Anda di halaman 1dari 20

BAB III

BIOGRAFI DAN KETELADANAN MENURUT


ABDULLAH NASHIH ULWAN

A. Biografi Abdullah Nashih Ulwan


1. Sejarah Hidup dan Riwayat Pendidikan
Abdullah Nashih Ulwan adalah seorang tokoh muslim yang begitu aktif
mengeluarkan ide-idenya melalui karya-karyanya yang sangat menarik.
Beliau lahir di Kota Halab, Suriah pada tahun 1928. Tepatnya di daerah
Qodhi Askar yang terletak di Bandar Halab, Syiria. Beliau dibesarkan
dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama. Pada usia 15 tahun,
beliau telah hafal al-Qur’an dan juga menguasai ilmu Bahasa Arab dengan
baik. Beliau adalah anak yang cerdas dalam pelajarannya sehingga selalu
menjadi tumpuan dan rujukan bagi teman-temannya di madrasah.
Beliau hidup pada masa Suriah berada di bawah kekuasaan asing
sampai tahun 1947. Beliau adalah seorang yang berani membela
kebenaran, tidak takut atau gentar kepada siapapun sekalipun pada
pemerintah. Semasa di Suriah ia telah menegur beberapa sistem yang
dilaksanakan oleh pemerintah pada masa itu yang telah terkontaminasi
oleh ajaran Barat yang telah menjajahnya. Beliau juga selalu menyeru
kepada masyarakat untuk kembali pada sistem Islam. Hal inilah yang
menyebabkannya terpaksa meninggalkan Suriah menuju Jordan,1 pada
tahun 1979. Di sana beliaupun tetap berdakwah. Tahun 1980 beliau
meninggalkan Jordan menuju Jeddah, Arab Saudi setelah mendapatkan
tawaran menjadi dosen di sana. Setelah menyelesaikan tugas belajarnya di
Pakistan, beliau merasa sakit di bagian dada dan kemudian dirawat di
Rumah Sakit. Kemudian beliau meninggal pada tanggal 27 Agustus 1987
dalam usia 59 tahun.2

1
Mustafti dalam Wahidin, “Konsep Pendidikan Seks Menurut Abdullah Nashih Ulwan”,
Skripsi S1 IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, 2005), hlm. 41, t.d.
2
Ibid., hlm. 42.
Sebagai seorang pemerhati masalah pendidikan, Ulwan senantiasa
berusaha menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh demi masa depan
generasi bangsa yang menjadi cita-citanya. Setelah menempuh pendidikan
dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, beliau melanjutkan studi di
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan mengambil jurusan ilmu syari’ah dan
pengetahuan alam di Halab yang diselesaikannya pada tahun 1949.
Kemudian beliau melanjutkan ke fakultas ushuluddin di Universitas al-
Azhar, Mesir dan selesai pada tahun 1952. Beliaupun belum puas sehingga
melanjutkan ke jenjang S2 dan lulus pada tahun 1954. Beliau menerima
ijazah spesialisasi pendidikan setaraf dengan Master of Art (MA).
Walaupun beliau tidak sempat meraih gelar doktor, namun beliau
ditetapkan sebagai tenaga pengajar materi pendidikan di Sekolah Lanjutan
Atas di Halab pada tahun 1954.
2. Karya-Karya
Beliau adalah orang yang giat dalam menuangkan pemikirannya. Karya
beliau meliputi masalah pendidikan, dakwah, dan juga tentang kajian
keislaman. Adapun karya beliau tentang masalah dakwah dan pendidikan
adalah:

‫ ﺍﻟﺘﻜﺎﻓﻞ ﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻲ ﰲ ﺍﻻﺳﻼ ﻡ‬.1


‫ ﺗﻌﺪﺩ ﺍﻟﺰﻭﺟﺎﺕ ﰲ ﺍﻻﺳﻼ ﻡ‬.2
‫ ﺻﻼﺡ ﺍﻟﺪ ﻳﻦ ﺍﻻﻳﻮﰊ‬.3
3
‫ ﺗﺮﺑﻴﺔ ﺍﻻﻭﻻﺩ ﰲ ﺍﻻﺳﻼ ﻡ‬.4

Beliau juga menulis buku yang menyangkut kajian Islam (studi Islam),
antara lain:

‫ ﺍﱃ ﻛﻞ ﺍﺏ ﻏﻴﻮﺭ ﻳﺆﻣﻦ ﺑﺎﷲ‬.1


‫ ﻓﻀﺎ ﺋﻞ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ ﻭﺍﺣﻜﺎﻣﻪ‬.2
‫ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺘﺎﺀﻣﲔ ﰲ ﺍﻟﺴﻼ ﻡ‬.3
3
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, Juz II, (Beirut: Dar al-Salam,
t.t.), hlm 1119-1120.
(‫ﺍﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ )ﻋﻠﻰ ﺿﻮﺀ ﺍﳌﺪﻫﺐ ﺍﻟﺮﺑﻌﺔ‬ .4
‫ﺣﻜﻢ ﺍﻻﺳﻼﻡ ﰲ ﻭﺳﺎ ﺋﻞ ﺍﻻ ﻋﻼﻡ‬ .5
‫ﺳﺒﻬﺎﺕ ﻭﺭﺩ ﻭﺩ‬ .6
‫ﻋﻘﺒﺎﺕ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻭﻃﺮﻕ ﻣﻌﺎﳉﺘﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺿﻮﺀ ﺍﻻ ﺳﻼ ﻡ‬ .7
‫ﻣﺴﺆﻟﻴﺔ ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﺍﳉﻨﺴﻨﻴﺔ‬ .8
‫ﺍﱃ ﻭﺭﺛﺔ ﺍﻻ ﻧﺒﻴﺎﺀ‬ .9
(‫ﺗﻜﻮﻳﻦ ﺍﻟﺸﺨﺼﻴﺔ ﺍﻻﻧﺴﺎ ﻧﻴﺔ ﰲ ﻧﻈﺮ ﺍﻻ ﺳﻼﻡ )ﳏﺎ ﺿﺮﺓ‬ .10
‫ﺍﺩﺍﺏ ﺍﳋﻄﺒﺔ ﻭﺍﻟﺰﻓﺎﻑ ﻭﺣﻘﻮﻕ ﺍﻟﺰﻭﺟﲔ‬ .11
4
‫ﺍﺣﻜﺎﻡ ﺍﳊﺞ ﻭﻛﻴﻔﻴﺘﻪ‬ .12

3. Pengalaman dan Aktivitas


Setelah berhasil menuntut ilmu, beliau ingin mengabdikan dirinya
kepada umat yakni dengan menjadi tenaga pengajar di sekolah-sekolah
lanjutan di Halab. Beliau mengkhususkan pada bidang pendidikan Islam
yang dimulainya pada tahun 1954. Selain itu, beliau juga aktif sebagai da’i
di sekolah-sekolah dan masjid.5 Hal ini semakin menunjukkan bahwa
baliau adalah orang yang cinta pada ilmu pengetahuan.

B. Keteladanan Menurut Abdullah Nashih Ulwan


1. Peranan Keteladanan dalam Pendidikan
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses
pendidikan agar tujuan dari proses tersebut dapat tercapai dengan baik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah metode. Dengan
menggunakan metode yang tepat, proses pendidikan akan menjadi
bermakna bagi anak didik. Keteladanan merupakan salah satu metode
pendidikan yang paling menjanjikan keberhasilannya dalam pembentukan
pribadi anak.

4
Ibid.
5
Ibid.
Dengan adanya teladan dari guru, murid akan mempunyai spirit
untuk mengikuti apa yang diajarkan kepadanya. Karena bagaimanapun
usaha mendidik anak, tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya suatu
contoh yang dapat mereka anut. Seorang anak akan meniru apapun yang
ada pada diri gurunya. Hal inilah yang harus dijadikan semangat bagi
seorang guru agar senantiasa menampilkan sesuatu yang baik di hadapan
anak didiknya. Karena disadari ataupun tidak, anak akan tetap menaruh
perhatian pada apapun yang ada diri gurunya. Hal ini karena pendidik,
termasuk juga guru adalah contoh terbaik dalam pandangan anak6
sehingga segala tingkah laku dan bahkan ucapan seorang guru akan selalu
terbersit dalam benak anak didik. Segala yang bersumber dari guru
diklaim sebagai hal yang patut ditiru. Padahal belum tentu demikian. Guru
adalah manusia biasa yang pastinya tidak luput dari salah dan khilaf, maka
tidak dapat dipungkiri suatu ketika pasti akan melakukan perbuatan yang
kurang atau bahkan tidak baik. Walaupun demikian, merupakan tugas
pokok seorang guru untuk selalu siap menjadi panutan bagi orang-orang di
sekitarnya, terutama anak didik.
Teladan merupakan faktor yang penting dalam menentukan baik
dan buruknya anak.7 Untuk itulah seorang guru harus senantiasa
menampilkan budi pekerti yang mulia dalam setiap perilakunya, yang
kemudian akan menjadi rujukan bagi anak didik. Pendidikan dengan
menampilkan akhlak mulia, akan dapat membentuk pribadi anak dengan
baik. Berkaitan dengan pentingnya suatu teladan, penulis kutipkan sebuah
syair dari penyair Arab yang mengecam pendidik dimana terdapat
ketidaksesuaian antara perkataan dan perbuatannya. Penggalan syair
tersebut adalah:

6
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, (Bandung: asy-Syifa’, 1988), Cet. 1, hlm. 2.
7
Ibid.
Wahai orang yang mengajar orang lain
Kenapa engkau tidak mengajar dirimu sendiri
Dengan demikian engkau adalah seorang yang bijak
Maka apa yang engkau nasihatkan
Akan mereka terima dan ikuti
Ilmu yang engkau ajarkan
Akan bermanfaat bagi mereka. 8

Dari syair tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seorang guru agar ia
berhasil dengan baik dalam mendidik, maka ia harus mengajari dirinya
terlebih dahulu. Dengan demikian, maka apa yang disampaikan olehnya
bukan hanya omong kosong belaka. Hal ini akan menjadikan anak didik
mau mengambil manfaat dari apa yang disaksikannya.
2. Keteladanan Rasulullah Sebagai Figur Seorang Muslim
Seorang guru baik yang pemula maupun bukan, tetaplah
memerlukan seorang figur pendidik yang sejati agar upaya pendidikan
yang dilakukannya dapat terarah sehingga berhasil dengan baik. Tidak ada
tokoh ideal yang pantas untuk dijadikan sebagai figur teladan, kecuali
Nabi Muhammad saw. yang telah mempunyai misi dakwah sebagai
penyempurna akhlak.

‫ﻳﻨﺒﻐﻰ ﺍﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺘﺼﻔﺎ ﺑﺄﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻤﺎﻻﺕ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﻭﺍﳋﻠﻘﻴﺔ ﻭﺍﻟﻌﻘﻠﻴﺔ‬


Beliau adalah seorang rasul pilihan yang diutus bagi umat manusia dengan
keutamaan sifat-sifat luhurnya, baik spiritual, moral, maupun intelektual.9
Sifat-sifat luhur yang beliau tampilkan merupakan totalitas
kesatuan yang harus ada dalam diri seorang muslim. Unsur-unsur tersebut
merupakan modal utama manusia dalam menjalankan misinya di dunia
yakni sebagai khalifah dan ‘abd. Ketiga sifat luhur tersebut harus selalu
terkait. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari adanya spiritual yang tinggi,
seseorang diharapkan mampu memanifestasikannya dalam segala segi
kehidupan baik moral maupun intelektual. Dengan demikian diharapkan
unsur jasmani dan rohani mampu menjalankan fungsinya masing-masing
secara tepat.
8
Ibid., hlm. 3.
9
Abdullah Nashih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 634.
Contoh-contoh dalam menjalani kehidupan ini baik spiritual,
moral, maupun intelektual tersebut, telah ditampilkan oleh rasul kita Nabi
Muhammad saw. Dan kita sebagai umatnya hendaknya memberikan
apresiasi sebagaimana mestinya. Karena beliaulah cahaya penerang yang
memberikan petunjuk bagi kita. Dan Allah swt memang telah mengutus
beliau sebagai penjelas akan segala titah-Nya agar umat manusia dapat
memahaminya dengan baik. Untuk itulah beliau diutus sebagai cahaya
bagi umat. Sebagaimana firman Allah swt.:

(21: ‫ﻨ ﹲﺔ )ﺍﻻﺣﺰﺍﺏ‬‫ﺴ‬
 ‫ﺣ‬ ‫ﻮ ﹲﺓ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﻮ ِﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹸﺃ‬‫ﺭﺳ‬ ‫ﻢ ﻓِﻲ‬ ‫ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ‬ ‫ﹶﻟ ﹶﻘ‬
Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasul itu suri teladan yang baik. (QS.
al-Ahzab: 21)10

Dan memang pantaslah beliau sebagai teladan bagi umatnya,


karena beliau adalah manusia pilihan yang telah dipersiapkan oleh Allah
swt. sebagai nabi terakhir yang diliputi dengan sifat-sifat kenabian.

‫ﻭﺃﻧﻪ ﺻﻠﻰﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﳏﻮﻁ ﺑﺎﻟﻌﻨﺎﻳﺔ ﺍﻟﺮﺑﺎﻧﻴﺔ ﺍﺗﺼﺎﻓﻪ ﺑﺼﻔﺎﺕ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﺍﻷﺳﺎﺳﻴﺔ‬
‫ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﻭﺑﻌﺪﻫﺎ‬
Dan sesungguhnya Nabi saw. diliputi dengan pertolongan sifat-sifat
robbani, yakni sifat-sifat dasar kenabian sejak sebelum diangkat menjadi
rasulullah maupun sesudahnya.11 Karena Allah swt. memang telah
memilihnya sebagai utusan yang akan menyampaikan fatwa-fatwa-Nya,
sehingga Allah swt. senantiasa memeliharanya. Sejak kecil beliau pun
telah menampilkan akhlak terpuji. Dan sifat-sifat ini tetap dimilikinya
sampai dengan akhir hayat beliau.
Disini penulis akan mengemukakan beberapa teladan yang ada
pada diri rasulullah, khususnya yang ditulis oleh Abdullah Nashih Ulwan.
Diantara sifat-sifat tersebut adalah beliau merupakan orang suci. Disebut
sebagai orang suci karena beliau senantiasa menghindarkan diri dari
perbuatan tercela.12 Oleh karena itulah beliau disebut sebagai orang yang

10
Tim Penyusun, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 670.
11
Abdullah Nashih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 635.
12
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, (Bandung: asy-Syifa’, 1988), Cet. 1, hlm. 5.
ma’shum. Beliau selalu menjaga dirinya dari perbuatan yang tidak
bermanfaat. Perbuatan apapun yang dilakukan beliau selalu dipikirkan
dengan sebaik-baiknya karena beliau adalah seorang pemimpin umat yang
harus membawa mereka dalam keutamaan akhlak.
Dari segi kecerdasan beliau mencontohkan cara menyelesaikan
suatu persoalan dengan tepat. Beliau mencontohkan cara penyelesaian
pertikaian dalam proses peletakan hajar aswad.13 Ketika itu, para pemuka
umat Islam menginginkan untuk ikut meletakkan batu tersebut ke
tempatnya semula. Karena masing-masing suku ingin mengangkat batu
tersebut, kemudian mereka membuat kesepakatan bahwa seseorang yang
memasuki Makkah pertama kali pada saat itulah yang akan meletakkan
batu tersebut ke tempatnya semula. Kemudian datang rasulullah dan
mereka meminta beliau berkenan untuk meletakkan batu tersebut. Berkat
kepintarannya, rasulullah mengembalikan hajar aswad ke tempatnya
semula bersama-sama para pemuka umat Islam yang berada di tempat itu.
Dari sini terlihat betapa cerdasnya rasulullah dalam memecahkan suatu
masalah demi terciptanya kebersamaan di antara umatnya.
Dari segi penyampaian dakwah, beliau tidak akan tidur dengan
nyenyak dan merasa tentram apabila umatnya belum menerima dakwah
beliau.14 Beliau senantiasa mendo’akan kaumnya agar diberi kesempatan
untuk menerima ajakannya. Beliau selalu berusaha dengan gigih walaupun
berbagai reaksi keras menghadangnya. Meskipun beliau adalah orang yang
telah dijamin keselamatannya kelak di akhirat, tetapi beliau tidak mau
merasakan kenikmatan itu sendiri tanpa umatnya. Oleh karena itulah
beliau selalu gigih untuk mengajak umat manusia untuk mengikuti ajaran
yang dibawanya. Walaupun mereka belum mau menerima dakwah beliau,
namun beliau tidak menyalahkan mereka. Beliau justru mencari sebabnya
dalam diri beliau agar sekiranya mereka menerima dakwah beliau.

13
Ibid.
14
Ibid.
Selain itu, beliau juga menampilkan teladan dalam bidang ibadah.
Beliau senantiasa bangun malam untuk shalat tahajud dan karena giatnya
beribadah sampai kedua telapak kakinya bengkak.15 Beliau senantiasa
beribadah dan bermunajat kepada Allah swt. Dalam kesehariannya, beliau
senantiasa menghiasinya dengan mendekatkan diri kepada Allah swt.
Ibadah lain yang senantiasa dilakukan adalah berpuasa, bertasbih,
berdzikir, dan berdo’a.16 Kehidupan sehari-harinya selalu dipenuhi dengan
ibadah. Walaupun beliau adalah orang yang telah dijamin masuk surga,
namun beliau tetap melakukan ibadah-ibadah dengan giat. Hal ini
dikarenakan beliau ingin memberikan contoh kepada umatnya supaya
mereka juga giat dalam beribadah agar kelak mendapatkan syafa’at-Nya.
Adapun teladan akhlak yang beliau tampilkan meliputi kemurahan
17
hati. Beliau selalu memberi kepada mereka yang kekurangan. Dan
karena kemurahan hatinya, sampai-sampai beliau dikatakan sebagai orang
yang lebih murah daripada angin yang berhembus.
Beliau juga teladan dalam hal zuhud.18 Hal ini ditandai dengan
hidupnya yang dipenuhi dengan kesederhanaan. Walaupun beliau adalah
orang yang mulia di sisi Allah swt., namun beliau tetap berlaku zuhud.
Perilaku zuhudnya ini bukan berarti karena miskin. Beliau adalah kekasih
Allah swt. sehingga seandainya beliau minta apapun tentang kenikmatan,
pasti akan diberi oleh Allah swt. Namun, beliau justru memohon kepada
Allah swt. agar keluarganya diberi rizki yang secukupnya.
Beliau juga teladan dalam hal kerendahan hati (tawadhu’).19
Berkaitan dengan sifat ini, Allah swt. berfirman:

(215 : ‫ﲔ )ﺍﻟﺸﻌﺮاء‬
 ‫ﺆ ِﻣِﻨ‬ ‫ﻦ ﺍﹾﻟﻤ‬ ‫ﻚ ِﻣ‬
 ‫ﻌ‬ ‫ﺒ‬‫ﺗ‬‫ﻤ ِﻦ ﺍ‬ ‫ﻚ ِﻟ‬
 ‫ﺣ‬ ‫ﺎ‬‫ﺟﻨ‬ ‫ﺾ‬
 ‫ﺧ ِﻔ‬ ‫ﺍ‬‫ﻭ‬
15
Ibid., hlm. 6.
16
Ibid., hlm. 8.
17
Ibid., hlm. 9.
18
Ibid., hlm. 11.
19
Sikap ini ditampilkan dengan senantiasa memberi salam kepada para sahabatnya.
Dengan memberi salam terlebih dahulu, berarti beliau mendo’akan mereka. Dan ketika berbicara,
beliau benar-benar memperhatikan pembicaraan mereka. Ketika bersalaman, beliau tidak menarik
tangannya sebelum yang disalaminya melepaskan. Beliau selalu menghadiri pertemuan hingga
usai. Beliau pergi ke pasar dan membawa barang-barangnya sendiri. Beliau tidak merendahkan
pekerjaan buruh baik ketika membangun masjid maupun menggali parit. Beliau selalu memenuhi
undangan siapapun, menerima udzur seseorang, menambal baju dan memperbaiki alas kakinya
sendiri. Bahkan tidak segan melakukan tugas ibu rumah tangga. Ibid., hlm. 13.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman. (QS. asy-Syu’ara: 215)20

Ayat ini merupakan perintah kepada rasulullah untuk memperhatikan


kaum muslimin lainnya karena dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
rasulullah memulai dakwah kepada keluarga serumahnya, kemudian
keluarga terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin, mereka
merasa terabaikan.21 Dari ayat ini terlihat bahwa rasulullah diperintahkan
untuk menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat luas tidak hanya
kepada kerabatnya saja dengan rendah hati agar kaum muslimin lainnya
tidak lagi merasa terabaikan.
Beliau juga teladan dalam kesantunan. Sebagai contoh adalah
santunnya terhadap kekasaran Badawi dan juga terhadap kecongkakan
musuh.22 Tentang kisah kekasaran Badawi tersebut ada satu kisah. Suatu
ketika rasulullah mengenakan selimut kasar buatan negeri Najran.
Kemudian ada seorang Badawi yang menarik selimut itu dengan kasar
sampai terlihat bekasnya di pundak beliau. Kemudian Badawi itu minta
agar diberi harta. Melihat hal tersebut rasulullah tertawa dan menyuruh
agar Badawi itu diberi sesuatu. Beliau juga menampilkan sikap santunnya
terhadap musuh. Adapun sikap santunnya terhadap musuh setelah
mendapat kemenangan dapat dilihat dari perlakuan beliau kepada
penduduk Makkah yang pernah menyiksa, menekan, dan bahkan
mengusirnya dari negerinya, dan juga telah berusaha membunuhnya. Sikap
santunnya terhadap musuh tersebut, tercermin dalam sifat pemaafnya.
Sebagaimana firman Allah swt.:

(199 : ‫ﲔ )ﺍﻻﻋﺮﺍﻑ‬
 ‫ﺎ ِﻫِﻠ‬‫ﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟﺠ‬ ‫ﺽ‬
 ‫ﻋ ِﺮ‬ ‫ﻭﹶﺃ‬ ‫ﻑ‬
ِ ‫ﺮ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﺮ ﺑِﺎﹾﻟ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻭﹾﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻌ ﹾﻔ‬ ‫ ِﺬ ﺍﹾﻟ‬‫ﺧ‬

20
Tim Penyusun, op. cit., hlm. 589.
21
Qamaruddin Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
Ayat al-Qur’an, (Bandung: CV. Diponegoro, 1985), Cet. 7, hlm. 370.
22
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, op. cit., Cet. 1, hlm. 14.
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta
berpalinglah dari orang-orang bodoh. (QS. al-A’raf: 199)23

Ayat ini berkaitan dengan ayat 184 yang menerangkan bahwa Nabi
Muhammad saw. tidaklah gila. Ibnu Hatim dan Abu al-Syaikh berkata
bahwa diterangkan kepada mereka ketika Nabi berdiri di Shafa kemudian
menyeru orang-orang Quraisy dengan menyebut ‘ya Bani Fulan’ dan
menakut-nakuti tentang siksa Allah, maka diantara mereka menyebut
bahwa beliau gila. Dari sini terlihat bahwa walaupun dikatakan sebagai
orang gila, namun beliau tetap memaafkan mereka yakni dengan tetap
menyeru untuk mengikuti ajarannya.24
Beliau juga teladan dalam kekuatan fisik. Beliau memberikan
contoh terhadap para juara gulat. Beliau pernah bergulat dengan Rukanah
juara gulat 3 kali, menghadapi Ubay bin Khalaf dengan ujung tombak dan
juga menggali parit untuk menghancurkan batu besar yang tidak dapat
dihancurkan dengan kapak atau palu.25 Dalam hal ini Allah swt. berfirman:

(60 : ‫ﻮ ٍﺓ… )ﺍﻻﻧﻔﺎﻝ‬ ‫ﻦ ﻗﹸ‬ ‫ﻢ ِﻣ‬ ‫ﺘ‬‫ﻌ‬ ‫ﺘ ﹶﻄ‬‫ﺳ‬ ‫ﺎ ﺍ‬‫ﻢ ﻣ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻭﺍ ﹶﻟ‬‫ﻭﹶﺃ ِﻋﺪ‬
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi. (QS. al-Anfal: 60) 26

Ayat ini berkaitan dengan ayat 58 yang berkenaan dengan pengkhianatan


suatu golongan. Abu Syaikh dari Ibni Syihab meriwayatkan bahwa
Malaikat Jibril menghadap rasulullah dan berkata bahwa Allah telah
memberikan izin kepada beliau untuk menyerang Bani Quraidh yang
berkhianat.27 Dari sini terlihat bahwa walaupun beliau harus melawan
salah satu suku Quraisy yang tangguh, namun beliau tetap menghadapinya
karena mereka telah berkhianat.

23
Tim Penyusun, op. cit., hlm. 255.
24
Jalaluddin as-Suyuti, Riwayat Turunnya Ayat-Ayat Suci al-Qur’an, terj. Mustofa,
(Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1993), Cet. 1, hlm. 219.
25
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, op. cit., Cet. 1, hlm. 15.
26
Tim Penyusun, op. cit., hlm. 271.
27
Jalaluddin as-Suyuti, op. cit., hlm. 236.
Dalam teladan keberanian,28 beliau adalah orang yang pertama
mendatangi tempat bahaya sebelum orang lain bergerak. Dan beliau juga
orang yang berani berada di tempat bahaya sedang orang lain melarikan
diri. Keberanian merupakan suatu kekuatan psikologis yang diserap dari
keimanan terhadap Tuhan. Kadar kekuatan keberanian yang dimiliki
seseorang sesuai dengan kadar keimanannya.29 Hal ini terlihat dalam
firman Allah swt.:

(13 : ‫ﲔ )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ‬
 ‫ﺆ ِﻣِﻨ‬ ‫ﻢ ﻣ‬ ‫ﺘ‬‫ﻨ‬‫ﻩ ِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺸ‬
‫ﺨ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻖ ﹶﺃ ﹾﻥ‬ ‫ﺣ‬ ‫ ﹶﺃ‬‫ﻢ ﻓﹶﺎﻟﻠﱠﻪ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻧ‬‫ﻮ‬ ‫ﺸ‬
‫ﺨ‬
 ‫ﺗ‬‫…ﹶﺃ‬
…mengapakah kamu takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang berhak
kamu takuti jika kamu benar-benar orang yang beriman.(QS. at-Taubah:
13)30

Ayat ini berkaitan dengan ayat 14 yang menerangkan bahwa kaum muslim
untuk memerangi kaum musyrik. Dikemukakan oleh Abu asy-Syaikh dari
Qatadah yang berkata bahwa diterangkan kepada mereka, ayat ini turun
berkenaan dengan Khaza’ah (nama suku) yang ketika terjadi peperangan
berhasil membunuh Bani Bakr di Makkah.31
Teladan berpolitik juga ada pada diri beliau, yakni dengan
meletakkan segala permasalahan secara proporsional.32 Suatu ketika
rasulullah membagikan ghanimah kepada kaum Quraisy dan kabilah Arab
lainnya sedangkan kaum Anshar tidak diberi sedikitpun. Maka timbullah
rasa iri pada hati kaum Anshar. Kemudian rasulullah memberikan
penjelasan dengan bijak dan akhirnya mereka menyadari akan kekhilafan
mereka.
Beliau juga menampilkan teladan dalam memegang prinsip.33 Sifat
ini merupakan sifat yang sangat menonjol pada diri rasulullah. Salah satu

28
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, op. cit., Cet. 1, hlm. 16.
29
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, (Semarang: asy-Syifa’, t.t.), hlm. 411.
30
Tim Penyusun, op. cit., hlm. 279.
31
Jalaluddin as-Suyuti, op. cit., hlm. 242.
32
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, op. cit., Cet. 1, hlm. 17.
33
Ibid., hlm. 20.
contohnya adalah ketika orang musyrik Quraisy mengejarnya, beliau
mengira bahwa pamannya Abu Thalib akan menyerahkannya kepada
mereka. Namun dalam kondisi tertekan demikian, beliau tetap
mempertahankan dakwahnya. Beliau tetap dalam pendiriannya, tetap
memegang agamanya.
Begitulah sifat-sifat agung yang dimiliki oleh rasul kita Nabi
Muhammad saw. Namun, sifat-sifat yang telah disebutkan tadi hanyalah
segelintir dari keseluruhan keagungan sifat beliau. Sungguh menakjubkan
sifat yang melekat dalam diri rasulullah dan kita sebagai umatnya harus
bercermin kepada beliau. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa:

(4 : ‫ﻋﻈِﻴ ٍﻢ )ﺍﻟﻘﻠﻢ‬ ‫ﻠﹸ ٍﻖ‬‫ﻠﻰ ﺧ‬‫ﻚ ﹶﻟﻌ‬


 ‫ﻧ‬‫ﻭِﺇ‬
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-
Qalam: 4)34

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa akhlak rasulullah saw.


tidak ada yang melebihinya. Apabila seseorang memanggilnya, beliau
selalu menjawab dengan kalimat ‘labaik’.35 Ayat ini turun sebagai
penegasan bahwa rasulullah berakhlak terpuji.
Budi pekerti yang agung tersebut akan mengantarkan manusia pada
derajat yang tinggi.
3. Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak
Pendidikan memang memerlukan usaha yang keras agar dapat berhasil
dengan baik. Pendidikan merupakan hal yang sangat urgen bagi
perkembangan anak. Pendidikan ini meliputi pendidikan iman, fisik, dan
intelektual. Pendidikan iman merupakan pembentukan dasar bagi jiwa
anak, dan pendidikan fisik sebagai persiapan pendidikan moral untuk
membentuk akhlak dan kebiasaan, sedangkan pendidikan intelektual
berguna untuk penyadaran dan pembudayaan.36 Apabila hal-hal tersebut
dapat tercapai, maka upaya pendidikan telah dikatakan berhasil. Ukuran

34
Tim Penyusun, op. cit., hlm. 960.
35
Qamaruddin Shaleh, dkk, op. cit., hlm 539.
36
Abdullah Nashih Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, terj. Khalilullah Ahmas
Masjkur Hakim, (Bandung: Rosdakarya, 1992), Cet. 2 (edisi revisi), hlm. 54.
keberhasilan tersebut dapat dilihat dari hasil yang dicapai oleh anak didik.
Dalam mencapai keberhasilannya, anak didik memerlukan seorang tokoh
yang dapat dijadikan sebagai contoh baginya. Orang tua sebagai salah satu
sumber teladan mempunyai tugas untuk menampilkan pribadi yang luhur.
Pribadi luhur tersebut akan membentuk akhlak anak. Pendidikan akhlak
anak merupakan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama. Hal
ini merupakan tanggung jawab yang sangat kompleks, karena
berhubungan dengan segala hal yang menyangkut masalah perbaikan jiwa
mereka.37 Jiwa yang baik ini nantinya akan tercermin dalam akhlaknya.
Dan orang tua harus dapat menjaga akhlak anaknya dengan baik.
Sebagaimana hadis Nabi yang berbunyi:

‫ﲰﻌﺖ ﺍﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﳛﺪﺙ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﺍﻛﺮﻣﻮﺍ‬
38
(‫ﻢ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ‬‫ﺍﻭﻻﺩﻛﻢ ﻭﺍﺣﺴﻨﻮﺍ ﺍﺩ‬
Dari Anas bin Malik bahwasanya rasulullah pernah bersabda,
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah akhlak mereka”. (HR. Ibnu
Majah)
Dari sini jelas terlihat bahwa orang tua mempunyai tugas untuk
memuliakan anak, yang dapat dilakukan dengan berbuat baik yakni
dengan merawat dan menyayangi mereka. Disamping itu, orang tua juga
harus memberikan pendidikan akhlak kepada mereka agar mereka selalu
terjaga dalam perilaku yang luhur.
Dengan memberikan tampilan cara memuliakan anak, maka anak
akan dapat memahami apa yang dimaksud oleh orang tuanya. Tampilan
dari orang tua tersebut akan menjadi sumber teladan. Sumber ini
merupakan sumber utama bagi anak untuk mendapatkan keteladanan.
Merekalah yang pertama kali menanamkan nilai-nilai pada sang anak.
Apabila kedua orang tua menginginkan sang anak tumbuh dalam
kejujuran, amanah, menjauhkan dari perbuatan yang tidak diridhai agama

37
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, op. cit., hlm. 179.
38
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Sunan Ibnu Majah, Juz II, (Damsyik: Dar al-Fikr, t.t.),
hlm. 1211.
(iffah), kasih sayang, maka hendaklah mereka memberikan teladan yang
baik dari diri mereka sendiri.39 Pada dasarnya sang anak yang melihat
orang tuanya berbuat dusta, tidak mungkin mereka akan belajar jujur.
Sang anak yang melihat orang tuanya berkhianat, tidak mungkin mereka
akan belajar amanah. Sang anak yang melihat orang tuanya selalu
mengikuti hawa nafsu, tidak mungkin mereka belajar keutamaan. Sang
anak yang mendengar orang tuanya mencaci maki dan mencela, tidak
mungkin mereka belajar bertutur kata yang manis. Sang anak yang
melihat orang tuanya bersikap keras dan bengis, tidak mungkin mereka
akan belajar kasih sayang.
Begitu pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak,
sehingga tanggung jawab mereka sungguh berat. Hal ini dikarenakan
mereka harus membangun karakter anak dari nol. Oleh karena itu, sebagai
pendidik, orang tua harus bisa menanamkan nilai-nilai pada jiwa anak
secara khusus, sehingga ketika dewasa, mereka akan dapat menunaikan
tugasnya tanpa ragu-ragu dan putus asa.40 Apabila sejak kecil anak telah
terbiasa dengan nilai-nilai keutamaan, maka mereka akan tumbuh menjadi
manusia yang berbudi. Begitu pentingnya pembentukan kepribadian anak
sebagai modal dalam mengarungi kehidupan sosial, sehingga orang tua
harus benar-benar memperhatikan pendidikan pada masa awal anak.
Apabila anak-anak tidak dibina atas dasar-dasar kejiwaan yang kokoh,
maka usaha mendidik dapat diibaratkan orang yang melukis di atas air
atau seperti orang yang meniup pasir, atau orang yang berteriak di suatu
lembah.41 Semua perbuatan tersebut adalah perbuatan yang sia-sia. Karena
masa anak-anak adalah masa yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai
yang berguna bagi perkembangan jiwa selanjutnya, sehingga jiwanya
tidak akan mudah goyah. Demikianlah, anak akan tumbuh dalam
kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan akhlak, jika mereka melihat
kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik. Dan sebaliknya sang

39
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, op. cit., hlm. 36.
40
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Sosial Anak, terj. Khalilullah Ahmas Majkur
Hakim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), Cet. 1, hlm. 31.
41
Ibid., hlm. 32.
anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan berjalan di jalan yang kufur
dan maksiat, jika mereka melihat orang tuanya memberi teladan yang
buruk. Begitu pentingnya teladan yang baik dari orang tua, sehingga orang
tua harus benar-benar memperhatikan setiap perilakunya. Teladan yang
baik dari orang tua merupakan modal bagi anak dalam mengarungi
kehidupan di masyarakat kelak. Dan untuk mengawali proses pendidikan
dalam keluarganya, orang tua hendaklah memusatkan perhatian pada anak
yang terbesar, karena anak yang tertua merupakan contoh bagi adik-
adiknya. Apa yang dilakukan oleh kakaknya, pasti akan dilakukan oleh
sang adik.
Untuk mengokohkan akhlak anak, disamping mereka dibina
dengan nilai-nilai luhur dalam lingkup kehidupan keluarganya, orang tua
juga harus memilihkan teman yang baik bagi anaknya. Teman yang baik
ini akan berpengaruh terhadap sikap istiqomah anak, juga terhadap
kebaikan hidup dan akhlaknya.42 Menurut Ulwan, benarlah orang yang
mengatakan bahwa ‘Janganlah kau tanya aku tentang siapa aku, tetapi
tanyakanlah kepada siapa aku berteman, niscaya engkau akan kenal siapa
aku’. Dari ungkapan ini terlihat bahwa betapa hebatnya pengaruh seorang
teman, sampai mereka bisa menunjukkan jati diri seseorang. Hal ini dapat
ditafsirkan bahwa dengan melihat teman bergaulnya saja, sudah dapat
mengenal seseorang.
Namun orang tua sering melalaikan kewajibannya, sehingga anak
tumbuh menjadi seorang yang mempunyai pribadi yang menyimpang.
Mereka jauh dari nilai-nilai moral, sehingga menyebabkan terjadinya
penyimpangan, rusaknya akhlak, dan hancurnya kepribadian (split
personaity).43 Agar akhlak anak dapat terjaga, secara umum orang tua
harus menghilangkan teladan yang buruk dan pergaulan yang rusak.44
a. Teladan yang buruk

42
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Sosial Anak, terj. Khalilullah Ahmas Masjkur
Hakim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), Cet. 2 (edisi revisi), hlm. 80.
43
Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, terj. Khalilullah Ahmas
Masjkur Hakim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), Cet. 2, hlm. 128.
44
Ibid., hlm. 182-183.
Anak akan mencontoh apa yang ada pada diri orang tuanya. Sebagai
contoh, anak mencontoh perkataan orang tua yang kasar, suka
mencemooh, dan ucapan negatif yang lain. Bahkan mereka akan selalu
mengulanginya sehingga menjadi kebiasaan buruk bagi anak.
b. Pergaulan yang rusak
Bila anak dibiarkan bergaul dengan teman yang rusak, maka mereka
akan mencontoh perilaku buruk temannya tersebut.
Oleh karena itulah, orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi
anaknya agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang sempurna.
4. Keteladanan Guru
Sebagai lanjutan pendidikan di rumah adalah pendidikan di sekolah.
Sekolah bertugas mengokohkan nilai-nilai positif yang telah didapatkan
oleh anak dari lingkungan keluarganya. Di lingkungan barunya ini, anak
tetap membutuhkan sosok teladan sebagai pengganti peran orang tuanya di
rumah. Sebagai seorang pendidik, guru harus mempunyai sifat-sifat yang
dapat diteladani oleh anak didiknya.
Menurut Ulwan, seorang guru harus mempunyai kategori dalam hal takwa,
ikhlas, ilmu, santun, dan tanggung jawab.
a. Takwa
Sifat ini merupakan sifat terpenting yang harus dimiliki oleh seorang
guru. Inti dari takwa ialah menjaga diri dari adzab Allah swt. dengan
merasakan muraqabah-Nya.45 Jika guru tidak menghiasi dirinya
dengan takwa, maka anak akan tumbuh menyimpang karena anak
meniru orang yang mendidik dan mengarahkannya berlumur dosa
sehingga tidak mungkin anak akan menjadi hamba yang beriman.
b. Ikhlas
Sifat ikhlas yang dimiliki oleh guru akan membebaskan niatnya,46
yakni segala usaha yang dilakukannya bagi anak didiknya dilakukan
semata-mata untuk Allah swt. Dengan demikian ia tidak berorientasi
45
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, op. cit., Cet. 1, hlm. 178.
46
Ibid., hlm. 177.
kepada duniawi. Hal ini terlihat dengan mendidik merupakan suatu
kebutuhan baginya, yang merupakan panggilan hati nurani. Ia
berpedoman bahwa ikhlas dalam perkataan dan perbuatan merupakan
sebagian dari iman. Dengan berbuat sesuatu secara ikhlas, disamping
mendapat keridhaan Allah swt., seorang guru juga akan dicintai oleh
murid-muridnya. Dengan begitu, apa yang dinasihatkan akan
membekas dalam diri mereka.
c. Ilmu
Seorang guru harus memiliki ilmu pengetahuan, terutama perihal
pokok-pokok pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam,47 menguasai
hukum halal-haram, mengetahui prinsip-prinsip etika Islam,
memahami peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syari’at Islam.
Dengan mengetahui semua ini, guru akan menjadi seorang alim yang
bijak. Ia tidak akan berlaku sewenang-wenang dengan ilmunya
tersebut.
Mendidik haruslah berpijak pada dasar-dasar yang kokoh dari ajaran
al-Qur’an, petunjuk Nabi Muhammad saw. sebagai teladan yang baik,
para sahabat rasulullah dan orang-orang yang mengikutinya dengan
baik. Jika guru tidak mengetahui hal ini, terutama kaidah-kaidah asasi
dalam pendidikan anak, maka anak akan dilanda kemelut spiritual,
moral, dan sosial.48 Betapa banyak anak yang terjerumus dalam
kesengsaraan karena guru tidak mengetahui ilmu syari’at. Sudah
sepantasnya apabila seorang guru membekali diri dengan segala ilmu
pengetahuan yang bermanfaat agar ia mampu menciptakan generasi
yang mampu mempertahankan tegaknya panji Islam di muka bumi.
d. Santun
Dengan sikap santun yang ditampilkan inilah, sang anak akan tertarik
pada guru. Setelah tertarik pada guru, kemudian mereka akan tertarik
pada pelajaran yang disampaikannya. Dan mereka akan memberikan

47
Ibid., hlm. 181.
48
Ibid., hlm. 182.
tanggapan yang baik terhadap perkataan, perilaku, dan segala yang
diberikannya. Dengan melihat kesantunan dari guru, anak akan
bercermin dengan akhlak terpuji yang ditampilkan, sehingga dapat
menghindarkan mereka dari perangai tercela. Sifat ini sangat
diperlukan oleh seorang guru, karena kesantunan merupakan
keutamaan moral dan spiritual terbesar yang mengakibatkan manusia
berada dalam puncak keluhuran akhlak.49 Namun hal ini tidak berarti
guru harus selalu bersikap lemah lembut, tetapi ia harus pandai
menahan amarah, tidak emosi ketika meluruskan akhlak anak. Dan
apabila hukuman diperlukan, maka boleh saja ia menggunakan
kecaman atau pukulan sehingga anak kembali menjadi baik akhlaknya.
e. Tanggung jawab
Tanggung jawab pendidikan anak meliputi segi keimanan, perangai,
pembentukan jasmani dan rohani, serta mempersiapkan mental dan
sosialnya.50 Dengan memiliki rasa tanggung jawab inilah, seorang guru
terdorong untuk mengawasi dan memperhatikan, mengarahkan,
membiasakan dan melatih anak didiknya. Dan hendaknya ia yakin
apabila ia melalaikannya, suatu ketika anak akan terjerumus dalam
jurang kerusakan.
Dari pemaparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa menurut
Abdullah Nashih Ulwan, keteladanan merupakan faktor yang penting
dalam pendidikan, karena sangat berperan dalam menentukan baik
buruknya anak. Dan tidak ada figur yang dapat dijadikan sebagai rujukan
dalam hal teladan, kecuali rasulullah. Beliaulah sosok uswatun hasanah
bagi umat manusia di dunia ini. Beliau telah menampilkan teladan-teladan
sempurna dalam berbagai bidang kehidupan. Ulwan juga menyebutkan
bahwa orang tua dan pendidik (guru) harus mempunyai sifat-sifat luhur
seperti yang telah ditampilkan oleh rasulullah.

49
Ibid., hlm. 184.
50
Ibid., hlm. 187.
Ancangan inilah yang akan penulis jadikan sebagai alur untuk
mencari format kepribadian guru dalam pembahasan bab selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai