Anda di halaman 1dari 13

1.

Skrining Resep pada Layanan kefarmasian menurut aturan perundangan2an


Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah
terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian
Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. tanggal Resep; dan
d. ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. dosis dan Jumlah Obat;
c. stabilitas; dan
d. aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
2. Inkompatibilitas pada sediaan racikan (2)
A. Inkompatibilitas secara Fisika
a. Meleleh dan menjadi lembabnya campuran serbuk
Penurunan titik lebur

● Campuran dari:
Ephedrin
Luminal
Acetylsalycilicacid
=> Akan mengalami pelelehan akibat terbentuknya campuran eutektik karena
ephedrin bereaksi dengan luminal Dan acetyl salycylic acid. Dapat dihindari dengan
mengganti efedrin dengan bentuk garamnya ephedrin HCl.
Pelelehan pada garam anorganik
● Kalium bromida
Natrium sulfat. 10 H2O (tjd pelelehan)
Terjadi karena titik lebur natrium sulfat(Na2SO4. 10 H2O) yang seharusnya 32.5°C
diturunkan dengan adanya penambahan kalium bromida (KBr). Peristiwa ini juga
terjadi jika Na2SO4 dicampur dengan natrium bromida (NaBr). Dapat diatasi dengan
mengganti dengan Na sulfat eksikatus

Penurunan tekanan uap relatif

Bebasnya air hablur


b. Tidak dapat larut atau bercampur
● Contoh sediaan larutan:
Atropin sulfat
Oleum olivarum
Atropin sulfat (bentuk garam) tidak dapat larut dalam pembawa minyak.Oleh karena
itu,atropi sulfat diganti bentuk basanya (atropin) dalam jumlah mol yang setara
● Contoh sediaan cair:
Kinin HCl
Ammonium chloride
Air
Kinin HCl akan berkurang kelarutannya dengan adanya senyawa amonium
dialogenida (ammonium chloride). Dapat diatasi dengan membuat sediaan suspensi
dengan penambahan PGA
● Contoh Dari Sediaan Larutan:
Asam salisilat
Zinc sulfat
Antipyrin
Air
Kelarutan asam salisilat berkurang dengan keberadaan antipyrin terbentuk endapan
halus dari asam salisilat.

c. Higroskopis

Cara Pengatasan Higroskopisitas Bahan:


● Simpan Pada Wadah Tertutup Rapat Dan Kelembaban Rendah.
● Menambahkan bahan yang dapat mengadsoprbsi air seperti laktosa atau magnesium
oksida

d. Penggaraman (Salting out)

e. Adsorbsi
f. Pembentukan senyawa Kimia
Contoh Dalam Sediaan Pil:
Natrium nitrit
Ekstrak hyoscamine
Papaverin HCl
Phenobarbital
Terjadi pembentukan gas NO2 (berbautajam) akibat reaksi antara natrium nitrit dengan
ekstrak hyoscamine, papaverin HCl dan phenobarbital
Dapat diatasi dengan cara:
Memisahkan natrium nitrit dengan bagian yang asam (i.eekstrak hyoscamine,papaverin HCl
dan phenobarbital, Menetralkan bagian yang asam dengan MgO, Mengganti papaverin HCl
dengan papaverin: phenobarbital diganti phenobarbital Na.

B. Inkompatibilitas secara Kimia


C. Inkompatibilitas secara Terapeutik
3. Perhitungan dalam compounding:
● Dosis obat (3)
1. Berdasarkan umur pasien

2. Berdasarkan luas permukaan tubuh


Luas Permukaan Tubuh (m2) = √Tinggi x Berat badan/3600

3. Berdasarkan berat badan


Dosis obat = Berat badan pasien x dosis obat/kg berat badan pasien

● Pengenceran (3
1. Pengenceran bahan baku obat dalam bentuk sediaan padat/puyer
Contoh:
a. Di dalam resep dibutuhkan Chlorpheniramini maleas 30 mg, karena kadarnya kurang
dari 50 mg maka harus dibuat pengenceran.
Caranya adalah dengan menimbang : Chlorpheniramini maleas 50 mg + pewarna qs
+ Lactosum sampai diperoleh berat 500 mg
Ketiga bahan dicampur dan gerus halus aduk hingga homogen. Dari campuran itu
kita ambil sebanyak = 30 mg x 500 mg = 300 mg
b. Dalam suatu resep dibutuhkan 23 mg Chlorpheniramini maleas, bila diambil
tabletnya misalnya tablet yang mengandung 4 mg chlorpheniramini maleas maka,
sebanyak = 23 mg/4 mg x 1 tablet = 5 ¾ tablet. Tablet CTM yang diambil 5 tablet +
1 tablet untuk pengenceran.

2. Pengenceran bahan obat padat dalam cairan Pengenceran bahan obat cair dalam
sediaan cairan
Contoh:
Cosylan Sirup dengan komposisi:
R/ Etilmorfin HCl 30 mg
Menthol 50 mg
Alkohol 2 ml
Sirop Thymi ad 100 ml
Karena berat Etilmorfin HCl kurang dari 50 mg, maka dibuat pengencerannya dengan
menggunakan pelarutnya dalam resep Cosylan Sirop Thymi. Perhitungan : Etilmorfin
ditimbang 50 mg kemudian dilarutkan dalam Sirop Thymi hingga volume 10 ml. Larutan
diambil sebanyak = 30 mg/ 50 mg x 10 ml = 6 ml.

3. Pengenceran bahan obat cair dalam sediaan cairan


Larutan zat cair dalam cairan, sebagai contoh adalah etanol 70% yang merupakan larutan
alkoho 95% dalam air.
Sebagai contoh akan dibuat etanol 70% sebanyak 600 ml, dalam laboratorium tersedia
etanol 95%, berapa banyak volume etanol 95% yang harus diambil dan berapa aqua
destillata yang harus ditambahkan untuk membuat etanol 70% tersebut?
Untuk menyelesaikan resep tersebut kita menggunakan rumus :
P1. V1 = P2. V2
P1 = % etanol 70%
P2 = % etanol 95%
V1 = volume etanol 70%
V2 = volume etanol 95%
Penyelesaian : 70% x 500 ml = 95% x V2

4. Pengenceran zat padat dalam cairan


Pengenceran zat padat dalam cairan, tetapi sifat zat padat tersebut sukar larut tanpa bantuan
bahan lain sehingga perlu adanya senyawa lain yang dapat membantu kelarutannya. Sebagai
contoh membuat larutan Iodium dalam air. Iodium sukar larut dalam air tetapi mudah larut
dalam larutan jenuh Kalium Iodida.
5. Pengenceran zat padat dalam bahan setengah padat
Pengenceran zat aktif dalam bentuk padat didalam bahan setengah padat, contohnya adalah
pengenceran Hydrocortison acetas di dalam sediaan cream. Prinsipnya sama seperti
pengenceran obat dalam puyer.
R/ Triamcinolone acetas 0,1%
Gentamicin sulfas 1%
Mf cream 30

Dibutuhkan
a. Triamcinolone acetas = 0,1% x 30.000 mg = 30 mg (berat < 50 mg) harus dibuat
pengenceran dengan menggunakan basis cream. Pengenceran Triamcinolon acetas:
Triamcinolon ditimbang 50 mg + Basis cream ad 500 mg, diaduk homogen. Kemudian
diambil sebanyak = 30 mg/50 mg x 500 mg = 300 mg (mengandung basis cream = 300 mg –
30 mg = 270 mg).
b. Gentamicin sulfas = 1% x 30 = 300 mg Basis Cream = 30 – (300 mg + 30 mg + 270 mg)
= 29,400 + 10% -> 32 gram

● Kesetaraan (3)
Pencampuran zat padat kedalam cairan dapat menyebabkan problem ketidaklarutan Contoh Sediaan
Larutan: Atropinsulfat
Oleumolivarum
Atropin sulfat (bentuk garam) tidak dapat larut dalam pembawa minyak. Oleh karena itu, atropi
sulfat diganti bentuk basanya (atropin) dalam jumlah mol yang setara

● Displacement value pada suppositoria


Displacement value adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.
Contoh perhitungan :
1. Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya diperoleh bobot 6g.
2. Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8g
a. Jumlah Oleum Cacao 60% x 8,8 = 5,28
b. Jumlah Zat Aktif : 40% x 8,8 = 3,52
3. Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah : (6,0‐5,28) g =
0,72 g
5,28 g
4. Displacement value zat aktif adalah : =5g
0,72 g
=> 5g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao
● Penimbangan pada peracikan serbuk
Serbuk terbagi biasanya dapat dibagi langsung (tanpa penimbangan ) sebelum dibungkus dalam
kertas perkamen terpisah dengan cara seteliti mungkin, sehingga tiap-tiap bungkus berisi serbuk
yang kurang lebih sama jumlahnya. Hal tersebut bisa dilakukan bila prosentase perbandingan
pemakaian terhadap dosis maksimal kurang dari 80 %. Bila prosentase perbandingan pemakaian
terhadap DM sama dengan atau lebih besar dari 80 % maka serbuk harus dibagi berdasarkan
penimbangan satu per satu.
Penimbangan satu per satu pulveres:
1. Seluruh serbuk yan telah dicampur homogen ditimbang
2. Jika berat seluruh serbuk tidak bulat atau sulit untuk ditimbang (misal : 4,350 g yang akan
dibuat 9 bagian), ditimbang bahan pengisinya (misal : sacharum lactis) sampai bobot yang
bulat (misal : 4,5 g) dan diaduk homogen
3. Jika jumlah yang diminta 9 bagian maka ditimbang untuk 1 bungkus serbuk yaitu seberat
4,5 g : 9 = 0,5 g
4. Serbuk sisanya dibagi dengan cara visual
● Perhitungan dosis pemberian infus dan kecepatan infus
Contoh : ¨¨¨Pada resep diminta untuk menyiapkan 125 microgram digoxin dalam 100 ml sodium
chloride 0.9%. Sediaan yang tersedia adalah 500 microgram digoxin dalam 2 ml ampul. Berapakah
volume injeksi digoxin yang diperlukan untuk membuat infus intravena tersebut?
Volume yang diperlukan untuk membuat sediaan digoksin dalam 100 ml NaCl 0.9% adalah:
125 mcg
x2mL = 0,5 mL
500 mcg
Sediaan digoxin yang diambil adalah 0.5 ml, untuk membuat infus injeksi 125 microgram digoxin
dalam 100 ml sodium chloride 0.9%
Contoh : Seorang pasien pasca operasi usus besar akan diberikan infus metronidazole 500mg.
Sediaan yang tersedia adalah 500mg/100ml/ dokter meminta apoteker untuk melakukan
penyesuaian laju infus agar obat habis dalam waktu 1 jam. Kecepatan infus?
volume cairanobat (mL) x faktor tetes
Kecepatan infus =
waktu pemberian( jam) x 60 menit
100 mL x 20
Kecepatan infus = x 60 menit ¿
1 jam ¿
2000 mL
Kecepatan infus =
60 menit
Kecepatan infus = 33mL/menit
4. Penentuan Beyond Use date sediaan non steril
Beyond use date merupakan batas waktu penggunaan yang tercantum pada wadah/kemasan obat,
mencakup obat racikan, produk repacking (dikemas ulang ), maupunproduk obat pabrik dengan wadah
multi-dose (penggunaan obat berkali-kali menggunakan wadah yang sama). Expiration date merupakan
batas waktu penggunaan produk obat yang dicantumkan oleh pabrik obat pada kemasan asli.Expiration
date memberikan gambaran kepada pengguna obat mengenai jangka waktu obat masih dapat dikatakan
stabil sebelum kemasan dibuka berdasarkan uji stabilitas. Penetapan BUD Obat Nonsteril Berikut ini
akan dirinci langkah-langkah penetapan BUD baik untuk produk obat pabrik maupun obat racikan. BUD
berdasarkan bentuk sediaan obat racikan, antara lain sebagai berikut:a. Puyer/Kapsul Cek ED masing-
masing obat:
ED<6 bulan maka BUD maksimal= ED
ED>6 bulan maka hitunglah 25%dari sisa waktu penggunaan obat sebelum ED, jika hasilnya <6 bulan
maka BUD maksimal = hasil perhitungan tersebut. Jika >6 bulan, maka BUD maksimal = 6
bulan.Contoh perhitungan:Obat merek X diracik pada bulan Desember 2012. ED obat yaitu Desember
2013.
Perhitungan BUD:= 25% x 12 bulan= 3 bulan (<6 bulan)
BUD maksimal = 3 bulan
b. Larutan Oral (Oral Solution), Suspensi Oral, Emulsi Oral
1. Larutan yang mengandung air, BUD maksimal = 14 hari.
2. Larutan yang tidak mengandung air:Cek ED masing-masing obat:
ED <6 bulan maka BUD maksimal= ED
ED >6 bulan maka hitunglah 25%dari sisa waktu penggunaan obat sebelum ED, jika hasilnya <6 bulan
makan BUD maksimal = hasil perhitungan tersebut. Jika >6 bulan, maka BUD maksimal = 6bulan.
c. Sediaan Semi Padat (Salep, Krim, Gel,Pasta)
BUD maksimal untuk obat racikan sediaan semi padat adalah 30 hari.

5. Penentuan Beyond Use date sediaan steril


USP 797
Beyond use date (BUD) adalah tanggal yang ditetapkan pada produk steril yang telah dibuka dimana
kondisi produk tersebut masih dalam rentang stabil dan dapat diberikan kepada pasien. Pada saat produk
steril dibuka terjadi paparan dengan lingkungan disekitarnya.
US Pharmacopoeia <797> mengelompokkan tingkat risiko kontaminasi produk steril menjadi 5, yaitu :
1. Segera digunakan
Pemberian injeksi dilakukan dalam waktu 1 jam sesudah penyiapan/pencampuran sediaan injeksi.

2. Rendah
Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Laminar Air Flow Work bench (LAFW) atau Biological Safety
Cabinet (BSC) yang memenuhi persyaratan partikel dan mikroba ISO Class 5 dan tahapan
pencampurannya sedikit, misalnya: rekonstitusi sediaan injeksi antibiotik vial satu dosis. Ruang ISO Class
5 adalah salah satu klasifikasi ruang bersih (Cleanroom) yang digunakan untuk melakukan pencampuran
sediaan injeksi secara aseptik. Persyaratan ruang ISO Class 5 adalah jumlah partikel yang berukuran 0,5
mikrometer tidak lebih dari 3520 partikel/m3 dan jumlah mikro baku range dari 1 cfu/m3.
Peracikan hanya melibatkan transfer, mengukur, dan mencampur manipulasi menggunakan tidak
lebih dari tiga produk steril komersil yang diproduksi dan tidak lebih dari dua entri ke dalam satu wadah
steril

3. Rendah dan diberikan dalam waktu 12 jam BUD


Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Ruang ISO Class 5, tahapan pencampurannya sedikit dan diberikan
dalam waktu 12 jam BUD.

4. Sedang
Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Ruang ISO Class 5 dan tahapan pencampurannya banyak; atau
produk steril digunakan untuk lebih dari satu pasien; atau produk steril digunakan untuk satu pasien namun
beberapa kali penggunaan.

5. Tinggi
Penyiapan sediaan injeksi dengan bahan obat yang tidak steril; atau penyiapan sediaan steril dengan bahan
obat steril namun tidak dilakukan di Ruang ISO Class 5; atau waktu/saat sterilisasi sediaan injeksi
dilakukan >6 jam waktu penyiapan/pencampuran.

Sediaan yang mengandung air tidak steril yang disimpan selama lebih dari 6 jam sebelum disterilkan,
bahan-bahan tidak steril, Sediaan yang diracik dengan peralatan non steril, untuk disterilkan kemudian.
Sediaan yang terpapar kondisi non-steril lebih dari 1 jam. Sediaan yang mengandung bahan baku yang
tidak berlabel lengkap. Sediaan yang disiapkan oleh personel yang tidak memakai pakaian lengkap
(termasuk sarung tangan).
Single use dan single dose vial (SVD) sediaan injeksi diberikan hanya kepada satu pasien untuk satu kali
pengobatan/prosedur. Syringe dan jarum yang telah digunakan atau diinjeksi kan ke pasien, sudah
terkontaminasi dan seharusnya tidak boleh digunakan kepada pasien atau vial lain. Penggunaan multi dose
vial(MDV) juga sebaiknya hanya kepada satu pasien dan disimpan dalam refrigerator (2-8°C). Sediaan
single use dan single dose mengandung sedikit atau bahkan tanpa pengawet sehingga mudah
terkontaminasi dan menjadi sumber infeksi. Bahkan di dalam sediaan multi dose yang mengandung
pengawet, bakteri masih dapat hidup selama kurang lebih 2 jam sebelum efek pengawet maksimal

Anda mungkin juga menyukai