Anda di halaman 1dari 273

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Jasa Ekosistem Kota Palu


Tahun 2020

LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan Akhir
Tahun 2020 i
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadiratan


Allah SWT, karena atas kehendak-Nya Penyusunan Kajian Dan Pemetaan Daya
Dukung Jasa Ekosistem Kota Palu Tahun 2020 dapat diselesaikan. Kegiatan ini
bertujuan mengkaji dan memetakan daya dukung lingkungan hidup di Kota Palu
berbasis jasa ekosistem dengan menyediakan data dan peta daya dukung berbasis
jasa ekosistem di Kota Palu

Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk


memelihara kelangsungan lingkungan hidup salah satunya salah satunya
memperhatikan daya dukung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup
sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pembangunan sebenarnya telah
diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-Undang 32 Tahun 2009. Profil daya
dukung berbasis jasa ekosistem akan memberikan informasi dan pertimbangan
penting sebagai pengendali, pengarah dan evaluasi bagi pemerintah dalam hal
pembangunan di Kota Palu dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan
hidup.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah


memberikan kontribusi bagi terwujudnya penyusunan dokumen ini baik dari
kalangan akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorangan yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa dokumen ini
masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk
penyempurnaannya sangat diharapkan. Terima kasih.

Palu, Juli 2020


Kepala Dinas Lingkungan Hidup
Kota Palu Sulawesi Tengah

MOH. RIDWAN KARIM, S.Sos., M.SI


Pembina Utama Muda/IV,c
NIP. 19730819 199302 1 002

Laporan Akhir
Tahun 2020 ii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

RINGKASAN EKSEKUTIF

A. PENDAHULUAN
Jasa ekosistem adalah gambaran indikatif atas daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup. Profil jasa ekosistem akan memberikan informasi
penting bagi pemerintah untuk merencanakan pembangunan. Di Indonesia,
konsepsi daya dukung dan daya tampung indikatif berbasis jasa ekosistem telah
di atur mulai dari regulasi tertinggi sepeti Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.
Perencanaan pembangunan di Kota Palu tentu saja membutuhkan landasan
ekologi, yakni daya dukung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem. Atas dasar
itu, kegiatan penyusunan kajian dan pemetaan daya dukung jasa ekosistem Kota
Palu pada tahun 2020 menjadi urgen untuk dilaksanakan.
Kegiatan ini bertujuan mengkaji dan memetakan daya dukung indikatif
lingkungan hidup di Kota Palu berbasis status jasa ekosistem dengan menyediakan
data dan peta status jasa ekosistem di Kota Palu. Profil jasa ekosistem akan
memberikan informasi penting bagi pemerintah untuk merencanakan
pembangunan dengan mempertimbangkan status daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem.

B. METODE PELAKSANAAN
Metode perhitungan serta analisis jasa ekosistem Kota Palu, dilaksanakan
dengan merujuk kepada dokumen teknis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia melalui Direktorat Pencegahan Dampak
Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan. Dalam kajian jasa ekosistem di Kota Palu
dilakukan melalui 3 tahapan yaitu :
1. Klasifikasi karakteristik bentang lahan, tipe vegetasi serta karakteristik
penutup lahan .
2. Perhitungan indeks jasa ekosistem untuk menentukan daya dukung indikatif
berdasarkan bobot dan skor masing-masing dari komponen karakteristik
bentang lahan, tipe vegetasi serta karakteristik penutup lahan
3. Pembuatan peta daya dukung indikatif berbasis jasa ekosistem

C. PROFIL DAERAH
Kecamatan terluas adalah Kecamatan Mantikulore yaitu 206,80 km²
(52,35%) dan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Palu Timur yaitu seluas 7,71
km² (1,95%). Total jumlah Kelurahan di Kota Palu sebanyak 46 Kelurahan.
Sebagian besar Kelurahan berada pada daratan lembah Palu yaitu sebanyak 29
(dua puluh sembilan) Kelurahan, 17 (tujuh belas) Kelurahan lainnya berada di
sepanjang Pantai Teluk Palu. Kota Palu memiliki landscape yang unit dan khas
dimana Dibelah oleh aliran sungai yang mengalir dari arah selatan, sedangkan sisi

Laporan Akhir
Tahun 2020 iii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

barat dan timur terdapat pegunungan indah yang ceruk lonjongnya ke arah utara
membentuk garis pesisir teluk yang menawan. Dimensi gunung, sungai, laut dan
pesisir teluk itu memberi ciri khas tersendiri bagi Kota Palu.
1. Klimatologi
Berdasarkan data stasiun meteorologi mutiara Kota Palu tahun 2018 rata-rata
curah hujan kota palu 48,58 mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
juli yaitu 94 mm, jumlah hari hujan 11 hari dengan lama penyinaran 76 %, curah
hujan terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 9 mm, jumlah hari hujan 19
hari dengan lama penyinaran 47 %.
Jumlah Hujan (Hari) Curah Hujan (mm) Penyinaran Matahari (%)
359

214
94

92
88

86
81

76
75
71
68

65
59

58

54
43

41
36

30
25

24
20

20
18

18

17

16

16
15

14
11
10

10
8
6

5
T

EI

R
IL

I
RI

R
RI

LI

R
N
RE

BE
BE
BE
PR

JU
M

BE
A
A

JU

ST
U
U

EM
O
EM
A

EM
BR
N

U
M

KT
JA

V
PT
FE

ES
O
A

O
SE

D
Gambar 1. Gambaran Jumlah Hujan, Curah Hujan Dan Peyinaran
Matahari di Kota Palu, Tahun 2020
Sumber: BPS Kota Palu, 2020
Kelembaban udara juga mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara pada
kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan
pencemar di udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi pencemar
sekunder. Kelembaban di Kota Palu di Kota Palu pada tahun 2019 berkisar antara
70,7 – 85,9 %, dan secara lengkap tersaji dalam grafik berikut ini.

100,00% 85,90%
76,20%71,50%74,20%77,80%78,60% 79,60%
73,70%71,60%73,00%70,70%74,00%
80,00%
60,00%
40,00%
20,00%
0,00%
I

R
RI

R
RI

LI

R
T

EI

R
IL

U
RE

BE
BE
BE

BE
JU
PR

M
A
A

JU

ST
U
U

EM
O
EM

EM
A
BR
N

U
M

KT
JA

ES
PT

V
FE

O
A

D
SE

Gambar 2. Kelembaban Udara Kota Palu Tahun 2019


Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, 2020

Laporan Akhir
Tahun 2020 iv
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar di udara


sesuai dengan cuaca tertentu. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin
renggang sehingga konsentrasi bahan pencemar menjadi rendah, sebaliknya pada
suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar
semakin meninggi. Suhu udara di Kota Palu di Kota Palu pada tahun 2019 berkisar
0
antara 27,1 – 29,2 C, dan secara lengkap tersaji dalam grafik berikut ini.
29,5 29,2

29 28,7 28,7
28,4 28,5
28,2 28,3 28,3
28,5
27,8 27,8
28
27,4
27,5 27,1
27
26,5
26
IL

R
RI

R
RI

LI

R
T

EI

R
N

U
RE

BE
BE
BE

BE
PR

JU
M
A
A

JU

ST
U
U

EM
O
EM

EM
A
BR
N

U
M

KT
JA

ES
PT

V
FE

O
A

D
SE

N
Gambar 3. Suhu Udara Kota Palu Tahun 2019
Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, 2020

Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya


suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat – zat
yang ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah atau berkurang.
Tekanan Udara di Kota Palu di Kota Palu pada tahun 2019 berkisar antara 1010,9
– 1013,0 mb dan secara lengkap tersaji dalam grafik berikut ini.
1013,5 1013
1013
1012,2 1012,1 1012,1
1012,5 1012 1011,9 1011,9
1012 1011,5 1011,4
1011,3
1011,5 1011,1
1010,9
1011
1010,5
1010
1009,5
EI
IL

R
RI

R
RI

LI

R
T

R
N

U
RE

BE
BE
BE

BE
PR

JU
M
A
A

JU

ST
U
U

EM
O
EM

EM
A
BR
N

U
M

KT
JA

ES
PT

V
FE

O
A

D
SE

Gambar 4. Tekanan Udara Kota Palu Tahun 2019


Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, 2020

Laporan Akhir
Tahun 2020 v
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2. Kondisi Ekoreginal

Ekoregion adalah wilayah dengan karakteristik flora, fauna, dan lingkungan


yang mirip. Secara umum, ekoregion mencakup area yang lebih kecil
dibandingkan dengan bioregion dan ecozone. Berdasarkan World Wildlife Fund
(WWF), suatu daerah dapat dikategorikan sebagai ekoregion ketika
§ Terdapat kesamaan dinamika ekosistem atau flora dan fauna
§ Terdapat kesamaan pada faktor lingkungan
§ Terdapat interaksi yang krusial bagi kelangsungan kelompok/wilayah
tersebut
Deskripsi dan karakteristik fisik satuan ekoregion Kota Palu terdiri dari
ekoregion bentang lahan asal proses aliran sungai (Fluvial), ekoregion bentang lahan
asal proses gelombang (Marin), ekoregion bentang lahan asal proses denudasional,
ekoregion bentang lahan asal proses tektonik (Struktural) dan ekoregion bentang
lahan asal proses antrophogenik (Aktivitas Manusia).

3. Tutupan lahan

Tutupan lahan Kota Palu di dominasi oleh Belukar seluas 12.309,52 Ha atau
34,51 %, hutan lahan tinggi seluas 8.923,63 Ha atau 25,02% dan yang terendah
adalah hutan mangrove seluas 0,05 Ha atau 0,0001 %. Secara rinci tutupan lahan
Kota Palu disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tutupan Lahan Kota Palu
Luas
No. Tutupan Lahan
Ha %
1 Bangunan Bukan Permukiman 842,42 2,36%
2 Bangunan Permukiman/Campuran 2.001,03 5,61%
3 Danau/Telaga 3,13 0,01%
4 Herba dan Rumput 71,38 0,20%
5 Hutan Lahan Rendah 771,06 2,16%
6 Hutan Lahan Tinggi 8.923,63 25,02%
7 Hutan Mangrove 0,05 0,00%
8 Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim)
3.428,53 9,61%
9 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 4.876,07 13,67%
10 Perkebunan 936,33 2,62%
11 Pertambangan 220,34 0,62%
12 Rawa Pesisir 3,53 0,01%
13 Savana/Padang rumput 20,07 0,06%
14 Semak dan belukar 12.309,52 34,51%
15 Sungai 249,48 0,70%
16 Tambak/Empang 18,20 0,05%
17 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 191,82 0,54%
18 Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 793,00 2,22%
19 Waduk dan Danau Buatan 13,05 0,04%
Jumlah 35.672,66 100,00%

Laporan Akhir
Tahun 2020 vi
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4. Potensi Kebencanaan

Kota Palu memiliki sejarah kejadian bencana yang beragam dan


menimbulkan dampak korban jiwa, kerugian fisik serta kerusakan lahan yang
tidak sedikit. Catatan sejarah kejadian bencana Kota Palu dilihat berdasarkan
Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) yang dikeluarkan oleh BNPB.
Tercatat 6 (enam) jenis bencana yang pernah terjadi di Kota Palu, yaitu bencana
banjir, banjir bandang gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, epidemi dan
wabah penyakit, tanah longsor, likuefaksi dan tsunami. Adapun beberapa jenis
kejadian bencana di Kota Palu sebagai berikut (Yekti, dkk., 2018).

5. Kepadatan Penduduk

Sebaran penduduk menurut kecamatan di Kota Palu secara umum tidak


merata, dan perbedaan persentase setiap kecamatan cukup signifikan.
Berdasarkan data BPS 2019 menunjukkan ada dua kecamatan yang persentasenya
kecil, antara lain Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Tawaeli. Sementara untuk
kecamatan yang jumlah penduduk banyak yaitu 19% antara lain Kecamatan Palu
Selatan dan Kecamatan Palu Timur.

D. DAYA DUKUNG BERBASISI JASA EKOSISTEM

1. Jasa Ekosistem Fungsi Penyedia

Layanan penyediaan adalah layanan ekosistem yang menggambarkan


keluaran material atau energi dari ekosistem. Termasuk makanan, air, dan sumber
daya lainnya. Pangan berasal dari agro-ekosistem yang dikelola, demikian halnya
dengan laut dan air tawar atau hutan juga menyediakan pangan untuk konsumsi
manusia. Daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi penyedia di Kota Palu
disajikan pada gambar berikut.

Laporan Akhir
Tahun 2020 vii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2. Jasa Ekosistem Fungsi Budaya

Jasa ekosistem fungsi budaya adalah jasa yang dihasilkan oleh lingkungan
hidup yang dapat mendukung manusia dalam menopang kehidupan sosial dan
budaya. Jasa ekosistem fungsi budaya berupa jasa non material melalui
pengayaan budaya, perkembangan kognitif, refleksi, rekreasi dan estetika.
Lingkungan hidup memiliki daya dukung bagi manusia dalam memanfaatkan jasa
ekosistem bagi tujuan sosial budaya tersebut, dan pada saat yang bersamaan juga
menyerap limbah dari kegiatan sosial dan budaya tersebut. Daya dukung berbasis
jasa ekosistem fungsi budaya di Kota Palu disajikan pada gambar berikut.

Laporan Akhir
Tahun 2020 viii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3. Jasa Ekosistem Fungsi Pendukung

Jasa Ekosistem Pendukung adalah jasa ekosistem yang diperlukan untuk


menghasilkan jasa ekosistem lainnya. Ada empat jenis jasa ekosistem dalam
kelompok jasa ekosistem pendukung ini yaitu jasa pembentukan tanah dan
pemeliharaan kesuburan, jasa siklus hara, jasa produksi primer dan jasa
biodiversitas. Empat jenis jasa ini mendukung dalam menghasilkan jasa-jasa
ekosistem dari keempat kelompok diatas. Daya dukung berbasis jasa ekosistem
fungsi pendukung di Kota Palu disajikan pada gambar berikut.

Laporan Akhir
Tahun 2020 ix
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4. Jasa Ekosistem Fungsi Pengatur

Jasa ekosistem pengaturan adalah manfaat yang diperoleh manusia dari


ekosistem melalui pengaturan yang dilakukan oleh ekosistem. Siklus kehidupan
dalam ekosistem menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan
manusia. Jasa ekosistem fungsi pengatur terdiri dari pengatur iklim, pengaturan
tata air, pencegahan bencana, pemurnian air, pengelolaan dan penguraian
limbah, pemeliharaan kualitas udara, penyerbukan alami, dan pengendalian
hama dan penyakit. Daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi pengatur di Kota
Palu disajikan pada gambar berikut.

Laporan Akhir
Tahun 2020 x
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

E. POTENSI PERMASALAHAN LINGKUNGAN DAN STRATEGI


PENGELOLAAN

Pemerintah daerah terus berupaya mencari inovasi untuk memelihara dan


meningkatkan infrastruktur ekologis sebagai bagian dari perencanaan dan desain
perkotaan. Namun, banyak penelitian dan informasi yang menunjukkan bahwa
kemampuan otoritas lokal untuk mengimplementasikan infrastruktur ekologis ke
dalam sistem perencanaan tata ruang masih sangat terbatas. Pemahaman yang
lebih baik tentang jasa ekosistem, karakteristik spasial dan hubungan keduanya
sangat dibutuhkan untuk memindahkan jasa ekosistem dari alat penilaian ke
instrumen praktis untuk perencanaan, desain, dan implementasi tata ruang.
Wilayah perkotaan dicirikan oleh prevalensi struktur yang dibangun dan
permukaan yang kedap air, yang mengubah ruang permukaan dan aliran air,
menurunkan kualitas air, mengurangi tutupan dan keanekaragaman vegetasi, dan
menyebabkan hilangnya habitat, fragmentasi, dan degradasi. Wilayah perkotaan
juga merupakan pusat kegiatan manusia yang dapat menggantikan flora fauna,
mengintroduksi, dan menyebarkan spesies invasif, menghasilkan polutan,
kebisingan, panas, dan pencahayaan buatan yang dapat mengganggu organisme
tertentu, dan faktor lainnya. Berikut ini disajikan strategi pengelolaan

Laporan Akhir
Tahun 2020 xi
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

berdasarkan faktor pembatas jasa ekosistem dan strategi pendekatan yang dapat
dilakukan.

Gambar 5. Pengelolaan Jasa Ekosistem


(Burkhard dan Maes, 2017).

Pada gambar tersebut, ekosistem direpresentasikan sebagai struktur


ekologis atau proses biofisik. Dalam kajian ini, struktur ekologis diwakili oleh
tutupan lahan, bentang alam dan tipe vegetasi. Kompleksitas ekosistem akan lebih
mudah dipahami jika dimulai dengan bagaimana ekosistem tersebut bermanfaat
bagi manusia serta mengidentifikasi properti dan karakteristiknya, hal inilah yang
menyebabkan lahirnya terminologi “fungsi”.
Fungsi akan menjadi jasa ketika sudah dimanfaatkan oleh manusia atau
memberikan kontribusi pada kesehatan, kesejahteraan, dan lainnya. Dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk berimplikasi pada pemanfaatan sumber
daya alam sehingga dapat memberikan tekanan terhadap jasa lingkungan yang
dihasilkan.

1. Potensi Permasalahan Lingkungan

Pemetaan jasa ekosistem memberikan informasi tentang kondisi alam.


Untuk menilai kemampuan ekosistem saat ini untuk menyediakan layanan bagi
kesejahteraan manusia, dan perubahan kondisi disebabkan oleh aktivitas
manusia. Potensi permasalahan lingkungan di Kota Palu dapat disebabkan oleh
tekanan tidak langsung dan tekanan langsung di bawah ini.
a. Tekanan Lingkungan Tidak Langsung Pada Lingkungan
1. Perubahan demografis adalah pendorong penting yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran jasa ekosistem.
2. Kepadatan populasi yang tinggi memberi tekanan tinggi pada ekosistem
3. Penggerak ekonomi utama: konsumsi, produksi, dan globalisasi

Laporan Akhir
Tahun 2020 xii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4. Penggerak sosial-politik meliputi kekuatan yang mempengaruhi pengambilan


keputusan dan termasuk jumlah partisipasi publik dalam pengambilan
keputusan, kelompok yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
publik, mekanisme penyelesaian sengketa, peran negara relatif terhadap
sektor swasta, dan tingkat pendidikan dan pengetahuan.
b. Tekanan Langsung
1. Perubahan penutupan lahan dan penggunaan lahan.
2. Perubahan iklim adalah pendorong langsung perubahan ekosistem yang
sepatutnya mendapat perhatian besar.
3. Perubahan kondisi agro-ekologis

2. Disclaimer: Keterbatasan Proyeksi dan Perencanaan Strategi

Proyeksi dan strategi akan ideal ketika jasa ekosistem dikaitkan dengan
dokumen pengguna penggunanya, misalnya KLHS, RTR, RPJMD, dan dokumen
yang memiliki kebijakan, rencana, program (KRP) ainnya. Strategi akan dikaji
berbasis pada Kebijakan, Rencana, dan Program yang akan dilaksanakan pada
lokasi dengan jasa ekosistem dengan status tertentu. Proyeksi dan strategi akan
didesain dengan pendekatan system dynamics. Pada konteks ini, kita hanya
memiliki data profil (baseline data) jasa ekosistem. Olehnya, pendekatan strategi
dilakukan lebih makro dan terkait langsung dengan prosessor (abiotik dan biotik)
jasa ekosistem, serta aspek lain yang mempengaruhi dinamikanya.

3. Strategi Pengelolaan Jasa Ekosistem

Strategi pengelolaan mengacu pada faktor pembatas jasa ekosistem, yakni:


1. Konservasi dan Pengelolaan Berkelanjutan Keanekaragaman Hayati dan
Sumber Daya Alam
2. Pengelolaan lingkungan perkotaan
3. Edukasi Konservasi berkelanjutan
4. Peningkatan Daya Dukung Lingkungan
5. Pelibatan para pihak (stakeholders)
Strategi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Konservasi dan pengelolaan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan
sumber daya alam melalui:
i. Melindungi, memulihkan, dan mempromosikan penggunaan sumber
daya ekosistem terestrial berkelanjutan, mengurangi laju pembentukan
lahan kritis, menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati, dan
menghentikan dan menjaga degradasi lahan;
ii. Perlindungan, restorasi dan penggunaan berkelanjutan lingkungan
pesisir dan laut, menangani risiko polusi dan ancaman terhadap
ekosistem laut dan lingkungan pesisir, khususnya daerah yang sensitif
secara ekologis;

Laporan Akhir
Tahun 2020 xiii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

iii. Adopsi praktik manajemen yang baik dan memperkuat kebijakan untuk
mengatasi dampak proyek pembangunan, termasuk polusi, dan
pembuangan bahan berbahaya dan beracun;
iv. Meningkatkan kebijakan dan pengembangan kapasitas dan praktik
terbaik untuk melestarikan, mengembangkan, dan mengelola
kelautan, lahan basah, keanekaragaman hayati, dan sumber daya lahan
dan air;
v. Mempromosikan pengembangan kapasitas dalam upaya berkelanjutan
untuk memiliki pengelolaan ekosistem dan sumber daya alam yang
berkelanjutan;
vi. Mempromosikan kerja sama dalam pengelolaan lingkungan menuju
pemanfaatan ekosistem dan sumber daya alam yang berkelanjutan
melalui pendidikan lingkungan, keterlibatan masyarakat dan
penjangkauan publik (outreach);
vii. Mempromosikan dan meningkatkan Dinas Lingkungan Hidup dan
Pemerintah terkait untuk meningkatkan dan menjaga keanekaragaman
Hayati sebagai pusat keunggulan dalam konservasi dengan
pemanfaatan secara berkelanjutan.
viii. Pemenuhan kebutuhan pangan, Kota Palu memiliki kapasitas produksi
pangan yang rendah dan tidak mampu memenuhi kebutuhan
pangan penduduk di wilayahnya secara mandiri. Strategi pengelolaan
untuk mengatasi masalah ini adalah dengan:
a) Menjaga kelestarian lahan pertanian berkelanjutan Kota Palu
yang termuat dalam RTRW Provinsi Sulawesi Tengah
b) Mendukung pertanian perkotaan dan pinggiran kota melalui
kerangka hukum dan peraturan yang menguntungkan bagi petani
c) Menjamin ketersediaan dan distribusi air yang memadai untuk
wilayah-wilayah pertanian.
ix. Keamanan air adalah kapasitas populasi untuk melindungi akses
berkelanjutan air dengan kualitas memadai yang dapat diterima untuk
mempertahankan mata pencaharian, kesejahteraan manusia, dan
pembangunan sosial-ekonomi. Strategi pengelolaan:
1) Pembangunan kota yang berkelanjutan untuk kualitas hidup,
perlindungan lingkungan dan keberlanjutan layanan air perkotaan.
Langkah- langkah yang dapat diterapkan sebagai berikut.
a) Memperbaiki infrastruktur penyediaan dan distribusi air pasca
bencana 28 September 2018.
b) Peningkatan daya dukung daerah tangkapan air
c) Perencanaan ruang hijau yang terkait dengan pengelolaan air
perkotaan
2) Pelestarian sumber pasokan air untuk konservasi dan kualitas air,
pengurangan risiko bahaya kesehatan, pengurangan kerawanan air,
dan alokasi sumber daya air yang lebih baik di kalangan pengguna.
Langkah- langkah yang dapat diterapkan sebagai berikut.
a) Mengatur penggunaan lahan di wilayah sumber air;

Laporan Akhir
Tahun 2020 xiv
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

b) Penggunaan mekanisme penegakan dan penindakan, insentif,


dan penghargaan atas kemauan masyarakat untuk menjaga jasa
lingkungan;
c) Meningkatkan keanekaragaman sumber air di dalam kota dan
daerah tangkapan air (misalnya air hujan, air tanah,
penggunaan kembali air limbah)
3) Konservasi dan efisiensi penggunaan air.
4) Peningkatan layanan sanitasi untuk kondisi lingkungan yang lebih
baik, pemulihan sungai, dan pengurangan risiko kontaminasi air
tanah.
5) Perlindungan sempadan sungai dan pantai
6) Perbaikan tata kelola. Ini untuk meningkatkan layanan, adopsi
teknologi hemat biaya, pengurangan kebutuhan investasi,
pengurangan biaya operasional dan pemeliharaan, perlindungan
lingkungan, dan peningkatan kualitas hidup. Langkah-langkah yang
dapat diterapkan sebagai berikut.
a. Integrasi layanan dalam satu institusi;
b. Pengembangan rencana induk (air perkotaan dan sanitasi);
c. Penegakan hukum dan peraturan yang berlaku;
d. Peningkatan partisipasi publik;
e. Pengembangan kapasitas
2. Pengelolaan lingkungan perkotaan
i. Perencanaan bentang alam yang mengakui dan mengakomodasi
(recognize) keanekaragaman hayati, konektivitas habitat dan membangun
ketahanan ekosistem melalui:
a. Menetapkan dan merekomendasikan karakter vegetasi dan lanskap
ke dalam skema perencanaan jangka Panjang
b. Membentuk dan memperkuat pemahaman dan kesadaran pemerintah
dan legislatif tentang pentingnya tanaman lanskap perkotaan
c. Membangun secara sungguh-sungguh jalur hijau (green way), pohon
peneduh jalan (urban street tree)
d. Mengembangkan dan melaksanakan hutan kota dan ruang terbuka
hijau.
e. Melaksanakan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati
f. Mengembangkan dan memperbanyak taman jalan (nature strip
gardening) berbasis komunitas
g. Peningkatan pemahaman dan partisipasi ekologi masyarakat
perkotaan dan pengelolaan keanekaragaman hayati lokal tercapai.
ii. Peningkatan pengelolaan persampahan perkotaan, meliputi:
a. Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah
b. Peningkatan pengelolaan sampah terpadu hingga tingkat RT
c. Peningkatan sumber daya pengelolaan sampah perkotaan

Laporan Akhir
Tahun 2020 xv
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3. Edukasi konservasi berkelanjutan


i. Menghubungkan manusia dengan alam adalah elemen penting dari
keberhasilan implementasi strategi konservasi. Membina partisipasi luas
dalam konservasi akan sangat penting untuk memelihara lingkungan asri
di Kota Palu. Strategi untuk melibatkan masyarakat dalam konservasi
meliputi:
a. Strategi Penjangkauan (outreach), memberi tahu orang-orang tentang
tujuan strategi, pendekatan sukarela, dan peluang untuk mengelola
lingkungan hijau dan asri.
b. Pendidikan Konservasi - memberikan kesempatan bagi orang untuk
belajar tentang lingkungan alam mereka.
ii. Kota Palu berpenduduk heterogen, untuk mengedukasi warganya tentang
warisan alam, perlu disampaikan kepada masyarakat tentang konservasi
sumber daya alam. Selain itu, melindungi ekosistem alami sepeti Taman
Hutan Raya (TAHURA) Sulawesi Tengah, hutan lindung, hutan kota, RTH,
dan taman-taman hijau tematik lainnya akan menyediakan layanan
pendidikan dengan jangkauan yang berada di sekitar masyarakat.
iii. Strategi ini dapat berupa instruksi pemerintah, penyuluhan, sosialisasi dan
mempraktikkan perilaku yang baik (keteladanan) dalam mencintai dan
memelihara alam agar menjadi budaya yang turun temurun. Promosi
program ruang hijau perkotaan untuk memberikan masyarakat
kesempatan menikmati ruang terbuka.

4. Peningkatan Daya Dukung Lingkungan


i. Peningkatan daya dukung demografis yakni pemerataan distribusi jumlah
penduduk perkotaan melalui:
a. Mengendalikan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan
b. Keserasian pembangunan wilayah perkotaan di setiap kecamatan
c. Pengembangan wilayah permukiman pada daerah baru sesuai dengan
daya dukung lingkungan hidup
ii. Peningkatan fungsi pengaturan bencana alam dilakukan strategi melalui:
a. Pengendalian perkembangan pemanfaatan ruang kegiatan budidaya,
agar tidak melampaui daya dukung lingkungan hidup
b. Menetapkan dan mengembangkan kawasan lindung perkotaan yang
mempunyai fungsi pengatur dan perlindungan bencana alam
c. Peningkatan kapasitas mitigasi pengurangan risiko gempa pada
kawasan renda fungsi pengatur dan perlindungan bencana
iii. Peningkatan daya dukung pengurai limbah perkotaan melalui:
a. Pengendalian pencemaran dari aktivitas usaha/kegiatan yang
berpotensi mencemari kualitas air, melakukan edukasi ke masyarakat,
pembangunan IPAL pada wilayah permukiman kumuh.
b. Pengembangan dan adaptasi teknologi pengelolaan dan pengurai
limbah pada kawasan industri dan pertambangan
c. Pengembangan kapasitas infrastruktur pengelolaan limbah

Laporan Akhir
Tahun 2020 xvi
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

5. Pelibatan Para Pihak (stakeholders)


Pelibatan penduduk Kota Palu untuk peduli konservasi adalah hal penting.
Pendekatan yang dapat dilakukan:
i. Pengarusutamaan isu lingkungan dalam pembangunan Kota Palu yang
terkoordinasi antar legislatif dan eksekutif.
ii. Meningkatkan komitmen dan koordinasi Perangkat Daerah dan para
pihak untuk memulihkan jasa ekosistem tempat tinggal dan ruang hidup
(sense of place) pasca gempa dan tsunami di Kota Palu.
iii. Sosialisasi secara terus menerus dengan memanfaatkan berbagai platform
media dan ruang-ruang pertemuan. Terfokus pada isu-isu lokal penyuplai
jasa ekosistem Kota Palu
iv. Dialog berkelanjutan oleh Pemerintah dan penggerak konservasi untuk
terus memantik kepedulian ekologis
v. Pemanfaatan kajian daya dukung yang terintegrasi dalam perencanaan
daerah berupa RTRW, RDTR, RPJPD, RPJMD dan turunan lainnya

Laporan Akhir
Tahun 2020 xvii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
RINGKASAN EKSEKUTIF iii
DAFTAR ISI xviii
DAFTAR TABEL xxi
DAFTAR GAMBAR xxiv
DAFTAR LAMPIRAN xxix

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Dasar Hukum........................................................................................... 3
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 5
1.4. Manfaat ................................................................................................... 5
1.5. Ruang Lingkup ........................................................................................ 6

BAB 2 METODE PELAKSANAAN 7


2.1. Bahan dan Instrumen .............................................................................. 7
2.2. Klasifikasi karakteristik bentang lahan, tipe vegetasi serta karakteristik
penutup lahan ......................................................................................... 8
2.3. Penentuan Status Jasa Ekosistem ............................................................ 9
2.3.1. Konsep Pendekatan Jasa Ekosistem .............................................. 9
2.3.2. Perhitungan Jasa Ekosistem dengan Teknik Skoring dan
Pembobotan ................................................................................ 11
2.4. Pembuatan Peta Daya Dukung Indikatif Lingkungan Hidup Berbasis
Jasa Ekosistem ....................................................................................... 13
2.5. Batasan Operasional .............................................................................. 14
2.6. Potensi Permasalahan Lingkungan ........................................................ 14
2.7. Strategi Pengelolaan Lingkungan .......................................................... 14

BAB 3 PROFIL DAERAH 15


3.1. Kondisi Geografis, Fisik, dan Lingkungan .............................................. 15
3.1.1. Letak dan Kondisi Geografis........................................................ 15
3.1.2. Klimatologi ................................................................................. 18
3.1.3. Topografi .................................................................................... 21

Laporan Akhir
Tahun 2020 xviii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3.1.4. Kondisi Ekoregion ....................................................................... 24


3.1.5. Kondisi Sumber Daya Alam......................................................... 34
3.1.6. Potensi Kebencanaan .................................................................. 38
3.2. Aspek Demografi ................................................................................... 49
3.2.1. Struktur Penduduk...................................................................... 49
3.2.2. Kepadatan dan Persebaran Penduduk ......................................... 51
3.2.3. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ..................................... 52
3.2.4. Ketenagakerjaan ......................................................................... 55
3.2.8. Penduduk Menurut Agama ......................................................... 55
3.2.9. Aspek Kesehatan ......................................................................... 56
3.3. Gambaran Keuangan daerah ................................................................. 57

BAB 4 DAYA DUKUNG BERBASIS JASA EKOSISTEM 61


4.1. Jasa Ekosistem Fungsi Penyedia ............................................................ 61
4.1.1. Jasa Penyedia Pangan ................................................................. 61
4.1.2. Jasa Penyedia Air Bersih ............................................................. 66
4.1.3. Jasa Penyedia Serat .................................................................... 72
4.1.4. Jasa Penyedia Bahan Energi........................................................ 76
4.1.5. Jasa Penyedia Sumber Daya Genetik .......................................... 80
4.2. Jasa Ekosistem Fungsi Budaya ............................................................... 86
4.2.1. Jasa Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup .......................... 86
4.2.2. Jasa Budaya Rekreasi dan Ekowisata .......................................... 91
4.2.3. Jasa Budaya Estetika (Alam)....................................................... 96
4.3. Jasa Ekosistem Fungsi Pendukung ......................................................... 99
4.3.1. Jasa Pendukung Pembentukan Lapisan dan Pemeliharaan
Tanah .......................................................................................... 99
4.3.2. Jasa Pendukung Siklus Hara ..................................................... 105
4.3.3. Jasa Pendukung Produksi Primer .............................................. 109
4.3.4. Jasa Pendukung Biodiversitas ................................................... 113
4.4. Jasa Ekosistem Fungsi Pengatur .......................................................... 121
4.4.1. Jasa Pengaturan Iklim ............................................................... 121
4.4.2. Jasa Pengaturan Tata Air Dan Banjir ........................................ 127
4.4.3. Jasa Perlindungan Pencegahan Bencana ................................... 132
4.4.4. Jasa Pengaturan Pemurnian Air ................................................ 137
4.4.5. Jasa Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah ................. 144

Laporan Akhir
Tahun 2020 xix
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.6. Jasa Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara ......................... 149


4.4.7. Jasa Pengaturan Penyerbukan Alami ........................................ 155
4.4.8. Jasa Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit ................. 159

BAB 5 POTENSI PERMASALAHAN LINGKUNGAN DAN STRATEGI


PENGELOLAAN 164
5.1. Potensi Permasalahan Lingkungan ...................................................... 167
5.2. Disclaimer: Keterbatasan Proyeksi dan Perencanaan Strategi .............. 168
5.3. Strategi Pengelolaan Jasa Ekosistem ................................................... 169
DAFTAR PUSTAKA 175
LAMPIRAN 179

Laporan Akhir
Tahun 2020 xx
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Fungsi dan Jenis Jasa Ekosistem .................................................... 10


Tabel 2.2. Bobot Bentang Lahan, Vegetasi Asli Dan Penutupan Lahan
Pada Beberapa Jenis Jasa Ekosistem .............................................. 11
Tabel 3.1. Nama Kecamatan, Luas, Persentase Di Kota ................................... 16
Tabel 3.2. Letak Kecamatan Menurut Posisi Pantai Di Kota Palu .................... 17
Tabel 3.3. Rata-rata jumlah hari hujan, curah hujan dan penyinaran
matahari setiap bulan di Kota Palu ................................................ 18
Tabel 3.4. Ketinggian atau Kelerengan Wilayah Kota Palu ............................. 22
Tabel 3.5. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Fluvial Kota Palu ....... 25
Tabel 3.6. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Marin Kota Palu ........ 26
Tabel 3.7. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Denudasional
Kota Palu ........................................................................................ 27
Tabel 3.8. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Struktural Kota Palu . 28
Tabel 3.9. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang Lahan Angropogenik
Kota Palu ........................................................................................ 31
Tabel 3.10. Tutupan Lahan Kota Palu ............................................................... 35
Tabel 3.11. Potensi dan Lokasi Bahan Tambang di Kota Palu ........................... 37
Tabel 3.12. Luas Panen Tanaman Pangan Kota Palu ........................................ 38
Tabel 3.13. Perkembangan Jumlah Penduduk 2016 Sampai Dengan 2025 ...... 50
Tabel 3.14. Kepadatan dan Sebaran Penduduk 2014 - 2019 ............................ 51
Tabel 3.15. Nilai Angka Partisipasi Kasar Kota Palu .......................................... 52
Tabel 3.16. Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Palu ...................................... 53
Tabel 3.17. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota
Yang Ada Provinsi Sulawesi Tengah............................................... 54
Tabel 3.18. Ketenagakerjaan Kota Palu ............................................................ 55
Tabel 3.19. AKB dan AKHB Kota Palu Tahun 2015-2019 ................................. 56
Tabel 3. 20. PDRB Kota Palu Atas Dasar Harga Konstan dan Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014-2018
(Dalam Jutaan Rupiah) .................................................................. 58

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxi
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.1. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Pangan Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha). .... 64
Tabel 4.2. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Air Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha). ........... 69
Tabel 4.3. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Serat Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha). ........ 74
Tabel 4.4. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Bahan Energi Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (ha). ........................................................................... 78
Tabel 4.5. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Sumber Daya Genetik Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (ha). ........................................................................... 83
Tabel 4.6. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Tempat Tinggal Dan Ruang Hidup Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu (ha).......................................................... 88
Tabel 4.7. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Rekreasi Dan Ekowisata Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (ha). ........................................................................... 93
Tabel 4.8. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Estetika (Alami) Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (ha). ........................................................................... 97
Tabel 4.9. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Pembentukan Lapisan dan Pemeliharaan Tanah
Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha). .................................. 102
Tabel 4.10. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Siklus Hara Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (ha). ......................................................................... 107
Tabel 4.11. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Siklus Hara Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (ha). ......................................................................... 110
Tabel 4.12. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Biodiversitas Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (ha). ......................................................................... 118
Tabel 4.13. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Iklim Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (Ha). ..... 123
Tabel 4.14. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Tata Air Dan Banjir Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (Ha). ........................................................................ 129

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.15. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengatur Perlindungan Pencegahan Bencana Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu (Ha). ...................................................... 134
Tabel 4.16. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pemurnian Air Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (Ha). ........................................................................ 141
Tabel 4.17. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu (Ha). ...................................................... 146
Tabel 4.18. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu (Ha). ...................................................... 152
Tabel 4.19. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Penyerbukan Alami Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu (Ha). ........................................................................ 156
Tabel 4.20. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu (Ha). ...................................................... 161

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxiii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Peta administrasi Kota Palu ....................................................... 16
Gambar 3.2. Gambaran Jumlah Hujan, Curah Hujan Dan Peyinaran
Matahari di Kota Palu, Tahun 2020 ........................................... 19
Gambar 3.3. Kelembaban Udara Kota Palu Tahun 2019 ................................ 19
Gambar 3.7. Suhu Udara Kota Palu Tahun 2019 ............................................ 20
Gambar 3.8. Tekanan Udara Kota Palu Tahun 2019 ...................................... 21
Gambar 3.9. Peta Kemiringan Lereng Kota Palu ............................................. 23
Gambar 3.10. Peta Ekoregion Kota Palu ........................................................... 32
Gambar 3.11. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
Bandang ..................................................................................... 39
Gambar 3.12. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir...... 39
Gambar 3.13. Peta Rawan Bencana Banjir ....................................................... 40
Gambar 3.14. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir
Bandang ..................................................................................... 41
Gambar 3.15. Peta Rawan Bencana Longsor .................................................... 42
Gambar 3.16. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana
Likuifaksi ................................................................................... 43
Gambar 3.17. Peta Rawan Bencana Likuifaksi ................................................. 44
Gambar 3.18. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana
Gempa Bumi .............................................................................. 45
Gambar 3.19. Peta Rawan Bencana Gempa Bumi di Kota Palu ........................ 46
Gambar 3.20. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Tsunami . 47
Gambar 3.21. Peta Rawan Bencana Tsunami ................................................... 48
Gambar 3.22. Persentase Sebaran Penduduk Kota Palu ................................... 52
Gambar 3.23. Indeks Pembangunan Kota Palu 5 Tahun Terakhir .................... 54
Gambar 3.24. Persentase Pemeluk Agama di Kota palu ................................... 56
Gambar 3.25. Angka Harapan Hidup Kota Palu dan Sulteng ........................... 57
Gambar 4.1. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Pangan di Kota Palu .................................... 63

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxiv
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 4.2. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa


Ekosistem Fungsi Penyediaan Pangan di Setiap Kecamatan
Kota Palu ................................................................................... 64
Gambar 4.3. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Pangan Kota Palu .................................................... 65
Gambar 4.4. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Air di Kota Palu ........................................... 68
Gambar 4.5. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Penyediaan Air di Setiap Kecamatan
Kota Palu ................................................................................... 69
Gambar 4.6. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Air di Kota Palu ........................................... 73
Gambar 4.7. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Penyediaan Serat di Setiap Kecamatan
Kota Palu ................................................................................... 74
Gambar 4.8. Peta Sebaran Daya Dukung berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Serat Kota Palu ....................................................... 75
Gambar 4.9. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Bahan Energi di Kota Palu ........................... 77
Gambar 4.10. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Penyediaan Bahan Energi di Setiap
Kecamatan Kota Palu ................................................................. 78
Gambar 4.11. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Bahan Energi Kota Palu .......................................... 79
Gambar 4.12. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Sumber Daya Genetik di Kota Palu .............. 82
Gambar 4.13. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Penyediaan Sumber Daya Genetik
di Setiap Kecamatan Kota Palu .................................................. 84
Gambar 4.14. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Sumber Daya Genetik Kota Palu ............................. 85
Gambar 4.15. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Tempat Tinggal Dan Ruang Hidup di Kota Palu ............ 87
Gambar 4.16. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Budaya Tempat Tinggal Dan Ruang Hidup
di Setiap Kecamatan Kota Palu .................................................. 88
Gambar 4.17. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Tempat Tinggal Dan Ruang Hidup Kota Palu ................ 89

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxv
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 4.18. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem


Fungsi Budaya Rekreasi Dan Ekowisata di Kota Palu ................. 92
Gambar 4.19. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Budaya Rekreasi Dan Ekowisata di Setiap
Kecamatan Kota Palu ................................................................. 93
Gambar 4.20. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Rekreasi Dan Ekowisata Kota Palu ................................ 95
Gambar 4.21. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Budaya Estetika (Alami) di Kota Palu ............................. 96
Gambar 4.22, Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Budaya Estetika (Alami) di Setiap
Kecamatan Kota Palu ................................................................. 97
Gambar 4.23. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Estetika (Alami) Kota Palu ............................................ 98
Gambar 4.24. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Pembentukan Lapisan dan
Pemeliharaan Tanah di Kota Palu ............................................ 101
Gambar 4. 25. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pendukung Pembentukan Lapisan dan
Pemeliharaan Tanah di Setiap Kecamatan Kota Palu ............... 102
Gambar 4.26. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Pembentukan Lapisan dan Pemeliharaan
Tanah Kota Palu....................................................................... 104
Gambar 4.27. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Siklus Hara di Kota Palu ............................ 106
Gambar 4.28. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pendukung Siklus Hara di Setiap
Kecamatan Kota Palu ............................................................... 107
Gambar 4.29. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Siklus Hara Kota Palu ................................ 108
Gambar 4.30. Persentase Luas Status Kinerja Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Produksi Primer di Kota Palu ................................ 110
Gambar 4.31. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pendukung Produksi Primer di Setiap
Kecamatan Kota Palu ............................................................... 111
Gambar 4.32. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Produksi Primer Kota Palu .................................... 112
Gambar 4.33. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Biodiversitas di Kota Palu .......................... 117

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxvi
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 4.34. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa


Ekosistem Fungsi Pendukung Biodiversitas Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu ........................................................... 118
Gambar 4.35. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Produksi Primer Kota Palu ......................... 120
Gambar 4.36. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Iklim di Kota Palu ...................................... 122
Gambar 4.37. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pengaturan Iklim Berdasarkan Kecamatan
di Kota Palu ............................................................................. 124
Gambar 4.38. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Iklim Kota Palu ..................................................... 126
Gambar 4.39. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Tata Air Dan Banjir di Kota Palu ................ 128
Gambar 4.40. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pengaturan Tata Air Dan Banjir
Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu....................................... 129
Gambar 4.41. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Tata Air Dan Banjir Kota Palu ............................... 131
Gambar 4.42. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengatur Perlindungan Pencegahan Bencana
di Kota Palu ............................................................................. 133
Gambar 4.43. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pengatur Perlindungan Pencegahan
Bencana Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu ........................ 134
Gambar 4.44. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Tata Air Dan Banjir Kota Palu ............................... 136
Gambar 4.45. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pemurnian Air di Kota Palu ....................... 140
Gambar 4.46. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pengaturan Pemurnian Air Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu ........................................................... 141
Gambar 4.47. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Tata Air Dan Banjir Kota Palu ............................... 143
Gambar 4.48. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah
di Kota Palu ............................................................................. 145

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxvii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 4.49. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa


Ekosistem Fungsi Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai
Limbah Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu .......................... 146
Gambar 4.50. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah Kota Palu ........ 148
Gambar 4.51. Suhu Udara Kota Palu Tahun 2019.......................................... 149
Gambar 4.52. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara
di Kota Palu ............................................................................. 150
Gambar 4.53. Sebaran Usaha Penambangan Bahan Galian Batuan
di Kota Palu ............................................................................. 151
Gambar 4.54. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara
Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu....................................... 153
Gambar 4.55. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Kota Palu ................ 154
Gambar 4.56. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Penyerbukan Alami di Kota Palu ............... 156
Gambar 4.57. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa
Ekosistem Fungsi Pengaturan Penyerbukan Alami
Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu....................................... 157
Gambar 4.58. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Penyerbukan Alami Kota Palu ............................... 158
Gambar 4.59. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit
di Kota Palu ............................................................................. 160
Gambar 4.60. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa
Ekosistem Fungsi Pengaturan Pengendalian Hama Dan
Penyakit Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu ........................ 161
Gambar 4.61. Peta Sebaran Daya Dukung berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit Kota Palu ........ 162
Gambar 5.1. Pengelolaan Jasa Ekosistem ..................................................... 165
Gambar 5.2. Hubungan Antara Struktur Dan Proses Ekologis (Interaksi
Ekosistem), Fungsi Ekosistem, Dan Jasa Ekosistem ................. 166

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxviii
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Nilai Koefisien Tipe Vegetasi dalam Analisis Jasa Ekosistem ...... 180
Lampiran 2. Nilai Koefisien Tutupan Lahan dalam Analisis Jasa Ekosistem ... 182
Lampiran 3. Nilai Koefisien Tutupan Lahan dalam Analisis Jasa Ekosistem .. 186
Lampiran 4. Indeks Jasa Ekosistem Kota Palu ................................................ 195
Lampiran 5. Penyelenggaraan Seminar Pendahuluan .................................... 197
Lampiran 6. Bahan Presentasi Seminar Pendahuluan ................................... 199
Lampiran 7. Kegiatan Survei Tim Pelaksana .................................................. 212
Lampiran 8. Undangan Penyelenggaraan Seminar Hasil ................................ 216
Lampiran 9. Bahan Presentasi Seminar Hasil ................................................. 223

Laporan Akhir
Tahun 2020 xxix
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah perkotaan terdiri atas unsur-unsur alami dan buatan dengan


infrastruktur hijau dan infrastruktur terbangun. Infrastruktur hijau perkotaan
mencakup area alami dan semi-alami, dirancang dan dikelola untuk melindungi
keanekaragaman hayati dalam rangka memberikan layanan ekosistem. Adapun
infrastruktur terbangun terdiri atas elemen buatan seperti bangunan, jalan,
trotoar, jembatan, dan ladang cokelat (Bai dan Schandl 2010).
Pembangunan perkotaan dan urbanisasi yang menyertainya dapat
menciptakan tekanan ekspansi atas dasar desakan ekonomi yang berdampak pada
perubahan pada struktur dan fungsi ekosistem perkotaan dan layanan yang
diberikan (Bolund dan Hunhammar 1999; Maes et al. 2016). Ekspansi perkotaan
bersamaan dengan peningkatan mobilitas penduduk dapat memberi dampak pada
potensi kemerosotan jasa ekosistem (Li et al. 2016), sementara tekanan
pembangunan juga membentuk dampak signifikan pada pinggiran kota yang
kapasitas dan daya tahan adaptifnya belum diteliti secara memadai (Leichenko
dan Solecki 2013). Proyeksi di masa depan menunjukkan bahwa perubahan iklim
akan menyebabkan peningkatan frekuensi kejadian cuaca dan iklim ekstrem
(IPCC 2014). Hal ini akan cenderung memperbesar tantangan perkotaan dalam
pembangunan yang mempertimbangkan ekologi dan keberlanjutannya (Stone
dan Norman 2006; Gunawardena, Wells, dan Kershaw 2017).
Analisis pengembangan perkotaan dalam hal infrastruktur hijau dan
adaptasi terhadap perubahan iklim berbasis ekosistem semakin diminati, terutama
karena hal itu secara simultan menghasilkan banyak jasa lingkungan lain yang
dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Tumbuhnya kesadaran untuk

Laporan Akhir
1
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

memulihkan ekosistem kota dan sekitarnya telah didorong oleh komitmen para
pihak pada Konvensi Keanekaragaman Hayati untuk memulihkan setidaknya 15%
ekosistem terdegradasi pada tahun 2020 (CBD, 2011). Infrastruktur hijau
perkotaan memberikan kontribusi nyata bahwa kota dapat membuat agenda PBB
tentang Ekonomi Hijau untuk abad ke-21 (UNEP, 2011) dan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (sustainable develeopment goals, SDGs). Beberapa
hasil riset telah menyoroti pentingnya jasa ekosistem perkotaan (Dobbs et al.,
2014; Gómez-Baggethun et al., 2013; Haase et al., 2014; Kroeger et al., 2014),
dinamika ekosistem dalam lanskap perkotaan masih kurang dipahami, terutama
dalam hal merancang, menciptakan, dan memulihkan proses, fungsi, dan layanan
ekologis di wilayah perkotaan (Pataki et al., 2011).
Salah satu peluang paling menjanjikan untuk adaptasi perubahan iklim di
daerah perkotaan adalah perencanaan ruang terbangun yang melindungi dan
meningkatkan manfaat yang diberikan oleh ekosistem perkotaan. Ekosistem
perkotaan menyediakan berbagai layanan termasuk jasa penyediaan, seperti
makanan dari pertanian dan dukungan eksistensi ekosistem alami seperti hutan.
Wilayah hijau perkotaan juga menyediakan jasa pengaturan dalam hal
pengaturan iklim, termasuk pengurangan efek rumah kaca, pemurnian air, dan
pengendalian erosi. Lebih jauh, ekosistem perkotaan menghasilkan jasa budaya,
seperti perasaan memiliki fasilitas bersama, rekreasi, penghargaan, dan
spiritualitas. Habitat makhluk hidup yang memadai dan terdapatnya
keanekaragaman genetik adalah prasyarat untuk menghasilkan semua jasa
ekosistem (MA 2005; TEEB 2010). Dengan menganalisis jasa ekosistem perkotaan
dapat diketahui karakteristik atau profil daya dukung indikatif lingkungan hidup
sebagai landasan perencanaan kota selanjutnya (Larondelle dan Haase 2013).
Selama beberapa dekade terakhir, Indonesia banyak mengalami
kehilangan keanekaragaman hayati sehubungan dengan perubahan fungsi
ekosistem. Konversi hutan, perubahan penggunaan lahan, intensifikasi
penggunaan lahan, dan bencana alam telah menyebabkan potensi degradasi pada

Laporan Akhir
2
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

sumber daya alam yang dapat mendegradasi jasa ekosistem (Sangadji et al.,
2019).
Jasa ekosistem mengacu pada fungsi alam yang dapat diperoleh untuk
kesejahteraan manusia. Jasa ekosistem menjadi perhatian besar karena alam tidak
akan memberikan fungsi layanan selamanya secara terus menerus. Dilain pihak,
manusia mendapatkan kebutuhan sehari-hari dari ekosistem yang akan terus
meningkat seiring peningkatan jumlah populasi. Profil jasa ekosistem dapat
menjadi alat penting untuk pengambilan keputusan pemerintah (Bagstad et al.,
2013; Daily et al., 2009). Profil jasa ekosistem akan mengintegrasikan trade off
jasa ekosistem untuk mengelola penggunaan lahan (Goldstein et al., 2012),
meramalkan dan merencanakan kondisi ekologis di masa depan (Clark et al.,
2001).
Jasa ekosistem adalah gambaran indikatif atas daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup. Profil jasa ekosistem akan memberikan informasi
penting bagi pemerintah untuk merencanakan pembangunan. Di Indonesia,
konsepsi daya dukung dan daya tampung indikatif berbasis jasa ekosistem telah
di atur mulai dari regulasi tertinggi sepeti Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.
Perencanaan pembangunan di Kota Palu tentu saja membutuhkan landasan
ekologi, yakni daya dukung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem. Atas dasar
itu, kegiatan penyusunan kajian dan pemetaan daya dukung jasa ekosistem Kota
Palu pada tahun 2020 menjadi urgen untuk dilaksanakan.

1.2. Dasar Hukum

Dasar hukum pelaksanaan kegiatan ini antara lain:


Undang-Undang
1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air
3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Pembangunan
Nasional

Laporan Akhir
3
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang


5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
6) Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya
8) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
9) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah Dan Air

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri


1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang
2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan
3) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
4) Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
5) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
6) Peraturan Presiden Nomor 58 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional
7) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pemerintah Stop Pemberian
Izin Baru Hutan Primer dan Lahan Gambut
8) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Penetapan Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan
9) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pedoman Penyusunan
Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
10) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 Tentang Pelaksanaan Peraturan

Laporan Akhir
4
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian


Lingkungan Hidup Strategis
11) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik No.
297/Menlhk/Setjen/PLA.3/4/2019 Tentang Daya Dukung dan Daya Tampung
Air Nasional
12) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor
SK.8113/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018 tentang Peta Perkembangan
Pengukuhan Kawasan Hutan Sulawesi Tengah Sampai dengan Tahun 2017
13) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: SK.8599/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/12/2018 Tentang Peta
Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Pemanfaatan Hutan,
Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan
Areal Penggunaan Lain (Revisi XIV)
14) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Tengah.

1.3. Tujuan

Kegiatan ini bertujuan mengkaji dan memetakan daya dukung indikatif


lingkungan hidup di Kota Palu berbasis status jasa ekosistem dengan menyediakan
data dan peta status jasa ekosistem di Kota Palu

1.4. Manfaat

Profil jasa ekosistem akan memberikan informasi penting bagi pemerintah


untuk merencanakan pembangunan dengan mempertimbangkan status daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem.

Laporan Akhir
5
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan ini adalah menganalisis dan memetakan daya


dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Kota Palu dengan pendekatan
jasa ekosistem secara spasial yang mempertimbangkan faktor-faktor ekoregion,
tipe vegetasi dan tutupan lahan yang terdiri dari:
1. Menghitung 20 (dua puluh) indeks jasa ekosistem Kota Palu yang terdiri dari
kategori jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa
budaya (cultural) dan jasa pendukung (supporting) Tahun2020;
2. Menyusun peta daya dukung indikatif berbasis jasa ekosistem tahun 2019 di
Kota Palu skala 1:50.000 atau lebih kecil dan mengikuti kaidah kartografi;
3. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi permasalahan lingkungan
berdasarkan hasil analisa daya dukung jasa ekosistem;
4. Merumuskan strategi pengelolaan lingkungan berdasarkan karakteristik daya
dukung jasa ekosistem;
5. Menyusun rancangan Surat Keputusan Wali Kota Palu tentang Daya Dukung
Jasa Ekosistem di Kota Palu.

Laporan Akhir
6
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

BAB 2
METODE PELAKSANAAN

Metode perhitungan serta analisis jasa ekosistem Kota Palu, dilaksanakan


dengan merujuk kepada dokumen teknis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia melalui Direktorat Pencegahan Dampak
Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan. Dalam kajian jasa ekosistem di Kota Palu
dilakukan melalui 3 tahapan yaitu :
1. Klasifikasi karakteristik bentang lahan, tipe vegetasi serta karakteristik
penutup lahan .
2. Perhitungan indeks jasa ekosistem untuk menentukan daya dukung indikatif
berdasarkan bobot dan skor masing-masing dari komponen karakteristik
bentang lahan, tipe vegetasi serta karakteristik penutup lahan
3. Pembuatan peta daya dukung indikatif berbasis jasa ekosistem

2.1. Bahan dan Instrumen

Bahan dan Instrumen yang digunakan dalam pengolahan data jasa


ekosistem wilayah Kota Palu terdiri dari bahan data spasial dan non spasial
sebagai berikut:

1. Peta Bentang lahan (Ekoregion) Kota Palu skala informasi 1:50.000, sumber
dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu tahun 2018.

2. Peta Tipe Vegetasi Alami Kota Palu skala informasi 1:250.000, sumber dari
Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor,

Laporan Akhir
7
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2017.

3. Peta Penutupan Lahan Kota Palu skala informasi 1:50.000 Tahun 2018
sumber dari pembaharuan data tutupan lahan peta tematik penutupan lahan
RTRW Kota Palu.

4. Peta Batas Administrasi Kota Palu skala Informasi 1:50.000 sumber dari
RTRW Kota Palu.

5. Skoring jenis klasifikasi bentang lahan, tipe vegetasi dan penutupan lahan di
setiap Jasa Ekosistem yang bersumber dari Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion di Indonesia dan Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun 2017.

6. Bobot bentang lahan, tipe vegetasi dan penutupan lahan di setiap Jasa
Ekosistem, sumber: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2017;

7. Perangkat PC/Komputer/Laptop dengan perangkat lunak Sistem Informasi


Geografi (Quantum GIS) dan perangkat lunak pengolah data numerik
(Microsoft Excel).

8. Data-data sekunder sektoral lainnya, baik spasial maupun tabular yang


memiliki relevansi dengan jenis jasa ekosistem dan daya dukung lingkungan.

2.2. Klasifikasi karakteristik bentang lahan, tipe vegetasi serta karakteristik


penutup lahan

Klasifikasi karakteristik bentang lahan, tipe vegetasi serta dan penutup


lahan dilaksanakan dengan memanfaatkan beberapa sumber data spasial yang
berupa peta bentang lahan Kota Palu, peta tipe vegetasi alami Kota Palu dari
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2017, dan peta penutupan lahan Kota

Laporan Akhir
8
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Palu dari pembaharuan data tutupan lahan peta tematik penutupan lahan RTRW
Kota Palu.
Setiap klas dari hasil karakterisasi dari ketiga jenis sumber data spasial
tersebut, diberikan nilai skor dengan mengacu pada beberapa referensi mengenai
nilai koefisien pakar untuk jasa ekosistem, khususnya pada ekoregion Sulawesi.
Menurut Muta’ali (2019) penggunaan koefisien pakar yang dihasilkan oleh Pusat
Pengendalian Pembangunan Ekoregion di Indonesia pada tahun 2016-2017 dapat
menjaga konsistensi dan kesinambungan pembuatan peta dengan baik,
berdasarkan prinsip kedetailan.

2.3. Penentuan Status Jasa Ekosistem

2.3.1. Konsep Pendekatan Jasa Ekosistem

Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam perhitungan


secara indikatif kinerja fungsi-fungsi ekosistem untuk mengukur daya dukung
indikatif suatu wilayah. Pendekatan Jasa Ekosistem adalah salah satu diantarinya.
Jasa Ekosistem didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem
alam maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung
maupun tidak langsung oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam
rangka membantu memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan
kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan ekosistem secara
berkelanjutan (Sriyanto, 2007 dalam Suprayitno, 2008).
Klasifikasi Jasa Ekosistem berdasarkan tipe manfaat kehidupan bagi
manusia yaitu; Jasa Ekosistem Penyedia (Provisioning), Jasa Ekosistem
Pengaturan (Regulating), Jasa Ekosistem Budaya (Cultural), dan Jasa Ekosistem
Pendukung (Supporting). Adapun fungsi dan jasa ekosistem disajikan pada Tabel
2.1 berikut.

Laporan Akhir
9
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 2.1. Fungsi dan Jenis Jasa Ekosistem

Fungsi Jasa
No Jenis Jasa Ekosistem Keterangan
Ekositem

1 JASA PENYEDIAAN 1. Pangan Produk yang diperoleh dari


(PROVISIONING) 2. Air bersih layanan ekosistem
3. Serat (fiber) penyediaan seperti;
4. Bahan bakar (fuel), Kayu Penyediaan pangan,
dan Fosil Penyediaan air, Penyediaan
5. Sumber daya genetik bahan bakar dan material
lain serta Penyediaan
sumber daya genetik.

2 JASA 1. Pengaturan iklim Manfaat yang diperoleh


PENGATURAN 2. Pengaturan tata aliran air dari pengaturan proses
(REGULATING) & banjir layanan ekosistem;
3. Pencegahan dan Pengaturan kualitas udara,
perlindungan dari bencana Pengaturan iklim,
alam Pencegahan dan
4. Pemurnian air Perlindungan terhadap
5. Pengolahan dan bencana alam (banjir,
penguraian limbah longsor, kebakaran, dan
6. Pemeliharaan kualitas tsunami), Pengaturan air,
udara Pemurnian air dan
7. Pengaturan penyerbukan pengolahan limbah,
alami (pollination) Pengaturan penyerbukan
8. Pengendalian hama & alami, Pengendalian Hama.
penyakit

3 JASA BUDAYA 1. Tempat tinggal & ruang Manfaat non material yang
(CULTURAL)* hidup (sense of place) diperoleh dari ekosistem;
2. Rekreasi & ecotourism Budaya estetika: apresiasi
3. Estetika (Alam) pemandangan alam,
Budaya rekreasi: peluang
untuk kegiatan pariwisata
dan rekreasi, Budaya
warisan budaya dan
Identitas: rasa tempat dan
milik.

4 JASA PENDUKUNG 1. Pembentukan lapisan Layanan yang diperlukan


(SUPPORTING) tanah & pemeliharaan untuk produksi semua
kesuburan layanan ekosistem lainnya;
2. Siklus hara (nutrient cycle) Habitat dan
3. Produksi primer Keanekaragaman hayati,
4. Biodiversitas Pembentukan dan
(perlindungan plasma regenerasi tanah, Produksi
nutfah) primer, dan Siklus hara.

Laporan Akhir
10
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2.3.2. Perhitungan Jasa Ekosistem dengan Teknik Skoring dan Pembobotan

Teknik skoring dan pembobotan dalam penyusunan status Jasa Ekosistem,


merupakan hasil pengembangan metode dari KLHK, yang salah satu cirinya
adalah proses perolehan skor dan bobot pakar lebih sederhana dibandingkan
dengan metode AHP.

Status kinerja Jasa Ekosistem adalah menggambarkan status supply


(ketersediaan) dari alam dengan menggunakan skor hasil penilaian pakar
mengenai suatu karakter dan jenis bentang lahan, tipe vegetasi alami dan penutup
lahan (landcover) terhadap jasa ekosistem, dengan menggunakan rentang skor
berkisar 1 sampai 5.

Perhitungan kinerja Jasa Ekosistem Kota Palu menggunakan skoring dan


bobot penilaian pakar yang bersumber dari Pusat Pengendalian Pembangunan
Ekoregion di Indonesia dan Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan
Kebijakan Wilayah dan Sektor, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2017 dengan
kedalaman analisis spasial 1:250.000 yang telah menetapkan skoring dan bobot
untuk Pulau Sulawesi, serta adaptasi dari beberapa sumber laporan teknis lainnya
yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tabel 2.2. Bobot Bentang Lahan, Vegetasi Asli Dan Penutupan Lahan Pada
Beberapa Jenis Jasa Ekosistem
Bentang Vegetasi Penutup
No Fungsi dan Jenis Jasa Ekosistem
Lahan asli Lahan
Fungsi Penyediaan
1 Pangan 0.28 0.12 0.60
2 Air 0.28 0.12 0.60
3 Serat dan material lain 0.15 0.35 0.50
4 Bahan bakar 0.15 0.35 0.50
5 Sumber daya genetic 0.10 0.40 0.50
Fungsi Pengaturan
1 Pengaturan iklim 0.08 0.32 0.60

Laporan Akhir
11
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Bentang Vegetasi Penutup


No Fungsi dan Jenis Jasa Ekosistem
Lahan asli Lahan
2 Pengaturan Tata aliran air dan banjir 0.12 0.28 0.60
Pencegahan dan Perlindungan terhadap 0.08 0.32 0.60
3
bencana alam
4 Pemurnian air 0.28 0.12 0.60
5 Pengolahan dan penguraian limbah 0.28 0.12 0.60
6 Pemeliharaan kualitas udara 0.12 0.28 0.60
7 Pengaturan penyerbukan alami 0.08 0.32 0.60
8 Pengendalian Hama 0.08 0.32 0.60
Fungsi Pendukung
1 Pembentukan dan regenerasi tanah 0.20 0.20 0.60
2 Siklus hara 0.24 0.16 0.60
3 Produksi primer 0.24 0.16 0.60
4 Biodiversitas 0.24 0.16 0.60
Fungsi Budaya
1 Estetika: apresiasi pemandangan alami 0.24 0.16 0.60
2 Rekreasi: peluang untuk kegiatan 0.20 0.20 0.60
pariwisata dan rekreasi
3 Tempat tinggal & ruang hidup (sense of 0.24 0.16 0.60
place)

Kapasitas Jasa Ekosistem tertentu direpresentasikan dalam bentuk indeks.


Indeks Jasa Ekosistem merupakan hasil perhitungan kinerja Jasa Ekosistem
dengan menggunakan skor dan bobot hasil penilaian pakar yang diolah
menggunakan penjumlahan berbobot (Simple Additive Weighting) dengan model
matematik sebagai berikut :

Kinerja Jasa Ekosistem = f {Bentang lahan, Vegetasi, Penutup Lahan}


= (wbl x sbl) + (wveg x sveg) + (wpl x spl)
Keterangan:
wbl = bobot bentuk lahan
sbl = skor bentuk lahan
wveg = bobot vegetasi
sveg = skor vegetasi
wpl = bobot penutup lahan
spl = skor penutup lahan

Laporan Akhir
12
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Hasil perhitungan Kinerja Jasa Ekosistem direpresentasikan dalam bentuk indeks


Jasa Ekosistem, yang memiliki rentang nilai 1 (satu) sampai 5 (lima) yang
digunakan untuk setiap kinerja Jasa Ekosistem yaitu:
a. Sangat tinggi = 4,21 - 5,00
b. Tinggi = 3,41 - 4,20
c. Sedang = 2,61 - 3,40
d. Rendah = 1,81 - 2,60
e. Sangat rendah = 1,00 - 1,80

Nilai indeks Jasa Ekosistem dapat menggambarkan tingkat kelas daya


dukung indikatif berbasis Jasa Ekosistem. Indeks Jasa Ekosistem
merepresentasikan kemampuan suatu jenis lahan atau ekoregion dalam
menyediakan beragam Jasa Ekosistem untuk mendukung per kehidupan makhluk
hidup berdasarkan suatu rentang nilai. Nilai indeks ini dapat menggambarkan
seberapa besar tingkat kinerja masing-masing kelompok Jasa Ekosistem di suatu
wilayah baik dari sisi penyediaan, pengaturan maupun pendukung. Ketiga
komponen ini saling berpengaruh dan akan menggambarkan kondisi suatu
wilayah secara menyeluruh. Suatu wilayah dapat dikatakan memiliki kondisi
lingkungan hidup yang bagus, jika kemampuan wilayahnya dalam pengaturan
sangat tinggi. Begitu pun suatu wilayah akan memiliki kemampuan penyediaan
yang bagus jika kemampuan pendukung wilayahnya juga tinggi .

2.4. Pembuatan Peta Daya Dukung Indikatif Lingkungan Hidup Berbasis


Jasa Ekosistem

Peta daya dukung indikatif lingkungan hidup didapatkan dari hasil analisis
spasial menggunakan teknik geoprocessing pada perangkat lunak sistem informasi
geografi (Quantum GIS), yaitu dengan cara melakukan overlay (tumpang susun)
terhadap tiga parameter daya dukung indikatif lingkungan hidup berbasis jasa
ekosistem, yaitu dari data vektor berupa peta ekoregion, peta vegetasi asli dan
peta penutupan lahan yang telah dilakukan pemberian skor dan bobot seperti
yang dijelaskan pada tahap sebelumnya.

Laporan Akhir
13
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Bentuk keluaran peta daya dukung indikatif lingkungan hidup berbasis


jasa ekosistem adalah berupa peta yang bersifat tipikal atau peta tematik tentang
kinerja atau daya dukung 20 jenis jasa ekosistem yang menjadi bahan kajian
dalam kegiatan ini.

2.5. Batasan Operasional

Secara operasional, kajian ini melakukan perhitungan dan analisis Jasa


Ekosistem berdasarkan fungsi – fungsi ekosistem, dengan asumsi dasar bahwa
semakin tinggi fungsi layanan ekosistem terhadap Jasa Ekosistem suatu wilayah,
maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung per
kehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya serta
semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Konsep Jasa Ekosistem tersebut di atas, secara operasional dilakukan
dengan menggunakan pendekatan ke ruangan yaitu menyusun peta dua puluh
(20) jasa ekosistem sesuai klasifikasi yang digunakan oleh KLHK seperti pada
Tabel 2.2 tentang bobot bentang lahan, vegetasi asli dan penutupan lahan pada
beberapa jenis jasa ekosistem

2.6. Potensi Permasalahan Lingkungan

Identifikasi potensi permasalahan lingkungan disajikan menyatu dengan


pembahasan jasa ekosistem yang dilakukan berdasarkan hasil analisa jasa
ekosistem, survei, dan sumber data sekunder lainnya.

2.7. Strategi Pengelolaan Lingkungan

Strategi pengelolaan lingkungan disajikan menyatu dengan pembahasan


jasa ekosistem yang di analisa berdasarkan pendapat pakar pada sumber informasi
terpercaya dan juga berdasarkan karakteristik jasa ekosistem;

Laporan Akhir
14
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

BAB 3
PROFIL DAERAH

3.1. Kondisi Geografis, Fisik, dan Lingkungan


3.1.1. Letak dan Kondisi Geografis
Menurut Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1994 Tentang Pembentukan
Kota Madya Daerah Tingkat II Palu Kota Palu merupakan ibu kota Provinsi
Sulawesi Tengah dengan luas wilayah seluas 395,06 kilometer persegi, berada
pada kawasan dataran lembah Palu dan teluk Palu. Kota Palu tepat berada di
bawah garis Khatulistiwa dengan ketinggian 0 – 700 meter dari permukaan laut
dengan garis pantai yang terbentang sepanjang 42 Km, dalam struktur tata ruang
kota palu juga ditunjuk sebagai pusat kegiatan nasional. Secara administratif
batas-batas wilayah Kota Palu adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Tanantovea ( Kabupaten Donggala)


2. Sebelah Selatan : Kecamatan Marawola dan Kecamatan Sigi Biromaru
(Kabupaten Sigi)
3. Sebelah Barat : Kecamatan Kinovaro dan Kecamatan Marawola Barat
(Kabupaten Sigi) dan Kecamatan Banawa (Kabupaten Donggala)
4. Sebelah Timur : Kecamatan Parigi (Kabupaten Parigi Moutong) dan
Kecamatan Tanantovea (Kabupaten Donggala).

Kota Palu berada di sekitar garis Khatulistiwa, secara geografis terletak pada
titik koordinat 0° 36”- 0° 56” Lintang Selatan dan 119° 45” - 121° 1” Bujur Timur
yang meliputi delapan Kecamatan yaitu Kecamatan Palu Barat, Tatanga, Ulujadi,
Palu Selatan, Palu Timur, Mantikulore, Palu Utara, dan Tawaeli, terdapat 46
(empat puluh enam) Kelurahan di mana sebagian besar berada pada daerah
dataran lembah palu yaitu 29 (dua puluh sembilan) Kelurahan, 17 (tuju belas)

Laporan Akhir
15
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kelurahan lainnya berada di sepanjang Pantai Teluk Kota Palu. Data luas Kota
Palu berdasarkan BPS Tahun 2019 disajikan pada Tabel 3.1 dan Gambar Peta
Administrasi Kota Palu disajikan pada Gambar 3.1 berikut.
Tabel 3.1. Nama Kecamatan, Luas, Persentase Di Kota
Jumlah Letak
Luas Persentase Kelurahan
No Kecamatan
(Km2) (%)
Pantai Bukan Pantai
1 Palu Barat 8,28 2,10 1 5
2 Tatanga 14,95 3,78 6
3 Ulujadi 40,25 10,19 4 2
4 Palu Selatan 27,38 6,93 5
5 Palu Timur 7,71 1,95 1 4
6 Mantikulore 206,8 52,35 3 5
7 Palu Utara 29,94 7,58 4 1
8 Tawaeli 59,75 15,12 4 1
Jumlah 395,06 100 17 29
Sumber : BPS Kota Palu 2019

Gambar 3.1 Peta administrasi Kota Palu

Laporan Akhir
16
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sumber: Peta RTRW Kota Palu

Berdasarkan tabel 2.1 Kecamatan terluas adalah Kecamatan Mantikulore


yaitu 206,80 km² (52,35%) dan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Palu Timur
yaitu seluas 7,71 km² (1,95%). Total jumlah Kelurahan di Kota Palu sebanyak 46
Kelurahan. Sebagian besar Kelurahan berada pada daratan lembah Palu yaitu
sebanyak 29 (dua puluh sembilan) Kelurahan, 17 (tujuh belas) Kelurahan lainnya
berada di sepanjang Pantai Teluk Palu. Kota Palu memiliki landscape yang unit
dan khas dimana Dibelah oleh aliran sungai yang mengalir dari arah selatan,
sedangkan sisi barat dan timur terdapat pegunungan indah yang ceruk lonjongnya
ke arah utara membentuk garis pesisir teluk yang menawan. Dimensi gunung,
sungai, laut dan pesisir teluk itu memberi ciri khas tersendiri bagi Kota Palu. Letak
Kecamatan Kota Palu menurut posisi pantai diuraikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Letak Kecamatan Menurut Posisi Pantai Di Kota Palu


Letak
Jumlah
No Kecamatan Bukan
Kelurahan Pantai
Pantai
1 Palu Barat 6 1 5
2 Tatanga 6 - 6
3 Ulujadi 6 4 2
4 Palu Selatan 5 - 5
5 Palu Timur 5 1 4
6 Mantikulore 8 3 5
7 Palu Utara 5 4 1
8 Tawaeli 5 4 1
Jumlah 46 17 29
Sumber : BPS Kota Palu, 2019
Berdasarkan Tabel 3.2 Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Tawaeli
hampir semuanya berada pada pesisir pantai, dimana terdapat 4 (empat)
Kelurahan yang berada pada pesisir pantai dan hanya terdapat 1 (satu) Kelurahan
yang berada pada wilayah bukan pantai. Demikian halnya dengan Kecamatan
Ulujadi yang terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, 4 (empat) diantaranya berada di
sepanjang pesisir pantai dan 2 (dua) lainnya berada pada wilayah bukan pantai.

Laporan Akhir
17
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kecamatan Tatanga dan Palu Selatan seluruhnya berada di wilayah lembah yang
tidak memiliki pantai.

3.1.2. Klimatologi

Berdasarkan data stasiun meteorologi mutiara Kota Palu tahun 2018 rata-
rata curah hujan kota palu 48,58 mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi pada
bulan juli yaitu 94 mm, jumlah hari hujan 11 hari dengan lama penyinaran 76 %,
curah hujan terendah terjadi pada bulan Desember yaitu 9 mm, jumlah hari hujan
19 hari dengan lama penyinaran 47 %. Data Suhu udara rata-rata Kota Palu
berada antara 28,0 °C – 30,8 °C di mana suhu minimum berada pada bulan
November 22,6 °C, dan suhu maksimum berada pada bulan Oktober dan
Desember yaitu 33,9 °C dengan kelembaban udara berada pada bulan Juni 80,5
%. Tekanan udara tahun 2018 di Kota Palu berdasarkan pada data stasiun
meteorologi mutiara berkisar antara 1009,5 mb sampai 1011,7 mb. Tekanan
udara maksimum terjadi pada bulan Agustus dan September sedangkan tekanan
udara minimum terjadi pada bulan Januari. Kecepatan angin berkisar antara 4 –
5 knot, dengan arah angin terbanyak dari utara. Data curah hujan, suhu udara
dan tekanan udara disajikan pada tabel dan gambar di bawah.
Tabel 3.3. Rata-rata jumlah hari hujan, curah hujan dan penyinaran matahari
setiap bulan di Kota Palu
Jumlah Curah Penyinaran
Bulan Hujan Hujan Matahari
(Hari) (mm) (%)
Januari 20 36 43
Februari 10 15 68
Maret 18 359 71
April 18 94 59
Mei 17 41 75
Juni 25 214 58
Juli 16 11 65
Agustus 6 8 88
September 10 30 92
Oktober 20 86 81
November 14 24 76
Desember 16 5 54
Sumber : BPS Kota Palu 2020

Laporan Akhir
18
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Jumlah Hujan (Hari) Curah Hujan (mm) Penyinaran Matahari (%)

359

214
94

92
88

86
81

76
75
71
68

65
59

58

54
43

41
36

30
25

24
20

20
18

18

17

16

16
15

14
11
10

10
8
6

5
EI
IL

I
RI

R
RI

LI

R
T

R
N

U
RE

BE
BE

BE
PR

JU
M

BE
A
A

JU

ST
U
U

O
EM

EM
A

EM
BR
N

U
M

KT
JA

PT

V
FE

ES
O
A

O
SE

D
Gambar 3.2. Gambaran Jumlah Hujan, Curah Hujan Dan Peyinaran
Matahari di Kota Palu, Tahun 2020
Sumber: BPS Kota Palu, 2020

Kelembaban udara juga mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara pada


kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan
pencemar di udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi pencemar
sekunder. Kelembaban di Kota Palu di Kota Palu pada tahun 2019 berkisar antara
70,7 – 85,9 %, dan secara lengkap tersaji dalam grafik berikut ini.
100,00%
85,90%
90,00% 79,60%
76,20% 77,80%78,60%
80,00% 71,50%74,20% 73,70%71,60%73,00%
70,70%
74,00%

70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
T

EI

R
IL

R
RI

R
RI

LI

R
N
RE

BE

BE
BE
BE
PR

JU
M
A
A

JU

ST
U
U

EM

EM
O
EM
A
BR
N

U
M

KT
JA

ES
PT
FE

O
A

D
SE

Gambar 3.3. Kelembaban Udara Kota Palu Tahun 2019


Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, 2020

Laporan Akhir
19
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar di udara


sesuai dengan cuaca tertentu. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin
renggang sehingga konsentrasi bahan pencemar menjadi rendah, sebaliknya pada
suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar
semakin meninggi. Suhu udara di Kota Palu di Kota Palu pada tahun 2019 berkisar
0
antara 27,1 – 29,2 C, dan secara lengkap tersaji dalam grafik berikut ini.

29,5 29,2

29 28,7 28,7
28,5
28,4
28,5 28,3 28,3
28,2

28 27,8 27,8

27,4
27,5
27,1
27

26,5

26
I

R
RI

R
RI

LI

R
T

EI

R
IL

U
RE

BE
BE
BE

BE
JU
PR

M
A
A

JU

ST
U
U

EM
O
EM

EM
A
BR
N

U
M

KT
JA

ES
PT

V
FE

O
A

D
SE

Gambar 3.4. Suhu Udara Kota Palu Tahun 2019


Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, 2020

Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya


suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat – zat
yang ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah atau berkurang.
Tekanan Udara di Kota Palu di Kota Palu pada tahun 2019 berkisar antara 1010,9
– 1013,0 mb dan secara lengkap tersaji dalam grafik berikut ini.

Laporan Akhir
20
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

1013,5
1013
1013

1012,5 1012,2 1012,1 1012,1


1012 1011,9 1011,9
1012
1011,5 1011,4
1011,5 1011,3
1011,1
1010,9
1011

1010,5

1010

1009,5
T

EI

R
IL

R
RI

R
RI

LI

R
N
RE

BE

BE
BE
BE
PR

JU
M
A
A

JU

ST
U
U

EM

EM
O
EM
A
BR
N

U
M

KT
JA

ES
PT
FE

O
A

D
SE

N
Gambar 3.5. Tekanan Udara Kota Palu Tahun 2019
Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, 2020

3.1.3. Topografi

Menurut Dokumen Profil Daerah Kota Palu Melalui dokumen


Lahan Kritis Kota Palu Tahun 2019, Kota Palu dengan wilayah seluas
395,06 Kilometer persegi, berada pada kawasan dataran lembah Palu dan
Teluk Palu yang secara astronomis terletak antara 0º,36” - 0º,56” Lintang
Selatan dan 119º,45” - 121º,1” Bujur Timur, tepat berada di bawah garis
Khatulistiwa dengan ketinggian 0 - 700 meter dari permukaan laut. Keadaan
geologi Kota Palu secara umum sama untuk semua kecamatan yaitu jenis
tanah aluvial yang terdapat di lembah Palu. Dataran Lembah Palu
diperkirakan cocok untuk pertanian intensif. Geologi tanah dataran lembah
Palu ini terdiri dari bahan-bahan alluvial dan colluvial yang berasal dari
metamorfosis yang telah membeku. Kondisi topografi setiap kecamatan
berdasarkan profil setiap kecamatan di Kota Palu dapat dilihat pada Tabel 3.4,
Gambar 3.6 dan penjelasannya sebagai berikut.
1) Karakteristik wilayah Kecamatan Ulujadi Seluruh wilayah merupakan
daratan dan topografinya relatif datar, menurut elevasi ketinggian di atas
permukaan laut (DPL) yaitu berada di antara 0 – 50 m.

Laporan Akhir
21
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2) Karakteristik wilayah Kecamatan Tatanga Seluruh wilayah


merupakan daratan dan topografinya relatif datar menurut
elevasi(ketinggian di atas permukaan laut (DPL) yaitu berada di antara
143 – 185 m.
3) Karakteristik wilayah Kecamatan Palu Barat yang memiliki daerah
perbukitan dan pegunungan menurut elevasi ketinggian di atas
permukaan laut (DPL)) yaitu berada di antara 5 – 180 m.
4) Karakteristik wilayah Kecamatan Mantikulore menurut
elevasi(ketinggian di atas permukaan laut/dpl) yaitu berada antara 0
– 250 m.
5) Karakteristik wilayah Kecamatan Palu Timur menurut
elevasi(ketinggian di atas permukaan laut/dpl) yaitu berada antara 2
– 48 m.
6) Karakteristik wilayah Kecamatan Palu Selatan menurut elevasi
(ketinggian di atas permukaan laut (DPL) yaitu berada di antara 33-75.
m.
7) Karakteristik wilayah Kecamatan Tawaeli menurut elevasi ketinggian di
atas permukaan laut (DPL) yaitu berada di antara 0 – 45 m.
8) Karakteristik wilayah Kecamatan Palu Utara menurut
elevasi/ketinggian di atas permukaan laut (DPL) yaitu berada di antara
0 -27 m.

Tabel 3.4. Ketinggian atau Kelerengan Wilayah Kota Palu


LETAK PADA KELURAHAN
JUMLAH
KECAMATAN BUKAN
KELURAHAN PANTAI <500 M 500-700 M >700 M
PANTAI
Palu Barat 6 1 5 6 - -
Tatanga 6 - 6 6 - -
Ulujadi 6 4 2 6 - -
Palu 5 5 4 1 -
Selatan
Palu Timur 5 1 4 4 - -
Mantikulor 7 3 4 3 1 -
ePalu Utara 5 4 1 1 - -
Tawaeli 5 4 1 1 - -
Sumber: Lahan Kritis Kota Palu, Tahun 2019

Laporan Akhir
22
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.6. Peta Kemiringan Lereng Kota Palu


Sumber: Peta RTRW Kota Palu

Laporan Akhir
23
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3.1.4 Kondisi Ekoregional

Ekoregion adalah wilayah dengan karakteristik flora, fauna, dan lingkungan


yang mirip. Secara umum, ekoregion mencakup area yang lebih kecil
dibandingkan dengan bioregion dan ecozone. Berdasarkan World Wildlife Fund
(WWF), suatu daerah dapat dikategorikan sebagai ekoregion ketika
§ Terdapat kesamaan dinamika ekosistem atau flora dan fauna
§ Terdapat kesamaan pada faktor lingkungan
§ Terdapat interaksi yang krusial bagi kelangsungan kelompok/wilayah
tersebut

3.1.4. Kondisi Ekoregion

Deskripsi dan karakteristik fisik satuan ekoregion Kota Palu terdiri dari
ekoregion bentang lahan asal proses aliran sungai (Fluvial), ekoregion bentang lahan
asal proses gelombang (Marin), ekoregion bentang lahan asal proses denudasional,
ekoregion bentang lahan asal proses tektonik (Struktural) dan ekoregion bentang
lahan asal proses antrophogenik (Aktivitas Manusia).

1. Ekoregion Bentang Lahan Asal Proses Aliran Sungai (Fluvial)

Bentang lahan fluvial yaitu suatu lembah sungai yang polanya memanjang
mengikuti aliran sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Terdapat bentang lahan
minor seperti dataran banjir, teras aluvial dan daratan alluvial dan tebing lembah.
Karakteristik satuan bentang lahan ini berada pada morfologi datar sampai landai
dengan kelas lereng 0 – 8 %, berasosiasi pada lembah memanjang akibat patahan
dan tersusun atas dari material aluvial dari pengendapan aliran sungai dari
campuran pasir, kerikil, lempung dan lanau. Satuan ekoregion bentang lahan
merupakan satuan yang dapat menyimpan air tanah dengan baik, kandungan
unsur hara yang tinggi sehingga banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan
pemukiman, perkebunan dan sebagai sawah irigasi. Namun permasalahan dari
bentang lahan ini yaitu rawan terhadap banjir, oleh sebab itu pengembangan
pertanian perlu memperhatikan musim hujan dan banjir agar kegiatan pertanian

Laporan Akhir
24
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

tidak mengalami kerugian. Satuan ekoregion dataran aluvial (F) yang cukup luas
di Kota Palu berada di lembah palu bagian utara ke selatan hingga timur ke barat.
Klasifikasi satuan ekoregion bentang lahan fluvial disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Fluvial Kota Palu
MORFOLOGI:
NAMA
LERENG DAN ASAL PROSES STRUKTUR MATERIAL/BATUAN PENGGUNAAN LAHAN
EKOREGION
KETINGGIAN

Aluvial Bongkah Dataran Permukiman


Kerakal, kerikil Aluvial dan
batuan beku dan (FF1) Pekarangan,
metasedimen,
kemas tertutup
dengan sisipan
pasir kasar (F1)
Aluvial Bongkah Dataran Permukiman
Datar Pengendap Selaras dan
Lereng: 0 – an Kerakal, kerikil Aluvial Pekarangan,
sungai/flu terabsor
8 % Elevasi: batuan beku dan (FF2)
0 - 30 m vial si baik
metasedimen,
kemas terbuka
dengan sisipan
pasir kasar (F2)
Pasir kasar, pasir Dataran Permukiman
halus dan lempung Aluvial dan
mengandung (FF3) Pekarangan,
kerakal batuan
beku ya g tersebar
tidak merata (F3)
Aluvial bongkah, Dataran Permukiman
kerakal, kerikil, Aluvial dan
batuan beku dan (FQa Tr) Pekarangan,
metasedimen, pasir
kasar sampai pasir
halus (Qa Tr)
Perselingan pasar Dataran Permukiman
dan
kasar, pasir halus Aluvial Pekarangan,
dan lensa-lensa fosil (FQa pp)
laut (pantai purba)
(Qapp
Batuan konglomerat, Dataran Permukiman
batupasir, Aluvial dan
batulumpur, napal (FQpm) Pekarangan,
dan batugamping
koral (Qpm)
Sumber : Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu 2018

Laporan Akhir
25
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2. Ekoregion Bentang Lahan Asal Proses Gelombang (Marin)

Bentuk lahan pantai yang menyusun ekoregion pesisir ini adalah gisik
pantai, gemuk pasir dan beting gisik, merupakan cakupan wilayahnya berada
pada pesisir, namun bentuk lahan pantai mempunyai kondisi yang berbeda, jika
di daerah fluvia-marin tersusun atas material lumpur, maka untuk bentuk lahan
pantai/pesisir ini tersusun dari material berpasir. Gisik pantai dapat didefinisikan
sebagai bentuk lahan deposisional yang tersusun dari material kerikil, pasir atau
bebatuan yang terdeposisi oleh arus dan gelombang laut.
Satuan ekoregion yang berkembang pada wilayah pesisir di Kota Palu adalah
Dataran Pesisir (M) seperti gesik yang merupakan penampilan bentuk lahan
dengan material pasir yang berada pada wilayah pantai yang landai, Gisik seperti
ini banyak di jumpai di sekitar muara sungai palu, terdapat pula di sepanjang
pesisir pantai Palu bagian Utara, Palu bagian Timur hingga Palu bagian Barat.
Satuan ekoregion ini banyak dimanfaatkan untuk wisata alam pantai. Klasifikasi
satuan ekoregion bentang lahan marin di sajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Marin Kota Palu

MORFOLOGI:
ASAL MATERIAL / NAMA PENGGUNAAN
LERENG DAN STRUKTUR BATUAN EKOREGION LAHAN
PROSES
KETINGGIAN

Fluvio-marin
bongkah, krakal,
Dataran Fluvio-
kerikil batuan beku Permukiman dan
Marin (FMQa
dan metasedimen, Wisata pantai
Tr)
pasir kasar sampai
pasir halus (Qa Tr)

Datar Perselingan pasar


Pengendapan
Lereng: 0 – 8 gelombang/ Tidak kasar, pasir halus, Dataran Fluvio-
Permukiman dan
% Elevasi: 0 - berstruktur dan lensa-lensa Marin
30 m marin Wisata pantai
fosillaut (pantai (FMQapp)
purba) (Qapp)

Konglomerat,
batupasir, Dataran Fluvio-
batulumpur, napal, Marin Permukiman dan
(FMQpm) Wisata pantai
dan batuan gamping
koral (Qpm)
Sumber : Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu 2018

Laporan Akhir
26
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3. Ekoregion Bentang Lahan Asal Proses Denudasional

Proses denudasional merupakan proses permukaan lahan berupa pelapukan,


gerakan massa tanah/batuan dan erosi kemudian diakhiri dengan proses
pengendapan. Proses pelapukan merupakan kesatuan proses baik fisik, kimia dan
biologi sehingga mengalami disintegrasi dan dekomposisi, batuan lapuk menjadi
tanah dan berupa fragmen lepas kemudian erosi dan gravitasi terangkut ke daerah
yang lebih rendah menuruni lereng dan terendapkan.

Bentang lahan denudasional membentang di wilayah bagian Utara Kota


Palu, bagian selatan, bagian timur hingga bagian barat. Pada umumnya satuan
ekoregion yang berkembang pada wilayah perbukitan di Kota Palu adalah
Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D1Qp) dan Perbukitan Denudasional (D2Qp).
Klasifikasi satuan ekoregion bentang lahan denudasional disajikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Denudasional Kota Palu
MORFOLOGI:
ASAL NAMA PENGGUNAAN
LERENG DAN STRUKTUR MATERIAL / BATUAN LAHAN
PROSES EKOREGION
KETINGGIAN
Bongkah, kerakal, kerikil, Kaki Permukiman,
batuan beku dan Perbukitan Kebun campur,
metasedimen kemas Denudasional dan Belukar
terbuka dengan selingan (D1F2)
pasir kasar sampai pasir
Miring Rombakan Tidak
berstruktur halus (F2)
Lereng: 8 - 15% Lereng
Konglomerat, batupasir, Kaki Permukiman,
Elevasi: 30 - 250 batulumpur, napal, dan Perbukitan Kebun campur,
m batugamping koral Denudasional dan Belukar
(Qpm) (D1Qpm)
Serpih, batupasir, Kaki Permukiman,
batupasir malihan, filit Perbukitan Kebun campur,
dan sabat (Pra tersier) Denudasional dan Belukar
Agak curam / Pelarutan/ Berlapis (pT)
Perbukitan Terobosan (D1pT)
Perbukitan Hutan dan
Berbukit banyak
Lereng: 15 - 30% Pelapukan retakan Granit (Miosen- Pliosen) Denudasional Semak belukar
Elevasi: 250 - batuan Gr) (D2Gr)
500 m Perbukitan konglomerat, Perbukitan Hutan dan
batupasir, batulumpur Denudasional Semak belukar
napal dan batu gamping (D2Qpm)
koral (Qpm)

Serpih, batupasir, Perbukitan Hutan dan


batupasir malihan, filit Denudasional Semak belukar
dan sabat (Pra tersier) (D2pT)
(pT)
Sumber : Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu 2018

Laporan Akhir
27
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4. Ekoregion Bentang Lahan asal proses Tektonik (Struktural)

Bentuk lahan asal proses tektonik ini sangat dominan persebarannya di Kota
Palu karena Pulau Sulawesi merupakan terdapat 3 (tiga) lempeng aktif yaitu
Lempeng Hindia-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Untuk
struktural lipatan mempunyai relief pegunungan, perbukitan, dan dataran,
sedangkan untuk struktur yang lain seperti struktur patahan dan struktur plutonik
(magmatik) mempunyai relief perbukitan dan pegunungan.
Patahan utama daerah ini yakni patahan Palu-Koro di daerah ini
memperlihatkan kinematika gerak patahan mendatar mengiri. Demikian pula halnya
dengan patahan sekunder atau percabangannya. Wilayah bagian timur Kota Palu
yang dilalui oleh dua jalur patahan yang saling sejajar berarah utara barat laut -
tenggara. Patahan ini dijumpai berarah relatif utara selatan, dijumpai di sisi bagian
barat dan timur Lembah dan Teluk Palu. Ke arah selatan patahan yang berada di
kedua sisi Teluk dan Lembah Palu ini menjadi Patahan Kulawi dan Patahan Matano.
Patahan Palu-Koro sisi barat ini, yaitu di sebelah barat daya pusat Kota Palu,
dipotong oleh Patahan Balane dengan arah relatif baratdaya- timur laut. Sebelah
tenggara pusat Kota Palu, patahan sisi timur Palu-Koro dipotong oleh Patahan
Palolo, dengan arah barat laut-tenggara. Klasifikasi Satuan ekoregion bentang lahan
struktural disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang lahan Struktural Kota Palu
MORFOLOGI: ASAL MATERIAL / NAMA
STRUKTUR PENGGUNAAN
LERENG DAN PROSES BATUAN EKOREGION LAHAN
KETINGGIAN
Batuan Kaki Permukiman,
Bongkah,kerakal, Perbukitan Kebun campur, dan
kerikil, batuan Struktural Semak belukar
beku dan sedimen, (S1F1)
kemas tertutup
Agak curam Struktural Berlapis
banyak
dengan sisipan
Lereng: 15 - akibat pasir kasar (F1) Permukiman,
retakan Batuan Kaki Kebun campur, dan
30% Elevasi: 30 penunjaman Bongkah,kerakal, Perbukitan Semak belukar
- 250 m tektonik kerikil, batuan Struktural
beku dan sedimen, (S1F2)
kemas
terbuka dengan
sisipan pasir
kasar(F2)

Laporan Akhir
28
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

MORFOLOGI: ASAL MATERIAL / NAMA


STRUKTUR PENGGUNAAN
LERENG DAN PROSES BATUAN EKOREGION LAHAN
KETINGGIAN
Pasir kasar, pasir Kaki Permukiman,
Kebun campur, dan
halus, dan lempung Perbukitan Semak belukar
yang mengandung Struktural
(S1F3)
kerakal batuan
beku yang tersebar
tidak merata (F3)
Batuan Terobodan Kaki Permukiman,
Granit (Mosen Perbukitan Kebun campur, dan
Pliosen) (Gr) Struktural Semak belukar
(S1Gr)
Perselingan Pasir Kaki Permukiman,
kasar, pasir halus Perbukitan Kebun campur, dan
Struktural
dan lensa-lensa (S1Qapp)) Semak belukar
fosil laut (pantai
Purba) (Qapp)
Batuan Kaki Permukiman,
Konglomerat, batu Perbukitan Kebun campur, dan
pasir, batu lumpur Struktural Semak belukar
napal dan (S1Qpm)
batuigamping koral
(Qpm)
Serpih Batupasir, Kaki Permukiman,
batupasir malihan Perbukitan Kebun campur, dan
filit dan sabat (pra Struktural Semak belukar
tersier) (pT) (S1pT)
Lereng curam / Struktural Patahan dan Batuan Perbukitan Hutan dan
Berbukit lipatan
akibat Bongkah,kerakal, Struktural Semak belukar
Lereng: 30 -
penujaman kerikil, batuan (S2F1)
40% Elevasi:
tektonik beku dan sedimen,
250 - 500 m
kemas tertutup
dengan sisipan
pasir kasar (F1)
Batuan Perbukitan Hutan dan
Bongkah,kerakal, Struktural Semak belukar
kerikil, batuan (S2F2)
beku dan sedimen,
kemas terbuka
dengan sisipan
pasir kasar (F2)
Pasir kasar, pasir Perbukitan Hutan dan
halus, dan lempung Struktural Semak belukar
yang mengandung (S2F3)
kerakal batuan
beku yang tersebar
tidak merata (F3)

Laporan Akhir
29
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

MORFOLOGI: ASAL MATERIAL / NAMA


STRUKTUR PENGGUNAAN
LERENG DAN PROSES BATUAN EKOREGION LAHAN
KETINGGIAN
Batuan Terobodan Perbukitan Hutan dan
Granit (Mosen- Struktural Semak belukar
Pliosen) (S2Gr)
(Gr)
Perselingan Pasir Perbukitan Hutan dan
kasar, Struktural Semak belukar
pasir halus dan (S2Qapp))
lensa-
lensa fosil laut
(pantai
Purba) (Qapp)
Batuan Perbukitan Hutan dan
Konglomerat, Struktural Semak belukar
batu pasir, batu (S2Qpm)
lumpur napal dan
batuigamping koral
(Qpm)
Serpih Batupasir, Perbukitan Hutan dan
batupasir malihan Struktural Semak belukar
filit (S2pT)
dan sabat (pra
tersier) (pT)
curam / Struktural Patahan dan Batuan Pegunungan Hutan alami
pegunungan akibat lipatan Bongkah,kerakal, Struktural
Lereng: > 40% penunjaman kerikil, batuan (S3F1)
Elevasi: 500 - tektonik beku dan sedimen,
> kemas tertutup
1000 m
dengan sisipan
pasir kasar (F1)
Batuan Pegunungan Hutan alami
Konglomerat, Struktural
batu pasir, batu (S3Qpm)
lumpur napal dan
batuigamping koral
(Qpm)
Serpih Batupasir, Pegunungan Hutan alami
batupasir malihan Struktural
filit dan sabat (pra (S3pT)
tersier) (pT)
Sumber : Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu 2018

5. Ekoregion Bentang Lahan asal proses Antrophogenik (Aktivitas Manusia).

Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan aktivitas


manusia (Retno Sriwayanti, 2009). Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat
disebut sebagai bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia Bentuk lahan

Laporan Akhir
30
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

antropogenik merupakan salah satu bentuk lahan mikro. Aktivitas tersebut dapat
berupa aktivitas yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk
lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia
yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada. Klasifikasi
satuan ekoregion bentang lahan angropogenik disajikan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentang Lahan Angropogenik Kota Palu

MORFOLOGI:
ASAL MATERIAL/ NAMA PENGGUNAAN
LERENG DAN STRUKTUR LAHAN
PROSES BATUAN EKOREGION
KETINGGIAN

Bentuk adaptasi
dan rekayasa
manusia terhadap
lahan, yang Antropogenik
umumnya Reklamsi Pantai
(A1)
berasosiasi dengan
bentanglahan
Datar Marin
Lereng: 0–8 %
Elevasi: 0 - 30 m Bentuk adaptasi
dan
rekayasa manusia
terhadap lahan,
Antropogenik
yang umumnya Pelabuhan
(A2)
berasosiasi dengan
bentanglahan
Fluvial
Aktivitas
Manusia/ Bentuk adaptasi
Antropogenik dan
rekayasa manusia Umumnya
terhadap lahan, berlapis Antropogenik Pertambangan
yang umumnya horizontal (A3) Emas
berasosiasi dengan
Agak curam / bentanglahan
Berbukit Lereng: Tektonik
15 - 30% Elevasi: Bentuk adaptasi
250 - 500 m dan
rekayasa manusia
terhadap lahan,
Antropogenik Pertambangan
yang umumnya
(A4) Pasir dan Batu
berasosiasi dengan
bentanglahan
Tektonik
Sumber : Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu 2018

Laporan Akhir
31
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.7. Peta Ekoregion Kota Palu


Sumber; DLH Kota Palu, 2019

Laporan Akhir
32
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Berdasarkan bentang lahan asal proses antrophogenetik di Kota Palu, dapat


dilihat perubahan:

1. Reklamasi Pantai (A4)


Berdasarkan keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 sepadan pantai
dihitung 100 meter dari pantai pada waktu pasang tertinggi harus bebas dari
kegiatan pembangunan seperti reklamasi pantai, besarnya kebutuhan ekonomi
menyebabkan wilayah pantai tidak dapat dipertahankan fungsinya sebagai
wilayah penyangga daratan. Sepanjang pesisir pantai di Teluk Palu adalah pantai
yang terbentuk karena aktivitas reklamasi, kegiatan penimbunan dan pengerukan
material diambil dari aktivitas pertambangan pasir dan batu di perbukitan
Watusampu dan sungai Kota Palu. Reklamasi pantai terdapat juga di bagian barat
Kota Palu mulai dari Watusampu, Tipo, Silae, Talise dan Mamboro. Hasil tinjauan
hidrologi , pengoperasian lahan hasil reklamasi, pengoperasian drainase pada
tapak proyek akan memberikan dampak pada sungai salah satunya adalah sungai
Poboya dengan panjang 27 km dan luas daerah aliran sungai sekitar 75 km2
membujur dari Timur ke Barat dan bermuara di Pantai Talise. Debit air sungai ini
sangat kecil dan bahkan hampir kering pada musim kemarau.

2. Pelabuhan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 tahun 2001 tentang
kepelabuhanan, yang dimaksud pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari
daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang di lengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Bentang lahan
antropogenik di Kota Palu salah satunya adalah Pelabuhan Pantoloan di bangun
di tepi pantai yang dapat merusak hutan bakau dan terumbu karang.

Laporan Akhir
33
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3. Penambangan Pasir dan Batu

Penambangan pasir termasuk ke dalam lahan antropogenik karena aktivitas


tersebut merubah bentuk lahan yang berbukit. Selain itu penambangan pasir juga
dapat mengakibatkan erosi dan sedimentasi serta menurunkan keanekaragaman
flora dan fauna. Kegiatan penambangan pasir di Kota terjadi di bagian Barat yaitu
di Watusampu, sepanjang sungai Palu, dan sungai di bagian Utara Kota Palu.
Dampak dari penambangan pasir adalah adanya proses degradasi fisik yang
ditandai dengan memburuknya struktur dan pemadatan tanah serta erosi tanah.
Ancaman erosi disebabkan hilangnya vegetasi penutupan lahan sehingga
kemampuan tanah dalam menyerap air akan berkurang. Bentuk degradasi
tersebut akan menyebabkan banjir dan tanah longsor yang mengancam
pemukiman warga.

4. Penambangan Emas

Aktivitas penambangan emas di Kota Palu salah satunya berada di daerah


Poboya yang dikelola oleh rakyat. Degradasi fisik di perbukitan Poboya sudah
sangat mengkhawatirkan vegetasi tutupan lahan sebagian besar sudah hilang
akibat penambangan, debit air sungai Poboya sangat sedikit dan airnya tercemar
zat-zat kimia yang digunakan pada proses penambangan emas yang menyebabkan
rusaknya ekosistem

3.1.5. Kondisi Sumber Daya Alam

1. Kehutanan

Tutupan lahan Kota Palu di dominasi oleh Belukar seluas 12.309,52 Ha atau
34,51 %, hutan lahan tinggi seluas 8.923,63 Ha atau 25,02% dan yang terendah
adalah hutan mangrove seluas 0,05 Ha atau 0,0001 %. Secara rinci tutupan lahan
Kota Palu disajikan pada Tabel 3.10.

Laporan Akhir
34
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 3.10. Tutupan Lahan Kota Palu


Luas
No. Tutupan Lahan
Ha %
1Bangunan Bukan Permukiman 842,42 2,36%
2Bangunan Permukiman/Campuran 2.001,03 5,61%
3Danau/Telaga 3,13 0,01%
4Herba dan Rumput 71,38 0,20%
5Hutan Lahan Rendah 771,06 2,16%
6Hutan Lahan Tinggi 8.923,63 25,02%
7Hutan Mangrove 0,05 0,00%
Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan
8 3.428,53 9,61%
semusim)
9 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 4.876,07 13,67%
10 Perkebunan 936,33 2,62%
11 Pertambangan 220,34 0,62%
12 Rawa Pesisir 3,53 0,01%
13 Savana/Padang rumput 20,07 0,06%
14 Semak dan belukar 12.309,52 34,51%
15 Sungai 249,48 0,70%
16 Tambak/Empang 18,20 0,05%
17 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 191,82 0,54%
Tanaman Semusim Lahan Kering
18 793,00 2,22%
(Tegalan/Ladang)
19 Waduk dan Danau Buatan 13,05 0,04%
Jumlah 35.672,66 100,00%
Sumber: Data Olahan Tim Jasa Ekosistem, Kota Palu Tahun 2020

2. Pertambangan

Kota Palu memiliki potensi pertambangan yaitu galian C, emas, gipsum,


andesit, dll.
§ Pasir, Batu dan Kerikil
Potensi ini banyak dijumpai di Kelurahan Tondo dan Kelurahan Layanan
Indah di Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Mamboro di Kecamatan Palu
Utara. Sedangkan pasir batu tersebar di semua sungai Kota Palu. Terdapat ijin
pengusahaan Galian C Sirtu di Kota Palu :
o S. Lambagu, Kelurahan Pantoloan (10 Ha)

Laporan Akhir
35
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

o S. Sombe Lewara, Kelurahan Pengawu (19 Ha)


o S. Nyoli, Kelurahan Watusampu (6 Ha)
o S. Wala, Kelurahan Watusampu (7 Ha)
o Bukit Buluri Ipi, Kelurahan Watusampu (21 Ha)
o S. Nggolo, Kelurahan Buluri (17 Ha)
o S. Taipa, Kelurahan Taipa (4 Ha)

§ Granit dan Andesit

Granit adalah jenis batuan intrusif, felsik, igneus yang umum dan
banyak ditemukan. Batuan ini termasuk dalam kelompok batuan beku. Granit
kebanyakan besar, keras dan kuat, dan oleh karena itu banyak digunakan
sebagai batuan untuk konstruksi. Granit terdapat di daerah Silae sampai
dengan Watusampu serta di Vatutela Tondo. Sedangkan batuan andesit
terdapat wilayah antara Buluri dan Watusampu.

§ Lempung dan Gipsum


Lempung yang dimaksud adalah lempung merah yang dapat digunakan
sebagai bahan baku batubata yang banyak terdapat di bagian tengah dan
selatan Kota Palu. Adapun gipsum, dijumpai di wilayah perbukitan Dusun
Vatutela kelurahan Tondo.

§ Garam
Garam banyak dijumpai di sepanjang pantai di Kota Palu, khususnya di
Kelurahan Talise Kecamatan Palu Timur.

§ Emas
Wilayah Kota Palu, bahan galian yang termasuk golongan B ini terdapat
di Kelurahan Poboya. Luas areal pertambangan emas di Kelurahan tersebut
sekitar 7.120 Ha. Secara rinci potensi bahan tambang di Kota Palu dapat
dilihat pada Tabel 3.11. berikut

Laporan Akhir
36
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 3.11. Potensi dan Lokasi Bahan Tambang di Kota Palu

Nama Bahan
No. Lokasi Potensi/Sebaran Keterangan
Galian

1. Pasir Batu S. Labuan, S. Taipa, S. Sangat berpotensi Eksploitasi saat ini


Kerikil Paboya, S. Kawatuna, dengan cadangan dilakukan S. Tawaeli
(Sirtukil) S. Palu, S. Tawaeli, S. yang sangat besar, (46,65 Ha),
Pantoloan, S. Lambagu, terutama S.Labuan, S.Watusampu (14,3
S. Layana, S. Sombe S.Taipa, S. Tawaeli Ha), S. Lambagu (10
Lewara, S. Palupi, S. dan S. Ha), Bukit
Rato, S. Nggolo, S. Watusampu Watusampu (15 Ha),
Pokove, S. Watusampu, S. Nggolo (5 Ha) dan
Bukit Watusampu dan Bukit Nyoli (14 Ha)
Bukit Nyoli.

2. Emas Desa Poboya., Palu Terdapat sebagai Ijin eksplorasi oleh


Timur urat-urat dalam PT. Citra Palu
granit Minerals

3. Granit Silae, Watusampu, Cukup di Silae, Sebaran granit


Buluri, Kabonena, Watusampu, Buluri, merupakan batas
Donggala Kodi, dan Donggala Kodi, litologi bagian timur
Watutela Kabonena dan hanya dan meluas sampai
setempat di wilayah Kab.
Watutela Donggala.

4. Andesit Buluri dan bagian barat Sedang Umumnya terletak


Watusampu, Kec. Palu dibawah lapisan
Barat pelapukan
perbukitan, kecuali
areal sepanjang
sungai dan jalan.
Sebaran meluas
hingga wilayah Kab.
Donggala

5. Lempung Kel. Tatura Utara dan Sedang Sebagian telah


Birobuli Selatan (Palu menjadi areal
Selatan) dan Kawatuna pemukiman
(Palu Timur )

6. Gipsum Dusun Watutela, Tondo Terbatas Dijumpai setempat-


Kec. Palu Timur setempat dalam
formasi batuan
molase
Sumber : RKPD Kota Palu 2020

Laporan Akhir
37
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3. Pertanian

Sektor pertanian masih menjadi pilihan dari sebagian masyarakat di


Kota Palu. Meskipun sektor ini bukan merupakan penyumbang utama dalam
PDRB, namun perhatian pemerintah tetap diperlukan guna pengembangan
sektor ini yang lebih baik. Perkembangan produktivitas tanaman padi di Kota
Palu tahun 2014-2015 menunjukkan tren negatif, yaitu dari 49,06 kuintal/ha
di tahun 2015 menurun menjadi 46,47 kuintal/ha pada tahun 2016.
Sedangkan untuk komoditas tanaman pangan lainnya yaitu jagung, kacang
tanah, ubi kayu dan ubi jalar menunjukkan tren positif.

Tabel 3.12. Luas Panen Tanaman Pangan Kota Palu


Tahun
No Komoditi
2016 2017 2018 2019
1. Padi Sawah 75 - - 71,43
2. Bawang merah 158 212 148 151
3. Cabai besar 39 39 23 24
4. Cabai Rawit 65 90 80 91
5. Bayam 64 63 40 12
6. Petsai/Sawi 34 41 32 12
7. Tomat 60 61 46 28
8. Kangkung 77 80 61 35
9. Terung 21 21 14 12
10. Kacang Panjang 7 19 16 10
11. Ketimun 24 20 13 5
12. Semangka 18 11 9 5
13. Bawang Daun 4 4 7 2
Sumber : Statistik Daerah Kota Palu 2019

3.1.6. Potensi Kebencanaan

Kota Palu memiliki sejarah kejadian bencana yang beragam dan


menimbulkan dampak korban jiwa, kerugian fisik serta kerusakan lahan yang
tidak sedikit. Catatan sejarah kejadian bencana Kota Palu dilihat berdasarkan Data
dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) yang dikeluarkan oleh BNPB. Tercatat 6
(enam) jenis bencana yang pernah terjadi di Kota Palu, yaitu bencana banjir,
banjir bandang gelombang ekstrim dan abrasi, gempa bumi, epidemi dan wabah
penyakit, tanah longsor, likuifaksi dan tsunami. Adapun beberapa jenis kejadian
bencana di Kota Palu sebagai berikut (Yekti, dkk., 2018).

Laporan Akhir
38
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

1. Bahaya Banjir

Hampir sebagian besar area rawan banjir berada pada kawasan yang
direncanakan untuk pemukiman. Hasil kajian luas kawasan bahaya banjir pada
setiap kawasan terlihat Kecamatan Matikolore, Kecamatan Palu Selatan,
Kecamatan Tawaeli dan Kecamatan Palu Utara yang memiliki tingkat kerawanan
terhadap banjir. Sementara kawasan yang akan berpotensi bahaya banjir bandang
terdapat pada Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Palu
Selatan, Kecamatan Tatanga dan Kecamatan Tawaeli. Adapun gambaran kondisi
bahaya banjir per kecamatan disajikan pada Gambar 3.8 dan banjir bandang di
sajikan pada Gambar 3.9, sementara peta kawasan banjir pada Gambar 3.10.

Gambar 3.8. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Gambar 3.9. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Banjir Bandang
Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
39
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.10. Peta Rawan Bencana Banjir


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
40
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2. Bahaya Longsor

Pemilihan kawasan pemukiman, perkantoran dan perdagangan dan jasa sudah


tepat. Ketiga kawasan penting ini telah berada pada kawasan aman dari bencana
longsor. secara keseluruhan penduduk terpapar untuk bencana tanah longsor di
Kota Palu berada pada kelas tinggi dengan total 3.027 jiwa. Wilayah yang paling
tinggi terkena bencana tanah longsor adalah Kecamatan Mantikulore seluas
4797,009 Ha, Kecamatan Ulujadi seluas 2098,22 Ha dan Kecamatan Palu Utara
seluas 1,125 Ha. Adapun gambaran kondisi bahaya longsor disajikan pada
Gambar 3.11 dan peta rawan bencana longsor disajikan pada Gambar 3.12.

Gambar 3.11. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana


Banjir Bandang
Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
41
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.12. Peta Rawan Bencana Longsor


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
42
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3. Bahaya Likuifaksi

Kajian ini berdasarkan dari data base di beberapa lokasi di Kota Palu,
namun setelah terjadinya gempa bumi pada bulan September 2018 silam maka
penelitian lebih lanjut terhadap potensi likuefaksi terus dilakukan. klasifikasi kelas
potensi likuefaksi dibuat berdasarkan Iwasaki (1986) dalam Taufiq (2011),
klasifikasi LPI terhadap risiko potensi likuefaksi. Adapun hasil pengkajian bahaya
likuefaksi disajikan pada Gambar 3.13 dan Gambar 3.14.

Gambar 3.13. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Likuifaksi


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Kawasan perumahan sebagian besar berada pada kawasan rawan bencana


likuefaksi tinggi, Kawasan perkantoran dan perdagangan memiliki luasan kecil
terhadap likuefaksi. Tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan berada pada
kawasan likuefaksi sangat tinggi dan tinggi, kecuali Kecamatan Tawaeli. Namun
sebaiknya Kecamatan Tawaeli tetap perlu mewaspadai likuefaksi mengingat
Kecamatan Tawaeli berada pada kawasan gempa tinggi dan sedang, dimana
gempa merupakan salah satu parameter pemicu terjadinya likuefaksi. Namun
kawasan tersebut tetap perlu perhatian khusus.

Laporan Akhir
43
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.14. Peta Rawan Bencana Likuifaksi


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
44
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4. Bahaya Gempa

Gempa bumi dapat terjadi karena proses tektonik akibat pergerakan


kulit/lempeng bumi, aktivitas sesar di permukaan bumi atau pergerakan
geomorfologi secara lokal. Parameter yang digunakan dalam menentukan indeks
bahaya gempa bumi, yaitu kelas topografi, intensitas guncangan di batuan dasar,
dan intensitas guncangan di permukaan. Kawasan perumahan sebagian besar
berada pada kawasan rawan bencana bumi tinggi dan sedang, di susul dengan
kawasan peruntukan lainnya dan kawasan industri. Pemilihan area kawasan
perkantoran sudah tepat, karena kecil terhadap rawan bencana gema bumi tinggi.
Sedangkan untuk tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan berada pada
kawasan gempa bumi tinggi. Kecamatan Mantikulere , Kecamatan Tawaeli dan
Kecamatan Ulujadi harus menjadi perhatian khusus. Adapun hasil pengkajian
bahaya gempa bumi disajikan pada Gambar 3.15 dan Gambar 3.16.

Gambar 3.15. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
45
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.16. Peta Rawan Bencana Gempa Bumi di Kota Palu


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
46
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

5. Bahaya Tsunami

Tsunami merupakan bencana yang terjadi karena adanya gangguan


impulsif terhadap air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut secara
tiba-tiba. Faktor yang mempengaruhi tsunami adalah gempa bumi, letusan
gunung api dan longsoran (landslide) yang terjadi di dasar laut. Penyebab utama
dari ketiganya adalah gempa bumi. Parameter yang digunakan dalam
menentukan indeks bahaya tsunami, yaitu ketinggian maksimum tsunami,
kemiringan lereng, dan kekasaran permukaan. Berdasarkan parameter bahaya
tsunami tersebut, maka dapat ditentukan kelas bahaya dan luasan daerah
terdampak bencana tsunami di Kota Palu. Adapun hasil pengkajian bahaya
tsunami disajikan pada Gambar 3.17. dan Gambar 3.18.

Gambar 3.17. Luas Kecamatan Terhadap Kawasan Rawan Bencana Tsunami


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Kota Palu masih banyak yang berada pada kawasan rawan bencana
tsunami, Sedangkan untuk tingkat kecamatan, terdapat lima kecamatan yang
perlu diperhatikan karena berada dalam kawasan tsunami tinggi, Kecamatan Palu
selatan dan Kecamatan tatanga adalah kecamatan yang kemungkinan kecil
terdampak tsunami.

Laporan Akhir
47
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.18. Peta Rawan Bencana Tsunami


Sumber : Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Kota Palu, 2018

Laporan Akhir
48
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3.2. Aspek Demografi

Salah Satu Aspek yang penting dalam perencanaan pembangunan wilayah


adalah demografi wilayah. Demografi menjadi bahan atau input untuk
menganalisis dan mempelajari keadaan suatu wilayah dimasa kini ataupun
dimasa yang akan datang.

3.2.1. Struktur Penduduk

Penduduk merupakan salah satu potensi sumber daya manusia (SDM)


yang dibutuhkan dalam pembangunan yang berkelanjutan. Jumlah penduduk
banyak dan disertai dengan kualitas SDM yang tinggi akan menjadi potensi dalam
pembangunan berkelanjutan, dan sebaliknya jumlah penduduk yang banyak
namun kualitas SDM yang rendah maka akan membebani daerah dalam
pembangunan berkelanjutan
Berdasarkan data BPS Kota Palu pada Tahun 2018 jumlah penduduk Kota
Palu Sebanyak 385.619 jiwa. Kecamatan dengan jumlah sebaran penduduk
terbanyak terdapat pada Kecamatan Palu Timur dengan jumlah penduduk
sebanyak 72.552. sedangkan kecamatan dengan sebaran penduduk terendah
terdapat pada Kecamatan Tawaeli dengan jumlah penduduk sebanyak 21.022
Jiwa. Adapun jumlah penduduk serta proyeksi penduduk hingga Tahun 2025
dapat dilihat pada tabel 3.13 berikut:

Laporan Akhir
49
Tahun 2020
Tabel 3.13. Perkembangan Jumlah Penduduk 2016 Sampai Dengan 2025
Jumlah Penduduk
Kecamatan
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Palu Barat 61.424 62.293 63.251 64.171 65.105 66.052 67.013 67.988 68.977 69.980
Tatanga 39.369 39.997 40.612 41.238 41.874 42.520 43.176 43.842 44.518 45.204
Ulujadi 27.319 27.763 28.190 28.629 29.075 29.527 29.987 30.454 30.928 31.410
Palu Selatan 69.492 70.571 71.657 72.748 73.855 74.979 76.121 77.280 78.456 79.650
Palu Timur 70.378 71.452 72.552 73.647 74.759 75.888 77.033 78.196 79.377 80.575
Mantikulore 62.822 63.804 64.785 65.774 66.778 67.798 68.833 69.884 70.950 72.034
Palu Utara 22.834 23.196 23.550 23.911 24.277 24.649 25.027 25.410 25.799 26.194
Tawaeli 20.382 20.706 21.022 21.344 21.672 22.004 22.342 22.685 23.033 23.386
Jumlah 374.020 379.782 385.619 391.463 397.395 403.417 409.531 415.737 422.038 428.434
Sumber : BPS Kota Palu 2018 (Data Diolah Tim Pembuat KLHS, 2019)

Laporan Akhir
Tahun 2020
50
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3.2.2. Kepadatan dan Persebaran Penduduk

Data Badan Statistik tahun 2019, Luas Kota Palu adalah 395,06 km2
dengan jumlah penduduk 371.365 jiwa, maka kepadatan penduduk Kota Palu
adalah 24.536 jiwa/km2. Hasil data kepadatan penduduk Tahun 2018 kecamatan
terbanyak adalah Kecamatan Palu Timur sebanyak 9.410 jiwa/km2 dan Tahun
2019 kecamatan terbanyak adalah Kecamatan Palu Barat sebanyak 6.180
jiwa/km2. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut:
Tabel 3.14. Kepadatan dan Sebaran Penduduk 2014 - 2019
Luas Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
No Kecamatan Kecamatan 2014 2015 2016 2017 2018 2019
(Km2)
1 Palu Barat 8,28 7185 7302 7418 7523 7639 6.180
2 Tatanga 14,95 2550 2592 2633 2675 2717 3.243
3 Ulujadi 40,25 657 668 679 690 701 840
4 Palu Selatan 27,38 2452 2498 2538 2577 2617 2.615
5 Palu Timur 7,71 8889 8907 9128 9267 9410 5.675
6 Mantikulore 206,8 293 299 304 309 313 344
7 Palu Utara 29,94 738 751 763 775 787 804
8 Tawaeli 59,75 330 333 341 347 352 394
Sumber : BPS Kota Palu 2020

Sebaran penduduk menurut kecamatan di Kota Palu secara umum tidak


merata, dan perbedaan persentase setiap kecamatan cukup signifikan.
Berdasarkan data BPS 2019 menunjukkan ada dua kecamatan yang persentasenya
kecil, antara lain Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Tawaeli. Sementara untuk
kecamatan yang jumlah penduduk banyak yaitu 19% antara lain Kecamatan Palu
Selatan dan Kecamatan Palu Timur. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar
3.19 berikut.

Laporan Akhir
51
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.19. Persentase Sebaran Penduduk Kota Palu


Sumber : KLHS, 2019

3.2.3. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

1. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Angka partisipasi Kasar (APK) merupakan data pembandingan rasio


jumlah siswa dibandingkan dengan jumlah penduduk dengan usia tertentu.
Secara APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk terhadap pendidikan
suatu wilayah.

Tabel 3.15. Nilai Angka Partisipasi Kasar Kota Palu

Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah


Tahun
SD/MI SMP/Mts SMA/MA/SMK SD/MI SMP/Mts SMA/MA/SMK
2014 100 99,8 85,58 104,7 88,53 83,35
2015 99,42 104,1 96,95 107,3 90,73 82,87
2016 101,4 87,53 103,4 107,7 95,39 89,68
2017 101,1 92,13 108,4 108,9 99,19 94,29
2018 101,4 90,1 114,5 110 103 98,91
Sumber : Dokumen RKPD 2018

Laporan Akhir
52
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel di atas menunjukkan bahwa APK dalam kurun 5 terakhir untuk


Kota Palu kategori tinggi dan cukup stabil jika di bandingkan dengan APK
untuk Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk kategori tingkat SD/MI dan tingkat
SMA/MA/SMK Kota Palu menunjukkan nilai APK yang stabil mengalami
perkembangan, berbeda dengan nilai APK untuk SMPP/MTs Kota Palu yang
dalam kurun 5 tahun mengalami penurunan APK.

2. Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni adalah indikator daya serap pendidikan


terhadap penduduk usia sekolah. Data APM dapat menunjukkan berapa
banyak penduduk yang berusia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan
fasilitas pendidikan sesuai pada jenjang pendidikan. Perkembangan APM
kota Palu pada tahun 2014-2018 pada Tabel 3.16 berikut.
Tabel 3.16. Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Palu
Tingkat Sekolah 2015 2016 2017 2018 2019
SD 91,43 88,44 90,43 91,92 92,86
SMP 80,74 68,24 74,17 75,32 76,88
SMA 77,68 75,23 73,26 75,13 74,42
Sumber : Dokumen RKPD 2018 dan BPS Kota Palu 2020

Secara umum APM Kota Palu setiap tahun mengalami penurunan


indeks yang cukup signifikan. APM SD mengalami penaikan dari tahun 2014
menjadi 92,86 pada tahun 2019. Sementara untuk APM SMP mengalami
penurunan yang Signifikan pada tahun 2014 menjadi 76,88 pada tahun 2019.
Sementara APM SMA juga mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi
74,42 pada tahun 2018,
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan pengukuran yang


membandingkan tingkat pendidikan, melek huruf, harapan hidup dan standar
hidup. Berdasarkan data BPS Kota Palu 2019 Indeks Pembangunan Manusia ,
Kota Palu merupakan salah satu kota yang memiliki nilai IPM tertinggi dari
kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah dan setiap tahunnya nilai IPM Kota

Laporan Akhir
53
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Palu mengalami peningkatan. Peningkatan IPM ini sejalan dengan peingkatan


tingkat pendidikan Kota Palu di setiap tahunnya. Untuk jelasnya dapat di lihat
pada Tabel 3.17 dan Gambar 3.20 berikut:
Tabel 3.17. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota Yang Ada
Provinsi Sulawesi Tengah
Kabupaten/Kota 2014 2015 2016 2017 2018
Banggai Kepulauan 62,33 62,97 63,45 64,45 64.68
Banggai 67,11 67,44 68,17 69 69,85
Morowali 67,91 69,12 69,69 70,41 71,14
Poso 67,65 68,13 68,83 69,78 70,68
Donggala 63,55 63,82 64,42 64,66 65,14
Toli-Toli 61,91 62,72 63,27 64,05 64,6
Buol 65,41 65,61 66,37 66,69 67,3
Parigi Moutong 62,2 62,79 63,6 64,09 64,85
Tojo Una-Una 61,15 61,33 62,27 62,61 63,38
Sigi 64,64 65,35 65,95 66,72 67,66
Banggai Laut 62,12 62,9 63,49 64,08 64,8
Morowali Utara 65,81 66 66,57 67,35 67,95
Kota Palu 79,12 79,63 79,73 80,24 80,91
Sumber : BPS Kota Palu 2019

82
81,5
81,5

80,91
81

80,5 80,24

80 79,73
79,63
79,5

79

78,5
2015 2016 2017 2018 2019

Gambar 3.20. Indeks Pembangunan Kota Palu 5 Tahun Terakhir


Sumber : Dokumen RKPD 2018 dan BPS Kota Palu 2020

Laporan Akhir
54
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

3.2.4. Ketenagakerjaan

Penduduk dengan angkatan kerja Kota Palu selama 5 (lima) tahun terakhir
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 penduduk dengan angkatan kerja
mencapai 174.308 orang, dan meningkat pada tahun 2018 mencapai 192.243
orang. sementara untuk partisipasi angkatan kerja mengalami peningkatan dari
64.06 pada tahun 2014 menjadi 65,82% pada tahun 2018. Untuk tingkat
pengangguran terbuka mengalami fluktuasi persentase tiap tahunnya. Untuk
jelasnya dapat di lihat pada Tabel 3.18 berikut.
Tabel 3.18. Ketenagakerjaan Kota Palu
Uraian 2015 2016 2017 2018 2019
I. Angkatan Kerja 177.951 - 190.455 192.243 193.860
1. Bekerja/Working 163.147 - 177.959 181.079 181.523
2. Pengangguran/ 14.804 - 12.496 11.164 12.337
Unemployment
II. Bukan Angkatan Kerja 99.254 - 98.354 99.327 103.103
Total 455.156 - 479.264 483.813 489.206
Tingkat Partisipasi Angkatan 64.19 - 66,28 65,82 67,30
Kerja (%)
Sumber : Dokumen RKPD 2018 dan BPS Kota Palu 2020

3.2.8. Penduduk Menurut Agama

Komposisi penduduk Kota Palu Menurut agama dapat digunakan sebagai


acuan dalam pembangunan sarana dan prasarana peribadatan. Data BPS
menyebutkan terdapat 5 (lima) agama yang terdaftar, antara lain Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Berdasarkan data BPS, 84%
mayoritas penduduk kota palu adalah beragama Islam. Untuk jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 3.21 berikut:

Laporan Akhir
55
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 3.21. Persentase Pemeluk Agama di Kota palu


Sumber : BPS Kota Palu 2019

3.2.9. Aspek Kesehatan

1. Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB)

Angka kelangsungan hidup bayi (AKHB) merupakan peluang bayi hidup


sampai dengan 1 (satu) tahun. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)
merupakan jumlah kematian bayi usia di bawah 1 tahun per 1000 kelahiran
selama satu tahun. Perkembangan AKHB dan AKB selama 5 tahun terakhir
mengalami fluktuasi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.19 berikut
Tabel 3.19. AKB dan AKHB Kota Palu Tahun 2015-2019
Tahun
No. Uraian
2015 2016 2017 2018 2019

1. Angka Kematian Bayi 3,26 4,17 1,42 2,67 2,46


(AKB)
2. Angka Kelangsungan 996,74 995,83 998,58 997,33 997,40
Hidup Bayi (AKHB)
Sumber : Dokumen RKPD 2018 dan BPS Kota Palu 2020

Laporan Akhir
56
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2. Angka Harapan Hidup

Angka Harapan Hidup merupakan salah satu indikator untuk melihat


kualitas kesehatan masyarakat yang terdiri dari berapa lama masyarakat, dan
bagaimana kesehatan hidup masyarakat. Berdasarkan gambar 2.5, terlihat bahwa
AHP dari Sulteng dan Kota Palu mengalami fluktuasi selama 7 (tujuh) tahun
terakhir. Pada tahun 2012 dan tahun 2013 AHP kota Palu lebih tinggi dari AHP
Sulteng. AHP Kota Palu turun ke angka 677,18 pada tahun 2014 dan 67,26 pada
tahun 2015, sedangkan Sulteng mengalami peningkatan AHP 69,93 pada tahun
2014 dan 69,93 pada tahun 2015. Pada tahun 2016 sampai 2018, AHP Kota Palu
dan Sulteng mengalami kestabilan pada angka 69,93. Gambaran AHP dapat di
lihat pada Gambar 3.22 berikut.

Gambar 3.22. Angka Harapan Hidup Kota Palu dan Sulteng


Sumber : RKDP 2018 dan BPS 2019

3.3. Gambaran Keuangan daerah

Kontribusi perekonomian Kota Palu menunjukkan kontribusi dari masing-


masing lapangan usaha terhadap Total PDRB yang menunjang ekonomi Kota Palu.
Sepuluh lapangan usaha yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
PDRB Kota Palu secara berturut-turut : Konstruksi, Administrasi Pemerintahan,

Laporan Akhir
57
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor, Informasi dan Komunikasi, Transportasi dan
Pergudangan, Industri Pengolahan , Jasa Pendidikan, Pertambangan dan
Penggalian, Jasa Keuangan dan Asuransi dan Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan.
Tahun 2018, laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan mencapai
8,71 persen. Empat dari sepuluh lapangan usaha tersebut cenderung mengalami
peningkatan kontribusi yaitu : Konstruksi, Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, Informasi dan Komunikasi, dan
Pertambangan dan Penggalian. Dua diantaranya cenderung mengalami
penurunan kontribusi yaitu : Industri Pengolahan, dan Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan. Secara keseluruhan tujuh belas lapangan usaha terjadi peningkatan
kontribusi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini (Pemerintah
Kota Palu, 2018):
Tabel 3. 20. PDRB Kota Palu Atas Dasar Harga Konstan dan Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014-2018 (Dalam Jutaan
Rupiah)

Harga
Berlaku
(HB)
Lapangan
No. dan 2015 2016 2017 2018 2019
Usaha
Harga
Konstan
(HK)
Pertanian,
A Kehutanan, dan HK 721.258 782.256 858.145 921.711 899.949
Perikanan
HB 588.382 612.566 644.506 662.060 629.762
Pertambangan 1095
B HK 1.243.257 1.421.139 1.451.687 1.552.479
dan Penggalian 986,97
HB 830.598 912.550 1.008.258 1.014.918 1.081.736
Industri
HK 1.407.897 1.481.945 1.540.744 1.607.913 1.609.938
Pengolahan
HB 1.156.561 1.172.291 1.179.481 1.180.608 1.179.521
Pengadaan
D HK 19.493 21.766 25.716 29.023 31.276
Listrik dan Gas
HB 25.546 27.134 28.671 3.078.030 31.424
E Pengadaan Air; HK 51.224 54.527 58.774 64.193 66.152
Pengelolaan
Sampah,
HB 44.790 46.754 48.629 5.061.439 49.274
Limbah, dan
Daur Ulang

Laporan Akhir
58
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Harga
Berlaku
(HB)
Lapangan
No. dan 2015 2016 2017 2018 2019
Usaha
Harga
Konstan
(HK)
F Konstruksi HK 2.915.694 3.000.341 3.267.247 3.724.379 4.871.252
HB 1.996.665 1.994.551 2.044.265 2.216.300 2.735.278
Perdagangan
G HK 1.647.260 1.852.889 2.034.442 2.220.024 2 350196,68
Besar dan
Eceran; Reparasi
Mobil dan
HB 1.351.650 1.446.400 1.504.427 1.547.307 1.532.819
Sepeda Motor

1 580
Transportasi dan HK 1.705.975 1.950.205 2.198.600 2.377.925
H 694,32
Pergudangan
HB 1.170.300 1.250.907 1.357.741 1.438.204 1.433.617
Penyediaan
I Akomodasi dan HK 188.310 210.922 234.647 249.006 241.778
Makan
HB 137.159 149.515 160.689 160.878 143.315
Informasi dan
J HK 1.448.432 1.572.447 1.752.796 1.994.364 2.288.772
Komunikasi
HB 1.263.010 1.365.415 1.471.406 159.798.835 1.755.683
Jasa Keuangan
K HK 970.850 1.117.952 1.225.842 1.267.975 1.244.037
dan Asuransi
HB 765.450 874.117 935.348 945.436 903.807
L Real Estat HK 4.395 471.327 515.581 565.959 577.804
HB 358.500 369.930 385.885 400.804 388.980
M,
Jasa Perusahaan HK 198.098 220.142 239.389 263.959 279.259
N
HB 153.044 163.142 172.175 179.578 188.654
Administrasi
O Pemerintahan, HK 2.358.576 2.553.228 2.761.360 3.240.726 3.439.827
Pertahanan, dan
Jaminan Sosial
Wajib HB 1.713.490 1.811.829 1.904.645 2.055.219 2.087.988

P Jasa Pendidikan HK 1.470.391 1.560.242 1.715.516 1.898.137 1.999.051


HB 1.056.714 1.098.442 1.161.306 1.209.404 1.213.432
Jasa Kesehatan
Q dan Kegiatan HK 488.436 536.946 613.732 702.124 751.762
Sosial
HB 355.394 383.862 429.233 480.719 514.517
R,
Jasa
S,
Izmyn/Other HK 164.051 183.868 200.745 219.105 234.077
T,
Services Activities
U
HB 132.999 141.864 149.140 152.909 156.358
Sumber : BPS Kota Palu, 2020

Perkembangan PDRB per kapita baik menurut harga berlaku maupun


menurut harga konstan Kota Palu selama kurun waktu empat tahun terakhir terus

Laporan Akhir
59
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

mengalami peningkatan. Pada periode Tahun 2014-2018 laju peningkatan PDRB


per kapita menurut harga berlaku lebih tinggi dari laju peningkatan PDRB per
kapita menurut harga konstan. Melambatnya laju peningkatan PDRB per kapita
menurut harga konstan seiring dengan meningkatnya laju inflasi Kota Palu
khususnya harga bahan makanan.
Apabila dibandingkan PDRB per kapita Kota Palu dengan Provinsi Sulawesi
Tengah pada jangka waktu empat tahun, terlihat bahwa PDRB per kapita Kota
Palu lebih tinggi dibandingkan dengan PDRB per kapita Sulawesi Tengah. Dapat
dikatakan bahwa Kota Palu rata-rata pendapatan penduduk Kota Palu di atas
rata-rata pendapatan seluruh penduduk di Provinsi Sulawesi Tengah.

Laporan Akhir
60
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

BAB 4
DAYA DUKUNG BERBASIS
JASA EKOSISTEM

4.1. Jasa Ekosistem Fungsi Penyedia

4.1.1. Jasa Penyedia Pangan

Layanan penyediaan adalah layanan ekosistem yang menggambarkan


keluaran material atau energi dari ekosistem. Termasuk makanan, air, dan sumber
daya lainnya. Pangan berasal dari agro-ekosistem yang dikelola, demikian halnya
dengan laut dan air tawar atau hutan juga menyediakan pangan untuk konsumsi
manusia.

Mencapai ketahanan pangan melalui produksi pertanian bergantung pada


kondisi ekosistem seperti basis sumber daya alam, pertumbuhan populasi global,
dan tantangan untuk memenuhi permintaan pangan dengan kerusakan
lingkungan yang lebih sedikit semakin mendesak (Tilman et al., 2011; Garnett et
al., 2013; Godfray dan Garnett, 2014).

Intensifikasi yang benar-benar berkelanjutan perlu mempertahankan


lanskap multifungsi, memastikan fungsi ekologis yang menopang produksi
pangan, dan jasa ekosistem lainnya. Ini dapat dicapai dengan mengoptimalkan
penggunaan lahan dan praktik pertanian yang menurunkan input pupuk terutama
nitrat dan fosfor, melalui perbaikan pengelolaan tanah, penggunaan pestisida
yang bijak, dan melalui pengendalian hama terpadu (Garnett dan Godfray , 2012;
Garnett et al., 2013). Namun, untuk mencapai intensifikasi berkelanjutan dan
multifungsi, pembuat kebijakan perlu beralih ke pemikiran skala bentang alam,

Laporan Akhir
61
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

bekerja lintas sektoral dan menciptakan pemerintahan yang mendukung produksi


pangan sambil memastikan perlindungan dan peningkatan jasa ekosistem dan
keanekaragaman hayati tempat mereka bergantung.

Konsep jasa ekosistem harus diarus utamakan melalui kebijakan pertanian.


Sistem keamanan pangan ada saat yang sama juga menjaga jasa ekosistem dan
keanekaragaman hayati. Namun, sementara kita semua bisa setuju dengan konsep
itu, kita belum tahu jawaban atas pertanyaan kunci; sampai sejauh mana
multifungsionalitas dapat dicapai secara realistis dalam lanskap yang subur
(daerah yang didominasi oleh lahan pertanian, tetapi juga mengandung mosaik
dari habitat lain di antara misalnya pagar tanaman, lahan basah, padang rumput
temporer, daerah hutan kecil)?

Penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara keanekaragaman hayati


dan jasa ekosistem dapat bersifat positif dan negatif, dan bahwa karena
keanekaragaman hayati dapat berkontribusi pada banyak layanan, akan ada
pertukaran antara keduanya (Harrison et al., 2014). Kebijakan-kebijakan yang
memengaruhi bagaimana lahan dikelola, tanaman apa yang ditanam, dan tingkat
input ke dalam sistem, jarang dibuat dengan pemahaman tentang timbal-balik
yang benar-benar akan terjadi di antara layanan yang dapat disediakan, atau
lintas yang lebih luas.

Selain itu, efek interaksi antara kebijakan lingkungan, misalnya pertanian,


air, konservasi dan pestisida, pada keputusan pengelolaan lahan petani belum
sepenuhnya dieksplorasi (kontradiksi nyata antara kebijakan kerap ditemukan,
dan ini mungkin tidak disengaja tapi berkonsekuensi pada produksi pangan atau
jasa ekosistem). Akibatnya, sulit untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi tentang trade-off mana yang dapat diterima, atau tidak, dalam konteks
mana. Selain itu, ada kemungkinan bahwa apa yang berfungsi di satu tempat
mungkin tidak berada di tempat lain dan keputusan pengelolaan lahan tidak
dapat diambil secara universal.

Laporan Akhir
62
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Konteks wilayah perkotaan, indikator dan proksi biofisik jasa ekosistem


penyedia pangan adalah produksi pangan pada wilayah tersebut. Tentu saja, area
urban umumnya memiliki area pertanian yang terbatas. Dengan demikian, area
urban tidak mampu menyediakan bahan pangannya secara mandiri, sehingga
harus dipasok dari area sekitarnya. Hasil kajian daya dukung berbasis jasa
ekosistem fungsi penyediaan pangan di Kota Palu sebesar 16 % dengan kinerja
tinggi hingga sangat tinggi meliputi dari total luas wilayah Kota Palu, sisanya
memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang. Gambaran persentase daya
dukung fungsi penyediaan pangan di Kota Palu dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Sangat Tinggi; 5,46 Sangat Rendah; 1,97

Tinggi; 10,54

Rendah; 26,13

Sedang; 55,90

Gambar 4.1. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Pangan di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Analisis jasa lingkungan penyediaan pangan di Kota Palu menunjukkan


dominasi Kawasan dengan status rendah dan sangat rendah ke sedang dengan
luasan 84% atau 29.963,56 ha dari total luas jasa ekosistem penyedia pangan di
Kota Palu (Tabel 4.1, Gambar 4.2 dan peta sebaran pada Gambar 4.3). Hal ini
karena ekoregion Kota Palu ini sebagian besar adalah pegunungan dan perbukitan

Laporan Akhir
63
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

dan tutupan lahan yang sebagian besar adalah hutan, permukiman dan bangunan.
Tutupan lahan dan ekoregion yang sedemikian secara umum memberikan daya
dukung yang sedang, rendah dan sangat rendah dalam penyediaan pangan.

Tabel 4.1. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Pangan Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah tinggi
Mantikulore 438,93 3.337,25 14.245,76 1.190,73 509,07 19.72,.75
Palu Barat 18,99 458,40 81,83 49,81 7,07 61,10
Palu Selatan 1,34 1.205,98 119,85 594,51 137,63 2.059,31
Palu Timur 8,96 505,36 36,49 63,84 10,38 625,02
Palu Utara 31,30 990,93 797.24 530,76 490,92 2.841,15
Tatanga 3,50 426,17 301,44 236,82 304,26 1.272,20
Tawaeli 46,61 1.136,89 2.116,42 723,14 352,79 4.375,85
Ulujadi 151,63 1.261,89 2.240,38 371,68 135,69 4.161,27
Jumlah 701,26 9.322,88 19.939,41 3.761,29 1.947,81 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 20% 40% 60% 80% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.2. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Pangan di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli, Tahun 2020

Laporan Akhir
64
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

65
Gambar 4.3. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Penyediaan Pangan Kota Palu
Sumber: diolah oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Banyak lahan di Kota Palu yang tidak dapat dikelola karena kondisinya
tandus dan kering. Padahal, jasa penyedia air terbilang cukup untuk wilayah Kota
Palu. Komoditas palawija dan hortikultura adalah jenis budidaya pertanian yang
dikembangkan di Kota Palu, terutama di Kecamatan Mantikulore, Palu Utara, dan
Tatanga. Sejak Tahun 2018, beberapa lahan pertanian di kecamatan lainnya
hamper tidak berproduksi lagi (BPS, 2020). Selain kendala distribusi air, pasca
gempa bumi 2019 silam, masyarakat enggan Bertani. Alih fungsi lahan juga
menjadi penyebab hilangnya lahan-lahan pertanian secara perlahan.

4.1.2. Jasa Penyedia Air Bersih

Pertumbuhan populasi dan perubahan pola makan akan meningkatkan


permintaan pangan global dan akibatnya permintaan air untuk kehidupan
manusia, dan untuk produksi pertanian dalam beberapa dekade terakhir (de
Fraiture dan Wichelns 2010). Air, makanan, dan energi adalah inti dari kebutuhan
manusia. Terdapat siklus kompleks yang tak terbatas di antara ketiga unsur yang
disebut sebagai hubungan air-makanan-energi. Untuk menghasilkan makanan, air
dan energi dibutuhkan; sementara untuk menghasilkan energi, air dibutuhkan;
dan untuk mengakses air, energi hampir selalu dibutuhkan (misalnya untuk
menjalankan pompa). Karena kompleksitas hubungan di antara ketiga elemen ini,
ada kebutuhan bagi manusia untuk dipertimbangkan secara bersamaan dalam
pengambilan keputusan (Bazilian et al., 2011; Howells et al., 2013).

Ekosistem berada di pusat perhubungan ini karena mereka terlibat dalam


produksi air, makanan, dan energi, sehingga penting untuk memahami peran
mereka dalam memberikan manfaat ini bagi kesejahteraan manusia. Manfaat
yang diperoleh manusia dari ekosistem disebut sebagai jasa ekosistem
(Millennium Ecosystem Assessment (MEA), 2005, TEEB, 2010).

Pertumbuhan kota-kota menghadirkan tantangan baru untuk mengamankan


air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Fitzhugh dan Richter 2004).
Ekosistem menyuplai air segar ke kota untuk minum dan penggunaan manusia
lainnya. Tutupan vegetasi dan hutan di tangkapan kota mempengaruhi jumlah air

Laporan Akhir
66
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

yang tersedia. Daerah aliran sungai (DAS) adalah salah satu sumber daya alam
paling penting untuk menyediakan air bersih setiap hari. Namun, DAS terancam
oleh pembangunan kota di dalam dan sekitar sumber air minumnya, dan
menghadapi tekanan urbanisasi akut dan tidak terencana dengan potensi dampak
serius pada kualitas air dan keanekaragaman hayati (Wagner et al. 2007).

Pada tahun 2011, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-


Bangsa (FAO) melaporkan bahwa di beberapa daerah pencapaian dalam produksi
pangan dikaitkan dengan degradasi sumber daya tanah dan air, dan menyebabkan
barang dan jasa ekosistem terkait memburuk. Perubahan dalam penggunaan
lahan mengurangi ketersediaan dan kualitas air, dan pada gilirannya kekurangan
air dan kualitas air yang buruk mempengaruhi kemampuan ketersediaan air untuk
kehidupan.

Ini telah menjadi tren global karena meningkatnya tuntutan manusia yang
telah melampaui tuntutan lingkungan. Prioritas yang bertumpu pada
pembangunan ekonomi dan sosial akan menyebabkan degradasi lingkungan. Ini
bukan masalah baru. Sebagian besar pembuat keputusan dan perencana sangat
menyadarinya. Namun, karena berbagai alasan, beberapa negara telah
mengambil langkah-langkah praktis untuk melakukan sesuatu. Apakah ini karena
kita kurang pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem, bagaimana
mengelola dan melestarikannya? Apakah ada kekurangan kapasitas individu dan
kelembagaan pada tingkat yang berbeda untuk mengelola lingkungan? Apakah
ini tentang biaya tambahan yang dibutuhkan? Ada kompleksitas masalah yang
melingkupinya.

Konteks wilayah perkotaan, indikator dan proksi biofisik daya dukung


berbasis jasa ekosistem penyedia air adalah ketersediaan air bersih di wilayah
tersebut. Di Kota Palu, proporsi daya dukung indikatif berbasis jasa ekosistem
penyediaan air didominasi kategori sedang hingga sangat tinggi, yakni hampir
60% dari total luas jasa penyedia air di Kota Palu (Gambar 4.4)

Laporan Akhir
67
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangat Tinggi; Sangat Rendah;


0,09 3,81

Tinggi; 34,37

Rendah; 40,62

Sedang; 21,11

Gambar 4.4. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Air Bersih di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Perhitungan daya dukung air menggunakan asumsi ketersediaan air tetap


disertai peningkatan kebutuhan karena jumlah penduduk dan pemanfaatannya
meningkat. Selain itu, sebaran penduduk yang bervariasi di setiap kecamatan juga
mempengaruhi jumlah kebutuhan air. Kondisi ini dinilai baik. Kendala utama
adalah distribusi air bersih. Apalagi setelah terjadi gempa bumi, bahkan hingga
saat ini, distribusi air bersih masih menjadi masalah. Adapun gambaran sebaran
daya dukung berdasarkan jasa ekosistem fungsi penyedia air di Kota Palu,
disajikan pada Tabel 4.2, Gambar 4.5 dan peta sebaran daya dukung berbasis jasa
ekosistem fungsi penyedia air di Kota Palu pada Gambar 4.6

Laporan Akhir
68
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.2. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Air Bersih Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Total
Rendah Tinggi
Mantikulore 873,13 8.849,04 2.355,96 7.636,99 6,64 19.721,75
Palu Barat 16,41 280,14 281,98 36,59 0,97 616,10
Palu Selatan 1,15 716,67 874,26 460,66 6,57 2.059,31
Palu Timur 7,80 234,13 318,15 64,63 0,31 625,02
Palu Utara 254,10 830,36 1.125,45 627,35 3,89 2.841,15
Tatanga 0,00 148,69 799,22 321,02 3,26 1.272,20
Tawaeli 63,44 1.698,92 1.019,82 1.585,97 7,70 4.375,85
Ulujadi 143,79 1.731,38 755,45 1.528,67 1,99 4.161,27
Total 1.359,82 14.489,33 7.530,28 12.261,88 31,34 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 20% 40% 60% 80% 100%


SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.5. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Air Bersih di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Dari laman situs web http://kotaku.pu.go.id/ dilaporkan bahwa air dan


sanitasi masih menjadi kendala utama pasca gempa bumi dan tsunami 28
September 2018 (Singgih, 2019). Berikut kutipannya.
„Ada fenomena alam lain yang menarik tepat sehari pasca gempa. Di satu
wilayah, sumber air tiba-tiba hilang, sementara di daerah lain tiba-tiba air

Laporan Akhir
69
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

memancar tanpa henti. Bisa jadi hal ini disebabkan pergerakan lapisan tanah
yang terjadi akibat gempa. Namun kondisi tersebut tak berlangsung lama.
Pada umumnya kebutuhan air masih sangat sulit di sebagian besar wilayah
terdampak bencana, khususnya bagi masyarakat yang berada di hunian
darurat, sampai saat ini.
Layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Palu maupun Donggala
yang memang sudah relatif kecil—sekitar 19,7 % saja—sejak sebelum bencana
menjadi semakin tidak berdaya. Sekarang ditambah lagi kerusakan di
beberapa pipa distribusi. Alhasil, bantuan berupa pengeboran sumur dalam
oleh pemerintah maupun para donatur lainnya menjadi solusi sementara yang
dapat segera dilaksanakan. Skema ini dapat diadopsi oleh Program Kota
Tanpa Kumuh (Kotaku) untuk penanganan air bersih Skala Lingkungan.
Tentu saja, skema tadi tentu belum cukup memenuhi kebutuhan. Apalagi
sumur dalam memiliki masa pakai yang terbatas sehingga perlu dipikirkan
agar pemenuhan kebutuhan air bersih untuk skala yang lebih luas dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan. Di saat yang sama, program pembangunan
ribuan hunian tetap dan rencana pemindahan beberapa fasilitas perkantoran
sangat membutuhkan sebuah perencanaan penyediaan air bersih
berkelanjutan yang dapat menjangkau seluruh wilayah
kota. Masterplan penyediaan air bersih perlu ditinjau kembali. Pemilihan
material dan sistem penyediaan air bersih juga mesti menimbang ketahanan
terhadap bencana. Sehingga jika terjadi bencana serupa maka kebutuhan air
bersih yang merupakan kebutuhan dasar dapat terpenuhi secara cepat dan
dalam jumlah yang cukup.
Kebutuhan sanitasi pun tidak jauh berbeda. Meskipun secara perlahan sudah
mulai berkurang masyarakat yang mempunyai kebiasaan buang air besar
(BAB) pada saat sebelum terjadinya bencana. Namun dengan kejadian
bencana ini disinyalir kebiasaan tersebut tumbuh kembali lantaran sulitnya
mengakses fasilitas BAB yang memadai. Di sisi lain kondisi septic
tank individual maupun komunal yang telah dibangun masyarakat baik secara
swadaya maupun melalui program pemerintah belum diketahui secara pasti
keandalannya.
Menurut data, pergerakan pembalikan permukaan tanah yang terjadi di
hampir seluruh wilayah kota dikhawatirkan menyebabkan keretakan pada
sebagian besar konstruksi septik tank. Hal ini membutuhkan observasi dan
evaluasi menyeluruh terhadap kualitas septik tank di kota Palu dan
sekitarnya.“

Pemulihan masalah penyediaan air dan ikutan masalah yang ada di


dalamnya terkait dengan jasa ekosistem akan di bahas pada bagian strategi
pengelolaan.

Laporan Akhir
70
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Gambar 4.3. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Penyediaan Air Bersih Kota Palu

71
Sumber: Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.1.3. Jasa Penyedia Serat

Serat alami adalah serat yang diproduksi oleh tanaman, hewan, dan proses
geologi (John et al., 20008) Serat dapat digunakan sebagai komponen bahan
komposit, di mana orientasi serat berdampak pada sifat-sifat tersebut (Sousa et
al., 2016). Serat alami juga bisa dipoles menjadi lembaran untuk membuat kertas
atau kain (Doelle at al., 2013). Serat alami dapat digunakan untuk aplikasi
teknologi tinggi, seperti bagian komposit untuk mobil.

Serat adalah suatu jenis bahan berupa komponen yang membentuk jaringan
memanjang yang utuh, zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan. Serat
dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat
alam terdiri dari serat tanaman, hewan dan mineral. Serat tanaman berasal dari
batang (contoh : rosela, pisang dan rami), buah (contoh: kelapa), daun (contoh:
nanas) dan biji (contoh: kapas dan kapuk). Serat hewan umumnya tersusun atas
protein sebagai contoh adalah sutera dan bulu domba (wol). Serat mineral
diperoleh dari bahan tambang dari perut bumi contohnya asbestos. Serat sintesis
merupakan hasil pengolahan bahan- bahan kimia yang dilakukan di pabrik.

Hasil kajian daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi penyediaan pangan
di Kota Palu terdapat 35.176,53 ha atau sekitar 98% potensi penyediaan sebesar
tinggi hingga sangat tinggi meliputi dari total luas wilayah Kota Palu, sisanya
memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang. Gambaran persentase daya
dukung fungsi penyediaan serat di Kota Palu dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Laporan Akhir
72
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Rendah; 1,39%
Sedang; 20,58%

Sangat Tinggi;
42,43%

Tinggi;
35,60%

Gambar 4.6. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Serat di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Ekosistem menyediakan serat alami yang meliputi serat yang diproduksi oleh
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan proses geologis. Serat jenis ini bersifat dapat
mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam (1) serat
tumbuhan/serat pangan, (2) serat kayu, (3) serat hewan, dan (3) serat mineral
seperti logam dan carbon. Serat alami hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan
perkebunan menjadi material dasar dalam proses produksi dan industri serta bio-
chemical.
Setiap wilayah kecamatan yang ada di Kota Palu memiliki potensi daya
dukung penyedia serat yang tinggi dan sangat tinggi, namun terdapat tiga
kecamatan yang ada berpotensi rendah seperti Kecamatan Palu Timur, Palu Barat
dan Palu Selatan. Potensi daya dukung penyediaan serat tinggi dan sangat tinggi
didukung oleh keberadaan ekoregion dominan pegunungan dan perbukitan
dengan tutupan lahan hutan dan pertanian atau kebun campuran. Beberapa
wilayah yang memiliki potensi sangat rendah dan rendah dikarenakan adanya
vegetasi savana dan tutupan lahan permukiman, semak dan tanah kosong.

Laporan Akhir
73
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Adapun gambaran sebaran daya dukung berdasarkan jasa ekosistem fungsi


penyedia serat di Kota Palu, disajikan pada Tabel 4.3, Gambar 4.7 dan peta
sebaran daya dukung pada Gambar 4.8 berikut.

Tabel 4.3. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Serat Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Total
tinggi
Mantikulore 112,32 2.888,70 7.735,03 8.985,71 19.721,75
Palu Barat 51,10 468,73 49,99 46,27 616,10
Palu Selatan 163,86 1.113,99 252,01 529,46 2.059,31
Palu Timur 116,20 443,15 10,86 54,82 625,02
Palu Utara 16,12 665,24 1.371,24 788,55 2.841,15
Tatanga 26,96 666,80 185,83 392,61 1.272,20
Tawaeli 9,56 508,61 1.732,44 2.125,23 4.375,85
Ulujadi 586,44 1.362,60 2.212,23 4.161,27
Total 496,12 7.341,66 12.700,00 15.134,88 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 20% 40% 60% 80% 100%


RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.7. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Serat di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
74
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

75
Gambar 4.8. Peta Sebaran Daya Dukung berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Penyediaan Serat Kota Palu
Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.1.4. Jasa Penyedia Bahan Energi

Jasa ekosistem penyedia energi dalam konteks Kota Palu dideskripsikan


sebagai penyedia energi berbasis kayu dan limbah hasil olahan kayu sebagai
biomassa penyedia bahan bakar untuk energi. Energi yang bersumber dari kayu
dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetasi berkayu, kondisi tanah, iklim, dan
kepadatan populaso. Sebagai contoh, jumlah biomassa pohon taman kota atau
pohon hijauan jalanan dapat diperkirakan berkontribusi pada penyediaan wood-
based fuel (Velazquez-Marti et al, 2013).
Di kawasan hutan perkotaan, produksi bahan bakar kayu meningkat
dengan bertambahnya tutupan kanopi dan ukuran biomassa kayu (McPherson,
1994). Misalnya, spesies yang tumbuh cepat memiliki produktivitas biomassa
yang lebih tinggi dalam monokultur karena dapat dinaungi dan dikalahkan oleh
spesies yang lebih tinggi pada vegatasi campuran (Cierjacks et al., 2013).
Ketersediaan hara tanah juga sangat penting untuk tanaman dengan biomassa
tinggi dan tumbuh cepat (fast growing) (Kimaro et al., 2007). Oleh karena jasa
ekosistem didefinisikan sebagai output dari ekosistem di mana orang memperoleh
manfaat (UK NEA, 2011), maka ketersediaan biomassa penyedia bahan bakar
sangat penting bagi ekosistem.
Kota Palu memiliki sumber-sumber potensi alami penyedia bahan bakar
sumber energi, taman hutan rakyat, hutan kota, dan penghijauan yang memiliki
pohon-pohon berkayu lainnya dapat berguna sebagai biomassa penyedia energi.
Hasil kajian daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi penyediaan bahan
energi di Kota Palu terdapat 26.934,29 Ha atau sekitar 75,50% potensi
penyediaan sebesar tinggi hingga sangat tinggi meliputi dari total luas wilayah
Kota Palu, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang. Gambaran
persentase daya dukung fungsi penyediaan bahan energi di Kota Palu dapat dilihat
pada Gambar 4.9.

Laporan Akhir
76
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangat
Rendah; 0,12%
Rendah;
24,37%

Tinggi; 36,41%

Sedang; 39,09%

Gambar 4.9. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Bahan Energi di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Hasil daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi penyediaan bahan energi
ini tidak aktual di sebagian besar wilayah Kota Palu sebagai kawasan perkotaan.
Penggunaan sumber energi dari kayu saat ini hanya dapat dijumpai di wiayah
terluar Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Ulujadi dan Kecamatan Tawaeli. Di
Kota Palu, potensi penyediaan energi terbilang tinggi terutama pada wilayah yang
didominasi tutupan lahan jenis hutan, terutama di Kecamatan Mantikulore dan
Ulujadi. Sementara status rendah terdapat pada wilayah urban murni dengan
tutupan vegetasi yang rendah. Adapun gambaran sebaran daya dukung
berdasarkan jasa ekosistem fungsi penyedia bahan energi di Kota Palu, disajikan
pada Tabel 4.4, Gambar 4.10 dan peta sebaran daya dukung pada Gambar 4.11
berikut.

Laporan Akhir
77
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.4. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Bahan Energi Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah
Mantikulore 0,19 3.844,10 7.361,56 8.515,89 19.721,75
Palu Barat 5,91 341,50 227,39 41,30 616,10
Palu Selatan 17,07 945,46 688,17 408,61 2.059,31
Palu Timur 17,76 343,16 221,64 42,46 625,02
Palu Utara 1.169,49 1.131,28 540,39 2.841,15
Tatanga 3,21 478,54 550,05 240,39 1.272,20
Tawaeli 0,01 1.135,71 2.148,77 1.091,36 4.375,85
Ulujadi 436,24 1.615,86 2.109,18 4.161,27
Jumlah 44,15 8.694,21 13.944,72 12.989,57 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 20% 40% 60% 80% 100%


SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI

Gambar 4.10. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Bahan Energi di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
78
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.11. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Penyediaan Bahan Energi Kota Palu
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

79
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.1.5. Jasa Penyedia Sumber Daya Genetik

Keanekaragaman genetik (hayati) berarti keragaman di antara organisme


hidup dari semua sumber antara lain, terestrial, laut dan ekosistem perairan
lainnya dan kompleks ekologi tempat mereka menjadi bagian; ini termasuk
keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem (USGS, 2011).
Keragaman genetik adalah jumlah total karakteristik genetik dalam susunan
genetik suatu spesies. Ini dibedakan dari variabilitas genetik, yang
menggambarkan kecenderungan karakteristik genetik bervariasi. Keragaman
genetik berfungsi sebagai cara bagi populasi untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan. Dengan lebih banyak variasi, lebih mungkin bahwa beberapa individu
dalam suatu populasi akan memiliki variasi yang cocok untuk lingkungan.
Populasi akan berlanjut untuk lebih banyak generasi karena keberhasilan
individu-individu ini (CBD, 1992).
Pada ekosistem terestrial, tanah juga menjadi penyedia keanekaragaman
hayati yang tidak terhingga. Tanah dapat menjadi penyedia dan pendukung
keanekaragaman hayati. Tetapi kondisi itu sangat erat hubungannya dengan
vegetasi hijau yang ada di atasnya.
Bakteri, jamur, protozoa dan hewan di tanah sangat mencengangkan
populasinya, sebagian besar taksa dan sejarah alaminya sulit dijelaskan (Coleman
et al., 2004). Kelompok organisme yang paling berlimpah di tanah adalah bakteri.
Satu gram tanah dapat mengandung hingga 109 sel bakteri (Gans et al., 2005),
yang menyusun hingga 104 spesies (Curtis et al., 2002). Bakteri dapat
menguntungkan pertumbuhan tanaman secara langsung dengan merangsang
percabangan akar dan perkembangan rambut akar (Hayat et al., 2010; Vacheron
et al., 2013) dan secara tidak langsung dengan mendispersikan patogen (Weller,
1988). Bakteri juga mengatur siklus biogeokimia (Falkowski et al., 2008),
memengaruhi kimia atmosfer dan iklim melalui produksi dan konsumsi trace gas
(Conrad, 1996) dan menurunkan kontaminan organik dalam tanah (Guimaraes
et al., 2010). Kelimpahan virus sebenarnya melebihi prokariota (Weinbauer,
2004), dan dengan demikian, kematian bakteri yang disebabkan oleh virus

Laporan Akhir
80
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

memiliki konsekuensi untuk siklus biogeokimia dan jasa ekosistem lainnya yang
disediakan oleh tanah (Weinbauer, 2004).
Eukariota juga berlimpah di tanah. Satu gram tanah juga bisa
mengandung> 100 m hifa jamur (Leake et al., 2004). Meskipun beberapa jamur
bersifat patogen terhadap tanaman, sebagian besar lainya bersifat mutualis pada
tanah dan tanaman. Hifa jamur dapat menyebar dalam tanah dan memainkan
peran penting dalam agregasi tanah (Oades et al., 1991; Wilson et al., 2009) dan
penggunaan nutrisi tanaman (Brussaard et al., 2007). Sepuluh hingga ratusan
ribu protozoa (eukariota sel tunggal) juga dapat ditemukan dalam satu gram
tanah, dan pemberiannya pada bakteri dan jamur merangsang pergantian nutrisi
(Bouwman dan Zwart, 1994). Nematoda dapat menjadi yang paling banyak dari
semua hewan di dalam tanah dan menempati semua tingkat trofik konsumen
sebagai pengumpan bakteri, pemakan jamur, herbivora akar, predator dan
omnivora - berkontribusi terhadap kompleksitas besar dari sarang makanan tanah
(Coleman et al., 2004). Kelimpahan mikroarthropoda (collembolans dan tungau)
berkisar antara 103 hingga 105 individu per meter persegi tanah, dan terlepas
dari peran utama yang mereka mainkan dalam dekomposisi (Heneghan et al.,
1999), hanya 10% spesies yang telah dieksplorasi atau dideskripsikan (Andre et
al., 2002).
Enchytraeids, cacing tanah tidak berpigmen yang menelan mengkonsumsi
bahan organik, partikel tanah dan bakteri serta jamur yang terkait (Coleman et
al., 2004). Kelimpahan Enchytraeid dalam rentang tanah dari 103 hingga 105
individu per meter persegi dan spesies ini dapat mempengaruhi dinamika C dan
N selama dekomposisi, tergantung pada apakah mereka merangsang atau
menghambat aktivitas mikroba (van Vliet, 2000; van Vliet et al., 2004).
Makrofauna tanah termasuk serangga, isopoda, cacing tanah, laba-laba,
kelabang, kaki seribu dan invertebrata lainnya dengan panjang > 10 mm
(Coleman et al., 2004). Makroartropoda tanah mempengaruhi produktivitas
primer, pedogenesis, jaring makanan di bawah permukaan tanah, dekomposisi
serasah, daur hara, struktur tanah, infiltrasi air, kesuburan tanah, dan emisi gas

Laporan Akhir
81
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

rumah kaca (Lavelle et al., 2006; Osler dan Somnerkom, 2007; Folgarait, 1998;
Egara) al., 2009). Sebagai contoh, bioturbasi oleh kumbang kotoran
meningkatkan infiltrasi air, mineralisasi N dan produktivitas tanaman (Nichols et
al., 2008). Semut yang tinggal di tanah menguntungkan pertumbuhan tanaman
dengan memodifikasi aspek biotik dan abiotik tanah (mis. Struktur, kadar air, dan
ketersediaan unsur hara) dan meningkatkan kolonisasi mikoriza (Folgarait, 1998;
Cammeraat et al., 2002; Dauber et al., 2008).
Hasil kajian daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi penyediaan sumber
daya genetik di Kota Palu terdapat sekitar 77,42% potensi penyediaan sebesar
tinggi hingga sangat tinggi meliputi dari total luas wilayah Kota Palu, sisanya
memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang. Gambaran persentase daya
dukung fungsi penyediaan sumber daya genetik di Kota Palu dapat dilihat pada
Gambar 4.12.

Sangat Tinggi; Rendah;


2,16% 6,21%

Sedang;
16,37%

Tinggi;
75,26%

Gambar 4.12. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Sumber Daya Genetik di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
82
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Konteks wilayah perkotaan, indikator dan proksi biofisik jasa ekosistem


penyedia sumber daya genetik dapat dicontohkan dengan terdapatnya
kelimpahan burung, kupu-kupu dan hewan lain yang bernilai tinggi dan memberi
nilai tambah terhadap atribut estetika. Hal ini dapat terjadi karena terpeliharanya
taman kota dan area konservasi perkotaan. Di Kota Palu, area pendukung jasa
ekosistem ini masih didominasi oleh tutupan lahan alami berupa hutan dan
belukar. Sedangkan sekosistem buatan terdiri atas ruang terbuka hijau dan taman
kota dengan vegetasi hijau lainnya. Di Kota Palu, potensi penyediaan sumberdaya
masih terbatas karena minimnya ekosistem buata tersebut. Umunya hanya
didominasi oleh ekosistem alami. Adapun gambaran sebaran daya dukung
berdasarkan jasa ekosistem fungsi penyedia sumber daya genetik di Kota Palu,
disajikan pada Tabel 4.5, Gambar 4.13 dan peta sebaran daya dukung pada
Gambar 4.14.

Tabel 4.5. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Penyediaan Sumber Daya Genetik Berdasarkan Kecamatan di Kota
Palu (ha).
Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Tinggi
Mantikulore 1.506,59 1.604,73 16.610,42 19.721,75
Palu Barat 46,19 466,00 103,90 616,10
Palu Selatan 1,34 1.241,07 816,90 2.059,31
Palu Timur 8,96 523,18 92,88 625,02
Palu Utara 57,54 631,23 2.056,46 95,93 2.841,15
Tatanga 77,06 589,73 605,41 1.272,20
Tawaeli 83,95 434,23 3.185,35 672,32 4.375,85
Ulujadi 433,90 348,86 3.375,66 2,85 4.161,27
Jumlah 2.215,54 5.839,03 26.846,98 771,11 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
83
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 20% 40% 60% 80% 100%


RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.13. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Penyediaan Sumber Daya Genetik di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Telah banyak dilaporkan korelasi positif antara keanekaragaman genetik


dan penyediaan jasa ekosistem. Keanekaragaman genetik secara positif
mempengaruhi efektivitas atau keandalan layanan ekosistem. Sebagai contoh,
dalam beberapa kasus efektivitas pengendalian hama urban dan hama pertanian
diakibatkan karena terdapatnya populasi musuh alami yang bertindak sebagai
predator. Misalnya tikus yang dimangsa oleh elang dan burung hantu. Contoh
lainnya adalah manfaat yang diperoleh dari suatu organisme, misalnya minyak
ikan sebagai sumber omega 3.

Laporan Akhir
84
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Gambar 4.14. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Penyediaan Sumber Daya Genetik Kota Palu

85
Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.2. Jasa Ekosistem Fungsi Budaya

4.2.1. Jasa Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup

Ekosistem memberikan manfaat positif bagi manusia khususnya ruang


untuk tinggal dan hidup sejahtera. Ruang hidup ini didukung oleh kemampuan
dan kesesuaian lahan yang tinggi sehingga memberikan dukungan kehidupan
baik secara sosial, ekonomi maupun budaya. Jasa ekosistem sebagai tempat
tinggal dan ruang hidup secara sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
fisik dan geografis serta peluang pengembangan wilayah yang lebih besar.
Menurut Tohjiwa (2015) Ada tiga komponen pembentuk tempat tinggal dan
ruang hidup adalah: (1) atribut fisik dari Lingkungan, (2) aktivitas yang terjadi di
berdasarkan, dan (3) konsepsi dari manusia yang mengalami semua hal tersebut.
Hasil penelitian ketiga variabel tersebut, bahwa persepsi penduduk di
permukiman ini diketahui Kondisi alam yang sejuk merupakan suatu karakteristik
yang sangat disukai oleh penduduknya sampai saat ini.
Berdasarkan hasil kajian daya dukung berbasis jasa ekosistem jasa fungsi
budaya tempat tinggal dan ruang hidup di Kota Palu memiliki luasan kinerja tinggi
hingga sangat tinggi seluas 5,61% % dari total luas wilayah, sisanya memiliki
kelas kinerja sangat rendah sampai sedang. Sebagian besar wilayah Kota Palu
masuk dalam kategori rendah dan sangat rendah daya dukungnya atas jasa
budaya, tempat tinggal dan ruang hidup. Kota Palu memiliki ekoregion
pegunungan struktural dan perbukitan denudasional. Ekoregion yang demikian
ditandai denngan tingkat kemiringan yang tinggi. Tentunya pada wilayah yang
demikian tidak terdapat ruang yang cukup untuk mengembangkan kawasan
pemukiman dan ruang hidup yang baik dan berkuaitas. Kecamatan yang
memiliki ekoregion pegunungan dan perbukitan adalah juga kecamatan yang
daya dukung rendah dan sangat rendah yang luas. Gambaran status, luas dan
kawasan kinerja jasa ekosistem fungsi tempat tinggal dan ruang hidup disajikan
pada Gambar 4.15.

Laporan Akhir
86
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangat Tinggi; 4,77% Sangat Rendah; 0,07%

Tinggi; 0,84%

Sedang; 29,19%

Rendah; 65,13%

Gambar 4.15. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Tempat Tinggal Dan Ruang Hidup di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Persebaran wilayah dengan daya dukung jasa ekosistem fungsi ruang hidup
yang tinggi umumnya berada di Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu
Barat, selanjutnya ada Kecamatan Tatanga dan Kecamatan Palu Selatan.
Keemapat tersebut adalah kecamatan yang daya dukung tinggi dan sangat tinggi
terluas diantaranya kecamatan lainnya. Ekoregion dataran alluvial sebagian besar
berada dalam empat kecamatan ini, dengan tutupan lahan dominan adalah
pemukiman, ruang terbuka hijau dan perkebunan campuran. Ekoregion dan
tutupan lahan yang demikian memberikan daya dukung yang tinggi dan sangat
tinggi untuk jasa tempat tinggal dan ruang hidup. Adapun gambaran sebaran daya
dukung berdasarkan jasa ekosistem fungsi ruang hidup di Kota Palu, disajikan
pada Tabel 4.6, Gambar 4.16 dan peta sebaran daya dukung pada Gambar 4.17
berikut.

Laporan Akhir
87
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.6. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Budaya
Tempat Tinggal Dan Ruang Hidup Berdasarkan Kecamatan di Kota
Palu (ha).

Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Tinggi
Mantikulore 22,76 16.084,67 3.123,57 129,04 361,71 19.721,75
Palu Barat 83,50 328,24 12,85 191,51 616,10
Palu Selatan 29,19 1.630,71 0,04 399,38 2.059,31
Palu Timur 19,65 340,56 10,76 254,06 625,02
Palu Utara 887,56 1.808,95 27,70 116,95 2.841,15
Tatanga 0,01 213,63 829,61 10,03 218,91 1.272,20
Tawaeli 3,26 2.353,16 1.914,13 27,37 77,94 4.375,85
Ulujadi 0,66 3.561,19 436,62 81,36 81,45 4.161,27
Jumlah 26,69 23.232,56 10.412,38 299,14 1.701,89 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.16. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Budaya Tempat Tinggal Dan Ruang Hidup di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
88
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.17. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Budaya Tempat Tinggal Dan
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Ruang Hidup Kota Palu

89
Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Program Peningkatan Kualitas Permukiman Perkotaan pada saat ini sedang


berfokus pada mempercepat pencapaian standar minimum untuk layanan
perkotaan, mempromosikan komunitas dan kota hijau, kota yang aman, tangguh,
inklusif dan cerdas, yang diharapkan dapat memupuk inovasi, kreativitas, dan
produktivitas. Salah satu target nasional pembangunan lingkungan adalah
pencapaian nol persen kawasan kumuh melalui program penanganan kawasan
pemukiman kumuh. Kawasan Kota Palu memiliki target penanganan
pengurangan kumuh seluas 85,16 Hektare. Yang terdapat di 14 Kelurahan
(Kotaku Sulawesi Tengah, 2019). Rumah merupakan salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam skenario KLHS, data Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan
Rumah Layak Huni (RHL) menggambarkan bahwa jumlah RHL jauh lebih Besar
daripada jumlah RTHL. Jumlah RHL 88.6% dari jumlah total rumah di Kota Palu
Sementara untuk jumlah RTHL adalah 11,4% dari jumlah rumah di Kota Palu.
Angka ini memang kecil tapi perlu untuk menjadi perhatian pemerintah kota
untuk mengurangi angka RTHL tersebut (DPRKP, 2018).

Pemerintah Daerah Kota Palu perlu melakukan upaya meningkatkan


sosialisasi dan koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
membangun komitmen OPD dalam kesepakatan kebijakan dan kegiatan dalam
mendukung pencapaian target penanganan kawasan kumuh

Permasalahan dalam optimalisasi layanan dalam menyediakan fungsi


tempat tinggal dan ruang hidup di Kota Palu yakni belum terbangun secara
optimal komitmen membangun kolaborasi antar pelaku di tingkatan OPD
kabupaten/kota dalam pembagian peran dalam kesepakatan kebijakan dan
kegiatan dalam mendukung pencapaian target penanganan kumuh
Selain itu Hasil kajian Informasi Kinerja Lingkungan Hidup Daerah
(IKPLHD) Kota Palu tahun 2018, bahwa permasalahan pengelolaan sampah selalu
menjadi isu prioritas peringkat pertama dalam pembangunan di Kota Palu. Saat
ini Kota Palu baru mampu melayani pengelolaan sampah dengan tingkat
pelayanan sebesar 60 % dari seluruh sampah Kota Palu, profil pelayanan
pengelolaan sampah Kota Palu tahun 2017 – 2020 dengan pengurangan hanya

Laporan Akhir
90
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

1.0 %. Pembiayaan, pengelolaan persampahan belum menjadi prioritas yang


dapat dilihat dari minimnya alokasi dana untuk pengelolaan sampah dan
rendahnya investasi dunia usaha persampahan (KLHS RPJMD Kota Palu, 2019).
Kondisi ini Pemerintah Daerah Kota Palu meningkatnya pengelolaan sampah
terpadu (reduce, reuse, and recycle/3R), pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan timbulan sampah, pendaur ulang sampah, pemanfaatan kembali
sampah.
Peningkatan kualitas pemenuhan pelayanan bagi masyarakat di kawasan
perkotaan yang diberikan oleh pemerintah daerah dengan memenuhi prinsip
Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) merupakan pelayanan minimal yang tersedia
di kawasan perkotaan. Target nasional dalam pencapaian SPP mencapai 12,5%
yang terdistribusi secara nasional dan terimplementasikan dalam skala perkotaan.
Hasil kajian tren SPP Kota Palu baru mencapai 3% yang memiliki gap tinggi
dengan target nasional. Kondisi ini pemerintah perlu mengoptimalisasikan
pemenuhan standar pelayanan perkotaan kota yang aman, nyaman dan layak
huni pada aspek permukiman

4.2.2. Jasa Budaya Rekreasi dan Ekowisata

Ekosistem menyediakan fitur lanskap, keunikan alam, atau nilai tertentu


yang menjadi daya tarik wisata. Berbagai macam bentuk bentang alam dan
keunikan flora dan fauna serta keanekaragaman hayati yang terdapat dalam
ekosistem memberi ciri dan keindahan bagi para wisatawan. Dari sisi ekonomi,
akan diperoleh banyak keuntungan bahkan menjadi sumber devisa negara yang
besar. Variasi bentang alam berpengaruh besar terhadap nilai jasa budaya rekreasi
dan ekoturisme.

Pembangunan Pariwisata Kota Palu sebagaimana termuat dalam Rencana


Strategis Pariwisata Kota Palu, secara implisit menyebutkan bahwa pembangunan
pariwisata dan kebudayaan diarahkan pada kebijakan dan upaya-upaya untuk
melestarikan aset dan potensi seni budaya, pagelaran kegiatan nasional dan
Internasional, sejarah kebudayaan dan Benda Cagar.

Laporan Akhir
91
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan


alami di Kota Palu sebagai fungsi budaya rekreasi dan ekowisata dengan kinerja
tinggi meliputi wilayah seluas 36,51 % dari total luas wilayah, sisanya memiliki
kelas kinerja sangat rendah sebesar 34,46% sampai sedang sebesar 29,02%.
Bentang alam yang berbukit dan tutupan lahan yang baik vegetasinya
memberikan keindahan alam yang unik, dan tentunya memiliki daya dukung
rekreasi dan ekoturisme yang tinggi pula. Adapun gambaran persentase daya
dukung berbasis jasa ekosistem fungsi budaya rekreasi dan ekowisata di Kota Palu
sebagaimana disajikan pada Gambar 4.18 berikut.

Rendah; 34,46%
Tinggi; 36,51%

Sedang; 29,02%

Gambar 4.18. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Rekreasi Dan Ekowisata di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Persebaran wilayah daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi budaya


rekreasi dan ekowisata yang tinggi umumnya berada di Kecamatan Mantikulore,
Kecamatan Ulujadi dan Kecamatan Tawaeili. Sebagian besar lahan yang memiliki
potensi tinggi karena keindahan alam terletak di pegunungan perbukitan
denudasional dan perbukitan struktural. Adapun gambaran sebaran daya dukung
berdasarkan jasa ekosistem fungsi budaya rekreasi dan ekowisata di Kota Palu,
disajikan pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.19 berikut.

Laporan Akhir
92
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.7. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Budaya
Rekreasi Dan Ekowisata Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Mantikulore 7.882,57 3.750,59 8.088,59 19.721,75
Palu Barat 318,49 257,83 39,78 616,10
Palu Selatan 548,24 1.033,81 477,26 2.059,31
Palu Timur 374,72 182,79 67,52 625,02
Palu Utara 604,47 1.574,57 662,12 2.841,15
Tatanga 395,35 686,10 190,75 1.272,20
Tawaeli 253,65 2.162,45 1.959,75 4.375,85
Ulujadi 1.915,88 705,49 1.539,91 4.161,27
Jumlah 12.293,35 10.353,62 13.025,68 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.19. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Budaya Rekreasi Dan Ekowisata di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Ekoregion diwilayah berkategori tinggi sebagian besar masih berhutan


lebat dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, kondisi ini berada
pada kawasan ruang terbuka hijau, hutan kota, kawasan Taman Hutan Raya

Laporan Akhir
93
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

(Tahura) Sulawesi Tengah dan hutan lindung pada ketiga kecamatan tersebut.
Berbagai flora dan fauna langka banyak terdapat pada ekoregion ini. Adapun peta
daya dukung berdasarkan jasa ekosistem fungsi budaya rekreasi dan ekowisata
pada Gambar 20.

Potensi wilayah yang tersebar di beberapa tempat/lokasi nantinya dapat


menjadi potensi bagi daerah sebagai pemasukan pendapatan daerah dari sektor
budaya dan pariwisata. Pembagian Potensi baik dari sektor Budaya dan sektor
Pariwisata yang tersedia di Kota Palu merupakan hal yang menguntungkan bagi
Pemerintah Kota Palu nantinya. Adapun potensi tersebut adalah sebagai berikut
(DISBUDPAR, 2018):

- Potensi Budaya
Potensi Budaya yang dimaksud adalah Kota Palu mempunyai beberapa
keunggulan budaya yang masih bisa untuk dikembangkan, seperti : Rumah
Adat, budaya lokal, Makam para Wali agama, Pemimpin Daerah dan beberapa
benda cagar budaya yang ada di Kota Palu.
- Potensi Pariwisata
Potensi Budaya yang dimaksud adalah Kota Palu mempunyai beberapa
keunggulan pariwisata yang masih bisa untuk dikembangkan, seperti :
Kawasan Wisata Teluk Palu, Hutan Kota, Kampung adat/kaili, Kawasan
Outbond, Kawasan Wisata Bukit.
Selain kawasan kawasan wisata tersebut di atas, Kota Palu juga dapat
menyediakan komoditas unggulan yang tersebar dibeberapa wilayah
kelurahan yang pekerjaannya bisa dijadikan salah satu penunjang untuk
menjadi daya tarik bagi pengunjung dari luar pulau Suawesi, domestik dan
mancanegara.
Disamping itu juga pelaksanaan event yang bertaraf Lokal, Nasional dan
Internasional merupakan suatu kegiatan yang sangat menguntungkan bagi
Kota Palu untuk mempromosikan segala sesuatu yang ada di Kota Palu
sehingga menjadi penguatan bagi Pemerintah Kota Palu yang nantinya akan
menjadikan Kota Palu sebagai Kota Kunjungan (Destinasi) Tahun 2021.

Laporan Akhir
94
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.20. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Budaya Rekreasi Dan
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Ekowisata Kota Palu

95
Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.2.3. Jasa Budaya Estetika (Alam)

Ekosistem bentang alam seperti laut, pegunungan, lembah, pantai dan lain
sebagainya telah memberikan nuansa keindahan alam dan nilai-nilai estetika
yang mengagumkan dan memiliki nilai jual. Paduan bentang alam dan bentang
budaya semakin memperkuat nilai keindahan dan estetika yang telah diberikan
oleh ekosistem.
Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan
alami di Kota Palu sebagai fungsi estetika alami dengan kinerja tinggi meliputi
wilayah seluas 42,83 % dari total luas wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja
sangat rendah sampai sedang. Estetika keindahan alam terbentuk dari perpaduan
berbagai bentang alam yang masing-masing memiliki keindahan dan keunikan
tersendiri. Penyediaan estetika keindahan alam ini bergantung pada kondisi saat
ini apakah masih dalam keadaan baik atau sudah mengalami banyak kerusakan.
Adapun gambaran persentase daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi budaya
estetika (alami) di Kota Palu sebagaimana disajikan pada Gambar 21 berikut.

Rendah; 1,95%

Tinggi; 42,83%

Sedang; 55,22%

Gambar 4.21. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Budaya Estetika (Alami) di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
96
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Persebaran wilayah daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi estetika


alami di Kota Palu umumnya memiliki daya dukung fungsi estetika alami yang
sedang dan tinggi tersebar pada hampir semua kecamatan. Artinya, hampir
semua wilayah dalam Kota Palu memiliki daya dukung untuk jasa estetika, namun
ada variasi daya dukungnya. Adapun gambaran sebaran daya dukung
berdasarkan jasa ekosistem fungsi budaya estetika (alami) di Kota Palu, disajikan
pada Tabel 4.8, Gambar 4.22 dan peta sebaran daya dukung Gambar 4.23

Tabel 4.8. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Budaya
Estetika (Alami) Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Mantikulore 334,61 10.617,64 8.769,50 19.721,75
Palu Barat 14,79 357,98 243,33 616,10
Palu
1,10 1.200,24 857,97 2.059,31
Selatan
Palu Timur 7,05 297,97 320,00 625,02
Palu Utara 22,65 2.044,93 773,56 2.841,15
Tatanga 3`,50 800,06 468,64 1.272,20
Tawaeli 7,74 2.351,63 2.016,48 4.375,85
Ulujadi 305,23 2.028,08 1.827,96 4.161,27
Jumlah 696,67 19.698,53 15.277,45 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

RENDAH SEDANG TINGGI

Gambar 4.22, Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Budaya Estetika (Alami) di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
97
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Gambar 4.23. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Budaya Estetika (Alami) Kota Palu

98
Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.3. Jasa Ekosistem Fungsi Pendukung

4.3.1. Jasa Pendukung Pembentukan Lapisan dan Pemeliharaan Tanah


Tanah adalah fondasi ekosistem terestrial dan sebagian besar jasa
ekosistem yang diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia muncul dari tanah
(Kibblewhite et al., 2008). Layanan ekosistem yang disediakan oleh tanah dapat
bersifat pendukung (misalnya produksi primer dan keanekaragaman hayati) atau
peraturan (misalnya pengendalian erosi, infiltrasi air, retensi nutrisi, regulasi gas
atmosfer, dan pengendalian hama). Menurut definisi, jasa ekosistem
menguntungkan kesejahteraan manusia dan mewakili modal alam (Costanza et
al., 1997; Robinson et al., 2012). Sebagai contoh, nilai ekonomi dari jalur
metabolisme mikroba tanah dalam menghilangkan gas rumah kaca dari atmosfer,
mengurangi nutrisi, menghilangkan patogen dan menurunkan polutan organik
telah diperkirakan dua kali lipat dari produk tahunan bruto (Guimaraes et al.,
2010). Banyak jasa ekosistem secara inheren tergantung pada kesehatan tanah
dan keanekaragaman hayati biota tanah (Barrios, 2007; Brussaard, 2013).
Kesehatan tanah mengacu pada kapasitas tanah untuk berfungsi, yang berarti
untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas dan kesehatan tanaman
dan tingkat trofik yang lebih tinggi, serta kualitas air dan air di ekosistem alami
dan dikelola (Kibblewhite et al., 2008).
Eksploitasi tanah telah mengakibatkan kerusakan dan pergeseran yang
mengurangi kapasitas produktif beberapa ekosistem (Holling dan Meffe, 1996;
Scheffer et al., 2001; Walker dan Salt, 2006; Birgé et al., 2016) . Peristiwa-
peristiwa ini telah berperan dalam mengungkap layanan ekosistem paling jelas
yang disediakan oleh tanah: produksi makanan, serat, dan bahan bakar untuk
populasi manusia yang berkembang. Degradasi tanah dari praktik pertanian
ekstraktif pada akhirnya mengurangi hasil panen sebagai akibat dari erosi,
berkurangnya pasokan nutrisi dari tanah dengan stok bahan organik yang rendah
dan struktur tanah yang terdegradasi, yang semuanya dapat memperburuk
tekanan kekeringan (Lal, 2009). Layanan ekosistem paling jelas kedua yang
disediakan oleh tanah adalah infiltrasi air. Konversi lahan basah ke lingkungan

Laporan Akhir
99
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

pertanian dan perkotaan memperburuk banjir dan kerusakan pada kehidupan


masyarakat, properti, dan ekonomi lokal. Regulasi gangguan (mis. Pengendalian
banjir) adalah layanan ekosistem yang disediakan oleh tanah yang tidak
terdegradasi dalam sistem alam dengan nilai perkiraan US $ 1,8 triliun per tahun
(Costanza et al., 1997).
Layanan ekosistem lain yang disediakan oleh tanah kurang jelas bagi
masyarakat umum karena pengetahuan yang lebih lintas disiplin (kimia, fisika,
ilmu atmosfer, ilmu tanah, biologi, sejarah alam dan ekologi) diperlukan untuk
mengenali peran tanah dalam mengatur gas rumah kaca, mengurangi ekspor
nutrisi dari lahan pertanian, mengendalikan hama dan mendukung
keanekaragaman hayati yang menyediakan banyak layanan ini kepada
masyarakat. Verstraete dan Mertens (2004) merangkum kurangnya kesadaran
masyarakat umum tentang pentingnya vitalitas tanah dan fungsi-fungsi penting
yang menguntungkan kesehatan tanaman dan hewan sebagai ancaman terbesar
terhadap tanah. Dengan demikian, yang dihadapi oleh para ilmuwan dan ahli
ekologi tanah adalah tantangan untuk mendidik non-ilmuwan tentang bagaimana
tanah mempengaruhi kualitas kehidupan manusia, kehidupan manusia di masa
depan, dan keberlanjutan global ekosistem pertanian dan ekosistem alami (Doran,
2002), sedemikian rupa sehingga melestarikan dan mengelola sumber daya ini.
menjadi yang terpenting.
Siklus batuan membuat sebagian besar litosfer tidak terjamah.
Perkembangan tanah terjadi ketika pelapukan batu mengubah batuan yang
terpapar pada permukaan terestrial dari litosfer Bumi. Bahan batuan yang
terlapuk, sedimen, dan residu, mengalami diferensiasi lebih lanjut selama proses
pembentukan tanah. Bahan induk segar ini berubah melalui proses pelapukan
kimia, yang intensitasnya tergantung pada iklim (curah hujan dan suhu),
karakteristik vegetasi dari zona iklim, dan topografi (drainase dan erosi).
Penggalian lubang ke dalam tanah mengungkapkan urutan lapisan atau
horizon tanah dengan kedalaman tertentu. Urutan horizon tanah ini dikenal
sebagai profil tanah untuk situs tertentu. Horizon tanah bervariasi dalam

Laporan Akhir
100
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

kedalaman, ketebalan, komposisi, sifat fisik, distribusi ukuran partikel, warna, dan
sifat lainnya. Pembentukan tanah memakan waktu ratusan hingga ribuan tahun,
dan, asalkan situs tersebut tetap tidak terganggu untuk jangka waktu yang lama,
profil tanah mencerminkan sejarah alam dari pengaturan tersebut.
Jasa ekosistem fungsi pendukung pembentukan lapisan dan pemeliharaan
tanah dalam konteks ekosistem perkotaan ditujukan untuk mendukung pertanian
kota (urban farming), infrastruktur hijau seperti ruang terbuka hijau (RTH),
mengendalikan erosi, mengatur nutrisi, dan peraturan infiltrasi. Potensi jasa
ekosistem fungsi pendukung pembentukan lapisan dan pemeliharaan tanah
disajikan Gambar 4.24, Tabel 4.9, Gambar 4.25 dan Gambar 4.26.

Sangat Rendah; 0,58%

Rendah; 22,47%

Tinggi; 45,34%

Sedang; 31,62%

Gambar 4.24. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Pembentukan Lapisan dan Pemeliharaan Tanah di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Keanekaragaman hayati membantu dalam pembentukan dan


pemeliharaan struktur tanah dan retensi kelembaban dan tingkat nutrisi.
Hilangnya keanekaragaman hayati melalui pembukaan vegetasi telah
berkontribusi pada salinisasi tanah, pencucian nutrisi, laterisasi mineral dan
percepatan erosi tanah lapisan atas, mengurangi produktivitas tanah. Pohon, di

Laporan Akhir
101
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

sisi lain, menurunkan muka air dan menghilangkan garam yang tersimpan dari
cakrawala tanah atas.
Tabel 4.9. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Pembentukan Lapisan dan Pemeliharaan Tanah
Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Total
Rendah Tinggi
Mantikulore 61,79 3.049,10 7.487,90 9.122,96 19.721,75 61,79
Palu Barat 24,89 497,02 21,94 72,26 616,10 24,89
Palu Selatan 20,00 1.246,57 23,97 768,77 2.059,31 20,00
Palu Timur 17,21 526,97 19,82 61,02 625,02 17,21
Palu Utara 0,87 726,24 789,61 1.324,43 2.841,15 0,87
Tatanga 6,03 683,39 56,23 526,55 1.272,20 6,03
Tawaeli 16,28 562,61 1.318,60 2.478,36 4.375,85 16,28
Ulujadi 59,86 722,77 1.560,73 1.817,92 4.161,27 59,86
Total 206,93 8.014,66 11.278,80 16.172,26 35.672,66 206,93
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI
TAWAELI
TATANGA
PALU UTARA
PALU TIMUR
PALU SELATAN
PALU BARAT
MANTIKULORE

0% 20% 40% 60% 80% 100%


SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI

Gambar 4. 25. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Pembentukan Lapisan dan Pemeliharaan Tanah di Setiap
Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Merencanakan kelimpahan setiap elemen dalam litosfer Bumi dibagi


dengan kelimpahannya di tata surya mengungkapkan unsur-unsur yang diperkaya
atau habis selama pembentukan planet Bumi. Merencanakan kelimpahan setiap

Laporan Akhir
102
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

elemen tanah dibagi dengan kelimpahannya di litosfer Bumi mengungkapkan


unsur-unsur yang diperkaya atau terkuras selama siklus batuan dan
pengembangan tanah. Rasio kelimpahan litosfer ke Tata Surya dan rasio
kelimpahan tanah-ke-litosfer menunjukkan pengayaan dan penipisan selama
pembentukan planet bumi dengan urutan besarnya lebih besar daripada yang
terjadi selama siklus batuan dan pembentukan tanah. Ini menjelaskan bahwa
komposisi tanah yang khas tidak dapat dikaitkan dengan wilayah geografis atau
kelompok taksonomi tanah (Helmke, 2000).
Pengayaan dari aktivitas biologis jelas terlihat ketika membandingkan
logaritma rasio kelimpahan tanah-ke-litosfer. Karbon dan nitrogen, dua elemen
yang terkuras sangat kuat di litosfer Bumi dibandingkan dengan Tata Surya.
Adalah unsur yang paling kaya di tanah dibandingkan dengan litosfer. Keduanya
adalah konstituen utama biomassa. Selenium, belerang, dan boron adalah unsur
penting di antara enam elemen paling kaya di tanah yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman dan hewan. Pengayaan relatif arsenik, yang bukan
merupakan nutrisi, mungkin memiliki banyak kaitannya dengan kemiripan
kimianya dengan fosfor sebagai elemen penting lainnya.
Perlindungan tanah dengan menjaga keanekaragaman hayati dapat
menjaga kapasitas produktif tanah, mencegah tanah longsor, menjaga garis pantai
dan tepian sungai, dan mencegah degradasi terumbu karang dan perikanan pesisir
melalui pendangkalan. Pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnya juga membantu
dalam pembentukan tanah. Kontribusi signifikan adalah pengenalan bahan
organik melalui pembentukan serasah dan pembusukan dan regenerasi akar
berserat kecil, yang keduanya memfasilitasi aktivitas mikroba. Kontribusi lain
adalah melalui efek sistem akar yang memecah tanah dan batuan yang
menyebabkan, antara lain, penetrasi air. Sistem akar juga membawa nutrisi
mineral ke permukaan melalui penyerapan akar. Bahan organik yang terbentuk
oleh pembusukan akar berserat kecil juga dapat berikatan dengan mineral, seperti
besi dan aluminium, yang dapat mengurangi efek merusak potensial dari mineral
ini pada vegetasi lain (Attiwill et al., 1987).

Laporan Akhir
103
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.26. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pendukung Pembentukan Lapisan
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

104
dan Pemeliharaan Tanah Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.3.2. Jasa Pendukung Siklus Hara

Pasokan yang memadai dan seimbang dari unsur-unsur yang diperlukan


untuk kehidupan disediakan melalui proses ekologis yang disebut siklus hara.
Siklus ini mendukung semua jasa ekosistem lainnya. Beberapa siklus elemen kunci
seperti fosfor, nitrogen, sulfur, karbon, dan besi, dan silikon telah banyak diubah
oleh aktivitas manusia selama dua abad terakhir, dengan konsekuensi penting
positif dan negatif untuk berbagai jasa ekosistem lainnya dan untuk manusia
kesejahteraan.
Secara umum, nutrisi dapat terjadi dalam bentuk gas (seperti N2, CO2), bentuk
mineral, bentuk ion anorganik (NH4+, NO3-, SO42-, H2PO4-), dan bentuk organik
(diikat ke berbagai senyawa berbasis C dalam organisme hidup atau mati atau
produknya). Nutrisi sebagian besar diambil oleh tanaman dalam bentuk ionik dan
oleh hewan dalam bentuk organik melalui konsumsi jaringan hidup atau mati.
Mikroorganisme secara umum dapat menggunakan nutrisi dalam bentuk mineral
atau organik apa pun atau mengonversinya sebelum digunakan.
Siklus hara menggambarkan pergerakan di dalam dan di antara berbagai
entitas biotik atau abiotik di mana nutrisi terjadi di lingkungan global. Unsur-
unsur ini dapat diekstraksi dari sumber mineral atau atmosfernya atau didaur
ulang dari bentuk organiknya dengan mengubahnya menjadi bentuk ion,
memungkinkan penyerapan terjadi dan pada akhirnya mengembalikannya ke
atmosfer atau tanah. Siklus hara dimungkinkan oleh keragaman organisme yang
sangat besar dan mengarah pada penciptaan sejumlah struktur fisik dan
mekanisme yang mengatur fluks nutrisi. Struktur dan proses ini bertindak sebagai
penyangga untuk membatasi kehilangan dan transfer ke ekosistem lain. Nutrisi
didistribusikan di antara sejumlah besar materi hidup atau mati, dan kelimpahan
relatifnya di antara kompartemen ini merupakan ciri khas ekosistem tertentu.
Sebagai contoh, pada ekosistem terestrial, di mana nutrisi sangat terkonsentrasi
dalam biomassa hidup (seperti hutan hujan tropis) atau dalam humus dan bahan
organik tanah (seperti ekosistem tundra) (Lavelle dan Spain, 2001).

Laporan Akhir
105
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kesuburan adalah potensi tanah, sedimen, atau sistem air untuk memasok
unsur-unsur hara dalam jumlah, bentuk, dan proporsi yang diperlukan untuk
mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal (secara implisit, dalam konteks
jasa ekosistem, untuk kepentingan manusia). Aliran nutrisi terbesar adalah
pelepasannya dari bahan organik, sebagai hasil dekomposisi oleh komunitas
mikroba. Aliran ini mungkin tidak dapat diukur, karena sebagian dari itu mungkin
segera diserap kembali dalam biomassa mikroba. Aktivitas mikroba terutama
tergantung pada ketersediaan sumber makanan dan pada faktor iklim, edafik,
atau hidrologi regional dan lokal. Secara lokal, parameter biologis seperti
komposisi kimia bahan organik (yang bergantung pada komunitas tanaman yang
memproduksinya) dan invertebrata tanah.
Jasa ekosistem fungsi pendukung siklus hara dalam konteks ekosistem
perkotaan juga ditujukan untuk mendukung pertanian kota (urban farming),
infrastruktur hijau seperti ruang terbuka hijau (RTH), mengendalikan erosi,
mengatur nutrisi, dan peraturan infiltrasi. Potensi jasa ekosistem fungsi
pendukung siklus hara disajikan Gambar 4.27, Tabel 4.10 dan Gambar 4.28.

Sangat Rendah; 1,84%


Rendah; 21,02%

Sedang; 9,05%

Tinggi; 68,08%

Gambar 4.27. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Siklus Hara di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
106
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.10. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Siklus Hara Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).
Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Total
Rendah Tinggi
Mantikulore 394,34 2.673,89 1.340,94 15.312,58 19.721,75
Palu Barat 18,99 501,46 1,65 94,01 616,10
Palu Selatan 1,34 1.257,75 9,17 791,05 2.059,31
Palu Timur 8,96 534,88 0,34 80,83 625,02
Palu Utara 31,57 691,76 513,33 1.604,50 2.841,15
Tatanga 3,52 680,84 6,99 580,84 1.272,20
Tawaeli 46,66 527,93 759,32 3.038,20 3,74 4.375,85
Ulujadi 151,50 628,45 597,04 2.784,27 0,02 4.161,27
Total 656,88 7.496,95 3.228,78 24.286,28 3,76 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI
TAWAELI
TATANGA

PALU UTARA
PALU TIMUR

PALU SELATAN
PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 20% 40% 60% 80% 100%


SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.28. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Siklus Hara di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Fungsi pendukung siklus hara dapat dijaga dengan pemeliharaan kesuburan


tanah sebagai layanan pendukung untuk produksi makanan, kayu, serat, dan
bahan bakar. Hal ini juga diperlukan untuk proses ekologis seperti suksesi dan
stabilitas ekosistem. Dalam sistem yang dikelola secara intensif oleh manusia,
seperti sistem budidaya, kesuburan inheren ekosistem dilengkapi melalui

Laporan Akhir
107
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

pemupukan dan praktik manajemen, seperti penggunaan tanaman pengikat N,


percepatan proses mikroba melalui pengolahan tanah, dan penambahan bahan
organik yang cocok untuk tanah.

Gambar 4.29. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi

Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Pendukung Siklus Hara Kota Palu

Laporan Akhir
108
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.3.3. Jasa Pendukung Produksi Primer

Ekosistem memberikan jasa produksi primer berupa produksi oksigen dan


penyediaan habitat spesies. Produksi oksigen memberikan dukungan bagi seluruh
kehidupan makhluk. Tanpa adanya oksigen maka tidak akan ada kehidupan.
Ekosistem memberikan jasa penghasil oksigen sekaligus mengurangi kadar karbon
dioksida dan populasi udara di bumi. Produktivitas primer perairan adalah laju
penyimpanan energi radiasi matahari oleh organisme produsen dalam bentuk
organik melalui proses fotosintesis dimana organisme produsen yang dominan
(Odum, 1998 dalam Asriyana dan Yuliana, 2012).

Keberadaan vegetasi seperti hutan yang menyerap karbon dioksida untuk


pembuatan makanan (fotosintesis). Hasil dari fotosintesis adalah oksigen. Inilah
gas yang diperlukan makhluk hidup di bumi untuk beraktivitas dan
memungkinkan tumbuhnya banyak habitat spesies. Jasa produksi oksigen
bervariasi antar lokasi dan berhubungan erat dengan keberadaan vegetasi dan
hutan. Keadaan vegetasi hutan ditentukan pula oleh bentangan lahan atau
ekoregionnya (Mahdi, dkk., 2017).

Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan


alami di Kota Palu sebagai wilayah fungsi pendukung produksi primer sebesar
61,64 % dengan kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi dari total luas wilayah
Kota Palu, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang Gambaran
persentase fungsi pendukung produksi primer di Kota Palu dapat dilihat pada
gambar dan persentase fungsi pendukung produksi primer di Kecamatan lingkup
Kota Palu pada Gambar 4.30, Tabel 4.11 dan Gambar 4.31.

Laporan Akhir
109
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangat Rendah;
0,36% Rendah; 14,93%
Sangat Tinggi;
28,82%

Sedang;
23,07%

Tinggi; 32,82%

Gambar 4.30. Persentase Luas Status Kinerja Jasa Ekosistem Fungsi


Pendukung Produksi Primer di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Persebaran wilayah dengan daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi


pendukung produksi primer yang memiliki persentase tinggi dan sangat tinggi
pada umumnya berada di Kecamatan Mantikulore dan Kecamatan Ulujadi
(disajikan pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.31).

Tabel 4.11. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Siklus Hara Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).

Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Tinggi
Mantikulore 38,17 2.394,90 3.316,85 6.478,64 7.493,20 19.721,75
Palu Barat 17,91 395,83 107,36 91,01 4,00 616,10
Palu
1,15 967,82 292,67 741,95 55,73 2.059,31
Selatan
Palu Timur 8,36 425,00 110,50 68,67 12,50 625,02
Palu Utara 1,03 175,38 1.262,87 1.014,47 387,40 2.841,15
Tatanga 0,03 193,50 490,96 430,85 156,85 1.272,20
Tawaeli 9,61 205,40 1.411,98 1.931,34 817,53 4.375,85
Ulujadi 52,26 569,51 1.235,29 949,33 1.354,89 4.161,27
Jumlah 128,51 5.327,32 8.228,47 11.706,26 10.282,09 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
110
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.31. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Produksi Primer di Setiap Kecamatan Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Keberadaan fungsi produksi primer ini dipengaruhi dengan keberadaan


tutupan lahan alami hutan. Keberadaan tutupan lahan Kecamatan Ulujadi berupa
hutan lindung dan pada Kecamatan Mantikulore berupa keberadaan hutan
konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Selain itu beberapa kecamatan
yang di kota palu masih memiliki lahan pertanian dan perkebunan dapat berfungsi
sebagai jasa ekosistem pendukung produksi primer. Keberadaan tutupan lahan
tersebut sangat mendukung pemenuhan kebutuhan produktivitas primer kota
palu berupa kebutuhan air dan kebutuhan pangan. Adapun gambaran sebaran
jasa ekosistem fungsi pendukung produksi primer di Kota Palu, disajikan pada
peta di Gambar 4.32.

Laporan Akhir
111
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Gambar 4.32. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pendukung Produksi Primer Kota Palu

112
Sumber: Data Diolah Oleh Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Ada beberapa kondisi yang dapat berperan besar dalam penurunan kualitas
air yang diikuti dengan penurunan produktivitas primer yakni adanya aktivitas
penduduk dalam pemanfaatan lahan dan adanya alih fungsi lahan dan hutan
(Setiawan Dkk., 2015). Keberadaan kerusakan lahan dan lahan kritis yaitu adanya
alih fungsi lahan, terutama terkait dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS
seharusnya memiliki fungsi menampung, menyimpan, mengalirkan air hujan
secara alami. Jika DAS dialih fungsikan untuk keperluan industri, permukiman,
dan perkebunan besar, maka dapat mempercepat kelangkaan air dan
menyebabkan lahan pada DAS rentan kritis. Masalah yang dihadapi adanya
percepatan lahan kritis di Kota Palu antara lain: kemiskinan, keterbatasan
alternatif lapangan kerja, serta tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
pertanian lahan kering dan hewan ternak (Dinas Lingkungan Hidup, 2018).

Kondisi ini perlu menjadi perhatian pemerintah Kota Palu dan para
pemangku kepentingan dalam menjamin dan mempertahankan areal hutan dan
pertanian/perkebunan Kota Palu dan mencegah terjadinya alih fungsi lahan dan
hutan menjadi penggunaan lainnya. Melakukan pemberdayaan masyarakat petani
dan masyarakat yang berada sekitar kawasan hutan dalam pengelolaan hutan
lestari. Selain itu perlu melakukan pengawasan dan evaluasi izin pemanfaatan
dan penggunaan kawasan hutan di Kota Palu agar tidak terjadi kerusakan lahan
dan hutan.

4.3.4. Jasa Pendukung Biodiversitas

Ekosistem telah memberikan jasa keanekaragaman hayati (biodiversity) di


antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan
dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan
bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies,
antara spesies dan ekosistem yang menjadi habitat perkembangbiakan flora fauna.
Semakin tinggi karakter biodiversitas maka semakin tinggi fungsi dukungan
ekosistem terhadap per kehidupan.

Laporan Akhir
113
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Keberadaan lahan dalam menjamin keberadaan keanekaragaman hayati di


Kota Palu masih tergolong tinggi, karena Kota Palu mempunyai luasan hutan yang
cukup atau tidak kekurangan hutan. Berdasarkan fungsinya, hutan di Kota Palu
dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu : Hutan lindung seluas 6.670,75 Ha,
hutan produksi seluas 4.442,64 Ha. Selain itu juga terdapat hutan konservasi
yang berupa Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) seluas
5.043 ha dan Taman Hutan Raya (TAHURA) seluas 5.015,59 Ha serta Kawasan
Lindung Lainnya (Kawasan Mangrove), 3.02 Ha.

Menurut dari penelitian Vikar, Kartono dan Mulyani (2020), bahwa


terdapat beberapa keberadaan tanaman dan hewan berada di kawasan hutan
kota, Taman Hutan Raya Sulawesi Tengah, dan ruang terbuka hijau yang berada
di Kota Palu. Adapun gambaran jenis tanaman (pohon) dan hewan dalam
penelitian tersebut adalah:

a. Hutan Kota Palu

Hutan Kota Palu termasuk kawasan RTH Kota Palu yang terdapat di
Kecamatan Palu Timur bertujuan sebagai zona konservasi, pendidikan dan
pemberdayaan ekonomi lokal masyarakat. Hutan Kota Palu memiliki luas 4,0
ha, berada pada areal dengan ketinggian sekitar 57 mdpl, di areal Hutan Kota
Palu terdapat tiga jenis pohon yang termasuk ke dalam tiga famili, yakni
akasia (Acacia greggi), johar (Senna siamea), dan gamal (Gliricidia sepium).
Keanekaragaman vegetasi di Hutan Kota Palu tergolong rendah, yakni dengan
nilai indeks Shannon sebesar H'=0,51. Namun demikian berdasarkan strata
tajuk pohon maka di Hutan Kota ini memiliki strata yang lengkap, yakni dari
tingkat E hingga tingkat stratum A. Tinggi pohon di areal Hutan Kota Palu
berkisar antara 5–10 m. Akasia (A. greggi) merupakan salah satu jenis pohon
yang termasuk dalam stratum B dengan tinggi pohon 10 m.

b. Taman Hutan Raya (Tahura) Sulawesi Tengah

Tahura Sulawesi Tengah yang berada sekitar Kota Palu memiliki


ketinggian tempat sekitar 396 mdpl, di RTH ini ditemukan lima jenis vegetasi

Laporan Akhir
114
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

tingkat pohon, yakni: kemiri (Aleurites moluccanus), johar (S. siamea),


malapoga (Cauropita guianensis), benoa (Octomeles sumatrana), dan gersen
(Muntingia calabura). Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan menurut
Shannon di Tahura Sulawesi Tengah ini tergolong sedang, yakni H'=2,51.
Stratifikasi tajuk vegetasi tergolong lengkap, yakni terdapat lima strata tajuk
dari stratum E hingga stratum A. Tinggi pohon berkisar antara 17–35 m.
Malapoga (C. guianensis) dan kemiri (A. moluccanus) merupakan salah satu
jenis pohon yang termasuk dalam stratum A dengan tinggi pohon maksimum
35 m.

c. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Taman Kota Palu Selatan pengelolaannya berada di bawah Pemerintah


Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. RTH ini memiliki ketinggian 101 mdpl.
Kekayaan jenis tumbuhan pada tingkat pohon di RTH Taman Kota Palu
Selatan tergolong rendah. Namun demikian, berdasarkan komposisi taksa
tumbuhan maka RTH ini relatif lebih lengkap karena terdiri atas rerumputan,
epifit, semak belukar dan tanaman hias. Jenis vegetasi tanaman hias yang
dominan adalah bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea).

Taman Kota Palu Timur memiliki dengan ketinggian sekitar 2,5 mdpl.
Vegetasi yang menyusun stratifikasi tajuk RTH Taman Kota Palu Timur terdiri
atas empat jenis tumbuhan, yakni angsana (Pterocarpus indicus), beringin
(Ficus benjamina), palem (Arecaceae), dan asam (Tamarindus indica). Tinggi
pohon berkisar antara 7–26 m. Angsana (P. indicus) merupakan spesies pohon
yang termasuk dalam strata A dengan tinggi terbesar mencapai 26 m.

Taman Kota Palu Barat memiliki ketinggian tempat sekitar 3 mdpl,


nilai Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan tergolong rendah, yakni hanya
mencapai H'=0,25. Stratifikasi tajuk di RTH Taman Kota Palu Barat terdapat
lima strata tajuk yaitu stratum E hingga stratum A. Tinggi pohon berkisar
antara 11–24 m. Cemara udang (Casuarina equisetifolia) dan Trembesi

Laporan Akhir
115
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

(Samanea saman) merupakan jenis pohon yang termasuk dalam stratum A


dengan tinggi pohon maskimum 24 m.

Sebanyak 58 jenis burung dari 31 famili dijumpai selama penelitian.


Famili columbidae merupakan famili dengan anggota terbanyak sembilan jenis
(15,5%). Indeks kekayaan jenis tertinggi dan keanekaragaman tertinggi
dijumpai di Tahura Sulawesi Tengah (DMg = 9,94 : H' = 2,62), dan indeks
kemerataan tertinggi diperoleh di Hutan Kota Palu (E = 0,79). Indeks
kekayaan jenis terendah didapatkan di Taman Kota Palu Timur (DMg = 4,59)
dan indeks keanekaragaman terendah didapatkan di Taman Kota Palu Selatan
yang juga memiliki indeks kemerataan terendah (H'= 1,97 : E = 0,60).

Keanekaragaman jenis burung yang ditemukan di RTH Tahura


Sulawesi tengah memiliki jumlah jenis yang tinggi sehingga nilai
keanekaragaman di area ini cukup tinggi. Sesuai nilai indek keanekaragaman
burung di RTH Tahura menurut Shannon yaitu H'=2,62 dan keanekaragaman
tumbuhan H'=2,51. Kondisi tersebut dapat diasumsikan karena ketersediaan
sumber hidup seperti pakan, tempat berlindung dan berkembang biak yang
cukup bagi spesies-spesies burung yang ditemukan di area ini. Tingginya
keanekaragaman jenis burung pada RTH, disebabkan oleh faktor ketersediaan
makanan dan kompleksitas vegetasi.

Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan


alami di Kota Palu sebagai fungsi pendukung biodiversitas dengan kinerja tinggi
hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas 74,65 % dari total luas wilayah Kota,
sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang. Adapun gambaran
persentase daya dukung berbasis jasa ekosistem pendukung biodiversitas di Kota
Palu sebagaimana disajikan pada Gambar 4.33.

Laporan Akhir
116
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangat Rendah;
0,45%

Rendah; 21,81%
Sangat Tinggi;
28,10%

Sedang; 3,09%

Tinggi; 46,55%

Gambar 4.33. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Biodiversitas di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Persebaran wilayah dengan daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi


pendukung biodiversitas yang memiliki persentase tinggi dan sangat tinggi pada
umumnya berada di Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan
Tawaeli dan Kecamatan Palu Utara. Keberadaan hutan hutan konservasi, hutan
lindung dan hutan produksi pada ketiga kecamatan tersebut membuat daya
dukung berbasis jasa ekosistem fungsi pendukung biodiversitas masih tergolong
baik. Sementara untuk kecamatan yang memiliki berbasis jasa ekosistem fungsi
pendukung biodiversitas berkategori sangat rendah, rendah dan sedang berada 4
wilayah kecamatan yakni Tatanga, Palu Barat, Palu Timur dan Palu Selatan.
Menurut hasil penelitian Vikar, Kartono dan Mulyani (2020), bahwa ketiga
kecamatan tersebut keberadaan penunjang biodiversitas masih tergolong rendah.
Adapun gambaran distribusi daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi
pendukung biodiversitas di Kota Palu, disajikan pada Tabel 4.12 dan Gambar
4.34.

Laporan Akhir
117
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.12. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pendukung Biodiversitas Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (ha).

Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Kecamatan Rendah Tinggi Jumlah
Ha Ha Ha Ha Ha
Mantikulore 26,87 2.979,00 257,15 8.877,74 7.580,99 19.721,75
Palu Barat 18,99 493,04 12,99 61,75 29,33 616,10

Palu Selatan 1,34 1.239,08 104,01 280,43 434,46 2.059,31


Palu Timur 8,96 523,11 12,52 27,84 52,59 625,02

Palu Utara 0,16 688,36 192,03 1.441,29 519,31 2.841,15

Tatanga 3,52 661,24 147,31 297,07 163,06 1.272,20

Tawaeli 7,80 510,06 267,95 2.490,96 1.099,09 4.375,85


Ulujadi 93,08 685,74 107,17 3.129,35 145,93 4.161,27

Jumlah 160,72 7.779,62 1.101,12 16.606,43 10.024,76 35.672,66


Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.34. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pendukung Biodiversitas Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
118
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Menurut Dewi et al. (2007) habitat yang memiliki jenis vegetasi yang
beragam akan menyediakan berbagai jenis keanekaragaman hayati akan lebih
banyak. Faradila dan Sjarmidi (2012) menyatakan bahwa kekayaan spesies
burung akan semakin tinggi apabila habitat semakin berhutan, dan sebaliknya
kekayaan spesies burung akan semakin rendah apabila habitat semakin terbuka.
Rendahnya kekayaan spesies burung di lokasi ini, diduga karena adanya ancaman
yang tinggi terhadap kehidupannya. Kekayaan jenis yang rendah juga disebabkan
oleh respons burung terhadap habitat yang di tempati. Kerapatan bangunan di
lokasi RTH akan menurunkan kekayaan jenis burung di habitat tersebut dan
sebaliknya semakin berkurang bangunan di area tersebut maka kekayaan jenis
burung akan meningkat. Karakteristik dan kondisi habitat akan mempengaruhi
perbedaan dalam kehadiran dan jumlah individu spesies burung tersebut terhadap
habitatnya (Vikar, Kartono dan Mulyani, 2020). Adapun gambaran sebaran jasa
ekosistem fungsi pendukung biodiversitas di Kota Palu, disajikan pada peta di
Gambar 4.35

Selain itu adanya kerusakan kawasan hutan dan lahan seperti alih fungsi
lahan, perambahan hutan dan kebakaran hutan, kerusakan Mangrove dan
terumbu karang akibat aktivitas manusia. Adanya pertambangan yang tidak sesuai
pengelolaan lingkungan hidup. Kondisi permasalahan seperti ini dapat
menurunkan jasa ekosistem pendukung biodiversitas di Kota Palu. Menurut
IKPLHD Tahun 2018, bahwa hasil arahan rekomendasi kajian lahan kritis di Kota
Palu diprioritaskan pada kawasan lindung (kawasan hutan lindung dan kawasan
perlindungan setempat) dan kawasan hutan produksi (tetap dan terbatas) dengan
tingkat kekritisan lahan mulai dari “sangat kritis” hingga “agak kritis”. Kegiatan
rehabilitasi lahan secara umum adalah, kegiatan konservasi vegetatif melalui
kegiatan reboisasi, penghijauan, pengayaan jenis tanaman untuk memperbaiki
kesuburan tanah, konservasi sipil teknis melalui pembuatan bangunan dam
pengendali, dam penahan, terasering, saluran pembuangan air, sumur resapan,
embung, dan biopori untuk pencegahan erosi dan sedimentasi.

Laporan Akhir
119
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Gambar 4.35. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pendukung

120
Biodiversitas Kota Palu
Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4. Jasa Ekosistem Fungsi Pengatur

4.4.1. Jasa Pengaturan Iklim

Fungsi operasional dari jasa ekosistem ini adalah untuk Pengaturan suhu,
kelembaban dan hujan, pengendalian gas rumah kaca dan karbon serta melihat
pengaruh ekosistem terhadap iklim lokal dan global melalui tutupan lahan dan
proses yang dimediasi secara biologis. Secara alamiah ekosistem memiliki fungsi
jasa pengaturan iklim, yang meliputi pengaturan suhu, kelembaban dan hujan,
angin, pengendalian gas rumah kaca & penyerapan karbon. Fungsi pengaturan
iklim dipengaruhi oleh keberadaan faktor biotik khususnya vegetasi, letak dan
faktor fisiografis seperti ketinggian tempat dan bentuk lahan. Kawasan dengan
kepadatan vegetasi yang rapat dan letak ketinggian yang besar seperti
pegunungan akan memiliki sistem pengaturan iklim yang lebih baik yang
bermanfaat langsung pada pengurangan emisi karbon dioksida dan efek rumah
kaca serta menurunkan dampak pemanasan global seperti peningkatan
permukaan laut dan perubahan iklim ekstrem dan gelombang panas.

Kota Palu memiliki karakter klimatologi yang spesifik karena Kota Palu
tidak dapat digolongkan daerah musim atau biasa disebut Non-zona Musim.
Kondisi iklim Kota Palu dari tahun ke tahun selama 5 tahun terakhir cukup stabil,
namun pada Tahun 2016 sedikit mengalami perubahan yang cukup berarti.
Perubahan yang cukup besar terjadi pada perubahan curah hujan. Curah hujan
terus mengalami penurunan setiap tahunnya, dari rata-rata 71,8 mm pada Tahun
2011 menjadi rata-rata 41,06 pada Tahun 2016 (DLH, 2019).

Berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang mempunyai dua


musim, Kota Palu memiliki karakteristik spesifik, dikarenakan Kota Palu tidak
dapat digolongkan sebagai daerah musim atau disebut Non Zona Musim. Suhu
udara di Kota Palu selama lima tahun terakhir sedikit mengalami peningkatan,
dari rata-rata 27,6°C Pada Tahun 2012 menjadi 28,37°C pada Tahun 2017 (BPS,
2018) dan Tahun 2018, suhu udara maksimum tercatat pada Stasiun Udara
Mutiara Palu adalah 33,9°C (BPS, 2019).. Kelembaban udara mengalami

Laporan Akhir
121
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

penurunan, dimana pada Tahun 2012 rata-rata 76,1% menjadi 72,51% pada
Tahun 2016. Kecepatan angin terus mengalami peningkatan, dimana pada Tahun
2011 rata-rata 3,00 knots menjadi 4,53 knots pada Tahun 2017. Arah angin di
Kota Palu selama lima tahun terakhir umumnya bertiup dari arah Barat Laut
kecuali pada Tahun 2013 angin bertiup umumnya dari arah Utara (DLH, 2019).

Berdasarkan hasil distribusi kajian daya dukung berbasis jasa ekosistem,


kemampuan lingkungan alami di Kota Palu yang berkontribusi dalam pengaturan
iklim dengan kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas 63,13%
dari total luas wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai
sedang. Adapun gambaran persentase daya dukung berbasis jasa ekosistem
pengatur iklim di Kota Palu sebagaimana disajikan pada Gambar 4.36.

Rendah; 12,01%

Sangat Tinggi; 30,03%

Sedang; 24,86%

Tinggi; 33,10%

Gambar 4.36. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Iklim di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Jasa ekosistem pengaturan iklim adalah juga jasa lingkungan yang sangat
penting untuk mengendalikan iklim mikro suatu wilayah. Wilayah yang
lingkungan hidupnya rusak akan mengalami peningkatan suhu, kelembaban

Laporan Akhir
122
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

udara yang tidak baik. Optimalisasi daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup memasukkan jasa pengaturan iklim sebagai salah satu indikatornya.
Persebaran wilayah dengan daya dukung jasa ekosistem pengatur iklim yang
tinggi dan sangat tinggi berada di Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Ulujadi,
Kecamatan Tawaeli, Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Tatanga. Pada
keenam kecamatan ini, tutupan lahan hutan lahan kering primer, hutan lahan
kering sekunder dan perkebunan campuran berada sebagian besarnya, sehingga
jasa pengaturan iklim menjadi sangat tinggi dan tinggi pada wilayah ini.
Sementara untuk ketiga kecamatan yakni Palu Barat, Palu Timur dan Palu selatan
masuk kategori yang rendah dan sedang dalam daya dukung jasa ekosistem
pengaturan iklim. Adapun gambaran distribusi daya dukung berbasis jasa
ekosistem fungsi pengaturan iklim di Kota Palu, disajikan pada Tabel 4.13 dan
Gambar 4.37

Tabel 4.13. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Iklim Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu (Ha).

Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Tinggi
Mantikulore 1.449,65 3.541,26 6.965,94 7.764,90 19.721,75
Palu Barat 428,59 118,70 53,88 14,94 616,10
Palu Selatan 1.124,86 298,55 626,41 9,49 2.059,31
Palu Timur 540,28 29,31 55,35 0,08 625,02
Palu Utara 95,00 1.516,40 843,09 386,67 2.841,15
Tatanga 86,51 652,33 306,85 226,50 1.272,20
Tawaeli 122,83 1.736,66 1.703,62 812,74 4.375,85
Ulujadi 436,33 974,98 1.252,21 1.497,75 4.161,27
Jumlah 4.284,07 8.868,18 11.807,33 10.713,08 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
123
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.37. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Iklim Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Sebarannya daya tampung jasa pengaturan iklim ini tertuang jelas dalam
Gambar 4.38. Bagian yang berwarna hijau tua dan hijau muda adalah wilayah
yang daya dukung dan daya tampungnya sangat tinggi dan tinggi. Daya dukung
yang sedemikian menyebarkan pada wilayah yang berada di Kota Palu. Wilayah-
wilayah tersebut terdapat ekoregion dominan perbukitan dan pegunungan
dengan tutupan lahan adalah hutan lahan kering primer dan sekunder. Bagian
yang rendah berwarna oranye terdapat pada bagian pusat perkotaan di Kota Palu.
Tutupan lahan berupa permukiman dengan ekoregion lembah antar perbukitan
memberikan daya tampung yang rendah dan sedang atas daya dukung jasa
pengaturan iklim ini.

Pengembangan suatu perkotaan akan berhubungan erat terhadap


terjadinya perubahan lingkungan hidup. Perubahan tersebut dapat berupa
kepadatan pendudukan, padatnya permukiman dengan bangunan-bangunan
rumah permanen, naiknya jumlah kendaraan bermotor sebagai alat transportasi,

Laporan Akhir
124
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

dan berkurangnya kawasan jalur hijau memberikan efek terhadap kerentanan


perubahan iklim perkotaan. Kerentanan didefinisikan sebagai kondisi yang
dipengaruhi oleh proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang dapat
meningkatkan risiko terhadap dampak bahaya (Herawati & Santoso, 2007).
Adapun perubahan iklim adalah situasi iklim global yang mengalami perubahan
akibat alam dan faktor antropogenik atau melalui intervensi manusia. Gejala
perubahan iklim menurut indikator klimatisasi teridentifikasi dalam skala global,
dan bisa jadi tidak teridentifikasi dalam skala lokal (Pawitan, 2010).

Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada


pengukuran keadaan rata-rata perubahan iklim di suatu tempat atau daerah
selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pedoman
Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim. Peraturan ini bertujuan untuk
memberikan pedoman bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyusun
aksi adaptasi perubahan iklim dan mengintegrasikan dalam rencana
pembangunan suatu wilayah dan/atau sektor spesifik. Kemampuan adaptasi
mengacu pada kemampuan suatu wilayah dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan iklim dengan cara mengetahui kemampuan setiap wilayah.

Adaptasi terhadap perubahan iklim terjadi baik di sistem manusia maupun


alam. Adaptasi dalam sistem manusia adalah “proses adaptasi terhadap iklim dan
dampaknya, baik yang telah berlangsung maupun yang diperkirakan akan terjadi,
untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi atau menggali peluang yang
bermanfaat.” (IPCC, 2012). Strategi pemerintah dalam mengoptimalkan daya
dukung jasa ekosistem pengaturan iklim adalah: (1) menghimpun/ melihat
lingkup ancaman yang ada saat ini/telah diketahui dalam perubahan iklim, (2)
evaluasi risiko perubahan iklim untuk memahami bagaimana perubahan iklim
mengubah sifat ancaman yang dihadapi, (3) menyusun Rencana Adaptasi
Perubahan Iklim, dan (4) pelaksanaan dan pemantauan rencana tersebut.

Laporan Akhir
125
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.38. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengaturan Iklim Kota Palu
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

126
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.2. Jasa Pengaturan Tata Air Dan Banjir

Jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir adalah jasa lingkungan
dalam menigkatkan peran bentang alam dan penutup lahan dalam infiltrasi air
dan pelepasan air secara berkala dalam siklus hidrologi. Siklus hidrologi
(hydrology cycle), adalah pergerakan air dalam hidrosfer yang meliputi proses
penguapan (evaporasi), pendinginan massa udara (kondensasi), hujan
(presipitasi), dan pengaliran (flow). Siklus hidrologi yang terjadi di atmosfer
meliputi terbentuknya awan hujan, terbentuknya hujan, dan evaporasi,
transpirasi, evapotranspirasi. Sedangkan siklus hidrologi yang terjadi di biosfer
dan litosfer yaitu ekosistem air yang meliputi aliran permukaan. ekosistem air
tawar, dan ekosistem air laut. Siklus hidrologi yang normal akan berdampak pada
pengaturan tata air yang baik untuk berbagai macam kepentingan seperti
penyimpanan air, pengendalian banjir, dan pemeliharaan ketersediaan air.
Pengaturan tata air dengan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh keberadaan
tutupan lahan dan fisiografi suatu kawasan.

Kondisi penggunaan lahan yang serba tak menentu akibat perubahan


tutupan lahan, pembalakan hutan (illegal logging) serta kondisi tanah (geologi)
yang labil sering disebut-sebut sebagai penurunan pengaturan tata air dan
penyebab terjadinya banjir (Martin, et. all, 2016).

Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan


alami di Kota Palu yang berkontribusi dalam pengaturan tata air dan banjir
dengan kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas 57,21 % dari
total luas wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang.
Adapun gambaran persentase daya dukung berbasis jasa ekosistem pengaturan
tata air dan banjir di Kota Palu sebagaimana disajikan pada Gambar 4.39 berikut.

Laporan Akhir
127
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangat Rendah;
Sangat Tinggi; 0,03%
0,20% Rendah; 6,51%

Sedang; 36,25%

Tinggi; 57,01%

Gambar 4.39. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Tata Air Dan Banjir di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Tingginya daya dukung berbasis jasa ekosistem pengaturan tata air dan
banjir ini disumbangkan oleh tutupan lahan yang sebagain besar adalah hutan
lahan kering primer dengan ekoregion berupa pegunungan dan perbukitan.
Persebaran wilayah dengan jasa ekosistem pengaturan tata air dan banjir yang
tinggi umumnya berada di Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Ulujadi,
Kecamatan Tawaeli, Kecamatan Palu Utara, Kecamatan Tatanga dan Kecamatan
Palu Selatan. Pada ketujuh kecamatan ini, memiliki daya tampung yang tinggi
karena ekoregion, lahan bervegatasi dan tutupan lahan berhutan dan kebun
campuran. Sementara Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat Sebagian
besar wilayahnya berkategori rendah dan sedang dalam daya dukung jasa
pengaturan tata air dan banjir. Adapun gambaran distribusi daya dukung berbasisi
jasa ekosistem fungsi pengaturan tata air dan banjir di Kota Palu, disajikan pada
Tabel 4.14 dan Gambar 4.40.

Kinerja jasa pengaturan pencegahan dan perlindungan tata air dan banjir
adalah bahwa ekosistem di dalamnya mengandung unsur pengaturan pada
infrastruktur alam untuk pencegahan dan perlindungan dari beberapa tipe

Laporan Akhir
128
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

bencana khususnya banjir. Tempat-tempat yang memiliki liputan vegetasi yang


rapat dapat mencegah areanya peningkatan aliran permukaan yang menyebabkan
banjir di hilir. Selain itu bentuk lahan secara spesifik berdampak langsung
terhadap sumber bencana, sebagai contoh banjir umumnya terjadi pada bentuk
lahan fluvial.

Tabel 4.14. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Tata Air Dan Banjir Berdasarkan Kecamatan di Kota
Palu (Ha).
Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Tinggi
Mantikulore 0,25 1.188,79 5.512,25 12.975,62 44,83 19.721,75
Palu Barat 3,05 107,13 406,60 98,35 0,96 616,10
Palu Selatan 0,23 221,14 1.040,73 792,03 5,17 2.059,31
Palu Timur 1,34 184,82 365,78 72,95 0,13 625,02
Palu Utara 68,93 1.503,48 1.264,29 4,45 2.841,15
Tatanga 0,00 45,55 641,01 581,16 4,47 1.272,20
Tawaeli 0,01 105,04 1.937,75 2.323,78 9,27 4.375,85
Ulujadi 4,26 399,96 1.525,00 2.228,56 3,49 4.161,27
Jumlah 9,15 2.321,37 12.932,61 20.336,76 72,77 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.40. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Tata Air Dan Banjir Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
129
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Terdapat 4 sungai besar yang harus diperhatikan untuk menjaga


kelestarian lingkungan yaitu Sungai Uentumpu, Sungai Amalak, Sungai Wera,dan
Sungai Ngolo sebagai potensi pengatur tata air untuk kebutuhan Kota Palu.
Permasalahan pengaturan tata air dan banjir di Kota Palu adalah adanya alih
fungsi lahan dan hutan, banyaknya sampah di saluran drainase yang menghambat
laju air sehingga air meluber ke jalan dan mengakibatkan genangan, Adanya
badan sungai yang dijadikan tempat tinggal

Keberadaan tutupan lahan hutan dan bervegatasi cukup berperan dalam


mengatur tata air dan banjir, peranan paling dominan dalam menjaga
keberlangsungan aliran sungai dari pada mengurangi debit puncak. Selain itu
keberadaan hutan berperan penting dalam mengurangi debit sedimen yang
mengalir ke sungai. Peranan terbesar dalam mengurangi kekuatan erosi pada
lahan hutan adalah tumbuhan tanaman bawah dan serasah, bukan tajuk vegetasi
tanaman besar. konversi tutupan lahan hutan menjadi tutupan penggunaan lahan
lain (kebun campuran atau ladang) akan menurunkan keberlangsungan aliran
pada musim kemarau dan dapat mengurangi pengaturan tata air dan terjadinya
banjir.

Arahan mitigasi untuk bahaya yakni sistem jaringan drainase yang baik
perlu diperhatikan pada setiap kawasan permukiman, begitu pun dengan kawasan
peruntukan lainnya. Perhutanan kembali (afforestation/reforestation) sebaiknya
dilaksanakan pada sub DAS yang berkontribusi buruk dalam menjaga tata air dan
proses sedimentasi pada DAS. Pengkonversian lahan hutan menjadi penggunaan
lahan lain perlu mempertahankan luasan optimal tutupan lahan hutan. Program
peningkatan efektifitas pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai upaya
terintegrasi pengendalian banjir. Review masterplan drainase kota dan
pengembangan sistem jaringan drainase kota secara berjenjang dan menerus serta
terintegrasi dengan sistem drainase alamiah kota

Laporan Akhir
130
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020

Gambar 4.41. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengaturan Tata Air
Jasa Ekosistem Kota Palu

131
Dan Banjir Kota Palu
Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.3. Jasa Perlindungan Pencegahan Bencana

Fungsi operasional dari jasa ekosistem ini adalah memberikan informasi


tentang Kapasitas Infrastruktur alam pencegahan dan perlindungan dari
kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai dan tsunami. Ekosistem,
didalamnya juga mengandung unsur pengaturan pada infrastruktur alam untuk
pencegahan dan perlindungan dari beberapa tipe bencana khususnya bencana
alam. Beberapa fungsi pencegahan bencana alam dari kebakaran lahan, erosi,
abrasi, longsor, badai dan tsunami berhubungan erat dengan keberadaan liputan
lahan dan bentuk lahan. Tempat-tempat yang memiliki liputan vegetasi yang
rapat dapat mencegah areanya dari bencana erosi, longsor, abrasi, dan tsunami.
Selain itu bentuk lahan secara spesifik berdampak langsung terhadap sumber
bencana, sebagai contoh bencana erosi dan longsor umumnya terjadi pada bentuk
lahan struktural dan denudasional dengan morfologi perbukitan.

Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan


alami di Kota Palu yang berkontribusi dalam pencegahan dan perlindungan dari
bencana dengan kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas
41,94% dari total luas wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah
sampai sedang seluas 58,06 % dari total luas wilayah. Adapun gambaran
persentase daya dukung berbasis jasa ekosistem perlindungan pencegahan
bencana di Kota Palu sebagaimana disajikan pada Gambar 4.42

Laporan Akhir
132
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Rendah; 20,11%
Sangat Tinggi;
29,17%

Tinggi; 12,77%

Sedang; 37,95%

Gambar 4.42. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengatur Perlindungan Pencegahan Bencana di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Daya tampung rendah ini dapat menyebabkan frekuensi bencana alam


tinggi bila terjadi tekanan dan atau perubahan eksternal, seperti angin kencang
dan curah hujan yang tinggi. Hal yang mengkhawatirkan lagi adalah pada
kawasan tersebut, tingkat kepadatan penduduk lebih tinggi dibanding kawasan
lainnya secara relatif. Persebaran wilayah dengan kinerja jasa ekosistem dalam
pencegahan dan perlindungan dari bencana yang masuk kategori tinggi umumnya
berada di Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Tawaeli,
Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Tatanga. Sementara Kecamatan Palu Barat,
Palu timur dan Palu selatan didominasi jasa perlindungan pencegahan bencana
berkategori rendah dan sedang. Adapun gambaran distribusi daya dukung
berbasisi jasa ekosistem fungsi pengatur perlindungan pencegahan bencana di
Kota Palu, disajikan pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.43.

Laporan Akhir
133
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.15. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengatur
Perlindungan Pencegahan Bencana Berdasarkan Kecamatan di Kota
Palu (Ha).
Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Tinggi
Mantikulore 2.753,64 8.568,34 856,51 7.543,26 19.721,75
Palu Barat 420,52 134,03 44,47 17,08 616,10
Palu Selatan 1.106,20 294,26 648,53 10,32 2.059,31
Palu Timur 530,83 27,33 63,90 2,96 625,02
Palu Utara 793,27 883,54 768,59 395,75 2.841,15
Tatanga 77,10 664,88 290,24 239,98 1.272,20
Tawaeli 1.125,53 1.165,68 1.356,44 728,19 4.375,85
Ulujadi 368,12 1.799,05 527,16 1.466,94 4.161,27
Jumlah 7.175,23 13.537,10 4.555,85 10.404,48 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.43. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pengatur Perlindungan Pencegahan Bencana Berdasarkan Kecamatan di
Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Sebarannya daya tampung berbasis jasa ekosistem perlindungan


pencegahan bencana ini tertuang jelas dalam Gambar 4.44. Bagian yang
berwarna hijau tua dan hijau muda adalah wilayah yang daya dukung dan daya

Laporan Akhir
134
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

tampungnya sangat tinggi dan tinggi. Sementara bagian berwarna merah


(berkategori sangat rendah), oranye (berkategori rendah) dan kuning
(berkategori sedang) tersebar pada semua wilayah kecamatan di Kota Palu.
Kondisi ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah kota palu dalam
penanggulangan bencana.

Potensi dan permasalahan di Kota Palu dalam kebencanaan adalah


keberadaan daerah bantaran sungai perlu mendapatkan perhatian khusus untuk
perencanaan. Maraknya pembangunan Ruko di Kawasan Pesisir. Sepanjang
pesisir pantai merupakan daerah rawan bencana tsunami tinggi. Sebagian besar
wilayah merupakan kawasan yang mempunyai tingkat kerawanan likuefaksi
tinggi dan sedang. Keberadaan sesar aktif merupakan kawasan dengan tingkat
kerawanan gempa tinggi dan sedang. Banyaknya bangunan yang berdiri di lokasi
sesar aktif, mengakibatkan bangunan yang dilalui sesar mengalami kerusakan
yang cukup parah.

Salah satu yang mendasari bidang tata ruang perlu untuk melakukan
penataan kawasan adalah kondisi kerentanan fisik dan sebaran fasilitas umum
dan fasilitas krisis di area rawan bencana. Kota Palu dengan sebaran kerentanan
fisik, dan juga sebaran fasilitas umum dan kritis yang luas, harus menjadi sebuah
perhatian bagi sektor penataan ruang. Tujuan pengurangan risiko bencana
dengan cara pengelolaan kawasan menjadi permasalahan yang tidak sederhana
mengingat perkembangan Kota Palu eksisting sudah semakin padat. Namun
setidaknya kriteria umum arahan peraturan zonasi yang menjadi salah satu alat
yang dapat digunakan oleh bidang penataan ruang, dapat berkontribusi dalam
pengurangan risiko bencana di masa depan.

Laporan Akhir
135
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.44. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengatur
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Perlindungan Pencegahan Bencana Kota Palu

136
Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.4. Jasa Pengaturan Pemurnian Air

Kualitas air adalah tuntutan susulan setelah ketersediaannya terpenuhi. Ini


berkaitan erat dengan kompleksitas yang melekat dalam senyawa kimia baik
polutan alami maupun antropogenik. Dari perspektif manajemen, kualitas air
ditentukan oleh penggunaan akhir yang diinginkan. Air untuk rekreasi,
memancing, minum, dan habitat bagi organisme akuatik membutuhkan tingkat
kemurnian yang lebih tinggi, lebih dari itu, standar kualitas jauh lebih tidak
penting. Untuk alasan ini, kualitas air mengambil definisi luas sebagai
karakteristik fisik, kimia, dan biologis air yang diperlukan untuk mempertahankan
penggunaan air yang diinginkan (UN / ECE 1995).
Kimia air alami secara inheren sangat bervariasi atas ruang dan waktu
(Meybeck dan Helmer 1989; Meybeck 2003), dan biota akuatik disesuaikan
dengan variabilitas ini. Dengan tekanan tambahan dari aktivitas manusia, kondisi
biogeofisik perairan pedalaman ditambah variabilitasnya diubah dan sering kali
merugikan spesies air, sehingga membahayakan keberlanjutan ekosistem
perairan. Banyak faktor kimia, fisik, biologis, dan sosial mempengaruhi kualitas
air. Misalnya bahan organik; patogen, termasuk virus dalam aliran limbah dari
manusia dan hewan peliharaan; limpasan pertanian dan limbah manusia yang
sarat dengan nutrisi (seperti nitrat dan fosfat) yang menimbulkan eutrofikasi dan
tekanan oksigen di saluran air; salinisasi dari irigasi dan pengalihan air; logam
berat; polusi minyak; ribuan kimia organik yang direkayasa dan persisten, seperti
plastik dan pestisida, residu obat-obatan, dan hormon mimetik dan produk
sampingnya; polusi radioaktif; dan bahkan polusi termal dari pendinginan
industri dan operasi reservoir.
Selain itu, terlepas dari perbaikan penting dalam metodologi analitis (UN /
ECE 1995; Meybeck 2002), kapasitas untuk secara operasional memantau tren
kualitas air kontemporer bahkan lebih terbatas daripada memantau kuantitas fisik
air. Dalam hal cakupan spasial, frekuensi, dan durasi pemantauan, data yang saat
ini tersedia untuk penilaian skala global dan regional yang tidak sempurna dan

Laporan Akhir
137
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

mengarah pada informasi yang terlalu disederhanakan dan terkadang


menyesatkan.
Kelimpahan data umumnya dikaitkan dengan tingkat perkembangan
ekonomi, dimana negara-negara industri menunjukkan tingkat ketersediaan data
yang lebih tinggi, sementara kualitas air di negara-negara berkembang kurang
terpantau dengan baik. Masalah komparabilitas data merupakan kendala lain
pada kegunaan data kualitas air. Protokol ter standarisasi, dalam hal frekuensi
pengambilan sampel, distribusi spasial dari jaringan pengambilan sampel, dan
analisis kimia, masih belum ada untuk memastikan produksi set data yang
sebanding yang dikumpulkan di belahan dunia yang berbeda. Pemantauan
pasokan air tanah lebih problematik (Meybeck 2003; Foster dan Chilton 2003);
karena air tanah tersembunyi dari pandangan, banyak masalah pencemaran dan
kontaminasi yang mempengaruhi persediaan lebih sulit untuk dideteksi.
Pemurnian air berbasis ekosistem dapat dianggap sebagai layanan pemurnian,
yang sangat bergantung pada jenis dan jumlah polutan yang terpapar ke badan
air baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui perkolasi
melalui tanah (mengalir kemudian ke badan air). Dimulai dari definisinya dalam
sistem klasifikasi saat ini, deskripsi pemurnian air berbasis ekosistem akan
berfokus pada polutan, proses, dan ekosistem yang terlibat (La Notte et al. 2019a).
Layanan ekosistem pemurnian air mengacu pada menghilangkan polutan dari
air yang dimediasi oleh mikroorganisme, ganggang dan tanaman dan proses
ekosistem lainnya seperti filtrasi, penyerapan dan penyimpanan. Dalam
Millennium Ecosystem Assessment (MEA 2005) pemurnian air dan pengolahan
limbah dianggap sebagai manfaat yang diperoleh dengan mengatur proses
ekosistem, yang berkontribusi pada kesejahteraan manusia dengan mengamankan
akses ketersediaan air bersih. Layanan ini tergantung pada kapasitas pemurnian
intrinsik ekosistem, yang menyaring dan mengurai limbah yang dimasukkan ke
perairan darat, pesisir, dan ekosistem laut. Dalam kerangka kerja Economics of
Ecosystems and Biodiversity (TEEB 2010), layanan ini sebagian besar
diklasifikasikan dalam kelas pengolahan air limbah, yang mengacu pada kapasitas

Laporan Akhir
138
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

mikroorganisme tanah dan lahan basah untuk mendetoksifikasi polutan dan


mengurai limbah. Layanan pemurnian air merupakan salah satu layanan
pengaturan dan pemeliharaan (biotik), yang dikelompokkan dalam kelompok
Mediasi limbah atau zat beracun asal antropogenik oleh proses kehidupan dan
kondisi Air.
Layanan pemurnian air dikaitkan dengan kebutuhan kualitas air untuk
kesejahteraan manusia dan kesehatan ekosistem. Persyaratan kualitas air pada
umumnya ditentukan menurut penggunaan air tertentu, seperti minum, pasokan
domestik, kegiatan rekreasi, akuakultur, irigasi, peternakan, pendinginan industri,
dll. Standar kualitas air yang memadai juga diperlukan untuk menjaga habitat
alami dan keanekaragaman hayati ekosistem perairan dan mempertahankan
kehidupan akuatik. Elemen-elemen yang merusak kualitas air dapat
mempengaruhi karakteristik mikrobiologisnya, seperti patogen dan coliform, atau
mengubah komposisi kimianya. Sedimen, nutrisi, bahan organik dan logam,
secara alami ada dalam media air, tetapi kelebihannya, karena praktik pertanian
atau limbah rumah tangga dan industri manusia, dapat sangat mempengaruhi
lingkungan perairan. Demikian pula, bahan kimia buatan manusia, seperti
senyawa sintetis, plastik, pestisida, dan obat-obatan, yang pernah dibuang di
perairan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia dan ekosistem.
Jasa ekosistem fungsi pengaturan pemurnian air dalam konteks ekosistem
Kota Palu menunjukkan potensi kelas rendah dan sedang yang lebih dominan
(64,16%). Kemampuan Kota Palu secara alami menyediakan fungsi pengaturan
pemurnian air yang tinggi dan sangat tinggi hanya berkisar 35,84%. Potensi ini
tentu saja menghawatirkan untuk jangka waktu yang panjang jika tidak
ditindaklanjuti dengan kebijakan pemerintah dalam menjaga pemurnian air di
Kota Palu. Potensi jasa ekosistem fungsi pengatur pemurnian air disajikan pada
Gambar 4.45.

Laporan Akhir
139
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangat Tinggi; Sangat Rendah; 3,40%


24,57%

Rendah;
31,15%

Tinggi;
11,22%

Sedang;
29,65%

Gambar 4.45. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pemurnian Air di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Persebaran wilayah dengan daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi


pengaturan pemurnian air yang masuk kategori tinggi umumnya berada di
Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Ulujadi dan Kecamatan Tawaeli. Daya
dukung saat tinggi atas jasa pengaturan pemurnian air berada pada ekoregion
yang dominan pegunungan, perbukitan dengan tutupan lahan dominan adalah
hutan lahan kering primer. Lokasi kedua kecamatan ini sekaligus wilayah
tangkapan air pada sub DAS yang menghasilkan dan mengalirkan air bersih untuk
wilayah Kota Palu. Sementara beberapa kecamatan lainnya didominasi
berkategori rendah sampai sedang. Wilayah dengan tutupan lahan pemukiman
dan lahan pertanian, daya tampung pemurnian air ini adalah rendah dan sangat
rendah. Padahal kebutuhan air bersih banyak dibutuhkan pada wilayah tersebut.
Adapun gambaran distribusi daya dukung berbasisi jasa ekosistem pengaturan
pemurnian air di Kota Palu, disajikan pada Tabel 4.16, Gambar 4.46 dan peta
sebaran daya dukung disajikan pada Gambar 4.47.

Laporan Akhir
140
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.16. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pemurnian Air Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu
(Ha).

Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Tinggi
Mantikulore 984,52 3.660,91 7.161,76 832,98 7.081,57 19.721,75
Palu Barat 4,68 509,80 55,77 45,85 616,10
Palu Selatan 0,33 1.244,35 358,61 456,02 2.059,31
Palu Timur 1,91 530,89 34,28 57,94 625,02
Palu Utara 87,44 1.484,92 746,93 521,86 2.841,15
Tatanga 0,00 664,76 316,33 291,11 1.272,20
Tawaeli 114,81 1.677,64 1.012,50 1.122,14 448,75 4.375,85
Ulujadi 20,36 1.339,06 891,11 675,71 1.235,02 4.161,27
Jumlah 1.214,06 11.112,35 10.577,30 4.003,61 8.765,34 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.46. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pemurnian Air Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Berbagai proses berkontribusi pada penjernihan air, tergantung pada jenis


polutan dan ekosistem yang terlibat. Pemurnian air dapat terjadi di tanah, air
tanah, lahan basah, sungai, danau, muara, dan di lingkungan pesisir dan laut.

Laporan Akhir
141
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Memang, di daerah aliran sungai nasib polutan tergantung pada proses


transportasi dan transformasi yang terkait dengan siklus air hidrologi. Dalam
tanah, bahan kimia yang larut dalam air dan bahan organik dapat terurai oleh
jamur dan bakteri. Vegetasi di hutan, padang rumput alami, dan lahan basah
memiliki peran penting untuk memperlambat pergerakan air, sehingga
mendukung proses biologis. Logam, sedimen dan bahan kimia disaring dan
diadsorpsi oleh partikel tanah di lahan basah dan daerah tepi sungai. Beberapa
tanaman dan makrofit juga memiliki kapasitas untuk menyerap senyawa beracun,
meningkatkan kualitas air. Patogen terdegradasi oleh mikroorganisme di tanah
dan air tanah. Nutrisi (nitrogen dan fosfor) dapat dikurangi dengan penyerapan
ganggang dan tanaman di ekosistem air dan lahan basah. Secara khusus nitrogen
juga hilang ke atmosfer oleh proses denitrifikasi yang dioperasikan oleh bakteri
dalam kondisi anoksik (Saunders dan Kalff, 2001), yang dapat terjadi di tanah,
lahan basah, air tanah, zona hyporheic, daerah riparian, dan di sedimen dan di
kolom air danau, muara dan sungai besar (Seitzinger et al. 2006).
Dengan demikian layanan pemurnian air mempengaruhi sumber dan jenis
polusi yang berbeda, melibatkan beberapa proses pemindahan kimiawi dan
biologis, dan dapat terjadi di ekosistem perairan dan darat. Aspek-aspek ini
menjelaskan kompleksitas dalam mengukur layanan ini. Selain itu, relevansi dan
jenis polusi berbeda sesuai dengan fitur geomorfologi lokal dan dalam kaitannya
dengan sektor ekonomi umum yang berbeda di daerah tersebut. Misalnya, polusi
nitrogen dan eutrofikasi perairan menjadi perhatian besar di negara-negara
industri, di mana pertaniannya intensif dan limbah domestik dan air minum
umumnya menerima perawatan yang memadai, sementara patogen dan coliform
menjadi perhatian utama di negara-negara dengan fasilitas pengolahan limbah
yang buruk, infrastruktur sanitasi lainnya atau pabrik pengolahan air minum, dan
kontaminasi dari logam atau bahan kimia tertentu dapat relevan di daerah
perkotaan dan industri.

Laporan Akhir
142
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.47. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengaturan
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Pemurnian Air Kota Palu

143
Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.5. Jasa Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah

Fungsi operasional dari jasa ekosistem ini adalah memberikan informasi


tentang Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan menyerap limbah dan
sampah. Dalam kapasitas yang terbatas, ekosistem memiliki kemampuan untuk
menetralisir zat organik yang ada dalam air limbah. Alam menyediakan berbagai
macam mikroba (aerob) yang mampu menguraikan zat organik yang terdapat
dalam limbah dan sampah menjadi zat anorganik yang stabil dan tidak
memberikan dampak pencemaran bagi lingkungan. Mikroba aerob yang
disediakan ekosistem dan berperan dalam proses menetralisir, mengurai dan
menyerap limbah dan sampah diantarnya bakteri, jamur, protozoa, ganggang.

Berdasarkan data dari BPS Kota Palu pada buku Kota Palu Dalam Angka
2018 diketahui total jumlah industri di Kota Palu sebanyak 3.419 Kegiatan
industri menghasilkan buangan limbah cair yang berpotensi mencemari
lingkungan salah satunya media air. Selain usaha industri, pencemaran air juga
bersumber dari limbah rumah tangga yang dihasilkan oleh penduduk Kota Palu,
baik itu limbah cair maupun padat berupa sampah (DLH Kota Palu, 2018).
Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan alami di
Kota Palu yang berkontribusi dalam pengolahan dan penguraian limbah dengan
kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas 66,98 % dari total luas
wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang. Adapun
gambaran persentase daya dukung berbasis jasa ekosistem pengaturan
pengolahan dan pengurai limbah di Kota Palu sebagaimana disajikan pada
Gambar 4.8.

Laporan Akhir
144
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Rendah; 3,40%

Sangat Tinggi;
31,26%
Sedang; 29,61%

Tinggi; 35,72%

Gambar 4.48. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Persebaran wilayah dengan daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi


pengatur pengolahan dan penguraian limbah yang masuk kategori tinggi
umumnya berada di Kecamatan Mantikulore dan Kecamatan Ulujadi. Daya
dukung berbasis jasa ekosistem fungsi pengatur pengolahan dan penguraian
limbah di Kecamatan Tawaeli, Palu Utara dan Tatanga berkategori sedang dan
rendah. Sementara Kecamatan Palu Barat, Palu Timur dan Palu Selatan memiliki
daya dukung berbasis jasa ekosistem didominasi kategori rendah. Adapun
gambaran distribusi daya dukung berbasisi jasa ekosistem fungsi pengaturan
pengolahan dan pengurai limbah di Kota Palu, disajikan pada Tabel 4.17 dan
Gambar 4.49

Hasil pengujian pada pengambilan sampel di lokasi sungai palu, pada titik
lokasi pantau sungai Pondoh Poboya, Sungai Jembatan I Gajah Mada, Sungai
Jembatan Gantung Nunu, Sungai Jembatan IV Ponulele didapatkan nilai yang
sama yaitu < 0,01 mg/L masih jauh di bawah baku mutu. Berdasarkan hasil
pengukuran pada Sungai Palu dan Sungai Pondoh Poboya didapatkan kandungan
sulfat pada titik lokasi pemantauan dengan nilai yang terendah pada lokasi

Laporan Akhir
145
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

sampling di sungai Pondoh Poboya titik III yaitu 40,0 mg/L dan yang tertinggi
pada sungai Pondoh Poboya titik I yaitu 60,0 mg/L (DLH Kota Palu, 2018).

Tabel 4.17. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu (Ha).
Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah
Mantikulore 984,52 3.691,03 7.229,57 7.816,63 19.721,75
Palu Barat 4,68 507,35 86,10 17,98 616,10
Palu Selatan 0,33 1.240,09 802,83 16,06 2.059,31
Palu Timur 1,91 530,16 89,68 3,28 625,02
Palu Utara 87,44 1.485,40 842,65 425,66 2.841,15
Tatanga 0,00 664,76 363,21 244,22 1.272,20
Tawaeli 114,81 1.686,41 1.662,53 912,09 4.375,85
Ulujadi 20,36 758,46 1.666,61 1.715,84 4.161,27
Jumlah 1.214,06 10.563,66 12.743,17 11.151,77 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI

Gambar 4.49. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai Limbah Berdasarkan Kecamatan di
Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
146
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Palu menyebabkan meningkatnya


aktivitas yang ada sehingga membuat tingginya sisa usaha dan atau kegiatan
masyarakat maupun usaha. Usaha dan/atau kegiatan yang ada di Kota Palu yang
dapat menimbulkan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) antara lain a)
fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas dan apotek), b) Perusahaan Listrik
Negara (PLTD dan PLTU), c) bengkel mobil dan motor, d) hotel dan restoran.
Volume limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari sektor tidak bergerak antara
0,00011 s/d 0,18465 ton/hari (DLH Kota Palu, 2018).

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi daya dukung berbasis
jasa ekosistem fungsi pengatur pengolahan dan penguraian limbah dalam
pengolahan dan penguraian limbah terletak pada ekoregion Pegunungan
struktural, perbukitan struktural, dataran aluvial dan dataran fluvio. Keempat
ekoregion ini didominasi oleh tutupan lahan hutan dan lahan bervegetasi
sehingga aktivitas kegiatan manusia masih terbatas. Sebagian besar lahan yang
memiliki potensi rendah dalam pengolahan dan penguraian limbah terletak kaki
perbukitan denudasional, batu pasir dan batu lumpur serta tutupan lahan terbuka.
Kawasan rendah jasa fungsi pengatur pengolahan dan penguraian limbah rendah
lebih tersebar pada kawasan permukiman, industri dan kawasan jasa
perekonomian. limbah akibat aktivitas manusia adalah sumber utama di beberapa
wilayah dan sering kali merupakan sumber terbesar berarah ke sungai dan muara
perkotaan. Sebarannya daya tampung berbasis jasa ekosistem fungsi pengatur
pengolahan dan penguraian limbah di Kota Palu disajikan pada Gambar 4.50.

Optimalisasi fungsi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (3R) yang


dikelola masyarakat setempat, sebanyak 8 buah dan Kemitraan pengangkutan
sampah. TPST (3R); f. Pengelolaan Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Sampah
Kawatuna. Pengangkutan sampah dengan pola jalur kue lapis, yaitu berdasarkan
arah timur ke barat dan utara ke selatan. h. Peningkatan sarana persampahan;

Laporan Akhir
147
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.50. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengaturan
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

148
Pengolahan Dan Pengurai Limbah Kota Palu
Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.6. Jasa Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara

Kualitas udara yang baik merupakan salah satu manfaat yang diberikan
oleh ekosistem. Kualitas udara . sangat dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai
polutan udara dengan faktor -faktor meteorologis (angin, suhu, hujan, sinar
matahari) dan pemanfaatan ruang permukaan bumi. Semakin tinggi intensitas
pemanfaatan ruang, semakin dinamis kualitas udara. Jasa pemeliharaan kualitas
udara pada kawasan bervegetasi dan pada daerah bertopografi tinggi umumnya
lebih baik dibanding dengan daerah non vegetasi.

Suhu udara dapat mempengaruhi konnsentrasi bahan pencemar di udara


sesuai dengan cuaca tertentu. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin
renggang sehingga konsentrasi bahan pencemar menjadi rendah, sebaliknya pada
suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar
semakin meninggi. Suhu udara di Kota Palu di Kota Palu pada tahun 2018
berkisar antara 27,4– 28,7 C., dengan curah hujan berkisar antara 26,5-94,9 mm
(DLH Kota Palu, 2018). Sementara Tahun 2019 suhu udara di Kota Palu berkisar
0
antara 27,1 – 29,2 C, dan secara lengkap tersaji dalam grafik berikut ini (DLH
Kota Palu, 2019). Adapun gambaran suhu tahun 2019 disajikan pada gambar
berikut.

29,2
28,7 28,7
28,4 28,5
28,2 28,3 28,3
27,8 27,8
27,4
27,1
r
ri

ei

s
i

et

ril

li

r
ni

r
ar

be
be
be

be
tu
Ju
ua

Ju
ar

Ap
nu

us

m
em

to

m
br

M
Ja

se
ve
Ag

Ok
Fe

pt

De
No
Se

Suhu Udara Kota Palu Tahun 2019

Gambar 4.51. Suhu Udara Kota Palu Tahun 2019


Sumber : Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, 2020

Laporan Akhir
149
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan


alami di Kota Palu yang berkontribusi dalam pemeliharaan kualitas udara dengan
kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas 61,81 % dari total luas
wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang seluas
38,19% dari total luas wilayah. Adapun gambaran persentase daya dukung
berbasis jasa ekosistem fungsi pengaturan pemeliharaan kualitas udara di Kota
Palu sebagaimana disajikan pada Gambar 4.52.

Sangat Rendah; 3,64%

Sangat Tinggi; Rendah; 19,25%


29,40%

Sedang; 15,30%

Tinggi; 32,41%

Gambar 4.52. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Hasil pemantauan kualitas udara yang dilakukan pada 4 (empat) lokasi di


Kota Palu yaitu pada area transportasi, industri, pemukiman, dan perkantoran.
Hasil pemantauan kualitas udara menunjukkan kualitas udara (IKU) Kota Palu
88,0889 (sangat baik), hal tersebut di buktikan belum dilewatinya nilai ambang
batas masing-masing parameter yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Konsentrasi SO2 pada 4 lokasi tersebut berkisar antara
7,45 – 14,00 µg/Nm3, dan NO2 berkisar antara 2,63-16,04 µg/Nm3 (DLH Kota
Palu, 2019).

Laporan Akhir
150
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Persebaran wilayah dengan kinerja jasa ekosistem pemeliharaan kualitas


udara yang masuk kategori tinggi umumnya berada di Kecamatan Mantikulore
dan Kecamatan Ulujadi. Kedua kecamatan tersebut masih memiliki vegetasi dan
tutupan lahan hutan, kebun campuran yang memberikan kualitas udara yag baik.
Namun beberapa daerah di kedua kecamatan tersebut memiliki kualitas udara
yang tidak baik, karena adanya aktivitas industri dan pertambangan,

Pencemaran udara di Kota Palu juga bersumber dari aktivitas


penambangan bahan galian batuan yaitu debu. Lokasi penambangan tersebut
tersebar di wilayah barat Kota palu, tepatnya Kecamatan Ulujadi. Adapun
gambaran sebaran usaha penambangan bahan galian batuan di Kota Palu di
sajikan pada Gambar 4.53 (DLH Kota Palu, 2018). Adapun kondisi kualitas udara
yang berada di Kota Palu sesuai hasil penelitian menunjukkan konsentrasi merkuri
di udara telah melampaui baku mutu demikian halnya kadar debu di sekitar PLTU
PT. Pusaka Jaya Palu Power >230 mg/Nm3 (DLH Sulawesi Tengah, 2017).

Gambar 4.53. Sebaran Usaha Penambangan Bahan Galian Batuan di Kota Palu
Sumber : Dinas Lingkungan hidup Kota Palu, 2019

Laporan Akhir
151
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sementara Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Barat dan Palu Selatan
termasuk wilayah memiliki daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi
pengaturan pemeliharaan kualitas udara berkategori rendah. Pada ketiga
kecamatan tersebut didominasi oleh tutupan lahan bangunan permukiman,
perkantoran dan industri. Hasil kajian DLH Kota Palu (2019), bahwa sumber
pencemaran udara dapat berasal dari berbagai jenis kegiatan, antara lain industri,
transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut
merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas.
Penggunaan bahan bakar dari aktivitas industri maupun transportasi menjadi
faktor pemicu terhadap penurunan kualitas udara. Adapun gambaran distribusi
daya dukung berbasis jasa ekosistem Fungsi Pengaturan Pengolahan Dan Pengurai
Limbah di Kota Palu, disajikan pada Tabel 4.18 dan Gambar 4.54 dan Peta sebaran
daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi pengaturan pemeliharaan kualitas
udara disajikan pada Gambar 4.55

Tabel 4.18. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Berdasarkan Kecamatan di
Kota Palu (Ha).

Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Tinggi
Mantikulore 984,20 2.088,17 2.170,90 6.833,15 7.645,33 19.721,75
Palu Barat 16,28 504,48 24,56 55,72 15,07 616,10
Palu
1,39 1.262,33 87,53 698,58 9,49 2.059,31
Selatan
Palu Timur 7,80 536,20 26,23 54,71 0,08 625,02
Palu Utara 87,44 636,33 917,04 841,58 358,77 2.841,15
Tatanga 0,06 686,96 41,60 320,79 222,80 1.272,20
Tawaeli 114,81 460,00 1.554,10 1.563,74 683,19 4.375,85
Ulujadi 87,59 693,36 635,24 1.192,52 1.552,57 4.161,27
Jumlah 1.299,56 6.867,82 5.457,20 11.560,78 10.487,30 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
152
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.54. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Berdasarkan Kecamatan di Kota
Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup


yang terjadi dan berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi,
budaya dan kualitas lingkungan hidup. Beberapa upaya pengendalian
pencemaran udara dilakukan oleh Kota Palu melibatkan berbagai pihak, baik
masyarakat maupun pihak swasta. Pengendalian pencemaran yang terjadi seperti
udara dan air sesuai dengan ketentuan baku mutu lingkungan. Pengendalian
aktivitas yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Penegakan hukum
dan pemberian sanksi dan atau penghentian aktivitas bertambang yang
berkontribusi cemaran pada lingkungan hidup. Selain itu perlu melakukan
penambahan ruang terbuka hijau perkotaan, pengujian emisi kendaraan bermotor
secara periodik dan pemantauan kualitas udara secara periodik.

Laporan Akhir
153
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.55. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

154
Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Kota Palu
Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.7. Jasa Pengaturan Penyerbukan Alami

Penyerbukan diperlukan untuk mendapatkan benih sebagai cikal bakal


tumbuhan baru. Tanpa penyerbukan, berarti kita akan kehilangan flora dari
planet ini. Dalam penyerbukan serbuk sari tanaman berperan penting. Serbuk sari
tanaman diklasifikasikan dalam autogami atau allogami. Tanaman autogami
digunakan untuk penyerbukan serbuk sari dari bunga yang sama atau dari bunga
yang berbeda dari tanaman yang sama, sementara tanaman allogami
menggunakan serbuk sari dari tanaman lain dari spesies yang sama. Namun,
dalam kasus tanaman autogami, penyerbukan dengan serbuk sari dari bunga lain
menghasilkan biji dan hasil yang lebih baik. Dalam kasus tanaman allogami, untuk
penyerbukan mereka membutuhkan faktor eksternal, seperti angin, air atau
hewan. Selain itu, seranggalah yang memainkan peran dominan dalam
penyerbukan. Hampir 80% spesies tanaman allogami diserbuki oleh serangga dan
lebih dari 20% oleh angin. Di antara hewan penyerbuk, lebah madu (Apis
mellifera) berkontribusi 90-95% dalam penyerbukan (Jabłoński, 1997; Jabłoński,
1998; Kołtowski, Jabłoński, 2008). Selain lebah madu barat, lebah dan lebah
soliter juga memainkan peran yang relatif penting dalam penyerbukan tanaman.
Selain itu, tanaman juga diserbuki oleh lalat, kupu-kupu, kumbang, thrip, dan
serangga.

Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan


alami di Kota Palu yang berkontribusi dalam pengaturan penyerbukan alami
dengan kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas 79 % dari total
luas wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai sedang.
Persebaran wilayah dengan kinerja jasa ekosistem pengaturan penyerbukan alami
yang masuk kategori tinggi umumnya berada di kecamatan Mantikulore,
kecamatan Ulujadi dan kecamatan Tawaeli. Gambaran persentase daya dukung
berbasis jasa ekosistem fungsi pengaturan penyerbukan alami di Kota Palu
sebagaimana disajikan pada Gambar 4.56. Potensi jasa ekosistem fungsi
pengaturan penyerbukan alami disajikan Tabel 4.19 dan Gambar 4.57 dan Peta

Laporan Akhir
155
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

sebaran daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi pengaturan penyerbukan


alami disajikan pada Gambar 4.58.

Sangat Rendah;
4,33%

Rendah;
18,19%
Sangat Tinggi;
32,69%

Sedang; 1,16%

Tinggi; 43,63%

Gambar 4.56. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Penyerbukan Alami di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Tabel 4.19. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Penyerbukan Alami Berdasarkan Kecamatan di Kota
Palu (Ha).
Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Tinggi
Mantikulore 984,37 2.061,55 159,41 8.734,39 7.782,04 19.721,75
Palu Barat 51,10 466,33 4,52 53,75 40,40 616,10
Palu
163,95 1.095,56 11,23 385,37 403,20 2.059,31
Selatan
Palu Timur 116,20 424,21 3,77 38,51 42,34 625,02
Palu Utara 87,44 601,48 52,71 1.712,86 386,67 2.841,15
Tatanga 26,96 645,38 22,82 340,80 236,24 1.272,20
Tawaeli 114,81 415,55 154,41 2.829,18 861,90 4.375,85
Ulujadi 778,84 5,70 1.467,60 1.909,14 4.161,27
Jumlah 1.544,84 6.488,89 414,57 15.562,45 11.661,91 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
156
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.57. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Penyerbukan Alami Berdasarkan Kecamatan di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Oleh karena itu, sebagai jasa ekosistem pengatur, penyerbukan adalah


kunci untuk ketahanan pangan dan konservasi keanekaragaman hayati
(Kjærgaard, 2003). Namun, kondisi alami pendukung keberadaan serangga-
serangga penyerbuk terancam oleh perubahan global dalam hal:
• Perubahan penggunaan lahan (terutama urbanisasi) yang mengurangi
sumber kelimpahan bunga dan tanaman untuk serangga bersarang,
• Intensifikasi pertanian, yang memiliki efek langsung (misalnya peningkatan
mortalitas serangga penyerbuk karena pestisida) dan efek tidak langsung
(seperti herbisida, pupuk, atau persiapan lahan meningkatkan
keanekaragaman tanaman atau mengganggu habitat hidup serangga
penyerbuk).

Selain itu, efek dari tekanan yang disebutkan di atas pada kejadian dan
kelimpahan penyerbukan tampaknya sangat dipengaruhi oleh sifat ekologis
masing-masing spesies - termasuk durasi musim penerbangan, rentang pencarian
makan, dan strategi reproduksi.

Laporan Akhir
157
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.58. Peta Sebaran Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengaturan
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

158
Penyerbukan Alami Kota Palu
Sumber: Data Diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

4.4.8. Jasa Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit

Hama tanaman (plant pest) bertanggung jawab atas penghancuran


seperlima dari produksi tanaman global setiap tahun (FAO, 1999). Intensifikasi
pertanian berdampak pada hilangnya predator-predator alam yang berperan
sebagai mengurangi musuh alami pada hama tanaman (Zhao et al., 2015. Untuk
mengatasi kerugian ini, pestisida sintetis digunakan hampir di mana-mana di
sebagian besar sistem penanaman non-organik meskipun ini berdampak pada
resistensi hama, munculnya hama sekunder, efek merugikan pada kesehatan
manusia, dan dampak negative pada lingkungan (Power, 1982). Pengendalian
biologis saat ini gencar ditawarkan. Pengendalian ini mengadopsi praktik-praktik
pertanian dengan memanipulasi lingkungan, misalnya dengan cara untuk
mempromosikan populasi musuh alami hama pertanian (Barbosa, 1998).
Mengelola agroekosistem dan daerah sekitarnya untuk menampung musuh alami
hama pertanian adalah metode yang murah dan aman untuk mengurangi
kerusakan tanaman akibat hama sekaligus mendukung jasa ekosistem tanah
lainnya yang muncul dari beragam komunitas di bawah permukaan tanah.

Musuh alami bagi hama tanaman misalnya burung hantu dan elang yang
memangsa hama tikus, serangga predator seperti belalang sembah dan kelompok
laba-laba yang memangsa serangga hama, dan masih banyak lagi. Bakteri, jamur,
nematoda, mikroarthropoda, dan arthropoda yang lebih besar di dalam tanah
diketahui mengendalikan hama dan patogen pertanian. Bakteri mengendalikan
penyakit tanaman melalui antagonisme patogen di rhizosfer (Weller, 1988).
Jamur entomopatogenik (Ascomycota) adalah musuh alami banyak hama
serangga pertanian di daerah beriklim sedang. Populasi jamur dan tanaman
entomopatogen mendapat manfaat dari praktik tanpa olah tanah dan konservasi
lainnya (Meyling dan Eilenberg, 2007). Nematoda tanah telah digunakan untuk
mengendalikan thrips, serangga bersayap kecil yang menularkan infeksi jamur
dan virus ke tanaman di seluruh dunia (Pappu et al., 2009). Bahkan populasi awal
nematoda Thripinema sp. dapat berkembang biak dan mengendalikan populasi
thrips setelah invasi thrips (Arthurs dan Heinz, 2006), mengurangi kebutuhan
akan pestisida atau intervensi manajemen intensif lainnya. Mikroarthropoda

Laporan Akhir
159
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

fungivora (collembolans dan tungau) dan tungau nematofag juga dapat


melakukan layanan pengendalian hama dengan masing-masing memberi makan
jamur patogen tanaman dan nematoda pemakan tanaman (Coleman et al., 2004).
Cacing tanah menguntungkan pertumbuhan tanaman dengan mendispersikan
mikroorganisme yang antagonis terhadap patogen akar (Scheu, 2003). Dengan
tidak adanya kumbang kotoran, padang rumput ternak menumpuk kotoran yang
mengotori hijauan akan menghasilkan lebih banyak parasit.
Berdasarkan hasil kajian kinerja jasa ekosistem, kemampuan lingkungan
alami di Kota Palu yang berkontribusi dalam pengaturan pengendalian hama dan
penyakit dengan kinerja tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah seluas 48 %
dari total luas wilayah, sisanya memiliki kelas kinerja sangat rendah sampai
sedang. Gambaran persentase daya dukung berbasis jasa ekosistem fungsi
pengaturan penyerbukan alami di Kota Palu sebagaimana disajikan pada Gambar
4.59. Potensi jasa ekosistem fungsi pengaturan pengendalian hama dan penyakit
disajikan Tabel 4.20 dan Gambar 4.60 dan Peta sebaran daya dukung berbasis
jasa ekosistem fungsi pengaturan pengendalian hama dan penyakit disajikan pada
Gambar 4.61.

Rendah; 22,31%

Tinggi;
46,71%

Sedang;
30,98%

Gambar 4.59. Persentase Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit di Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
160
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Tabel 4.20. Distribusi Luas Daya Dukung Berbasis Jasa Ekosistem Fungsi
Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit Berdasarkan
Kecamatan di Kota Palu (Ha).
Sangat Sangat
Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Rendah Tinggi
Mantikulore 3.021,29 7.185,02 9.515,44 19.721,75
Palu Barat 0,05 511,54 31,04 73,48 616,10
Palu
0,03 1.241,85 46,18 771,26 2.059,31
Selatan
Palu Timur 0,06 532,18 31,08 61,70 625,02
Palu Utara 688,77 884,17 1.268,22 2.841,15
Tatanga 0,00 666,84 76,94 528,41 1.272,20
Tawaeli 517,86 1.396,03 2.461,92 0,05 4.375,85
Ulujadi 778,98 1.401,54 1.980,75 4.161,27
Jumlah 0,14 7.959,30 11.051,99 16.661,17 0,05 35.672,66
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

ULUJADI

TAWAELI

TATANGA

PALU UTARA

PALU TIMUR

PALU SELATAN

PALU BARAT

MANTIKULORE

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI

Gambar 4.60. Distribusi Persentase Luas Daya Dukung Berbasisi Jasa Ekosistem
Fungsi Pengaturan Pengendalian Hama Dan Penyakit Berdasarkan Kecamatan di
Kota Palu
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Laporan Akhir
161
Tahun 2020
Laporan Akhir
Tahun 2020
Gambar 4.61. Peta Sebaran Daya Dukung berbasis Jasa Ekosistem Fungsi Pengaturan
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung

Tahun 2020
Jasa Ekosistem Kota Palu

Pengendalian Hama Dan Penyakit Kota Palu

162
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Pengendalian hama yang terintegrasi menggabungkan pengetahuan


ekologis ke dalam strategi manajemen dan praktik pertanian untuk
mempertahankan hasil dan meminimalkan penggunaan pestisida. Pendekatan ini
menekankan manajemen ekosistem untuk keanekaragaman hayati untuk
mempromosikan musuh alami hama pertanian dan meminimalkan aplikasi
pestisida yang berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. FAO (2017)
merekomendasikan rotasi tanaman atau antar-tanam, teknik sanitasi yang tepat,
kultivar tahan hama, mengelola tanah untuk mempromosikan penyimpanan
karbon dan penggunaan pestisida yang minimal.

Di ekosistem urban, pengendalian hama tidak hanya berlangsung untuk


ekosistem pertanian kota (urban farming) dan taman kota, termasuk ruang
terbuka hijau (RTH), tetapi juga pada hama perumahan (urban pest) seperti tikus,
kecoa, nyamuk dan binatang lainnya. Pengelolaan hama sangat bergantung pada
ekosistem alami di suatu wilayah. meningkatnya populasi hama tertentu juga
dapat disebabkan oleh terganggunya ekosistem alami mereka karena perubahan
fungsi lahan.

Laporan Akhir
163
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

BAB 5
POTENSI PERMASALAHAN
LINGKUNGAN DAN
STRATEGI PENGELOLAAN
Pemerintah daerah terus berupaya mencari inovasi untuk memelihara dan
meningkatkan infrastruktur ekologis sebagai bagian dari perencanaan dan desain
perkotaan. Namun, banyak penelitian dan informasi yang menunjukkan bahwa
kemampuan otoritas lokal untuk mengimplementasikan infrastruktur ekologis ke
dalam sistem perencanaan tata ruang masih sangat terbatas.
Pemahaman yang lebih baik tentang jasa ekosistem, karakteristik spasial
dan hubungan keduanya sangat dibutuhkan untuk memindahkan jasa ekosistem
dari alat penilaian ke instrumen praktis untuk perencanaan, desain, dan
implementasi tata ruang. Banyak fitur lanskap yang dapat meningkatkan
penghidupan bagi manusia sekaligus dapat memainkan peran penting dalam
mempertahankan populasi fauna atau kekhasan flora.
Wilayah perkotaan dicirikan oleh prevalensi struktur yang dibangun dan
permukaan yang kedap air, yang mengubah ruang permukaan dan aliran air,
menurunkan kualitas air, mengurangi tutupan dan keanekaragaman vegetasi, dan
menyebabkan hilangnya habitat, fragmentasi, dan degradasi. Wilayah perkotaan
juga merupakan pusat kegiatan manusia yang dapat menggantikan flora fauna,
mengintroduksi, dan menyebarkan spesies invasif, menghasilkan polutan,
kebisingan, panas, dan pencahayaan buatan yang dapat mengganggu organisme
tertentu, dan faktor lainnya. Berikut ini disajikan strategi pengelolaan
berdasarkan faktor pembatas jasa ekosistem dan strategi pendekatan yang dapat
dilakukan.

Laporan Akhir
164
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Gambar 5.1. Pengelolaan Jasa Ekosistem


(Burkhard dan Maes, 2017).

Pada gambar tersebut, ekosistem direpresentasikan sebagai struktur


ekologis atau proses biofisik. Dalam kajian ini, struktur ekologis diwakili oleh
tutupan lahan, bentang alam dan tipe vegetasi. Kompleksitas ekosistem akan lebih
mudah dipahami jika dimulai dengan bagaimana ekosistem tersebut bermanfaat
bagi manusia serta mengidentifikasi properti dan karakteristiknya, hal inilah yang
menyebabkan lahirnya terminologi “fungsi”.

Fungsi akan menjadi jasa ketika sudah dimanfaatkan oleh manusia atau
memberikan kontribusi pada kesehatan, kesejahteraan, dan lainnya. Dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk berimplikasi pada pemanfaatan sumber
daya alam sehingga dapat memberikan tekanan terhadap jasa lingkungan yang
dihasilkan.

Tipe vegetasi dan struktur keanekaragaman hayati dianggap sebagai


prosesor biotik. Prosesor abiotik seperti tanah, geomorfologi, ataupun iklim
menciptakan kondisi kehidupan bagi biota. Elemen tersebut saling berinteraksi.
Memahami bagaimana fungsi ekosistem menentukan suplai jasa, bagaimana
fungsi tersebut bergantung pada keanekaragaman hayati dan memahami efek

Laporan Akhir
165
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

terobosan teknologi sangat penting dalam pencarian solusi berbasis alam. Basis
keterhubungan antar komponen disajikan pada gambar ini.

Gambar 5.2. Hubungan Antara Struktur Dan Proses Ekologis (Interaksi


Ekosistem), Fungsi Ekosistem, Dan Jasa Ekosistem
(Burkhard dan Maes, 2017).

Laporan Akhir
166
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

5.1. Potensi Permasalahan Lingkungan

Pemetaan jasa ekosistem memberikan informasi tentang kondisi alam.


Untuk menilai kemampuan ekosistem saat ini untuk menyediakan layanan bagi
kesejahteraan manusia, dan perubahan kondisi disebabkan oleh aktivitas
manusia.
Untuk pemahaman yang lebih baik tentang berbagai proses yang
mempengaruhi kondisi ekosistem dan kaitannya dengan aktivitas manusia,
pendekatan DPSIR (Drivers, Pressures, State or Condition, Impact, Response)
sering digunakan. Pendorong untuk memenuhi permintaan kami akan jasa
ekosistem dan sumber daya alam lainnya mendorong tekanan yang
mempengaruhi kondisi ekosistem. Dampak tersebut harus menciptakan respons
(kebijakan) yang harus mengubah pendorong dan cara kita mengelola lingkungan
kita untuk mengatasi dampak negatif. Pendekatan DPSIR harus dianggap tidak
absolut tetapi relatif terhadap proses ekosistem yang dipertimbangkan.
Tekanan mempengaruhi kondisi ekosistem baik melalui konsentrasi (mis.
Ozon) atau oleh akumulasi (mis. Nitrogen dan beban polusi). Penilaian Ekosistem
Milenium 2005 mengidentifikasi lima tekanan utama antropogogenik berbeda
yang mempengaruhi kondisi ekosistem: perubahan habitat, perubahan iklim,
spesies invasif, pengelolaan lahan dan pengayaan polusi/nutrisi.
Tekanan manusia dapat bersifat langsung terutama dari penggunaan
lahan, atau tidak langsung, yaitu oleh polusi udara atau perubahan iklim
antropogenik. Tren tekanan juga memberikan pandangan pertama ke perubahan
yang diharapkan dalam waktu dekat. Penurunan tren yang diamati dapat
mengindikasikan perbaikan lebih lanjut dari kondisi ekosistem dan sebaliknya,
yaitu informasi penting untuk pengambilan keputusan tentang langkah-langkah
untuk mengurangi dan beradaptasi dengan efek positif atau negatif.
Potensi permasalahan lingkungan di Kota Palu dapat disebabkan oleh
tekanan tidak langsung dan tekanan langsung di bawah ini.

Laporan Akhir
167
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

A. Tekanan Lingkungan Tidak Langsung Pada Lingkungan

5. Perubahan demografis adalah pendorong penting yang mempengaruhi


permintaan dan penawaran jasa ekosistem.
6. Kepadatan populasi yang tinggi memberi tekanan tinggi pada ekosistem
7. Penggerak ekonomi utama: konsumsi, produksi, dan globalisasi
8. Penggerak sosial-politik meliputi kekuatan yang mempengaruhi pengambilan
keputusan dan termasuk jumlah partisipasi publik dalam pengambilan
keputusan, kelompok yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
publik, mekanisme penyelesaian sengketa, peran negara relatif terhadap
sektor swasta, dan tingkat pendidikan dan pengetahuan.

B. Tekanan Langsung
4. Perubahan penutupan lahan dan penggunaan lahan.
5. Perubahan iklim adalah pendorong langsung perubahan ekosistem yang
sepatutnya mendapat perhatian besar.
6. Perubahan kondisi agro-ekologis

5.2. Disclaimer: Keterbatasan Proyeksi dan Perencanaan Strategi

Proyeksi dan strategi akan ideal ketika jasa ekosistem dikaitkan dengan
dokumen pengguna penggunanya, misalnya KLHS, RTR, RPJMD, dan dokumen
yang memiliki kebijakan, rencana, program (KRPl) ainnya.

Strategi akan dikaji berbasis pada Kebijakan, Rencana, dan Program yang
akan dilaksanakan pada lokasi dengan jasa ekosistem dengan status tertentu.
Proyeksi dan strategi akan didesain dengan pendekatan system dynamics. Pada
konteks ini, kita hanya memiliki data profil (baseline data) jasa ekosistem.
Olehnya, pendekatan strategi dilakukan lebih makro dan terkait langsung dengan
prosessor (abiotik dan biotik) jasa ekosistem, serta aspek lain yang mempengaruhi
dinamikanya.

Laporan Akhir
168
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

5.3. Strategi Pengelolaan Jasa Ekosistem

Strategi pengelolaan mengacu pada faktor pembatas jasa ekosistem, yakni:


6. Konservasi dan Pengelolaan Berkelanjutan Keanekaragaman Hayati dan
Sumber Daya Alam
7. Pengelolaan lingkungan perkotaan
8. Edukasi Konservasi berkelanjutan
9. Peningkatan Daya Dukung Lingkungan
10. Pelibatan para pihak (stakeholders)

Strategi tersebut dijelaskan sebagai berikut:


2. Konservasi dan pengelolaan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan
sumber daya alam melalui:
x. Melindungi, memulihkan, dan mempromosikan penggunaan sumber
daya ekosistem terestrial berkelanjutan, mengurangi laju pembentukan
lahan kritis, menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati, dan
menghentikan dan menjaga degradasi lahan;
xi. Perlindungan, restorasi dan penggunaan berkelanjutan lingkungan
pesisir dan laut, menangani risiko polusi dan ancaman terhadap
ekosistem laut dan lingkungan pesisir, khususnya daerah yang sensitif
secara ekologis;
xii. Adopsi praktik manajemen yang baik dan memperkuat kebijakan untuk
mengatasi dampak proyek pembangunan, termasuk polusi, dan
pembuangan bahan berbahaya dan beracun;
xiii. Meningkatkan kebijakan dan pengembangan kapasitas dan praktik
terbaik untuk melestarikan, mengembangkan, dan mengelola
kelautan, lahan basah, keanekaragaman hayati, dan sumber daya lahan
dan air;
xiv. Mempromosikan pengembangan kapasitas dalam upaya berkelanjutan
untuk memiliki pengelolaan ekosistem dan sumber daya alam yang
berkelanjutan;

Laporan Akhir
169
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

xv. Mempromosikan kerja sama dalam pengelolaan lingkungan menuju


pemanfaatan ekosistem dan sumber daya alam yang berkelanjutan
melalui pendidikan lingkungan, keterlibatan masyarakat dan
penjangkauan publik (outreach);
xvi. Mempromosikan dan meningkatkan Dinas Lingkungan Hidup dan
Pemerintah terkait untuk meningkatkan dan menjaga keanekaragaman
Hayati sebagai pusat keunggulan dalam konservasi dengan
pemanfaatan secara berkelanjutan.
xvii. Pemenuhan kebutuhan pangan, Kota Palu memiliki kapasitas produksi
pangan yang rendah dan tidak mampu memenuhi kebutuhan
pangan penduduk di wilayahnya secara mandiri. Strategi pengelolaan
untuk mengatasi masalah ini adalah dengan:
d) Menjaga kelestarian lahan pertanian berkelanjutan Kota Palu
yang termuat dalam RTRW Provinsi Sulawesi Tengah
e) Mendukung pertanian perkotaan dan pinggiran kota melalui
kerangka hukum dan peraturan yang menguntungkan bagi petani
f) Menjamin ketersediaan dan distribusi air yang memadai untuk
wilayah-wilayah pertanian.
xviii. Keamanan air adalah kapasitas populasi untuk melindungi akses
berkelanjutan air dengan kualitas memadai yang dapat diterima untuk
mempertahankan mata pencaharian, kesejahteraan manusia, dan
pembangunan sosial-ekonomi. Strategi pengelolaan:
1) Pembangunan kota yang berkelanjutan untuk kualitas hidup,
perlindungan lingkungan dan keberlanjutan layanan air perkotaan.
Langkah- langkah yang dapat diterapkan sebagai berikut.
d) Memperbaiki infrastruktur penyediaan dan distribusi air pasca
bencana 28 September 2018.
e) Peningkatan daya dukung daerah tangkapan air
f) Perencanaan ruang hijau yang terkait dengan pengelolaan air
perkotaan

Laporan Akhir
170
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

2) Pelestarian sumber pasokan air untuk konservasi dan kualitas air,


pengurangan risiko bahaya kesehatan, pengurangan kerawanan air,
dan alokasi sumber daya air yang lebih baik di kalangan pengguna.
Langkah- langkah yang dapat diterapkan sebagai berikut.
d) Mengatur penggunaan lahan di wilayah sumber air;
e) Penggunaan mekanisme penegakan dan penindakan, insentif,
dan penghargaan atas kemauan masyarakat untuk menjaga jasa
lingkungan;
f) Meningkatkan keanekaragaman sumber air di dalam kota dan
daerah tangkapan air (misalnya air hujan, air tanah,
penggunaan kembali air limbah)
3) Konservasi dan efisiensi penggunaan air.
4) Peningkatan layanan sanitasi untuk kondisi lingkungan yang lebih
baik, pemulihan sungai, dan pengurangan risiko kontaminasi air
tanah.
5) Perlindungan sempadan sungai dan pantai
6) Perbaikan tata kelola. Ini untuk meningkatkan layanan, adopsi
teknologi hemat biaya, pengurangan kebutuhan investasi,
pengurangan biaya operasional dan pemeliharaan, perlindungan
lingkungan, dan peningkatan kualitas hidup. Langkah-langkah yang
dapat diterapkan sebagai berikut.
f. Integrasi layanan dalam satu institusi;
g. Pengembangan rencana induk (air perkotaan dan sanitasi);
h. Penegakan hukum dan peraturan yang berlaku;
i. Peningkatan partisipasi publik;
j. Pengembangan kapasitas
2. Pengelolaan lingkungan perkotaan
iii. Perencanaan bentang alam yang mengakui dan mengakomodasi
(recognize) keanekaragaman hayati, konektivitas habitat dan membangun
ketahanan ekosistem melalui:

Laporan Akhir
171
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

h. Menetapkan dan merekomendasikan karakter vegetasi dan lanskap


ke dalam skema perencanaan jangka Panjang
i. Membentuk dan memperkuat pemahaman dan kesadaran pemerintah
dan legislatif tentang pentingnya tanaman lanskap perkotaan
j. Membangun secara sungguh-sungguh jalur hijau (green way), pohon
peneduh jalan (urban street tree)
k. Mengembangkan dan melaksanakan hutan kota dan ruang terbuka
hijau.
l. Melaksanakan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati
m. Mengembangkan dan memperbanyak taman jalan (nature strip
gardening) berbasis komunitas
n. Peningkatan pemahaman dan partisipasi ekologi masyarakat
perkotaan dan pengelolaan keanekaragaman hayati lokal tercapai.
iv. Peningkatan pengelolaan persampahan perkotaan, meliputi:
d. Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah
e. Peningkatan pengelolaan sampah terpadu hingga tingkat RT
f. Peningkatan sumber daya pengelolaan sampah perkotaan

3. Edukasi konservasi berkelanjutan


iv. Menghubungkan manusia dengan alam adalah elemen penting dari
keberhasilan implementasi strategi konservasi. Membina partisipasi luas
dalam konservasi akan sangat penting untuk memelihara lingkungan asri
di Kota Palu. Strategi untuk melibatkan masyarakat dalam konservasi
meliputi:
c. Strategi Penjangkauan (outreach), memberi tahu orang-orang tentang
tujuan strategi, pendekatan sukarela, dan peluang untuk mengelola
lingkungan hijau dan asri.
d. Pendidikan Konservasi - memberikan kesempatan bagi orang untuk
belajar tentang lingkungan alam mereka.

Laporan Akhir
172
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

v. Kota Palu berpenduduk heterogen, untuk mengedukasi warganya tentang


warisan alam, perlu disampaikan kepada masyarakat tentang konservasi
sumber daya alam. Selain itu, melindungi ekosistem alami sepeti Taman
Hutan Raya (TAHURA) Sulawesi Tengah, hutan lindung, hutan kota, RTH,
dan taman-taman hijau tematik lainnya akan menyediakan layanan
pendidikan dengan jangkauan yang berada di sekitar masyarakat.
vi. Strategi ini dapat berupa instruksi pemerintah, penyuluhan, sosialisasi dan
mempraktikkan perilaku yang baik (keteladanan) dalam mencintai dan
memelihara alam agar menjadi budaya yang turun temurun. Promosi
program ruang hijau perkotaan untuk memberikan masyarakat
kesempatan menikmati ruang terbuka.

4. Peningkatan Daya Dukung Lingkungan


iv. Peningkatan daya dukung demografis yakni pemerataan distribusi jumlah
penduduk perkotaan melalui:
d. Mengendalikan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan
e. Keserasian pembangunan wilayah perkotaan di setiap kecamatan
f. Pengembangan wilayah permukiman pada daerah baru sesuai dengan
daya dukung lingkungan hidup
v. Peningkatan fungsi pengaturan bencana alam dilakukan strategi melalui:
d. Pengendalian perkembangan pemanfaatan ruang kegiatan budidaya,
agar tidak melampaui daya dukung lingkungan hidup
e. Menetapkan dan mengembangkan kawasan lindung perkotaan yang
mempunyai fungsi pengatur dan perlindungan bencana alam
f. Peningkatan kapasitas mitigasi pengurangan risiko gempa pada
kawasan renda fungsi pengatur dan perlindungan bencana
vi. Peningkatan daya dukung pengurai limbah perkotaan melalui:
d. Pengendalian pencemaran dari aktivitas usaha/kegiatan yang
berpotensi mencemari kualitas air, melakukan edukasi ke masyarakat,
pembangunan IPAL pada wilayah permukiman kumuh.

Laporan Akhir
173
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

e. Pengembangan dan adaptasi teknologi pengelolaan dan pengurai


limbah pada kawasan industri dan pertambangan
f. Pengembangan kapasitas infrastruktur pengelolaan limbah

5. Pelibatan Para Pihak (stakeholders)


Pelibatan penduduk Kota Palu untuk peduli konservasi adalah hal penting.
Pendekatan yang dapat dilakukan:
vi. Pengarusutamaan isu lingkungan dalam pembangunan Kota Palu yang
terkoordinasi antar legislatif dan eksekutif.
vii. Meningkatkan komitmen dan koordinasi Perangkat Daerah dan para
pihak untuk memulihkan jasa ekosistem tempat tinggal dan ruang hidup
(sense of place) pasca gempa dan tsunami di Kota Palu.
viii. Sosialisasi secara terus menerus dengan memanfaatkan berbagai platform
media dan ruang-ruang pertemuan. Terfokus pada isu-isu lokal penyuplai
jasa ekosistem Kota Palu
ix. Dialog berkelanjutan oleh Pemerintah dan penggerak konservasi untuk
terus memantik kepedulian ekologis
x. Pemanfaatan kajian daya dukung yang terintegrasi dalam perencanaan
daerah berupa RTRW, RDTR, RPJPD, RPJMD dan turunan lainnya

Laporan Akhir
174
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

DAFTAR PUSTAKA
Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara, Jakarta.
Bai, X., and Schandl H., 2010. Urban Ecology and Industrial Ecology: The
Routledge Handbook of Urban Ecology. Abingdon: Routledge Publications.
Bagstad, K.J., Semmens, D.J., Waage, S., Winthrop, R., 2013. A comparative
assessment of decision-support tools for ecosystem services quantification
and valuation. Ecosystem Services 5, 27–39.
https://doi.org/10.1016/j.ecoser.2013.07.004
Bolund, P., and Hunhammar S., 1999. Ecosystem Services in Urban Areas.
Ecological Economics 29 (2): 293–301. doi:10.1016/S0921-
8009(99)00013-0.
BPS, 2018. Kota Palu dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kota Palu, Tahun
2018.
……, 2019. Kota Palu dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kota Palu, Tahun
2019.
……, 2020. Kota Palu dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kota Palu, Tahun
2020.
Burkhard B., and Maes J. (Eds.), 2017. Mapping Ecosystem Services. Pensoft
Publishers, Sofia, 374 pp.
Clark, J.S., Carpenter, S.R., Barber, M., Collins, S., Dobson, A., Foley, J.A., Lodge,
D.M., Pascual, M., Pielke, R., Pizer, W., Pringle, C., Reid, W.V., Rose, K.A.,
Sala, O., Schlesinger, W.H., Wall, D.H., Wear, D., 2001. Ecological
Forecasts: An Emerging Imperative. Science 293, 657–660.
https://doi.org/10.1126/science.293.5530.657
CBD, 2011.Ways and means to support ecosystem restoration (UNEP/
CBD/SBSTTA/15/4). Secretariat of the Convention on Biological Diversity.
Daily, G.C., Polasky, S., Goldstein, J., Kareiva, P.M., Mooney, H.A., Pejchar, L.,
Ricketts, T.H., Salzman, J., Shallenberger, R., 2009. Ecosystem services in
decision making: time to deliver. Frontiers in Ecology and the Environment
7, 21–28. https://doi.org/10.1890/080025
Dewi RS, Y Mulyani, dan Santosa Y., 2007. Keanekaragaman Jenis Burung Di
Beberapa Tipe Habitat Taman Nasional Gunung Ciremai [tesis]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
DISBUDPAR, 2018. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palu. Tahun 2018
DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Sulawesi Tengah, 2017. Dokumen Informasi
Kinerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017.
Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah, Palu.

Laporan Akhir
175
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kota Palu, 2018. Dokumen Informasi Kinerja
Lingkungan Hidup Daerah Kota Palu Tahun 2018. Dinas Lingkungan Hidup
Kota Palu, Palu.
…….., 2019. Dokumen Informasi Kinerja Lingkungan Hidup Daerah Kota Palu
Tahun 2019. Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu, Palu.
DPRKP (Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman), 2018. Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Pemukiman, Kota Palu.
Dobbs, C., Nitschke, C.R., Kendal, D., 2014. Global Drivers and Tradeoffs of Three
Urban Vegetation Ecosystem Services. PLOS ONE 9, e113000.
https://doi.org/10.1371/ journal.pone.0113000
Fardila D, Sjarmidi A. 2012. Bird distribution along environmental gradients in
North Bandung, West Java. Res J Sci (1): 23-32.
Goldstein, J.H., Caldarone, G., Duarte, T.K., Ennaanay, D., Hannahs, N., Mendoza,
G., Polasky, S., Wolny, S., Daily, G.C., 2012. Integrating ecosystem-service
tradeoffs into land-use decisions. PNAS 109, 7565–7570.
https://doi.org/10.1073/ pnas.1201040109
Gómez-Baggethun, E., Gren, Å., Barton, D.N., Langemeyer, J., McPhearson, T.,
O’Farrell, P., Andersson, E., Hamstead, Z., Kremer, P., 2013. Urban
Ecosystem Services, in: Elmqvist, T., Fragkias, M., Goodness, J., Güneralp,
B., Marcotullio, P.J., McDonald, R.I., Parnell, S., Schewenius, M., Sendstad,
M., Seto, K.C., Wilkinson, C. (Eds.), Urbanization, Biodiversity and
Ecosystem Services: Challenges and Opportunities: A Global Assessment.
Springer Netherlands, Dordrecht, pp. 175–251.
https://doi.org/10.1007/978-94-007-7088-1_11
Gunawardena, K. R., M. J. Wells, and T. Kershaw. 2017. Utilizing Green and Blue
Space to Mitigate Urban Heat Island Intensity. New York (NY): Elsevier.
doi:10.1016/ j.scitotenv.2017.01.158.
Haase, D., Frantzeskaki, N., Elmqvist, T., 2014. Ecosystem Services in Urban
Landscapes: Practical Applications and Governance Implications. AMBIO
43, 407–412. https://doi.org/10.1007/s13280-014-0503-1
Herawaty , H dan H Santoso. 2007. Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim
ke dalam agenda pembangunan: tantangan kebijakan dan pembangunan.
Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan dating akibat
pengaruh perubahan iklim. Laporan pertemuan dialog pertama gerakan
tanah dan perubahan iklim. Cifor, Bogor.
IPCC 2014. Summary for Policymakers in Climate Change 2014: Impacts,
Adaptation, and Vulnerability. Cambridge: Cambridge University Press.
Kotaku Sulawesi Tengah, 2019. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Program
KOTAKU OSP 9 Provinsi Sulawesi Tengah. Oversight Service Provider (OSP)
9 Provinsi Sulawesi Tengah, Palu.

Laporan Akhir
176
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Aksi Nasional


Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS). Jakarta.
Kroeger, T., Escobedo, F.J., Hernandez, J.L., Varela, S., Delphin, S., Fisher, J.R.B.,
Waldron, J., 2014. Reforestation as a novel abatement and compliance
measure for ground-level ozone. PNAS 111, E4204–E4213.
https://doi.org/10.1073/pnas.1409785111
Larondelle, N., and D. Haase, 2013. Urban Ecosystem Services Assessment Along
a Rural- Urban Gradient: A Cross-Analysis of European Cities. Ecological
Indicators 29: 179–190. doi:10.1016/j.ecolind.2012.12.022.
Li, B. J., Chen, D. X., Wu S. H., Zhou S. L., Wang T., Chen H., 2016. Spatio-
Temporal Assessment of Urbanization Impacts on Ecosystem Services: Case
Study of Nanjing City, China. Ecological Indicators 71: 416–427.
Leichenko, R. M., and Solecki W. D., 2013. Climate Change in Suburbs: An
Exploration of Key Impacts and Vulnerabilities. Urban Climate 6: 82–97.
doi:10.1016/ j.uclim.2013.09.001.
MA, 2005. Millennium Ecosystem Assessment Ecosystems and Human Well-Being.
Washington, DC: Island Press.
Martín-López, B., D. N. Barton, E. Gomez-Baggethun, F. Boeraeve, F. L. McGrath,
K. Vierikko, D. Geneletti, K. J. Sevecke, N. Pipart, E. Primmer, P. Mederly,
S. Schmidt, A. Aragão, H. Baral, R. H. Bark, T. Briceno, D. Brogna, P.
Cabral, R. De Vreese, C. Liquete, H. Mueller, K. S.-H. Peh, A. Phelan, A. R.
Rincón, S. H. Rogers, F. Turkelboom, W. Van Reeth, B. T. van Zanten, H.
K. Wam, and C.-L. Washbourne. 2016. A new valuation school: Integrating
diverse values of nature in resource and land use decisions. Ecosystem
Services 22:213–220.
Pataki, D.E., Carreiro, M.M., Cherrier, J., Grulke, N.E., Jennings, V., Pincetl, S.,
Pouyat, R.V., Whitlow, T.H., Zipperer, W.C., 2011. Coupling
biogeochemical cycles in urban environments: ecosystem services, green
solutions, and misconceptions. Frontiers in Ecology and the Environment
9, 27–36. https://doi.org/10.1890/090220
Pawitan H. 2010. Arti Perubahan Iklim Global dan Pengaruhnya dalam
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia. Makalah pada Ekspose
Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo dengan tema Pengelolaan
DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia, di
Surakarta pada tanggal 28 September 2010.
Setiawan Nur Eko, Suryanti, Churun Ai, 2015. Produktivitas Primer Dan
Kelimpahan Fitoplankton Pada Area Yang Berbeda Di Sungai Betahwalang,
Kabupaten Demak. Diponegoro Journal Of Maquares, Universitas
Diponegoro, Semarang.

Laporan Akhir
177
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Sangadji, M.N., Edy, N., Nursalam, Rahman, A., Mozin, S., Rahmatu, R., Lakani,
I., Machmud, Z., Musbah, M., 2019. Environmental Carrying Capacity
based on Ecosystem Services for Sustainable Development in Banggai
Island. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 270, 012046.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/270/1/012046
Stone, B., and Norman, J., 2006. Land Use Planning and Surface Heat Island
Formation: A Parcel-Based Radiation Flux Approach. Atmospheric
Environment 40 (19): 3561–3573. doi: 10.1016/j.atmosenv.2006.01.015.
Tohjiwa Agus Dharma, 2015. Sense Of Place Kota Bogor Berdasarkan Persepsi
Penduduk Di Tiga Tipologi Permukiman. Tesa Arsitektur, Journal of
Architectural Discourses, Semarang.
TEEB, 2010. The Economics of Ecosystems and Biodiversity Ecological and
Economic Foundations. London and Washington: Earthscan.
UNEP, 2011. Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development
and Poverty Eradication — A Synthesis for Policy Makers.
Vikar Abdul, Kartono Agus Priyono dan Mulyani Yeni A., 2020. Komunitas Burung
Pada Ruang Terbuka Hijaudi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Media
Konservasi Vol. 25, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yekti Win Elas, Lidya Paramita Kusman, Rif Abrar Raflis, Septiadi Ari Nugroho,
Larasati Pratiwi, Hendra Saputra, Dyah AYu Diandini, Nur Amalia,
Istiqomah Tya Dewi P., Mertiara Ratih Terry L., Rendra Miftadira, Nana
Sebastian, 2018. Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
2018. Direktur Jendral Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN, Jakarta.

Laporan Akhir
178
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

LAMPIRAN

Laporan Akhir
179
Tahun 2020
Lampiran 1. Nilai Koefisien Tipe Vegetasi dalam Analisis Jasa Ekositem

FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDA

PENYEDIA BAHAN PANGAN


PENYEDIA BAHAN PANGAN

PENYEDIA BAHAN PANGAN


PENYEDIA AIR BERSIH

PENYEDIA AIR BERSIH


PENYEDIA SERAT

PENYEDIA SERAT
No Tipe Vgetasi

VA1 VA2 VA3 VA4 VA5 VA6 VA7

1 Vegetasi hutan pamah (non dipterokarpa) 0,60 0,60 1,40 1,40 1,60 0,48 0,60

2 Vegetasi hutan pamah monsun merangas 0,24 0,36 1,40 1,40 1,60 0,48 0,60

3 Vegetasi hutan pegunungan bawah 0,48 0,60 1,40 1,40 1,60 0,48 0,60
Vegetasi hutan pegunungan bawah monsun (monsoon
4 0,36 0,36 1,40 1,40 1,60 0,48 0,60
lower mountain forest)
5 Vegetasi savana monsun pamah 0,24 0,24 1,05 1,05 1,60 0,48 0,60

6 Vegetasi terna tepian sungai 0,48 0,48 0,70 0,70 1,60 0,48 0,60

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Lanjutan lampiran 1.

FUNGSI PENGATUR

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN IKLIM
No Tipe Vgetasi

VA13 VA14 VA15 VA16 VA17 V

1 Vegetasi hutan pamah (non dipterokarpa) 1,40 0,60 1,60 1,12 1,12 1

2 Vegetasi hutan pamah monsun merangas 0,84 0,36 0,96 0,84 0,84 0

3 Vegetasi hutan pegunungan bawah 1,12 0,48 1,28 1,12 1,12 1


Vegetasi hutan pegunungan bawah monsun
4 0,84 0,36 0,96 0,84 0,84 0
(monsoon lower mountain forest)

5 Vegetasi savana monsun pamah 0,84 0,24 0,75 0,28 0,28 0

6 Vegetasi terna tepian sungai 0,84 0,24 0,96 0,84 0,84 0

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Lampiran 2. Nilai Koefisien Tutupan Lahan dalam Analisis Jasa Ekositem

FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

FUNGSI TEMPATTINGGAL DAN


PENYEDIA BAHAN PANGAN

BUDAYA FUNGSI ESTETIKA


PENYEDIA SUMBER DAYA
PENYEDIA BAHAN BAKAR

FUNGSI REKREASI DAN


PENYEDIA AIR BERSIH

PENYEDIA SERAT

RUANG HIDUP

EKOWISATA
GENETIK
No Penutupan Lahan

PL1 PL2 PL3 PL4 PL5 PL6 PL7 PL8


1 Bangunan Bukan Permukiman 0,84 0,72 1,00 0,50 0,60 1,44 0,96 1,80
2 Bangunan Permukiman/Campuran 0,72 1,20 1,30 0,80 0,70 2,76 0,84 2,16
3 Danau/Telaga 1,68 3,00 2,50 1,60 1,90 0,84 2,64 2,52
4 Hutan Lahan Rendah 1,80 2,52 3,70 1,60 2,30 1,08 2,40 2,28
5 Hutan Lahan Tinggi 1,56 2,52 3,60 1,60 2,20 1,08 2,64 2,52
6 Hutan Mangrove 1,68 2,04 2,80 1,40 2,20 1,08 2,52 2,28
Kebun dan Tanaman Campuran
7 2,40 1,68 4,00 1,90 1,90 1,32 2,16 2,28
(Tahunan dan semusim)
8 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 0,60 0,84 1,10 0,60 0,60 1,20 1,32 1,44
9 Perkebunan 2,16 1,56 3,90 1,80 1,80 1,56 2,16 2,04
10 Pertambangan 0,96 0,72 3,10 2,00 0,60 1,08 1,08 0,84

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

FUNGSI TEMPATTINGGAL DAN


PENYEDIA BAHAN PANGAN

BUDAYA FUNGSI ESTETIKA


PENYEDIA SUMBER DAYA
PENYEDIA BAHAN BAKAR

FUNGSI REKREASI DAN


PENYEDIA AIR BERSIH

PENYEDIA SERAT

RUANG HIDUP

EKOWISATA
GENETIK
No Penutupan Lahan

PL1 PL2 PL3 PL4 PL5 PL6 PL7 PL8


11 Rawa Pesisir 1,44 1,08 2,10 0,80 1,40 0,96 1,56 1,44
12 Savana/Padang rumput 1,32 0,72 2,00 1,00 1,60 0,84 2,28 2,04
13 Semak dan belukar 1,56 0,84 2,00 1,00 1,60 1,20 1,32 1,68
14 Sungai 2,04 2,52 2,20 1,60 1,70 0,84 2,28 2,04
Tanaman Semusim Lahan Basah
15 3,00 1,80 2,50 1,20 1,60 1,44 1,92 1,68
(Sawah)
Tanaman Semusim Lahan Kering
16 2,76 1,44 2,60 1,20 1,60 1,44 1,68 1,68
(Tegalan/Ladang)
17 Waduk dan Danau Buatan 1,92 2,52 2,50 1,80 1,60 0,96 2,76 2,28
18 Tambak/Empang 2,16 1,32 1,40 0,80 1,20 0,96 1,80 1,56
19 Herba dan Rumput 1,56 0,84 2,00 1,00 1,60 1,20 1,32 1,68

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Lanjutan lampiran 2.

FUNGSI PENGATUR

PERUNDUNGAN PENCEGAHAN
PENGATURAN TATA AIR DAN

PENGATURAN PENGOLAHAN
PENGATURAN PEMURNIAN

DAN PENGURAI LIMBAH


PENGATURAN IKLIM

BENCANA
BANJIR

AIR
No Penutupan Lahan

PL13 PL14 PL15 PL16 PL17

1 Bangunan Bukan Permukiman 0,84 0,84 0,96 0,60 0,60

2 Bangunan Permukiman/Campuran 0,96 1,08 1,08 0,72 0,66

3 Danau/Telaga 1,68 2,52 2,16 2,64 2,46

4 Hutan Lahan Rendah 2,52 2,64 2,52 2,76 2,52

5 Hutan Lahan Tinggi 2,76 2,64 2,76 2,88 2,58

6 Hutan Mangrove 2,64 2,76 2,64 2,40 2,46


Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan
7 2,64 2,28 2,40 2,28 2,10
semusim)
8 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 0,84 1,20 1,08 0,84 0,90

9 Perkebunan 2,40 2,16 2,28 2,28 2,10

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PENGATUR

PERUNDUNGAN PENCEGAHAN
PENGATURAN TATA AIR DAN

PENGATURAN PENGOLAHAN
PENGATURAN PEMURNIAN

DAN PENGURAI LIMBAH


PENGATURAN IKLIM

BENCANA
BANJIR

AIR
No Penutupan Lahan

PL13 PL14 PL15 PL16 PL17

10 Pertambangan 0,72 1,32 1,08 0,84 0,90

11 Rawa Pesisir 1,44 2,16 1,80 1,32 1,38

12 Savana/Padang rumput 2,16 1,68 1,68 1,20 1,38

13 Semak dan belukar 1,92 1,92 1,56 1,32 1,56

14 Sungai 1,32 2,88 2,76 2,28 2,28

15 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 2,04 2,16 1,68 1,92 1,80
Tanaman Semusim Lahan Kering
16 2,04 2,04 1,80 1,80 1,68
(Tegalan/Ladang)
17 Waduk dan Danau Buatan 1,92 2,52 2,40 2,28 2,16

18 Tambak/Empang 1,68 2,52 2,16 1,92 1,80

19 Herba dan Rumput 1,92 1,92 1,56 1,32 1,56

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Lampiran 3. Nilai Koefisien Tutupan Lahan dalam Analisis Jasa Ekositem

FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

PENYEDIA AIR BERSIH

TEMPATTINGGAL DAN
PENYEDIA SUMBER

FUNGSI REKREASI
PENYEDIA BAHAN

PENYEDIA BAHAN
PENYEDIA SERAT

DAN EKOWISATA
DAYA GENETIK

RUANG HIDUP
PANGAN

FUNGSI
BAKAR
No Ekoregion

BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 B


1 Antropogenik Pertambangan Emas 0,45 0,50 0,24 0,24 0,12 0,82 0,56 0,
2 Antropogenik Pertambangan Pasir dan Batu 0,45 0,50 0,24 0,24 0,12 0,82 0,56 0,
3 Antropogenik Reklamasi 0,45 0,50 0,24 0,24 0,12 0,82 0,56 0,
Dataran Aluvial Bongkah, kerakal, kerikil batuan
4 beku dan metasedimen, kemas terbuka dengan 1,40 1,40 0,60 0,60 0,46 1,20 0,72 0,
selingan pasir kasar sampai halus
Dataran Aluvial Bongkah, kerakal, kerikil batuan
5 beku dan metasedimen, kemas tertutup dengan 1,40 1,40 0,60 0,60 0,46 1,20 0,72 0,
sisipan pasir kasar
Dataran Aluvial Bongkah, kerakal, kerikil batuan
6 beku dan metasedimen, pasir kasar sampai pasir 1,40 1,40 0,60 0,60 0,46 1,20 0,72 0,
halus
Dataran Aluvial Konglomerat, batu pasir, batu
7 1,40 1,40 0,60 0,60 0,46 1,20 0,72 0,
lumpur, napal dan batu gamping koral

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

PENYEDIA AIR BERSIH

TEMPATTINGGAL DAN
PENYEDIA SUMBER

FUNGSI REKREASI
PENYEDIA BAHAN

PENYEDIA BAHAN
PENYEDIA SERAT

DAN EKOWISATA
DAYA GENETIK

RUANG HIDUP
PANGAN

FUNGSI
BAKAR
No Ekoregion

BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 B


Dataran Aluvial Pasir kasar, pasir halus dan
8 lempung mengandung kerakal batuan beku yang 1,40 1,40 0,60 0,60 0,46 1,20 0,72 0,
tersebar tidak merata
Dataran Aluvial Perselingan pasir kasar, pasir
9 1,40 1,40 0,60 0,60 0,46 1,20 0,72 0,
halus dan lensa-lensa fosil laut (pantai purba)
Dataran Fluvio-Marine Bongkah, kerakal, kerikil
10 batuan beku dan metasedimen, kemas terbuka 1,23 1,18 0,56 0,56 0,44 0,96 0,76 0,
dengan selingan pasir kasar sampai halus
Dataran Fluvio-Marine Bongkah, kerakal, kerikil
11 batuan beku dan metasedimen, pasir kasar 1,23 1,18 0,56 0,56 0,44 0,96 0,76 0,
sampai pasir halus
Dataran Fluvio-Marine Konglomerat, batup asir,
12 1,23 1,18 0,56 0,56 0,44 0,96 0,76 0,
batu lumpur, napal dan batu gamping koral
Dataran Fluvio-Marine Perselingan pasir kasar,
13 pasir halus dan lensa-lensa fosil laut (pantai 1,23 1,18 0,56 0,56 0,44 0,96 0,76 0,
purba)
Kaki Perbukitan Denudasional Bongkah, kerakal,
14 0,90 0,90 0,54 0,54 0,36 0,67 0,48 0,
kerikil batuan beku dan metasedimen, kemas

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

PENYEDIA AIR BERSIH

TEMPATTINGGAL DAN
PENYEDIA SUMBER

FUNGSI REKREASI
PENYEDIA BAHAN

PENYEDIA BAHAN
PENYEDIA SERAT

DAN EKOWISATA
DAYA GENETIK

RUANG HIDUP
PANGAN

FUNGSI
BAKAR
No Ekoregion

BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 B


terbuka dengan selingan pasir kasar sampai
halus
Kaki Perbukitan Denudasional Konglomerat,
15 batu pasir, batulumpur, napal dan batu gamping 0,90 0,90 0,54 0,54 0,36 0,67 0,48 0,
koral
Kaki Perbukitan Denudasional
16 Serpih,batupasir,batupasir malihan,filit dan 0,90 0,90 0,54 0,54 0,36 0,67 0,48 0,
sabat (pra tersier)
Kaki Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal,
kerikil batuan beku dan metasedimen, kemas
17 1,06 1,06 0,56 0,56 0,40 0,96 0,72 0,
terbuka dengan selingan pasir kasar sampai
halus
Kaki Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal,
18 kerikil batuan beku dan metasedimen, kemas 1,06 1,06 0,56 0,56 0,40 0,96 0,72 0,
tertutup dengan sisipan pasir kasar
Kaki Perbukitan Struktural Konglomerat, batu
19 pasir, batu lumpur, napal dan batu gamping 1,06 1,06 0,56 0,56 0,40 0,96 0,72 0,
koral

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

PENYEDIA AIR BERSIH

TEMPATTINGGAL DAN
PENYEDIA SUMBER

FUNGSI REKREASI
PENYEDIA BAHAN

PENYEDIA BAHAN
PENYEDIA SERAT

DAN EKOWISATA
DAYA GENETIK

RUANG HIDUP
PANGAN

FUNGSI
BAKAR
No Ekoregion

BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 B


Kaki Perbukitan Struktural Pasir kasar, pasir
20 halus dan lempung mengandung kerakal batuan 1,01 0,95 0,56 0,56 0,38 0,96 0,72 0,
beku yang tersebar tidak merata
Kaki Perbukitan Struktural Perselingan pasir
21 kasar, pasir halus dan lensa-lensa fosil laut 1,01 0,95 0,56 0,56 0,38 0,96 0,72 0,
(pantai purba)
Kaki Perbukitan Struktural
22 Serpih,batupasir,batupasir malihan,filit dan 1,01 0,95 0,56 0,56 0,38 0,96 0,72 0,
sabat (pra tersier)
Perbukitan Denudasional Terobosan granit
23 1,01 0,95 0,56 0,56 0,38 0,96 0,72 0,
(Miosen-Pliosen)
Pegunungan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil
24 batuan beku dan metasedimen, kemas tertutup 0,67 0,67 0,57 0,57 0,40 0,43 0,88 1,
dengan sisipan pasir kasar
Pegunungan Struktural Konglomerat, batu pasir,
25 0,67 0,67 0,54 0,54 0,40 0,53 0,60 0,
batu lumpur, napal dan batu gamping koral
Pegunungan Struktural Serpih, batupasir,
26 0,67 0,67 0,54 0,54 0,40 0,53 0,60 0,
batupasir malihan, filit dan sabat (pra tersier)

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

PENYEDIA AIR BERSIH

TEMPATTINGGAL DAN
PENYEDIA SUMBER

FUNGSI REKREASI
PENYEDIA BAHAN

PENYEDIA BAHAN
PENYEDIA SERAT

DAN EKOWISATA
DAYA GENETIK

RUANG HIDUP
PANGAN

FUNGSI
BAKAR
No Ekoregion

BL1 BL2 BL3 BL4 BL5 BL6 BL7 B


Perbukitan Denudasional Konglomerat, batu
27 pasir, batu lumpur, napal dan batu gamping 0,62 0,62 0,44 0,44 0,40 0,48 0,40 0,
koral
Perbukitan Denudasional Serpih, batu pasir,
28 0,62 0,62 0,44 0,44 0,40 0,48 0,40 0,
batu pasir malihan, filit dan sabat (pra tersier)
Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil
29 batuan beku dan metasedimen, kemas terbuka 0,67 0,73 0,53 0,53 0,40 0,48 0,80 0,
dengan selingan pasir kasar sampai halus
Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil
30 batuan beku dan metasedimen, kemas tertutup 0,67 0,73 0,53 0,53 0,40 0,48 0,80 0,
dengan sisipan pasir kasar
Perbukitan Struktural Serpih, batu pasir, batu
31 0,67 0,73 0,53 0,53 0,40 0,48 0,80 0,
pasir malihan, filit dan sabat (pra tersier)

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Lanjutan Lampiran 3.

FUNGSI PEN

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN TATA

PEMURNIAN AIR
AIR DAN BANJIR

PERUNDUNGAN
PENCEGAHAN

PENGATURAN

PENGATURAN
BENCANA
No Ekoregion

BL13 BL14 BL15 BL16 BL


1 Antropogenik Pertambangan Emas 0,26 0,39 0,21 0,20 0,
2 Antropogenik Pertambangan Pasir dan Batu 0,26 0,39 0,21 0,20 0,
3 Antropogenik Reklamasi 0,26 0,39 0,21 0,20 0,
Dataran Aluvial Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku dan
4 metasedimen, kemas terbuka dengan selingan pasir kasar 0,48 1,23 0,32 0,46 0,
sampai halus
Dataran Aluvial Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku dan
5 0,48 1,23 0,32 0,46 0,
metasedimen, kemas tertutup dengan sisipan pasir kasar
Dataran Aluvial Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku dan
6 0,48 1,23 0,32 0,46 0,
metasedimen, pasir kasar sampai pasir halus
Dataran Aluvial Konglomerat, batu pasir, batu lumpur, napal
7 0,48 1,23 0,32 0,46 0,
dan batu gamping koral
Dataran Aluvial Pasir kasar, pasir halus dan lempung
8 0,48 1,23 0,32 0,46 0,
mengandung kerakal batuan beku yang tersebar tidak merata

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PEN

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN TATA

PEMURNIAN AIR
AIR DAN BANJIR

PERUNDUNGAN
PENCEGAHAN

PENGATURAN

PENGATURAN
BENCANA
No Ekoregion

BL13 BL14 BL15 BL16 BL


Dataran Aluvial Perselingan pasir kasar, pasir halus dan
9 0,48 1,23 0,32 0,46 0,
lensa-lensa fosil laut (pantai purba)
Dataran Fluvio-Marine Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku
10 dan metasedimen, kemas terbuka dengan selingan pasir 0,46 1,12 0,27 0,40 0,
kasar sampai halus
Dataran Fluvio-Marine Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku
11 0,46 1,12 0,27 0,40 0,
dan metasedimen, pasir kasar sampai pasir halus
Dataran Fluvio-Marine Konglomerat, batup asir, batu lumpur,
12 0,46 1,12 0,27 0,40 0,
napal dan batu gamping koral
Dataran Fluvio-Marine Perselingan pasir kasar, pasir halus
13 0,46 1,12 0,27 0,40 0,
dan lensa-lensa fosil laut (pantai purba)
Kaki Perbukitan Denudasional Bongkah, kerakal, kerikil
14 batuan beku dan metasedimen, kemas terbuka dengan 0,41 0,90 0,22 0,36 0,
selingan pasir kasar sampai halus
Kaki Perbukitan Denudasional Konglomerat, batu pasir,
15 0,41 0,90 0,22 0,36 0,
batulumpur, napal dan batu gamping koral
Kaki Perbukitan Denudasional Serpih,batupasir,batupasir
16 0,41 0,90 0,22 0,36 0,
malihan,filit dan sabat (pra tersier)

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PEN

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN TATA

PEMURNIAN AIR
AIR DAN BANJIR

PERUNDUNGAN
PENCEGAHAN

PENGATURAN

PENGATURAN
BENCANA
No Ekoregion

BL13 BL14 BL15 BL16 BL


Kaki Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil batuan
17 beku dan metasedimen, kemas terbuka dengan selingan pasir 0,38 0,95 0,26 0,40 0,
kasar sampai halus
Kaki Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil batuan
18 beku dan metasedimen, kemas tertutup dengan sisipan pasir 0,38 0,95 0,26 0,40 0,
kasar
Kaki Perbukitan Struktural Konglomerat, batu pasir, batu
19 0,38 0,95 0,26 0,40 0,
lumpur, napal dan batu gamping koral
Kaki Perbukitan Struktural Pasir kasar, pasir halus dan
20 lempung mengandung kerakal batuan beku yang tersebar 0,38 0,90 0,24 0,38 0,
tidak merata
Kaki Perbukitan Struktural Perselingan pasir kasar, pasir
21 0,38 0,90 0,24 0,38 0,
halus dan lensa-lensa fosil laut (pantai purba)
Kaki Perbukitan Struktural Serpih,batupasir,batupasir
22 0,38 0,90 0,24 0,38 0,
malihan,filit dan sabat (pra tersier)
23 Perbukitan Denudasional Terobosan granit (Miosen-Pliosen) 0,38 0,90 0,24 0,38 0,
Pegunungan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku
24 0,55 0,90 0,19 0,36 0,
dan metasedimen, kemas tertutup dengan sisipan pasir kasar

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
FUNGSI PEN

PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN TATA

PEMURNIAN AIR
AIR DAN BANJIR

PERUNDUNGAN
PENCEGAHAN

PENGATURAN

PENGATURAN
BENCANA
No Ekoregion

BL13 BL14 BL15 BL16 BL


Pegunungan Struktural Konglomerat, batu pasir, batu
25 0,53 0,90 0,21 0,36 0,
lumpur, napal dan batu gamping koral
Pegunungan Struktural Serpih, batupasir, batupasir malihan,
26 0,53 0,90 0,21 0,36 0,
filit dan sabat (pra tersier)
Perbukitan Denudasional Konglomerat, batu pasir, batu
27 0,43 0,78 0,19 0,31 0,
lumpur, napal dan batu gamping koral
Perbukitan Denudasional Serpih, batu pasir, batu pasir
28 0,43 0,78 0,19 0,31 0,
malihan, filit dan sabat (pra tersier)
Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku
29 dan metasedimen, kemas terbuka dengan selingan pasir 0,46 0,95 0,18 0,37 0,
kasar sampai halus
Perbukitan Struktural Bongkah, kerakal, kerikil batuan beku
30 0,46 0,95 0,18 0,37 0,
dan metasedimen, kemas tertutup dengan sisipan pasir kasar
Perbukitan Struktural Serpih, batu pasir, batu pasir malihan,
31 0,46 0,95 0,18 0,37 0,
filit dan sabat (pra tersier)

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Lampiran 4. Indeks Jasa Ekosistem Kota Palu

FUNGSI PENYEDIA FUNGSI BUDAYA

FUNGSI REKREASI DAN


TEMPATTINGGAL DAN
PENYEDIA AIR BERSIH

PENYEDIA SUMBER
PENYEDIA BAHAN

PENYEDIA BAHAN
PENYEDIA SERAT

BUDAYA FUNGSI
ESTETIKA ALAM
DAYA GENETIK

RUANG HIDUP

EKOWISATA
PANGAN

FUNGSI
BAKAR
NO. KECAMATAN

JE1 JE2 JE3 JE4 JE5 JE6 JE7 JE8


1 Mantikulore 2,86 2,79 3,73 2,86 3,20 2,81 2,80 3,20
2 Palu Barat 2,89 2,92 3,58 2,81 3,11 3,03 2,72 3,20
3 Palu Selatan 3,10 3,12 3,61 2,80 3,22 3,05 2,87 3,26
4 Palu Timur 2,78 2,88 3,50 2,74 3,09 3,08 2,73 3,24
5 Palu Utara 3,16 2,96 3,88 2,95 3,23 2,94 2,81 3,22
6 Tatanga 3,22 3,13 3,72 2,91 3,22 2,96 2,81 3,22
7 Tawaeli 3,11 2,96 3,96 2,95 3,29 2,84 2,92 3,26
8 Ulujadi 2,69 2,71 3,94 2,98 3,17 2,63 2,68 3,06
Rerata 2,93 2,87 3,78 2,90 3,20 2,85 2,79 3,19
Sumber: Data diolah Tim Ahli Jasa Ekosistem, Tahun 2020

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Lanjutan Lampiran 4

FUNGSI PENGATUR

PEMELIHARA KUALITAS
PENGATURAN IKLIM

PENGATURAN TATA

PENGURAI LIMBAH
PENGOLAHAN DAN
PEMURNIAN AIR
AIR DAN BANJIR

PERUNDUNGAN
PENCEGAHAN

PENGATURAN

PENGATURAN

PENGATURAN
BENCANA

UDARA
NO. KECAMATAN

JE13 JE14 JE15 JE16 JE17 JE18


1 Mantikulore 2,98 3,14 3,05 2,51 2,50 2,55
2 Palu Barat 2,77 3,11 3,00 2,59 2,60 2,48
3 Palu Selatan 2,79 3,28 3,06 2,70 2,70 2,52
4 Palu Timur 2,63 3,01 2,86 2,51 2,51 2,38
5 Palu Utara 3,23 3,31 3,28 2,69 2,70 2,79
6 Tatanga 3,10 3,38 3,37 2,84 2,84 2,70
7 Tawaeli 3,25 3,32 3,31 2,74 2,73 2,82
8 Ulujadi 3,10 3,09 3,20 2,77 2,76 2,81
Rerata 3,03 3,19 3,15 2,65 2,65 2,65

Kajian dan Pemetaan Daya Dukung


Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Lampiran 5. Penyelenggaraan Seminar Laporan Pendahuluan

Media Komunikasi Penyelenggaraan Kegiatan Menggunakan Aplikasi Whatsapp

Kegiatan Seminar Laporan Pendahuluan Menggunakan Zoom Meeting

Laporan Akhir
197
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kegiatan Seminar Laporan Pendahuluan Menggunakan Zoom Meeting

Kegiatan Seminar Laporan Pendahuluan Menggunakan Zoom Meeting

Laporan Akhir
198
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Lampiran 6. Bahan Presentasi


Seminar Pendahuluan

Laporan Akhir
199
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
200
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
201
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
202
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
203
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
204
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
205
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
206
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
207
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
208
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
209
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
210
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
211
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Lampiran 7. Kegiatan Survey Tim Pelaksana

Kegiatan Survei Tim Pelaksana Pada Beberapa Lokasi di Kota Palu

Kegiatan Survei Tim Pelaksana Pada Beberapa Lokasi di Kota Palu

Laporan Akhir
212
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
213
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kegiatan Survei Tim Pelaksana Pada Beberapa Lokasi di Kota Palu

Laporan Akhir
214
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kegiatan Survei Tim Pelaksana Pada Beberapa Lokasi di Kota Palu

Laporan Akhir
215
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Lampiran 8. Undangan Penyelenggaraan Seminar Hasil

Laporan Akhir
216
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
217
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Daftar Hadir Kegiatan Seminar Hasil

Laporan Akhir
218
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Daftar Hadir Kegiatan Seminar Hasil

Laporan Akhir
219
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Daftar Hadir Kegiatan Seminar Hasil

Laporan Akhir
220
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kegiatan Seminar Hasil

Laporan Akhir
221
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Kegiatan Seminar Hasil

Laporan Akhir
222
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Lampiran 9. Bahan Presentasi


Seminar Hasil

Laporan Akhir
223
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

HASIL KAJIAN & PEMETAAN DAYA


DUKUNG
JASA EKOSISTEM KOTA PALU TAHUN 2020

Keluaran Kajian

Laporan Akhir
224
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Konsep Dasar

Secara operasional, kajian ini melakukan perhitungan Indeks Jasa Ekosistem berdasarkan
fungsi – fungsi ekosistem yang akan menjadi indikator kondisi daya dukung lingkungan
hidup di Kota Palu

Asumsi dasar bahwa semakin tinggi fungsi layanan ekosistem terhadap Jasa Ekosistem
suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya

Kajian daya dukung berbasis jasa eksositem memiliki kelebihan karena secara operasional
dapat dihitung dengan pendekatan keruangan (spatial), sehingga daya dukung daya
tampung dapat disajikan secara informatif dengan menggunakan peta yang mampu
menunjukkan sebaran, luasan serta mudah untuk diintegrasikan pada rencana
pembangunan wilayah baik di tingkat nasional, provinsi dan kota.

Kajian & Pemetaan mencakup 3 tahapan

Laporan Akhir
225
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
226
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
227
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
228
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
229
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
230
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
231
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
232
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
233
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
234
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
235
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
236
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
237
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
238
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
239
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
240
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
241
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
242
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
243
Tahun 2020
Kajian dan Pemetaan Daya Dukung
Jasa Ekosistem Kota Palu
Tahun 2020

Laporan Akhir
244
Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai