Analisis Fiskal Kontrak Bagi Hasil (PSC) Gross Split Sebagai Pengganti Skema Cost Recovery Melalui Analisis Keekonomian Pada Blok Xyz
Analisis Fiskal Kontrak Bagi Hasil (PSC) Gross Split Sebagai Pengganti Skema Cost Recovery Melalui Analisis Keekonomian Pada Blok Xyz
Oleh :
Fawa’id Kharisma Khabib
101316036
Oleh :
Fawa’id Kharisma Khabib
101316036
MENGESAHKAN,
Pembimbing I : Pembimbing II :
MENGETAHUI,
Ketua Program Studi
Universitas Pertamina - i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul ANALISIS FISKAL
KONTRAK BAGI HASIL (PSC) GROSS SPLIT SEBAGAI PENGGANTI SKEMA
COST RECOVERY MELALUI ANALISIS KEEKONOMIAN PADA BLOK XYZ ini
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang
ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah
dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia
menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (non-exclusive royalty-free right) atas
Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti noneksklusif ini
Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam
bentuk pangkatan data (database), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Jakarta,
Jakarta, 8 Juli 2020
Yang membuat pernyataan,
Materai Rp 6.000
Universitas Pertamina - ii
ABSTRAK
Kata kunci : Keekonomian Migas, Skema PSC, PSC, Cost Recovery, Gross Split
Universitas Pertamina - iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan. Melalui laporan ini, penulis mengangkat judul
“Analisis Fiskal Kontrak Bagi Hasil (PSC) Gross Split Sebagai Pengganti Skema Cost
Recovery Melalui Analisis Keekonomian Pada Blok XYZ”.
Laporan Tugas Akhir ini berisi informasi yang disusun untuk memenuhi salah satu
syarat kelulusan dari Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Pertamina. Penulis
menyadari tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu pula dengan Laporan Tugas Akhir ini,
dalam pengerjaannya banyak hambatan yang dihadapi, namun dapat diselesesaikan dengan
bantuan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1) Kedua orang tua penulis, kakek (alm), nenek dan juga saudara kandung atas semua doa,
kasih sayang, semangat, dukungan dan bantuan moril maupun material yang diberikan.
2) Bapak Dr. Jati Arie Wibowo sebagai dosen pembimbing. Terima kasih atas arahan,
masukan, pelajaran, kritikan dan segala bantuan yang telah diberikan.
3) Bapak Ir. Agus Rudiyono, S.T., M.T., MBA. dan Mas Raka Sudira Wardana, M.T.
sebagai dosen penguji. serta Bapak Iwan Setya Budi, M.T. sebagai ketua sidang dan
Pembimbing II, Terima kasih telah memberikan kelancaran dan saran kepada penulis
sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat disempurnakan.
4) Dr. Astra Agus Permana DN., S.Si., M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknik
Perminyakan, Universitas Pertamina, beserta dosen-dosen dan seluruh staf Program
Studi Teknik Perminyakan.
5) Sabila yang telah membantu menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
6) Seluruh teman dan sahabat dari Program Studi Teknik Perminyakan yang telah maupun
sedang berjuang untuk menyelesaikan studinya.
Akhir kata, penulis persembahkan hasil penulisan Laporan Tugas Akhir ini sebagai
sebuah karya akhir dalam menempuh studi di Program Studi Teknik Perminyakan
Universitas Pertamina. Semoga Laporan Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca sekalian.
Universitas Pertamina - v
DAFTAR ISI
Universitas Pertamina - vi
3.5 Menentukan Net Present Value ............................................................................... 29
3.6 Menentukan Internal Rate Of Return ......................................................................29
3.7 Menentukan Pay Out Time ..................................................................................... 29
3.8 Menentukan Discounted Profitability Index ............................................................ 29
3.9 Analisis Sensitivitas ................................................................................................ 29
3.10 Diagram Alir ........................................................................................................ 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................32
4.1 Parameter Perhitungan ............................................................................................ 32
4.1.1 Data Produksi................................................................................................... 32
4.1.2 Biaya Operasional ............................................................................................ 33
4.1.3 Biaya Investasi ................................................................................................. 35
4.1.4 Harga Minyak .................................................................................................. 35
4.2 Perhitungan Skema PSC Cost Recovery .................................................................. 36
4.3 Perhitungan Skema PSC Gross Split ....................................................................... 39
4.4 Perbandingan Skema PSC ....................................................................................... 42
4.5 Analisis Sensitivitas ................................................................................................ 43
4.6 Pembahasan ............................................................................................................ 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 50
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 50
5.2 Saran ...................................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................51
Universitas Pertamina - ix
DAFTAR SINGKATAN
Universitas Pertamina - x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah awal adanya pembagian hasil dari eksploitasi migas dilakukan oleh Venezuela
yang populer disebut 50/50 profit sharing yang bagian penerimaan negara berasal dari
royalti dan pajak sehingga setidaknya penerimaan negara setara dengan profit yang
diperoleh oleh perusahaan minyak. Tidak sampai di situ Arab Saudi juga ikut
memberlakukan 50/50 profit sharing dan diikuti oleh berbagai Negara Timur Tengah
lainnya. Tuntutan agar pemerintah memiliki keterlibatan lebih dalam industri migas
melahirkan sistem baru bernama Production Sharing Contract (PSC). Pada sistem PSC
pengawasan dan kepemilikan dari suatu lapangan migas sepenuhnya berada di tangan
pemerintah. Posisi perusahaan diturunkan dan berubah menjadi kontraktor, serta
memperoleh Cost Recovery setelah tahap komersil tercapai. Tak hanya sampai disitu, pihak
perusahaan juga memperoleh bagian dari keuntungan yang telah diperoleh (profit
sharing). Diterapkannya sistem PSC merubah banyak aturan main yang berlaku
sebelumnya di sistem konsesi (Lubiantara, 2012).
Indonesia sendiri tercatat sebagai salah satu negara pelopor yang menerapkan sistem
PSC dan populer di berbagai negara hingga saat ini. Awal tahun 1960an skema bagi hasil
pada industri migas di Indonesia telah menggunakan skema PSC Cost Recovery yang dinilai
dapat menguntungkan kedua belah pihak, yaitu negara yang diwakilkan oleh pemerintah
dan investor dalam bentuk perusahaan migas baik skala nasional maupun multinasional.
Penerapan PSC tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan negara untuk memiliki peran atau
kewenangan manajemen kegiatan usaha hulu migas. Dengan diberlakukannya PSC, negara
sebagai pemilik sumber daya migas memiliki kontrol terhadap asset yang dimiliki dan
sangat terasa wajar apabila negara juga perlu merasakan buah manis dari asset tersebut.
Dengan adanya penerapan PSC Cost Recovery, negara bisa merasakan hasil dari sumber
daya migas yang ada dengan tanpa modal dan teknologi karena telah disediakan
seluruhnya oleh investor atau perusahaan migas. Negara sebagai pemilik lapangan migas
memberikan hak kelola kepada investor untuk menggarap lapangan yang berada di dalam
kawasan Indonesia agar lapangan tersebut membuahkan hasil yang optimal dan hasil
tersebut akan sama-sama dinikmati oleh negara dan investor (Lubiantara 2012).
Pada awal tahun 2017 regulasi baru yang dicanangkan oleh Kementrian ESDM ialah
peralihan dari PSC Cost Recovery menjadi PSC Gross Split. Dengan diterapkannya skema
baru tersebut, pemerintah menaruh harapan bahwa akan semakin banyak investor yang
tertarik untuk masuk ke dalam industri migas yang ada di Indonesia. Pada PSC Gross Split,
skema yang diberlakukan tidak ada kecenderungan menguntungkan ataupun merugikan
salah satu pihak. Terhadap negara, skema PSC Gross Split tidak mengorbankan APBN untuk
melunasi biaya yang diperlukan dalam skema PSC Cost Recovery. Terhadap pihak
kontraktor, skema PSC Gross Split dapat secara tidak langsung memaksa kontraktor untuk
melakukan efisiensi. Pada akhirnya PSC Gross Split dinilai sebagai suatu win win solution
bagi kedua belah pihak yang berada dalam industri migas.
Universitas Pertamina - 1
1.2 Rumusan Masalah
Sejalan dengan ditulisnya laporan tugas akhir ini, penulis memiliki beberapa
pertanyaan yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyelesaikan masalah yang
ada dalam bahasan topik ini. Penulis telah mempertimbangkan berbagai macam aspek
yang berkaitan langsung dengan tujuan penulisan laporan tugas akhir ini. Pada akhirnya
penulis berharap dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang ada sesuai
dengan uraian pertanyan-pertanyaan dibawah ini.
1.4 Tujuan
Penyusunan laporan tugas akhir ini memiliki beberapa tujuan yang telah disesuaikan
dengan perumusan masalah yang ada. Berikut tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan
laporan tugas ini :
1. Dapat mengetahui perbedaan mendasar antara PSC Gross Split dan PSC Cost Recovery.
2. Memahami dasar perubahan dari PSC Cost Recovery menuju PSC Gross Split.
3. Mengetahui hasil perhitungan pada skema PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split.
4. Mengetahui indikator yang paling sensitif terhadap kedua skema.
5. Menentukan skema keekonomian yang lebih layak terhadap lapangan Xyz.
1.5 Manfaat
Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis berharap mendapatkan beberapa
manfaat yang dapat diperoleh sebagai implikasi tujuan penyusunan tugas akhir. Manfaat
yang diharapkan adalah :
1. Mampu memahami perbedaan mendasar antara kedua skema yang ada.
2. Memberi pemahaman yang lebih mendalam terkait keekonomian migas khususnya
pada PSC Gross Split dan PSC Cost Recovery.
3. Mampu melakukan simulasi perhitungan terhadap kedua skema.
4. Mengetahui bagaimana dampak perubahan parameter terhadap indikator
keekonomian.
5. Dapat menentukan skema yang lebih layak untuk diterapkan pada Lapangan Xyz
dengan indikator keekonomian.
Universitas Pertamina - 2
1.6 Lokasi Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini, penulis melakukan studi di dalam ruang lingkup
kampus yang metode pembelajaran dan bimbingan dilakukan langsung oleh pembimbing
yang bertanggung jawab di dalam lingkup Universitas Pertamina.
Bulan
Kegiatan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
Penyusunan
Proposal
Identifikasi
Masalah
Pengajuan Judul
Studi Pustaka
Konsultasi dengan
dosen pembimbing
Sidang
Revisi
Universitas Pertamina - 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lapangan Xyz terletak di 28 km sisi tenggara Jakarta. Pada POD tahap satu, lapangan
Xyz memiliki Recovery Factor sebesar 7.19% dengan oil cumulative sebesar 4,7 MMBOE dan
memiliki tipe natural flowing production. Lapangan ini memasuki POD tahap dua yang berarti
memasuki tahap pengembangan lapangan selanjutnya dan produksinya memasuki tahapan
sekunder dengan optimasi sumur infill serta sumur injektor. Lapangan ini diperkirakan
mampu mencapai Recovery Factor sebesar 43.16% dan mampu memproduksi sebesar 24,9
MMBOE selama 20 tahun.
Pada lapangan ini skema PSC yang digunakan adalah skema PSC Gross Split. Sebagai
pembanding juga akan dilakukan perhitungan dengan skema PSC Cost Recovery agar dapat
diketahui sistem kontrak mana yang lebih ekonomis untuk diterapkan, serta juga dapat
mengetahui tingkat kelayakan dari kedua sistem kontrak tersebut.
Sistem kontrak migas adalah alat untuk menguji serta mengevaluasi kelayakan suatu
rencana pengembangan industri migas. Paling tidak ada empat faktor yang membuat industri
hulu migas berbeda dengan industri lainnya, antara lain : pertama lamanya waktu saat mulai
dikeluarkannya modal atau expenditure dengan pendapatan atau revenue, kedua adalah
keputusan yang dibuat berdasarkan resiko dan tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi serta
perlunya teknologi yang canggih, ketiga adalah modal yang diperlukan dalam industri ini
relatif tinggi, keempat adalah dibalik semua resiko dan biaya yang besar tersebut, industri
migas dapat menjanjikan keuntungan yang sangat besar dan hal tersebut sangat sebanding
(Lubiantara, 2012).
Pada dasarnya pengaturan sistem kontrak migas dapat dibagi menjadi dua yaitu
dengan sistem konsesi dan sistem kontrak. Pada sistem kontrak dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu Service Contract dan Production Sharing Contract (PSC). Pada sistem Service Contract
sendiri dapat dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu Pure Service Contract dan Risk Service
Contract. Skema tersebut dapat diilustrasikan (Johnston, 2003).
Universitas Pertamina - 4
Gambar 2.2 Jenis Kontrak Migas (Lubiantara, 2012)
Universitas Pertamina - 5
UUD 1945 menunjukkan bahwa SDA di Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh negara
(Lubiantara, 2012).
Prinsip dasar dari cara kerja PSC adalah konraktor menyediakan segala dana
dan menanggung segala resiko yang ada, lalu manajemen operasi sepenuhnya berada
di tangan SKK Migas, dan berakhir pada kepemilikan bahan tambang pada pemerintah
sampai titik penyerahan. Pada perkembangannya sistem PSC terbagi menjadi dua jenis.
PSC Gen-1 -
- 40%
1965 s/d 1975
PSC Gen-2 56%
- 100%
1976 s/d 1987
PSC Gen-3 48%
20% 80%
1988 s/d 2001
PSC Gen-4 44%
15% 85%
1995 s/d 2001
10% BP Migas
PSC Gen-5 44%
tidak dibagi 90%
2002 s/d 2007
dengan kontraktor
20% BP migas
PSC Gen-6 40%
tidak dibagi POD Basis
2008-2016
dengan kontraktor
PSC Gen-7
Gross Split 40%
- -
2017 s/d
sekarang
Universitas Pertamina - 6
PSC Gen-2 85% : 15% Oil 20% 25% of Contract
1976 s/d 1987 70% : 30% Gas Share at 0,20
$/bbl
PSC Gen-1 - -
1965 s/d 1975
PSC Gen-2 - -
1976 s/d 1987
PSC Gen-3 Available -
1988 s/d 2001
PSC Gen-4 Available Dilakukan oleh kontraktor
1995 s/d 2001
PSC Gen-5 Available Dilakukan oleh kontraktor
2002 s/d 2007
PSC Gen-6 - Dilakukan oleh kontraktor
2008-2016
PSC Gen-7 - Sesuai regulasi yang berlaku
Gross Split
2017 s/d
sekarang
Sumber : Lubiantara (2012)
Pada PSC generasi pertama yang dimulai pada tahun 1965 sampai dengan
tahun 1975 Cost Recovery Limit yang diberlakukan sebesar 40%. Pada awal
diberlakukannya PSC di Indonesia sistem tersebut terbilang sangat sederhana, bahkan
Universitas Pertamina - 7
untuk Equity to be Split hanya diberlakukan pada minyak sebesar 65% untuk
pemerintah dan 35% untuk kontraktor. Sedangkan untuk pendapatan pemerintah dari
pajak belum diberlakukan. Untuk besaran Investment Credit pada PSC generasi
pertama belum juga diberlakukan. Pada saat itu Domestic Market Obligation (DMO)
yang berlaku adalah sebesar 25% pada harga minyak 0,20$ per barrel. Hingga
berakhirnya masa PSC generasi pertama diberlakukan pada tahun 1975, untuk besaran
Investment Recovery dan Abandonment belum juga diberlakukan.
Setelah masa berakhirnya PSC generasi pertama pada tahun 1975, PSC generasi
kedua mulai diberlakukan di Indonesia pada tahun 1976 sampai dengan tahun 1987.
Untuk PSC generasi kedua terdapat penyesuaian terhadap beberapa elemen yang ada
sebelumnya pada PSC generasi pertama. Penyesuaian tersebut terdapat pada Cost
Recovery Limit yang meningkat dari 40% menjadi sebesar 100% yang artinya seluruh
biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor diganti sepenuhnya oleh pemerintah saat
sudah mulai berproduksi. Namun pada pendapatan berupa pajak yang sebelumnya
tidak ada, pada PSC generasi kedua ini mulai diberlakukan sebesar 50%, dan hal
tersebut terbilang dapat menutup pengeluaran pemerintah terhadap Cost Recovery
yang diberlakukan. Bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor yang sebelumnya
hanya diberlakukan pada komoditas minyak, pada PSC generasi kedua ini mulai
diberlakukan juga terhadap komoditas migas berupa gas, dan dilakukan penyesuaian
terhadap bagi hasil tersebut. Persentase yang diperoleh oleh pemerintah dan
kontraktor secara berurutan sebesar 85% dan 15% untuk minyak, lalu untuk gas
sebesar 70% dan 30%.
First Tranche Petroleum (FTP) sendiri mulai diberlakukan pada PSC generasi
ke tiga pada tahun 1988 sampai dengan 2001, pada awal pemberlakuan FTP
diberlakukan sebesar 20%. Pada PSC generasi ke tiga juga Cost Recovery Limit
diturunkan menjadi sebesar 80%, hal ini dapat mengurangi beban yang dikeluarkan
pemerintah sebagai pemilik lapangan dalam mengganti biaya yang dikeluarkan oleh
kontraktor. Pada PSC generasi ke tiga pula, mulai diberlakukan Investment Recovery.
FTP diberlakukan agar pada saat harga minyak cenderung menurun, maka diperlukan
sejumlah minyak yang telah diproduksi untuk mengganti Cost Recovery. Income Tax
pada PSC generasi ketiga ini juga menurun menjadi sebesar 48%, serta Investment
Credit menjadi sebesar 17%. Pada PSC generasi ketiga ini DMO mengalami sedikit
revisi yaitu menjadi 10% harga minyak ekspor yang sebelumnya langsung ditentukan
besarannya tiap barrel.
Pada PSC generasi keempat pada tahun 1995 sampai dengan 2001 beberapa
besaran variabel memperoleh revisi seperti jumlah split gas yang diperoleh
pemerintah menjadi 60% dan 40% serta FTP berubah menjadi 15%. Cost Recovery
yang sebelumnya pada PSC generasi ketiga sebesar 80%, pada PSC generasi keempat
ini mendapat sedikit kenaikan menjadi sebesar 85% serta terjadi penurunan terhadap
income tax sebesar 4% menjadi sebesar 44%.PSC generasi kelima yang dimulai pada
tahun 2002 sampai dengan 2007 tidak begitu mendapat perubahan signifikan, namun
ada beberapa penyesuaian yaitu besaran FTP menjadi sebesar 10% dan peniadaan
terhadap Investment Credit. Pada PSC generasi keenam dimulai tahun 2008 sampai
dengan 2016 yang menjadi masa penutup bagi PSC Cost Recovery sekaligus transisi
antara PSC Cost Recovery menuju PSC Gross Split terjadi perubahan yang paling
mencolok, yaitu Income Tax menjadi sebesar 40% dan FTP menjadi sebesar 20%.
Universitas Pertamina - 8
Gambar 2.3 Skema PSC Cost Recovery (Lubiantara, 2012)
Pada gambar 2.3 skema PSC Cost Recovery, Gross Revenue yang merupakan hasil
kotor selanjutnya diambil sebagian menjadi First Tranche Petroleum (FTP) untuk
dimasukan ke dalam Government Split dan Contractor Split. Lalu selanjutnya dari hasil
Gross Revenue dibagi pula menuju Cost Recovery. Sisanya dari pembagian tersebut akan
dibagi dengan Equity to be Split yang akan dimasukan pula ke dalam Government Split
dan Contractor Split. Untuk bagian kontraktor, berasal dari Contractor Split yang
kemudian dikurangi dengan Domestic Market Obligation (DMO). Hasil dari
pengurangan setelah DMO tersebut adalah Taxable Income atau penghasilan dikenai
pajak, yang menjadi Income Tax bagi pemerintah. Sisanya menjadi hak bagi kontraktor
atau Net Contractor Share dan ditambahkan dengan Cost Recovery menjadi Contractor
Share. Untuk bagian pemerintah setelah dari Government Split ditambahkan dengan
Domestic Market Obligation (DMO) beserta dengan Income Tax dan penjumlahan
tersebut menjadi total pendapatan pemerintah atau Government Share.
Keuntungan penggunaan skema PSC Cost Recovery adalah negara sama sekali
tidak perlu menanggung berbagai macam bentuk resiko yang ada, karena seluruh
bentuk resiko tersebut telah dibayarkan oleh pemerintah kepada kontraktor dalam
bentuk Cost Recovery. Dalam skema PSC Cost Recovery, Pemerintah masih memiliki
kendali yang baik terhadap kepemilikan sumber daya migas yang dimiliki. Manajemen
operasional migas masih dalam kendali Satuan Kerja Khusus (SKK Migas) sebagai
perwakilan Pemerintah. Berikut beberapa hal yang perlu diketahui dalam skema PSC
Cost Recovery :
1. Cashflow
Merupakan arus kas kontraktor yang didapat dari pengurangan arus
kas masuk (cash in) dikurangi dengan arus kas keluar (cash out). Cash in
yang diperoleh kontraktor dalam skema PSC Cost Recovery meliputi
berbagai elemen yang terdiri dari First Tranche Petroleum (FTP), Cost
Recovery, Contractor Equity, DMO fee, dan Investment Credit. Lalu untuk
Universitas Pertamina - 9
cash out sebagai pengurang cash in meliputi Taxable Income, OPEX, CAPEX,
dan DMO.
2. First Tranche Petroleum (FTP)
Dalam skema PSC Cost Recovery dikenal sebutan FTP yang menjamin
Pemerintah untuk tetap mendapatkan hasil produksi dari berapapun Cost
Recovery yang dikeluarkan. FTP sendiri memiliki bagian sebesar 20% dari
Gross Revenue yang akan menjadi hak bagi pemerintah dan kontraktor
sebelum masuk ke tahap pengurangan Cost Recovery.
3. Split
Split yang ada antara pemerintah dan kontraktor pada umumnya
sebesar 85% dan 15% untuk minyak bumi lalu untuk gas bumi sebesar
70% dan 30%. Namun pada perkembanganya split mengalami berbagai
perubahan sesuai dengan kondisi industri migas. Split atau Equity to be Split
dilakukan setelah Gross Revenue dikurangi dengan besaran First Tranche
Petroleum (FTP) dan Cost Recovery.
4. Cost Recovery
Dalam konsep skema PSC Cost Recovery, terdapat pemulihan biaya yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap biaya operasional yang telah
dikeluarkan oleh kontraktor. Penggantian biaya dilakukan pada saat hasil
produksi telah dapat dikomersilkan. Apabila pada suatu kasus bahwa
lapangan tidak dapat dikomersilkan, maka hal tersebut seluruhnya menjadi
tanggung jawab kontraktor sendiri tanpa ada penggantian biaya
operasional dari pemerintah sedikitpun. Dengan adanya Cost Recovery
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini SKK Migas
dapat dilakukan secara ketat. Untuk memperoleh pemulihan biaya atau
Cost Recovery, pihak kontraktor haruslah memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari pihak yang berwenang, yaitu SKK Migas. SKK Migas memiliki
hak untuk menentukan biaya apa saja yang memperoleh pemulihan.
5. Struktur Biaya Cost Recovery
Dalam penggantian biaya operasi yang dilakukan oleh pemerintah,
terdapat beberapa biaya didalamnya, antara lain terbagi menjadi dua yaitu
Capital Expenditures (CAPEX) dan Operating Expenditures (OPEX).
a. Capital Expenditures (CAPEX)
Adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk investasi
terhadap barang yang berwujud. Seluruh investasi tersebut pada akhir
masa kontrak akan menjadi asset perusahaan (kontraktor). Dalam
skema PSC sendiri memiliki beberapa definisi yang tergolong kedalam
CAPEX, yaitu :
Tabel 2.2 Definisi Capital Expenditures
1. New Equipment
Universitas Pertamina - 10
No. Deskripsi CAPEX
1. Exploratory Drilling :
- Tangible ✓
2. Development Drilling :
- Tangible ✓
3. Fasilitas Produksi ✓
Universitas Pertamina - 11
No. Type of Projects Tangible (Capitalized)
4. Lifting Equipment ✓
5. Construction :
- Field Road ✓
- Corridor ✓
1. New Equipment
Universitas Pertamina - 12
No. Deskripsi OPEX
1. Exploratory Drilling :
- Intangible ✓
2. Development Drilling :
- Intangible ✓
4. Seismic ✓
5. Land Indemnification ✓
5. Construction :
6. Depresiasi
Depresiasi atau penyusutan adalah suatu penurunan nilai yang
dialokasikan secara sistematis selama umur manfaat atau masa gunanya.
Depresiasi hanya diberlakukan pada aset yang berwujud atau tangible
asset. Depresiasi tersebut masuk ke dalam perhitungan Capital
Expenditures (CAPEX). Mekanisme depresiasi mengikuti ketentutan dalam
kontrak berlaku. Meskipun terdapat beberapa macam metode depresiasi,
namun dalam skema PSC yang digunakan adalah Metode Penyusutan Saldo
Menurun (Declining Balance). Saldo yang belum dikembalikan dapat
dibebankan secara langsung pada akhir masa manfaat pada setiap aset
yang ada, dengan kata lain pada masa berakhirnya kontrak. Metode
depresiasi terdapat tiga, yaitu :
Universitas Pertamina - 13
a. Straight Line
Metode penyusutan secara garis lurus (Straight Line) yang
dilakukan terhadap suatu aset dengan bagian besaran penyusutan yang
sama selama masa manfaat aset tersebut digunakan.
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 − 𝑅𝑉 (2.1)
𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
𝑇
b. Declining Balance
Metode penyusutan saldo menurun (Declining Balance)
merupakan metode penyusutan yang menggunakan tingkat
penyusutan dalam bentuk persentase secara tetap selama masa
manfaat suatu aset. Metode ini memiliki karakteristik penyusutan aset
yang menyusut lebih cepat pada tahun awal masa manfaat. Metode ini
juga tidak perlu menentukan nilai residu seperti Straight Line Method.
Universitas Pertamina - 14
𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒 = 𝐷𝑀𝑂 𝑂𝑖𝑙 𝑥 𝑊𝐴𝑃 (2.3)
b. Non Insentif
𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒 = 𝐷𝑀𝑂 𝑂𝑖𝑙 𝑥 (𝐷𝑀𝑂 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑥 (10% 𝑜𝑟 15%)𝑥 𝑊𝐴𝑃) (2.4)
Dalam skema PSC Cost Recovery sendiri terdapat banyak elemen penting yang
menentukan arus kas terhadap pemerintah dan kontraktor. Arus kas yang ada dalam
bagan skema PSC Cost Recovery menjelaskan kemana saja arus kas tersebut dan bagian
apa saja yang menjadi hak bagi pemerintah atau pun kontraktor.
1. Gross Revenue
Gross Revenue secara sederhana dapat diartikan sebagai pendapatan
kotor. Dalam konteks PSC, Gross Revenue adalah pendapatan kotor dari
penjualan hasil produksi dari awal masa kontrak hingga berakhirnya
kontrak berlaku. Produksi yang diperoleh adalah hasil produksi bersih tiap
periode atau satu tahun. Produksi tersebut dikalikan dengan harga yang
ditentukan oleh pemerintah.
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑌𝑒𝑎𝑟 (𝑏𝑏𝑙 ) 𝑥 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 (𝑈𝑆$) (2.5)
Universitas Pertamina - 15
Suatu bentuk insentif pemerintah dalam skema PSC untuk mendorong
pergerakan investor pada industri migas agar dapat menambah cadangan
baru. Kontraktor dapat memperoleh Investment Credit dengan persentase
tertentu dari biaya capital yang diperlukan untuk pengembangan fasilitas.
Investment Credit dapat diambil lebih dahulu sebelum pengembalian biaya
operasi (Cost Recovery).
6. Government Split
Bagian atau hak pemerintah yang diperoleh dari penjumlahan FTP
dengan ETS.
7. Contractor Split
Bagian atau hak kontraktor yang diperoleh dari penjumlahan FTP
dengan ETS sebelum dikenai oleh pajak.
8. Taxable Income
Adalah pendapatan kontraktor yang dapat dikenai oleh pajak. Hal
tersebut mengacu pada PP No. 79 tahun 2010. Namun hal tersebut dapat
disesuaikan melalui kesepakatan antara pemerintah dengan kontraktor.
Taxable Income tersebut menjadi Income Tax bagi pemerintah.
Universitas Pertamina - 16
𝐺𝑜𝑣𝑒𝑟𝑛𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑇𝑎𝑘𝑒 = 𝐹𝑇𝑃 + 𝐸𝑇𝑆 + (𝐷𝑀𝑂 − 𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒) + 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 (2.9)
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑇𝑎𝑘𝑒 = 𝐹𝑇𝑃 + 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 + (𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒 − 𝐷𝑀𝑂) − 𝑇𝑎𝑥 (2.10)
Universitas Pertamina - 17
Mineral (ESDM), dimana peraturan tersebut merevisi peraturan sebelumnya yang
menyatakan bahwa tambahan split bagi kontraktor hanya sebesar maksimal 5% yang
dapat diperoleh. Dengan adanya sistem PSC Gross Split tidak sama sekali
menghilangkan kendali negara yang dikarenakan wilayah kerja, produksi, lifting, serta
bagi hasil masih berada di bawah tangan pemerintah. Malah dengan adanya skema PSC
Gross Split, antara pihak pemerintah dan kontraktor sama-sama menanggung resiko
yang mungkin ada dan keuntungan yang diperoleh juga cenderung seimbang, tanpa
ada berat sebelah (Hernandoko, 2017).
Untuk blok yang sudah digarap dan kontraknya masih dalam skema PSC Cost
Recovery tidak secara otomatis dialihkan menjadi kontrak dengan skema PSC Gross
Split. Apabila kontraktor menghendaki untuk beralih kontrak menjadi PSC Gross Split,
maka keputusan tersebut harus dilihat dulu dari karakteristik lapangan tersebut.
Bersamaan dengan hal tersebut, apabila biaya Cost Recovery cukup besar dan belum
terpulihkan sepenuhnya atau masih memiliki Recoverable Cost, maka hal tersebut
dapat memungkinkan untuk memperoleh peningkatkan pendapatan kontraktor
melalui skema PSC Gross Split. Namun apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka
kontrak yang ada akan tetap dengan skema PSC Cost Recovery hingga masa kontrak
berakhir. Apabila pada masa akhir kontrak pihak kontraktor ingin memperpanjang
kontrak pada lapangan tersebut, maka pemerintah yang akan menentukan kontrak
tersebut diperpanjang dengan skema PSC Cost Recovery atau dengan PSC Gross Split.
Namun untuk kontrak baru tetap akan dikenakan dengan skema PSC Gross Split sesuai
dengan peraturan yang berlaku (Nurtjahyo, 2017).
Gambar 2.4 Skema PSC Gross Split (Permen ESDM No. 52 Tahun 2017)
Dalam alur skema pada gambar 2.4 terlihat jelas bahwa PSC Gross Split jauh
lebih sederhana dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery. Dalam skema PSC
Gross Split sudah tak ditemui lagi First Tranche Petroleum (FTP), Domestic Market
Universitas Pertamina - 18
Obligation (DMO), Cost Recovery, dan Investment Credit. Dengan dihapuskannya
beberapa elemen yang ada di skema sebelumnya, terutama Cost Recovery, kontraktor
dituntut untuk melakukan efisiensi sebaik mungkin. Namun apabila pihak kontraktor
tidak melakukan efisiensi tersebut, maka keuntungan yang diperoleh juga akan
menurun. Dalam skema ini, kontraktor dapat meningkatkan pendapatan dengan
berbagai hal salah satunya peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN),
semakin tinggi tingkat TKDN maka split yang diperoleh juga akan bertambah. Dengan
ditetapkannya PSC Gross Split diharapkan meningkatkan gairah investasi di industri
migas. Menurut Peraturan Menteri No. 08 Tahun 2017 pembagian atau base split
minyak dan gas bumi diatur.
Government Contractor
Base split yang ada tersebut juga ditambahkan dengan variable dan progressive
split yang mengatur besarnya penambahan split bagi kontraktor. Hal tersebut juga
telah diatur dalam Peraturan Menteri No. 08 Tahun 2017
Tabel 2.7 Variabel dan Progresif Split
Variabel Split
POD II 3%
No POD 0%
> 2500m 1%
Universitas Pertamina - 19
No. Karakteristik Koreksi Split No.
Variabel Split
x ≥ 60% 4%
x ≥ 4000 5%
Universitas Pertamina - 20
Sekunder 6%
Tersier 10%
Progresif Split
7 ≤ x < 10 0
≥ 10 (10-harga
gas)*2,5%
30 ≤ x < 60 mmboe 9%
60 ≤ x < 90 mmboe 8%
≥ 175 mmboe 0%
Pada tabel 2.7 antara progresif split dan variabel split memiliki besaran yang
sangat bervariatif, hal tersebut dapat memberikan kejelasan tentang berapa perolehan
split yang diperoleh oleh kontraktor. Untuk government split sendiri dapat diperoleh
dari persentase keseluruhan dikurangi dengan contractor split. Dalam skema PSC Gross
Split terdapat beberapa terminologo yang perlu diketahui, diantaranya :
1. Gross Revenue
Pendapatan kotor yang diperoleh pada PSC Gross Split tak beda dengan
PSC Cost Recovery, yaitu perkalian antara harga dan lifting hidrokarbon.
2. Split
Pada skema PSC Gross Split terdapat tiga komponen split yang
menentukan perolehan split bagi pemerintah maupun kontraktor.
Penjumlahan dari tiga split tersebut menjadi total split yang diperoleh oleh
kontraktor, dan untuk bagian pemerintah menyesuaikan.
a. Base Split
Menurut peraturan yang berlaku, pemerintah telah
menetapkan besaran split untuk minyak sebesar 57% bagi negara dan
43% bagi kontraktor. Untuk gas sendiri, pemerintah menetapkan
sebesar 52% bagi negara dan 48% bagi kontraktor.
b. Variable Split
Universitas Pertamina - 21
Adalah split yang telah dijelaskan pada tabel diatas, hal tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri No. 52 Tahun 2017
c. Progressive Split
Adalah split yang mengacu pada harga migas dan jumlah
kumulatif produksi, dan semua hal tersebut bersifat dinamis. Split
dapat menambah bagian dari kontraktor dan negara.
3. Contractor Share
Adalah persentase yang diperoleh oleh kontraktor berasal dari base
split, progresif split, dan variabel split lalu dikalikan dengan Gross Revenue.
4. Government Share
Adalah bagian dari pemerintah yang telah dikurangi oleh bagian dari
kontraktor dan dikalikan dengan Gross Revenue.
5. Cost
Adalah biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor baik terhadap biaya
capital maupun non capital (Capex dan Opex).
7. Taxable Income
Masih sama seperti skema PSC Cost Recovery, yaitu pendapatan yang
dapat dikenai oleh pajak.
8. Income Tax
Yaitu perolehan negara yang berasal dari Taxable Income kontraktor.
9. Contractor Share
Adalah perolehan akhir bagi kontraktor yang telah dipotong pajak bagi
pemerintah.
Universitas Pertamina - 22
tersebut dilaksanakan. Dalam menentukan parameter yang ada tersebut, sebelumnya
perlu diketahui berapa arus kas (Cash Flow) dari suatu proyek tersebut. Cash Flow
tersebut berisi informasi tentang arus kas masuk (Cash In) dan arus kas keluar (Cash
Out). Cash In adalah revenue yang diperoleh selama berjalannya kontrak, sedangkan
untuk Cash Out adalah biaya yang perlu dikeluarkan selama kontrak berlangsung demi
menunjang keberlangsungan proyek. Secara umum Cash Flow dapat diformulakan
secara sederhana, yaitu :
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑂𝑢𝑡 = 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝑇𝑎𝑥 (2.13)
Cash Flow pada suatu proyek migas cenderung negatif pada awal periode, hal
itu dikarenakan belum adanya revenue dan pengeluaran atau cost pada awal periode
cukup besar. Setelah berjalanya proyek juga Cash Flow akan semakin menurun, hal
tersebut dikarenakan telah melewati tingkat produksi tertinggi di awal periode dan
akan semakin berkurang seiring berjalannya waktu.
𝑛
(2.14)
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤
𝑁𝑃𝑉 = ∑ ( )
(1 + 𝐷𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑒)𝑛
𝑛=0
𝑛 = 𝑡𝑖𝑚𝑒
Perlu diketahui bahwa suatu proyek dapat dikatakan layak apabila nilai NPV > 0,
sedangkan apabila NPV suatu proyek tersebut adalah NPV ≤ 0 atau negatif, maka
proyek tersebut belum dapat dikatakan layak.
Universitas Pertamina - 23
layak untuk dilaksanakan. Secara umum IRR dapat ditentukan dengan cara
interpolasi saat variabel yang ada telah terpenuhi.
Universitas Pertamina - 24
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab tiga ini penulis akan membahas langkah-langkah pengerjaan yang diperlukan
dalam menyusun analisis keekonomian pada lapangan Xyz. Pada analisis pertama, penulis
melakukan analisis keekonomian dengan menggunakan skema PSC Cost Recovery. Tahap
selanjutnya penulis melakukan analisis dengan menggunakan skema PSC Gross Split, lalu dari
hasil kedua skema tersebut dilakukan perbandingan dari setiap data yang diperoleh dan
sebagai penutup dilakukan analisis sensitivitas.
Universitas Pertamina - 26
First Tranche Petroleum (FTP) adalah pengambilan pertama kali saat
sudah terjadinya produksi. Bagian tersebut sebesar 20% dari Gross
Revenue sebelum dikurangi dengan Cost Recovery.
Universitas Pertamina - 27
1. Menentukan Gross Revenue
Pendapatan kotor yang diperoleh pada PSC Gross Split tak beda dengan
PSC Cost Recovery, yaitu perkalian antara harga dan lifting hidrokarbon.
2. Menentukan Split
Pada skema PSC Gross Split terdapat tiga komponen split yang
menentukan perolehan split bagi pemerintah maupun kontraktor.
Penjumlahan dari tiga split tersebut menjadi total split yang diperoleh oleh
kontraktor, dan untuk bagian pemerintah menyesuaikan.
a. Base Split
Menurut peraturan yang berlaku, pemerintah telah
menetapkan besaran split untuk minyak sebesar 57% bagin negara dan
43% bagi kontraktor. Untuk gas sendiri, pemerintah menetapkan
sebesar 52% bagi negara dan 48% bagi kontraktor.
b. Variable Split
Adalah split yang telah dijelaskan pada tabel diatas, hal tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri No. 52 Tahun 2017
c. Progressive Split
Adalah split yang mengacu pada harga migas dan jumlah
kumulatif produksi, dan semua hal tersebut bersifat dinamis. Split
dapat menambah bagian dari kontraktor dan negara.
5. Menentukan Cost
Adalah biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor baik terhadap biaya
capital maupun non capital (Capex dan Opex).
Universitas Pertamina - 28
Yaitu perolehan negara yang berasal dari Taxable Income kontraktor.
Universitas Pertamina - 29
3.10 Diagram Alir
START
INPUT DATA
(RATE<PRICE<CAP
EX<OPEX)
COST GROSS
RECOVE SPLIT
RY
HASIL
KEEKONOMIAN
ANALISIS
SENSITIVITAS
FINISH
Pengerjaan dimulai dari memasukan data produksi, harga minyak, CAPEX, dan
OPEX kedalam Microsoft Excel. Keseluruhan data diolah dengan menggunakan dua
cara yaitu dengan skema PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split. Dari hasil perhitungan
tersebut diperoleh indikator keekonomian lalu dapat dilakukan analisis sensitivitas.
Universitas Pertamina - 30
BAB IV
Pada bab ini membahas mengenai hasil perhitungan keekonomian pada lapangan Xyz
dengan menggunakan dua skema PSC, yatu skema PSC Cost Recovery dan skema PSC Gross Split.
Pada hasil simulasi yang telah dilakukan dengan dua macam skema PSC tersebut maka dapat
dilakukan analisis terhadap hasil cashflow yang ada. Melalu hasil tersebut, dapat dilihat apakah
skema PSC Gross Split memiliki cashflow yang lebih baik dibanding dengan skema PSC Cost
Recovery. Tak hanya itu, tingkat kelayakan suatu proyek juga dapat dinilai dari indikator
keekonomian yang ada, sehingga dapat memperjelas apakah skema PSC Gross Split layak
diterapkan dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery. Dalam bab ini juga dapat
menjelaskan berapa biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dalam proyek tersebut.
2020 -
2021 967.4125
2022 1144.957
2023 1091.67
2024 1236.0565
Universitas Pertamina - 32
Volume Oil Production
Tahun
MSTB
2025 1347.918
2026 1552.257
2027 1646.411
2028 1666.882
2029 1703.377
2030 1610.108
2031 1470.256
2032 1332.814
2033 1206.69
2034 1051.948
2035 944.122
2036 854.492
2037 1500.014
2038 1500.014
2039 668.788
2040 473.39
Total 24,969.58
Hasil produksi dari lapangan Xyz selama 20 tahun yaitu sebesar 24,969.58
MSTB. Data tersebut juga mencakup produksi minyak pertahun pada lapangan
Xyz.
Universitas Pertamina - 33
Untuk mengetahui berapa total biaya yang dikeluarkan untung mengangkut
minyak pertahun hingga kumulatif biaya yang dikeluarkan, maka biaya lifitng
tersebut perlu dikalikan dengan produksi pertahun.
MSTB MUSD
2020 - -
Universitas Pertamina - 34
Tahun Volume Oil Production Operating Cost
MSTB MUSD
Untuk biaya operasional selama 20 tahun pada lapangan Xyz yaitu sebesar
199,756.62 MUSD
Investasi Biaya
1. Tangible
2. Intangible
Universitas Pertamina - 35
4.2 Perhitungan Skema PSC Cost Recovery
Setelah diperoleh data dari lapangan Xyz, selanjutnya dilakukan analisis nilai
keekonomian terhadap sistem kontrak yang selanjutnya akan dilakukan evaluasi
dari hasil keekonomian tersebut. Analisis keekonomian dilakukan terhadap skema
PSC Cost Recovery yang nantinya akan dibandingkan dengan skema PSC Gross Split.
Adapun dalam skema PSC Cost Recovery diberlakukan fiscal terms saat ini sesuai
perjanjian kontrak. Fiscal terms PSC Cost Recovery pada lapangan Xyz sebagai
berikut.
Tabel 4.6 Fiscal Terms Cost Recovery
DMO 25%
Fiscal terms tersebut berlaku selama 20 tahun masa kontrak. Untuk split sebelum
pajak minyak antara pemerintah dengan kontraktor memiliki besaran 71.15% :
28.85%, yang berarti 80% bagian pemerintah dan 20% bagian kontraktor. Tax rate
yang diberlakukan terhadap taxable income kontraktor sebesar 48%. Untuk
besaran investment credit yang akan dimasukan kedalam recoverable cost kepada
kontraktor, pemerintah melakukan penggantian sebesar 17%. Untuk DMO Holiday
yang berlaku selama 60 bulan atau 5 tahun saat produksi pertama dimulai, dan
besaran DMO Fee yang harus dibayarkan kontraktor kepada pemerintah sebesar
15%. Sedangkan untuk volume DMO yang diberlakukan sebesar 25% dari total
lifting. Untuk metode depresiasi yang digunakan adalah Declining Balance
sedangkan Depreciation Rate sebesar 25%. Dan untuk First Tranche Petroleum
besarannya 20% dari total lifting.
Setelah dilakukan perhitungan dengan fiscal terms tersebut, maka diperoleh
hasil dari kedua belah pihak sebagai berikut :
Universitas Pertamina - 36
Gambar 4.1 Chart PSC Cost Recovery
Dari hasil perhitungan simulasi yang menggunakan excel yang diatas, Gross
Revenue yang diperoleh sebesar 873,935.20 MUSD. Untuk total biaya Cost Recovery
yang diperoleh kontraktor sebesar 275,368.07 MUSD sedangkan untuk perolehan
kontraktor sendiri setelah pajak sebesar 68,385.75 MUSD dan apabila dijumlahkan
maka total perolehan kontraktor sebesar 343,753.81 MUSD. Untuk pihak
pemerintah sendiri perolehan termasuk pajak dari kontraktor sebesar 530,181.38
MUSD. Dari hasil perhitungan tersebut juga diperoleh cashflow dari lapangan Xyz
dengan menggunakan PSC Cost Recovery.
Tabel 4.7 Cashflow PSC Cost Recovery
Universitas Pertamina - 37
Gambar 4.2 Profile Cashflow PSC Cost Recovery
Dalam diagram tersebut terlihat profil cashflow pada lapangan Xyz dengan
menggunakan skema PSC Cost Recovery. Setelah diperolah profil cashflow, maka
untuk selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap indikator keekonomian.
Indikator keekonomian yang dihitung meliputi NPV (Net Present Value), POT (Pay
Out Time), DPI (Discounted Profitability Index), serta IRR (Internal Rate of Return).
Besaran NPV yang diberlakukan adalah 10%, maka diperoleh indikator
keekonomian sebagai berikut :
Tabel 4.8 Indikator Keekonomian PSC Cost Recovery
Indikator Keekonomian
IRR 31.38 %
DPI 1.37
Dari hasil indikator keekonomian tersebut NPV dengan besaran 10% yang
diperoleh setelah masa kontrak berakhir sebesar 21,027.50 M$. Sedangkan IRR
sebesar 31.38% yang berarti kontrak tersebut layak untuk dieksekusi. Untuk POT
pertama kali dicapai saat kontrak memasuki tahun ke 3 sejak kontrak dimulai. Lalu
untuk DPI sebesar 1.37 yang berarti juga kontrak terhadap lapangan Xyz dengan
skema PSC Cost Recovery cukup layak untuk dilaksanakan.
Universitas Pertamina - 38
4.3 Perhitungan Skema PSC Gross Split
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan skema PSC Cost Recovery,
maka perlu juga melakukan perhitungan dengan skema PSC Gross Split. Karena
skema PSC Gross Split memiliki pembagian split tersendiri maka perlu ditentukan
besaran variable split dan progresive split yang kemudian akan ditambahkan ke
dalam base split.
Tabel 4.9 Base Split
Pemerintah Kontraktor
Total 19.75%
Dari tabel 4.10 diperoleh penyesuaian split terhadap kontraktor menjadi 68.75%.
Variable split dipengaruhi oleh karakteristik lapangan, sedangkan progressive split
Universitas Pertamina - 39
dipengaruhi oleh jumlah produksi, tahap produksi, serta harga minyak yang
berlaku saat itu. Besaran pajak yang dikenakan terhadap kontraktor sebesar 40%.
Setelah dilakukan penyesuaian split terhadap kontraktor, maka dapat dihitung
cashflow dari lapangan Xyz.
Dari hasil perhitungan skema PSC Gross Split pada gambar 4.3 terhadap lapangan
Xyz diperoleh hasil Gross Revenue yang sama dengan PSC Cost Recovery, yaitu
sebesar 873,935.20 MUSD. Dari hasil penyesuaian split yang telah dilakukan
sebelumnya sebesar 77.50% maka bagian kontraktor dari Gross Revenue sebesar
677,299.78 MUSD. Pada skema PSC Gross Split tidak ada pemulihan biaya, maka
biaya yang diperlukan selama kontrak dibayarkan sendiri oleh kontraktor sebesar
291,756.62 M$. Sehingga perolehan kontraktor yang telah dikurangi pajak sebesar
211,085.90 M$. Untuk pihak pemerintah sendiri sebesar 371,092.68 M$ setelah
ditambahkan pendapatan dari pajak. Dari hasil perhitungan tersebut dapat
dihitung cashflow pada lapangan Xyz dengan skema PSC Gross Split.
Tabel 4.11 Total Cashflow PSC Gross Split
Universitas Pertamina - 40
Gambar 4.4 Profile Cashflow PSC Gross Split
Indikator Keekonomian
IRR 45.57 %
DPI 2.27
Dari hasil indikator keekonomian pada tabel 4.12 NPV dengan besaran 10%
yang diperoleh setelah masa kontrak berakhir sebesar 72,050.67 MUSD.
Sedangkan IRR sebesar 45.57% yang berarti kontrak tersebut layak untuk
dieksekusi. Untuk POT pertama kali dicapai saat kontrak memasuki tahun ke 3
sejak kontrak dimulai. Lalu untuk DPI sebesar 2.27. Dengan hasil tersebut, maka
proyek terhadap lapangan Xyz juga layak dilaksanakan dengan menggunakan
skema PSC Gross Split.
Universitas Pertamina - 41
4.4 Perbandingan Skema PSC
Selanjutnya dilakukan perbandingan antara hasil dari skema PSC Cost Recovery
dan PSC Gross Split. Perbandingan dilakukan terhadap Cashflow, Goi Take,
Contractor Take, hingga indikator keekonomian. Dilakukan perbandingan terhadap
kedua GOI Take dan Contractor Take .
Tabel 4.13 Perbandingan Take Antar PSC
Terlihat dari hasil tersebut bahwa pendapatan yang diperoleh pihak pemerintah
maupun kontraktor lebih besar menggunakan skema PSC Cost Recovery, namun hal
itu tidak cukup menjadi bukti bahwa PSC Cost Recovery layak untuk diterapkan.
Selanjutnya dilakukan perbandingan terhadap cashflow antar kedua skema
PSC.
Tabel 4.14 Perbandingan Cashflow
Cashflow
Universitas Pertamina - 42
Gambar 4.5 Profile Cashflow Lapangan Xyz
Dari perbandingan cashflow antar skema PSC tersebut, skema PSC Gross Split
memberikan cashflow yang jauh lebih besar dibandingkan dengan cashflow
dengan menggunakan skema PSC Cost Recovery.
Yang terakhir melakukan perbandingan terhadap indikator keekonomian dari
kedua skema PSC yang.
Tabel 4.15 Perbandingan Indikator Keekonomian
Indikator Keekonomian
Dari tabel 4.15 terlihat bahwa kontrak pada lapangan Xyz dengan skema PSC Gross
Split lebih layak untuk dieksekusi dibandingkan dengan menggunakan skema PSC
Cost Recovery.
Universitas Pertamina - 43
dengan indikator keekonomian NPV dan IRR. Dari kedua indikator keekonomian
tersebut akan dilakukan perubahan terhadap harga minyak, total produksi, CAPEX,
serta OPEX dimana dari masing-masing mengalami peningkatan dan penurunan
sebesar -25%, 0%, dan 25%.
Dari diagram pada gambar 4.7 bahwa indikator yang paling mempengaruhi
terhadap NPV pada skema PSC Gross Split adalah harga minyak dan total produksi
saat memperoleh peningkatan sebesar 25%.
Pada gambar 4.8, indikator yang memiliki pengaruh paling tinggi terhadap IRR
adalah CAPEX dengan penurunan sebesar 25%.
Universitas Pertamina - 44
Pada skema PSC Cost Recovery juga dilakukan hal yang serupa yaitu analisis
sensitivitas pada NPV.
Dari gambar 4.9 bahwa harga minyak dengan peningkatan 25% memiliki pengaruh
yang paling signifikan terhadap NPV dengan skema PSC Cost Recovery. Lalu
dilakukan untuk hasil sensitivitas IRR.
Dari gambar 4.10 diketahui bahwa penurunan CAPEX sebesar 25% memiliki
pengaruh yang paling signifikan terhadap IRR dengan skema PSC Cost Recovery.
Universitas Pertamina - 45
4.6 Pembahasan
Lapangan Xyz merupakan lapangan dengan masa kontrak selama 20 tahun
dimulai tahun 2020 hingga 2040. Dengan adanya skema baru yaitu PSC Gross Split
yang menggantikan skema PSC Cost Recovery, maka lapangan ini dilakukan analisis
dan perhitungan dengan kedua skema tersebut. Hasil dari analisis dan perhitungan
dari kedua skema tersebut dapat menentukan apakah skema PSC Gross Split layak
untuk menjadi pengganti skema PSC Cost Recovery yang telah diterapkan sejak
tahun 1960an hingga akhir tahun 2016. Pada skema PSC Gross Split perbedaan yang
sangat mencolok yaitu absennya biaya pemulihan seperti yang ada pada skema PSC
Cost Recovery. Tak hanya absennya biaya pemulihan, perbedaan mencolok lainya
yaitu adanya variabel split dan progresif split yang memungkinkan pihak
kontraktor untuk mendapatkan split lebih daripada base split yang berlaku. Pada
perhitungan hasil pendapatan, skema PSC Gross Split juga lebih sederhana
dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery.
Melalui perhitungan dari kedua skema tersebut, diperoleh besaran cashflow
yang lebih tinggi dengan menggunakan skema PSC Gross Split sebesar 79,255.73
MUSD dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery yang hanya sebesar
23,130.25 MUSD. Untuk nominal take yang diperoleh pihak pemerintah dan
kontraktor lebih besar dengan skema PSC Cost Recovery yang masing-masing
sebesar 530,181.38 MUSD dan 343,753.81MUSD. Untuk perolehan pemerintah
dan kontraktor dengan skema PSC Gross Split sebesar 371,092.68 MUSD dan
211,085.90 MUSD.
Namun untuk melihat kelayakan skema PSC Gross Split sebagai pengganti
skema PSC Cost Recovery tidak hanya dapat dilihat dari cashflow dan nominal take
dari masing-masing pihak. Dilihat pada tabel 4.15, indikator keekonomian skema
PSC Gross Split jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil dari skema PSC Cost
Recovery. Untuk NPV dengan suku bunga 10%, nominal yang diperoleh dengan
skema PSC Gross Split mencapai 72,050.67 MUSD, sedangkan dengan skema PSC
Cost Recovery sebesar 21,027.50 MUSD. Untuk IRR dengan skema PSC Gross Split
memperoleh persentase sebesar 45.57%, lebih tinggi dibandingan dengan IRR
skema PSC Cost Recovery yang mencapai 31.38%. Untuk POT skema PSC Gross Split
juga lebih cepat yaitu pada 2.38 tahun semenjak kontrak dimulai, sedangkan POT
dengan skema PSC Cost Recovery baru diperoleh pada 2.68 tahun semenjak kontrak
dimulai. Sedangkan untuk DPI dengan skema PSC Gross Split juga lebih tinggi
sebesar 2.27, sedangkan untuk skema PSC Cost Recovery sebesar 1.37.
Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas dengan menggunakan spider
diagram. Analisis diperlukan untuk mengetahui parameter yang memiliki
pengaruh signifikan serta mengetahui dampak dari resiko yang mungkin terjadi
dikemudian hari. Pada masing-masing NPV dan IRR dari tiap skema juga dilakukan
analisis sensitivitas. Analisis dilakukan dengan meningkatkan serta menurunkan
harga minyak, total produksi, CAPEX, dan OPEX sebesar -25%, 0%, dan +25%. Pada
gambar 4.6 menunjukan NPV pada skema PSC Gross Split masih berada di area
positif, pada diagram tersebut juga indikator harga paling sensitif terhadap NPV.
Meskipun pada penurunan harga sebesar dari kondisi awal, proyek pada lapangan
Xyz tetap layak untuk dijalankan. NPV pada skema PSC Cost Recovery yang
ditunjukan oleh gambar 4.8 masih menunjukan NPV positif meskipun terjadi
Universitas Pertamina - 46
penuruan harga minyak dan tetap layak untuk dijalankan. Untuk IRR pada skema
PSC Gross Split ditunjukan oleh gambar 4.7, pada diagram tersebut menunjukan
bahwa CAPEX dan harga minyak yang paling sensitif serta pada diagram tersebut
juga masih menunjukan kelayakan karena masih berada di area positif. Pada skema
PSC Cost Recovery gambar 4.9 juga masih menunjukan IRR yang berada pada area
positif meskipun terdapat terdapat peningkatan terhadap CAPEX.
Universitas Pertamina - 47
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan kedua skema terhadap lapangan Xyz penulis dapat memberikan
kesimpulan :
1. Tidak adanya mekanisme Cost Recovery pada skema PSC Gross Split. Pembagian
hasilnya tidak melalui mekanisme FTP atau pun ETS, namun langsung dari
Gross Revenue dengan besaran split sesuai dengan base split ditambah variable
split dan progressive split.
2. Tujuan utama perubahan PSC Cost Recovery menuju PSC Gross Split untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas industri migas di Indonesia.
3. Hasil dari perhitungan menunjukan bahwa dengan skema PSC Gross Split
cashflow kontraktor mencapai 72,050.67 MUSD, namun apabila dengan skema
PSC Cost Recovery cashflow kontraktor hanya sebesar 21,027.50 MUSD. Hal
tersebut berarti kontraktor akan jauh lebih untung apabila menggunakan
skema PSC Gross Split.
4. Untuk NPV sensitif terhadap perubahan harga minyak dan produksi. Untuk IRR
sensitif terhadap CAPEX dan harga minyak.
5. Pada lapangan Xyz skema yang paling baik dengan menggunakan skema PSC
Gross Split dengan indikator keekonomian NPV 72,050.67 MUSD, IRR 45.57%,
POT 2.38 tahun, dan DPI 2.27.
5.2 Saran
Pada laporan Tugas Akhir ini penulis dapat memberi saran :
1. Gunakan parameter harga minyak yang mendekati kondisi sebenarnya agar
hasil perhitungan juga dapat menggambarkan tingkat keekonomian pada
waktu tersebut.
2. Selalu ikuti perkembangan tentang regulasi migas di Indonesia khususnya yang
diterbitkan oleh Kementrian ESDM.
3. Lakukan peningkatan atau penurunan harga migas agar dapat memberikan
hasil yang signifikan terhadap hasil perhitungan dan analisis sensitivitas.
Universitas Pertamina - 50
DAFTAR PUSTAKA
Hernandoko, A. (2018). Implikasi Berubahnya Kontrak Bagi Hasil (Product Sharing Contract) Ke
Kontrak Bagi Hasil Gross Split Terhadap Investasi Minyak Dan Gas Bumi Di Indonesia.
Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Johnston, D. (2003). International Exploration Economics, Risk, and Contract Analysis. Pennwell
Books.
Lubiantara, B. (2012). Ekonomi migas: Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lubiantara, B. (2017). Paradigma Baru Pengelolaan Sektor Hulu Migas Dan Ketahanan Energi.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nurtjahyo, P. (2017). Menjawab Keraguan Terhadap Gross Split.
Pemerintah Indonesia. (2019, December 10). Ketika Rezim Cost Recovery Jadi Opsi Lagi. Diambil
kembali dari Portal Informasi Indoesia: https://www.indonesia.go.id/narasi/indonesia-
dalam-angka/ekonomi/ketika-rezim-cost-recovery-jadi-opsi-lagi
Peraturan Menteri ESDM No. 52. (2017). Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun
2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Peraturan Menteri ESDM No. 8. (2017). Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
Paraf Pembimbing:
No. 2 Hari/Tanggal: Selasa, 11 Februari 2020
Hal yang menjadi perhatian:
- Perbaikan proposal
- Pemilihan bahasan tugas akhir
Paraf Pembimbing:
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
Paraf Pembimbing:
Paraf Pembimbing:
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
Paraf Pembimbing:
No. 6 Hari/Tanggal: Jumat, 5 Juni 2020
Hal yang menjadi perhatian:
- laporan perkembangan tugas akhir
- perbaikan pada simulasi yang dilakukan di ms. excel
Paraf Pembimbing:
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
Paraf Pembimbing:
No. 8 Hari/Tanggal: Sabtu, 13 Juni 2020
Hal yang menjadi perhatian:
- perbaikan pada split Cost Recovery
- penyesuaian fiscal terms
- perbaikan grossed up
Paraf Pembimbing:
Tabel A.1 Perbandingan Cashflow
Cash Flow
Cost Recovery Gross Split
2020 (20,600.00) (20,600.00)
2021 9,221.85 4,517.33
2022 5,878.74 9,985.44
2023 3,577.83 7,085.58
2024 3,005.75 6,466.60
2025 5,125.07 5,841.23
2026 1,448.83 6,058.02
2027 2,531.03 8,648.03
2028 2,318.09 7,971.43
2029 2,436.93 7,856.94
2030 2,193.66 7,007.63
2031 49.44 4,861.77
2032 789.20 4,299.62
2033 650.92 3,576.42
2034 850.82 2,388.71
2035 734.75 2,593.53
2036 594.46 2,133.92
2037 1,003.86 3,405.43
2038 791.67 3,095.85
2039 320.88 1,254.82
2040 206.48 807.45
Total 23,130.25 79,255.73