Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trombositopenia atau defisiensi trombosit, merupakan keadaan dimana
trombosit dalam sistim sirkulasi jumlahnya dibawah normal (150.000-350.000/µl
darah) (Guyton dan Hall, 2007). Trombositopenia di tandai dengan perdarahan
spontan, waktu perdarahan yang memanjang, serta PTT dan PT yang normal.
Jumlah trombosit 100.000/µL atau kurang umumnya dianggap menyebabkan
trombositopenia, walaupun perdarahan spontan belum tampak sampai konsentrasi
turun di bawah 20.000/µL. Jumlah trombosit dalam kisaran 20.000 hingga 50.000
dapat menyebabkan perdarahan pasca trauma. Trombositopenia menyebabkan
perdarahan dari pembuluh darah kecil. Pteki atau ekimosis besar sering terjadi di
kulit dan selaput lendir saluran cerna, kemih dan sistem syaraf pusat bahaya
utama bagi pasien dengan jumlah trombositnya sangat rendah (Robbins, 2007).
Menurut WHO (2009), di dunia prevalensi trombositopenia menduduki
peringkat delapan belas penyebab kematian dengan jumlah 800.000 kasus. Di
amerika serikat pada tahun 2009 mempunyai peringkat ke dua belas dengan
jumlah kasus 30.000 Cause Spesific Death Rate (CSDR). Insidensi
trombositopenia diperkirakan terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per
tahun, dan kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5
tahun, dimana jumlah kasus pada anak laki-laki dan perempuan sama
perbandingannya. Namun pada orang dewasa, trombositopenia paling sering
terjadi pada wanita muda 72 % pasien selama 10 tahun adalah perempuan, dan 70
% wanita ini usianya kurang dari 40 tahun. (Bambang, 2010).
Di indonesia insiden trombositopenia berkisar 3 sampai 8 per 100.000
anak pertahun. Di bagian ilmu kesehatan anak RSU Dr. Soetomo mendapat 22
pasien baru pada tahun 2000, delapan puluh hingga 90% anak dengan
trombositopenia menderita episode perdarahan akut. Hampir selalu ada riwayat

1
infeksi bakteri, virus sebelum terjadi penyakit ini. Perdarahan sering terjadi saat
trombosit dibawah 20.000/mm3. (Bambang, 2010).
Trombositopenia ini merupakan kelainan hematologis yang ditandai oleh
adanya penurunan jumlah trombosit dalam darah perifer. Hal ini bisa disebabkan
oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi trombosit yang memadai
dan peningkatan destruksi trombosit perifer (mekanisme trombositopenia pada
Ideophatic Trombositopenia Purpura) atau sekuestrasi trombosit dalam limpa
(tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler) (Misbakh, 2015).
Trombosit adalah sel yang terlibat dalam proses hemostatis yang
dihasilkan dari megakariosit. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan trombosit
salah satunya dengan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B12 dan
asam folat, vitamin B12 berperan penting dalam produk elemen darah termasuk
trombus, makanan yang mengandung asam folat diantaranya bayam, jeruk dan
kacang, sedangkan yang mengandung vitamin B12 seperti telur, susu, keju, dan
daging. Selain itu faktor yang dapat meningkatkan trombosit adalah memberikan
minum air hangat, air dingin dapat memperlambat saluran pencernaan yang dapat
mempengaruhi cara tubuh untuk menyerap nutrisi, sel-sel darah terbuat dari air
dan protein, jadi jika minum air lebih banyak maka akan menghasilkan lebih
banyak sel darah, termasuk meningkatkan trombosit, selain itu pemberian bedrest
total atau istirahat total, istirahat yang cukup atau setidaknya 7 sampai 8 jam
istirahat dapat membantu tubuh kembali fresh dan akan memproduksi lebih
banyak trombosit (Misbakh, 2015).
Proses trombositopenia diawali dengan aoutoantibodi trombosit spesifik
yang berkaitan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari
sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fe makrofag(9). Dimana
autoantibodi ini akan meningkatkan IgG yang akan tampak di permukaan
trombosit. Autoantibodi dengan mudah ditemukan dalam plasma atau dalam elusi
trombosit pada pasien dengan penyakit yang aktif, tetapi jarang ditemukan pada
pasien yang mengalami remisi. Pada awitan trombositopenia kronik biasanya
tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan sampai sedang, adanya

2
infeksi jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Manifestasi
perdarahan pada trombositopenia berupa ekimosis, petekie, purpura, pada
umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkolerasi dengan jumlah trombosit
(Misbakh, 2015).
Secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain
bila pasien dengan AT >50.000 / μL maka biasanya asimptomatik, AT 30.000 –
50.000 / μL terdapat luka memar/ hematom, AT 10.000 - 30.000 / μL terdapat
perdarahan spontan, menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT
<10.000 / μL terjadi perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gastrointestinal,
dan genitourinaria) dan risiko perdarahan sistem saraf pusat. Dari perdarahan
tersebut yang diakibatkan penurunan atau kerusakan pada sel trombosit
menyebabkan abnormalitas distribusi trombosit yang bisa mengakibatkan
gangguan pada limpa (neoplastik, kongestif, infiltratif, infeksi yang tidak
diketahui sebabnya), hipotermi, elusi trombosit dengan transfusi masif. Dari
gangguan tersebut yang disebabkan adanya perdarahan dapat dilihat dari tanda
dan gejala yang dialami pasien selain adanya petekie yaitu pusing, gemetaran,
tampak pucat, sianosis, mudah lelah setelah melakukan aktifitas (Misbakh, 2015).
Penegakkan diagnosis tentang penyebab utama gangguan perdarahan amat
penting dan hal ini dibutuhkan ketelitian yang cermat, efektif, dan efisien dalam
hal anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang semata-
mata untuk menghindari kesalahan diagnosis. Apapun penyebab gangguan
perdarahan, ternyata memberikan gambaran klinis yang hampir sama. Maka dari
itu, hampir semua kasus gangguan perdarahan membutuhkan pemeriksaan yang
lanjut demi demi tegaknya diagnosis penyakit tersebut (Candrasoma, 2005).
Oleh karena itu hasil uraian diatas kelompok kami akan menjelaskan
mengenai Trombositopenia serta penanganan kegawatdaruratan dari segi medis
maupun keperawatannya.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trombositopenia ?
2. Apa etiologi dari trombositopenia ?
3. Apa saja klasifikasi dari trombositopenia ?
4. Apa saja manifestasi klinis pada trombositopenia?
5. Apa saja efek dari trombositopenia secara gawat darurat?
6. Bagaimana patofisiologi pada trombositopenia?
7. Apa komplikasi pada trombositopenia?
8. Apa pemeriksaan diagnosis untuk menegakkan trombositopenia?
9. Apa penanganan yang diberikan pada klien dengan trombositopenia?
10. Bagaimana prognosis dari trombositopenia?
11. Bagaimana askep gawat darurat pada klien dengan trombositopenia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi trombositopenia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari trombositopenia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari trombositopenia
4. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis pada trombositopenia
5. Mahasiswa mampu menjelaskan efek dari trombositopenia secara gawat
darurat?
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pada trombositopenia
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pada trombositopenia
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnosis untuk menegakkan
trombositopenia
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penanganan yang diberikan pada klien
dengan trombositopenia
10. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dari trombositopenia
11. Mahasiswa mampu menjelaskan askep gawat darurat pada klien dengan
trombositopenia.

4
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Trombositopenia” diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca tentang
Trombositopenia.
2. Manfaat Praktik
1. Bagi Penyusun
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai proses pembelajaran
dan menambah wawasan tentang Konsep Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Trombositopenia yang nantinya dapat diterapkan dalam
penanganan tentang Trombositopenia di RS.
2. Bagi Perawat
Manfaat penulisan makalah ini bagi perawat adalah sebagai dasar teori
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat penulisan makalah ini bagi institusi pendidikan adalah sebagai
dasar teori dalam pemberian asuhan keperawatan bagi mahasiswa yang
nantinya akan diterapkan di lapangan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Trombositopenia


2.1.1 Definisi
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam
sirkulasi. Kelainan yang berkaitan dengan peningkatan resiko perdarahan
hebat, hanya dengan cidera ringan atau perdarahan spontan kecil.
Trombositopenia primer dapat terjadi akibat penyakit autoimun yang
ditandai oleh pembetukan antibodi trombosit (Corwin, 2009).
Kurangnya trombosit yang beredar dalam tubuh disebut
trombositopenia. Jumlah trombosit normal adalah 150.000-400.000/mm3.
Trombositopenia dapat disebabkan oleh kurangnya produksi trombosit,
meningkatnya kerusakan trombosit, dan banyaknya darah yang tersimpan
dalam limpa (Baradero, 2008).
Trombositopenia atau defisiensi trombosit, merupakan keadaan
dimana trombosit dalam sistim sirkulasi jumlahnya dibawah normal
(150.000-350.000/µl darah) (Guyton dan Hall, 2007).
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
trombositopenia adalah gangguan koagulasi yang ditandai dengan
kurangnya jumlah sel trombosit dalam darah, yang mengakibatkan
perdarahan.

2.1.2 Etiologi
Menurut Baradero et,al, (2008) trombositopenia dapat disebabkan
oleh kurangnya produksi trombosit, meningkatnya kerusakan trombosit,
dan banyaknya darah yang tersimpan di dalam limpa.

6
Penyebab terjadinya trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi
menjadi 4, yaitu:
1. Gangguan produksi
a. Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi
virus.
b. Sebagai bagian dari “bone marrow failure” umum:
1) Anemi aplastik
2) Leukemia akut
3) Sindrom mielodisplastik
4) Mielosklerosis
5) Infiltrasi sumsum tulang: limfoma, carcinoma
6) Mieloma multipel
7) Anemia megaloblastik
2. Peningkatan destruksi trombosit
a. Autoimmune thrombocytopenic purpura atau idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP)
b. Immune thrombocytopenic purpura sekunder, misalnya pada:
SLE, CLL, limfoma
c. Alloimmune thrombocytopenic purpura: misalnya neonatal
thrombocytopenia
d. Drug induced immune thrombocytopenia: quinine dan sulfonamid
e. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
3. Distribusi tidak normal
Sindrom hipersplenism: dimana terjadi pooling trombosit dalam lien.
4. Akibat pengenceran (dilutional loss) yaitu akibat transfusi massif
(Bakta, 2006)

7
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Sekhon (2006) ada beberapa klasifikasi dari
trombositopenia yaitu:

Decreased Production Increased


Production
 Hematologic  Immune
malignancies  ITP
 Aplastic anemia  HIT
 Myelodysplasia  Drug-induced
 Drugs: antibodies
chemotherapy,  HIV
alcohol  Post
 Radiation transfusion
 HIV purpura
 Vitamin D  Connective
deficiencies tissue diseases
 Hereditary Nonimmune
thrombocytopenias  DIC
 Metastatic cancer  Sepsis
to bone marrow  Cardiac valves
 TTP-HUS
 Kasabach
Merrit
syndrome
Splenic
Sequestration
 Hypersplenism

8
2.1.4 Manifestasi Klinis
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang
dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan
akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran
trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga
jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 dan lebih lanjut dipengaruhi oleh
keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti
leukemia atau penyakit hati. Ekimosis yang bertambah dan perdaraha
yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada kadar trombosit kurang
dari 50.000/mm3. Petekie merupakan manifestasi utama dengan jumlah
trombosit kurang dari 30.000/mm3. Terjadi perdarahan mukosa, jaringan
dalam dan intracranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm3
dan memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan
kematian (Price, 2006).
Gejala umum yang sering tampak pada pasien trombositopenia
adalah petekiae, ekimosis, gusi dan hidung berdarah, menometrorrhagia,
sedangkan gejala jarang terjadi adalah hematuria, perdarahan
gastrointestinal, perdarahan intracranial. Perdarahan biasanya terjadi jika
jumlah trombosit <50.000/mm3, dan perdarahan yang spontan terjadi jika
jumlah trombosit <10.000/mm3 dan umumnya terjadi pada leukemia (Aru
W Sudoyo, 2009).
Gejala dapat terjadi mendadak dengan petekie, perdarahan
mukosa, dan menstruasi hebat pada wanita. Angka trombosit biasanya di
bawah 20.000/mm3. Orang dengan ITP kronis yang tidak berespon
terhadap penanganan mempunyai resiko tinggi mengalami perdarahan
intracranial (Arif Muttaqin, 2012).
Trombositopenia ditandai dengan bercak kecil akibat perdarahan
di subcutaneous, yang disebut petekie atau area perdarahan di
subcutaneous yang lebih luas yang disebut purpura. Ekimosis (memar)
dapat juga muncul. Trombositopenia primer, juga disebut sebagai purpura

9
trombositopenik imun, dapat terjadi secara idiopatik (tanpa penyebab yang
pasti) atau sebagai akibat gangguan autoimun yang ditandai dengan
pembentukan antibody melawan trombosit (Corwin, 2009).

2.1.5 Efek trombositopenia secara gawat darurat


Berdasarkan penelitian Engstrom et al, kejadian trombositopenia
saat tiba di IGD pada pasien cedera kepala merupakan prediktor kuat
untuk terjadinya perdarahan yang bersifat progresif dan memiliki
prognosis yang buruk. Auer et al menyatakan dalam penelitiannya bahwa
pada pasien-pasien cedera kepala yang meninggal dunia didapatkan
kecenderungan terjadi penurunan jumlah trombosit (Yutami, 2016)
Efek dari trombositopenia akan mengakibatkan komplikasi utama yaitu:
1. Perdarahan intrakranial (ICH)
2. Sering kali tanpa diserta trauma: mungkin hanya menunjukkan gejala
ringan seperti nyeri kepala (Lalani, 2011).

2.1.6 Patofisiologi
Trombositopenia dapat terjadi karna mekanisme imun dimana
auto-antibody (Ig G) melekat pada trombosit dan menyerang platelet
dalam darah yang mengakibatkan jumlah trombosit berkurang, terjadi
peristiwa agregasi pada trombosit/platelet. Trombosit yang telah ditempeli
oleh zat anti, dihancurkan oleh makrofag dalam jaringan retikuloendotelial
yang membawa reseptor membrane untuk Ig G dalam limpa dan hati
sehingga menimbulkan penghancuran dan pembuangan trombosit yang
berlebih dan timbullah perdarahan. Penghancuran trombosit juga bisa
dilakukan oleh pembentukan antibodi oleh obat, dimana antibodi tersebut
melawan jaringannya sendiri sehibgga mengakibatkan kerusakan pada
trombosit.
Kerusakan trombosit pada melibatkan autoantibody terhadap
glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi

10
terhadap trombosit yang diselimuti antibody. Hal tersebut dilakukan oleh
magkrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.
Penderita dengan trombositopenia kebanyakan mengalami perdarahan.
Perdarahan ini terjadi karena peristiwa agregasi pada trombosit dan dapat
menyumbat kapiler-kapiler yang kecil. Pada proses ini kapiler-kapiler
dirusak dan mengakibatkan perdarahan dalam jaringan (Family’s, 2006).

2.1.7 Pathway
Lampiran 1

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang menyebabkan kematian itu shock dan perdarahan
akibat perpindahan plasma disebabkan trombositopenia, sehingga
trombositopenia merupakan parameter penting dalam DBD. Penyebab
trombositopenia pada fase awal adalah penurunan produksi trombosit
karena megakariosit serangan virus di sumsum tulang. Pada tahap
berikutnya, trombositopenia terutama karena kerusakan trombosit dalam
sirkulasi (Nasronudin 2007).

2.1.9 Pemeriksaan Diagnosis


Trombositopenia yang termasuk kegawatdaruratan ialah ITP
(Imun/ Idiopatik Trombositopenia Purpura) Heparin-Induced
thrombositopenia, thrombotic thrombocytopenic purpura, preeclampsia
and help syndrome (Gauer RI, Braun MM, 2012).
Test yang umunya digunakan untuk mendiagnosis yaitu:
1. Blood count and evaluation of peripheral smear
Tes ini utuk mengatur keterlibatan keluar jalur sel lain seperti
eritrosit dan sel darah putih. Pasien yang hidupnya terkana anemia
dapat timbul dengan perdarahan yang signifikan seperti epistaksis atau
menorrhagia tetapi juga dapat menjadi indikasi dari anemia hemolitik

11
pada sindrom evan. Ada sebuah tinjauan dari sebuah hapusan darah
oleh individu yang terkena anemia adalah kunci untuk memastikan
bahwa gangguan ganas seperti leukemia, gangguan myeloinfiltrative
termasuk asteopetrosis, dan gangguan mikroangiopati seperti purpura
trombotik trombositopenik (TTP) dan sindrom urenik hemolitik ( HUS
) tidak ada muncul.
Ganggua fungsi trombosit yang diwarisi dari orang tua seperti
sindrom Bernard- Soulier atau MYH-9 yang dimana trombosit yang
paling besar di lihat kemungkinan juga dicurigai dari hapusan darah
pada pemeriksaan ii. MYH- 9 penyakit yang terkait berhubungan
dengan inklusi neutorfil. Kondisi tambahan yang dapat ditentukan
berdasarkan hapusan darah yang termasuk pseudotombositopenia,
penggumpalan trombosit pada EDTA antikoagulan dan agglutinin
dingin.
2. Evaluasi Sumsum Tulang
Jika hasil klinis dan tinjaun dari hapusan darah memang khas
menunjukkan ITP, lalu pemeriksaan aspirasi dan biopsy sumsum
tulang sering tidak diindikasikan. Pada biopsi sumsum tulang yang
khas ditemukan seorang pasien dengan ITP adanya peningkatan
megakariosit tanpa penyerta lainnya. Aspirasi dan biopsi sumsum
tulang diindikasikan pada pasien dengan ciri- ciri seperti berikut:
a. Gejala atpikal klinis:
Adanya melaise, limfadenopati, hepatosplenomegaly atau
cytoprnia lainnya.
b. Umur:
Banyak ahli hematologi melakukan aspirasi sumsum tulang dan
biopsy pada pasien diatas 60 tahun, Karena kekhwatiran potensi
keberadaan sindrom myelodysplastic.
c. Refrakter ITP:

12
Jika pasen tidak merespon terapi yang diberikan dengan tepat,
pemeriksaan sumsum tulang harus dilakukan untuk menyingkirkan
ganggua hematologi lainnya.
3. Blood typing and direct Coombs testing
Pasien dengan gangguan perdarahan harus memiliki
dokumenntasi golongan darah dan harus diberitahu hasilnya.
Pemeriksaan darah juga membantu dalam menentukan kesesuaian
pilihan pengobatan tertentu seperti terapi Anti- D. Pengujian DAT
dapat mendeteksi antibody sel darah merah yang terlihat pada sindrom
evan yang dimana trombositopenia dikaitkan dengan anemia hemolitik
(Indianna Hemophilia and Thrombosis Center, 2010).
4. Mendeteksi trombosit terkait IgG(PA-IgG
Tes yang masih dikembangkan utuk mendeteksi trombosit
terkait IgG yaitu:
a. ELISA ( Ennzim Linked Immunosorbent assay ( ELISA)
Untuk mendeteksi mendeteksi trombosit imunoglobulin-terikat.
Pengujian ini sensitif karena mampu mendeteksi trombosit
imunoglobulin terikat tetapi kurang spesifik, karena trombosit dari
pasien dengan kekebalan tubuh serta trombositopenia
nonkekebalan dapat meningkatkan kada rPA-IgG.
b. Spesifik terhadap glikoprotein trombosit yang terdeteksi dengan
cara enzim antigen capture dimodifikasi Linked Immunosorbent
Assay(MACE) salah satu contoh dari uji MACE menjadi antibodi
monoklonal imobilisasi seperti spesifik antigen trombosit assay
(Maipa).Maipa assay memiliki keuntungan dari melestarikan
antigen trombosit (GP), sebagai antigen yang presensitize dengan
antibody sebelum solubilisasi.Lainnya tes antigen capture adalah
uji microtiter plate dan uji immunobead. Dalam uji microtiter
piring, glikoprotein ditambahkan ke sumur dilapisi dengan
antibodi antiplatelet monoklonal, maka trombosit antibodi-

13
bantalan dari pasien ditambahkan, diikuti oleh enzim
antibodi antihuman . Dalam uji immunobead, selanjutnya reagen
ditambahkan ke sumur, antibodi monoklonal yaitu antiplatelet
melekat manik-manik, glikoprotein kompleks dengan trombosit
bantalan autoantibodi dari pasien, dan enzim antibodi antihuman
(Alvinna, 2011).

2.1.10 Penatalaksanaan Medis


A. Terapi
1. Masih diperdebatkan karena hasil akhir pada kebanyakan pasien
tetap baik meskipun tidak diobati.
2. Berdasarkan risiko ICH (perdarahan intrakranial) dan pembatasan
aktivitas.
3. Insidens ICH 0,2 – 1%
a. Resiko meningkat bila trombosit < 20.000 dan tertinggi bila <
10.000.
b. Faktor resiko: trauma kepala, obat antitrombosit.
c. Kebanyakan ICH terjadi dalam waktu 4 minggu setelah
gambaran klinis muncul, biasanya dalam minggu pertama.
4. Konsultasi ke bagian hematologi bila gambaran atipik. (Amina
Lalani, 2011).
B. Pilihan Terapi
1. Observasi
a. Kebanyakan anak yang menderita ITP tipikal pulih sepenuhnya
dalam beberapa minggu tanpa terapi.
b. Tidak ada bukti bahwa terapi mencegah ICH.
c. Perlu ditindaklanjuti sebagai pasien rawat jalan.
2. IVIG
a. Mempersingkat durasi trombositopenia berat (<20.000).

14
b. Memblokade ambilan trombosit bersalut antibodi oleh
makrofag di limpa.
c. Reaksi simpang: nyeri kepala, demam, meningitis aseptik
(jarang).
3. Imunoglobulin Anti-D (Rhogam®)
a. Antibodi vs antigen D eritrosit.
b. Efektif pada pasien Rh +.
c. Dosis 50 – 75 mcg/kg.
d. Reaksi simpang : nyeri kepala (jarang), anemia hemolitik.
e. Lebih dianjurkan ketimbang IVIG bila Rh+ karena lebih
mudah diberikan dan lebih murah.
f. Angka respons 70%, bertahan ~ 3 minggu.
4. Steroid Oral
a. Mungkin memerlukan steroid dosis tinggi : efek samping
signifikan.
b. Masih diperdebatkan pemberiannya bagi pasien yang baru
didiagnosis tanpa disertai perdarahan berat.
c. Konsultasi ke bagian hematologi sebelum memulai steroid:
mungkin memerlukan BMA (Amina Lalani, 2011).
C. Tatalaksana Kegawatdaruratan-Perdarahan Intrakranial
1. Jarang bila trombosit > 50.000.
2. Pada trauma kepala ringan dan tidak ada tanda perdarahan:
a. Observasi
b. Beri IVIG atau IG AntiD bila trombosit < 20, tanda – tanda
mudah memar, dalam waktu 1 minggu sejak diagnosis
ditegakkan atau bila tindak lanjut tidak pasti.
3. Pada trauma kepala berat:
a. Konsultasi ke bagian hematologi.
b. Methylprednisolone 30 mg/kg/hari IV selama 20 – 30 menit,
maksimal 1 g/hari x 2 – 3 hari.

15
c. IVIG 1 g/kg/hari x 2 – 3 hari.
d. Infus trombosit.
e. Pertimbangkan splenektomi.
4. Pada perdarahan mukosa, pertimbangkan terapi antifibrinolitik
(asam aminokaproat).
5. Pada epitaksis persisten, gunakan nasal packing (Amina Lalani,
2011).

2.1.11 Prognosis
Pasien menula dengan jumlah trombosit > 1000 x10₉/L., adanya
faktor resiko trombosis lainnya, atau kejadian trombosis sebelumnya
merupakan hal-hal yang meningkatkan kemungkinan terjadinya oklusi
pembuluh dan memerlukan terapi. Pasien berusia muda dengn jumlah
trombosis <1000 x 10₉/ L, tanpa resiko lainnya dapat diobservasi saja dan
diberikan aspirin. Apabila membutuhkan terapi, dapat diberikan
hidroksiurea atau anegrelid.
Apabila jumlah trombosit dapat dipertahankan dalam batas normal
maka resiko terjadi serangan vaskuler dapat menurun sampaimendekati
normal. Dari semua pasien, 70 % akan bertahan lebih dari 10 tahun.
Beberapa pasien (5%) terkena leukimia akut (Devay, 2005)
Menurut Rs dr. Soetomo, 2008 untuk prognosis ada faktor yang
berpengaruh:
a. Umur : pada orang muda prognosisnya lebih baik
b. Jumlah trombosit : mempengaruhi respon terapi dan faktor prediksi
menentukan resiko perdarahan intrakranial. Trombosit <20.000/mm3
resiko perdarahan intrakranial meningkat, semakin tinggi pada usia
lanjut.
c. Kadar antibodi menentukan respon terapi terhadap steroid dan
spenektomi. Menurunya kadar antibodi menunjukan respon terapinya
baik.

16
d. Prognosis yang jelek pada reftrakter terhadap steroid splenoktomi atau
imunosupresif lain. Mortalitas sekitar 16%. (Rs. dr. Soetomo. 2008)

2.1.12 Algoritma
Lampiran 2
2.2 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Trombositopenia
2.2.1 Pengkajian
A. Pengkajian Primer
1. Circulation
Terjadi penurunan tekanan nadi, CRT >3 serta
trombositopenia ditandai dengan bercak kecil akibat perdarahan di
subcutaneous, yang disebut petekie atau area perdarahan di
subcutaneous yang lebih luas yang disebut purpura. Ekimosis
(memar) dapat juga muncul, perdarahan mukosa dan menstruasi
hebat pada wanita.
2. Airway
Adanya sumbatan pada hidung karena adanya
penggumpalan darah (epitaksis).
3. Breathing
Trombositopenia ditandai dengan takikardia / takipnea,
dispnea pada beraktivitas / istirahat.
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya
respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelasa dan
cepat adalah AVPU (Awake :A, Respon bicara :V, Respon nyeri :P
Tidak ada respon. Pada trombositopenia klien tampak lemah
karena terjadi anemia.
5. Eksposure

17
Lepaskan baju dan penutup tubuh klien agar dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada apabila terdapat cidera yang tidak
ditangani dengan segera dapat memperburuk keadaan klien.

B. Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pernapasan
Nafas pendek saat istirahat dan aktivitas serta terdapat
takipnea, dispnea
b. Kardiovaskular
Terdapat tanda-tanda perdarahan seperti petekie, purpura, dan
ekimosis serta terjadi penurunan jumlah trombosit, frekuensi
jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah,
hipoksia, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung
ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.
c. Persyarafan
Jika jumlah trombosit <50.000/mm3 akan mengalami
perdarahan intracranial.
d. Perkemihan
Kien dengan trombositopenia mengalami hematuria (kencing
darah).
e. Pencernaan
Pada trombositopenia terjadi pembesaran limfa.
f. muskuloskeletal
Klien mengalami keletihan, kelemahan otot dan penurunan
kekuatan (Hardisman, 2013).

18
2.2.2 Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 DS: Penurunan curah Penurunan preload
-klien mengatakan merasa jantung
lemah.
DO:
-tidak ada nadi
-CRT > 3
-terdapat petekie, purpura,
dan ekimosis
-klien tampak lemah

2 DS : Kekurangan volume Kehilangan cairan


-Klien mengatakan lemah cairan aktif
-klien mengatakan gusinya
berdarah
DO:
-Penurunan turgor kulit
-penurunan tekanan nadi
-Kulit dingin
-Penurunan jumlah
trombosit

19
-Takikardi
-gusi berdarah
-ujung-ujung ektremitas
yang dingin dan pengisian
kapiler yang lambat.
3 Ds : Ketidakefektifan Penurun jumlah
-klien mengeluh nyeri perfusi jaringan kadar hemoglobin
ekstremitas perifer yang diperlukan
DO: untuk transportasi
-tidak ada nadi oksigen dan nutrisi
-perubahan karakteristik ke sel.
kulit (warna, elastisitas,
rambut, kelembaban, kuku,
sensasi, suhu
-indek ankle-brakial <0,90
-CRT >3 detik
-penurunan nadi
-warna kulit pucat saat
elevasi
-penurunan jumlah Hb
(hemoglobin)
4 DS: Resiko syok Hipoksia
-klien mengatakan lemah hipovelemik
DO:
-tampak pucat
-turgor kulit jelek
-tampak pucat
-tampak lemah

20
2.2.3 Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan cairan aktif.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan kadar hemoglobin yang diperlukan untuk transportasi
oksigen dan nutrisi ke sel.
4. Resiko syok hipovelemik berhubungan dengan hipoksia.

2.2.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1 Penurunan Setelah dilakukan Cardiac care
curah jantung intervensi 1.Monitor status
b.d. perubahan keperawatan selama kardiovaskuler
preload 1x24 jam diharapkan 2.Monitor status pernafasan
sirkulasi klien yang menandakan gagal
mengalami perbaikan jantung
dengan kriteria hasil: 3.Monitor balance cairan
1. TTV dalam batas 4.Monitor adanya dyspnea,
normal fatigue, takipneu, ortopneu
2. Tidak ada 5.Monitor toleransi aktifitas
kelelahan klien
3. Tidak ada Vital sign monitor
penurunan kesadaran 1.Monitor TTV sebelum,

21
selama, dan setelah aktifitas
2.Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
3.Anjurkan posisi kaki lebih
tinggi dari kepala
(mempercepat aliran balik
vena) (Budiyarti, 2013).
2 Kekurangan Setelah dilakukan Fluid management
volume cairan intervensi 1.Pertahankan catatan intake
b.d. kehilangan keperawatan selama dan output dan akurat
cairan aktif 1x24 jam diharapkan 2.Monitor TTV
cairan tubuh klien 3.Kolaborasi cairan IV
seimbang dengan 4.Pemberian bedrest total atau
kriteria hasil: istirahat total, istirahat yang
1. TTV dalam batas cukup atau setidaknya 7
normal sampai 8 jam.
2. tidak ada tanda- 5.Anjurkan mengkonsumsi
tanda hidrasi, makanan yang mengandung
elastisitas turgor kulit vitamin B12 (seperti telur,
baik. susu, keju, dan daging) dan
asam folat (seperti bayam,
jeruk dan kacang).
6.Anjurkan untuk minum air
putih lebih banyak.
7.Pemberian jus kurma
(Misbakh, 2015)
3 Ketidakefektifa Setelah dilakukan 1.Monitor TTV
n perfusi intervensi 2.Monitor adanya daerah

22
jaringan perifer keperawatan selama tertentu yang hanya peka
b.d. penurunan 1x24 jam diharapkan terhadap
kadar klien menunjukkan panas/dingin/tajam/tumpul
hemoglobin perbaikan perfusi 3.Intruksikan keluarga untuk
yang diperlukan jaringan dengan mengobservasi kulit jika ada
untuk kriteria hasil: lesi atau laserasi.
transportasi 1. Tekanan systole 4.Monitor adanya
oksigen dan dan diastole dalam thrombophlebitis
nutrisi ke sel rentang normal 5.Gunakan sarung tangan
2. Tanda-tanda vital untuk proteksi
dalam batas normal 6.Berikan tranfusi packed red
3. tidak ada tanda- cell jika hemoglobin kurang
tanda peningkatan dari 7g/dl, berikan sampai hb
intracranial (tidak 9-10 g/dl1. Pada pasien yang
lebih dari 15mmHg) lebih muda mempunyai
toleransi kadar hemogoblin
sampai 7-8g/dl; untuk pasien
yang lebih tua kadar
hemoglobin dijaga diatas
8g/dl4 (thaha, 2014).
4 Resiko syok Setelah dilakukan Syok prevention
hipovolemik intervensi 1.Monitor status sirkulasi BP,
b.d. hipoksia keperawatan selama warna kulit, suhu kulit,
1x24 jam diharapkan denyut jantung, HR, dsn
klien tidak ritme, nadi perifer, dan CRT
menunjukkan tanda- 2.Pantau nilai laboraturium
tanda syok 3.Monitor tanda awal syook
hipovolemik dengan 4.Melakukan kolaborasi
kriteria hasil: pemberian cairan IV dengan
1. TTV dalam batas infus immunoglobulin

23
normal intravena (IVIG) ( 1
2. tidak menunjukkan gram/kg/hari selama 2 hari)
tanda-tanda hidrasi dan Pemberian infus FFP
3. Nilai laboraturium (fresh frozen plasma) dapat
dalam batas normal dimulai sebelum pertukaran
plasma (Sianipar, 2014)

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Definisi trombositopenia adalah gangguan koagulasi yang ditandai
dengan kurangnya jumlah sel trombosit dalam darah, yang mengakibatkan
perdarahan. Penyebabnya dikarenakan kurangnya produksi trombosit,
meningkatkan kerusakan trombosit, banyaknya darah yang tersimpan di
dalam limpa, penurunan fungsi sumsum tulang akibat leukemia, beberapa
obat, dan penyakit keganasan. Klasifikasi trombositopenia ini dibedakan
dalam penurunan produksi dan peningkatan produksi.
Gejala umum yang sering tampak pada pasien trombositopenia adalah
petekiae, ekimosis, gusi dan hidung berdarah, menometrorrhagia, sedangkan
gejala jarang terjadi adalah hematuria, perdarahan gastrointestinal, perdarahan
intracranial. Perdarahan biasanya terjadi jika jumlah trombosit <50.000/mm 3,
dan perdarahan yang spontan terjadi jika jumlah trombosit <10.000/mm 3 dan
umumnya terjadi pada leukemia. Komplikasi pada pasien trombositopenia ini
yaitu shok dan perdarahan yang akan menyebabkan kematian. Pemeriksaan
diagnostic yang dilakukan bisa dengan blood count and evaluation of
peripheral smear, evaluasi sumsung tulang, Blood typing and direct Coombs
testing dan tes yang mendeteksi trombosit terkait IgG(PA-IgG.
Prognosis pada pasien ini jika pada orang muda prognosisnya lebih
baik dan prognosis yang jelek terkadi pada reftrakter terhadap steroid
splenoktomi atau imunosupresif lain. Mortalitas sekitar 16%. Diagnosa
keperawatan yang dapat diangkat pada kasus ini yaitu Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer b.d. Penurunan kadar hemoglobin yang diperlukan
untuk transportasi oksigen dan nutrisi ke sel, Kerusakan integritas kulit b.d.

25
Kerusakan lapisan kulit (dermis) dan Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan
fisik.

3.2 Saran
1. bagi tenaga kesehatan
Untuk tenaga kesehatan terutama perawat diharapkan bisa
mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab, pencegahan dan
pegobatan dari ITP agar saat menerapkan pada pasien tidak terjadi suatu
kesalahan yang menyebabkan pasien tambah parah atau bahkan bisa
mengalami kematian karena kesalahan dalam melakukan asuhan
keperawatan.
2. Bagi Pasien dan Keluarga
Bagi pasien diharapkan  mengerti tentang penyebab, pengobatan
dan pencegahan dari Trombositopenia, agar pada saat terjadi
trombositopenia dapat melakukan pencegah dini sebelum dilakukan
asuhan keperawatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Alvina. (2011). Idiopathic thrombocytopenic purpura: laboratory diagnosis and


management. May-August, May-August, 2011.Vol.30-No.2.
UniversaMedicina.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.1-2,9.11.
Bambang, Permono H. dkk. 2010. Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
Baradero M, Mary WD, Takobus S. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Baradero Mary, Mary wilfrid Dayrit, Yakobus Siswandi, Editor : Monica Ester. 2005.
Klien Gangguan Kerdiovaskular:Seri Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta. Corwin Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi, Ed.3. Penerbit Buku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Budiyarti, Lina. (2013). Home Based Exercise Training Dalam mengatasi Masalah
Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Gagal Janrung Kongestif Di
Ruang Rawat Penyakit Dalam Melati Atas RSUP Persahabatan. Fakultas
Ilmu Keperawatan Program Studi Profesi Depok.
Chandrasoma, P. dan Taylor, C. R. (2005). Ringkasaan Patologi Anatomi. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Devay, Patrick. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Family’s. (2006). Doctor Edisi Ke 12. Jakarta : PT. Nurika Profil.
Gauer R I, Braun M M. (2012). Trombositopeia. The American Family Physician
Web site at www.aafp.org/afp .;85(6):612-622.

27
Guyton A.C. and J.E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:
Update dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3).
Lalani, Amina., Schneeweiss, Suzan. (2011). Kegawatdaruratan Pediatri. Jakarta:
EGC.
Misbakh F.S, Pramudaningsih I.N, Yuliana A.R. (2015). Trombositopenia pada
Dengue Haemoragic Fever (DHF) di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum
Daerah Sunan Kalijaga Demak. Jurnal Profesi Keperawatan. Volume 2
Nomor 1 Januari: 175-179.
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Nasronudin. (2007). Terapi cairan pada demam berdarah dengue penderita dewasa.
In: Nasronudin, Hadi U et al(eds). Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini
& Mendatang. Surabaya, Airlangga University Press,p79-86.
Panitia Medik Farmasi dan Terapi. 2008. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu
Penyakit Dalam. RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Robbins, dkk., (2007). Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Sekhon S, Roy V. (2006). Thrombocytopenia in adults: A practical approach to
evaluation and management. South Med J.;99(5):491-8.
Sianipar, Nicholas Benedictus. (2014). Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya.
Jurnal CDK-217/ vol. 41 no. 6, th.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_217Trombositopenia%20dan
%20Berbagai%20Penyebabnya.pdf. Diakses pada tanggal 30 november 2016
Sudoyo, Aru W. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.
Thaha, Lestari, A.A.W., Yasa, I.W.P.S. (2014). Diagnosis, Diagnosis
Differensial dan Penatalaksanaan Immunosupresif dan Terapi Sumsum

28
Tulang pada Pasien Anemia Aplastik. E-Jurnal Medika Udayana 2014; 03
(02). http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/7897/5980. Diakses
pada tanggal 30 november 2016.
Yutami A, Kenanga MS, Asnawati. (2016). Hubungan Skor Glasgow Coma Scale
(Gcs) Dengan Jumlah Trombosit Pada Pasien Cedera Kepala Di Igd Rsud
Ulin Banjarmasin. Berkala Kedokteran, Vol.12, No.2, Sep 289-296.
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jbk/article/viewFile/1879/1641.
Diakses pada tanggal 30 november 2016.

29

Anda mungkin juga menyukai