Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

TENTANG

“PERAN DAN FUNGSI FARMASI DALAM KESEHATAN MASYARAKAT “

DISUSUN OLEH:

LILIK YULIATIN

UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDIN (UNIQHBA)

LOMBOK TENGAH PROGRAM STUDI

DIII FARMASI T.A 2017/2018


KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr,Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa atas rahmat
dan barkatnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga dengan adanya
makalah ini kita dapat menambah wawasan, penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik
dan saran dari pembaca agar dapat menjadi kan makalah ini lebih bermanfaat untuk penyusun
dan temen-teman.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2Rumusan Masalah

1.3 Tujuanpembahasan

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Farmasidalamkesehatanmasyarakat
II.2 Peranfarmasidalamkesehatanmasyarakat
II.3 Fungsidantugasfarmasidalamkesehatanmasyarakat
BAB III PENUTUP
III.I Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I . PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih
perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak karena dampaknya akan
mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang.
Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa
sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang
lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat
dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas
anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85%
masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan
dan kehidupan bangsa. Dalam arti lain, kesehatan masyarakat adalahkombinasi antara teori
(ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup,
dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Untuk mewujudkan hal ini secara optimal
diselenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana
kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya
kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga
dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan
yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas
anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian,
selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional,
kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimanafarmasidalamkesehatanmasyarakat
b) Apaperanfarmasidalamkesehatanmasyarakat
c) Apafungsidantugasfarmasidalamkesehatanmasyarakat

1.3 Tujuan Pembahasan


a) Mengetauibagaimanafarmasidalamkesehatanmasyarakat
b) Mengetahuidanmemahamiperanfarmasidalamkesehatanmasyarakat
c) .Mengetahuidanmemahamifungsidantugasfarmasidalamkesehatanmasyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat


Profesi farmasi hingga kini masih belum sangat dikenal luas oleh masyarakat. Padahal
sebenarnya, farmasi juga memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Hal
ini karena yang paling kompeten tentang obat-obatan adalah orang-orang farmasi. Keterkaitan
farmasis dalam fungsi kesehatan masyarakat terutam dalam menyusun kebijakan (menyangkut)
kesehatan, baik organisasi, lokal, regional,nasional,maupun internasional.
Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah
pengguna anobat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam
penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani secara optimum.

A. Beberapa hal yang melibatkan farmasis dalam kesehatan masyarakat


1. Identifikasi health-related public/comm problems: secara luas berprinsip pada
epidemiologi, termasuk pengumpulan data yg diperlukan untuk penentuan penyebab
penyakit, efek (obat), penyembuhan penyakit. masalah yang muncul di antaranya:
prevalensidaninsidensipenyakit, jumlahdanpenderitaan ADRs, tingka tkepatuhan
minum obat, biaya, karakteristik peresepan, kesalahan dispensing, dan pengobatan
sendiri.
2. Penentuan prioritas kesehatan :lewat proses legislative/regulasi yaitupenentuanalokasi
dana untukpelaksanaanpelayanankesehatan.
3. Health planning: setelah prioritas ditentukan, program pelaksanaan disusun secara
sistematik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Evaluasi program : data harus dikumpulkan untuk digunakan sebagai umpan balik bagi
proses perencanaan tugas berikutnya, sehingga sistem menjadi dinamik.
5. Reimbur sement/e conomics: alokasi biaya dan pengelolaan nya secara efektif – efisien
merupakan faktor esensial. Kelancaran pembiayaan untuk pelayanan seluruh populasi,
termasuk untuk obat, harus diupayakan secara optimal.
6. Program legislative/regulasi: penentuan parameter baku mutu pelayanan yg berlaku
secara nasional.
7. Increasing access to health services: farmasis merupakan profesional kesehatan à
optimalisasi fungsi
B. Aktivitas farmasis dalam pelayanan kesehatan masyarakat

1. Imunisasi: dalam pemberian tidak berperan, namun suplai logistik merupakan hal yang
esensial. Hal yang lebih penting adalah peran penyuluh kesehatan pada masyarakat,
sehingga dapat meningkat kan partisipasi.
2. Penyalah-gunaandanpenggunaan-salah: obat, alkohol, merokok, zataddiktif yang lain,
dosis. Pendidikanmerupakanprioritaspenentu.
3. Penyuluhanpenularanpenyakitseksual : AIDS àpendidikanperilakusehat.
4. Keluargaberencana :penyuluhandanpenyebaraninformasi kesehatan : informasidiit,
latihanfisik, konsephealth believe.
5. Model, adopsi-inovasi, penggunaanobatsecarabenar.
6. Fluoridation :keseimbanganelektrolit air bersih, kesehatangigi.
7. Promosi kesehatan.
8. Pencegahankeracunan :tindakanawal, pertolongan pertama kesehatan,
pemberianantidotum.
9. Quackery : obesity, penyakitdegeneratif, kronik, menular.
10. Persiapanpenanggulanganbahayadankeadaandarurat :
perencanaanpenanggulanganbahayabanjir, gempa, epidemi, pandemi,
kecelakaanberatàpanduaninformasipencegahan, penanggulangan penyakit, pppk korban,
persiapan obat pertama,
11. Pelaksanaannyadalamkelompokterpadu dikelola dengan baik.
12. Perlindungan (monitoring) terhadaplingkungan : dampaksemuabentukpolusi
terhadapkesehatanharus di-informasikankepadamasyarakatàperanfarmasis
sebagaipendidikkesehatan masyarakat/individual
13. Keamanan tempat kerja: penjaminankeselamatantempatkerja,
pengobatansendirisebagaipppk, metodepelaporandanpenanggulangan, sehingga
dapatsegeramendapatpenatalaksanaan yang benar,
sertamencegahterulangkembalikejadianygmirip.
C. Aktivitasfarmasispadakesehatan masyarakat dapatdidasarkanatas 2 karakteristik:

1.      Sebagaiprofesional: kewajibandantugasutamanyaadalahkesejahteraanpasien di


ataskepentingansendiri, ekonomi, interes.
2.      sebagaiwarganegaraygmenikmatipenghormatankhusus (unusual)daripublik:
kewajibannyaadalahpengembanganpengabdianprofesi (privileged
position)untukkepentinganpublik (masyarakat)àpelayanankesehatan.

D. Pharmaceutical Care
Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan
farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien yang
dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta
menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi terhadap kepentingan
pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan
banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin
meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan
dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di
komunitas, Pharmaceutical Caremerupakan hal yang mutlak harus diterapkan.

Penekanan Pharmaceutical Careterletak pada dua hal utama, yaitu:


 Apoteker  memberikan   pelayanan   kefarmasian   yang   dibutuhkan   pasien sesuai
kondisi penyakit.
 Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara
berkesinambungan.

Secara prinsip, Pharmaceutical Careatau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang
harus dilaksanakan secara berurutan:
 Penyusunan informasi dasar atau databasepasien.
 Evaluasi atau Pengkajian (Assessment)
 Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
 Implementasi RPK.
 Monitoring Implementasi.
 Tindak Lanjut (Follow Up).
Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses penyuluhan dan
konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.

II.2 Peranfarmasidalamkesehatanmasyarakat
Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya berperan dalam membantu
upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan mandiri. Apoteker
khususnya harus berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit yang membutuhkan
pengobatan jangka panjang, memiliki prevalensi yang tinggi dan juga membahayakan jiwa.
Penyakit hati termasuk penyakit yang cukup banyak diderita masyarakat Indonesia, jenisnya
beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda. Peran serta apoteker ini didasari dengan
pengetahuan yang dimiliki apoteker tentang patofisiologi penyakit; diet yang harus dijalani;
obat-obatan yang diperlukan atau harus dihindari oleh pasien penyakit hati.

A. Peran Apoteker
Peran aktif apoteker di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan upaya pencegahan penyakit hati . Upayaini diwujudkan melalui:
 Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit-penyakit hati; gejala awal,
sumber penyakit, cara pencegahan dan pertolongan pertama yang harus dilakukan.
 Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat seputar penyakit liver
dalam rangka edukasi di atas
 Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit melalui Komite
Pengendali Infeksi dengan memberikan saran tentang pemilihan antiseptik dan
desinfektan; menyusun prosedur, kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya produk
obat yang diracik di instalasi farmasi atau apotek; menyusun rekomendasi tentang
penggantian, pemilihan alat-alat kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang digunakan
untuk tujuan baik invasive maupun non-invasif, serta alat kesehatan balut yang
digunakan di ruang perawatan, ruang tindakan, maupun di unit perawatan intensif
(ICU).
 Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses
penyembuhan, mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini
dilakukan dengan cara:
 Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup
yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam, tidak minum minuman
beralkohol, istirahat yang cukup).
 Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan
waktu penggunaannya.
 Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan
memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.
1. PerananApotekersebagaiProfesional
Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian
yang bermutu dan efisien yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Adapun
standar pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur melalui S ur at K ep ut us an
M en te ri K es e ha ta n Re pu bl ik I nd on es ia N om or 1027/Menkes/SK/I X/2004.
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
1.Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2.Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
3.Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
4.Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004, bahwa pelayanan kefarmasian meliputi:
1. Pelayanan Resep
a. Skrining Resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi:
1)PersyaratanAdministratif :
-Nama, SIP danalamatdokter
-Tanggalpenulisanresep
-Tandatangan/parafdokterpenulisresep
-Nama, alamat, umur, jeniskelamindanberatbadanpasien
-Nama obat, potensi, dosis, danjumlah yang minta
-Cara pemakaian yang jelas
-Informasilainnya
2)Kesesuaianfarmasetik: bentuksediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, caradan
lama pemberian.
3)Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat
dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resepdengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
B. Peranan Apoteker Sebagai Manager
Manajemen secara formal diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian, terhadap penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Fungsimanajemenadalahuntuk:
1.Mencapai tujuan.
2.Menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan.
3.Mencapai efisiensi dan efektivitas.
Dua konsepsi utama untuk mengukur prestasi kerja (performance) manajemen adalah
efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan benar, merupakan konsep matematika, atau merupakan perhitungan ratio
antara keluaran (output) dan masukan (input). Seorang manajer dikatakan efisien adalah
seseorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktivitas, performance)
dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu) yang digunakan.
Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang
tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Manajer yang efektif adalah manajer yang
dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk mencapai
tujuan.
C. PerananApotekerSebagaiRetailer
Apotek merupakan tempat pengabdian profesi kefarmasian. Namun tidak dapat
dipungkiri di sisi lain bahwa apotek adalah salah satu model badan usaha retail, yang tidak jauh
berbeda dengan badan usaha retail lainnya. Apotek sebagai badan usaha retail, bertujuan untuk
menjual komoditinya, dalam hal ini obat dan alat kesehatan, sebanyak-banyaknya untuk
mendapatkan profit. Profit memang bukanlah tujuan utama dan satu-satunya dari tugas
keprofesian apoteker, tetapi tanpa profit apotek sebagai badan usaha retail tidak dapat bertahan.
Oleh karena itu, segala usaha untuk meningkatkan profit perlu dilaksanakan, di antaranya
mencapai kepuasan pelanggan. Pelanggan merupakan sumber profit. Oleh karena itu, sebagai
seorang retailer berkewajiban mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan pelanggan,
menstimulasi kebutuhan pelanggan agar menjadi permintaan, dan memenuhi permintaan tersebut
sesuai bahkan melebihi harapan pelanggan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 992/Menkes/Per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek Menteri Kesehatan, pasal 6, dinyatakan bahwa :
1.Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana
yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2.Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya diluar sediaan farmasi.
3.Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
Berdasarkan peraturan tersebut, terutama ayat 2 dan 3, membuka peluang bagi apotek untuk
melakukan kegiatan usaha di luar sediaan farmasi. Oleh karena begitu besarnya peluang, dan
kelonggaran regulasi yang ada, apotek memiliki keleluasan dalam menjalankan perannya sebagai salah
satu badan usaha retail.
Oleh karena itu, Apoteker Pengelola Apotek seyogyanya menjalan peran memainkan
peranannya sebagai retailer, terutama bagi Apoteker Pengelola Apotek yang full management.
Kompetensi minimal mengenai marketing dan strateginya, akan menjadi nilai tambah bagi Apoteker
Pengelola Apotek, dalam memimpin suatu apotek. Pengaturan sarana dan prasarana yang
menunjang juga sangat menentukan keputusan pelanggan untuk membeli, seperti pajangan yang
menarik, layout apotek, merchandising, pelayanan yang hangat dan ramah, dan lain sebagainya

B. Konseling
Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk
memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three
Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling
untuk pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?

Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian
informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian informasi yang
bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya
menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan
meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-
luasnya (dengan tipe open ended question).
C. Penyuluhan
Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penyuluhan
langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok; sedangkan penyuluhan
tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan penting dalam bentuk
brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau elektronik, misalnya
penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit liver perlu dilaksanakan
secara berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab penyakit hati adalah karena
kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka
terhadap penyakit-penyakit hati tersebut.
Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan pasien
penyakit liver. Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker memastikan bahwa pasien tahu tentang
penyakit yang dideritanya, pentingnya kepatuhan terhadap diet yang disarankan serta
akibat dari ketidakpatuhan atau kelalaian dalam menjalankan terapi pengobatannya.
Pasien harus diberi pengertian bahwa penyakit liver, khususnya hepatitis dapat
menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti asites, sirosis hati dan kematian apabila
tidak ditangani dengan baik. Pasien juga harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak
boleh diminum, seperti misalnya parasetamol yang bersifat hepatotoksik; jadi apoteker
harus mengingatkan pasienuntuk menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal) pada
saat pasien terserang demam.
D. Swamedikasi
Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan
sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari
anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat
modern.
Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau
menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata.
Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk
meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes
No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang
dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih
dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat
yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker
bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh
dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima
komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan
obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?), indikasi
(untuk mengobati apa?), dosage (seberapa banyak? seberapa sering?), effek samping, dan
kontra indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum obat itu?).
Kriteria obat yang digunakan : Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993,
kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2
tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan
penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan
4. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan
5. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
6. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri
Dampak positifnya:
 Pencegahan maupun pengobatan yang lebih dini
 Biaya yang lebih terjangkau dan cepat
Dampak negatifnya :
 Pengobatan yg kurang rasional
Manfaat
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau nyeri ringan, hanya jika
dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang obat
yang digunakan dan kemampuan nengenali penyakit atau gejala yang timbul.
Swamedikasi secara serampangan bukan hanya suatu pemborosan, namun juga
berbahaya.
Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi, maka informasi
mengenai obat yang tepat & sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin diperlukan.
Dalam hal itulah seorang apoteker mempunyai peranan penting untuk memberikan
informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen

2.2FungsiFarmasidalamKesehatanMasyarakat.
1. Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai dengan Kompetensi Apoteker di  Apotek
menurut WHO (World Health Organization)

Kompetensi Apoteker menurut WHO dikenal dengan Eight Stars Pharmacist, yaitu:


 Care giver, artinya Apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi
informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
 Decision maker, artinya Apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu
mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil
keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagaicontoh ketika pasien
tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka Apoteker dapat berkonsultasi
dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang sama
namun harga lebih terjangkau..
 Communicator, artinya Apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak
ekstern (pasien ataucustomer) dan pihak intern (tenaga profesional kesehatan
lainnya).
 Leader,  artinya Apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di
apotek. Sebagai seorang pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan
di apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari
manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta
bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.
 Manager, artinya Apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam
hal pelayanan, pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan
administrasi keuangan. Untuk itu Apoteker harus mempunyai
kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-
prinsip ilmumanajemen.
 Life long learner,  artinya Apoteker harus terus-menerus menggali
ilmu pengetahuan, senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan
keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri.
 Teacher,  artinya Apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing
bagi stafnya, harus mau meningkatkankompetensinya, harus mau menekuni
profesinya, tidak hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi harus  dapat
melaksanakan profesinya tersebut dengan baik.

 Researcher, artinya Apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian


guna mengembangkan ilmu kefarmasiannya

2. Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai Dengan Kompetensi Apoteker  Indonesia di


Apotek menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia)

Kompetensi Apoteker menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) adalah:


1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan pengelolaan obat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan Obat dan Perbekalan kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu memberikan pelayanan obat/untuk penderita
secara profesional dengan jaminan bahwa obat yang diberikan kepada penderita akan tepat,
aman, dan efektif. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan obat bebas dan pelayanan obat
dengan resep dokter yang obatnya dibuat langsung oleh apotek.
3. Pelayanan Konsultasi, Informasi, dan Edukasi
Kompetensi yang diharapkan adalah apoteker mampu melaksanakan fungsi pelayanan konsultasi,
informasi dan edukasi yang berkaitan dengan obat dan perbekalan kesehatan lainnya kepada
penderita, tenaga kesehatan lain atau pihak lain yang membutuhkan.

Tujuan konsultasi obat terhadap pasienadalah (Siregar, 2004) :


a. Menciptakan hubungan yang baik dengan penderita sehingga  mempermudah proses
pengobatan.
b. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan mengenai sejarah pengobatan penderita.
c. Memberikan pendidikan pada penderita mengenai cara penggunaan obat yang benar.
d. Memberi dukungan dan keyakinan pada penderita mengenai proses pengobatan yang dijalankan.
Edukasi dan konseling yang dilakukan Apoteker merupakan bagian dari pharmaceutical
care  dengan tujuan untuk meningkatkan hasil terapi. Edukasi terhadap pasien berhubungan
dengan suatu tingkat dari perubahan perilaku pasien. Kegagalan pengobatan dapat disebabkan
banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya edukasi yang berkaitan dengan terapi
sampai pada hambatan financial yang menghalangi pengadaan obat. Tujuan edukasi
obat adalah agar pasien akan mengetahui betul tentang obatnya,meningkatkan kepatuhan
pasien, pasien lebih teliti dalam menggunakan dan menyimpan obat, pasien mengerti akan obat
yang diresepkan dan akhirnya menghasilkan respon pengobatan yang lebih baik.

4.  Pencatatan dan Pelaporan


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apoteker bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan di apotek termasuk  pencatatan,
administrasi pembelian, penjualan, pelaporan keuangan dan laporan penggunaan
narkotika/psikotropika (Kepmenkes RI No.  1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta, 2001).
5.  Partisipasi Monitoring Obat
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu berpartisipasi aktif dalam program
monitoring keamanan penggunaan obat. Apoteker  berpartisipasi dalam program
monitoring obat terutama monitoring reaksi obat merugikan (ROM).
6. Partisipasi Promosi Kesehatan
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu berpartisipasi secara aktif dalam
program kesehatan di masyarakat lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan obat.
7. Fungsi/Tugas Lain (terkaitdenganpengelolaankeuangan, SumberDaya Manusia)
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan tugas dan fungsi lain
sebagai pimpinan di apotek, seperti pengelolaan keuangan yang salah satunya terkait dengan
target yang ingin dicapai apotek, dan sumber daya manusia yang bertujuan untuk mendukung
program yang dilaksanakan di apotek serta terlaksananya pelayanan yang berkualitas
terhadap pasien. Pengembangan apotek dapat dilakukan dengan tujuan memperluas dunia
usaha serta pelayanan kepada masyarakat.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN

Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang
bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa
kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu
sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika,
nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.
         Parameter umum tentang hubunganfarmasis dengankesehatan
masyarakatadalahpenggunaanobat (rasional)yangterkaitkebijakanpublik.
Jikafarmasistidakterlibatdalampenentuankebijakan
tersebutpelayanankesehatanmasyarakattidakterlayanisecara optimum.
         Masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri yang disebut swamedikasi namun harus
mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya sesuai dengan arahan seorang farmasi.

III.2 DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. “Kesehatan Masyarakat”. Jakarta: Rineka Cipta

Entjang, Indan, 2000, IlmuKesehatanMasyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti

Anda mungkin juga menyukai