Anda di halaman 1dari 13

KESEHATAN DALAM MASYARAKAT DALAM BIDANG FARMASI

NAMA : VIRA WAHYUNI SAPUTRI

NIM : 1320039150

PRODI : D3 Farmasi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIkes ANDINI PERSADA MAMUJU

(STIKAP) 2021/2022
KATA PENGANTAR

ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATU

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "kesehatan masyarakat dalam bidang farmasi"
dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran ilmu kesehatan masyarakat. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia dalamkesehatan masyarakat
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen selaku pembawa materi ilmu kesehatan
masyarakat. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.

saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Lebih dan kurangnya mohon di
maafkan.

Mamuju, 18-agustus-2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................................2

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................3

C. Tujuan...........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................5

A. Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat.......................................................................6

B. Pharmaceutical.............................................................................................................7

C. Tingkat Pencegahan Penyakit Oleh Farmasi................................................................8

BAB III PENUTUP.............................................................................................................9

A. Kesimpulan..................................................................................................................10

B. Saran............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................12
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang lengkap dan
bukan sekadar tidak adanya penyakit atau kelemahan.[1] Pemahaman tentang kesehatan
telah bergeser seiring dengan waktu. Berkembangnya teknologi kesehatan berbasis digital
telah memungkinkan setiap orang untuk mempelajari dan menilai diri mereka sendiri, dan
berpartisipasi aktif dalam gerakan promosi kesehatan. Berbagai faktor sosial berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan, seperti perilaku individu, kondisi sosial, genetik dan biologi,
perawatan kesehatan, dan lingkungan fisik. Makna kesehatan telah berkembang seiring
dengan waktu. Dalam perspektif model biomedis, definisi awal kesehatan difokuskan pada
kemampuan tubuh untuk berfungsi. Kesehatan dipandang sebagai kondisi tubuh yang
berfungsi normal yang dapat terganggu oleh penyakit dari waktu ke waktu. di Indonesia
terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara
sungguh-sungguh dari semua pihak karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan
baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Di negara kita mereka yang
mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah
selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada
mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak
mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian
dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu
mendapatkan upaya promosi kesehatan.

Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan
dan kehidupan bangsa. Dalam arti lain, kesehatan masyarakat adalahkombinasi antara teori
(ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup,
dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Untuk mewujudkan hal ini secara optimal
diselenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut
sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau
upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan
dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.

Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang
bermutu. Seorang farmasi masuk dalam kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa
kefarmasian, diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi kefarmasian, selain itu
sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika,
nutrisi tambahan, alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat. 
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana farmasi dalam kesehatan masyarakat?
2. Apa peran farmasi dalam kesehatan masyarakat?
3. Apa fungsi dan tugas farmasi dalam kesehatan masyarakat?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui bagaimana farmasi dalam kesehatan masyarakat
2. Mengetahui dan memahami peran farmasi dalam kesehatan masyarakat
3. Mengetahui dan memahami fungsi dan tugas farmasi dalam kesehatan masyarakat 
Bab II pembahasan

A. Farmasi Dalam Kesehatan Masyarakat

Profesi farmasi hingga kini masih belum sangat dikenal luas oleh masyarakat.
Padahal sebenarnya, farmasi juga memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan
masyarakat. Hal ini karena yang paling kompeten tentang obat-obatan adalah orang-orang
farmasi. Keterkaitan farmasis dalam fungsi kesehatan masyarakat terutama dalam
menyusun kebijakan (menyangkut) kesehatan, baik organisasi, lokal, regional, nasional,
maupun internasional.

Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah


penggunaan obat (rasional) yang terkait kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam
penentuan kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani secara
optimum.

a.) Beberapa hal yang melibatkan farmasis dalam kesehatan masyarakat

a. Identifikasi health-related public/comm problems: secara luas


berprinsip pada epidemiologi, termasuk pengumpulan data yg
diperlukan untuk penentuan penyebab penyakit, efek (obat),
penyembuhan penyakit. masalah yang muncul di antaranya:
prevalensi dan insidensi penyakit, jumlah dan penderitaan ADRs,
tingkat kepatuhan minum obat, biaya, karakteristik peresepan,
kesalahan dispensing, dan pengobatan sendiri.
b. Penentuan prioritas kesehatan : lewat proses legislative/regulasi yaitu
penentuan alokasi dana untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan.
c. Health planning : setelah prioritas ditentukan, program pelaksanaan
disusun secara sistematik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Evaluasi program : data harus dikumpulkan untuk digunakan sebagai
umpan balik bagi proses perencanaan tugas berikutnya, sehingga
sistem menjadi dinamik.
e. Reimbursement/economics : alokasi biaya dan pengelolaannya secara
efektif – efisien merupakan faktor esensial. Kelancaran pembiayaan
untuk pelayanan seluruh populasi, termasuk untuk obat, harus
diupayakan secara optimal.
f. Program legislative/regulasi : penentuan parameter baku mutu
pelayanan yg berlaku secara nasional.
g. Increasing access to health services : farmasis merupakan profesional
kesehatan àoptimalisasi fungsi

1. Aktivitas farmasis dalam pelayanan kesehatan masyarakat


a) Penyalah-gunaan dan penggunaan-salah: obat, alkohol, merokok,
zat addiktif yang lain, dosis. Pendidikan merupakan prioritas penentu.
b) Penyuluhan penularan penyakit seksual : AIDS à pendidikan
perilaku sehat.
c)Keluarga berencana : penyuluhan dan penyebaran informasi
kesehatan : informasi diit, latihan fisik, konsep health believe.
d) Model, adopsi-inovasi, penggunaan obat secara benar.
e) Fluoridation : keseimbangan elektrolit air bersih, kesehatan gigi.
f) Promosi kesehatan.
g) Pencegahan keracunan : tindakan awal, pertolongan pertama
kesehatan, pemberian antidotum.
h) Quackery : obesity, penyakit degeneratif, kronik, menular.
i) Persiapan penanggulangan bahaya dan keadaan darurat :
perencanaan penanggulangan bahaya banjir, gempa, epidemi,
pandemi, kecelakaan beratàpanduan informasi pencegahan,
penanggulangan penyakit, pppk korban, persiapan obat pertama,
j) Pelaksanaannya dalam kelompok terpadu dikelola dengan baik.
k) Perlindungan (monitoring) terhadap lingkungan : dampak semua
bentuk polusi terhadap kesehatan harus di-informasikan kepada
masyarakatà peran farmasis sebagai pendidik kesehatan
masyarakat/individual
l) Keamanan tempat kerja: penjaminan keselamatan tempat kerja,
pengobatan sendiri sebagai pppk, metode pelaporan dan
penanggulangan, sehingga dapat segera mendapat penatalaksanaan
yang benar, serta mencegah terulang kembali kejadian yg mirip.

Aktivitas farmasis pada kesehatan masyarakat dapat didasarkan atas 2 karakteristik:

a) Sebagai profesional: kewajiban dan tugas utamanya adalah kesejahteraan


pasien di atas kepentingan sendiri, ekonomi, interes.
b) sebagai warganegara yg menikmati penghormatan khusus (unusual) dari
publik: kewajibannya adalah pengembangan pengabdian profesi (privileged
position) untuk kepentingan publik (masyarakat)à pelayanan kesehatan.

B. Pharmaceutical Care

Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi


pelayanan farmasi dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan
pasien yang dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan serta menguatnya tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. Orientasi
terhadap kepentingan pasien tanpa mengesampingkan produk dikenal dengan konsep
Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat
dan penggunaannya; semakin meningkatnya keadaan sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan
masyarakat; serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang
bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas, Pharmaceutical Care merupakan
hal yang mutlak harus diterapkan.
Penekanan Pharmaceutical Care terletak pada dua hal utama, yaitu:

Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien sesuai


kondisi penyakit.

Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara


berkesinambungan.

Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari


beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:

 Penyusunan informasi dasar atau database pasien.


 Evaluasi atau Pengkajian (Assessment).
 Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
 Implementasi RPK.
 Monitoring Implementasi.
 Tindak Lanjut (Follow Up).

Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses


penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.

C. Tingkat Pencegahan Penyakit Oleh Farmasi

Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya berperan dalam


membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan
mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit
yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, memiliki prevalensi yang tinggi dan juga
membahayakan jiwa. Penyakit hati termasuk penyakit yang cukup banyak diderita
masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda.
Peran serta apoteker ini didasari dengan pengetahuan yang dimiliki apoteker tentang
patofisiologi penyakit; diet yang harus dijalani; obat-obatan yang diperlukan atau harus
dihindari oleh pasien penyakit hati.

a. Peran Apoteker

Peran aktif apoteker di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Melakukan upaya pencegahan penyakit hati Upayaini diwujudkan melalui:

a) Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang


penyakit-penyakit hati; gejala awal, sumber penyakit, cara
pencegahan dan pertolongan pertama yang harus dilakukan.
b) Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan
masyarakat seputar penyakit liver dalam rangka edukasi di
atas.
c)Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit
melalui Komite Pengendali Infeksi dengan memberikan saran
tentang pemilihan antiseptik dan desinfektan; menyusun
prosedur, kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya
produk obat yang diracik di instalasi farmasi atau apotek;
menyusun rekomendasi tentang penggantian, pemilihan alat-
alat kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang digunakan
untuk tujuan baik invasive maupun non-invasif, serta alat
kesehatan balut yang digunakan di ruang perawatan, ruang
tindakan, maupun di unit perawatan intensif (ICU).
d) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah
bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini
dilakukan dengan cara:
e) Memberikan informasi kepada pasien tentang
penyakitnya dan perubahan pola hidup yang harus dijalani
(misalnya: diet rendah lemak dan garam, tidak minum
minuman beralkohol, istirahat yang cukup).
f) Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara
penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya.
g) Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat
perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan
terjadinya efek samping obat.

b. Konseling

Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk
memantau perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three
Prime Questions) yang dapat digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk
pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?

Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?

Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?

Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi
pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian
informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter
(misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan
meragukan kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-
luasnya (dengan tipe open ended question).

c. Penyuluhan

Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penyuluhan


langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok; sedangkan penyuluhan
tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan penting dalam bentuk
brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau elektronik, misalnya
penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit liver perlu dilaksanakan
secara berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab penyakit hati adalah karena
kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka terhadap
penyakit-penyakit hati tersebut.

Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan pasien


penyakit liver. Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani pengobatannya. Hendaknya apoteker memastikan bahwa pasien tahu tentang
penyakit yang dideritanya, pentingnya kepatuhan terhadap diet yang disarankan serta
akibat dari ketidakpatuhan atau kelalaian dalam menjalankan terapi pengobatannya. Pasien
harus diberi pengertian bahwa penyakit liver, khususnya hepatitis dapat menimbulkan
komplikasi lebih lanjut seperti asites, sirosis hati dan kematian apabila tidak ditangani
dengan baik. Pasien juga harus diberikan daftar obat-obatan yang tidak boleh diminum,
seperti misalnya parasetamol yang bersifat hepatotoksik; jadi apoteker harus mengingatkan
pasien untuk menggunakan obat yang lain (misalnya asetosal) pada saat pasien terserang
demam.

d. SWAMEDIKASI

Swamedikasi, atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit ringan
sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih dari 60% dari
anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya mengandalkan obat
modern.

Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan atau


menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan atau nyata.
Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati diri sendiri, untuk
meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar hukumnya permekes
No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang
dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih
dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat
yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa
memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk
kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya ada lima komponen
informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat modern,
yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?), indikasi (untuk mengobati
apa?), dosage (seberapa banyak? seberapa sering?), effek samping, dan kontra indikasi
(siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum obat itu?).

Kriteria obat yang digunakan

a) Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat


diserahkan tanpa resep:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada
wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang
tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat
khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat
khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
5. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di Indonesia
6. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang
dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan
sendiri

Dampak positifnya :

 Pencegahan maupun pengobatan yang lebih dini

 Biaya yang lebih terjangkau dan cepat

Dampak negatifnya :

 Pengobatan yg kurang rasional

Manfaat

Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau nyeri ringan, hanya jika
dilakukan dengan benar dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang obat
yang digunakan dan kemampuan nengenali penyakit atau gejala yang timbul. Swamedikasi
secara serampangan bukan hanya suatu pemborosan, namun juga berbahaya.

Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi, maka informasi


mengenai obat yang tepat & sesuai dengan kebutuhan mereka juga semakin diperlukan.
Dalam hal itulah seorang apoteker mempunyai peranan penting untuk memberikan
informasi yang tepat tentang obat kepada pasien atau konsumen.
BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan
1. Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang menunjang
pelayanan kesehatan yang bermutu. Seorang farmasi masuk dalam
kegiatan upaya kesehatan, yang terdiri atas anamnesa kefarmasian,
diagnosa kefarmasian, tindakan kefarmasian dan evaluasi
kefarmasian, selain itu sarana produksi sediaan farmasi (bahan baku
obat, fitofarmaka, obat tradisional, kosmetika, nutrisi tambahan,
alat keshatan rumah tangga) sangat berguna bagi masyarakat.
2. Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan
masyarakat adalah penggunaan obat (rasional) yang terkait
kebijakan publik. Jika farmasis tidak terlibat dalam penentuan
kebijakan tersebut pelayanan kesehatan masyarakat tidak terlayani
secara optimum.
3. Masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri yang disebut
swamedikasi namun harus mencari informasi obat yang sesuai
dengan penyakitnya sesuai dengan arahan seorang farmasi.
b. Saran

Saran saya kita sebagai mahasiswa kesehatan di bidang farmasi kita tidak boleh hanya bergelut
saja pada obat tetapi kta juga harus mengetahui pengetahuan luar terutama pada masyarakat.
Kita harus mempunyai jiwa rasa kepedulian terhadap saudara-saudara kita di luar sana.
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. “Kesehatan Masyarakat”. Jakarta: Rineka Cipta

http://www.budilukmanto.org/index.php/perawatan-hepatitis/177-peran-apoteker?
tmpl=component&print=1&page=

http://swamedikasi.wordpress.com/

http://www.umy.ac.id/profesi-farmasi-perlu-dikenalkan-pada-masyarakat.html

http://ilmukesmas.com/upaya-peningkatan-kesehatan-masyarakat/

http://filosofi-konsep-diri-profesi-farmasi.ppt

Anda mungkin juga menyukai