Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dewa Ayu Made Rahayu Pradnyani

NIM : 2015744069
Kelas : 3D MBI
Absen: 10

Kasus Asuransi Bumiputera


Permasalahan gagal bayar yang terjadi pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912
(AJBB) sudah terjadi sejak 1997. Kasus ini belum selesai karena tidak ada niat baik dari
manajemen. Piter menjelaskan, kasus gagal bayar yang terjadi pada Bumiputera ini tidak bisa
diselesaikan seperti Jiwasraya. Alasannya, Bumiputera adalah perusahaan swasta murni dengan
bentuk badan hukum usaha bersama. Pemilik polis adalah pemilik Bumiputera. Permasalahan
Asuransi Jiwa Bumiputera ini pertama kali muncul pada 1997. Saat itu Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) sebagai regulator sudah berusaha memfasilitasi penyelesaian permasalahan
pemegang polis dengan manajemen. Saat itu Regulator meminta Bumiputera untuk menyusun
program penyehatan jangka pendek dan menengah Sejak saat itu meskipun regulator mengalami
pergantian tetapi tidak pernah berhenti berupaya memfasilitasi penyelesaian permasalahan
Bumiputera. Sejak 1997 hingga sekarang regulator setidaknya sudah tiga kali menghadapi opsi
melikuidasi atau melanjutkan upaya penyehatan AJBB. Tiga kali pula Regulator memilih untuk
menyelamatkan Bumiputera. Permasalahan AJBB tidak pernah selesai tuntas karena pengelola
Bumiputera yaitu BPA, komisaris dan direksi tidak pernah konsisten melaksanakan program-
program yang mereka susun sendiri. Nasabah Bumiputera melakukan aksi unjuk rasa Asuransi
Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera di depan kantor Wisma Bumiputera. Para korban gagal bayar
AJB Bumiputera menuntut kejelasan untuk polis dibayar. Surat Perintah Tertulis dari OJK
menjadi awal pembangkangan BPA terhadap OJK. BPA kemudian tidak memberikan dukungan
yang cukup terhadap upayaupaya penyehatan keuangan AJBB. Akibatnya seluruh program
penyelesaian AJBB gagal. Manajemen Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, saat ini
tidak mampu membayar klaim para pemegang polisnya. Sekitar 500 ribu klaim pemegang polis
yang telah habis kontrak, tak kunjung dicairkan sejak 3 tahun terakhir.
- Tahun 1997-2002
Defisit Rp2,07 Triliun. Manajemen Bumiputera berupaya melakukan penyehatan jangka
pendek dan menengah, perbaikan investasi. Indepensi BPA agar tidak mempengaruhi
operasional manajemen dan pengawasan oleh regulator pemerintah (Bapepam LK).

- Tahun 2002-2010
Defisit makin besar Rp4,94 Triliun. Terdapat pemberitahuan waktu untuk perbaikan
kesehatan (RBC RKI dan Likuiditas) paling lama 5 tahun. Bapepam LK berupaya
menyelamatkan perusahaan dan pengawasan oleh Bapepam LK.
- Tahun 2010-2014
Defisit Rp9,25 Triliun. Perusahaan diminta membuat program kerja fundamental dan
perombakan manajemen penyusunan demutualisasi melakukan haircut atas kewajiban
jangka panjang dan mulai diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

- Tahun 2014-2016
Defisit bertambah Rp13,46 Triliun. Perbaikan dilakukan melalui pergantian manajemen,
masuk orang-orang luar, keputusan keuangan No. 504/2004. Selain itu, ada perubahan
distribusi pemasaran tradisional ke unit link. Intervensi OJK besar.

- Tahun 2016-2018
Defisit Rp18,9 Triliun. Pembayaran polis masih dilakukan, OJK menunjuk Pengelola
Statuter (PS) menjadi pengurus AJB Bumiputera yang 1912.

- Tahun 2020-Sekarang
Nilai defisit mencapai Rp30 Triliun. Upaya perbaikan dengan membentuk manajemen
baru, sesuai Anggaran Dasar AJB Bumiputera 1912.
Selanjutnya manajemen diminta menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019.
Direksi Bumiputera juga diminta menyelidiki kasus kecurangan di internal. Atas situasi genting
yang melanda manajemen AJB Bumiputera 1912, Jefry Rasyid menilai perlu ugensi pemilihan
Badan Perwakilan Anggota (BPA) baru.

Komentar Mengenai Kasus Asuransi Bumiputera


Permasalahan di perusahaan asuransi Bumiputera ini disoroti adalah terkait ketidakmampuan
pembayaran baik jangka pendek maupun jangka panjang (likuiditas dan solvabilitas). Namun
demikian ada perbedaan latar belakang dari penyebab kasus ini, untuk Bumiputera adalah
strategi penyehatan yang kurang tepat sehingga memicu terjadinya krisis likuiditas karena
hilangnya potensi pendapatan premi akibat adanya pemisahan antara operasional yang baru
sementara klaim harus tetap dibayarkan sehingga menyebabkan ketimpangan. manajemen AJB
Bumiputera mengalami dinamika yang luar biasa. Dari perubahan jajaran direksi dan komisaris
yang tidak proper dan status terkini Badan Perwakilan Anggota (BPA) yang menyisakan dua
orang, sehingga tidak mencerminkan keterwakilan wilayah nasabah di seluruh Indonesia.
Memang kasus gagal bayar nasabah atau pemegang polis AJB Bumiputera tak kunjung tuntas
hingga di awal tahun baru 2021. Padahal ribuan bahkan ratusan ribu nasabahnya mengajukan
klaim pencairan dananya, karena sudah habis kontrak. Bahkan ada yang sudah mengklaim sejak
2017, tapi hingga hari ini belum dibayarkan.

Anda mungkin juga menyukai