Anda di halaman 1dari 4

Latar belakang :

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang
disebabkan gangguan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, muntah (dehidrasi), cidera
akibat kecelakaan, dan trauma maupun perdarahan karena obstertri (Diantoro, 2014).

Tahap pertama syok tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya tanda dan gejala yang
dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah
normal. Pada tahap dekompensasi syok dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-
fungsinya, yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ vital yaitu dengan mengurangi
aliran darah ke lengan, tungkai dan perut dengan mengutamakan aliran ke otak, jantung dan paru.
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan
darah, kulit pucat, dingin serta kesadaran yang mulai terganggu. Pada tahap ireversible dimana
kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki lagi. Maka aliran darah akan
mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung (Fitria,
2010).
Kompensasi yang terjadi akibat penurunan tekanan darah dapat menimbulkan gejala-gejala
klinis seperti peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit
dingin turgor yang jelek, ujung-ujung ekstermitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat
(Soenarto, 2012).
Menurut Diantoro, (2014) penatalaksanaan terjadinya syok hipovolemik dengan memberikan
larutan isotonik. Cairan tersebut berfungsi untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Dalam menangani kasus syok hipovolemik tersebut bisa menambahkan infuse
aliquot kecil cairan (100-200ml) untuk mempertahankan tekanan darah sistolik diatas 90 mmHg
(Diantoro, 2014).
Menurut Clark AP, (2007) menjelaskan penatalaksanaan pasien syok hipovolemik yaitu
dengan memposisikan kedua kaki pasien lebih tinggi dari dada (shock position) agar darah ke otak
maksimal. Muttaqin (2009) menjelaskan, Posisi trendelenburg adalah modifikasi posisi terlentang
dengan kepala diturunkan. Clark AP, (2007) menegaskan manfaat dari posisi trendelenburg pada
penanganan syok pada awal tahun 1900 an. Kepercayaan itu menyatakan bahwa setiap posisi
trendelenburg memperbaiki aliran darah serebral. Efek posisi trendelenburg yang paling nyata pada
system respirasi adalah interfensi mekanik pada gerakan dada dan pembatasan ekspansi paru. Dengan
kepala dan dada yang berada pada tingkat yang lebih rendah dari abdomen. Clark AP, (2007)
menjelaskan, posisi trendelenburg sangat dianjurkan untuk pengobatan syok hipovolemik karena
kemampuannya untuk peningkatan aliran balik vena dan akan meningkatkan curah jantung.
Tujuan :
untuk mengetahui tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan posisi trendelenburg,
mengetahui pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.

Metodelogi :
Desain penelitian dengan menggunakan desain Quasi eksperiment dengan pendekatan pre test
and post test without control. (Dharma, 2011). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan Consecutive sampling.

Judul :
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Consecutive sampling.
Nama Penulis :

1)
Vinthia Yuliana 2)Setiyawan 3)
Galih Setia Adi

Hasil :
1.Hasil Analisa Univariat
a. Karakteristik Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Posisi Trendelenburg
Tabel 4.1 Hasil Analisis Tekanan Darah Sebelum Posisi Trendelenburg (n = 12)
Variabel Distribusi Data
Me Me Mo SD Min Max
an dian dus
TD
Sistolik 89,2 90 90 6,69 80 100
Sebelum
TD
Diastolik 59,2 60 60 6,69 50 70
Sebelum

b. Karakteristik Tekanan Darah Sesudah Dilakukan Posisi Trendelenburg


Tabel 4.1 Hasil Analisis Tekanan Darah Sesudah Posisi Trendelenburg (n = 12)

Variabel Distribusi Data


Me Me Mo SD Min Max
an dian dus
TD
Sistolik 94,2 90 90 6,69 90 110
Sebelum
TD
Diastolik 63,3 60 60 4,92 60 70
Sebelum
2. Hasil Analisa Bivariat
a. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas, peneliti menggunakan uji
normalitas dengan metode analisis parameter Shapiro-Wilk karena jumlah responden < 50.
Hasil uji normalitas pada penelitian ini didapatkan hasil sebelum pemberian posisi
trendelenburg nilai p value 0,012 dan sesudah pemberian posisi trendelenburg p value 0,000
sehingga p value < 0,05 maka pada penelitian ini data tidak berdistribusi normal sehingga
menggunakan uji non parametik (wilxocon).

b. Uji Analiasa Data

Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh posisi trendelenburg
terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik.
1) Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Posisi Trendelenburg
Hasil penelitian ini menunjukkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum
dilakukan pemberian posisi trendelenburg pada pasien syok hipovolemik terjadi penurunan
dalam batas normal atau hipotensi dilihat dari hasil distribusi data mean, median, modus,
standar deviasi, nilai minimal dan nilai maksimal. Pengukuran tekanan darah sistolik sebagai
indikator signifikan hipotensi dan syok, biasanya ambang pada 90 mmHg (Kerby & Cusick,
2012).
2) Tekanan Darah Sesudah Dilakukan Posisi Trendelenburg
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil tekanan darah sistolik dan diastolik
sesudah dilakukan pemberian posisi trendelenburg pada pasien syok hipovolemik terjadi
peningkatan tekanan darah dilihat dari hasil distribusi data mean, median, modus, standar
deviasi, nilai minimal dan nilai maksima sehingga terdapat pengaruh pemberian posisi
trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok hipovolemik. Richard et al (2013)
mengatakan posisis trendelenburg dapat digunakan pada pasien syok untuk menstabilkan
hemodinamik.
3) Analisa Pengaruh Posisi Trendelenburg Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien
Syok Hipovolemik
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil uji wilcoxon tekanan darah sistolik nilai p value = 0,014 dan
tekanan darah diastolik nilai p value = 0,025 sehingga p value < 0,05 maka Ho di tolak dan Ha di
terima bahwa terdapat pengaruh posisi trendelenburg terhadap tekanan darah pada pasien syok
hipovolemik. Sejalan dengan hasil penelitian Kardos et al. (2006) mengatakan terdapat peningkatan
tekanan darah sistolik setelah pemberian posisi trendelenburg selama 3 menit. Hasil penelitian S.
Ballesteros Peña et al. (2011), mengatakan penggunaan posisi trendelenburg memiliki dampak pada
status hemodinamik.

Anda mungkin juga menyukai