Resep Obat
Resep Obat
ILMU RESEP
Halaman
DAFTAR ISI ii
BAB I :
SUPPOSITORIA
A. Pengerti
an
B. Macam
–
Macam
Supposit
oria
C. Keuntun
gan
Supposit
oria
D. Tujuan
Penggun
aan
Obat
Bentuk
Supposit
oria
E. Bahan
dasar
Supposit
oria
F. Metoda
Pembuat
an
Supposit
oria
G. Pengem
asan
Supposit
oria
H. Pemerik
saan
Mutu
Supposit
oria
I. Ovulae /
Ovula
BAB II : TABLET
/ COMPRESSI
A. Pengerti
an
B. Penggol
ongan
ii
C. Komponen Tablet 10
D. Cara Pembuatan Tablet
10
E. Macam – Macam
Kerusakan Pada
Pembuatan Tablet 11
F. Syarat – Syarat Tablet
Menurut F.I. ed. III & F.I.,
ed. IV 12
G. Implants / Implan 14
BAB V : INFUNDABILIA
A. Pengertian 40
B. Tujuan Pemberian Infus
Intravena 40
C. Perbedaan Injeksi Dengan
Infus Intravena 40
D. Syarat-syarat Infus
Intravena 40
iii
BAB VI : AEROSOL
A. Pengertian 41
B. Keuntungan Pemakaian Aerosol 41
C. Jenis / Sistem Aerosol 41
D. Kelengkapan / Komponen Aerosol 42
E. Pembuatan Aerosol 42
F. Formulasi Aerosol 43
G. Cara Kerja Aerosol 43
H. Pemeriksaan 43
I. Penandaan Menurut F.I. ed. IV 44
J. Signatura Pada Aerosol 44
K. Inhalation / Inhalasi 44
DAFTAR PUSTAKA 44
BAB I
SUPPOSITORIA
A. Pengertian
Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau urethra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut dalam suhu
tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat
terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.
B. Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya :
1. Rektal Suppositoria sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru digunakan lewat rektal atau
anus, beratnya menurut FI.ed.IV kurang lebih 2 g.
Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keuntungan, yaitu bila bagian yang besar
masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka Suppositoria akan tertarik masuk dengan
sendirinya.
2. Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat vagina, berat
umumnya 5 g.
Supositoria kempa atau Supositoria sisipan adalah Supositoria vaginal yang dibuat dengan cara
mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam
gelatin lunak.
Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut / bercampur dalam
air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g. Supositoria dengan bahan dasar gelatin
tergliserinasi (70 bag. gliserin, 20 bag. gelatin dan 10
bag. air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 0 C
3. Urethral Suppositoria (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra, bentuk batang panjang antara 7
cm - 14 cm.
C. Keuntungan Suppositoria
Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria dibanding peroral, yaitu
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat
daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
1
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal ialah :
1. Faktor fisiologis :
Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas daparnya rendah. Epitel
rektum keadaannya berlipoid (berlemak), maka diutamakan permeable
terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut dalam lemak).
Bahan dasar Suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Padat pada suhu kamar, sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tapi akan
melunak pada suhu rektal dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan pemisahan obat.
5. Kadar air cukup
6. Untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus jelas.
- Lemak coklat merupakan trigliserida, berwarna kekuningan, bau yang khas dan bersifat
polimorfisme ( mempunyai banyak bentuk kristal ). Jika dipanasi sekitar 30 0 C mulai mencair dan
biasanya meleleh sekitar 340 - 350 C, tetapi suhu dibawah 300 C merupakan masa semi-padat.
Jika pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan
kehilangan semua inti kristal yang stabil yang berguna untuk memadat. Bila didinginkan di bawah
suhu 150 C, akan mengkristal dalam bentuk kristal metastabil. Agar mendapatkan Suppositoria
yang stabil, maka pemanasan lemak coklat sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh saja
sampai dapat dituang, sehingga tetap mengandung inti kristal dari bentuk stabil.
- Untuk meninggikan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan Cera atau Cetasium (
Spermaseti ). Penambahan Cera flava tidak boleh lebih dari 6 % sebab akan memperoleh
campuran yang mempunyai titik lebur di atas 37 0 C dan tidak boleh kurang dari 4 % karena akan
memperoleh titik lebur di bawah titik leburnya ( < 33 0 C ). Jika bahan obatnya merupakan larutan
dalam air, perlu diperhatikan bahwa lemak coklat hanya sedikit menyerap air, maka dengan
penambahan Cera flava dapat juga menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air.
- Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat digunakan tambahan sedikit
Kloralhidrat atau fenol, minyak atsiri.
- Lemak coklat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh
karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati.
- Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang tidak dapat
diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk rektal karena disolusinya lambat.
- Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat, dapat dibuat dengan mencampurkan bahan obat
yang dihaluskan ke dalam minyak lemak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan
dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan cara meleburkan minyak lemak dengan
obat kemudian dibiarkan sampai dingin di dalam cetakan. Harus disimpan dalam wadah tertutup
baik, pada suhu dibawah 300 C.
Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar Ol.Cacao sebaiknya dihindari karena :
Menyebabkan reaksi antara obat-obat dalam Suppositoria.
Mempercepat tengiknya Ol.Cacao
Bila airnya menguap, obat tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari
Suppositoria.
Keburukan Ol.Cacao sebagai bahan dasar Suppositoria.
Meleleh pada udara yang panas
Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama
Titik leburnya dapat turun atau naik bila ditambahkan bahan tertentu
Adanya sifat Polimorfisme
Sering bocor (keluar dari rektum karena mencair) selama pemakaian
Tidak dapat bercampur dengan sekresi.
Karena ada beberapa keburukan Ol.Cacao tersebut, maka dicari pengganti Ol.Cacao sebagai
bahan dasar Suppositoria yaitu :
1. Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang dapat diatur.
2. Campuran cetilalkohol dengan Ol.Amygdalarum dalam perbandingan = 17 : 83
3. Ol.Cacao sintetis : Coa buta , Supositol
- PEG merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul antara 300 - 6000 Dalam
perdagangan terdapat : PEG 400 (Carbowax 400), PEG 1000 (carbowax 1000),
PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di
bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam.
- PEG sesuai untuk obat antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik , lebih baik
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik agar diperoleh ketersediaan hayati yang
maksimum. Meskipun bentuk nonionik dapat dilepaskan dari bahan dasar yang dapat bercampur
dengan air seperti gelatin tergliserinasi atau PEG, tetapi cenderung sangat lambat larut sehingga
dapat menghambat pengelepasan obat.
- Pembuatan Suppositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu
dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat.
- Dalam farmakope Belanda terdapat formula Suppositoria dengan bahan dasar Gelatin. yaitu :
panasi 2 bagian Gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian Gliserin sampai diperoleh massa yang
homogen. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian. Biarkan massa cukup dingin dan
tuangkan dalam cetakan hingga diperoleh Suppositoria dengan berat 4 gram. Obat yang
ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau Gliserin yang disisakan dan
dicampurkan pada massa yang sudah dingin.
G. Pengemasan Suppositoria
1. Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap Suppositoria terpisah, tidak mudah hancur atau
meleleh.
2. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil atau strip plastik sebanyak 6 sampai
12 buah, untuk kemudian dikemas dalam dus.
3. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk.
I. Ovulae / Ovula
Ovula adalah sediaan padat , umumnya berbentuk telur mudah melemah (melembek) dan
meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut dan digunakan sebagai obat luar khusus untuk vagina.
Sebagai bahan dasar ovula harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.
Sebagai bahan dasar dapat digunakan lemak coklat atau campuran PEG dalam berbagai
perbandingan. Bobot ovula adalah 3 - 6 gram, umumnya 5 gram. Ovula disimpan dalam wadah
tertutup baik dan ditempat yang sejuk.
BAB II
TABLET / COMPRESSI
A. Pengertian
Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar
yang digunakan untuk obat hewan besar.
Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih / gepeng, bundar, segitiga, lonjong dan
sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari / mencegah / menyulitkan
pemalsuan dan agar mudah dikenal orang . Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna
kemungkinan karena zat aktifnya berwarna, tetapi ada tablet yang sengaja diberikan warna dengan
maksud agar tablet lebih menarik, mencegah pemalsuan, membedakan tablet yang satu dengan
tablet yang lain.
Etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet / zat aktif yang terkandung, jumlah zat
aktif ( zat berkhasiat ) tiap tablet.
B. Penggolongan
1. Berdasarkan metode pembuatan :
a. Tablet cetak
b. Tablet kempa.
a. Tablet cetak
Dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi umumnya mengandung laktosa dan serbuk sukrosa
dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk dibasahi dengan etanol prosentase tinggi . Kadar
etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem pelarut dan derajat
kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab ditekan dengan tekanan rendah ke
dalam lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh,
sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan pendistribusian. Kepadatan tablet tergantung
pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung
pada kekuatan tekanan yang diberikan.
b. Tablet kempa
Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja.
Umumnya tablet kempa mengandung bahan zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat,
desintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna dan lak ( pewarna
diabsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut ) yang diizinkan, bahan pengaroma
dan bahan pemanis.
Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silendris,
digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.
Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut
sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih dahulu sebelum digunakan untuk injeksi
hipodermik.
Tablet Sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah, sehingga zat aktif
diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral atau jika diperlukan
ketersediaan obat yang cepat seperti halnya tablet nitrogliserin.
Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
Tablet effervesent yang larut dibuat dengan cara dikempa; selain zat aktif, juga mengandung
campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan Natrium bikarbonat, yang
jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida ; disimpan dalam wadah tertutup rapat
atau dalam kemasan tahan lembab, pada etiket tertera tidak untuk langsung ditelan.
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan rasa enak dalam
rongga mulut. Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin, antasida dan
antibiotik tertentu. Dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan manitol, sorbitol atau
sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung bahan pewarna dan bahan
pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa.
2) Melicinkan (smoothing)
Adalah proses agar tablet menjadi bulat dan licin, menggunakan smoothing syrup.
3) Pewarnaan (coloring)
Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampur pada sirup pelicin.
4) Penyelesaian (finishing)
Proses terakhir dari penyalutan tablet, yaitu pengeringan salut sehingga terbentuk hasil
akhir yang licin.
5) Pengilapan (polishing)
Yaitu proses yang menghasilkan tablet salut menjadi mengkilap, dengan
menggunakan cera.
b. Tablet salut selaput (film coated tablet / fct), disalut dengan hidroksipropil metilselulosa, metil
selulosa, hidrosi propil selulosa, Na-CMC dan campuran selulosa asetat ftalat dengan P.E.G
yang tidak mengandung air atau mengandung air.
c. Tablet salut kempa : Tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat yang terdiri
dari laktosa, kalsium fosfat dan zat lain yang cocok. Mula-mula dibuat tablet inti, kemudian
dicetak kembali bersama granulat kelompok lain sehingga terbentuk tablet berlapis ( multi layer
tablet ). Tablet ini sering dipergunakan untuk pengobatan secara repeat action.
d. Tablet salut enterik (enteric coated tablet ), (tablet lepas-tunda) jika obat dapat rusak atau inaktif
karena cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, diperlukan penyalut enterik yang
bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.
e. Tablet lepas-lambat (sustained release), (efek diperpanjang, efek pengulangan dan lepas
lambat) dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu
setelah obat diberikan.
b. Tablet kunyah (chewable tablet) : Bentuk seperti tablet biasa, caranya dikunyah dulu dalam mulut
kemudian ditelan., rasanya umumnya tidak pahit.
c. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles ) : adalah sediaan padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma, dan manis, yang membuat tablet
melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut. Tablet ini dibuat dengan cara tuang ( dengan
bahan dasar gelatin dan atau sukrosa yang dilelehkan atau sorbitol ) disebut Pastilles atau
dengan cara kempa tablet menggunakan bahan dasar gula disebut Trochisi. Dihisap di
dalam rongga mulut, digunakan sebagai obat lokal pada infeksi di rongga mulut atau
tenggorokan. Umumnya mengandung antibiotik, antiseptik, adstringensia.
d. Tablet larut (effervescent tablet) : Contohnya Ca-D-Redoxon , Supradin Effervescent tablet.
e. Tablet implantasi (pelet): Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan bersi hormon steroid,
dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian tablet dimasukkan,
kemudian kulit dijahit kembali. Zat khasiat akan dilepas perlahan-lahan.
f. Tablet hipodermik (hypodermic tablet) : tablet steril, berat umumnya 30 mg, larut dalam air
digunakan dengan cara melarutkan ke dalam air untuk injeksi secara aseptik dan disuntikkan di
bawah kulit ( subcutan ).
g. Tablet bukal (buccal tablet)
h. Tablet sublingual
i. Tablet vagina (Ovula)
C. Komponen Tablet
Komponen / formulasi tablet kempa terdiri dari zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat,
desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna dan lak ( bahan warna yang
diadsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut ) yang diizinkan, bahan pengaroma dan
bahan pemanis.
3. Ajuvans
a. Bahan pewarna (colour) dan lak berfungsi meningkatkan nilai estetika atau untuk identitas
produk. Misalnya zat pewarna dari tumbuhan.
b. Bahan pengharum (flavour) berfungsi menutupi rasa dan bau zat khasiat yang tidak enak
(tablet isap Penisillin), biasanya digunakan untuk tablet yang penggunaannya lama di mulut.
Misalnya macam-macam minyak atsiri.
Cara pembuatan tablet dibagi menjadi 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau
mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan
aliran campuran dan atau kemampuan kempa.
Granulasi basah,
Dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi dan zat penghancur sampai homogen,
lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan pewarna. Setelah itu
diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 400 - 500 C ( tidak
lebih dari 600 C ) . Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang
diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin / lubrikan dan dicetak menjadi tablet dengan mesin
tablet.
Cara granulasi basah menghasilkan tablet yang lebih baik dan dapat disimpan lama dibanding
cara granulasi kering.
3. Whiskering : terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan, terjadi pelelehan zat aktif
saat pencetakan pada tekanan tinggi . Akibatnya pada penyimpanan dalam botol-botol, sisi-sisi
yang lebih akan lepas dan menghasilkan bubuk.
4. Spliting/caping
Spliting : lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian tengah. Caping
: membelahnya tablet di bagian atasnya
Penyebabnya adalah :
a. Daya pengikat dalam massa tablet kurang.
b. Massa tablet terlalu banyak fines, terlalu banyak mengandung udara sehingga setelah dicetak
udara akan keluar.
c. Tenaga yang diberikan pada pencetakan tablet terlalu besar, sehingga udara yang
berada di atas massa yang akan dicetak sukar keluar dan ikut tercetak.
d. Formulanya tidak sesuai
e. Die dan punch tidak rata
5. Motling : terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan tablet.
6. Crumbling : tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurang tekanan pada
pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang.
Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet
dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman kandungan. Keragaman bobot bukan
merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian
kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung
zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus
memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet. (
FI.ed.IV )
Cara bekerjanya :
Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit.
Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali
fragmen berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih
dari 60 menit menit untuk tablet bersalut gula dan bersalut selaput.
Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet satu per satu,
kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan pengujian ini
tablet harus memenuhi syarat di atas.
G. Implants / Implan
Implan atau pelet adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil, berisi obat
dengan kemurnian tinggi, dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan.
Implan dimaksudkan untuk ditanam di dalam tubuh (subkutan) dengan tujuan
memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama.
Implan ditanam dengan bantuan injektor khusus (tracor) atau dengan sayatan bedah. Implan
biasanya mengandung hormon seperti testosteron atau estradiol yang dikemas dalam vial atau
lembaran kertas timah steril.
BAB III
STERILISASI
A. Pengertian
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak menimbulkan penyakit),
baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam
keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang
kuat)
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang
dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh. Mikroba yang patogen misalnya
Salmonella typhosa yang menyebabkan penyakit typus, E.coli yang menyebabkan penyakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril.
Sedangkan sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat..
Contoh :
Alat :
Oven yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan lubang
tempat keluar masuknya udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau listrik.
2. Pemijaran
Memakai api gas dengan nyala api tidak berwarna atau api dari lampu spiritus. Cara ini sangat
sederhana, cepat dan menjamin sterilitas bahan / alat yang disterilkan, sayang penggunaannya
hanya terbatas untuk beberapa alat / bahan saja.
Syarat :
Seluruh permukaan alat harus berhubungan langsung dengan api selama tidak kurang dari 20 detik.
Contoh :
1. Sterilisasi uap menurut FI.ed.IV.
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk
media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121 0 , kecuali dinyatakan lain.
Alat :
Disebut otoklaf, yaitu suatu panci logam yang kuat dengan tutup yang berat, mempunyai lubang
tempat mengeluarkan uap air beserta krannya, termometer, pengatur tekanan udara, klep
pengaman.
Cara bekerja :
Otoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar. Pengusiran udara pada otoklaf
berdinding dua, uap air masuk dari bagian atas dan udara keluar dari bagian bawah yang dapat
ditunjukkan pada gelembung yang keluar dari ujung pipa karet dalam air.
Setelah udara bersih, bahan yang akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih, tutup otoklaf
dan dikunci, ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik sesuai dengan yang dikehendaki.
Atur klep pengaman supaya tekanan stabil.
Setelah sterilisasi selesai, otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan tekanan
atmosfir. Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding dengan pemanasan basah yang lain, karena
suhunya lebih tinggi.
3. Tyndalisasi / Pasteurisasi.
Digunakan pada bahan obat yang tidak tahan pemanasan tinggi dan tidak dapat disaring dengan
penyaring bakteri ( emulsi, suspensi ).
Caranya :
Panaskan pada suhu 700 - 800 selama 40 – 60 menit, untuk mematikan mikroba bentuk vegetatifnya.
Diamkan pada suhu 300 selama 24 jam , untuk membiarkan mikroba bentuk spora berubah menjadi
bentuk vegetatif. Ulangi pemanasan selama 3 – 5 hari berturut- turut.
4. Dengan uap air pada suhu 1000 .
Alat : Semacam dandang. Alat yang akan disterilkan harus dimasukkan setelah mendidih dan
kelihatan uapnya keluar.
Keuntungan : uap air yang mempunyai daya bakterisida lebih besar jika dibanding dengan
pemanasan kering karena mudah menembus dinding sel mikroba dan akan menggumpalkan zat
putih telurnya.
2. Antiseptika :
Suatu zat anti mikroba yang biasa digunakan secara topikal / lokal pada tubuh manusia ;
dapat mencegah pembiakan bakteri.
Bakteriostatika : mencegah pertumbuhan fungi / cendawan / jamur.
Zat pengawet : mencegah pertumbuhan bakteri dan cendawan dalam makanan atau
minuman.
3. Antibiotik :
Segolongan zat yang dihasilkan oleh cendawan atau bakteri yang dapat menentang /
mematikan cendawan atau bakteri lain.
Contoh :
1. Untuk bahan obat sterilisasi dapat dilakukan dengan :
Penambahan bakterisida, FI.ed.III ( cara B ).
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam larutan
klorokresol P 0,2 % b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang cocok
dalam air untuk injeksi. Isikan ke dalam wadah, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam
tiap wadah tidak lebih dari 30 ml. Panaskan pada suhu 980 sampai 1000 selama 30 menit.
Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh
isi tiap wadah berada pada suhu 980 sampai 1000 selama 30 menit. Cara ini tidak dapat
digunakan untuk sterilisasi injeksi dosis tunggal secara intravena, injeksi intratekal /
intrasisternal / peridural .
Cara-cara menyaring :
Ada 2 cara untuk menyaring , yaitu :
1. Dengan tekanan positip : larutan dalam penyaring ditekan dengan tekanan yang lebih besar
dari udara luar.
2. Dengan tekanan negatip : larutan dalam penyaring diisap (penampung di vakumkan). Udara
yang dipakai untuk itu harus udara bersih, biasanya digunakan gas nitrogen (N2) yang
dialirkan melalui kapas berlemak dalam tabung gelas atau platina yang dipanaskan.
Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu disimpan secara aseptic dalam ruang aseptic
hingga terbentuk obat / larutan injeksi dan dimasukkan ke dalam wadah secara aseptic.
BAB IV
INJECTIONES / INJEKSI
A. Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis
yang berbeda :
1. Sediaan berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan untuk
injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................
Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya :
Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection
Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air
2 Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer
atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai
memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama ,
...................Steril.
Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa
yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi.
Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
3 Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama ,......................Steril untuk Suspensi.
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa
yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat suspensi steril.
Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi.
4 Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara
intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi..........
Steril.
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa
yang cocok dan steril) .
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
5 Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan
lain, ditandai dengan nama,.......................................Untuk Injeksi.
Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan
emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk
injeksi
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ), subaraknoid. Disuntikkan
langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak ( antara 3 -4 atau 5
- 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena
sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang
belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka.
8. Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.
9. Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari 1
ml.
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar
dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil
sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan
segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan
dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama
tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin,
didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi ,
harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh
secara i.m.
Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus
memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi
efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan
dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml.
Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau
metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %
Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 % b/v, disebut
" hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9 % b/v disebut " hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel ,
sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan
menyebabkan rusaknya sel tersebut.
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk
ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan
keadaan ini bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ".
Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi
jangan sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama nilainya
dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.
Perhitungan Isotonis
Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan obat yang sama dengan tekanan
osmotis cairan tubuh kita. ( darah, air mata )
Hipotonis : tekanan osmotis larutan obat < tekanan osmotis cairan tubuh
Hipertonis : tekanan osmotis larutan obat > tekanan osmotis cairan tubuh Cara
menghitung tekanan osmose :
Banyak rumus dipakai, yang pada umumnya berdasarkan pada perhitungan terhadap
penurunan titik beku. Penurunan titik beku darah, air mata adala -0,520 C.
Larutan NaCl 0,9 % b/v adalah larutan garam fisiologis yang isotonis dengan cairan
tubuh.
Beberapa cara menghitung tekanan osmose :
a. Dengan cara penurunan titik beku air yang disebabkan 1% b/v zat khasiat (PTB)
b. Dengan cara Equivalensi NaCl
c. Dengan cara derajat disosiasi
d. Dengan cara grafik
Contoh soal :
1. Jika diketahui bahwa penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1 % b/v Asam Borat
0,288 , maka kadar asan borat dalam 300 ml larutan asan borat isotonis adalah
...............
a. 1,805 % b/v c. 5,410 % b/v
b. 0,402 % b/v d. 5,417 % b/v
Jawab :
Misalkan kadar asam borat = X%b/v
0,52 - b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,288 * X
b2
0,288 X = 0,52 X = 1,805
Jadi kadar Asam Borat = 1,805 % b/v
2. Jumlah volume larutan glukosa yang isotonis dapat dibuat jika tersedia 50 gram
glukosa ( PTB glukosa = 0,1 ), adalah...........
a. 555,6 ml b. 868,1 ml c. 892,9 ml d. 961,5 ml
Jawab :
Misalkan kadar glukosa = X % b/v
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,1 X X = 0,52/0,1 = 5,2
Jadi untuk tiap 100 cc diperlukan Glukosa sebanyak 5,2 gram. Dengan demikian apabila
Glukosa yang tersedia 50 gram, maka volume yang diperoleh sebanyak :
50 50,2
x 100 CC = 99,601 CC
3. Bila dicampur 100 ml larutan asam borat 1,8 % b/v dan 100 ml larutan garam dapur 0,9 % b/v
dan diketahui penurunan titik beku larutan disebabkan 1 % asam borat = 0,288, Natrium klorida
= 0,576 maka akan didapat larutan yang .......
a. hipotonis c. isotonis
b. hipertonis d. sangat hipertonis
Jawab :
1,8 gram 0,9 gram
C asam borat menjadi = /200 ml /100 ml 0,9 % b/v C NaCl
0,9
menjadi =
gram 0,45 gram
/200 ml /100 ml 0,45 % b/v
Jadi b1 x C + b2 x C 2 = 0,9 x 0,288 + 0,45 x 0,576
= 0,2592 + 0,2592 = 0,5184 = 0,52
Berarti b x C = 0,52 atau harga B = 0, maka larutan tersebut isotonik.
4. Jika diketahui penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% vitamin C adalah 0,104 ° C,
maka untuk membuat 500 ml larutan vitamin C isotonis diperlukan vitamin C sebanyak ......
a. 5 gram b. 10 gram c. 15 gram d. 25 gram Jawab:
Misalkan kadar Vit.C = X % b/v 0,52
- b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,104 * X
b2
0,104 X = 0,52 X=5
Jadi kadar Vit C = 5 % b/v, maka untuk 500 cc diperlukan Vit.C sebanyak 500/100 x 5 gram = 25
gram
5. R/ Methadon HCL 10 mg
mf. Isot. C. NaCl ad. 10 ml
a = 0,101 (PTB Methadon HCl) b
= 0,576 (PTB. NaCl)
Maka NaCl yang diperlukan supaya larutan isotonis adalah .. A.
0,088 g C. 0,885 g
B. 0,073 g D. tidak perlu ditambah
Jawab :
10 mg 0,100 gram
C Methadon HCL = /10 ml / 100 ml
0,1% b/v 0,52 – b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka B = 0,52 - 0,1 x 0,101
0,576
B = 0,885243
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan untuk tiap 100 cc = 0,885243 gram,
maka untuk 10 cc , bobot NaCl yang masih diperlukan adalah = 0,0885243 gram ≈ 0,088 gram
Cara Ekivalensi NaCl.
Yang dimaksud dengan ekivalen dari NaCl ( E ) adalah sekian gram NaCl yang
memberikan efek osmose yang sama dengan 1 gram dari suatu zat terlarut tertentu.
Jika E Efedrin HCl = 0,28 ; berarti tiap 1 gram Efedrin HCl 0,28 gram NaCl.
Jadi dapat dianalogikan sebagai berikut :
Ex = a ; artinya tiap 1 gram zat X ~ a gram NaCl
Ex = E ; artinya tiap 1 gram zat X ~ E gram NaCl
Jika bobot zat X = W gram maka ekivalennya adalah W x E gram NaCl
Larutan isotonis NaCl 0,9 % b/v ; artinya tiap 100 ml NaCl ~ 0,9 gram NaCl Jika
bobot NaCl = W x E gram ; maka Volume yang isotonis adalah ( W x E )100/0,9
; sehingga dapat kita rumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
V' = Volume larutan yang sudah isotonis dalam satuan ml.
W = bobot zat aktip dalam satuan gram
E = Nilai ekivalensi zat aktip
Jika Volume larutan = V ml dan Volume yang sudah isotonis = V' ml ; maka Volume yang
belum isotonis adalah (V - V') ml , sedangkan volume untuk tiap
100 ml NaCl agar isotonis ~ 0,9 gram NaCl, maka bobot NaCl ( B ) yang masih diperlukan agar
larutan menjadi isotonis adalah
( V - V ' ) x 0,9 / 100 ,
maka B = ( V - V ' ) x 0,9 / 100
atau B = ( 0,9/100 x V ) - ( 0,9/100 x V' ).
Jika V' kita ganti dengan ( W x E ) 100 / 0,9 ,
maka B = { 0,9/100 x V } – { 0,9/100 x ( W x E ) 100/0,9 }
dan akhirnya kita dapatkan rumus sebagai berikut :
Rumus-3 : B = 0,9/100 x V - ( W x E )
Keterangan :
B = bobot zat tambahan dalam satuan gram.
V = Volume larutan dalam satuan ml
W = bobot zatkhasiat dalam satuan gram
E = Ekivalensi zat aktif terhadap NaCl
Contoh Soal :
1. Bila 0,76 gram NaCl harus ditambahkan ke dalam 100 ml 1 % b/v larutan Atropin Sulfat,
maka larutan Atropin Sulfat isotonis adalah........................
a. 6,43 % b/v b. 6 % b/v c. 2 % b/v d. 1,18 % b/v
Jawab :
Cara A :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140
Artinya 1 gram Atropin sulfat ~ 0,14 gram NaCl (dalam 100 ml)
Jadi untuk larutan isotonis 0,9 gram NaCl dalam 100 ml ekivalen dengan 0,9/0,14 x 1 gram
Atropin sulfat = 6,43 gram/100 cc = 6,43 % b/v
Cara B :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140 ; dan volume 100 ml Dengan
rumus3 jika isotonis = 0,9/100 x 100 = W x 0,140 W = 0,9/0,140=
6,43
Jadi larutan Atropin Sulfat isotonisnya adalah 6,43 gram dalam 100 ml atau 6,43 % b/v
2. Hitung berapa mg NaCl yang diperlukan untuk membuat larutan 2 % b/v Morfin HCl yang
isotonis sebanyak 30 ml , jika diketahui dalam Tabel ekivalen FI untuk morfin adalah
755 , ......................
Jawab :
Dalam tabel ekivalen FI untuk Morfin HCl = 755,
artinya 1 gram Morfin HCl menyebabkan ekivalen dengan 900 mg – 755 mg =
145 mg NaCl untuk tiap 100 ml atau dengan kata lain E Morfin HCl = 0,145.
Bobot 2 % Morfin HCl dalam 30 ml larutan = 2/100 x 30 gram = 0,6 gram
Dari rumus3 ,
0,9
B=
100 V - ( W x E )
0,9
= 30 - (0,6 x 0,145) = 0,27 - 0, 087 = 0,183
100
Jadi bobot NaCl yang masih harus ditambahkan adalah 0,183 gram
3. Bobot NaCl yang harus ditambahkan pada Seng Sulfat 500 mg ( E= 0,15 ) dalam 30 ml
larutan agar larutan menjadi isotonis adalah..........................
a. 0,825 gram c. 0,150 gram
b. 0,195 gram d. 0,0825gram
0,9
= 100 – ( 1 x 0,24 + 0,5 x 0,18 )
100
= 0,9 - ( 0,24 + 0,09 ) = 0,9 - 0,33 = 0,57
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan adalah 0,57 gram
6. Untuk membuat isotonik 10 ml Guttae ophthalmicae yang mengandung 0,25 % b/v Atropin
sulfas ditambahkan NaCl sebanyak.................... (diketahui E Atropin sulfas = 0,14 )
a. 0,0055 b. 0,029 c. 0,084 d. 0,086
Jawab : Dari rumus 3 ;
0,9
B=
100 V - ( W x E)
0,9
= 10 – ( 0,025 x 0,14 )
100
= 0,09 - 0,0035 = 0,0865 ( dibulatkan 0,086 )
Jadi bobot NaCl yang ditambahkan adalah = 0,086 gram.
7. Untuk membuat 200 ml larutan isotonis yang mengandung 0,2 % b/v Zinci sulfas (
E= 0,15 ) diperlukan penambahan Acidum Boricum ( E= 0,55 ) sebanyak.........
a. 1,58 gram b. 2,91 gram c. 3,16 gram d. 3,60 gram
Jawab.
Bobot Zinci sulfas = 0,2/100 x 200 gram = 0,4 gram
Bobot Acidum Boricum misalkan X gram; maka dari rumus 3 ; 0,9
V - ( (W1 x E1) + (W2 x E2))
B=
100
Agar isotonic, maka :
0,9
0=
100 200 – ( 0,4 x 0,15 + 0,55 X )
0= 1,8 - 0,06 - 0,55 X
0,55 X = 1,74 ---> X 3,1636363 ( dibulatkan 3,163 )
Jadi Acidum Boricum yang ditambahkan adalah 3,163 gram
f) Sebagai Stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan.
Stabilisator digunakan untuk :
(1) Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
(a) Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya gas N2 atau gas CO2.
(b) Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan terhadap O 2 dari udara.
Contohnya : penambahan Na-metabisulfit / Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi
Vit.C, Adrenalin dan Apomorfin.
(2) Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas. Untuk ini dapat dengan
menambah chelating agent EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat ion logam yang
lepas dari gelas / wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
(3) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
(4) Menambah / menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam Sol.Petit,
penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.
Wadah kaca
Syarat wadah kaca :
1. Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2. Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3. Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4. Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5. Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6. Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "
Wadah plastik
Wadah dari plastik ( polietilen, polipropilen ) .
Keuntungan :
netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah
diangkut, tidak diperlukan penutup karet.
Kerugian :
dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat
ditembus gas CO2.
Wadah plastik disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.
Tutup karet
Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas / kaca. Tutup karet dibuat dari
karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus dibuat dari bahan
yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.
Syarat tutup karet yang baik adalah bila direbus dalam otoklaf, maka :
a. Karet tidak lengket / lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak melepaskan
pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum suntik dicabut.
b. Setelah dingin tidak boleh keruh.
c. Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat ( Pb-asetat ).
Cara mencuci :
mula-mula dicuci dengan detergen yang cocok, jangan memakai sabun Calsium /
Magnesium karena ion-ion itu akan mengendap pada dinding kaca. Bilas dengan air dan
rebus beberapa kali pendidihan, tiap kali pendidihan, air diganti.
Cara sterilisasi :
masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan dengan cara
sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida yang digunakan harus
sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat suntiknya dengan kadar 2 kalinya
dengan volume untuk tiap 1 gram karet dibutuhkan 2 ml.
Tutup karet yang mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam larutan
bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48 jam.
3 Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat.
Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu
disaring lagi dengan kertas saring G3.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup
dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik
tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a. memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b. menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa
berair.
5. Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal :
ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke dalam.
Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.
6 Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan masing- masing
monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.
1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang
lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa,
zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan
injeksi dan dikemas secara aseptik.
E. Pemeriksaan
Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5. Pemeriksaan keseragaman bobot.
6. Pemeriksaan keseragaman volume.
Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
1. Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
(i) Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah bawah. Wadah
yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi .
(ii) Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan
metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi
berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor,
isinya akan terisap keluar.
2. Pemeriksaan sterilitas
Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam
sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji
sterilitas, untuk zat-zat :
a. Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja
lagi.
b. Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym
Penicillinase.
Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a. Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
i. Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding digunakan
Bacillus subtilise atau Sarcina lutea.
ii. Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan memanaskan
pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai
pembanding digunakan Bacteriodes vulgatus atau Clostridium sporogenus.
b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai
perbenihan asam amino, sebagai pembanding digunakan Candida albicans Penafsiran
hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik.
3. Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam / panas. Pirogen
adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme ( bangkai mikroorganisme )
berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat badan,
dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika disuntikkan. ( reaksi
demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang
pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.
Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan penyuntikan i.v
sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara detailnya lihat FI.ed.II
)
Kerugian :
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
2. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4. Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.
BAB V
INFUNDABILIA (INFUS INTRAVENA)
A. Pengertian
Infundabilia atau Infus intravena adalah sediaan steril berupa
larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis
terhdap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif
banyak
69
C. Perbedaan Injeksi Dengan Infus Intravena
A. Pengertian
Menurut FI.ed.IV, aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan,
mengandung zat aktif terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan
ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian lokal pada hidung (aerosol
nasal) , mulut (aerosol lingual) atau paru-paru (aerosol inhalasi, ukuran partikelnya harus lebih kecil
dari 10 m , sering disebut " inhaler dosis terukur ").
Istilah " aerosol " digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari sistem bertekanan
tinggi. Sering disalah artikan pada semua jenis sediaan bertekanan, sebagian diantaranya
melepaskan busa atau cairan setengah padat.
Aerosol busa adalah emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif, surfaktan, cairan
mengandung air atau tidak mengandung air dan propelan . Jika propelan berada dalam fase internal
(misalnya m/a) akan menghasilkan busa stabil, dan jika propelan berada dalam fase eksternal
(misalnya a/m), akan menghasilkan busa yang kurang stabil.
Dalam literatur lain, aerosol adalah suatu sistem koloid lypofob (hydrofil), dimana fase
eksternalnya berupa gas atau campuran gas dan fase internalnya berupa partikel zat cair yang
terbagi sangat halus atau partikel-partikelnya tidak padat, ukuran partikel tersebut lebih kecil dari 50
m. Jika partikel internalnya terdiri dari partikel zat cair, sistem koloid itu berupa asap atau debu
Fase cair dapat terdiri dari komponen zat aktif / campuran zat aktif dan propelan cair /
komponen propelan yang dilarutkan didalamnya. Yang termasuk sistem ini antara lain :
a) Aerosol ruang (space sprays) : insektisida, deodorant.
b) Aerosol pelapis permukaan (surface coating sprays) : cat, hair sprays
Aerosol sistem dua fase ini beroperasi pada tekanan 30-40 p.s.i.g (pounds per square in gauge)
pada suhu 21o .
41
2. Aerosol sistem tiga fase :
Terdiri dari suspensi atau emulsi zat aktif, propelan cair dan uap propelan. Suspensi terdiri dari
zat aktif yang dapat didispersikan dalam sistem propelan dengan zat tambahan yang sesuai
seperti zat pembasah dan atau bahan pembawa padat seperti talk atau silika koloidal.
1. Wadah
Wadah aerosol, harus dapat memberikan keamanan tekanan maksimum dan tahan tekanan
serta tahan karat. Wadah aerosol biasanya dibuat dari kaca, plastik, atau logam, atau kombinasi
bahan-bahan ini.
Wadah kaca harus harus dapat memberikan keamanan tekanan maksimum dan tahan tekanan.
Plastik dapat digunakan untuk melapisi wadah kaca guna meningkatkan karakteristik keamanan
atau untuk melapisi wadah logam guna memperbaiki daya tahan terhadap korosi dan
memperbesar stabilitas formula.
Logam yang sesuai meliputi baja tahan karat, alumunium dan baja yang dilapisi timah.
2. Propelan
Propelan berfungsi memberikan tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan dari wadah
dan dalam kombinasi dengan komponen lain mengubah bahan ke bentuk fisik yang diinginkan.
Sebagai propelan digunakan gas yang dicairkan atau gas yang yang dimampatkan misalnya
hidrokarbon, khususnya turunan fluoroklorometana, etana, butana dan pentana (gas yang
dicairkan), CO2, N2 dan Nitrosa (gas yang dimampatkan).
Sistem propelan yang baik harus mempunyai tekanan uap yang tepat sesuai dengan komponen
aerosol lainnya.
4. Katup
Katup berfungsi mengatur aliran zat terapetik dan propelan dari wadah. Karakteristik semprotan
aerosol dipengaruhi oleh ukuran, jumlah dan lokasi lubang. Bahan yang digunakan untuk
pembuatan katup harus inert terhadap formula yang digunakan. Komponen katup umumnya
plastik, karet, alumunium dan baja tahan karat.
5. Penyemprot / Aktuator
Penyemprot atau aktuator adalah alat yang dilekatkan pada batang katup aerosol yang jika
ditekan atau digerakkan, membuka katup dan mengatur semprotan yang mengandung obat ke
daerah yang diinginkan (mengatur arah penyemprotan).
E. Pembuatan Aerosol
Pembuatan Aerosol dengan pendinginan (dingin) dan pengisian dengan tekanan
(panas).
Proses pengisian dengan pendinginan :
Konsentrat (umumnya didinginkan sampai suhu di bawah 0oC dan propelan dingin diukur
dengan wadah terbuka (biasanya didinginkan). Katup penyemprot kemudian dipasang pada
wadah hingga membentuk tutup kedap tekanan.
Pengendalian proses pembuatan biasanya meliputi pemantauan formulasi yang sesuai dan bobot
pengisian propelan serta uji tekanan dan uji kebocoran pada produk akhir aerosol.
F. Formulasi Aerosol
Formulasi aerosol terdiri dari dua komponen yang esensial :
1. Bahan obat yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan seperti pelarut, antioksidant dan
surfaktan.
2. Propelan, dapat tunggal atau campuran
Zat tambahan dan propelan tersebut sebelum diformulasikan harus diketahui betul-betul
sifat fisika-kimianya dan efek yang ditimbulkan terhadap sediaan jadi.
Tergantung dari tipe aerosol yang dipakai, aerosol farmasi dapat dibuat sebagai embun
halus, pancaran basah, busa stabil.
H. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap sediaan aerosol
1. Derajat semprotan
Derajat semprotan adalah angka yang menunjukkan jumlah bobot isi Aerosol yang
disemprotkan dalam satu satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam gram tiap detik.
2. Pengujian kebocoran
3. Pengujian tekanan
I. Penandaan menurut FI.ed.IV
1. Tanda Peringatan : Hindari penghirupan, jauhkan dari mata atau selaput lendir lain. Pernyataan
"Hindari Penghirupan” tidak diperlukan pada sediaan yang digunakan untuk inhalasi.
Pernyataan "atau selaput lendir lain" tidak diperlukan untuk sediaan yang digunakan untuk
selaput lendir.
2. Tanda Peringatan : Isi bertekanan. Wadah jangan ditusuk atau dibakar. Hindari dari panas atau
simpan pada suhu di bawah 49o. Jauhkan dari jangkauan anak-anak
Jika aerosol dikemas dalam wadah aerosol yang mengandung propelan, yang seluruhnya
atau sebagian terdiri dari halokarbon atau hidrokarbon, maka dicantumkan peringatan sebagai
berikut :
1. Tanda Peringatan : Tidak boleh langsung dihirup, penghirupan secara sengaja dapat
menyebabkan kematian atau ;
2. Tanda Peringatan : Gunakan hanya sesuai petunjuk; penggunaan salah dengan sengaja
menghirup isi dapat berbahaya atau berakibat fatal
K. INHALATIONS / INHALASI
Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan
obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal atau
sistemik.
Serbuk dapat juga diberikan secara inhalasi, menggunakan alat mekanik secara manual
untuk menghasilkan tekanan atau inhalasi yang dalam bagi penderita yang bersangkutan.
Inhalan terdiri dari satu atau kombinasi beberapa obat, yang karena bertekanan uap
tinggi, dapat terbawa oleh aliran udara ke dalam saluran hidung dan memberikan efek. Wadah obat
yang diberikan secara inhalasi disebut inhaler.
DAFTAR PUSTAKA
6. Moh.Anief, 1990 " Ilmu meracik obat " Gajah Mada University
Press, Yogyakarta
8. Sulistio Gan. dkk, 1981, " Farmakologi dan terapi ", bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
45