Anda di halaman 1dari 8

SHAMANISME:

FENOMENA RELIGIUS DALAM


SENI PERTUNJUKAN NUSANTARA
Sunarto
Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang
E-mail: 132233483@staff.unnes.ac.id

Abstrak

Budaya Shamanisme ini telah memberikan kepada Nusantara musik ritual dengan
waditra: gendang, gong, dan kecrek; dengan pertunjukan yang mempunyai maksud
untuk memuliakan arwah para leluhur. Bentuk seni yang ditampilkan, seperti: tari
topeng. Budaya ini juga telah membawa skala Pentatonik yang berasal dari tradisi
Melayu-Nusantara untuk wilayah belahan barat, dan tradisi Asiatik untuk belahan
Timur. Hal tersebut mirip dengan paham Cina kuno (3500 SM), yang memandang
musik sebagai seni yang mengungkapkan persatuan sorga dan bumi. Konsep seni
adhiluhung (yang berarti damai dan agung) dalam Gamelan Jawa diturunkan dari
paham tersebut. Sedangkan dalam Hinduisme menganggap musik sebagai Yoga
untuk bersatu dengan Brahman dan sarana pengembangan rasa estetis-religius.
Suhardjo Parto dalam Disertasinya, Folk Traditional as a Key to the Understanding
of Music Cultures of Java and Bali (Osaka University, 1990), membuat peta dengan
sebutan wilayah etnomusikologis “Indonesia Barat Daya”: suatu wilayah yang
terbentang dari Sumatra Selatan, Jawa (Madura), Bali, dan Lombok.

Shamanism: A Religious Phenomenon


in Indonesian Performing Arts
Abstract

This Shamanism culture has given the archipelago music: ritual music of waditra: drums,
gongs, and kecrek; with performances that had the intention to honour deceased ancestors.
The form of the performance art shown is Tari Topeng (mask dance). This culture has also
brought a pentatonic scale derived from the Malay-Indonesian tradition in the Western hem-
isphere to Asiatic tradition in the Eastern hemisphere. It is similar to ancient China concept
(3500 BC), which looked at music as an art that expresses the unity of Heaven and Earth.
This is from which the concept of art adhiluhung (peaceful and great) in Javanese Gamelan
is derived. Hinduism considers music as Yoga for uniting with Brahman and a means of
developing a sense of the aesthetic-religious. Suhardjo Parto in his dissertation, Traditional
Folk as a Key to the Understanding of Music Cultures of Java and Bali (Osaka University,
1990), made a map as the ethnomusicologist “Southwest Indonesia”: an area stretching from
South Sumatra, Java (Madura), Bali, and Lombok.

Kata kunci: Shamanisme; Hinduisme; nusantara; seni pertunjukan

168
Sunarto, Shamanisme: Fenomena Religius Dalam Seni Pertunjukan Nusantara 169

PENDAHULUAN manis (Eliade, 1974: 4).


Ricklefs (2000:115) menulis, bahwa
Sebelum kedatangan tradisi agama ciri khas kesenian Indonesia, baik yang vi-
India sebagai entitas multikultural yang sual maupun seni pertunjukan sering ber-
terdiri dari Indonesia Barat Daya (South- sifat sakral:
western Indonesia) yang meliputi kepulau- ... tampak jelas bahwa kesenian Indo-
an Sumatra Selatan, Jawa, Madura, Bali, nesia yang berbentuk visual dan per-
dan Lombok, kepulauan ini telah mene- tunjukan sering bersifat sangat sakral.
rima shamanisme sebagai budaya agama Wayang, keris, batik, serta tari-tarian
tertentu memiliki sifat-sifat keagamaan
kuno (ancient religious culture), yang diba-
dan memancarkan tenaga-tenaga gaib;
wa oleh para migran Indonesia-Melayu kesemuanya itu hanya dapat digunakan
Mongoloid, dan Asiatik Mongoloid dari dengan memerhatikan kekuatan-kekua-
Asia daratan. tan gaib. Oleh karena itulah kesenia-ke-
Sampai sekarang, moko atau nekara, senian Indonesia dilingkupi oleh ritual-
palu-gendang perunggu prasejarah, yang ritual dan kaidah-kaidah yang rumit.
dianggap sebagai “pembuat-hujan” ajaib
(Eliade, 1974), tidak pernah sebagai mo- Realiatas sejarah yang demikian
del gong perunggu besar Jawa dan seba- memungkinkan pemikiran bahwa tradisi
gai instrument musik inti yang mengiringi musik (di) Nusantara tidak terlepas dari
pemujaan nenek moyang atau ritus untuk kaitan-kaitanvatau relasi dengan dunia
orang mati (rite for the dead) dan dipercaya supranatural, termasuk budaya Shaman-
sebagai sakral oleh masyarakat Shaman- isme. Perjalanan panjang sejarah musik
is kuno, paling tidak di Indonesia Barat (di) Nusantara memungkinkan beberapa
Daya. pengaruh masuk dan memberikan warna,
Sejak zaman kerajaan China, yang baik waditra, teori, dan estetikanya. Ke-
dimulai kira-kira tahun 1766 SM dengan terkaitan antara kesenian dengan dunia
dinasti Shang (Ch’en, 1973) jauh lebih tua supranatural, yang selalu melingkupi da-
dari kerajaan di kepulauan Indoensia yang lam budaya masyarkakat Jawa, juga telah
diwakili oleh kerajaan Kalingga di Jawa menjadi perhatian serius Clifford Geetz
Tengah pada abad ke-5 Masehi, kepulau- (1990).
an pastilah steril dari pengaruh peradaban
kuno Asia daratan. Wilayah Etnomusikologi
Shamanisme yang berasal dari Sibe- Voigt (1977) mengatakan, bahwa se-
ria (Voitgt, 1977) adalah budaya agama luruh wilayah Nusantara secara historis
pertama tradisi Mongoloid yang dibawa telah dipersatukan oleh budaya Arkais
ke Indonesia, khususnya separuh kepu- Shamanisme yang berpusat di Asia Utara
lauan barat dari China Selatan (Magnis- dan Asia Tengah. Budaya Shamanisme ini
Suseno, 1988: 21) dan dari Asia Tengah telah memberikan kepada Nusantara mu-
sejak kira-kira 3000 tahun SM (Poerbatja- sik ritual dengan waditra: gendang, gong,
raka, 1952: VI, Eliade 1974:4; Huntington dan kecrek; dengan pertunjukan yang
1959:205-206; Beals dan Hoijer, 1959: 182, mempunyai maksud untuk memuliakan
peta 6: 2a, dan Heine-Geldern, Covarrubi- arwah para leluhur (Eliade, 1974). Bentuk
as, 1972: 16). Shamanisme dalam pengerti- seni yang ditampilkan, seperti: tari topeng.
an keras adalah fenomena religius sangat Budaya ini juga telah membawa skala Pen-
menonjol di Siberia dan Asia Tengah yang tatonik yang berasal dari tradisi Melayu-
menjadi budaya kuno masyarakat Indone- Nusantara untuk wilayah belahan barat,
sia zaman Pra-Indik; budaya, yang eksis dan tradisi Asiatik untuk belahan Timur.
lebih dari 2000 tahun, yang telah dihu- Suhardjo Parto dalam disertasinya,
bungkan dengan praktek pemujaan nenek Folk Traditional as a Key to the Understanding
moyang dan pemujaan orang-orang mati of Music Cultures of Java and Bali (Osaka
dengan pertunjukan dan musik ritual Sha- University, 1990), membuat peta dengan
170 HARMONIA, Volume 13, No. 2 / Desember 2013

sebutan wilayah etnomusikologis “Indo- 279). Candi Borobudur yang sebangun


nesia Barat Daya”: suatu wilayah yang oleh Wangsa Syailendra, yang terkenal
terbentang dari Sumatra Selatan, Jawa dan telah dinyatakan sebagai milik dunia,
(Madura), Bali, dan Lombok. Pemetaan yang dibangun sekitar abad ke-14 dan 15,
wilayah etnomusikologi kuno tersebut dan kedatangan Islam di Jawa. Telah di-
sebagai penulisan sejarah musik (seni per- gunakan untk mengidentifikasikan bahwa
tunjukan) tradisi Nusantara berdasarkan kebudayaan minor pernah ada di pulau
teori wilayah budaya menurut Wissler Jawa. Beberapa teori dari prinsip Heisen-
dan Schmidt (Koentjraningrat, 1980). Ke- berg menyangkut enam pokok pikiran,
datangan agama-agama dari India, Islam, yaitu:
Kristen, di Nusantara sejak abad pertama 1. Tidak ada satu pun di dalam 25 dera-
tarikh Masehi telah menciptakan mozaik jat di equator jenis kebudayaan yang
etnomusikologis, sehingga dalam ke- benar-benar asli
rangka teori Clark Wissler dan Wilhelm 2. Kebudayaan minor yang asli di se-
Schmidt tentang wilayah kebudayaan luruh daerah 25 derajat equator. Se-
dapat diperoleh Tujuh Wilayah Etnomu- muanya seperti akan menjadi terlalu
sikogis dengan dasar prinsip Heisenberg: panas ataupun menjadi terlalu dingin
1) Sumatera; 2) Kalimantan; 3) Sulawesi; 4) pada saat puncak musim.
Nusa Tenggara Timur; 5) Wilayah Kepu- 3. Ada lima lokasi untuk kebudayaan
lauan Maluku; 6) Irian Jaya; dan 7) Wila- minor, yaitu: a) kebudayaan maya di
yah Indonesia Barat Daya (Suhardjo Parto, Mexico dan Guetemala,b) kebudayaan
1990). Wilayah Indonesia Barat Daya se- Khmer di Indocina c) kebudayaan Jawa
bagai kesatuan etnomusikologis ditandai kuno di pulau Jawa d) kebudayaan In-
dengan: tradisi nekara dan gong pencon dia Selatan di India Selatan, e) kebuda-
(knobbed gongs), tradisi wayang, tradisi yaan Sinhala di Srilangka. Semua ke-
pentatonik (pathet atau modal scales), tradi- budayaan minor tampak keasliannya
si resitasi (mocopat). Soekmono (1990) me- padasaat cuaca dan sejuk dan menjadi
ngatakan, musik Nusantara yang di- semakin bergairah padasaat sisa dari
perkirakan mula-mula muncul dalam kebudayaan kuno ini membangkitkan
cakarwala budaya Nusantara sejak hadir- pengakuan kita. Mereka dibawakeda-
nya nekara atau moko di Sumatera hingga erah tropis yang hangat dan lebih nya-
kepulauan Kei. man oleh para imigran yang kelihatan-
nya telah terseleksi secara ketat oleh
Prinsip Heisenberg perjalanan yang panjang dan ganas.
Kepulauan Indonesia adalah wila- 4. Kebudayaan minor secara alami hilang
yah yang sangat luas di mana tidak mung- sedikit demi sedikit . hal ini berarti kita
kin kita membatasi masuknya pengaruh- tidak memiliki lagi bukti mengenai
pengaruh budaya asing dalam perjalanan perkembangan kebudayaan primitif,
sejarahnya. Kontras iklim antara wilayah seperti apa yang dikemukakan di Asia-
tropis dan non-tropis Asia Tenggara ke- tik dan Arab.
pulauan dan Asia daratan mengakibatkan 5. Jika kebudayaan- kebudayaan yang
adalah “Peradaban Kecil Jawa” (Minor Ci- tumbuh pesat dikebudayaan tropis
vilization Java untuk selanjutnya disebut menjadi terkikis, secara mudah dan
MCJ) yang diteorisasikan oleh Huntington pasti dapat diperkirakan bahwa me-
(1959: 278-279, 404-405) bisa menjadi sebab rela dibawa oleh para imigran dari da-
natural untuk masuknya pengaruh-penga- erah lain.
ruh ini. 6. Ketiga tipe kebudayaan tropis memili-
Di seluruh kepulauan Indonesia, ada ki karakteristik, yaitu: 1) mereka bina-
suatu daerah yang dikarakteristikan oleh sa secara perlahan; 2) tidak ada peng-
Huntington sebagai pembawa “ budaya ganti yang meneruskan mereka; dan 3)
(tropis) minor” (Huntington, 1959: 278- hidup secara terpisah dan sukar dila-
Sunarto, Shamanisme: Fenomena Religius Dalam Seni Pertunjukan Nusantara 171

cak dalam kebudayaan sesudahnya. suara termasuk yang, berikut:


Bunyi genderang yang paling keras
Inti Shamanisme Dalam Musik diikuti dengan cara bermain yang sangat
Pemujaan Orang Mati enerjik. Instrumen gamelan dasar dalam
Pemujaan orang (the cult of the daed) festival kuil Odalan di lereng Gunung Ba-
mati adalah tradisi Mongoloid, yang dip- tukatu, Bali Tengah).
raktekkan orang-orang dari ras Asia, Me-
layu-Indonesia dan Indian Amerika seba- Dua Kategori Nenek Moyang Cina
gai cabang-cabang ras Mongoloid (Belas; Masyarakat China/Asia Mongo-
Hoijer 1959; 18). Pemujaan ini memerlu- loid memiliki dua kategori nenek moyang
kan: yang berhubungan dengan agama China
a. Kuil nenek moyang (cf. Hookhman 1972: Shamanis, yaitu:
39). Konsep yin dan yang di dalam kon-
b. Musik sebagai bahasa spesial yang ber- teks festival-festival primitif China (Gra-
beda dari ucapan biasa untuk berko-mu- net 1977: 20), sebagai klasifikasi utama,
nikasi dengan para leluhur supranatural Lima Unsur yang bertindak sebagai
(cf. Nadel 1956: 7). klasfiikasi sekunder. Lima Unsur sebagai
c. Persembahan (cf. Hookham 1972: 39). klasifikasi kuno kedua dari wilayah Chi-
d. Pendeta atau shaman . na/Asiatik pasti telah dibawa ke kepulau-
e. Instrument musik seperti gendang, in- an Indonesia oleh para migrant Asiatik.
strument penggaruk, rattles, gong, se- Yin-yang sebagai doktrin mengata-
ruling bambu yang kemudian dikem- kan bahwa semua hal, benda dan kejadian
bangkan menjadi organ mulut, sheng di adalah hasil dari dua kekuatan. Yin adalah:
China. negatif, pasif, lemah dan destruktif atau
f. Selubung bayangan leluhur (cf. Suhardjo merusak. Sedangkan yang adalah positif,
Parto 1990: 74). aktif, kuat dan konstruktif atau memban-
gun. Yin-yang membeirkan ide keselarasan
Seperti pada “musik Aztec dan se- di dalam ketegangan kreatif (Nauman Jr.
mua musik Indian Amerika” (Hagen 1961: 1978:354). Dikotomi dua gendang gong lu-
97), musik untuk pemujaan orang mati di wang dengan istilah-istilah: kendang cedu-
kepulauan Indonesia semula dilakukand gan lanang dan kendang cedugan wadon bisa
engan menari (Suhardjo Parto, 1990: 4). jadi adalah doktrin yin-yang dalam klasifi-
Musik di sini mengekspresikan kesatuan kasi China (Suhardjo Parto 1991:92), yang
langit dan bumi (Sedillot 1959: 34), persa- secara simbolis mengharapkan keselarasan
tuan makrokosmis dan mikrokosmis, atau mikro-makrokosmos yang menghasilkan
persatuan leluhur yang mati dengan yang kesejahteraan pertanian bagi masyarakat.
hidup. Sebelum kedatangan tradisi-tradisi Lima Unsur, juga disebut Lima Ke-
agama India di Indonesia, pemujaan orang bajikan (Needham, 1980: 127, 144) yang
mati dipraktekkan di festival-festival can- memiliki tiga prosedur untuk menghitung
di, terpusat dalam sentraltias pulau-pulau unsur-unsur ini satu per satu, yaitu: 1)
individual shamanic. prosedur yang berhubungan dengan arah;
2) menurunkan unsur-unsur dari tatanan
Sihir Suara (Magic of Noise) gerakan kalender yang mengitari man-
Hakikat musik shamanis adalah si- sion empat persegi; dan 3) melawankan
hir suara. (Eliade, 1974: 168-176 tentang arah unsur-unsur di dalam tatanan Barat-
“Gong Shamanik”). Sifat Hinduisme se- timur-Utara, (Pusat) – Logam, Kayu, Air,
bagai agama sinkretik (Coomaraswamy; Api, bumi (Granet 1977:106).
Nivedita 19676: 3) pasti telah mengako-
modasi ide sihir suara di wilayah-wilaah Historisitas dalam Musik Nusantara
kepulauan yang ter-Hindu-sasikan. �����
Bebe- Sejarah kebudayaan Nusantara te-
rapa manifestasi kepercayaan di alam sihir lah didominasi oleh arkeologi. Namun,
172 HARMONIA, Volume 13, No. 2 / Desember 2013

tingkat kebudayaan di Jawa pada masa terjadi secara terus-menerus, ras Melayu
pembentukan kerajaan di Jawa tidak da- Kuno di sebelah selatan Asia Tengah ter-
pat dimengerti dengan lebih jelas lewat masuk ras induk Mongoloid meluas ke pa-
arkeologis semata. Sebagai contoh ada- ruh barat Nusantara sejak 3000 tahun SM,
lah kegelapan yang menyelimuti peranan hingga ras itu terbentuk menjadi ras (Mon-
potensial dalam Kerajaan Kalingga (di- goloid) Melayu-Nusantara (Beals; Hoijer,
perkirakan lahir pada abad ke-5 Masehi), 1959:182).
lewat pendekatan inskripsi arkeologis Invensi pembuatan perunggu mun-
dan studi literemitik, dalam pembentu- cul sekitar 2500 SM dalam Shamanisme
kan Jawanisme (kejawen). Hal ini berbeda Asia Tengah (Eliade, 1974; Geishiensha,
dengan temuan etnomusikogis, yang men- 1978), telah mengembangkan gendang
gatakan bahwa dalam Kerajaan Kaling- menjadi hpasi (nekara) dan kyi-wing (ling-
ga dapat ditelusuri tentang budaya oral karan 16 gong kecil) dalam tradisi Birma
dan seni-seni pertunjukan di Indonesia Kuno, yang berwatak Shamanik. Dalam
Barat Daya. Lahirnya Kerajaan Kaling- kurun waktu selama 2000 tahun sejak 2000
ga (sekitar abad ke-5 M) ini memerlukan tahun SM, ras Mongoloid Melayu telah
ubo rampe (instrumen-instrumen pendu- mengembangkan diri menjadi ras Mongo-
kung) utama, sebagai berikut. Sejumlah loid Melayu-Nusantara dengan wilayah
pusaka dalam bentuk (instrumen) musik. Asia bahian Tenggara hingga ke paruh ba-
Adapun istrumen musik tersebut, antara rat Nusantara dan Filipina (Beals; Hoijer,
lain: (yang di dalamnya mungkin terda- 1959:182). Ras ini telah memberikan tradisi
pat) kendang India; mridamga dan gong musik dengan gong pencon kepada Nu-
besar telah memaksa kerajaan Hindu di santara dengan persebarannya di paruh
Jawa yang pertama dan mengejawantah- barat (Becker, 1980), gendang, hpasi (neka-
kan watak sinkretik Agama Hindu untuk ra), yang tersebar hampir di seluruh garis
mentransmutasi instrumen musik Asiatik, kepulauan Nusantara bagian selatan hing-
sheng atau instrumen musik tiup bambu ga Irian (Soekmono, 1985), dalam konteks
menjadi instrumen bilah perkusi, gender. Shamanisme yang memiliki musik ritu-
Data arkeologis sebagai ilmu empiris da- al dengan waditra: gendang dan kecrek
lam konteks ini belum dapat menjelaskan (Eliade, 1874), serta orkes ritual Gumlao
pahatan-pahatan tentang instrumen mu- (Becker, 1980), dengan waditra utamanya
sik di beberapa candi di Jawa, seperti evo- gong.
lusi instrumen sheng yang menjadi gender Ras ini lewat perjalanan musikalnya
(Suhardjo Parto, 1990). Teori musik dari ke Pasifik memberi paruhan timur Nusan-
Hindu telah diperkenalkan sebagai tahap- tara tradisi musik gendang tifa, yang be-
tahap awal tradisi istana Jawa-Hindu. Di rasal dari wilayah Indocina (lihat persilan-
sini musik vokal (resitasi) dengan bahasa gan kebudayaan Indocina [Groslier, 2007;
Sansekerta mulai diperkenalkan, sebuah Lombard, 2005]). Ras Mongoloid Asiatik
fenomena yang berkaitan dengan himne dari Asia Utara dan Timur telah membe-
Rig Veda. Realitas ini menunjukkan per- rikan paruhan barat Nusantara dengan
kembangan embrional suatu tradisi besar waditra: genggong, gong datar, kecrek,
dari seni-seni pertunjukan di Jawa. Istilah penggaruk, sheng (seruling 16 bambu),
“Raja Dhiraja”, dalam masyarakat Jawa, dan seruling (Randel, 1986).
dapat dijelaskan secara etnomusikologis Karena dominannya persebaran
sebagai berasal dari himne Rig Veda, yang gong pencon dan tifa di Nusantara, maka
diperkirakan telah masuk ke Jawa sekitar wilayah ini dibagi dalam dua tradisi Sha-
abad ke-5 Masehi dalam tradisi ritual Hin- manik, yaitu: tradisi musik Gumlao di wi-
duisme dalam Kerajaan Kalingga (Malm, layah barat, dan tradisi musik tifa di paruh
1967). atau wilayah timur.
Karena luapan penduduk Asia Ten- Kedatangan para pedagang Hindu
gah Kuno (Huntington, 1959:206), yang lewat patai barat Sumatra Tengah dan
Sunarto, Shamanisme: Fenomena Religius Dalam Seni Pertunjukan Nusantara 173

Selatan di awal tarikh Masehi telah mem- pusat pengolahan Gumlao menjadi Game-
buka kontak budaya dengan suku-suku lan.
bangsa penduduk Sumatra, Jawa, Kali- Hadirnya kata Raja Dhiraja menan-
mantan, Sulawesi, Filipina, yang menjadi dakan pernah masuknya sebauh Himne
jalur lintasan mereka dalam mencari emas Rig Veda (Malm, 1967), hingga teknik vo-
dan komoditi lainnya dari Asia Timur (At- kal Hidu pernah dilestarikan di Kerajaan
mosoedirdjo, 1962). kalingga demi berfungsinya candi. Terke-
Konsentrasi pemukiman migran nalnya mutu gong besar dari Jawa Tengah
pendukung musik Gumlao di Jawa Ten- dikarenakan kualitas bahan dasarnya, Pe-
gah, seperti dibuktikan dangan adanya runggu (McVey [ed.], 1963), menunjukkan
protohistoric bronze kettle drum/nekara di adanya trasmutasi nekara pada gong be-
Kedu dan Semarang, serta terdapatnya sar, yang semula di Kalingga menjadi pe-
nama tempat Garung (yang menunjukkan mula dan penutup sebuah gending sakral.
suku di Myanmar Kuno, Garo), di daerah Seperti halnya Shamanisme, gong besar
Dieng, telah menaruh minat pedagang dalam Hinduisme adalah sarana kontak
Hindu untuk bersaing di daerah itu. Minat dari mikro dan makro kosmos; suatu di-
itu dalam kelanjutannya telah melahirkan kotomi yang juga ada dalam Hinduisme
kompleks candi Hindu di Jawa Tengah (Avalonm, 1972).
Utara. Sruti, svara, yang dalam bahasa Jawa,
Minat mereka untuk menjadikan yang dalam teori musik India berarti inter-
Jawa Tengah Utara sebagai pangkalan per- val dan nada, menunjukkan adanya perta-
dagangan internasional kuno di Nusantara da hadirnya peranan kaum Brahmana, da-
dan Asia telah mendorong mereka mem- lam memasukkan teori musik ke Kerajaan
bangun kerajaan Kalingga, yang beragama kalingga; meskipun dalam perkembangan
Hindu pada abad ke-5 M (Kennedy, 1942). kemudian karena adanya sekolahan non
Kerajaan itu memerlukan banyak hal, ter- formal, teori ini menjadi kabur, dan istilah-
masuk kharisma religius. Peradaban India istilahnya bergeser artinya.
yang didukung oleh Kekaisaran Gupta di Tiadanya pendidikan formal di za-
India Utara, yang sudah mekar pada abad man Kerajaan kalingga dan adanya sitem
ke-4 M (Hammonf, 1959), rupanya telah alih ketrampilan: guru-shishya (Avalon,
siap dicangkokkan di Jawa Tengah. Dra- 1972), tiga unsur pokok dalam musik In-
ma, tepatnya drama-tari India, masuk ke dia: raga, tala, dan kharaja (modus, inti
Nusantara pada abad ke-1 M (Wickham, sistem ritme, dengung/kombangan dengan
1985) sebagai mata tombak bagi merem- rebab dalam wayang kulit Jawa) hampir
besnya pengaruh seni Hindu. tidak pernah dipahami sebagai pernah di-
Hadirnya candi-candi dan drama- teorikan dalam budaya musik di Kerajaan
tari itu menandakan bahwa rasa sebagai Kalingga. Menurut Kishibe (1984) bahwa
paham estetika Hindu secara integral telah rebab baru ada di Jawa pada abad ke-9 M,
hadir di Nusantara (Jawa). Musik, yang perlu diragukan, sebagaimana dari data
bersama-sama tari ritual vital bagi kelang- arkeologis (konteks etnomuiskologis) re-
sungan perdagangan orang-orang Hindu, bab sudah ada di Kerajaan kalingga (abad
perlu dibangun dengan meg-Hindu-kan ke-5 M).
musik setempat, Gumlao menjadi Game- Rebab India, yang kemungkinan be-
lan. rasal dari dari kekaisaran Gupta di India
Tradisi gong pencon sebagai musik Utara, dalam Hinduisasi Gumlao menjadi
sakral Shamanik yang sudah mapan itu Gamelan pada tradisi besara Kerajaan ka-
perlu mendapat perhatian dan penanga- lingga dijadikan waditra untuk menegas-
nan dari para Brahmana di Kerajaan Ka- kan mudus-modus menurut teori musik
lingga. Untuk itu konsep estetika Hindu, Asiatik (Cina) yang pernah dikenalkan
rasa, perlu dikembangkan lebih lanjut. di Jawa pada Pra-Hindu dengan waditra
Lingkungan Kerajaan Kalingga menjadi seng, yang juga berfungsi membawakan
174 HARMONIA, Volume 13, No. 2 / Desember 2013

sistem pentatonik berdaur dan beroktaf, seni pertunjukan Nusantara.


ke dalam teori raga. Fungsi kedua dari Penambahan budaya kecil untuk
rebab adalah untuk menghadirkan suara lapisan Melayu-Indonesia di Nusantara
“Om”, yang melambangkan penghorma- sampai abad ke-5 M adalah budaya Mon-
tan pada Trimurti dan mengenalkan khraja goloid Asiatik yang dibawa dari Asia Ti-
dalam rangka sofistikasi Gumlao menjadi mur. Dalam kira-kira 25 abad (2000 tahun
Gamelan. Sebelum Masehi – abad ke-5 Masehi, Asia
Demi kharisma dan kesakralan ke- Timur memiliki 15 dinasti yang mengha-
rajaan, bangsawan dari kekaisaran Gupta silkan peradaban China terbesar. Tidak
yang menjadi suku Hindu di Jwa ini tentu seperti Shamanisme Asia Tengah dengan
pernah menghadirkan waditra lainnya di Gumlao perkusinya, orkestra sakral dite-
Kerajaan Kalingga. Namun waditra-wa- mukan di dalam peradaban Birma, China
ditra asing itu sebagaian musnah karena tua dari Mongoloid Asiatik di Asia Timur
mereka tidak mampu dengan tepat men- menggunakan ch’in dan p’ip’a (instrumen
gungkapkan bahasa musik (lingua musi- plucked) dan sheng sebagai instrumen uta-
cal) penduduk setempat yang sudah akarb ma untuk orkestranya.
dengan Gumlao (Tran van Khe, 1991). Tampak bahwa pada zaman Sha-
Peranan penting gendang dalam ta- manik di kepulauan, budaya-budaya
rian Hindu telah menghadirkan mridamga musik perkusif berbasis-gong di separuh
untuk perayaan di candi. Dari kata mri- Nusantara bagianb arat tidak bisa diganti-
damga inilah agaknya gamelan dibahasa- kan dengan sheng dan instrumen plucked.
haluskan menjadi pradangga, kata yang Peradaban China, bagaimanapun, berha-
lazim terdengar di kalangan karawitan Yo- sil memperkenalkan dasar-dasar filsafat,
gyakarta dan Surakarta, khususnya sebe- yaitu: 1) doktrin Yin-yang; 2) Lima Unsur/
lum tahun 1942. Waditra ini juga berfungsi Kebajikan; 3) definisi musik dalam kon-
mengenalkan tala, inti sistem ritme musik teks persatuan langit dan bumi; dan 4) ide
India. Watak merangkum (all-inclusive) da- penyesuaian suara yang berhubungand
lam Hinduisme (Coomarwaswamy, 1967) engan kegagalan memerintah dinasti ter-
telah mentransmutasi wadita seng dalam tentu, pada budaya-budaya musik di da-
ujud gender (Suhardjo Parto, 1991) guna lam MCJ.
memfungsikan pradangga sebagai orkes. Pengenalan mungkin mode Asiatik,
Sistem kasta dalam Hindu agaknya te- di dalam gamelan Jawa, sebleum pathet
lah mengenalkan cara komposisi gending penggantinya diilhami dari raga India,
yang beranjak dari gong besar atau gong menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan
lain yang mewakilinya, ide stratifikasi China kuno sangat berpengaruh dalam
polifonik. Drama-tari yang beranjak dari budaya-budaya musik MCJ. Distribusi
Pandava, dan tari topeng agaknya telah budaya gong dengan bunyi lonceng di
menjadi pendukung hidup dan berkem- seluruh dominasi Melayu-Indonesia ini
bangannya pradangga sebagai tradisi besar, bagaimanapun lebih dulu disbanding ma-
di samping wayang sebagai tradisi grass- suknya musik dan peradaban Asiatik/
root (rakyat). China kuno.

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

Fenomena religius dalam seni per- Banawiratma. 1977. Yesus sang Guru: Perte-
tunjukan Nusantara berakar kuat dari tra- muan Kejawen. Yogyakarta: Kanisius.
disi Shamanisme Arkhais yang berpusat Beals, R. L. & Harry Hoijer. 1959. An Intro-
di Siberia (Asia Utara) dan Asia Tengah. duction to Anthropology. New York:
Shamanisme telah memberi warna dan ciri the Macmillan Company.
khas pada seni pertunjukan (di) Nusanta- Berger, J. 1980. Music in Modern Java:
ra. Hal ini merupakan warisan identitas gamelan in a Changing Socienty. Ho-
Sunarto, Shamanisme: Fenomena Religius Dalam Seni Pertunjukan Nusantara 175

nolulu: The University of Hawai. Kishibe, S. 1984. The Traditional Music of


Berger. D. H., & Atmosoedirjo. 1962. Seja- Japan, Tokyo: Ongaku no Tomo Sha.
rah Ekonomi Sosiologis Indonesia, Ja- Lewis, I. M. 1986. Religion in Context: Cult
karta: P.N. Pradjaparamita. and Charisma, Cambridge: Cam-
Capra, F. 1980. The Tao of Physic: an Explo- bridge University Press.
ration of the Paralels beetwen Modern Lombard, D. 2006. Nusa Jawa: Silang Budaya
Physic and Eastern Mysticism. To- (Batas-batas Pembaratan). Terjemahan
ronto, New York, London: Bantam Winarsih Partaningrat Arifin (et. al.).
Books. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ch’en, K. 1973. Buddhism in China: A Histo- McPhee, C. 1980. Music in Bali. New Heven:
ry Survey, Princeton: Princeton Uni- Yale University press.
versity Press. Malm, W. P. 1967. Music Cultures of The
Coomarwaswamy, A. 1967. Nivedita, Sister, Pasi, The Near and Asia. Englewood
Myths of Hindus and Buddhists. New Cliffs. New Jersey: Pretice- Hall inc.
York: Dover Publication, Inc. Marton, D. “ Thailand”. Dalam Stanley Sa-
Covarrubias, M. 1972. Island of Bali. Dja- die (ed.). 1980. The New Grove Diction-
karta : PT. Indira. ary of Music and Musicians. Macmil-
Crossley-Holland, P. New Western: South- lan Publisher Ltd.
East Asia, dalam Alec Robertson and Ricklefs, M. C. 2008. Sejarah Indonesia Mod-
Denis Steven (ed.). 1978. The Relican ern 1200-2008. Terjemahan Tim Pen-
Historry of Music: Ancientfrom to po- erjemah Serambi, Jakarta: PT. Seram-
lyphony. England: Bantuan Books. bi Ilmu Semesta.
Eliade, M. 1974. Shamanism:Archaic Tec- Sedillot, R. 1959. The History of the World.
niques of Ecstas. New Jersey: Princen- New York: New American Library, a
ton University Press. Mentor Book.
Geertz, C. 1990. Abangan, Santri, Priyayi, Soekmono, R. 1985. Pengantar Sejarah Ke-
dalam Masyarakat Jawa, diterjemah- budayaan Indonesia I. Yogyakarta:
kan olah Aswab Mahasin, Jakarta: Kanisius.
Pustaka Jaya Suhardjo, P. F. X. “Gong Luwang of the
Groslier, B. P. 2007. Indocina: Persilangan Village of Kesiut Tabanan in His-
kebudayaan, diterjemahkan oleh Ida torical perspective”. Dalam Ko Tan-
Sundari Husen, Jakarta: KPG. imura, 1985, Temple Festival In Bali
Heine-Geldern, Robert von.” Bede tung Reseach Report of Tanimura Team.
und Herkunft der Altesten Hin- Research and Exchange Program of
terindischen Mettallrommel (kes- Osaka University with the south Pa-
selgongs)”. Dalam Asia Mayor, VII. sific Region.
1933. Leipzig. Tran Von Khe dalam Yosihiko Tokomaru.
Hood, M.”The Enduring Tradition: its Mu- et. al (ed.). 1990. Tradidition and its Fu-
sic and Theatre in Java and Bali”. turein Music: Report of SIMS ( the 4th
Dalam Ruth T. McVEY (ed.). 1963. In- Symposiun of international Musicol-
donesia. New Heven: Yale University ogy). Osaka, Tokyo: Mita.
Press. Voigt, V. Shamanism in Siberia. Scta Ethno-
Huntington, E. 1959. Mainspring of Civiliza- graphica. Vol. 26 Hal. 385-395.
tion. New York: New American Li- Wicham, G. 1985. A History of the Theatre.
brary, a Mentor Book. Oxford: Paidon.

Anda mungkin juga menyukai