PT INDONESIA POWER
PLTU JAWA BARAT 2 PELABUHAN RATU
OPERATION & MAINTENANCE SERVICE
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang
diberikan sehingga Modul Pembelajaran Operator Lokal Coal Handling ini dapat kami selesaikan.
Sholawat dan salam kami ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan modul ini dilakukan dalam rangka mendukung program akselerasi percepatan
kompetensi operator local Coal Handling pada khususnya, serta sebagai lanjutan program EP
Academy di PLTU JABAR 2 Pelabuhan Ratu. Selain itu tidak lupa pula penyusun ucapkan terima
kasih kepada:
1. Manajemen PT. Indonesia Power PLTU Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu
2. Manajemen PT. Cogindo Daya Bersama PLTU Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu
3. Tim pengelola diklat PLTU Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu
4. SPS & SP Operasi Penyaluran Energi Primer & Abu PLTU Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu
5. Tim Operator Coal Handling PLTU Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu
6. Pihak-pihak lain yang turut membantu penyusunan dalam bentuk apapun yang tidak
disebutkan satu per satu.
Pada akhirnya, mudah-mudahan Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu terlaksananya program ini. Tentunya dalam penyusunan modul ini masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami menerima saran dan kritikan yang
membangun demi tercapainya tujuan jangka panjang modul ini. Semoga modul ini membawa
manfaat untuk semua.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 3
ABSTRAK .......................................................................................................................................... 4
BAB I : KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (K3)........................................................................... 5
BAB II : WORK PERMIT DAN LOTO ................................................................................................ 10
BAB III : PENGOPERASIAN PERALATAN ......................................................................................... 15
01. DESKRIPSI PERALATAN BELT CONVEYOR ........................................................................... 17
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN BELT CONVEYOR ................................................................. 32
03. PENANGANAN GANGGUAN BELT CONVEYOR ................................................................... 37
01. DESKRIPSI PERALATAN RETRACTABLE HEAD PULLEY (RHP) .............................................. 41
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN RETRACTABLE HEAD PULLEY (RHP) .................................... 50
03. PENANGANAN GANGGUAN RETRACTABLE HEAD PULLEY (RHP) ...................................... 56
01. DESKRIPSI PERALATAN MAGNETIC SEPARATOR ................................................................ 60
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN MAGNETIC SEPARATOR...................................................... 66
03. PENANGANAN GANGGUAN MAGNETIC SEPARATOR ........................................................ 76
01. DESKRIPSI PERALATAN ROLLER SCREEN ............................................................................ 78
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN ROLLER SCREEN .................................................................. 82
03. PENANGANAN GANGGUAN ROLLER SCREEN .................................................................... 91
01. DESKRIPSI PERALATAN CRUSHER....................................................................................... 94
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN CRUSHER ............................................................................ 98
03. PENANGANAN GANGGUAN CRUSHER............................................................................. 105
01. DESKRIPSI PERALATAN COAL PLOUGH ............................................................................ 108
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN COAL PLOUGH ................................................................ 117
03. PENANGANAN GANGGUAN COAL PLOUGH .................................................................... 129
01. DESKRIPSI PERALATAN COAL BUNKER ............................................................................. 135
02. ROUTINE WORK COAL BUNKER ....................................................................................... 138
01. DESKRIPSI PERALATAN DUST SUPRESSION SYSTEM (DSS) .............................................. 140
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN DUST SUPRESSION SYSTEM (DSS) .................................... 145
03. PENANGANAN GANGGUAN DUST SUPRESSION SYSTEM (DSS) ...................................... 148
BIODATA PENYUSUN................................................................................................................... 150
3
ABSTRAK
Coal Handling merupakan salah satu fasilitas infrastruktur yang sangat vital dalam
system PLTU. Coal Handling berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan bahan bakar harian
operasional PLTU. Kegiatan utama Coal Handling yaitu melakukan transfer batubara baik
pembongkaran dari tongkang menuju Coal Yard atau pun untuk pengisian Coal Bunker.
Gangguan pada peralatan Coal Handling dapat memberikan dampak yang sangat signifikan
pada operasional PLTU. Kompetensi operator yang sigap dan cekatan dalam menangani
gangguan sangat diperlukan untuk kelangsungan operasional Coal Handling pada khususnya,
serta operasional PLTU pd umumnya.
4
BAB I
KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (K3)
A. Pengertian K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang
dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang
lain. Prosedur tan aturan tentang K3 telah diatur dalam Undnag-undang Nomor 1 tahun
1970 teentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
❖ Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak
diinginkan, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu- waktu
dan mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cedera) maupun peralatan atau
mesin (kerusakan) yang mengakibatkan dampak negatif kecelakaan terhadap
manusia, peralatan, dan produksi, akibatnya kegiatan kerja terhenti secara
menyeluruh.
5
1. Tindakan karyawan yang tidak aman
Dapat ditinjau dari pemberi pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman, Super-
intendent, atau Manager; dan dari karyawannya sendiri.
a. Tanggung jawab pemberi pekerjaan
1. Instruksi tidak diberikan.
2. Intstruksi yang diberikan tidak benar
3. Alat Perlindungan Diri (APD) tidak diberikan
4. Tidak dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap peralatan dan
pekerjaan.
b. Tindakan atau kelakukan karyawan
1. Tergesa-gesa atau ingin cepat selesai
2. Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai
3. Bekerja sambil bergurau
4. Tidak mencurahkan perhatian pada pekerjaan
5. Tidak mengindahkan peraturan dan instruksi
6. Tidak berpengalaman
7. Posisi badan yang salah
8. Cara kerja yang tidak benar
9. Memakai alat yang tidak tepat dan aman
10. Tindakan teman sekerja
6
b. Keadaan tidak aman
1). Lampu penerangan tidak cukup
2). Ventilasi tidak cukup
3). Kebersihan tempat kerja
4). Lantai atau tempat kerja licin
5). Ruang tempat kerja terbatas
6). Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi
• Meninggal
TERHADAP KELUARGA • Kesedihan
• Kehilangan penghasilan
TERHADAP PERUSAHAAN • Kehilangan tenaga kerja
• Mesin atau peralatan rusak
• Biaya pengobatan
• Biaya kompensasi
• Biaya perbaikan
7
❖ Pencegahan Kecelakaan Kerja
Pencegahan Kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan cara memberikan tanda
peringatan. Tanda peringatan memiliki warna dan makna yang berbeda, antara lain :
8
Hijau Penanda Rute keluar darurat atau
informasi lokasi pos P3K
keselamatan
C. Near Miss
❖ Pengertian
Near Miss adalah suatu peristiwa yang tidak direncanakan serta tidak
mengakibatkan cidera, penyakit, atau kerusakan property tetapi memiliki potensi
untuk mengakibatkan kerugian maupun kecelakaan kerja. Pelaporan near miss
merupakan langkah proaktif untuk mencegah terjadinya kecelakaan di lingkungan
kerja.
9
BAB II
WORK PERMIT DAN LOTO
A. Work Permit
10
❖ Ruang lingkup Work Permit
1. Work Permit Internal
Dokumen yang di perlukan untuk membuat work permit internal:
11
B. LOTO ( LOCK OUT TAG OUT )
❖ PENGERTIAN
LOTO (Lock Out Tag Out) adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
mengisolasi energi agar pekerja dapat bekerja dengan aman. Selain itu LOTO juga
merupakan sarana komunikasi dilapangan untuk memastikan kesiapan
pengoperasian suatu peralatan/equipment
12
Hasps Locks Berfungsi sebagai “Terminal” Pad
locks agar dapat dipasang beberapa pad
lock
Tata cara pemasangan LOTO, harus mengikuti 4 syarat berikut ini, yaitu :
13
3. Harus Menggunakan LOTO device yang sesuai
4. Harus diberi label dengan tagging card
14
BAB III
PENGOPERASIAN PERALATAN
Coal Handling Facility terdiri atas berbagai peralatan yang terintegrasi ke dalam satu
system, di mana dikendalikan oleh berbagai operator yang dikoordinasikan oleh
Operator Coal Handling Control Room. Berikut ruang lingkup Modul Pembelajaran
Operator Lokal Coal Handling :
1. Pengoperasian dan Troubleshooting Belt Conveyor
2. Pengoperasian dan Troubleshooting Retractable Head Pulley
3. Pengoperasian dan Troubleshooting Magnetic Separator
4. Pengoperasian dan Troubleshooting Roller Screen
5. Pengoperasian dan Troubleshooting Crusher
6. Pengoperasian dan Troubleshooting Plough Tripper
7. Pemantauan Level Coal Bunker
8. Pengoperasian dan Troubleshooting Dust Suppression System
15
DESKRIPSI
PERALATAN
PROSEDUR
PENGOPERASIAN
PENANGANAN
01. BELT GANGGUAN
CONVEYOR
16
01. DESKRIPSI PERALATAN
Belt Conveyor merupakan salah satu alat terpenting dalam Coal Handling system,
di mana fungsinya sebagai transportasi utama dalam pembongkaran batubara. Belt
Conveyor menghubungkan jalur-jalur transportasi batubara, baik dari Jetty, Stacker
Reclaimer (STRE), Coal Yard, dan Coal Bunker. Belt Conveyor tersusun atas belt yang
membentang dan digerakkan oleh motor yang terhubung dengan gearbox dan pulley.
Berikut susunan penomoran Belt Conveyor (BC) :
• BC 00 : menghubungkan unloading dari Ship Unloader (SU) hingga Transfer
Tower no. 00
• BC 01 A&B : menghubungkan Transfer Tower no. 00 hingga Transfer Tower
no. 01
• BC 02 A&B : menghubungkan Transfer Tower no. 01 hingga Transfer Tower
no. 02
• BC 03 A&B : menghubungkan Transfer Tower no. 02 hingga Transfer Tower
no. 03
• BC 04 A&B : menghubungkan Transfer Tower no. 03 hingga Transfer Tower
no. 04
• BC 05 A&B : menghubungkan jalur distribusi Coal Bunker di Bunker Bay
• BC 06 A : menghubungkan Transfer Tower no. 01 hingga jalur STRE A dan
Ending House (EH) A di Coal Yard A
• BC 06 B : menghubungkan Transfer Tower no. 02 hingga jalur STRE B dan
Ending House (EH) B di Coal Yard B
17
1.2 KOMPONEN UTAMA PERALATAN
A. BELT
Belt merupakan komponen utama yang terbuat dari material rubber atau sejenis,
berfungsi sebagai transportasi batubara dari lokasi tertentu sesuai penomorannya.
B. IDLER
Idler berfungsi untuk menyangga belt. Berdasarkan fungsinya idler terbagi dalam
beberapa jenis :
1. Carrying Idler
Berfungsi untuk menjaga belt pada bagian yang berbeban atau sebagai roll
penunjang belt bermuatan batubara
18
2. Return Idler
Berfungsi untuk menyangga belt dengan arah putaran balik
3. Steering Idler
Berfungsi untuk menjaga kelurusan BC agar tidak jogging (bergerak ke
kiri/kanan)
4. Impact Idler
Berfungsi untuk menahan belt agar tidak sobek/rusak akibat batu bara yang
jatuh dari atas.
19
5. Steering Return Idler
Berfungsi untuk menjaga kelurusan belt arah balik agar tidak jogging (bergerak
ke kiri/kanan)
C. PULLEY
Berdasarkan fungsinya, pulley terbagi menjadi beberapa jenis :
1. Drive / Head Pulley
Pulley yang terhubung langsung dengan peralatan penggerak yang berfungsi
untuk memutar belt saat dioperasikan.
2. Tail Pulley
Berfungsi untuk memutar kembali arah putaran belt menuju ke arah Drive
Pulley.
20
3. Bend Pulley
Berfungsi untuk membelokkan arah laju belt.
4. Snub Pulley
Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tegangan pada Drive Pulley dan Tail
Pulley.
5. Take Up Pulley
Berfungsi untuk menjaga ketegangan belt.
21
D. PENGGERAK
Untuk unit penggerak sendiri terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
1. Motor
Motor merupakan penggerak utama Belt Conveyor.
2. Kopling
Kopling berfungsi untuk meneruskan putaran ke gearbox yang kemudian
untuk diteruskan ke Pulley.
3. Gear Box
Gear Box berfungsi untuk mereduksi putaran motor untuk di teruskan ke
Pulley sesuai putaran yang diinginkan.
22
E. CLEANER
Berfungsi untuk membersihkan sisa material yang masih menempel pada belt arah
balik. Berasarkan letak dan bentuknya Cleaner terbagi beberapa jenis, yaitu :
▪ Primary Belt Cleaner
▪ Secondary Belt Cleaner
▪ V-Cleaner
▪ Diagonal Cleaner
F. COUNTER WEIGHT
Counter Weight adalah pemberat yang terhubung dengan Take Up Pulley yang
berfungsi untuk mengatur ketegangan Belt.
23
G. CHUTE
Berdasarkan letaknya Chute terbagi 2 jenis, yaitu :
▪ Inlet Chute
▪ Outlet Chute
H. LOADING SKIRT
Loading Skirt merupakan bagian dari Belt Conveyor yang dipasang pada bagian kiri dan
kanan belt pada tempat curahan agar material tidak tumpah.
24
1.3 PROTEKSI & INSTRUMENTASI
A. PULL CORD
Pull Cord adalah alat proteksi yang berfungsi untuk memberhentikan BC dengan
cara menarik tali yang dipasang sepanjang belt sisi kiri dan kanan secara manual
apabila ada gangguan atau kelainan pada belt.
B. BELT SWAY
Belt Sway adalah alat proteksi yang berfungsi untuk memberhentikan BC apabila
terjadi unbalance / jogging (belt bergerak ke kiri atau kanan tidak pada posisi
tengah) secara otomatis.
25
C. TEAR SWITCH
Tear Switch adalah suatu pengaman yang difungsikan untuk memberhentikan
motor Belt Conveyor apabila ada belt putus.
D. SPEED SENSOR
Berfungsi untuk memberhentikan Belt Conveyor apabila terjadi putaran Drive
Pulley berlebih.
26
E. UNDER SPEED SENSOR
Berfungsi memberhentikan Belt Conveyor apabila belt mengalami slip/putaran
Tail Pulley pelan.
27
G. PLOUGH CHUTE
Memberhentikan Belt Conveyor jika terjadi blocking di Chute.
H. ALARM
Memberikan tanda ketika Belt Conveyor akan dioperasikan.
I. FIRE DETECTOR
Mengaktifkan Sprinkle Hydrant jika terjadi kebakaran di lokal area.
28
1.4 P&ID / SCHEMATIC DIAGRAM
29
30
31
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN
2.1 PERSIAPAN
▪ Prosedur Singkat Pemeriksaan dan Pengoperasian
Sebelum mengoperasikan Belt Conveyor terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya meliputi beberapa persiapan maupun pemeriksaan baik
terhadap personel, lingkungan kerja, maupun kondisi perlatan.
32
7. Memastikan semua Idler dalama keadaan normal dan aman dari
tumpukan batu bara meliputi: Carrying idler, Return idler, Impact Idler,
Steering idler dan Steering return idler
8. Memastikan semua pulley dalama keadaan normal dan aman dari
tumpukan batu bara meliputi : Drive pulley, Tail pulley, Snub pulley, Bend
pulley, dan Take up pulley
9. Memastikan Counter Weight normal dan aman dari tumpukan batu bara.
10. Memastikan proteksi dalam keadaan release
33
B. START LOKAL
1. Lakukan langkah persiapan
2. Release brake dari panel lokal
3. START Alarm dari panel lokal
4. Informasikan kepada Operator CHCR Belt Conveyor siap dioperasikan
5. START Belt Conveyor dari panel lokal
2.3 MONITORING
Setelah Belt Conveyor beroperasi, operator wajib melaksanakan patrol check
secara berkala. Hal-hal yang di lakukan ketika patrol check, yaitu :
1. Memastikan Chute aman dari potensi blocking
2. Memastikan peralatan masih aman secara visual meliputi :
▪ Idler
▪ Pulley
▪ Belt
▪ Motor
▪ Fluid Coupling
▪ Cleaner
3. Memeriksa parameter peralatan,meliputi :
▪ Temperatur
▪ Level oli
34
2.4 PROSEDUR STOP
A. STOP REMOTE
1. Pastikan tidak ada material yang masih diatas Belt Conveyor
2. Informasikan kepada operator CHCR untuk STOP Belt Conveyor dari DCS
3. Pastikan Belt Conveyor sudah dalam kondisi stop
4. Informasikan kepada operator CHCR bahwa Belt Conveyor telah stop
B. STOP LOKAL
1. Pastikan tidak ada material yang masih diatas Belt Conveyor
2. Informasikan kepada operator CHCR Belt Conveyor akan di stop
3. Tekan tombol STOP pada local box
4. Tekan tombol BRAKE CLOSE pada local box
5. Pastikan Belt Conveyor sudah dalam kondisi stop
6. Menginformasikan kepada operator CHCR bahwa Belt Conveyor sudah
dalam kondisi stop
35
1. Lubricating
First Line Maintenance yang dilakukan operator yaitu dengan cara
melumasi peralatan. Beberapa contoh FLM lubricating di area BC adalah :
▪ Greasing pulley
▪ Top up oli gearbox
▪ Melumasi idler yang macet menggunakan WD
2. Tightening
First Line Maintenance yang dilakukan oleh operator dengan cara
mengencangi baut ketika ada baut yang kendor. Beberapa contoh FLM
Tightening adalah :
▪ Setting Primary Belt Cleaner
▪ Memasang rubber cover yang lepas
▪ Setting rubber skirt
3. Fault Finding dan Tagging
First Line Maintenance yang di lakukan operator ketika ada peralatan yang
abnormal dengan cara melaporkan ke Supervisor dan membuat service
request dan menandai peralatan yang abnormal. Beberapa contoh FLM
tagging antara lain :
▪ Menandai Idler yang abnormal dan melaporkan ke Supervisor
▪ Menandai Belt yang abnormal (sobek/berlubang)
▪ Menandai Rubber skirt yang sobek menggunakan pylox
36
03. PENANGANAN GANGGUAN
NO. JENIS GANGGUAN TROUBLESHOOTING PENANGANAN
PENYEBAB
1. Chute Blocking 1. Batu bara lengket 1. Patrol Chute secara
2. Flowrate terlalu besar berkala
2. Pastikan chute bersih
dari tumpukan batu
bara sebelum
digunakan
2. Belt Jogging 1. Curahan tidak center 1. Pastikan semua Idler
2. Banyak Idler yang berputar.
macet 2. Adjust Steering Idler
3. Banyak Rubber 3. Pastikan curahan batu
lagging yang tidak bara center ke Belt
normal Conveyor
4. Pemasangan frame 4. Pastikan tidak ada
yang tidak lurus tumpukan batu bara
yang menutupi pulley
3. Belt tidak Running 1. Supply power OFF 1. Pastikan POWER ON
setelah dilakukan 2. Ada proteksi yang dan tidak fault di
START masih aktif dan belum breaker
release 2. Jika ada indikasi fault
3. Breaker trip maka lakukan rack-
4. Relay Running putus out & rack-in pada
breaker
3. Pastiakan supply
power ON di local
panel
37
4. Periksa Relay Running
5. Pastikan brake release
6. Pastikan rubber
coupling normal
4. Belt Slip 1. Banyak material yang 1. Pastikan semua idler
menumpuk di di area berputar, jika idler
pulley dan idler tidak berputar maka
2. Banyak rubber lagging lakukan lubricating
yang abnormal idler menggunakan
3. Belt melebihi rust penetrant
kapasitas daya angkut 2. Pastikan semua Idler
dan pulley tidak
tertimbun batu bara,
jika ada yang
tertimbun batu bara
maka segeralah
cleaning tumpukan
tersebut
5. Temperatur Bearing 1. Level oli di batas 1. Lakukan top up oli
Gearbox Tinggi minimum 2. Laporkan ke CHCR
2. Vibrasi yang terlalu untuk dilakukan re-
tinggi alightment oleh
3. Banyak finess di teknisi
sekitaran gearbox 3. Bersihkan finess yang
berada di sekitaran
gearbox
6. Temperatur Bearing 1. Grease mulai 1. Lakukan regreasing
Pulley Tinggi kering/habis menggunakan grease
gun
38
2. Banyak finess batu 2. Bersihkan finess batu
bara di sekitaran bara/tumpukan
pulley batubara di sekitaran
pulley
39
DESKRIPSI
PERALATAN
PROSEDUR
PENGOPERASIAN
PENANGANAN
GANGGUAN
40
01. DESKRIPSI PERALATAN
41
Mode Operasi Retractable Head Pulley
Berikut posisi 1,2, dan 3 yang dimaksud dalam RHP :
▪ Posisi 1 : Line A dan B menuju Coal Yard
42
1.2KOMPONEN UTAMA PERALATAN
A. Head Pulley
Head Pulley adalah Pulley yang berada pada ujung depan Belt dimana material
dicurahkan. Head Pulley berfungsi sebagai media untuk menghubungkan antara RHP
dan belt conveyor.
B. Loading Chute
Loading Chute adalah komponen dari RHP yang berfungsi sebagai output curahan dari
tiap BC. Loading Chute ini juga dilengkapi dengan manhole yang berfungsi untuk
memudahkan proses cleaning.
43
C. Motor RHP
Motor listrik adalah mesin listrik yang berfungsi untuk mengubah energi listrik
menjadi energi mekanik, dimana energi mekanik tersebut berupa putaran dari motor
yang digunakan sebagai penggerak utama dari RHP.
D. Gearbox
Gearbox adalah sistem roda gigi dan hidrolik yang menghantarkan tenaga mekanis
dari penggerak ke media gerak dengen kecepatan lebih rendah tetapi gaya putar
lebih tinggi. Alat ini berfungsi untuk memindahkan tenaga penggerak dari motor ke
coupling dengan rasio tertentu yang disebut dengan gearbox ratio.
44
E. Coupling
Coupling merupakan sebuah alat yang dapat dipakai guna menghubungkan dua poros
pada kedua ujungnya antara gearbox dan gear dengan tujuan untuk
mentransmisikan daya.
F. Gear
Gear adalah komponen RHP yang berfungsi untuk menggerakan RHP dengan sumber
tenaga dari motor listrik. Gear ini terpasang di sisi kanan dan kiri RHP yang
bersentuhan langsung dengan gear yang terdapat pada RHP.
45
G. Roda RHP
Roda RHP merupakan komponen yang berfungsi untuk mempermudah perpindahan
RHP. Terdapat 6 roda yang terpasang di RHP yang berjalan sesuai jalur rel RHP.
H. Rubberskirt
Rubberskirt adalah sebuah rubber berbentuk persegi panjang yang dipasang pada sisi
RHP, berfungsi untuk mencegah agar batu bara tidak tumpah disisi belt conveyor.
46
I. Impact idler
Impact Idler adalah Idler yang di desain khusus untuk dapat menahan curahan
batubara dari atas Belt agar tidak mudah sobek. Impact Idler pada umumnya
dilapisi dengan karet pada sisi bagian luar.
47
B. Limit switch stoper
Limit Switch adalah saklar atau perangkat elektromekanis yang mempunyai tuas
aktuator sebagai pengubah posisi kontak terminal (dari Normally Open/NO ke Close
atau sebaliknya dari Normally Close/NC ke Open). Posisi kontak akan berubah ketika
tuas aktuator tersebut terdorong atau tertekan oleh stopper dan RHP akan berhenti
secara otomatis.
48
D. Emergency Stop Button
Emergency Stop Button adalah sebuah komponen yang dirancang sebagai alat
perlengkapan safety yang digunakan untuk mematikan peralatan secara darurat pada
saat kondisi peralatan running atau untuk mematikan peralatan agar tidak bisa
running pada saat ada perbaikan peralatan oleh teknisi.
49
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN
2.1 PERSIAPAN
▪ Prosedur Singkat Pemeriksaan dan Pengoperasian
Sebelum mengoperasikan RHP terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya meliputi beberapa persiapan maupun pemeriksaan baik terhadap
personel, lingkungan kerja, maupun kondisi perlatan.
50
▪ Pemeriksaan area RHP
1. Memastikan jalur rel RHP aman untuk dioperasikan, tidak ada benda asing dan
orang yang dapat mengganggu pengoperasian
2. Memastikan tidak ada tumpukan batu bara di area rel maupun motor RHP
3. Memastikan Belt Conveyor dalam kondisi stop dan tidak ada batu bara diatas
Belt sebelum mengoperasikan
4. Memastikan area aman sebelum dioperasikan
51
2. Tekan tombol 1, 2, atau 3 untuk memposisikan RHP pada line yang akan
digunakan (posisi 1, 2, dan 3)
1 2 3
3. Tunggu beberapa detik hingga RHP pindah pada posisi yang sesuai
4. RHP siap diberi beban
2.3 MONITORING
1. Pastikan Rubber Skirt tidak keluar jalur/sobek saat RHP dipindah
2. Pastikan tidak ada suara abnormal pada motor, Gearbox, dan Coupling
3. Pastikan RHP berhenti pada posisi yang akan digunakan
52
2.4 PROSEDUR STOP
C. STOP REMOTE
1. Stop RHP dilakukan apabila terjadi kendala dalam pemindahan posisi
D. STOP LOKAL
1. Stop RHP dilakukan apabila terjadi kendala dalam pemindahan posisi
2. Klik tombol STOP pada local box
53
2.5 HOUSEKEEPING DAN FIRST LINE MAINTENANCE
▪ HOUSE KEEPING
1. Cleaning Motor RHP
Dilakukan setiap shift, yang bertujuan untuk menjaga kondisi motor,
gearbox dan coupling dari tumpukan batu bara halus (coal finess).
54
3. Cleaning Panel Box Lokal
Dilakukan setiap shift, yang bertujuan untuk menjaga kondisi panel box
dan instrumensasi dari tumpukan coal finess, yang dapat mengganggu
kinerja alat tersebut.
55
03. PENANGANAN GANGGUAN
NO. JENIS GANGGUAN TROUBLESHOOTING PENANGANAN
PENYEBAB
1. RHP tidak dapat 1. Tidak ada supply 1. Periksa power supply
dioperasikan power dan pastikan ada
2. Terjadi fault pada tegangan
sistem 2. Periksa dan pastikan
3. Proximity dalam area RHP tidak ada
kondisi indikasi yang material yang
double menghalangi
4. Limit switch dalam 3. Periksa limit switch
kondisi tighten pada kondisi release
4. Periksa local box,
apakah ada indikasi
fault
5. Reset kontaktor
apabila terjadi fault
pada TOR
6. Reset breaker motor
RHP apabila tidak
muncul indikasi fault
56
3. Curahan pada RHP 3. Periksa kondisi Belt
tidak simetris Conveyor apakah
jogging / tidak. Jika
jogging, lakukan
adjustment posisi Belt
Conveyor
menggunakan Steering
Idler agar tidak terjadi
jogging
4. Periksa kondisi curahan
pada Belt Conveyor
5. Ganti Rubber Skirt /
Idler apabila kondisinya
abnormal
6. Masukan Kembali
Rubber Skirt apabila
kondisi Belt Conveyor
sudah normal
57
3. Cleaning dengan cara
disemprot dengan
menggunakan air
bertekanan tinggi
apabila chute dalam
kondisi rapat tidak ada
celah sama sekali
58
DESKRIPSI
PERALATAN
PROSEDUR
PENGOPERASIAN
PENANGANAN
MAGNETIC GANGGUAN
SEPARATOR
59
01. DESKRIPSI PERALATAN
60
atau ferrimagnetik seperti besi; inti magnetik memusatkan fluks magnetik dan
membuat magnet lebih kuat. Keuntungan utama dari sebuah elektromagnet
dibandingkan magnet permanen adalah bahwa medan magnet dapat dengan cepat
diubah dengan mengendalikan jumlah arus listrik dalam lilitan. Namun, tidak seperti
magnet permanen yang tidak membutuhkan daya, sebuah elektromagnet
membutuhkan pasokan arus terus menerus untuk mempertahankan medan
magnet.
B. BELT DRUM
Belt sabuk adalah komponen yang berputar mengelilingi magnet , berfungsi untuk
mempermudah proses pemindahan komonen yang terangkat oleh magnet
menuju tempat penampungan ,belt sabuk ini dapat berputar karena adanya
putaran dari motor yang tersambung dengan sebuah gearbox.
61
C. GEAR DAN RANTAI (PADA MAGNETIC SPARATOR TIPE LAMA)
Gear dan rantai adalah komponen yang berada pada Magnetic Separator yang
berfungsi untuk menghubungkan antara gear yang berada di motor dan gear yang
berada di Pulley Magnetic Separator.
62
E. Motor
Motor adalah komponen Magnetic separator yang berfungsi sebagai sumber
tenaga untuk memutar belt sabuk. Motor ini memiiki spesifikasi 380-400V AC.
F. Pulley
Pulley adalah sebuah komponen berbentuk tabung bulat yang berfungsi sebagai
poros tumpuan belt sabuk pada Magnetic Separator.
63
1.3 PROTEKSI & INSTRUMENTASI
1. THERMAL OVERLOAD RELAY (TOR)
Thermal Overload Relay (TOR) adalah salah satu komponen yang digunakan dalam
menyusun rangkaian suatu panel motor listrik. Komponen ini memiliki peran yang
sangat penting di dalam sebuah rangkaian listrik. Fungsinya yakni sebagai
pelindung apabila terjadi arus listrik berlebihan (over current) dalam elektro motor
dengan prinsip kerja bersistem panas (thermal).
2. EMERGENCY STOP
Emergency Stop Button adalah sebuah komponen peralatan yang dirancang
sebagai alat perlengkapan safety yang digunakan untuk mematikan mesin secara
darurat pada saat kondisi mesin beroperasi atau menahan mesin agar tidak bisa
beroperasi pada saat ada pemeliharaan.
64
1.4 P&ID / SCHEMATIC DIAGRAM
65
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN
2.1 PERSIAPAN
Sebelum mengoperasikan Magnetic Separator, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan di antaranya meliputi beberapa persiapan maupun pemeriksaan baik
terhadap personel, lingkungan kerja, maupun kondisi perlatan.
1. Siapkan peralatan kerja yang digunakan, pastikan membawa radio HT dan
check list.
2. Gunakan APD yang telah ditentukan seperti safety shoes, wearpack, safety
helmet, masker, sarung tangan kain dan sebagainya.
3. Memastikan LOTO system pada MS sudah release.
4. Memastikan power supply Magnetic Separator dalam keadaan ON.
66
5. Memastikan selector switch pada control panel local/remote dalam keadaan
normal.
67
7. Pastikan kelayakan belt dan pembuang logam (scrape) di Magnetic Separator
kondisi normal.
68
3. Pilih display Magnetic Separator pada DCS
69
F. START LOKAL
1. Pindah selector switch pada posisi LOKAL
70
3. Tekan tombol EXCITING START BUTTON.
71
2.3 MONITORING
1. Monitoring arus pada ampere meter.
72
2.4 PROSEDUR STOP
E. STOP REMOTE
1. Pilih display Magnetic Separator
73
F. STOP LOKAL
1. Tekan tombol EXCITING STOP BUTTON
74
2.5 HOUSEKEEPING DAN FIRST LINE MAINTENANCE
▪ HOUSE KEEPING
1. Cleaning panel box MS
▪ FLM
a. Pengencangan baut gearbox yang kendor
75
03. PENANGANAN GANGGUAN
NO. JENIS GANGGUAN TROUBLESHOOTING PENANGANAN
PENYEBAB
1. Temperature high 1. Beban terlalu berat 1. Cek MS apakah ada
pada magnet 2. Over current beban berat pada MS
2. Cek temperature
3. Cek pada panel box
apakah ada yang
abnormal
2. MS tidak bisa 1. Breaker OFF 1. Reset TOR
running 2. MCB ada yang short 2. Cek kondisi Power
3. Over current 3. Reset breaker MS
3. MS tidak bisa stop 1. Kabel kontrol putus 1. Tekan tombol
emergency
4. Rembesan oli pada 1. Seal kurang rapat 1. Cek temperature
gearbox (MS baru) 2. Cleaning ceceran oli
3. Lakukan
pengencangan
76
DESKRIPSI
PERALATAN
PROSEDUR
PENGOPERASIAN
ROLLER PENANGANAN
GANGGUAN
SCREEN
77
01. DESKRIPSI PERALATAN
78
1.2 KOMPONEN UTAMA PERALATAN
G. Motor
Motor adalah komponen Roller Screen yang berfungsi mengubah energi listrik
menjadi energi mekanis sebagai sumber tenaga untuk memutar Shaft. Jumlahnya
sebanya 12 set dan disusun bertingkat di setiap peralatan Roller Screen.
79
I. Shaft Screen Disc
Shaft Screen Disc merupakan komponen Roller Screen yang terdiri atas sirip-sirip
berputar dan berfungsi untuk memilah batubara berdasarkan ukurannya.
Batubara yang berukuran besar selanjutnya akan masuk ke Crusher untuk
dihancurkan menjadi batubara yang lebih kecil. Sedangkan batubara yang
berukuran kurang dari 30 mm akan jatuh menuju ke Belt Conveyor nomor 4.
J. Bearing
Bearing merupakan komponen Roller Screen yang berfungsi menumpu shaft yang
terdapat pada bagian housing. Komponen ini berfungsi sebagai pelindung shaft
jika terjadi masalah dan merupakan komponen yang dikalahkan.
80
1.3 PROTEKSI & INSTRUMENTASI
3. Thermal Overload Relay
Thermal Overload Relay (TOR) adalah salah satu komponen yang digunakan dalam
menyusun rangkaian suatu panel motor listrik. Komponen ini memiliki peran yang
sangat penting di dalam sebuah rangkaian listrik. Fungsinya yakni sebagai
pelindung apabila terjadi arus listrik berlebihan (over current) dalam elektro motor
dengan prinsip kerja bersistem panas (thermal).
81
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN
2.1 PERSIAPAN
▪ Prosedur Singkat Pemeriksaan dan Pengoperasian
Sebelum mengoperasikan Roller Screen terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya meliputi beberapa persiapan maupun pemeriksaan baik
terhadap personel, lingkungan kerja, maupun kondisi perlatan.
82
b. Memastikan semua motor dalam keadaan standby (start motor dalam mode
sequence).
83
2.2PROSEDUR START
G. START REMOTE
1. Memastikan Selector Switch pada Control Panel dalam posisi REMOTE
84
4. Melakukan koordinasi dengan operator lokal bahwa Roller Screen siap
dioperasikan dari REMOTE (DCS).
5. Melakukan START Roller Screen dari REMOTE (DCS).
H. START LOKAL
1. Memastikan Selector Switch pada posisi local.
ii. Memposisikan Selector Switch motor Roller Screen pada posisi mode
SEQUENCE/TOGETHER.
• Mode SEQUENCE (Start Berurutan) digunakan untuk mengetahui
kondisi setiap motor dalam keadaan normal.
• Mode TOGETHER (Start Bersamaan) digunakan setalah mengetahui
semua motor dalam keadaan normal.
85
iii. Menekan tombol START BY SCREEN pada Control Panel.
2.3 MONITORING
1. Memastikan semua motor Roller Screen beroperasi normal (putaran, suara,
temperature Bearing)
2. Memastikan tidak ada rembesan oli pada Gearbox.
86
2.4 PROSEDUR STOP
G. STOP REMOTE
i. Memastikan BC 3A dan 3B sudah STOP.
87
H. STOP LOKAL
i. Memastikan BC 3A dan 3B sudah STOP
ii. Menekan tombol SCREEN STOP pada Control Panel.
88
2.5 HOUSEKEEPING DAN FIRST LINE MAINTENANCE
▪ HOUSE KEEPING
1. Cleaning finess pada bearing.
89
▪ FLM
1. Greasing pada Bearing ketika temperature high
90
03. PENANGANAN GANGGUAN
NO. JENIS GANGGUAN TROUBLESHOOTING PENANGANAN
PENYEBAB
1. Bearing high 1. Bearing kurang 1. Lakukan greasing
temperature grease 2. Monitoring temperatur
apakah masih ada
kenaikan
3. Laporkan ke CHCR jika
masih terdapat
kenaikan temperatur
2. Gearbox ada 2. Baut kurang 1. Lakukan pengencangan
rembesan oli kencang baut
2. Periksa level oli
3. Lakukan penambahan
oli jika diperlukan
3. Indikasi running 1. Kontaktor 1. Cek kondisi kontaktor
hilang pada Control abnormal 2. Koordinasi dengan
Panel CHCR untuk melakukan
RESTART Roller Screen
4. Finess keluar pada 1. Posisi Gland Seal 1. Cleaning tumpukan
area Gland Bearing kurang rapat finess pada Bearing
2. Gland Seal aus 2. Periksa posisi Gland
Seal, lakukan
adjustment jika
memungkinkan
3. Laporkan ke CHCR jika
temuan Gland Seal
sudah aus
91
5. Roller Screen trip 1. Terdapat batu 1. Lakukan RESET pada
atau benda asing motor yang trip
terjepit pada Shaft 2. Buka manhole dan
Screen periksa Shaft Screen
2. Batubara yang 3. Lakukan cleaning Shaft
menempel pada Screen
Shaft Screen
terlalu banyak
(blocking)
92
DESKRIPSI
PERALATAN
PROSEDUR
PENGOPERASIAN
PENANGANAN
GANGGUAN
CRUSHER
93
01. DESKRIPSI PERALATAN
94
E. Casing
Bagian terluar yang menutup komponen bagian dalam Crusher
F. Bypass Chute
Tempat aliran batubara ketika Crusher dalam posisi not standby
G. Ring Hammer
Untuk menggiling batubara dengan output desain 30 mm
H. Tramp Iron Pocket
Penyimpanan sementara benda-benda asing yang dapat merusak Crusher
I. Synchronous Cage Adjustment (optional)
Untuk mengatur ketegangan antara Screen Plate dan Ring Hammer
J. Hinged Rear Quadrant
Konstruksi Crusher untuk memudahkan akses menuju ke peralatan
K. Heavy Disc
Untuk menggiling batubara pada tahap awal
L. Main Hole
Pintu untuk membersihkan benda asing di dalam Tramp Iron Pocket
95
1.3 PROTEKSI & INSTRUMENTASI
4. RELAY PROTEKSI BREAKER 6,3KV
Merupakan komponen yang befungsi untuk melindungi peralatan (Motor) dari
ganguan mekanis maupun electrikal
• Contoh gangguan mekanis : blocking, Motor jammed, bearing high
temperature, thermal protection
• Contoh gangguan electrikal : over load, instant over current, under voltage
5. PLUGH CHUTE
Merupakan sensor untuk meminimalisir terjadinya tumpahan di Chute ketika
terjadinya blocking pada saat proses transfer batubara. Sensor ini akan sangat
berguna ketika musim penghujan dengan kondisi batubara yang lengket.
96
6. SAFETY PLUG
Merupakan komponen yang berfungsi untuk mengamankan peralatan ketika
terjadi over load pada Crusher dengan memanfaatkan temperatur Fluid Coupling
yang panas sehingga Safety Plug akan meleleh dan oli di dalam Fluid Coupling akan
habis.
97
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN
2.1 PERSIAPAN
Sebelum mengoperasikan Crusher ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya meliputi beberapa persiapan maupun pemeriksaan baik terhadap
personel, lingkungan kerja, maupun kondisi perlatan.
1. Siapkan alat pelindung diri (baju wearpack, helm safety, sepatu safety, masker,
kacamata safety)
2. Siapkan peralatan kerja yang digunakan, pastikan membawa alat komunikasi
(radio HT) dan check list
3. Memastikan tagging system pada peralatan terkait sudah release
4. Memastikan power supply pada Breaker posisi ON.
98
5. Memastikan Crusher aman dari blocking dan benda-benda asing.
7. Memastikan Safety Plug dalam kondisi normal (tidak ada rembesan oli).
99
2.2 PROSEDUR START
I. START REMOTE
1. Memastikan ada operator yang mengawasi Crusher dari local.
2. Memastikan selector switch pada posisi REMOTE.
100
J. START LOKAL
1. Memastikan selector switch pada posisi LOKAL.
.
3. Memastikan peralatan sudah beroperasi di lokal.
101
2.3 MONITORING
1. Memastikan temperatur Bearing dalam kondisi normal.
102
J. STOP LOKAL
1. Menekan tombol STOP pada local control box.
103
▪ FLM
1. Pengencangan baut Safety Plug yang kendor
104
03. PENANGANAN GANGGUAN
NO. JENIS GANGGUAN TROUBLESHOOTING PENANGANAN
PENYEBAB
1. Blocking 1. Batubara lengket 1. Melakukan cleaning
2. Flap Damper Outlet sampai bersih
Crusher pembukaan 2. Melaporkan ke CHCR
tidak full OPEN/CLOSE untuk berkoordinasi
dengan bidang
pemeliharaan
105
2. Melaporkan ke CHCR
untuk berkoordinasi
dengan bidang
pemeliharaan & CBM
106
DESKRIPSI
PERALATAN
PROSEDUR
PENGOPERASIAN
Coal PENANGANAN
GANGGUAN
Plough
107
01. DESKRIPSI PERALATAN
108
2. STICK COAL PLOUGH
Komponen peralatan Coal Plough yang berfungsi sebagai indikator pada limit
switch agar memberi indikasi NAIK / TURUN pada DCS.
109
4. SCRAPE BOARD
Scrape Board adalah sebuah plat yang disusun menyerupai huruf V, berfungsi
mengarahkan batubara yang dibawa di atas Belt Conveyor yang beroperasi
saat Coal Plough posisi turun.
5. V-CLEANER
V-Cleaner berfungsi sebagai penahan lolosan batubara pada Belt Conveyor
yang terjadi akibat Coal Plough tidak rapat saat posisi turun atau saat plat
Scrape Board sudah aus, agar batubara pada Belt Conveyor dapat masuk ke
Coal Bunker dengan maksimal.
110
6. PISTON COAL PLOUGH
Piston pada Coal Plough berfungsi sebagai penerus putaran dari gearbox
motor, yang kemudian Piston itu akan mendorong atau menarik Scrape Board
sesuai dengan perintah dari peralatan kontrolnya.
7. GEAR BOX
Sebagaimana Gearbox pada umumnya, berfungsi sebagai penerus putaran
otor untuk menggerakan Piston Coal Plough.
111
8. SUPPORT
Berfungsi menopang struktur pada peralatan Coal Plough.
112
10. RUBBER CHUTE
Berfungsi sebagai pencegah gesekan langsung antara Belt dengan Chute
Bunker, serta mencegah agar pada saat Coal Plough posisi turun batubara
tidak keluar dari Chute Bunker.
113
2. SEKRING ATAU FUSE
Berfungsi untuk memutus arus listrik berlebih yang dapat menyebabkan
kebakaran pada rangkaian kelistrikan serta motor Penggerak Coal Plough.
114
1.4P&ID / SCHEMATIC DIAGRAM
115
116
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN
2.1 PERSIAPAN
▪ Prosedur Singkat Pemeriksaan dan Pengoperasian
Sebelum mengoperasikan Coal Plough terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya meliputi beberapa persiapan maupun pemeriksaan baik
terhadap personel, lingkungan kerja, maupun kondisi perlatan.
117
3. Pastikan supply power dari Coal Plough, pastikan semua sudah energized.
Gambar 01 Gambar 02
Pastikan Pada saat Sebelum Start tampilan Pada Monitor seperti pada gambar di atas
2. Pastikan area di sekitar Coal Plough yang mau dioperasikan aman dari aktifitas,
lakukan koordinasi dengan operator local.
118
3. Tekan tombol FALL pada DCS untuk menaikan Coal Plough dan tombol RAISE
untuk menurunkan Coal Plough. Sedangkan tombol STOP digunakan untuk
memberhentikan Coal Plough.
4. Setelah Menekan tombol FALL pastikan Coal Plough turun dan memeberi
indikasi turun pada monitor. Jika indikasi pada monitor merah maka Coal
Plough turun normal tanpa ada gangguan.
119
5. Lakukan test dengan mengoperasikan Coal Plough FALL dan RAISE masing-
masing minimal 2x sambal dilakukan pemantauan semua area dari Coal Plough
tersebut. Pastikan indikasi terbaca normal dan tidak ada indikasi ERROR yang
muncul pada DCS, tidak ada indikasi OVER LIMIT muncul, serta double indikasi
pada Coal Plough tersebut.
6. Setelah semua kondisi Coal Plough di lokal aman dan tidak ada kendala, serta
di DCS tidak ada indikasi fault, kemudian informasikan ke CHCR bahwa Coal
Plough siap untuk dioperasikan.
L. START LOKAL
1. Siapkan kunci local box Coal Plough.
2. Pastikan area di sekitar Coal Plough yang mau dioperasikan aman dari
aktifitas.
120
3. Pada panel local Coal Plough, posisikan selector switch ke posisi LOCAL.
121
2.3 MONITORING
1. Pastikan pada saat Coal Plough diperasikan turun, posisi Coal Plough tersebut
turun sempurna menyentuh Belt Coveyor, serta tidak ada lolosan batu bara.
2. Pastikan Coal Plough saat turun normal tidak ada suara abnormal pada motor
dan support Coal Plough tersebut.
3. Setelah Coal Plough turun ataupun naik, pastikan Limit Switch memberi
indikasi pada monitor DCS.
122
4. Pastikan pada sela-sela plat Coal Plough dan V-Cleaner tidak ada batu, ataupun
benda benda yang dapat merusak Belt Conveyor.
123
2.4 PROSEDUR STOP
K. STOP REMOTE
1. Pastikan sebelum melakukan STOP pada Coal Plough, batu bara yang di
atas Belt Conveyor sudah habis atau sudah kosong, kecuali dalam situasi
emergency.
2. Pastikan Breaker sudah dalam posisi RACK-IN serta supply power sudah
energized.
124
6. Pastikan saat Coal Plough dilakukan stop atau pada saat naik, Coal Plough
tersebut tidak ada gerakan dan suara abnormal.
7. Setelah Coal Plough naik, pastikan Limit Switch memberi indikasi pada
monitor DCS.
125
L. STOP LOKAL
1. Pastikan sebelum melakukan STOP pada Coal Plough, batu bara yang di
atas Belt Conveyor sudah habis atau sudah kosong, kecuali dalam situasi
emergency.
2. Pastikan Breaker sudah dalam posisi RACK-IN serta supply power sudah
energized.
3. Posisikan Selector Switch ke posisi LOCAL
4. Tekan tombol OFF pada Panel Local Control Coal Plough tersebut.
(catatan : jika setelah tombol OFF ditekan namun Coal Plough tidak
running, tekan tombol EMERGENCY terlebih dahulu kemudian tekan
tombol OFF kembali).
126
5. Setelah Coal Plough sudah posisi naik sempurna atau kondisi OFF,
posisikan Selector Switch pada posisi REMOTE kembali.
127
▪ FIRST LINE MAINTENANCE
1. Pengencangan Baut Support Motor
Dilakukan ketika ada pergerakan Coal Plough yang tidak normal ataupun
support motor goyang saat Coal Plough dioperasikan.
128
03. PENANGANAN GANGGUAN
NO. JENIS GANGGUAN TROUBLESHOOTING PENANGANAN
PENYEBAB
1. Muncul double 1. Limit Switch yang 1. Gerakan atau sentuh
indikasi pada DCS error salah satu Limit Switch
sampai indikasi posisi
Coal Plough saat itu
terbaca, dan indikasi
double hilang
2. Muncul fault pada 2. Overload / 1. Periksa kondisi
Breaker Overcurrent keseluruhan peralatan
Coal Plough yang fault
2. Setelah dipastikan tidak
ada temuan, lakukan
RACK-OUT & RACK-IN,
dan RESET pada MCC
Coal Plough tersebut
3. Laporkan CHCR untuk
koordinasi dengan
bidang pemeliharaan jika
indikasi fault tetap
muncul
3. Support Motor 1. Setting Limit Laporkan CHCR untuk
kendor atau tidak Switch yang tidak koordinasi dengan bidang
kencang pas, sehingga pemeliharaan jika indikasi
motor menyentuh fault tetap muncul
support
129
4. Muncul indikasi Di sebabkan oleh limit Jika Coal Plough Bisa di
Over limit swich yang terkadang running dari remot , maka
tidak berfungsi normal, coba running dari remot,
jadi limit swich tersebut kemudian kita stanby di
memberi indikasi di dekat coal plough tersebut,
DCS over limit atau setelah di rasa coal plough
melebihi batas indikasi sudah pada posisi yg kita
yang suda di buat atau inginka kita bilang stop
di tentukan tanpa harus nyentuh limit
swit
130
, jika tidak normal
Dokumentasi dan laporkan
ke atasan
8 Saat Coal Plough di Kontaktor yang buruk Cek kontaktor pada MCC
turunkan atau di atau di sebabkan oleh Coal Plough apakah saat di
131
naika,tidak dapat di kegagalan kabel tombol operasikan Kontaktor
hentikan dengan stop tersebut bekerja atau tidak,
menekan tombol Di sebabkan oleh jika tidak ambil
stop kegagalan pada system dokumentasi kemudian
kelistrikannya laporkan ke atas agar cepat
di bikin Sr dan Di perbaiki
132
Di sebabkan oleh
Batang Dorong Keluar Saat Pengsian Bunker
dari tempatnya jangan sampai batu bara di
10 Motor Berdengung chute penuh serta
saat Motor Di Batu Bara yang berada menutupi Bagian Coal
operasikan di Chute bunkerterlalu Plough, agar pada saat coal
banyak sehingga saat Plough di angkat tidak berat
Coal Plough naik
Menjadi berat
133
DESKRIPSI
PERALATAN
Coal ROUTINE
WORK
Bunker
134
01. DESKRIPSI PERALATAN
135
1.3 INSTRUMENTASI
1. LEVEL SENSOR
Level Sensor ditempatkan pada setiap Coal Bunker untuk memberikan
informasi level di DCS.
136
1.4 P&ID / SCHEMATIC DIAGRAM
137
02. ROUTINE WORK
2.1 HOUSEKEEPING DAN FIRST LINE MAINTENANCE
1. Cleaning finess di area sensor
138
DESKRIPSI
PERALATAN
PROSEDUR
PENGOPERASIAN
PENANGANAN
GANGGUAN
139
01. DESKRIPSI PERALATAN
1.1 FUNGSI & PRINSIP KERJA PERALATAN
Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar di dunia.
Batubara dengan jenis batubara Sub-Bituminous, yang dikenal dengan nama
Batubara Low-Rank atau popular dalam dunia pertambangan dengan nama LCV
Coal. Jenis batubara ini mempunyai sifat karakteristik yang reaktif, berdebu dengan
nilai HGI rendah, nilai sulfur tinggi, dan mempunyai Inherent Moisture yang relatif
tinggi.
Dengan melihat keadaan fakta bahwa batubara tersebut sangat berlimpah,
wajar bila pemerintah Indonesia menetapkan masa depan industri pembangkitan
Indonesia adalah menggunakan Steam Coal dengan memanfaatkan ketersediaan
batubara low-rank yang mudah didapat. Satu hal yang terlewatkan dalam
menghadapi LCV Coal Handling pada Pembankitan Listrik (PLTU), yaitu penanganan
(handling) jenis batubara Low Rank Coal yang sangat reactif ini. Namun dengan
menerapkan teknologi dan metoda yang benar pada Low Rank Coal ini dari hulu
sampai ke hilir akan mampu menekan risiko terjadinya self ignition ataupun
spontaneous combustion (sponcomb).
140
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya
partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru yang dikenal
dengan penyakit Black Lungs Disease.
Prinsip Kerja
Proses pembongkaran batu bara dari kapal tongkang menuju Coal Yard dan
Coal Bunker pada Coal Handling menggunakan sebuah Belt Conveyor, di mana pada
kondisi batu bara kering pada proses pembongkarannya akan menyebabkan banyak
debu / finess yang berterbangan, sehingga diperlukan penyemprotan menggunakan
air bertekanan (water spray) pada tiap Chute Belt Conveyor, yang terpasang pada
BC no. 2, 3, dan 6. Air awal mulanya ditampung menggunakan tangki DSS yang
memiliki kapasitas 23.000 Liter yang dapat diisi ulang menggunakan truk tangki air
/ air hydrant. Air pada tanki DSS akan di campur menggunakan bahan kimia
(chemical) yang dipompakan ke dalam tangka. Cairan chemical berfungsi untuk
mengurangi debu dan mencegah kebakaran di stockpile. Selanjutnya air akan
dialirkan ke pipeline yang akan digunakan menggunakan pompa DSS.
141
ii. POMPA DSS / BOOSTER PUMP
Pompa DSS adalah komponen DSS yang berfungsi untuk memompakan air dari
tangki menuju outlet line yang telah disiapkan. Pompa ini memiliki spesifikasi
penggerak motor 380 V AC.
142
v. NOZZLE SPRAY
Nozzle spray adalah outlet keluarnya air dari tangki yang dipompakan
menggunakan pompa DSS. Air dikabutkan (spray) bertujuan untuk memperluas
bidang kontak agar semua finess yang berterbangan dapat terkena air tersebut.
143
ii. Emergency stop
Emergency Stop adalah sebuah komponen peralatan yang dirancang sebagai
alat perlengkapan safety yang digunakan untuk mematikan mesin secara
darurat pada saat kondisi mesin running atau untuk mematikan mesin agar
tidak bisa running pada saat ada pemeliharaan.
144
02. PROSEDUR PENGOPERASIAN
2.1 PERSIAPAN
Prosedur Singkat Pemeriksaan dan Pengoperasian
Sebelum mengoperasikan DSS terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya meliputi beberapa persiapan maupun pemeriksaan baik terhadap
personnel, lingkungan kerja, maupun kondisi perlatan.
Persiapan Sebelum Pengoperasian
1. Siapkan peralatan kerja yang digunakan, pastikan membawa Radio HT dan
logsheet.
2. Gunakan APD yang telah ditentukan seperti safety shoes, wearpack, safety
helmet, masker, sarung tangan kain, dsb.
3. Jika ada suatu perbaikan/ pemeliharan pada DSS, konfirmasikan pekerjaan yang
akan atau sedang dilakukan dengan bidang pemeliharaan dan CHCR apakah
berpengaruh dengan pengoperasian. Apabila sudah memastikan bahwa
pemeliharaan tidak menggangu jalannya operasi maka bisa melakukan
pengoperasian DSS
145
2.2 PROSEDUR START
Pengoperasian DSS
1. Tekan tombol START BOOSTER PUMP untuk pompa air DSS
2.3 MONITORING
Monitoring DSS saat runing
1. Pastikan kondisi pompa motor DSS / chemical tidak ada suara abnormal / vibrasi
2. Pastikan pompa yang beroperasi tidak terjadi fault
3. Pastikan tidak ada kebocoran pada line DSS
4. Pastikan air keluar secara normal pada nozzle spray
5. Pastikan level tangki normal operasi (dijaga >70% /18 MA)
146
2.4 PROSEDUR STOP
Stop Pengoperasian
1. Tekan tombol STOP DOSING PUMP untuk motor pompa chemical
147
03. PENANGANAN GANGGUAN
NO. JENIS GANGGUAN TROUBLESHOOTING PENANGANAN
PENYEBAB
1. Pompa beroperasi 1. Nozzle spray mampet 1. Bersihkan nozzle
tetapi air tidak keluar 2. Masih ada valve yang spray (biasanya ada
belum dibuka kotoran yang
4. Air dalam tangki level tersangkut )
low 2. Pastikan semua valve
5. Pressure motor sudah dalam posisi
pompa kurang open pada line yang
akan digunakan
3. Cek level tangki dan
isi terlebih dahulu
apabila level low
4. Setting pressure pada
potensio meter
148
3. Pompa tidak bisa 1. Tidak ada supply 1. Periksa supply power
dioperasikan power pada breaker DSS,
2. Push button lakukan rack out- rack
emergency stop dalam in
kondisi tighten 2. Cek indikasi supply
power pada local box
3. Lakukan OFF-ON MCB
power utama pada
local box
4. Release push button
emergency stop
149
BIODATA PENYUSUN
NO FOTO BIODATA
1 Nama : Dwi Rahmat Cahyodiputro
TTL : Rembang, 02 Juni 2001
Tahun masuk kerja : 2019
Asal sekolah : SMK Negeri Jawa Tengah
Alamat : Desa Sumberagung, Kecamatan
Pancur, Kabupaten Rembang, Prov. Jawa
Tengah
Motto hidup : “Nothing Impossible in this
World, And do the best”
150