Anda di halaman 1dari 74

ANALISIS FISKAL KONTRAK BAGI HASIL (PSC) GROSS

SPLIT SEBAGAI PENGGANTI SKEMA COST RECOVERY


MELALUI ANALISIS KEEKONOMIAN PADA BLOK XYZ

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh :
Fawa’id Kharisma Khabib
101316036

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI


PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
ANALISIS FISKAL KONTRAK BAGI HASIL (PSC) GROSS SPLIT SEBAGAI PENGGANTI Fawa’id Kharisma Khabib
SKEMA COST RECOVERY MELALUI ANALISIS KEEKONOMIAN PADA BLOK XYZ 101316036
ANALISIS FISKAL KONTRAK BAGI HASIL (PSC) GROSS
SPLIT SEBAGAI PENGGANTI SKEMA COST RECOVERY
MELALUI ANALISIS KEEKONOMIAN PADA BLOK XYZ

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh :
Fawa’id Kharisma Khabib
101316036

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI


PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : ANALISIS FISKAL KONTRAK BAGI HASIL


(PSC) GROSS SPLIT SEBAGAI PENGGANTI
SKEMA COST RECOVERY MELALUI
ANALISIS KEEKONOMIAN PADA BLOK
XYZ
Nama Mahasiswa : Fawa’id Kharisma Khabib
Nomor Induk Mahasiswa : 101316036
Program Studi : Teknik Perminyakan
Fakultas : Teknologi Eksplorasi Dan Produksi
Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir :

Jakarta, 15 Juli 2020

MENGESAHKAN,
Pembimbing I : Pembimbing II :

Dr. Jati Arie Wibowo Iwan Setya Budi, M.T.


116143 116158

MENGETAHUI,
Ketua Program Studi

Dr. Astra Agus Permana DN., S.Si., M.Sc


116111

Universitas Pertamina - i
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul ANALISIS FISKAL
KONTRAK BAGI HASIL (PSC) GROSS SPLIT SEBAGAI PENGGANTI SKEMA
COST RECOVERY MELALUI ANALISIS KEEKONOMIAN PADA BLOK XYZ ini
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang
ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah
dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia
menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (non-exclusive royalty-free right) atas
Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti noneksklusif ini
Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam
bentuk pangkatan data (database), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Jakarta,
Jakarta, 8 Juli 2020
Yang membuat pernyataan,

Materai Rp 6.000

Fawa’id Kharisma Khabib

Universitas Pertamina - ii
ABSTRAK

Fawa’id Kharisma Khabib. 101316036. ANALISIS FISKAL KONTRAK BAGI


HASIL (PSC) GROSS SPLIT SEBAGAI PENGGANTI SKEMA COST RECOVERY
MELALUI ANALISIS KEEKONOMIAN PADA BLOK XYZ.
Penelitian ini tentang keekonomian migas dengan tujuannya membandingkan dua skema
PSC yang berlaku di Indonesia yaitu PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split untuk
mengetahui skema apa yang lebih layak diterapkan serta memiliki nilai keekonomian yang
lebih tinggi. Setelah diperoleh hasil dari perhitungan dengan kedua skema tersebut akan
dapat diambil kesimpulan apakah skema PSC Gross Split memang layak untuk menjadi
pengganti skema PSC Cost Recovery. Metode yang dipergunakan adalah metode kuantitatif.
Hasilnya menunjukkan bahwa skema PSC Gross Split yang diterapkan sejak Januari 2017
yang mengacu pada Peraturan Menteri ESDM no. 8 tahun 2017 dan Peraturan Menteri
ESDM no. 52 tahun 2017 layak untuk menggantikan skema PSC Cost Recovery yang sudah
lama berlaku di Indonesia. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh penulis, skema
PSC Gross Split terbukti unggul baik dengan indikator keekonomian NPV 72,050.67
MUSD, IRR 45.57%, POT 2.38 tahun, dan DPI 2.27.

Kata kunci : Keekonomian Migas, Skema PSC, PSC, Cost Recovery, Gross Split

Universitas Pertamina - iii


ABSTRACT

Fawa’id Kharisma Khabib. 101316036. Fiscal Analysis On Gross Split Production


Sharing Contract (PSC) As A Replacement of Cost Recovery By Means Of Economic
Analysis on “XYZ” Block.
The main theme of this thesis is about Oil & Gas Economy with the purpose to compare two
production sharing contract schemes which are generally applied in Indonesia and determine
of which one is, economically, the best scheme. The conclusion of this study can be taken
after the scenario for both schemes are completely calculated. The method used in this study
is quantitative method. The result of this study shows that the Gross Split PSC Scheme,
which has been applied since January 2017 under the Regulation of ESDM Ministerial
number 8 of 2017 and Regulation of ESDM Ministerial number 52 of 2017, is feasible to
replace the Cost Recovery PSC Scheme which has been applied for so long in Indonesia.
The economic analysis in this study proves that Gross Split has a better economic parameter
that is NPV 72,050.67 MUSD, IRR 45.57%, POT 2.38 tahun, and DPI 2.27 than the Cost
Recovery regime.
.
Keywords: Oil and Gas Economy, PSC Scheme, Production Sharing Conctract, Cost
Recovery, Gross Split

Universitas Pertamina - iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan. Melalui laporan ini, penulis mengangkat judul
“Analisis Fiskal Kontrak Bagi Hasil (PSC) Gross Split Sebagai Pengganti Skema Cost
Recovery Melalui Analisis Keekonomian Pada Blok XYZ”.
Laporan Tugas Akhir ini berisi informasi yang disusun untuk memenuhi salah satu
syarat kelulusan dari Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Pertamina. Penulis
menyadari tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu pula dengan Laporan Tugas Akhir ini,
dalam pengerjaannya banyak hambatan yang dihadapi, namun dapat diselesesaikan dengan
bantuan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1) Kedua orang tua penulis, kakek (alm), nenek dan juga saudara kandung atas semua doa,
kasih sayang, semangat, dukungan dan bantuan moril maupun material yang diberikan.
2) Bapak Dr. Jati Arie Wibowo sebagai dosen pembimbing. Terima kasih atas arahan,
masukan, pelajaran, kritikan dan segala bantuan yang telah diberikan.
3) Bapak Ir. Agus Rudiyono, S.T., M.T., MBA. dan Mas Raka Sudira Wardana, M.T.
sebagai dosen penguji. serta Bapak Iwan Setya Budi, M.T. sebagai ketua sidang dan
Pembimbing II, Terima kasih telah memberikan kelancaran dan saran kepada penulis
sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat disempurnakan.
4) Dr. Astra Agus Permana DN., S.Si., M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknik
Perminyakan, Universitas Pertamina, beserta dosen-dosen dan seluruh staf Program
Studi Teknik Perminyakan.
5) Sabila yang telah membantu menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
6) Seluruh teman dan sahabat dari Program Studi Teknik Perminyakan yang telah maupun
sedang berjuang untuk menyelesaikan studinya.
Akhir kata, penulis persembahkan hasil penulisan Laporan Tugas Akhir ini sebagai
sebuah karya akhir dalam menempuh studi di Program Studi Teknik Perminyakan
Universitas Pertamina. Semoga Laporan Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca sekalian.

Jakarta, Juli 2020

Fawa’id Kharisma Khabib

Universitas Pertamina - v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ i


LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. ii
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................................v
DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................................2
1.4 Tujuan ......................................................................................................................2
1.5 Manfaat ....................................................................................................................2
1.6 Lokasi Penelitian ......................................................................................................3
1.7 Waktu Penelitian ......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................4
2.1 Sistem Konsesi .........................................................................................................5
2.2 Production Sharing Contract (PSC)..........................................................................5
2.3 PSC Cost Recovery ...................................................................................................6
2.4 PSC Gross Split ......................................................................................................17
2.5 Indikator Keenomian .............................................................................................. 22
2.5.1 Net Present Value (NPV) ................................................................................. 23
2.5.2 Internal Rate of Return (IRR) ...........................................................................23
2.5.3 Pay Out Time (POT) ........................................................................................ 24
2.5.4 Discounted Profitability Index (DPI) ................................................................ 24
2.6 Analisis Sensitivitas ................................................................................................ 24
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................... 26
3.1 Langkah Pengerjaan................................................................................................ 26
3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data............................................................ 26
3.3 Analisis Dengan Skema Cost Recovery ................................................................... 26
3.4 Analisis dengan Skema Gross Split ......................................................................... 27

Universitas Pertamina - vi
3.5 Menentukan Net Present Value ............................................................................... 29
3.6 Menentukan Internal Rate Of Return ......................................................................29
3.7 Menentukan Pay Out Time ..................................................................................... 29
3.8 Menentukan Discounted Profitability Index ............................................................ 29
3.9 Analisis Sensitivitas ................................................................................................ 29
3.10 Diagram Alir ........................................................................................................ 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................32
4.1 Parameter Perhitungan ............................................................................................ 32
4.1.1 Data Produksi................................................................................................... 32
4.1.2 Biaya Operasional ............................................................................................ 33
4.1.3 Biaya Investasi ................................................................................................. 35
4.1.4 Harga Minyak .................................................................................................. 35
4.2 Perhitungan Skema PSC Cost Recovery .................................................................. 36
4.3 Perhitungan Skema PSC Gross Split ....................................................................... 39
4.4 Perbandingan Skema PSC ....................................................................................... 42
4.5 Analisis Sensitivitas ................................................................................................ 43
4.6 Pembahasan ............................................................................................................ 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 50
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 50
5.2 Saran ...................................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................51

Universitas Pertamina - vii


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Generasi PSC .....................................................................................................6


Tabel 2.2 Definisi Capital Expenditures ...........................................................................10
Tabel 2.3Tangible CAPEX............................................................................................... 11
Tabel 2.4 Definisi Operating Expenditures ......................................................................12
Tabel 2.5 Intangible OPEX .............................................................................................. 13
Tabel 2.6 Base Split ......................................................................................................... 19
Tabel 2.7 Variabel dan Progresif Split .............................................................................. 19
Tabel 4.1 Data Produksi ................................................................................................... 32
Tabel 4.2 Lifting Cost Per Barrel ..................................................................................... 33
Tabel 4.3 Operating Cost ................................................................................................. 34
Tabel 4.4 Biaya Investasi ................................................................................................. 35
Tabel 4.5 Gross Revenue .................................................................................................. 35
Tabel 4.6 Fiscal Terms Cost Recovery .............................................................................36
Tabel 4.7 Cashflow PSC Cost Recovery ...........................................................................37
Tabel 4.8 Indikator Keekonomian PSC Cost Recovery ..................................................... 38
Tabel 4.9 Base Split ......................................................................................................... 39
Tabel 4.10 Adjustment Split.............................................................................................. 39
Tabel 4.11 Total Cashflow PSC Gross Split ..................................................................... 40
Tabel 4.12 Indikator Keekonomian PSC Gross Split ........................................................ 41
Tabel 4.13 Perbandingan Take Antar PSC ........................................................................ 42
Tabel 4.14 Perbandingan Cashflow .................................................................................. 42
Tabel 4.15 Perbandingan Indikator Keekonomian ............................................................ 43
Tabel A.1 Perbandingan Cashflow ......................................................................................52

Universitas Pertamina - viii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Letak Geografis Lapangan Xyz .......................................................................4


Gambar 2.2 Jenis Kontrak Migas (Lubiantara, 2012)..........................................................5
Gambar 2.3 Skema PSC Cost Recovery (Lubiantara, 2012) ................................................9
Gambar 2.4 Skema PSC Gross Split (Permen ESDM No. 52 Tahun 2017) ....................... 18
Gambar 3.1 Diagram Alir ................................................................................................. 30
Gambar 4.1 Chart PSC Cost Recovery .............................................................................37
Gambar 4.2 Profile Cashflow PSC Cost Recovery ............................................................ 38
Gambar 4.3 Chart PSC Gross Split .................................................................................. 40
Gambar 4.4 Profile Cashflow PSC Gross Split ................................................................. 41
Gambar 4.5 Profile Cashflow Lapangan Xyz.................................................................... 43

Universitas Pertamina - ix
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti Keterangan


PSC Production Sharing Contract
NPV Net Present Value
IRR Internal Rate of Return
POT Pay Out Time
DPI Discounted Profitability Index
KKKS Kontraktor Kontrak Kerja Sama

Universitas Pertamina - x
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah awal adanya pembagian hasil dari eksploitasi migas dilakukan oleh Venezuela
yang populer disebut 50/50 profit sharing yang bagian penerimaan negara berasal dari
royalti dan pajak sehingga setidaknya penerimaan negara setara dengan profit yang
diperoleh oleh perusahaan minyak. Tidak sampai di situ Arab Saudi juga ikut
memberlakukan 50/50 profit sharing dan diikuti oleh berbagai Negara Timur Tengah
lainnya. Tuntutan agar pemerintah memiliki keterlibatan lebih dalam industri migas
melahirkan sistem baru bernama Production Sharing Contract (PSC). Pada sistem PSC
pengawasan dan kepemilikan dari suatu lapangan migas sepenuhnya berada di tangan
pemerintah. Posisi perusahaan diturunkan dan berubah menjadi kontraktor, serta
memperoleh Cost Recovery setelah tahap komersil tercapai. Tak hanya sampai disitu, pihak
perusahaan juga memperoleh bagian dari keuntungan yang telah diperoleh (profit
sharing). Diterapkannya sistem PSC merubah banyak aturan main yang berlaku
sebelumnya di sistem konsesi (Lubiantara, 2012).
Indonesia sendiri tercatat sebagai salah satu negara pelopor yang menerapkan sistem
PSC dan populer di berbagai negara hingga saat ini. Awal tahun 1960an skema bagi hasil
pada industri migas di Indonesia telah menggunakan skema PSC Cost Recovery yang dinilai
dapat menguntungkan kedua belah pihak, yaitu negara yang diwakilkan oleh pemerintah
dan investor dalam bentuk perusahaan migas baik skala nasional maupun multinasional.
Penerapan PSC tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan negara untuk memiliki peran atau
kewenangan manajemen kegiatan usaha hulu migas. Dengan diberlakukannya PSC, negara
sebagai pemilik sumber daya migas memiliki kontrol terhadap asset yang dimiliki dan
sangat terasa wajar apabila negara juga perlu merasakan buah manis dari asset tersebut.
Dengan adanya penerapan PSC Cost Recovery, negara bisa merasakan hasil dari sumber
daya migas yang ada dengan tanpa modal dan teknologi karena telah disediakan
seluruhnya oleh investor atau perusahaan migas. Negara sebagai pemilik lapangan migas
memberikan hak kelola kepada investor untuk menggarap lapangan yang berada di dalam
kawasan Indonesia agar lapangan tersebut membuahkan hasil yang optimal dan hasil
tersebut akan sama-sama dinikmati oleh negara dan investor (Lubiantara 2012).
Pada awal tahun 2017 regulasi baru yang dicanangkan oleh Kementrian ESDM ialah
peralihan dari PSC Cost Recovery menjadi PSC Gross Split. Dengan diterapkannya skema
baru tersebut, pemerintah menaruh harapan bahwa akan semakin banyak investor yang
tertarik untuk masuk ke dalam industri migas yang ada di Indonesia. Pada PSC Gross Split,
skema yang diberlakukan tidak ada kecenderungan menguntungkan ataupun merugikan
salah satu pihak. Terhadap negara, skema PSC Gross Split tidak mengorbankan APBN untuk
melunasi biaya yang diperlukan dalam skema PSC Cost Recovery. Terhadap pihak
kontraktor, skema PSC Gross Split dapat secara tidak langsung memaksa kontraktor untuk
melakukan efisiensi. Pada akhirnya PSC Gross Split dinilai sebagai suatu win win solution
bagi kedua belah pihak yang berada dalam industri migas.

Universitas Pertamina - 1
1.2 Rumusan Masalah
Sejalan dengan ditulisnya laporan tugas akhir ini, penulis memiliki beberapa
pertanyaan yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyelesaikan masalah yang
ada dalam bahasan topik ini. Penulis telah mempertimbangkan berbagai macam aspek
yang berkaitan langsung dengan tujuan penulisan laporan tugas akhir ini. Pada akhirnya
penulis berharap dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang ada sesuai
dengan uraian pertanyan-pertanyaan dibawah ini.

Adapun perumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah :


1. Apa perbedaan yang ada pada PSC Cost Recovery dengan PSC Gross Split?
2. Apa dasar yang melatarbelakangi perubahan dari PSC Cost Recovery ke PSC
Gross Split ?
3. Bagaimana hasil perhitungan antara PSC Gross Split dan PSC Cost Recovery?
4. Indikator apa yang paling sensitif terhadap kedua skema tersebut?
5. Skema apa yang lebih layak untuk diterapkan pada Lapangan Xyz?

1.3 Batasan Masalah


Dalam penulisan laporan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan pada :
1. Skema PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split.
2. Tingkat keekonomian pada Lapangan Xyz.
3. Fokus perhitungan terhadap kedua skema.

1.4 Tujuan
Penyusunan laporan tugas akhir ini memiliki beberapa tujuan yang telah disesuaikan
dengan perumusan masalah yang ada. Berikut tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan
laporan tugas ini :
1. Dapat mengetahui perbedaan mendasar antara PSC Gross Split dan PSC Cost Recovery.
2. Memahami dasar perubahan dari PSC Cost Recovery menuju PSC Gross Split.
3. Mengetahui hasil perhitungan pada skema PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split.
4. Mengetahui indikator yang paling sensitif terhadap kedua skema.
5. Menentukan skema keekonomian yang lebih layak terhadap lapangan Xyz.

1.5 Manfaat
Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis berharap mendapatkan beberapa
manfaat yang dapat diperoleh sebagai implikasi tujuan penyusunan tugas akhir. Manfaat
yang diharapkan adalah :
1. Mampu memahami perbedaan mendasar antara kedua skema yang ada.
2. Memberi pemahaman yang lebih mendalam terkait keekonomian migas khususnya
pada PSC Gross Split dan PSC Cost Recovery.
3. Mampu melakukan simulasi perhitungan terhadap kedua skema.
4. Mengetahui bagaimana dampak perubahan parameter terhadap indikator
keekonomian.
5. Dapat menentukan skema yang lebih layak untuk diterapkan pada Lapangan Xyz
dengan indikator keekonomian.

Universitas Pertamina - 2
1.6 Lokasi Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini, penulis melakukan studi di dalam ruang lingkup
kampus yang metode pembelajaran dan bimbingan dilakukan langsung oleh pembimbing
yang bertanggung jawab di dalam lingkup Universitas Pertamina.

1.7 Waktu Penelitian

Bulan
Kegiatan
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

Penyusunan
Proposal
Identifikasi
Masalah
Pengajuan Judul

Studi Pustaka
Konsultasi dengan
dosen pembimbing
Sidang

Revisi

Universitas Pertamina - 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Lapangan Xyz terletak di 28 km sisi tenggara Jakarta. Pada POD tahap satu, lapangan
Xyz memiliki Recovery Factor sebesar 7.19% dengan oil cumulative sebesar 4,7 MMBOE dan
memiliki tipe natural flowing production. Lapangan ini memasuki POD tahap dua yang berarti
memasuki tahap pengembangan lapangan selanjutnya dan produksinya memasuki tahapan
sekunder dengan optimasi sumur infill serta sumur injektor. Lapangan ini diperkirakan
mampu mencapai Recovery Factor sebesar 43.16% dan mampu memproduksi sebesar 24,9
MMBOE selama 20 tahun.

Gambar 2.1 Letak Geografis Lapangan Xyz

Pada lapangan ini skema PSC yang digunakan adalah skema PSC Gross Split. Sebagai
pembanding juga akan dilakukan perhitungan dengan skema PSC Cost Recovery agar dapat
diketahui sistem kontrak mana yang lebih ekonomis untuk diterapkan, serta juga dapat
mengetahui tingkat kelayakan dari kedua sistem kontrak tersebut.
Sistem kontrak migas adalah alat untuk menguji serta mengevaluasi kelayakan suatu
rencana pengembangan industri migas. Paling tidak ada empat faktor yang membuat industri
hulu migas berbeda dengan industri lainnya, antara lain : pertama lamanya waktu saat mulai
dikeluarkannya modal atau expenditure dengan pendapatan atau revenue, kedua adalah
keputusan yang dibuat berdasarkan resiko dan tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi serta
perlunya teknologi yang canggih, ketiga adalah modal yang diperlukan dalam industri ini
relatif tinggi, keempat adalah dibalik semua resiko dan biaya yang besar tersebut, industri
migas dapat menjanjikan keuntungan yang sangat besar dan hal tersebut sangat sebanding
(Lubiantara, 2012).
Pada dasarnya pengaturan sistem kontrak migas dapat dibagi menjadi dua yaitu
dengan sistem konsesi dan sistem kontrak. Pada sistem kontrak dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu Service Contract dan Production Sharing Contract (PSC). Pada sistem Service Contract
sendiri dapat dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu Pure Service Contract dan Risk Service
Contract. Skema tersebut dapat diilustrasikan (Johnston, 2003).

Universitas Pertamina - 4
Gambar 2.2 Jenis Kontrak Migas (Lubiantara, 2012)

2.1 Sistem Konsesi


Sistem konsesi adalah sistem kontrak yang paling tua dan masih banyak
digunakan hingga saat ini. Selama periode tertentu, perusahaan migas diberikan hak
eksklusif oleh pemerintah dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu
lapangan. Ciri khas dari sistem konsesi adalah seluruh hasil produksi migas dalam
wilayah konsesi tersebut sepenuhnya milik perusahaan migas, sementara negara
menerima keuntungan atau royalti yang jumlahnya merupakan persentase dari
pendapatan kotor perusahaan tersebut. Selain royalti, negara juga menerima
keuntungan dalam bentuk pajak. Meskipun segala cadangan yang ada di bawah tanah
adalah milik negara, titik perpindahan tangan dari milik negara menjadi milik
perusahaan migas terjadi pada kepala sumur (wellhead), sejak saat itulah seluruh hasil
migas menjadi milik perusahaan sepenuhnya (Lubiantara, 2012).
Sistem konsesi tradisional seperti ini memiliki kelemahan yaitu terbatasnya
keterlibatan negara selaku tuan rumah, sehingga berdampak pada pengawasan yang
sangat minim, serta dalam sistem konsesi tradisional ditandai oleh jangka waktu yang
lama serta area pengelolaan yang sangat luas, bahkan dapat mencakup hingga satu
provinsi.

2.2 Production Sharing Contract (PSC)


Dalam dunia industri migas, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang
menjadi pelopor penggunaan sistem ini. Tercatat bahwa Indonesia pertama kali
menggunakan sistem PSC pada tahun 1966. Sistem PSC ada dikarenakan negara
dituntut supaya tidak bersifat pasif namun agar peran negara lebih besar terhadap
pengawasan kegiatan operasional migas. Kesuksesan sistem PSC awalnya lebih dipacu
pada kepentingan politik, mengingat perusahaan migas dalam sistem ini hanya
menjadi kontraktor dan hanya berhak mendapat sebagian dari produksi. Dasar
penggunaan PSC juga didasari oleh hak penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) yang
dapat diurutkan dari terendah sampai tertinggi yaitu hak menggunakan, hak
mengelola, hak memindahtangankan, serta hak memiliki. Tertuang dalam Pasal 33

Universitas Pertamina - 5
UUD 1945 menunjukkan bahwa SDA di Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh negara
(Lubiantara, 2012).
Prinsip dasar dari cara kerja PSC adalah konraktor menyediakan segala dana
dan menanggung segala resiko yang ada, lalu manajemen operasi sepenuhnya berada
di tangan SKK Migas, dan berakhir pada kepemilikan bahan tambang pada pemerintah
sampai titik penyerahan. Pada perkembangannya sistem PSC terbagi menjadi dua jenis.

2.3 PSC Cost Recovery


Dalam skema Cost Recovery pembagian hasil dilakukan terhadap profit margin,
serta presentase pembagian hasil dalam satu wilayah kerja relatif sama dan berubah
apabila berasal dari lapisan reservoir yang lebih tua. Persetujuan diberikan untuk
Rencana Kerja dan Biaya, POD, serta FE. Pada skema Cost Recovery, perusahaan
mendapatkan kembali sepenuhnya biaya yang telah dikeluarkan selama melakukan
operasi, biaya tersebut terhitung dari saat dimulainya eksplorasi hingga perusahaan
mulai produksi. Aset yang telah dikeluarkan oleh perusahaan selanjutnya sepenuhnya
menjadi milik negara (Lubiantara, 2012).
Tabel 2.1 Generasi PSC

Generasi PSC FTP Cost Recovery Income Tax

PSC Gen-1 -
- 40%
1965 s/d 1975
PSC Gen-2 56%
- 100%
1976 s/d 1987
PSC Gen-3 48%
20% 80%
1988 s/d 2001
PSC Gen-4 44%
15% 85%
1995 s/d 2001
10% BP Migas
PSC Gen-5 44%
tidak dibagi 90%
2002 s/d 2007
dengan kontraktor
20% BP migas
PSC Gen-6 40%
tidak dibagi POD Basis
2008-2016
dengan kontraktor
PSC Gen-7
Gross Split 40%
- -
2017 s/d
sekarang

Generasi PSC Equity To Be Investment Credit DMO Oil


split After Tax
Gov : Cont
PSC Gen-1 65% : 35% Oil 0% 25% of Contract
1965 s/d 1975 Share at 0,20
$/bbl

Universitas Pertamina - 6
PSC Gen-2 85% : 15% Oil 20% 25% of Contract
1976 s/d 1987 70% : 30% Gas Share at 0,20
$/bbl

PSC Gen-3 85% : 15% Oil 17% 25% of Contract


1988 s/d 2001 70% : 30% Gas Share at 10%
Harga Ekspor

PSC Gen-4 85% : 15% Oil 17% 25% of Contract


1995 s/d 2001 60% : 40% Gas Share at 25%
Harga Ekspor

PSC Gen-5 75% : 25% Oil 17% Oil 25% of Contract


2002 s/d 2007 60% : 40% Gas 55% Gas Share at 10%
Harga Ekspor

PSC Gen-6 80% : 20% Oil N/A 25% of Contract


2008-2016 60% : 40% Gas Share at 25%
Harga Ekspor

PSC Gen-7 Before Tax Base N/A 25% of Contract


Gross Split split Share at 100%
2017 s/d 57% : 43% Oil Harga Ekspor
sekarang 56% : 44% Gas

Generasi PSC Investment Recovery Abandonment

PSC Gen-1 - -
1965 s/d 1975
PSC Gen-2 - -
1976 s/d 1987
PSC Gen-3 Available -
1988 s/d 2001
PSC Gen-4 Available Dilakukan oleh kontraktor
1995 s/d 2001
PSC Gen-5 Available Dilakukan oleh kontraktor
2002 s/d 2007
PSC Gen-6 - Dilakukan oleh kontraktor
2008-2016
PSC Gen-7 - Sesuai regulasi yang berlaku
Gross Split
2017 s/d
sekarang
Sumber : Lubiantara (2012)
Pada PSC generasi pertama yang dimulai pada tahun 1965 sampai dengan
tahun 1975 Cost Recovery Limit yang diberlakukan sebesar 40%. Pada awal
diberlakukannya PSC di Indonesia sistem tersebut terbilang sangat sederhana, bahkan

Universitas Pertamina - 7
untuk Equity to be Split hanya diberlakukan pada minyak sebesar 65% untuk
pemerintah dan 35% untuk kontraktor. Sedangkan untuk pendapatan pemerintah dari
pajak belum diberlakukan. Untuk besaran Investment Credit pada PSC generasi
pertama belum juga diberlakukan. Pada saat itu Domestic Market Obligation (DMO)
yang berlaku adalah sebesar 25% pada harga minyak 0,20$ per barrel. Hingga
berakhirnya masa PSC generasi pertama diberlakukan pada tahun 1975, untuk besaran
Investment Recovery dan Abandonment belum juga diberlakukan.
Setelah masa berakhirnya PSC generasi pertama pada tahun 1975, PSC generasi
kedua mulai diberlakukan di Indonesia pada tahun 1976 sampai dengan tahun 1987.
Untuk PSC generasi kedua terdapat penyesuaian terhadap beberapa elemen yang ada
sebelumnya pada PSC generasi pertama. Penyesuaian tersebut terdapat pada Cost
Recovery Limit yang meningkat dari 40% menjadi sebesar 100% yang artinya seluruh
biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor diganti sepenuhnya oleh pemerintah saat
sudah mulai berproduksi. Namun pada pendapatan berupa pajak yang sebelumnya
tidak ada, pada PSC generasi kedua ini mulai diberlakukan sebesar 50%, dan hal
tersebut terbilang dapat menutup pengeluaran pemerintah terhadap Cost Recovery
yang diberlakukan. Bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor yang sebelumnya
hanya diberlakukan pada komoditas minyak, pada PSC generasi kedua ini mulai
diberlakukan juga terhadap komoditas migas berupa gas, dan dilakukan penyesuaian
terhadap bagi hasil tersebut. Persentase yang diperoleh oleh pemerintah dan
kontraktor secara berurutan sebesar 85% dan 15% untuk minyak, lalu untuk gas
sebesar 70% dan 30%.
First Tranche Petroleum (FTP) sendiri mulai diberlakukan pada PSC generasi
ke tiga pada tahun 1988 sampai dengan 2001, pada awal pemberlakuan FTP
diberlakukan sebesar 20%. Pada PSC generasi ke tiga juga Cost Recovery Limit
diturunkan menjadi sebesar 80%, hal ini dapat mengurangi beban yang dikeluarkan
pemerintah sebagai pemilik lapangan dalam mengganti biaya yang dikeluarkan oleh
kontraktor. Pada PSC generasi ke tiga pula, mulai diberlakukan Investment Recovery.
FTP diberlakukan agar pada saat harga minyak cenderung menurun, maka diperlukan
sejumlah minyak yang telah diproduksi untuk mengganti Cost Recovery. Income Tax
pada PSC generasi ketiga ini juga menurun menjadi sebesar 48%, serta Investment
Credit menjadi sebesar 17%. Pada PSC generasi ketiga ini DMO mengalami sedikit
revisi yaitu menjadi 10% harga minyak ekspor yang sebelumnya langsung ditentukan
besarannya tiap barrel.
Pada PSC generasi keempat pada tahun 1995 sampai dengan 2001 beberapa
besaran variabel memperoleh revisi seperti jumlah split gas yang diperoleh
pemerintah menjadi 60% dan 40% serta FTP berubah menjadi 15%. Cost Recovery
yang sebelumnya pada PSC generasi ketiga sebesar 80%, pada PSC generasi keempat
ini mendapat sedikit kenaikan menjadi sebesar 85% serta terjadi penurunan terhadap
income tax sebesar 4% menjadi sebesar 44%.PSC generasi kelima yang dimulai pada
tahun 2002 sampai dengan 2007 tidak begitu mendapat perubahan signifikan, namun
ada beberapa penyesuaian yaitu besaran FTP menjadi sebesar 10% dan peniadaan
terhadap Investment Credit. Pada PSC generasi keenam dimulai tahun 2008 sampai
dengan 2016 yang menjadi masa penutup bagi PSC Cost Recovery sekaligus transisi
antara PSC Cost Recovery menuju PSC Gross Split terjadi perubahan yang paling
mencolok, yaitu Income Tax menjadi sebesar 40% dan FTP menjadi sebesar 20%.

Universitas Pertamina - 8
Gambar 2.3 Skema PSC Cost Recovery (Lubiantara, 2012)

Pada gambar 2.3 skema PSC Cost Recovery, Gross Revenue yang merupakan hasil
kotor selanjutnya diambil sebagian menjadi First Tranche Petroleum (FTP) untuk
dimasukan ke dalam Government Split dan Contractor Split. Lalu selanjutnya dari hasil
Gross Revenue dibagi pula menuju Cost Recovery. Sisanya dari pembagian tersebut akan
dibagi dengan Equity to be Split yang akan dimasukan pula ke dalam Government Split
dan Contractor Split. Untuk bagian kontraktor, berasal dari Contractor Split yang
kemudian dikurangi dengan Domestic Market Obligation (DMO). Hasil dari
pengurangan setelah DMO tersebut adalah Taxable Income atau penghasilan dikenai
pajak, yang menjadi Income Tax bagi pemerintah. Sisanya menjadi hak bagi kontraktor
atau Net Contractor Share dan ditambahkan dengan Cost Recovery menjadi Contractor
Share. Untuk bagian pemerintah setelah dari Government Split ditambahkan dengan
Domestic Market Obligation (DMO) beserta dengan Income Tax dan penjumlahan
tersebut menjadi total pendapatan pemerintah atau Government Share.
Keuntungan penggunaan skema PSC Cost Recovery adalah negara sama sekali
tidak perlu menanggung berbagai macam bentuk resiko yang ada, karena seluruh
bentuk resiko tersebut telah dibayarkan oleh pemerintah kepada kontraktor dalam
bentuk Cost Recovery. Dalam skema PSC Cost Recovery, Pemerintah masih memiliki
kendali yang baik terhadap kepemilikan sumber daya migas yang dimiliki. Manajemen
operasional migas masih dalam kendali Satuan Kerja Khusus (SKK Migas) sebagai
perwakilan Pemerintah. Berikut beberapa hal yang perlu diketahui dalam skema PSC
Cost Recovery :
1. Cashflow
Merupakan arus kas kontraktor yang didapat dari pengurangan arus
kas masuk (cash in) dikurangi dengan arus kas keluar (cash out). Cash in
yang diperoleh kontraktor dalam skema PSC Cost Recovery meliputi
berbagai elemen yang terdiri dari First Tranche Petroleum (FTP), Cost
Recovery, Contractor Equity, DMO fee, dan Investment Credit. Lalu untuk

Universitas Pertamina - 9
cash out sebagai pengurang cash in meliputi Taxable Income, OPEX, CAPEX,
dan DMO.
2. First Tranche Petroleum (FTP)
Dalam skema PSC Cost Recovery dikenal sebutan FTP yang menjamin
Pemerintah untuk tetap mendapatkan hasil produksi dari berapapun Cost
Recovery yang dikeluarkan. FTP sendiri memiliki bagian sebesar 20% dari
Gross Revenue yang akan menjadi hak bagi pemerintah dan kontraktor
sebelum masuk ke tahap pengurangan Cost Recovery.
3. Split
Split yang ada antara pemerintah dan kontraktor pada umumnya
sebesar 85% dan 15% untuk minyak bumi lalu untuk gas bumi sebesar
70% dan 30%. Namun pada perkembanganya split mengalami berbagai
perubahan sesuai dengan kondisi industri migas. Split atau Equity to be Split
dilakukan setelah Gross Revenue dikurangi dengan besaran First Tranche
Petroleum (FTP) dan Cost Recovery.
4. Cost Recovery
Dalam konsep skema PSC Cost Recovery, terdapat pemulihan biaya yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap biaya operasional yang telah
dikeluarkan oleh kontraktor. Penggantian biaya dilakukan pada saat hasil
produksi telah dapat dikomersilkan. Apabila pada suatu kasus bahwa
lapangan tidak dapat dikomersilkan, maka hal tersebut seluruhnya menjadi
tanggung jawab kontraktor sendiri tanpa ada penggantian biaya
operasional dari pemerintah sedikitpun. Dengan adanya Cost Recovery
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini SKK Migas
dapat dilakukan secara ketat. Untuk memperoleh pemulihan biaya atau
Cost Recovery, pihak kontraktor haruslah memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari pihak yang berwenang, yaitu SKK Migas. SKK Migas memiliki
hak untuk menentukan biaya apa saja yang memperoleh pemulihan.
5. Struktur Biaya Cost Recovery
Dalam penggantian biaya operasi yang dilakukan oleh pemerintah,
terdapat beberapa biaya didalamnya, antara lain terbagi menjadi dua yaitu
Capital Expenditures (CAPEX) dan Operating Expenditures (OPEX).
a. Capital Expenditures (CAPEX)
Adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk investasi
terhadap barang yang berwujud. Seluruh investasi tersebut pada akhir
masa kontrak akan menjadi asset perusahaan (kontraktor). Dalam
skema PSC sendiri memiliki beberapa definisi yang tergolong kedalam
CAPEX, yaitu :
Tabel 2.2 Definisi Capital Expenditures

No. Deskripsi CAPEX

1. New Equipment

- Useful Life >1 year

Universitas Pertamina - 10
No. Deskripsi CAPEX

- Cost /Item ≥ Rp 5 million or USD


equivalent

2. New Construction ≥ $1500

3. Alteration or Addition to ≥ $3000


Existing Permanent Structure
4. Replacement of Equiment Units

- Useful Life > 1 year

- Cost /Item ≥ Rp 5 million or US$


equivalent

5. Drilling Cost Tangible

6. Replacement of a Component ≥ $1500


Plant Unit
7. Replacement of Part from None
Complete Equipment Unit
8. Repairs < $7500 none

9. Repairs > $7500

- Percentage of Original ≥ 50%


Cost
- Percentage to the ≥ 50%
Remaining Useful Life
10. Items Purchased as Initial Capital
Complement of New Facilities
Sumber : Lubiantara (2012)
Capital Expenditures adalah biaya investasi yang dapat dikenai oleh
depresiasi, yaitu penurunan suatu nilai barang dalam jangka waktu
tertentu. Elemen yang dapat terkena depresiasi tersebut adalah
tangible asset, elemen tangible tersebut adalah :
Tabel 2.3 Tangible CAPEX

No. Type of Projects Tangible (Capitalized)

1. Exploratory Drilling :

- Tangible ✓

2. Development Drilling :

- Tangible ✓

3. Fasilitas Produksi ✓

Universitas Pertamina - 11
No. Type of Projects Tangible (Capitalized)

4. Lifting Equipment ✓

5. Construction :

- Field Road ✓

- Corridor ✓

- Building Utility and Related ✓


Facility (BURF)
Sumber : Lubiantara (2012)
b. Operating Expenditures (OPEX)
Adalah biaya yang dikeluarkan secara rutin demi menunjang
kegiatan operasional sehari-hari. Dalam Operating Expenditures
(OPEX) juga mencakup intangible cost. OPEX dalam definisi PSC dapat
dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 2.4 Definisi Operating Expenditures

No. Deskripsi OPEX

1. New Equipment

- Useful Life < 1 year

- Cost /Item ≤ Rp 5 million or USD


equivalent

2. New Construction < $1500

3. Alteration or Addition to < $3000


Existing Permanent Structure
4. Replacement of Equiment Units

- Useful Life ≤ 1 year

- Cost /Item < Rp 5 million or USD


equivalent

5. Drilling Cost Intangible

6. Replacement of a Component ≤ $1500


Plant Unit
7. Replacement of Part from Expense
Complete Equipment Unit
8. Repairs < $7500 Expense

9. Repairs > $7500

Universitas Pertamina - 12
No. Deskripsi OPEX

- Percentage of Original < 50%


Cost
- Percentage to the < 50%
Remaining Useful Life
10. Items Purchased as Initial None
Complement of New Facilities
Sumber : Lubiantara (2012)

Lalu dalam Operating Expenditures (OPEX) juga mencakup intangible


asset atau aset tak berwujud yang juga diperlukan untuk menunjang
kegiatan selama kontrak berjalan, intangible asset tersebut mencakup :

Tabel 2.5 Intangible OPEX

No. Type of Projects Tangible (Capitalized)

1. Exploratory Drilling :

- Intangible ✓

2. Development Drilling :

- Intangible ✓

3. Geological and Geophysical ✓

4. Seismic ✓

5. Land Indemnification ✓

5. Construction :

- Road and Location ✓

Sumber : Lubiantara (2012)

6. Depresiasi
Depresiasi atau penyusutan adalah suatu penurunan nilai yang
dialokasikan secara sistematis selama umur manfaat atau masa gunanya.
Depresiasi hanya diberlakukan pada aset yang berwujud atau tangible
asset. Depresiasi tersebut masuk ke dalam perhitungan Capital
Expenditures (CAPEX). Mekanisme depresiasi mengikuti ketentutan dalam
kontrak berlaku. Meskipun terdapat beberapa macam metode depresiasi,
namun dalam skema PSC yang digunakan adalah Metode Penyusutan Saldo
Menurun (Declining Balance). Saldo yang belum dikembalikan dapat
dibebankan secara langsung pada akhir masa manfaat pada setiap aset
yang ada, dengan kata lain pada masa berakhirnya kontrak. Metode
depresiasi terdapat tiga, yaitu :

Universitas Pertamina - 13
a. Straight Line
Metode penyusutan secara garis lurus (Straight Line) yang
dilakukan terhadap suatu aset dengan bagian besaran penyusutan yang
sama selama masa manfaat aset tersebut digunakan.

𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 − 𝑅𝑉 (2.1)
𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
𝑇

T = waktu atau masa manfaat aset (tahun atau bulan)


RV = Residual Value

b. Declining Balance
Metode penyusutan saldo menurun (Declining Balance)
merupakan metode penyusutan yang menggunakan tingkat
penyusutan dalam bentuk persentase secara tetap selama masa
manfaat suatu aset. Metode ini memiliki karakteristik penyusutan aset
yang menyusut lebih cepat pada tahun awal masa manfaat. Metode ini
juga tidak perlu menentukan nilai residu seperti Straight Line Method.

𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝐶𝐵𝑉 𝑥 𝐷𝑅 (2.2)

CBV = Current Book Value


DR = Depreciation Rate (%)

c. Sum of The Year Digit


Metode penyusutan jumlah angka tahun (Sum of The Year Digit)
adalah metode penyusutan dipercepat berdasar biaya perawatan
(maintenance) serta perbaikan suatu aktiva tetap atau aset. Semakin
lama cenderung bertambah selama masa manfaat aset tersebut.

7. Domestic Market Obligation (DMO)


Domestic Market Obligation (DMO) adalah suatu bentuk kewajiban
yang dibebankan pada kontraktor untuk menjual atau memasok hasil
perolehan minyak ke dalam pasar domestik dalam jumlah tertentu. Untuk
lima tahun pertama pada saat produksi dimulai volume DMO dihargai
dengan harga pasar lokal yang ada atau disebut DMO Holiday. Setelah
periode lima tahun atau periode DMO Holiday, harga minyak DMO akan
dikenai pengurangan harga (diskon) sesuai dengan yang ada pada harga
kontrak, seperti 10%, 15%, dan 20% dari harga pasar. Pembayaran DMO
dipengaruhi oleh status insentif dan non insentif suatu proyek atau area.
Adapun dua macam perhitungan DMO Fee.

a. Insentif (Incremental Oil)

Universitas Pertamina - 14
𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒 = 𝐷𝑀𝑂 𝑂𝑖𝑙 𝑥 𝑊𝐴𝑃 (2.3)

DMO oil = in barrel (bbl)


WAP = Weighted Average Price (US$)

b. Non Insentif

𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒 = 𝐷𝑀𝑂 𝑂𝑖𝑙 𝑥 (𝐷𝑀𝑂 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑥 (10% 𝑜𝑟 15%)𝑥 𝑊𝐴𝑃) (2.4)

DMO oil = in barrel (bbl)


WAP = Weighted Average Price (US$)

Dalam skema PSC Cost Recovery sendiri terdapat banyak elemen penting yang
menentukan arus kas terhadap pemerintah dan kontraktor. Arus kas yang ada dalam
bagan skema PSC Cost Recovery menjelaskan kemana saja arus kas tersebut dan bagian
apa saja yang menjadi hak bagi pemerintah atau pun kontraktor.

1. Gross Revenue
Gross Revenue secara sederhana dapat diartikan sebagai pendapatan
kotor. Dalam konteks PSC, Gross Revenue adalah pendapatan kotor dari
penjualan hasil produksi dari awal masa kontrak hingga berakhirnya
kontrak berlaku. Produksi yang diperoleh adalah hasil produksi bersih tiap
periode atau satu tahun. Produksi tersebut dikalikan dengan harga yang
ditentukan oleh pemerintah.

𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑌𝑒𝑎𝑟 (𝑏𝑏𝑙 ) 𝑥 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 (𝑈𝑆$) (2.5)

2. First Tranche Petroleum (FTP)


First Tranche Petroleum (FTP) adalah pengambilan pertama kali saat
sudah terjadinya produksi. Bagian tersebut sebesar 20% dari Gross
Revenue sebelum dikurangi dengan Cost Recovery.

𝐹𝑇𝑃 = 20% 𝑥 𝑆𝑝𝑙𝑖𝑡 𝑥 𝑇𝑝𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑓𝑡𝑖𝑛𝑔 (2.6)

3. Equity To be Split (ETS)


Adalah sisa Gross Lifting setelah dikurangi oleh FTP dan dikurangi lagi
dengan Cost Recovery. Equity To be Split akan dibagi antara pemerintah dan
kontraktor sesuai perjanjian share.

𝐸𝑇𝑆 = 𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝐿𝑖𝑓𝑡𝑖𝑛𝑔 − 𝐹𝑇𝑃 − 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 (2.6)

4. Investment Credit (IC)

Universitas Pertamina - 15
Suatu bentuk insentif pemerintah dalam skema PSC untuk mendorong
pergerakan investor pada industri migas agar dapat menambah cadangan
baru. Kontraktor dapat memperoleh Investment Credit dengan persentase
tertentu dari biaya capital yang diperlukan untuk pengembangan fasilitas.
Investment Credit dapat diambil lebih dahulu sebelum pengembalian biaya
operasi (Cost Recovery).

5. Cost Recovery (CR)


Kontraktor mengeluarkan biaya capital dan operasi (CAPEX dan OPEX)
di depan untuk kegiatan operasi migas. Dalam Cost Recovery, pemerintah
akan mengganti keseluruhan atau sebagian biaya yang dikeluarkan oleh
kontraktor. Biaya yang digunakan untuk mengganti Cost Recovery berasal
dari pendapatan produksi minyak. Penggantian biaya ekuivalen dengan
produksi minyak. Perhitungan volume minyak menggunakan harga WAP.

𝐶𝑜𝑠𝑡 (𝑈𝑆$) (2.7)


𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝐵𝑎𝑟𝑟𝑒𝑙 =
𝑈𝑆$
𝑊𝐴𝑃 ( 𝑏𝑏𝑙 )

𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝐶𝐴𝑃𝐸𝑋 + 𝑂𝑃𝐸𝑋 (2.8)

6. Government Split
Bagian atau hak pemerintah yang diperoleh dari penjumlahan FTP
dengan ETS.

7. Contractor Split
Bagian atau hak kontraktor yang diperoleh dari penjumlahan FTP
dengan ETS sebelum dikenai oleh pajak.

8. Taxable Income
Adalah pendapatan kontraktor yang dapat dikenai oleh pajak. Hal
tersebut mengacu pada PP No. 79 tahun 2010. Namun hal tersebut dapat
disesuaikan melalui kesepakatan antara pemerintah dengan kontraktor.
Taxable Income tersebut menjadi Income Tax bagi pemerintah.

9. Net Contractor Share


Adalah perolehan kontraktor yang telah dikurangi oleh pajak dan
sebelum ditambahkan dengan Cost Recovery.

10. Government Take


Adalah bagian pemerintah setelah dikurangi dengan bagian kontraktor
dan ditambahkan dengan Income Tax.

Universitas Pertamina - 16
𝐺𝑜𝑣𝑒𝑟𝑛𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑇𝑎𝑘𝑒 = 𝐹𝑇𝑃 + 𝐸𝑇𝑆 + (𝐷𝑀𝑂 − 𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒) + 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 (2.9)

11. Contractor Take


Adalah bagian kontraktor setelah dikurangi pajak dan ditambahkan
dengan Cost Recovery.

𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑇𝑎𝑘𝑒 = 𝐹𝑇𝑃 + 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 + (𝐷𝑀𝑂 𝐹𝑒𝑒 − 𝐷𝑀𝑂) − 𝑇𝑎𝑥 (2.10)

2.4 PSC Gross Split


Skema Gross Split adalah skema PSC baru yang diberlakukan oleh Pemerintah
Indonesia. Dalam skema Gross Split, bagi hasil dilakukan terhadap gross revenue dan
presentase dalam satu wilayah kerja cukup dinamis, utamanya didasarkan pada base
split, variabel split, dan progresif split. Kepemilikan produksi migas sepenuhnya oleh
negara. Biaya operasi telah masuk dalam besaran bagi hasil kontraktor, dan sebagai
unsur pengurang pajak penghasilan kontraktor. Aset yang ada menjadi milik negara,
serta pengadaan di kelola sendiri oleh masing-masing KKKS (Nurtjahyo, 2017).
Latar belakang perubahan PSC Cost Recovery menjadi PSC Gross Split antara lain
dikarenakan PSC Cost Recovery kurang efektif dan tidak cukup mendorong terciptanya
efisiensi. Lambat serta tingkat kerumitan birokrasi juga menjadi penyebab utama
ditetapkannya PSC Gross Split, bahkan waktu yang diperlukan oleh kontraktor untuk
eksplorasi hingga produksi dapat memakan waktu hingga 15 tahun lamanya. Porsi
penerimaan negara dari migas dengan split PSC Cost Recovery pada minyak sebesar
85% : 15% dan untuk gas sendiri sebesar 70% : 30%, apabila dihitung secara kasar
berada pada kisaran 30% hingga 70%, hal itupun terus menurun seiring menurunnya
penerimaan migas nasional. Agar dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pola
bagi hasil produksi migas, pemerintah menetapkan bentuk dan ketentuan pokok
kontrak bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya (Cost Recovery).
PSC Gross Split sendiri diperkenalkan oleh pemerintah pada tahun 2017
melalui penetapan Permen (Peraturan Menteri) No. 08 Tahun 2017 yang kemudian
mendapat revisi menjadi Peraturan Menteri No. 52 Tahun 2017. Tujuan perubahan
skema PSC Cost Recovery Menjadi PSC Gross Split agar dapat mendorong kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi menjadi lebih efektif serta efisien. Dalam PSC Gross Split ini
sendiri juga diharapkan dapat menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit agar tidak
terlalu membuang-buang waktu dalam kegiatan migas dari eksplorasi hingga produksi.
Dan pada akhirnya PSC Gross Split juga dapat meringankan beban pemerintah dari
biaya pemulihan (Cost Recovery) yang sebelumnya ada (Hernandoko, 2018).
Penetapan skema PSC Gross Split juga dibarengi dengan kelebihan yang ada
dalam skema tersebut, diantaranya adalah kepastian investasi meskipun harga minyak
yang ada cenderung fluktuatif, lalu proses perolehan yang dilakukan oleh kontraktor
juga lebih sederhana karena biaya operasi migas sepenuhnya menjadi tanggung jawab
kontraktor. Bagi kontraktor yang memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)
juga akan mendapat spit tambahan. Apabila suatu lapangan tidak mencapai indikator
keekonomian tertentu, sesuai dengan Peraturan Menteri No. 52 Tahun 2017 Pasal 7
kontraktor dapat memperoleh tambahan split dari Menteri Eenergi dan Sumber Daya

Universitas Pertamina - 17
Mineral (ESDM), dimana peraturan tersebut merevisi peraturan sebelumnya yang
menyatakan bahwa tambahan split bagi kontraktor hanya sebesar maksimal 5% yang
dapat diperoleh. Dengan adanya sistem PSC Gross Split tidak sama sekali
menghilangkan kendali negara yang dikarenakan wilayah kerja, produksi, lifting, serta
bagi hasil masih berada di bawah tangan pemerintah. Malah dengan adanya skema PSC
Gross Split, antara pihak pemerintah dan kontraktor sama-sama menanggung resiko
yang mungkin ada dan keuntungan yang diperoleh juga cenderung seimbang, tanpa
ada berat sebelah (Hernandoko, 2017).
Untuk blok yang sudah digarap dan kontraknya masih dalam skema PSC Cost
Recovery tidak secara otomatis dialihkan menjadi kontrak dengan skema PSC Gross
Split. Apabila kontraktor menghendaki untuk beralih kontrak menjadi PSC Gross Split,
maka keputusan tersebut harus dilihat dulu dari karakteristik lapangan tersebut.
Bersamaan dengan hal tersebut, apabila biaya Cost Recovery cukup besar dan belum
terpulihkan sepenuhnya atau masih memiliki Recoverable Cost, maka hal tersebut
dapat memungkinkan untuk memperoleh peningkatkan pendapatan kontraktor
melalui skema PSC Gross Split. Namun apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka
kontrak yang ada akan tetap dengan skema PSC Cost Recovery hingga masa kontrak
berakhir. Apabila pada masa akhir kontrak pihak kontraktor ingin memperpanjang
kontrak pada lapangan tersebut, maka pemerintah yang akan menentukan kontrak
tersebut diperpanjang dengan skema PSC Cost Recovery atau dengan PSC Gross Split.
Namun untuk kontrak baru tetap akan dikenakan dengan skema PSC Gross Split sesuai
dengan peraturan yang berlaku (Nurtjahyo, 2017).

Gambar 2.4 Skema PSC Gross Split (Permen ESDM No. 52 Tahun 2017)

Dalam alur skema pada gambar 2.4 terlihat jelas bahwa PSC Gross Split jauh
lebih sederhana dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery. Dalam skema PSC
Gross Split sudah tak ditemui lagi First Tranche Petroleum (FTP), Domestic Market

Universitas Pertamina - 18
Obligation (DMO), Cost Recovery, dan Investment Credit. Dengan dihapuskannya
beberapa elemen yang ada di skema sebelumnya, terutama Cost Recovery, kontraktor
dituntut untuk melakukan efisiensi sebaik mungkin. Namun apabila pihak kontraktor
tidak melakukan efisiensi tersebut, maka keuntungan yang diperoleh juga akan
menurun. Dalam skema ini, kontraktor dapat meningkatkan pendapatan dengan
berbagai hal salah satunya peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN),
semakin tinggi tingkat TKDN maka split yang diperoleh juga akan bertambah. Dengan
ditetapkannya PSC Gross Split diharapkan meningkatkan gairah investasi di industri
migas. Menurut Peraturan Menteri No. 08 Tahun 2017 pembagian atau base split
minyak dan gas bumi diatur.

Tabel 2.6 Base Split

Government Contractor

Minyak 57% 43%

Gas 52% 48%

Sumber : Permen ESDM No. 52 Tahun 2017

Base split yang ada tersebut juga ditambahkan dengan variable dan progressive
split yang mengatur besarnya penambahan split bagi kontraktor. Hal tersebut juga
telah diatur dalam Peraturan Menteri No. 08 Tahun 2017
Tabel 2.7 Variabel dan Progresif Split

No. Karakteristik Koreksi Split

Variabel Split

1. Status Lapangan POD I 5%

POD II 3%

No POD 0%

2. Lokasi Lapangan Onshore 0%

Offshore (0 < h ≤ 20m) 8%

Offshore (20 < h ≤ 50m) 10%

Offshore (50 < h ≤ 150m) 12%

Offshore (150 < h ≤ 1000m) 14%

Offshore (>1000m) 16%

3. Kedalaman Reservoir ≤ 2500m 0%

> 2500m 1%

Universitas Pertamina - 19
No. Karakteristik Koreksi Split No.

Variabel Split

4. Infrastruktur Well Developed 0%


Pendukung
New Frontier Offshore 2%

New Frontier Onshore 4%

5. Kondisi Reservoir Konvensional 0%

Non Konvensional 16%

6. Kandungan CO2 < 5% 0%

5% ≤ x < 10% 0,5 %

10% < x ≤ 20% 1%

20% ≤ x < 40% 1,5%

40% ≤ x < 60% 2%

x ≥ 60% 4%

7. Kandungan H2S < 100 0%

100 ≤ x < 1000 1%

1000 ≤ x < 2000 2%

No. Karakteristik Koreksi Split

2000 ≤ x < 3000 3%

3000 ≤ x < 4000 4%

x ≥ 4000 5%

8. Berat Jenis Minyak Bumi API < 25 1%


(API)
API ≥ 25 0%

9. Tingkat Kandungan < 30% 0%


Dalam Negeri (TKDN)
30% ≤ x < 50% 2%

50% ≤ x < 70% 3%

70% ≤ x < 100% 4%

10. Tahapan Produksi Primer 0%

Universitas Pertamina - 20
Sekunder 6%

Tersier 10%

Progresif Split

11. Harga Minyak Mentah (85-ICP)*0,25%


(US$/bbl)
12. Harga Gas Bumi < 7 (7-harga
(US$/BTU) gas)*2,5%

7 ≤ x < 10 0

≥ 10 (10-harga
gas)*2,5%

13. Kumulatif Produksi < 30 mmboe 10%

30 ≤ x < 60 mmboe 9%

60 ≤ x < 90 mmboe 8%

90 ≤ x < 125 mmboe 6%

125 ≤ x < 175 mmboe 4%

≥ 175 mmboe 0%

Sumber : Permen ESDM No. 52 Tahun 2017

Pada tabel 2.7 antara progresif split dan variabel split memiliki besaran yang
sangat bervariatif, hal tersebut dapat memberikan kejelasan tentang berapa perolehan
split yang diperoleh oleh kontraktor. Untuk government split sendiri dapat diperoleh
dari persentase keseluruhan dikurangi dengan contractor split. Dalam skema PSC Gross
Split terdapat beberapa terminologo yang perlu diketahui, diantaranya :
1. Gross Revenue
Pendapatan kotor yang diperoleh pada PSC Gross Split tak beda dengan
PSC Cost Recovery, yaitu perkalian antara harga dan lifting hidrokarbon.

2. Split
Pada skema PSC Gross Split terdapat tiga komponen split yang
menentukan perolehan split bagi pemerintah maupun kontraktor.
Penjumlahan dari tiga split tersebut menjadi total split yang diperoleh oleh
kontraktor, dan untuk bagian pemerintah menyesuaikan.
a. Base Split
Menurut peraturan yang berlaku, pemerintah telah
menetapkan besaran split untuk minyak sebesar 57% bagi negara dan
43% bagi kontraktor. Untuk gas sendiri, pemerintah menetapkan
sebesar 52% bagi negara dan 48% bagi kontraktor.

b. Variable Split

Universitas Pertamina - 21
Adalah split yang telah dijelaskan pada tabel diatas, hal tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri No. 52 Tahun 2017

c. Progressive Split
Adalah split yang mengacu pada harga migas dan jumlah
kumulatif produksi, dan semua hal tersebut bersifat dinamis. Split
dapat menambah bagian dari kontraktor dan negara.

3. Contractor Share
Adalah persentase yang diperoleh oleh kontraktor berasal dari base
split, progresif split, dan variabel split lalu dikalikan dengan Gross Revenue.

4. Government Share
Adalah bagian dari pemerintah yang telah dikurangi oleh bagian dari
kontraktor dan dikalikan dengan Gross Revenue.

5. Cost
Adalah biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor baik terhadap biaya
capital maupun non capital (Capex dan Opex).

6. Domestic Market Obligation (DMO)


DMO pada PSC Gross Split masih tidak ada perubahan dan masih serupa
dengan yang ada pada PSC Cost Recovery.

7. Taxable Income
Masih sama seperti skema PSC Cost Recovery, yaitu pendapatan yang
dapat dikenai oleh pajak.

8. Income Tax
Yaitu perolehan negara yang berasal dari Taxable Income kontraktor.

9. Contractor Share
Adalah perolehan akhir bagi kontraktor yang telah dipotong pajak bagi
pemerintah.

10. Government Share


Adalah bagian yang diperoleh pemerintah setelah mendapat tambahan
dari DMO dan Income Tax.

2.5 Indikator Keenomian


Dalam proses pengajuan kontrak migas, indikator keekonomian diperlukan
untuk menganalisis kelayakan suatu proyek tersebut. Kelayakan tersebut dinilai dari
beberapa indikator ekonomi yang ada seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Pay Out Time (POT), Discounted Profitability Index (DPI). Seluruh
indikator tersebut dapat menilai tingkat kelayakan suatu proyek secara obyektif
sehingga pemerintah pada akhirnya dapat memutuskan layak atau tidaknya proyek

Universitas Pertamina - 22
tersebut dilaksanakan. Dalam menentukan parameter yang ada tersebut, sebelumnya
perlu diketahui berapa arus kas (Cash Flow) dari suatu proyek tersebut. Cash Flow
tersebut berisi informasi tentang arus kas masuk (Cash In) dan arus kas keluar (Cash
Out). Cash In adalah revenue yang diperoleh selama berjalannya kontrak, sedangkan
untuk Cash Out adalah biaya yang perlu dikeluarkan selama kontrak berlangsung demi
menunjang keberlangsungan proyek. Secara umum Cash Flow dapat diformulakan
secara sederhana, yaitu :

𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤 = 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐼𝑛 − 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑂𝑢𝑡 (2.11)

𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐼𝑛 = 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 + 𝐼𝑛𝑠𝑒𝑛𝑠𝑡𝑖𝑓 (2.12)

𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑂𝑢𝑡 = 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝑇𝑎𝑥 (2.13)

Cash Flow pada suatu proyek migas cenderung negatif pada awal periode, hal
itu dikarenakan belum adanya revenue dan pengeluaran atau cost pada awal periode
cukup besar. Setelah berjalanya proyek juga Cash Flow akan semakin menurun, hal
tersebut dikarenakan telah melewati tingkat produksi tertinggi di awal periode dan
akan semakin berkurang seiring berjalannya waktu.

2.5.1 Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara total penerimaan nilai
sekarang (PV Cash In) dengan total pengeluaran nilai sekarang (PV Cash Out)
sepanjang umur proyek pada discount Rate yang diberikan. Untuk menentukan
NPV dapat menggunakan rumus :

𝑛
(2.14)
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤
𝑁𝑃𝑉 = ∑ ( )
(1 + 𝐷𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑒)𝑛
𝑛=0

𝑛 = 𝑡𝑖𝑚𝑒

Perlu diketahui bahwa suatu proyek dapat dikatakan layak apabila nilai NPV > 0,
sedangkan apabila NPV suatu proyek tersebut adalah NPV ≤ 0 atau negatif, maka
proyek tersebut belum dapat dikatakan layak.

2.5.2 Internal Rate of Return (IRR)


Adalah discount rate yang dapat memberikan harga NPV = 0. IRR merupakan
perolehan pertahun dari investasi suatu proyek. IRR juga dapat menentukan
kelayakan suatu proyek, yaitu apabila IRR > Bunga Pinjaman maka proyek
dikatakan layak, namun apabila IRR > Discount Rate (MARR) maka proyek tidak

Universitas Pertamina - 23
layak untuk dilaksanakan. Secara umum IRR dapat ditentukan dengan cara
interpolasi saat variabel yang ada telah terpenuhi.

2.5.3 Pay Out Time (POT)


Pay Out Time secara umum adalah waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan investasi yang telah ditanam, dimana perhitungan Cash Flow
dalam Present Value. Indikator ini menunjukan semakin cepat biaya investasi
dikembalikan sejak awal periode proyek dimulai, maka akan semakin baik juga
proyek tersebut. Namun dikarenakan POT tidak memerhatikan Cash Flow setelah
terjadinya POT maka indikator ini tidak dapat dijadikan acuan kelayakan suatu
proyek.

2.5.4 Discounted Profitability Index (DPI)


DPI adalah ukuran untuk menentukan efisiensi investasi serta DPI juga
merupakan indikator untuk mengetahui nilai tambah per dollar atau rupiah yang
telah diinvestasikan pada suatu proyek. DPI juga menjadi indikator yang baik pada
kondisi anggaran yang terbatas, sehingga tidak banyak anggaran yang terbuang
percuma selama masa proyek atau kontrak berlangsung.

𝐷𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑑 𝑛𝑒𝑡 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐹𝑙𝑜𝑤 (2.15)


𝐷𝑃𝐼 = +1
𝐷𝑖𝑠𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑑 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡

2.6 Analisis Sensitivitas


Analisis sensitivitas adalah cara untuk melihat pengaruh perubahan besaran
besaran yang mempengaruhi keuntungan pada suatu proyek. Besaran yang sering
digunakan untuk analisis sensitivitas adalah cadangan, produksi, harga, investasi,
biaya operasi dan pajak. Dalam penerapan analisis sensitivitas, terdapat kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan dari analisis sensitivitas antara lain :
1. Membantu untuk mengidentifikasi besaran yang sangat mempengaruhi
keuntungan.
2. Mudah dikerjakan dengan bantuan komputer.

Untuk kelemahanya antara lain :


1. Tidak memberikan indikasi kemungkinan suatu resiko akan terjadi.
2. Tidak memperlihatkan ketergantungan antar besaran yang mempengaruhi
keuntungan.

Universitas Pertamina - 24
BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab tiga ini penulis akan membahas langkah-langkah pengerjaan yang diperlukan
dalam menyusun analisis keekonomian pada lapangan Xyz. Pada analisis pertama, penulis
melakukan analisis keekonomian dengan menggunakan skema PSC Cost Recovery. Tahap
selanjutnya penulis melakukan analisis dengan menggunakan skema PSC Gross Split, lalu dari
hasil kedua skema tersebut dilakukan perbandingan dari setiap data yang diperoleh dan
sebagai penutup dilakukan analisis sensitivitas.

3.1 Langkah Pengerjaan


Berikut langkah-langkah pengerjaan yang diperlukan dalam melakukan
analisis keekonomian pada PSC Cost Recovery dan Gross Split. Terdapat beberapa
langkah yang perlu dilakukan agar hasil analisis dapat maksimal.
1. Metode Pengumpulan dan pengolahan data.
2. Analisis keekonomian lapangan xyz dengan skema PSC Cost Recovery.
3. Analisis keekonomian lapangan xyz dengan skema PSC Gross Split.
4. Analisis sensitivitas dengan menggunakan spider diagram.

3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data


Pada analisis perbandingan antara PSC Cost Recovery dengan Gross Split telah
diperoleh sebagian data mentah yang selanjutnya diolah dengan menggunakan
Microsoft Excel. Data yang diperoleh seperti total produksi, harga capex, opex, minyak
per barrel dsb. Lalu dilakukan simulasi dengan menggunakan excel yang telah didesain
untuk mengolah data kedalam bentuk skema PSC CostRecovery dan Gross Split.

3.3 Analisis Dengan Skema Cost Recovery


Agar dapat memperoleh hasil perhitungan dengan skema PSC Cost Recovery,
penulis melakukan input berbagai data yang telah diperoleh ke dalam excel yang telah
disesuaikan dengen keperluan skema Cost Recovery. Excel yang ada telah dipersiapkan
dengan template formula yang diperlukan.

1. Menentukan Gross Revenue


Gross Revenue secara sederhana dapat diartikan sebagai pendapatan
kotor. Dalam konteks PSC, Gross Revenue adalah pendapatan kotor dari
penjualan hasil produksi dari awal masa kontrak hingga berakhirnya
kontrak berlaku. Produksi yang diperoleh adalah hasil produksi bersih tiap
periode atau satu tahun. Produksi tersebut dikalikan dengan harga yang
ditentukan oleh pemerintah.

2. Menentukan First Tranche Petroleum (FTP)

Universitas Pertamina - 26
First Tranche Petroleum (FTP) adalah pengambilan pertama kali saat
sudah terjadinya produksi. Bagian tersebut sebesar 20% dari Gross
Revenue sebelum dikurangi dengan Cost Recovery.

3. Menentukan Equity To be Split (ETS)


Adalah sisa Gross Lifting setelah dikurangi oleh FTP dan dikurangi lagi
dengan Cost Recovery. Equity To be Split akan dibagi antara pemerintah dan
kontraktor sesuai perjanjian share.

4. Menentukan Cost Recovery (CR)


Kontraktor mengeluarkan biaya capital dan operasi (CAPEX dan OPEX)
di depan untuk kegiatan operasi migas. Dalam Cost Recovery, pemerintah
akan mengganti keseluruhan atau sebagian biaya yang dikeluarkan oleh
kontraktor. Biaya yang digunakan untuk mengganti Cost Recovery berasal
dari pendapatan produksi minyak. Penggantian biaya ekuivalen dengan
produksi minyak. Perhitungan volume minyak menggunakan harga WAP.

5. Menentukan Government Split


Bagian atau hak pemerintah yang diperoleh dari penjumlahan FTP
dengan ETS.

6. Menentukan Contractor Split


Bagian atau hak kontraktor yang diperoleh dari penjumlahan FTP
dengan ETS sebelum dikenai oleh pajak.

7. Menentukan Taxable Income


Adalah pendapatan kontraktor yang dapat dikenai oleh pajak. Hal
tersebut mengacu pada PP No. 79 tahun 2010. Namun hal tersebut dapat
disesuaikan melalui kesepakatan antara pemerintah dengan kontraktor.
Taxable Income tersebut menjadi Income Tax bagi pemerintah.

8. Menentukan Net Contractor Share


Adalah perolehan kontraktor yang telah dikurangi oleh pajak dan
sebelum ditambahkan dengan Cost Recovery.

9. Menentukan Government Take


Adalah bagian pemerintah setelah dikurangi dengan bagian kontraktor
dan ditambahkan dengan Income Tax.

10. Menentukan Contractor Take


Adalah bagian kontraktor setelah dikurangi pajak dan ditambahkan
dengan Cost Recovery.

3.4 Analisis dengan Skema Gross Split


Pada analisis dengan skema Gross Split, penulis juga melakukan olah data
dengan menggunakan Microsoft Excel. Semua data yang diperoleh dimasukan kedalam
excel yang telah dipersiapkan dengan berbagai template yang diperlukan.

Universitas Pertamina - 27
1. Menentukan Gross Revenue
Pendapatan kotor yang diperoleh pada PSC Gross Split tak beda dengan
PSC Cost Recovery, yaitu perkalian antara harga dan lifting hidrokarbon.

2. Menentukan Split
Pada skema PSC Gross Split terdapat tiga komponen split yang
menentukan perolehan split bagi pemerintah maupun kontraktor.
Penjumlahan dari tiga split tersebut menjadi total split yang diperoleh oleh
kontraktor, dan untuk bagian pemerintah menyesuaikan.
a. Base Split
Menurut peraturan yang berlaku, pemerintah telah
menetapkan besaran split untuk minyak sebesar 57% bagin negara dan
43% bagi kontraktor. Untuk gas sendiri, pemerintah menetapkan
sebesar 52% bagi negara dan 48% bagi kontraktor.

b. Variable Split
Adalah split yang telah dijelaskan pada tabel diatas, hal tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri No. 52 Tahun 2017

c. Progressive Split
Adalah split yang mengacu pada harga migas dan jumlah
kumulatif produksi, dan semua hal tersebut bersifat dinamis. Split
dapat menambah bagian dari kontraktor dan negara.

3. Menentukan Contractor Share


Adalah persentase yang diperoleh oleh kontraktor berasal dari base
split, progresif split, dan variabel split lalu dikalikan dengan Gross Revenue.

4. Menentukan Government Share


Adalah bagian dari pemerintah yang telah dikurangi oleh bagian dari
kontraktor dan dikalikan dengan Gross Revenue.

5. Menentukan Cost
Adalah biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor baik terhadap biaya
capital maupun non capital (Capex dan Opex).

6. Menentukan Domestic Market Obligation (DMO)


DMO pada PSC Gross Split masih tidak ada perubahan dan masih serupa
dengan yang ada pada PSC Cost Recovery.

7. Menentukan Taxable Income


Masih sama seperti skema PSC Cost Recovery, yaitu pendapatan yang
dapat dikenai oleh pajak.

8. Menentukan Income Tax

Universitas Pertamina - 28
Yaitu perolehan negara yang berasal dari Taxable Income kontraktor.

9. Menentukan Contractor Share


Adalah perolehan akhir bagi kontraktor yang telah dipotong pajak bagi
pemerintah.

10. Menentukan Government Share


Adalah bagian yang diperoleh pemerintah setelah mendapat tambahan
dari DMO dan Income Tax.

3.5 Menentukan Net Present Value


Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara total penerimaan nilai
sekarang (PV Cash In) dengan total pengeluaran nilai sekarang (PV Cash Out) sepanjang
umur proyek pada discount Rate yang diberikan.

3.6 Menentukan Internal Rate Of Return


Discount rate yang dapat memberikan harga NPV = 0. IRR merupakan
perolehan pertahun dari investasi suatu proyek. IRR juga dapat menentukan kelayakan
suatu proyek, yaitu apabila IRR > Bunga Pinjaman maka proyek dikatakan layak,
namun apabila IRR < Discount Rate (MARR) maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan. Secara umum IRR dapat ditentukan dengan cara interpolasi saat variabel
yang ada telah terpenuhi.

3.7 Menentukan Pay Out Time


Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi yang telah ditanam,
dimana perhitungan Cash Flow dalam Present Value. Indikator ini menunjukan semakin
cepat biaya investasi dikembalikan sejak awal periode proyek dimulai, maka akan
semakin baik juga proyek tersebut. Namun dikarenakan POT tidak memerhatikan Cash
Flow setelah terjadinya POT maka indikator ini tidak dapat dijadikan acuan kelayakan
suatu proyek.

3.8 Menentukan Discounted Profitability Index


DPI adalah ukuran untuk menentukan efisiensi investasi serta DPI juga
merupakan indikator untuk mengetahui nilai tambah per dollar atau rupiah yang telah
diinvestasikan pada suatu proyek. DPI juga menjadi indikator yang baik pada kondisi
anggaran yang terbatas, sehingga tidak banyak anggaran yang terbuang percuma
selama masa proyek atau kontrak berlangsung.

3.9 Analisis Sensitivitas


Cara untuk melihat pengaruh perubahan besaran besaran yang mempengaruhi
keuntungan pada suatu proyek. Besaran yang sering digunakan untuk analisis
sensitivitas adalah cadangan, produksi, harga, investasi, biaya operasi dan pajak.

Universitas Pertamina - 29
3.10 Diagram Alir

START

INPUT DATA
(RATE<PRICE<CAP
EX<OPEX)

COST GROSS
RECOVE SPLIT
RY

HASIL
KEEKONOMIAN

ANALISIS
SENSITIVITAS

FINISH

Gambar 3.1 Diagram Alir

Pengerjaan dimulai dari memasukan data produksi, harga minyak, CAPEX, dan
OPEX kedalam Microsoft Excel. Keseluruhan data diolah dengan menggunakan dua
cara yaitu dengan skema PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split. Dari hasil perhitungan
tersebut diperoleh indikator keekonomian lalu dapat dilakukan analisis sensitivitas.

Universitas Pertamina - 30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas mengenai hasil perhitungan keekonomian pada lapangan Xyz
dengan menggunakan dua skema PSC, yatu skema PSC Cost Recovery dan skema PSC Gross Split.
Pada hasil simulasi yang telah dilakukan dengan dua macam skema PSC tersebut maka dapat
dilakukan analisis terhadap hasil cashflow yang ada. Melalu hasil tersebut, dapat dilihat apakah
skema PSC Gross Split memiliki cashflow yang lebih baik dibanding dengan skema PSC Cost
Recovery. Tak hanya itu, tingkat kelayakan suatu proyek juga dapat dinilai dari indikator
keekonomian yang ada, sehingga dapat memperjelas apakah skema PSC Gross Split layak
diterapkan dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery. Dalam bab ini juga dapat
menjelaskan berapa biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dalam proyek tersebut.

4.1 Parameter Perhitungan


Dalam perhitungan kedua skema PSC, penulis memerlukan berbagai macam
parameter dasar yang diperlukan agar penulis dapat melakukan simulasi
perhitungan secara tepat. Parameter atau input yang diperlukan dalam
perhitungan skema PSC Gross Split dan Cost Recovery pada lapangan Xyz antara lain
biaya investasi, biaya operasional, harga minyak, serta data produksi.

4.1.1 Data Produksi


Proyek pengembangan lapangan ini tahap POFD dengan lingkup kerja
adalah injeksi air (waterflooding) dan pemboran sumur sisipan (infill) sebagai
tindak lanjut tahap produksi primer pada POD 1. Data inkremental produksi
dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode simulasi reservoir yang
tidak dibahas di TA ini. Pada TA ini hanya mengambil luaran dari perhitungan
metode tersebut. Data produksi pada lapangan Xyz selama 20 tahun menjadi
salah satu input agar dapat menghitung total biaya lifting dan kedua skema
yang ada.
Tabel 4.1 Data Produksi

Volume Oil Production


Tahun
MSTB

2020 -

2021 967.4125

2022 1144.957

2023 1091.67

2024 1236.0565

Universitas Pertamina - 32
Volume Oil Production
Tahun
MSTB

2025 1347.918

2026 1552.257

2027 1646.411

2028 1666.882

2029 1703.377

2030 1610.108

2031 1470.256

2032 1332.814

2033 1206.69

2034 1051.948

2035 944.122

2036 854.492

2037 1500.014

2038 1500.014

2039 668.788

2040 473.39

Total 24,969.58

Hasil produksi dari lapangan Xyz selama 20 tahun yaitu sebesar 24,969.58
MSTB. Data tersebut juga mencakup produksi minyak pertahun pada lapangan
Xyz.

4.1.2 Biaya Operasional


Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan setiap harinya selama
masa kontrak berlangsung. Biaya ini mencakup kumulatif dari biaya lifting
perbarel.
Tabel 4.2 Lifting Cost Per Barrel

Lifting Cost 8 USD/bbl

Universitas Pertamina - 33
Untuk mengetahui berapa total biaya yang dikeluarkan untung mengangkut
minyak pertahun hingga kumulatif biaya yang dikeluarkan, maka biaya lifitng
tersebut perlu dikalikan dengan produksi pertahun.

Tabel 4.3 Operating Cost

Tahun Volume Oil Production Operating Cost

MSTB MUSD

2020 - -

2021 967.4125 7,739.30

2022 1144.957 9,159.66

2023 1091.67 8,733.36

2024 1236.0565 9,888.45

2025 1347.918 10,783.34

2026 1552.257 12,418.06

2027 1646.411 13,171.29

2028 1666.882 13,335.06

2029 1703.377 13,627.02

2030 1610.108 12,880.86

2031 1470.256 11,762.05

2032 1332.814 10,662.51

2033 1206.69 9,653.52

2034 1051.948 8,415.58

2035 944.122 7,552.98

2036 854.492 6,835.94

2037 1500.014 12,000.11

2038 1500.014 12,000.11

2039 668.788 5,350.30

2040 473.39 3,787.12

Universitas Pertamina - 34
Tahun Volume Oil Production Operating Cost

MSTB MUSD

Total 24,969.58 199,756.62

Untuk biaya operasional selama 20 tahun pada lapangan Xyz yaitu sebesar
199,756.62 MUSD

4.1.3 Biaya Investasi


Biaya investasi yang dikeluarkan pada Lapangan Xyz mulai dari awal
kontrak berlangsung hingga kontrak berakhir yang berjalan selama 20 tahun
sebesar 92,000 MUSD. Biaya investasi yang dikeluarkan mencakup tangible
dan intangible dengan porsi masing masing sebesar 40% dan 60%.
Tabel 4.4 Biaya Investasi

Investasi Biaya

1. Tangible

a. Surface facility 18,000 MUSD

b. Sumur Injektor 9,000 MUSD

c. Sumur Infill 11,000 MUSD

2. Intangible

a. Sumur Injektor 25,065 MUSD

b. Sumur Infill 28,935 MUSD

Total 92,000 MUSD

4.1.4 Harga Minyak


Harga minyak yang berlaku ditentukan sebesar 35 USD/bbl. Harga
minyak tersebut tidak mengalami perubahan selama 20 tahun masa kontrak.
Dengan diketahui harga minyak, maka juga dapat diketahui Gross Revenue
yang diperoleh selama 20 tahun masa kontrak.
Tabel 4.5 Gross Revenue

Total Lifting 24,969.58 MSTB

Price per barrel 35 USD/bbl

Gross Revenue 873,935.20 MUSD

Universitas Pertamina - 35
4.2 Perhitungan Skema PSC Cost Recovery
Setelah diperoleh data dari lapangan Xyz, selanjutnya dilakukan analisis nilai
keekonomian terhadap sistem kontrak yang selanjutnya akan dilakukan evaluasi
dari hasil keekonomian tersebut. Analisis keekonomian dilakukan terhadap skema
PSC Cost Recovery yang nantinya akan dibandingkan dengan skema PSC Gross Split.
Adapun dalam skema PSC Cost Recovery diberlakukan fiscal terms saat ini sesuai
perjanjian kontrak. Fiscal terms PSC Cost Recovery pada lapangan Xyz sebagai
berikut.
Tabel 4.6 Fiscal Terms Cost Recovery

Fiscal Terms Cost Recovery

GOI Split (B/T) 71.15%

KKKS Split (B/T) 28.85%

Tax Rate 48%

Investment Credit 17%

DMO Holiday 5 Year

DMO Fee 15%

Depreciation Declining Balance

Depreciation Rate 25%

FTP Total 20%

DMO 25%

Fiscal terms tersebut berlaku selama 20 tahun masa kontrak. Untuk split sebelum
pajak minyak antara pemerintah dengan kontraktor memiliki besaran 71.15% :
28.85%, yang berarti 80% bagian pemerintah dan 20% bagian kontraktor. Tax rate
yang diberlakukan terhadap taxable income kontraktor sebesar 48%. Untuk
besaran investment credit yang akan dimasukan kedalam recoverable cost kepada
kontraktor, pemerintah melakukan penggantian sebesar 17%. Untuk DMO Holiday
yang berlaku selama 60 bulan atau 5 tahun saat produksi pertama dimulai, dan
besaran DMO Fee yang harus dibayarkan kontraktor kepada pemerintah sebesar
15%. Sedangkan untuk volume DMO yang diberlakukan sebesar 25% dari total
lifting. Untuk metode depresiasi yang digunakan adalah Declining Balance
sedangkan Depreciation Rate sebesar 25%. Dan untuk First Tranche Petroleum
besarannya 20% dari total lifting.
Setelah dilakukan perhitungan dengan fiscal terms tersebut, maka diperoleh
hasil dari kedua belah pihak sebagai berikut :

Universitas Pertamina - 36
Gambar 4.1 Chart PSC Cost Recovery

Dari hasil perhitungan simulasi yang menggunakan excel yang diatas, Gross
Revenue yang diperoleh sebesar 873,935.20 MUSD. Untuk total biaya Cost Recovery
yang diperoleh kontraktor sebesar 275,368.07 MUSD sedangkan untuk perolehan
kontraktor sendiri setelah pajak sebesar 68,385.75 MUSD dan apabila dijumlahkan
maka total perolehan kontraktor sebesar 343,753.81 MUSD. Untuk pihak
pemerintah sendiri perolehan termasuk pajak dari kontraktor sebesar 530,181.38
MUSD. Dari hasil perhitungan tersebut juga diperoleh cashflow dari lapangan Xyz
dengan menggunakan PSC Cost Recovery.
Tabel 4.7 Cashflow PSC Cost Recovery

Total Cashflow 23,130.25 MUSD

Profil perolehan cashflow tiap tahun :

Universitas Pertamina - 37
Gambar 4.2 Profile Cashflow PSC Cost Recovery

Dalam diagram tersebut terlihat profil cashflow pada lapangan Xyz dengan
menggunakan skema PSC Cost Recovery. Setelah diperolah profil cashflow, maka
untuk selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap indikator keekonomian.
Indikator keekonomian yang dihitung meliputi NPV (Net Present Value), POT (Pay
Out Time), DPI (Discounted Profitability Index), serta IRR (Internal Rate of Return).
Besaran NPV yang diberlakukan adalah 10%, maka diperoleh indikator
keekonomian sebagai berikut :
Tabel 4.8 Indikator Keekonomian PSC Cost Recovery

Indikator Keekonomian

NPV@10% 21,027.50 MUSD

IRR 31.38 %

POT 2.68 Year

DPI 1.37

Dari hasil indikator keekonomian tersebut NPV dengan besaran 10% yang
diperoleh setelah masa kontrak berakhir sebesar 21,027.50 M$. Sedangkan IRR
sebesar 31.38% yang berarti kontrak tersebut layak untuk dieksekusi. Untuk POT
pertama kali dicapai saat kontrak memasuki tahun ke 3 sejak kontrak dimulai. Lalu
untuk DPI sebesar 1.37 yang berarti juga kontrak terhadap lapangan Xyz dengan
skema PSC Cost Recovery cukup layak untuk dilaksanakan.

Universitas Pertamina - 38
4.3 Perhitungan Skema PSC Gross Split
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan skema PSC Cost Recovery,
maka perlu juga melakukan perhitungan dengan skema PSC Gross Split. Karena
skema PSC Gross Split memiliki pembagian split tersendiri maka perlu ditentukan
besaran variable split dan progresive split yang kemudian akan ditambahkan ke
dalam base split.
Tabel 4.9 Base Split

Pemerintah Kontraktor

Minyak 57% 43%

Tabel 4.10 Adjustment Split

No. Deskripsi Status Tambahan Split

1. Block Status POD II 3%

2. Field Location On Shore 0%

3. Reservoir Depth <2500 m (1290 0%


m)
4. Infrastructure Well Developed 0%

5. Reservoir Condition Conventional 0%

6. CO2 Content 0 (<5%) 0%

7. H2S Content 0 ppm (<100 0%


ppm)
8. API Gravity 25.7 (>25 API) 0%

9. Local Content 60% (50 <= to 3%


70%)
No. Deskripsi Status Tambahan Split

10. Production Phase Sekunder 6%

11. Oil Price 35 USD/bbl 12.5%

12. Cumulative Production 29.6 MMBOE 10%

Total 19.75%

Total dengan Base Split 77.50%

Dari tabel 4.10 diperoleh penyesuaian split terhadap kontraktor menjadi 68.75%.
Variable split dipengaruhi oleh karakteristik lapangan, sedangkan progressive split

Universitas Pertamina - 39
dipengaruhi oleh jumlah produksi, tahap produksi, serta harga minyak yang
berlaku saat itu. Besaran pajak yang dikenakan terhadap kontraktor sebesar 40%.
Setelah dilakukan penyesuaian split terhadap kontraktor, maka dapat dihitung
cashflow dari lapangan Xyz.

Gambar 4.3 Chart PSC Gross Split

Dari hasil perhitungan skema PSC Gross Split pada gambar 4.3 terhadap lapangan
Xyz diperoleh hasil Gross Revenue yang sama dengan PSC Cost Recovery, yaitu
sebesar 873,935.20 MUSD. Dari hasil penyesuaian split yang telah dilakukan
sebelumnya sebesar 77.50% maka bagian kontraktor dari Gross Revenue sebesar
677,299.78 MUSD. Pada skema PSC Gross Split tidak ada pemulihan biaya, maka
biaya yang diperlukan selama kontrak dibayarkan sendiri oleh kontraktor sebesar
291,756.62 M$. Sehingga perolehan kontraktor yang telah dikurangi pajak sebesar
211,085.90 M$. Untuk pihak pemerintah sendiri sebesar 371,092.68 M$ setelah
ditambahkan pendapatan dari pajak. Dari hasil perhitungan tersebut dapat
dihitung cashflow pada lapangan Xyz dengan skema PSC Gross Split.
Tabel 4.11 Total Cashflow PSC Gross Split

Total Cashflow 79,255.73 MUSD

Universitas Pertamina - 40
Gambar 4.4 Profile Cashflow PSC Gross Split

Sama halnya dengan perhitungan dengan skema PSC Cost Recovery


sebelumnya, setelah diperoleh cashflow maka dapat menentukan indikator
keekonomian pada lapangan Xyz dengan skema PSC Gross Split. Indikator
keekonomian tersebut meliputi NPV (Net Present Value), POT (Pay Out Time), DPI
(Discounted Profitability Index), serta IRR (Internal Rate of Return). Besaran NPV
yang dikenakan juga sebesar 10%.
Tabel 4.12 Indikator Keekonomian PSC Gross Split

Indikator Keekonomian

NPV@10% 72,050.67 MUSD

IRR 45.57 %

POT 2.38 Year

DPI 2.27

Dari hasil indikator keekonomian pada tabel 4.12 NPV dengan besaran 10%
yang diperoleh setelah masa kontrak berakhir sebesar 72,050.67 MUSD.
Sedangkan IRR sebesar 45.57% yang berarti kontrak tersebut layak untuk
dieksekusi. Untuk POT pertama kali dicapai saat kontrak memasuki tahun ke 3
sejak kontrak dimulai. Lalu untuk DPI sebesar 2.27. Dengan hasil tersebut, maka
proyek terhadap lapangan Xyz juga layak dilaksanakan dengan menggunakan
skema PSC Gross Split.

Universitas Pertamina - 41
4.4 Perbandingan Skema PSC
Selanjutnya dilakukan perbandingan antara hasil dari skema PSC Cost Recovery
dan PSC Gross Split. Perbandingan dilakukan terhadap Cashflow, Goi Take,
Contractor Take, hingga indikator keekonomian. Dilakukan perbandingan terhadap
kedua GOI Take dan Contractor Take .
Tabel 4.13 Perbandingan Take Antar PSC

PSC Cost Recovery PSC Gross Split

GOI Take 211,085.90 MUSD 371,092.68 MUSD

Contractor Take 343,753.81 MUSD 211,085.90 MUSD

Terlihat dari hasil tersebut bahwa pendapatan yang diperoleh pihak pemerintah
maupun kontraktor lebih besar menggunakan skema PSC Cost Recovery, namun hal
itu tidak cukup menjadi bukti bahwa PSC Cost Recovery layak untuk diterapkan.
Selanjutnya dilakukan perbandingan terhadap cashflow antar kedua skema
PSC.
Tabel 4.14 Perbandingan Cashflow

Cashflow

Cashflow PSC Cost Recovery 23,130.25 MUSD

Cashflow PSC Gross Split 79,255.73 MUSD

Dengan profil cashflow tiap tahun dari kedua skema PSC.

Universitas Pertamina - 42
Gambar 4.5 Profile Cashflow Lapangan Xyz

Dari perbandingan cashflow antar skema PSC tersebut, skema PSC Gross Split
memberikan cashflow yang jauh lebih besar dibandingkan dengan cashflow
dengan menggunakan skema PSC Cost Recovery.
Yang terakhir melakukan perbandingan terhadap indikator keekonomian dari
kedua skema PSC yang.
Tabel 4.15 Perbandingan Indikator Keekonomian

Indikator Keekonomian

Cost Recovery Gross Split

NPV@10% 21,027.50 72,050.67 MUSD

IRR 31.38 45.57 %

POT 2.68 2.38 Year

DPI 1.37 2.27

Dari tabel 4.15 terlihat bahwa kontrak pada lapangan Xyz dengan skema PSC Gross
Split lebih layak untuk dieksekusi dibandingkan dengan menggunakan skema PSC
Cost Recovery.

4.5 Analisis Sensitivitas


Analisis sensitivitas berfungsi untuk memprediksi resiko yang mungkin terjadi
selama kontrak berlangsung. Analisis dilakukan terhadap skema PSC Gross Split

Universitas Pertamina - 43
dengan indikator keekonomian NPV dan IRR. Dari kedua indikator keekonomian
tersebut akan dilakukan perubahan terhadap harga minyak, total produksi, CAPEX,
serta OPEX dimana dari masing-masing mengalami peningkatan dan penurunan
sebesar -25%, 0%, dan 25%.

Gambar 4.6 Spider Diagram NPV Gross Split

Dari diagram pada gambar 4.7 bahwa indikator yang paling mempengaruhi
terhadap NPV pada skema PSC Gross Split adalah harga minyak dan total produksi
saat memperoleh peningkatan sebesar 25%.

Gambar 4.7 Spider Diagram IRR Gross Split

Pada gambar 4.8, indikator yang memiliki pengaruh paling tinggi terhadap IRR
adalah CAPEX dengan penurunan sebesar 25%.

Universitas Pertamina - 44
Pada skema PSC Cost Recovery juga dilakukan hal yang serupa yaitu analisis
sensitivitas pada NPV.

Gambar 4.8 Spider Diagram NPV Cost Recovery

Dari gambar 4.9 bahwa harga minyak dengan peningkatan 25% memiliki pengaruh
yang paling signifikan terhadap NPV dengan skema PSC Cost Recovery. Lalu
dilakukan untuk hasil sensitivitas IRR.

Gambar 4.9 Spider Diagram IRR Cost Recovery

Dari gambar 4.10 diketahui bahwa penurunan CAPEX sebesar 25% memiliki
pengaruh yang paling signifikan terhadap IRR dengan skema PSC Cost Recovery.

Universitas Pertamina - 45
4.6 Pembahasan
Lapangan Xyz merupakan lapangan dengan masa kontrak selama 20 tahun
dimulai tahun 2020 hingga 2040. Dengan adanya skema baru yaitu PSC Gross Split
yang menggantikan skema PSC Cost Recovery, maka lapangan ini dilakukan analisis
dan perhitungan dengan kedua skema tersebut. Hasil dari analisis dan perhitungan
dari kedua skema tersebut dapat menentukan apakah skema PSC Gross Split layak
untuk menjadi pengganti skema PSC Cost Recovery yang telah diterapkan sejak
tahun 1960an hingga akhir tahun 2016. Pada skema PSC Gross Split perbedaan yang
sangat mencolok yaitu absennya biaya pemulihan seperti yang ada pada skema PSC
Cost Recovery. Tak hanya absennya biaya pemulihan, perbedaan mencolok lainya
yaitu adanya variabel split dan progresif split yang memungkinkan pihak
kontraktor untuk mendapatkan split lebih daripada base split yang berlaku. Pada
perhitungan hasil pendapatan, skema PSC Gross Split juga lebih sederhana
dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery.
Melalui perhitungan dari kedua skema tersebut, diperoleh besaran cashflow
yang lebih tinggi dengan menggunakan skema PSC Gross Split sebesar 79,255.73
MUSD dibandingkan dengan skema PSC Cost Recovery yang hanya sebesar
23,130.25 MUSD. Untuk nominal take yang diperoleh pihak pemerintah dan
kontraktor lebih besar dengan skema PSC Cost Recovery yang masing-masing
sebesar 530,181.38 MUSD dan 343,753.81MUSD. Untuk perolehan pemerintah
dan kontraktor dengan skema PSC Gross Split sebesar 371,092.68 MUSD dan
211,085.90 MUSD.
Namun untuk melihat kelayakan skema PSC Gross Split sebagai pengganti
skema PSC Cost Recovery tidak hanya dapat dilihat dari cashflow dan nominal take
dari masing-masing pihak. Dilihat pada tabel 4.15, indikator keekonomian skema
PSC Gross Split jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil dari skema PSC Cost
Recovery. Untuk NPV dengan suku bunga 10%, nominal yang diperoleh dengan
skema PSC Gross Split mencapai 72,050.67 MUSD, sedangkan dengan skema PSC
Cost Recovery sebesar 21,027.50 MUSD. Untuk IRR dengan skema PSC Gross Split
memperoleh persentase sebesar 45.57%, lebih tinggi dibandingan dengan IRR
skema PSC Cost Recovery yang mencapai 31.38%. Untuk POT skema PSC Gross Split
juga lebih cepat yaitu pada 2.38 tahun semenjak kontrak dimulai, sedangkan POT
dengan skema PSC Cost Recovery baru diperoleh pada 2.68 tahun semenjak kontrak
dimulai. Sedangkan untuk DPI dengan skema PSC Gross Split juga lebih tinggi
sebesar 2.27, sedangkan untuk skema PSC Cost Recovery sebesar 1.37.
Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas dengan menggunakan spider
diagram. Analisis diperlukan untuk mengetahui parameter yang memiliki
pengaruh signifikan serta mengetahui dampak dari resiko yang mungkin terjadi
dikemudian hari. Pada masing-masing NPV dan IRR dari tiap skema juga dilakukan
analisis sensitivitas. Analisis dilakukan dengan meningkatkan serta menurunkan
harga minyak, total produksi, CAPEX, dan OPEX sebesar -25%, 0%, dan +25%. Pada
gambar 4.6 menunjukan NPV pada skema PSC Gross Split masih berada di area
positif, pada diagram tersebut juga indikator harga paling sensitif terhadap NPV.
Meskipun pada penurunan harga sebesar dari kondisi awal, proyek pada lapangan
Xyz tetap layak untuk dijalankan. NPV pada skema PSC Cost Recovery yang
ditunjukan oleh gambar 4.8 masih menunjukan NPV positif meskipun terjadi

Universitas Pertamina - 46
penuruan harga minyak dan tetap layak untuk dijalankan. Untuk IRR pada skema
PSC Gross Split ditunjukan oleh gambar 4.7, pada diagram tersebut menunjukan
bahwa CAPEX dan harga minyak yang paling sensitif serta pada diagram tersebut
juga masih menunjukan kelayakan karena masih berada di area positif. Pada skema
PSC Cost Recovery gambar 4.9 juga masih menunjukan IRR yang berada pada area
positif meskipun terdapat terdapat peningkatan terhadap CAPEX.

Universitas Pertamina - 47
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan kedua skema terhadap lapangan Xyz penulis dapat memberikan
kesimpulan :
1. Tidak adanya mekanisme Cost Recovery pada skema PSC Gross Split. Pembagian
hasilnya tidak melalui mekanisme FTP atau pun ETS, namun langsung dari
Gross Revenue dengan besaran split sesuai dengan base split ditambah variable
split dan progressive split.
2. Tujuan utama perubahan PSC Cost Recovery menuju PSC Gross Split untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas industri migas di Indonesia.
3. Hasil dari perhitungan menunjukan bahwa dengan skema PSC Gross Split
cashflow kontraktor mencapai 72,050.67 MUSD, namun apabila dengan skema
PSC Cost Recovery cashflow kontraktor hanya sebesar 21,027.50 MUSD. Hal
tersebut berarti kontraktor akan jauh lebih untung apabila menggunakan
skema PSC Gross Split.
4. Untuk NPV sensitif terhadap perubahan harga minyak dan produksi. Untuk IRR
sensitif terhadap CAPEX dan harga minyak.
5. Pada lapangan Xyz skema yang paling baik dengan menggunakan skema PSC
Gross Split dengan indikator keekonomian NPV 72,050.67 MUSD, IRR 45.57%,
POT 2.38 tahun, dan DPI 2.27.

5.2 Saran
Pada laporan Tugas Akhir ini penulis dapat memberi saran :
1. Gunakan parameter harga minyak yang mendekati kondisi sebenarnya agar
hasil perhitungan juga dapat menggambarkan tingkat keekonomian pada
waktu tersebut.
2. Selalu ikuti perkembangan tentang regulasi migas di Indonesia khususnya yang
diterbitkan oleh Kementrian ESDM.
3. Lakukan peningkatan atau penurunan harga migas agar dapat memberikan
hasil yang signifikan terhadap hasil perhitungan dan analisis sensitivitas.

Universitas Pertamina - 50
DAFTAR PUSTAKA

Hernandoko, A. (2018). Implikasi Berubahnya Kontrak Bagi Hasil (Product Sharing Contract) Ke
Kontrak Bagi Hasil Gross Split Terhadap Investasi Minyak Dan Gas Bumi Di Indonesia.
Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Johnston, D. (2003). International Exploration Economics, Risk, and Contract Analysis. Pennwell
Books.
Lubiantara, B. (2012). Ekonomi migas: Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lubiantara, B. (2017). Paradigma Baru Pengelolaan Sektor Hulu Migas Dan Ketahanan Energi.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nurtjahyo, P. (2017). Menjawab Keraguan Terhadap Gross Split.
Pemerintah Indonesia. (2019, December 10). Ketika Rezim Cost Recovery Jadi Opsi Lagi. Diambil
kembali dari Portal Informasi Indoesia: https://www.indonesia.go.id/narasi/indonesia-
dalam-angka/ekonomi/ketika-rezim-cost-recovery-jadi-opsi-lagi
Peraturan Menteri ESDM No. 52. (2017). Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun
2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Peraturan Menteri ESDM No. 8. (2017). Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Fawa’id Kharisma Khabib NIM : 101316036


Nama Pembimbing : Dr. Jati Arie Wibowo NIP : 116143

No. 1 Hari/Tanggal: Selasa, 4 Februari 2020


Hal yang menjadi perhatian :
- Penyusunan proposal
- Pemilihan tema
- Fokus bahasan tema

Paraf Pembimbing:
No. 2 Hari/Tanggal: Selasa, 11 Februari 2020
Hal yang menjadi perhatian:
- Perbaikan proposal
- Pemilihan bahasan tugas akhir

Paraf Pembimbing:
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Fawa’id Kharisma Khabib NIM : 101316036


Nama Pembimbing : Dr. Jati Arie Wibowo NIP : 116143

No. 3 Hari/Tanggal: Kamis, 20 Februari


Hal yang menjadi perhatian :
- Penyusunan Tugas Akhir
- Penentuan isi terkait BAB 1

Paraf Pembimbing:

No. 4 Hari/Tanggal: Rabu, 26 Februari


Hal yang menjadi perhatian:
- refrensi daftar pustaka
- refrensi penyusunan tugas akhir

Paraf Pembimbing:
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Fawa’id Kharisma Khabib NIM : 101316036


Nama Pembimbing : Dr. Jati Arie Wibowo NIP : 116143

No. 5 Hari/Tanggal: Selasa, 10 Maret 2020


Hal yang menjadi perhatian :
- perbaikan/revisi tugas akhir
- penentuan data
- penentuan metode

Paraf Pembimbing:
No. 6 Hari/Tanggal: Jumat, 5 Juni 2020
Hal yang menjadi perhatian:
- laporan perkembangan tugas akhir
- perbaikan pada simulasi yang dilakukan di ms. excel

Paraf Pembimbing:
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN
PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Nama Mahasiswa : Fawa’id Kharisma Khabib NIM : 101316036


Nama Pembimbing : Dr. Jati Arie Wibowo NIP : 116143

No. 7 Hari/Tanggal: Rabu, 10 Juni 2020


Hal yang menjadi perhatian :
- perbaikan pada fiscal terms PSC
- perbaikan pada CAPEX

Paraf Pembimbing:
No. 8 Hari/Tanggal: Sabtu, 13 Juni 2020
Hal yang menjadi perhatian:
- perbaikan pada split Cost Recovery
- penyesuaian fiscal terms
- perbaikan grossed up

Paraf Pembimbing:
Tabel A.1 Perbandingan Cashflow

Cash Flow
Cost Recovery Gross Split
2020 (20,600.00) (20,600.00)
2021 9,221.85 4,517.33
2022 5,878.74 9,985.44
2023 3,577.83 7,085.58
2024 3,005.75 6,466.60
2025 5,125.07 5,841.23
2026 1,448.83 6,058.02
2027 2,531.03 8,648.03
2028 2,318.09 7,971.43
2029 2,436.93 7,856.94
2030 2,193.66 7,007.63
2031 49.44 4,861.77
2032 789.20 4,299.62
2033 650.92 3,576.42
2034 850.82 2,388.71
2035 734.75 2,593.53
2036 594.46 2,133.92
2037 1,003.86 3,405.43
2038 791.67 3,095.85
2039 320.88 1,254.82
2040 206.48 807.45
Total 23,130.25 79,255.73

Anda mungkin juga menyukai