Bioteknologi Dosen : Miranda Risang Ayu Palar, SH, LL.M., Ph.D
Disusun oleh: Jeri Nobia Purnama 250620200505
PROGRAM BIDANG STUDI MAGISTER
BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN 2021 Penelitian Bioteknologi: Iron Chelating Activity of Caesalpinia Sappan L. Extract on Iron Status in Iron Overload Rats (Rattus norvegicus, L.). 10.1063/1.5050146 Langkah-langkah perlindungan hukum kekayaan intelektual komunal untuk sumber daya genetik dari produk bioteknologi penelitian terkait. 1. Sumber daya genetik (SDG) in-situ yang dalam penelitian diatas memanfaatkan tanaman kayu secang yang merupakan tanaman asli di wilayah asia yang dapat dimanfaatkan sebagai agen kelasi zat besi. Kelebihan zat besi pada manusia biasanya terjadi akibat suatu terapi penyakit yang membutuhkan transfuse darah secara rutin. Efek pemberian transfuse darah yang berkepanjangan dapat menyebabkan peningkatan zat besi di dalam tubuh yang memicu terbentuknya stress oksidatif yang dapat merusak fungsi dan struktur organ. Salah satu penyakit yang membutuhkan terapi transfuse darah adalah para penderita talasemia mayor. Tingginya biaya terapi kelasi besi pada penderita talasemi mendorong para praktisi untuk mendapatkan alternative pengobatan yang lebih terjangkau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa aktif brazilin yang merupakan senyawa mayor dalam kayu secang dapat berperan sebagai agen kelasi besi. 2. Masyarakat yg mempunyai sumber daya genetik dapat melakukan registrasi ke Pemerintah untuk mendapatkan peerlindungan aturan terhadap objek asal daya genetik. Di Indonesia, registrasi ini dilakukan pada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual pada Kemenkumham hal ini bertujuan sebagai inventarisasi agar pemerintah sanggup melindungi hak-hak rakyat dan proteksi apakah objek SDG tadi akan dimanfaatkan secara komersil atau nonkomersil. Setiap proteksi aturan yg dilakukan bertujuan buat mengklaim bahwa laba yg didapatkan berdasarkan pemanfaatan asal daya genetik yg dimiliki sang rakyat aturan tata cara & komunitas lokal, sinkron menggunakan undang-undang domestik tentang hak-hak yg sudah ditetapkan berdasarkan rakyat aturan tata cara & komunitas lokal itu atas asal daya genetic tadi, dibagi secara adil & seimbang menggunakan rakyat yg bersangkutan, menurut Kesepakatan Bersama.Pihak ketiga disini, peneliti, industri maupun universitas yang terkait dalam penelitian tersebut yang bertujuan mengembangkan objek SDG tersebut. Pengembangan objek SDG tersebut harus melalui kesepakatan bersama antara pihak ketiga sebagai pengguna dengan penyedia SDG. 3. Pemanfaatn ekstrak kayu secang sebagai alternative pengobatan dalam terapi kelasi besi pada penderita talasemia, diharapkan permasalahan mahalnya pengobatan tersebut dapat diatasi dengan adanya alternative pengobatan. Untuk skala Industri produksi obat kelasi zat besi yang berasal dari pemafaatan herbal akan memberikan peningkatan tingkat ekonomi serta bagi peneliti dan suatu Universitas adanya produk herbal ini dapat dijadikan sebagai paten inovasi dan pengembangan penelitian selanjutnya 4. Dalam hal pembagian keuntungan, paten dalam pembuatan obat terapi kelasi besi pada penderita talasemia dapat dipegang oleh penelitia maupun universitas yang dapat digunakan oleh industry untuk memproduksi ekstrak kayu secang. Kegiatan tersebut akan ada keuntungan yang didapatkan dari kedua belah pihak serta Keuntungan yang didapatkan masyarakat sebagai konsumen obat tersebut bisa berupa royalti dari hasil penjualan atau dari ganti rugi penelitian itu sendiri ataupun secara immateriil yaitu penelitian dan pengembangan. Pemanfaatan SDG dan pengetahuan tradisional dengan pembagian keuntungan yang adil dan seimbang ini seperti dijelaskan pada Pasal 5 ayat (1) Protokol Nagoya, bahwa keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya genetik serta aplikasi-aplikasi berikutnya dan komersialisasi harus dibagi secara adil dan seimbang dengan Pihak penyedia sumber daya tersebut yang merupakan negara asal sumber daya tersebut atau suatu Pihak yang telah memperoleh sumber daya genetik sesuai dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati. 5. Berikut akan diuraikan konsep kepemilikan SDG dan bioteknologi tradisional di Indonesia yang dimuat dalam beberapa ketentuan hukum : Protokol Nagoya : Protokol Nagoya sebagaimana diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun Tahun 2013 menekankan akan kedaulatan Negara atas SDG dan pengetahuan-pengetahuan tradisional yang terkait. Hal ini menyiratkan bahwa bioteknologi tradisional merupakan milik masyarakat pengampunya dan oleh karena itu setiap pihak yang ingin mengakses dan memanfaatkan bioteknologi tradisional harus mengantongi izin yang dalam dalam protokol disebut sebagai Prior Informed consent atau izin atas informasi awal. Undang-Undang Paten : Undang-undang Paten Indonesia telah mengalami perubahan beberapa kali dan melalui Undang-undang terbaru, UU No.13 Tahun 2016 Pemerintah ingin memastikan adanya keseimbangan antara kepentingan Nasional dengan prinsip-prinsip Internasional. Salah satu latar belakang perubahan tersebut adalah melindungi SDG dan Pengetahuan Tradisional dari pemanfaatan pihak asing yang tidak berkontribusi bagi NKRI. Undang Perlindungan Varietas Tanaman : Pasal 7 Undang- undang Perlindungan varietas Tanaman (UUPVT) mengatur sebagai berikut: “Varietas lokal milik masyarakat dikuasai oleh Negara, penguasaan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah berkewajiban memberikan penamaan terhadap Varietas lokal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), ketentuan penamaan, pendaftaran dan penggunaan varietas lokal sebagaimana pada Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) serta instansi yang diberi tugas untuk melaksanakannya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah. Pengaturan ini dimaksudkan sebagai bentuk pencegahan terhadap tindakan misappropriation dan biopiracy varietas lokal oleh pihak asing khususnya industri.