Anda di halaman 1dari 16

WRAP UP SKENARIO 2 HEMATOPOETIK DAN LIMFATIK

“MIMISAN SULIT BERHENTI ”

KELOMPOK A9

Ketua : Putra Fajar A (1102020075)

Sekretaris : Rr. Avrili Tifania Anisah Putri (1102020084)

Anggota : Novia Suci R (1102020071)

Gusti Braliana P. (1102019230)

Raveena Chandra Satya R.A (1102020081)

Putri Unggun A.Z (1102020076)

Raihan Ardi (1102020078)

Regina Amanda Putri (1102020082)

Riovani Nurfahmi A (1102020083)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2021/2022

SKENARIO 2
MIMISAN SULIT BERHENTI

Seorang laki-laki, umur 38 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan mimisan sulit berhenti
sejak 4 hari sebelumnya. Dikeluhkan juga sering timbul lebam-lebam di kulit lengan atas dan
paha bawah kanan sejak 3 bulan terakhir. Tidak ada riwayat perdarahan atau lebam
sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi obat atau makanan. Pemeriksaan fisik didapat
konjungtiva tidak pucat, bekas perdarahan di hidung kanan , paru dan jantung normal, Hepar/
lien tidak teraba, ekstremitas dijumpai purpura pada regio humeri kiri dan femoralis kanan.
Dilakukan pemeriksaan darah rutin dengan hasil Hb 15 gr/dL, Ht 45, 1%, Lekosit 6700/ mm3
dan trombosit 17.000 / mm3. Morfologi Darah Tepi ditemukan Giant trombosit. Dokter
menyimpulkan pasien tersebut kemungkinan menderita Immune Thrombocytopenia Purpura.
Untuk mendukung diagnosis tersebut dianjurkan pemeriksaan lanjutan.

Kata Sulit :
1. Giant Trombosit: Trombosit dengan ukuran melebihi ukuran normal. Diameternya
serupa dengan eritrosit.
2. Purpura : Suatu penyakit peradangan pembuluh darah pada sendi, usus & ginjal yang
dapat menimbulkan ruam pada kulit.
3. Darah tepi : Pemeriksaan dengan Teknik mikroskopik untuk mengamati morfologi
sel darah bahkan komponen lain yang dapat bermakna pada keadaan hematologi
seseorang.
4. Mimisan: Perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung, dan nasofaring.
5. Conjunctiva: Selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata.
6. Immune Thrombocytopenia Purpura: Penyakit autoimun yang disebabkan adanya
destruksi trombosit normal akibat adanya antibodi (antibody-mediated destruction of
platelets) dan gangguan produksi megakariosit.
7. Lebam: Perubahan warna pada bagian kulit yang terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah kecil dibawah kulit biasanya terjadi akibat cedera traumatis.
8. Hematokrit: Persentase volume eritrosit dalam darah.
9. Trombosit: Fragmen sitoplasma megakariosit yang terbentuk di sumsum tulang dan
berperan penting dalam proses pembekuan darah.
10. Leukosit: Sel darah tidak berwarna yang mampu bergerak secara ameboid, dengan
fungsi utamanya adalah untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme penyebab
penyakit.

Pertanyaan :
1. Berapa kadar normal Hb, Ht, Leukosit, Trombosit?
2. mengapa mimisan sulit berhenti?
3. Apa penyebab ITP?
4. Apa gejala yang ditimbulkan ITP?
5. Mengapa pasien mengalami lebam - lebam pada kulitnya?
6. Mengapa jumlah trombosit menurun (trombositopenia)?
7. Apa faktor resiko dari ITP?
8. mengapa dokter mendiagnosis pasien terkena ITP?
9. Apa pencegahan yang dapat dilakukan pada ITP?
10. Terapi apa saja yang dapat diberikan pada pasien ITP?
11. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat dilakukan pada pasien ITP?
12. mengapa dijumpai purpura pada regio humerus kiri dan femoralis kanan?
13. Mengapa ukuran trombosit membesar?

Jawaban :
1. Hemoglobin
● Pria: 14 - 16 g/dL
● Wanita: 12 - 14 g/dL
Hematokrit
● Pria: 40 - 48%
● Wanita: 37 - 42%
Leukosit
● 5000 - 10.000 mm3
Trombosit
● 150.000 - 400.000/ul
2. Karena kadar trombosit rendah, sehingga proses pembekuan darah menurun.
3. a. Penyakit Autoimun → SLE

b. Pengobatan kemoterapi

c. Paparan racun / bahan kimia → Insektisida

d. Infeksi virus / bakteri

4. a. Epistaksis (mimisan)

b. Bintik-bintik merah pada kulit (purpura)

c. Memar

d. Gusi berdarah

e. Urin / feses terdapat darah

5. Karena peran dari trombosit adalah sel yang berperan dalam proses penggumpalan
dan menghentikan perdarahan. apabila trombosit menurun seseorang akan mudah
timbul lebam pada kulit nya.
6. Karena pada penderita ITP, sistem kekebalan tubuh menganggap trombosit sebagai
benda asing yang berbahaya, sehingga dibentuk antibodi untuk menyerang trombosit.
7. - Jenis kelamin laki-laki lebih rentan terkena dibanding wanita

- Infeksi virus/bakteri cytomegalovirus, helicobacter pylori, hepatitis c, varicella


zoster, cacing
- Paparan racun/bahan berbahaya, racun dari binatang dan bahan berbahaya seperti
kemoterapi

8. - Dilihat dari kadar trombosit yang dibawah normal

- Perdarahan semakin meningkat karena trombosit menurun. Contohnya: mimisan,


lebam-lebam, dan purpura

9. Lindungi diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan cedera dan konsultasikan kepada
dokter tentang obat-obatan yang aman untuk dikonsumsi agar obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kadar trombosit dan meningkatkan resiko perdarahan dapat
dihindarkan.
10. Terapi yang dapat diberikan yaitu meliputi kortikosteroid (menekan sistem kekebalan
tubuh & jumlah trombosit), pemberian imunoglobulin, dan thrombopoietin receptor
agonist (dapat meningkatkan kadar trombosit)
11. - Pemeriksaan darah lengkap: trombosit <100.000/µl

- Apus darah tepi: kadang ditemukan trombosit ukuran besar, bentuk bervariasi

- Biopsi sumsum tulang: peningkatan megakariosit

12. Karena trombosit tidak mampu meng hemostasis sehingga tidak bisa memperbaiki
pembuluh darah yang rusak
13. Karena sistem imun menyerang trombosit sehingga kompensasi tubuh adalah
mengeluarkan trombosit muda

Hipotesis
Immune Thrombocytopenia Purpura adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya
destruksi trombosit normal akibat adanya antibodi (antibody-mediated destruction of
platelets) dan gangguan produksi megakariosit. Gejalanya adalah Epistaksis (mimisan),
Bintik-bintik merah pada kulit (purpura), Memar, Gusi berdarah, Urin / feses terdapat darah.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pemeriksaan darah lengkap.
Terapi yang dapat diberikan yaitu meliputi kortikosteroid, pemberian imunoglobulin, dan
thrombopoietin receptor agonist.
Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Trombosit


1.1.Definisi
Trombosit atau keping darah adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-
4μm berbentuk cakram bikonveks yang terbentuk dalam sumsum tulang. Produksi trombosit
berada dibawah kontrol zat humoral yang dikenal sebagai trombopoietin. Trombosit
dihasilkan dari pecahan fragmen megakariosit dengan setiap megakariosit menghasilkan
3000-4000 trombosit. Setelah trombosit matur dan keluar dari sumsum tulang sekitar 70%
dari keseluruhan trombosit terdapat di sirkulasi dan sisanya terdapat di limfa.

1.2.Morfologi

Trombosit berukuran sangat kecil dan diskoid, bergaris tengah 3,0 x 0,5 mikrometer,
tidak berinti, sitoplasma biru dengan granula ungu kemerahan. Trombosit dapat dibagi
menjadi 4 zona dengan masing-masing zona mempunyai fungsi khusus. Keempat zona adalah
zona perifer yang berguna untuk adhesi dan agregasi, zona sol gel menunjang struktur dan
mekanisme kontraksi, zona organel yang berperan dalam pengeluaran isi trombosit serta zona
membrane yang keluar dari isi granula saat pelepasan.

Glikoprotein selubung permukaan sangat penting dalam reaksi pelekatan dan


agregasi trombosit yang merupakan proses-proses awal untuk terjadinya pembentukan
sumbat trombosit selama hemostasis. Pelekatan ke kolagen dipermudah oleh glikoprotein Ia
(GPIa). Glikoprotein Ib (cacat pada sindrom Bernard-Soulier) dan IIb/IIla (juga disebut alfa-
llb dan beta-3, cacat pada trombastenia Glanzmann) penting untuk perlekatan trombosit ke
faktor von Willebrand (VWF) dan ke subendotel vascular. Tempat pengikatan untuk IIb/IIla
juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang, seperti VWF, penting agregasi antar-
trombosit.

Membran plasma mengalami invaginasi ke dalam interior trombosit untuk


membentuk suatu sistem membrane terbuka (kanalikulus) yang memberikan permukaan
reaktif luas sehingga protein-protein koagulasi plasma dapat diserap secara selektif.
Fosfolipid membran (dahulu dikenal sebagai faktor trombosit 3) sangat penting dalam
pengubahan factor koagulasi X menjadi Xa dan protrombin (faktor II) menjadi trombin
(faktor IIa).

Trombosit mengandung tiga jenis granula simpanan: padat, alfa, dan lisosom
(Gambar 24.5). Granula alfa spesifik yang lebih banyak mengandung faktor pembekuan,
VWF, platelet-derived growth factor (PDGF), dan protein lain. Granula padat lebih jarang
dan mengandung adenosin difosfat (ADP), adenosin trifosfat (ATP), serotonin, dan kalsium.
Lisosom mengandung enzim-enzim hidrolitik. Trombosit juga kaya akan protein penyalur
sinyal dan protein sitoskeletal, yang menunjang perpindahan cepat dari keadaan tenang
menjadi aktif jika terjadi kerusakan pembuluh darah. Selama reaksi pelepasan yang
dijelaskan di bawah, isi granula dibebaskan ke sistem kanalikulus terbuka.
1.3. Fungsi

Trombosit berperan penting dalam usaha tubuh untuk mempertahankan jaringan bila
terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami
kehilangan darah dan terlindungi dari penyusupan benda dan sel asing. Pada waktu
bersinggungan dengan permukaan pembuluh yang rusak, maka sifat-sifat trombosit segera
berubah secara drastis yaitu trombosit mulai membengkak, bentuknya menjadi irregular
dengan tonjolan-tonjolan di permukaannya; protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat
dan menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif; trombosit
menjadi lengket sehingga melekat pada serat kolagen; mensekresi sejumlah besar ADP; dan
enzim-enzimnya membentuk tromboksan A2, yang juga disekresikan ke dalam darah. ADP
dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan, dan arena sifat lengket
dari trombosit tambahan ini maka akan menyebabkan melekat pada trombosit semula yang
sudah aktif sehingga membentuk sumbat trombosit. Sumbat ini mulanya longgar, namun
biasanya dapat berhasil mencegah hilangnya darah bila luka di pembuluh darah yang
berukuran kecil. Setelah itu, selama proses pembekuan darah, benang-benang fibrin terbentuk
dan melekat pada trombosit, sehingga terbentuklah sumbat yang rapat dan kuat (Jeremy dan
Roger, 2017).
1.4. Kadar Normal
Kadar normal trombosit :
• Infant (bayi) : 150.000 – 250.000 sel/mm3
• Dewasa: 150.000 – 450.000
(rata-rata 250.000)
• Laki-Laki : 150.000-400.000/μL
• Perempuan : 150.000-430.000/μL
Memiliki lebih dari 450.000 trombosit adalah suatu kondisi yang disebut
trombositosis; memiliki kurang dari 150.000 dikenal sebagai trombositopenia. Untuk
mengetahui angka trombosit, maka dilakukanlah tes darah rutin yang disebut hitung darah
lengkap (CBC).

1.5. Kelainan Trombosit


a. Trombositosis
Trombositosis adalah meningkatnya jumlah trombosit di atas normal pada peredaran
darah yaitu lebih dari 400.000/µl darah. Trombositosis dapat bersifat primer atau sekunder.
b. Trombositopenia
Dalam keadaan normal jumlah trombosit berkisar antara 150.000 – 400.000/ ul
darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari normal maka keadaan ini disebut
trombositopenia. Menurut Bakta (2007) penyebab trombositopenia pada dasarnya dapat
dibagi menjadi 4 golongan besar yaitu gangguan produksi trombosit oleh megakariosit di
dalam sum-sum tulang, penghancuran trombosit di dalam darah tepi akibat autoimun,
ganguan distribusi dan pengenceran yang terjadi akibat tranfusi.
Trombositopenia dibagi menjadi 4 derajat yaitu derajat 1 bila jumlah trombosit
75.000 – 150.000/µl darah, derajat 2 bila jumlah trombosit 50.000 - < 75.000/µl darah,
derajat 3 bila jumlah trombosit 25.000 - > 50.000/µl darah dan derajat 4 bila jumlah trombosit
kurang dari 25.000/µl darah (Alvina, 2010).
Diagnosa trombositopenia biasanya dibuat dengan menggunakan alat hitung
trombosit otomatis. Namun hasil penghitungan ini perlu diverifikasi dengan pemeriksaan
sediaan apus darah tepi. Ketepatan dan ketelitian hasil hitung jumlah trombosit sangat
penting dilakukan. Pencocokan dengan sediaan apus darah tepi juga dapat mengungkapkan
kemungkinan penyebab lain dari hitung trombosit yang tampak rendah (Sacher, 2004).

2. Memahami dan Menjelaskan Immune Thrombocytopenia Purpura


2.1.Definisi
Penyakit ITP merupakan kelainan perdarahan yang disebabkan oleh penurunan
jumlah trombosit. Saat awal, ITP merupakan singkatan dari idiopathic thrombocytopenic
purpura. Karena penyebabnya adalah kelainan imun sehingga singkatan ITP berubah menjadi
immune thrombocytopenic purpura.
Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) adalah penyakit autoimun yang
disebabkan oleh destruksi trombosit akibat adanya antibodi terhadap glikoprotein yang
terdapat pada membran trombosit (antibody-mediated destruction of platelets) dan gangguan
produksi megakariosit. Definisi dari ITP juga keadaan jumlah trombosit < 100.000/µL.
2.2.Etiologi

Definisi ITP primer adalah keadaan trombositopenia yang tidak diketahui


penyebabnya. Definisi ITP sekunder adalah keadaan trombositopenia yang disebabkan oleh
penyakit primer. Penyakit primer yang sering berhubungan dengan ITP, antara lain, penyakit
autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), infeksi virus (termasuk Hepatitis C dan
human immunodeficiency virus [HIV]), dan obat-obat tertentu.

Penyebab ITP sekunder:

- Sindrom antifosfolipid

- Trombositopenia autoimun (contoh Sindrom Evans)

- Efek samping pemberian obat

- Infeksi Cytomegalovirus, Helicobacter pylori, Hepatitis C, Human


Immunodeficiensy virus, varicella zoster

- Kelainan limfoproliferatif

- Efek samping transplantasi sumsum tulang

- Efek samping vaksinasi

- Systemic lupus erythematosus

2.3.Klasifikasi
Definisi ITP primer adalah keadaan trombositopenia yang tidak diketahui
penyebabnya. Definisi ITP sekunder adalah keadaan trombositopenia yang disebabkan oleh
penyakit primer. Penyakit primer yang sering berhubungan dengan ITP, antara lain, penyakit
autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), infeksi virus (termasuk Hepatitis C dan
human immunodeficiency virus [HIV]), dan obat-obat tertentu.

Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan onset penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6
bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi
pada orang dewasa).
ITP sekunder
Contoh ITP sekunder terkait dengan hilangnya toleransi perifer
termasuk ITP masa kanak-kanak, yang didahului oleh penyakit mirip virus pada 2/3 anak
yang terkena, dan hilang secara spontan pada 80% pasien. Hilangnya toleransi perifer juga
dapat mendasari perkembangan ITP sekunder karena vaksin atau paparan infeksi seperti
vaksin gondong-campak-rubella (MMR) (kejadian 1 dari 40.000 pemberian), infeksi
Helicobacter pylori, dan infeksi cytomegalovirus (CMV) atau virus Varicella-Zoster (VZV).
Mungkin infeksi paling umum yang terkait dengan ITP adalah hepatitis C, yang terjadi pada
hingga 20% kasus ITP, dengan insiden yang lebih tinggi di wilayah geografis tertentu.
Patogenesis ITP terkait HCV mungkin melibatkan aktivasi sel B, serta antibodi reaktif silang
dengan HCV dan trombosit GPIIIa. HIV adalah penyebab ITP yang dijelaskan dengan baik;
trombositopenia hasil dari penurunan produksi trombosit karena infeksi megakariosit serta
antibodi reaktif silang yang bereaksi dengan protein virus dan epitop linier pada GPIIIa (asam
amino 44-66), menyebabkan lisis trombosit melalui generasi spesies oksigen reaktif. Insiden
trombositopenia pada pasien yang terinfeksi HIV meningkat seiring dengan perkembangan
penyakit, dan menurun sebagai respons terhadap terapi anti-retroviral (ART) yang sangat
aktif.
Contoh ITP yang terkait dengan blok dalam diferensiasi dengan kemiringan sel B
termasuk leukemia limfositik kronis (CLL), di mana trombositopenia berkembang pada 1-5%
kasus dan mungkin berkorelasi dengan penanda prognostik yang buruk dan penurunan
kelangsungan hidup. Penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin dan leukemia granulositik
besar (LGL) berhubungan dengan ITP sekunder, meskipun ITP berkembang pada kurang dari
1% kasus. ITP dapat berkembang pada hingga 10% pasien dengan imunodefisiensi variabel
umum. Patogenesis ITP atau gangguan imun lainnya seperti anemia hemolitik autoimun yang
terjadi pada pasien ini mungkin melibatkan defek pada pos pemeriksaan toleransi sel B
dan/atau defisiensi subset sel B memori.
Contoh defek pada toleransi sentral yang terkait dengan ITP sekunder
termasuk sindrom autoimun limfoproliferatif (ALPS), gangguan yang terkait dengan
apoptosis sel B dan T yang rusak terkait dengan mutasi pada gen yang mengkode Fas, Fas-L
atau mediator apoptosis lainnya seperti caspases. Pasien mengalami hepatosplenomegali dan
limfadenopati, dan 20% mengalami trombositopenia imun, kadang-kadang berhubungan
dengan anemia hemolitik autoimun dan/atau neutropenia. Sindrom Evan ditandai dengan
trombositopenia imun dan anemia hemolitik autoimun. Sindrom antifosfolipid dapat
dikaitkan dengan trombositopenia imun hingga 1/3 pasien, sementara hingga 40% pasien
dengan ITP mungkin memiliki antibodi antifosfolipid. Peran antibodi antifosfolipid versus
anti-platelet glikoprotein dalam perkembangan trombositopenia tidak pasti, karena antibodi
anti-GPIIIa telah dijelaskan pada pasien trombositopenia dengan antibodi antifosfolipid.
Trombositopenia imun berkembang pada hingga 1/3 pasien dengan lupus eritematosus
sistemik (SLE) yang dikaitkan dengan beragam autoantibodi. Penatalaksanaan
trombositopenia pada pasien lupus sulit dilakukan, dan kortikosteroid serta splenektomi
kurang efektif dibandingkan dengan trombositopenia imun primer. Cacat pada toleransi
sentral juga berkembang setelah transplantasi; sejumlah mekanisme mungkin terlibat,
termasuk pembentukan aloantibodi terhadap trombosit donor dalam pengaturan chimerisme
campuran.

ITP primer

Seperti ITP sekunder, gambaran klinis yang beragam dan tanggapan terhadap
terapi pada pasien dengan ITP primer menunjukkan bahwa gangguan yang tampaknya lebih
jelas ini juga berasal dari mekanisme yang heterogen. Kebanyakan pasien dengan ITP primer
menunjukkan profil sitokin CD4+ Th0/Th1(berhubungan dengan peningkatan kadar IFN-γ
dan IL-2) dan penurunan sel Th2+ dan T regulator (Treg). Peningkatan rasio Th1/Th2
mungkin berkorelasi terbalik dengan jumlah trombosit. Perubahan tingkat faktor regulasi
apoptosis dalam sel T dari pasien dengan ITP dapat mempengaruhi ekspresi subset sel T dan
meningkatkan kelangsungan hidup klon sel T autoreaktif. Pengembalian rasio Th1/Th2 dan
normalisasi spektra tipe Vβ sel T dapat mengikuti terapi dengan Rituximab atau splenektomi.
Demikian pula, tingkat sel T pengatur meningkat dengan respons terhadap Rituximab dan
terapi ITP lainnya, termasuk agen trombopoietik, menunjukkan mekanisme yang lebih
kompleks untuk Rituximab daripada penipisan sel B CD20+. Temuan ini konsisten dengan
hipotesis bahwa autoantibodi dalam ITP berkembang sebagai konsekuensi dari ekspansi
klonal yang digerakkan oleh antigen yang bergantung pada sel T dan mutasi somatik.CD8+
Tc (sitotoksik) juga dapat berkontribusi pada patogenesis ITP primer dengan menyebabkan
lisis trombosit melalui ekspresi granzim A dan B, Apo 1/Fas dan perforin. Sel T sitotoksik
dari pasien dengan ITP juga memediasi toksisitas terhadap megakariosit, dan peningkatan
jumlah sel T VLA4+CD3+CD8+ yang mengekspresikan reseptor homing CX3Cr1+ telah
diamati di sumsum tulang pasien dengan ITP.

2.4. Patofisiologi
Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik trombosit pada APC (antigen
presenting cell) yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-spesifik pada sel B. Kemudian
sel B menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap glikoprotein yang diekspresikan pada
trombosit dan megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh autoantibodi trombosit
kemudian terjadi pelekatan pada reseptor FC makrofag limpa yang mengakibatkan
penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga autoantibodi anti megakariosit yang
mengurangi kemampuan megakariosit untuk menghasilkan trombosit. Terjadi produksi
autoantibodi (A) yang meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limpa (B) dan
menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-megakariosit (C).
2.5. Manifestasi Klinis
Jumlah trombosit normal berkisar antara 150.000 hingga 450.000. Dengan ITP,
jumlah trombosit kurang dari 100.000. Pada saat perdarahan yang signifikan terjadi, mungkin
memiliki jumlah trombosit kurang dari 10.000. Semakin rendah jumlah trombosit, semakin
besar risiko perdarahan.
Karena trombosit membantu menghentikan pendarahan, gejala ITP berhubungan dengan
peningkatan pendarahan. Namun, setiap orang mungkin mengalami gejala yang berbeda.
Manifestasi klinis ITP:
• Warna ungu pada kulit setelah perdarahan di bawahnya (memar). Orang dengan ITP
mungkin memiliki memar besar dari cedera yang tidak diketahui. Memar bisa muncul di
persendian siku dan lutut hanya karena gerakan.
• Bintik-bintik merah kecil di bawah kulit (petekie) yang merupakan hasil dari pendarahan
yang sangat kecil.
• Mimisan (epistaksis), perdarahan yang terjadi di hidung
• Pendarahan di mulut dan atau di dalam dan sekitar gusi
• Periode menstruasi yang berat atau terus menerus
• Darah dalam muntah, urin, atau tinja
• Pendarahan di kepala. Ini adalah gejala ITP yang paling berbahaya. Setiap cedera kepala
yang terjadi ketika tidak ada cukup trombosit untuk menghentikan pendarahan dapat
mengancam jiwa.
Gejala ITP mungkin terlihat seperti masalah medis lainnya. Selalu berkonsultasi
dengan penyedia layanan kesehatan untuk diagnosis.

2.6. Cara Diagnosis dan Diagnosis Diferensial

Diagnosis ITP ditegakkan setelah penyebab trombositopenia lain dapat disingkirkan.


Beberapa infeksi perlu disingkirkan seperti HIV, Hepatitis C, Helicobacter Pylori, dan CMV.
Kecurigaan ke arah keganasan dan pengaruh obat seperti valproat, heparin juga harus
disingkirkan. Pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan lupus anticoagulant harus diperiksa bila
gejala ITP menjadi persisten/kronik. Bila gambaran klinis sangat mendukung ke arah ITP,
maka pemeriksaan sumsum tulang tidak perlu dilakukan (Grade 1B). Pemeriksaan sumsum
tulang juga tidak dilakukan bila pasien tidak memberikan respon setelah diberikan IVIG
(Grade 1B). Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak dilakukan sebelum pemberian
kortikosteroid atau splenektomi (Grade 2C). Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan bila ITP
tidak memberikan respon dalam waktu 3 bulan (mengarah ke ITP persisten).

Diagnosis banding

Trombositopenia karena peningkatan penghancuran trombosit meliputi:

Trombositopenia imun

- Purpura trombositopenik idiopatik

-Trombositopenia autoimun sekunder

- Trombositopenia imun yang diinduksi obat

- Purpura pasca transfusi

- Trombositopenia imun neonatus

- Trombositopenia karena penggunaan konsentrat faktor VIII

- infeksi HIV

Trombositopenia konsumtif

- Purpura trombositopenik trombotik

- Koagulasi intravaskular diseminata (KID)

- Sindrom hemolitik-uremik

- Vaskulitis

- Sepsis

Hipersplenisme

Trombositopenia karena penurunan produksi trombosit

- Penekanan sumsum tulang oleh obat-obatan, alkohol, racun, dan infeksi

- Anemia aplastik

- Leukemia dan kanker sumsum tulang lainnya


- Anemia megaloblastik

- Anemia refrakter, preleukemia, dan displasia hematopoietik

2.7. Tatalaksana
Karena ITP ini merupakan penyakit kronik, tujuan pengobatan seharusnya adalah
mempertahankan jumlah trombosit di atas kadar yang dapat menyebabkan perdarahan atau
memar spontan dengan intervensi minimal. Secara umum, hitung trombosit di atas 20 x 10⁹/L
tidak memerlukan pengobatan.
1. Kortikosteroid Delapan puluh persen pasien mengalami remisi setelah diberi kortikosteroid
dosis tinggi. Terapi awal pada dewasa biasanya adalah prednisolon I mg/kg/hari dan dosisnya
secara bertahap diturunkan setelah 10-14 hari. Pada pasien yang kurang berespons, dosis
diturunkan secara lebih perlahan tetapi perlu dipertimbangkan pemberian imunosupresan
alternatif atau splenektomi.
2. Terapi imunoglobulin intravena dosis tinggi mampu meningkatkan hitung trombosit
dengan cepat pada sebagian besar pasien. Digunakan regimen berupa 400 mg/kg/ hari selama
5 hari atau 1 g/kg/hari selama 2 hari. Obat ini terutama bermanfaat pada pasien dengan
perdarahan yang mengancam nyawa, ITP yang refrakter terhadap steroid, selama kehamilan,
atau sebelum pembedahan. Mekanisme kerjanya mungkin adalah blokade reseptor Fc pada
makrofag atau modifikasi produksi autoantibodi.
3. Antibodi monoklonal Rituximab (anti-CD20) meng hasilkan respons pada sekitar 50%,
yang sering bertahan lama dan kini biasanya dicoba sebelum splenektomi.
4. Obat imunosupresif (misal, vinkristin, siklofosfamid, azatioprin, mikofenolat mofetil, atau
siklosporin saja atau dalam kombinasi) biasanya diberikan untuk pasien yang tidak berespons
secara memadai terhadap steroid atau rituximab.
5. Agonis reseptor trombopoietin Romiplostim (secara subkutis) dan eltrombopag (per oral)
merupakan agonis reseptor trombopoietin non-peptida aktif (trombo mimetik). Obat-obat ini
merangsang trombopoiesis dan diindikasikan untuk pasien yang dikontraindikasikan untuk
mendapat steroid atau yang tidak berespons terhadap steroid. Uji coba pemakaian agonis
tersebut sebagai terapi awal bersama dengan kortikosteroid masih dikembangkan.
Peningkatan retikulin dan fibrosis dalam sumsum tulang dapat terjadi dengan pengobatan
yang lama tetapi reversibel jika terapi dihentikan.
6. Splenektomi Dengan meningkatnya jumlah obat alternatif, splenektomi kini semakin
jarang dilakukan untuk ITP dibandingkan sebelumnya. Hasil baik diper oleh pada sebagian
besar pasien, tetapi pada pasien ITP yang refrakter terhadap steroid, imunoglobulin atau
rituximab, splenektomi mungkin tidak banyak bermanfaat. Splenunkuli harus dibuang karena
jika tidak dapat terjadi kekambuhan ITP.
7. Terapi lain yang dapat menimbulkan remisi antara lain adalah danazol (suatu androgen
yang dapat menyebabkan virilisasi pada perempuan) dan imunoglobulin anti-D intravena.
Sering diperlukan kombinasi dua obat (misal, danazol dan agen imunosupresif). Infeksi
Helicobacter pylori harus diterapi karena terdapat beberapa laporan bahwa pengobatan
tersebut dapat meningkatkan hitung trombosit, terutama di negara-negara dengan insidensi
infeksinya cukup tinggi. Hepatitis C juga harus diobati.
8. Transfusi trombosit Konsentrat trombosit bermanfaat bagi pasien dengan perdarahan akut
yang mengancam nyawa. Manfaat transfusi ini hanya bertahan beberapa jam.
9. Transplantasi sel punca pernah menyembuhkan beberapa kasus yang berat

Tatalaksana ITP Pada Kehamilan


Rekomendasi American Society of Hematology terhadap tatalaksana ITP pada
kehamilan, antara lain:
Pada wanita tanpa gejala perdarahan dan kadar trombosit ≥ 30.000/µL, tatalaksana
farmakologi tidak diperlukan hingga usia kehamilan 36 minggu (mengikuti waktu
persalinan). Bila kadar platelet < 30.000/µL atau terdapat gejala perdarahan, terapi lini
pertama berupa kortikosteroid oral atau intravenous immunoglobulin (IVIg)
- Kortikosteroid yang direkomendasikan berupa prednisone dengan dosis 0,25 – 1 mg/kgBB
- Dosis inisial IVIg yang direkomendasikan adalah 1 gram/kg

2.8.Pencegahan
Penyakit trombositopenia imun (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi komplikasinya bisa
dicegah. Bicarakan dengan dokter tentang obat mana yang aman untuk dikonsumsi pasien.
Dokter kemungkinan besar akan menyarankan pasien untuk menghindari obat-obatan yang
dapat mempengaruhi trombosit dan meningkatkan risiko perdarahan. Contoh obat tersebut
termasuk aspirin dan ibuprofen. Melindungi diri dari cedera yang dapat menyebabkan memar
atau pendarahan juga merupakan upaya pencegahan yang dapat dilakukan. Yang terakhir
adalah segera cari pengobatan jika pasien mengalami infeksi. Laporkan gejala infeksi apapun,
misalnya demam. Ini sangat penting bagi orang yang mengidap ITP dan orang yang telah
melakukan pengangkatan limpa.

Meskipun ITP sendiri tidak dapat dicegah, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya perdarahan, yaitu:
● Lindungi diri Anda dari hal-hal yang dapat menyebabkan cedera.
● Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala infeksi, misalnya Tindakan ini
penting dilakukan jika Anda menderita ITP atau telah menjalani pengangkatan organ
limpa.
● Hindari obat-obatan bebas tertentu yang dapat mempengaruhi fungsi trombosit,
termasuk aspirin, ibuprofen (Advil, Motrin), dan obat pengencer darah warfarin
(Coumadin).
● Batasi asupan alkohol Anda karena mengonsumsi alkohol dapat memengaruhi
pembekuan darah.
● Pilih aktivitas berdampak rendah daripada olahraga kompetitif atau aktivitas
berdampak tinggi lainnya untuk mengurangi risiko cedera dan pendarahan.

2.9. Komplikasi

Perdarahan yang serius jarang didapatkan pada ITP, berbeda dengan


trombositopenia pada sindrom kegagalan sumsum tulang yang lebih sering menimbulkan
perdarahan serius yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan otak yang merupakan komplikasi
yang paling ditakutkan dan mendorong para dokter untuk melakukan pengobatan pada ITP
ternyata sangat jarang didapatkan. Insidens perdarahan otak pada ITP dalam minggu pertama
hanya berkisar 0,1-0,2%, namun meningkat menjadi 1% pada mereka dengan jumlah
trombosit kurang dari 20.000/mm3 setelah 6-12 bulan. Meskipun insiden perdarahan
intrakranial sangat rendah, namun angka kematian yang diakibatkannya mencapai 50%.

Tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mempediksi terjadinya perdarahan
intrakranial, dan pengobatan tidak mengurangi risiko terjadinya perdarahan otak pada ITP.
Faktor penting yang berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan terjadinya perdarahan
intrakranial yaitu riwayat trauma kepala, malformasi arteriovenosus, penggunaan obat
antiplatelet seperti aspirin pada anak dengan jumlah trombosit sangat rendah (<10 x 109/l).
DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, Sandy. 2019. Immune Thrombocytopenia. CDK-280/ vol. 46 no. 11. CDK Journal:
Madiun.

Sari, T. (2018). Immune Thrombocytopenic Purpura, 20(1):58-64.

Yohmi E, Windiastuti E, Gatot D. 2007. Perjalanan penyakit purpura trombositopenik imun


perjalanan penyakit purpura trombositopenik imun.

NHLBI. 2022. Immune Thrombocytopenia. NHLBI, NIH.

Bolton-Maggs PH. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Arch Dis Child 2000;83:220-2

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2016. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

Sari, T. T. (2018). Immune Thrombocytopenic Purpura. sari pediatri, 59-61.

Vaillant, A. A., & Gupta., N. (2021). Immune Thrombocytopenic Purpura. NCBI.

Anda mungkin juga menyukai