Anda di halaman 1dari 76

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR KESEGARAN IKAN

MENGGUNAKAN SENSOR INFRARED

ERIK MUNANDAR

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR KESEGARAN IKAN


MENGGUNAKAN SENSOR INFRARED

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir skripsi.

Bogor, Januari 2012

Erik Munandar
C54062378
RINGKASAN
Erik Munandar. Rancang Bangun Alat Pengukur Kesegaran Ikan
Menggunakan Sensor Infrared. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan HENRY
M. MANIK.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan


September 2011. Pembuatan, perancangan dan uji coba dilakukan di Workshop
Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan untuk membuat instrumen pengukuran kesegaran
ikan secara real time dengan penampilan data digital serta tampilan yang lebih
sederhana dan mudah untuk dibawa. Selain itu, alat ini dapat mempermudah
dalam penentuan kesegaran ikan.
Alat yang dirancang merupakan sistem elektronik yang mengukur
perubahan kesegaran ikan menggunakan sensor infrared. Hasil pengukuran
infrared dikondisikan dengan suhu pada saat pengukuran, melalui rangkaian
penguatan sinyal (Op-Amp) dan diproses dalam mikrokontroller untuk
ditampilkan dalam LCD serta data yang diperoleh dapat disimpan pada Mikro SD.
Hasil uji coba alat mencakup pengukuran panjang gelombang (λ) infrared,
intensitas pantulan infrared terhadap perubahan suhu lingkungan serta
pengukuran pantulan infrared pada ikan nila dan ikan lele dan pengukuran suhu
pada ikan nila dan ikan lele. Hasil pengkuran λ diperoleh λ yang baik untuk
pengukuran kesegaran ikan sekitar 525 nm dan 690 nm. Pengukuran infrared
terhadap perubahan suhu lingkungan diperoleh nilai R2=0.68 dengan λ = 780 nm.
Hasil pengujian pantulan infrared dengan λ = 780 nm dan suhu pada ikan nila
diperoleh pada masa 12 jam setelah ikan nila dimatikan terjadi penurunan nilai
pantulan yang signifikan dengan pola pantulan infrared yang menurun selama
masa pengukuran. Hasil pengujian pantulan infrared dengan λ = 780 nm dan suhu
pada ikan lele terjadi penurunan nilai pantulan infrared selama masa pengukuran
tetapi tidak terdapat penurunan yang signifikan.
Nilai pantulan infrared pada ikan nila dan ikan lele memiliki perbedaan.
Nilai pantulan infrared pada ikan nila lebih rendah yaitu berkisar antara 47-
105(digital number) sedangkan pada ikan lele 65-136 (digital number). Ikan nila
lebih mudah mengalami kemunduran mutu yaitu masa 12 jam setelah pematian
ikan nila sudah mulai mengeluarkan cairan dari dalam tubuhnya sedangkan pada
ikan lele belum terjadi. Ikan lele baru mengeluarkan cairan ketika melewati masa
24 jam setelah pematian.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian/seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR KESEGARAN IKAN
MENGGUNAKAN SENSOR INFRARED

SKRIPSI

Sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ERIK MUNANDAR

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Skripsi : RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR
KESEGARAN IKAN MENGGUNAKAN SENSOR
INFRARED
Nama Mahasiswa : Erik Munandar
Nomor Pokok : C54062378

Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Utama Anggota

Prof. Dr.Indra Jaya, M.Sc Dr. Henry M Manik, S.Pi, M. T


NIP. 1961041 198601 1 002 NIP. 1961041 198601 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M. Sc


NIP. 19580909 198303 1 003

Tanggal Lulus : 5 Januari 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah,

serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

yang berjudul “Rancang Bangun Alat Pengukur Kesegaran Ikan

Menggunakan Sensor Infrared” dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar besarnya kepada :

1. Kedua orang tua beserta keluarga besar yang selalu memberikan

dukungan, doa dan nasihat yang tiada hentinya kepada penulis

2. Prof. Dr. Indra Jaya dan Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T. selaku dosen

pembimbing yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas

akhir.

3. Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik selama penulis

menuntut ilmu di Departemen ITK-IPB

4. Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Sc. seleku dosen penguji tamu pada

sidang ujian akhir.

5. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas ilmu dan

bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

6. Muhammad Iqbal, S.Pi, M.Si, Rizqi Rizaldi,S.IK, Aldo Fansuri, S.IK atas

bantuan dan semangat yang telah diberikan selama penulis melaksanakan

penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan ITK 43 dan seluruh warga ITK.

8. Seluruh Anggota MIT (Marine Instrumentation and Telemetry) yang

selalu memberikan dukungan.


Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata

penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.

Bogor, Januari 2012

Erik Munandar
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2.Tujuan ................................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Sensor . ................................................................................................ 3
2.2. Sensor Infrared .................................................................................... 5
2.2. Catu Daya ............................................................................................ 7
2.3. Baterai ................................................................................................. 8
2.4. Mikrokontroller ................................................................................... 10
2.5. Kesegaran Ikan .................................................................................... 12
3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 16
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................. 16
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 17
3.3. Desain Kerja ........................................................................................ 18
3.4. Penentuan Panjang Gelombang........................................................... 19
3.5. Rancangan Alat ................................................................................... 19
3.6. Kalibrasi Infrared terhadap Suhu ........................................................ 27
3.7. Prosedur Pengujian.............................................................................. 27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 29
4.1. Hasil Rancang Bangun ........................................................................ 29
4.2. Hasil Uji Panjang Gelombang ............................................................. 36
4.3. Hasil Uji Koreksi Pantulan Infrared terhadap Suhu............................ 37
4.4. Hasil Uji Pada Ikan Nila dan Ikan Lele .............................................. 40

ii
iii

5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 49


5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 49
5.2. Saran.................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 50
LAMPIRAN ................................................................................................... 51
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 63
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Standar Nilai Pengukuran Kesegaran Ikan Nila Merah ............................... 15
2. Daftar Alat Yang Digunakan ....................................................................... 16
3. Daftar Bahan Yang Digunakan .................................................................... 17
4. Hasil Uji Pantulan Pada Ikan Nila dan Ikan Lele ........................................ 47

iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Interactance setup for online measurements ................................................ 6
2. Konfigurasi Pin DS1820 .............................................................................. 7
3. Diagram alir Perancangan Alat Pengukur Kesegaran Ikan .......................... 18
4. Susunan Infrared .......................................................................................... 19
5. Rangkaian Infrared ...................................................................................... 20
6. Sistem Pengukuran Kesegaran Ikan ............................................................. 20
7. Rangkaian Penguat Sinyal............................................................................ 21
8. Rangkaian dasar DS1820 ............................................................................. 22
9. Rangkaian LCD 2x16 ................................................................................... 22
10. Rangkaian Mikrokontroller ........................................................................ 23
11. Rancangan Program yang diunduh pada mikrokontroller ......................... 24
12. Dimensi Alat Kontrol (mm) (A.) tampak atas (B.) tampak samping
(C.) tampak depan ...................................................................................... 25
13. Tampilan pegangan (mm) (A.) tampak depan (B.) tampak samping ........ 26
14. Dimensi bagian Probe dalam (mm) (A.) tampak samping......................... 26
15. Desain alat pengukur kesegaran ikan ......................................................... 29
16. Unit display ................................................................................................ 30
17. Unit sensor ................................................................................................. 35
18. Konektor ..................................................................................................... 36
19. Grafik uji panjang gelombang .................................................................... 37
20. Hubungan suhu terhadap pantulan infrared ............................................... 38
21. Perubahan infrared dan suhu terhadap waktu ............................................ 39
22. Hubugan pantulan infrared pada ikan nila terhadap waktu ....................... 43
23. Hubugan pantulan infrared pada ikan lele terhadap waktu ....................... 45
24. Perbandingan pantulan pada ikan lele dan ikan nila terhadap waktu......... 48

v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data pengukuran kalibrasi infrared terhadap suhu....................................... 53
2. Daftar pengujian infrared pada ikan lele ..................................................... 54
3. Daftar pengujian infrared pada ikan nila ..................................................... 57
4. Kondisi sampel ikan nila pada awal pengukuran ........................................ 59
5. Kondisi sampel ikan lele pada awal pengukuran ......................................... 59
6. Kondisi sampel ikan nila pada masa 12 jam setelah pematian .................... 60
7. Kondisi sampel ikan lele pada masa 12 jam setelah pematian..................... 60
8. Kondisi sampel ikan nila pada akhir pengukuran ...................................... 61
9. Kondisi sampel ikan lele pada akhir pengukuran ........................................ 61
10. Hasil uji coba pada ikan nila ...................................................................... 62
11. Hasil uji coba pada ikan lele ...................................................................... 62

vi
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sektor perikanan cukup potensial dalam meningkatkan jumlah ekspor

lndonesia ke mancanegara sebagai salah satu sumber devisa. Indonesia memiliki

potensi perikanan yang besar dan diperkirakan potensi lestari perikanan mencapai

6,7 juta ton/tahun. Namun dari keseluruhan, hanya termanfaatkan sebesar 59%

(Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2009). Pemanfaatan total produksi

perikanan di Indonesia sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk segar (43,1%),

beku (30,4%), pengalengan (13,7%) dan dalam bentuk olahan lain (12,8%)

(Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2009). Ikan segar lebih banyak di konsumsi

dibandingkan jenis hasil olahan lainnya.

Keberhasilan ekspor komoditi perikanan sangat dipengaruhi oleh mutu

ikan hasil tangkapan oleh nelayan yang salah satunya dicirikan oleh tingkat

kesegaran ikan tersebut. Pemeriksaan mutu ikan segar untuk ekspor biasanya

hanya dilakukan secara manual. Pemeriksaan mutu ikan juga dapat dilakukan

melalui analisis mikrobiologi dan kimiawi tetapi cara ini kurang efektif karena

membutuhkan waktu lama dan yang dianalisis hanya contoh-contoh ikan. Oleh

karena itu, diperlukan usaha untuk mengukur mutu ikan secara cepat guna

memperoleh ikan yang masih tinggi mutunya. Beberapa metode yang baik telah

digunakan untuk mengukur mutu kesegaran ikan diantaranya organoleptik, TVB,

TPC, pH (Nurjanah, 2004), pengukuran tahanan listrik (Tunas, 2001), Serta

pengukuran dengan menggunakan metode akustik (Ramadhan, 2006).

1
2

Dengan adanya pengembangan dalam pengukuran kesegaran ikan dengan

menggunakan infrared yang dilakukan dari pengadopsian pada pengukuran

kesegaran susu dan daging sapi. Pengukuran Menggunakan infrared ini lebih

memiliki waktu yang relatif singkat dan mudah untuk digunakan. Penggunaan

infrared lebih sering digunakan untuk menentukan kesegaran susu dan daging

sapi dimana penggunaan untuk industri yang cukup besar. Infrared yang

digunakan adalah infrared yang memiliki panjang gelombang pendek atau Near

Infrared (NIR).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang instrumen pengukur

kesegaran ikan dengan menggunakan sensor infrared sebagai detektor.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sensor
Sensor adalah perangkat yang mengubah fenomena fisik menjadi sinyal

elektronik. Sensor menerima rangsangan dan meresponnya dengan perubahan

sinyal listrik dan merupakan jembatan antara dunia sebenarnya dengan perangkat

elektronik (Sarwono, et al, 1992).

Sensor merupakan bagian dari satu sistem yang lebih besar yang memiliki

rangkaian pengondisi sinyal dan bermacam-macam pemrosesan sinyal analog atau

digital. Setiap sensor memiliki karakteristik tertentu. Karakter ini menentukan

baik buruknya sebuah sensor pada aplikasi tertentu. Karakter ini pula menentukan

rangkaian yang digunakan sebagai penyangga sensor. Beberapa karakter penting

diantaranya (Carr, 1993):

1. Transfer Function

Transfer Function merupakan hubungan fungsi antara sinyal masukan

fisik dan sinyal keluaran elektris. Biasanya, hubungan ini digambarkan

sebagai grafik antara sinyal masukan dan keluaran.

2. Sensitivitas

Sensitivitas merupakan rasio antara perubahan kecil dalam sinyal elektris

terhadap perubahan kecil pada sinyal fisik dan dapat diekspresikan sebagai

fungsi turunan Transfer Function terhadap sinyal fisik. Satuan yang biasa

digunakan adalah volt/Kelvin, milivolt/kilopascal. Contoh, sebuah

termometer akan memiliki sensitivitas tinggi apabila perubahan suhu kecil

di lingkungan akan mengakibatkan perubahan tegangan yang

3
4

tinggi. Karena perubahan tegangan yang signifikan memudahkan

pengamatan terhadap sinyal elektris.

3. Span atau Dynamic Range

Rentang masukan sinyal fisik yang bisa dikonversi ke dalam bentuk sinyal

elektris. Sinyal fisik diluar rentang ini diperkirakan memiliki akurasi yang

sangat rendah. Satuan yang digunakan antara lain kelvin, pascal, newton.

4. Accuracy atau Uncertainty

Merupakan perkiraan kesalahan terbesar antara sinyal keluaran sebenarnya

dan sinyal keluaran ideal. Accuracy merupakan istilah kualitatif, berbeda

dengan uncertainty yang bersifat kuantitatif. Contoh, sebuah sensor

memiliki akurasi yang lebih tinggi ketika uncertainty sebesar 1%

dibandingkan dengan uncertainty 3%.

5. Hysteresis

Beberapa sensor tidak kembali ke nilai semula ketika terjadi rangsangan

naik atau turun. Besarnya kesalahan yang diperkirakan dalam kuantitas

yang diukur merupakan Hysteresis

6. Nonlinearity

Terkadang juga disebut linearity, merupakan penyimpangan maksimum

dari Transfer Function linear terhadap Dynamic Range.

7. Noise

Beberapa sensor menghasilkan noise bersamaan dengan sinyal keluaran.

Beberapa kasus menunjukkan noise pada sensor lebih kecil dibandingkan

dengan noise pada rangkaian elektronik selanjutnya.


5

2.2. Sensor Infrared


Sensor infrared merupakan sensor yang mampu menghasilkan gelombang

infrared sebagai detektor yang akan direspon dari objek. Menurut Sarwono et al.

(1992) berdasarkan panjang gelombangnya Infrared dibagi kedalam 3 jenis yaitu :

1. Infrared jarak dekat

Infrared Jarak dekat merupakan infrared yang bekerja pada panjang

gelombang 0.75 µm – 1.5 µm atau lebih dikenal dengan Near-Infrared (NIR).

2. Infrared jarak menengah

Infrared jarak menengah merupakan infrared yang bekerja pada panjang

gelombang 1.5 µm – 10 µm.

3. Infrared jarak jauh

Infrared jarak jauh merupakan infrared yang bekerja pada panjang

gelombang 10 µm – 100 µm.

Boknæs et al. (2002) melakukan pendugaan kesegaran cairan dan fillet

ikan cod dingin dengan mengukur nilai spectrometer dari gelombang pendek

infrared (Near Infrared (NIR)). Pengujian NIR dilakukan dengan menggunakan

panjang gelombang spectrum 1,000 - 2,222 nm.

Uddin et al. (2002) mengaplikasikan NIR panas tubuh ikan dengan

menggunakan nilai spectrum 1100 - 2500 nm dan pada tahun 2005 melakukan

pengujian kesegaran pada kamboko gel dengan menggunakan NIR.

Sivertsen et al. (2010) melakukan pengukuran kesegaran ikan cod (Gadus

morhua) menggunakan NIR dengan panjang gelombang 400-2500 nm dan

resolusi spectral 0,5 nm dimana rancangan alat yang digunakan dapat dilihat pada

Gambar 1.
6

Gambar 1. Interactance setup for online measurements. (Sivertsen et al, 2010)

Sensor suhu merupakan sensor yang mendeteksi rangsangan suhu dan

merubahnya menjadi sinyal listrik. Ada enam gejala fisik benda yang dapat

digunakan sebagai dasar dalam pengukuran suhu, yaitu: pemuaian zat cair, padat,

ataupun gas; perubahan tahanan listrik; perubahan dalam gaya gerak listrik;

pancaran gelombang elektromagnetik dari permukaan suatu benda; perubahan

frekuensi dari permukaan suatu benda; perubahan frekuensi dari permukaan suatu

benda dan kecepatan reaksi kimia (Griffiths, 1976). Sensor suhu merupakan alat

yang berfungsi untuk mengindera perubahan suhu lingkungan suatu zat tertentu

(padat, cair, gas). Sensor suhu yang baik adalah sensor yang memiliki respon yang

peka terhadap perubahan suhu sekecil mungkin.

Sensor suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah sensor suhu digital

jenis DS1820 (Gambar 2). Sensor suhu ini mampu mendeteksi suhu dengan

kisaran -55 - 125 oC. Tingkat akurasi sensor suhu ini adalah ± 0.5 oC pada kisaran

-10 - 85 oC. Kecepatan pembacaan data maksimal 750 ms (DS1820, 2010).


7

Gambar 2. Konfigurasi Pin DS1820 (DS1820, 2010)

2.2. Catu Daya

Setiap perangkat elektronik memerlukan sumber tenaga untuk bekerja.

Sumber tenaga terdiri dari dua jenis yaitu tegangan searah (DC) dan tegangan

bolak-balik (AC). Setiap komponen elektronika umumnya membutuhkan sumber

tenaga dari tegangan searah (DC). Pada tegangan AC untuk mendapatkan

tegangan DC diperlukan converter disebut konverer AC/DC.

Tegangan DC sudah memiliki tegangan yang sesuai dengan komponen

akan tetapi masih memerlukan penyesuaian besarnya kebutuhan tegangan

sehingga masih dibutuhkan konverter yang disebut konverter DC/DC. Sistem

yang dirancang bersifat portable sehingga sumber yang digunakan adalah

tegangan searah (DC). Salah satu sumber DC yaitu baterai yang akan digunakan

dengan sistem konverter DC/DC.

2.3. Baterai

Baterai merupakan alat yang mengonversi energi kimia dalam bahan aktif

yang terkandung didalamnya langsung menjadi energi listrik melalui reaksi

reduksi oksidasi (Linden, 2002). Reaksi oksidasi ( redoks) adalah proses


8

berkurangnya bilangan oksidasi (reduksi) suatu zat dan terjadi penambahan

bilangan oksidasi pada zat lainnya (Park, 1988).

Terdapat dua jenis baterai yaitu baterai primer dan baterai sekunder.

Baterai primer adalah baterai yang tidak dapat secara efektif diisi ulang. Baterai

tipe ini hanya bisa dipakai sekali. Kelebihan baterai ini adalah murah, biasanya

ringan, memiliki waktu penyimpanan yang lama, kepadatan energi yang cukup

baik, serta tidak perlu perawatan. Baterai sekunder adalah baterai yang energinya

bisa diisi ulang kekondisi semula. Cara pengisiannya adalah dengan mengalirkan

arus berbalik arah terhadap arus ketika penghabisannya. Terdapat dua aplikasi

utama baterai sekunder. Pertama adalah sebagai penyimpan energi, dihubungkan

dengan alat elektronik dan diisi menggunakan sumber energi utama. Kedua adalah

baterai sekunder yang digunakan sebagai sumber utama pada sebuah alat. Lalu

diisi ulang ketika energinya habis.

2.4. Mikrokontroler

Mikrokontroler adalah rangkaian elektronik atau chip yang sangat

terintegrasi untuk membuat sebuah alat kontrol. Biasanya terdiri dari CPU

(Central Processing Unit), RAM (Random Access Memory), sebagian bentuk

ROM (Read Only Memory), IO (Input/Output) port, dan timers.

Bagian-bagian utama dari mikrokontroler antara lain :

1. CPU

Merupakan jantung utama dari mikrokontroler. Bagian ini mengambil

instruksi di memori program, mengolahnya, lalu mengeksekusi perintah

tersebut. CPU itu sendiri terdiri dari registers, arithmetic logic unit (ALU),

instruction decoder, dan sirkuit kontrol.


9

2. Memori Program

Tempat menyimpan perintah-perintah yang berbentuk program. Untuk

mengakomodasi program berukuran besar, memori program dapat dipartisi

menjadi memori program internal dan memori program eksternal pada

beberapa jenis mikrokontroler. Memori program biasanya bersifat non-

volatile dan berupa tipe EEPROM, Flash, Mask ROM atau OTP (one-time

programmable).

3. RAM

Digunakan oleh mikrokontroler untuk menyimpan data. CPU menggunakan

RAM untuk menyimpan variabel yang disusun bertumpuk (stack). Stack

tersebut digunakan CPU untuk menyimpan alamat kembali suatu perintah

setelah melewati sub rutin atau panggilan interrupt.

4. Pembangkit Clock

Mikrokontroler mengeksekusi program dari memori program berdasarkan

kecepatan tertentu. Kecepatan ini ditentukan oleh frekuensi dari pembangkit

clock. Pembangkit clock bisa berupa rangkaian internal RC-oscillator atau

sebuah pembangkit eksternal seperti kristal quartz, sirkuit resonansi LC, atau

bahkan sebuah sirkuit RC. Ketika mikrokontroler diberikan tegangan,

oscillator langsung beroperasi.

5. Port Serial

Merupakan port yang digunakan mikrokontroler untuk berkomunikasi dengan

perangkat eksternal lain dengan hubungan serial. Port ini dapat dioperasikan

pada kecepatan transfer data tertentu. Ada dua jenis serial port, synchronous

dan asynchronous. Data synchronous memerlukan sinyal clock dalam setiap


10

bit sebagai informasi waktu, sedangkan asynchronous tidak memerlukan

sinyal clock.

6. Port I/O Digital

Port yang digunakan untuk berkomunikasi dengan perangkat luar lain.

Berbeda dengan port serial yang mentransfer data 1 bit dalam waktu tertentu,

data dalam port I/O digital ditransfer sebagai byte secara paralel. Akan tetapi,

secara software bisa diemulasikan untuk menerima data serial.

7. Port I/O Analog

Masukan sinyal analog dilakukan melalui ADC (analog-to-digital converter)

sehingga menjadi sinyal digital yang dapat diproses di mikrokontroler.

Contoh aplikasi ADC adalah untuk mendapatkan nilai dari sensor suhu,

tekanan, cahaya, dsb. Perubahan tegangan yang dihasilkan sensor tersebut

akan dibaca oleh ADC. Keluaran sinyal analog dilakukan dengan melalui

digital-to-analog converter (DAC). Biasanya DAC digunakan untuk

melakukan kontrol terhadap motor, menghasilkan suara, dsb.

2.5. Kesegaran Ikan

Kesegaran ikan merupakan keadaan dari saat ikan mati hingga memasuki

tahapan penurunan mutu ikan. Secara umum penurunan mutu ikan terdiri dari

empat tahap yaitu hiperaemia (pre-rigor), rigor mortis, autolisa dan penyerangan

bakteri.

Kemunduran mutu ikan setiap fase bergantung terhadap waktu dan jenis

ikan. Tingkatan kesegaran ikan adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang

bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan

biokimia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum menyebabkan perubahan


11

sifat-sifat ikan pada waktu masih hidup. Menurut Hadiwiyoto (1993) kesegaran

ikan dapat digolongkan menjadi 4 kelas mutu, yaitu :

1. Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima)

Ikan pada kondisi ini merupakan ikan yang baru saja ditangkap dan baru

saja mengalami kematian, sehingga semua organ tubuhnya baik daging,

mata maupun insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar. Secara

fisik ikan masih memiliki mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih,

insang berwarna merah dan jernih, sayatan daging merah cemerlang.

2. Ikan yang kesegarannya masih baik (advanced)

Pada kondisi ini, ikan masih dalam keadaan segar namun tidak sesegar

seperti saat kondisi pertama. Kondisi ikan secara fisik yaitu, bola mata

agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging

masih cemerlang namun agak lunak bila ditekan.

3. Ikan yang kesegarannnya sudah mulai mundur

Ikan pada kondisi ini organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan.

Secara fisik kondisi ikan memiliki bola mata agak cekung, kornea agak

keruh, warna insang mulai berubah menjadi merah muda, warna sayatan

daging mulai pudar dan daging agak lunak.

4. Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk)

Pada kondisi ini ikan sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Daging ikan

pada kondisi ini sudah lunak dengan sayatan daging tidak cemerlang, bola

mata cekung, insang berubah warna menjadi coklat tua, sisik mudah lepas,

dan sudah menyebar bau busuk.


12

Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar, sehingga disukai oleh

konsumen. Penanganan dan sanitasi yang baik sangat diperlukan untuk tetap

menjaga kesegaran ikan, makin lama berada di udara terbuka maka makin

menurun kesegarannya. Alasalvar dan Taylor (2002) menyatakan bahwa

umumnya ada dua metode yang tersedia untuk memperkirakan kesegaran ikan,

yaitu sensor dan non-sensor. Metode sensor tergantung pada indera manusia

dengan pengecualian pendengaran dan digunakan dalam industri perikanan untuk

menilai kualitas dengan penglihatan , peraba/sentuhan (tekstur), bau dan rasa.

Metode non-sensor adalah metode objektif yang digunakan untuk menentukan

kesegaran ikan dan kualitas ikan yang temasuk dalam metode lain.

Menurut Hadiwiyanto (1997) ada 7 parameter fisik yang menandakan

kesegaran ikan yaitu :

1. Kenampakan luar

a. Cerah, tidak suram (segar) karena perubahan biokimiawi belum terjadi,

metabolisme dalam tubuh ikan masih normal.

b. Makin lama menjadi suram warnanya, berlendir sebagai akibat

berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya

mikrobia.

2. Kelenturan daging ikan

a. Ikan segar dagingnya cukup lentur, apabila dibengkokkan akan kembali

kebentuk semula.

b. Kelenturan ini disebabkan belum terputusnya benang-benang daging.

c. Pada ikan yang telah busuk, sudah banyak benang-benang daging yang

sudah putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak.


13

3. Keadaan mata

a. Ikan Segar, biasanya menonjol ke luar, cerah.

b. Ikan Busuk, cekung, masuk ke dalam rongga mata.

4. Keadaan daging

a. Ikan segar, dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari telunjuk/ibu jari,

maka bekasnya akan segera kembali.

b. Daging ikan masih banyak cairan, sehingga daging masih kelihatan

basah, permukaan tubuh belum terdapat lendir.

c. Setelah beberapa jam daging ikan menjadi kaku.

d. Kerusakan terjadi pada benang-benang daging, timbul tetes-tetes air

akhirnya daging kehilangan tekstur kenyalnya.

5. Keadaan insang dan sisik

a. Ikan segar, insang berwarna merah cerah, sisik melekat.

b. Ikan tidak segar, insang menjadi coklat gelap, dan sisiknya mudah lepas

dari tubuhnya.

c. Insang merupakan pusat darah mengambil O2 dari dalam air. Kematian

ikan dapat menyebabkan peranan darah (hemoglobin) berhenti, darah

teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap.

6. Keadaan Ruas Badan/Ruas Kaki

a. Parameter ini biasanya digunakan pada hasil perikanan yang beruas-

ruas, misalnya udang, lobster, kepiting, rajungan, dan lain-lain.

b. Keadaan segar, ruas badan/kaki masih kuat, tidak mudah putus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ikan (mutu) dikaitkan dengan

kesegaran dan kerusakan ikan menurut Ramadhan (2006) diantaranya:


14

1. Daerah Penangkapan

Jumlah dan jenis mikrofloranya (lingkungan), adanya cemaran pada

daerah-daerah tertentu, memungkinkan mempengaruhi cita rasa daging

ikan.

2. Metode/cara penangkapan dan pendaratan ikan

Jarak pengangkutan dari tempat penangkapan ke tempat pendaratan.

3. Cara penanganan pasca tangkap hasil perikanan

Peralatan yang digunakan, penggunaan bahan-bahan pendingin (es), cara

penyimpanan, pengangkutan, dan lain-lain.

5. Keadaan cuaca/suhu

Ikan nila merah merupakan ikan air tawar yang banyak dikonsumsi oleh

masyarakat. Di Indonesia dikembangkan pada tahun 1986 dengan tujuan untuk

meningkatkan diversifikasi komoditi perikanan dan pemenuhan kebutuhan protein

hewani (Warta Mina, 1990 dan Techner, 1993).

Ikan nila merah yang dijual di pasar umumnya diletakkan di atas

wadah/meja pada suhu ruang. Ikan harus habis terjual dalam waktu 12 jam,

sehingga ikan yang dijual relatif sedikit dengan keuntungan yang kecil. Hal ini

disebabkan karena penurunan mutu ikan yang sangat cepat.

Menurut Nurjanah (2004) batasan nilai kesegaran ikan nila merah

berdasarkan kemunduran ikan dapat dilihat dalam Tabel 1. Masa setiap fase

memiliki perbedaan waktu dengan nilai Total Vibrio Count (TVB), Total Plate

Count (TPC) dan Potensial Hidrogen (pH) yang berbeda.


15

Tabel 1. Standar Nilai Pengukuran Kesegaran Ikan Nila Merah


No Fase Waktu TVB TPC pH
( Jam ) mg N/100 g Kol/g
4 4
1 Pre rigor 2 Jam 18,67 – 20 3,4 x 10 – 6,3 x 10 6,7

4 5
2 Rigor Mortis 10 Jam 20-24 2,2 x 10 - 3,7 x 10 6,2-6,60

3 Post rigor > 10 jam > 24 > Log 5 7,2

Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah ikan air tawar yang bernilai

ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia. Kebutuhan lele konsumsi

dalam negeri terus mengalami peningkatan sejalan dengan semakin populernya

lele sebagai hidangan yang sangat lezat. Perkembangan produksi ikan lele selama

5 tahun terakhir menunjukkan hasil sangat signifikan yaitu sebesar 21,82% per

tahun dari 69.386 ton pada Tahun 2005 menjadi 145.099 ton pada Tahun 2009

dan pada tahun 2010 mencapai 270.600 ton (peikanan-budidaya. KKP, 2010).

Peluang ekspor lele dalam bentuk fillet mulai terbuka untuk pasar Amerika dan

Eropa. Lele sudah dijadikan komoditi ekspor (DKP, 2006).


3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan

September 2011. Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan

alat dan uji coba alat. Pembuatan dan uji coba alat dilakukan di Workshop

Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Table 2 :

Table 2. Daftar alat yang digunakan


No Nama Alat Fungsi
1 Seperangkat Komputer dengan Merancang perangkat keras dan lunak
sistem operasi Windows XP serta pengolahan data
2 Solder listrik 45 watt Menyolder antar komponen
3 Multimeter Digital Sanwa CD Mengukur voltase, hambatan dan
koneksi komponen80
4 Gerinda Listrik Memotong pipa PVC
5 Cutter Memotong acrylic
6 Obeng Membuka dan memasang baut
7 CodeVisionAVR 2.04.4a Membuat firmware dan mengunduh
firmware ke mikrokontroller
8 Penggaris Mengukur panjang
9 Amplas Menghaluskan cassing
10 STK 500 Memprogram ATMega 8535
11 Bor Listik Melubangi casing
12 EAGLE 5.10 Membuat desain rangkaian
13 Microsoft Excel 2010 Mengolah data hasil perekaman
14 Lem Alteco Merekatkan casing
15 AutoCad 2008 Membuat desain rancangan cassing
16 Google SketchUp 7 Membuat desain rancangan cassing

16
17

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Daftar bahan yang digunakan


No Nama Bahan Jumlah
1 Acrilic ( 3 mm, 1x 1 m) 1 buah
2 Sensor Infrared Transmitter 3 buah
3 Sensor Suhu 1 buah
4 Sensor Infrared Recivier 3 buah
5 Pipa PVC (d 3/4 inch ) 1 buah
6 Pipa PVC (d 3 inch ) 1 buah
7 Modul Mikrokontroller ATMega 8535 1 buah
8 Jack Konektor 8 pin 2 buah
9 Kabel ( 8 in 1 ) 1.5 meter
10 Resistor 220 Ω 10 buah
11 Resistor 10 KΩ 20 buah
12 Trimpod 10 KΩ 1 buah
13 Female Header 10 pin 2 buah
14 Female Header 2 pin 5 buah
15 Female Header 1 pin 5 buah
16 Pin Header 2 x 20 2 buah
17 Pin Header 1 x 20 2 buah
18 LCD 2x16 1 buah
19 Ikan Nila 1 Kg
20 Ikan Lele 1 Kg
21 Baterai Alkaline kotak 9 volt 2 buah
22 Sakelar 1 buah

3.3. Desain Kerja


Pembuatan alat pengukur kesegaran ikan memiliki tahapan diperlihatkan

pada Gambar 3. Pembuatan alat dimulai dari rancang bangun instrumen yang

dilanjutkan dengan perancangan elektronik dan rancangan software. Pengujian

dilakukan dua kali, uji pertama untuk mengetahui kesesuaian hasil pengukuran

dengan program yang dibuat. Setelah pengujian pertama berhasil dilanjutkan

dengan penyesuaian seluruh perangkat elektronik dengan desain casing alat

dilanjutkan dengan ujicoba kembali kinerja alat yang dibuat.


18

Mulai

Persiapan

Perumusan

Perancangan

Memenuhi

Ya

Perancangan Elektronik,
Sofware dan Model Desain

Perancangan Model Perancangan Model Perancangan Model


Desain Elektronik Sofware

Uji Coba

Ya

Penyesuaian Tidak

Uji Coba

Selesai

Gambar 3. Diagram alir Perancangan Alat Pengukur Kesegaran Ikan

3.4. Penentuan Panjang Gelombang

Penentuan panjang gelombang dilakukan untuk melihat panjang

gelombang yang baik untuk mengukur kesegaran ikan. Pengukuran ini dilakukan
19

dengan menggunakan sampel ikan nila. Ikan nila yang telah dimatikan akan

dilakukan pengukuran panjang gelombang menggunakan alat ukur NIR (near

infrared) . Pengukuran ini dilakukan pada tiga bagian tubuh ikan, yaitu bagian

mata, bagian perut dan bagian ekor. Sebagai asumsi yaitu perbedaan kadar air

pada setiap bagain tubuh ikan tersebut untuk melihat panjang gelombang berapa

yang memberikan perubahan pantulan yang nyata pada setiap bagian ikan.

3.5. Rancangan Alat

Alat pengukur kesegaran ikan terbagi kedalam tiga sistem rancangan yaitu,

sistem elektronik, sistem software dan sistem desain.

3.5.1. Sistem Elektronik

Alat pengukuran kesegaran ikan ini dirancang berdasarkan system

scanning (pemindaian). Sensor infrared yang digunakan akan disusun secara

vertikal yang dengan kombinasi dimana receiver berada ditengah 2 transmitter

seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Tx
Rx

Tx

Gambar 4. Susunan infrared


Tx adalah sensor transmitter
Rx adalah sensor receiver
(infrared)

Pada rangkain sensor (Gambar 5) dimana sensor memiliki sumber

tegangan 5 volt dari baterai. Rangkaian ini dihubungkan dengan rangkaian

pengurang tegangan dan penguat tegangan guna memperoleh rentang keluaran

hasil yang lebih besar.


20

Gambar 5. Rangkain Infrared


Penyusunan tersebut untuk memperoleh luasan area yang terpindai lebih

luas sehingga hasil yang diperoleh memiliki tingkatan kepercayaan yang cukup

besar.

Samping A
Depan
C
A
F
B

C D C
E A. Probe Sensor
B. Ikan/Daging Ikan
C. IR Transmitter
B D. IR Recivier
E. Radiasi Infrared
F. Sensor Suhu

Gambar 6. Sistem pengukuran kesegaran ikan

Radiasi sinar infrared (E) yang ditransmisikan oleh sensor infrared (C)

akan menembus lapisan daging ikan dan dihamburbalikan oleh daging ikan (B).

Energi hambur balik ini yang akan diterima oleh fotodioda (D) sebagai receiver,

perubahan hambur balik yang diterima pada saat mengenai ikan diukur seperti

yang ditunjukan pada Gambar 6. Dengan adanya perubahan tektur daging yang
21

terus menurun akan mengakibatkan perubahan nilai hambur balik yang diterima

oleh sensor.

Sinyal penerimaan yang diperoleh dikondisikan dengan rangkaian penguat

sinyal (Gambar 7). Hasil Pengkondisian yang diperoleh dikonversi kedalam sinyal

digital pada mikrokontroller melalui proses ADC. Proses ADC terdapat pada Port

A dalam AT Mega 32.

Gambar 7. Rangkaian penguat sinyal.

Sensor DS1820 merupakan sensor digital yang dapat digunakan untuk

mengukur suhu di setiap rak ikan. Sensor ini memiliki tiga kaki yaitu GND, Vcc,

dan out. Agar nilai dari sensor stabil, maka pada rangkaian (Gambar 7)

ditambahkan resistor sebagai pull up sebesar 1 kΩ. Sensor memiliki satu keluaran

dimana nilainya akan berubah sesuai suhu yang dideteksi. Keluaran dari sensor ini

sudah dalam bentuk digital sehingga tidak harus dikonversi lagi.


22

Gambar 8. Rangkaian dasar DS1820

Alat pengukur kesegaran ikan yang dikembangkan memiliki tampilan hasil

menggunakan LCD 2x16 karakter. LCD ini terhubungkan dengan

mikrokontroller pada Port B sebagai output hasil pengukuran. Rangkaian LCD

dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9. Rangkaian LCD 2x16

Alat ini memiliki bagian kontrol sebagai pengatur sistem yang ada

didalamnya. Mikrokontroller sebagai pusat pengaturan alat adalah tipe ATMega

32 yang memiliki empat port sebagai keluaran. Keempat port keluaran tersebut

terhubung kedalam empat bagian sistem elektronik.

Bagian Port A terhubung dengan bagian sensor sebagai inputan ADC. Port

B terhubung dengan LCD sebagai tampilan hasil pengukuran yang ditunjukkan


23

oleh alat. Pada bagian ini, alat menampilkan hasil berupa nilai ADC. Nilai suhu

serta nilai kesegaran ikan sebagai hasil pengolahan alat. Pada Port C terhubung

dengan sensor suhu untuk mengukur seberapa besar suhu yang ada saat

pengukuran. Rangkaian sistem ini dapat dilihat ada gambar 9 dibawah ini.

Gambar 10. Rangkaian Mikrokontroller

3.5.2. Sistem Perangkat Lunak

Perangkat lunak yang terdapat dalam mikrokontroller disebut firmwire.

Sistem Perangkat lunak ini dibuat menggunakan software CodeVision AVR

dengan bahasa pemograman yang digunakan adalah bahasa C. Firmware yang

telah dibuat diunduh ke mikrokontroller dengan Atmel AVRProg (AVR910).


24

Alur program kerja dari alat yang dibuat ditunjukan pada Gambar 11.

Mulai

Inisialisasi Mikrokontroller

Deklarasi Fungi

Konfigurasi Mikrokontroller

Deklarasi Variabel

Inisalisasi Variabel

Inisialisasi Sensor

Terdapat Tidak
sensor ?

Ya

Ambil Data Suhu Ambil data ADC

Format Data (.txt)

Parsing Data

Tulis file data.txt


(No, ADC, Suhu)

Tulis LCD

Selesai

Gambar 11. Rancangan program yang diunduh pada mikrokontroller


25

3.5.3. Sistem Cassing


Alat pengukur kesegaran ikan ini dibagi menjadi dua bagian utama yaitu
bagian control dan bagian probe sensor.
1. Bagian Kontrol
Bagian ini merupakan tempat perangkat elektronik yang berhubungan dengan
pengolahan data dari sensor dan power supply yang digunakan seperti
baterai. Bagian alat memiliki dua bagian yaitu bagian badan dan bagian
pegangan. Pada bagian badan terdapat LCD yang menampilkan hasil
pengukuran. Dibagian dalam terdapat tempat penyimpanan baterai dan soket
SD card untuk merekam data yang diperoleh. Secara keseluruhan dimensi alat
ini seperti yang terlihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

A
B

Gambar 12. Dimensi Alat Kontrol dalam (mm) (A.) tampak atas
(B.) tampak samping (C.) tampak depan
26

A
B
A

Gambar 13. Tampilan pegangan dalam (mm) (A.) tampak depan


(B.) tampak samping
2. Bagian Probe Sensor

Bagian ini merupakan tempat keseluruhan sensor infrared dan sensor suhu.

Probe sensor akan secara langsung berhubungan dengan objek yang akan diukur.

Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Dimensi Bagian Probe dalam (mm) (tampak samping).


27

3.6. Kalibrasi Infrared terhadap Suhu

Kalibrasi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh perubahan suhu

terhadapa hasil pengukuran pantulan inframerah yang diterima. Pantulan ini

dilakukan dengan mengukur sebuah bidang yang memiliki tingkatan kekuatan

pantulan yang sama dan tetap dalam hal ini digunakan lantai keramik putih.

Pengukuran dilakukan selama 24 jam untuk melihat sejauh mana pengaruh suhu

yang terjadi pada siang hari dan malam hari terhadap pantulan yang diterima.

Setelah diperoleh akan ditentukan regresi atau hubungan dari suhu dan pantulan

inframerah.

3.7. Prosedur Uji Coba Alat

Pengujian alat dilakukan sebanyak 3 perlakuan terhadap dua jenis sampel

ikan yang digunakan yaitu ikan nila merah dan lele. Perlakuan tersebut yaitu

pengujian Ikan secara whole atau ikan utuh seperti biasa, Pengujian skin on atau

bagian ikan fillet luar atau sebelah sisik ikan dan terakhir pengujian skin less atau

bagian ikan fillet dalam. Pengujian tersebut berdasarkan kepada kondisi umum

ikan yang ada dipasaran.

Pengujian whole dilakukan pada ikan utuh seperti biasa. Setelah ikan

dimatikan langsung dilakukan pengkuran pantulan inframerah di bagian tengah

badan ikan. Pengukuran ini dilakukan selama 48 jam dengan pencatatan setiap

satu jam disertai dengan pencatatan suhu yang diperoleh.

Pengujian skin on dilakukan dengan terlebih dahulu memillet ikan yang

telah dimatikan. Kemudian bagian sisik ikan (jika masih terdapat) dihilangkan,

pada bagian inilah dilakukan pengukurun tingkatan pantulan inframerah di bagian


28

tengah fillet daging ikan. Pengukuran ini dilakukan selama 48 jam dengan

pencatatan setiap satu jam disertai dengan pencatatan suhu yang diperoleh.

Pengujian skin less dilakukan dengan terlebih dahulu memillet ikan yang

telah dimatikan. Kemudian bagian dalam daging ikan diperlihatkan, pada bagian

inilah dilakukan pengukuran tingkatan pantulan inframerah di bagian tengah fillet

daging ikan. Pengukuran ini dilakukan selama 48 jam dengan pencatatan setiap

satu jam disertai dengan pencatatan suhu yang diperoleh.


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menghasilkan sebuah alat pengukur kesegaran ikan yang

diberi nama Infrared Fish Freshness Instrumen -1 (IFFI-1). IFFI-1 berfungsi

untuk mengukur kesegaran ikan secara real time degan tampilan digital display

(LCD). Pengujian dilakukan untuk melihat seberapa jauh tingkat respon dan

fungsi alat dalam mengukur kesegaran ikan. Data yang diperoleh ditampilkan

dalam LCD dan disimpan dalam SD card.

4.1. Hasil Rancang Bangun

Desain yang dipergunakan merupakan hasil dari perancangan pembuatan

alat yang menjadi cetak biru (Blue print ) dalam pembuatannya. Adapun bentuk

desain alat yang dirancang seperti yang terlihat pada Gambar 15. Terdiri dari tiga

bagian yaitu Unit display, Unit Sensor dan Konektor.

Unit display
Unit Sensor

Konektor

Gambar 15. Desain alat pengukur kesegaran ikan

29
30

Unit Display

Unit display merupakan bagian yang menampilkan hasil dari pengukuran

yang dilakukan oleh unit sensor. Unit display terdiri dari beberapa bagian, yaitu

Mikrokontroller sebagai pemroses data, Modul MMC sebagai perekam atau media

penyimpan data ke SD card LCD sebagai penampil data, Baterai sebagai input

catu daya (Gambar 16).

LCD

Saklar

Pin konektor

Modul MMC
Baterai
Mikrokontroller

LCD

Gambar 16. Unit display

Unit display ini terbagi menjadi dua bagian yang terpisah antara bagian

baterai dengan modul MMC dan bagian Mikrokontroller dengan LCD. Pemisahan

ini dilakukan guna mempermudah pada saat pemasangan SD card serta pergantian
31

baterai jika dayanya telah habis tanpa mengganggu bagian mikrokontroller dan

LCD.

Proses yang terjadi pada bagian unit display ini berupa distribusi data dan

distribusi daya. Ketika saklar ditekan, akan terjadi distribusi daya pada seluruh

perangkat dari baterai yang ada di bagian ini. Ketika semua telah terhubung maka

sensor pada unit sensor akan langsung bekerja kemudian data yang diperoleh akan

diproses pada mikrokontroller. Mikrokontroller akan melakukan 2 proses yaitu

proses penyimpanan data yang direkam langsung di SD card serta data yang akan

ditampilkan pada LCD. Proses yang terjadi ada mikrokontroller akan dijelaskan

melalui jalur programannya.

Pada Program mikrokontroller dibutuhkan penginisialisasian

mikrokontroller yang meliputi jenis mikrokontroller, komunikasi antar muka 1

wire. CodeVision memiliki beberapa program bawaan sehingga tidak perlu semua

program ditulis kembali. Pemanggilan program tersebut dilakukan dengan

memberikan perintah untuk digunakan (include), berikut ini adalah kode

programnya.
#include <mega32.h
#include <1wire.h>
#include <ds1820.h>
#include <lcd.h>
#include <stdio.h>
#include <delay.h>
#include <stdlib.h>
#include <ff.h>
#include <sdcard.h>

Selain penginisialisasian diperlukan pendeklarasian variabel yang

digunakan dalam proses pengolahan data hasil pengukuran yang dilakukan oleh

sensor infrared dan sensor suhu ds1820, berikut ini adalah kode program yang

dituliskan dalam pendeklarasian variable program.


32

#define ADC_VREF_TYPE 0x40


unsigned int read_adc(unsigned char adc_input);
#define MAX_DS1820 8
unsigned char ds1820_devices;
unsigned char ds1820_rom_codes[MAX_DS1820][9];
#define T1_OVF_FREQ 100
#define T1_PRESC 1024L
#define T1_INIT (0x10000L-(_MCU_CLOCK_FREQUENCY_/(T1_PRESC*T1_OVF_FREQ)))
char buffer[100];
char filename[30];
char lcd_buffer[33];
unsigned int panjangdatammc;

Secara garis besar program mikrokontroller terbagi menjadi dua bagian

yaitu proses pengambilan data dan proses penyimpanan data serta menampilkan

data.

a. Proses pengambilan data

Data yang diukur pada alat ini adalah data hasil pantulan infrared dan data

suhu. Data pantulan infrared diambil menggunakan ADC sedangkan data suhu

diperoleh melalui antar muka 1 wire. Berikut ini program yang digunakan.
for (i=0;i<ds1820_devices;)
{temp=ds1820_temperature_10(&ds1820_rom_codes[i][0]);
hasil1=read_adc(0);
hasil2=read_adc(1);
hasil3=read_adc(2);
hitung=hasil1+hasil2+hasil3;
hitung=hitung/3;
adc=hitung-1024
adc=adc*r;
Nilai ADC akhir yang diperoleh merupakan hasil dari rata-rata 3 masukan

sensor infrared yang diperoleh dan telah mengalami kalibrasi dengan suhu. Data

suhu yang diperoleh berupa hasil suhu dalam derajat celcius karena sensor

DS1820 sudah memiliki keluaran digital serta dengan menggunakan antarmuka 1

wire akan langsung diperoleh hasilnya.


33

b. Proses Penyimpanan data serta menampilkan data

Penyimpanan data tidak dapat dilakukan secara langsung oleh

mikrokontroller, akan tetapi diperlukan beberapa pengaturan terlebih dahulu.

Karena file memori yang digunakan dalam format FAT maka diperlukan

penginisialisasian file sistem FAT. Berikut ini kode program yang digunakan.
void inisialisasi_fat(void)
{
for(;;)
{
if ((res=f_mount(0,&fat))==FR_OK)
{
break;
}
else
{
error(res);
}
}
}
Dalam penyimpanan data diperlukan pembuatan file data yang akan disimpan,

berikut ini program untuk pembuatan file data.


void file_baru(void)
{
unsigned char ulang;
status_create=0;
for(ulang=0;ulang
{
reset_filename();
file_IFFI();
if ((res=f_open(&file,filename,FA_CREATE_NEW))==FR_OK)status_create=1;
else status_create=0;
if(status_create==1)
{
if ((res=f_close(&file))==FR_OK)status_create=1;
else status_create=0;
}
if(status_create==1)break;
}
}
Penyimpanan data yang diakukan pada file baru dilakukan dengan mengisi file

tersebut dari data yang kita peroleh. Berikut ini adalah kode pengisian file yang

telah dibuat dengan data yang kita peroleh.


34

void isi_file(void)
{
unsigned ulang;
status_tulis=0;
reset_filename();
file_IFFI();
display_status(filename);
for(ulang=0;ulang
{
if ((res=f_open(&file,filename,FA_WRITE))==FR_OK)status_tulis=1;
else status_tulis=0;
if(status_tulis==1)
{
if ((res=f_lseek(&file,finfo.fsize))==FR_OK)status_tulis=1;
else status_tulis=0;
}
if(status_tulis==1)
{
if ((res=f_write(&file,buffer,panjangdatammc+1,&nbytes))==FR_OK)status_tulis=1;
else status_tulis=0;
}
if(status_tulis==1)
{
if ((res=f_close(&file))==FR_OK)status_tulis=1;
else status_tulis=0;
}
if(status_tulis==1)break;
delay_ms(500);
}
Selain menyimpan data yang diperoleh, alat ini juga menampilkan secara

langsung hasil pengukuran dengan menggunakan LCD. Berikut ini adalah kode

program dalam menampilkan data yang diukur di LCD.

printf("Suhu%-u=%-i.%-u\xdfC\n\r",++i,temp/100,temp%100)
lcd_puts(lcd_buffer1);
printf("%3-uadc\n\r",adc);
lcd_puts(lcd_buffer);

Perintah printf tersebut terbagi menjadi dua bagian. Pada saat penampilan data

suhu diberikan tanda “Suhu” pada hasil tampilan, sedangkan pada hasil ADC akan

terdapat tanda “adc” pada hasil pengukuran untuk membedakan nilai yang

ditampilkan pada layar LCD.


35

Unit Sensor

Unit ini terdiri atas sensor infrared dan sensor suhu serta pin konektor

sebagai penghubung. Bagian yang terdapat sensor infrared diberikan warna hitam

atau gelap guna menghindari sinar infrared dari luar yang dapat mempengaruhi

hasil pembacaan sensor. Selain itu, penempatan sensor suhu yang berdekatan guna

memperoleh kondisi suhu yang sebenarnya pada saat pengukuran. Hal ini

dikarenakan nilai pantulan sensor infrared dipengaruhi perubahan suhu . Bagian-

bagian dari unit ini dapat dilihat pada Gambar 17.

Infrared Infrared
Transmitter Receiver

Sensor suhu

Pin Konektor

Gambar 17. Unit Sensor

Konektor atau penghubung yang digunakan menggunakan kabel yang

memiliki 8 isi kabel yang berbeda warna dengan panjang 1.5 m dan konektor

sendiri menggunakan 8 pin konektor sesuai dengan kabel yang digunakan.

Penggunaan ini disesuaikan dengan kebutuhan dimana pin 1,2 dan 3 merupakan

masukan dari tiga infrared receiver. Pin 5 merupakan masukan dari sensor suhu,
36

pin 6 merupakan Vcc untuk sensor suhu, pin 7 merupakan Vcc untuk sensor

infrared dan pin 8 merupakan ground dari semuanya (Gambar 18).

3 4 3
5 2
2 6
1 73 1

Gambar 18. Konektor

4.2. Hasil Uji Panjang Gelombang

Uji panjang gelombang dilakukan untuk melihat panjang gelombang yang

baik dalam mengukur kesegaran ikan. Pengukuran dilakukan pada tiga bagian

pada tubuh ikan yaitu bagian mata, insang dan ekor. Berdasarkan grafik yang

diperoleh dapat dilihat terdapat 2 panjang gelombang dengan kekuatan pantulan

yang siginifikan yaitu berada pada panjang gelombang sekitar 525 nm dan pada

panjang gelombang sekitar 690 nm. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat

pengukur NIR. Panjang gelombang yang baik untuk pengukuran kesegaran ikan

yaitu pada panjang gelombang 525 nm dan pada panjang gelombang 690 nm

seperti yang terlihat pada Gambar 19.


37

3.5
Mata
Perut
3
Ekor

2.5
Log (1/R)

1.5

0.5

0
400 425 450 475 500 525 550 575 600 625 650 690 725 750 775 800 825 850 875 900 925 950 975 1,000
Panjang Gelombang, λ (nm)m)
Gambar 19. Grafik uji panjang gelombang

4.3. Korelasi Pantulan Infrared terhadap Suhu

Infrared akan dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Hubungan

dari perubahan pantulan infrared terhadap suhu dapat dilihat pada Gambar 20.

Hubungan suhu terhadap pantulan infrared memiliki regresi I=2.718*T+55.09,

R2=0.68 untuk infrared 1 dan I=2.017*T+95.81, R2=0.68 untuk infrared 2.

Sehingga perubahan nilai pantulan sebesar 2 digital number dari perubahan nilai

suhu yang terjadi.


38

126
I =2.718*T+ 55.09
R²=0.6814
125
Intensitas (Digital Number)

124

123

122

121
a
120
24.4 24.6 24.8 25 25.2 25.4 25.6
Temperatur ( Celsius )

149
I = 2.017*T + 95.81
R² = 0.6804
148
Intensitas ( Digital Number )

147

146

145

b
144
24.4 24.6 24.8 25 25.2 25.4 25.6
Temperature ( Celsius )
Gambar 20. Hubungan suhu terhadap pantulan infrared
a. infrared 1 b. infrared 2
I = intensitas pantulan
T= temperature

Perubahan suhu lingkungan mampu memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pantulan infrared. Hal ini dapat diliat dari nilai R2 pada infrared 1

sebesar 0.68 dan pada infrared 2 memiliki nilai 0.68. Sehingga pengaruh yang
39

diberikan oleh perubahan suhu. Pengaruh nilai keterkaitan ini bergantung terhadap

sensitifitas dari sensor Infrared itu sendiri.

Perubahan pantulan infrared dilihat berdasarkan waktu pengukuran,

pantulan memiliki pola perubahan yang mirip dengan perubahan suhu, hal ini

dapat dilihat pada Gambar 21. Waktu yang dilihat disesuaikan dengan perubahan

siang dan malam yang terjadi selama dua hari pengukuran.

126
IR1
Digital Number

125
124
123
122
121
120

149
IR2
Digital Number

148
147
146
145
144

26.0
Suhu
25.5
Celsius

25.0
24.5

24.0
13.00 1.00 13.00 1.00 12.00
20 September 2011 Waktu (jam) 22 September 2011

Gambar 21. Perubahan infrared dan suhu terhadap waktu dengan


panjang gelombang 780 nm

Pola pantulan infrared memiliki bentuk yang sama dengan pola perubahan

suhu. Kondisi siang hari pada saat suhu mengalami peningkatan,diikuti dengan

peningkatan intensitas pantulan infrared. Begitu pula sebaliknya, pada malam hari

dimana suhu lingkungan mengalami penurunan, hal ini diikuti dengan penurunan

intensitas pantulan infrared. Perubahan siang dan malam yang berpengaruh


40

terhadap perubahan suhu disamping adanya pengaruh jumlah cahaya luar dengan

sendirinya akan memberikan perbedaan intensitas pantulan infrared secara

keslruhan perubahan nilai suhu dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.4. Hasil Pantulan Infrared Pada Ikan Nila dan Ikan Lele

Uji coba pantulan untuk ikan nila dan ikan lele dilakukan melalui 3

perlakuan yaitu ikan utuh (Full), fillet ikan nila Skin On dan fillet ikan nila Skin

Less. Secara umum intensitas pantulan mengalami penurunan untuk setiap jenis

ikan dan setiap perlakuan yang diberikan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 22.

Hasil Pengujian Patulan Pada Ikan Nila

Pengujian pada ikan nila dibagi kedalam tiga perlakuan. Perlakuan

tersebut berdasarkan pada kondisi umum ikan yang ditemukan dipasar pada saat

penjualan. Pola dari setiap perlakuan yang diberikan pada ikan nila berhubungan

erat dengan keadaan ikan itu sendiri diantaranya :

A. Pola Pantulan Pada Ikan Nila Whole

Ikan utuh (Whole) yang diukur secara langsung tanpa adanya perlakuan

khusus sebelumnya. Penurunan pantulan terjadi seiring dengan penurunan laju

mutu dengan nilai pantulan yang lebih kecil. Pola penurunan mutu ikan nila

dimana pada kondisi 2 jam pertama setelah pematian yang merupakan masa pre-

rigor bagi kan nila merah (Nurjanah, 2004), pada masa tersebut terjadi penurunan

intensitas pantulan infrared, seperti pada Gambar 22. Akan tetapi, penurunan

intensitas pantulan ini tidak terlalu signifikan, hal ini dikarenakan kondisi ikan

masih dalam keadaan masih segar (Lampiran 4).


41

Masa setelah 12 jam pematian, dimana ikan nila telah memasuki tahapan

post rigor (Nurjanah, 2004), diikuti dengan penurunan intensitas pantulan yang

signifikan, hal ini juga diiringi dengan kondisi ikan yang telah mengeluarkan

cairan-cairan atau lendir dalam tubuhnya terutama pada bagian perut ikan

(Lampiran 6). Pada saat ini pernafasan aerob berhenti dan oksidasi anaerob

menyebabkan akumulasi asam laktat yang menyebabkan turunnya pH dan

hilangnya adenosine triphosphate (ATP) akibat pembusukan otolisis

menyebabkan otot menjadi kaku sebagai akibat penggabungan searah

(irreversible association) molekul-molekul myosin dan actin sehingga lendir cepat

keluar. Setelah melewati masa 12 jam pematian hingga akhir pengukuran,

intensitas pantulan infrared lebih kecil dibandingkan dengan 12 jam masa awal

pematian. Akan tetapi, masih terjadi penurunan intensitas pantulan diiringi dengan

terciumnya bau busuk dan lendir yang keluar dari ikan lebih banyak (Lampiran 8).

Hal ini dikarenakan lendir mengandung senyawa nitrogen yang sangat besar dan

senyawa tersebut menyediakan makanan bagi mikro organisme pencemar ikan

yang berasal dari lingkungan sekitar.

B. Pola Pantulan Pada Ikan Nila Skin Less

Ikan Skin Less yang merupakan bagian dalam dari daging ikan pada masa

pengujian secara keseluruhan mengalami penurunan intensitas pantulan. Karena

bagian ini tidak memiliki lendir atau lapisan lendir maka pada awal pengukuran

memiliki itensitas pantulan yang lebih besar.

Pola penurunan intensitas pantulan infrared pada masa awal hingga 2 jam

(masa pre-rigor) setelah pematian dari ikan nila merah telah mengalami

penurunan intensitas pantulan walau tidak secara signifikan. Hal ini dikarenakan
42

pada masa ini mutu ikan masih dalam keadaan baik. Masa 12 jam setelah

pematian terjadi perubahan yang signifikan dari penurunan pantulan intensitas

ikan hal ini beriringan dengan masuknya ikan pada masa post rigor yaitu 10 jam

setelah pematian awal (Nurjanah, 2004). Setelah melewati masa itu hingga akhir

pengukuran intensitas pantulan infrared masih mengalami penurunan seperti pada

Gambar 22. Akan tetapi, intensitas perubahannya tidak seperti yang terjadi pada

masa memasuki tahapan post rigor.

C. Pola Pantulan Pada Ikan Nila Skin On

Ikan Skin On selama pengukuran secara keseluruhan mengalami

penurunan intensitas pantulan infrared. Hal ini seiring dengan laju penurunan

mutu ikan. Masa awal hingga 2 jam setelah pematian terjadi penurunan intensitas

infrared, akan tetapi intensitas nilai penurunannya masih kecil. Memasuki masa

12 jam setelah pematian terlihat penurunan intensitas pantulan yang signifikan

seperti di Gambar 22, hal ini seiring dengan ikan yang telah memasuki tahapan

post rigor (Nurjanah, 2004). Masa ini ikan telah mengeluarkan lendir dari dalam

tubuhnya seperti yang terjadi pada ikan nila whole. Masa setelah 12 jam hingga

akhir pengukuran intensias pantulan masih mengalami penurunan yang disertai

dengan terciumnya bau busuk dari ikan akibat lendir yang keluar lebih banyak dan

mengandng banyak senyawa nitrogen.


43

1.7
whole
1.6 skin less
skin on
1.5

1.4
IR2/IR1

1.3

1.2

1.1

1
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 50
Waktu ke- (jam)
Gambar 22. Hubungan pantulan infrared pada ikan nila terhadap waktu dengan
panjang gelombang 780 nm

Pola penurunan yang terjadi pada ikan nila secara keseluruhan mengalami

penurunan. Penurunan yang signifikan terjadi pada masa 12 jam setelah pematian

menunjukan bahwa kemampuan dari sensor yang dimiliki mampu memberikan

perbedaan keadaan antara kondisi ikan yang telah memasuki masa tahapan

pembusukan atau masa post-rigor

Hasil Pengujian Pada Ikan Lele

Pengujian ikan lele tidak berbeda dengan pengujian ikan nila. Akan tetapi,

dari ketiga perlakuan yang diberikan masih belum terlihat perubahan yang

signfikan. Pola yang terjadi dari setiap perlakuan akan bergantung dari perubahan

kondisi ikan lele yang diamati diataranya :

A. Pola Pantulan Infrared Pada Ikan Lele Whole

Ikan lele utuh (whole) secara umum memiliki laju penurunan mutu ikan

yang dilihat dari penurunan intensitas pantulan infrared lebih relaif stabil. Tetapi

intensitas pantulan yang paling besar dari semua pengukuran. Pada masa 12 jam
44

pertama warna ikan mulai berubah menjadi lebih gelap (Lampiran 5 dan 7). Akan

tetapi, nilai penurunan intensitas pantulan infrared tidak terlalu signifikan.

Masa setelah 12 jam hingga akhir pengukuran penurunan intensitas masih

terjadi dan perubahan penurunan intensitas pantulan masih tidak terlalu besar.

Hingga akhir penukuran yaitu selama 48 jam penurunan intensitas yang terjadi

lebih linear seperti yang terlihat di Gambar 23.

B. Pola Pantulan Infrared Pada Ikan Lele Skin Less

Ikan lele fillet pada bagian Skin Less intensitas penurunan tidak terlalu

besar. Akan tetapi, secara umum laju intensitas pantulannya mengalami

penurunan. Pola penurunan pada 12 jam setelah pengukuran belum memiliki

perubahan yang signifikan, hal dapat disebabkan karena perbedaan dari sifat

pantulan yang diberikan oleh ikan lele terdapat infrared. Setelah melewati masa

12 jam pematian, ikan lele skin less mulai mengalami perubahan dari tekstur

daging ikannnya menjadi lebih lembut akibat telah terjadi perubahan jaringan

penghubung oleh protease endogen. Intensitas pantulan yang dihasilkan masih

pada laju penurunan yang sama seperti pada saat 12 jam pematian terlihat pada

Gambar 23.

C. Pola Pantulan Infrared Pada Ikan Lele Skin On

Ikan lele Skin on memiliki rentang pantulan yang lebih besar. Awal

pengukuran intensitas pantulan memiliki nilai yang lebih besar. Seiring dengan

bertambahnya waktu pengukuran dan laju penurunan maka nilai intensitas pantul

balik yang diterima juga menurun. Masa 12 jam setelah pematian ikan mulai

mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap. Akan tetapi, penurunan

intensitas pantulan yang diterima belum menunjukan perbahan yang signifikan


45

seperti di Gambar 23. Setelah melewati masa 12 jam masa pematian sampai pada

akhir pengukuran dilakukan, ikan telah mengalami banyak perubahan diataranya

perubahan tekstur daging ikan yang menjadi lebih lembek dan mulai tercium bau

busuk (Lampiran 9). Perubahan tekstur daging ikan terjadi terutama karena

berubahnya jaringan penghubung oleh protease endogen. Pelunakan dan

pelembutan daging dikarenakan hilangnya piringan-piringan Z pada sel otot

dengan terlepasnya α-actinin, pemisahan actomyosin kompleks, penghancuran

dan denaturisasi total jaringan penghubung. Selain itu, pada saat ini terjadi apa

yang mengakibatakan peningkatan amoniak sehingga aroma bau tecium. Akan

tetapi, jika dilihat dari penurunan intensitas pantulan masih belum menunjukan

perubahan yang cukup signfikan.

1.5
whole
1.45
skin less
1.4 skin on

1.35
IR2/IR1

1.3

1.25

1.2

1.15

1.1

1.05
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 50
Waktu ke- (jam)
Gambar 23. Hubungan pantulan infrared pada ikan lele terhadap waktu dengan
panjang gelombang 780 nm

Pola penurunan yang terjadi pada ikan lele secara keseluruhan mengalami

penurunan. Akan tetapi, tidak terjadinya perubahan yang signifikan dari intensitas
46

yang diterima dapat disebabkan dari pola penurunan ikan lele sendiri yang

berbeda dari ikan nila.

Perbandingan Pengujian Pada Ikan Nila dan Ikan Lele

Pengujian yang dilakukan pada ikan nila dan ikan lele untuk melihat

sejauh mana alat mampu mengidentifikasi laju penurunan mutu ikan dari dua

spesies yang berbeda yaitu dari keberadaan sisik ikan dan jenis daging ikan itu

sendiri yaitu ikan daging putih dan ikan daging merah. Perbandingan dari kedua

jenis ikan ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Pantulan Pada Ikan Nila dan Ikan Lele
Intensitas (Digital Number)
Waktu
Lele Nila
Ke-
(jam) Whole Less On Whole Less On
IR1 IR2 IR1 IR2 IR1 IR2 Keterangan IR1 IR2 IR1 IR2 IR1 IR2 Keterangan
0 104 136 84 108 88 124 - 67 105 87 109 78 105 -
masih masih
2 95 136 74 105 78 117 63 94 72 105 73 95
segar segar
mulai
warna ikan
12 93 130 75 105 75 115 60 94 72 104 69 95 mengeluar
lebih gelap
kan lendir
sudah
mulai mengeluar
24 92 132 77 100 75 114 mengeluar 47 88 65 98 56 98 kan bau
kan lender busuk dan
lendir
bau busuk bau busuk
sudah sudah
tercium menyengat
48 81 124 65 105 73 110 47 86 53 92 48 87
daging dan lendir
ikan lebih lebih
lembek banyak

Secara garis besar nilai pantulan yang dihasilkan oleh ikan lele memiliki

intensitas yang lebih besar dibandingkan hasil pantulan dari ikan nila (lihat pada

Lampiran 2 dan Lampiran 3). Ikan lele yang memiliki warna kulit yang lebih
47

gelap dibandingkan dari ikan nila, hal ini yang mengakibatkan intensitas pantulan

yang diterima dari ikan nila lebih besar.

Perbedaan pengaruh warna ini masih terlihat pada ikan nila Skin on dan

ikan lele Skin on. Secara visual daging ikan nila yang berwarna putih akan terlihat

sama dengan daging ikan lele. Akan tetapi, ikan lele yang masih memiliki

kandungan daging merah mampu memberikan perbedaan pantulan yang

dihasilkan menjadi lebih besar dibandingkan pada ikan nila Skin on.

Perlakuan yang dilakukan pada ikan nila Skin less dan ikan lele Skin less,

secara umum memiliki nilai pantulan yang lebih besar diandingkan perlakuan

lainnya. Nilai intensitas yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang terlalu

besar. Akan tetapi, pada ikan nila memiliki laju perubahan yang signifikan pada

saat ikan memasuki tahapan post rigor.

Laju penurunan mutu ikan nila memiliki laju yang lebih cepat

dibandingkan ikan lele. Masa 12 jam awal setelah pematian ikan, pada ikan nila

telah terjadi penurunan pantulan yang signifikan akan tetapi pada ikan lele belum

terlihat perubahannnya seperti yang terlihat di Gambar 24. Pada masa ini, ikan

nilai sudah mulai mengeluarkan lendir sedangkan pada ikan lele hanya perubahan

warna yang menjadi lebih gelap. Masa 12 jam pematian hingga akhir

pengukuran, perubahan yang terjadi pada ikan nila lebih cepat seperti munculnya

bau pada ikan lebih cepat tercium dibandingkan bau yang tercium dari ikan lele.
48

Skin Fuel Lele Skin Fuel Nila

150 110

Digital Number
Digital Number 130
90

70
110
50
90
30

Skin Less Lele Skin Less Nila


150
110

Digital Number
130
Digital Nmber

90
110
70
90
70 50

50 30

Skin On Lele Skin On Nila

130 110

Digital Number
Digital Number

90
110
70
90
50
70
30
19.00 1.00 7.00 13.00 19.00 19.00 1.00 7.00 13.00 19.00
IR1 24 September Waktu 25 September
24 September Waktu 25 September
2011 2011 2011
2011 IR2

Gambar 24. Perbandingan pantulan pada ikan nila dan ikan lele terhadap waktu
dengan panjang gelombang 780 nm
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pengukuran kesegaran ikan merupakan aspek yang penting dalam bidang

perikanan, karena ikan merupakan komoditi yang high perishable sehingga dalam

penanganannya memerlukan waktu yang harus cepat. Alat pengukur tingkat

kesegaran ikan yang dikembangkan telah mampu memperlihatkan perubahan

nilai pantul balik yang seiring dengan penurunan mutu kesegaran ikan. Alat ini,

mampu memberikan hasil pengukuran yang lebih baik untuk ikan nila. Akan

tetapi, untuk pengukuran kesegaran ikan lele belum mampu menghasilkan

perbedaan yang baik dalam membedakan kesegaran ikan.

5.2. Saran

Dalam pengukuran kesegaran ikan dengan menggunakan infrared perlu

penelitian lebih lanjut. Diperlukan penelitian mengenai panjang gelombang yang

cocok untuk penentuan panjang gelombang yang tepat. Selain itu, dibutuhkan

penelitian tambahan mengenai standar tingkatan kesegaran ikan guna memperoleh

kisaran yang tetap dalam penentuan kesegaran ikan

49
DAFTAR PUSTAKA

Alasalvar, C. and T.Taylor. 2002. Seafood Quality, Technologi And Nutraceutical


Application. Springer- Verlag. Berlin.

Boaknæs, N., K.N. Jensen , C.M Andersen. and H. Martens. 2002. Freshness
Assesment and Thawed and Chilled Cod Fillet Packed in Modified
Atmosphere Using Near-infrared Spectroscopy. Food Science and
Thechnology. 35 : 628-634
Carr, J.J. 1993. Sensor and Circuits. TR Percentice Hail, Englewood Cliffs, New
Jersey.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. 2009. Pola Pembiayaan Usaha Penangkapan
Ikan. (www.bi.go.id) [4 November 2010]
Direktorat Jendaral Perikanan dan Budidaya. 2011. Pengembangan Budidaya Ikan
Lele dan Gurame. (www.perikanan-budidaya.kkp.go.id) [19 november
2011]
Ramadhan, D.K. 2006. Uji Kinerja Fish Freshness Instrument (FFI). Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nurjanah, I, Setyaningsih, Sukarno dan M. Muldani. 2004. Kemunduran Mutu
Ikan Nila Merah (Oreocromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang.
Buletin Teknologi Hasil Perairan VII(1) :37-43
Okuzumi and Tateo, F. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and
Cuttlefish. National Cooperative Association of Squid Processors. Tokyo
Sarwono, Syarief dan Subrata. 1992. Petunjuk Penggunaan Piranti Ukur
Elektronik Untuk Industri Pangan. PAU-Institut Pertanian Bogor. Bogor
Septarina, D. G. 1999. Evaluasi Nilai Derajat Keasaman(pH), Daya Hantar Listrik
dan Organoleptik Daging lkan Tuna Segar Pada Berbagai Tingkatan Mutu.
Skripsi.Fakulta Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sivertsen, A.H., T. Kimiya., K. Heia. 2010. Automatic freshness assessment of
cod (Gadus morhua) fillets by Vis/Nir spectroscopy. Journal of Food
Engineering 103 : 317-323
Tunas, S.G. 2001. Uji Performasi Prototipe Instrumen Elektronik Berbasis
Tahanan Listrik Sebagai Alat Pengukur Kesegaran Ikan Tongkol (Euthynnus
affinis). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor

50
51

Uddin, M. S. Ishizaki, E. Okazaki, M. Tanaka. 2002. Near-infrared reflectance


spectroscopy for determining end-point temperature of heated fish and
shelfish meats. Journal of the Science Of Food and Agriculture 82(3) : 286-
292.
Uddin, M., E. Okazaki, M.U. Ahmad, Y. Fukuda, M. Tanaka. 2005. Noninvansive
NIR spectroscopy to verify end point temperature of kamaboko gel. Food
Science and Thechnology 38 : 809-814.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data pengukuran kalibrasi infrared terhadap suhu

Jam Suhu IR1 IR2


13 25.2 124 147
14 25.2 124 147
15 25.35 124 147
16 25.45 125 148
17 25.45 125 148
18 25.4 125 147
19 25.35 124 147
20 25.3 125 148
21 25.15 124 147
22 25.1 124 147
23 25.1 124 147
0 25 122 146
1 24.9 122 146
2 24.8 121 146
3 24.75 122 145
4 24.65 121 145
5 24.45 122 145
6 24.3 121 145
7 24.4 122 145
8 24.4 122 145
9 24.5 122 146
10 24.7 123 146
11 24.9 124 147
12 25.15 124 147
13 25.5 125 147
14 25.45 125 148
15 25.5 124 147
16 25.65 124 147
17 25.35 123 146
18 25.3 123 146
19 25.35 124 147
20 25.3 123 146
21 25.4 124 147
22 25.3 123 146
23 25.25 123 146
0 25.15 123 146
1 24.65 122 145
2 24.55 121 145
3 24.55 121 145
4 24.5 121 145

53
5 24.5 121 145
6 24.45 122 145
7 24.5 122 145
8 24.55 123 146
9 24.7 123 146
10 24.75 122 146
11 24.8 123 146
12 25.15 123 146

54
Lampiran 2. Daftar pengujian infrared pada ikan lele

full Skin Skin Less Skin On


Jam Suhu
IR1 IR2 IR1 IR2 IR1 IR2
19.00 21.3 104 136 84 108 88 124
20.00 21.3 99 135 78 106 84 116
21.00 21.75 95 136 74 105 78 117
22.00 21.4 90 143 74 100 78 118
23.00 21.2 89 130 74 105 75 115
0.00 21.1 87 134 74 103 75 116
1.00 20.8 88 135 74 103 75 117
2.00 21.15 88 133 74 103 75 118
3.00 20.4 99 134 78 104 75 115
4.00 20.3 90 132 75 100 75 115
5.00 20.35 96 131 75 103 78 115
6.00 20.65 97 130 74 106 75 115
7.00 20.6 93 130 75 105 75 115
8.00 21.45 92 131 73 104 78 115
9.00 21.15 89 127 60 104 76 111
10.00 21.4 86 124 66 103 73 111
11.00 22.5 88 125 65 100 72 111
12.00 21.75 89 128 66 104 75 112
13.00 21.7 89 128 68 106 76 105
14.00 21.65 89 127 65 103 71 112
15.00 21.65 92 132 77 109 75 114
16.00 21.8 92 131 69 107 76 115
17.00 21.9 92 131 68 103 79 115
18.00 21.75 96 134 72 108 79 116
19.00 21.85 92 130 65 104 82 115
20.00 21.55 94 132 70 104 76 112
21.00 21.4 91 128 58 90 76 113
22.00 21.35 83 123 62 95 71 115
23.00 21.2 83 123 64 95 71 113
0.00 20.85 88 127 66 103 72 111
1.00 22.45 85 124 66 103 74 114
2.00 21.15 88 127 65 101 73 111
3.00 21.5 87 126 61 99 68 107
4.00 22.65 89 123 57 96 69 108
5.00 21.1 82 123 61 98 70 111
6.00 21.15 84 125 63 99 72 110
7.00 21.45 91 129 55 91 74 112
8.00 21.2 91 127 60 92 76 112
9.00 21.4 90 120 60 93 75 112

55
10.00 21.5 83 119 60 95 75 112
11.00 21.5 86 124 71 106 74 112
12.00 21.45 82 119 66 99 75 113
13.00 21.6 86 123 63 98 74 112
14.00 21.4 87 124 65 100 78 115
15.00 21.65 84 122 71 107 73 111
16.00 21.65 83 122 63 98 69 108
17.00 21.65 82 119 64 99 75 112
18.00 21.7 81 124 65 101 73 110

56
Lampiran 3. Daftar pengujian infrared pada ikan nila

full Skin Skin Less Skin On


Jam Suhu
IR1 IR2 IR1 IR2 IR1 IR2
19.00 21.3 67 105 87 109 78 105
20.00 21.5 65 97 75 106 75 96
21.00 21.25 63 94 72 105 73 95
22.00 20.9 63 94 72 105 74 95
23.00 20.35 63 94 69 105 75 95
0.00 20.9 63 94 69 105 74 94
1.00 20.5 63 94 69 105 74 94
2.00 20.65 65 94 69 105 73 93
3.00 20.35 64 94 72 106 74 93
4.00 20.3 63 94 75 107 71 90
5.00 20.3 63 90 75 107 71 93
6.00 20.65 62 94 72 105 72 94
7.00 20.65 60 94 72 104 69 95
8.00 22.5 57 92 59 102 53 97
9.00 21.35 53 95 51 96 52 95
10.00 21.6 45 87 54 98 50 94
11.00 22.25 42 83 53 97 47 92
12.00 22 43 84 53 96 49 92
13.00 21.8 41 81 55 96 41 90
14.00 21.9 39 80 53 96 47 91
15.00 22.5 47 88 65 98 56 98
16.00 22 44 82 54 98 47 92
17.00 22.1 48 89 60 96 59 99
18.00 21.75 49 89 63 101 58 97
19.00 21.9 53 92 65 105 61 100
20.00 21.7 46 87 62 101 52 96
21.00 21.6 43 81 56 96 47 90
22.00 21.2 44 85 52 94 51 91
23.00 21.3 48 80 51 94 47 90
0.00 21.2 40 78 51 94 47 88
1.00 22.45 42 82 52 95 49 91
2.00 21.55 41 82 51 94 49 91
3.00 21.25 41 81 53 94 49 89
4.00 21.25 39 80 50 93 49 91
5.00 21.5 39 80 49 91 46 88
6.00 21.15 44 83 54 95 50 88
7.00 21.4 47 87 55 96 48 91
8.00 21.3 48 88 57 97 55 91
9.00 21.3 47 87 56 97 50 92

57
10.00 21.35 47 86 56 96 50 91
11.00 21.25 48 90 57 96 52 91
12.00 21.65 48 85 55 94 50 90
13.00 21.75 46 86 57 96 51 88
14.00 21.65 54 93 54 96 48 91
15.00 21.7 50 89 52 93 48 88
16.00 21.8 47 84 52 94 48 88
17.00 21.9 48 87 54 93 48 88
18.00 21.85 47 86 53 92 48 87

58
Lampiran 4. Kondisi sampel ikan nila pada awal pengukuran

Lampiran 5. Kondisi sampel ikan lele pada awal pengukuran

59
Lampiran 6. Kondisi sampel ikan nila pada masa 12 jam setelah pematian

Lampiran 7. Kondisi sampel ikan lele pada masa 12 jam setelah pematian

60
Lampiran 8. Kondisi sampel ikan nila pada akhir pengukuran

Lampiran 9. Kondisi sampel ikan lele pada akhir pengukuran

61
Lampiran 10. Hasil uji pada ikan nila

IR1
Skin Fuel Nila IR2
110
Digital Number 90
70
50
30
Skin Less Nila

110
Digital Number

90
70
50
30

Skin On Nila
110
Digital Number

90
70
50
30
19.00 7.00 19.00 7.00 18.00
24 September 2011 Waktu (jam) 26 September 2011

Lampiran 11. Hasil uji pada ikan lele

data1
Skin Fuel Lele data2
150
Digital Number

130
110
90
70
50

Skin Less Lele


150
Digital Number

130
110
90
70
50

Skin On Lele
150
Digital Number

130
110
90
70
50
19.00 7.00 19.00 7.00 18.00
24 September 2010 Waktu (jam) 26 September 2010

62
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut, 13 September 1989 dari

Ayah Enan Munandar dan Ibu Rukiah. Penulis adalah anak

pertama dari dua bersaudara. Tahun 2003-2006 Penulis

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas

Negeri (SMAN) 4 Bogor.

Pada tahun 2006 Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian

Bogor melalui jalur masuk USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan tahun 2007

diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten Luar

Biasa mata kuliah Dasar-Dasar Instrumentasi Kelautan tahun ajaran 2008-2009,

tahun ajaran 2009-2010 dan tahun ajaran 2010-2011, dan Asisten Luar Biasa mata

kuliah Instrumentasi Kelautan tahun ajaran 2009-2010 ,tahun ajaran 2010-2011

dan tahun ajaran 2011-2012. Selain itu Penulis juga aktif dalam organisasi BEM-

C (Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK) sebagai anggota divisi Sosial Lingkungan

periode 2008-2009, HIMITEKA IPB sebagai anggota divisi kewirausahaan

periode 2008-2009, HIMITEKA IPB sebagai anggota divisi hubungan luar dan

komunikasi periode 2009-2010, dan MIT (Marine Instrument and Telemetry)

sebagai anggota divisi hadware periode 2009-2010.

Untuk menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor, penulis membuat

skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Alat Pengukur Kesegaran Ikan

Menggunakan Sensor Infrared”.

63

Anda mungkin juga menyukai