Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”
Tuberkulosis (TB) Paru ”. Makalah ini kami susun dengan harapan agar dapat
menambah pengetahuan tentang Sistem pernapasan secara anatomi fisiologi
pernapasan serta konsep Tuberkulosis (TB. Dalam penyelesaian makalah ini tidak
terlepas dari konstribusi rekan rekan kelompok 4 dan pembimbing.

Untuk itu kami menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Erika Lubis, Skp, MN selaku koordinator mata Ajar Essential of


Pathophysiology.
2. Rekan-rekan kelompok yang telah menyumbangkan ide dan pemikirannya
sehingga terselesaikannya makalah ini.
3. Rekan-rekan Prodi Keperawatan B 2019.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Demi
kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini bermanfaat.

Jakarta, 16 November 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4

1.1. Latar Belakang...........................................................................................4


1.2. Tujuan Penulisan.......................................................................................4
1.2.1. Tujuan Umum.....................................................................................4
1.2.2. Tujuan Khusus....................................................................................5
1.3. Metode Penulisan......................................................................................5
1.4. Sistematika Penulisan................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................6

2.1. Review Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan..................................6


2.1.1. Alat Pernapasan..................................................................................6
2.1.1.1. Saluran Pernapasan Atas.............................................................6
2.1.1.2. Pernapasan Bawah.......................................................................7
2.1.2. Fisiologi Pernapasan...........................................................................9
2.2. Definisi Tuberkulosis Paru........................................................................10
2.3. Etiologi Tuberkulosis Paru........................................................................11
2.4. Klasifikasi Tuberkulosis Paru....................................................................12
2.5. Faktor Resiko Tuberkulosis Paru..............................................................13
2.6. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru........................................................14
2.7. Patofisiologi Tuberkulosis Paru.................................................................16
2.8. Phatway Tuberkulosis Paru.......................................................................18
2.9. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru...........................................................19
2.9.1. Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis Paru........................................19
2.9.2. Pengobatan Tuberkulosis Paru...........................................................23
2.9.2.1. Farmakologi.................................................................................23
2.9.2.2. Non Farmakologi.........................................................................26
2.9.2.3. Pencegahan Tuberkulosis Paru....................................................30

2
2.10. Komplikasi Tuberkulosis Paru................................................................30

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................32

3.1. Kesimpulan................................................................................................32
3.2. Saran..........................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................33

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran infeksi melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis dilepaskan pada saat
penderita batuk. TB paru merupakan penyakit dengan frekuensi cukup tinggi
di negara berkembang seperti di Indonesia dan sebagian besar penduduk,
terutama di daerah-daerah endemis. Menurut data WHO pada tahun 2017,
ditemukan 9,5 juta kasus TB paru di negara-negara berkembang. Jumlah kasus
laki-laki paling banyak ditemukan dalam rentang usia 25 – 45 tahun, dan pada
kasus perempuan paling banyak ditemukan pada rentang usia 25 – 34 tahun
[ CITATION WHO18 \l 14345 ].

Di Indonesia, ditemukan kasus TB paru sebanyak 420.994 kasus pada tahun


2017. Jumlah kasus laki-laki 1,4 kali lebih besar dibanding perempuan. Setelah
dilakukan survei ditemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang
merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang
merokok [CITATION Kem18 \l 14345 ].

Kasus TB paru yang ditemukan di DKI Jakarta pada tahun 2017 mengalami
penurunan sebesar 33,43% dari tahun 2016 yaitu sebanyak 36.998 kasus.
Sebanyak 12.880 kasus TB paru positif. Wilayah DKI Jakarta yang paling
banyak terdapat kasus TB paru adalah Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta
Selatan [CITATION Din18 \l 14345 ].

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum

4
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mampu memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Essential of Pathophysiology serta mempelajari secara
mendalam penyakit TB Paru.
1.2.2. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan penulisan makalah ini mahasiswa diharapkan
mampu:
1. Mereview anatomi dan fisiologi sistem pernapasan.
2. Mengetahui definisi TB paru.
3. Mengidentifikasi etiologi TB paru.
4. Mengidentifikasi klasifikasi TB paru.
5. Mengidentifikasi faktor resiko TB paru.
6. Mengidentifikasi manifestasi klinis TB paru.
7. Memahami patofisiologi TB paru.
8. Menganalisa phatway TB paru.
9. Mengetahui penatalaksanaan pada TB paru.
10. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk mengidentifikasi TB paru.
11. Mengetahui komplikasi akibat TB paru.

1.3. Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah studi
pustaka dengan membaca berbagai buku, jurnal, dan terbitan- terbitan lain yang
terkait dengan TB paru.

1.4. Sistematika Penulisan


Penulisan makalah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari:

BAB I: Pendahuluan

BAB II: Tinjauan Teori

BAB III: Kesimpulan dan Saran

Daftar Pustaka

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Review Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Pernapasan merupakan proses memasukkan oksigen dari lingkungan ke dalam
tubuh serta membuang gas karbondioksida dan uap air dari dalam tubuh ke
lingkungan. Tujuannya ialah untuk memperoleh energi dengan memecah
molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana [ CITATION Sar14 \l
14345 ].

Gambar 1. Anatomi Pernapasan [ CITATION Sar14 \l 14345 ]

2.1.1. Alat Pernapasan


Saluran pernapasan dibagi menjadi 2, sebagai berikut:
2.1.1.1. Saluran Pernapasan Atas
1. Rongga Hidung
Rongga hidung berupa dua saluran sempit yang ditopang oleh
beberapa tulang yang di dalamnya terdapat selaput lendir dan bulu

6
hidung yang berfungsi untuk menyaring debu maupun kotoran
yang akan masuk bersama udara, menyelaraskan antara suhu udara
dengan suhu tubuh, dan mengontrol kelembapan udara [ CITATION
Sar14 \l 14345 ].
2. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan udara dengan
makanan [ CITATION Sar14 \l 14345 ].
3. Laring
Laring berada dia antara faring dan trakea. Laring terdiri dari dari
katup pangkal tenggorokan (eppiloglottis) [ CITATION Sar14 \l
14345 ].

2.1.1.2. Saluran Pernapasan Bawah


1. Trakea
Bentuk batang tenggorokan seperti pipa bergelang-gelang, tulang
rawan yang panjangnya kurang lebih 10 cm, berada di bagian leher
dan rongga dada. Selaput lendir melapisi dinding dalamnya dengan
sel-selnya diselimuti rambut getar. Fungsi trakea sebagai tempat
lewatnya udara. Saat berbicara, epiglottis akan turun menutupi
saluran pernapasan dan akan terangkat ketika menelan makanan.
Fungsi rambut getar ialah untuk menahan dan mengeluarkan
kotoran atau partikel-partikel asing yang ikut terhirup bersama
udara [ CITATION Sar14 \l 14345 ].
2. Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang menjadi
dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Cabang kiri masuk ke
paru-paru kiri dan cabang kanan akan menuju paru-paru kanan.
Bronkus juga memiliki selaput yang berlendir dan rambut-rambut
getar. Bronkus bercabang tiga menuju paru-paru kanan dan
bercabang dua menuju paru-paru kiri. Setiap cabang dari bronkus
akan bercabang lagi membentuk saluran yang lebih kecil yang
disebut bronkiolus [ CITATION Sar14 \l 14345 ].

7
3. Bronkiolus
Cabang dari bronkus yang membentuk saluran kecil disebut
bronkiolus. Cabang-cabang dari bronkiolus akan semakin halus.
Cabang-cabang paling halus dari bronkiolus akan masuk ke
gelembung paru-paru atau alveolus [ CITATION Sar14 \l 14345 ].
4. Alveolus
Saluran yang paling ujung dari alat pernapasan ialah alveolus, yang
berupa gelembung-gelembung udara. Alveolus mempunyai fungsi
sebagai tempat pertukaran gas, yaitu tempat masuknya oksigen ke
dalam darah dan mengeluarkan karbondioksida dan air dari darah
[ CITATION Sar14 \l 14345 ].

Gambar 2. Alveolus [ CITATION Sar14 \l 14345 ]

5. Paru-paru
Paru-paru terletak di rongga dada di bagian atas diafragma. Paru-
paru tersusun oleh dua bagian, yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri dari tiga gelambir dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri dari dua gelambir. Paru-paru berfungsi
menjadi tempat terjadi difusi oksigen ke dalam darah dan
pengeluaran karbondioksia dari darah. Selaput tipis yang berfungsi

8
membungkus paru-paru disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung mnenyelubungi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis). Sedangkan selaput yang langsung menyelubungi
rongga dada yang bersebalahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis). Ujung dari bronkiolus pada paru-paru
terdapat alveolus [ CITATION Sar14 \l 14345 ].

Gambar 3. Paru-paru [ CITATION Sar14 \l 14345 ]

2.1.2. Fisiologi Pernapasan


Udara melalui rongga hidung mengalami 3 proses yaitu
dipanaskan/dikondisikan sesuai suhu tubuh, dilembabkan, disaring. Faring
merupakan tempat pertemuan dua saluran (hidung dan mulut) dan terbagi
atas 3 bagian yaitu rhinofaring, orofaring, dan laringofaring. Bronkus
merupakan saluran pernafasan yang letaknya pada bagian depan leher dan
bercabang 2 menjadi 2 cabang bronkus utama, masing-masing bronkus
menuju paru disebelah kanan dan kiri, sedangkan alveolus merupakan
gelembung yang sangat kecil yang berdinding satu sel lapis epitel dan
sebelah luarnya dirajut dengan anyaman kapiler, di umpamakan seperti
bola. Pada dinding alveolus mengandung surfactan yang berfungsi
merendahkan tegangan permukaan sehingga alveolus mudah untunk
mengembang dan mengempis serta tidak mudah kolaps ataupun pecah.

9
Jumlah alveolus dewasa sekitar 300 juta dengan kapilernya sekitar 280.000
juta. Pada proses pertukaran antara oksigen dan karbondioksida terjadi
serangkaian proses yaitu difusi adalah proses pertukaran O2 dan CO2 pada
tempat pertemuan darah. Perfusi pulmonal adalah aliran darah aktual yang
melalui sirkulasi paru, setiap 100ml darah mengandung 0,3 ml oksigen
dalam plasma. Oksigen yang terlarut dalam darah akan terikat dalam
oksihemoglobin dengan reaksi O2 + Hb = HbO2. Respirasi adalah proses
pertukaran gas, yaitu oksigen (O2) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru [ CITATION
Moh161 \l 14345 ].

2.2. Definisi Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga
dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri
Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan
gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other
Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan
pengobatan TBC [CITATION Kem18 \l 14345 ].

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman TB
berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA) [ CITATION Sak18 \l
14345 ].

Tuberkulosis (TB) paru merupakan peradangan yang menyerang dinding


alveolus yang disebabkan adanya bintil-bintil pada dinding dalam alveolus.
Penyakit ini disebabkan karena infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis

10
pada jaringan paru-paru. Cara penularan penyakit ini dapat melalui udara
[ CITATION Sar14 \l 14345 ].

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis paru


adalah salah satu penyakit yang menyerang sistem pernapasan yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dan dapat ditularkan secara droplet atau
melalui udara.

2.3. Etiologi Tuberkulosis Paru


Penyakit TB paru disebabkan oleh kuman TB, yaitu Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun [ CITATION
Sak18 \l 14345 ].

Gambar 4. Mycobacterium tuberculosis [ CITATION Evi18 \l 14345 ]

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang lurus atau agak


melengkung dengan ujung membulat, tidak bergerak, tidak membentuk kapsul
dan tidak membentuk spora. Ukuran bakteri ini adalah panjang 2-4 µm dan
lebarnya 0,2-0,5 µm [CITATION Evi18 \l 14345 ].

11
Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob obligat. Oleh karena itu pada
penderita TB paru, bakteri ini selalu ditemukan di daerah lobus atas paru yang
banyak udaranya. Bakteri ini merupakan parasit fakultatif intraseluler di dalam
makrofag dengan masa generasi lambat (slow generation time), yaitu 15-20
jam [ CITATION Evi18 \l 14345 ].

2.4. Klasifikasi Tuberkulosis Paru


TB paru diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Lokasi anatomi dari penyakit
TB yang terjadi pada prenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai
TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitas TB di rongga
dada (hilus atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran
radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra
paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru diklasifikasiakan sebagai pasien TB paru.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang. Diagnosis
TB dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klini. Diagnosis TB harus diupayakan berdasarkan penemuan
Mycobacterium tuberculosis.
[ CITATION Kem143 \l 14345 ]

Untuk tipe penderita TB paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada


beberapa tipe yaitu :
1. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (30 dosis harian).
2. Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

12
3. Kasus setelah putus berobat/lalai pengobatan (Default / drop uot)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang satu bulan, dan
berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umunya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positf atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau lebih. Atau pnderita dengan hasil BTA negatif rontgen
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
5. Kasus pindahan (Transfer in)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten
lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pndahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (formulir TB 09).
6. Kasus kronis
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
7. Tuberklosis resistensi ganda / Multi Drug Resistance (MDR)
Adalah TB paru dengan menunjkkan resisten terhadap Rifampisin dan
INH dengan atau tanpa OAT lainnya.
[ CITATION Dia17 \l 14345 ]

2.5. Faktor Risiko Tuberkulosis Paru


Faktor risiko terkena TB paru adalah sering terpapar dengan pengidap TB aktif
dan kekebalan tubuh yang menurun.
2.5.1. Terpapar dengan Pengidap TB Aktif
Orang yang sering terpapar dengan pengidap TB aktif memiliki risiko
lebih tinggi untuk menderita penyakit ini. Orang yang sering terpapar
diantaranya adalah:
1. Seseorang yang berkunjung ke daerah atau negara dimana TB sangat
umum, termasuk Indonesia

13
2. Orang yang tinggal atau bekerja di tempat dimana TB lebih umum,
seperti rumah penampungan tuna wisma, penjara, ataupun panti
werdha
3. Petugas kesehatan yang bekerja dengan pengidap TB aktif
4. Masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki akses kesehatan
memadai
2.5.2. Kekebalan Tubuh Yang Menurun
Orang yang memiliki kekebalan tubuh yang tidak adekuat juga lebih
mudah terkena infeksi TB. Pada populasi ini, manifestasi TB juga
biasanya lebih berat. Populasi yang dimaksud contohnya adalah pada:
1. Orang yang terkena infeksi HIV
2. Orang dengan silicosis
3. Orang yang mendapat transplantasi organ
4. Orang yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid/imunosupresan,
atau antagonis tumor nekrosis faktor alfa
5. Anak usia kurang dari 5 tahun
6. Seseorang yang telah terinfeksi dengan basil TB dalam dua tahun
terakhir
7. Orang dengan masalah kesehatan sehingga sulit bagi tubuhnya
melawan penyakit, seperti pada keganasan hematologis, kanker
kepala-leher, gagal ginjal terminal, gastrektomi, operasi bypass
intestinal, sindrom malabsorpsi kronis, atau gizi buruk
8. Merokok, penyalahgunaan alkohol dan/atau obat-obat terlarang
9. Seseorang yang terkena TB laten atau TB aktif di masa lampau,
namun pengobatannya tidak tuntas
[ CITATION Ria18 \l 14345 ]

2.6. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru


Keluhan yang dirasakan pasien TB paru dapat bermacam-macam atau malah
banyak ditemukan tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Gejala atau manifestasi klinis TB paru, sebagai berikut:
1. Batuk

14
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan [ CITATION
Sak18 \l 14345 ]. Gejala ini terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Batuk mungkin saja baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan [ CITATION
Aru17 \l 14345 ].
2. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah yang sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah [ CITATION Sak18 \l 14345 ].
Kebanyakan batuk darah pada TB paru terjadi pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus [ CITATION Aru17 \l 14345 ].
3. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan
lain-lain [ CITATION Aru17 \l 14345 ].
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya [ CITATION
Aru17 \l 14345 ].
5. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek
[ CITATION Sak18 \l 14345 ]. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-41°C. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali.[CITATION Aru17 \l 14345 ]

15
6. Anoreksia, berat badan menurun, dan malaise.
Penyakit TB paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, penurunan berat badan, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur [ CITATION Aru17 \l 14345
].
7. Keringat dimalam hari
Saat bakteri penyebab TB masuk ke dalam tubuh, tubuh akan melakukan
mekanisme pertahanan untuk melawan bakteri tersebut. Salah satunya
adalah dengan memperbanyak pembentukan makrofag yang berasal dari
monosit. Makrofag ini merupakan salah satu jenis sel darah putih yang
ketika bekerja, ia akan memproduksi suatu molekul kimiawi yang disebut
dengan TNF-alfa (Tumor Necrosis Factor - alfa). Molekul inilah yang
kemudian memberikan signal pada otak untuk meningkatkan set
point termoregulator di hipotalamus [ CITATION Nad17 \l 14345 ].
Karena peningkatan set point termoregulator ini, tubuh akan terpicu untuk
meningkatkan suhu tubuh yakni dengan cara memperkecil diameter
pembuluh darah (vasokonstriksi) untuk mencegah kehilangan panas
berlebih serta mensignalkan respons untuk menggigil. Setelah set point ini
tercapai, tubuh akan berusaha mengeluarkan kelebihan panas tubuh, salah
satunya adalah dengan cara berkeringat [ CITATION Nad17 \l 14345 ].
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan
[ CITATION Sak18 \l 14345 ].

8. Gejala Tuberkulosis Ekstra Paru


Tergantung pada organ yang terkena, misalnya limfedanitis tuberkulosa,
meningitis tuberkulosa, dan pleura tuberkulosa [ CITATION Sak18 \l 14345 ].

2.7. Patofisiologi Tuberkulosis Paru


Basil tuberkel yang terhirup dan besarang pada alveoli. Seringkali organism ini
dengan segera hancur, tanpa gejala sisa kekebalan dan patologis lebih lanjut.
Jika organisme tidak hancur, mereka berkembang biak dan melukai dan
menghancurkan jaringan alveolus sekitarnya.

16
Hal ni pada gilirannya menghancurkan sitokin dan faktor kemotaktik yang
menarik magrofag, neutrofil, dan monosit biasanya pertumbuhan organisme
akan diperikasa sekali ada respons imunitas seluler yang adekuat (imunitas
bermedia seluler, CMI), yang terjadi dalam 2-6 minggu. Sel dan bakteri
membentuk sebuah nodul, sebuah granuloma yang mengandung basail TB,
yang disebut sebagai suatu tuberkel, pada titik ini teragantung pada faktor
peamu dan virulensi dari strain, beberapa hasil akhir yang berbeda dapat
dicapai.

Pertama, jika tidak ada pertumbuhan tuberkel merupakan satu-satunya tempat


penyakit, dan organisme bertahan pada stadium laten. Kedua, jika ada
pertumbuhan lebih lanjut, basil memasuki kelenjar limfe dan menginfeksi
kelenjar getah bening hilus, menyebabkan limfadenopati, tuberkel maupun
kelenjar getah bening mengalami klasifikasi sebagai konsekuensi jangka
panjang proses jaringan perut dan penahan. Gabungan tuberkel perifer dan
kelenjar limfe hilus yang membesar dan mengalami klasifikasi disebut komples
Ghon. Seabagian besar infeksi yang berkembang samapai titik ini biasanya
menunda pemeriksaan, meciptakan infeksi laten.

Sebagian kecil pasien mengalami penyakit primer progresif di paru, dan sangat
sedikit pasien (seringkali kekebalan ditekan melalui satu mekanisme atau
lainnya) mengalmi penyebaran hematogen, dengan produksi tuberkel yang tak
terhitung di saluran tubuh, keadaan ini disebut tuberkulosis millier dan
berhubungan dengan moralitas yang sangat tinggi. Pasien yang memiliki
respons CMI sukses akan mencerminkan memori imunologi infeksi dengan tes
mntoux positif.
[ CITATION Edw12 \l 14345 ]

17
2.8. Phatway Tuberkulosis Paru

Mycobacterium tuberculosis

Sel makrofag Terhirup


memakan bakeri
Masuk ke paru-paru
Sembuh tanpa
pengobatan
Respon imun seluler

Pengeluaran
zat pirogen Bakteri dorman

Mempengaruhi Reaksi inflamasi


hipotalamus

Suhu tubuh ↑ Tuberkel

Hipertermi Meluas Seperti keju Kerusakan


membran
alveolar
Peritoneum Berkembang Produksi Difusi
menghancurk sekret ↑ terganggu
Distensi an jarigan
abdomen ikat sekitar Penumpukan
sekret Gangguan
Anoreksia, pertukaran gas
mual, muntah Batuk terus-
terus-menerus menerus Secret kental,
sulit di
Percikan keluarkan
BB ↓
ludah keluar
saat batuk Terjadi gesekan
Ketidakseimbangan Ketidakefektifan inspirasi dan
nutrisi kurang dari bersihan jalan ekspirasi
Droplet
kebutuhan tubuh napas
infection
18 Nyeri
Defisit lemak,
kelemahan otot
Resiko
penyebaran
infeksi
[ CITATION Ami15 \l 14345 ]
2.9. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
Hambatan mobilitas fisik
2.9.1. Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis Paru
1. Sputum BTA: untuk memastikan diagnostik M. tuberculosis positif
pada tahap aktif. Sangat penting untuk menetapkan diagnosa pasti dari
TB paru dan melakukan uji kepekaan terhadap obat.
Pengambilan dahak tidak hanya dilakukan 1 kali, melainkan 3 kali
dengan metode waktu SPS (sewaktu-pagi-sewaktu). Sampel dahak
pertama diambil sewaktu dokter meminta sampel dahak. Dahak kedua
diambil pagi hari keesokan harinya dan dahak ketiga diambil saat
mengantarkan sampel dahak yang kedua ke laboratorium (lab). Selain
metode SPS, dahak juga bisa diambil 3 hari berturut-turut setiap pagi.
(Willy, 2019)
Pemeriksaan sputum ini berupa pemeriksaan mikrskopik dari dahak
yang telah diwarnai secara Zeihl Neelson. Kriteria sputum BTA positif
adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada
suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL
sputum.
Ada 3 cara pemeriksaan sedaiaan sputum, yaitu :
a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluorensens
(pewarnaan khusus).
c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur).
[ CITATION Dia17 \l 14345 ]

19
Suspek TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA (S-P-S)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA

(+ + +)/ (+ + -) (+ - -) (- - -)

Terapi antibiotik
Non OAT

Foto Thorax dan


Tidak ada Ada
pertimbangan dokter
perbaikan perbaikan

Pemeriksaan
Mikroskopis BTA

Hasil BTA Hasil BTA


(+ + +)/ (+ + -)/ (+ - -) (- - -)

Foto Thorax dan


pertimbangan
dokter

TB BUKAN TB

Tabel 1. Alur Diagnosis TB


paru[CITATION Kem142 \l 14345 ]

2. Tes kulit PPD (Purified Protein Derivatve), Mantoux, Vollmer :


reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih) menunjukkan infeksi

20
masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk menunjukkan
keaktifan penyakit.
3. Foto thorax : dapat menujukkan infiltrasi lesi awal pada area paru,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara,
area kavitas, area fibrosa dan penyimpangan struktur mediastinal.

Gambar 5. Hasil Foto Thorax pada TB (kiri) dan Paru Normal (kanan)

4. Histologi atau kultur jaringan (termasuk bilasan lambung, urine,


cairan serebrospinal biopsi kulit).
5. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granuloma TB, adanya
giant cell menunjukkan nekrosis.
6. Laboratorium darah rutin LED: Indikator stabilitas biologik penderita,
respon terhadap pengobatan dan predeksi tingkat penyembuhan,
sering meningkat pada proses aktif.
7. Limfosit: menggambarkan status imunitas penderita (normal atau
supresi).
8. Elektrolit: hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan pada TB
paru kronis luas.
9. Analisa gas darah: hasil bervariasi tergantung lokasi dan beratnya
kerusakan paru
10. Tes fatal paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, penurun
saturasi oksigen sebagai akibat dari infiltrasi prenkim/fibrosis,
kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.

21
[ CITATION ASW13 \l 14345 ]
11. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik pemeriksan baru yang
dapat mendeteksi kuman TB seperti:
a. BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Instrument System):
dengan metode radiometrik, dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M. tuberculosis dideteksi oleh
growth index.
b. Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan cara mendeteksi
DNA dari M. tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam
pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.
c. Pemeriksaan serologi: seperti ELISA, ICT dan Mycodot 3,19.
Enzym linked Immunosorbent Assay (ELISA) Teknik ini
merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

Uji Immuno Chromatographic Tuberculosis (ICT tuberculosis)


adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis
dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M. tuberculosis, diantaranya antigen M. TB 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen
diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol.
Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke
bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M. tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol
dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

22
Mycodot, Uji ini mendeteksi antibodi anti mikobakterial di
dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen Lipo
Arabino Mannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang
berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan
ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang
memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul
perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
(repository.usu.ac.id)
d. Tes Cepat Molekuler (TCM) atau istilahnya rapid molecular
diagnostic merupakan tes diagnostik TB paru melalui
mikroskop. Pemeriksaan dahak menggunakan amplifikasi
asam nukleat berbasis cartridge untuk diagnosis Tuberkulosis
cepat simultan dan uji sensitivitas antibiotik cepat. Diagnostik
ini dilakukan secara real-time sehingga hasil tes dahak dapat
diketahui dalam waktu kurang dari dua jam. Pengujian TCM
dengan GeneXpert MTB/RIF (Xpert; Cepheid) [ CITATION
USN13 \l 14345 ].
e. Test IGRA (Interferon Gamma Release Assays): test untuk
mendeteksi infeksi TB dalam tubuh dengan bahan
pemeriksaan berupa sampel darah. IGRA bekerja dengan cara
mengukur respons imunitas selular atau sel T terhadap infeksi
TB [ CITATION Ind18 \l 14345 ].

2.9.2. Pengobatan TB Paru


2.9.2.1. Farmakologi
Pengobatan TB paru terbagi menjadi dua fase yaitu fase intesif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan panduan obat yang digunakan
terdiri dari panduan obat utama dan tambahan [ CITATION Ami15 \l
14345 ]
2.6.1.1.1. Jenis obat utama (lini I) yang digunakan adalah :

23
1. Rifampisin : Dosis 10mg/kg BB, maksimal 600mg 2-
3x/minggu atau BB>60kg : 600mg, BB 40-60 kg : 450mg,
BB<40 : 300 mg dosis intremiten 600mg/kali.
2. INH (Iso Niacid Hydrazide) : Dosis 5mg/ kg BB, maksimal
300mg, 10mg/ kg BB 3kali seminggu 15mg/kg BB 3 kali
seminggu atau 300mg/ hari untuk dewasa, intermiten:
600mg/kali.
3. Pirazinamid : Dosis fase intesif 25mg/kg BB, 35mg/kg BB 3
kali seminggu, 50 mg/ kg BB 2kali semiggu atau BB > 60kg:
1500 mg, BB 40-60 kg: 1000 mg, BB< 40 kg: 750 mg
4. Streptomisin : Dosis 15mg/kg BB atau BB> 60kg: 750mg,
BB< 40kg: sesuai BB.
5. Etambutol : Dosis fase intensif 20mg/ kg BB, fase lanjutan
15mg/ kg BB, 30mg/ kg BB 3kali seminggu, 45mg/ kgBB 2
kali seminggu atau BB> 60kg : 1500mg, BB 40-60kg :
1000mg, BB< 40kg : 750 mg dosis intermitan 40mg/
kgBB/kali.

2.6.1.1.2. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination).


Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari:
1. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
Rifampisin 150mg, Isoniacid 75mg, Pirazinamid 400mg, dan
Etambutol 275mg.
2. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu Rimfapisin
150mg, Isoniazid 75mg, Pirazinamid 400mg.
3. Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk
kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet
sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat
menggunakan kombinasi dosis 2 obat anti Tuberculosis seperti
selama ini yang telah digunakan sesuai dengan pedoaman
pengobatan.

24
2.6.1.1.3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
1. Kanamisin
2. Kuinolon
3. Obat lain masih dalam penelitian, Makroloid, Amoksilin +
asam klavulanat.

2.6.1.1.4. Derivat Rifampisin dan INH (Iso Niacid Hydrazide).


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa efek samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadi efek
samping sangat penting dilkukan selama pengobatan, efek samping
yang terjadi dapat ringan ataupun berat, bila efek samping ringan
dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka dalam pemberian
OAT dapat dilanjutkan.

2.6.1.1.5. Efek samping obat


Dalam pemaikan obat-obat anti tuberculosis tidak jaang ditemukan
efek samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Semua obat
anti tuberculosis mempunyai efek samping yang kadarnya berbeda-
beda pada tiap-tiap individu [ CITATION Aru17 \l 14345 ].
Efek samping obat tuberkulostatik dapat dibagi menjadi efek
samping mayor dan minor. Jika timbul efek samping minor, maka
pengobatan dapat diteruskan dengan dosis biasa atau kadang-
kadang dosis perlu diturunkan. Dapat diberikan pengobatan
simptomatik. Jika timbul efek samping berat (mayor), maka
pengobatan harus dihentikan. Pasien dengan efek samping mayor
harus ditangani pada pusat pelayanan khusus.

Tabel 2. Efek samping obat tuberkulosis dan penanganannya

Efek samping Kemungkinan penyebab Penanganan


Minor   Teruskan obat, periksa
Anoreksia, mual, sakit Rifampisin Berikan obat pada malam
perut

25
hari sesudah makanan

Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin

Rasa panas di kaki INH Piridoksin 100mg/hari

Urin kemerahan Rifampisin Terangkan kepada pasien

Mayor   Hentikan obat penyebab


Gatal-gatal, kemerahan Tiasetazon Hentikan obat
di kulit

Ketulian Streptomisin Hentikan streptomisin,


ganti dengan etambutol

Pusing, vertigo. Streptomisin Hentikan streptomisin,


nistagmus ganti dengan etambutol

Ikterus (tanpa sebab Berbagai antiTB Hentikan antiTB


lain)

Muntah, bingung Berbagai antiTB Hentikan obat, segera


(kecurigaan gagal hati) periksa fungsi hati dan
waktu protrombin

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Syok, purpura, gagal Rifampisin Hentikan rifampisin


ginjal akut

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/52-tuberkulosis-dan-leprosi/521-
antituberkulosis

2.9.2.2. Non Farmakologi


a. Edukasi tentang Batuk
1. Etika Batuk
a) Tujuan Etika Batuk
Mencegah penyebaran suatu penyakit secara luas melalui
udara bebas (droplet) dan membuat kenyamanan pada orang
di sekitarnya. Droplet tersebut dapat mengandung kuman
infeksius yang berpotensi menular ke orang lain disekitarnya
melalui udara pernafasan. Penularan penyakit melalui media

26
udara pernafasan disebut “air borne disease” [ CITATION
Kem181 \l 14345 ]
b) Cara Melakukan Etika Batuk [ CITATION Yul19 \l 14345 ]
1) Jika ingin batuk, segeralah ambil tisu untuk menutupi
tidak hanya mulut tetapi juga hidung.
2) Langsung buang tisu setelah digunakan menutup mulut
dan hidung yang di gunakan saat batuk ke dalam tempat
sampah.
3) Karena batuk merupakan refleks yang tidak dapat
dikontrol, ada kalanya tidak dalam kondisi memegang atau
membawa tisu. Batuklah pada bagian lengan atas. Jangan
pada telapak tangan. Mengapa? Bagian lengan atas
merupakan bagian yang jarang melakukan kontak baik
dengan benda (seperti gagang pintu, alat makan, atau
telepon) maupun orang lain seperti saat jabat tangan.
4) Cucilah tangan dengan sabun dan air mengalir.
5) Jika sabun dan air tidak tersedia, kita dapat menggunakan
hand sanitizer berbahan dasar alkohol dengan konsentrasi
alkohol setidaknya 60%.
2. Batuk Efektif
a) Tujuan Batuk Efektif
1) Melatih otot-otot pernafasan agar dapat melakukan fungsi
dengan baik
2) Mengeluarkan dahak atau seputum yang ada disaluran
pernafasan
3) Melatih agar terbiasa melakukan cara pernafasan dengan
baik
b) Cara Melakukan Batuk Efektif [ CITATION Def15 \l 14345 ]
1) Dianjurkan terlebih dahulu untuk minum segelas air
hangat untuk mengencerkan sputum maupun lendir yang
terdapat di saluran pernapasan.

27
2) Posisi duduk, meletakkan satu tangan di dada dan satu
tangan di perut.
3) Melatih untuk melakukan napas perut (menarik napas
dalam melalui hidung hingga 3 hitungan dan jaga mulut
tetap tertutup).
4) Tahan napas hingga 3 hitungan. Selanjutnya hembuskan
napas hingga 3 hitungan (lewat mulut dan bibir seperti
meniup).
5) Lakukan napas dalam sebanyak 2 kali, untuk yang ke-3:
inspirasi, tahan napas beberapa detik lalu keluarkan
dengan membatukkannya menggunakan tekanan yang
kuat hingga lender dan sputum keluar, tamping lender
dalam wadah yang sudah berisi cairan desinfektan.
b. Edukasi tentang Asupan Diet
Tujuan diet pada pasien TB Paru sebagai berikut:

1. Meningkatkan status gizi dan daya tahan tubuh.


2. Memberi asupan zat gizi makro dan mikro sesuai dengan
kebutuhan.

3. Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.


4. Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan.
5. Mengatasi gejala diare, mual dan muntah.
6. Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan
relaksasi.
[ CITATION Dit18 \l 14345 ]

Syarat diet pada pasien TB paru:

1. Kebutuhan Kalori: 2000 – 3000 Kkal / hr.

2. Protein: 1,5 – 2 gr / kg BB/ hr.

3. Lemak cukup.

28
4. Vitamin & mineral tinggi, terutama vitamin A, B12, C, E,
Folat, kalsium, magnesium, seng, selenium.

5. Serat cukup, berasal dari sayur & buah.

6. Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien.

7. Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare


perlu diganti (natrium, kalium, klorida ).

8. Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien.

9. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.

10. Hindari makanan yang merangsang pencernaan.


11. Menghindari makanan yang diawetkan / yang beragi.
12. Makanan yang bersih bebas dari pestisida/ bahan kimia.
13. Menghentikan penggunaan rokok, kafein dan alkohol.
14. Rendah laktosa & rendah lemak jika ada diare
[ CITATION Dit18 \l 14345 ]
c. Edukasi tentang Prinsip Rumah dan Lingkungan Sehat
1. Lantai dan dinding harus kering (tidak lembab) dan mudah
dibersihkan. Agar tetap kering, maka lantai harus:
a) Terbuat dari bahan bangunan yang tidak menghantar air
tanah ke permukaan lantai (kedap air).
b) Berada lebih tinggi dari halaman luar dengan ketinggian
lantai minimal: 10cm dari pekarangan, dan 25 cm dari
permukaan jalan.
2. Persyaratan kepadatan hunian untuk rumah sederhana
luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan
luas lantai 3 m2/orang.
3. Pengaturan luas bangunan dan luas lahan adalah 40% luas
bangunan berbanding minimal 60% luas lahan.

29
4. Ventilasi/jendela yang cukup agar udara dalam ruangan dapat
selalu mengalir. Luas buka jendela minimal 1/9 luas ruang
lantai.
5. Kelembapan udara dalam ruangan untuk memperoleh
kenyamanan, di mana kelembapan yang optimum berkisar
60% dengan temperatur ruangan 22°C-30°C.
6. Lubang bukaan/jendela harus dapat ditembus sinar matahari.

7. Letak rumah yang baik adalah sesuai dengan arah matahari


(timur-barat) agat penyinaran sinar matahari dapat merata
dari jam 08.00-16.00.
8. Ruang-ruang diatur sesuai dengan fungsinya. Jika ruangan
terbatas, suatu ruangan dapat dimanfaatkan untuk beberapa
fungsi. Setiap ruangan harus mempunyai penerangan alami
dan penerangan buatan yang cukup dengan memberi bukaan
jendela yang menghadap kearah luar.
9. Letak sumur pengotor (cubluk, sumur resapan dan lain-lain)
minimal berjarak horisontal 11 meter dari sumber air bersih.
[CITATION Kem172 \l 14345 ]

2.9.2.3. Pencegahan TB Paru [ CITATION Jok10 \l 14345 ]


1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin.
2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi
desinfektan.
3. Imunisasi BCG siberikan pada bayi berumur 3-14 bulan.
4. Menghindari udara dingin.
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya
kedalam tempat tidur.
6. Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
dengan mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.

30
9. Jangan minum susu sapi mentah, sebaiknya di pasteurisasi, yaitu
dengan memasak susu sampai dengan suhu sekitar 70°C.
10. Tidak melakukan kontak udara dengan penderita.
11. Hidup secara sehat.

2.10. Komplikasi Tuberkulosis Paru

Komplikasi pada penderita TB paru stadium lanjut [ CITATION Dia17 \l 14345 ]:

1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothoraks (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Selain komplikasi diatas, menurut Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, K., & Setiati
(2017) komplikasi dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi dini dan komplikasi
lanjut.

1. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s


arthropathy.
2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas menyebabkan SOPT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim paru dapat
menyebabkan fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB.

31
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru paling
berbahaya dan mematikan dengan kasus yang cukup tinggi didunia.
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran infeksi TB Paru melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis pada saat penderita
batuk. Tanda dan gejala yang khas pada penderita TB Paru adalah batuk tidak
berdahak atau berdahak (dahak bercampur darah) selama 2 minggu atau lebih,
sesak nafas, nyeri dada, demam serta berkeringat di malam hari. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pada seseorang penderita TB Paru seperti: status sosial
ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan faktor sosial lainnya. Tanda dan
gejala dari Tuberkulosis Paru yaitu: Batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada, demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat
timbul mnyerupai gejala pnemonia. Komplikasi dari penyakit Tuberkulosis

32
Paru adalah: Hemoptosis berat (peradarahan saluran napas) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemikatau tersumbatnya jalan
nafas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial, Bronkietaksis (pelebaran
bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif pada paru. Pneumothoraks (adanya udara di dalam
rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru ,
penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal, dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura,
empiema, laringitis, usus. Komplikasi lanjut: obtruksi jalan nafas.

3.2. Saran
Penulis dalam membuat makalah ini masih harus diperbaiki lagi, seperti
tinjauan teori yang digunakan dalam pembuatan makalah ini. Selain itu, kerja
sama penulis dalam pembuat makalah ini juga perlu ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved from http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/52-tuberkulosis-


dan-leprosi/521-antituberkulosis
Dinkes Jakarta. (2018). Profil Kesehatan: Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017.
Jakarta: Dinkes.
Ditjen Yankes. (2018). Gizi pada Tuberkulosis Paru. Retrieved from Kemenkes
Ditjen Yankes: http://yankes.depkes.go.id/read-gizi-pada-tuberkulosis-
paru-5191.html
Elysa, D. (2015). Latihan Batuk Efektif dan Napas Dalam pada Klien dengan
Pneumonia.
Fuadah, N. N. (2017). Tanya Dokter. Retrieved from Alodokter:
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/tbc-97
Hermayanti, D. (2017). Faktor-faktor Penyebab Konversi Bakteri Tahan Asam
Negatif pada Pengobatan Tuberkulosa. 23.
Honestdocs Editorial Team. (2019). Diet yang Tepat untuk Mengobati
Tuberkulosis (TBC). Retrieved from Honestdocs:
https://www.honestdocs.id/diet-yang-tepat-untuk-mengobati-tuberkulosis-
(tbc)

33
Iswandiari, Y. (2019). Aturan Sopan Saat Batuk yang Harus Dipatuhi Semua
Orang. Retrieved from Hello Sehat: https://hellosehat.com/pusat-
kesehatan/batuk-dan-pilek/etika-batuk-kesehatan/
Judha, M. (2016). Rangkuman Sederhana Anatomi dan Fisiologi untuk
Mahasiswa Kesehatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kemen PUPR RI. (2017). Dasar Rumah Sehat. Jakarta: Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.
Kemenkes. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes.
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkuosis. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kemenkes RI. (2018). Ayo Gunakan Etika Batuk. Retrieved from Kementeria
Kesehatan Republik Indonesia: http://yankes.kemkes.go.id/read-ayo-
gunakan-etika-ketika-batuk-4931.html#
Kemenkes RI. (2018). Infodatin Tuberkulosis 2018. Jakarta: Kemenkes : Info
Data dan Informasi.
Noing, I. (2018). Test IGRA, Test Laboratorium Terkini untuk Deteksi TB.
Retrieved from Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/indahnoing/5ab5914116835f10470e7b04/te
st-igra-test-laboratorium-terkini-untuk-deteksi-tb?page=all#
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta:
Mediaction Jogja.
Ratnasari, E. (2018). Mikroorganisme Penyebab Infeksi. Yogyakarta: Deepublish.
Riawati. (2018). Tuberkulosis Paru. Retrieved from Alomedika:
https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-
paru/etiologi
Ringel, E. (2012). Buku Saku Hitam kedokteran Paru Alih Bahasa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sarwandi, & Linangkung, E. (2014). Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.
Jakarta: Dunia Cerdas.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K., M. S., & Setiati, S. (2017). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing.
Suryo, J. (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: B
First.

34
US National Library of Medicine National Institutes of Health. (2013). Point-of-
care diagnosis of tuberculosis: Past, present and future.
Utama, S. Y. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta: Deepublish.
Veratamala, A. (2019). Diet yang tepat untuk Mengobati Tuberkulosis. Retrieved
from Hello Sehat: https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/tuberculosis-
tbc/diet-untuk-mengobati-tbc-tuberkulosis/
WHO. (2018). Analysis and Use of Health Facility Data: Guidance for
Tuberculosis Programme Managers. Geneva: WHO.
Wijaya, A., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nurha Medika.
Willy, T. (2019). Kenali Apa Itu Pemeriksaan BTA. Retrieved from Alodokter:
https://www.alodokter.com/kenali-apa-itu-pemeriksaan-bta

35

Anda mungkin juga menyukai