“Trambositopenia”
Disusun oleh :
2021
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan demam, munculnya memar pada permukaan tubuh dengan
intensitas yang meningkat.
TC Biasa : 2 unit
LAPORAN KASUS
2. Identitas Pasien
Nama : Fatih Anugrah
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tgl lahir : 18-05-2012
Golonga darah :B
No. RM : 00.94.67.78
MRS Tgl : 10-12-2021
ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan demam, munculnya memar pada permukaan tubuh dengan
intensitas yang meningkat.
TC Biasa : 5 unit
TC Apheresis : 1 unit
BAB I
PENDAHULUAN
Trombositopenia adalah keadaan dimana trombosit dalam darah yang bersikulasi jumlahnya
sedikit. Kadar trombosit yang rendah yaitu 10.000/µl sering menimbulkan kematian. Pada pasien
trombositopenia biasanya timbul bintikbintik perdarahan di seluruh jaringan tubuh (Tanzil A,
2014). Komplikasi perdarahan yang sering terjadi adalah petekiae, episktaksis, perdarahan
mukosa mulut, perdarahan subkonjungtiva, hematemesis/melena, dan hematuria (Azeredo, et al.,
2015). Mekanisme penyebab terjadinya trombositopenia adalah penurunan produksi trombosit;
peningkatan destruksi trombosit; dan sekuestrasi trombosit (Matzdorffa, et al., 2018).
Trombositopenia dapat menyertai berbagai keadaan seperti infeksi virus dengue, kemoterapi,
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) dan efek samping dari pengunaan obat-obatan seperti diuretik
tiazid, etanol, esterogen, trimetropimsulfamethoxazol (Bimlesh, et al., 2016). Trombositopenia yang
disebabkan karena obat-obatan (drug-dependent antibody) sering terjadi mendadak dan salah
diagnosis. Pada tahun 2015 sampai dengan 2018 telah dilaporkan 73 kasus trombositopenia yang terjadi
akibat penggunaan obat kotrimoksazol (Bettina, et al., 2018).
Trombositopenia disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah kegagalan produksi trombosit,
peningkatan konsumsi trombosit, distribusi trombosit abnormal, dan kehilangan akibat dilusi.
Penggunaan obat-obat tertentu juga dapat menyebabkan trombositopenia, salah satunya adalah
kotrimoksazol. Suatu mekanisme imunologis sebagai penyebab sebagian besar trombositopenia yang
diinduksi obat (Hoffbrand,dkk., 2007). Selain dari mekanisme tersebut, pada penelitian sebelumnya
kotrimoksazol digunakan sebagai obat untuk membuat trombositopenia pada hewan uji mencit
(Astukara, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang diangkat adalah bagaimana gambaran hasil
uji silang serasi pada darah packed red cell di Unit Transfusi Darah PMI Kota Padang.
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini penulis akan membahas tentang gambaran hasil uji crossmatch pada
trambositopenia.
Dapat menambah kopetensi penulis sendiri dan memperdalam pengetahuan penulis, serta
menambah pengetahuan tentang gambaran hasil uji crossmatch pada trambositopenia, dan
meningkatkan ketelitian dalam melakukan pemeriksaan uji crossmatch pada trambositopenia
dengan hasil kompatibel dan inkompatibel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trombositopenia sendiri bisa menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa. Seseorang yang mengidap trombositopenia akan lebih rentan mengalami pendarahan.
Hal yang perlu digarisbawahi, meski kasusnya jarang terjadi, trombositopenia yang tak ditangani
bisa memicu pendarahan dalam. Kondisi inilah yang nantinya bisa berujung fatal. Terutama jika
jumlah platelet pengidap berada di bawah angka 10.000 per mikroliter.
Trombositopenia ringan umumnya tidak menimbulkan gejala. Kondisi ini biasanya baru
diketahui saat penderita melakukan pemeriksaan jumlah sel darah untuk tujuan lain. Jika jumlah
trombosit semakin turun, penderita akan merasakan gejala utama berupa perdarahan, baik yang
terlihat dari luar maupun perdarahan organ dalam. Perdarahan organ dalam lebih sulit dideteksi
dan gejalanya bervariasi, tergantung pada organ yang mengalami perdarahan. Sedangkan
perdarahan di tubuh bagian luar nampak sebagai memar atau lebam, dan perdarahan yang sulit
berhenti. Gejala perdarahan lain yang dapat muncul akibat trombositopenia adalah:
Mimisan
Gusi berdarah
Menstruasi yang lebih banyak dari biasanya
Hematuria
BAB berdarah atau berwarna hitam
Muntah darah atau berwarna seperti kopi
2.3 Patofisiologi Penyakit (Kasus)
Reduksi jumlah megakariosit akibat destruksi dari stem cell maupun proses apoptosis dari
megakariosit dapat menyebabkan penurunan produksi trombosit. Proses destruksi megakariosit
dapat dimediasi oleh defisiensi TPO maupun proses autoantibodi.
Alat
Mikropipet
Gunting
Sarung tangan
Tips kuning
Tabung reaksi
Sentrifuge Gel Tes
Inkubator
Tisu
Bahan
2. Suspensi sel dari tabung 1 diambil 50 mikron kemudian dimasukkan kedalam kolom gel
1 (Mayor) yang ditambahkan 25 mikron plasma pasien.
3. Suspensi dari sel tabung 2 diambil 50 mikron, kemudian dimasukkan kedalam kolom gel
2 (Minor) yang ditambahkan 25 mikron plasma donor
4. Suspensi sel tabung 2 diambil 50 mikron, kemudian dimasukkan kedalam gel 3 (AC)
yang ditambahkan 25 mikron plasma pasien
5. Ketuk2 gel tes agar suspensi sel darah tercampur dengan plasma dan turun ke atas gel
6. Inkubasi gel tes pada suhu 37oC selama 15 menit
7. Putar Gel tes menggunakan Centrifuge Gel test dengan kecepatan 1000 rpm selama 10
menit
8. Baca dan catat hasil
Teknik pengambilan gel
Ilustrasi hasil
2.4.3 Interpretasi
Validasi hasil crossmatch dilakukan oleh petugas laboratorium unit transfusi darah RSUP
MDJAMIL Padang dan dikonfirmasi ulang hasil pemeriksaan oleh dokter.
BAB IV
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Transfusi trombosit merupakan terapi yang penting untuk pasien dengan keganasan, kegagalan
sumsum tulang belakang, transplantasi sel stem. Penggunaan transfusi trombosit telah terbukti
menurunkan mortalitas akibat perdarahan pada pasien dengan leukemia akut pada tahun 1950
dan penggunaan terapi ini semakin meningkat sejak saat itu.6 Pada umumnya, trombosit
ditransfusikan untuk mencegah perdarahan pada pasien trombositopenia akibat kemoterapi atau
yang menjalani transplantasi sel stem hematopoiesis.
Transfusi trombosit juga diberikan pada pasien yang tidak trombositopenia tetapi memiliki
fungsi trombosit yang abnormal. Beberapa kondisi yang membutuhkan transfusi trombosit antara
lain: (1) penurunan produksi (kemoterapi, anemia aplastik dan radiasi; (2) peningkatan destruksi
(koagulasi intravaskular diseminata, purpura trombositopenia trombosis, hemangioma
kavernosis, trombositopenia autoimun); (3) dilusi; (4) transfusi massif; (5) disfungsi trombosit
akibat panajan obat, defek trombosit kongenital, efek metabolit, atau uremia.
Terdapat risiko rendah untuk terjadinya perdarahan spontan berat jika kadar trombosit lebih dari
20.000/ μL. Namun, risiko meningkat jika kadar trombosit kurang dari jumlah tersebut. Oleh
karena kurangnya uji klinis yang meyakinkan, telah menjadi praktik sehari-hari untuk melakukan
transfusi trombosit sebagai pencegahan perdarahan berat pada kadar trombosit < 20.000/μL.6
National Institutes of Health Consensus Conference merekomendasikan kadar trombosit
20.000/μL sebagai batas untuk memberikan transfusi trombosit profilaksis.
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan
Transfusi trombosit hasil uji silang serasi yang kompatibel efektif diberikan pada pasien dengan
kondisi trombositopenia refrakter.
5.2 Saran
Kondisi refrakter terhadap transfusi trombosit merupakan proses yang kompleks dan merupakan
tantangan dalam tata laksana pasien dengan trombositopenia. Untuk mengetahui adanya
trombositopenia refrakter perlu dilakukan perhitungan corrected count increment (CCI) secara
rutin. Jika CCI kurang dari yang diharapkan maka tes untuk menilai adanya antibodi anti-HLA
dan anti-HPA harus dilakukan, salah satunya dengan metode uji silang serasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyadi, T, dkk., 2018. Perbedaan Hasil Crossmatch Metode Gel Tes Dengan
Depkes RI. 2003. Buku Pelayanan Transfusi Darah: Mutu dan Keamanan dalam
Dhony, Fermadani. 2017 [thesis]. Perbedaan hasil crossmatch metode gel dengan
Muhammadiyah Semarang.
Flagel WA. Fresh blood for transfusion: how old is too old for red blood cell