PENDAHULUAN
Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan antar perubahan
senyawa kimia. Senyawa ataupun senyawa-senyawa awal yang terlibat dalam reaksi disebut
sebagai reaktan. Reaksi kimia biasanya dikarakterisasikan dengan perubahan kimiawi, dan
akan menghasilkan satu atau lebih produk yang biasanya memiliki ciri-ciri yang berbeda dari
pembentukan dan pemutusan ikatan kimia. Walaupun pada dasarnya konsep umum reaksi
kimia juga dapat diterapkan pada transformasi partikel-partikel elementer seperti pada reaksi
nuklir.
pelarut, insektisida dan bahan-bahan dalam sintesis senyawa organik. Kebanyakan senyawa
organohalogen adalah sintetik. Senyawa organohalogen agak jarang dijumpai dalam alam.
Tiroksina (thyroxine), suatu penyusun dari hormon tiroid tiroglobulin, adalah suatu senyawa
iod yang terdapat dalam alam. Senyawa halogen agak lebih lazim dalam organisme laut,
karbon, hidrogen, dan suatu atom halogen, dapat dibagi dalam tiga kategori : alkil halida, aril
halida (dalam mana sebuah halogen terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin aromatik)
dan halida vinilik (dalam mana sebuah halogen terikat pada sebuah karbon berikatan-
rangkap).
1.4 Tujuan
1
Untuk mengetahui reaksi eliminasi E1 dan E2
BAB II
PEMBAHASAN
Reaksi eliminasi adalah pegurangan suatu gugus (molekul) dari suatu molekul
(kebalikan dari reaksi adisi. Bila suatu alkil halida diolah dengan basa kuat, dapat terjadi
reaksi eliminasi. Dalam reaksi ini sebuah molekul kehilangan atom-atom atau ion-ion dari
dalam strukturnya. Produk organik suatu reaksi eliminasi suatu alkil halida adalah suatu
alkena. Dalam tipe reaksi ini, unsur H dan X keluar dari dalam alkil halid; oleh karena itu
reaksi ini juga disebut reaksi dehidrohalogenasi. (Awalan de- berarti “minus” atau
“hilangnya”).
CH3 CH2
CH3 CH3
2-kloro-2-metilpropana metilpropena
(t-butilklorida) (isobutilena)
Selain menyubstitusi halida, nukleofili dapat berperan sebagai basa Lewis dan
2
Hanya ada 1 produk alkena dihasilkan pada setiap reaksi berikut:
Dengan basa berukuran kecil seperti ion etoksida atau hidroksida, produk utama ialah
alkena yang lebih tersubstitusi, karena lebih stabil. Reaksi eliminasi terjadi dengan
tersubstitusi. Bila alkena yang kurang tersustitusi merupakan produk yang lebih melimpah,
Suatu gejala biasa yang menghasilkan alkena yang kurang tersubstitusi ialah rintangan
sterik (steric hindrance) dalam kedaan transisi yang seharusnya menghasilkan alkena yang
3
paling tersubstitusi. Rintangan sterik ini dapat meningkatkan energi keadaan transisi itu
sedemikian banyak sehingga reaksi mengikuti jalan lain dan menghasilkan alkena yang
paling tersubstitusi. Rintangan sterik ini dapat disebabkan oleh salah satu dari tiga faktor
berikut. Pertama, ukuran basa yang menyerang merupakan satu sebab. Dalam reaksi eliminasi
2-bromobutana dengan ion etoksida yang kecil itu, alkena yang lebih tersubstitusi akan
melimpah. Dengan ion t-butoksida yang lebih besar 1- dan 2-butena terbentuk sama banyak.
terintangi itu menghasilkan alkena yang kurang tersubstitusi dalam suatu reaksi E2, bahwa
Ketiga, jika gugus pergi itu sendiri besar dan meruah, produk Hofmann dapat lebih
melimpah.
2.3 Reaksi E1
4
Suatu karbokation adalah suatu zat antara yang tak stabil dan berenergi tinggi, yang
dengan segera bereaksi lebih lanjut. Salah satu cara karbokation mencapai produk yang stabil
ialah dengan bereaksi dengan sebuah nukleofil. Tentu saja ini ialah reaksi SN1. Namun
terdapat suatu alternatif karbokation itu dapat memberikan sebuah proton kepada suatu basa
dalam suatu reaksi eliminasi, dalam hal itu reaksi E1, menjadi sebuah alkena.
- H+
- Br-
(CH3)3CBr [(CH3)3C+] (CH3)3COH
t-butil bromida kation t-butil t-butil alkohol
HÖ H
Eliminasi (E1) H
- Br- +
+
(CH3)3CBr (CH3)3C CH2 (CH3)2C=CH2 + H3O:
Kation t-butil metilpropena
Tahap pertama dalam reaksi E1 identik dengan tahap pertama reaksi SN1 : ionisasi
alkil halida. Tahap ini adalah tahap lambat. Seperti reaksi SN1, suatu reaksi E1 yang khas
menunjukkan kinetika order-pertama, dengan laju reaksi bergantung hanya pada konsentrasi
alkil halida saja. Karena hanya melibatkan satu pereaksi dalam keadaan transisi (dari) tahap
Dalam tahap kedua reaksi eliminasi, basa itu merebut sebuah proton dari sebuah atom
karbon yang terletak berdampingan dengan karbon positif. Elektron ikatan sigma karbon-
5
hidrogen in bergeser ke arah muatan positif, karbon itu mengalami rehibridasi dari keadaan
Karena suatu reaksi E1, seperti reaksi SN1, berlangsung lewat zat antara karbokation,
maka tak mengherankan bahwa alkil halida tersier bereaksi lebih cepat daripada alkil halida
lain.
Reaksi E1 (dari) alkil halida berlangsung pada kondisi yang sama seperti reaksi SN1
(pelarut polar, basa sangat lemah, dan sebagainya), oleh karena itu reaksi SN1 dan E1 adalah
reaksi bersaingan. Pada kondisi ringan yang diminta untuk reaksi-reaksi karbokation untuk
alkil halida ini, produk SN1 biasanya menang dibandingkan produk E1. Dari segi ini reaksi
2.4 Reaksi E2
Reaksi eliminasi alkil halida yang paling berguna ialah reaksi E2 (eliminasi
bimolekular). Reaksi E2 alkil halida cenderung dominan bila digunakan basa kuat, seperti –
OH dan –OR, dan temperatur tinggi. Secara khas reaksi E2 dilaksanakan dengan
CH3CH2OH
Br
kalor 6
CH3CHCH3 + CH3CH2O- CH3CH=CH2 + CH3CH2OH + Br-
E2
Reaksi E2 berjalan tidak lewat suatu karbokation sebagai zat-antara, melainkan
berupa reaksi serempak (concerted reaction) yakni terjadi pada satu tahap, sama seperti reaksi
SN2.
Contoh :
ini adalah :
7
Keadaan transisi E2
Dalam reaksi E2, seperti dalam reaksi E1, alkil halida tersier bereaksi paling cepat
dan alkil halida primer paling lambat. (Bila diolah dengan suat basa, alkil halida primer
biasanya begitu mudah bereaksi substitusi, sehingga hanya sedikit alkena terbentuk).
Dapat digambarkan energi yang terjadi dalam reaksi E2 (reaksi satu tahap).
perbedaan dalam laju eliminasi antara alkil halida berdeuterium dan tak berdeuterium.
Perbedaan dalam laju reaksi antara senyawa yang mengandung isotop yang berbeda disebut
Deuterium (21 H atau D) ialah isotop hidrogen yang intinya terdiri dari satu proton dan
satu neutron. Ikatan C-D lebih kuat daripada ikatan C-H sebanyak 1,2 kkal/mol. Telah
dipostulatkan bahwa pemutusan ikatan C-H adalah bagian dari integral (dari) tahap penentu
laju (satu-satunya tahap) dari suatu reaksi E2. Apa yang terjadi bila H yang akan
8
tereleminasikan digantikan oleh D? Pemutusan ikatan CD yang lebih kuat itu meminta lebih
banyak energi. Jadi Eakt harus lebih tinggi dan laju reaksi eliminasi akan lebih rendah.
basa, dijumpai bahwa senyawa berdeuterasi bereaksi hanya dengan 1/7 laju senyawa 2-
Br
Br
mencerminkan hidrogen mana yang dibuang dalam reaksi ini. Berbagai macam atom karbon
dan hidrogen dalam sebuah molekul dapat ditandai dengan α , β dan seterusnya, menurut
alfabet Yunani. Atom karbon yang mengikat gugus fungsional utama dalam sebuah molekul
disebut karbon alfa (α), dan karbon berikutnya karbon beta (β). Hidrogen yang terikat pada
terbentuk alkena. (Tentu saja, alkil halida yang tak mengandung hidrogen β tak dapat
β Br CH3 CH3
9
CH3CHCH3 CH3 C Br CH3CH C Br
Jika 2-bromopropana atau t-butil bromida mengalami eliminasi, hanya akan diperoleh
CH3 CH3
satu macam produk alkena yang mungkin. Namun bila gugus alkil disekitar karbon α
berlainan dan terhadap lebih dari satu macam hidrogen β, maka akan diperoleh lebih dari satu
alkena. Reaksi E2 dari 2-bromobutana menghasilkan dua alkena karena dapat dieliminasi dua
macam atom hidrogen : sebuah hidrogen dari suatu gugus CH 3 atau sebuah hidrogen dari
CH3
CH3
t-butil bromida metilpropena
hanya satu macam Hβ satu-satunya alkena yang mungkin
2.4.3. Alkena Mana Yang Terbentuk
Dalam tahun 1875 seorang ahli kimia Rusia, Alexander Saytseff, merumuskan aturan
berikut, yang sekarang disebut aturan Saytseff : Alkena yang memiliki gugus alkil terbanyak
pada atom-atom karbon ikatan-rangkapnya, terdapat dalam jumlah terbesar dalam campuran
produk reaksi eliminasi. Alkena ini dirujuk sebagai alkena tersubstitusi lebih-tinggi. Aturan
Saytseff meramalkan 2-butena akan terdapat lebih banyak daripada 1-butena sebagai produk
dalam reaksi E2 dari 2-bromobutana. Hal ini memang terbukti. Dalam reaksi berikut,
Na+ -OCH2CH3
CH3CH2CHCH3 CH3 CH=CH CH3 + CH3CH2CH=CH2
CH3CH2OH
2-bromobutana 2-butena 1-butena
(80%) (20%)
10
Telah ditetapkan bahwa alkena tersubstitusi lebih-tinggi lebih stabil daripada alkena
yang tersubstitusi-kurang tinggi. Oleh karena itu eliminasi E2 menghasilkan alkena yang
stabil.
Bertambahnya kereaktifan
pergi umumnya sejauh mungkin atau anti. Karena inilah maka eliminasi E2 seringkali dirujuk
sebagai anti-eliminasi.
Anti eliminasi :
efek sterik.
11
2.4.6 Prediksi Produk
1,2-difenil.
12
Proton diambil dan gugus lepas harus menyesuaikan trans-diaksial menjadi anti
periplanar (app) mendekati keadaan transisi. Gugus equatorial tidak benar-benar sejajar.
Metil halida dan alkil halida primer cenderung menjalani reaksi SN2. Mereka tak
membentuk karbokation, jadi tak dapat bereaksi SN1 atau E1. Jika hanya bereaksi E2, alkil
Alkil halida sekunder dapat bereaksi menurut jalan manapun, tetapi SN2 dan E2 lebih
lazim daripada E1 atau SN1. Reaksi-reaksi alkil halida sekunder lebih peka terhadap kondisi
reaksi dalam labu reaksi (konsentrasi nukleofil, pelarut, dan lain-lain) daripada reaksi alkil
halida lainnya.
13
Alkil halida tersier terutama bereaksi E2 dengan suatu basa kuat (seperti -OH atau –
OR), tetapi bereaksi SN1 dan dalam beberapa hal bereaksi E1, dengan basa sangat lemah
Halida alilik dan benzil halida mengalami reaksi substitusi dengan mudah :
umumnya SN1 dengan nukleofil lemah dan SN2 dengan nukleofil agak kuat.
Polarizabilitas suatu ion atau molekul, yang dapat mempengaruhi nukleofilisitas ion
atau molekul itu. Derajat nukleofilisitas lawan kebasaan dapat menentukan jalan reaksi.
Reaksi alkil halida primer dengan suatu nukleofil kuat mengikuti jalan SN2, bahkan juga bila
nukleofil itu suatu basa kuat. Tetapi untuk alkil halida tersier, basa agak kuat apa saja akan
memilih reaksi E2. Hanya basa-basa terlemah (H2O, ROH) menghasilkan substitusi (dengan
Untuk alkil halida sekunder, nukleofil kuat (seperti CN-) menyukai reaksi SN2,
sementara nukleofil lemah (seperti H2O) menyukai reaksi-reaksi karbokation, terutama SN1
dengan sedikit E1. Basa-basa kuat (seperti –OH dan –OR) menyukai reaksi E2.
Basa kuat : E2
Pengaruh pelarut pada reaksi substitusi dan eliminasi terletak pada kemampuan atau
pergi. Kemampuan mensolvasi ion ditentukan oleh polaritas molekul pelarut itu, yang
14
Pada umumnya pelarut yang sangat polar (seperti air) mendorong reaksi S N1 dengan
membantu menstabilkan karbokation dengan jalan solvasi. Sebaliknya : pelarut yang kurang
polar (seperti aseton) memilih reaksi SN2 dan E2, karena pelarut itu tidak membantu ionisasi.
Pemilihan pelarut benar-benar dapat mengubah urutan nukleofilisitas dalam suatu kelompok
nukleofil. Suatu pelarut yang dapat mensolvasi suatu anion (jadi menstabilkan anion itu) akan
mengurangi nukleofilisitasnya. Kebalikannya, suatu pelarut yang tak dapat mensolvasi suatu
anion, akan meningkatkan nukleofilisitas anion itu. Dalam dimetil formamida (DMF) ion
klorida tidak disolvasi sehingga bersifat nukleofil yang jauh lebih baik daripada dalam etanol
Dengan mengatur konsentrasi nukleofil atau basa, seorang ahli kimia dapat langsung
mengkontrol laju reaksi SN2 dan E2. Naiknya konsentrasi nukleofil umumnya tidak
mempengaruhi laju reaksi SN1 atau E1, tetapi menaikkan laju reaksi S N2 atau E2 secara
proporsional.
2.5.5 Temperatur
Kenaikan temperatur menaikkan laju semua reaksi subsitusi dan eliminasi. Tetapi
biasanya kenaikan laju reaksi-reaksi eliminasi lebih besar (karena reaksi eliminasi biasanya
memiliki Eakt yang lebih tinggi, dan temeperatur tinggi memungkinkan lebih banyak molekul
15
2.6.1 E1
1. Membentuk karbokation
3. Basa merebut proton dari atom C (beta, C yang berdampingan dengan C+)
2.6.2 E2
1. Nukleofil langsung mengambil proton dari atom C (beta) pada atom C gugus pergi
Alkohol+asam kuat+panas E1
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reaksi eliminasi adalah pegurangan suatu gugus (molekul) dari suatu molekul
(kebalikan dari reaksi adisi. Bila suatu alkil halida diolah dengan basa kuat, dapat terjadi
reaksi eliminasi. Aturan yang meramalkan produk utama dibagi menjadi 2 yaitu aturan
zaitsev dan aturan hoffman. Bila alkena yang kurang tersustitusi merupakan produk yang
diawali disosiasi unimolekular ikatan C–X seperti pada reaksi SN1, tetapi tahap selanjutnya
ialah penyingkiran H+ dari karbon tetangga oleh basa. Mekanisme E2 berlangsung 1 tahap
(bimolekular) tanpa zat antara, analog dengan reaksi SN2. Dengan basa kuat (HO–, RO–),
ikatan C–H dan C–X putus bersamaan disertai pembentukan ikatan C=C. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Jalannya Reaksi Substitusi dan Eliminasi dari Alkil Halida adalah struktur
alkil halida, sifat nukleofil atau basa, sifat pelarut, konsentrasi nukleofil atau basa dan
temperatur.
17
18