Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERAN FARMASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN

OLEH :

NAMA : ZAHRA SALSABILAH AKBAR


NIM : 013200430154
PRODI : D3 FARMASI

STIKes ANDINI PERSADA


MAMUJU TAHUN
PELAJAR 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala,


Rabb Penguasa alam, Rabb yang tiada henti-hentinya memberikan kenikmatan
dan karunia kepada semua makhluk-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas makalah seminar ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya,
serta orang-orang yang mengikuti risalahnya hingga akhir zaman.
Penyusun menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan,
karena keterbatasan kemampuan maupun pengalaman kami. Maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki
kekurangan ataupun kekeliruan yang ada. Harapan kami semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para mahasiswa kebidanan untuk menambah wawasan
dalam bidang kesehatan.
Penulis mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan penulis dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat
B. Tingkat Pencegahan Penyakit Oleh Farmasi
C.SWAMEDIKASI
BAB III PENUTUP
DAFTARPUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk
yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak
karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia
Indonesia di masa yang akan datang. Di negara kita mereka yang mempunyai
penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah
selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar
ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat
dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam
penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 %
seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya
promosi kesehatan.
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam arti lain, kesehatan masyarakat
adalahkombinasi antara teori (ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk
mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, dan meningkatkan kesehatan
penduduk (masyarakat). Untuk mewujudkan hal ini secara optimal diselenggarakan
upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya
disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.
Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan
dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan.
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan upaya kesehatan,
yang terdiri atas anamnesa kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan
kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi
(bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat
keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat

A. Rumusan Masalah
1. Apa itu farmasi dalam Kesehatan Masyarakat
2. Bagaimana Tingkat pencegahan penyakit oleh farmasi

B. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui farmasi dalam kesehatan masyarakat
2. untuk mengetahui tingkat Pencegahan penyakit oleh Farmasi
BAB II
PEMBAHASAN

Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat

Profesi farmasi hingga kini masih belum sangat dikenal luas oleh masyarakat.
Padahal sebenarnya, farmasi juga memiliki peran yang sangat penting dalam
kesehatan masyarakat. Hal ini karena yang paling kompeten tentang obat-obatan
adalah orang-orang farmasi. Keterkaitan farmasis dalam fungsi kesehatan
masyarakat terutama dalam menyusun kebijakan (menyangkut) kesehatan, baik
organisasi, lokal, regional, nasional, maupun internasional.Parameter umum
tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah penggunaan
obat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam
penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani
secara optimum.

Beberapa hal yang melibatkan farmasis dalam kesehatan masyarakat

a. Identifikasi health-related public/comm problems: secara luas berprinsip


pada epidemiologi, termasuk pengumpulan data yg diperlukan untuk
penentuan penyebab penyakit, efek (obat), penyembuhan penyakit.
masalah yang muncul di antaranya: prevalensi dan insidensi penyakit,
jumlah dan penderitaan ADRs, tingkat kepatuhan minum obat, biaya,
karakteristik peresepan, kesalahan dispensing, dan pengobatan sendiri.
b. Penentuan prioritas kesehatan :lewat proses legislative/regulasi yaitu
penentuan alokasi dana untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan.
c. Health planning: setelah prioritas ditentukan, program pelaksanaan
disusun secara sistematik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Evaluasi program : data harus dikumpulkan untuk digunakan sebagai
umpan balik bagi proses perencanaan tugas berikutnya, sehingga sistem
menjadi dinamik.
e. Reimbur sement/e conomics: alokasi biaya dan pengelolaan nya secara
efektif – efisien merupakan faktor esensial. Kelancaran pembiayaan untuk
pelayanan seluruh populasi, termasuk untuk obat, harus diupayakan secara
optimal
f. Program legislative/regulasi: penentuan parameter baku mutu pelayanan
yg berlaku secara nasional.
g. Increasing access to health services: farmasis merupakan profesional
kesehatan optimalisasi fungsi

Aktivitas farmasis dalam pelayanan kesehatan masyarakat

a. Imunisasi: dalam pemberian tidak berperan, namun suplai logistik


merupakan hal yang esensial. Hal yang lebih penting adalah peran
penyuluh kesehatan pada masyarakat, sehingga dapat meningkat kan
partisipasi.
b. Penyalahgunaan dan penggunaan salah: obat, alkohol, merokok,
zataddiktif yang lain, dosis. Pendidikan merupakan prioritas penentu.
c. Penyuluhan penularan penyakit seksual : AIDS pendidikan perilaku
sehat.
d. Keluarga berencana :penyuluhan dan penyebaran informasi kesehatan :
informasidiit, latihanfisik, konsep health believe.
e. Model, adopsi-inovasi, penggunaan obat secara benar.
f. Fluoridation :keseimbangan elektrolit air bersih, kesehatangigi.
g. Promosi kesehatan.
h. Pencegahan keracunan : tindakan awal, pertolongan pertama
kesehatan, pemberian antidotum
i. Quackery : obesity, penyakit degeneratif, kronik, menular.
j. Persiapan penanggulangan bahaya dan keadaan darurat : perencanaan
penanggulangan bahaya banjir, gempa, epidemi, pandemi, kecelakaan
berat, panduan informasi pencegahan, penanggulangan penyakit, pppk
korban, persiapan obat pertama
k. Pelaksanaannya dalam kelompok terpadu dikelola dengan baik
l. Perlindungan (monitoring) terhadap lingkungan : dampak semua bentuk
polusi terhadap kesehatan harus diinformasikan kepada
masyarakatperan farmasis sebagai pendidik kesehatan
masyarakat/individual
m. Keamanan tempat kerja: penjaminan keselamatan tempat kerja, pengobatan
sendiri sebagai pppk, metode pelaporan dan penanggulangan, sehingg dapat
segera mendapat penatalaksanaan yang benar, serta mencegah terulang
kembali kejadian yg mirip.
Aktivitas farmasis pada kesehatan masyarakat dapat didasarkan atas 2
karakteristik
a. Sebagai profesional: kewajiban dan tugas utamanya adalah kesejahteraan
pasien di atas kepentingan sendiri, ekonomi, interes.
b. Sebagai warga Negara yg menikmati penghormatan khusus
(unusual)dari publik: Kewajibannya adalah pengembangan pengabdian
profesi (privileged position) untuk kepentingan publik
(masyarakat)pelayanan kesehatan.

Pharmaceutical Care
Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi
pergeseran orientasi pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk
menjadi orientasi terhadap kepentingan pasien yang dilatarbelakangi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta
menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi
terhadap kepentingan pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal
dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya
masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin
meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat;
serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang
bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas, Pharmaceutical
Caremerupakan hal yang mutlak harus diterapkan.
Penekanan Pharmaceutical Careterletak pada dua hal utama, yaitu:
a. Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian yang
dibutuhkan pasien sesuai kondisi penyakit.
b. Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan
setelah dimulai secara berkesinambungan.
Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari
beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:
a. Penyusunan informasi dasar atau databasepasien.
b. Evaluasi atau Pengkajian (Assessment)
c. Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
d. Implementasi RPK
e. Monitoring Implementasi.
f. Tindak Lanjut (Follow Up).
Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu
proses penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang
dideritanya.

Peran Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat


Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya berperan
dalam membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang
sehat dan mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan
penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, memiliki
prevalensi yang tinggi dan juga membahayakan jiwa. Penyakit hati termasuk
penyakit yang cukup banyak diderita masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan
membutuhkan penanganan yang berbeda. Peran serta apoteker ini didasari dengan
pengetahuan yang dimiliki apoteker tentang patofisiologi penyakit; diet yang harus
dijalani; obat-obatan yang diperlukan atau harus dihindari oleh pasien penyakit hati.
Peran Apoteker
a. Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit-penyakit hati;
gejala awal, sumber penyakit, cara pencegahan dan pertolongan pertama
yang harus dilakukan.
b. Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat seputar
penyakit liver dalam rangka edukasi di atas
c. Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit
melalui Komite Pengendali Infeksi dengan memberikan saran tentang
pemilihan antiseptik dan desinfektan; menyusun prosedur, kebijakan untuk
mencegah terkontaminasinya produk obat yang diracik di instalasi farmasi
atau apotek; menyusun rekomendasi tentang penggantian, pemilihan alat-alat
kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang digunakan untuk tujuan baik
invasive maupun non-invasif, serta alat kesehatan balut yang digunakan
di ruang perawatan, ruang tindakan, maupun di unit perawatan intensif
(ICU).
d. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk
mempercepat proses penyembuhan, mencegah bertambah parah atau
mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini dilakukan dengan cara
e. Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan
pola hidup yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam,
tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang cukup).
f. Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan,
dosis, dan waktu penggunaannya.
g. Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan
terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.

Peranan Apoteker sebagai Profesional


Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan
pelayanan kefarmasian yang bermutu dan efisien yang berasaskan
pharmaceutical care di apotek. Adapun standar pelayanan kefarmasian di
apotek telah diatur melalui S u r a t K e p u t u s a n M e n t e r i Ke s e h a
t a n R e p u b l i k I n d o n e s i a N o m o r 1027/Menkes/SK/I X/2004.
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
a. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
b. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
c. Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
d. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, bahwa
pelayanan kefarmasian meliputi:

1. Pelayanan Resep
a. Skrining Resep meliputi:
 P e r s ya r a t a n A d m i nis t r a ti f :
- Nama, SIP dan alamat dokter
- Tanggal penulisan resep
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
- Nama obat, potensi, dosis, danjumlah yang minta
- Cara pemakaian yang jelas
- Informasi lainnya
 Kesesuaian farmasetik :
- bentuk sediaan,
- dosis, potensi,
- stabilitas,
- inkompatibilitas,
- caradan lama pemberian.
 Pertimbangan klinis :
- adanya alergi,
- efek samping,
- interaksi,
- kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain).
- Jika ada keraguan terhadap resep h endakn ya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan m e
m b e ri k a n p e r ti mb an ga n d a n a l t e rn a ti f seperlunya
b i l a p e r l u menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

Peranan Apoteker Sebagai Manager


Manajemen secara formal diartikan sebagai perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian, terhadap penggunaan
sumber daya untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen adalah untuk:
a. M encapai tujuan.
b. Menjaga keseimbangan di antara tujuan -tujuan yang saling
bertentangan.
c. Mencapai efisiensi dan efektivitas.
Dua konsepsi utama untuk mengukur prestasi kerja (performance)
manajemen a d a l a h e f i s i e n s i d a n e f e k t i v i t a s . E f i s i e n s i
a d a l a h k e m a m p u a n u n t u k menyelesaikan suatu pekerjaan
dengan benar, merupakan konsep matematika, atau merupakan
perhitungan ratio antara keluaran (output) dan masukan (input). Seorang
manajer dikatakan efisien adalah seseorang yang mencapai keluaran
yang lebih tinggi (hasil, produktivitas, performance) dibanding masukan-
masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu) yang digunakan.
Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang
tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Manajer yang efektif adalah manajer yang dapat memilih
pekerjaan yang harus dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk
mencapai tujuan.

Peranan Apoteker Sebagai Retailer


Apotek merupakan tempat pengabdian profesi kefarmasian. Namun
tidak dapat dipungkiri di sisi lain bahwa apotek adalah salah satu model badan
usaha retail, yang tidak jauh berbeda dengan badan usaha retail lainnya. Apotek
sebagai badan usaha retail, bertujuan untuk menjual komoditinya, dalam hal ini
obat dan alat kesehatan, sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan profit. Profit
memang bukanlah tujuan utama dan satu-satunya dari tugas keprofesian apoteker,
tetapi tanpa profit apotek sebagai badan usaha retail tidak dapat bertahan.
Oleh karena itu, segala usaha untuk meningkatkan profit perlu dilaksanakan,
di antaranya mencapai kepuasan pelanggan. Pelanggan merupakan sumber profit.
Oleh karena itu, sebagai seorang retailer berkewajiban mengidentifikasi apa yang
menjadi kebutuhan pelanggan, menstimulasi kebutuhan pelanggan agar menjadi
permintaan, dan memenuhi permintaan tersebut sesuai bahkan melebihi harapan
pelanggan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.
992/Menkes/Per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Menteri Kesehatan, pasal 6, dinyatakan bahwa :
a. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang
bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi
persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk
sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik
sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya
diluar sediaan farmasi.
Berdasarkan peraturan tersebut, terutama ayat 2 dan 3, membuka peluang
bagi apotek untuk melakukan kegiatan usaha di luar sediaan farmasi. Oleh
karena begitu besarnya peluang, dan kelonggaran regulasi yang ada, apotek
memiliki keleluasan dalam menjalankan perannya sebagai salah satu badan usaha
retail.
Oleh karena itu, Apoteker Pengelola Apotek seyogyanya menjalan peran
memainkan peranannya sebagai retailer, terutama bagi Apoteker Pengelola Apotek
yang full management. Kompetensi minimal mengenai marketing dan strateginya,
akan menjadi nilai tambah bagi Apoteker Pengelola Apotek, dalam memimpin suatu
apotek. Pengaturan sarana dan prasarana yang menunjang juga sangat menentukan
keputusan pelanggan untuk membeli, seperti pajangan yang menarik, layout apotek,
merchandising, pelayanan yang hangat dan ramah, dan lain sebagainya

Konseling
Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta
untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan
utama (Three Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam
membuka sesi konseling untuk pertama kalinya.
Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?

2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?

3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?

Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi
pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah
pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan
oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga
pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk
menggali informasi seluas- luasnya (dengan tipe open ended question).

Penyuluhan
Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Penyuluhan langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok;
sedangkan penyuluhan tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-
pesan penting dalam bentuk brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media
cetak atau elektronik, misalnya penyuluhan tentang pencegahan dan
penanggulangan penyakit liver perlu dilaksanakan secara berkelanjutan mengingat
sebagian besar penyebab penyakit hati adalah karena kurangnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka terhadap penyakit-penyakit
hati tersebut.
Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan
pasien penyakit liver. Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker memastikan bahwa
pasien tahu tentang penyakit yang dideritanya, pentingnya kepatuhan terhadap diet
yang disarankan serta akibat dari ketidakpatuhan atau kelalaian dalam
menjalankan terapi pengobatannya. Pasien harus diberi pengertian bahwa penyakit
liver, khususnya hepatitis dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti
asites, sirosis hati dan kematian apabila tidak ditangani dengan baik. Pasien juga
harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak boleh diminum, seperti misalnya
parasetamol yang bersifat hepatotoksik; jadi apoteker harus mengingatkan
pasienuntuk menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal) pada saat pasien
terserang demam.

Swamedikasi

Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit


ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari
60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya
mengandalkan obat modern. Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri
yaitu penggunaan obat-obatan atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk
mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering
disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk meringankan penderitaan
mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes
No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya
seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan
dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus
mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang
bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif
dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan,
umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang
diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern, yaitu
pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?), indikasi (untuk mengobati
apa?), dosage (seberapa banyak? seberapa sering?), effek samping, dan kontra
indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum obat itu?).
Kriteria obat yang digunakan :
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita
hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65
tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
d. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
e. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia
f. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri

 Dampak positifnya:
- Pencegahan maupun pengobatan yang lebih dini
- Biaya yang lebih terjangkau dan cepat
 Dampak negatifnya :
Pengobatan yg kurang rasional
 Manfaat
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau nyeri
ringan, hanya jika dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan
pengetahuan yang cukup tentang obat yang digunakan dan kemampuan
nengenali penyakit atau gejala yang timbul. Swamedikasi secara
serampangan bukan hanya suatu pemborosan, namun juga
berbahaya.
Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi,
maka informasi mengenai obat yang tepat & sesuai dengan kebutuhan
mereka juga semakin diperlukan. Dalam hal itulah seorang apoteker
mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang tepat
tentang obat kepada pasien atau konsumen
Fungsi Farmasi dalam Kesehatan Masyarakat.
Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai dengan Kompetensi
Apoteker di Apotek menurut WHO (World Health Organization)
Kompetensi Apoteker menurut WHO dikenal dengan Eight Stars Pharmacist,
yaitu:

a. Care giver, artinya Apoteker dapat memberi pelayanan kepada


pasien, memberi informasi obat kepada masyarakat dan kepada
tenaga kesehatan lainnya.
b. Decision maker, artinya Apoteker mampu mengambil keputusan,
tidak hanya mampu mengambil keputusan dalam hal
manajerial namun harus mampu mengambil keputusan terbaik
terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagaicontoh ketika pasien
tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka Apoteker
dapat berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan
obat dengan zat aktif yang sama namun harga lebih terjangkau.
c. Communicator, artinya Apoteker mampu berkomunikasi dengan
baik dengan pihak ekstern (pasien ataucustomer) dan pihak
intern (tenaga profesional kesehatan lainnya).
d. Leader, artinya Apoteker mampu menjadi seorang
pemimpin di apotek. Sebagai seorang pemimpin, Apoteker
merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab
dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen
pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM
serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.
e. Manager, artinya Apoteker mampu mengelola apotek dengan
baik dalam hal pelayanan, pengelolaan manajemen apotek,
pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan.
Untuk itu Apoteker harus mempunyai kemampuan
manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan
prinsip- prinsip ilmumanajemen.
f. Life long learner, artinya Apoteker harus terus- menerus
menggali ilmu pengetahuan, senantiasa belajar, menambah
pengetahuan dan keterampilannya serta mampu
mengembangkan kualitas diri.
g. Teacher, artinya Apoteker harus mampu menjadi guru,
pembimbing bagi stafnya, harus mau
meningkatkankompetensinya, harus mau menekuni profesinya,
tidak hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi harus dapat
melaksanakan profesinya tersebut dengan baik.
h. Researcher, artinya Apoteker berperan serta dalam
berbagai penelitian guna mengembangkan ilmu kefarmasiannya
Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai Dengan Kompetensi Apoteker Indonesia di
Apotek menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi
Indonesia)
Kompetensi Apoteker menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi
Farmasi Indonesia) adalah:

a. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu
melaksanakan pengelolaan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Pelayanan Obat dan Perbekalan kesehatan Lainnya


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu memberikan
pelayanan obat/untuk penderita secara profesional dengan jaminan bahwa
obat yang diberikan kepada penderita akan tepat, aman, dan efektif.
Termasuk di dalamnya adalah pelayanan obat bebas dan pelayanan obat
dengan resep dokter yang obatnya dibuat langsung oleh apotek.

c. Pelayanan Konsultasi, Informasi, dan Edukasi


Kompetensi yang diharapkan adalah apoteker mampu melaksanakan
fungsi pelayanan konsultasi, informasi dan edukasi yang berkaitan
dengan obat dan perbekalan kesehatan lainnya kepada penderita, tenaga
kesehatan lain atau pihak lain yang membutuhkan. Tujuan konsultasi obat
terhadap pasienadalah (Siregar, 2004) :
- Menciptakan hubungan yan g baik dengan penderita
sehingga mempermudah proses pengobatan.
- Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan mengenai sejarah
pengobatan penderita.
- Memberikan pendidikan pada penderita mengenai cara penggunaan
obat yang benar.
-Memberi dukungan dan keyakinan pada penderita mengenai proses
pengobatan yang dijalankan.
Edukasi dan konseling yang dilakukan Apoteker merupakan
bagian dari pharmaceutical care dengan tujuan untuk meningkatkan hasil
terapi. Edukasi terhadap pasien berhubungan dengan suatu tingkat dari
perubahan perilaku pasien. Kegagalan pengobatan dapat disebabkan banyak
faktor, salah satunya adalah kurangnya edukasi yang berkaitan
dengan terapi sampai pada hambatan financial yang menghalangi
pengadaan obat. Tujuan edukasi obat adalah agar pasien akan
mengetahui betul tentang obatnya, meningkatkan kepatuhan pasien,
pasien lebih teliti dalam menggunakan dan menyimpan obat, pasien
mengerti akan obat yang diresepkan dan akhirnya menghasilkan respon
pengobatan yang lebih baik.

d. P encatatan dan P elaporan


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu
melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Apoteker bertanggung jawab terhadap setiap
kegiatan di apotek termasuk pencatatan, administrasi pembelian,
penjualan, pelaporan keuangan dan laporan penggunaan narkotika /
psikotropika (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta, 2001).

e. P artisipasi Monitoring Obat


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu
berpartisipasi aktif d a l a m p r o gr a m m o n i t o r i n g k e a m a n a
n p e n g gu n a a n o b a t . A p o t e k e r berpartisipasi dalam
program monitoring obat terutama monitoring reaksi obat merugikan
(ROM).

f. Partisipasi Promosi Kesehatan


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu
berpartisipasi secara aktif dalam program kesehatan di masyarakat
lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan obat.

g. Fungsi/Tugas Lain (terkaitdenganpengelolaankeuangan, SumberDaya Manusia)


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu
melaksanakan tugas dan fungsi lain sebagai pimpinan di apotek, seperti
pengelolaan keuangan yang salah satunya terkait dengan target yang
ingin dicapai apotek, dan sumber daya manusia yang bertujuan untuk
mendukung program yang dilaksanakan di apotek serta
terlaksananya pelayanan yang berkualitas terhadap pasien.
Pengembangan apotek dapat dilakukan dengan tujuan memperluas
dunia usaha serta pelayanan kepada masyarakat.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang
pelayanan kesehatan yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan
upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa kefarmasian, diagnosa
kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu
sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat
tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat
berguna bagi masyarakat.
Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan
masyarakat adalah penggunaan obat (rasional) yang terkait
kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam penentuan
kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani
secara optimum.
Masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri yang disebut
swamedikasi namun harus mencari informasi obat yang sesuai
dengan penyakitnya sesuai dengan arahan seorang farmasi.
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. “Kesehatan Masyarakat”. Jakarta: Rineka Cipta

Entjang, Indan, 2000, IlmuKesehatanMasyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti

Anda mungkin juga menyukai