa Anda telah mengetahui dua relasi berikut ini sebelumnya.

Teorema 2.5
Di dalam sebarang ABC dengan sisi-sisi a, b, dan c di hadapan sudut-sudut A, B, dan C,
berlaku:

Hukum Sinus B
sin A = sin B = sin C
a b c c a

Hukum Kosinus A C
b
c2 = a2 + b2 – 2ab cos C

Fungsi-fungsi yang didasarkan pada fungsi-fungsi sinus dan kosinus merupakan model-
model yang hampir sempurna dari gelombang-gelombang bunyi dan fenomena yang berdasarkan
pada rotasi-rotasi, misalnya waktu-waktu terbit dan terbenamnya matahari (dengan perioda = 1
tahun). Bayangkan dua orang yang sedang memutar-mutarkan seutas tali dengan kecepatan 1
revolusi per detik. Perhatikan titik tetap P di tengah-tengah tali dan perhatikan ketinggiannya h
di atas permukaan tanah. Pada waktu t = 0, P berada tepat di atas tanah; saat t = 0,25 detik, P
berada pada ketinggian 1,5 m; setelah 0,25 detik selanjutnya, P mencapai ketinggian maksimum

11
3 m. Pada 0,25 detik selanjutnya, P kembali ke ketinggian 1,5 m, dan kemudian kembali ke
posisi awalnya tepat di atas tanah dalam total waktu 1 detik.

Gambar 2.28

Fungsi yang memetakan waktu ke ketinggian titik P bersifat periodik dan dapat
dideskripsikan dengan menggunakan suatu model trigonometrik. Di bawah ini ditampilkan
sebuah sketsa ketinggian terhadap waktu pada suatu interval waktu 2 detik. Periodanya adalah 1
karena grafik ini berulang tiap detiknya. Anda dapat membuktikan kebenaran bahwa h = -1,5 cos
(2t) + 1,5 memberikan ketinggian h dari P pada waktu t.

tinggi
(m)

1,5

1 2 waktu
(detik)

Gambar 2.29

Infinity (Ketak-hinggaan)

Di dalam bagian ini Anda telah melihat bentuk-bentuk lim f(x) dan lim an. Barangkali
x  n 
bentuk-bentuk itu membingungkan Anda. Apakah sebuah bilangan dapat mendekati infinitas
(ketakhinggaan)? Pertanyaan ini telah menjadi bahan pembahasan lama, sekurang-kurangnya
sejak zaman Zeno, seorang filsof Yunani dari abad ke-6 SM. Namun demikian, pemecahan
matematis untuk permasalahan ini barulah muncul pada sekitar 200 tahun silam.
Terlebih dulu, mari kita tegaskan makna infinitas sebagaimana digunakan dalam bentuk-
bentuk “ lim f(x)” dan “ lim an.” Pada kasus ini, “mendekati infinitas” adalah sekedar berarti
x  n 

12
kependekan dari “menjadi semakin besar dan semakin besar tanpa batas,” dan “mendekati
infinitas negatif” adalah kependekan dari “menjadi semakin kecil dan semakin kecil tanpa
batas.” Tidak ada bilangan yang sedang didekati. Kalimat lim 2x =  berarti bahwa, apa pun
x 

bilangan besar L yang Anda barangkali pilih, terdapat suatu bilangan h sedemikian hingga  x
lebih besar daripada h, 2x  L. y
Secara grafik, lim f(x) =  berarti
x 
y=L
bahwa bagaimanapun tingginya garis
horizontal y = L Anda gambarkan, terdapat
suatu garis vertikal x = h sedemikian hingga y = 2x (1, 0)
semua titik pada grafik fungsi di sebelah
kanan dari garis itu juga berada di atas garis x
x=h Gambar 2.27
horizontal tadi.
Sebuah arti lain dari gagasan infinitas, makna “terus berlanjut selamanya,” ditemukan
dalam desimal-desimal infinit. Terus berlanjut selamanya berarti bahwa di mana pun Anda
berada, Anda tidak sedang berada di akhirnya, karena selalu terdapat lebih banyak lagi yang
harus ditempuh. Makna ini juga terkait dengan limit-limit. Misalnya, sebuah desimal infinit
(desimal yang terus berlanjut selamanya) adalah limit dari sebuah barisan desimal-desimal yang
finit. Bilangan
0, 32 = 0,323232323232323232323232323232…

adalah limit dari barisan 0,32, 0,3232, 0,323232, 0,32323232, ... , yang adalah 32
99
.

Pada penggunaan di atas, infinitas merupakan bahasa kiasan, mendeskripsikan apa-apa


yang tanpa batas atau apa-apa yang berlanjut selamanya, tetapi infinitas bukanlah suatu bilangan.
Namun demikian, terdapat pengertian di mana terdapat suatu bilangan yang disebut infinitas
(ketak-hinggaan). Untuk pertanyaan: “Ada berapa banyak bilangan bulat?” jawabannya adalah
“Terdapat tak-hingga bilangan bulat.”
Teori tentang banyaknya anggota dalam himpunan-himpunan infinit dikembangkan oleh
seorang matematikawan Jerman yang bernama Georg Cantor pada tahun 1895. Banyaknya
anggota dalam suatu himpunan disebut kardinalitas dari himpunan itu. Kardinalitas dari {8, 5,
11} adalah 3; Cantor menyebut kardinalitas dari himpunan bilangan bulat positif 0 (aleph-null),
dengan menggunakan huruf pertama dari abjad Hebrew.
Terdapat banyak gagasan brilian dalam teori Cantor. Biasanya kita berpikiran bahwa
untuk memutuskan apakah dua buah himpunan memiliki kardinalitas yang sama kita harus
menghitung anggota-anggota dari masing-masing himpunan itu. Ini tidak akan berlaku untuk

13
himpunan-himpunan infinit, karena Anda tidak akan pernah tuntas menghitungnya. Cantor sadar
bahwa kadang-kadang orang menggunakan sebuah strategi lain; dalam memutuskan apakah
terdapat cukup banyak kursi untuk para siswa, seorang guru barangkali hanya perlu meminta
para siswanya untuk duduk di kursi-kursi dan melihat apakah terdapat siswa-siswa atau kursi-
kursi yang tersisa. Ini membawa Cantor kepada suatu definisi lain untuk kardinalitas sama.

Definisi 2.10
Dua himpunan A dan B memiliki kardinalitas sama  terdapat korespondensi 1-1 di antara
anggota-anggota dari dua himpunan itu.

Misalnya, himpunan {2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, ...} dari bilangan-bilangan bulat genap positif
memiliki kardinalitas 0 karena terdapat korespondensi 1-1 di antara himpunan bilangan bulat
genap positif dan himpunan bilangan bulat positif:
2 4 6 8 10 12...

1 2 3 4 5 6...
Ini berarti bahwa himpunan-himpunan infinit dapat memiliki kardinalitas yang sama seperti
beberapa subset dari himpunan-himpunan infinit itu, suatu fakta yang juga disadari oleh Galileo.
Jika anggota-anggota dari suatu himpunan infinit dapat didaftarkan dalam suatu urutan, maka
terdapat korespondensi 1-1 yang otomatis di antara himpunan itu dan himpunan bilangan bulat
positif; bilangan (nomor) dari anggota dalam daftar itu adalah bilangan yang berkorespondensi
dengannya. Himpunan-himpunan seperti itu disebut infinit terbilang (infinite countable). Suatu
himpunan yang finit atau finit terbilang disebut bersifat terbilang. Perhatikan bahwa suatu
himpunan merupakan himpunan diskrit jika dan hanya jika himpunan itu terbilang.
Kejutan-kejutan muncul dari definisi ini. Beberapa himpunan yang kita bayangkan jauh
lebih besar dari himpunan bilangan bulat ternyata menjadi terbilang. Misalnya, bilangan-
bilangan rasional positif dapat didaftarkan berdasarkan urutan hasiljumlah dari pembilang dan
penyebut bilangan-bilangan itu saat ditulis dalam bentuk paling sederhananya. Berikut ini adalah
bagian permulaan dari daftar semacam itu. Bilangan-bilangan itu diurutkan berdasarkan
hasiljumlah dari pembilang dan penyebutnya; jika dua buah bilangan memiliki hasiljumlah yang
sama, maka bilangan yang memiliki pembilang lebih kecil ditempatkan lebih dulu.

1 , 1 , 2 , 1 , 3 , 1 , 2 , 3 , 4 , 1 , 5 , 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , ...
1 2 1 3 1 4 3 2 1 5 1 6 5 4 3 2 1

14
Karena setiap bilangan rasional positif harus muncul di suatu tempat pada daftar ini, himpunan
bilangan-bilangan rasional positif adalah terbilang dan kardinalitasnya adalah 0.

Melalui suatu konstruksi yang sangat kreatif, Cantor membuktikan bahwa tidak semua
himpunan bersifat terbilang. Pada khususnya, himpunan bilangan-bilangan real adalah tidak
terbilang. Artinya, korespondensi 1-1 tidak mungkin terjadi antara himpunan bilangan real dan
himpunan bilangan bulat positif. Bukti Cantor berdasarkan fakta bahwa setiap bilangan real
dapat ditulis sebagai bilangan desimal. Ini menerapkan penalaran tak-langsung, sebagai berikut:
Misalkan terdapat daftar semua bilangan real. Barangkali daftar itu dimulai seperti berikut
ke-1 3,1497852345...
ke-2 2,0000000000...
ke-3 687,8855885588...
ke-4 3,1415925635...
ke-5 18,7500000000...
ke-6 0,0000000286...
dan seterusnya, di mana tiap desimal dipandang sebagai suatu desimal infinit. (Jika desimal itu
berhenti, tuliskan angka-angka nol untuk semua angka-angka yang tersisanya.) Sekarang kita
tunjukkan bahwa terdapat sebuah bilangan real r yang tidak terdapat dalam daftar itu. Misalkan r
sebarang bilangan yang tempat desimal pertamanya berbeda dari tempat desimal pertama dalam
bilangan yang pertama, yang tempat desimal ke-2nya berbeda dari tempat desimal ke-2 dalam
bilangan ke-2, dan seterusnya. Salah satu bilangan seperti itu adalah r = 0,216611... (Angka-
angka yang berbeda dari angka-angka dalam r ditampilkan di atas ini dalam cetak tebal.) Karena
r adalah suatu bilangan real yang berbeda dari setiap bilangan yang tercantum pada daftar, maka
daftar itu tidak memuat semua bilangan real. Karena argumen ini dapat digunakan dengan
sebarang daftar bilangan real, maka tidak satu pun daftar semacam itu yang dapat mencakup
semua bilangan real.
Oleh karena itu, banyaknya bilangan real adalah infinit, tetapi ini adalah suatu infinitas
yang berbeda dari 0. Seringkali huruf c (untuk continuum) digunakan untuk mewakili
kardinalitas bilangan-bilangan real. c lebih besar daripada 0.
Cantor kemudian membuktikan bahwa terdapat infinitas-infinitas yang lebih besar dari c,
dan memang, terdapat suatu barisan infinit dari infinitas-infinitas yang masing-masingnya lebih
besar daripada infinitas yang sebelumnya!
Cantor juga mengembangkan aritmetik dari infinitas-infinitas ini, disebut aritmetik
transfinit. Sebuah contoh dari aritmetik transfinit, bayangkan sebuah hotel dengan kamar-kamar
yang banyaknya adalah suatu bilangan infinit terbilang dan tiap kamar itu terisi oleh seorang
tamu. Dengan demikian terdapat 0 orang di dalam hotel tersebut. Sekarang misalkan seorang
tamu baru ingin menginap di sana. Apakah tersedia kamar untuknya? Tentu saja ada. Pindahkan
saja orang yang saat ini di kamar 1 ke kamar 2, orang di kamar 2 ke kamar 3, dan secara umum
pindahkan orang di kamar n ke kamar n + 1. Selanjutnya, masukkan tamu baru tadi ke kamar 1.
Contoh ini mengilustrasikan fakta aritmetik transfinit
0 + 1 = 0.

15
Jelaslah, aritmetik transfinit tidak beroperasi sedemikian cara seperti aritmetik biasa. Secara
umum, apa yang berlaku untuk himpunan-himpunan finit tidak niscaya berlaku untuk himpunan-
himpunan infinit, dan sebaliknya.

16

Anda mungkin juga menyukai